Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009
Metode Statistik pada Pola Kerentanan Remaja berbasis Life Course Analysis : Peluang, Tantangan, dan Problematika Wahyono Kuntohadi, SSi., MSc. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK), UGM Jogjakarta
Paper ini bertujuan untuk menguak kemungkinan dan kesempatan digunakannya pendekatan multivariat untuk menganalisis pola kerentanan remaja. Kerentanan remaja diukur dalam lima timing usia, yaitu : merokok pertama kali, merokok mulai menjadi ketergantungan, minum minuman keras, mulai memiliki pacar, dan melakukan hubungan seks pra nikah. Pemicu utama kerentanan tersebut adalah timing pubertas dan dorongan emosi masa remaja dalam mencari status diri, antara lain: gemar beresiko, keinginan berkelompok, mencoba hal baru, dan berpetualang. Pada usia remaja ini nilai-nilai kelompok akan mulai muncul, yang ditunjukkan dengan solidaritas dalam merokok, minum, dan gaya berpacaran. Efek negatifnya antara lain adalah meningkatnya angka-angka kejahatan remaja, premarital sex, aborsi, penularan penyakit seksual, serta angka kematian ibu dan janin karena terlalu muda dalam mengandung. Dalam usaha menangani kerentanan remaja, muncul beberapa hambatan, antara lain rancangan UU yang saling terpisah antar sektoral, sehingga tumpang tindih dalam pelaksanaan; selain itu, program pendampingan remaja masih kurang memadukan beberapa konten sekaligus seperti pacaran dan hubungan seks, bahaya merokok dan minum minuman keras. Problem tersebut muncul karena memakai prinsip pencegahan secara parsial, yaitu pada individu dengan fokus hanya satu jenis kerentanan. Terkait dengan situasi tersebut, maka dapat ditangkap munculnya kemungkinan dibutuhkannya teknik analisis statistik yang lebih komprehensif, yaitu analisis multivariat. Dengan menunjukkan adanya pola keterkaitan kejadian di antara timing kerentanan remaja, dapat diusulkan pendekatan pemodelan secara multivariat. Sedangkan di sisi lain, kerangka survey yang direkomendasikan adalah model data longitudinal dengan mengusung Life Course Analysis, yaitu analisis yang dapat memotret life trajectory seorang remaja dan pengaruhnya terhadap kerentanan perilakunya. Beberapa aspek metodologis akan dibahas dalam paper ini, antara lain hubungan model data longitudinal dengan benefit pola genealogy dan model life trajectory, penentuan variabel dalam kerangka life event analysis, problem multivariate non parametric pada aspek pemodelan, serta kesulitan teknis dalam penelusuran data dan fakta lapangan. Kata kunci : kerentanan remaja, life course analysis, multivariate approach
1
Pendahuluan Usia remaja (adolescence) adalah periode transisi dari anak (childhood) menjadi dewasa (adulthood). Cauffman and Steinberg (2002) mendefinisikan usia remaja sebagai interval antara „timing‟ pubertas dan transisi menuju kedewasaan. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ditandai dengan perubahan fisik sejak masa puber, perubahan fisik dan biologis remaja relatif lebih cepat dibanding perubahan mental dan kematangan emosional, sehingga muncul berbagai masalah „kerentanan‟ dan resikonya. „Kerentanan‟ remaja tersebut berawal dari perkembangan struktur otak mereka, yang membuat mereka menemui kesulitan dalam mengendalikan emosi dan resiko tindakannya, sehingga memicu perilaku yang rentan dalam pencarian identitas diri, antara lain: gemar beresiko, keinginan berkelompok, mencoba hal baru, dan berpetualang. Tingkah laku mereka diibaratkan sebagai “starting the engine with an unskilled driver” (Dahl, 2004). Beberapa perilaku kerentanan remaja seperti merokok, mengkonsumsi minuman keras, pacaran dengan gaya „riskan‟, serta melakukan aktifitas premarital sexual intercourse merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian utama dunia saat ini, dan menjadi salah satu agenda dari WPAY (World Programme of Action for Youth) on Health. Sebagai contoh resiko dari kerentanan remaja adalah akibat-akibat negatif dari premarital sexual intercourse, yaitu meningkatnya angka aborsi, tingginya kematian ibu dan bayi karena terlalu dini mengandung, serta tersebarnya penyakit seksual menular HIV/AIDS. Sedangkan perilaku mengkonsumsi minuman keras turut berperan besar dalam meningkatkan angka kriminalitas remaja, terutama terhadap remaja perempuan sebagai korban. Seolah sulit dihindari, beberapa fakta berikut ini amat berperan dalam meningkatkan kerentanan remaja antara lain: meningkatnya nilai gizi secara global yang menyebabkan semakin dininya timing usia puber; meningkatnya arus informasi global dengan konten seksual yang makin deras, makin mudah diakses, dan makin menarik; serta lunturnya arti „keluarga‟ dalam kehidupan modern.
2
Upaya Menanggulangi Kerentanan Remaja, Survey dan Data Sebagai bagian dalam upaya menanggulangi kerentanan remaja, memang beberapa peraturan dan undang-undang telah diciptakan. Namun hampir semua undangundang dirancang dan dilaksanakan secara terpisah-pisah antar departemen dan lembaga, sehingga terkadang terkesan berbenturan (lihat tabel 1). Di sisi lain, program-program pendampingan remaja baru mulai diperkenalkan dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, namun belum mampu bersinergi dengan pilar utama pencegah kerentanan remaja, yaitu orang tua dan keluarga.
Tabel 1. Permasalahan Isi Undang-Undang terkait Kerentanan Remaja Item Perkawinan
Undang-undang terkait UU Perkawinan No. 1 th 1974
Bagian & Isi batasan usia dianggap cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak lakilaki
Masalah terkait remaja merasa ''sah' berhubungan seks jika melewati usia tersebut; padahal kenyataannya organ seksual remaja perempuan belum siap (berdasar standar kesehatan, kesiapan fisik organ seksual perempuan adalah usia 21 tahun)
Merokok
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan tidak ada ketentuan bagi industri rokok untuk membatasi kadar nikotin dan tar dalam rokoknya
Remaja adalah target utama industri rokok dalam 50 tahun terakhir (dokumen "Perokok Remaja: Strategi dan Peluang", RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984)
Minuman keras
KepMen Perindag Ri No. 359/MPP/Kep/10/1997
Tidak membatasi kategori usia pembeli apakah remaja atau sudah dewasa
Bekerja
UU Perburuhan
Dilarang mengecer dan atau menjual Langsung di tempat yang berdekatan dengan sekolah, rumah sakit, pemukiman, dan tempat ibadah anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri
Perlindungan anak
UU Nomor 23 Tahun 2002
mereka yang berusia usia 0-18 tahun masih termasuk dalam kategori anakanak.
benturan dengan UU Perburuhan dan UU Perkawinan
remaja merasa dianggap dewasa jika melewati usia tersebut atau mampu tinggal sendiri; Benturan dengan UU Perkawinan
Proses perancangan beberapa undang-undang terkait kerentanan remaja seringkali tidak berdasarkan data yang memuat informasi secara lengkap tentang perilaku remaja. Dan, berbicara tentang data dan survey terhadap perilaku remaja di Indonesia, upaya mengukur kerentanan remaja masih terbilang ketinggalan jaman dan amat minim dilakukan. Survey yang ada pun terpisah-pisah dalam skala kecil dan area terbatas. Padahal, saat ini penelitian di negara barat telah dilakukan secara intensif dalam bentuk data panel dan longitudinal, serta makin menitik-beratkan pengukuran sisi psikososial seorang individu remaja dibandingkan sekedar pengukuran pada aspek demografi dan perilaku sosial. Salah satu contohnya adalah Panel Study of Income Dynamics (PSID) di Amerika yang telah dilakukan sejak tahun 1968 sampai 2007 dengan melibatkan lebih dari 5000 responden dan 2300 keluarga. Dengan survey yang menggunakan desain longitudinal,
3
maka life trajectory seorang individu remaja yang rentan akan terukur efeknya secara lengkap saat berusia dewasa. Selain itu, sifat data yang longitudinal membuat model analisisnya mulai menjangkau prinsip Life Course yang memadukan sudut pandang biologis, psikologis, sosio-ekonomi, demografi, dan ekologi dalam memotret perjalanan hidup seseorang semenjak masih dalam kandungan hingga berusia tua, bahkan sampai pada kemungkinan telah terbentuknya genealogy (silsilah). Dengan demikian, maka potret seorang remaja menjadi „lengkap‟ baik dalam hal dimensi pengukuran maupun dimensi rentang waktu kejadian. Di Indonesia, satu-satunya survey panel tingkat nasional dengan data longitudinal adalah IFLS (Indonesia Family Life Style) yang berlangsung dari tahun 1993 sampai 2007. Akan tetapi sayangnya permasalahan kerentanan remaja tidak menjadi salah satu fokus dalam survey tersebut. Sebaliknya, IDHS (Indonesia Demographic and Health Survey) atau SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) yang juga berskala nasional namun tidak bersifat panel-longitudinal, dalam survey terakhirnya (tahun 2007) telah memotret kerentanan responden remaja berusia 15 sampai 24 tahun yang belum menikah. Beberapa variabel yang berkaitan dengan kerentanan remaja diukur dalam bentuk timing usia, yaitu: saat tiba pubertas, saat punya pacar pertama kali, saat merokok pertama kali, saat merokok mulai jadi kebiasaan, saat mencoba miras, dan saat melakukan hubungan seksual pra nikah.
Life-Event Analysis dan Metode Multivariat Statistik Life-Event Analysis adalah bagian dari Life Course Analysis yang menitikberatkan analisis berdasarkan pemodelan events (beberapa kejadian). Dalam analisis ini, selain timing kejadian, urutan dan durasi antar event (seringkali juga disebut sebagai delay) adalah penting. Beberapa teknik analisis yang dikembangkan diantaranya adalah pemodelan single/double/multiple sequential states (Wu, 2003; Xenos, 2001), dan survival analysis (Dugerdil, 2008). Akan tetapi sesungguhnya teknik analisis dengan pendekatan Life Course masih akan terus berkembang dengan berbagai kemungkinan tak terbatas, semata-mata karena sifat data yang longitudinal. Dalam menganalisis kerentanan remaja Indonesia berdasar data SDKI 2007, maka terbuka peluang untuk memotret pola kerentanan remaja secara multivariat. Timing, 4
urutan kejadian, serta delay antar kejadian tentu saja menjadi aset utama pengembangan model analisisnya. Harapan yang dituju adalah didapatkannya pola kerentanan remaja yang selain lebih lengkap, juga lebih dipercaya karena memuat informasi kekuatan dimensi multivariat. Hal tersebut penting karena dapat mengubah cara pandang terhadap sebuah ukuran kerentanan remaja yang selama ini dianalisis secara univariat hanya karena diukur secara terpisah dari ukuran kerentanan lainnya. Padahal, beberapa timing kerentanan remaja amat mungkin terjadi secara serentak karena sebenarnya faktor pemicunya relatif sama. Berdasarkan sudut pandang life-trajectory, seorang remaja memiliki dorongan berinteraksi secara sosial yang kuat sekali. Proses pencarian identitas dirinya membuatnya berpetualang mencari komunitas karena dia memiliki kebutuhan untuk diakui eksistensinya, dan lazimnya dia akan bergabung dalam suatu kelompok yang membuatnya nyaman. Pemicu perilaku merokok dan minum minuman keras sebenarnya adalah rasa solidaritas terhadap kelompoknya. Dan dalam banyak kasus, bahkan ketertarikan terhadap hal-hal seksualitas menyebabkan seorang remaja berani untuk mencoba gaya pacaran yang menyerempet bahaya karena beberapa teman dalam kelompoknya telah pula mencobanya. Berbagai survey membuktikan bahwa angka perilaku ini telah meningkat secara drastis, sehingga meningkatkan pula kemungkinan terjadinya hubungan seksual pra nikah. Jadi, jika ditelusuri berdasarkan aspek psikososial, maka beberapa jenis kerentanan remaja sebenarnya memiliki keeratan hubungan kejadian yang amat kuat. Satu dan yang lainnya saling terkait dan memungkinkan untuk terjadi secara serentak dalam timing usia yang sama atau hanya berselisih dalam rentang satu atau dua tahun (padahal rentang usia remaja tergolong panjang, dari 10 sampai 24 tahun). Dengan kata lain, ada kemungkinan berbagai kerentanan tersebut terjadi dalam interval waktu usia yang singkat, dan memiliki pola khas secara multivariat.
5
Batasan Masalah dan Fokus Bahasan Secara utuh model kerentanan remaja dalam SDKI 2007 dapat dilihat dalam gambar berikut : •Timing pubertas LATAR BELAKANG (Ekonomi keluarga, Pendidikan, Agama, Area, Usia, Gender, Pendidikan Ortu)
TIMING ‘KERENTANAN’ •Timing mulai pacaran •Timing mulai merokok
LINGKUNGAN PERGAULAN / KELOMPOK (Gaya pacaran, aborsi, pendapat tentang seksualitas, hubungan sex pra nikah)
•Timing merokok rutin •Timing mulai mencoba miras HUBUNGAN DENGAN ‘PEER’
•Timing sex pra nikah
(Orangtua, Guru, Teman, Saudara, Pemuka Agama, Petugas KesPro)
MELEK INFORMASI (Jenis media, Konten, Intensitas)
Gambar 1. Model Lengkap Kerentanan Remaja dalam SDKI 2007
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan dan prioritas tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka pembahasan akan dibatasi pada aspek pemodelan multivariat dari lima variabel timing kerentanan remaja ditambah dengan variabel timing pubertas. Sedangkan pembahasan akan terfokus pada alternatif pemodelan serta tantangan dan hambatan yang dihadapi. Data yang digunakan untuk analisis adalah data SDKI 2007 yang telah terboboti. Karakteristik Dasar Kerentanan Remaja SDKI 2007 Untuk melihat struktur dasar multivariat dari kerentanan remaja, digunakan beberapa ukuran, yaitu: jumlah events kerentanan, komposisi events kerentanan, kekuatan dimensi multivariat kerentanan, dan pola distribusi dari delay antar timing kerentanan remaja. Dalam beberapa kasus, timing dari tibanya pubertas tidak turut dianalisis karena hanya merupakan faktor pemicu kerentanan remaja. Seluruh analisis akan dilakukan secara terpisah berdasarkan gender.
6
Tabel 2. Komposisi Jumlah Event Kerentanan Remaja Total Events
Male
%
Female
%
0
985
9.10%
1807
21.30%
1
1782
16.45%
5389
63.53%
2
2528
23.34%
1029
12.13%
3
2824
26.08%
200
2.36%
4
2260
20.87%
46
0.54%
5
451
4.16%
11
0.13%
Total
10830
8482
Berdasarkan jumlah event kerentanan remaja seperti tampak pada tabel 2, remaja laki-laki ternyata memiliki jumlah event yang secara umum lebih besar dibanding remaja perempuan. Hal ini mengindikasikan tingginya kemungkinan variasi jenis kerentanan remaja
laki-laki
apabila
dilakukan
penelusuran
lebih
jauh dengan tindakan
pengelompokan (clustering). Tabel 3 membuktikan hal tersebut. Jika prosentase kumulatif remaja laki-laki dibatasi maksimal 90%, maka akan muncul 8 karakter kerentanan (rangking 4 dianggap tidak memiliki kerentanan). Sebaliknya, jika batasan yang sama diberikan pada remaja perempuan, ternyata hanya muncul satu kelompok (rangking 2 dianggap tidak memiliki kerentanan). Itu pun kemungkinannya ternyata hanya masalah „gaya pacaran‟ yang tidak merembet ke hubungan seksual pra nikah.
Tabel 3. Komposisi Event Kerentanan Remaja berdasar 10 Ranking Tertinggi
7
Rank of Events
Male has girlfriend
1st smoking
regular smoking
drinking
1
√
√
√
√
2
√
√
3
√
√
premarital sex
%
Cumm.%
19.33%
19.33%
15.35%
34.69%
15.10%
49.78%
9.09%
58.88%
√
8.78%
67.66%
√
8.03%
75.69%
7.17%
82.86%
4.91%
87.78%
4.16%
91.94%
2.59%
94.52%
√
4 5 6
√
7
√
8 9
√
10
√
√
√ √
√ √
√ √
1st smoking
regular smoking
drinking
√
Female Rank of Events
has boyfriend
1
√
premarital sex
%
Cumm.%
61.63%
61.63%
21.31%
82.94%
9.13%
92.06%
√
2.12%
94.19%
√
1.87%
96.06%
1.32%
97.38%
0.58%
97.96%
√
0.54%
98.50%
√
0.32%
98.82%
0.29%
99.12%
2 3
√
4
√
5
√
√ √ √
6
√
7 8
√
9
√
10
√ √
√ √
Apabila ditinjau berdasarkan kekuatan dimensi kerentanan remaja sebagaimana ditampilkan oleh tabel 4 melalui Factor Analysis, maka tampak jika seluruh jenis kerentanan remaja mendominasi dimensi multivariat kerentanan pada remaja laki-laki. Sebaliknya, pada remaja perempuan timing usia berpacaran dan timing hubungan seksual pra nikah ternyata tidak berkaitan dengan dimensi multivariat kerentanannya. Kekuatan dimensi multivariat ini jika diukur dengan koefisien KMO (Kaiser Meyer Olkin) ternyata memiliki angka yang tinggi, baik pada remaja laki-laki maupun remaja perempuan. Penelusuran lebih jauh pada angka-angka factor loading menunjukkan bahwa kerentanan merokok dan minum minuman keras memiliki keterkaitan internal yang amat tinggi pada kedua gender. Sebaliknya, ternyata timing tibanya masa pubertas ternyata tidak berhubungan dengan kerentanan remaja pada kedua gender. Khusus pada remaja laki-laki, tampak pula bahwa gaya berpacaran yang dianutnya amat berhubungan dengan timing hubungan seksual pra nikah yang dilakukannya.
8
Tabel 4. Kekuatan Dimensi Multivariat Timing Kerentanan Remaja Male
Female
KMO Total Variance Explained
0.77
0.70
77.84%
84.51%
3
2
Total Factors
Variance explained
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 1
Factor 2
34.74%
26.12%
16.98%
57.17%
27.34%
Component of Event Age at Puberty a
√
Age at first smoking
√
√
Age at smoking regularly
√
√
Age at first drinking alcohol
√
√ √
Age at sexual intercourse a
√ (excluded b )
√
Age at first boy/girlfriend
(excluded b )
Respondent who never has puberty timing has been excluded from analysis
b
This variable has been excluded (based on criteria : Anti Image Matrice)
Analisis pada aspek delay antar timing kerentanan remaja seperti tampak pada tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum terjadi delay antar kerentanan remaja. Namun pada remaja laki-laki maupun perempuan, banyaknya median yang bernilai kurang atau sama dengan 3 tahun menunjukkan bahwa kerentanan remaja terjadi dalam kurun waktu singkat. Selain itu, jika dilihat skewness delay remaja laki-laki yang secara umum lebih rendah dibanding remaja perempuan, dan dengan diperkuat dengan tabel 3 dari bahasan sebelumnya, tampak jika kerentanan pada remaja laki-laki jauh lebih mengkhawatirkan dibandingkan remaja perempuan. Selain itu, terdapat satu fakta menarik, yaitu median delay pada remaja laki-laki mayoritas bernilai tinggi pada kerentanan yang berhubungan dengan hubungan seksual pra nikah. Sebaliknya, kasus tersebut terjadi pada kerentanan yang berhubungan dengan timing tibanya pubertas pada remaja perempuan. Hal ini dapat berarti tingginya kemungkinan bahwa timing hubungan seksual pra nikah akan lebih sulit diprediksi pada remaja laki-laki, akan tetapi sebaliknya timing pubertas sama sekali tidak berhubungan dengan kerentanan pada remaja perempuan.
9
Tabel 5. Distribusi Delay antar Timing Kerentanan Remaja Male Delay rate : Median, skewness
to: from
Age at Puberty (E1)
E2
E3
E4
E5
E6
1 ; 0.14
0 ; -0.54
2 ; -0.05
1 ; 0.12
2 ; 0.26
-1 ; -0.74
1 ; -0.05
1 ; 0.00
2 ; 0.69
2 ; 1.48
2 ; 0.74
3 ; 0.63
0 ; 0.14
1 ; 0.49
Age at first girlfriend (E2) Age at first smoking (E3) Age at smoking regularly (E4) Age at first drinking alcohol (E5)
1 ; 0.31
Age at sexual intercourse(E6) * has a normal distribution (through Kolmogorov-Smirnov test, alpha = 5%)
Female Delay rate : Median, skewness
to: from
Age at Puberty (E1)
E2
E3
E4
E5
E6
2 ; 0.46
1 ; -0.44 *
3 ; 0.28
3 ; -0.87
3 ; 0.56
0 ; -0.79
2 ; -0.15 *
1 ; 0.75
1 ; 1.16
0 ; 1.38
1 ; 0.03
0 ; 1.29
0 ; -0.49 *
-1 ; 2.25 *
Age at first boyfriend (E2) Age at first smoking (E3) Age at smoking regularly (E4) Age at first drinking alcohol (E5)
0 ; -0.09 *
Age at sexual intercourse(E6) * has a normal distribution (through Kolmogorov-Smirnov test, alpha = 5%)
Sebagai hasil dari analisis kerentanan remaja, secara umum tampak sekali bahwa terdapat karakter multivariat yang amat kuat pada timing kerentanan remaja. Dengan demikian, analisis yang dilakukan akan memberi hasil lebih baik jika digunakan pendekatan multivariate. Model Analisis, Peluang dan Hambatan Hal-hal yang diungkap dalam analisis karakteristik dasar kerentanan remaja dapat dijadikan dasar diusulkannya beberapa alternatif model analisis, yang kesemuanya memandang struktur multivariat kerentanan remaja sebagai sekelompok variabel dependen. Beberapa alternatif tersebut adalah: 1. Berbasis “urutan events” dan “besarnya delay” antar events kerentanan remaja : Model multi-state life-event simulation analysis (Wu, 2003) Model ini mendasarkan analisis pada urutan terjadinya event kerentanan berdasarkan timingnya. Statistik delay dapat diestimasi melalui estimasi pola distribusi dan nilai parameternya. Sedangkan urutan antar event diestimasi berdasarkan frekuensi relatif kejadiannya. Pola yang terbentuk 10
dapat dimanfaatkan untuk pembentukan cluster pola, dan selanjutnya dijadikan model simulasi. 2. Berbasis “kode komposisi jenis events” : Discrete multiple-group disriminant analysis (Sharma, 1996). Model ini dapat digunakan jika dimasukkan beberapa variabel dependen sebagai faktor penentu atau pemberi pengaruh terjadinya kerentanan remaja (lihat gambar 1). Variabel dependen cukup terdiri atas satu variabel yang berisi berbagai pilihan jenis komposisi kerentanan, misalnya: pilihan kode 1 = perilaku gabungan dari „mencoba merokok‟, „merokok rutin‟, dan „memiliki pacar‟. 3. Berbasis “komposisi terjadinya events” : Multiple logistic regression (* referensi belum dapat ditemukan) Model ini mirip dengan model ke-2, namun perbedaannya adalah pada variabel dependen yang multivariate logistic. Rentetan enam variabel kerentanan dipandang memiliki kemungkinan variasi kejadian (misalnya : 1-0-0-1-1-1), yang masing-masing memiliki pola „sukses-gagal‟ dengan probabilitas berbeda, namun tetap memiliki inter-dependensi. 4. Berbasis “timing terjadinya events” : Multivariate non-parametric (* referensi belum ditemukan) Model ini diusulkan terkait dengan digunakannya median sebagai ukuran yang lazim untuk segala hal yang berhubungan dengan usia dalam disiplin ilmu demografi dan kesehatan. Dengan demikian, sebagai contoh jika dalam kerangka statistik parametrik digunakan analisis faktor untuk melihat kekuatan dimensi multivariat, maka selayaknya digunakan analisis faktor non parametrik untuk melihat kekuatan dimensi kerentanan remaja karena digunakan median sebagai pengganti mean.
Rekomendasi Beberapa temuan yang dihasilkan dari analisis karakter multivariat kerentanan remaja secara umum mengarah pada usulan taktis penyusunan Undang-undang. Sebagai contoh, penyusunan UU untuk mengatur perilaku merokok selain harus memperhatikan 11
timing awal dimana seorang remaja mencoba merokok, harus pula memperhitungkan kemungkinan dilakukannya kebiasaan perilaku minum miras setahun kemudian (lihat tabel 4 dan tabel 5). Dan, ada baiknya perancangan UU menggunakan pula basis gender karena adanya perbedaan pola kerentanan antara remaja laki-laki dan perempuan. Selain rekomendasi diatas, usulan juga ditujukan pada desain survey berskala nasional. Mengingat bahwa survey yang menyangkut perilaku hidup seorang manusia sebaiknya memuat sebanyak mungkin informasi dalam rentang horizon usia responden sejauh mungkin, maka survey panel dengan data longitudinal harus segera dilakukan di Indonesia, terutama menyangkut semakin berkembangnya pendekatan-pendekatan analisis yang baru yang menggabungkan beberapa disiplin ilmu sekaligus, sehingga lebih integratif, dinamis, dan menjadi jauh lebih kompleks namun lebih lengkap dengan keterpaduan karakter data yang semakin tinggi. Kelemahan penelitian Kelemahan penelitian ini mengarah pada beberapa aspek pendataan, antara lain: -
Masih sulitnya didapat informasi terbuka dari responden remaja tentang kerentanannya, terutama pada remaja perempuan yang lebih tertutup. Maka teknik sampling alternatif, misalnya teknik sampling snowball mungkin dapat memberikan alternatif yang lebih baik dalam upaya mendapatkan responden yang memberikan informasi lebih valid.
-
Data remaja pada SDKI 2007 menggunakan kerangka responden rumah tangga, dimana salah satu syaratnya adalah orangtua responden remaja memberi ijin pada anaknya untuk mengisi angket. Hal yang menyangkut „moralitas dan rasa malu‟ ini berakibat berkurangnya jumlah data valid dan bertambahnya data missing dalam hasil akhir survey.
-
Pada survey SDKI 2007, responden remaja yang telah menikah tidak digolongkan sebagai „responden remaja‟, akan tetapi diperlakukan sebagai „responden dewasa‟ dengan tipe angket yang berbeda. Akibatnya adalah selain berkurangnya jumlah responden berusia remaja secara signifikan, juga tidak terdeteksinya pola kerentanan mereka hanya karena mereka telah berstatus „menikah‟.
12
-
Pengukuran timing event kerentanan masih sulit dilakukan dalam satuan yang lebih kecil, misalnya bulan atau hari, padahal dalam kasus „terpaksa menikah karena terlanjur hamil‟, angka delay sesungguhnya terukur dalam bulan, bukan tahun seperti dalam survey SDKI.
Daftar Pustaka Cauffman, Elizabeth and Laurence Steinberg (2000), “(Im)maturity of Judgment in Adolescence: Why Adolescents May Be Less Culpable Than Adults,” Behavioral Sciences and the Law, 18 (6), 741–60. Dahl, Ronald E. (2004), “Adolescent Brain Development: Vulnerabilities and Opportunities: Keynote Address,” in Adolescent Brain Development: Vulnerabilities and Opportunities, Vol. 1021, Ronald E. Dahl and Linda Patia Spear, eds. New York: Annals of the New York Academy of Sciences, 1–22 Dugerdil, Sauvain, Claudine, Gakou, Basoutoura, Berthe Fatou, Dieng, Abdoul Wahab, Ritchard, Gilberth, and Lerch, Mathias, The Start of the Sexual Transition in Mali: Risks and Opportunities, Studies in Family Planning, Volume 39, No. 4, December 2008, 263-280, The Population Council, Inc, 2008 Elder, G. H., Jr., Life Course Dynamics. Ithaca, NY: Cornell University Press, 1985 Elder, G. H., Perspectives on the life course. In G.H. Elder, ed. Life course dynamics: Trajectories and transitions, 1968–1980. Ithaca: Cornell University Press, 1985 Hair, Joseph F, Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Blackwell, William C., Multivariate Data Analysis, Fifth edition, Prentice-Hall International, USA, 1998 Sharma, Subhash, Applied Multivariate Techniques, 1996, John Wiley and Sons, Inc. OUTLOOK, volume 16, January 2000, PATH-UNFPA, ISSN:0737-3732 Wu, Lawrence L., Event History Model for Life Course Analysis, in. Handbook of the Life Course, pp 477-501, 2003 The World Programme of Action for Youth on Health, www.un.org/youth, diakses 26 Juni 2009 Xenos, Peter, Events Information and the Life Course Framework in Young Adult Reproductive Health (YARH) Survey Studies of Adolescent Risk, Journal of Population Series, East-West Center, No 108-1, 2001
13