Ill.
METODOLOGI PENELlTlAN
3.1. Lokasii dan VJaktu Penelitian
Pen~elitiantentang pencurian kayu ini dilaksanakan di wilayah kerja PT. Perhutani Unit I Jawa Tengah, dengan mengambil lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, Cepu dan Blora. Pemilihan lokasi tersebut berdasal?
untuk pengamatan variabel-variabel yang
menyangkcrt sumberdaya hutan, seperti jumlah pencurian, kerugian, potensi hutan, produksi kayu jati dan lain-lain. Sedangkan untuk pengamatan variabelvariabel yang me~iyangkutwilayah administratif, seperti kondisi sosial ekonomi masyarakat, data diperoleh dengan mengggunakan pendekatan (proxy) data dari tingkat Kecamatan. Dalam penentuan BKPH yang dilakukan pengamatan diambil secara sensus dari 3 (tiga) KPH, sedangkan pengamatan tingkat Kecamatan dilakukan secara sensus di IKabupaten Blora. Unit analisis merupakan hasil delineasi antara wilayah BKPH dengan wilayah Kecamatan. Delineasi tersebut didasarkan atas kombinasi poligon wilayah suatu EIKPH dengan poligon wilayah suatu Kecamatan. Dengan demikian data-data menyangkut wilayah administratif, seperti kondisi sosial
ekonomi masyara!kat, dapat didekati dengan data tingkat Kecamatan yang melingkupinya. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian, dan dicocokkan dengan data dari Pemerintah Ki~bupatenBlora dan tiga KPH (Blora, Cepu dan Randublatung), maka ditetapkan 24 BKPH dan 13 Kecamatan, yang setelah dilakukan delineasi antara wilayah BKPH dengan wilayah Kecamatan tersebut menghasilkan 39 kombinasi poligon yang kemudian akan digunakan sebagai unit analisis dalam penelitian ini. Penelitian clilaksanakan selama 5 (lima) bulan, mulai bulan Mei sampai derigan September 2002, terhitung mulai persiapan sampai dengan penyusunan laporan akhir.
3.2. Metode Pengrlrmpulan Data
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara : a. Studi data sekunder mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, kebijakan pengelolaan dan pengamanan hutan, karakteristik hutan, volume pencurian kayu, jumlah kerugian, pelaku pencurian kayu yang tertangkap dan data-data lain yang relc?van,
dengan sumber dari PT. Perhutani dan lnstansi
Pemerintah yang terkait. Data-data yang diambil digunakan untuk analisis variabel-variabel yang menjadi penyebab terjadinya pencurian kayu, analisis keterkaitan spasial, dan analisis
Game Theory. Selanjutnya perlu dijelaskan
bahwa data urqtuk analisis latar belakang dan penyebab pencurian kayu menggunakan data tahun 2000, karena data yang tersedia paling lengkap, sedangkan untuk memperhitungkan pengaruh kejadian sosial ekonomi yang tidak berlangsi~ngsecara serta merta, maka data kondisi sosial ekonomi masyarakat menggunakan data tahun 1999.
b. Wawancara dengan informan-informan kunci (key informans), yaitu pejabat Perhutanilinstansi pemerintah, pengusaha swasta, tokoh setempat, Lembaga
masyarakat
Swadaya Masyarakat, dan pihak-pihak yang terka~t
dengan pengelolaan hutan. Data dan informasi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk dan cara pencurian kayu, sistem pengawasan dan pengamanan hutan, dan prospek desentralisasi kehutanan. c. Observasi
Lapangan,
dilaksanakan
untuk
mengetahui
pelaksanaan
pengelolaan hutan dan kejadian-kejadian pencurian temasuk mengenai bentuk, cara dran kenrgian yang ditimbulkan. 3.3. Pendekatan f'ermasalahan
Penelitian dimaksudkan terutama untuk mengetahui akar permasalahan dari terjadinya kerusakan sumberdaya hutan, yang terutama disebabkan oleh praktek pencurian kayu yang semakin lama cenderung menunjukkan intensitas yang meningkat. Sesuai dengan tujuan diatas, maka sebagai indikator yang diduga berpenganlh terhadap terjadinya pencurian kayu adalah : a. Kondisi sosial ~ekonomimasyarakat sekitar hutan. Variabel-variahel yang mempengaruhi antara lain adalah :
-
Pendapatan perkapita penduduk
-
Tingkat pendidikan penduduk
-
Tingkat Pengangguran
-
Tingkat relngiusitas (imtak) penduduk
b. Sistem pengauvasan dan pengamanan hutan. Variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain adalah :
-
Jumlah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pengamanan hutan
-
Jumlah sarana dan prasarana pengawasan dan pengamanan hutan
c. Struktur pasar dan industri hasil hutan, khususnya industri perkayuan. Variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain adalah : -
Luas wilayah hutan produktif
-
Luas hutari rakyat
-
Produksi k.ayu yang dihasilkan oleh Perhutani dan dari hutan rakyat
-
Permintaan kayu untuk industrilperusahaan
d. Penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan. Variabel-variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain adalah:
-
Jumlah peristiwaJkasus pencurian kayu yang terjadi
-
Jumlah kasus pencurian kayu yang diproses hukum
-
Jumlah pelaku pencurian kayu yang dihukum
e. Penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dari aparat pemerintah. Variabel-variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain adalah:
-
Keterlibatan aparat pemerintah dalam pencurian kayu
-
Jumlah ka~suspencurian kayu yang diproses hukum
f. Akses masyarakat sekitar hutan untuk ikut mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. Variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain adalah :
-
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan
-
Jumlah petani penggaraplpesanggem yang menjadi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam Program PMDHfrumpangsari
g. Karakteristik hutan. Variabel-variabel yang mempengaruhi indikator tersebut antara lain :
-
Luas wiiayah hutan produktif yang dikelola Perhutani
-
Profil teg~ikanhutan atau Kelas Umur (Umur Tanaman Rata-rata)
Berdasafiian variabel-variabel yang mempengaruhi masing-masing indikator, disesuaikan dengan data yang tersedia, selanjutnya dianalisis dan ditentukan variabel mana saja yang mempunyai pengaruh yang nyata
(significanf)terhadap terjadinya pencurian kayu tersebut. Dengan demikian akan dapat ditemukar~ akar permasalahan dari pencurian kayu tersebut, untuk kemudian dicarikan jalan pemecahan yang paling sesuai dan tepat dengan permasalahan yang dihadapi. Selain itu tentunya juga perlu dikaji mengenai bentuk-bentuk dan cara pencurian kayu, set-ta kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya pencurian kayu untuk mengetaki cara bekerjanya pencurian kayu dan dampak yang ditimbulkannya. Selanjutnya perlu
dikaji alternatif
model kelembagaan
pengelolaan sumloerdaya hutan dalam rangka menuju ke arah pengelolaan hutan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan wilayah. Bagan alir pendekatan penelitian disajikan pada Gambar 4. 3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. Analisis Ziistem Pengawasan dan Pengarnorran Hutan, Bentuk dan Cara Penazurian Kayu, serta Jumlah Kerugian Yang Ditimbulkan Metode Analisis Deskriptif dan Eksploratif digunakan untuk menganalisis sistem pengawasian dan pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh Perhutani, bentuk-bentuk d;sn cara-cara (modus opemndi) dari pencurian kayu, serta kerugian dan danipak yang ditimbulkan akibat terjadinya pencurian kayu tersebut baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pengelolaan hutan yang berkelanjutali Kesejateraail ~nasyarakat Pembailgunan Wilayah
.
/
Intensitas
Bentuk dan Cara
I
I
hcrugian yang ditimbulkan . Ekmlomi Sosial
I I
7, Kondisi Sos-Ek
Sistem peixatvasan
Tk. l'endapatitn Tk.Penganggiran Tk Pendidikan Tk. Religiusitas.
Personil pengawas
.
1
Luas wilayat~ hutan produktif
Sarana & pramam
Peuegakan l~ukiun I
1
Penddk menjadi pesanggezw anggota KTH
Struktur Dasar h a s Hutan Produktif
Perhutani Hutan rakyat Permintam kayu
Gambar 4. Bagan AIir Pendekatan Penelitian
S a k i hukuman (peldc~itertangkap, diproses di pengadilas dan dihukum
3.4.2. Analisis Latar Belakang atau Penyebab Terjadinya Pencurian Kayu 3.4.2.1. Model Persamaan yang Digunakan
Berdasarkan hasil penelitian dan disesuaikan dengan data yang tersedia di lokasi penelitian, maka didapatkan fungsi persamaan tingkat pencurian kayu sebagai berikut :
dimana Y, adalah tingkat atau intensitas pencurian kayu, i adalah pengamatan (kecamatan untuk data sosial ekonomi dan BKPH untuk data pencurian kayu dan data kehutanan lainnya). Xli adalah pendapatan perkapita penduduk, X21adalah tingkat pendidikari penduduk, X3 adalah tingkat pengangguran, &, adalah tingkat religiusitas pendi~duk.Variabel Xli sampai dengan hi merupakan variabelvariabel yang mewakili kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selanjutnya X51 adalah jumlah personil yang bertugas mengawasi dan mengamankan hutan, yang mewakili sistem pengawasan dan pengamanan hutan.
adalah luas
hutan rakyat, XTi adalah luas wilayah hutan produktif yang dikelola Perhutani, dimana
dan
merupakan variabel yang mewakili struktur produksi hasil
hutan. Xa adalah prosentase kasus pencurian kayu yang diproses hukum, yang mewakili penegakan hukum dan penyelewengan aparat pemerintah. XgI adalah prosentase petan~yang menjadi pesanggem dalam program PSfPMDH, mewakili akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. XI@ adalah umur tanaman ratarata pohon di wilayah hutan yang dikelola oleh Perhutani, mewakili potensi dan karakteristik hutan, dan Ei adalah e m r term. Untuk mftnganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi terjadinya pencurian kayu digunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Yang dimaksud regresi linier dalam analisis ini adalah suatu regresi yang linier dalam
parameter, dimana harapan bersyarat dari Y, E(Y/Xi) adalah fungsi linier dari parameter, Bi f ~ n g s itersebut mungkin linier atau tidak dalam variabel X (Gujarati, 7997). Sehingga model persamaan yang mungkin diperoleh adalah model persamaari regresi berganda linier, model persamaan regresi berganda double log (log-log) atau model persamaan regresi berganda semi-log. Model persamaan dimak:sud dapat dinotasikan sebagai berikut :
dimana : = variabel tak bebas, yaitu berupa jumlah kerugian fisik berupa hilangnya tunggaWpohon yang dicuri (tunggak) = Per~dapatanperkapita penduduk Wilayah ke-i (Rp.)
= Tingkat pendidikan penduduk Wilayah ke-i (indeks)
= Tingkat pengangguranWilayah ke-i (%) = Tingkat re!igiusitas penduduk di Wilayah ke-i (indeks)
= Junilah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pengamanan hutan di Wilayah ke-i (orang) = Luas hutan rakyat di Wilayah ke-i (ha)
= Luas hutan produktif yang dikelola Perhutani di Wilayah ke-i (ha)
= Prosentase kasus pencurian kayu yang diproses hukum di Wililyah ke-i (%) = Prosentase petani yang menjadi pesanggem di Wilayah ke-i (%)
= Umur tanaman rata-rata pohon di Wilayah ke-i (tahun) = intersep
Pi
= koefisien regresi
I
= satuan pengukuran/pengamatan/data, benrpa suatu wilayah yang meirupakan kombinasi poligon BKPH dengan poligon Kecamatan.
Variabel-variabel diatas disajikan pada Tabel Lampiran 1.
3.4.2.2. Metode A,nalisis Regresi
Sedangkari metode regresi yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil biasa (OnJinary Least Squares atau OLS), yang bersifat tidak bias dan paling efisien (me!mpunyai variance yang minimum) atau biasa disebut BLUE (Best Linear Unbirwed Estimator). Pada pendugaan model regresi dengan OLS tersebut, maka terdapat asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Peubah X bersifat tetap (fixed), maka : E (XE) = 0
b. Tidak ada hutsungan tinier antara dua atau lebih peubah-peubah bebas (non-
collinearify) 4 matriks (X'X) non singular :
I X'X I 7t: 0
c. Rataan galat (error) saling menghapuskan : E (E) = 0 d. Bagian galat ~(emrs) bersifat tersebar bebas (tidak berkorelasi) dan ragam (variance) yang konstan (homoskedasitas) : E (EE')= 0 ~ 1
3.4.2.3. Pemilihan~Model Persamaan Terbaik
Unt~lkmer~dapatkanmodel persamaan terbaik dilakukan dengan cara membandingkan nilai R' yang disesuaikan (I? adjusted) dan banyaknya variabel yang berpengaruh secara nyata dalam model tersebut. Jika model persamaan tersebut mempunyai nilai @-adjusted yang paling tinggi dan jumlah variabel yang berpengaruh nyata secara statistik yang lebih banyak, maka akan dianggap sebagai model pelsamaan terbaik. Selain itu beberapa model tersebut juga periu dibandingkan dari segi logikanya, yaitu logis tidaknya arah pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas, dan elastisitas hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas.
3.4.2.4. Pengujia~nHipotesis
Untuk merlguji apakah variabel-variabel bebas secara keseluruhan atau secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, maka dilakukan Uji-F. [Iari hasil uji tersebut dapat dilihat apakah suatu persamaan sudah layak digt~nakanutuk menduga suatu populasi dan dengan demikian dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan bisa dibuktikan kebenarannya. Hipotesis :
Ho :
Pi=0
Hq : sekurang-kurangnya ada satu Pi
dimana :
#
0
JK = jumlah kuadrat n
= jumlah contoh
k
= banyaknya peubah bebas
Kriteria keputusan : Jika : F hitung F: F tabel , maka Ho diterima F hitung 2 F tabel, maka Ho ditolak Sedangkari untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas digunakan Uji Parsial atau Uji-t. Hipotesa dan kriteria dari Uji-t ini sama dengan Uji-F, dengan nilai t hitung :
?I hrtung
B-P
- --
cvd
~ x , Y , , dan Bb = ;dimana p = at
d
" (X, - x): ,=1
N -1
Penolakar~Ho berarti peubah bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap
Y. sehingga dan model persamaan akhir terpilih dapat ditentukan variabelvariabel bebas yang berpengaruh nyata maupun sangat nyata terhadap varabel tak bebas.
3.4.2.5. Model Keterkaitan Spasial
Dalam analisis variabel-variabel yang mempengaruhi pencurian kayu ini, data diambil berdasarkan unit analisis yang berupa wilayah, sehingga data yang dihasilkan berbentuk data cross-section. Sebagaimana metode analisis lainnya yang menggunakan data cross-section, analisis dengan metode OLS didasarkan pada asumsi bahwa faktor gangguan (error terms) dari masing-masing wilayah (sampel) bersifat bebas (independenf) satu sama lain. Sehingga dengan asumsi tersebut membatasi kemungkinan adanya variabel-variabel yang berkaitan secara spasial (Rc?yand Montouri dalam Rupasingha, 2002). Padahal dalam kejadian di dunia nyata sekarang ini, hampir mustahil satu wilayah tidak terksit secara spasial dengan wilayah lainnya apalagi menyangkut variabel-variabel yang berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi. Menurut LeSage (1999), ada dua bentuk alternatif spesifikasi model yang dapat memasukkan var'iabel-variabel spasial. Dua model tersebut adalah Spatial Autoregmssive niodel (SAR) dan Spatial E m r s Model (SEM). Model SAR mengasumsikan adanya keterkaitan spasial dalam variabel tak bebas (dependent varhble),
sedangkan model SEM
mengasumsikan adanya
keterkaitan spasie~lpada faktor gangguan ( e m f terms). Pada prinaipnya model SAR menunjukkan bahwa pencurian kayu di suatu wilayah mempunyai hubungan atau dipengaruhi oleh pencurian kayu yang terjadi di wilayah sekitiirnya. Sedangkan pada model SEM cocok digunakan jika keterkaitan spasial terjadi melalui proses pada faktor gangguan (emo, dimana faktor
gangguan
(errors) dari wilayah
yang
menggambarkan adanya suatu hubungan spasial.
berbeda
kemungkinan
Bentuk persamaan dari model SAR adalah :
dimana y adalah vektor n x 1 dari variabel tak bebas y, X menyatakan matrik n x k yang berisi variabel bebas, dan W adalah spatial weight matrix. p adalah parameter spatial autoregressive dan
f3 menunjukkan k parameter yang akan
diduga dari variabel-variabel bebas yang ada. Sedangkan bentuk persamaan dari model SEM adalah : Y
xp+p
I=
p =: A W ~ + E E
.- N(o,$ I,)
dimana h adalah koefisien spatial error. Matriks W yang digunakan dalam analisis ini adalah matriks pembobotan yang menunjukkan adanya hubungan saling bertetangga antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jika antara wilayah i dengan wilayah j bertetangga atau berbatasan, maka diberi skor 1 (satu), sedangkan untuk wilayah yang tidak bertetangga diberi nilai 0 (nol).(Matriks W dapat dilihat pada Lampiran 2). Untuk menduga model persamaan spasial diatas, maka digunakan LeSage's Spatial Econometrics Toolbox for MATLAB yang di-download dari htfp://mlww.spatial~.econornetncsS corn.
3.4.3. Metode Ga,me Theory Metode Game Theory digunakan untuk mengkaji altematif model kelembagaan pengelolaan sumberdaya hutan yang mengarah kepada pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, yang dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat setempat, dalam bentuk interaksi partisipatif dari pihak-pihak
yang terlibat menuju suatu sistem kelembagaan yang akan memuaskan semua stakeholders, khususnya antara masyarakat lokal dan pemerintah.
Model sederhana yang digunakan dalam menganalisis persoalan pengelolaan sumberdaya hutan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pemerintah menghadapi dua pilihan strategi dalam pengelolaan hutan, yaitu dikelola sendiri (PemerintahJPerhutani) dengan sistem tumpangsari, dan memberikan mandat kepada masyarakat lokal untuk melaksanakan pengelolaan hutan. b. Masyarakat juga mempunyai dua pilihan stretegi, yaitu berbuat jujur dalam arti melaksanakan pengelolaan dan menjaga hutan dengan baik, atau berbuat curarlg, dalam arti melakukan pencurian kayu atau bekerjasama dengan pencuri kayu. Sedangkan data yang digunakan untuk menyusun matriks pay-off dari model permainan dalam pengelolaan sumberdaya hutan ini adalah sebagai berikut : a. Data pendapatan hasil panen kayu, biaya operasional, keuntungan pengusahaan hutan, biaya tumpangsari yang disanggemkan kepada masyarakat, clan luas lahan tumpangsari menggunakan asumsi-asumsi data berdasarkan Alokasi Anggaran Pendapatan dan
Pengeluaran KPH
Randublatung tahun 2001. b. Data kerugian akibat pencurian kayu berdasarkan Data Gangguan
Keamanan Hutan KPH Randublatung tahun 2001.
c. Data manfaat yang dinikmati masyarakat lokal dari hasil pencurian kayu, dan
hasil panen budidaya pertanian dalam pola tumpangsari menggunakan asumsi data hasil penelitian Lembaga Arupa (1999). d. Data hasil palien pola MRIPHBM menggunakan asumsi data hasil penelitian Didik DS (2002). Selanjutnya data-data yang telah tersusun dalam matriks pay-off tersebut dilakukan pengolahan dengan Software ABQM, untuk mendapatkan pilihan strategi optimal bagi masing-masing pihak. Model pengelolaan hutan yang optimal bagi kediua belah pihak diperoleh dari perpaduan strategi optimal dari masing-masing plihak.
3.4.4. Kesiapan Daerah Menuju Pelaksanaan Otonomi Kehutanan
Untuk mendapatkan gambaran kesiapan Pemerintah Daerah dalam rangka menghadapi pelaksanaan otonomi atau desentralisasi kehutanan, maka dilakukan wawaricara tertulis menyangkut kesiapan PemdalKabupaten untuk melaksanakan atonomi kehutanan, sikap terhadap keberadaan Perhutani sebagai
pengelola
sumberdaya
hutan
di
wilayahnya,
persepsilsikap
PemdalKabupaten terhadap pengelolaan hutan oleh masyarakat komunal lokal, dan peran yarrg akan dilaksanakan PemdalKabupaten dalam otonomi kehutanan. Wawancara tertulis dikirimkan kepada 18 Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan 4 Kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Dua puluh dua kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang wilayahnya mempunyai kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani. Empat kabupaten di Jawa Barat dipilih sebagai pembanding, katrena di Jawa Barat beberapa kabupaten telah mengadakan
gerakan atau tun!l:utan untuk melaksanakan otonomi kehutanan dan menentang keberadaan Perhutani sebagai pengelola sumberdaya hutan di wilayahnya. Delapan bslas kabupaten di Jawa Tengah adalah : Blora, Pati, Rembang, Grobogan, Sragc?n, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Kendal, Pekalongan, Batang, Wonosobo, Banyumas, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kebumen, dan Semarang. Sedangkan empat kabupaten di Jawa Barat adalah : Cirebon, Bogor, Sukabumi, dan Kirningan.
3.5. Batasan Operasional
Pemakaian sejumlah batasan operasional dalam penelitian ini untuk membatasi masalah yang diteliti dan menghindari adanya perbedaan dalam penafsiran terhadiap konsep-konsep sebagai berikut : 1. Pencurian kayu adalah pengambilan hasil hutan berupa pohon berdiri yang
diiakukan tanlpa ijin Perhutani. Pencurian kayu yang diamati adalah pada hutanjati yan(;l dikelola Perhutani.
2. Wilayah pencurian kayu dibatasi pada lingkup Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH~),karena merupakan satuan terkecil pengelolaan hutan di Perhutani yan!!jdatanya tersedia se&ra lengkap.
3. Kerugian fisik adalah jumlah kerugian yang diderita oleh Perhutani dihitung dari banyakny,atunggak (bekas pohon) yang dicuri. 4. Kondisi sosiai ekonomi masyarakat ditinjau secara umum dalam lingkup
wilayah Kecamatan, karena wilayah adminsitrasi tingkat Kecamatan ini dianggap cuki~pmendekati dengan wilayah pengelolaan hutan tingkat BKPH.
5. Pendapatan perkapita penduduk dihitung berdasarkan pendapatan perkapita atas harga be!rlaku dalam wilayah Kecamatan yang bersangkutan. Dihitung
berdasarkan PDRB Kecamatan dibagi dengan jumlah penduduk di kecamatan yalng bersangkutan. 6. Tingkat pendidikan adalah jumlah penduduk yang telah menyelesaikan
tingkat pendidikan formal tertentu, dihitung dengan pemberian skor untuk masing-masing tingkat pendidikan yang telah diselesaikan (SD = 1, SLTP= 2, SMA = 3, PT = 4). Pemberian skor ini didasari oleh penetapan nilai skor yang lebih tinggi untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Rumus yang digunakan adalah : Tingkat pendilljikan = (A x 1) + (B x 2) + (C x 3) + (D x 4) dimana :
A B C D
= proporsi jumlah penduduk lulus SD = proporsi jumlah penduduk lulus SMP = proporsi jumlah penduduk lulus SMA = proporsi jumlah penduduk lulus PTIAkademi
7. Tingkat pengangguran dihitung berdasarkan jumlah pencari kerja dibagi dengan jumlcth angkatan kerja dikalikan
loo%,
dalam kecamatan yang
bersangkutan 8. Tingkat religi~~sitas (imtak) penduduk adalah tingkat kesadaran beragama
penduduk yarllg dilihat melalui kesempatan yang dimiliki penduduk dalam menjalankan aktivitas keagamannya, diukur dengan melalui pendekatan jumlah fasilitias peribadatan menurut agama (muslim dan non-muslim) dikalikan pro:;entase penduduk menurut agamanya di suatu Kecamatan, dengan perhitungan sebagai berikut : Tingkat religiusitas = (jumlah masjid X prosentase penduduk yang beragama lailam) + (jumlah gerejahihara X prosentase penduduk yang beragama Non-muslim) 9. Jumlah persc~~nil yang bertugas melakukan pengawasan dan pengamanan
hutan adalah banyaknya aparat Perhutani yang bertugas dalam bidang pengawasan dan pengamanan hutan di tingkat BKPH.
10. Luas wilayah hutan rakyat adalah luas wilayah hutan di lahan milik rakyat (hutan yang dlimiliki oleh rakyat/penduduk) di Kecamatan yang bersangkutan. 11. Jumlah kasu:; pencurian kayu yang diproses hukum adalah banyaknya kejadian pentwrian kayu yang tejadi, dimana pelakunya dapat ditangkap oleh aparat F)erhutani/petugas keamanan, dan kasusnya diproses secara hukum (disidik oleh Polres) dan diajukan ke Pengadilan. 12. Jumlah pelaku yang dihukum adalah banyaknya pelaku pencurian kayu yang tertangkap dan diproses secara hukum dan telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. 13. Jumlah petanilpesanggem yang menjadi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah banyaknya penduduklpetani di suatu Kecamatan yang menjadi anggota KTH yang menjadi mitra Perhutani (mempunyai garapan dengan luasan tertentu di lahan hutan) dalam Program PMDH/Tumpangsari di wilayah BKPH yang bersangkutan. 14. Luas wilayah hutan produktif adalah jumlah luasan wilayah hutan negara yang ditananii pohon jati untuk keperluan produksi kayu atau hasil hutan lainnya yang ada di suatu BKPH. 15. Umur tanaman rata-rata adalah rata-rata umur pohon yang ada di BKPH yang digunakan sebagai sampel penelitian. Cara penghitungan yang dipergunakan adalah : Umur Tanarrian Rata-rata = Luas [(KU-I x 5) + (KU-II x 15) + (KU-Ill x 25) + (KU-IV x 35) + (KU-V x 45) + (KU-VI x 55) + (KU-VII x 65) + (KU-VIII x 75) + (KU-IX x 85)] I Luas (KU-I s/d KU-IX) KU = Kelas Umur Pohon Keterangan : Contoh : KU-I = Kelas umur pohon 1- 10 tahun
3.6. Variabei, No1I:asidan Sumber Data
Untuk memudahkan penelitian ini, maka disusun perincian analisis, variabellparametsir, notasi dan sumber data yang digunakan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perincian Jenis Analisis, Notasi, VariabelIPararneter serta Sumber Data Jenis Anillisis
Analisis penyc bab atau latar belakang pencurian kay J
Notasi
Parameter
Sumber Data
Jumlah kerugian tisik berupa kehilanganlkerusakan tunggak atau pohon yang dicuri
Perhutani (KPH), Buku Data Gangguan Keamanan Hutan Th. 2000 BPS, Kecamatan Dalam Angka Tahun 1999
Pendapatan perkapita Tingkat pendidikan Tingkat Pengangguran Tingkat religiusitas Jumlah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pengamanan hutan Luas wilayah hutan rakyat
Perhutani (KPH), Personil Data Tahun 2001 BPS, Kecamatan Dlm Angka 2000 Perhutani (KPH), BukuRPKH,2002 KPH, Data Karnhut! 2000 KPH, Data Kegiatan PSIPHBM, 2000 KPH, Buku RPKH, 2002 Perhutani
Luas wilayah hutan produktif yang dikelola Perhutani Prosentase kasus pencurian kayu yang diproses hukum Jumlah petanilpesanggern
Urnur tariaman rata-rata pohon
Analisis Bentulk-bentuk dan cara pencurian kayu serta kerugian yang ditimbulkan
Bentuk dan cara (modus operandi) pencurian kayu
Wawancara dgn PolreslPerhutanil LSWllMasyarakati
Kerugian Fisik berupa banyaknya batanflunggak yang dicuri
Perhutani (KPH). Buku Data Gangguan Keamanan Hutan Tahun 1997 2001
Kerugian finasial berupa banyaknya batangltunggak dikalikan dengan perkiraan harga kayu Kerugian ekologiflingkungan
Analisis sister11 pengawasan clan pengarnanan wtan
Sarana dan prasarana pengawasan dan pengamanan hutan Jumlah personil/petugas pengawasan dan pengamanan hutan Anggaran pengawasan dan pengarnanan hutan
-
'
Kantor Sospol dan Linmas, Data Bencana Alam 2001 Perhutani (KPH), Laporan Buku Tahunan
Analisis alterna~tif penanggulangz~n pencuran kayu
I
.
Pen~ngkatan sistem pengawasan I dan pengamanan hutan - aspek sarna dengan point 3 diatas
Perhutani, Polres, Masyarakat
Perhutanan Sosial : Pengelolaan Hutan Bersarna Masyarakat (PHBM) Management Regime (MR)
Perhutani, Lernbaga Arupa,
-
Pengembangan Hutan Rakyat luas hutan jati rakyat produksi hutan jati rakyat
Kantor Kehutanan Blora, Hutan Data Rakyat 2001
Desentralisasi pengelolaan SDH - persepsi dan aspirasi Pernda terhadap pengelolaan SDH - Sikap terhadap keberadaan Perhutani Peran masyarakat komunal
Wawancara tertulis terhadap 22 Kabupaten. Wawancara pejabat Kab.Blora
Pendapatan dari hasil panen kayu Biaya operasional pengusahaan hutan Keuntungan dari pengusahaan hutan Biaya tumpangsari yang disanggemkan kepada rnasyarakat Luas lahan tumpangsari
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran KPH Randublatung tahun 2001
Kerugian akibat pencurian kayu
Data gangguan keamanan KPH Randublatung Tahun 2001
Manfaat yany dinikmati masyarakat lokal dari hasil pencurian kayu Hasil panen pola turnpangsari
Hasil Penelitian Lembaga Arupa (1999)
Hasil panen Regime
Hasil Penelitian Didik DS. (2002)
-
-
Analisis alternatif model kelembagaan pengelolaan hutan
I pola
Management
I
I