III.
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknobio-Pangan, Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada bulan Februari 2016 sampai Juni 2016.
B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, oven, talenan, timbangan digital (Phoenix Instrument BTD-323), baskom plastik, erlenmeyer, stirer, gelas ukur, hot plate, sendok, moizturizer balance (Phoenix Instrument BM-65),colour reader, cawan aluminium, tabung reaksi, rak tabung reaksi, propipet, Laminar Air Flow (ESCO), autoklaf (Hi-Clave HVE-50), texture analyzer (Llyod Instrument), gunting, colony counter, petridish, inkubator (Memmert), blender (Miyako), sendok teh, panci, plastik bening, labu ukur, lemari asam, alat destilasi, gelas beker, buret, statif, trigalski, kulkas, mikropipet, mikrotip, jarum ose, kompor (Rinai), kain saring, kertas saring Whatman no 41, tanur, spektrofotometer, probe, vortex (Phoenix Instrument RS-VA 10). Bahan yang digunakan adalah pati tapioka merk Gunung Agung, dan jeruk nipis yang didapat dari Superindo Yogyakarta, sedangkan bahan-bahan lainnya antara lain etanol 95%, asam asetat, iod 2%, aquadest, aquadest steril, kalium sorbat, gliserol, silika gel, Nutrien Agar, biakkan Staphylococcus aureus, daging ayam, bawang putih, lada, tepung tapioka, air, katalisator N, H2SO4 pekat, medium Mannitol Salt Agar, medium Plate Count Agar, asam berat, 22
23
indikator MR, indikator BCEMr, NaOH, kertas lakmus, batu didih, alkohol 70%, HCl, dan kertas payung.
C. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) yang disusun dengan 2 faktor dan masing-masing faktor terdiri dari 3 level. Faktor pertama adalah perlakuan (tanpa pengemas, plastik, edible coating jeruk nipis 0%, edible coating jeruk nipis 1%) dan faktor kedua adalah lama penyimpanan (0, 1, 2, 3, dan 4 hari) masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rancangan Percobaan perbandingan perlakuan dan lama penyimpanan Lama Penyimpanan (hari) Perlakuan Ulangan 0 (A) 1 (B) 2 (C) 3 (D) 4 (E) 1 Aw1 Bw1 Cw1 Dw1 Ew1 2 Aw2 Bw2 Cw2 Dw2 Ew2 Tanpa Pengemas 3 Aw3 Bw3 Cw3 Dw3 Ew3 1 Ax1 Bx1 Cx1 Dx1 Ex1 2 Ax2 Bx2 Cx2 Dx2 Ex2 Plastik 3 Ax3 Bx3 Cx3 Dx3 Ex3 1 Ay1 By1 Cy1 Dy1 Ey1 Edible Coating 2 Ay2 By2 Cy2 Dy2 Ey2 Jeruk Nipis 0% 3 Ay3 By3 Cy3 Dy3 Ey3 1 Az1 Bz1 Cz1 Dz1 Ez1 Edible Coating 2 Az2 Bz2 Cz2 Dz2 Ez2 Jeruk Nipis 1% 3 Az3 Bz3 Cz3 Dz3 Ez3 D. Cara Kerja Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap pengujian. Tahap pertama adalah prosedur pembuatan pati singkong dan pembuatan air perasan jeruk nipis. Tahap kedua adalah pembuatan edible coating. Tahap ketiga adalah
24
pengujian zona hambat edible coating. Tahap keempat adalah pembuatan bakso, dan tahap kelima adalah pengawetan bakso. 1. Proses Ekstraksi Pati (Meilina dkk., 2011) dengan modifikasi Tapioka direndam dengan aquades sebanyak 5 kali berat tapioka yang akan diekstrak selama 45 menit. Selanjutnya tapioka dituangkan ke atas kain saring dan diperas sampai cairan keluar sebanyak mungkin. Cairan hasil perasan dituangkan kembali ke atas kain saring lain dan dibiarkan tanpa dilakukan pemerasan sampai tidak ada cairan yang turun dari kain saring. Filtrat yang dihasilkan kemudian didiamkan selama 12 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 41. Pati yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 5 jam. Analisis pati tapioka, meliputi : a) Uji Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997) Pertama-tama cawan porselin dipanakan dalam oven, kemudian diletakkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel pati sebanyak 2 gram. Sampel dipijarkan dalam tanur dengan suhu 550oC selama 8 jam sampai diperoleh abu berwarna keputihputihan. Cawan porselin didinginkan dan dieksikator. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan rumus : πΎππππ πππ’ =
[(πππππ‘ πππ€ππ + πππ’) β πππππ‘ πππ€ππ] π₯ 100% πππππ‘ π πππππ ππ€ππ
25
b) Uji Kadar Air (Sembiring, 2009) dengan modifikasi Alat moisturizer balance dihidupkan dan dinolkan angkanya. Sebanyak 10 gram sampel pati ditempatkan dalam cawan aluminium. Alat moisturizer balance ditutup dan ditunggu sampai memberikan tanda. Angka yang tercatat pada alat moisturizer balance dibaca dan dicatat kadar airnya. c) Penentuan Kadar Amilosa Pati Singkong (Retnaningtyas dan Putri, 2014) Pati 100 mg ditambah dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N dan dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi pati. Larutan dibiarkan dingin dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air sampai tanda tera di labu ukur. Sebanyak 5 ml dari larutan campuran tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Setelah itu, larutan campuran ditambah 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Kemudian ditambah air sampai batas tera dan didiamkan selama 20 menit. Absorbansinya diukur menggunakan sprektofotometer dengan panjang
gelombang
590
nm
dan
dihitung
kadar
amilosanya
menggunakan rumus : % Amilosa =
X . faktor pengenceran x 100% gr sampel .1000
Keterangan : X
: hasil perhitungan dari pengukuran absorbansi sampel
26
2. Prosedur Pembuatan Air Perasan Jeruk Nipis (Pradani, 2012) Jeruk nipis di potong menjadi 2 bagian. Kemudian, jeruk nipis diperas dan airnya dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Air perasan jeruk nipis disaring menggunakan kertas saring sampai didapatkan cairan sebanyak 5 ml. Setelah itu air perasan jeruk nipis yang didapat dibuat dengan berbagai konsentrasi dan divortex. 3. Pembuatan Edible Coating dari pati singkong dan konsentrasi air perasan jeruk nipis (Warkoyo dkk., 2015) dengan modifikasi Proses Pembuatan edible coating yaitu sampel pati ditimbang dengan konsentrasi 2% (b/vtotal) dan ditambah aquadest sampai dengan 100 ml. Kemudian, ditambah dengan gliserol 10% (b/v) dan kalium sorbat 0,6% (b/v). Setelah itu, larutan dipanaskan di atas hotplate stirrer sampai terjadi gelatinisasi (suhu Β± 85oC) dan dipertahankan selama 5 menit. Suspensi hasil pemanasan didinginkan hingga suhu 37oC.
Setelah itu,
ditambahkan ekstrak antibakteri dengan konsentrasi 0%, 0,2%, 0,5%, dan 1% (v/vtotal) dan diaduk kembali dengan stirer supaya homogen. 4. Uji Antibakteri Berdasarkan luas zona hambat dengan metode sumuran (Pelczar dan Chan, 1988 dengan modifikasi) Kultur bakteri Staphylococcus aureus dari agar miring diambil sebanyak satu ose dan diinokulasikan pada 20 ml medium NB. Inokulum dikocok, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Inokulum bakteri yang telah diinkubasi diinokulasikan pada medium MSA dalam petridish sebanyak 100 Β΅l secara spread plate, lalu medium dibuat 4 sumuran menggunakan perferator nomor 3 dengan diameter lubang 6 mm.
27
Edible coating dengan konsentrasi jeruk nipis 0%, 0,2%, 0,5%, dan 1% ditambahkan pada setiap sumuran yang berbeda sebanyak 10 Β΅l. Medium diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Luas zona hambat yang terbentuk dapat dihitung dengan rumus : π2 2 π1 2 Luaszonahambat = 3,14 π₯ {( ) β ( ) } 2 2 d2= d terpanjang+d terpendek 2
Keterangan : d1 = diameter sumuran (cm) d2 = rata-rata diameter zona hambat (cm) 5. Tahap pembuatan bakso (Wibowo, 2005) dengan modifikasi Daging ayam sebanyak 500 g dibersihkan dari lemak permukaan dan dipotong
kecil-kecil
dan
dihaluskan.
Setelah
daging
dihaluskan,
ditambahkan lada 1 sdt, bawang putih 2 siung, dan tapioka 150 g dan diaduk sampai tercampur rata. Adonan yang dicampur diuleni sampai kalis, dan adonan didiamkan selama 10 menit. Kemudian, adonan dicetak menjadi butiran bakso menggunakan sendok teh dan dimasukkan ke dalam air yang sudah mendidih. Jika bakso sudah mengapung ke atas, butiran bakso diangkat dan ditiriskan. 6. Pelapisan Edible Coating pada Bakso (Warkoyo dkk., 2015) dengan modifikasi Bakso dicelupkan pada larutan edible coating yang masih selama 5 menit. Setelah itu, bakso yang telah dilapisi ditiriskan dan dikeringkan
28
menggunakan oven selama 30 menit dengan suhu 50oC kemudian disimpan dalam tempat steril pada suhu kamar. 7. Tahap pengawetan Bakso Bakso terlebih dahulu dicuci dan ditiriskan. Pengawetan bakso diberi 4 perlakuan masing-masing perlakuan berjumlah 1 bakso tanpa pengemas, bakso dibungkus dengan plastik bening, bakso dilapisi dengan coating tanpa antibakteri, dan coating diberi antibakteri jeruk nipis. Penyimpanan bakso dilakukan pada suhu kamar dan diamati pada hari ke-0 sampai hari ke-4. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk uji mikrobiologis (uji total mikrobia dan uji Staphylococcus aureus) dan uji organoleptik (warna, tekstur, dan lendir), sedangkan uji kimia (uji kadar air dan uji kadar protein), dan uji fisik (warna, tekstur) dilakukan pada hari ke-0 dan pada hari ke-4. 8. Uji Sifat Mikrobiologi a) Uji Total Mikrobia (Fardiaz dan Margino, 1993) Sampel bakso diambil sebanyak 10 gram dan dilarutkan ke dalam 90 mL aquadest steril kemudian divortex selama 2 menit sampai tercampur homogen. Pengenceran 10-1 larutan diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam aquadest steril pengenceran 10-2 dan dibuat seri pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 masing-masing diambil sebanyak 0,1 mL dan diinokulasikan pada medium Plate Count Agar dalam petri secara spread plate kemudian diratakan dengan trigalski. Setelah itu, petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh
29
dihitung menggunakan colony counter. Jumlah total mikroorganisme dihitung menggunakan rumus : πΎπππππ πππ πππ€ππ =
ππ’πππβ ππππππ π₯ 1/πππππππππππ πππ€ππ
b) Uji Staphylococcus aureus (Badan Standarisasi Nasional, 2011) Secara aseptis sampel bakso sapi diambil secara acak dan dipotong kecil-kecil. Sampel bakso sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam wadah steril. Sampel bakso sapi diencerkan dengan 45 ml larutan aquadest steril kemudian divortex selama 2 menit sampai tercampur homogen untuk pengenceran 10-1. Pengenceran diambil sebanyak 100 mikroliter dan diinokulasikan ke medium Mannitol Salt Agar kering dalam petri secara spread plate lalu diratakan dengan trigalski. Inokulum dibiarkan kira-kira 10 menit hingga terserap ke dalam medium Mannitol Salt Agar kering. Apabila inokulum belum terserap, cawan petri diletakkan dalam inkubator dengan posisi menghadap ke atas sekitar 1 jam. Setelah itu, cawan petri dibalik dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Koloni Staphylococcus aureus pada Mannitol Salt Agar mempunyai ciri-ciri koloni kuning, dikelilingi zona kuning serta mengubah warna medium MSA dari merah menjadi kuning. Jumlah koloni Staphylococcus aureus yang tumbuh di medium dicatat dan ditentukan dengan rumus :
30
π΄πΏπ =
βπΆ {[(1 π₯ π1 ) + (0,1 π₯ π2 )]π₯ π}
Keterangan : βC n1 n2 D
: jumlah koloni pada cawan petri : jumlah petri pada pengenceran pertama : jumlah petri pada pengenceran kedua : pengenceran pertama yang dihitung
9. Uji Kimia a) Uji Kadar Air Bakso (Sembiring, 2009) Alat moisturizer balance dihidupkan dan dinolkan angkanya. Sebanyak 2 gram sampel bakso setiap perlakuanditempatkan dalam cawan aluminium. Alat moisturizer balance ditutup dan ditunggu sampai memberikan tanda. Angka yang tercatat pada alat moisturizer balance dibaca dan dicatat kadar airnya. b) Uji Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997) Penentuan kadar protein menggunakan metode mikro kjeldal. Sampel bakso sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam labu dan ditambahkan katalisator N sebanyak 1 gram dan H2SO4 pekat sebanyak 5 ml untuk didestruksi dalam lemari asam sampai cairan menjadi jernih kemudian didinginkan. Cairan yang sudah dingin dituangkan ke dalam alat destilasi, lalu ditambah dengan asam berat sebanyak 5 ml dan 3 tetes indikator BCEMr, NaOH 40% sebanyak 25 ml hingga warna biru pada kertas lakmus dan batu didih. Larutan HCl 0,02 N sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambah dengan 5 tetes indikator
31
MR sebagai penampungan. Kemudian filtrat tesebut dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berwarna kuning jerami. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus : %π =
(π π‘ππ‘πππ π π₯ π π»πΆπ π₯ 14,009) π₯ 100% π π πππππ %π = (%π)π₯ 6,25
Keterangan : N D
: nitrogen : protein
10. Uji Fisik a) Pengukuran Warna (Jowitt dkk., 1987) Warna permukaan baksodiukur menggunakan colour reader. Skala yang digunakan adalah skala L (kecerahan), a (warna kromatik campuran merah-hijau), b (warna kromatik biru-kuning)
Pengujian dilakukan
dengan menempelkan sensor pada bakso dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. Nilai L dapat menunjukkan kecerahan bakso. Hasil pengukuran yang berupa nilai L, a, dan b dicatat serta dihitung x, y, %x, %y, dan %z dengan menggunakan rumus : x=
a + 1,75 L 5,645 L + a β 3,012 b
y=
1,786 L 5,645 L + a β 3,012 b
b) Analisis Tekstur menggunakan Lyod Instrument (Winarni, 1995) Sampel bakso dipotong dengan bentuk kubus dan seragam kemudian diletakkan di atas meja objek. Tombol enter pada komputer
32
ditekan hingga jarum penetrometer (probe) akan menekan sampel bakso sampai tidak dapat ditekan lagi. Secara otomatis, jarum penetrometer akan ditarik lagi ke atas, setelah itu alat Universal TestingInstrument akan menampilkan grafik bakso pada layar komputer. Hasil analisa tekstur bakso dapat dibaca dari hasil print out komputer. 11. Uji Organoleptik (Susiwi, 2009) Metode pengujian organoleptik dalam standar ini adalah uji yang digunakan untuk melihat perbedaan kualitas sensori yang meliputi warna, tekstur, dan lendir pada sampel bakso yang terpapar udara, terbungkus plastik, terlapisi edible coating jeruk nipis 0%., dan edible coating yang diberi antibakteri jeruk nipis 1%. Pada penelitian ini, panelis yang digunakan merupakan pencicip perseorangan (individual expert), yaitu peneliti sendiri yang akan menyatakan besaran kesan yang diperolehnya melalui bentuk skala numerik (skoring). 12. Analisis Data (Gaspersz, 1994) Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANAVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika hasilnya menunjukkan hasil yang beda nyata, maka dilanjutkan dengan Duncanβs Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui letak beda nyata antara perlakuan dengan menggunakan program SPSS 16.0.