Mereka Penambang “SEPERTI Texas di Amerika Serikat kan,” ujar seorang warga Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, yang keberatan namanya disebut. Komentar singkat itu disampaikan ketika blokBojonegoro masuk ke kawasan sumur minyak tua di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro. Tiang pancang dari besi dan kayu jati tampak berdiri di mana-mana, tepatnya di kawasan perbukitan dan lembah di Desa Wonocolo. Lokasi yang luasnya sekitar 50 hektar lebih itu kini menjadi tumpuan harapan bagi investor, penambang, dan pekerja minyak sumur tua. Ada sumur minyak peninggalan zaman Kolonialisme Belanda yang masih produksi hingga sekarang. Tapi, banyak pula sumur minyak hasil drilling (pengeboran) tiga atau lima tahun belakangan. Jumlah sumur minyak baru di kawasan Kecamatan Kedewan, Malo, dan titik lain di Kabupaten Bojonegoro menyeruak sejak tahun 2006 lalu. Dari tempo ke tempo, jumlah sumur minyak baru terus bertambah dengan landasan hukum yang abu-abu. Jadi, kemungkinan besar ilegal, terkecuali yang diusahakan korporasi hulu minyak dan gas bumi (Migas) yang telah memiliki izin dari pemerintah. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, wilayah Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Bojonegoro, jumlah sumur tua cukup banyak. Data PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PEP) menyebutkan, jumlah sumur minyak tua di wilayah PT Pertamina EP Field Cepu mencapai 255 sumur yang telah dikerjasamakan. Tetapi, di wilayah kerja pertambangan (WKP) perusahaan plat merah itu, ternyata data pertengahan Februari 2015, terdapat 295 sumur minyak tua yang diusahakan tanpa izin/ilegal. Untuk menimba minyak mentah, Pertamina EP menggandeng tiga Koperasi Unit Desa (KUD), masing-masing KUD Karya Sejahtera yang berada di Kecamatan Malo dengan sumur yang dikerjasamakan ada 33 titik. Rinciannya 16 sumur minyak tua di Ngudal dan 17 sumur minyak tua di Wonosari. Ada juga KUD Sumber Pangan (SP) yang mendapat kontrak sebanyak 110 sumur minyak tua, yang terdiri 26 sumur di Beji dan 84 sumur di Dangilo. Serta, KUD Usaja Jaya Bersama (UJB) dengan kontrak 114 sumur minyak tua. Rinciannya di Wonocolo dengan 62 sumur minyak dan 52 sumur minyak masuk wilayah Dangilo. Karena bertambah marak dan diyakini ada oknumoknum yang terlibat dalam pengeboran maupun menarik investor, membuat Panglima TNI Jenderal Moeldoko bersama petinggi PT Pertamina, seperti Dirut Dwi Soetjipto, Direktur Hulu Syamsu Alam, anggota DPR RI Satya Yudha, dan lainnya, meninjau langsung aktivitas eksplorasi dan eksploitasi sumur minyak
tua di Wonocolo. Jenderal Moeldoko bahkan sampai mengatakan bahwa TNI akan membantu menertibkan penambangan sumur minyak tua di Bojonegoro yang pengelolaannya melanggar ketentuan. Pihaknya akan memberi sanksi kepada anggota TNI yang terlibat dalam pengelolaan sumur minyak tua di daerah itu. Bisa dibilang, kegiatan di sumur tua terlihat menggiurkan. dalam sehari, total produksi dari sumur minyak tua yang legal mencapai 1.075 barel per hari (BPH). Tetapi jumlah itu masih kalah dengan produksi 295 sumur minyak tua ilegal yang bisa disedot hingga 1.085 BPH. Tidak sampai setengahnya minyak yang terkirim ke depo Pertamina di PPP Menggung di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pihak terkait juga menyoroti aspek Health, Safety, dan Environment (HSSE) yang tidak diperhatikan dan kurang dijunjung tinggi dalam aktiitas dan operasi di wilayah minyak sumur tua. Padahal di dunia Migas, HSSE sangat dijunjung tinggi dan menjadi perhatian serius. Bisa dilihat, pekerja, penambang, investor, dan warga yang berseliweran melewati kawasan “Blok Migas Abu-abu” bebas menyulut dan merokok di mana pun. Banyak dijumpai, pekerja sedang mengoperasikan mesin penarik slink yang berfungsi mengangkat dan menurunkan tabung untuk mengambil minyak mentah dari casing sumur minyak, pekerja yang mengarahkan tabung minyak mentah ke wadah tumpahan minyak mentah, melakukan penyulingan minyak mentah menjadi minyak solar, dan lainnya, nyaris semuanya merokok. Faktor-faktor itulah yang memantik reaksi keras agar pemegang wilayah menertibkan dan melaporkan pelanggaran atas Permen ESDM Nomor 1/2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Sebab, disebutkan bahwa sumur tua adalah sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970 dan pernah diproduksikan serta terletak pada lapangan yang tidak diusahakan pada suatu wilayah kerja yang terikat kontrak kerjasama dan tak diusahakan lagi oleh kontraktor. Sehingga bisa dikatakan jika masih diusahakan oleh kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) secara otomatis belum termasuk kategori sumur tua. Filosoi keluarnya regulasi tentang pengusahaan sumur minyak tua itu bersifat normatif dan ideal. Termasuk untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar, menambah produksi minyak Nasional, meningkatkan PAD, dan mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam wadah KUD/BUMD untuk mengusahakan sumur tua. Yang perlu digaris bawahi dalam edisi ini, redaksi ingin mengetengahkan mereka yang terlibat di bawah, yakni penambang. Penambang harus sejahtera, siapapun pemegang regulasinya.[*]
Untuk Edisi Mei 2015, redaksi Tabloid blokBojonegoro ingin menyajikan beberapa hal yang baru, terutama di halaman Investigasi. Dengan tema besar “Mengotak-atik PTT Dinkes” dikupas secara mendalam mengenai perekrutan pegawai tidak tetap (PTT) yang ditengarai ada cacat disana-sini. Terutama mengenai “penggagalan” mereka yang telah masuk pada pagu, namun dianggap tidak mencukupi secara nilai. Bagaimana keanehan dan situasi setelahnya? Sementara di halaman Fokus, blokBojonegoro ingin konsisten memotret wilayah yang berada di pinggir kota, dari sisi-sisi kemasyarakatan, potensi dan lain sebagainya. Sedang untuk Sosok di halaman belakang, masih meliput tokoh lokal yang menginspirasi. Semoga saja, pembaca tetap setia membaca blokBojonegoro Media dengan dua produk utama, www.blokBojonegoro.com dan Tabloid blokBojonegoro. Redaksi akan berusaha terus berbenah untuk memberikan yang terbaik.
Outbound Bersama SD Islam Nabawi Kedungadem
blokBojonegoro/dok.
SISWA tengah bermain di tali, (Bawah) petugas dari Koramil memberi aba-aba
UNTUK mengasah ketangkasan, serta mengajak peserta didik untuk lebih dekat mengenal alam, Sekolah Dasar (SD) Islam Nabawi Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, menyelenggarakan outbound. Kegiatan itu dilaksanakan di Pantai Kelapa, Panyuran, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Sabtu di Minggu ketiga di Bulan Maret 2015. Ketua Panitia Kegiatan outbound, Fatkhur Rohman mengatakan, outbound merupakan program SD Islam Nabawi Kedungadem setiap tahunnya. Ini dilakukan sebagai upaya pembelajaran luar sekolah agar melatih ketangkasan dan percaya diri anak. “Outbound kali ini diikuti oleh 70 siswa dan siswi Kelas I dan II beserta sebagian orang tua yang ikut mendampingi putra dan putrinya,” ujarnya. Kegiatan outbound ini bersama tim profesional dari Koramil Kedungadem dengan beberapa permainan yang menantang dan melatih keberanian anak. “outbound kali ini memang dibuat beda, yaitu difokuskan pada keterampilan dan melatih keberanian,” ungkapnya. Setelah out bound selesai dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Bonang, menikmati keindahan alam di Masjid Agung Tuban dan bersantai di Alun-alun Tuban. Tepat pukul 16.00 WIB, rombongan kembali ke SD Islam Nabawi Kedungadem. “Pokoknya outboundnya seru banget. Kami dan semua siswa yang ikut senang,” ujar Dini, Siswa Kelas II SD Islam Nabawi. [*] *Pengirim: Fathul Alim Guru Kelas III SD Islam Nabawi, Kedungadem
Selamatkan Penambang di Sumur Tua Diperkirakan ada sekitar 2.500 warga yang menggantungkan hidup dari Sumur Tua. Terutama mereka yang menjadi “buruh” di pertambangan rakyat di sekitar Kecamatan Kedewan hingga Malo, Kabupaten Bojonegoro. Bukan hanya warga setempat, tetapi ada pula yang berasal dari kecamatan tetangga. Laporan: Tim Investigasi bB
H
asil pendataan pada Februari 2015 oleh PT Pertamina EP Asset 4 yang dibantu aparat terkait, mengidentifikasi sedikitnya 2.500 warga bekerja di tambang rakyat yang ada di Kecamatan Kedewan dan Malo. Mereka rata-rata menjadi penambang, buruh pembersih sumur, pengangkut, hingga penjaga sumur. Rata-rata digaji sesuai dengan tingkat keuntungan upah angkat dan angkut minyak mentah dari sumur, ataupun dari perusahaan yang menaungi mereka. Siang itu, sekitar pukul 11.00 WIB, Minggu terakhir Maret 2015, Mijan duduk termangu di pinggir lokasi penampung minyak mentah. Suara deru mesin penggerak disel untuk menarik slink menderu. Ia tak menghiraukannya. Di tangan sebelah kanan terdapat timba kecil, sedangkan yang kiri memegang jebor. Kakek berusia 82 tahun tersebut secara perlahan memasukkan minyak mentah ke tempat yang sudah dibawa untuk dipindahkan dalam drum. Tidak begitu lama, Rohman menghampiri dan menanyakan jumlah minyak yang sudah berhasil ditambang. Mizan membisu dan terus mengambil minyak dalam ceruk penampung yang terbuat dari cor. Sekitar 10 menit, drum yang lokasinya tidak jauh dari tempat penampung itu telah penuh. Ia menghela nafas panjang. Walaupun begitu, nyaring alat timba minyak yang terbuat dari pipa baja dengan panjang sekitar 10 meter dan diameter 10 centimeter lebih itu terus naik turun. Timba itu ditarik dengan slink yang terkait dengan mesin disel, dengan lokasi menyerupai kepala mobil jenis truk. Saat ditarik ke atas, seorang kakek lainnya menunggu dengan kayu untuk menghentikan alat timba, dan meletakkan di ceruk samping mulut sumur. Minyak bercampur air dan lumpur langsung muncrat dan mengalir di tampungan pemilahan. “Tidak pasti seharinya dapat berapa drum, terkadang dua drum dan bahkan bisa lebih. Walaupun begitu, untuk urusan di wilayah tambang, kebanyakan warga berusia tua yang bekerja,” jelas Mijan. Bersama tongkat kayu jati yang ujungnya ada dua bela-
han, setiap hari Mbah Mijan mengarahkan timba minyak mentah yang terbuat dari besi baja yang bentuknya memanjang dengan berat sekitar 150 kilogram. Demikian pun dengan Ambari (70), yang hanya mampu menyekolahkan ketiga anaknya sampai SD dari kerja kerasnya sebagai pekerja di sumur minyak tua selama puluhan tahun. Upah pekerja sumur minyak tua selama ini diberikan mingguan. Mereka terima bayaran seminggu sekali, tepatnya setiap hari Kamis. Besaran nilai upah tergantung hasil produksi minyak mentah dari sumur minyak tua yang dikelola. Per Minggu, kisaran upah yang diterima pekerja Rp250.000 sampai Rp500.000 per pekerja. “Kalau pas hasilnya bagus bisa Rp 500.000 seminggu. Kalau jelek, ya kadang hanya Rp200.000 sampai Rp250.000 per minggu,” kata Mbah Mijan yang dibenarkan Ambari. Satu sumur minyak tua yang bagus, mampu menghasilkan tiga sampai empat barel minyak mentah per hari. Satu barel minyak itu setara dengan 159 liter. Produksi dari sumur minyak tua ada yang langsung disetor Pusat Penampungan Produksi (PPP) Menggung di Kecamatan Cepu yang dikelola PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PEP) Asset 4 Field Cepu melalui Koperasi Unit Desa (KUD) dalam bentuk minyak mentah. Sebagian lainnya dijual dalam bentuk minyak mentah yang telah disuling secara tradisional dan sederhana menjadi solar. Minyak jenis solar itu dijual ke mana-mana, dan dikoordinasi oleh “pemain” bukan pekerja. “Ya, pokoknya cukup untuk membiayai hidup sehari-hari saja, walaupun masih banyak kurangnya,” tegasnya. Tiga Level Operasional Kawasan perbukitan dan lembah di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro yang menjadi ‘Blok Migas Abuabu’ diusahakan banyak orang dan kelompok masyarakat. Berdasar data penelusuran blokBojonegoro ke lokasi menunjukkan, setidaknya ada tiga level kelompok yang terkait dengan pengusahaan dan operasional sumur minyak tua. Apa saja? Investor, pemilik sumur minyak tua. Investor ini
sebagian kecil warga lokal Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan. “Pemiliknya ada yang dari Jakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kabarnya, pernah ada investor dari Jepang coba masuk ke sini,” ujar seorang penambang yang keberatan disebutkan namanya. Di sekitar lokasi sumur minyak tua, hilir mudik kendaraan MPV double cabin dengan nopol dari luar Bojonegoro (S). Banyak kendaraan dengan nopol awal L (Surabaya), H (Semarang), B (Jakarta), K (Kudus), dan lainnya. “Katanya, investor dari Jepang itu sempat merugi karena sumur minyak yang dia beli kandungan dan produksi minyaknya sedikit,” ujarnya. Level kedua, penambang. Yakni orang dan atau kelompok orang yang diberikan wewenang dan tanggungjawab oleh investor untuk mengawasi, mengoperasikan dan menjalankan proses eksplorasi sampai eksploitasi, termasuk memproduksi minyak mentah sehari-hari dari sumur yang dimiliki investor. Persentase pembagian hasil antara investor dengan penambang itu kisarannya 75%:25% atau 70%:30%. Untuk tingkatan ketiga adalah pekerja, tepatnya orang atau kelompok orang yang melakukan kerja operasional di satu sumur minyak tua. Di satu sumur minyak tua kisaran jumlah pekerjanya antara 10 sampai 25 orang. “Ada yang bekerja sejak pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB dan pukul 12.00 WIB sampai 16.00 WIB,” ujar Mijan, salah seorang penambang berusia tua. Lama kerja atau operasi itu, menurutnya tergantung jenis sumur minyaknya. Ada istilah sumur kuras, yakni jenis sumur minyak yang seharian penuh digenjot berproduksi, sehingga pekerja bekerja full time. Jenis kedua, sumur minyak biasa, yakni sumur minyak yang tiap 4 jam sekali dieksploitasi dan berproduksi. Setelah itu, aktiitas produksi dihentikan. “Aktiitas produksi di sumur minyak peninggalan Belanda ini pukul 16.00 WIB sudah dihentikan,” kata penambang lain, Ambari yang dibenarkan Mijan. Dikatakan, jika sampai saat ini ada ribuan warga yang menggantungkan hidup di tambang sumur tradisional ini. Walau-
blokBojonegoro/dokumentasi bB
SEORANG penambang tua tengah mengoperasikan alat untuk menarik ke atas minyak bercampur air
pun banyak juga yang dianggap telah semi modern, namun warga sekitar tetap menganggap tradisional. Penambang tradisional yang kebanyakan sudah lanjut usia hanya mengetahui mereka bekerja. Tidak perduli kepada siapa mendapatkan upah, apakah dari
perseorangan ataupun dari perusahaan. Sebab, sudah turun temurun mereka menggantungkan kehidupan dari wilayah tambang. “Yang penting saya dapat upah, karena selama ini siapapun yang mengerjakan juga sama. Termasuk ke depannya,” jelas Mijan.[*]
blokBojonegoro/dokumentasi bB
PENAMBANG sedang mengambil minyak mentah yang sudah terpilah dengan air untuk dimasukkan dalam jeriken. Setelah itu, minyak dimasukkan ke tempat yang sudah disediakan untuk diproses lebih lanjut di Wonocolo.
Jauh dari Kata “Sejahtera” Keberadaan para penambang yang kebanyakan berusia uzur, sejauh ini belum menampakkan kesejahteraan secara layak. Walaupun di lapangan tampak ratusan titik bumi ditusuk untuk ditambang kandungan minyaknya. Baik yang telah ada kerjasama dengan PT Pertamina EP, maupun dengan usaha ilegal bersama investor. Laporan: Tim Investigasi bB
S
ejak izin turun untuk turut serta mengelola sumur tua, ada tiga Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten Bojonegoro. Yakni KUD Karya Sejahtera di Kecamatan Malo yang menangani 33 sumur minyak tua, dengan rincian 16 titik di Ngudal dan 17 di Wonosari. Juga ada KUD Sumber Pangan yang mendapat kontrak 110 sumur yang terdiri atas 26 di Beji dan 84 di Dangilo, serta KUD Usaha Jaya Bersama dengan kontrak 114 sumur minyak tua, rinciannya di Wonocolo ada 62 titik dan 52 di Dangilo. Sejauh ini, kebanyakan sumur tersebut telah dikelola, terutama berbagai investor yang hilir mudik di Kecamatan Kedewan maupun Malo. Seharusnya, keberadaan lantung, begitu masyarakat setempat menyebut minyak mentah dari ladang sumur tua, sejalan dengan kesejahteraan kelas wahid dan mentereng. Bisa dilihat banyak Negara kawasan Timur Tengah semisal Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, dan lainnya yang begitu sejahtera. “Istilah sumur minyak tua itu identik
dengan usia pekerjanya yang tua-tua. Harusnya seperti di masyarakat yang kaya minyak, namun Bojonegoro atau lebih kecil Wonocolo, tidak seperti itu,” ujar Kasan, seorang warga di Kecamatan Wonocolo yang cukup mengetahui permainan di sumur tua. Saat reporter blokBojonegoro melakukan investigasi ke lapangan, di lokasi sumur minyak tua masih tampak beberapa truk mengangkut rig modern melakukan moving ke tambang. Aktivitas itu dilakukan investor yang menjadi mitra dari KUD maupun kelompok penambang. “Sempat ada investor dari Jepang yang merugi karena sumur minyak yang dia beli sedikit kandungan dan produksi minyak tidak sebanding dengan investasi,” jelas Yos, tokoh penambang sambil menunjuk lokasi lembah yang penuh dengan aktivitas penambangan. Di lembah Wonocolo, tempat aktivitas terbesar penambangan minyak mentah di sumur tua, tidak semuanya adalah legal. Karena, sesuai data PT Pertamina EP, dalam sehari, total produksi sumur minyak tua yang legal mencapai 1.075 barel,
yakni dari sumur yang dikerjasamakan dengan KUD. Tetapi, jumlah tersebut kalah dibandingkan dengan muncul 295 titik sumur minyak ilegal yang beroperasi dan memproduksi minyak mentah per hari sampai 1.085 barel. “Minyak mentah yang diterima depo minyak PPP Menggung di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah baru 1.600 barel per hari,” terang Legal and Relations Manager, PT Pertamina EP Asset 4, Sigit Dwi Aryono. Kemana Minyak Mentah Pergi? Jika hanya 1.600 barel per hari (BPH) yang diterima PT Pertamina EP dari sumur tua, terus kemana minyak mentah pergi atau dijual? Sigit menegaskan, kalau kebanyakan diolah sendiri oleh oknum tertentu dan dijual ke pengepul atau penadah. Ada sekitar 300 sampai 500 BPH minyak dari sumur tua yang disuling. Setelah itu dijual dengan menggunakan rengkek ke wilayah-wilayah tertentu. “Ada ratusan setiap hari rengkek yang mengangkut lima sampai enam jeriken berukuran 35 liter hilir mudik. Mereka membawa keluar minyak yang diolah secara tradisional,” jelasnya. Selain diecer ke pembeli, minyak hasil sulingan yang telah menjadi solar ditengarai juga melalui pengepul besar. Terbukti, beberapa kali Polres Bojonegoro berhasil mengamankan dari penadah.
Jumlahnya sudah seukuran tanki 5.000 liter dan telah sering ditangkap petugas. Menurut Sigit, pada prinsipnya, banyaknya titik baru sangat meresahkan karena begitu besar merusak lingkungan. Ketika hasil minyak tidak disetor ke ke PT Pertamina, maka Negara merugi cukup besar. Bahkan ditaksir mencapai US$ 10.950.000 di tahun 2014. Jumlah tersebut muncul karena titik baru mencapai 295 atau di luar yang dikerjasamakan dengan tiga KUD yang hanya 255 titik. Itu sesuai data pemetaan yang dilakukan PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu pertengahan Februari 2015 lalu. Dikatakan, Pertamina sebagai pemilik Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) beserta stakeholder terkait telah berusaha melakukan sosialisasi kepada KUD dan penambang. Terutama menghentikan illegal drilling yang tidak termasuk dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Selain itu juga tidak sejalan dan melanggar aturan Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 2001 mengenai Kegiatan Hulu Migas dan Pedoman Tata Kerja (PTK) BP Migas (sekarang SKK Migas Nomor 023/PTK/III/2009 tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. “Kita tak tahu, berapa yang diselundupkan ,”tegasnya.[*]
Warning Sang Panglima TNI Keberadaan minyak di Sumur Tua yang masuk wilayah Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, menarik perhatian Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Bahkan, untuk memastikan aset Negara aman dan dijalankan sesuai prosedur, jenderal bintang empat tersebut terjun langsung ke lapangan, Minggu kedua di Bulan Maret 2015.
blokBojonegoro/dokumentasi bB
OPERATOR dengan santai duduk bersama alat yang menggerakkan slink untuk menarik alat timba dari dalam perut bumi ke permukaan. Alat seperti pipa baja dengan diameter kurang lebih 10 centimeter itu di tarik dan dilepas untuk dimasukkan ke casing sumur
Laporan: Tim Investigasi bB
S
aat berada di Kecamatan Kedewan, dan melihat dekat aktivitas penambangan yang tidak berizin, orang nomor satu di lingkup TNI tersebut mengaku akan segera membantu PT Pertamina EP untuk menertibkan kegiatan yang melanggar hukum. Selain Moeldoko, pejabat yang turut serta meninjau lapangan adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) yang membidangi energi, Satya W. Yudha, dan Vice HSSE Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP), Heri Budiarso. “TNI bisa membackup itu, seribu persen sangat bisa. Dua Minggu saya yakin tuntas, kerja itu jangan lama-lama. Contohnya di Sumatera, permasalahan seperti ini dua Minggu rampung,” ujarnya kepada blokBojonegoro saat berada di sekitar lokasi sumur minyak tua di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan. Kendati demikian, Moeldoko tak menampik jika ada sejumlah oknum TNI ikut terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal tersebut. Hanya saja untuk saat ini masih dirahasiakan karena dalam pemetaan. Selain itu juga pengumpulan bukti, serta fakta di lapangan. “Kalau jelas terlibat ya kita sikat saja, sanksinya tegas, bisa ke ranah hukum,” tegas Jenderal Moeldoko. Ditambahkan, keterlibatan pihak TNI dalam penertiban Sumur Tua ini atas koordinasi Pertamina. Juga bersinergi dan bekerjasama dengan aparat kepolisian. “Kalau misalnya di sini ada warga negara asing (WNA) yang ikut melaku-
kan pengeboran ilegal ya kita lihat aturan mainnya. Yang pertama, secara administrasi harus benar, kedua dia sebagai apa? Kalau dia bekerja ya harus jelas bekerja di bagian apa, begitu pula kalau WNA itu investor. Semua ada aturan mainnya,” paparnya. Saat mengetahui banyaknya rig modern di Sumur Tua, menurutnya kegiatan di wilayah Bojonegoro ini terparah di Indonesia. Hal itu jika dibandingkan dengan Sumur Tua yang ada di Sumatera. Di Sumatera, aktivitas illegal drilling telah ditertibkan. “Untuk itu, tidak menutup kemungkinan setelah kunjungan ini kami akan membuat tim khusus untuk melaksanakan penertiban,” tambahnya. “Sebelum kunjungan ke Sumur Tua ini, kami sudah dua kali bertemu Pertamina yang intinya pengerjaan di Sumur Tua lebih tertib. Kini pemetaan sudah mulai dilakukan oleh tim kami. Apabila saat penertiban masih ada yang melakukan aktivitas, maka akan kita koordinasikan
dengan kepolisian. Sebab, itu sudah melanggar hukum,” sambungnya. DPRRI Dukung TNI Anggota Komisi VII DPRRI Satya W. Yudha mengaku mendukung penuh langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyelamatkan kekayaan atau aset negara dari pelanggaran hukum. Salah satunya dengan cara menertibkan aktivitas penambangan di Sumur Tua yang ilegal di Kecamatan Kedewan dan Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. “Sebab, kegiatan para penambang ilegal ini termasuk penipuan terhadap rakyat,” ujarnya . Politisi asal Partai Golkar itu menegaskan, jika aktivitas ilegal ini bisa ditertibkan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bojonegoro bisa lebih tinggi. “PAD yang dimaksud yaitu kontribusi dalam bentuk pajak dan dana bagi hasil Migas,” terang Satya. Belum bisa sejahteranya masyarakat di
Hak TNI di Obvitnas VICE HSSE Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP), Heri Budiarso mengatakan, keterlibatan TNI dalam penertiban Sumur Tua ilegal di Kecamatan Kedewan dan Malo, Kabupaten Bojonegoro, dibenarkan. Sebab, TNI juga memiliki hak dan kewajiban dalam menjaga Objek Vital Nasional (Obvitnas). “Namun demikian, kami juga telah berkoordinasi dengan kepolisian. Karena, apabila ada cara-cara yang tidak benar di lapangan, maka akan ditindak tegas sesuai pernyataan Pak Moeldoko,” tambahnya. Sejauh ini memang banyak muncul sumur-sumur minyak baru tanpa sepengetahuan pemilik wilayah petambangan, yakni Pertamina. Bahkan, minyak mentah hasil olahan tradisional tersebut juga dijual
sekitar Sumur Tua itu karena pajak dari industri yang berlangsung tidak terdaftar. Selain itu tenaga kerja lokal belum benar-benar terperhatikan nasibnya. Sebab, dana Corporate Social Responsibility (CSR) tidak bisa ditindalanjuti, karena tidak diketahui siapa tuan rumah yang mengelola. “Inilah yang membuat kita prihatin,” tegasnya. Dewan juga telah mengetahui jika pengeboran minyak ilegal didanai investor. Menurutnya, masalah pengelolaan minyak dari Sumur Tua telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa Pengelolaan Sumur Tua harus bekerja sama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Titik-titik pengeboran juga harus diketahui oleh pemilik wilayah pertambangan, yakni Pertamina. Tapi, selama ini mereka ngawur dan tak pernah ada komunikasi dengan pihak terkait,” lanjutnya. [*]
oleh penambang ke luar daerah Bojonegoro, seperti Kabupaten Blora, Tuban, dan bahkan hingga Bekasi. Fantastisnya, di belakang mereka ada penyokong dana dengan sistem bagi hasil. “Mungkin dengan adanya kerjasama ini bisa memberikan batasan bagi mereka,” ujarnya. Sumur Tua itu cirinya dikelola oleh rakyat dengan cara yang tradisional. Bukan menggunakan rig-rig yang canggih yang tidak banyak melibatkan warga sekitar. Itu yang akan ditertibkan dan dikembalikan seperti semula. Oleh karena keberadaan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengusahaan Sumur Tua perlu untuk dipahami secara seksama. Termasuk hak dan kewajibannya. Sehingga, saat ada illegal drilling jelas-jelas itu melanggar dan membahayakan lingkungan. “Juga penambang yang berada di wilayah tersebut,” sambung Heri. [*]
Bius Tawaran di Dunia Maya Banyak cara dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mengeruk keuntungan berlimpah dari ladang sumur tua. Bukan penambang yang diuntungkan, namun “pemain” yang bergerilya mencari investor. Jika sebelumnya kebanyakan investor masuk karena jaringan perseorangan, kini makin terang-terangan. Saat mencari di google, akan temukan banyak pihak menawarkan investasi lewat dunia maya. Laporan: Tim Investigasi bB
blokBojonegoro/dokumentasi bB
LINGKUNGAN di wilayah tambang sumur minyak tua kondisinya begitu parah. Ceceran minyak membuat bumi menghitam.
S
iang itu, tepatnya di Minggu terakhir bulan Maret 2015, telepon di kantor blokBojonegoro Media berdering. Tidak sekali, melainkan beberapa kali. Penelepon mengaku dari Jakarta bernama Suroso. Ia mendapat informasi menggiurkan dari internet jika ada investasi besar di sumur minyak tua Bojonegoro. Tidak main-main, di sebutkan dari halaman website tersebut kalau bisa mengelola 20 sumur dengan nilai investasi Rp40 milyar. “Kalau benar bisa cepet balik modal Break Even Point (BEP) berkisar antara 5-20 bulan dan Return on Investment berkisar antara 50% - 1000% per tahun, saya akan ikut ambil,” kata Suroso kepada reporter blokBojonegoro. Karena gamang, Suroso yang mengaku sebagai pengusaha properti di Ibukota tersebut menelusuri informasi ke beberapa pihak. Termasuk ke media massa yang bisa terakses sampai Jakarta. “Saya lihat blokBojonegoro.com (media online blokBojonegoro Media) sering memberitakan sumur tua. Sehingga saya ingin banyak berdiskusi,” lanjutnya. Suroso bercerita, jika setelah membaca internet dan menemukan halaman penawaran investasi di sumur tua, ia sempat menghubungi beberapa kolega. Termasuk artis untuk turut serta berinvestasi. Bahkan, temannya di luar negeri siap juga ikut patungan sampai belasan miliar kalau jadi masuk ke Bojonegoro. “Ada enam teman, rata-rata mempunyai uang di atas Rp10 milyar. Tapi karena takut ada unsur penipuan, maka kami cek ke beberapa pihak dahulu. Termasuk teman yang sudah terlebih dahulu ikut investasi di Bojonegoro,” sambungnya. Mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari Suroso, reporter bB, sebutan akrab blokBojonegoro Media, memberikan nomor telepon pejabat di Pertamina EP agar yang bersangkutan bisa mendapat informasi yang lengkap mengenai mekanisme dan proses penambangan di sumur tua. Manajemen PT Pertamina EP telah mengendus praktik terang-terangan menjaring investor melalui dunia maya. Public Relation Manager Pertamina EP, Muhammad Baron bahkan mengimbau masyarakat agar hati-hati dengan tawaran investasi di sumur minyak tua. Sesuai aturan, kata Baron, pengelolaan sumur minyak tua hanya diperuntukkan sumur-sumur yang dibor sebelum tahun 1970 yang tidak lagi digarap oleh kontraktor. “KUD atau BUMD hanya diperbolehkan mengusahakan dan memproduksi minyak di sumur minyak tua hanya pada lapisan sumur yang sudah ada. Dilarang melakukan kerja ulang, memperdalam atau membuat sumur tambahan. Itu masuk kategori illegal driling,” tegas Baron. Dipaparkan, sesuai perjanjian antara Pertamina EP dan KUD di wilayah Field Cepu yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Cepu ada 255 sumur tua yang boleh digarap oleh KUD. Namun dalam penelitian hingga 15 Februari 2015 ditemukan ada 550 sumur yang dikelola. “Yang ada kontrak antara Pertamina EP dengan KUD hanya 255 sumur. Kalau sekarang ada 550 sumur, artinya ada 295 sumur ilegal. Itu yang akan ditertibkan,” tegas Baron. [*] Takut Pada Komentar Penglima Walaupun aktivitas penertiban ilegal driling pada sumur minyak tua di Kabupaten Bojonegoro khususnya, seperti yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko belum jelas kapan dilakukan, namun rencana itu telah membuat
blokBojonegoro/dokumentasi bB
PANGLIMA TNI Jenderal Moeldoko saat di lokasi sumur tua
gentar calon investor. Beberapa bahkan memilih mundur. “Saya pilih mundur, investasi sumur minyak tua yang ditawarkan ternyata ilegal. Untung saja saya belum mengucurkan dana,” kata Agus yang enggan diketahui nama lengkapnya. Dijelaskan, ia tertarik berinvestasi di sumur minyak tua karena diimingimingi bakal balik modal secara cepat. “Iming-imingnya, ROI (Return on Investment) berkisar antara 50% - 1000% per tahun. Jadi pada tahun pertama bisa balik modal bahkan bisa untung besar,” jelas Agus yang berdomisili di Jakarta ini. Pengusaha muda ini mengaku sudah beberapa kali datang ke Bojonegoro, bahkan melihat langsung kawasan Wonocolo, Bojonegoro yang menjadi lokasi pengeboran sumur minyak tua. Dari peninjauan itu dirinya sempat yakin investasi itu legal. “Di lokasi terlihat kegiatan pengeboran sumur tua yang dilakukan dengan peralatan modern. Jadi sepertinya semua legal,” tegasnya. Beberapa pihak yang ia temui di lokasi penambangan menjamin bisnis ini legal karena dilakukan dengan dasar hukum misalnya merujuk Peraturan Menteri ESDM No.01 Tahun 2008 Tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Selain itu juga ada Persetujuan Prinsip Untuk Memproduksikan Minyak Bumi pada Sumur Tua oleh KUD/BUMD serta perjanjian antara Pertamina EP dengan KUD/BUMD bahkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan Persetujuan dari Pemerintah Provinsi. “Masyarakat juga memperbincangkan investasi di sumur minyak tua seolaholeh legal. Jadi siapa yang tidak percaya. Tetapi setelah membaca pernyataan Panglima TNI, saya baru yakin tawaran investasi itu ilegal,” tambahnya. Setelah membaca berita akan adanya penertiban ilegal driling pada sumur minyak tua, barulah ia mengetahui bahwa KUD atau BUMD hanya diperbolehkan mengusahakan dan memproduksi minyak dari sumur tua pada lapisan yang sudah ada. “Di PTK SKK Migas Nomor 23 tahun 2009, tegas-tegas BUMD atau KUD tidak diperbolehkan melakukan kerja ulang pindah lapisan. Artinya, jangankan membuat sumur baru melakukan pendalaman sumur saja dilarang,” sambung Agus. Ia enggan menyebutkan berapa nilai investasi yang akan ia tanamkan. Dirinya hanya menyebutkan, investasi yang akan dia lakukan hasil patungan dengan beberapa temannya. “Untunglah saya tidak jadi melakukan investasi. Kalau sudah terlanjur mengucurkan dana patungan, saya bisa dituduh melakukan penipuan oleh teman-teman. Tapi saya telah rugi waktu, uang sewa dan biaya bolak-balik Jakarta-Bojonegoro,” lanjut Agus. [*]
Baru Ada Tim Gabungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro baru belakangan ini mempunyai ide konkrit terkait pembentukan tim gabungan untuk penanganan masalah tata kelola sumur tua. Kegiatan itu berlangsung selama pertengahan Maret 2015. Tim dibentuk sebagai upaya meminimalisir pelanggaran yang menjamur di wilayah sumur tua.
blokBojonegoro/dokumentasi bB
PENAMBANG tradisional tengah membuat lubang di sekitar wilayah tambang sumur minyak tua yang ada di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro belum lama ini.
Laporan: Tim Investigasi bB
S
alah satu contoh yang sering disuarakan saat pertemuan itu adalah perusakan hutan akibat penambangan minyak pada sumur ilegal. Juga adanya pencemaran lingkungan yang dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem dan penggunaan kawasan hutan dengan melanggar hukum. Selain itu, adanya illegal mining dan illegal driling dengan pengeboran baru dan pendalaman sumur oleh oknum terkait membuat perlu adanya campur tangan banyak pihak. Yang telah turun temurun adalah pengolahan atau penyulingan minyak mentah yang dilakukan masyarakat penambang dan penjualan minyak yang tidak diserahkan kepada Pertamina EP. Adanya konlik sosial antara masyarakat dengan pemegang perjanjian izin produksi atau dengan pemegang kerjasama operasi (KSO) juga tak luput dari pembahasan. “Tim ini juga merumuskan adanya pelanggaran dan upaya penyelesaiannya,” kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bojonegoro, Agus Supriyanto, kepada blokBojonegoro. Jika ditotal, ada lima isu besar yang dibahas dalam rapat yang digelar Pemkab Bojonegoro bersama PT Pertamina EP Asset 4, Perum Perhutani dan instansi terkait itu. Di antaranya terkait
pengelolaan sumur tua, pengelolaan sumur ilegal, lingkungan, kerusakan hutan milik Perhutani dan penanganan masalah sosial ekonomi masyarakat. “Banyaknya kerusakan yang terjadi di wilayah sumur tua hari ini direkomendasikan untuk dilakukan pemutusan kepada KUD yang melanggar. Tapi untuk melakukan pemutusan itu masih harus melalui tahapan-tahapan. Kita juga membahas masalah kelanjutan produksi 1500 barel per hari, juga nasib para penambang,” tegas Agus yang sebelumnya sempat menjabat di inspektorat dan Bagian Hukum Pemkab Bojonegoro itu. Sementara itu untuk sumur ilegal akan segera ditutup. Dengan catatan, tetap memperhatikan sosial ekonomi dari para penambang sumur ilegal. “Tapi sampai saat ini masih menunggu hasil pembahasan di tingkat manajemen PT Pertamina EP,” imbuhnya. Untuk lingkungan hidup, ada fase-fase yang akan dilakukan, seperti pengawasan, peringatan, sanksi administratif, bahkan sampai penegakan hukum. Serta wajib melakukan UKL/UPL dan tata kelola lingkungan sesuai peraturan. “Untuk penebangan pohon, tidak ada pilihan lain selain penindakan hukum dan ganti rugi bagi penebangnya,” sambungnya. Apabila kawasan hutan digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas
Bumi (Migas), maka harus ada izin pemakaian kawasan hutan terlebih dahulu. Sementara untuk konlik sosial, akan diupayakan semaksimal mungkin melalui mediasi antara Pemkab bersama Pertamina EP. “Jika mediasi tidak tercapai, maka sesuai aturan maka harus dilakukan upaya hukum. Namun, upaya lunak tetap yang harus dikedepankan terlebih dahulu,” tambahnya.
16 Titik Tambang Ilegal Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Parengan, Daniel B. Cahyono mengeluhkan banyak perusakan hutan ketika proses kegiatan penambangan di sumur tua. Dijelaskan, jika selama ini pengelolaan limbah hasil dari sumur tua diakui sangat tidak layak. Banyak terjadi pencemaran lingkungan. Tak hanya itu, keberadaan sumur tua juga dirasa kurang memberikan
manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat setempat. Dijelaskan Daniel, jika jumlah sumur tua yang berada di lokasi hutan wilayah KPH Parengan sebanyak 91 lokasi sumur yang sudah mengantongi izin penggunaan kawasan hutan. Sebanyak 7 sumur sudah habis izinnya dan tidak bisa diperpanjang lagi. Sedangkan 16 lokasi sumur tidak mengantongi izin apapun, alias ilegal. “Sebagian masih dalam proses dan sebagian lagi merupakan sumur liar,” kata Daniel. Bahkan, tidak dipungkiri, ada sumur tua yang sudah tidak dikelola secara tradisional, ini terlihat dari banyaknya rig modern. Tak hanya itu, kegiatan ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang No 18 tahun 2013 tentang perbuatan yang menyebabkan kerusakan hutan. Untuk menekan angka pelanggaran, Perhutani mengaku telah sering melakukan komunikasi intensif dengan PT Pertamina EP Asset 4 dalam hal pemenuhan izin penggunaan kawasan. Perhutani juga telah mengirimkan surat peringatan kepada para pelaku penambangan minyak secara tradisional, dengan tembusan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kades dan Muspika. “Kami juga telah memasang papan peringatan di setiap titik penambangan minyak tradisional,” imbuhnya. Terakhir, Perhutani juga telah berkirim surat kepada Pertamina Asset 4 tentang terjadinya pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan tradisional. [*]
Dewan Tetap Ngotot Sorongkan Perda KOMISI A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro akan tetap membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tata kelola sumur tua, terlepas itu menguntungkan bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Bojonegoro atau tidak. Seperti diketahui, BUMD PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS) sempat mengatakan dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) sumur tua justru secara bisnis tidak menguntungkan. Namun, menurut Komisi A hal ini tetap penting untuk dituangkan dalam sebuah aturan yakni Perda, meskipun telah ada aturan di atas. Sebab, selama ini kelemahan pemerintah daerah tidak dapat menindak tegas pelanggaran yang terjadi di sumur tua karena tidak adanya payung hukum. “Saya sepakat ketika dikatakan jika proses eksploitasi sumur tua tidak ada yang mengawasi, karena Pemda tidak bisa masuk. Sementara Pemda punya perangkat Satpol PP sebagai penegak Perda,” kata Ketua Komisi A, Sugeng Hari Anggoro. Sehingga dengan adanya Perda itu nantinya Pemerintah mempunyai aparat yang bisa membantu dalam menegakkan peraturan yang ada di dalam tata kelola sumur tua. “Jadi kalaupun sudah ada Permen ESDM, Perda itu tetap penting. Karena kita juga harus punya payung hukum di daerah,” ujarnya. Dengan tidak adanya Perda, maka akan cukup merugikan bagi daerah. Sebab, pengawasan terha-
dap lingkungan, sosial, keamanan dan lain sebagainya akan nihil. Seperti yang terjadi saat ini, adanya peraturan tentang lingkungan juga tidak ada yang berani menegakkan, sehingga kerusakan lingkungan cukup parah di sekitar lokasi sumur tua. Terpisah, pihak KUD yang menangani sumur minyak tua mengaku kebingungan saat Pemkab Bojonegoro melempar statemen di media massa mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari KUD di sumur tua. Seperti dikatakan Sekretaris KUD Karya Sejahtera Kecamatan Malo, Surono, jika pihaknya telah berupaya memberikan kontribusi kepada kas daerah. Namun pihak Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) menolak dengan alasan tidak ada dasar regulasinya. “Kami bingung, dibayar ditolak, karena tidak ada dasar hukumnya. Tidak dibayar kami dikatakan tidak memberikan kontribusi kepada daerah. Terus bagaimana?” tanya Surono. Kondisi itu dibenarkan pengurus KUD lainnya. KUD Karya Sejahtera selama ini telah taat pada asas perkoperasian dan selalu melakukan pelaporan keuangan, terutama ke Bagian Perekonomian serta ke Dinas Koperasi dan UKM Pemkab Bojonegoro. “Dulu pernah menyumbang berapa persen ke Pemkab, kami ditanya ini uang apa? Kami juga bingung, akhirnya kami tarik lagi dan sampai saat ini tidak setor,” jelasnya. [*]
Wawancara dengan Public Relations Manager PT Pertamina EP
Ilegal Drilling Buat Penambang dan Negara Merugi Selama ini, masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari tambang tradisional sumur tua cukup banyak, dan terdata di atas 2.500 orang. Mereka berasal dari Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan dan beberapa Desa lain di sekitarnya. Bahkan, banyak pula yang berasal dari Kecamatan Kasiman, Malo dan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Keberadaan mereka telah ada sebelum Koperasi Unit Desa (KUD) berdiri. Mulai KUD Bogosasono, maupun tiga KUD yang sekarang ini bermitra dengan PT Pertamina EP, masing-masing KUD Karya Sejahtera Malo, KUD Usaha Jaya Bersama (UJB) dan KUD Sumber Pangan (SP) di Kecamatan Kedewan. Berikut ini petikan wawancara eksklusif Tim Investigasi blokBojonegoro Media (bB) dengan Public Relations Manager PT Pertamina EP, Muhammad Baron (MB), di Surabaya akhir Maret 2015. bB: Bagaimana kondisi para penambang, dalam hal ini masyarakat sekitar, jika dilihat dari sisi kehidupannya? MB: Walaupun berada di sekitar tambang sumur tua, karena banyaknya pemodal atau pengusaha yang menjembatani dengan pihak KUD, membuat kehidupan penambang rakyat tetap terbelakang. Mereka kalah kepentingan dengan pemilik modal. Kondisi tersebut jelas menyimpang dari cita cita pengelolaan sumur tua untuk kesejahteraan masyarakat penambang. Itulah yang sekarang ini tengah bersama-sama ingin ditata dengan pemangku kebijakan setempat. bB: Apa yang telah dilakukan PT Pertamina EP sebagai pemilik Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Sumur Tua? MB: Untuk menyelamatkan penambang rakyat, PT Pertamina EP telah melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap KUD. Bahkan, sejak Agustus 2013 telah dilakukan pemberhentian kegiatan reparasi sumur. Setelah itu dilanjutkan dengan sosialisasi aspek HSSE dan lingkungan kepada seluruh KUD di Bojonegoro yang melibatkan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Muspika Kedewan dan Malo sampai tahun 2014. bB: Apakah ada pelibatan penegak hukum untuk penyadaran ke masyarakat mengenai aspek kerusakan lingkungan? MB: Jelas ada dan terus kita lakukan. Koordinasi intensif dengan Kapolres dan Dandim, baik di Bojonegoro maupun Tuban, selalu dilakukan. Selain itu kita bersama Pemkab Bojonegoro merumuskan langkah terbaik untuk menata masyarakat penambang di sumur tua. bB: Bagaimana kondisi ilegal drilling di sumur tua dan siapa yang dirugikan? MB: Saat ini sudah sangat parah. Investor kebanyakan mengebor di
titik-titik baru. Hal ini tidak sesuai dengan proses pengelolaan dan tata kelola di sumur tua. Jelas masyarakat, terutama lingkungan yang dirugikan. Bukan itu saja, Negara turut merugi. bB: Negara bisa rugi darimana? terus, mekanisme penghitungannya? MB: Negara diperkirakan mengalami kerugian lebih dari Rp 130 miliar selama tahun 2014. Hal itu diakibatkan aktivitas ilegal drilling sumur minyak tua di Kabupaten Bojonegoro. Karena itu, langkah penertiban dan penegakan hukum segera dilakukan dalam mengatasi masalah ini. Mekanisme penghitungannya cukup mudah, yakni keberadaan sumur yang dikerjasamakan dengan KUD, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang ilegal. Itu membahayakan lingkungan, merugikan negara secara inansial, dan tak menjamin keselamatan tenaga kerja serta warga yang terlibat di dalamnya. bB :Langkah konkrit yang dilakukan untuk menertibkan pengeboran ilegal? MB: Menyikapi hal ini, PT Pertamina EP bekerjasama dengan instansi seperti TNI, Polri, Pemkab Bojonegoro, dan lainnya bekerja keras menertibkan ilegal drilling di sumur tua, terutama di Kabupaten Bojonegoro. Sebab, praktik itu tak sejalan dengan ketentuan UU Nomor 22/2001 tentang Migas dan Permen ESDM Nomor 1/2008 yang mengatur tentang sumur tua. Formula sumur tua adalah sumur yang dibor sebelum tahun 1970 dan pernah diproduksikan, serta terletak pada lapangan yang tak diusahakan pada satu wilayah kerja yang terikat kontrak kerja sama dan tak diusahakan lagi oleh kontraktor. Tapi, perkembangan mutakhir banyak investor luar masuk dan menggeser warga setempat.
bB: Apakah pembinaan KUD telah efektif berjalan atau ada cara lain? MB: Kita telah melayangkan surat peringatan kepada KUD yang telah teken kerja sama dengan Pertamina EP terkait pengelolaan sumur tua, tapi sejauh ini tidak komitmen dengan perjanjian dan regulasi yang ada. Pertamina EP sudah empat kali melayangkan surat peringatan kepada KUD, yakni pada 8 April 2014, 20 Juni 2014, 25 November 2014, serta 11 Februari 2015. Yang jelas, kita butuh dukungan banyak pihak mengatasi masalah ini. bB: Jika komunikasi tumpul, apakah jalur hukum tetap dilakukan? MB: Pasti itu. Sebab, sejak awal kita telah melibatkan banyak pihak, termasuk aparat kepolisian. Karena, kondisi lingkungan di sekitar tambang sumur tua, terutama di Kecamatan Woncolo, Kabupaten Bojonegoro, kondisi bertambah parah. Sebab, rata-rata minyak tidak disetorkan ke Pertamina, melainkan disuling sendiri dan dijual keluar. Itulah yang akan ditertibkan. Yang pasti, kita akan melindungi dan menyelamatkan kepentingan masyarakat penambang tradisional yang sejak lama menggantungkan hidup dari sumur tua. Karena, saat ditertibkan ilegal drilling, masyarakat penambang masih bisa bertahan dan tetap hidup dengan cara tradisional.[*]
Muhammad Baron Public Relations Manager
Bisnis Kolam Pancing
Berhadiah, hingga Mancing Kiloan biasa rata-rata 20 orang setiap hari. Tapi kalau lomba mancing Galatama, bisa sampai 40 lebih peserta, sedangkan kalau lomba hari Minggu, pesertanya bisa sampai 100 atau 130-an lebih,” pungkasnya.
SEORANG pemancing tengah bersantai sambil menunggu umpan yang dilepasnya termakan ikan di salah satu tempat pemancingan di Kota Bojonegoro
Kolam pancing bukan lahan bisnis baru. Perlu strategi khusus agar bisnis yang banyak ditemukan hingga tingkat kecamatan ini bisa bersaing dengan sesama pemain bisnis kolam pancing. Nah, ada berbagai cara diambil dan diterapkan oleh pemilik usaha kolam pancing, untuk selalu menarik minat para pemancing. Mulai program kolam pancing harian, mancing kiloan, sampai mancing berhadiah. Laporan: Parto Sasmito, Dita Afuzal Ulya
P
ada umumnya, ada dua jenis kolam pancing yang biasa ditemui. Yakni jenis tambak yang dibuka bagi pemancing pada waktu-waktu tertentu saja. Ikan di kolam tersebut adalah hasil dari budidaya selama beberapa bulan. Sedang jenis kolam pancing lainnya adalah kolam pancing harian yang dibuka setiap hari, bahkan sampai 24 jam. Di kolam ini ikan sudah besar-besar yang biasanya dilepas khusus untuk acara mancing. Masing-masing pemilik kolam juga menerapkan tarif masing-masing untuk para pemancing. Untuk jenis tambak, biasanya menggelar acara Mancing Bersama, yakni pada saat ikan siap dipanen. Tarif yang dibandrol mulai Rp50.000 pada hari pertama, kemudian tarif akan terus turun pada hari selanjutnya, sampai ikan di kolam habis. Sedangkan kolam pancing harian, khususnya yang ada di Bojonegoro, ada yang menerapkan tarif mulai Rp15.000 per orang dari pagi sampai sore bisa memancing sepuasnya. Selain harian, di kolam itu juga dibuka kolam pancing dengan tarif sesuai dengan hasil ikan yang ditimbang, atau sistem kiloan. Dari dua jenis kolam dengan aturan yang berbeda itu, jumlah pemancing yang datang relatif sama setiap hari atau setiap minggunya. Dari segi keuntungan bisnis juga relatif sama seperti biasa. Nah, untuk menarik minat para pemancing, para pemilik kolam, selain membuka kolam seperti biasa, pada waktu tertentu mengadakan acara mancing berhadiah. Selain kolam jadi
lebih ramai, keuntungan yang didapatkan juga lebih banyak daripada hari biasa. Seperti salah satu kolam pancing yang ada di Jalan Pemuda, Gang Cokro, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Bojonegoro. Kolam pancing yang berukuran 30 x 30 meter ini, dulu menerapkan sistem harian dan acara mancing berhadiah. “Kalau hari-hari biasa kadang ada 15 sampai 20 orang. Tapi waktu lomba, di sini ada 40 lapak semua terisi peserta, kadang lebih,” terang pemilik kolam Mbah Cokro, Nova Kurniawan. Dalam lomba, lanjut dia, peserta membayar Rp100.000 untuk satu stik pancing. Aturannya, pemenang lomba adalah pemancing yang berhasil mendapatkan ikan paling berat, dialah yang menjadi juara. Biasanya diambil tiga pemenang, dan kadang lebih, tergantung jumlah peserta. Sementara hadiah yang diberikan, berupa uang tunai sebesar Rp100.000 untuk juara pertama, “Pesertanya dari berbagai daerah di Bojonegoro sampai Tuban. Isi kolam ikan jambal, paling berat sampai 5 kg,” terang pria 30 tahun ini. Saat ini, kolam pancing miliknya diubah menjadi sistem tambak, dengan isi kolam berupa ikan tombro yang dibudidaya mulai dari bibit sebesar pentol korek. Rencananya, di kolam yang ada di RT 1, RW 1, itu bisa diadakan kembali mancing bersama sekitar bulan Oktober nanti. “Waktu panen nanti, saya buka kembali untuk acara mancing bersama. Untuk penyebaran informasi saya sampai-
blokBojonegoro/Parto Sasmito
kan melalui pamlet ditempel di tempat dan toko pancing, dan sms teman-teman dari berbagai daerah. Punya banyak teman karena juga dari hobi mancing,” papar bapak dari satu putra ini. Selain di daerah kadipaten, tetangga kelurahan, yakni Ngrowo juga ada kolam pancing harian, milik Mochammad Mardi yang juga menyelenggarakan mancing berhadiah. Dari tiga kolam ikan yang menerapkan sistem harian dan kiloan, itu sering diselenggarakan acara mancing berhadiah. “Setiap hari Minggu selalu melepas ikan dan pasti ada lomba. Ketentuannya, pemancing yang berhasil mendapatkan ikan yang diberi pita warna tertentu, dialah yang berhak menjadi pemenang,” terang pria kelahiran Bojonegoro, 7 September 1974 itu. Biasanya, peserta harus membayar pendaftaran sebesar Rp30.000 khusus hanya satu stik saja. Sementtara ikan yang dilepas, jenis lele sebanyak 70 kg, tumbro dan patin, masing-masing 50 kg. Dari ikan yang dilepas itu, diberi pita berwana-warni sesuai dengan urutan pemenang. Sementara hadiah yang disediakan, mulai dari mancing gratis untuk lima pemenang, sampai uang tunai sebesar Rp100.000 kepada dua pemenang. Selain setiap hari Minggu, setiap sore sampai malam juga diselenggarakan lomba mancing, yang diberi nama Galatama. Lomba mancing yang dimulai pukul 15.00 WIB sampai malam, bahkan pernah sampai pukul 3 dini hari. Dengan jumlah peserta maksimal 20 pemancing, dengan pemenang diambil setiap jam yang mendapatkan ikan paling berat. Hadiah yang diberikan, diambilkan dari uang pendaftaran peserta, dipotong untuk biaya pakan dan panitia. “Hadiahnya tergantung jumlah peserta,” jelas Mardi. Dibandingkan mancing reguler dan kiloan, jumlah pemancing lebih banyak ketika diadakan lomba.”Kalau mancing
Pakan dan Pernik Peralatan. Banyaknya minat masyarakat untuk memancing ikan di kolam pancing, membawa berkah tersendiri bagi toko khusus peralatan pancing di Bojonegoro. Barang yang paling laris di toko biasanya adalah pakan atau umpan, dan pernik peralatan. Pemilik salah satu toko pancing di Banjarejo, Lani mengaku, setiap hari banyak pembeli yang datang ke tokonya untuk membeli umpan. “Ada banyak jenis pakan, tergantung dari jenis ikan yang akan dipancing,” ungkapnya. Pemilik Toko Sejati itu menambahkan, ada umpan atau pelet berupa serbuk yang bisa langsung dipakai pada saat mau memancing, dengan cara langsung dicampur air dan dilumatkan. Selain itu ada umpan berupa butiran seperti isi kapuk. Pemakaiannya harus menunggu beberapa jam dahulu, karena butiran itu harus dicampur air dan dikocok-kocok, kemudian dibiarkan beberapa jam baru bisa digunakan. Menurutnya, umpan jenis ini mempunyai aroma yang sangat kuat dan lebih mudah mendapatkan ikan. Selain pelet, barang-barang di tokonya yang paling sering habis adalah pernak-pernik peralatan memancing, seperti senar, mata pancing, pelampung, lonceng untuk mancing di malam hari dan pemberat. “Macamnya juga banyak, karena ukurannya juga bervariasi,” imbuhnya. Sedangkan stik pancing, diakuinya memang laku, tapi tidak selaris barangbarang kecil lainnya. Jenis stik dijualnya ada dua jenis, yakni rol atau kerekan, dan tegek atau bebekan, yakni berbentuk seperti atena radio yang bisa dislotkan. Senada dengan Lani, Mochammad Mardi yang juga membuka toko peralatan pancing di lokasi kolam pancing mengaku paling banyak dibutuhkan para pemancing adalah pakan dan peralatan. “Di sini paling banyak laku ya pakan sama peralatan. Kalau ada pancing yang hilang, atau senar putus, mereka bisa langsung menggantinya,” jelas Mardi. Untuk pakan yang dijualnya, selain pelet dari pabrikan, ia juga menjual cacing putih dan merah. Sedangkan stik pancing, ia mengaku tidak menjual banyak, melainkan lebih banyak yang disewakan. “Kalau beli, harga mulai Rp35.000, itu hanya stik saja, tapi kalau komplit dengan senar dan pancingnya bisa sampai rp100..000. Tapi di sini jarang yang beli stik. Paling banyak pakan dan peralatan,” pungkasnya. [*]
Bisnis Kolam Pancing
Hobi Pengaruhi Sukses Bisnis Kolam Jika Anda hobi mancing, tak perlu bingung mencari kolam pancing di Kabupaten Bojonegoro sebagai tujuan. Mulai kolam pancing yang buka setiap hari, melepas ikan pada hari Minggu, maupun berupa tambak yang khusus menyiapkan ikan-ikan besar pun ada. Apalagi pemilik tambak pancing, rata-rata juga pecinta mancing. Laporan: Parto Sasmito, Dita Afuzal Ulya
S
aat Anda menelusuri sebuah gang (arah ke barat) di depan gerbang SMAN 3 Bojonegoro, tepatnya Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, terdapat beberapa kolam pancing. Kolam itu di tengah padatnya perumahan warga. Saat ini akses menuju jalan di kolam pancing sudah bagus. Di area kolam pancing itu, salah satunya milik Pamudji dengan nama kolam pancing Hidayah. Di kolam pancing yang ada di RT 24 itu,terdapat sebuah peraturan bahwa setiap orang yang hendak memancing, harus membayar Rp20.000 untuk dua stik pancing per orang. Di sini, Pamudji punya satu kolam yang dikelilingi jaring hitam. Seperempat dari luas kolam juga diberi jaring khusus untuk penggemukan ikan sebelum dilepas untuk dipancing. Pamudji sendiri, selain menggeluti bisnis kolam pancing, dia juga suka memancing. Ia mulai membuka usaha kolam pancing sekitar tahun 2006. Awalnya masih berupa tambak, karena hobinya waktu muda suka mancing sampai ke berbagai wilayah di Indonesia. Ketika kolam miliknya masih berupa tambak, ada beberapa orang yang ingin mancing di tempatnya walaupun sudah diberitahu bahwa itu tambak, bukan kolam pancing. Dari situ, ia mulai membuka usahanya tersebut secara serius. “Sebenarnya bukan hobi lagi, lebih di atasnya, bisa disebut gila mancing ikan dulu. Akhirnya bikin tambak yang sekarang menjadi kolam pancing,” tutur laki-laki berusia 59 tahun tersebut sambil tersenyum. Pada waktu belum membuka kolam pancing, tambak miliknya sudah menghasilkan untung. Meski kadang kala ada ruginya. Ia menceritakan pernah suatu ketika ia menjadi pemasok ikan hasil dari tetangganya untuk dijual ke tengkulak dari Lamongan. Namun pada saat itu mereka merasa seperti dibohongi, ikan yang katanya akan dibeli seharga Rp4.500 per kilogramnya, ternyata hanya dibeli Rp1.500 saja. Sejak saat itu, kata dia, dia dan warga sekitar yang punya tambak banyak beralih untuk menyulap tambak ikan menjadi kolam pancing. Jika sebelum waktu itu, dari Sumberrejo sampai Kalitidu hanya ada tiga kolam saja, namun saat ini jumlahnya sudah berkembang lebih dari 22 tempat.”Banyak orang mengira
blokBojonegoro/Parto Sasmito
PEMANCING sedang mengambil mata pancing yang tengah dimakan oleh ikan di salah satu kolam pemacingan. Di hari-hari tertentu, warga akan memenuhi kolam, apalagi ketika ada lomba
mudah menjalankan usaha kolam pancing ini. Keuntungannya tidak seberapa, cenderung merugi, jika bukan karena hobi, mungkin sudah gulung tikar tempat mancing ini,” imbuhnya. Pria yang dulu menjadi makelar kayu jati ini, kini menghabiskan waktu di tempat kolam ikan harian miliknya yang buka mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB. Kendala yang dialaminya dalam menjalankan usaha kolam pancing ini, biasanya pada malam hari ada yang mencuri ikannya dengan cara menyetrum. Tetapi ia menyadari resiko dari usahanya tersebut, dan hanya bisa mengikhlaskannya. Lepas Ikan Seminggu Sekali Kolam pancing milik Pamudji itu, biasa melepaskan ikan setiap hari Minggu, berupa ikan patin, jambal, tumbro dan bader sebanyak 20 sampai 30 kg. Pada hari itu, bisa sampai 20 orang yang mancing. Tapi kalau hari biasa tidak pasti, maksimal tujuh orang, kadang hanya satu atau dua saja. “Hasil dari kolam hanya untuk diputar saja membeli bibit baru. Untuk pendapatan lain, saya melayani minuman seperti air mineral, kopi dan teh. Itupun mereka yang datang sendiri untuk mengambil, tidak mungkin saya mengantarkan karena faktor usia,” tandasnya. Jika Pamudji memiliki kolam pancing dengan sistem harian, beda lagi dengan Suwito, pemilik salah satu kolam ikan yang ada di RT 28, Kampung Baru, Sukorejo, yakni disebut tambak. Perbe-
daannya jika kolam pancing buka setiap hari, dengan ikan yang dilepaskan langsung besar, tambak lebih kepada budidaya, dan baru dibuka untuk memancing setelah beberapa bulan dan ikan sudah besar. “Kemarin bulan Maret sudah mulai dipancing. Dua hari sampai 10 hari ikan sudah habis, dan kembali diisi dengan bibit baru. Nanti tanggal 7 Juni baru dibuka kembali acara mancing bersama,” tutur pria 56 tahun itu. Untuk mancing di tambak, biasanya hari pertama tarifnya adalah Rp50.000 per orang, hari berikutnya tarifnya turun dan seterusnya sampai ikan di tambak habis. Jumlah tambak yang dimiliki oleh Suwito ada tiga kotak, yakni dua tambak berukuran 50 x 50 meter dan satu tambak ukuran 40 x 80 meter, dengan jumlah bibit yang dikeluarkan untuk satu kolamnya adalah 5.500 ekor. Bibit tersebut dibelinya dari Lamongan. “Jenis ikannya campur, ada bandeng dan tumbro,” katanya. Suwito mengaku, awal mula membuka tambak sekitar tujuh tahun lalu ini, karena memang hobi memancing sejak muda. Jika ditanya keuntungan dari hasil tambaknya, ia mengaku tidak pernah ada rincian pasti, kadang sangat minim dari modal yang dikeluarkan, atau bahkan merugi. “Anak-anak sudah besar. Di usia seperti saya tinggal menikmati waktu dengan ikan-ikan ini dan mengantar-jemput cucu sekolah,” tuturnya. Selain untuk tambak, ketika musim
kemarau, dua petak tambak itu biasa diganti dengan ditanami padi, sedangkan satu tambak yang besar, walau tidak ada ikannya, dipakai untuk mengairi sawah. Seperti itulah ia mengatur tambaknya, enam bulan untuk sawah, dan enam bulan untuk ikan. Diakuinya, membuat tempat pemancingan ikan ataupun tambak tidaklah mudah. Butuh pengetahuan tentang budidaya ikan, seperti kedalaman kolam yang baik itu rata-rata 70 sampai 80 cm. Karena suhu setengah dari tinggi kolam itu dingin, dan atasnya hangat. Sedang untuk menyiasati, ia menaburkan pupuk urea dan garam kristal (grasak) agar suhu di bawah tetap hangat, dan ikan bisa bertumbuh dengan baik, walaupun tidak pernah diberi pakan ikan. “Kalau dicuri orang itu pasti pernah. Tapi buat apa mencuri, minta pun saya kasih, seperti tetangga-tetangga di sini 3 kilogram nggak habis. Kalau mencuri malah bikin emosi, dan nggak barokah,” imbuhnya. Diakuinya, tambak miliknya tidak pernah dipakai untuk event atau memancing untuk mendapatkan hadiah. Menurutnya, sistemnya ruwet malah mengurangi keasyikan dalam memancing. “Dari acara itu, mungkin keuntungannya tinggi. Tapi untuk apa? Malah bikin pusing. Walaupun untung minim, tapi tambak ini tetap ada, karena memang hobi saya dengan ikan-ikan. Sehingga, bisa dikatakan, bisnis kolam pancing ada karena hobi,” tegasnya. [*]
Dukung Pengembangan Aktivitas Kemahasiswaan
Foto-foto: blokBojonegoro/Tim Infotorial
PERWAKILAN manajemen PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu tengah foto bersama dengan penyelenggara acara dan petinggi STIKES ICSADA Bojonegoro saat Ultah ke 1 LPM Kampus Ungu.
(Bawah kiri) Dua siswa tengah melihat buku ketika pameran di lobi kampus, dan (Bawah kanan) mahasiswa yang turut serta mengikuti salah satu perlombaan.
LEMBAGA Pers Mahasiswa (LPM) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro tengah ulang tahun (Ultah) ke 1. Tepatnya akhir Februari 2015. Namun, rangkaian acara masih terus berjalan sampai Maret dan difokuskan di Kampus Ungu, sebutan lembaga pendidikan tinggi yang terletak di Jalan Dr. Wahidin Kota Bojonegoro.
Dukungan dari berbagai pihak mengalir untuk LPM Kampus Ungu, salah satunya dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu. Sebab, ada berbagai kegiatan yang memberi pendidikan tentang keberadaan minyak dan gas bumi (Migas) di Kabupaten Bojonegoro dan sekitarnya. Semisal lomba fotograi dan cerpen untuk tingkat SMA/SMK/MA, lomba karikatur dan
esai untuk perguruan tinggi (PT). “Kami berterima kasih untuk semua pendukung acara, karena perlombaan berjalan dengan lancar dan meriah,” kata Ketua Penyelenggara Ultah ke-1 LPM Kampus Ungu, Galuh Bachti Prayoga. Ia mencontohkan, lomba cerpen dan fotograi tingkat SMA/SMK/MA dan karikatur serta esai untuk level maha-
siswa yang diikuti banyak peserta. Dari semua kategori telah diambil tiga terbaik yang mendapatkan hadiah jutaan rupiah, tropi dan piagam penghargaan. “Terutama untuk Pertamina EP yang sudah memberi support secara penuh. Sehingga kegiatan bertambah semarak,” tegasnya, Sementara itu Ketua STIKES ICSADA Bojonegoro, Hasan Bisri memberikan apresiasi yang tinggi untuk kreativitas mahasiswa. Sebab, di tengah aktivitas perkuliahan di Kampus Kesehatan yang padat, teman-teman di LPM masih cukup aktif menulis dan melakukan kaderisasi. “Tiga majalah dan satu buku telah bisa diterbitkan, membuat bukti karya nyata mahasiswa. Kami harap ke depan semakin ditingkatkan,” terang bapak dua putra tersebut. Menurutnya, kampus akan selalu memberi dukungan penuh untuk kemajuan mahasiswa, terutama kreativitas dan intelektual. Terpisah, Legal and Relations Staff, PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, Aulia Arbiani menjelaskan, kegiatan di Kampus Ungu sangat positif untuk dikembangkan. Sebagai perusahaan negara yang mempunyai aktivitas di Bojonegoro sangat mendukung kegiatan, terutama pendidikan atas Migas yang memberi ruang pembelajaran. “Saya melihat sendiri acaranya, sangat bagus dan banyak yang terlibat. Sehingga jauh-jauh hari kita upayakan membantu semaksimal mungkin,” jelas Aulia. Ditambahkan, mahasiswa menjadi salah satu ujung tombak kemajuan suatu wilayah. Sehingga perlu upaya bersama untuk mendorong agar intelektual dan juga aktivitas kemahasiswaan bertambah maju. Pertamina EP beberapa kali telah bekerjasama dengan Kampus Ungu, termasuk penyelenggaraan Jambore Aku Cinta Sehat (ACS) dengan peserta tim dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang ada di Kabupaten Bojonegoro. “Semoga ke depan kerjasama seperti ini bisa ditingkatkan lagi. Dan Pertamina EP ingin tumbuh bersama lingkungan,” lanjutnya. [*]
Evaluasi Melalui Survei IKM
Foto-Foto: blokBojonegoro/Tim Infotorial
TIM survei tengah mendata pengisi kuisioner di Desa yang termasuk di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Responden ditentukan secara acak mulai tingkat RT di masing-masing desa.
(Bawah) warga dengan santai mengisi kuisioner di rumahnya.
PT TRIPATRA Engineers and Constructors adalah salah satu kontraktor yang menangani proyek rekayasa, pengadaan dan pembangunan atau konstruksi (Engineering, Procurement and Construction/EPC) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Lapangan Banyuurip, Blok Cepu. Tepatnya EPC 1 dengan lokasi pengerjaan di wilayah Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro dan menjadi mitra Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) PT ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Selain melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak, PT Tripatra juga melakukan serangkaian aktivitas sebagai bagian dari tanggungjawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Sudah begitu banyak program dilakukan di masyarakat, mulai tahun 2012, 2013 dan 2014, khususnya di sekitar wilayah kerja, yakni 12 desa yang ada di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Untuk melakukan evaluasi mengenai pelaksanaan CSR, terutama Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), manajamen PT Tripatra menggelar survei mengenai “Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tripatra”. Agar tetap transparan, PT Tripatra menggandeng mitra Devisi Penelitian dan Pengembangan (LitBang) blokBojonegoro Media dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro. Kegiatan berlangsung hingga awal Februari 2015 dengan penyebaran 300 angket ke masyarakat secara acak di 12 Desa. “Peneliti berusaha secara obyektif memilih dan membagi porsi di masing-masing desa untuk dijadikan responden,” kata Kepala LP2M STIKES ICSAD Bojonegoro, Cholida Khusnul. Dengan berbagai pertimbangan, terutama sebaran penduduk di masing-masing desa, maka ditetapkan
untuk Desa kecil (kurang dari 1.000 Kepala Keluarga/KK) diberikan 20 angket/responden. Sedangkan di atas 1.000 KK ditetapkan 40 angket/ responden. Sehingga, total seluruh angket yang disebar mencapai 300 angket. Dengan rincian Desa Sudu (20 angket), Katur (40 angket), Cengungklung (20 angket), Ngraho (20 angket), Manukan (20 angket), Beged (20 angket), Bonorejo (20 angket), Mojodelik (40 angket), Brabuhan (20 angket), Begadon (20 angket), Ringintunggal (20 angket) dan Desa Gayam (40 angket). “Tujuan kegiatan survei ini un-
tuk mendapatkan data tingkat kepuasan masyarakat mengenai pelaksanaan CSR PT Tripatra, terutama di Kecamatan Gayam. Selain itu juga memperoleh data sebaran tingkat kepuasan akan program CSR PT Tripatra, menjaring masukan masyarakat dan akuntabilitas pelaksaan CSR,” jelasnya. Bu Lida, panggilan akrabnya menerangkan, agar bisa memperlancar proses di lapangan, diperlukan landasan pustaka agar survei sesuai kaidah, terutama berlandaskan prinsip pelayanan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/ 25/ M.PAN/2/2004. Juga, Surat Edaran (SE) Kementerian PAN dan RB No. 4/M.PANRB/03/2012 tentang Pelaksanaan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), serta berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Dari penyebaran 300 kuisioner atau angket, diketahui sebanyak 174 responden atau 58% adalah berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan sisanya 126 dengan persentase 42% berjenis kelamin perempuan. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, maka pekerjaan lainnya seperti bertani cukup mendominasi, yakni 197 orang (66%). Sedangkan wiraswasta/usahawan ada 76 (25%), pegawai swasta 18 responden (6%), pelajar/ mahasiswa terdapat 7 orang (2%) dan PNS/TNI/Polri ada 2 responden (1). “Hasil survei menyebutkan, jika nilai IKM program CSR PT Tripatra ada di interval 2,87, dengan penilaian konversi IKM sebesar 71,76. Dengan analisa itu, maka dari keseluruhan program yang diuji bernilai B (baik) untuk kinerja unit pelayanannya,” tegasnya. Diterangkan, diantara kegiatan yang memperoleh nilai konversi IKP cukup tinggi atau diatas 76 adalah Tripartra berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, informasi mengenai kegiatan pengobatan gratis dan program bimbingan belajar secara berkelanjutan. “Rata-rata masyarakat cukup terbantu dengan program Tripatra, terutama pengobatan gratis,” sambungnya. Terpisah, Corporate Communication Manager PT Tripatra, Dony Hermawan mengaku cukup bangga dengan tanggapan positif dari masyarakat yang berada di sekitar wilayah kerja. Sebab, sejak pertama kali masuk di wilayah Bojonegoro, program kemasyarakatan langsung dilakukan untuk meningkatkan skill dan berbagi dengan masyarakat. “Kita terus meningkatkan program di masyarakat, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, pendampingan skill hingga pemberdayaan masyarakat,” jelas Dony. [*]
Foto-Foto: blokBojonegoro/Parto Sasmito
PENGGEMAR sepatu roda yang tergabung dalam komunitas Bojonegoro Inline Slalom (BIS) sedang berolahraga di sekitar Alun-alun Kota Bojonegoro.
Bojonegoro Inline Slalom (BIS)
Sehat di Minggu yang Meriah Kebijakan sehat akan melahirkan masyarakat sehat. Mungkin kalimat itu tepat untuk menggambarkan kebijakan car free day pada tiap minggu pagi di kawasan alun-alun Kota Bojonegoro. Karena banyak sekali warga yang datang, dan mereka kemudian membentuk grup-grup sesuai hobinya. Grup itu rata-rata berhubungan dengan olah raga, seperti jogging, sepeda angin, dan juga grup sepatu roda. Laporan: Parto Sasmito, Maratus Shoifah
M
inggu pagi hingga pukul 08.00 WIB, jalanan kota terutama di seputaran alun-alun steril dari asap kendaraan bermotor. Warga pun beramai-ramai memanfaatkan “pagi sehat” tersebut. Apalagi, minggu adalah hari libur yang sebagian warga kota bebas dari tugas kantor. Dan di sebuah pagi belum lama ini, Jalan Mastumapel, atau sebelah barat gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro dipasangi banyak corong kecil (cone) warna hijau muda dan orange. Orang-orang bersepatu roda melewati cone itu dengan lincah. Mereka memulai dengan gerakan sederhana, lalu zigzag, dan maju dengan kaki menyilang, sampai mundur dengan kaki menyilang. Gerakan-gerakan lincah itu pun membuat minggu pagi di kota makin ramai dan meriah. Mereka adalah anggota Bojonegoro Inline Slalom (BIS), yakni komunitas sepatu roda jenis slalom yang ada di Bojonegoro. Koordinator BIS, Muhammad Andra kepada blokBojonegoro menjelaskan bahwa komunitas itu sebenarnya sudah lama ada di Kota Ledre. Namun sempat vakum dan pada Februari 2015 lalu aktif kembali. “Awalnya kami hanya bertiga di tahun 2013, dulu sering latihan di sini, tapi 2014 jarang latihan. Dan sekarang mulai aktif lagi di Car Free Day, setiap minggu pagi. Jumlah anggota saat ini ada 25 lebih,” jelas Andra. Rata-rata anggota dari BIS banyak yang bekerja, sedangkan pelajar hanya beberapa orang saja. Menurut Andra, karena orang yang bekerja biasanya jika tertarik untuk bergabung, beberapa hari sudah bisa membeli sepatu roda, karena
melihat dari harga sepatu roda yang dipakai, rata-rata paling murah adalah Rp950.000 sampai Rp 4.500.000. Bahkan ada yang harganya di atas Rp 5 juta. “Di sini kebanyakan memakai sepatu yang harga Rp4.5 juta. Tapi kami tidak membatasi, siapa saja yang ingin bergabung, kami dengan senang hati siap untuk membimbing dan mengajari sampai bisa. Dan di BIS ini gratis,” sambungnya. Aktif Latihan Para anggota BIS tak hanya bertemu saat car free day saja. Karena mereka juga memiliki jadwal latihan dengan menyewa lapangan Polres Bojonegoro. Yakni malam hari setiap Selasa dan Jumat yang dimulai pukul 19.00 WIB. Sementara aktivitas Minggu pagi di timur
alun-alun adalah khusus ditujukan untuk pertunjukan, sebagai promosi dan menjaring anggota baru. Untuk bisa belajar sepatu roda, Andra memang gampang-gampang susah. Dulu, dia awalnya mengalami kesulitan sampai berbulan-bulan. Namun karena berawal dari suka dan belajar secara otodidak, maka sekarang ia mahir memainkan berbagai gerakan. Sekarang di BIS, anggota baru lebih mundah untuk menguasai sepatu roda, bahkan satu hari bisa, karena sudah ada bimbingan dan bisa mengembangkan melalui belajar dari internet. Pemuda asal Kecamatan Gayam ini menambahkan, kesulitan yang ditemui pertama bagi pemula biasanya adalah menjaga keseimbangan ketika berdiri dan mulai berjalan. Jika latihan dasar
BUKAN hanya laki-laki saja yang menggunakan sepatu roda, tetapi Kaum Hawa atau perempuan juga tidak ketinggalan.
itu lancar, mereka bisa mempelajari gerakan-gerakan seperti cross menyilang melewati cone sebagai rintangan, back cross, crazy left, lying eagle, dan masih banyak gaya lagi dalam olahraga sepaturoda jenis Slalom ini. Meskipun resiko dari belajar sepatu roda itu adalah jatuh, namun selama latihan dan membimbing pemula, belum pernah dijumpai kasus sampai patah tulang. “Mungkin hanya lecet saja. Kalau patah, insyaAllah dan semoga tidak ada,” tutur pria 25 tahun tersebut. Dalam olahraga sepatu roda yang dilaksanakan setiap minggu pagi, biasanya dimulai dengan pemanasan tangan, kaki, pinggang, kemudian mengelilingi alun-alun dan mulai latihan dengan melewati cone. Usai latihan pun, biasa dilakukan pelemasan. Melalui BIS, Andra merasakan banyak manfaat. Salah satunya adalah kesehatan. Dengan bersepaturoda slalom, efeknya terasa pada kaki, pinggang dan punggung, karena biasanya bekerja lebih banyak duduk, membuat sendi-sendi itu kaku. Sekarang dengan olahraga tersebut, menjadi lebih nyaman. “Selain sehat, juga banyak menambah teman di sini,” sambung salah satu anggota lain. Kendala yang ditemui, saat ini lebih kepada fasilitas yang belum ada di Bojonegoro. Seperti membeli sepatu, atau mengganti roda, masih harus melalui online, karena hanya ada di kota-kota besar, seperti Semarang dan Jakarta paling banyak tersedia. Selain itu, tempat untuk latihan khusus sepatu roda juga belum ada di Kabupaten Welas Asih ini. “Harapan kami, komunitas ini bisa lebih berkembang dan fasilitas bisa segera ada,” harapnya. [*]
Butuh Dukungan Lembaga Keberadaan pers sekolah sebenarnya cukup membantu publikasi lembaga. Namun, sejauh ini dukungan untuk mewujudkan Lembaga Pers Siswa (LPS) cukup minim, walaupun dari pelajar telah menggebu-gebu. Butuh kebersamaan antara pimpinan sekolah, guru pembina dan siswa. Laporan: M. Safwan
S
iang itu, beberapa siswa datang ke kantor blokBojonegoro Media di Jalan MT Haryono No 5A Kota Bojonegoro, atau tepatnya kompleks Ruko Permata Jetak. Dua kelompok bergiliran berdiskusi mengenai cara mendirikan LPS di sekolah masing-masing. Sebab, kelompok pertama mengaku sangat antusias, tetapi sejauh ini pihak sekolah belum memberikan respon. “Kita sudah menerbitkan majalah sekali, tepatnya ketika sudah mendapatkan pembelajaran menulis melalui program bB-GtS,” kata salah seorang siswa asal SMK di Kabupaten Bojonegoro. Namun, penerbitan itu hanya berjalan sekali saja, semester selanjutnya berhenti. Sebab, ada beberapa guru yang kurang bersepakat, padahal pimpinan sekolah cukup mendukung. Tim Redaksi yang tengah galau sempat kebingungan dan ingin sekali tetap menerbitkan majalah. Sebab, ada ruang ekspresi yang hilang ketika redaksi vakum. “Tim Redaksi bahkan sempat berdiskusi beberapa kali dengan Tim bB-GtS, karena kapasitas menulis teman-teman harus tetap terasah. Persoalannya, tidak ada pendamping dari guru di sekolah tentang
menulis kreatif,” jelasnya. Untuk tim redaksi kedua yang datang ke bB, sebutan blokBojonegoro Media, mereka ingin menambah jam pertemuan di sekolah, terutama penulisan-penulisan iksi. Sebab, mereka juga ingin menerbitkan buku suatu saat, semisal ontologi cerita pendek (cerpen) atau sejenisnya. “Di sekolah, beberapa guru telah diajak berkomunikasi dan ratarata mendukung. Namun, karena minimnya pengetahuan akan pers sekolah, membuat Tim Redaksi berguru ke bB-GtS,” terang siswi lain dari salah satu SMA di Kota Bojonegoro. Sementara itu Manager bBGtS, Muhammad Nur Muharrom menjelaskan, permasalah pendirian LPS di sekolah memang didominasi kurang mengertinya pimpinan lembaga sekolah setempat. Terutama akan dampak penerbitan majalah yang sangat efektif untuk branding. Belum lagi, siswa-siswi kreatif dalam menulis bisa bertambah terasah. “Manfaatnya dua sisi secara langsung, yang pertama lembaga bisa terpublis hal-hal yang postif, dan kedua siswa akan bertambah baik
menulisnya. Sehingga pihak sekolah tidak kebingungan ketika ada penulisan karya ilmiah dan lombalomba,” tambahnya. Kesadaran Bersama Kalau melihat ilosoi keberadaan LPS di sekolah, diantaranya untuk membantu siswa yang mempunyai skill menulis terwadahi dalam suatu lembaga. LPS menjadi lembaga di bawah naungan sekolah dan sejajar dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Sebab, LPS mempunyai kekhu-
susan
TIM REDAKSI LPS Stylo SMA Plus Alfatimah saat berdiskusi. Mereka telah menerbitkan majalah dan juga suplemen berupa buletin setiap bulannya.
untuk mendirik dan kaderisasi siswa agar pandai
blokBojonegoro/M. Safwan
menulis. Dengan begitu, siswa yang berkompeten menulis yang rata-rata pendiam, dapat tetap menyalurkan bakatnya. “Selama ini sekolah baru akan kebingungan ketika mempunyai program untuk mengirimkan siswa di suatu perlombaan. Semisal karya tulis siswa. Ketika itu, berbagai upaya akan ditempuh agar bisa meloloskan siswanya ke jenjang lebih lanjut,” terang Mumu, panggilan akrab Muhammad Nur Muharrom. A l u m n u s Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu berharap jika suatu saat di Kabupaten Bojonegoro semua sekolah mempunyai LPS. “Alangkah indah dan menarik,” sambungnya. [*}
Tahtimul Quran Perdana di SMA Islam Al-Fattah
Foto: bB GtS PENGURUS OSIS saat melaksanakan tahtimul Quran di musala SMA Islam Al-Fattah
USAI bel pulang berbunyi, sebagian murid SMA Islam Al-Fattah Kalitidu tidak langsung pulang. Mereka bergegas membersihkan musala di lokasi sekolah dan mempersiapkan alat pengeras suara. Belasan siswa-siswi merupakan anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang akan melaksanakan tahtimul quran (khataman). Ini merupakan kegiatan rutin dari OSIS SMA Islam Al-Fattah Kalitidu, walaupun bisa dibilang untuk khataman yang perdana. “Program OSIS ini baru pertama kali kita lakukan di tahun ini. Semoga ke depan lebih baik dan anggota yang ikut juga makin banyak,” kata Ketua Panitia, Sania Nururroshida, pada Selasa awal Bulan Maret 2015. Para pelajar tampak antusias dan segera masuk ke lokasi acara. Dengan khusuk, mereka mengikuti tahapan acara, mulai awal sampai berdoa. “Kegiatan ini juga untuk meningkatkan ketaqwaan pelajar disini,” lanjutnya. Pihak panitia juga berharap, kegiatan semacam ini dapat ditingkatkan ke depannya. “Inilah langkah awal dan juga bukti nyata dari program kerja OSIS. Semoga ke depan lebih baik,” terang Sania. Salah satu guru SMA Islam Al-Fattah, Nawang Sri Wahyuningsih mengatakan, pihaknya memberikan penghargaan yang tinggi kepada pengurus OSIS. Sebab, acara ini cukup bermanfaat untuk lebih meningkatkan keimanan dan juga melatih kekompakan di OSIS. “Kerjasama anggota OSIS akan semakin bertambah dengan adanya kegiatan yang mendorong kebersamaan,” terangnya. [*] *Pengirim: Tim bB-GtS SMA Islam Al-Fattah Kalitidu
Isi Waktu Libur Sekolah dengan Belajar Jurnalistik MINGGU pertama Bulan April 2015, saat libur sekolah siswa-siswi banyak menghabiskan waktu luang mereka untuk santai serta jalanjalan. Tapi tidak untuk tim redaksi majalah SMKN 3 Bojonegoro atau akrab disebut GRESS. Saat liburan ber langsung, mereka tetap semangat belajar m end al am i ilmu jurnalistik dengan cara datang ke kantor redaksi blokBojonegoro Media di Jalan MT Haryono Kota Bojonegoro, tepatnya Kompleks Ruko Permata Jetak. Sebanyak 13 siswa-siswi tersebut semuanya kelas X. “Hanya kelas X saja yang bisa ikut, karena kelas XI masih praktik kerja industri,” ungkap Panji, salah satu tim redaksi GRESS. Kunjungan GRESS kali ini disambut tim blokBojonegoro Goes to School (bBGtS) M. Safwan. Dengan santai diskusi berjalan dan sesekali diselingi dengan praktik menulis. Para pelajar itu juga diajak mendalami pembuatan majalah sekolah yang rencananya akan segera terbit untuk edisi kelima.
Foto: bB GtS TIM Redaksi GRESS saat diterima oleh perwakilan bB-GtS
“Kami sangat senang kalau siswa-siswi menggunakan waktu liburan untuk belajar menulis, apalagi bisa sampai membuat majalah sekolah,” jelas Safwan disela-sela mendampingi Tim GRESS. Ditambahkan, blokBojonegoro Media terbuka apabila siswa-siswi ataupun mahasiswa ingin berkunjung ke kantor dan belajar bareng soal dunia jurnalistik. “Sebab, belum lama ini juga puluhan mahasiswa dari salah satu kampus di Bojonegoro belajar ke sini,” tambahnya. [*] *Pengirim: Redaksi GRESS Tim bB-GtS SMKN 3 Bojonegoro
PMR Wira MAI Attanwir Gelar Tanam Pohon JUMAT, Minggu terakhir di Bulan Maret 2015, Palang Merah Remaja (PMR) Unit MAI Attanwir, Desa Talun, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro menggelar penanaman pohon di Desa Palembon, Kecamatan Kanor. Acara tersebut dimulai pukul 07.30 WIB yang diawali dengan upacara pembukaan di Balai Desa Palembon dengan penyambutan oleh Kepala Desa Palembon, Sujitro. Kegiatan diikuti anggota dan pengurus PMR Wira yang berjumlah kurang lebih 80 anak, serta didampingi pembimbing PMR Wira MAI Attanwir, Eko Margono. Pohon yang ditanam berjumlah 200 bibit yang terdiri dari tanaman jati dan mahoni. Tumbuhan tersebut hasil kerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Pemkab Bojonegoro. Para peserta tampak sangat an-
tusias mengikuti kegiatan tersebut, karena mereka bisa menyatu dengan alam. Dengan harapan, setelah penanaman pohon itu akan dapat mengurangi tingkat penipisan lapisan oksigen dan membuat suasana sejuk. “Saya berharap dengan diadakannya penanaman pohon ini dapat turut serta mengurangi global warming yang kian lama bertambah meningkat. Untuk kedepannya akan dilakukan peninjauan ulang terhadap pohon yang telah ditanam,” kata Ketua PMR Wira MAI Attanwir, Nilna Khumairo’. Ketika ditemui di sela-sela acara, Kepala Desa Palembon, Sujitro mengaku sangat senang dengan dilaksanakannya acara ini. Dia berharap masyarakat Desa Palembon sadar akan pentingnya pohon bagi lingkungan sekitar dan nantinya pohon tersebut akan dapat membawa
ANGGOTA PMR Wra saat menanam pohon di Desa Palembon, Kecamatan Kanor, Bojonegoro
manfaat bagi Desa Palembon, bukan hanya sekarang, tapi sampai di generasi mendatang [*]
Foto: bB GtS
Pengirim: Ana Nur Fitria, Dinda Ayu Maulida Tim bB-GtS MAI Attanwir
Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo
Ke Desa, Aksesnya Sulit Minta Ampun
blokBojonegoro/Parto Sasmito
JALAN akses menuju Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro cukup sulit. Berbagai jalur ditempuh warga untuk menuju ke kampung berada di barat daya Kota Bojonegoro itu.
Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro. Hm…, benarbenar desa terpencil. Untuk menuju desa ini, harus melewati akses yang cukup sulit. Desa ini berada di ujung Kabupaten Bojonegoro arah barat daya dengan tepian wilayah dialiri sungai Bengawan Solo. Jika musim penghujan, warga yang hendak masuk dan keluar desa, harus rela memutar lewat Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, yang sudah masuk wilayah Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Laporan: Parto Sasmito
S
ore itu, mendung hitam bergelayut di langit Desa Ngelo. Kepala Dusun, Jipangulu, Tarmuji tampak gelisah menunggu istrinya yang belum pulang dari kantor Kecamatan Margomulyo. Sejak pagi, istrinya mengikuti lomba senam PKK se-kecamatan. Sesekali ia mencoba menelepon melalui ponsel, dan menanyakan keberadaannya. Dan tak lama kemudian, yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Hujan deras, sedang istrinya belum sampai rumah. “Ya, beginilah kalau hujan. Sudah pasti susah kalau mau ke desa ini. Istri saya bersama anggota PKK, dari kantor kecamatan harus memutar lewat Kecamatan Ngraho ke Kecamatan Padangan dan kemudian ke Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah,” keluh Tarmuji. Itu hanya salah satu dari kesulitan warga yang tinggal di Desa Ngelo. Saat
musim penghujan, akses jalan masuk ke desa susah dilewati, karena masih banyak badan jalan berupa tanah liat. Sebagai jalur alternatif, warga harus memutar ke Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan dengan menitipkan kendaraan mereka di sana, kemudian jalan kaki menyebrangi sungai Bengawan Solo, baru sampai di desa. Untuk ke Desa Ngelo sebenarnya, bisa lewat jalur Padangan ke perempatan Ngraho, membelok ke kanan menuju arah Puskesmas. Setelah itu jalan lurus menuju pertigaan di depan Balai Desa Luwihaji, Kecamatan Ngraho. Namun, lagi-lagi akses tidak mudah. Karena selain badan jalan dari bebatuan yang licin, jalan sepi di antara semak-semak dan pepohonan masih berupa tanah asli. Jika tak berhati-hati, bisa-bisa warga terjatuh. Hampir sepanjang sekitar 3 km jalanan tanah dan lumpur harus ditempuh untuk sampai di pertigaan besar. Setelah itu, baru akan menemui badan jalan dari bebatuan yang licin, lantaran sudah tidak rata. “Kalau dari Luwihaji juga bisa. Yakni menyeberang ke Luak, kemudian ke Mendenrejo dan menyebrang lagi, baru masuk ke desa sini,” sambung Tarmuji. Selain lewat Luwihaji, akses menuju Ngelo sebenarnya juga bisa lewat Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngraho yang berada sebelum Luwihaji. Namun perjalanan juga sedikit lebih jauh ditambah kondisi jalan yang sulit untuk dilalui. Jalan memang sudah berukuran lebar dan makadam, tetapi saat menurun sudah rusak dan licin. Ada juga jalan kecil di bawah jalan utama berupa tanah dan rerumputan yang sengaja dilewati pengguna jalan, karena jalan utama bebatuan lancip, dan tanah. Dua Dusun Paling Terpencil Desa Ngelo memiliki lima dusun,
yakni Jipangulu, Ngelo, Jeruk, Matar dan Tolu, dengan jumlah 11 Rukun Tetangga (RT) dan 5 Rukun Warga (RW). Ketika masuk ke wilayah Desa Ngelo, pertama melewati Dusun Tolu, dengan jalan ada yang paving, blok cor, bebatuan dan juga tanah. Hampir semua jalan, kondisinya seperti itu. Kondisi jalan dari Dusun Tolu ke Dusun Jipangulu, ada badan jalan yang masih tanah. Kondisinya rusak parah karena sering dilewati truk, sehingga jalan menjadi becek dan berlumpur. Sedangkan jalan menuju Dusun Ngelo lebih banyak dari bebatuan dan paving, serta cor blok yang sudah mengelupas permukaannya. Selain itu, medan yang berliku dan tanjakan serta turunan cukup menguras tenaga jika melintasinya dengan motor bebek atau tidak memakai ban bergigi. Akses jalan paling susah, yakni menuju dusun paling selatan Desa Ngelo. Adalah Dusun Jeruk dan Dusun Matar, yang berjarak sekitar 15 km dari pusat pemerintahan desa yang ada di Dusun Jipangulu. Perjalanan melewati tanjakan dan turunan, ada pula jembatan kayu dan jembatan gantung. Sedangkan medan jalan masih banyak yang becek dan licin. Kepala Desa Ngelo, Tri Maryono mengatakan, semenjak ia mejabat menjadi kepala desa di akhir 2007, fokus pembangunan infrastruktur lebih diutamakan untuk jalan dan jembatan. Pada tahun 2009, melalui PNPM, badan jalan mulai dibangun dengan cor dan paving. “Sekarang sebenarnya sudah Alhamdulillah sedikit lebih baik dibandingkan yang dulu-dulu belum tersentuh. Untuk tahun 2015 ini, rencana setelah Agustus nanti ada perbaikan jalan lagi dan sudah kami usulkan,” ujar Tri kepada blokBojonegoro. Kades yang mejabat dua periode ini menambahkan, kondisi jalan di Desa
Ngelo, diakuinya sangat menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di desa yang dipimpinnya. Untuk pengiriman material misalnya. Dari truk pengangkut tidak bisa sampai langsung ke lokasi. Karena jalan tidak memungkinkan untuk dilewati, terpaksa material diturunkan di tengah hutan. Kemudian ada pick up dari dalam desa yang mengambil material itu. “Kalau di Jeruk dan Matar, di sana ada jembatan gantung. Biasanya harus diambil dengan gerobak material yang ada di seberang jembatan,” imbuhnya. Karena diturunkan di tengah perjalanan, lanjut Tri, otomatis biaya juga membengkak. Ia menceritakan, dulu pernah ada truk pengangkut semen tidak bisa melanjutkan perjalan, pihaknya terpaksa mengeluarkan sebesar Rp30.000 per saknya untuk biaya pengangkutan sampai ke lokasi. Kalaupun diseberangkan dengan perahu lewat bengawan, resikonya lebih besar lagi dan biaya juga tambah lebih mahal. “Yang melihat laporan pasti tanda tanya dengan penggunaan dana yang membengkak. Tapi ketika langsung ke lokasi, langsung bisa diterima,” sambung kades yang sebelumnya mejabat sebagai BPD ini. Miliaran Rupiah untuk Bangun Jalan Desa Ngelo, dulu masih masuk dalam wilayah Kecamatan Ngraho. Namun pada sekitaran tahun 1992, terjadi pemekaran wilayah, dan sekarang masuk wilayah Kecamatan Margomulyo. Rincian setelah pemekaran adalah Kecamatan Ngraho memiliki 16 desa, dan Kecamatan Margomulyo sebagai wilayah baru terdapat 6 desa, salah satunya adalah Desa Ngelo. Camat Margomulyo, Muhammad Saiq mengakui, dibandingkan wilayah yang lain, khususnya timur, kecamatan yang baru ini dari sisi pembangunan masih tertinggal. Hal itu dikarenakan jarak antar satu desa dengan yang lain, juga perbatasan desa sangat berjauhan. Bahkan, ada dusun yang terpisah jauh dari pusat pemerintahan desa, jalur yang dilalui justru melewati desa tetangga. “Untuk percepatan pembangunan, kami dipagu Pemkab dengan dana sekitar Rp7,7 miliar. Alhamdulillah dari Musrenbangdes kecamatan, disepakati untuk infrastruktur jalan dan jembatan,” terang Safiq. Adapun pembagian dari dana itu, lanjutnya, masing-masing desa berbeda, tergantung potensi desa. Untuk Desa Ngelo dan Meduri mendapat jatah Rp1,3 miliar, Sumberrejo dan Margomulyo Rp1,2 miliar, Geneng dan Kalangan masing-masing Rp1 miliar yang dialokasikan untuk infrastruktur jalan dan jembatan. “Sedangkan sisanya Rp700 juta, dialokasikan Jalan Untuk Tani (JUT), yakni jalur sawah yang digarap dengan makadam, agar lebih mudah untuk dilewati mengangkut hasil pertanian,” sambung pria yang tinggal di Perumda Kota Bojonegoro ini. Untuk Desa Ngelo sendiri, rencananya akan dibangun jalan dari arah Watujago menuju desa yang berjarak sekitar 25 km. Badan jalan yang akan dibangun, kemungkinan nantinya juga berbeda daripada umumnya. Karena kontur tanah di wilayah tersebut tidak memungkinkan untuk paving atau bahkan aspal. Rencananya, pembangunan dimulai tahun ini, dan ditargetkan selesai tahun 2016.”Namun pelaksanannya bertahap dan menyesuaikan anggaran. Kami sadar karena Bojonegoro bukan hanya Margomulyo,” pungkasnya. [*]
Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo
Bengawan dan Tragedi 2007
blokBojonegoro/Parto Sasmito
LEBIH dari 20 siswa-siswi tengah menunggu perahu untuk menyebrang ke Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Rutinitas itu dilakukan saat berangkat di pagi hari dan pulang sekolah sore harinya.
Di pengujung tahun 2007 silam, musibah besar terjadi di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Sebuah perahu yang membawa 33 siswa terbalik saat menyeberangi sungai Bengawan Solo. Dari kejadian itu, satu orang meninggal dunia. Kisah pilu itu menimbulkan trauma mendalam bagi warga. Namun, jalur penyeberangan sungai tetap saja ramai tiap harinya, karena jalur itulah yang terdekat dibandingkan dengan jalur darat yang sulit. Laporan: Parto Sasmito
P
ukul 06.00 WIB pagi. Sinar matahari terpantul keemasan di air sungai Bengawan Solo yang berwarna cokelat keruh. Sepagi itu, anakanak sekolah sudah ramai berdatangan di dermaga kecil tepian bengawan di bagian utara Desa Ngelo. Tak hanya anak sekolah, ibu-ibu yang hendak ke pasar juga menambah suasana makin berjubel. Sebentar menunggu, perahu penyeberangan datang. Satu persatu penumpang naik hingga hampir penuh. Anak–anak dan perempuan lebih dulu, sedang kaum laki-laki menunggu giliran perahu berikutnya. Setelah semua siap, seorang laki-laki yang sudah berusia tua, menyalakan mesin diesel penggerak perahu. Dan perahu pun perlahan-lahan melaju, melawan arus membawa puluhan penumpang. Pemandangan demikian hampir tiap pagi bisa didapat. Sebagian besar penumpang berdiri memegangi sepeda, dan sebagian duduk di bibir perahu. Pastinya tanpa pengaman atau pelampung. Setelah sampai di seberang, satu persatu penumpang turun di dermaga kecil yang masuk wilayah Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Sesudah semua penumpang turun, perahu kembali ke penyebrangan di sisi Desa Ngelo, untuk mengambil penumpang.
Perahu memang menjadi sarana transportasi yang sudah ada sejak dulu, membantu warga untuk keluar dari desa yang sulit dijangkau dengan transportasi darat. Pemilik perahu penyebrangan, Rabio, kepada blokBojonegoro mengatakan menjadi nahkoda perahu penyeberangan sungai sudah turun temurun dijalani keluarganya. “Saya sendiri sudah lebih dari 40 tahun setiap hari menyeberangkan warga,” ungkap kakek yang berusia lebih dari 60 tahun ini. Meskipun berusia senja, Mbah Bio, begitu ia biasa disapa, tetap menjalankan aktitivitasnya setiap hari, mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Bahkan kadang kala, malam hari jika ada warga yang membutuhkan jasanya, ia tetap siap melayani. Memang, diauki terkadang terasa berat, namun ia harus rela untuk menyebrangkan orang setiap saat. Sayang, anak-anaknya kini belum siap meneruskan pekerjaannya itu. Perahu miliknya dengan bahan bakar bensin untuk menyeberangkan warga tidak pernah rewel. Namun perahu yang lain milik anaknya memakai bahan bakar solar dan lebih sering mangkrak. Kadang hanya dipakai untuk mengangkut-angkut barang. “Kuncinya harus sabar, sadar, dan tekun,” imbuh bapak dari lima anak ini. Mbah Bio tidak pernah mengatakan berapa tarif sekali menyeberang. Karena ia tak
pernah memasang tarif. Ia menerima berapa saja pemberian warga yang menyeberang. Biasanya orang memberinya Rp2.000, sedangkan anak sekolah yang diantarkannya setiap pagi, cuma membayar Rp100.000 tiap anak untuk satu tahun. Itu pun kadang masih tidak cukup untuk operasional perahu. Belum lagi ketika ia harus menyeberangkan dan menjemput hanya satu atau dua orang saja dalam sekali perjalanan. Keberadaan perahu penyebrangan sangat membantu warga terhubung dengan luar desa. Salah satu warga, Santoso mengaku sangat terbantu. Pasalnya hampir setiap hari ia ke pasar yang ada di seberang desa dengan menyebrang perahu. “Pasar paling dekat ada di sana, jadi paling mudah ya naik perahu ini,” tuturnya sambil mengambil barang dagangan di perahu berupa LPG, kebutuhan rumah tangga, hingga bensin yang ia dapat dari pedagang. Santoso menambahkan, biasanya warga memiliki dua motor. Satu motor dipakai ke pasar, satu motor sengaja dititipkan di seberang. Jika sewaktu-waktu ingin bepergian jauh, tidak perlu repot memutar atau membawa motor ke seberang, karena di tempat penyebrangan itu sepeda motor harus digotong untuk bisa naik perahu. Trauma Sampai Sekarang Di balik rutinitas penyeberangan perahu itu, sebenarnya banyak warga yang masih menyimpan trauma pada peristiwa akhir tahun 2007 silam. Mungkin masih ingat di benak masyarakat Bojonegoro akan banjir paling besar yang merendam sejumlah wilayah, bahkan di dalam kota. Salah satu pemuda yang dulu ikut di dalam perahu, Suardi mengatakan waktu itu kebetu-
SISWA dari Desa Ngelo saat berangkat sekolah dengan menumpang perahu
lan Mbah Bio yang biasa menjadi nahkoda sedang sakit. Ia digantikan warga lain untuk menyeberangkan. Hari itu Jumat. Anak-anak pulang sekolah dan sudah naik di perahu, sedang kondisi Sungai Bengawan Solo tengah meluap. “Saat perahu baru jalan dan mau ke tengah, tiba-tiba perahu itu posisi melintang dan diterjang arus deras yang membuat perahu langsung terbalik. Ada 33 siswa, saya dan yang mengendalikan perahu di belakang langsung terseret arus,” kenangnya. Pemuda yang aktif di karang taruna itu menambahkan, pada saat kejadian warga yang ada di Desa Ngelo hanya bisa berteriak histeris di seberang. Tak ada yang bisa berbuat banyak, karena arus sungai memang sangat deras. Andai berusaha menolong dengan perahu kecil yang biasa dipakai mencari ikan, percuma saja dan sama dengan bunuh diri. “Beruntung pada saat itu tanpa dikomando, anak-anak seko-
blokBojonegoro/Parto Sasmito
lah yang sudah besar menolong adik-adiknya. Mereka beramairamai melepas seragam dan mencebur ke arus yang deras demi menolong adik-adiknya,” imbuhnya. Dari puluhan penumpang perahu itu, banyak para korban yang diselamatkan dalam kondisi berlumuran lumpur cokelat. Namun, takdir tak bisa ditolak. Satu anak menjadi korban meninggal, yakni keponakan Kepala Desa (Kades) yang ditemukan di jembatan Cepu-Padangan setelah 3 hari hilang terbawa arus. Hingga kini, musibah itu masih meninggalkan trauma bagi warga Desa Ngelo. Salah satu siswa SDN Ngelo, Waluyo mengatakan, waktu itu ia masih kecil, kakaknya sekolah di Mendenrejo, Blora, juga menjadi korban, beruntung masih diberikan keselamatan. “Ada beberapa anak sini yang sekolah SD di sana. Tapi saya disekolahkan di sini sama orang tua mungkin trauma pada kejadian waktu itu,” ujar Waluyo. [*]
Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo
Dekat Air, Tapi Sulit Air Bersih Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo berada di wilayah bantaran sungai Bengawan Solo. Namun dekat dengan air yang melimpah, bukan berarti warga di desa tersebut mudah mendapatkan air bersih. Karena waktu musim kemarau, sumber air bersih sulit didapatkan. Warga kebingungan mencukupi air untuk hidup sehari-hari. Laporan: Parto Sasmito
D
ari ujung selatan hingga ujung utara, wilayah Desa Ngelo adalah berbatasan langsung dengan sungai Bengawan Solo. Namun, Ngelo berbeda dengan daerah-daerah bantaran sungai lainnya. Karena ketika banjir datang, mungkin daerahdaerah lain akan tergenang, bahkan warga dievakuasi. Tetapi di desa yang ada di ujung selatan dan barat ini, banjir tidak sampai masuk ke pemukiman warga. Menurut Sumbaji, salah satu warga RT 1, banjir besar pernah terjadi dan sampai masuk ke permukiman warga yakni tahun 1993. Waktu itu, banjir sampai menggenangi jalan, dan banyak anak-anak kecil yang justru senang, karena bisa berenang. “Setelah banjir itu, tidak pernah lagi air naik sampai ke jalan ketika banjir datang. Bahkan banjir besar akhir tahun 2007 silam,” ungkapnya. Sejak saat itu hingga sekarang, banjir tak pernah lagi datang menerjang. Ada kemungkinan, air tak pernah meluap karena sungai makin dalam dan lebar lantaran banyaknya penambangan liar pasir bengawan yang dulu banyak beroperasi di seberang desa, yang mengakibatkan dasar sungai menjadi lebih dalam. Menurut dia, tak hanya di musim kemarau saja ada aktivitas penambangan pasir di seberang, bahkan musim penghujan pun kadang masih ada yang beroperasi ketika permukaan bengawan rendah. “Meski sudah ditertibkan, mereka kadang masih bandel. Dampaknya desa kami yang merasakan. Dasar sungai memang lebih dalam dan banjir tidak bisa naik ke desa, tapi dampaknya tanah di desa kami banyak yang longsor dan menjadi tebing,” imbuhnya. Beruntung, meskipun rawan longsor, sebenarnya tanah di Desa Ngelo merupakan tanah pegunungan, jadi tidak terlalu parah. Tapi kontur tanah itu juga membuat warga kesulitan mendapatkan sumber mata air
blokBojonegoro/Parto Sasmito
KONDISI gersang saat kemarau tampak di sebagian wilayah Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Walaupun termasuk Daerah Aliran Sungai
(DAS) Bengawan Solo, tetapi desa tersebut tetap kesulitan air bersih saat musim kering tiba.
bersih. “Meskipun dekat bengawan, di sini susah menemukan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari,” imbuhnya. Warga lainnya, Sunarti membenarkan susahnya menemukan sumber air. Menurutnya, untuk wilayah di dekat bibir bengawan mungkin masih mudah, tapi sedikit masuk di wilayah pemukiman, sumber susah untuh didapatkan. “Rata-rata sampai 30 meter lebih. Itu pun kadang kalau kemarau masih tersendat-sendat,” tutur istri dari Heru ini. Sunarti menambahkan, kebanyakan tanah di desa yang ditempatinya seperti tanah padas yang tidak bisa menyerap air. Ketika tanah dibor baru sekitar 2 meter
saja, tanah sudah retak. Sampai pada kedalaman lebih dari 30 meter baru bisa menemukan sumber. Ketika musim kemarau, warga yang sumurnya tidak mengeluarkan air, numpang ambil air di sumur tetangga yang airnya lancar. Kadang, ada juga yang membuat cerukan atau lubang di tepi bengawan solo untuk mendapatkan air bersih. Saat ini, di ujung Dusun Jipangulu dipasang mesin penyedot air atau Jet Pump milik salah satu warga. Jet Pump itu selalu menyala dari pagi sampai sore hari, mengalirkan air ke beberapa rumah warga, dan warga hanya membayar dengan sukarela un-
tuk kebutuhan listrik pulsa yang dipakai jet pump dan biaya perawatannya. “Mungkin kalau ada tandon untuk menampung air, mungkin juga bisa dirasakan lebih banyak warga manfaatnya,” harapnya. Tahun 2015, Tak BAB di Bengawan Solo Hidup di bantaran sungai Bengawan Solo, juga mempengaruhi kebiasaan buruk warga. Salah satunya adalah buang air besar di sungai. Kepala Desa Ngelo, Tri Maryono mempunyai target di tahun ini bisa mengubah kebiasaan warga tersebut dan menjadikan desa Open Defecation Free (ODF).
Bendung Gerak Karangnongko SUDAH lama, ada rencana pembangunan bendung gerak di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, yakni di Dam Karangnongko. Salah satu fungsinya bisa sebagai penghubung seperti di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu dan Desa Padang, Kecamatan Trucuk. Rencananya, pembangunan itu untuk penyediaan air bersih rumah tangga, irigasi, dan industri bagi masyarakat di wilayah sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah). Ada pun lokasinya di sisi kanan sungai, tepatnya Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo dan sisi kiri di Desa Mendenrejo, dengan panjang bendungan 201,3 meter, serta tinggi 23,2 meter. Bendungan itu memiliki 8 pintu inti dan 3 pintu pengurus, dengan kolam olakan 117,5 meter X 45,0 meter. Pembangunan itu akan berdampak ke tiga kabupaten, yakni Bojonegoro, Blora dan Ngawi. Bahkan, untuk itu Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sum-
ber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Pengendalian Banjir dan Perbaikan Sungai II sebagai pemrakarsa kegiatan sudah mengeluarkan pengumuman Amdal rencana pembangunan bendung gerak/dam Karangnongko, agar warga memberi saran, pendapat dan tanggapan. Ketika pengumuman tersebut, tercantum masyarakat bisa memberikan saran, pendapat dan tanggapan sejak 25 Maret 2009 sampai tanggal 25 April 2009 kepada instansi yang bertanggungjawab beserta tembusannya kepada premrakarsa kegiatan, yakni Kantor Kementerian Negara Lingkup Hidup (Deputi MenLH Bidang Tata Lingkungan), Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur, Badan Lingkungan Hidup 3 Kabupaten (Bojonegoro, Blora dan Ngawi), serta Balai Besar Wilayah Sunga Bengawan Solo (Nippon Co., Ltd). Terkait dengan progres rencana pembangunan Bendung Gerak Karangnongko, Sekretaris Kecamatan Margomulyo, Musta’in
“Kalau ada himbauan bahwa buang air besar (BAB) sembarangan itu bisa menyebarkan penyakit, pasti dijawab ‘halah, kotorannya terbawa arus dan dimakan ikan’. Itulah susahnya mengubah kebiasaan yang sudah ada sejak dulu,” tutur Tri sambil tersenyum bercerita. Di tahun 2015 ini, kades yang mejabat dua periode itu menargetkan masalah buang hajat sembarangan bisa teratasi. Melalui dana desa dan bantuan dari kecamatan, di samping rumahnya sudah ada 350 closet model leher angsa yang siap dibagikan kepada jumlah total 203 kepala keluarga (kk) yang ada di desa yang dipimpinnya. Untuk merealisasikan desa yang bukan hanya bersetatus ODF di sertiikat saja, Tri memancing warga dengan satu karung semen dan beberapa paralon untuk pembuangan. Sementara untuk penampungan limbah domestik, diserahkan kepada warga. “Ada beberapa yang sudah membuat penampungan permanen. Kami sudah mulai di lingkungan RT 1, 2 dan 3, sembilan puluh persen sudah memiliki jamban di rumahnya. Dan yang belum punya, sementara ikut di tetangganya,” jelas suami dari Ngatini tersebut. Meskipun sudah ada jamban di rumah, sebenarnya masih ada warga yang kesulitan mengubah kebiasaan buang hajat di bengawan, karena belum terbiasa di jamban. Namun, kondisi bengawan yang semakin banyak tebing dan permukaan bengawan solo yang sering meluap, membuat warga mulai membiasakan diri untuk buang hajat di jamban. [*]
yang sudah mengawal sejak lama rencana pembangunan tersebut mengatakan, sampai sejauh ini proses yang dilakukan masih sebatas rapat dan pertemuan. “Sudah beberapa kali kami rapat dan pertemuan untuk membahas itu sampai pada Amdal. Kemungkinan tahun 2016 baru dimulai, entah mulai digambar polanya, atau seperti apa, kami belum mendapat kabar lagi. Karena proyek ini didanai dari APBN,” ungkapnya. Meski belum tahu kapan proyek dimulai, tetapi dari pihak kecamatan telah mempersiapkan untuk menyambut Dam Karangnongko yang nanti pasti berdampak besar bagi wilayah Margomulyo, yakni dengan memberikan tanaman produktif seperti jambu merah, mangga, alpukat dan kelengkeng ke desa-desa. Nantinya pohon buah itu akan ditanam di sepanjang jalan. “Untuk menyambut dam itu, kami sudah membibitkan tanaman di kecamatan ini, untuk dibagikan ke desa-desa. Utama nya di jalan Jipang, juga sebagai upaya mempromosikan budaya Samin. Kami telah siap untuk menyambut pembangunan tersebut,” tandasnya. [*]
Pemasangan listrik pada waktu itu, untuk satu alat meteran listrik dipakai ratarata 15 rumah. Adapun pembayannya juga terbilang ruwet, karena harus dibagi dengan dikalkulasi penggunaan daya di setiap rumah. Namun dari warga harus ada kesadaran, agar tidak menimbulkan konlik. Karena jika ‘curang’ dalam penggunaan daya dibandingkan pembayaran, ancamannya adalah pemutusan aliran listrik. Dengan sistem itu, otomatis pemakaian daya juga besar dan biaya yang harus dikeluarkan juga mahal. Hanya untuk penerangan di malam hari dan memakai televisi, biaya dalam satu bulan bisa sampai Rp1 juta hingga Rp1.500.000 dibagi 15 orang. Belum lagi jika ada rumah yang memakai daya lebih besar, listrik otomatis mati karena meteran tidak kuat. Selain ruwet dan mahal, jaringan listrik yang menyalur di desa seberang masih memakai tiang kayu jati. Dulu juga pernah mengalami pemadaman, lantaran banjir besar, ada kayu yang menyangkut kabel sehingga putus. “Untuk penyambungan kabel kembali, kami harus menunggu sampai bengawan surut. Akibatnya beberapa hari warga terpakasa memakai ublik atau lilin di malam hari,” imbuhnya. Di tahun 2009, PLN dari Blora menawarkan pemasangan jaringan listrik dengan sistem pra bayar atau pulsa. Kades Tri menuturkan, pada saat sosialisai, dari pihak PLN menjelaskan bahwa sistem pra bayar yang ditawarkan ke desa, merupakan pertama kalinya di Indonesia. Karena pertama kali, setelah pemasangan jaringan listrik muncul masalah baru,
yakni dari pihak PLN Blora belum bisa melayani untuk pembayaran pra bayar. Akhirnya Tri berangkat ke Solo untuk mendaftar dengan modal Rp1.500.000, hanya mendapatkan token. Untuk melayani orang, ia juga harus menyiapkan modal awal. Pada awal transaksi, Tri memakai modem dan komputer. Ketika komputer rusak, ia memakai handphone, dengan pembayaran melalui elektronik bangking. Awalnya semua berjalan lancar, namun lama kelamaan ia bangkrut. Sebab, banyak warga yang belum punya uang, terpaksa ngutang. Belum lagi jika menggunakan handphone, sudah melakukan transaksi berkali-kali tidak ada bukti atau nota transaksi. “Hutang berkali-kali sampai habis Rp350.000, katanya cuma Rp50.000. Apalagi menjadi kades, kalau mau nagih utang masyarakat Rp25.000 juga serba repot. Akhirnya saya berhenti, dan sekarang sudah banyak jasa isi ulang lewat konterkonter pulsa,” papar bapak dari 2 anak ini. Jika diamati, di Desa Ngelo masih banyak meteran listrik pra bayar yang tertempel di luar rumah berupa kotak putih, namun ada beberapa yang berbeda seperti pada meteran listrik pra bayar saat ini. Di salah satu rumah warga, Sunarti mengatakan, meteran kotak warna putih itu meteran yang pertama kali di pasang di rumah-rumah warga. Namun di rumahnya sudah diganti dengan model baru, karena yang lama sudah rusak. “Dulu nggak bisa ngisi pulsanya, akhirnya meteran rusak dan diganti baru,” ungkapnya. [*]
Semarak Anak Ngaji Sore Hari
blokBojonegoro/Parto Sasmito
JEMBATAN tua yang melintang di atas sungai Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro butuh sentuhan pembangunan.
Sebab, setiap hari banyak warga melintas untuk beraktivitas.
Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo
Baru 2009, Listrik dari Blora Letak geograis Desa Ngelo yang berada di ujung barat daya Kabupaten Bojonegoro, dengan akses jalan masuk desa susah ditempuh, membuat desa itu tertinggal. Bahkan listrik baru bisa dinikmati manfaatnya pada tahun 2009 dengan sistem pra bayar. Laporan: Parto Sasmito
H
ampir sama dengan wilayahwilayah lain di Bojonegoro yang lokasinya jauh melewati hutanhutan dan akses jalan susah dilewati, ke-
beradaan listrik di Desa Ngelo baru bisa dirasakan manfaatnya belakangan ini. Kepala Desa Ngelo, Tri Maryono mengatakan, pada masa sebelum itu, sekitar 15 tahun lamanya warga mendapat aliran listrik dengan swadaya menyambung ke wilayah paling dekat dengan desa, yakni Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Meskipun berbahaya, karena kabel melintang di atas sungai Bengawan Solo, namun resiko tetap diambil, karena keinginan besar untuk juga bisa merasakan manfaat listrik. “Dibilang bahaya, memang bahaya. Mau bagaimana lagi? Indonesia katanya sudah merdeka, tapi di desa ini belum ada listrik yang masuk,” ujar Tri.
SEKITAR tiga belas tahun lalu, Taman Pendidikan al-Quran (TPQ) berdiri di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo. Setahun setelah TPQ berdiri, tepatnya tahun 2003, dua alumni pondok pesantren Nglingi di Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, mendirikan Madrasah Diniyah (Madin). Berdirinya Madin menambah suasana belajar agama di desa terpencil itu semakin semarak. Menjelang Asar, seorang anak mengenakan peci hitam, baju safari putih dan bersarung motif kotak sudah tiba di Madin Fathul ‘Ulum. Lokasi madin berada di sebelah selatan musala Al Fattah, Dusun Jipangulu, Desa Ngelo. Santri kecil itupun langsung menghafal surat-surat pendek al-Quran. Konsentrasi santri itu agak buyar saat ada motor dengan knalpot brong meraung-raung di jalan. Pengendara motor yang tak lain teman si santri berteriak memanggil namanya. Santri itu lalu keluar dan mengobrol tentang tugas sekolah esok hari. Santri itu pun kembali ke ruang belajar madin melanjutkan hafalannya. “Di sini kami ngaji setelah salat Asar sampai pukul lima sore. Kalau malam ngaji di rumah Kang Badrus dekat balai desa,” kata santri yang bernama Waluyo itu. Tak berapa lama, santri-santri lain mulai berdatangan. Mereka ada yang berjalan kaki melewati pekarangan warga, ada yang diantarkan, dan ada juga berboncengan naik motor untuk mengaji. Pemandangan seperti itu, bisa dijumpai setiap sore di dusun paling utara Desa Ngelo. Ustad yang mengajar di Madin Fathul ‘Ulum, Badrun mengatakan, madin tersebut merupakan pertama kali berdiri di Margomulyo. Semua berawal dari Tri
Maryono yang saat ini mejabat kepala desa dan merintis TPQ pada tahun 2002. “Kebetulan Pak Tri sama-sama alumni dengan saya di pondok pesantren Desa Nglingi, Ngasem. Dulu muncul gagasan, setelah TPQ lalu mau ke mana mereka? Akhirnya merintis madin ini tahun 2003,” tutur Badrun. Pria yang akrab disapa Kang Badrun ini menambahkan, pada awal merintis, sempat ada protes dari kepala SDN Ngelo, karena dikira akan mendirikan sekolah baru seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI). Setelah dipertemukan dan dijelaskan tentang madin, akhirnya masalah bisa teratasi. Di dalam madin Miftahul ‘Ulum ada dua tingkatan yakni Madin Wustho dan Madin Ulya, masing-masing ada 2 kelas dengan pelajaran yang diberikan meliputi al-Quran, al-Hadits, ilmu tauhid, tajwid, bahasa Arab, aqidah akhlaq, tarikh (sejarah), nahwu dan tasrif. Selain madin, melalui Lembaga Pendidikan Ilam Miftahul ‘Ulum (LPIMU) juga mengelola Taman Pendidikan Quran (TPQ) Annahdhiyah, pesantren, Jami’yah Istigosah Rohmatal Lil’alamin, Majlis Tahtimul Quran, Majlis Ta’lim Quran dan taman baca. Jika pada sore hari hanya anak-anak SD dan sebagian SMP yang mengaji, setelah menjalankan ibadah salat Magrib banyak anak-anak yang ikut mengaji di rumah Kang Badrun hingga menjelang waktu Isya’. Tak hanya itu, usai Isya’, biasanya pemuda juga berkumpul di rumahnya untuk mengaji. “Untuk yang SMA dan mahasiswa, biasanya ngajinya lebih dikaitkan dengan permasalahan saat ini. Karena juga bisa dijadikan diskusi,” sambungnya dengan sambil tersenyum. [*]
blokBojonegoro/dokumentasi bB
SUASANA Kakbah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi yang terus dipenuhi oleh jemaah walaupun tidak musim haji. Sebab, setiap bulan cukup banyak umat Muslim yang berangkat umrah. Terutama yang berasal dari Indonesia.
Waspada Umrah Murah Puluhan warga Desa Pacul, Kecamatan Kota, Kabupaten Bojonegoro, ditengarai menjadi korban penipuan biro perjalanan haji dan umrah murah. Tiap orang hanya diminta mengurus administrasi dan uang pemberangkatan Rp200.000. Laporan: Joel Joko, M. Yazid
S
eharusnya, warga yang telah dimintai uang itu berangkat pada tanggal awal Maret 2015. Tapi kenyataannya, pihak travel tidak bertanggungjawab. Hingga akhir Maret 2015 belum ada konirmasi ulang soal pemberangkatan dan mengakibatkan jemaah gagal berangkat. Yasin, salah seorang warga RT 013 mengaku ikut daftar karena diajak saudaranya. Dia tidak pernah tahu agen travel yang akan memberangkatkan ke tanah suci, Makkah, karena semua sudah diurus oleh saudaranya, Nawani. “Saya telah menyerahkan data seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Bahkan, sebagian warga juga sempat melakukan foto,” katanya kepada blokBojonegoro. Sementara itu, Cholil warga lain-
nya juga tidak bisa membeberkan awal perkenalan dengan pria asal Desa Mulyoagung, Kecamatan Kota itu. Beberapa bulan lalu pria yang disebut-sebut berinisial “S” menawarkan travel umrah murah. “Di sini ada sekitar tiga puluh orang yang ikut mendaftar,” kata Cholil. Masalah ini memang tidak dilaporkan ke polisi, karena warga berharap ada niat baik dari pihak travel. Selain itu, sebagian warga sudah pasrah dan mengaku lega, seiring kabar penipuan belakangan yang mengaitkan dengan kelompok Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Menanggapi hal ini, Kasi Penyelenggaran Haji dan Umrah, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bojonegoro, Wakhid Priyono meminta agar masyarakat tidak tergiur dengan paket umrah murah. Karena dalam pelaksanaanya tetap
harus disesuaikan dengan perhitungan biaya standar minimal. “Pokoknya jangan tergiur dengan paket yang kelewat murah. Sebab, bisa jadi itu akan merugikan,” kata Wakhid. Ia menyebutkan, munculnya kasus jemaah umrah yang terlantar atau tidak jadi berangkat, karena memang biaya terlalu rendah, atau perusahaan perjalanannya tidak bertanggungjawab. Ia memastikan agar para calon jemaah tidak salah memilih biro perjalan untuk ibadah umrah ke tanah suci. Kemenag Melarang Sebagai antisipasi masyarakat di Kabupaten Bojonegoro tidak terlibat dalam ISIS melalui jasa umrah gratis, Kemenag Bojonegoro mewaspadai kejelasan umrah gratis. Bahkan, pihaknya Kemenag melarang jika tujuan umrah tidak jelas dan terkesan membahayakan. Kasi Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah Kemenag Kabupaten Bojonegoro, Wakhid Priyono mengaku,
umrah gratis keluar dari kewenangan Kemenag, karena yang ditangani Kemenag hanya yang bayar saja. “Umrah gratis dilarang, karena tidak jelas,” kata Wakhid. Selain itu, Kemenag juga berharap masyarakat bisa memilih jasa travel yang akan dipakai saat umrah. Terpenting, jasa travelnya harus jelas dan terdaftar di Kemenag Kabupaten Bojonegoro. Kalau pun trevel dari Jakarta, semestinya juga harus terdaftar di Kemenag Pusat dengan tembusan di daerah-daerah maupun kantor wilayah (Kanwil) Jawa Timur. “Kami khawatir, bisa saja saat di tanah suci, usai ibadah para jemaah diajak ke daerah-daerah basis ISIS. Sehingga kalau gratis, Kemenag melarang, karena ditakutkan ada halhal dibelakang hari,” sambungnya sambil terus mewanti-wanti. Dirinya berharap, banyaknya calon jemaah yang gagal berangkat karena ada yang tertipu dengan berbagai modus, harus dipakai pelajaran. Sebab, masih banyak jasa travel yang benar dan tidak abal-abal.[*]
Pers dan Kemajuan Daerah Oleh: Nanang Fahrudin
*Penulis adalah: reporter blokBojonegoro Media, alumni Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. (Tulisan ini pendapat pribadi)
JOSEPH Pulitzer saat membeli harian The World pada Mei 1883 berpidato dengan begitu heroik tentang posisi ideal The World dalam tatanan masyarakat Amerika waktu itu. Katanya “mendjadi rumah sekolah tiap hari dan mimbar setiap hari, guru setiap hari dan mahkamah setiap hari, sebuah alat keadilan, mendjadi teror terhadap kedjahatan, bantuan bagi pendidikan,….” Pidato Pulitzer tidak panjang namun padat. Berisi harapan agar pers menjadi lembaga yang “suci” dengan seabrek pagar apinya. Salinan pidatonya masih bisa dibaca dalam buku Wartawan-wartawan Berbitjara yang disusun Edmond D. Coblentz dan edisi bahasa Indonesia diterbitkan penerbit Masa tahun 1961. Selain Pulitzer, beberapa pemilik kerajaan pers macam William Randolph Hearst juga membincang tentang posisi ideal pers. Di Indonesia, pers punya hubungan rumit dengan negara. Pada era pra kemerdekaan, pers berperan besar dalam upaya menumbuhkan rasa nasionalisme. Para pahlawan pergerakan nasional, rata-rata berkecimpung di dunia pers meski dari latar belakang berbeda. Seperti Tirto Adhie Soerjo, Ki Hadjar Dewantara, H Agus Salim, Soekarno, Mohamad Hatta, dan sederet panjang nama lain. Pada masa-masa itulah pers tak sekadar menyiarkan berita, melainkan juga memerdekakan bangsa Indonesia. Lalu, ketika orde baru, pers dikunci pada ruang-ruang dengan pengawasan ketat. Tiga media yang nekad keluar dari ruang terkunci itu dibredel. Yakni Detik, Editor dan Tempo. Pembredelan pers waktu itu menjadi hal penting untuk memotret pengekangan atau kekuatan kendali negara atas pers. Dan tibalah era kebebasan, yakni setelah orde baru tumbang pada 1998 disusul dengan diterbitkannya UU Pers no 40 tahun 1999. Pers menjadi lebih terbuka dan kemunculannya seakan tak terhitung jumlahnya. Media lahir dari aneka macam latar belakang, mulai politik, ekonomi, dan juga agama. Kebebasan pers tersebut berbarengan dengan era otonomi daerah yang tentu berdampak pada strategi pembangunan sebuah daerah. Yang awalnya sentralistik berubah menjadi desentralistik. Pusat kekuasaan tak hanya ada di Jakarta, melainkan juga ke daerah-daerah. Termasuk “desentralisasi” korupsi yang menemukan bentuknya yang hebat di daerah.
Di sinilah tantangan pers, yakni membuat pola hubungan dengan negara, bisnis, dan rakyat. Dan pada sisi lain hubungan internal ke dalam tubuh pers itu sendiri. Ketika otonomi daerah digulirkan, pers pun menjadi “lebih daerah”. Artinya, banyak pers yang lahir untuk pembaca di sebuah daerah tertentu saja, disamping karena memang adanya aturan yang berlaku. Peta Sederhana Mungkin bisa dibilang ini adalah sebuah penyederhanaan. Dan memang demikian adanya. Bahwa pers (terbit di daerah maupun yang berpusat di Jakarta) berada di simpang tiga, yakni bisnis, hubungan dengan negara, dan hubungan dengan masyarakat. Tiga hal itu menjadi tantangan yang terus didiskusikan hingga sekarang oleh orang-orang di internal pers maupun mereka yang ada di luar pers. Lembaga pers yang satu dengan yang lain bisa diukur dari kecondongan ke jalan yang mana dari tiga jalan tersebut. Terkadang ada pers yang tetap bisa menyeimbangkan ketiganya, namun tak jarang pers yang berat pada satu sisi saja. Ketika pers hanya menjaga hubungan baik dengan negara, maka yang terjadi adalah tumpulnya daya kritis pers. Rupa pers pun menjadi kuning, sebagaimana plat nomor bus atau angkutan kota milik pemerintah. Pertanggungjawaban pun kepada pemerintah, bukan ke publik. Tak heran jika ada lembaga pers yang membuat kebijakan wartawannya tidak boleh lama berada di satu pos, agar daya kritisnya tetap terjaga. Sementara ketika pers hanya mengurusi bisnis saja, atau biasa dikenal dengan pers “cari makan”, maka fungsi pers tidak akan tercapai. Pada posisi pers yang demikian ini tak ubahnya dengan pabrik. Meski pers tetap saja bisa dibilang sebuah pabrik, yakni pabrik informasi. Namun, lembaga pers tetap saja memiliki perbedaan dengan pabrik. Apalagi ada rel yang harus selalu dilewati dalam setiap kerjanya, yakni UU Nomor 40 tahun 1999. Pada hubungan dengan bisnis, pers dituntut harus sehat secara manajemen. Artinya, sisi bisnis tidak bisa ditinggalkan. Namun pada sisi kepentingan publik harus juga dijaga. Hubungan dengan masyarakat adalah sesuatu yang harus dilakukan. Karena tujuan pers sendiri adalah memberi informasi, pendidikan, dan kritik sosial. Pers tidak bisa hanya berada di menara gading atau
di balik meja. Pers harus terjun ke lapangan, melihat langsung kondisi masyarakat. Menebar Optimisme Ketika semangat otonomi daerah menggelora, ternyata angka korupsi pejabat juga makin menggila. Kementerian Dalam Negeri mencatat hingga Januari 2014 saja terdapat 318 orang dari total 524 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Tak pelak, masyarakat pun geregetan dibuatnya. Akibat yang bisa muncul di level masyarakat adalah frustasi massal dan menurunnya tingkat kepercayaan pada negara. Masyarakat dilanda kebingungan dengan fenomena politik yang banyak menyimpang tersebut. Nah, pada sisi inilah peran pers sangat dibutuhkan. Sebagaimana saya kemukakan di atas, pers (daerah) memiliki ruang lebih banyak untuk meliput daerah dibanding pers nasional. Informasi yang disebarluaskan oleh pers itulah yang mampu memberi kontribusi besar pada kemajuan sebuah daerah. Tentu dengan berpegang pada etika jurnalistik dan UU Nomor 40 tahun 1999. Pers sebagaimana yang diungkapkan Pulitzer, harus menjadi ruang untuk publik hingga mendidik masyarakat menjadi cerdas. Dan tak kalah penting adalah, pers harus mampu merawat optimisme masyarakat. Karena optimism itulah yang mampu membawa masyarakat terus maju dan bergerak menjadi lebih baik. Ikut mengawal pemberantasan korupsi misalnya, itu sudah menjadi tanggungjawab sosial pers. Namun, pers juga perlu memberi ruang yang sama besar untuk kreatiitas-kreatiitas masyarakat. Liputan-liputan kesuksesan bukan berarti liputan bernuansa iklan, namun liputan yang demikian, ketika diberi ruang yang proporsional, akan memberi semangat optimisme bagi masyarakat. Sehingga, pers tak hanya dipenuhi oleh berita-berita begal, gantung diri, tabrak lari, dan hal-hal yang mengerikan lain. Masyarakat perlu mendapat informasi yang seimbang. Dan ini menjadi tanggungjawab pers untuk memberi informasi yang menebarkan optimisme. Pada masa sekarang, idiom bad news is good news mungkin perlu dikoreksi. Karena berita bagus juga mampu menyedot pembaca yang banyak juga. [*]
NGELO, ANTARA BLORA DAN BUMI ANGLING DHARMA
ANAK-ANAK tengah menumpang perahu tanpa menggunakan keamanan sama sekali. Mereka menikmati rutinitas tersebut setiap pagi ketika berangkat dan sepulang sekolah pada sore harinya di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Trauma masa lalu sempat menghantui, karena pernah ada perahu yang mengangkut penuh siswa celaka di Bengawan Solo.
POTRET Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, cukup luar biasa. Selain masih alami di sekitar hutan, desa yang berbatasan dengan Bengawan Solo serta Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, warganya cukup bersahaja. Untuk mencapai desa di pinggiran tersebut, butuh perjuangan ekstra keras, apalagi jika musim penghujan, tanah liat menjadi tantangan tersendiri dan membuat medan sulit dilalui. Setiap hari, jika ingin sekolah atau ke pasar, masyarakat Desa Ngelo lebih memilih ke Blora, karena tinggal menyebrangi bengawan. Kalau ke pusat Kecamatan Margomulyo, waktu yang dibutuhkan lebih panjang dan berliku. Walaupun serba terbatas, mereka tidak pernah mengeluh akan kondisi desa, infrastruktur dan lain sebagainya. [*] Teks-Foto: Muhammad A. Qohhar/Parto Sasmito
SEORANG anak tengah duduk santai di sudut teras bangunan kelas yang kondisinya sungguh memperihatinkan. Siswa lainnya membawa sapu untuk membersihkan lantai yang sudah banyak mengelupas. Karena jalan yang rusak dan berlumpur, kebanyakan siswa tidak memakai alas kaki ketika ke sekolah.
DENGAN santai, seorang wanita membawa pulang sapi ke rumah saat hujan turun
JALUR menanjak dan berbatu menjadi pemandangan biasa di Desa Ngelo
WARGA tengah berjamaah di tempat peribadatan yang sederhana ketika malam tiba
Abdulloh Umar (Sekretaris FKB DPRD Bojonegoro)
Berjuang Lewat Pendidikan dan Politik Kesehariannya habis di dunia pendidikan dan kegiatan organisasi kemasyarakatan, hingga pendampingan masyarakat. Itulah Abdulloh Umar. Bahkan, kini ia terjun ke dunia politik dengan menduduki posisi sebagai sekretaris Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro. Baginya, dengan sumber daya alam yang besar, warga Bojonegoro harus sejahtera. Laporan: Parto Sasmito
D
ari sekian deret aktivitas yang digeluti, ada lebih dari lima jabatan yang disandangnya dan semua memerlukan perhatian masingmasing. Sebut saja menjadi Ketua Devisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) YABIMA Baureno Bojonegoro tahun 2007-sekarang, Ketua Biro Pengembangan SDM dan SDA FORDA UKM Kabupaten Bojonegoro tahun 2009 - sekarang, Ketua Karang Taruna Cahaya Putra Desa Pasinan Baureno tahun 2009 - 2014, Sekretaris Lembaga Da’wah Ittihadul Muballighin Kabupaten Bojonegoro tahun 2009 - sekarang, dan sekretaris Forum Jama’ah Istigotsah dan Sholawat Imdath Kabupaten Bojonegoro tahun DATA DIRI ABDULLOH UMAR Nama Lengkap : Abdulloh Umar, S.Pd Tempat, Tgl. Lahir : Bojonegoro, 10 Mei 1982 Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Pendidikan : S-1 UIN Malang Pekerjaan : Swasta Status : Menikah Istri : Siti Juariah, SH.I Anak : 2 (Dua) Puteri - Nibras Adilla Jauhara Fatihah - Malika Billadiena Basyariah Alamat : Jl. Masjid No. 513 RT/RW 16/08 Pasinan, Baureno, Bojonegoro Riwayat Pendidikan:
-
MI Darul Ulum Baureno-Bojonegoro (Tahun 1988-1994) MTsN Bahrul Ulum, Jombang (Tahun 1994-1997) MA Bahrul Ulum, Jombang (Tahun 1997-2000) S-1 UIN Malang (Tahun 2000-2007)
Pengalaman Organisasi:
- HIMMABA (Himpunan Mahasiswa Malang Alumni Bahrul Ulum) Universitas Islam Negeri Malang Tahun 2000-2007 - Badan Eksekutife Mahasiswa (BEM) UIN Malang Tahun 2004-2005 - PMII Komisariat UIN Malang Tahun 2000-2007 - Ketua Devisi Penelitian & Pengembangan (Litbang) YABIMA Baureno Bojonegoro Tahun 2007-Sekarang - Ketua Biro Pengembangan SDM & SDA FORDA UKM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009-Sekarang - Sekretaris Lembaga Da’wah Ittihadul Muballighin Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009-Sekarang - Sekretaris Forum Jama’ah Istigotsah Dan Sholawat Imdath Kabupaten Bojonegoro Tahun 2007-Sekarang - Ketua IKBAR (Ikatan Keluarga Bani Rasmidin) Kab. Bojonegoro 2014-2019 - Ketua Bidang Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) MWC NU Kecamatan Baureno 20132018. - Ketua Dewan Pembina Dan Pendiri Yayasan Bina Bakti Al-Qalam, Oransbari, Manokwari Selatan, Papua Barat 2015-2020. - Direktur Eksekutife BISMA Institute (Pusat Pengaduan dan Pengembangan Masyarakat) Baureno-Bojonegoro. Riwayat Pekerjaan:
- Konsultan/TPM (Tim Pendamping Masyarakat) Program DPD/K Kabupaten Bojonegoro Tahun 2007 - Konsultan Klinik UMKM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009 - Wakil Kepala Madrasah Tsanawiyyah Madinatul Ulum Pasinan Baureno Bojonegoro Tahun 2007-2014 - Wakil Kepala Madrasah Bidang Sarana Prasarana MAN Baureno Bojonegoro Tahun 2009-2014 - Wakil Ketua (BPD) Badan Permusyawaratan Desa Pasinan Tahun 2013-2014 - Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Kabupaten Bojonegoro - Wakil Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro.
2007 sampai sekarang. Jika disebutkan semua, maka akan sangat panjang, karena begitu banyaknya kegiatan yang digeluti. Umar, begitu ia biasa disapa, lahir di Bojonegoro pada 10 Mei 1982 dan beralamat di Jalan Masjid No. 513 Pasinan, Kecamatan Baureno, Bojonegoro. Putra kedua dari pasangan KH. Abdul Wachid Basyar (BaurenoBojonegoro) dan Hj. Muidah Wachid (Lasem) dari empat bersaudara. Darah perjuangan, keorganisasian dan politik, mengalir dari ayahanda, karena semasa muda KH. Abdul Wachid Basyar merupakan tokoh pendidikan, kemasyarakatan, keagamaan dan sekaligus tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yakni aktif sejak tahun 1965. Dan semasa muda, ayahanda pernah menjabat diantaranya sebagai Anggota DPRD II Kabupaten Bojonegoro dari PPP selama dua periode, tahun 1977-1987. Sewaktu menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Umar sudah aktif di organisasi kemahasiswaan. Mulai dari Mahasiswa pecinta alam, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), hingga aktivis di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Jiwa sosialnya yang tinggi, kritis terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, berapi-api ketika berorasi, serta pembawaaannya yang kalem dan tenang, menjadikannya banyak dikenal dan disegani di kalangan teman-teman aktiis seangkatannya. Awal terjun didunia politik, bermula dari dorongan para kiai sepuh dan para habaib di kalangan kaum Nahdliyin, khususnya di Kecamatan Baureno yang melihat perlunya muncul tokoh muda yang peduli terhadap berbagai persoalan sosial, keagamaan dan problematika di masyarakat. Sekaligus dalam menyampaikan aspirasinya di pemerintahan. Maka, jadilah ia politikus yang aktif hingga sekarang dengan bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan tugas dan tanggung jawab baru yang diamanahkan kepadanya, sebagai sekretaris FKB dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro, ia fokus pada tiga sektor penting bagi masyarakat, diantaranya sektor pendidikan. “Dinas Pendidikan wajib meningkatkan kualitas pelayanan. Baik terhadap masyarakat maupun terhadap perangkat pendidikan. Diantaranya adalah siswa, guru, pegawai, dan sarana penunjang pendidikan,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala MTs Madinatul Ulum ini. Bagaimana pendidikan di Bojonegoro sekarang? Baginya sekolah-sekolah di pedalaman dan pinggir masih perlu perhatian. Selain itu kesejahteraan guru dan karyawan, terutama guru-guru swasta masih perlu ditingkatkan. “Harapannya
tunjangan-tunjangan untuk GTT, baik sertiikasi maupun yang lain, bisa rutin cair setiap bulan, tidak molor-molor, apalagi sampai menunggak beberapa bulan bahkan satu tahun lebih,” imbuh Wakil Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro ini. Sementara itu, memasuki dunia industrialisasi ini diharapkan Diknas juga memaksimalkan peran. Yakni lebih matang mempersiapkan diri terutama menyambut kebutuhan di sektor tersebut dengan meningkatan kegiatan di lingkungan pendidikan luar sekolah dengan membuka language center (pusat bahasa) di setiap-setiap kecamatan dengan biaya dari APBD, terutama untuk bahasa Inggris dan mandarin yang menjadi alat dan kebutuhan masyarakat di masa industrialisasi dan modernisasi ini. Kesejahteraan Sosial Umar juga menaruh perhatian pada bidang kesejahteraan sosial. Kepada blokBojonegoro dia menuturkan masyarakat Bojonegoro harus mampu mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Sehingga kekayaan alam Bojonegoro yang melimpah terutama di sektor Migas bisa dikelola secara mandiri dan dirasakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat Bojonegoro. Diakuinya saat ini, masyarakat Bojonegoro belum merasakan dampak secara langsung dari sumberdaya alam yang mereka miliki. Diharapkan peran Disnakertransos sebagai pagar betis untuk melindungi tenaga kerja lokal disektor tersebut. Selama ini masyarakat Bojonegoro hanya bekerja di sektor tenaga kasar. “Kami akan mendorong Disnakertransos untuk membuat MOU dengan perusahan-perusahan yang ada di Kabupaten Bojonegoro untuk menampung tenaga kerja lokal atau izin usaha mereka dicabut, serta menuangkan hal itu dalam bentuk Perbup ataupun Perda,” tandas pria yang pernah aktif di PMII ini. Lalu bagaimana dengan bidang keagamaan? Baginya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro punya tanggungjawab besar untuk lebih memperhatikan sektor ini. Meningkatkan pembangunan sarana tempat peribadatan dan ke-
giatan keagamaan menjadi hal utama. Dimana sektor keagamaan merupakan satu-satunya alat untuk membentengi dan menanggulangi dampak dari modernisasi. Ia juga mendorong Bupati untuk mengubah Perbup tentang bantuan sosial dan hibah untuk tempat peribadatan untuk renovasi musala dari Rp3,5 juta menjadi Rp15 juta. Untuk pembangunan musala dari Rp5 juta menjadi Rp25 juta. “Seharusnya kita malu bila melihat gedung-gedung bertingkat tinggi, jalanjalan dan infrastruktur terbangun rapi, sementara musala dan masjid akan roboh,” ungkapnya. Dengan APBD Rp2,8 triliun tahun 2015 ini, memilukan sekali Pemkab Bojonegoro tidak memasukkan pilar keagamaan sebagai sektor penting dalam pembangunan Bojonegoro. Hal tersebut berkaca dari alokasi anggaran yang belum menyentuh sama sekali alias sangat minim di sektor tersebut. Ia berharap ada alokasi anggaran khusus dari dana APBD maupun DBH Migas untuk sektor keagamaan. Bekerja sama dengan Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro untuk merumuskan dan melaksanakan program. [*]
Abdulloh Umar Sekretaris FKB DPRD Bojonegoro