Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS Perlambatan ekonomi China semakin mencemaskan perekonomian global. Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit pada tahun 2010, perkonomian China memasuki trend perlambatan sejak tahun 2011. China merilis data realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 7,6% sedikit diatas target 7,5%. Walaupun realisasi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan target yang telah ditetapkan, namun pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan terendah sejak krisis keuangan Asia tahun 1999 atau selama 14 tahun terakhir Bank Dunia merespon berita ini dengan mengkoreksi pertumbuhan ekonomi dunia 0,1% lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 dari yang sebelumnya 6,2% menjadi 5,9%. Sementara itu, Asian Development Bank juga mengkoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-‐ negara di Asia menjadi 6,3% pada tahun 2013 yang sebelumnya diproyeksikan 6,6%, begitu pula tahun 2014 dikoreksi menjadi 6,4% yang sebelumnya diperkirakan 6,7%, 0,3% lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Trend perlambatan pertumbuhan ekonomi China tentunya pada pertumbuhan ekonomi global. Hal ini mengingat China merupakan konsumen minyak terbesar kedua dan konsumen batu bara terbesar di dunia, melambatnya perekonomian China berdampak pada penurunan permintaan komoditas tersebut yang berujung pada tekananan harga Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus 2013 mengalami penurunan harga 60 sen menjadi USD108,21 per barel, sementara kontrak utama New York, West Texas (WTI) untuk pengiriman Agustus turun 67 sen menjadi USD105,28. Bahkan WTI untuk pengiriman Februari 2014 turun menjadi USD 93,43 per barel. (Setgab RI, 2013). China juga merupakan negara pemegang surat utang Amerika Serikat terbesar disusul kemudian oleh Jepang pada posisi kedua. Pada tahun 2009 China memegang surat utang AS sebesar 24,07% dari seluruh surat utang luar negeri AS. Perlambatan ekonomi China berpotensi pada aksi jual penduduk China untuk memperlancar likuiditas dalam negerinya. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi keseimbangan baik di pasar uang maupun pasar saham. Perlambatan ekonomi China dikhawatirkan akan mendorong investor China melakukan aksi jual dan akhirnya mengganggu kestabilan pasar uang. Dampak terhadap Indonesia Sebagai mitra dagang nomor satu, Perlambatan ekonomi China membawa dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkonomian Indonesia. Dampak secara langsung dapat dilihat dari hubungan bilateral perekonomian kedua negara. Penurunan permintaan komoditas dari China berdampak pada berkurangnya nilai ekspor Indonesia.
Sementara itu, dampak tidak langsungnya adalah melalui penurunan harga komoditas ekspor Indonesia yang diekspor ke negara lain. Penurunan harga komoditas tersebut tidak lepas dari pengaruh perlambatan ekonomi China. Ekspor-‐Impor Indonesia-‐China Tahun 2013 3,500,000,000 3,000,000,000
Nilai (US $)
2,500,000,000 2,000,000,000 1,500,000,000
Ekspor
1,000,000,000
Impor
500,000,000
Neraca
0 -‐500,000,000 -‐1,000,000,000 -‐1,500,000,000
Periode
Sumber : Kementrian Perdagangan RI (diolah ) Grafik di atas menujukan bahwa sepanjang tahun 2013, Indonesia mengalami defisit perdagangan terhadap China. Rata-‐ rata defisit perdagangan Indonesia terhadap China adalah 716.855.793 dolar AS per bulan atau sekitar 40% dari rata-‐rata ekspor. Defisit terbesar terjadi pada bulan Juli 2013 sebesar 1.250.719.796 dolar AS. Tingginya defisit pada bulan Juli disebabkan oleh kenaikan impor yang mencapai 476.589.324 atau 18 % dari impor bulan Juni. Neraca Perdagangan Indonesia-‐China (2008 – 2013) 6,000,000 4,000,000 Nilai (Ribu US $)
2,000,000 0
-‐2,000,000
2008
2009
2010
2011
2012 Jan-‐Okt Jan-‐Okt 2012 2013
-‐4,000,000 -‐6,000,000 -‐8,000,000
-‐10,000,000
Periode
NERACA PERDAGANGAN MIGAS NON MIGAS
Sumber : Kementrian Perdagangan RI (diolah )
China disamping merupakan mitra Indonesia yang terbesar, China juga meruapakan pasar terbesar bagi komoditasi mineral dan batubara Indonesia .Grafik di atas menunjukan kondisi perdagangan Indonesia-‐China dari tahun 2008 sampai tahun 2013 yang membedakan anatara sektor migas dan non migas. Surplus perdagangan Indonesia terhadap China hanya disumbangkan oleh sektor migas, sedangkan sektor non migas selalu membukukan defisit. Terjadi trend penurunan surplus sektor migas dari perdagangan dengan China. Ekspor non migas mengalami peningkatan defisit dari pada periode Januari-‐Oktober sebesar 851,630 ribu dolar AS atau sekitar 12 % dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2012. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan ekspor komoditas non migas ke beberapa negara seperti China, Singapura dan Korea Selatan. Bank Indonesia dalam neraca pembayaran trilulan II-‐2013 merilis bahwa ekspor komoditas non migas seperti batubara (pangsa 34,55%) dan minyak nabati (pangsa 10,6%) ke China mengalami penurunan ekspor masing-‐masing sebesar 28,6 % (yoy) dan 11,7% (yoy). Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Nilai ekspor komoditas migas Indonesia ke China mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai tahun 2012, kemudian naik kembali pada tahun 2013 2. Perlambatan ekonomi China membawa dampak langsung bagi perekonomian Indonesia yakni berkurangnya ekspor batubara dan minyak nabati ke China masing-‐ masing sebesar 28,6 % (yoy) dan 11,7% (yoy). 3. Perlambatan ekonomi China juga membawa tidak langsung yakni terkoreksinya harga beberapa komoditas ekspor Indonesia akibat pengaruh perlambatan ekonomi China. Strategi Pemerintah Indonesia Pemerintah Indonesia perlu melakukan berbagai langkah-‐langkah sebagai upaya mengatasi dan meminimalisir dampak perlambatan ekonomi China. Langkah jangka pendek maupun jangka panjang perlu dilakukan secara terstruktur dan terukur agar mampu mengatasi masalah ini secara optimal. Jangka Pendek (1) Menjaga daya beli masyarakat Dampak jangka pendek dari perlambatan ekonomi China adalah mengabibatkan tekanan terhadap ekspor Indonesia terhadap China, sementara impor Indonesia dari China tidak dapat terbendung sehingga neraca pembayaran tertekan. Untuk menjaga stabilitas kondisi perekonomian dalam negeri, maka dalam jangka pendek yang dapat dilakukan adalah menjaga daya beli masyarkat, salah satunya dengan menjaga tingkat inflasi.
(2) Mengoptimalkan belanja dan penyerapan anggaran pemerintah Untuk menjaga agar perekonomian tetap stabil ketika neraca pembayaran sedang tertekan maka langkah yang dapat Diakses :adalah dengan mengoptimalkan belanja dan penyerapan anggaran pemerintah. Sesuai data Kementeriaan Keuangan (Kemenkeu), realisasi belanja pemerintah pusat pada semester 1-‐2013 tercatat Rp 421,1 triliun atau 35,2% dari pagu Rp 1.196,8 triliun. Realisasi ini meliputi belanja pegawai Rp 106,9 triliun (45,9% pagu Rp 233 triliun), belanja barang Rp 45,1 triliun (22,2% pagu Rp 202,6 triliun) dan belanja modal Rp 34 triliun (18,1% pagu Rp 188,3 triliun). Jangka Panjang (1) Mengurangi ketergantungan ekspor barang primer Adanya PP No 1 Tahun 2014 tentang pelarangan ekspor mineral dan batubara yang belum diolah merupakan salah satu langkah untuk mengurangi ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap ekspor barang primer yang sangat riskan dengan fluktuasi ekonomi negara tujuan ekspor. Selain menciptakan nilai tambah ekspor yang lebih tinggi, pengurangan ekspor komoditas primer mengurangi resiko fluktuasi perekonomian global (2) Mengurangi Ketergantungan Impor Besarnya ketergantungan dan konsumerisme masyarakat terhadap produk China berdampak pada timpangnya neraca perdagangan Indonesia – China. Kondisi ini dalam jangka panjang akan menyebabkan lemahnya fundamental perekonomian Indonesia sehingga rentan terhadap fluktuasi perekonomian negara lain. Mengurangi ketergantungan impor adalah agenda wajib yang harus dilakukan pemerintah dalam jangkan panjang. (3) Reorientasi pasar ekspor Pemerintah hendaknya melakukan reorientasi pasar ekspor dari saat ini didominasi China, agar diarahkan ke negara-‐negara lain seperti Amerika Latin, Afrika dan Timur Tengah. Terlebih Indonesia dapat memiliki competitive advantage di pasar Timur Tengah dengan mengembangkan produk ekspor besertifikat Halal. (4) Diversivikasi produk ekspor Arah perekonomian di masa depan akan menuju green economy. Meningkatnya kesadaran manusia tentang kualitas lingkungan berdampak pada turunnya konsumsi batubara, dan sumber energi fosil lain di masa depan. Untuk itu, pemerintah hendaknya mempersiapkan produk-‐produk ramah lingkungan untuk dijadikan komoditas ekspor di masa depan.
Daftar Pustaka -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐(2013, Juli 22). Diakses :Januari 14, 2014, dari Setgab RI: http://setkab.go.id/berita-‐ 9570-‐antisipasi-‐perlambatan-‐ekonomi-‐china-‐pemerintah-‐maksimalkan-‐serapan-‐ belanja-‐modal.html -‐-‐-‐-‐-‐-‐(2013). Indikator Ekonomi (Ekspor-‐Impor) Indonesia. Jakarta: Kementrian Perdagangan RI. -‐-‐-‐-‐-‐-‐(2013). Neraca Pembayaran Indonesia TW II Tahun 2013. Jakarta: Bank Indonesia. Ariyanti, F. (2013, Nopember 26). Bisnis. Diakses :Feburari, 17, 2014, dari Liputan6.com: http://bisnis.liputan6.com/read/756558/china-‐sengaja-‐perlambat-‐ekonomi-‐agar-‐ warganya-‐bisa-‐beli-‐rumah Nurmayanti. (2013, Juli 23). Bisnis. Diakses :Februari 17 2014, dari Liputan6.com: http://bisnis.liputan6.com/read/646564/ri-‐siapkan-‐jurus-‐bendung-‐dampak-‐ perlambatan-‐ekonomi-‐china