Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi Kebutuhan
MEREKONSTRUKSI PERSEKUTUAN PERDATA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN PRAKTEK HUKUM DAN BISNIS MODERN (Bagian I)
Gunawan Widjaja ABSTRACT "Maatschap ", as regulated in Indonesian Civil Code, is the simplest form of "cooperation", whereby people ageree that they will jointly put on something (money, goods and or skill), manage, administer and then use it in order to obtain profit and distribute among them. Eventhough the regulation on "Maatschap " has been more than a century, its conception is still valid until today and can be used to explain modern business cooperation. This paper presents that the conception of "Maatschap " can be easily used to explain the relation within a Joint Operation and Loan Syndication. Keywords: Maatschap; Indonesian Civil Code; Cooperation; Valid; Joint Operation;Loan Syndication; Profit. Pendahuluan Persekutuan adalah "suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya", demikianlah rumusan yang diberikan dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Rumusan tersebut memberikan suatu pengertian yang sangat kaya, mengenai bentuk persekutuan, selama dan sepanjang unsur-unsur yang disebutkan 18
dan diberikan dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut terpenuhi. Sayangnya kekayaan makna yang terkandung dalam Pasal 1618 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersebut tidak dipergunakan secara optimum oleh kalangan ahli hukum Indonesia dewasa ini, baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan praktisi hukum. Hanya beberapa akademisi saja yang pernah mengemukakan mengenai keunikan persekutuan ini dalam merekonstruksikan hubungan hukum
Law Review. Fakultas Hukum Vniversitas Pelila Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
yang ada dan terbentuk dalam suatu Persekutuan 1 . Tentunya hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaj i lebih lanj ut. Tidak hanya terbatas mengenai hubungan hukum dalam suatu pemberian sindikasi kredit, melainkan juga pemaknaan persekutuan secara luas. Kehidupan dunia bisnis modern telah sangat maju dan berkembang. Banyak sekali kalangan usahawan dan khususnya praktisi hukum yang melihat dan menyatakan bahwa perkembangan hukum di Indonesia berjalan sangat lambat, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar kehidupan bisnis saat ini hanya diatur berdasarkan perjanjian semata-mata, yang dituangkan berdasarkan pada kesepakatan para pihak. Hal tersebut, dalam beberapa aspek, memang ada benarnya. Dalam pandangan penulis, kenyataan tersebut tidak dapat dipisahkan dari pengaturan mengenai
'J. Satrio dalam Lokakarya Terbatas tentang Kredit Sindikasi, tanggal 20 dan 21 Agustus 2002, mengemukakan bahwa hubungan intern antara pada peserta sindikasi (kredit) adalah merupakan suatu maatscbaap.
Kebutuhan
hukum perjanjian 2 yang bersifat terbuka3. Namun demikian seyogyanya hal tersebut jangan dibuat secara berlebih, hingga melupakan hakekat pengaturan yang diberikan oleh undang-undang. Bukankah Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa "Perjanjian-perjanjian tidakhanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undangundang". Dengan demikian jelaslah bahwa ada batasan-batasan yang diberikan oleh undang-undang atas setiap bentuk perjanjian yang dapat dibentuk atau dibuat secara bebas oleh setiap pihak dalam kehidupan dunia bisnis seharihari. Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan
kajian yang
-' Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa hukum perjanjian berbeda dari hukum perikatan (the law of obligation), yang jauh lebih luasjangkauannya. Hukum perjanjian hanyalah sebagian dari hukum perikatan. ' Lihat ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
19
Widjaja: Merckonstiuksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
mendasar dan konseptual mengenai persekutuan, sebagaimana diatur dalam Bab Kedelapan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, untuk kemudian merekonstruksikan hubungan hukum konseptual yang ada tersebut ke dalam beberapa hubungan hukum bisnis modern yang berkembang di Indonesia. Tulisan ini akan membahas hubungan hukum dalam suatu joint operation dan kredit sindikasi, dalam kerangka hukum Persekutuan.
dalam persekutuan ini selanjutnya akan menjadi milik bersama dari pihak-pihak dalam persekutuan tersebut, yang dapat dipergunakan, dimanfaatkan, dan dikelola oleh pihak-pihak dalam persekutuan untuk memperoleh manfaat bersama bagi persekutuan. 3.
1.
2.
20
dibuat dalam bentuk perjanjian. Keadaan ini membawa konsekwensi hukum bahwa suatu persekutuan harus dibuat oleh dua orang atau lebih. bahwa masing-masing pihak dalam persekutuan berkewaj iban untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan. Sesuatu kebendaan yang dimasukkan ke
adanya
keuntungan
yang
diharapkan dari penggunaan, pemanfaatan, pengelolaan harta bersama yang dimasukkan dalam persekutuan tersebut, yang
Tentang Persekutuan Pada Umumnya Dari rumusan atau definisi yang diberikan dalam Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat diketahui bahwa suatu Persekutuan memiliki sekurangkurangnya unsur-unsur berikut di bawahini:
Kebuluhan
selanjutnya akan dibagikan kepada masing-masing pihak dalam persekutuan. Kedua unsur yang disebut terakhir, dalam pandangan penulis adalah tiga unsur yang mutlak ada, agar suatu perjanjian
yang
dibuat
dapat
dikategorikan sebagai suatu persekutuan. Kedua dua unsur ini adalah unsur esensialia dari persekutuan4. a.
Persekutuan lahir Dari Perjanjian
Dalam kaitannya dengan ketentuan tersebut, penulis hendak mengajak pembaca sekalian untuk 4
Mengenai makna dari unsur esensialia ini dapat dibaca dalam Buku Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.
Law Review, Fakultas Hukum Llniversitas Pelita Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
memperhatikan bahwa yang dimaksud dengan lahirdan perjanjian ini, adalah bahwa persekutuan tunduk pada ketentuan umum mengenai Perikatan yang lahirdari Perjanjian, sebagaimana diatur dalam Bab Kedua Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehubungan dengan hal tersebut, maka persekutuan harus memenuhi asas-asas umum perjanjian, yangterdiri dari:
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjain tersebut (Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di luar kelima asas tersebut, sebagaimana juga dinyatakan dalam asas-asas umum perjanjian, empat syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yaitu: 1.
1.
Kebutuhcm
Asas Personalia, sebagaimana
kesepakatan
mereka
yang
mengikatkan dinnya;
diatur dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang
2.
perikatan;
Hukum Perdata; 2.
3.
Asas konsensual, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Asas Kebebasan Berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 angka 4 jo. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
4.
Asas Itikad Baik, yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
5.
Asas Pacta Sunt Servanda, yang berarti perjanjian yang dibuat secara sah (dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian) berlaku
kecakapan untuk membuat suatu
3.
suatu hal tertentu;
4.
suatu sebab yang tidak terlarang.
juga harus dipenuhi agar persekutuan menjadi sah. Ada satu hal yang perlu penulis sampaikan sehubungan dengan kecakapan untuk bertindak. Masalah kecakapan bertindak yang disyaratkan dalam Pasal 1320 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, harus disertai dengan pemahaman mengenai kewenangan untuk bertindak. Yang dinamakan dengan kewenangan untuk bertindak ini, adalah kapasitas yang harus dipenuhi oleh
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV. No. I, Juli 2004
21
Widjaja: MerekonMruksi
Persekuan perdata unluk Memenuhi
setiap orang (yang cakap untuk bertindak) manakala orang (yang cakap ini) bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Kewenangan untuk bertindak ini, selanjutnya harus dibedakan lagi ke dalam: 1.
kewenangan yang bersifat subjektif, dan
2.
kewenangan
yang
bersifat
Kebutuhan
berwenang secara subjektif, juga berwenang secara objektif, dengan pengertian bahwa apakah orang tersebut, untuk melakukan tindakan hukum tersebut, masih memerlukan suatu perizinan atau persetujuan atau tindakan bersama dari pihak lain atau tidak? Jika ya, berarti tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidaklah sah sepenuhnya, artinya masih terancam dengan kebatalan.
objektif. Hal lain yang juga perlu Yang dinamakan dengan kewenangan yang bersifat subjektif berhubungan dengan fungsi perwakilan yang dijalankan oleh orang perorangan tersebut. Apakah orang perorangan tersebut bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri, untuk kepentingan dari suatu harta bersama yang berada di bawah pengurusannya, untuk kepentingan dan harta kekayaan milik pihak lain yang diserahkan pengurusannya kepadanya? Selanjutnya yang disebut kewenangan yang bersifat objektif adalah kewenangan yang berhubungan dengan harta kekayaan, terhadap mana suatu tindakan hukum akan diambil. Dengan demikian berarti, apakah dalam melakukan tindakan hukum tersebut, seorang yang telah 22
diperhatikan adalah apakah perjanjian yang dibuat tersebut adalah suatu perjanjian yang bersifat konsensuil, perjanjian formil atau perjanjian nil, dengan segala konsekwensi hukumnya.
b.
Kewajiban untuk Memasukkan Sesuatu dalam Persekutuan
Kewajiban untuk melakukan pemasukkan sesuatu adalah ciri khas dari persekutuan yang tidak dapat ditemukan dalam jenis-jenis perjanjian lainnya. Pemasukan ini dalam sudut pandang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilakukan dalam bentuk: 1. uang; 2.
benda;
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan, Vol IV, No I, Juli 2004
Widjaja: Merekunstniksi
3.
Persekuan perdata untuk Memenuhi
1.
keahlian.
Pemasukan ini, kecuali dalam bentuk keahlian, akan menjadi "harta kekayaan persekutuan", yang merupakan harta bersama dari para pihak dalam persekutuan tersebut. Mengenai kepemilikan suatu benda (milik bersama) oleh lebih dari satu orang dapat ditemukan pengaturannya secara umum dalam ketentuan Pasal 526 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Pasal 527 Kitab Undang-Undang
Hukum
Perdata. Dari rumusan kedua pasal tersebut, yaitu Pasal 526 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 527 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan kepemilikan suatu benda oleh lebih dari satu orang ke dalam: 1.
milik bersama yang terikat, yaitu yang diatur dalam Pasal 526 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.
milik bersama yang bebas, yang diatur dalam Pasal 527 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kebutuhun
Milik Bersama yang Terikat Ketentuan Pasal 526 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan pengertian mengenai milik bersama yang terikat, walau demikian dari rumusan ketentuan Pasal 526 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dihubungkan dengan ketentuan Pasal 573 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan ketentuan Pasal 1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat diketahui bahwa sifat dari harta bersama yang terikat tersebut, adalah ibarat suatu warisan yang sudah terbuka, tetapi belum dibagikan kepada para ahli warisnya sekalian. Sebagai suatu warisan yang sudah terbuka, tetapi belum dibagikan kepada para ahli warisnya sekalian, maka setiap orang (dalam hal ini para calon ahli warisnya) tidak diperkenankan untuk berbuat secara bebas dengan harta warisan yang sudah terbuka, tetapi belum dibagikan kepada para ahli warisnya sekalian tersebut. Bagi warisan yang belum terbuka, berlakulah ketentuan Pasal 1334 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi: "Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
Law Review. Fakultas Hukum llniversitas Pelita Harapan. Vol. IV, No. I, Juli 2004
23
Widjaja: Merekonstruksi Pevsekuan perdata untuk Memenuhi Kebutuhan
terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi.... perianjian itu; dengan tidak mengurangi ketentuanketentuanpasal 169,176 dan 178". Dari pasal 1334 ayat 2 tersebut jelaslah bahwa orang tidak dapat membebankan sesuatu atas warisan yang belum terbuka, terlebih lagi untuk mengalihkan hak atas warisan tersebut. Dalam hal pemilik warisan telah meninggal dunia, yang berarti sudah terbukanya warisan, tidak demi hukum para ahli warisnya berhak untuk melakukan tindakan atas benda-benda harta peninggalan pewaris. Hal yang sama juga berlaku terhadap suatu perkumpulan atau persekutuan perdata yang dibubarkan. Dengan dibubarkannya perkumpulan atau persekutuan perdata tersebut, tidak demi hukum pula para pendiri atau sekutunya berhak dan berwenang untuk melakukan suatu perbuatan, baik dalam membebankan maupun mengalihkan benda yang merupakan benda bersama yang terikat tersebut. Misalnya dalam konteks pewarisan, dimana A adalah pemilik 24
bersama dengan B dan C (sebagai ahli waris) atas harta peninggalan X (pewaris). Maka setelah X meninggal, A, B dan C masing-masing memiliki satu pertiga (1/3) bagian dari harta peninggalan X. Sebelum diadakannya pembagian harta peninggalan. A, B maupun C tidak berhak untuk melakukan tindakan hukum atas harta kekayaan X, yang diwanskan kepada A, B dan C tersebut. Setiap tindakan atau perbuatan hukum yang akan dilakukan terhadap salah satu atau lebih harta kekayaan tersebut, di dalamnya terkandung unsur perikatan bersyarat, di mana tindakan atau perbuatan hukum tersebut baru mengikat A, B atau C manakala A, B atau C, setelah pembagian harta peninggalan dilakukan, telah ditetapkan sebagai pemilik dari benda, terhadap mana tindakan atau perbuatan hukum tersebut dilakukan. Misalnya X, setelah meninggal, meninggalkan dua buah kapal laut (senilai tiga milyar rupiah), dua buah mobil dan sebidang tanah dan bangunan (senilai tiga milyat rupiah), depositodan kebun (senilai tiga milyar rupiah). Tindakan A untuk menjaminkan kapal laut yang merupakan peninggalan X tersebut tidaklah demi hukum berlaku, oleh
Law Review, Fakullas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol IV, No I, Juli 2004
Widjuja: Merekonstruksi
Persekuan perdala untuk Memcnulu
karena A tidaklah dapat berbuat bebas dengan kapal laut tersebut. Secara teoretis A hanya mempunyai 1/3 bagian dan kapal laut peninggalan X tersebut, dan karenanya penjaminan hanya mengikat untuk bagian dari milik A tersebut. Ketentuan Pasal 1168 dan Pasal 1169 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa:
Kebutuhan
Sebaliknya,jika dari hasil pembagian harta peninggalan, A memperoleh kedua kapal tersebut, maka hipotek yang dibebankan adalah sah sejak awal (dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1083 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersebut). Ketiada wenangan atau terjadinya suatu perikatan bersyarat atas
Hipotek tidak dapat diletakkan
pembebanan dan pengalihan suatu
selainnya oleh siapa yang berkuasa
benda dalam warisan yang telah
memindahtangankan benda yang
terbuka adalah sama ibaratnya dengan
dibebani itu. (Pasal 1168)
ketiadawenangan seorang sekutu atas
Mereka yang di atas benda tak bergerak hanya mempunyai hak yang sedemikian, yang ditangguhkan oleh suatu syarat, atau yang dalam hal-hal tertentu dapat dibatalkan
atau
dihapuskan, tidaklah dapat memberikan suatu hipotek selainnya yang tunduk pada syarat-syarat pembatalan atau penghapusan yang sama. (Pasal 1169) Selanjutnya dalam hal pembagian harta peninggalan menentukan bahwa A diberikan warisan dalam bentuk mobil dan tanah serta bangunan di atasnya, maka hipotek yang diberikan A menjadi tidak sah sej ak semula, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1083 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
harta persekutuan, atau seorang anggota perkumpulan atas harta perkumpulan tersebut. Ketentuan mengenai ketiadawenangan ahli waris terhadap harta peninggalan yang belum dibagi, sekutu atas harta persekutuan, atau seorang anggota perkumpulan atas harta perkumpulan, tidaklah berati bahwa ahli waris, sekutu atau anggota perkumpulan tersebut tidak berwenang untuk mengalihkan bagiannya dari harta bersama yang terikat tersebut. Untuk ini dapat diperhatikan ketentuan Pasal 511 angka 4 Kitab UndangUndang Hukum Perdata: Dari rumusan Pasal 511 angka 4 tersebut dapat diketahui bahwa bagian
Law Review, Fakullas Hukum ilniversitas Pelita Haiapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
25
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memeiiuhi
dalam persekutuan atau perkumpulan atau perusahaan atau jenis-jenis yang lainnya adalah juga benda, yang berarti dapat dialihkan atau dibebani dengan hak-hak kebendaan yang terbatas sifatnya. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa yang dapat dialihkan dan dibebani tersebut adalah hak para sekutu atau anggota perkumpulan atas bagian dalam harta kekayaan persekutuan atau perkumpulan, dan bukan hak atas bagian masing-masing benda dalam harta kekayaan persekutuan atau perkumpulan tersebut. Atas masing-masing benda dalam harta kekayaan persekutuan atau perkumpulan, tiap-tiap sekutu atau anggota perkumpulan terdapat kepemilikan bersama yang terikat, yang tidak bebas. Tetapi atas bagian harta kekayaan persekutuan atau perkumpulan, yang merupakan hak, sero atau andil mereka, maka tiap-tiap sekutu atau anggota perkumpulan, dapat berbuat bebas. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 1166 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara tegas menyatakan bahwa: Bagian yang tidak terbagi dalam suatu benda tak bergerak yang menjadi kepunyaan beberapa orang bersama26
Kebutuhan
sama, dapat dibebani dengan hipotek. Setelah benda ltu dibagi, maka hipotek tersebut hanyalah tetap terletak di atas bagian yang jatuh pada debitor yang memberikan hipoteknya, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 1341. Dengan demikian jelaslah bahwa atas benda dengan kepemilikan bersama yang terikat, para pemiliknya yang terikat tersebut tidak dapat berbuat bebas dengan benda tersebut. Menurut Pitlo, suatu benda dikatakan dimiliki secara bersama secara terikat apabila suatu benda dimiliki oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, tanpa adanya tujuan dari mereka (orang-orang yang memiliki benda tersebut secara bersama) sejak semula bahwa mereka memang bermaksud untuk memiliki suatu benda secara bersama. Dalam waris, tidak ada maksud dari para ahli waris untuk memiliki benda harta warisan secara bersama-sama, bahkan dalam ketentuan 1066 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan: Tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tidak terbagi.
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan, Vol IV No. I, Juli 2004
Widjaja. Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
Pemisahan harta itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan untuk melakukannya. Namun dapatlah diadakan persetujuan untuk selama suatu waktu tertentu tidak melakukan pemisahan. Persetujuan yang sedemikian hanyalah mengikat untuk selama lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang
Kebutuhan
Pengakuan akan kepemilikan harta bersama secara mandiri oleh persekutuan yang tidak berbadan hukum dapat ditemui dalam putusan HGH tanggal 7 Januari 1926 T. 123-456 bagi persekutuan perdata, yang didasarkan pada rumusan Pasal 1618, Pasal 1640, Pasal 1641 dan Pasal 1645 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
waktu ini, dapatlah persetujuan ini diperbaharui. Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa ternyata undangundang (dalam hal ini Kitab UndangUndang Hukum Perdata) tidak membedakan perlakuan terhadap milik bersama yang terikat ini ke dalam milik suatu perkumpulan yang berbadan hukum dan milik suatu persekutuan yang tidak berbadan hukum, dalam hal pembagian benda-benda yang merupakan milik dari perkumpulan yang berbadan hukum atau persekutuan yang tidak berbadan hukum. Ini membawa konsekwensi bahwa Kitab UndangUndang Hukum Perdata mengakui adanya kepemilikan harta kekayaan secara mandiri oleh perkumpulan yang berbadan hukum atau persekutuan yang tidak berbadan hukum.
2. Milik Bersama yang Bebas Jika pada milik bersama yang terikat, mereka (orang-orang yang memiliki benda tersebut secara bersama) sejak semula memang tidak bermaksud untuk memiliki suatu benda secara bersama; maka dalam milik bersama yang bebas ini, adalah tujuan dari para pihak, dengan kesadaran mereka, bahwa mereka ini bermaksud untuk memiliki secara bersama suatu benda, misalnya dengan cara membeli benda tersebut, dengan mempergunakan uang bersama. Terhadap benda milik bersama yang bebas ini Pasal 1166 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa: Bagian yang tidak terbagi dalam suatu benda tak bergerak yang menjadi kepunyaan beberapa orang bersama-
Law Review, Fakultas Hukum llniversitas Pelita Harapan. Vol. IV, No. I, Juli 2004
27
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan penlala twtuk Memenuhi
sama, dapat dibebani dengan hipotek. Setelah benda itu dibagi, maka hipotek tersebut hanyalah tetap terletak di atas bagian yang jatuh pada debitor yang memberikan hipoteknya, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 1341. Dari rumusan tersebut tampak jelas, bahwa atas bagian mereka masingmasing dalam harta bersama yang bebas, masing-masing adalah bebas untuk berbuat atas bagian mereka masing-masing,
baik
untuk
membebaninya dengan hak kebendaan yang
terbatas
maupun
untuk
menyerahkan atau mengalihkannya kepada pihak lain. Tujuan Memperoleh Keuntungan
Kebutuhan
Tujuan untuk memperoleh keuntungan inilah, yang selanjutnya menjadikan persekutuan sebagai salah satu sarana, yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan bisnis. Hal ini selanjutnya tercermin dalam pembentukan badan-badan usaha yang diatur lebih lanjut dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang, yaitu persekutuan dengan satu nama bersama (Firma), persekutuan komanditer (CV), dan perseroan terbatas (PT) 5 . Dengan ini pula sesungguhnya banyak bentuk kerjasama usaha, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan, yang dapat dijelaskan dengan penerapan konsepsi Persekutuan.
dan Pembagian Keuntungan Yang Diperoleh Hal unik kedua dalam suatu persekutuan perdata adalah bahwa persekutuan perdata dibuat dan dibentuk dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dari keuntungan yang diperoleh tersebut, selanjutnya akan dibagikan secara proporsional kepada para pihak dalam perjanjian "pembentukan" persekutuan, yang merupakan sekutu dalam persekutuan tersebut.
28
Jenis-Jenis Persekutuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak secara tegas membedakan berbagai jenis persekutuan, namun dari rumusan ketiga pasal, yaitu Pasal 5
Pengaturan mengenai Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata saat ini sudah tidak berlaku lagi, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Walau demikian prinsip bahwa suatu perseroan terbatas lahir dari perjanjian, menjalankan usaha (untuk memperoleh keuntungan) tetap dipertahankan.
Law Review, Fakultas Hukum Llniversitax Pelita Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdatu untuk Memenuhi
1621, Pasal 1622 dan Pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat diketahui bahwa, Kitab UndangUndang Hukum Perdata secara gar is besar membagi persekutuan ke dalam: 1.
Persekutuan
umum,
Kebutuhan
terikat. Harta bersama yang terikat ini adalah milik dari orangorang atau pihak-pihak dalam persekutuan. 2.
Persekutuan
khusus,
yaitu
yaitu
persekutuan yang secara khusus
persekutuan harta kekayaan,
dibuat dan dibentuk, dengan tujuan
yang lahir dari Perkawinan. Jika
tertentu. Ketentuan Pasal 1623
kita diperhatikan lebih lanjut
Kitab Undang-Undang Hukum
ketentuan Pasal 1621 Kitab
Perdata menyatakan bentuk-
Undang-Undang Hukum Perdata,
bentukpersekutuan khusus, yaitu:
maka selain dalam bentuk Perkawinan, yang diatur dalam Bab Keenam dan Bab Ketujuh Buku Pertama Kitab UndangUndang Hukum Perdata, undangundang tidak mengenal lagi
a. Persekutuan dengan harta bersama yang terdiri dari benda-benda tertentu, yang akan dipergunakan untuk memperoleh
keuntungan
melaluinya;
persekutuan umum, yang penuh dengan keuntungan.
b. Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dari suatu
Yang menarik dari ketentuan ini adalah bahwa suatu perkawinan, dalam hukum harta kekayaan, dinyatakan sebagai suatu bentuk persekutuan umum, yang penuh dengan keuntungan. Kenyataan ini mempertegas kembali bahwa pada dasarnya suatu persekutuan bukanlah badan hukum, meskipun dalam persekutuan tersebut ada harta milik bcrsama yang
benda atau
benda-benda
tertentu, untuk memperoleh keuntungan
yang
akan
dibagikan untuk kepentingan bersama; c. Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dari hasilhasil yang diperoleh dari benda-benda tertentu; d. Persekutuan sebagai suatu perusahaan (dengan pengerti-
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol IV, No. I, Juli 2004
29
Widjaja: Merekonstruksi
Pcrsekuan pcrdata untuk Memenuhi
Kebutuluin
an bahwajenis persekutuan ini adalah persekutuan yang dilaksanakan secara terus menerus, tanpa suatu jangka waktu tertentu)
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan: Kebendaan pada Umumnya. Jakarta: Prenada Media, 2003.
e. Persekutuan untuk menjalan-
Seri Hukum Harta Kekayaan:
kan suatu kegiatan usaha
Hak Milik dan Kedudukan
tertentu (yang akan berakhir
Berkuasa. Jakarta: Prenada Me-
dengan sendirinya setelah
dia, 2004.
usaha tersebut selesai); f. Persekutuan dari beberapa orang, untuk melaksanakan suatu pekerjaan tetap tertentu (yang didasarkan pada keahlian yang dimiliki oleh para pihak yang menjadi sekutu dalam persekutuan tersebut).
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
bersambung
Daftar Pustaka Hum, Stanley. Syndicated Loans: A Handbook for Banker and Borrower. Cambridge: WoodheadFaulkner, 1990. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003. 30
Law Review. Fakulias Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. IV No I. Juli 2004