Widjaja: Merekonstruksi Persekuan perdata untuk Memenuhi Kebutuhan
MEREKONSTRUKSI PERSEKUTUAN PERDATA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN PRAKTEK HUKUM DAN BISNIS MODERN (Bagian II) Gunawan Widjaja ABSTRACT "Maatschap ", as regulated in Indonesian Civil Code, is the simplest form of "cooperation", whereby people agree that they will jointly put on something (money, goods and or skill), manage, administer and then use it in order to obtain profit and distribute among them. Eventhough the regulation on "Maatschap " has been more than a century, its conception is still valid until today and can be used to explain modern business cooperation. This paper presents that the conception of "Maatschap " can be easily used to explain the relation between a Joint Operation and a Loan Syndication. Keywords: Maatschap; Indonesian Civil Code; Cooperation; Valid; Joint Operation;Loan Syndication; Profit. Joint Operation Sebagai Persekutuan Joint Operation adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan atau konstruksi. Tidak ada suatu ketentuan pun yang secara tegas mengatur mengenai status hukum dari suatu joint operation. Jika kita perhatikan Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 50/ PRI/1991 tanggal 7 Februari 1991, yang menyatakan bahwa:
Usaha kerja sama (joint operation) adalah usaha antara satu atau beberapa perusahaan jasa konstruksi asing dan nasional yang bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa proyek dan tidak merupakan badan hukum baru berdasarkan perundangundangan Indonesia Jelas bahwa, dari rumusan tersebut dapat diketahui suatu joint operation bukanlah badan hukum.
Law Review. Fakuhas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV. No.2. November 2004
118
Widjaja Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
Selanjutnya dari rumusan "usaha antara satu atau beberapa perusahaan jasa konstruksi asing dan nasional yang bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa proyek", dapat diketahui bahwa joint operation didirikan secara khsusus untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang bersifat "sementara", dan akan bubar dengan sendirinya manakala kegitan usaha tersebut telah selesai. Untuk melakukan kegiatan usaha bersama tersebut, maka masingmasing pihak yang membentuk joint operation tersebut akan berkontribusi, sebagai modal untuk menjalankan usaha yang diemban dalam joint operation tersebut. Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa suatu joint operation adalah suatu persekutuan.
Hak dan Kewajiban dalam Joint Operation Dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 50/ PRJ/1991 tanggal 7 Februari 1991, jelas bahwa joint operation bukanlah badan hukum, dan oleh karenanya eksistensi joint operation, dengan segala hak dan kewajiban, tidaklah dapat dilepaskan
Kehuluhan
dari hak dan kewajiban para sekutu yang membentuknya. Dalam setiap persekutuan senantiasa, selalu ada dua jenis hubungan hukum yang menjadi dasar bagi eksistensi dan kelangsungan hidup persekutuan
tersebut.
Kedua
hubungan hukum tersebut adalah: 1.
hubungan hukum intern para sekutu dalam persekutuan tersebut;
2.
hubungan hukum ekstern antara persekutuan dengan pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan persekutuan.
Perjanjian pendirian joint operation adalah perjanjian yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Dengan demikian berarti, jika kita hendak mengetahui bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam suatu joint operation, maka kita harus membaca perjanjian pendirian joint operation mereka, walau demikian secara umum dapat diberikan gambaran sebagai berikut: 1.
Hubungan Intern Para Sekutu dalam Joint Operation
119 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan, Vol. IV, No.2, November 2004
Widjaja Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
Kebutuhan
pandangan penults yang perlu untuk
Untuk hal kedua, batasan mengenai pengurusan diatur dalam ketentuan mengenai persekutuan2.
diperhatikan adalah mengenai masalah
Pengaturan mengenai pengurus-
kepengurusan joint operation tersebut.
an dalam Kitab Undang-Undang
Dalam kaitannya dengan masalah
Hukum Perdata dapat ditemukan
kepengurusan, tidak ada suatu ketentuan
dalam ketentuan Pasal 1639 Kitab
pun yang memberikan definisi,
Undang-Undang Hukum Perdata, yang
pengertian atau penjelasan mengenai
menyatakan:
Untuk mengetahui hubungan intern dalam suatu joint operation, dalam
arti kepengurusan tersebut. Tetapi kala kita perhatikan dan pelahari dengan
Pasal 1639
seksama ketentuan yang diatur dalam
Jika tidak ada janji-janji khusus
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
mengenai cara-caranya mengurus,
maka akan kita dapatkan suatu
harus diindahkan aturan-aturan yang
kesimpulan sederhana, bahwa yang
berikut:
dinamakan dengan pengurusan adalah suatu kegiatan, yang dilakukan oleh seseorang, atau suatu benda yang bukan miliknya sepenuhnya atau yang dimilikinya bersama-sama dengan pihak lain. Dalam konteks yang pertama pengaturan secara uraum dapat ditemukan dalam ketentuan mengenai perwalian, khususnya yang diatur dalam ketentuan Pasal 385 sampai Pasal 408 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata'. 1
Pembatasan mengenai makna pengurusan oleh wali dapat ditemukan dalam Pasal 393, Pasal 400, Pasal 401, Pasal 402, Pasal 403, Pasal 404, Pasal 405 dan Pasal 407 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. terhadap pembatasan-pembatasan yang diberikan tersebut diperlukan suatu persetujuan, izin atau kuasa agar tindakan-tindakan tersebut dapat menjadi sah.
1. para sekutu dianggap secara bertimbal-balik telah memberikan kuasa supaya yang satu melakukan pengurusan bagi yang lainnya. Apa yang dilakukan oleh masingmasing sekutu juga mengikat untuk bagian sekutu-sekutu yang lainnya. meskipun ia tidak telah memperoleh perizinan mereka; dengan tidak mengurang hak mereka ini atau salah seorang 2
Dalam hal ini ketentuan mengenai pengurusan suami atas harta bersama suami-isteri dalam perkawinan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar, oleh karena Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan kesetaraan bertindak dalam hukum bagi laki-laki dan . perempuan dalam perktiw'nan.
Law Review, Fakultas Hukum Universiias Pelita Harapan, Vol IV. No.2, November 2004 >:
120
Widjaja: Merekonstruksi
Pcrsckuan perdata untuk Memenuhi
untuk melawan perbuatan tersebut, selama perbuatan itu belum ditutup; 2.
3.
4.
121
masing-masing sekutu diperbolehkan memakai barang-barang kepunyaan persekutuan asal ia memakainya itu guna keperluan untuk mana barang-barang itu biasanya dimaksudkan, dan asal ia tidak memakainya berlawanan dengan kepentingan persekutuan atau secara yang demikian hingga sekutu lainnya karenanya terhalang turut memakainya menurut hak mereka; masing-masing sekutu berhak mewajibkan sekutu-sekutu lainnya untuk turut memikul biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang-barang kepunyaan persekutuan; tidak seorang sekutu pun tanpa izinnya sekutu-sekutu lainnya, boleh membuat hal-hal yang baru kepada benda-benda tak bergerak kepunyaan persekutuan meskipun ia mengemukakan bahwa hal-hal itu menguntungkan persekutuan.
Kehutuhan
Selanjutnya dalam Pasal 1640 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata' memberikan suatu batasan yang bersifat umum pula, sehubungan dengan pengurusan yang dilakukan tersebut: Para sekutu yang tidak
menjadi
pengurus bahkan tidak diperbolehkan mengasingkan, maupun inenggadaikan barang-barang bergerak kepunyaan persekutuan
atau pun
meletakkan beban-beban di atasnya. Berdasarkan kedua rumusan tersebut dalam Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat diketahui bahwa selain ditentukan secara khusus dalam perjanjian pendirian persekutuan tersebut, dalam hal ini termasuk juga suatu joint operation, maka: a.
setiap sekutu dalam persekutuan (joint operation) adalah pengurus dalam persekutuan tersebut;
b.
dengan ketentuan tersebut di atas, berarti masing-masing sekutu
3
Ketentuan Pasal 1640 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini selanjutnya dipergunakan sebagai dasar pengaturan mengenai sekutu komanditer dalam suatu persekutuan komanditer. Lihat ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Law Review. Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan. Vol. IV. No.2. November 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
berhak untuk bertindak ke Iuar mewakili persekutuan dan mengikat persekutuan, termasuk harta kekayaan persekutuan, kecuali yang tidak bergerak; c.
dengan pengertian mengikat perseroan artinya para sekutu bertanggung jawab untuk bagian penyertaan sekutu tersebut dalam persekutuan;
d.
selanjutnyamasing-masing sekutu adalah berhak untuk mempergunakan harta kekayaan persekutuan, dengan kewajiban untuk menanggung biaya-biaya barangbarang tersebut; selama dan sepanjang penggunaan tersebut adalah sesuai dengan maksud dan tujuan persekutuan.
Kebutuhan
sekutu yang dikecualikan ini hanya akan menjadi sekutu pelepas uang saja4. Sekutu yang demikian tidak dapat mewakili persekutuan. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam suatu persekutuan, setiap sekutu adalah bebas bertindak dalam melakukan pengurusan bagi persekutuan, dan terhadapnya berlakulah ketentuan Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan tidak mengurangi beberapa pengaturan yang berbeda. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata beberapa bentuk pengaturan yang berbeda dari Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di luar Pasal 1640 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata, dirumuskan secara limitatif, yaitu
Jika dilihat dari penjelasan rumusan Pasal 1639 Kitab UndangUndang Hukum Perdata di atas, dapat dilihat pada pokoknya, dalam suatu persekutuan, para pihak adalah bebas mempergunakan dan memanfaatkan harta kekayaan persekutuan (yang berasal dari pemasukkan para pihak) untuk menjalankan usahanya, bagi kepentingan persekutuan. Selanjutnya jika ada salah satu atau lebih sekutu yang dikecualikan, maka terhadap
sebagaimana diatur dalam Pasal 1636, Pasal 1637, dan Pasal 1638 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1636 Sekutu yang dengan suatu janji khusus dalam perjanjian persekutuan ditugaskan melakukan pengurusan persekutuan dapat, biarpun ber4
Lihat Pasal 20 ayal (2) dan ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV, No.2, November 2004
122
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan
perdat untuk Memenuhi Kebutulian
tentangan dengan sekutu-sekutu lainnya, melakukan segala perbuatan yang berhubungan dengan pengurusannya asal dia dalam hal itu berlaku dengan itikad baik. Kekuasaan ini selama berlangsungnya persekutuan tak dapat ditarik kembali tanpa alasan yang sah; namun jika kekuasaan tersebut tidak telah diberikan didalam perjanjian persekutuan melainkan didalam suatu akta yang
kan sesuatu perbuatan pun jika tidak bersama-sama bertindak dengan seorang pengurus lain, maka tak dapatlah pengurus yang satu, tanpa perjanjian baru, bertindak tanpa satu bantuan dan yang lainnya, meskipun orang yang belakangan ini pada sesuatu waktu berada dalam keadaan ketidakmampuan untuk turut melakukan perbuatan-perbuatan pengurusan.
terkemudian, maka dapatlah ia ditarik
Dari rumusan yang diberikan dalam
kembali sebagaimana halnya dengan
tiga pasal tersebut, dapat ditarik
suatu pemberian kuasa biasa.
kesimpulan sebagai berikut:
Pasal 1637 Jika beberapa sekutu telah ditugaskan melakukan pengurusan persekutuan dengan tidak ditentukan apakah yang menjadi pekerjaannya masing-masing, atau dengan tidak ditentukan bahwa yang satu tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apa jika tidak bersama-sama hertindak dengan temantemannya pengurus, maka masingmasing sendirian adalah berkuasa untuk melakukan segala perbuatan yang mengenai pengurusan itu. Pasal 1638 Jika telah diperjanjikan bahwa salah seorang pengurus tidak boleh melaku-
a.
pengangkatan seorang atau lebih pengurus secara khusus dalam suatu persekutuan perdata dapat dilakukan: 1) dalam perjanjian pendirian persekutuan perdata; 2) dalam perjanjian tersendiri, di luar perjanjian persekutuan perdata.
b.
pengangkatan seorang atau lebih pengurus secara khusus dalam perjanjian pendirian persekutuan, mengikat seluruh sekutu hingga persekutuan dibubarkan, kecuali jika perjanjian persekutuan tersebut diubah berdasarkan
123 Law Review. Fakultas Hukum IJniversitas Pelita Hurapan. Vol. IV No. 2. November 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
kesepekatan bersama dan seluruh sekutu dalam perjanjian persekutuan5. c.
pengangkatan seorang atau lebih pengurus secara khusus, yang dibuat di luar perjanjian pendirian persekutuan, berlaku sebagai suatu pemberikan kuasa dari setiap sekutu dalam persekutuan kepada sekutu yang diangkat secara khusus tersebut. Dengan demikian maka pengangkatan pengurus secara khusus tersebut dapat dicabut setiap saat oleh setiap sekutu dalam persekutuan'.
Dengan melihat pada konstruksi tersebut di atas, dan praktek kegiatan joint operation, serta dari definisi mengenai joint operation, yang diberikan, dapat dikatakan bahwa secara umum, berlakulah ketentuan Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bagi joint operation tersebut. 2.
Hubungan Ekstem (antara Joint Operation dengan Pihak Ketiga)
Sebagai suatu persekutuan perdata, Pasal 1642 Kitab Undang-Undang !
6
Lihat Pasal 1338 ayat (2) Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Lihat Pasal 1814 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kebutuhan
Hukum Perdata menyatakan dengan tegas bahwa "Para sekutu tidaklah terikat masing-masing untuk seluruh utang persekutuan; dan masing-masing sekutu tidaklah dapat rnengikat sekutu lainnya, jika sekutu-sekutu lainnya ini tidak memberikan kuasa kepadanya untuk itu". Rumusan ini membawa arti sebagai berikut: a.
pada dasarnya setiap tindakan yang dilakukan oleh pengurus persekutuan, yang tidak dikecualikan untuk bertindak sebagai pengurus dalam suatu persekutuan perdata, adalah utang atau perikatan bagi persekutu-an tersebut7;
b.
dalam hal perikatan atau utang persekutuan tersebut lebih besar dari harta kekayaan persekutuan yang ada, maka tiap-tiap sekutu (yang merupakan pengurus dalam persekutuan) yang membuat perjanjian atau yang mengikatkan dirinya dalam suatu perikatan, bertanggung jawab penuh atas
' Lihat Pasal 1644 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Law Review. Fakullas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV, No.2. November 2004
124
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
kekurangan pemenuhan kewajiban tersebut8. c.
8
Seorang sekutu (yang merupakan pengurus) dalam persekutuan hanya dapat mengikat sekutu lainnya dalam persekutuan tersebut, j ika telah diberikan kuasa khusus bagi sekutu tersebut untuk turut serta dalam hubungan hukum yang dibuat oleh sekutu tersebut. Dengan diberikannnya kuasa tersebut, maka sekutu yang memberikan kuasa tersebut juga terikat untuk bertanggung jawab penuh, jika utang persekutuan (yang dibuat dengan kuasanya) tersebut lebih besar dari harta kekayaan persekutuan, atas jumlah kekurangan pemenuhan utang tersebut. Sehubungan dengan tanggung jawab atas kekurangan pemenuhan tersebut, antara sekutu yang bertindak dengan sekutu yang memberikan kuasa, atau dalam hal lebih dari satu sekutu bertindak bersama-
Dalam hal ini perlu juga untuk diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1630Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ini berarti di luar tanggung jawab terhadap pihak ketiga, terhadap siapa sekutu tersebut melakukan hubungan hukum, iajuga bertanggung jawab terhadap sekutu lainnya atas kerugian persekutuan.
125
Kebutuhan
sama, maka berlakulah ketentuan Pasal 1643 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1643 Para sekutu dapat dituntut oleh si berpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam persekutuan adalah kurang daripada bagian sekutu yang lainnya; terkecuali apabila sewaktu utang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar utangnya menurut imbangan besarnya bagian masingmasing dalam persekutuan. Selanjutnya sesuai juga dengan rumusan Pasal 1644 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, maka setiap janji yang dibuat oleh sekutu bahwa suatu perbuatan telah dilakukan atas tanggungan sekutu hanyalah mengikat sekutu yang melakukan perbuatan tersebut, dan tidak mengikat sekutusekutu lainnya. Dalam hal untuk melakukan perbuatan hukum tersebut telah diperoleh kuasa, maka masingmasing sekutu tersebut pun tenkat untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun dalam persekutuan
Law Review. Fakultas Hukum Ilniversitas Pelila Harapan. Vol IV No.2. Nover.
Widjaja: Merekonstruksi
Peisekuan perdata untuk Memenuhi
Kehutuhan
seorang sekutu memiliki bagian penyertaan yang kurang dari sekutu lainnya. Penyimpangan hanya dimungkinkan jika sebelum perbuatan hukum tersebut dilakukan telah ditetapkan besarnya kewajiban dan tanggung jawab pada sekutu sebesar bagian penyertaan mereka dalam persekutuan.
kuasa tersebut dianggap telah diberikan. Hal tersebut merupakan konsekwensi dari pemakaian nama bersama (Firma). Meskipun dikatakan bahwa suatu firma haruslah didirikan dengan akta otentik, namun ketiadaberadaan akta otentik tersebut tidaklah dapat dipakai untuk merugikan kepentingan pihak ketiga.
Selanjutnya jika kita perhatikan penggunaan nama bersama dalam joint operation, maka sesuai dengan pengertian persekutuan dengan Firma, sebagaimana diatur dalam 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang menyatakan bahwa "Yang dinamakan Persekutuan dengan Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan di bawah satu nama bersama", dapat dikatakan bahwa suatu joint operation adalah juga suatu firma9.
Selanjutnya dengan member lakukan Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya dengan penggunaan nama bersama, suatu joint operation dapat dianggap sebagai suatu firma. Sebagai suatu persekutuan dengan firma, sebagai akibat penggunaan nama bersama, maka sesuai dengan rumusan Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang10, para sekutu dalam Firma bertanggung jawab secara renteng atas seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh firma. Untuk itulah, maka ketentuan Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang secara tegas kembali menentukan bahwa:
Jika dalam suatu persekutuan perdata, setiap sekutu wajib memperoleh kuasa dari sekutu lainnya agar sekutu lainnya dapat diikat dalam perbuatan hukum persekutuan, maka dalam suatu persekutuan dengan firma, * Lihat Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
10
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa "Dalam Persekutuan dengan Firma, tiap-tiap sekutu secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas seluruh perikatan persekutuan".
Law Review, Fakullas Hukum Universitas Pelita Harapan. Vol IV. No.2, November 2004
126
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
Tiap-tiap sekutu yang tidak dikecualikan dart satu sama lain, berhak untuk beriindak, untuk mengeluarkan, dan menerima uang atas nama persekutuan, pula untuk mengikat persekutuan itu dengan pihak ketiga, dan pihak ketiga dengannya.
Kebutuhnn
Kredit Sindikasi Sebagai Persekutuan Antara Bank-Bank Pemberi Kredit Secara umum dikatakan bahwa kredit sindikasi adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh sejumlah bank dan atau lembaga pembiayaan kepada debitor tertentu, dengan mempergunakan syarat-syarat,
Segala tindakan yang tidak bersangkutpautan dengan persekutuan itu, atau yang para sekutu tidak berhak untuk melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan di atas. Jadi dengan demikian, baik persekutuan maupun Firma, pada prinsipnya setiap pengurus berhak untuk mengikat persekutuan (kecuali sekutu yang dikecualikan). Perbedaan pokoknya adalah bahwa dalam persekutuan tidak terjadi tanggung renteng di antara para sekutunya, sebagaimana yang terjadi dalam suatu Firma. Keadaan dan hubungan hukum ini, menunjukkan pada kita semua, bahwa sebelum suatu tindakan atau transaksi hukum dilakukan, sebaiknyalah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu mengenai status, hubungan hukum, hak dan kewajiban pihak yang akan menjadi la wan pihak dalam suatu perjanjian.
ketentuan-ketentuan maupun kondisi yang sama bagi semua bank atau lembaga pembiayaan sebagai kreditor. Kredit sindikasi ini seirngkali disebut juga dengan nama pinjaman sindikasi. Hum" mendefinisikan Syndicated Loan sebagai berikut: A syndicated loan is a loan made by two or more lending institutions, on similiar terms and conditions, using common documentation and administered by a common agent. Dari definisi yang diberikan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam suatu kredit sindikasi selalu ada: 1.
lebih dari satu bank selaku kreditor dalam sindikasi;
2.
masing-masing bank memberikan pinjaman secara bersama-sama,
" Stanley Hum, Syndicated Loans: A Handbook for Banker and Borrower, Cambridge, Woodhead-Faulkner, 1990, hal. 1.
127 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan, Vol. IV, No.2. November 2004
Widjaja: Merekonstruksi Persekuan
perdai (i untuk Memenuhi Kebutuhan
mengatur dan menentukan hak dan
dengan syarat dan ketentuan yang sama, di bahwa pengurusan satu pengurus (agent).
kewajiban para pihak dalam perjanjian
Kedua hal tersebut di atas, jika kita
penting yang diatur di dalamnya antara
coba sandingkan dengan unsur
lain adalah hal-hal yang berhubungan
esensialia dari suatu persekutuan,
dengan kewajiban dari masing-masing
sebagaimana dijelaskan di atas, dapat
bank untuk memberikan pinjaman
dilihat bahwa kedua hal tersebut dapat
sejumlah dan menurut syarat yang
dikategorikan sebagai suatu bentuk
diberikan dalam perjanjian sindikasi
pemasukan dalam persekutuan. Unsur
tersebut, serta penunjukan satu atau
esensialia lainnya dari persekutuan
lebih agent yang akan melakukan
yaitu untuk mencari keuntungan dan
pengurusan untuk kepentingan seluruh
membagi keuntungan yang diperoleh,
bank yang memberikan pinjaman
secara implisit sudah terkesan dalam
tersebut.
pemberian kredit secara bersama
Pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah apakah perjanjian sindikasi ini adalah perjanjian pembentukan persekutuan? Dalam pandangan penulis, perjanjian sindikasi ini bukanlah perjanjian pembentukan persekutuan, oleh karena perjanjian tersebut adalah suatu perjanjian antara para bank dengan nasabah debitor; yang berbeda dari perjanjian pembentukan persekutuan yang seharusnya hanya ditandatangani oleh para bank secara bersama-sama. Dalam prakteknya, perjanjian pembentukan persekutuan antara bank ini tidak pernah ada sama sekali. Yang terjadi adalah kesepakatan bersama dari bank yang turut serta dalam
tersebut. Dengan demikian berarti jika porsi pemberian pinjaman dari masingmasing bank dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk pemasukan dalam persekutuan, dan agent dalam pemberian kredit sindikasi berfungsi dan bertugas sebagai pengurus dalam suatu persekutuan, maka pemberian kredit sindikasi adalah juga suatu bentuk rekonstruksi persekutuan dalam kehidupan bisnis dan hukum yang modern ini. Perjanjian Sindikasi Pemberian Kredit Perjanjian Sindikasi Pemberian Kredit ini adalah perjanjian yang
sindikasi tersebut. Beberapa hal
Law Review, Fakullas Hukum Universilas Pelita Harapan. Vol. IV. No 2. November 2004
128
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
sindikasi tersebut untuk memberikan pinjaman. Kesepakatan ini adalah jawaban terhadap "Invitation"12, yang dikeluarkan oleh salah satu atau lebih bank, kepada bank-bank lain untuk turut serta mengambil bagian dalam sindikasi kredit yang ditawarkan tersebut. Kesepakatan bersama ini, jika dilihat dari persetujuan untuk menyediakan dana hingga sejumlah tertentu yang disebutkan dalam "Invitation " tersebut dapat dikatakan merupakan persetujuan untuk memasukkan sejumlah uang ke dalam suatu persekutuan, yang bertujuan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu,13 yang dalam hal ini adalah untuk memberikan pinjaman secara bersama. Ikatan bersama ini akan hapus atau bubar dengan sendirinya dengan dipenuhinya pembayaran kembali seluruh pinjaman beserta bunga, biaya dan pengeluaran lain yang ditetapkan dalam perjanjian sindikasi tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa di antara bank-bank 12
Untuk penjelasan mengenai makna "Invitation" ini dapat dibaca dalam Bab VII, Syndicated Loans: A Handbook for Banker and Borrower. 13 Lihat Pasal 123 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebagaimanatelah dijelaskan di muka.
Kebutuhan
pemberi kredit sindikasi ada suatu hubungan hukum, yang harus dipenuhi oleh masing-masing bank tersebut, sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat dalam "Invitation" tersebut. Dari penjelasan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya, perjanjian sindikasi ini adalah perjanjian yang bersifat ekstemal, yang dilakukan antara bankbank, secara bersama-sama, dengan debitor. Ini berarti masing-masing bank bertindak untuk dan atas namanya sendiri melakukan tindakan hukum tersebut. Hal ini membawa konsekwensi bahwa masing-masing bank bertanggung jawab atas kemungkinan terjadinya kerugian sehubungan dengan pemberian kredit secara sindikasi tersebut.
Perjanjian Keagenan Dalam pemberian kredit sindikasi tersebut, sebagaimana juga dijelaskan dalam pengertian pinjaman sindikasi tersebut, bank-bank dan atau lembaga keuangan tersebut akan menunjuk suatu pihak (yang disebut dengan nama agent), dan selanjutnya menyerahkan kepada agent tersebut
129 Law Review. FakuUas Hukum Universilas Pelita Harapan. Vol. IV, No.2, November 2004
Widjaja: Merekonstruksi
Persekuan perdata untuk Memenuhi
yang akan menangani segala hal-hal yang berhubungan dengan dokumentasi, administrasi, dan pembayaran atas pinjaman yang diberikan oleh bank-bank dan atau Iembaga-lembaga keuangan tersebut dan/ atau mengenai jaminan pembayaran atas pinjaman yang diberikan kepada bank-bank dan atau Iembaga-lembaga keuangan tersebut. Dengan demikian agent ini, bergantung pada tugas yang dilaksanakan olehnya, dapat terdiri dari administering agent (yang hanya berperan dalam fungsi administrasi pinjaman semata-mata) atau security agent (yang bertugas untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penjaminan pembayaran oleh debitor). Dalam penjelasan yang diberikan di atas, khususnya yang berhubungan dengan ketentuan Pasal 1636 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa pengangkatan seorang sekutu, yang ditugaskan untuk melakukan pengurusan khusus dapat dilakukan dalam: 1.
perjanjian pembentukan persekutuan tersebut;
2.
dalam suatu perjanjian tersendiri, di luar perjanjian pembentukan persekutuan tersebut.
Kebutuhan
Perjanjian keagenan dibuat oleh seluruh bank secara bersama-sama untuk menunjuk salah satu bank sebagai agent yang akan melaksanakan fungsi dokumentasi dan administrasi pinjaman termasuk pembayaran atau pinjaman yang diberikan oleh bank-bank dan atau Iembaga-lembaga keuangan tersebut {Administering Agent) dan/ atau administrasi dan eksekusi jaminan atas pinjaman yang diberikan kepada bank-bank dan atau Iembaga-lembaga keuangan tersebut (Security Agent). Dari hubungan hukum yang dijelaskan di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa: 1. perj anj ian keagenan yang mengi kuti perjanjian pemberian kredit secara sindikasi adalah perjanjian penunjukan pengurus khusus (yaitu sebagai Administering Agent atau Security Agent). 2.
agent hanya dapat bertindak hanya sebatas dan terbatas untuk keperluan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian keagenan tersebut. Dengan demikian berarti masing-masing bank berhak untuk melaksanakan hak mereka dalam perjanjian sindikasi tersebut, kecuali yang secara khusus kepada agent.
IMW Review, Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan. Vol. IV, No.2, November 2004
130
Widjaja: Merekonstruksi
3.
Persekuan perdata untuk Menwhuhi
oleh karena perjanjian keagenan dibuat setelah kesepakatan dalam "Invitation" (yang merupakan perjanjian pembentukan persekutuan bagi bank-bank dalam sindikasi), maka keagenan tersebut dapat dicabut setiap saat oleh bank, menurut syarat-syarat yang ditetapkan dalam perjanjian keagenan, dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan yang memaksa, yang berlaku bagi pemberian kuasa pada umumnya.
Dalam konstruksi hukum tersebut di atas, sesuai dengan kesepakatan dalam "Invitation" yang disetujui, maka masing-masing bank atau lembaga keuangan tidaklah berhak untuk melakukan tuntutan secara sendiri-sendiri, secara mendahulu, atas semua piutang yang diberikan secara bersama-sama oleh seluruh bank dan atau lembaga keuangan. Hak tersebut dengan perjanjian keagenan diberikan kepada agent yang selanjutnya memiliki hak dan wewenang untuk melakukan tuntutan untuk dan atas nama seluruh bank secara keseluruhan, guna meminta agar debitor tersebut melakukan pelunasan sekaligus dan
131
Kehuluhan
menyeluruh secara pari passu dan pro rata terhadap piutang masing-masing bank dan atau lembaga keuangan tersebut. Dari penjelasan yang diberikan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pada prinsipnya dalam perjanjian sindikasi ada hubungan hukum persekutuan, yang dapat dilihat dan tercermin dalam berikut: 1.
masing-masing bank berkewajiban untuk memberikan sejumlah pinjaman sebagaimana yang telah disepakati untuk diberikan berdasarkan persetujuan atas "Invitation" yang diserahkan sebelumnya.
2.
masing-masing bank dan atau lembaga keuangan pemberi pinjaman bertanggung jawab sepenuhnya atas pinjaman yang diberikan oleh mereka, yang berarti masing-masing bank atau lembaga keuangan adalah kreditor terhadap debitor.
3.
untuk menj amin kepentingan dari semua bank dan atau lembaga keuangan tersebut, ditunjuklah agent yang akan mewakili tindakan dan kepentingan mereka yang terkoordinasi dengan debitor.
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan, Vol IV, No.2, November 2004
Widjaja: Merekonstruksi Persekuan perdata untuk Mcmenuhi Kebutuhan
4.
agent bertanggungjawabsepenuhnya dan bertindak untuk dan atas nama serta bagi kepentingan seluruh kreditor untuk menjamin agar masing-masing bank dan atau lembaga keuangan mendapatkan pelunasan secara pan passu dan pro rata untuk seluruh pinjaman yang dibenkan mereka.
Intermasa, 1986. Subekti, R. Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1985. Subekti, R. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, cetakan ke-5, 1978. Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 1985. Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab
Penutup Dari penjelasan yang telah diberikan di atas, dapat dilihat bahwa hubungan hukum yang ada dalam joint operation dan pemberian kredit secara sindikasi dapat dilihat dan dikonstruksi sebagai suatu bentuk hubungan persekutuan. Dengan rekonstruksi yang demikian, maka dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait dengan kegiatan-kegiatan joint operation dan atau pemberian kredit secara sindikasi tersebut.
Kepustakaan Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur Bandung, 1973. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata tentang Hak atas Benda. Jakarta:
Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan. Jakarta: Pradnya Paramita, 1986. Subekti, R. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1996. Soekardono. R. Hukum Dagang Indonesia; Jilid I (bagian kedua). Jakarta: CVRajawali, 1985. Tan, Thong Kie. Studi Notariat: Serba Serbi Praktek Notaris (Buku I). Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000. Vollmar, HFA. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I. Terjemahan IS Adiwimarta. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Vollmar, HFA. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II. Terjemahan IS Adiwimarta. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Law Review, Fakullas Hukum Universilas Pelila Harapan. Vol IV. No.2. November 2004
132