13 METODE PENELITIAN Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan hasil simulasi melalui
pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data,
digunakan desain model
persamaan struktural dengan nilai parameternya seperti dinyatakan pada Gambar 1. Model ini terdapat dalam file EX64D.LS8 pada paket program LISREL 8.30 (Jöreskog & Sörbom 1996a). Alasan digunakan model ini adalah kelengkapan dan kesederhanaannya (Suwarno 2001). Lengkap dalam arti model ini memuat peubah laten bebas dan tak bebas. Sederhana karena model ini hanya terdiri dari tiga peubah laten dan enam peubah manifes.
0.68
0.77
Y1
0.40
0.85
Y2
0.27
0.13
0.81
Y3
0.35
0.04
0.83
Y4
0.31
η1 0.29
X1
0.84
ξ1 0.59
X2
0.64
-0.56
0.57
−0.21
η2 0.50
Gambar 1 Desain model persamaan struktural. Keterangan :
ξ1 = social economic status η1 = alien67 η 2 = alien71 Χ1 = education index Χ 2 = social economic index
14 Y1 = anomia67 Y2 = powerless67 Y3 = anomia71 Y4 = powerless71 Spesifikasi parameter model yang bersesuaian dengan diagram lintas pada Gambar 1 adalah : 0 ⎞ ⎛ λ11y 0 ⎞ ⎛ 0.77 ⎜ y ⎟ ⎜ ⎟ λ21 0 ⎟ ⎜ 0.85 0 ⎟ ⎜ Λy = , = ⎜ 0 λ32y ⎟ ⎜ 0 0.81 ⎟ ⎜⎜ ⎟ ⎜ ⎟ y ⎟ 0.83 ⎠ ⎝ 0 λ42 ⎠ ⎝ 0 ⎛ λ11x ⎞ ⎛ 0.84 ⎞ Λx = ⎜ x ⎟ = ⎜ ⎟, ⎝ λ21 ⎠ ⎝ 0.64 ⎠ 0⎞ ⎛ 0 0⎞ ⎛ 0 В= ⎜ ⎟=⎜ ⎟, ⎝ β 21 0 ⎠ ⎝ 0.57 0 ⎠
Ψ = diag (ψ 11 ,ψ 22 ) = diag(0.68, 0.50), Φ = φ11 = 1.00, ⎛ γ ⎞ ⎛ −0.56 ⎞ Г = ⎜ 11 ⎟ = ⎜ ⎟, γ − 0.21 ⎝ ⎠ ⎝ 21 ⎠
Θδ = diag( θ11δ ,θ 22δ ) = diag(0.29, 0.59), ⎛ θ11ε ⎞ ⎛ 0.40 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ε 0 0.27 0 θ 22 ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ Θε = ε = ⎜ θ 31 0 θ33ε ⎟ ⎜ 0.13 ⎟ 0 0.35 ⎜⎜ ⎜ ⎟ ε ε ⎟ ⎟ 0.04 0 0.31⎠ ⎝ 0 θ 42 0 θ 44 ⎠ ⎝ 0
15 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Matriks Koragam Model
Pembangkitan Data ( PRELIS 2.30 )
Ukuran Contoh N=100,200,300, 400 dan 500
ML
Kelayakan Model
Sebaran - Normal - Tidak Normal
Pendugaan Parameter (LISREL 8.30)
GLS
WLS
Bandingkan
ULS
MARB
Simpulkan
Gambar 2 Diagram alur penelitian. Berdasarkan diagram pada Gambar 2, maka tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan matriks koragam yang dihasilkan dari parameter-parameter model. 2. Membangkitkan data berdasarkan matriks segitiga bawah ( lihat Lampiran 2) dari matriks input model pada Gambar 1 dengan ukuran contoh 100, 200, 300, 400 dan 500. Dari masing-masing gugus data digunakan dua asumsi yaitu menyebar
16 normal ganda dan tidak menyebar normal ganda. Program yang digunakan adalah
PRELIS 2.30. 3. Menduga parameter model persamaan struktural berdasarkan matriks koragam contoh yang diperoleh pada tahap 2 dengan menggunakan program LISREL 8.30. Metode yang digunakan dalam pendugaan parameter ini adalah ML, WLS, GLS dan ULS. 4. Membandingkan besarnya nilai MARB parameter dugaan masing-masing metode serta ukuran kelayakan model dugaan untuk masing-masing gugus data. 5. Menyimpulkan MARB
kekonsistenan masing-masing metode berdasarkan besarnya
parameter dugaannya. Dalam hal ini MARB yang lebih kecil
menunjukkan bahwa metode yang digunakan lebih baik atau relatif konsisten. Sementara ketepatan masing-masing metode didasarkan pada ukuran kelayakan model. Bias dan MARB
Bias adalah selisih antara nilai harapan suatu statistik dengan parameternya. Misalkan
θ$ adalah statistik penduga parameter θ, maka bias dugaan parameter θ$ dilambangkan dengan b( θ$ ) yang dirumuskan sebagai: b( θ$ ) = E( θ$ ) – θ
(21)
di mana E( θ$ ) adalah nilai harapan atau nilai tengah dari θ$ . Untuk mengetahui bias yang terjadi pada suatu metode terhadap suatu model secara menyeluruh digunakan ukuran Mean Absolute Relative Bias (MARB) yaitu rata-rata dari nilai mutlak bias relatif keseluruhan parameter model. Menurut Hoogland dan Boomsma (1998), nilai MARB didefinisikan sebagai berikut: 1 t θˆ − θ MARB ( θˆ i) = ∑ i i ; t i =1 θi
i = 1, 2, 3, ..., t
(22)
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Metode Penduga Parameter
Fungsi pengepasan untuk metode GLS, ML, ULS dan WLS yang dinyatakan pada persamaan (11), (12), (13) dan (14) merupakan fungsi minimum tak berkendala. Syarat perlu untuk menentukan minimum suatu fungsi, katakanlah f(θ) adalah dengan menyamakan turunan parsial f(θ) terhadap θi dengan nol untuk mendapatkan nilai θi . Jika θ berukuran t × 1, maka
∂f (θ ) = 0, ∂θi
untuk i = 1, 2, …, t
(23)
Syarat cukup bagi nilai θi untuk meminimumkan f(θ) adalah matriks dari turunan parsial kedua, ∂ 2 f (θ ) / ∂θ∂θ ' definit positif pada θi . Dari persamaan (23) diperoleh sejumlah persamaan θi dalam θ. Dalam beberapa kasus aljabar sederhana, solusi dari
θi dapat diturunkan dari t persamaan (23). Misalnya, dalam regresi linier berganda di mana fungsi
f(θ) adalah jumlah dari kuadrat sisaan dan θ terdiri dari parameter-
parameter regresi yang tidak diketahui, maka persamaan (23) menghasilkan t persamaan linier dalam θi . Solusi eksplisit dari parameter-parameter regresi ini baik jika diketahui. Dalam model persamaan struktural umum di mana f ( θ) adalah fungsi pengepasan FGLS, FML, FULS dan FWLS, maka persamaan (23) menghasilkan t persamaan parameter yang secara tipikal tak linier sehingga solusi eksplisit dari parameter-parameter ini biasanya tidak dapat diperoleh. Dalam kasus peminimuman
seperti ini diperlukan
metode
numerik. Metode numerik dalam kasus peminimuman ini dimulai dari sebuah fungsi objektif yang akan diminimumkan. Dalam hal ini, fungsi objektifnya adalah FGLS, FML, FULS dan FWLS. Tujuan dari metode ini adalah mengembangkan sederetan nilai-nilai θ sedemikian sehingga vektor terakhir dalam deretan itu meminimumkan salah satu fungsi objektif di atas. Nilai pertama dari θ diberi simbol θ(1), yang kedua θ(2) dan seterusnya sampai θ(l). Tiga kunci pokok dalam peminimuman numerik adalah : 1. Pemilihan nilai awal.
18 2. Aturan perpindahan dari suatu iterasi keiterasi berikutnya. 3. Aturan pemberhentian iterasi. Nilai awal mempengaruhi peminimuman numerik, antara lain menentukan jumlah iterasi yang diperlukan untuk memperoleh solusi akhir. Pengambilan nilai awal yang dekat dengan solusi akhir biasanya akan mengurangi iterasi yang diperlukan. Sebaliknya, nilai awal yang jauh dari solusi akhir akan meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan minimum lokal daripada minimum global atau tidak menemukan suatu solusi yang konvergen. Ada beberapa strategi untuk menyeleksi nilai awal. Salah satunya adalah menggunakan suatu prosedur noniteratif untuk menduga parameter model. Program LISREL 8.30 dari Jöreskog and Sörbom (1989) menyediakan suatu teknik variabel instrumental secara otomatis untuk tujuan ini. Kunci berikutnya adalah bagaimana aturan untuk melangkah dari θ(i) ke θ(i+1). Kriteria dasarnya adalah bahwa pergerakan
θ(1), θ(2), ..., θ(l) harus berakibat pada
menurunnya nilai-nilai fungsi pengepasan. Idealnya, untuk setiap langkah nilai F(θ(i+1)) kurang dari
F(θ(i)). Walaupun demikian, deretan nilai-nilai fungsi pengepasan tidak
selalu turun secara monoton. Dalam hal ini, gradien fungsi pengepasan dapat dijadikan petunjuk ke arah mana nilai fungsi pengepasan akan menurun atau sebaliknya. Secara umum, suatu gradien negatif menyarankan bahwa pemilihan nilai parameter harus meningkat demikian pula sebaliknya. Misalkan θ$ adalah vektor dugaan dari parameter ( i +1) mengikuti prosedur : yang tidak diketahui maka pemilihan nilai θ$
θ$
( i +1)
dengan g(i)
(i ) = θ$ - C(i)g(i)
(24)
(i ) adalah gradien vektor ∂F / ∂θ$ pada θ$ dan C(i) adalah matriks definit
positif. Umumnya C(i) merupakan matriks identitas. Kunci terakhir dalam peminimuman numerik adalah kapan berhentinya suatu iterasi. Beberapa kriteria di antaranya adalah jika perbedaan nilai fungsi pengepasan dari suatu iterasi ke iterasi berikutnya kurang dari suatu bilangan yang sangat kecil yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria lain adalah jika terdapat perbedaan yang kecil nilai parameter yang diduga dari suatu iterasi ke iterasi berikutnya. Ini menunjukkan bahwa metode telah konvergen.
19 Metode Kemungkinan Maksimum (ML)
Fungsi pengepasan untuk metode ML dapat dilihat pada persamaan (11). Dalam hal ini diasumsikan bahwa Σ(θ) dan S adalah definit positif. Umumnya, FML adalah fungsi tak linier yang lebih kompleks dari parameter-parameter struktural sehingga solusi eksplisitnya tidak selalu ditemukan. Oleh karena itu, prosedur numerik secara iteratif diperlukan untuk menemukan parameter-parameter model yang tidak diketahui. Penduga ML mempunyai beberapa sifat penting. Pertama, meskipun tak bias pada sampel yang kecil, penduga ML adalah tak bias secara asimtotis. Kedua, penduga ML adalah konsisten (plim θ$ = θ di mana θ$ adalah penduga ML dan θ adalah parameter populasi). Ketiga, penduga ML efisien secara asimtotis sehingga di antara penduga yang konsisten tak satupun yang mempunyai ragam asimtotis yang lebih kecil. Selanjutnya, sebaran dari penduga ML mendekati suatu sebaran normal jika ukuran sampel meningkat Atau dengan kata lain, penduga-penduga tersebut menyebar normal asimtotis sehingga jika diketahui standar error dari parameter yang diduga maka rasio antara parameter yang diduga dengan standar errornya harus mendekati distribusi-Z pada contoh yang besar. Metode Kuadrat Terkecil Umum (GLS)
Penduga GLS menyebar normal ganda dan efisien secara asimtotis. Walaupun demikian, FGLS mempunyai batasan-batasan yang ketat. Jika sebaran peubah-peubah pengamatan mempunyai nilai kurtosis yang terlalu besar atau terlalu kecil maka koragam asimtotis dari sij dan sgh dapat diturunkan dari N −1 (σ igσ jh + σ ihσ jg ) . Pertimbangan lain adalah agar ketika asumsi dari S terpenuhi , sifat-sifat dari penduga adalah asimtotis. Sangat kurang diketahui bagaimana prilaku penduga GLS pada ukuran contoh yang kecil, tetapi kelihatan bahwa ia mempunyai bias yang menuju nol dalam ukuran sampel yang kecil. Metode Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (ULS)
Metode ULS meminimumkan jumlah dari kuadrat setiap elemen di dalam matriks sisaan S - Σ(θ). Matriks sisaan dalam kasus ini terdiri dari selisih antara matriks koragam sampel dengan matriks koragam model yang bersesuaian. Fungsi pengepasan dari metode
20 ini dinyatakan pada persamaan (13). Sama seperti fungsi penduga parameter yang lain, penduga ULS juga merupakan penduga yang konsisten dan ia tidak memerlukan asumsi khusus dari sebaran peubah yang diamati sepanjang parameternya teridentifikasi. Metode Kuadrat Terkecil Terboboti (WLS)
Adalah metode penduga alternatif yang mengizinkan ketidaknormalan data. Fungsi pengepasan dari metode ini dinyatakan pada persamaan (14). Pada persamaan tersebut s adalah vektor yang terdiri dari
1 2
( p + q)( p + q + 1) elemen yang diperoleh
dengan menempatkan elemen-elemen S dalam sebuah vektor, σ(θ) adalah vektor berorde sama yang bersesuaian dengan Σ(θ), θ adalah vektor t × 1 dari parameter bebas dan W-1 matriks pembobot definit positif yang berukuran
1 2
( p + q )( p + q + 1) × 12 ( p + q )( p + q + 1) .
W dipilih menjadi penduga yang konsisten dari matriks koragam asimtotis s.
Secara umum koragam asimtotis dari sij dengan sgh adalah ACOV( sij , sgh ) = N −1 (σ ijgh − σ ijσ gh )
(25)
di mana σ ijgh adalah E ( X i − μi )( X j − μ j )( X g − μ g )( X h − μh ) , σ ij dan σ gh adalah
masing-masing koragam populasi dari X i dengan X j dan X g dengan X h .
Perbandingan Ketepatan dan Kekonsistenan Metode Penduga Parameter
Suatu penduga θ$ N dikatakan penduga yang konsisten bagi θ apabila p lim θ$ N = θ N →∞
(26)
Dari persamaan (26) jelas bahwa θ$ N konvergen dalam peluang ke θ jika ukuran contoh semakin besar. Barisan peubah acak θ$ N berkorespondensi dengan serangkaian fungsi sebaran FN . Jika FN konvergen ke suatu fungsi sebaran F untuk N menuju tak hingga, maka θ$ N dikatakan konvergen dalam sebaran ke F untuk N → ∞ . Ketika p lim θ$ N sama dengan suatu konstanta, maka F adalah sebaran pembangkit jika ia konvergen pada suatu nilai tunggal. Sebaran dari θ$ N sering dipelajari sebagai pendekatan fungsi sebaran. Studi tentang asimtotis atau batasan sebaran berguna dalam situasi batasan sebaran sampel tidak diketahui atau sulit diturunkan. Pada ukuran sampel yang
21 besar, batasan sebaran menjadi pendekatan yang masuk akal untuk sebaran dari suatu peubah acak atau penduga. Fungsi pengepasan untuk metode ML dirumuskan berdasarkan sebaran normal ganda dari sebaran peubah pengamatan. Apabila sebaran bagi peubah pengamatan adalah normal ganda maka metode ML akan menghasilkan penduga yang efisien untuk ukuran contoh yang cukup besar. Asumsi kunci dari metode ML adalah ukuran contoh yang besar. Ini diperlukan untuk memperoleh penduga yang tak bias secara asimtotis (ada kemungkinan akan berbias pada ukuran contoh yang kecil). Menurut Engel (2003), jika data pengamatan menyebar normal ganda, spesifikasi model dilakukan secara benar dan ukuran contoh cukup besar maka metode ML akan menghasilkan parameter dugaan dan standar error yang tak bias, konsisten dan efisien secara asimtotis. Metode GLS menghasilkan penduga yang konsisten. Asumsi yang harus dipenuhi adalah sebaran asimtotis bagi unsur-unsur S adalah normal ganda. Hal ini dapat dipenuhi jika peubah pengamatan menyebar normal ganda. Walaupun demikian asumsi ini juga dipenuhi untuk data pengamatan yang menyebar secara simetrik meskipun bukan normal ganda. Oleh karena itu, metode GLS juga bekerja baik pada data yang tidak menyebar normal ganda dengan ukuran contoh yang besar yakni lebih dari 2500 (Garson 2000). Kurang diketahui perilaku penduga GLS pada contoh yang berukuran kecil, tetapi kelihatannya ia mempunyai bias yang menuju nol pada contoh yang berukuran kecil. Berbeda dengan FML dan FGLS, FULS tidak memerlukan asumsi sebaran normal ganda dari data pengamatan. Salah satu keuntungan dari metode ULS adalah sifat kekonsistenan penduganya. Sehingga pada ukuran sampel yang bertambah besar maka θ$ umumnya konvergen ke θ. Oleh karena itu, walaupun sebaran peubah pengamatan tidak normal tetapi kekonsistenan penduganya dapat dijamin. Penduga WLS mempunyai beberapa kelebihan di antaranya adalah baik digunakan pada data pengamatan yang tidak memenuhi asumsi sebaran normal ganda. Menurut Engel (2003), metode WLS memerlukan asumsi minimal tentang sebaran peubah pengamatan. Studi simulasi dengan menggunakan data yang tidak menyebar normal menunjukkan bahwa hasil uji statistik dengan metode WLS tidak dipengaruhi oleh karakteristik sebaran.
Menurut Garson
(2000), metode WLS baik digunakan bila data pengamatan memiliki ukuran contoh yang sangat besar.
22 Pembangkitan Data
Dari hasil simulasi dengan beberapa pengulangan diperoleh sejumlah gugus data. Persentase bias dugaan parameter selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter dengan menggunakan metode ML, WLS, GLS dan ULS untuk berbagai bentuk sebaran dan ukuran contoh disajikan dalam bentuk boxplot. Nilai bias dan keragaman dugaan parameter yang relatif kecil dari masing-masing metode menunjukkan
kekonsistenan metode tersebut. Hasil-hasil ini
dapat diuraikan sebagai berikut: Model Struktural
Gambaran nilai-nilai bias dan keragaman dugaan parameter model struktural pada semua ukuran contoh dan sebaran disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. B o x plo t of M L , W L S , G L S , U L S v s G A 1 1
B o x pl o t o f M L , W L S , G L S , U L S v s G A 1 1 -0 .3 - 0 .2
-0 .4
- 0 .3
-0 .5 Dugaan
Dugaan
- 0 .4 - 0 .5
-0 .6
- 0 .6
-0 .7
- 0 .7
-0 .8
- 0 .8 GA 1 1
10
0
20
0
30 M
0
40
0
50
0
10
0
20
0
L
30 W
0
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
40
0
50
0
10
0
20
0
S GL
LS
30
0
40
0
50
-0 .9 GA 1 1
0
10
0
20
0
S UL
30 M
0
B o x plo t o f M L , W L S , G L S , U L S v s G A 2 1
0
50
0
10
0
20
0
30 W
0
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
40
0
50
0
40
0
50
0
S UL
S GL
LS
B o x plo t o f M L , W L S , G L S , U L S v s G A 2 1
0 .1
0 .0
0 .0
- 0 .1 - 0 .2
- 0 .1
Dugaan
Dugaan
40
L
- 0 .2
- 0 .3 - 0 .4
- 0 .3
- 0 .5 - 0 .6
- 0 .4 GA 21
10
0
20
0
0
30 M
40
0
50
0
10
0
20
L
0
30 W
0
40
0
50
0
LS
10
0
20
0
30
0
GL
S
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
UL
S
40
0
50
GA 21
0
10
0
20
0
0
30 M
B oxplot of M L , W L S , G L S , U L S v s B E2 1
0
50
0
10
0
20
0
30 W
0
40
0
50
0
LS
10
0
20
0
30
0
GL
S
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
UL
S
B oxplot of M L , W L S , G L S , U L S v s B E2 1
0 .8
0 .8
0 .7
0 .7
Dugaan
0 .6 Dugaan
40
L
0 .5
0 .6 0 .5
0 .4 0 .4 0 .3 0 .2 BE 2 1
0 .3 10
0
20
0
30 M
0
40
0
50
0
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
L
Gambar 3
W
LS
0 0 0 0 0 10 2 0 3 0 4 0 5 0 GL
S
10
0
0 0 0 0 20 3 0 4 0 5 0 UL
S
BE 2 1
10
0
20
0
30 M
0 L
40
0
50
0
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 W
LS
0 0 0 0 0 10 2 0 3 0 4 0 5 0 GL
S
10
0
0 0 0 0 20 3 0 4 0 5 0 UL
S
Dugaan parameter γ 11 (GA11), γ 21 (GA21) dan β 21 (BE21) pada bebagai ukuran contoh dan bentuk sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).
23 Terlihat bahwa pada kedua bentuk sebaran, semua metode relatif lebih konsisten dalam menduga parameter γ 11 (GA11) pada N = 500. Untuk parameter γ 21 (GA21) pada data yang menyebar normal ganda, semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 400 dan N = 500. Sementara untuk parameter β 21 (BE21) baik pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500. Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs PS11
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs PS11
0.9
0.9
0.8
0.8
0.6
Dugaan
Dugaan
0.7
0.5
0.7
0.6
0.4 0.5
0.3 0.2 PS11
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS W
S GL
S UL
0.4 PS11
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs PS22
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS W
S GL
S UL
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs PS22
0.7
0.8 0.7
0.6 Dugaan
Dugaan
0.6 0.5
0.5 0.4
0.4 0.3 0.3 PS22
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50 L M
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
Gambar 4
W
0.2 PS22
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS W
S GL
S UL
Dugaan parameter ψ 11 (PS11) dan ψ 22 (PS22) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).
Gambar 4 menyajikan nilai dugaan untuk matriks koragam bagi ζ yaitu parameter dalam Ψ . Untuk parameter ψ 11 , pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 500. Sementara untuk ψ 22 , pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500 dan pada sebaran tak normal ganda semua metode juga relatif konsisten pada N = 500.
24 Model Pengukuran
Gambaran nilai-nilai bias dan keragaman dugaan parameter bagi model pengukuran untuk parameter-parameter λ11x dan λ21x disajikan pada Gambar 5. Terlihat bahwa untuk menduga parameter λ11x walaupun semua metode menghasilkan bias pada sebaran normal ganda namun keragaman yang kecil dihasilkan pada N = 500. Dalam hal ini semua metode relatif konsisten pada N = 500. Pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 400. Untuk parameter λ21x , pada sebaran normal ganda maupun pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 500. Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LX11
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LX11 1.05
1.1
1.00 0.95 Dugaan
Dugaan
1.0
0.9
0.8
0.90 0.85 0.80 0.75 0.70
0.7 LX11
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
0.65 LX11
0.8
0.8
0.7
0.7
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS W
S GL
S UL
0.6
0.5
0.6
0.5 LX21
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LX21
0.9
Dugaan
Dugaan
Boxplot of ML, ML, WLS, GLS, ULS vs LX21
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 ML
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 ML
0 0 0 0 0 1 0 2 0 3 0 40 50 LS W
0 0 0 0 0 10 20 3 0 4 0 5 0 S GL
0 0 0 0 0 10 20 30 40 5 0 S UL
0.4 LX21
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS W
S GL
S UL
Gambar 5 Dugaan parameter λ11x (LX11) dan λ21x (LX21) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter bagi model pengukuran untuk y disajikan pada Gambar 6.
25
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 11
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 11
0.95
0.90
0.90 0.85
0.80
Dugaan
Dugaan
0.85
0.75
0.75 0.70
0.70
0.65
0.65 0.60 LY11
0.80
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50 L M
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
0.60 LY11
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 21
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50 L M
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 21
1.05
1.00
1.00 0.95
0.90
Dugaan
Dugaan
0.95
0.85 0.80
0.90 0.85 0.80
0.75 0.75 0.70 LY21
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
LY21
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 32
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 32
1.1
1.00 0.95
1.0
Dugaan
Dugaan
0.90 0.9
0.8
0.85 0.80 0.75
0.7
0.6 LY32
0.70 0.65 0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
LY32
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 42
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs LY 42 1.00
0.95
0.95
0.90
Dugaan
Dugaan
0.90 0.85 0.80
0.85 0.80
0.75
0.75
0.70
0.70
LY42
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
Gambar 6 Dugaan
LY42
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50 L M
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 4 0 50
LS
S GL
S UL
W
parameter λ11y (LY11), λ21y (LY21), λ32y (LY32) dan λ42y (LY42)
pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri
dan tak normal ganda pada kolom kanan).
26 Dari Gambar 6 terlihat bahwa untuk menduga parameter λ11y (LY11) pada kedua sebaran semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500. Sementara itu, untuk menduga parameter λ21y (LY21) pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 300 dan N = 400, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 500. Hal ini berlaku juga untuk parameter-parameter
λ32y (LY32) dan λ42y (LY42). Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter θ11δ dan θ 22δ disajikan pada Gambar 7. Boxplot of ML, WL S , GLS , ULS vs TD1 1
Boxplot of ML, WL S , GLS , ULS vs TD1 1
0.6
0.6 0.5
0.5
0.4 0.3 Dugaan
Dugaan
0.4 0.3 0.2
0.1 0.0 -0.1
0.1
-0.2
0.0 T D11
0.2
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
-0.3 T D11
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50 L M
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TD2 2
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TD2 2
0.8
0.8
0.7
0.7
Dugaan
Dugaan
0.6 0.5
0.6
0.5 0.4 0.4
0.3 T D22
10
0
20
0
30 M
0 L
40
0
50
0
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 W
LS
10
0
20
0
30
0
S GL
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
40
0
50
T D22
0
S UL
10
0
20
0
30 M
δ
0
40
0
50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0
L
W
LS
10
0
20
0
30
0
S GL
40
0
50
0
10
0
20
0
30
0
40
0
50
0
S UL
δ
Gambar 7 Dugaan parameter θ11 (TD11) dan θ 22 (TD22) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Terlihat bahwa pada sebaran normal ganda dalam menduga parameter θ11δ semua metode relatif lebih konsisten pada N = 400, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500. Sementara itu, dalam menduga parameter θ 22δ , pada sebaran normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 400 dan N = 500, demikian pula pada sebaran tak normal ganda.
27 Gambaran nilai bias dan keragaman dugaan parameter θ11ε , θ 22ε dan θ33ε disajikan pada Gambar 8. Terlihat bahwa untuk menduga parameter θ11ε pada sebaran normal ganda, semua metode relatif konsisten pada N = 500, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif lebih konsisten pada N = 400. Sementara itu, untuk menduga parameter θ 22ε baik pada sebaran normal ganda maupun tak normal ganda, semua metode relatif konsisten pada N = 300 dan N = 400. Untuk menduga parameter θ33ε pada sebaran normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 300 dan N = 400, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 400. Boxplot of ML, WLS, GLS , ULS vs TE1 1 0.6
0.5
0.5 Dugaan
Dugaan
Boxplot of ML , WLS , GL S , ULS vs TE1 1 0.6
0.4
0.3
0.3
0.2 T E11
0.4
0.2 0 0 0 0 0 1 0 2 0 3 0 40 5 0 L M
0 0 0 0 0 1 0 2 0 3 0 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 1 0 2 0 30 4 0 5 0
LS
S GL
S UL
W
TE11
0 0 0 0 0 1 0 2 0 3 0 40 5 0 L M
0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
0.2 0.1
S UL
W
0.2
0.0 10
0
20
0
30
0
M
0 0 40 5 0
10
0
20
0
L
30 W
0
0 0 40 5 0
10
0
20
0
LS
30
0
0 0 40 50
10
0
20
0
S GL
T E22
0 0 0 30 4 0 5 0
10
0
20
0
S UL
30
0
M
0 0 40 5 0
10
0
20
0
L
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TE3 3
30 W
0
0 0 40 5 0
10
0
20
0
LS
30
0
0 0 40 50
10
0
20
0
S GL
0 0 0 30 4 0 5 0 S UL
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TE3 3
0.6
0.6
0.5
0.5
Dugaan
0.4 Dugaan
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
S GL
0.1
0.0 T E22
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TE2 2
0.5
Dugaan
Dugaan
Boxplot of ML , W L S , GL S , U L S v s TE2 2
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50
0.3
0.4 0.3
0.2 0.2 0.1 0.0 T E33
0.1 10
0
20
0
30
0
M
L
0 0 40 5 0
10
0
20
0
30 W
0
LS
0 0 40 5 0
10
0
20
0
30
0
S GL
0 0 40 50
10
0
20
0
0 0 0 30 4 0 5 0 S UL
T E33
10
0
20
0
30
0
M
L
0 0 40 5 0
10
0
20
0
30 W
0
LS
0 0 40 5 0
10
0
20
0
30
0
S GL
0 0 40 50
10
0
20
0
0 0 0 30 4 0 5 0 S UL
Gambar 8 Dugaan parameter θ11ε (TE11), θ 22ε (TE22) dan θ33ε (TE33) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan).
28 Gambar 9 menyajikan gambaran nilai bias dan keragaman dugaan untuk parameter
θ31ε dan θ 42ε . Terlihat bahwa pada sebaran normal ganda, untuk menduga parameter θ31ε semua metode relatif lebih konsisten pada N = 500, sedangkan pada sebaran tak normal ganda semua metode relatif konsisten pada N = 400. Sementara untuk parameter θ 42ε kekonsistenan dugaan semua metode pada sebaran normal ganda terjadi pada N = 400, sedangkan pada sebaran tak normal ganda pada N = 300. Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs TE31
Boxplot of ML, WLS, GLS, ULS vs TE31
0.4
0.30 0.25
0.3
Dugaan
Dugaan
0.20 0.2
0.1
0.15 0.10 0.05
0.0 0.00 -0.1 TE31
-0.05 0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 5 0
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
TE31
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
Boxplot of ML , WLS , GL S , ULS vs TE4 2
0.20
0.20
0.15
0.15
0.10
0.10
0.05
Dugaan
Dugaan
Boxplot of ML , WLS , GL S , ULS vs TE4 2
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50 L M
0.00
0.05 0.00
-0.05 -0.05 -0.10 -0.10
-0.15 T E42
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
T E42
0 0 0 0 0 10 2 0 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 4 0 50
0 0 0 0 0 10 20 3 0 40 50
0 0 0 0 0 1 0 20 30 40 5 0
LS
S GL
S UL
W
Gambar 9 Dugaan parameter θ31ε (TE31) dan θ 42ε (TE42) pada berbagai ukuran contoh dan sebaran (normal ganda pada kolom kiri dan tak normal ganda pada kolom kanan). Dari uraian di atas terlihat bahwa nilai parameter dugaan masing-masing metode mengalami fluktuasi
seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Fluktuasi nilai
parameter dugaan ini terjadi di sekitar parameter penduga dengan bias yang bervariasi. Persentase bias parameter dugaan ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentase bias terbesar umumnya dihasilkan dalam pendugaan parameter θ 44ε (TE44) oleh semua metode pada semua ukuran contoh, sedangkan persentase bias terkecil umumnya dihasilkan dalam pendugaan parameter ϕ11 (PH11) oleh semua metode pada semua ukuran contoh.
29 Kekonsistenan Metode Penduga Parameter
Kekonsistenan metode penduga parameter untuk keseluruhan parameter model diukur berdasarkan nilai MARB hasil dugaannya. Dalam hal ini, suatu metode dikatakan konsisten jika nilai MARB dugaannya kecil. Gambar 10 menyajikan boxplot MARB dugaan parameter ditinjau dari metode dan ukuran contoh pada sebaran normal ganda. Boxplot Ukuran Contoh pada Sebaran Normal Ganda 0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
MARAB
MARB
Boxplot Metode pada Sebaran Normal Ganda 0.5
0.2
0.1
0.1
0.0 METODE
0.2
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL W L
S L S S GL M UL W L
0 10
0 20
0 30
0 40
0 50
0.0 CONTOH
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
LS
S GL
S UL
W
Gambar 10 Boxplot MARB pada sebaran normal ganda. Dari Gambar 10 terlihat bahwa pada data yang menyebar normal ganda, semakin besar ukuran contoh maka semakin konsisten metode penduga parameter. Hal ini dapat dilihat dari nilai MARB yang semakin kecil. Ini disebabkan karena semakin besar ukuran contoh maka sebaran dari parameter dugaan mendekati normal sehingga parameter-parameter hasil dugaan mendekati parameter model. Dari Gambar 10 terlihat bahwa nilai MARB semua metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menyebabkan terjadinya perubahan kekonsistenan masing-masing metode. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan metode sensitif terhadap ukuran contoh. Sensitivitas dari kekonsistenan metode ini terjadi pada N = 300 dan N = 400. Untuk mengetahui adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh maka dilakukan uji Tukey terhadap MARB
dengan menggunakan General
Linear Model. Uji ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji kehomogenan ragam dan beda nilai MARB masing-masing metode pada setiap ukuran contoh dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji menunjukkan bahwa keragaman nilai MARB masingmasing metode pada setiap ukuran contoh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil uji juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai MARB masing-
30 masing metode pada N = 100, N = 200, N = 300 dan N = 400. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji Tukey terhadap nilai MARB yang menunjukkan adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh terlihat pada Tabel 1 sampai Tabel 5. Tabel 1 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh 100 Subset METODE ULS
N 25
1 .23660284 .23733504
2
ML
25
WLS
25
.27954384
GLS
25
.28079144
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa metode ML dan ULS berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = 100 metode ML dan ULS lebih konsisten. Tabel 2 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh 200 Subset METODE ULS
N 25
1 .18978248
ML
25
.19016836
GLS
25
.19126920
WLS
25
2
.23409864
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa metode ML, ULS dan GLS berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = 200 metode ML, ULS dan GLS lebih konsisten. Tabel 3 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh 300 METODE
N
Subset
ML
25
1 .15400812
2
WLS
25
.15772182
ULS
25
.19736212
GLS
25
.19739376
31 Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa metode ML dan WLS berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki MARB dengan rata-rata terkecil. Ini menunjukkan bahwa pada N = 300 metode ML dan GLS lebih konsisten. Tabel 4 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh 400 METODE
N
Subset
ULS
25
1 .15232060
GLS
25
.15524612
ML
25
.15605400
WLS
25
2
.19934328
Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa metode ML, GLS dan ULS berada pada satu kelompok yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa pada N = 400 ketiga metode tersebut lebih konsisten. Tabel 5 Hasil Uji MARB untuk sebaran normal ganda pada ukuran contoh 500 METODE
N
Subset
ULS
25
1 .12398404
ML
25
.12690400
WLS
25
.13017812
GLS
25
.14866312
Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa keempat metode berada pada satu kelompok yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekonsistenan antara keempat metode. Ini berarti bahwa pada N = 500 semua metode memiliki kekonsistenan yang sama. Berdasarkan hasil uji Tukey terhadap MARB di atas terlihat bahwa pada data yang menyebar normal ganda metode ML lebih konsisten pada semua ukuran contoh. Hal ini sesuai dengan Garson (2000) bahwa metode ML baik digunakan pada data yang menyebar normal ganda. Hal ini disebabkan oleh terpenuhinya asumsi kenormalan ganda peubah-peubah pengamatan dan sifat definit positif pada matriks koragam sampel S. Karakteristik matriks S sangat mempengaruhi kekonsistenan metode ini. Metode GLS konsisten pada N = 200, N = 400 dan N = 500. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
32 metode ML lebih baik dari GLS. Hal ini disebabkan oleh karakteristik matriks koragam S sebagai matriks pembobot W. Karakteristik matriks S ini erat kaitannya dengan ukuran
contoh. Sementara metode WLS lebih konsisten pada N = 300 dan N = 500. Metode ini juga baik digunakan pada data yang menyebar ganda. Menurut Bollen (1989), hal ini disebabkan karena sifat matriks pembobotnya yang merupakan matriks koragam asimtotis. Meskipun metode ULS tidak memerlukan asumsi sebaran, namun ukuran contoh erat kaitannya dengan unsur-unsur matriks S. Boxplot Metode pada Sebaran Tak Normal Ganda
Boxplot Ukuran Contoh pada Sebaran Tak Normal Ganda
0.4 0.4
0.3 MARB
MARB
0.3
0.2
0.1
0.0 METODE
0.2
0.1
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL WL
S L S S GL M UL W L
S L S S GL M UL W L
0 10
0 20
0 30
0 40
0 50
0.0 CONTOH
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 L M
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
0 0 0 0 0 10 20 30 40 50
S GL
LS
S UL
W
Gambar 11 Boxplot MARB pada sebaran tak normal ganda. Gambar 11 menyajikan nilai MARB dugaan parameter pada sebaran tak normal ganda ditinjau dari metode dan ukuran contoh. Tampak bahwa nilai MARB semua metode semakin kecil dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan semua metode semakin meningkat dengan bertambahnya ukuran contoh. Hal ini disebabkan karena semakin besar ukuran contoh maka sebaran dari parameter dugaan mendekati normal sehingga parameter-parameter hasil dugaan mendekati parameter model. Dari Gambar 11 terlihat bahwa nilai MARB semua metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Ini menyebabkan terjadinya perubahan kekonsistenan semua metode. Ini menunjukkan bahwa kekonsistenan metode sensitif terhadap ukuran contoh. Sensitivitas metode ini terjadi pada N = 200, N = 300 dan N = 400. Untuk mengetahui adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh maka dilakukan uji Tukey terhadap MARB dengan menggunakan General Linear Model. Uji
ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji
kehomogenan ragam dan beda nilai MARB masing-masing metode pada setiap ukuran contoh
dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji menunjukkan bahwa keragaman nilai
33 MARB semua metode pada setiap ukuran contoh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil uji juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai MARB semua metode pada setiap ukuran contoh. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji Tukey terhadap nilai MARB yang menunjukkan adanya perbedaan kekonsistenan masing-masing metode pada setiap ukuran contoh terlihat pada Tabel 6 sampai Tabel 10. Tabel 6 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh 100 METODE
N
Subset 1 .16117647
2
ULS
25
WLS
25
.27125112
GLS
25
.28153721
ML
25
.28637420
Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa metode GLS, WLS dan ML berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata relatif besar. Dengan demikian, pada N = 100 metode ULS lebih konsisten. Tabel 7 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh 200 METODE
N
Subset
WLS
25
1 .18001499
ULS
25
.18330854
GLS
25
.23098116
ML
25
.23832935
Dari Tabel 7 di atas terlihat bahwa metode
2
WLS dan ULS berada pada satu
kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = 200 metode WLS dan ULS lebih konsisten.
34 Tabel 8 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh 300 METODE
N
Subset
GLS
25
1 .14927563
2
ULS
25
.15399203
WLS
25
.19113350
ML
25
.19935009
Dari Tabel 8 di atas terlihat bahwa metode GLS dan ULS memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = 300 metode GLS dan ULS lebih konsisten. Tabel 9 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh 400 METODE
N
Subset
ULS
25
1 .15798614
WLS
25
.16014318
GLS
25
.16237082
ML
25
2
.20847099
Dari Tabel 9 di atas terlihat bahwa metode WLS, GLS dan ULS berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Dengan demikian, pada N = 400 metode WLS, GLS dan ULS lebih konsisten. Tabel 10 Hasil Uji MARB untuk sebaran tak normal ganda pada ukuran contoh 500 METODE
N
Subset
ULS
25
1 .12584138
GLS
25
.12744794
WLS
25
.12949074
ML
25
2
.17008787
Dari Tabel 10 di atas terlihat bahwa metode ULS, GLS dan WLS berada pada satu kelompok yang homogen dan memiliki nilai MARB dengan rata-rata terkecil. Ini berarti bahwa pada N = 500 ketiga metode tersebut lebih konsisten. Dari uraian di atas terlihat bahwa metode ML tidak konsisten pada data pengamatan yang tidak menyebar normal ganda. Hal ini terjadi karena tidak terpenuhinya asumsi
35 kenormalan ganda bagi peubah-peubah pengamatan. Metode WLS digunakan jika data pengamatan tidak menyebar normal ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda metode WLS tidak konsisten pada N = 100 dan N = 300. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat ketaknormalan peubah pengamatan. Sementara itu, dari hasil analisis menunjukan bahwa metode GLS konsisten pada data yang tidak menyebar normal ganda khususnya pada N = 300, N = 400 dan N = 500. Hal ini disebabkan karena
walaupun bentuk sebarannya tak normal tapi ia masih simetris.
Metode ULS konsisten pada ukuran contoh tertentu baik pada data yang menyebar normal ganda maupun pada data yang tidak menyebar normal ganda. Dari hasil uraian di atas jelas bahwa masing-masing metode konsisten tidak hanya pada suatu gugus data dengan sebaran dan ukuran contoh tertentu. Informasi ini sangat menarik dan memungkinkan digunakannya suatu metode pada data pengamatan dengan karakteristik yang berbeda. Di samping itu, secara realistis sulit untuk mendapatkan data pengamatan yang menyebar normal ganda. Hasil di atas dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menggunakan alternatif sebaran yang lain yang menghasilkan dugaan parameter dengan konsistensi yang relatif sama. Ketepatan Metode Penduga Parameter
Ketepatan metode penduga parameter didasarkan pada hasil uji kelayakan model. Hasil uji kelayakan model yang pendugaan parameternya menggunakan metode ML, WLS, GLS dan ULS masing-masing dapat dilihat pada Tabel 11 sampai Tabel 14. Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa metode GLS relatif lebih baik untuk pengepasan data. Hal ini terlihat dari nilai khi-kuadrat yang relatif kecil dengan nilai p-value lebih dari 0.05. Perubahan nilai khi-kuadrat seiring dengan bertambahnya ukuran contoh disebabkan oleh perubahan nilai fungsi pengepasan pada masing-masing ukuran contoh. Secara umum, metode GLS lebih baik dalam mengepas data walaupun dengan tingkat ketepatan yang berbeda.
36 Tabel 11 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode GLS Sebaran
Kriteria
Kritis
Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value NORMAL RMSEA ≤ 0.08 RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80 Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value TAK RMSEA ≤ 0.08 NORMAL RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80
100 4.7424 0.4905 0.0355 0.2020 0.9884 0.9344 3.9788 0.5093 0.0453 0.0153 0.9896 0.9428
200 4.8096 0.4348 0.0404 0.1354 0.9924 0.9628 5.5172 0.3932 0.0349 0.0211 0.9940 0.9600
Ukuran Contoh 300 400 6.1700 6.7404 0.3553 0.3276 0.0336 0.0338 0.1238 0.1111 0.9944 0.9956 0.9676 0.9724 4.8680 5.9992 0.4437 0.3267 0.0233 0.0313 0.0091 0.0087 0.9964 0.9952 0.9744 0.9756
500 5.8996 0.3238 0.0232 0.0935 0.9988 0.9808 5.9440 0.3545 0.0274 0.0077 0.9980 0.9808
Untuk metode ML nilai uji kelayakan model pada semua ukuran contoh dan bentuk sebaran dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode ML Sebaran
Kriteria
Kritis
Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value NORMAL RMSEA ≤ 0.08 RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80 Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value TAK RMSEA ≤ 0.08 NORMAL RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80
100 3.9452 0.5283 0.0248 0.1788 0.9872 0.9288 3.3532 0.5547 0.0180 0.0170 0.9900 0.9420
200 4.3176 0.4601 0.0256 0.1254 0.9924 0.9624 4.8828 0.4192 0.0299 0.0141 0.9936 0.9584
Ukuran Contoh 300 400 5.6220 6.2432 0.3727 0.3396 0.0303 0.0312 0.1160 0.1052 0.9944 0.9956 0.9672 0.9724 4.5628 5.6332 0.4526 0.3417 0.0244 0.0291 0.0538 0.0082 0.9960 0.9948 0.9740 0.9752
500 5.5952 0.3357 0.0217 0.0898 0.9988 0.9447 5.6428 0.3647 0.0259 0.0074 0.9980 0.9804
Pada Tabel 12 terlihat bahwa nilai khi-kuadrat mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran contoh. Hal ini disebabkan karena nilai khi-kuadrat ini dipengaruhi oleh nilai fungsi pengepasan. Namun demikian secara umum metode ML sudah baik dalam mengepas data pada semua ukuran contoh walaupun dengan tingkat ketepatan yang berbeda. Hasil uji kelayakan model dengan metode ULS dan WLS pada berbagai ukuran contoh dan bentuk sebaran dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14.
37
Tabel 13 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode ULS Sebaran
Kriteria
Kritis
Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value NORMAL RMSEA ≤ 0.08 RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80 Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value TAK RMSEA ≤ 0.08 NORMAL RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80
100 3.9424 0.5282 0.0251 0.1636 1.0000 0.9952 3.4112 0.5440 0.0178 0.0123 1.0000 0.9976
200 4.3212 0.4611 0.0257 0.1497 1.0000 0.9992 4.8556 0.4202 0.0538 0.0133 0.9604 0.9992
Ukuran Contoh 300 400 5.6072 6.1768 0.3729 0.3998 0.0301 0.0592 0.1082 0.0944 1.0000 0.9626 0.9988 1.0000 4.5608 5.6144 0.4524 0.3421 0.0214 0.0290 0.0081 0.0076 1.0000 1.0000 0.9992 1.0000
500 34.6704 0.3128 0.0218 0.0812 1.0000 0.9984 5.6380 0.3647 0.0259 0.0069 1.0000 1.0000
Tabel 13 memperlihatkan bahwa hasil uji kelayakan model dengan metode ULS pada kedua bentuk sebaran dan semua ukuran contoh sudah memenuhi titik kritis. Ini berarti bahwa metode ULS relatif tepat dalam menduga parameter model tanpa mempertimbangkan asumsi sebaran dari peubah pengamatan. Tabel 14 Hasil Uji Kelayakan Model dengan metode WLS Sebaran
Kriteria
Kritis
Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value NORMAL RMSEA ≤ 0.08 RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80 Khi-Kuadrat Relatif kecil ≥ 0.05 p-value TAK RMSEA ≤ 0.08 NORMAL RMSR Relatif kecil GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.80
100 4.2948 0.4748 0.0358 0.3212 0.9912 0.9548 3.3528 0.5378 0.0143 0.0197 0.9984 0.9820
200 4.2424 0.4653 0.0249 0.1837 0.9932 0.9684 4.9632 0.4100 0.0303 0.0139 0.9988 0.9848
Ukuran Contoh 300 400 5.6012 6.5100 0.3709 0.3291 0.0303 0.0327 0.1575 0.1282 0.9940 0.9952 0.9704 0.9740 4.6248 5.7428 0.4513 0.3347 0.0222 0.0300 0.0100 0.0098 0.9996 1.0000 0.9908 0.9908
500 5.7712 0.3295 0.0225 0.1088 0.9988 0.9816 5.2256 0.3664 0.0260 0.0104 1.0000 0.9924
Pada Tabel 14 terlihat bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda semua ukuran kelayakan model sudah memenuhi titik kritis. Hal ini menunjukkan bahwa pada data yang tidak menyebar normal ganda, metode WLS relatif lebih tepat dalam menduga parameter model.
38 Dari uraian diatas terlihat bahwa semua ukuran kelayakan model dari semua metode pada semua ukuran contoh sudah memenuhi titik kritis. Ini berarti bahwa semua metode sudah layak mengepas data pengamatan pada berbagai ukuran contoh dan bentuk sebaran. Namun demikian, besaran nilai ukuran kelayakan model bervariasi. Perbedaan nilai ukuran kelayakan model ini sangat dipengaruhi oleh ukuran contoh dan bentuk sebaran.