Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam (Suatu Kajian Ontologi) Oleh :
Irhamni, S.Pd.I 1
Abstrak Signifikansi kajian ini adalah untuk memperjelas kedudukan dan manfaat metode amtsal (permpamaan) dalam kajian pendidikan Islam, sehingga mempermudah bagi para pendidik dalam menyampaikan materi dari ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak terdapat contoh-contoh perumpamaan. Setiap perumpamaan yang diberikan bertujuan untuk menanamkan nilai dalam pendidikan atau menginternalisasikan dalam diri peserta didik tentang nilai yang tersirat dari materi yang disampaikan. Sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, untuk memperjelas permasalahan secara konkrit dan cara mengatasinya harus dengan metode amtsal (perumpamaan). Selain itu, metode tersebut secara tidak langsung dapat memfungsikan kegiatan kognitif, afektif dan psikomotor dari peserta didik. Keywords: Metode Amtsal, Pendidikan Islam, Nilai
1
Penulis adalah Mahasiswa Konsentrasi Kependidikan Islam, Pada Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Irhamni, S.Pd.I
I.
Pendahuluan Metodologi pendidikan Islam merupakan jalan untuk memudahkan
pendidikan dalam membentuk pribadi muslim yang berkepribadian Islam dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu penggunaan metode dalam pendidikan tidak harus terfokus pada satu bentuk metode, tetapi dapat memilih di antara metode-metode yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga dapat memudahkan pendidik dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut masalah individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak lepas dari dasar agamis, biologis, psikologis dan sosiologis. Adapun fokus pembahasan dalam kajian ini yaitu tentang metodologi amtsal dalam kajian pendidikan (suatu kajian ontologi). Dengan tujuan agar dapat mengetahui bagaimana sebenarnya metodologi amtsal di samping metodemetode yang lain dalam dunia pendidikan. Dengan demikian usaha seorang pendidik sekaligus sebagai pemerhati pendidikan yang senantiasa menginginkan mutu pendidikan dapat ditingkatkan, akan terlaksana dengan baik. II.
Pengertian Metode Amtsal Tamsil berasal dari kata “matsal” mengandung arti cerita-cerita
perumpamaan (untuk pendidikan budi pekerti). 2 Sedangkan menurut Istilah
Atabik Ali, Ahmad Zaki Muhdhar , Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), hlm. 1624. 2
132 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
tamsil adalah penyerupaan suatu keadaaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan sesuatu dengan aslinya. 3 Menurut Heri Jauhari dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, metode amtsal yaitu memberi perumpamaan dari yang abstrak kepada yang lain yang lebih kongkrit untuk mencapai tujuan atau mengambil manfaat dari perumpamaan tersebut. 4 Biasanya perumpamaan disebutkan untuk menerangkan tentang prinsip atau konsep. 5 Menurut Ibnu Qayyim Jauziah, yang disadur Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub, dalam bukunya, “Quantum Teaching”, perumpamaan merupakan penganalogian dan yang sejenisnya yang berguna sebagai penggambaran dan penjelasan. 6 Berdasarkan beberapa pengertian amtsal yang dipaparkan, maka dapat diambil suatu pengertian secara keseluruhan bahwa, metode amtsal atau perumpamaan yaitu cara mengajar dimana pendidik menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan untuk memperoleh suatu gambaran atau penjelasan secara konkret terhadap materi yang disampaikan, sehingga mudah untuk dipahami. Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an surah Al-Baqarah ayat 17 yang artinya: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS. Al-Baqarah: 17). 7 Selain itu terdapat pula dalam hadits Rasulullah yang artinya : “Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb
Syaikh Manna al-Khattan, Pangantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2006), hlm. 354. 4 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 216. 3
Hisyam Abdul Razaq Al-Hamsy, Kiat Mendidik Anak Masa Depan, Cet. I, (Jakarta Selatan: Najla Press, 2003), hlm.34. 6 Fiad bin Abdul Aziz Al-Syalhub, Quantum Teaching, Cet. I, (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2005), hlm. 95. 7 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Tanjung Mas Inti, 1992), hlm.11. 5
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 133 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini”. (Muslim, IV: 2146) Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen. Perumpamaan dilakukan oleh Rasul s.a.w. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah s.a.w., sebagai satu metode pembelajaran selalu sarat dengan makna, sehingga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
III.
Metode Amtsal dalam Kajian Pendidikan Banyak ayat-ayat Al-Qur`an dalam penyampaian pesan menggunakan
perumpamaan-perumpamaan. Adapun perumpamaan-perumpamaan tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Perumpamaan tentang orang kafir. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Baqarah: 171, QS. Ibrahim: 18, QS. AliImran: 117, QS. Al-Mudatsir:49-50, QS. Huud: 24, Dan QS. Muhammad: 12. QS. Dalam QS. Ibrahim: 18, Allah memberi umpama perbuatan orang yang ingkar kepada Tuhannya, tidak bermanfaat sedikitpun dari apa yang mereka usahakan di dunia yaitu seperti abu yang diterbangkan angin kencang. Penjelasan dari perumpamaan dalam ayat tersebut di atas, bahwa jika dikaitkan dengan pendidikan, yaitu mengajarkan untuk tidak ingkar kepada sang Khalik, karena apapun amalan yang dikerjakan tidak ada manfaat dan pahala
134 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
sedikitpun di sisi Allah. Di samping tidak bermanfaat, Allah juga melaknat orang yang ingkar kepada-Nya. 2. Perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Baqarah: 23, 31, QS. Al-Isra’: 88, 89, 99, dan QS. Al-Qasas: 48. QS. Al-Anfal: 31. Dalam QS. Al-Baqarah: 23, Allah menjelaskan tentang kebenaran akan Al-Qur’an, dimana ketika Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad diragukan, maka untuk mendatangkan satu surat saja sama seperti Al-Qur’an, mereka (orang-orang yang meragukannya) tidak akan sanggup walaupun dibantu oleh penolong-penolong yang lainnya selain Allah. Perumpamaan yang disampaikan bertujuan untuk tidak mendustakan Ayat-ayat Allah, karena Allah Pencipta yang sangat sempurna, dan siapa pun tidak bisa menyaingi yang diciptakan Allah SWT. Alam dan seluruh isinya merupakan ciptaan yang luar biasa dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Begitu juga halnya seorang pendidik harus dapat menanamkan kepada peserta didik untuk tidak mendustakan ayat-ayat Allah. Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan dan petunjuk untuk manusia. 3. Perumpamaan tentang kehidupan dunia. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Hadid: 20, QS. Yunus: 24, QS. Al-Kahfi: 45, 109. Dalam ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa kehidupan manusia di dunia sangat singkat digambarkan (diserupakan) dengan waktu turunnya air hujan dari langit yang juga singkat, dan ayat yang lainnya menggambarkan tentang dunia ini hanyalah sebuah permainan yang bersifat sementara dan tidak ada yang kekal di dalamnya. Perumpamaan yang dipaparkan dalam salah satu ayat di atas, member gambaran bahwa kehidupan di dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, dan tempat yang kekal hanyalah di akhirat kelak. Oleh karena itu, ketika diberi kesempatan untuk hidup di dunia yang singkat ini, senantiasa dimanfaatkan Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 135 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat, dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. 4. Perumpamaan orang yang bersedekah. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Baqarah: 261, 264, 265. Dalam ayat-ayat ini
Allah
mengumpamakan
bagi
orang-orang
yang
bersedekah
dan
menginfakkan hartanya dengak tidak menyebutkan apa yang mereka infakkan. Allah akan membalas segala kebaikan mereka yang diibaratkan seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai yang setiap tangkai itu ada seratus biji yang tumbuh, begitulah perumpamaan Allah memberikan balasan kepada hamba-Nya yang berinfak dengan ikhlas. Perumpamaan dalam ayat-ayat di atas memberi pelajaran untuk senantiasa besedekah dengan ikhlas karena Allah. Hikmah dari besedekah yang karena Allah, akan mendapat balasan yang sangat luar biasa dari Allah SWT. Sehingga Allah memberi perumpamaan seperti pada ayat-ayat di atas. Akan tetapi sebaliknya, jika bersedekah yang dilandasi oleh riya, maka setiap amalan kebajikan yang pernah dilakukan akan terkikis sedikit demi sedikit dikarenakan niatnya riya. 5. Perumpamaan orang munafik. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Baqarah: 17, 26, QS. Al-Ankabut: 41, QS. Muhammad: 1-3. Dalam surah Al-Baqarah ayat 17, Allah menjelaskan tentang hakikat, sifat dan keadaan orang munafik yang tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk Allah. Mereka diibaratkan dengan orang yang menyalakan api, kemudian api itu dipadamkan oleh Allah sehingga mereka berada dalam kegelapan dan tidak dapat melihat apa-apa lagi.8 Perumpamaan terhadap orang munafik tersebut memberi pelajaran kepada manusia untuk mengambil hikmah dari setiap petunjuk dari Allah SWT dan bersyukur atas setiap pemberian-Nya. Dan juga mengajarkan manusia untuk senantiasa menggunakan akalnya untuk berfikir.
8
Heri Jauhari Muchtar, Fikih..., hlm. 217.
136 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
6. Sebaik-baik perkara adalah yang tidak berlebihan, adil dan seimbang. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Baqarah: 68, QS. Al-Furqan, 67. QS. AlIsra: 11, dan QS. Al-Isra: 29. Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan dengan suatu ungkapan “sebaik-baik perkara adalah tidak berlebihan , adil dan seimbang”. Perumpamaan tersebut mengajarkan agar manusia tidak berlebihan, baik dalam tindakan maupun perbuatan. Begitu juga dalam hal mendidik, tidak boleh pilih kasih terhadap anak didik. 7. Menerima balasan sesuai apa yang dikerjakan. Yaitu terdapat dalam: QS. Al-Mudattsir: 38, QS. Ar-Rahman: 60, QS. Al-Isra: 84, dan QS. Al-Mukminun: 53. Dalam ayat-ayat tersebut walaupun tidak menggunakan lafazh tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat dalam ayat-ayat tersebut itu berlaku sebagai amtsal. Pada ayat-ayat tersebut Allah mengumpamakan balasan yang diterima seseorang itu sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Jika kita senantiasa berbuat kebaikan kepada siapapun, maka Allah akan menghiasi diri kita dengan kebaikan juga. 8. Perumpamaan orang yang suka memberi dan suka meminta. Yaitu terdapat dalam hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah ibn Umar ra.“Ketika Nabi berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, maka bersabda; Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, tangan yang di atas itu yang memberi dan yang di bawah yang meminta”. Perumpamaan dari hadits di atas yaitu tentang lebih baik memberi dari pada meminta-meminta. Jika kita memberi, Allah akan melipatgadakan rizki kita. Akan tetapi bagi yang tidak mampu, alangkah lebih baiknya bekerja dengan semampunya daripada meminta-minta. Karena Rasulullah sendiri menanjurkan demikian, dan kesannya kurang menyukai orang yang memintaminta. Kita diberi akal utuk berpikir dan mencari nafkah semampunya. 9. Perumpamaan kawan baik dan jelek. Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 137 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
Yaitu terdapat dalam hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Musa ra. “Perumpamaan duduk dengan orang baik-baik dibandingkan dengan duduk beserta orang-orang, bagaikan pemilik kasturi dengan dapur tukang besi; Engkau tidak akan lepas dari pemilik kasturi , adakalanya engkau membeli kasturi itu atau sekurang-kurangnya mencium baunya. Sedangkan dapur tukang besi membakar tubuhmu atau sekurang-kurangnya engkau mencium bau busuk. Ketika Rasulullah SAW. memperagakan dengan baju yang dikenakannya untuk mengumpamakan antara orang dermawan dengan orang yang bakhil akan sangat mudah dipahami oleh orang yang mendengar dan melihat, karena perumpamaannya sangat konkrit (sudah dikenal), pesan ini tentu saja diarahkan agar manusia menjadi orang dermawan, karena dengan sifat dermawan itulah Allah SWT akan memberikan balasan, sebaliknya sifat bakhil hanya akan mempercepat kemiskinan. Memberikan pendidikan bertujuan untuk mengarahkan agar manusia senantiasa
berteman
dengan
orang-orang
yang
shalih.
Rasulullah
mengumpamakan bahwa bergaul dengan orang shalih bagaikan orang yang membawa minyak kasturi, artinya selalu wangi (orang yang bergaul dengan orang yang shalih akan terbawa nama baiknya) dan akan timbul sifat saling memberi dan menolong. Sedangkan orang yang jahat diumpamakan dengan pandai besi (jika tidak mempengaruhi kejahatannya paling tidak akan terbawa dengan identitas jeleknya). Menurut Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, “Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam”, tujuan padegogis yang dapat diambil dari berbagai perumpamaan yaitu: mendekatkan makna kepada pemahaman dan merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. 9
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung: Diponogoro, 1989, hlm. 355-358. 9
138 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
Allah mengumpamakan sesembahan atau Tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba melalui surat Al-Ankabut ayat 41, yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”. (QS. Al-Ankabut: 41) 10 Cara seperti itu dapat digunakan oleh pendidik dalam mengajar, pengungkapan-pengungkapannya tentu saja dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Menurut Abdurrahman Saleh, dalam bukunya “Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an”, bahwa penjelasan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna kongkrit di atas memberi gambaran bahwa adanya hubungan akrab dengan konsepsi Qur’ani tentang persepsi manusia. Dimana indera-indera manusia itu diberi peran yang menonjol. Fakta ini akan teraplikasi secara langsung di kelas dalam proses belajar mengajar. Apapun yang berada dalam lingkungan sekitar akan membantu pemahaman, konsep-konsep berdasarkan penelitian dan observasi yang amat berguna bagi proses mengetahui manusia. Abstraksi itu hanya dimungkinkan setelah pelajaran tersedia dengan data nyata yang dapat dikonseptualisasikan. 11 Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, perumpamaan-perumpamaan AlQur’an memiliki maksud tertentu, dan yang terpenting adalah: 1. Menyerupakan suatu perkara yang hendak dijelaskan kebaikan dan keburukannya, dengan perkara lain yang sudah wajar atau ditelusuri secara umum ihwal kebaikan dan keburukannnya. Seperti menyerupakan kaum musyrikin yang mengambil pelindung selain Allah dengan sarang laba-laba yang rapuh dan lemah.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an...., hlm. 634. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hlm. 219. 10 11
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 139 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
2. Menceritakan suatu keadaan dari berbagai keadaan dan membandingkan keadaan itu dengan keadaan yang lain yang sama-sama memiliki akibat dari keadaan tersebut. Penceritaan tersebut menjelaskan perbedaan diantara mereka, sebagaimana perbandingan yang terdapat dalam surat Muhammad ayat 1-3. 3. Menjelaska kemustahilan adanya persamaan di antara perkara, misalnya kemustahilan anggapan kaum musyrikin yang menganggap bahwa tuhan mereka
memiliki
persamaan
dengan
Al-Khaliq
sehingga
mereka
menyembah keduanya secara bersamaan. Untuk kondisi seperti itu, Allah memberikan perumamaan dalam surah Al-Hajj ayat 73, yang artinya: “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan. Maka dengarlah perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan
seekor
lalatpun,
walaupun
mereka
bersatu
untuk
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah”, (QS.Al-Hajj: 73) Dalam ayat tersebut Allah mengambarkan penjelasan tentang orang kafir yang dihapus amalannya dan orang mukmin yang diampuni kesalahannya. Persamaan di antara mereka dapat ditujukan pada persamaan mereka sebagai manusia yang telah diberi akal dan diiberi petunjuk oleh rasul-rasul Allah. Sikap mereka lah yang memisahkan mereka menjadi barang perbandingan. Allah menjadikan mereka sebagai perbandingan antara kebaikan dan keburukan. 12 Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits di atas, pendidik dapat mengajarkan kepada anak-anak didiknya dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
Abdurrahman An-Nahlawy, Pendidikan Islam di Rumah, Di Sekolah dan Masyarakat, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insan, 2004), hlm. 253-254. 12
140 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
mengandung Amtsal sehingga anak-anak setidaknya dapat membedakan antara hal yang baik dan yang buruk melalui perumpamaan tersebut, sehingga dapat menanamkan kepada mereka nilai-nilai Qur’ani. Allah juga memberikan perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 261, yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah 13 adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261) Ayat 261 di atas memberi perumpamaan orang yang berinfak di jalan Allah akan mendapatkan balasan yang diibaratkan dengan sebutir benih, akan menghasilkan tujuh bulir, yang tiap-tiap bulirnya tumbuh seratus biji. Dengan adanya perumpamaan yang seperti ini mendorong manusia untuk berinfak. Asbabun nuzul ayat ini sebagaimana kedermawanan Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf yang datang membawa harta mereka untuk membiayai peperangan tabuk. 14 Begitu juga perumpamaan dalam surah Al-Baqarah ayat 264 dan 265, yang artinya: (264) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah).
13
Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. 14 M.Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an, vol 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 556.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 141 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (265) Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. Melalui ayat 264 di atas Allah mengumpamakan orang yang riya dalam beramal seperti batu licin yang diatasnya tanah, tamsil ini menunjukan bahwa seluruh amalan yang didasari riya akan sia-sia belaka, tidak akan memperoleh pahala sedikitpun dari Allah. Mereka tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat. Pada ayat 265 membicarakan perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah kemudian disertai dengan niat untuk memperoleh ridha Allah yang mantap, berulang-ulang dan berkesinambungan dan disertai denagn tujuan pengukuhan jiwa dalam rangka mengendalikan nafsu. Perumpamaan yang diberikan dalam ayat ini betapa besar pahala yang diperoleh orang yang bersedekah sampai diumpamakan seperti kebun yang penuh dengan tanaman yang berbuah. Hal ini menandakan bahwa sedekah itu merupakan perbuatan mulia dan cermin dari kepribadian orang yang berakhlak terpuji, yang perduli terhadap orang lain. Melalui ayat-ayat tersebut, pendidik dapat mengajarkan kepada peserta didik berbagai hal yang berkenaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian dapat melahirkan beberapa langkah bagi pendidik dalam mengajarkan peserta didik. Termasuk dalam mengajarkan suatu hal yang bermanfaat yang disertai dengan niat ikhlas, sehingga peserta didik dapat mengaplikasikan nilainilai Qur’ani yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut dalam kehidupan mereka, serta pendidikan yang mereka dapat menjadi lebih baik.
142 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
Tamsil yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat disampaikan secara rinci ataupun menyeluruh sesuai dengan tujuan pelajaran yang dimaksud serta bagaimana pemanfaatannya.15 Adapun dampak edukatif perumpamaan Qur’ani dan Nabawi menurut Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat”, bahwa perumpamaan-perumpamaan Qur’ani dan nabawi tidak hanya menunjukkan ketinggian karya seni yang hanya ditunjukkan untuk keindahan balaghah semata. Lebih dari itu, perumpamaan-perumpamaan tersebut memiliki tujuan psikologis edukatif yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksud selain kemugjizatan balaghah dan dampak metode pengajian yang digunakannya. Tujuan psikologis-edukatif yang dimaksud akan dibahas pada kelebihan dari metode Amtsal. Rasulullah menggunakan metode perumpamaan Qur’ani dan nabawi dalam pendidikan, diantaranya: (1) Metode dialog khithabi yang bersifat peringatan; (2) Penggunaan wujud-wujud benda sebagai sarana kongkrit sehingga membantu kejelasan dan pemahaman. (3) Pemberian perumpamaan. 16 Al-Attas mengemukakan komentar Izutsu tentang pengunaan metode matafora (amtsal) atau perumpamaan sebagai berikut: “Para filosof Muslim cenderung menggunakan metafora dan perumpamaan dalam metafisika, khususnya dalam penjelasan mengenai hubungan antara kesatuan dan keragaman realitas absolut dan hal-hal fenomenal yang tampak kontradiktif. Metafora yang sering dipakai dalam metafisika adalah salah satu ciri khas filsafat Islam, atau boleh juga kita katakan filsafat timur umumnya. Ia tidak dianggap sekedar hiasan puitis. Sebenarnya, fungsi kognitif lebih tepat melalui peggunaan metafora”. 17
‘Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam,Cet. I, (Bndung: CV Diponogoro, 1998), hlm. 179-181. 15
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 254-255. 17 Syed M. Naquib Al-Attas, Filsafat Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 311. 16
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 143 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
Komentar Izutsu dalam penggunaan metode perumpamaan di atas, sekilas menggambarkan bahwa penggunaan metode perumpamaan dapat mengasah fungsi kognitif pada manusia. Contoh perumpamaan banyak terdapat dalam Al-Qur’an, akan tetapi sebuah metode perumpamaan dapat kita terapkan dalam pendidikan, seperti dalam menjelaskan sesuatu permasalahan yang sulit dipahami. Oleh karena itu, untuk memperjelas permasalahan dan cara mengatasinya harus dengan metode perumpamaan, untuk menjelaskan secara kongkrit tentang permasalahan tersebut. Adapun contoh perumpamaan yang disampaikan oleh Al-Attas yang mengibaratkan cendikiawan yang menguasai ilmu secara mendalam sebagai pohon yang besar dengan akar-akar yang dalam, subur, kukuh dan kuat. Ia tidak bergeming atau patah oleh hembusan angin yang berubah-ubah. Ia akan menghasilkan buah dan memberi keteduhan yang bermanfaat bagi makhluk lain. Al-Attas membandingkan pohon semacam ini dengan tanaman dalam pot, yang tidak saja lemah dan mudah pecah oleh tekanan yang ringan, tetapi juga dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Demikian pula, seorang cendikiawan yang memiliki ilmu yang mendalam akan mudah menerima dan membenarkan kebenaran yang diwahyukan, dan oleh karena itu pula Al-attas menemukan pandangan intelektualnya, sehingga ia tidak mudah mengubahnya agar terus berubah. Bahkan ia memperkuat pandangan-pandangannya yang telah dipertimbangkan secara matang melalui argumentasi dan contoh contoh. Hanya mereka yang pengetahuannya dangkal dan superficial yang selalu dan dengan mudah mengubah pandangannnya karena sedikitnya pengetahuan atau keberanian, atau keduanya. 18
18
Syed M. Naquib Al-Attas, Filsafat..., hlm. 314.
144 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
Perumpamaan yang dipaparkan oleh Al-Attas di atas, sangat jelas terlihat efek dari penggunaan metode perumpamaan tersebut dalam meggugah hati setiap pembaca untuk memfungsikan kognitifnya, afektif dan psikomorik untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap perumpamaan yang diberikan bertujuan untuk menanamkan nilai dalam pendidikan atau menginternalisasikan dalam diri peserta didik tentang nilai yang tersirat dari materi yang disampaikan. Adapun nilai yang terkandung dalam metode amtsal dalam kajian pendidikan Islam, diataranya: Pertama, metode amtsal (perumpamaan) mendidik manusia untuk berfikir. Amtsal sangat sesuai dengan konsep pendidikan Qur’an yang menuntun peserta didiknya untuk menemukan kebenaran melalui usaha peserta didik sendiri, meyakini kebenaran yang disajikan Al-Quran melalui argumentasiargumentasi logika yang dipaparkannya dan pada akhirnya akan mengantarkan kepada tujuan pendidikan dalam segala aspeknya. Dari sini amtsal dapat melahirkan pola pikir yang kritis dan rasional. Kedua, metode amtsal mengarahkan kepada pembelajaran kontekstual. Salah satu keunikan amtsal adalah dapat mengungkapkan hal-hal yang abstrak melalui perumpamaan-perumpamaan yang bersifat konkrit. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan menegaskan makna pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan perumpamaan seperti itu maka pendengar atau pembaca akan merasakan seakan-akan pesan yang disampaikan itu terlihat secara langsung. Ketiga, metode amtsal membangun aspek afektif. Tiga ranah yang penting dalam pendidikan yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Di antara ketiga aspek tersebut, aspek afektif yang paling rumit proses pembinaannya, karena aspek ini membangun rasa iman, dan rasa keagamaan.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 145 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
IV.
Manfaat Metode Amtsal dalam Pendidikan Adapun manfaat dari penggunaan metode Amtsal diantaranya sebagai
berikut: 1. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau difahami oleh indera manusia. 2. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seakan-akan nampak. Contohnya dalam QS. AlBaqarah: 275 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 3. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal 4. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif 5. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah swt. banyak menyebut amtsal untuk peringatan dan supaya dapat diambil ibrahnya. 6. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.
146 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
V.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Amtsal Diantara kelebihan metode amtsal ini adalah:
1. Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali , disentuh sedikit saja dapat merusak jaring-jaring peghubungnya. 2. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Syaikh Muhammad Abduh mengatakan, tatkala menafsirkan kata ad-dharbu dalam surat Al-Baqarah ayat 26, dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan kesan, seakan-akan si pembuat perumpamaan mengetuk telinga sipendengar, sehingga pengaruhnya menembus qalbunya sampai ke dalam lubuk jiwanya. 3. Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami. Jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan malah menjadi kabur dan tidak jelas. 4. Amtsal Qur’ani memberikan motivasi pada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini sangat penting dalam pendidikan Islam. Adapun kelemahan dari metode Amtsal yaitu sebagai berikut: 1. Seorang guru dituntut untuk benar-benar memahami amtsal yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Islam, jika tidak, maka Metode amtsal ini tidak berpengaruh dan membekas sama sekali dalam prilaku anak didik. 2. Dalam metode ini guru dituntut terampil dalam memberikan perumpamaan sehingga
dapat
membangkitkan
aspek
kognitif,
afektif
dan
psikomotoriknya, jika guru tidak mempunyai ketrampilan tersebut maka hal ini tidak menyentuh dan memberikan manfaat dalam diri dan jiwa anak didiknya.
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 147 Volume 1, Nomor
Irhamni, S.Pd.I
VI.
Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan
bahwa, tujuan pendidikan Islam diantaranya dapat melahirkan kebahagian bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat, hal tersebut adalah pokok dalam pendidikan Islam. Allah menggunakan banyak perumpamaan (amtsal) dalam Al-Qur’an. Perumpamaan-perumpamaan itu dimaksudkan agar manusia memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berpikir dan selalu mengingat. Sayangnya banyaknya perumpamaan itu tidak selalu membuat manusia mengerti, melainkan tetap ada yang mengingkarinya/ tidak percaya. Memang tidaklah mudah untuk memahami suatu perumpamaan sehingga perlu ilmu untuk memahaminya. Metode amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah SWT banyak menyebut amtsal untuk peringatan agar dapat diambil ibrahnya. Amtsal juga memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik mempunyai kewajban untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu metode yang baik digunakan, di samping metode-metode yang lain adalah metode amtsal atau perumpamaan. Dengan metode tersebut secara tidak langsung dapat memfungsikan kegiatan kognitif, afektif dan psikomotor dari peserta didik. Sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupam sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Berhasilnya suatu pendidikan sangat tergantung pada bagaimana metode kita memfungsikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
148 Volume 1, Nomor 1, Januari Islamic-Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 Juni 2013
Metodologi Amtsal Dalam Kajian Pendidikan Islam
Referensi Abdul Fatah Jalal, Azas-az,as Pendidikan Islam,Cet. I, (Bndung: CV Diponogoro, 1998. Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Di Sekolah dan Masyarakat, terj. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insan, 2004. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung: Diponogoro, 1989. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002 Atabik Ali, Ahmad Zaki Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996. Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Tanjung Mas Inti, 1992. Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub, Quantum Teaching, Cet. I, Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2005. Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Hisyam Abdul Razaq Al-Hamsy, Kiat Mendidik Anak Masa Depan, Cet. I, Jakarta Selatan: Najla Press, 2003. Muhammad Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Qur’an, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 1995 M.Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an, vol 1, Jakarta: Lentera Hati, 2007 Syaikh Manna al-Khattan, Pangantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2006, hal. 354. Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 1, Januari - Juni 2013 149 Volume 1, Nomor