ESENSIALISME DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi) Silahuddin Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371 e-mail:
[email protected]
09+:;< ا09=>*= -/ور-)*+ د-./ 0/د-12 ا4ھ612 إن ا:ي IFJ IKL/ م:;< اIH 09=>*2 إن ا.دبB واC9D2-= EFG*/ -19H ST-UV2 ا091KW IFJ فOP*)/ و09+:;< اC9D2س ا-;أ ه6 ھIH -P1/ODW 4W-.2ه اOUD/-+ ا6 ھ.-P/رXYW و09Z-)Z<ا .02-D12ا Abstrak: Aliran Esensialisme memiliki pandangan yang hampir sama dengan pandangan pendidikan Islam terutama yang berkaitan dengan nilai dan norma, Pendidikan dalam Islam merupaka pendidikan yang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai Islam yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan pola kepribadian manusia yang bulat, melalui latihan kejiwaan, otak, perasaan dan indera. Kata Kunci: Esensialisme, Pendidikan Islam, Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi) A. Pendahuluan endidikan merupakan suatu proses yang dilakukan Manusia untuk menumbuh kembangkan potensi pembawaan baik secara jasmaniah maupun rohaniah yang sesuai dengan nilainilai yang ada dalam masyarakat. (Moh. Tidjani Djauhari, Vol. 3, 1997: 60) Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya. Mengingat sangat pentingnya bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga bisa memperoleh hasil yang maksimal. (Sudirman dan A.Tabrani Rusyam, 1992: 1) Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan yang universal oleh sebab itulah Pendidikan dilakukan dengan tujuan menyiapkan pribadi manusia dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis dan dinamis.
P
96
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Untuk melihat bagaimana pendidikan yang sebenarnya diperlukan mempelajari filsafat. Filsafat merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utama, maka seseorang yang melakukan kegiatan mencari kebenaran, pengetahuan atau hikmah di sebut dengan filosof. Filsafat pendidikan mengandung makna berpikir kritis, sistematis, dan radikal tentang berbagai problem kependidikan guna pencarian konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang dapat mengarahkan manusia dalam rancangan yang integral agar pendidikan benar-benar dapat menjawab kebutuhan masyarakat untuk mencapai kemajuannya. Lahirnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan didasari pada melahirkan manusia-manusia yang ideal melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu berbagai pemikiran kependidikan selalu mengacu pada cara pandang seseorang atau sekelompok dengan melihat eksistensi manusia dalam memperoleh pengalaman dalam hidupmya untuk membentuk peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri. Aliran esensialisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang muncul sejak zaman renaisance. Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran ini memiliki ciri utama yang menekankan bahwa pendidikan harus dibangun di atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang belakang kelahiran aliran esensialisme, tokoh-tokoh, Pemikiran-pemikiran Esessialisme ditinjau dari aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi serta implentasinya dalam pendidikan, pendekatan agama dalam pendidikan dan internalisasi nilai dalam pengembagan pendidikan Islam.
B. Pembahasan 1. Latar Belakang Kelahiran Aliran Esensialisme Aliran esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme, Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik, yaitu dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Nilai-nilai tersebut menjadi
97
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisance. Sebagai reaksi terhadap tuntutan zaman yang ditandai oleh suasana hidup yang menjurus kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan Tehnologi yang mulai terasa sejak permulaan abad ke 15, realisme dan idealisme perlu menyusun pandanganpandangan yang modern. Dasar ini akhirnya dapat dirangkum menjadi konsep pendidikan essensialisme yang tampak manisfestasinya dalam sejarah dari zaman renaisans sampai timbulnya progresivisme. Maksud dari aliran esensialisme adalah pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, terbuka untuk perubahan, toleransi dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas, kalau progrevisme menganggap pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang, esensialisme menganggap bahwa dasar berpijak semacam ini kurang tepat karena fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu. Renaisans adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep berpikir yang disebut Essensialisme. Oleh sebab itu sejak zaman itu, essensialisme adalah konsep yang meletakkan sebagian dari ciri alam pikir modern. Essensialisme pertama sekali muncul sebagai reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatisme Abad pertengahan, maka disusunlah konsepsi yang sistimatis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman modern. (Imam Barnadib, 1982: 38) Essensialisme muncul juga disebabkan terjadinya kegoncangan dalam nilai-nilai kemanusiaan dan reaksi terhadap otoritas gereja yang mengekang pengembangan pengetahuan karena dikhawatirkan akan
98
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
mempengaruhi otoritas gereja, maka oleh sebab itu harus kembali ke peradaban renaisance di mana nilai-nilai spritual dan humaniora berkembang secara pesat dan berdampingan. Penyebab lain timbulnya aliran ini adalah karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh filosof pada umumnya ditinjau dari sudut Abad pertengahan. Usaha ini diisi dengan pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan tehnologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman renaisance. (Imam Barnadib, 1982: 52) Essence berarti hakekat, inti, sari, pokok, Essensialisme berarti aliran yang hanya mengambil yang inti/pokok atau suatu paham yang lebih mengutamakan yang essensi dari pada yang realita. (W.J.S .Poerwadarmita, 1991:78). Menurut Brubacher Essensialisme disebut juga dengan paham filsafat tradisionalisme atau idealisme. Jiwa dari filsafat pendidikan essensialisme dapat ditelusuri dari asal kata essensialisme itu sendiri. di tengah-tengah campur baurnya perubahan dan adanya bermacam ragam keadaan, seorang essensialis percaya bahwa ada beberapa pokok dari pedoman pendidikan itu yang secara relatif tetap. Dia akan menyadari bahwa banyak nilai-nilai pendidikan itu yang dapat dikendalikan oleh seseorang, akan tetapi ada pula beberapa di antara nilai-nilai itu yang dia sendiri harus mengendalikannya. Yakin dengan apa yang dikatakan pokok-pokok penting pendidikan ditengah teguh dan tegas menekankan bahwa seseorang anak harus mempelajari nilai-nilai itu. Aliran essensialisme mengangap pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan (Education as cultural conservation), karena dalil ini, maka aliran essensialisme dianggap para ahli sebagai Conservation road to culture, yaitu ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya kepada kehidupan manusia, semua hal klasik harus dipelajari, meskipun maksud dan manfaat tidak jelas buat memenuhi kebutuhan masa sekarang. 2. Pemikiran Aliran Essensialisme Serta Implentasinya Dalam Pendidikan Salah satu pemikiran dalam aliran Essensialisme manusia diinginkan kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak memberikan kebaikan kepada manusia, yaitu
99
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban umat manusia yang pertama-tama dahulu, akan tetapi yang paling mereka pedomani adalah pada zaman renaissance, yaitu yang tumbuh dan berkembang sekitar Abad 11,12,13 dan 14 Masehi. Pada zaman renaissance telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala. Renaissance itu merupakan reaksi terhadap tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang aktivitas manusia. (Warul Walidin, 1999: 6). Dalam dunia pendidikan dikenal dua sikap dalam menghadapi berbagai tantangan, masing-masing didukung oleh pandangan filosofis tertentu, yang pertama disebut kaum tradisionalis, yang kedua disebut kaum progressive, kaum tradisionalis mempercayai realita yang abadi. Dalam ilmu pengetahuan dan kebijaksanaannya bagi mereka adalah kebijaksanaan yang telah dinyatakan oleh orang-orang terdahulu. Aliran Essensialisme merupakan perpaduan ide-ide filsafat pendidikan idealisme dan realisme. (Mohammad Noor Syam, 1986 : 261) Idealisme dan realisme adalah aliran-aliran filsafat yang berbentuk corak essensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat dialektika, artinya dua aliran filsafat bertemu sebagai pendukung essensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu, ini berarti tidak melepaskan sifat-sifat utama masingmasing. (Imam barnadib: 38). Perpaduan dari segi Idealisme tercermin dalam usaha mengembalikan kebudayaan modern sekarang kepada prestise dan kewibawaan, seperti dimiliki kebudayaan masa lampau, sedangkan dari segi realisme tercermin dalam usahanya tidak mengabaikan kenyataan adanya perubahan sosial. Karakteristik dari Aliran essensialisme adalah antara lain: menyatukan pertentangan antara konsepsi idealisme dan realism, mengunakan metode eklektik, yaitu dengan mengambil inti persoalan yang tidak bertentangan, menciptakan langkah-langkah yang tidak bertentangan yang ketat dalam pendidikan dan pengajaran, Conservation road to culture ( kembali kepada kebudayaan lama) dan mementingkan nilai-nilai universal yang tidak terikat dengan tempat dan waktu.
100
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Adapun tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran aliran Essensialisme adalah sebagai berikut: Johan Amos Comenius 1592-1670 adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis, menurutnya Pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakekatnya dunia adalah dinamis. (Zuhairini, 1992: 25) Buku Didactika magna merupakan buku yang menceritakan tentang atau cara mengajar, Comenius menghendaki metode yang sesuai dengan perkembangan alamiah atau hukumhukum alam dengan cara: a. Belajar melalui peragaan atau cara sendiri di alam terbuka dengan observasi atau penelitian sehingga anak-anak mendapat jawaban dari alam itu sendiri. b. Pelajaran harus maju selangkah demi selangkah, dari yang mudah ke yang sukar. c. Ekspresi dengan kata-kata merupakan hal penting untuk mengetahui apa yang telah mereka pahami. Johan Hendrich Pestalozzi hidup tahun 1746-1827 penganut realis dan berpendapat bahwa anak lebih efektif belajar bila kita mulai dari yang kongkrit kepada yang abstrak, dari yang sederhana kepada yang komplek, dari yang dekat kepada yang jauh, harus dimulai dari pengalaman-pengalaman langsung untuk kemudian menperoleh generalisasi yang abtrak dengan mengunakan induksi. Johan Freedrick frobel yang hidup antara 1746-1827 berpendapat bahwa sikap dan perlakuan yang ramah terhadap anakanak, sikap guru merupakan unsur yang paling penting dalam kurikulum menurut tafsiran modern. Karena pada hakekatnya paham ini mengiginkan pendidikan yang bersendikan nilai-nilai tinggi yang hidup antara abad 16-19, upaya pendidikan ditujukan untuk menanamkan norma-norma dan disiplin serta melatih agar memiliki daya obsorsi yang tinggi. (Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, 1988: 78). John locke, seorang tokoh dari Inggris yang hidup 1634-1704, seorang ahli pengetahuan sekaligus filosof yang amat berperan dalam pendidikan sebagai tokoh realis utama. Ia juga pencetus asas pendidikan modern yang mengutamakan faktor lingkungan (alam dan sosial) dalam rangka penyesuaian manusia kepada alam semesta yang natural dan supra natural, karena itu sistem sekolah
101
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
harus mengutamakan realita dunia, tempat hidup, situasi praktis, ia peletak ide sekolah kerja, yaitu mendidik manusia hidup dalam masyarakatnya. (Mohammad Noor Syam, 280). Eramus (1466-1536) berada dalam zaman kontradiksi alam pikiran, yaitu alam pikiran abad pertengahan yang dogmatis dengan alam pikiran humanisme, cita-cita kebebasan dan harga diri manusia, dia mengabdikan diri dalam cita-cita pendidikan dengan kurikulum yang menjembatani kedua alam pikiran tersebut, ia seorang perintis pendidikan dengan mengabungkan sistem belajar klasik dengan pandangan international (zaman itu mulai tumbuh Nasionalisme), ia juga seorang pelopor pendidikan guru dan sekolah umum bagi kedua golongan kelas sosial, yaitu bagi Midleclass dan aristokrasi. Commenius (1592-1670) seorang pendidik utama Renaisance yang memberi azas baru dalam pendidikan sebagai realis modern, ia mengajarkan bahwa proses belajar harus melalui pengamatan, dia percaya bahwa dunia ini bersifat dinamis dan bertujuan atau berasas (theologis), tugas utama pendidik membina kesadaran manusia akan semesta dan dunianya untuk mencari kesadaran spritual menuju tuhan. (Mohammad Noor syam, 285) Adapun tokoh-tokoh lain dari aliran Essensialisme yang muncul pada abad ke 20 adalah antara lain yaitu; Finney, Ulich, horme dan lain-lain. Salah satu pendapat Finney, manusia itu adalah ‘The sosial nature of mental life’ kepribadiannya yang menentukan hubungan dengan sosio kulturnya. Ini berarti manusia melalui pendidikan akan menerima warisan kebudayaan itu. Ulich menekankan“ core-curiculum” termasuk bahasa asing dalam rangka hubungan international yang lebih erat dan luas dalam masa depan. Dia juga masih mengakui prinsip-prinsip tradisional baik dalam subject matter curiculum maupun metodenya. Home menganggap bahwa kurikulum pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, kajiannya tentang segala hal yang esensial yang meliputi metode ilmiah dunia organis dan nonorganis, lingkungan manusia, budaya dan alamiah serta apresiasi terhadap seni. Semua itu didasarkan pada pemikiran kita yang dapat mengerti dan memahami, serta yang dapat merasakan. oleh karena itu harus dipergunakan dengan tepat pada segala sesuatu. Menurutnya bahwa inisiatif pendidikan bergantung sepenuhnya pada guru, bukan pada subjek didik. Oleh karena itu,
102
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
guru mesti mengambil peranan paling besar untuk mengatur dan mengarahkan subjek didik ke arah kedewasaan. Sedemikian besarnya tanggung jawab dan peranan guru, maka guru mesti dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menyokong kompetensinya dalam menjalankan tugas. Kesuksesan belajar menurut essensialisme mesti melalui kemampuan dan keterampilan mengajar guru, baik dalam merencanakan dan mengorganisasikan subjek-subjek materi, maupun dalam memahami proses pengembangan pendidikan. Jadi, essensialisme lebih menekankan aspek guru dalam setia gerak aktifitas belajar di sekolah. Guru yang berkualitas akan menghasilkan subjek didik yang berkualitas pula. Essensialis mengakui, bahwa pendidikan dalam hal ini mesti menjadikan subjek-subjek didiknya memiliki kemapuan untuk merealisasikan potensi-potensinya dan mengupayakan bagaimana agar mereka menjadi subyek-subyek yang mandiri dalam menghadapi berbagai problem kehidupannya. Metode yang paling cocok untuk tujuan di atas, menurut esensialis adalah melalui metode tradisional, yaitu mental discipline method, suatu metode yang menggunakan pendekatan psikologi pendidikan yang mengutamakan latihan-latihan berpikir logis, teratur, sistematis, menyeluruh munuju latihan penarikan kesimpulan yang baik dan komprehensif. Aliran Essensialisme menyakini bahwa warisan kebudayaan leluhur telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah, kebudayaan demikian dipandang sebagi esensi yang mampu mengembangkan masa kini dan masa akan datang. Gagasan ini banyak diserap dari filsafat idealisme plato and paham realisme Aristoteles. Kedua paham ini telah mengalir menjadi satu menbentu konsep-konsep berpikir essensialisme. Pandangan filsafat essensialisme meramu dan merampungkan kedua aliran filsafat kuno itu, yang kemudian mereka terapkan dalam bidang pendidikan. Ciri meramu dan melestarikan kebudayaan lama telah malahirkan suatu sebutan para ahli terhadap aliran ini sebagai ”conservative road to culture” essensialisme menyarankan kurikulum sekolah memuat hal-hal klasik, meskipun maksud dan manfaatnya tidak jelas untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang. Aliran essensialisme juga mengemukakan bahwa tidak semua teori pendidikan berasal dari filsafat itu sendiri, meskipun secara
103
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
umum prinsip-prinsip utama filsafatnya konsisten dengan teori pendidikannya, namun essensialis percaya bajwa dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan modifikasi, pelengkap bahkan penyimpangan (deviasi) dari ajaran-ajaran filosof tokoh dasar bagi teori yang murni, tetapi prakteknya memerlukan adaptasi dengan kondisi tertentu. Pola asasi pendidikan essensialis hanyalah berhubungan dengan teori dasar pendidikan, sebab persoalan praktek pendidikan adalah masaalah praktis yang disesuaikan dengan kondisi yang insidental. Essensialisme bersumber atas pandangan Humanisme, yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik juga diwarnai pandangan-pandangan aliran idealisme dan realisme. (Imam Barnadib, 1982 : 40). Disebut idealisme karena Plato melahirkan filsafat yang bertolak belakang pada idea, seharusnya nama filsafat disebut ideaisme tetapi untuk memudahkan pangucapan maka disebut idealisme, yang berpendapat bahwa apa saja yang berada di alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya tetaoi hanyalah merupakan banyangan dari benda nyata yang sebenarnya. Sebaliknya, Aristoteles muridnya berkata bahwa semua benda yang kita lihat setiap hari adalah benda-benda yang betul ada dan nyata dan bukan khayalan, aleh sebab itulah di sebut aliran filsafat realisme. (Prasetya, 1997: 147148). Pemikiran dasar dari aliran essensialisme tentang pendidikan adalah antara lain; pertama Pendidikan beroentasi pada Humanistic (kemanusiaan) yaitu manusia yang terdidik (educated man), ukurannya adalah; manusi yang merdeka/bebas dari dogma, manusi yang gagah dan penuh rasa percaya diri, Manusi yang cerdas dan kreatif, manusia yang ceria dan militan, kedua Pendidikan essensialis cenderung kepada intelektual dan teoritis, ketiga Aliran ini berpedoman dan teraspirasi dari ajaran psikologi terutama Herbart dan Froebel dalam konsepsi pendidikan, keempat Pendidikan berfungsi menberikan pengetahuan seluas-luasnya dan hal ini juga sebagai reaksi terhadap otoritas Gereja yang mengekang perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu, kelima memberikan penekanan pada pengujian ulang materi-materi kurikulum, memberikan pembedaan-pembedaan esensial dan non-esensial dalam berbagai program sekolah dan memberikan kembali
104
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
pengukuhan autoritas pendidik dalam suatu kelas di sekolah. Essensialis percaya bahwa pelaksanaan pendidikan memerlukan modifikasi, dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi manusia yang dinamis dan selalu berkembang, akan tetapi pendidikan harus dibina atas dasar nilai-nilai yang kukuh dan tahan lama agar memberikan kejelasan dan kestabilan arah bangunannya. Pendidikan yang bersifat fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak berhubungan dengan dokrin dan norma yang universal menjadikan eksistensinya mudah goyah dan tidak memiliki arah yang jelas. Para essensialis memaknai belajar sebagai melatih daya pikir, ingat, dan perasaan. Mereka juga percaya bahwa proses belajar adalah proses penyesuaian diri individu dengan lingkungan dalam pola stimulus dan respon. Berdasarkan konsep ini, essensialis sangat yakin bahwa belajar mesti didasarkan pada disiplin dan kerja keras karena proses belajar akan berlangsung baik dengan adanya dedikasi yang tinggi untuk meraih tujuan yang lebih jauh. Para essensialis menolak keras prinsip progresivisme yang menekankan pendidikan pada intres personal, Essensialis memberikan perhatian bukan pada subjek belajar, tetapi lebih kepada subjek kurikulum. Kurikulum dalam pandangan essensialisme adalah kurikulum yang kaya, bertingkat dan sistematis. Untuk lebih terperinci, penulis melihat pemikiran aliran esensialisme jika ditinjau dari sudut pandang ontologi, epistimogi dan aksiologi, pandagan tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Pandangan ontologi esensialisme Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tidak ada kekurangan, yang mengatur isinya dengan kesempurnaan, dengan kata lain bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum dari aliran esensialisme adalah membentuk pribadi yang baik yang bisa mengantarkan hidup manusia menuju suatu kebahagian didunia dan diakhirat, isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala sesuatu yang mampu mengerakkan kehendak manusia, kurikulum sekolah bagi aliran esensialisme adalah semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran
105
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
dan keagungan. Dalam sejarah perkembangannya kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme dan realisme. Realisme yang mendukung esensialisme disebut realism objektif, realism objektif mempunyai pandangan yang istematis mengenai alam dan tempat manusia didalamnya, Hegel mengemukakan adanya sintesis antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang mengunakan landasan spiritual. Pemikiran lain dari idealism tercermin dari system dunia yang tersimpul dalam makrokosmos dan mikrokosmos, mikrokosmos menunjukan kepala keseluruhan alam semesta dalam artia susunan dan kesatuan kosmis, Mikrokosmos menunjukan kepada fakta tungal pada tingkat manuisa. Nmanusia sebagai sebagai individu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. 2. Pandangan epistimologis esensialisme Teori kepribadian manusia sebagai refleksi tuhan merupakan salah satu jalan untuk memmahami epistimologi esensialisme, jikamanusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan kakrokosmos, maka manusia pasti mengetahui kualitas dari rasional dalam pemikirannya, berdasarkan kualitas inilah manusia mengembangkan dan memproduksi pemikirannya. Oleh karena itu pendidikan mesti didasarkan pada asas yang kukuh yang secara nyata telah teruji kebenaran dan ketangguhannya dalam perjalanan sejarah. Essensialisme mengemukakan bahwa sistem sekolah dengan mengutamakan realita dunia di mana ia hidup dan situasi praktis sangat diperlukan, karena memang pendidikan tidak lain adalah agar anak-anak didiknya kelak mampu hidup di dalam masyarakatnya. Hal tersebut berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. Untuk merumuskan hakikat belajar yang seseungguhnya, essensialisme berupaya untuk kembali pada Psikologi pendidikan tentang pola dan cara manusia dalam proses perolehan pengetahuan melalui aktivitas belajar. 3. Pandangan aksiologi esensialisme
106
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Pandangan ontology dan epistimologi sangat menpengaruhi pandangan aksiologi, bagi aliran ini nilai berasal dan tergantung pada pandang idealism dan realisme. Alitran idealism berpendapat bahwa hokum etika adalah hokum kosmos karena itru seseorang dikatakan baik jika interaktif dalam melaksanakan hukumum-hukum tersebut, menurut idealime sikap, tingkah laku da ekpresi perasaan juga mempyai n dengan hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Sedangkan nilai menurut realism etika dilihat melalui asas ontology, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup, dalam masalah baik dan buruk serta keadaan manusia pada umumnya, realism bersadnadrkan kepada keturunan lingkungan,perbuatan adalah hasil dari perpaduan yang timbul sebagai akaibat adanya saling bubungan antara pembawa fisiologi dan pengaruh lingkungan. Para essensialis berpendapat ilmu pengetahuan dimulai dari upaya manusia dalam memandang realitas melalui bantuan panca indranya. Manusia akan dapat memahami dan mengerti apa yang ia lihat sehingga melahirkan ide dengan cara membuat relasi antar fakta dan realita melalui kesadaran jiwa dalam memandang fakta tersebut. Oleh karena itu, mustahil ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang jika semata-mata berdasarkan apa hal-hal yang bersifat indrawi saja tanpa mengikutsertakan fungsi akal manusia. Aliran ini juga berpendapat bahwa sumber segala pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Nilai bagi aliran ini, berakar dalam dan berasal dari sumber objektif. Watak sumber merupakan perpadudan antara idealisme dengan realisme. Esensialisme pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Kelompok essensialis memandang, bahwa pendidikan yang didasari pada nilai-nilai yang fleksibel atau berubah-ubah dapat menjadikan pendidikan tidak memiliki arah dan orientasi yang jelas. Oleh karena itu, agar pendidikan memiliki tujuan yang jelas dan kukuh diperlukan nilai-nilai yang kukuh yang akan mendatangkan kestabilan.untuk itu dipilih nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan telah
107
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
teruji oleh waktu. Prinsip essensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang essensial dan bersifat menuntun. 3. Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Pendidikan dalam Islam adalah pendidikan yang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai Islam, pendidikan bertujuan untuk menumbuh kembangkan pola kepribadian manusia yang bulat, melalui latihan kejiwaan, otak, perasaan dan indera. pertumbuhan aspek spritual, intelektual, imajinasi, jasmani, ilmiah dan bahasa yang dapat mendorong tercapainya kesempurnaan hidup dan tujuan akhir, yaitu merealisasikan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. (Moh. Tidjani Djauhari, Vol. 3, 1997: 60). Pendidikan Islam juga berusaha melahirkan insan-insan yang beriman, berilmu dan beramal shaleh, agama Islam yang lengkap dan universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, Islam tidak menghendaki pencapaian ilmu untuk ilmu semata akan tetapi didasari semangat yang harus diraih oleh manusia, di sinilah letak perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidik sekuler. Pendidikan merupakan sebuah aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian manusia, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang bisa dijadikan landasan kerja, dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan program pendidikan yang telah direncanakan. Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan. (Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005: 34). Supaya pendidikan yang dilakukan tidak salah arah diperlukan pendekatan agama, Pendekatan agama merupakan yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan. Pendekatan Agama berbeda dengan pendekatan filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan agama, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan agama menuntut orang meyakini terlebih dahulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama,
108
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
kemudian mempelajari, menganalisa sedangan pendekatan filsafat sebaliknya. Untuk mewujudkan pendidikan yang sempurna maka pendekatan agama dan pendekatan filsafat harus disatukan sehingga bisa menyelesaikan persoalan pendidikan secara komperehensif. Dalam perspektif pendidikan Islam sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (AlQur’an dan Hadis). Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu membentuk muslim yang sempurna dengan ciri-ciri, antara lain: pertama memiliki jasmani yang sehat, kuat, berketerampilan serta memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat, tepat, mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis, kedua memiliki dan mengembangkan sains, memiliki dan mengembangkan filsafat dan ketiga memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib. Maka untuk melihat bagaimana pemikiran pendidikan Essensialisme dan pemikiran pendidikan Islam dalam menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan beberapa pendekatan yang terintegrasi dan memiliki hubungan komplementer, berbagai pendekatan tersebut akan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. 4. Internalisasi Nilai dalam Pendidikan Islam Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. (W.J.S. Purwadarminta, 1999: 677) Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. (H. Titus, M.S, 1984: 122). Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 110). Menurut Sidi
109
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
Gazalba yang dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut: Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. (HM. Chabib Thoha, 1996: 61). Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. Menurut Burbecher, nilai itu dibedakan kedalam dua bagian, yaitu nilai instrinsik dan nilai instrumental, nilai instrumental adalah nilai yang diangap baik karena bernilai untuk orang lain, selanjutnya ninalli instrinsik adalah diangap baik tidak untuk orang lain melainkan didala dirinya sendiri, menurut aliran realism kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptua;l melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaanya bila dihayati oleh subjek tertetu dan bagaimana sikap subjek tersebut. Nilai dalam pendidikan Islam merupakan sifat-sifat atau halhal yang melekat pada untuk digunakan sebagai dasar manusia dalam mencapai tujuan hidup yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai. (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 127). Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.
110
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Bagi para pendidik, dalam hal ini adalah orang tua sangat perlu membekali anak didiknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar pendidikan sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwanya. Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As Sunah. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1995: 28). Ahmad D. Marimba (1989: 19) menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-Qur’an dan Al Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan. Menurut Muhammad Noor Syam pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan yaitu membina kepribadian secara ideal. (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2005:138). Salah satu proses internalisasi nilai dalam pendidikan Islam bisa dilahat dari bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekalikali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu.
111
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman. Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, Gagasan-gagasan baru yang kemudian dibawa dalam proses pendidikan Nabi, yaitu dengan menginternalisasi nilai-nilai keimanan baik secara individual maupun kolektif, bermaksud menghapus segala keperyaan jahiliyah yang telah ada pada saat itu. Dalam batas yang sangat meyakinkan, pendidikan Nabi dinilai sangat berhasil dan dengan pengorbanan yang besar, jahiliyahisme masa itu secara berangsur-angsur dapat dibersihkan dari jiwa mereka, dan kemudian menjadikan tauhid sebagai landasan moral dalam kehidupan manusia. Proses pendidikan yang dilakukan Nabi, yang aksentuasinya sangat tertuju pada penanaman nilai aqidah, keberhasilan yang dicapainya memang sangat ditunjang oleh metode yang digunakannya. Pada proses pendidikan awal itu, Nabi lebih banyak menggunakan metode pendekatan personal-individual. Dalam meraih perluasan dan kemajuaannya, baru kemudian diarahkan pada metode pendekatan keluarga, yang pada gilirannya meluas ke arah pendekatan masyarakat/kolektif. C. Penutup Aliran essensialisme merupakan perpaduan antara idealisme dan realisme, dari segi idealisme tercermin dalam usahanya mengembalikan kebudayaan modern sekarang kepada prestise dan kewibawaan, sedangkan dari segi realisme tercermin dalam usahanya tidak mengabaikan kennyataan adanya perubahan sosial, aliran ini juga memugut inti atau pokok dari aliran-aliran filsafat dengan mengunakan metode eclektik yaitu dengan memadukan antara konsepsi makrokosmos (realisme) dengan mikrokosmos (idealisme) anatu dengan istilah lain jagad raya dengan manusia. Essensialisme bersumber atas pandangan humanisme, yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniaan yang serba ilmiah dan materialistis. aliran ini juga sangat
112
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
terpengaruh dari nilai filsafat renaisance dan humanisme yang telah terbukti keungulannya dalam sejarah yaitu sebagai reaksi terhadap otoritas dan absolutisme gereja yang menghambat pengembangan ilmu pengetahuan karena di khawatirkan ilmu pengetahuian akan merubah pola pikir manusia dan menghilangkan pengaruh gereja. Essensialisme menginginkan manusia kembali kepada kebudayaan lama, Mereka beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak membuat kebaikan kepada manusia, yaitu kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban umat manusia yang pertamatama dahulu. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas. Aliran Esensialisme memiliki pandangan yang hampir sama dengan pandangan pendidikan Islam terutama yang berkaitan dengan nilai dan norma, Pendidikan dalam Islam merupaka pendidikan yang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai Islam, pendidikan islam bertujuan untuk menumbuh kembangkan pola kepribadian manusia yang bulat, melalui latihan kejiwaan, otak, perasaan dan indera. pertumbuhan aspek spritual, intelektual, imajinasi, jasmani, ilmiah dan bahasa yang dapat mendorong tercapainya kesempurnaan hidup dan tujuan akhir, yaitu merealisasikan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.Salah satu proses internalisasi nilai dalam pendidikan Islam bisa dilihat dari bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putra-putranya, ucapannya diikuti dengan implemtasi dalam kehidupan, sehingga putranya bisa menirunya dengan mudah. Maka untuk melihat bagaimana pemikiran pendidikan Aliran essensialisme dalam perspektif Islam perlu mengunakan beberapa pendekatan seperti pendekatan agama dan pendekatan filsafat dan tidak hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. pendekatan holistik yaitu dengan memadukan beberapa pendekatan yang terintegrasi dan memiliki hubungan komplementer, berbagai pendekatan tersebut akan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya, sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai dengan sempurna. Tujuan umum dari aliran esensialisme sama dengan tujuan pendidikan dalam Islam yaitu membentuk pribadi yang baik yang bisa mengantarkan hidup manusia menuju suatu kebahagian didunia
113
إ ء اVol. II No. 1 Januari – Juni 2012
dan diakhirat, isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala sesuatu yang mampu mengerakkan kehendak manusia, kurikulum sekolah bagi aliran esensialisme adalah semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. KEPUSTAKAAN Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan praktis Filsafat pendidikan Islam, Ciputat Press, 2005. Amir, H, Filsafat Dewasa Ini, Jakarta: Balai Pustaka, 1966. An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan masyarakat, Jakarta : Gema Insani Press, 1995. Arthur, Introduction to the Foundation of Education, New Jersey: Printice Hall, 1986. Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai Sistem dan Metode), Yogyakarta, Andi offset , 1994. Barnadib, Imam, Filsafat pendidikan, Yogyakarta, FIP IKIP, 1982. Butler, J. Donald, Four Philosophies and Practice in Education and Religion, New York, Harper and Brother, 1951. Drijakara, Filsafat Manusia, Yogyakarta: Yayasan kanisi, 1986. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat pendidikan, manusia, filsafat dan pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2005. Kartodirjo, Sartono, Revolusi Ilmu Pengetahuan dan Ahli-Ahli Sejarah, jakarta, 1960. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:Pustaka Al-Husna.1986. Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung:Trigenda Karya, 1993. Poerwadarmita, W.JS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai pustaka 1991. Prasetya, Filsafat Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia, 1997. Saifullah, Ali, Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. 1983.
114
Silahuddin : Esensialisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam
Soejono, Ag., Aliran Baru dalam Pendidikan, bagian ke-2, Bandung, CV. Ilmu, 1979. Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya, Usaha nasional, 1986. Syam, Mohammad Noor, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang, IKIP, 1978. Tafsirm, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, Bandung: Rosda Karya1992. Thoha, HM. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1996. Thoyib, Ruswan, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer), Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1999. Titus, H., M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Walidin, Warul, Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum (Analisis Komparatif Antar Aliran), AR-Raniry, Media kajian keislaman, 1999. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi aksara, 1992.
115