2.1
Tinjauan Umum Tentang Perbankan Syariah
2.1.1 Pengertian Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banquedalam bahasa Perancis dan dari kata bancodalam bahasa Italia, yang berarti peti/ lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi tempat penyimpanan benda-benda berharga seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam al-quran, istilah bank tidak disebutkan secara ekspilit. Tetapi jika yang dimaksudkan adalah sesuatu yang memiliki unsurunsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah, ghanimah (rampasan perang, ba’i (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi. Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Bank Islam atau biasa disebut Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional yang produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-qur’an dan Hadist nabi Muhammad S.A.W. Dengan kata lain, bank Islam adalam lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.
Pengertian Perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangak meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jenis –jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah : 1. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan). 2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan hal itu (pasal 1 undang-undang no.7 / 1992 tentang perbankan). Apabila hanya melihat pada Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, memang tidak ada aturan tentang Bank Umum Syariah, karena dalam undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang bank konvensional, kecuali pasal 13 menyatakan BPR berbagi hasil. Bank umum syariah pertama di Indonesia tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Th. 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah N0. 72 Th. 1992, tentang Bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sedangkan sebagai landasan hukum BPRS adalah UU no. 7 Th. 1992 tentang perbankan dan PP No. 73 tentang DPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka Undang-undang nomor 7 tahun1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada mayarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan dalam undang –undang perbankan nomor 10 tahun 1998 pasal 13 adalah sebagai berikut : “Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain(ijarah wa iqtina)”. Dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 10 tahun 1998, maka Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun1992 dicabut dengan Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1998. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah tersebut yaitu : 1. Bank Umum Syariah Peraturan Bank Indonesia nomor 6 / 24 / PBI / 2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut yaitu : a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32 / 2 / UPPB tertanggal 12 Mei 1999
tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah.
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32 / 34 / KEP / DIR tertanggal 12 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Peraturan Bank Indonesia nomor 6 / 17 / PBI / 2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut yaitu : a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32 / 4 / UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah. b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 3 / 36 / KEP / DIR / tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah. 3. Bank Konvensional yang membuka Usaha Syariah (Cabang Syariah) a. Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32 / 33 / KEP / DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum. b. Peraturan Bank Indonesia nomor 4 / 1 / PBI / 2002 tertanggal 27 Maret 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank UmumKonvensional menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Bank Indonesia nomor 2 / 27 / PBI / 2000 tanggal 15
Desember 2000 tentang Bankm Umum Konvensionsl yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Menurut Hery Sudarsono (2005 ; 27), mengemumakan bahwa “Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah”. Menurut Muhammad (2004 ; 1), bahwa : Pengertian Bank Syariah sebagai berikut bahwa “Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan padabunga“dan lebih lanjut, mengemukakan : “Bank Islam adalah lembaga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam”.
2.1.2 Fungsi dan Peran Bank Syariah Apabila selama ini dikenal fungsi bank konvensional adalah sebagai intrermediary (penghubung) antara pihak yang kelebihan dana dan membutuhkan dana selain menjalankan fungsi jasa keuangan, maka dalam bank syariah mempunyai fungsi berbeda dengan bank konvensional. Fungsi bank syariah yaitu manajer investasi, Investor, Jasa keuangan dan sosial. Fungsi-fungsi ini dapat diuraikan menjadi berikut : 1. Manajer Investasi
Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting adalah sebagai manajer investasi, maksudnya adalah bahwa bank syariah tersebut merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah. Fungsi ini tidak banyak diketahui, dimengerti dan dipahami oleh para pakar banker yang bekerja di bank syariah ( bukan bankir syariah), yang kebanyakan masih mempergunakan paradigma pola kerja bank konvensional. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah yang diharapkan mendapatkan hasil, mempunyai implikasi langsung kepada pemilik dana. Jika investasi yang dilakuikan oleh bank syariah mengalami pembayaran yang tidak lancer bahkan sampai macet, dapat mengakibatkan pendapatan yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun menjadi kecil pula. Besarnya dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah bukanlah otomatis pendapatan bagi hasil besar yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun. Bank-bank islam bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau sebuah “agency contract”. Menurut akad mudharabah, bank (di dalam kapasitasnya sebagai seorang mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak-pihak lain) hanya meneri bagian keuntuangan. Tetapi, jika terjadi kerugian maka bank tidak berhak memperoleh imbalan atas usahanya dan kerugian dibebankan kepada penyedia dana (rabul mal). Menurut agency
contract, bank menerima satu jumlah sekaligus (lump sum) atau persentase dari jumlah dana yang diinvestasikan tanpa memperhatikan apakah diperoleh keuntuangan atau tidak. Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana, khususnya dana mudharabah dimana bank bertindak sebagai manajer investasi, dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehungga dana yang dihimpun tersebut harus dapt menghasilkan bagi pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah, apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak, sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada. 2. Investor Bank-bank islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad mudharabah, akad salam, atau istishna, pembentukan perusahaan atau akuisisi pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual belikan. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan dana, setelah bank menerima bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati sebelum pelaksanaan akad antara pemilik rekening investasi dan bank, sebelum
pelaksanaan akad. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dan yang dilakukan oleh bank syariah baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh bebrbeda dengan bank non syariah, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya, hanya saja yang sangat diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariahnya yang tidak boleh dilangar. Bank-bank islam juga menawarkan berbagai jasa-jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya meliputi Letter of Guarantee, wire transfer, Letter of Credit, dll. 4. Pengemban fungsi sosial Konsep perbankan islam mengharuskan bank-bank islam memberikan pelayanan sosial apakah melalui dan qardh (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Disamping itu, konsep perbankan islam juga mengharuskan bank-bank islam memainkkan peran penting di dalam pengembangan
sumber
daya
manusianya
memberikan
kontribusi
bagi
kesejahteraan sosial. Fungsi ini juga yang membedakan fungsi bank syariah dengan bank konvensional, walaupun hal ini ada dalam bank konvensional biasanya dilakukan oleh individu-individu yang mempunyai perhatian dengan hal
sosial tersebut, tetapi dalm bank syariah fungsi sosial merupakan salah satu fungsi yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi yang lainnya. Fungsi ini merupakan bagian dari sistem. Bank syariah harus memegamg amanah dalam menerima ZIS (Zakat, Infak Shadaqah) atau qardhul hasan dan menyalurkan kepada pihak-pihak yang berhak untuk menerimanya dan atas semua itu haruslah dibuatkan laporan sebagai pertanggung jawaban dalam pemegang amanah tersebut. Selain hal tersebut ada transaksi dari bank syariah yang mengandung unsure sosial atau tolong menolong, sebagai contoh transaksi Qardh dimana meminjamkan uang tanpa imbalan apapun, dan transaksi salam dimana penyerahan barang dilakukan belakangan sedangkan pembayaran harus dilakukan dimuka pada saat akad. Apabila mempergunakan paradigma bank konvensional, yang memperdagangkan uang, maka sangatlah rugi memberikan uang tanpa imbalan apapun dan memberika uang yang belum ada barangnya. Jelaslah bahwa fungsi dan metode yang digunakan bank-bank islam dalam melakukan bisnis berbeda secara signifikan dari fungsi dan metode yang digunakan oleh bank-bank konvensional.
2.1.3 Tujuan, Ciri dan Prinsip Bank Syariah
Dalam Undang-undang RI No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan Undangundang RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dapat disimpulkan bahwa system perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan antara lain sebagai berikut : Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan. Menurut Heri Sudarsono (2003 ; 40), bahwa “Bank Syariah mempunyai beberapa tujuan-tujuan yang pada dasarnya untuk mensejahterakan masyarakat muslim”. Tujuan tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktekpraktek riba atau jenis usaha perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis usaha tersebut dilarang dalam Islam dan telah menimbulkan dalpak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat. 2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan membuka peluang berusaha lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahakan kepada kegiatan usaha produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. 4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negar-negara yang sedang berkembang. 5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. 6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank nonsyariah.
Bank Syariah dengan Bank Konvensional pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, namun adapun ciri-ciri perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah : 1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas yang wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. 2. Penggunaan presenrtase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari karena presentase bersifat melekat pada sisa uang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. 3. Didalam
kontrak-kontrak
pembiayaan
proyek,
Bank
Syariah
tidak
menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang diterapkan dimuka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata. 4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpanan dianggap sebagai titipan (al-Wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang dimanfaatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
5. Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut pandang syariahnya. 6. Fungsi kelembagaan Bank Syariah selalu menjembatani antara pemilik modal dengan yang membutuhkan dana juga yang mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah artinya berkewajiban dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya. Bank Syariah dalam melaksanakan operasionalnya menganut dua prinsip yaitu tujuan system perbankan syariah dan prinsip bank islam. Tajuan Sistem Perbankan Syariah, Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada paling tidak, pelaksanaan ajaran Al-qur’an yaitu (1) Prinsip At-Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerjasama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan. (2) Prinsip menghindari Al-Liktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalm transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Prinsip Bank Islam, Prinsip umum yang dianut Bank Islam adalah (1) Larangan riba (bunga) dalam berbagai transaksi, (2) Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah, (3) Memberikan zakat.
2.1.4 Kegiatan Operasional Bank Syariah Kegiatan operasional Bank Syariah baik dalam penghimpunan dana dan penanaman dana maupun pemberian jasa-jasa perbankan menurut Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Bank Bagi Hasil Bank Indonesia adalah sebagai berikut: a. Penghimpunan Dana, yang dimaksud denga simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Bank menerima dana dari masyarakat melalui tiga jenis simpanan dan juga berupa pinjamanan dari lembaga keuangan yang kegiatan operasionalnya berdasarkan syariah: 1. Giro (menggunakan prinsip wadi’ah) Giro wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki. 2. Tabungan (menggunakan prinsip wadi’ah dan mudharabah) a. Tabungan wadi’ah yaitu titipan yang dapat ditarik sewaktuwaktu kapanpun si penitip menghendakinya. b. Tabungan mudharabah yaitu tabungan yang penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu. Pemberian imbalan kepada si penitip dari hasil keuntungan penggunaan simpanan
tersebut jumlahnya didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak. 3. Deposito Berjangka (prinsip mudharabah) Deposito berjangka mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau jatuh tempo. Imbalan yang diberikan atas dasar pembagian keuntungan yang telah ditetapkan dan disetujui sebelumnya. Jika bank mengalami kerugian maka deposan ikut menanggung risiko kerugian. 4. Penerimaan Dana Lainnya Selain menerima simpanan dari masyarakat, bank syariah juga menerima dana dari bank serta pihak lain atas dasar prinsip wadi’ah, mudharabah atau / qardhul hasan. Penerimaan dana atas dasar qardul hasan dapat berupa antara lain zakat, infaq dan shadadaqah (ZIS). b. Penyaluran Dana. Penyaluran dana Bank Syariah dilakukan dengan menyediakan pembiayaan dan piutang untuk berbagai usaha / kegiatan. Pembiayaan dan piutang tersebur adalah sebagai berikut : Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan di muka.
Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan derugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Pitang Murabahah Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Piutang Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran di muka dan pengiriman barang oleh penjual debelakang. Spesifikasi : Barang salam disepakati pada transaksi salam. Piutang Isthisna Isthisna adalah penjualan antar al-mushtani (pembeli) dan as-shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk membuat atau mengdakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa di muka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. c. Pemberian Jasa Perbankan Lainnya,
Bank Syariah memberikan jasa
perbankan lainnya atas dasar prinsip syariah dalam bentuk sebagai berikut 1. Bank Garansi dengan prinsip al-kafalah. Bank dapat memberikan garansi atas permintaan nasabah antara lain untuk menjamin pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijami 2. Transfer dengan prinsip al-Hiwalah
Bank dapat melakukan kegiatan transfer (kiriman uang) dengan prinsip Hiwalah. Untuk pemberian jasa tersebut, bank dapat memperoleh fee sebagai imbalan. 3. Penitipan barang atau surat berharga atas dasar prinsip : a. Wadiah, bank menerima titipan uang, barang atau surat-surat berharga yang tujuannya untuk disimpan (safe deposit box) dan bank memperoleh fee sebagai imbalan b. Wakalah, bank menerima titipan uang atau surat berharga dan mendapatkan kuasa dari yang menitipkan untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Atas pemberian jasa ini bank menerima fee sebagai imbalan. 4. Jual beli mata uang asing dengan prinsip sharf Bagi bank mendapatkan ijin sebagai pedagang valuta asing atau bank devisa dapat melakukan jual beli mata uang asing dengan syarat bahwa mata uang asing yang diperjual belikan dan penyerahan pada saat transaksi jual beli. Bank memperoleh keuntungan dari perbedaan nilai tukar mata uang yang diperjualbelikan 5. Pembukaan L/C dilakukan untuk perdagangan dalam negeri dan atau perdagangan luar negeri.
Khusus untuk pembukaan L/C dalam valuta asing hanya dapat dilakukan oleh bank devisa. Pembukaan L/C tersebut dapat dilakukan atas dasar prinsip sebagai berikut : a. Wakalah, bank membuka L/C atas permintaan nasabah dengan meminta nasabah untuk menyetorkan dana yang cukup (100%) dari besarnya L/C yang dibuka. b. Musyarakah, bank bersama nasabah sepakat untuk membuka L/C untuk memberi barang. Bank meminta kepada nasabah untuk menyetorkan sebagian dana dari harga barang yang dibeli atas dasar prinsip wadi’ah. c. Murabahah, bank memberikan fasilitas kepada nasabah untuk membuka L/C dan memberikan barang yang diperlukan. Dalam pembelian barang tersebut nasabah tidak wajib mnyediakan dana sehingga seluruhnya dibiayai terlebih dahulu oleh bank. Nasabah berjanji akan membelikan barang tersebut sesuai dengan harga sebesar pokok ditambah keuntungan sesuai dengan harga sebesar harga pokok ditambah sesuai dengan kesepakatan bersama.
Dalam kitab Nashu ar-Rayah (4/59), Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah SAW bersabda
yang artinya “Menunda-nunda
pembayaran yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman...”. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran anatara lain sebagai berikut : 1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah yang mampu mebayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja. 2. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan atau tidak mempunyai kemampuan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. 3. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akan ditandatangani. 4. Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial. 5. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
2.2
Keuntungan dan Risiko Murabahah Bank Syariah
Tingkat keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi
oleh
ControlabelFakctorsdanUncontrolabel
Factors.
Controlabel
Factors adalah faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasi kepada wholesale dan retail), pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual beli, pendapatan feei atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncobtrolabel factorsatau factorfaktor eksternal adalah factor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ejonomi secara umum dan situasi persaingan dilingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-faktor ekaternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan factor-faktor eksternal. Ada dua rasio yang biasa dipakai untuk mengukur kinerja bank, yaitu Return on Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average asset). ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata modal (averge equity) atau investasi para pemilik bank. Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Sesuai dengan sifat bisinis (tijarah), transaksi ba’I al-murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Ba’i al –murabahah memberi bnyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan yang
munsul dari selisih harga beli penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, system ba’i al-murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya dai bank syariah. Diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut : 1. Default atau kelalaian : nasabah sengaja tidak membayar angsuran. 2. Fluktuasi harga komparatif : ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual berli tersebut. 3. Penolakan nasabah : barang dkirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab, bisa jadi rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungai oleh asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa sfesifikasi barang tesebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan pejualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian bank mempunyai risiko untuk menjualnya pada pihak lain. 4. Dijual : karena Ba’i al Murabahah bersifat jual beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah
bebas melakukan apaun terhadap asset miliknya tesebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.
2.3
Tinjauan Umum Tentang Pendapatan
2.3.1 Pengertian Pendapatan Pengertian pendapatan dalam PAPSI 2003 (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia) bahwa pendapatan adalah jumlah pendapatan operasi utama yang terdiri dari pendapatan transaksi jual beli, pendapatan dari sewa, pendapatan bagi hasil dan pendapatan operasioanl lainnya. Pendapatan dari jual beli (margin murabahah) Pendapatan margin murabahah merupakan pendapatan margin yang ditangguhkan yang telah dapat diakui karena jatuh tempo atau telah dilunasi piutang murabahahnya.
Pendapatan dari sewa Pendapatan bersih sewa merupakan selisih antara penghasilan yang terkait dengan pemanfaatan aktiva ijarah dan beban-beban yang terkait dengan pengelolaan aktiva ijarah.
Pendapatan dari bagi hasil a.
Pendapatan bagi hasil terdiri dari transaksi penyaluran dana yang didasarkan pada prinsip mudharabah mutlaqah dan musyarakah.
b.
Pendapatan bagi hasil diakui pada saat bank menerima laporan periodik atas usaha yang telah dilakukan oleh mudharib atau pengelola dana/usaha.
c.
Pendanaan dari bagi hasil dikurangi dengan kerugian yang berasal dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang menjadi tanggungan bank, jika kerugian tersebut bukan karena kelalaiam Bank Syariah.
d.
Dalam hal terjadi kerugian dari pembiayaan maka disajikan sebagai kerugian bersih pembiayaan dalam laporan rugi laba.
Pendapatan Operasional lainnya. Pendapatan operasioanl lainnya antara lain dari pendapatan penyelenggaraan jasa perbankan berbasis imbalan (pendapatan fee, administrasi dan pendapatan lainnya.).
2.3.2 Konsep Pendapatan Menurut Syariah
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2000 ; 129), “laba merupakan tambahan atas pembelian (barang) atau pembayaran jasa yang diperoleh dari penjualan kembali urudl (barang) atau pembayaran kembali jasa tersebut, dan ribh (laba) menjadi hak murabihrabbul mal (bank)”. Didalam perbankan syariah tidak ada yang disebut bunga, akan tetapi di dalam syariah disebut dengan bagi hasil. Yang dimaksud dengan ke dalam rekening ini adalah pendapatan baik dari pembiayaan yang diberikan maupun dari penanaman modal yang dilakukan oleh bank Islam.
2.4
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Tingkat kesehatan bank adalah penilaian atas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan standar Bank Indonesia (Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, disempurnakan dengan SK Direksi Bank Indonesia No.30/227/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1988 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang meliputi faktor-faktor sebagai berikut : 1. Faktor Permodalan 2. Faktor Kualitas Aktiva Produktif
3. Faktor Manajemen, dengan penekanan pada manajemen umum dan manajemen risiko 4. Faktor Rentabilitas 5. Faktor Likuiditas 6. Pelaksanaan ketentuan lain yang mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank Tingkat Kesehatan Bank Pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi faktor – faktor sebagai berikut :
Faktor Permodalan
Faktor Kualitas Aktiva Produktif
Faktor Manajemen
Faktor Rentabilitas
Faktor Likuiditas
Komponen Masing – Masing Faktor 1. Faktor Permodalan Setiap bank yang beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk memelihara Kewajiban Penyediana Modal Minimum (KPMM) sekurang – kurangnya 8 %. Minimum Capital Adequacy Ratio sebesar sekurang – kurangnya 8 % ini, dari waktu kewaktu akan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perbankan yang terjadi,
dengan tetap mengacu pada standar internasional, yaitu Banking for Internasional Settlement (BIS) yang berpusat di Geneva. Tinggi rendahya CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 (dua) factor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap factor permodalan didasarkan pada risiko Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Penilaian terhadap faktor Permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Penilaian terhadap pemenuhan KPPM (Kewajiban Penyediaan Modal minimum ) Bank : a. Pemenuhan KPPM sebesar 8 % diberi Predikat “Sehat” dengan Nilai Kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0,1 % dari pemenuhan KPMM sebesar 8 %, maka Nilai Kredit ditambah 1 hingga maksimum 100. b. Pemenuhan KPPM kurang dari 8 % sampai dengan 7,9 % diberi predikat “Kurang Sehat” dengan Nilai Kredit
65 dan untuk setiap
penurunan 0,1 dari pemenuhan KPPM sebesar 7,9 nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0. Yang perlu diketahui disini adalah bahwa pemenuhan KPPM sebesar 8 % pada waktunya akan ditingkatkan/disesuaikan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia.
2. Faktor Kualitas Aktiva Produktif
Faktor Kualitas Aktiva Produktif Faktor Kualitas Aktiva Produktif adalah penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu : Rasio Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif Rasio Penyaitusihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan bentuk (PPAYD) oleh Bank terhadap Penyaitusihan Penghapusan Aktiva Produktif yang Wajib Dibentuk (PPAWD) oleh Bank. Rasio Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif (AP) sebesar 15,5% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 0,15 % mulsi fsri 15,5 % maka nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum100. Rasio PPAPYD terhadap PPAPWD sebesar 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % mulai dari 0, maka kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan adalah Aktiva Produktif, baik sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan atau menimbulkan kerugian, yang besarnya ditetapkan sebagai berikut : a. 25% dari kredit yang digolongkan dalam Perhatian Khusus (Special Mention) b. 50% dari kredit yang digolongkan Kurang Lancar (Substandard) c. 75% dari kredit yang digolongkan Diragukan (Doubtful) d. 100% dari kredit yang digolongkan Macet (Loss) yang masih tercatat dalam pembukuan Bank dan surat berharga yang digolongkan macet.
3. Faktor Manajemen Meliputi penilaian terhadap faktor manajemen yang mencangkup 2 (dua) komponen yaitu Manajemen Umum dan Manajemen Risiko, dengan menggunakan daftar pertanyaan/pernyataan, yang jumlahnya ditetapkan sebagai berikut : a. Bagi bank devisa sebanyak 100 b. Bagi bank non devisa sebanyak 85 Setiap pertanyaan/pernyataan mempunyai nilai kredit sebagai berikut : a. Bagi bank devisa sebesar 0,25 b. Bagi bank non devisa sebesar 0,294 Skala penilaian untuk setiap pertanyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai dengan 4, dengan kriteria sebagai berikut : a. Nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah b. Nilai 1, 2, dan 3 mencerminkan kondisi antara. c. Nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik
4. Faktor Rentabilitas Dalam penilaian faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio, yaitu : a. Rasio Laba Sebelum Pajak (Earning Before Income Tax/EBIT) dalam 12 bulan terakhir rata – rata volume usaha dalam periode yang sama. b.
Rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan Operasional dalam periode yang sama. Untuk hal ini sering digunakan dengan
singkatan BOPO, yaitu Biaya Operasional dibanding dengan Pendapatan Operasional. Jika butir a diatas sebesar 0% atau negative diberi kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0,015 mulai dari 0%, maka nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100 Jika butir b sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan sebesar 0,08%, maka nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100
5. Faktor Likuiditas Komponen faktor likuiditas meliputi Kewajiban Bersih Antara Bank yaitu selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain dan Modal Inti Bank. Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio, yaitu : a. Rasio Kewajiban Bersih Antara Bank terhadap Modal Inti. b. Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud dengan Kewajiban Bersih Antara Bank adalah selisih antara Kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Dana Yang Diterima Bank : Yang dimaksud dengan dana yang diterima bank dalam faktor likuiditas untuk penilaian tingkat kesehatan bank disini adalah meliputi : a. Kredit Likiditas Bank Indonesia (KLBI) b. Giro, Deposito dan Tabungan Masyarakat c. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan dan tidak termasuk pinjaman subordinasi.
d. Deposito dan Pinjaman dari Bank Lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan. e. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dri 3 bulan f. Modal inti g. Modal Pinjaman Apabila rasio Kewajiban Bersih Antara Bank terhadap Modal Inti sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari 100%, maka nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100 Sedangkan untuk rasio Kredit Terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank (b diatas) sebesar 115% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115%, maka nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100.
6. Pelaksanaan Ketentuan Lain. Dalam menilai tingkat kesehatan suatu bank, selain faktor permodalan kualitas aktiva prodiktif. Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, pelaksanaan terhadap ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia juga akan berpengaruh pada hasil penilaian tingkat kesehatan bank, yang meliputi : a. Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) b. Pelanggaran terhadap ketentuan Posisi Devisa neto (PDN)
Jika terjadi pelanggaran terhadap BMPK, maka akan dihitung berdasarkan jumlah kumulatif pelanggaran BMPK kepad debitur individual, debitur kelompok (group) dan pihak terkait dengan bank, terhadap modal bank. Pelanggaran tersebut mengurangi nilai kredit hasil penilaian tingkat kesehatan bank dengan perhitungan sebagai berikut : a. Untuk setiap pelanggaran BMPK, nilai kredit dikurangi 5 b. Untuk setiap pelanggaran BMPK, maka nilai kredit dikurangi lagi dengan maksimum 10
Pelanggaran terhadap ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) Jika bank melakukan pelanggaran terhadap ketentuan besarnya PDN yang dapat dikelola, maka akan dikenakan perhitungan sebagai berikut : a. Dihitung atas dasar jumlah kumulatif pelanggaran yang terjadi dalam 1 (satu) bulan yang dihitung atas dasar laporan mingguan yang memuat rata – rata hari dalam seminggu, baik secara total maupun secara administrative. b. Pelanggaran tersebut mengurangi nilai kredit hasil penilaian tingkat kesehatan dengan perhitungan untuk setiap 1% pelanggaran PDN, maka nilai kredit dikurangi 0,05 dengan maksimum 5.
2.4.1 Pihak-Pihak yang Membutuhkan Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan suatu bank menjadi salah satu tolok ukur kinerja keuangan Bank yang sangat penting dewasa ini, karena dari hasil penilaian ini akan dapat diketahui performance pemilik dan profesionalisme pegelola bank tersebut. Terdapat berbagai pihak yangsangat membutuhkan hasil penilaian tingkat kesehatan bank yaitu : 1. Pengelola Bank. 2. Masyarakat Pengguna Jasa Bank. 3. Bank Indonesia (Selaku Pembina dan Pengawas Bank). 4. Counterparty Bank.
1. Pengelola Bank Yang dimaksud dengan pengelola bank disini adalah pemilik, dewan komisaris dan dewan direksi sangat berkepentingan terhadap penilaian tingkat kesehatan bank yang dikelolanya, berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat diketahui letak kekurangan/kelemahan yang dihadapi bank, sehingga dapat diambil kebijakan yang dapat mempertahankan tingakt kesehatan bank yang telah dicapainya atau menigkatkan tingkat kesehatannya. 2. Masyarakat Pengguna Jasa Bank Dalam kondisi perekonomian yang belum stabil, ditambah dengan penegakan hukum yang belum dapat berjalan dan kondisi sosial politik yang mudah berubahh, maka hasil penilaian tingakt kesehatan bank dapat dijadikan acuan bagi para pemilik dana untuk menyimpan uangnya pada bank yang memiliki kondisi
“Sehat”. Karena hal ini akan memberikan jaminan bahwa dalam waktu tertentu dana yang disimpan pada bank tersebut akan aman. 3. Bank Indonesia Dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank, Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai kepentingan untuk selalu memantau dan melakukan pembinaan terhadap bank-bank yang memiliki kriteria penilaian “Sehat” agar menjadi sehat atau sebagai langkah awal Bank Indonesia untuk melakukan tindakan/kebijakan kepada bang yang bersangkutan, agar masyarakat tidak dirugikan. 4. Counterparty Bank Setiap bank pasti membutuhkan bank lain sebagai counterpart dalam melakukan hubungan koresponden. Dengan adanya hubungan koresponden maka akan memudahkan bank tersebut untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk dapat melakukan kegiatan transaksi pasar uang anatar bank atau Interbank Money Marketdan transaksi valuta asing atau foreignexchange trading, dibutuhkan adanya “Line” baik “Money Market LineI”, “Forex Line” maupun “Credit Line”. Sebelum bank koresponden memberi “Line” tersebut, maka yang dijadikan dasar pemberiannya, dalam melakukan analisis, tingkat kesehatan bank merupakan salah satu alat yang dijadikan dasar pertimbangan dalam memutuskan pemberian “Line” tersebut. Sedangkan besar kecilnya “Line” akan ditentukan oleh besarnya kecilnya “Counterparty Bank”yang bersangkutan, yaitu meliputi Total Assets yang dimiliki,
sumber dana pihak ketiga dan besarnya modal bank tersebut, ditambah besarnya laba yang dapat dihasilkan selama periode tertentu.
2.4.2 Predikat Tingkat Kesehatan Bank Sesuai ketentuan Bank Indonesia, kondisi tingkat kesehatan Bank di Indonesia saat ini dikelompokkan menjadi 4 (empat) predikat, yaitu : a. Sehat b. Cukup Sehat c. Kurang Sehat d. Tidak Sehat Predikat tingkat kesehatan bank yang “Sehat” atau “Cukup Sehat” atau “Kurang Sehat” akan diturunkan menjadi “Tidak Sehat” jika terdapat hal-hal sebagai berikut : a. Perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan. b. Campur tangan pihak-pihak diluar bank dalam kepengurusan (manajemen) bank,
termasuk
didalamnya
kerjasama
yang
tidak
wajar
yang
mengakibatkan salah satu beberapa kantornya berdiri sendiri. c. “Window dressing” dalam pembukuan dan atau laporan bank yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadapa bank.
d. Praktik “bank dalam bank” atau melakukan usaha bank diluar pembukuan bank. e. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikut sertaan dalam kliring atau. f. Praktik perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank dan/atau menurunkan kesehatan bank.
Dengan dimaksudkan unsur-unsur diatas dalam menentukan tingakt kesehatan bank ini berarti sudah dianut asas “prudential banking”, sehingga perbankan Indonesia akan lebih mempunyai pola pengembangan usaha yang lebih professional, di mana pada periode sebelumnya unsur-unsur tersebut belum dimasukkan dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank.