EKSTERNALITAS NEGATIF PENCEMARAN SUNGAI KAMPAR AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) (Studi Kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)
RAHAYU EKA PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) adalah benar karya saya dengan arahan daridosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Rahayu Eka Putri H44090034
iv
ABSTRAK RAHAYU EKA PUTRI. Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Pemanfaatan sumberdaya alam salah satunya dapat dilakukan melalui sektor
pertambangan, baik secara legal maupun ilegal. Salah satu penambangan yang umum dilakukan masyarakat adalah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Umumnya, masyarakat melakukan kegiatan PETI di sungai, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya. PETI memang menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai wadah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dari pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan penambangan emas ilegal. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendeskripsikan gambaran aktivitas PETI di Sungai Kampar, mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran sungai akibat aktivitas PETI, dan mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan mengestimasi nilai Willingness to Pay (WTP) penambang dengan pendekatan CVM. Pengambilan sample dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar, penambang PETI dan stakeholder. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa aktivitas PETI sudah dilakukan sejak tahun 2008 dengan jumlah penambang 150 orang. PETI menimbulkan eksternalitas negatif yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Penambang bersedia mengeluarkan biaya untuk penanggulangan pencemaran sungai. Nilai dugaan rata-rata WTP penambang skala kecil adalah sebesar Rp 34 999 per sekali menambang per orang dan penambang skala besar adalah sebesar Rp 50 000 per sekali menambang per orang. Ada 4 faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP yaitu usia, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama menetap penambang. Kata kunci : CVM, eksternalitas negatif, pencemaran sungai, PETI, Willingness to Pay
ABSTRACT RAHAYU EKA PUTRI. Negative Externality Kampar River Pollution as a Result of Golden Mining Activity Without Authorization. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI. One of the natural resources utilization can be conducted from mining sector, both in a legal and illegal. One of the mining common conducted by the society is Gold Mining without Authorization (PETI). Generally, people conduct the PETI activity in a river, that will bring negative impacts such as water and soil contamination, also have negative damage both healthy and the ecosystem of resources. PETI has been threaten for people life which utilize river as the place to fulfill their daily needs. This research has been conducted to determine the negative externality perceived by the people through Kampar River contamination as the impact of illegal golden mining activities. The specific objective of this research was to describe the PETI activity in Kampar River, to identify the negative externality perceived by the people through river contamination as the impact of PETI activity, and to estimate PETI eligibility to pay for the eradication of Kampar River contamination. The method used in this research was the descriptive analysis and estimate the value of Willingness to Pay (WTP) by the miner with the CVM approaching method. The sampling conducted by purposive sampling method from people lived around Kampar River, PETI miner and stakeholder. The result of this research showed that PETI activity had been conducted since 2008 with the total miner of 150 people. PETI effect the negative externality perceived by the people live around Kampar River. The miners were eligible to pay the cost for the eradication of river contamination. The average estimated value of WTP in small scale miner was Rp 34 999 per mining per person and big scale miner was Rp 50 000 per mining per person. There were 4 factors affect the amount of WTP value there were age, revenue level, family responsibility number and time for the miner stayed. Keywords: CVM,negative externality, PETI, river contamination, Willingness to Pay
vi
EKSTERNALITAS NEGATIF PENCEMARAN SUNGAI KAMPAR AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) (Studi Kasus Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau)
RAHAYU EKA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
viii
Judul Skripsi : Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Nama : Rahayu Eka Putri NIM : H44090034
Disetujui oleh
Dr.Ir. Eka Intan Kumala Putri,MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh
gelarsarjana
pada
Departemen
Ekonomi
Sumberdaya
dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian berlangsung dan penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulias sampaikan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Aparat Desa Lipatkain serta masyarakat dan penambang PETI, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta sahabat-sahabat terbaik saya atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Juli 2013
Rahayu Eka Putri
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
viii ix x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 .......................................................................................... Latar 1 Belakang ................................................................................. 1.2 .......................................................................................... Perumus an Masalah .............................................................................. 4 1.3 .......................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 1.4 .......................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. 5 1.5 .......................................................................................... Ruang 6 Lingkup Penelitian .................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam ................................................................... 2.2 Teori Eksternalitas .................................................................... 2.3 Pertambangan Emas ................................................................. 2.4 Pencemaran Air ........................................................................ 2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................
7 8 10 12 15
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoristis .................................................................. 3.1.1 Konsep Willingness to Pay ............................................. 3.1.2 Model Regresi Linier Berganda ..................................... 3.2 Kerangka Operasional .......................................................
17 17 21 22
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2 Jenis dan sumber Data ............................................................. 4.3 Metode Pengambilan Sample .................................................. 4.4 Metode Analisis Data .............................................................. 4.4.1 Menjelaskan Gambaran Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar ............................ 4.4.2 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang dirasakan Masyarakat...................................................................... 4.4.3 Mengestimasi Nilai Kesediaan PETI Membayar untuk
25 26 26 27 28 28
xii
Penanggulangan Pencemaran ................................................. 28 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Pay ................................ 30 4.4.5 Pengujian Parameter ........................................................ 33 BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 5.2 Karakteristik Responden ........................................................... 5.2.1 Karakteristik Responden Penambang ............................. 5.2.2 Karakteristik Responden Masyarakat ............................. BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar ........................................................................ 6.2 Analisis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Akibat Kegiatan PETI .............................................................. 6.3 Analisis Kesediaan Membayar PETI untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar .................................................... 6.3.1 Analisis WTP PETI untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar ............................................................... 6.3.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Penambang ...................................................
36 38 38 41
44 49 53 54 57
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan .................................................................................. 7.2 Saran ........................................................................................
63 63
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN .......................................................................................... RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
65 67 80
DAFTAR TABEL
Halaman
No
1
Penelitian Terdahulu ...........................................................................
15
2
Matriks Analisis Data ..........................................................................
27
3
Indikator Pengukuran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP ....................................................................................................
4
32
Desa di Kecamatan Kampar Kiri yang Melakukan PETI dan Jumlah Penambang .........................................................................................
36
5
Jumlah dan Persentase Jenis Pekerjaan Penambang ...........................
44
6
Rincian Biaya Operasional Penambang PETI .....................................
47
7
Jumlah dan Persentase Responden yang Merasakan Eksternalitas Negatif Akibat Kegiatan PETI .............................................................
8
Jenis-jenis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Akibat Aktivitas PETI .....................................................................................
9
50
50
Upaya dan Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat untuk Memperoleh Air Bersih ............................................................................................
52
10 Usaha yang Dilakukan untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif Akibat PETI ............................................................................................................ 53 11 Kesediaan PETI untuk Membayar Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar ................................................................................................
54
12 Distribusi WTP Penambang PETI di Desa Lipatkain .........................
55
13 Total WTP Penambang PETI di Desa Lipatkain .................................
57
14 Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTP Penambang PETI ............................................................
59
xiv
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1
Kerangka Alur Berpikir ......................................................................
24
2
Peta Lokasi Penelitian ........................................................................
25
3
Sebaran Penambang Menurut Jenis Kelamin .....................................
38
4 Sebaran Penambang Menurut Usia .....................................................
39
5
Sebaran Penambang Menurut Tingkat Pendidikan Formal ................
39
6
Sebaran Penambang Menurut Tingkat Pendapatan ............................
40
7
Sebaran Penambang Menurut Lama Tinggal .....................................
40
8
Sebaran Masyarakat Menurut Jenis Kelamin .....................................
41
9 Sebaran Masyarakat Menurut Usia .....................................................
41
10
Sebaran Masyarakat Menurut Tingkat Pendidikan Formal ................
42
11
Sebaran Masyarakat Menurut Tingkat Pendapatan ............................
43
12
Sebaran Masyarakat Menurut Lama Tinggal .....................................
43
13
Perbedaan Proses Penambangan Skala Kecil dan Skala Besar ..........
45
14
Dugaan Estimating Curve Penambang Skala Kecil dan Besar ...........
56
15
Grafik scatterplots ..............................................................................
58
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1
Hasil Model Regresi Linier Berganda ................................................
67
2
Uji Heteroskedastisitas ........................................................................
68
3
Uji Normalitas ......................................................................................
69
4
Kuesioner Penelitian Penambang .........................................................
70
5
Kuesioner Penelitian Stakeholder ........................................................
74
6
Kuesioner Penelitian Masyarakat .........................................................
76
7
Dokumentasi .......................................................................................
79
1
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam memiliki potensi yang tinggi seharusnya dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian secara merata.Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang banyak dilakukan masyarakat adalah sektor pertambangan. Kegiatan penambangan tersebut dilakukan baik secara legal maupun ilegal. Apabila hal ini terus berlangsung maka akan menyebabkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan yang parah dalam jangka panjang. Salah satu kegiatan penambangan ilegal yang umum dilakukan masyarakat adalah penambangan emas di sekitar sungai. Istilah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) semula dipergunakan untuk pertambangan emas tanpa izin, tetapi dalam perkembangan selanjutnya permasalahan PETI tidak hanya pada komoditi bahan galian emas tetapi juga diterapkan pada pertambangan tanpa izin untuk bahan galian lain baik Golongan A, B maupun C (PP No. 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian) yang biasanya termasuk pada Pertambangan Skala Kecil (PSK).Kegiatan penambangan ini dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu sumberdaya air yang memiliki manfaat yang sangat besar. Di Indonesia beberapa sungai digunakan untuk kebutuhan sarana dan prasana dan sebagian lainnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat di sekitar sungai.Indonesia memiliki sekitar 5590 sungai utama dan sekitar 65017 anak sungai. Panjang total sungai utama mencapai 94573 km dengan luas DAS mencapai 1 512 466 km². Kondisi sungai yang menurun kualitasnya dapat dilihat dari jumlah DAS kritisnya yang semakin bertambah, pada tahun 1984 tercatat sebanyak 22 DAS dalam kondisi kritis, kemudian bertambah menjadi 39 pada tahun 1922, pada tahun 1998 menjadi 59 DAS dan tahun 2003 menjadi 62 DAS (Depkimpraswil 2003 dalam
2 Murdiono 2008). Bahkan pada tahun 2006 DAS yang mengalami kerusakan diperkirakan sudah mencapai 282 DAS (Murdiono 2008). Menurut Murdiono (2008) pencemaran sungai merupakan suatu masalah yang harus diperhatikan saat ini. Data dampak ekonomi dari sanitasi di Asia Tenggara tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 70 persen sungai di Indonesia telah mengalami pencemaran. Beberapa sungai penting di Indonesia telah mengalami pencemaran dan tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah baik karena limbah industri, limbah rumah tangga atau dari kegiatan pertambangan yang dilakukan di sekitar sungai. Di berbagai daerah di Indonesia kegiatan pertambangan emas sepertinya sudah menjadi lumrah. Kegiatan penambangan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan dampak negatif terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Maraknya kegiatan penambangan ternyata memberikan masalah bagi daerah karena sebagian besar penambangan dilakukan tanpa memiliki izin. Penambangan Emas Tanpa Izin memang menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai wadah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pencemaran sungai akibat kegiatan PETI juga terjadi di beberapa sungai di Sumatera, salah satunya Sungai Kampar yang terdapat di Riau yang tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal yang dilakukan di sepanjang sungai. Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, panjang aliran Sungai Kampar di Kecamatan Kampar Kiri sepanjang 40 km dan yang telah tercemar sepanjang 15 km tepatnya di Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri. Kondisi Sungai Kampar kini perlu perhatian khusus dari semua pihak terutama pemerintah Pemkab Kampar. Dahulu air Sungai Kampar dapat diminum dan digunakan secara bebas dan aman oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai untuk keperluan sehari-hari. Namun kini, kondisinya telah berubah menjadi keruh, kotor, dan berbau sehingga sudah tidak layak untuk digunakan masyarakat. Jumlah penduduk Desa Lipatkain kira-kira ± 3682 jiwa atau 997 Kepala Keluarga (KK). Masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Kampar sebanyak 689 KK dan yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 155 KK. Kini masyarakat Desa Lipatkain tidak lagi dapat memanfaatkan Sungai Kampar seperti dahulu karena penurunan kualitas air sungai yang menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya berbagai
3 macam penyakit serta penurunan pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan (Kantor Desa Lipatkain). Secara resmi kegiatan pertambangan emas yang dikelola masyarakat tidak diizinkan oleh pemerintah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat di sekitar lokasi PETI adalah penggunaan bahan berbahaya beracun (B3) yaitu; merkuri (Hg). Penggunaan merkuri sebagai bahan untuk mengikat dan pemisah bijih emas dengan pasir, lumpur dan air yang tidak dikelola dengan baik akan membawa dampak bagi penambang emas maupun masyarakat sekitar lokasi PETI. Sebagaimana
dicantumkan
dalam
Peraturan
Pemerintah
(PP)
RepublikIndonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam PP tersebut dicantumkan suatu ketentuan umum yang berhubungan dengan pencemaran air. Ketentuan umum tersebut antara lain memuat definisi pencemaran air, baku mutu air, baku mutu limbah cair dan beban serat daya tampung beban pencemaran air. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut memuat juga perihal inventarisasi kualitas dan kuantitas air, penggolongan air, upaya pengendalian, perizinan, pengawasan dan pemantauan, pembiayaan inventarisasi dan pengawasan pencemaran air, sanksi pelanggaran dan ketentuan peralihan. Dalam rangka pengawasan, pengendalian dan pemulihan Sungai Kampar sebagai akibat penambangan emas ilegal atau tanpa izin diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar harus mengambil tindakan tegas terhadap pihak PETI. Pencemaran Sungai Kampar dapat mempengaruhi secara langsung masyarakat yang tinggal disekitar aliran sungai, karena sungai dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari seperti untuk dikonsumsi, mandi, mencuci, dan kegiatan lainnya. Pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan PETI menimbulkan biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat yang belum diperhitungkan oleh penambang PETI sehingga menyebabkan kerugian masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui apa saja kerugian yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan PETI tersebut serta untuk mengetahui kebijakan apa yang seharusnya diberlakukan pemerintah untuk penanggulangan pencemaran akibat kegiatan PETI.
4 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan penambangan emas ilegal di sepanjang Sungai Kampar di Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampartelah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan di sekitar sungai tersebut. Masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat kegiatan penambangan antara lain tercemarnya Sungai Kampar yang menjadi sumber kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta lumpuhnya mata pencarian nelayan di Kabupaten Kampar.1 Eksternalitas lain yang ditimbulkan adalah semakin dangkalnya dasar sungai dan terjadi abrasi di bibir sungai karena matinya pepohonan akibat pencemaran ulah penambang emas liar itu. Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, saat ini Sungai Kampar mengalami sedimentasi yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2001 kedalaman Sungai Kampar, khususnya Kampar Kiri rata-rata 7-10 meter dengan lebar 80-100 m, namun pada tahun 2011 sungai tersebut mengalami pendangkalan yang signifikan. Saat ini kedalaman Sungai Kampar Kiri diperkirakan hanya mencapai 6-8 meter. Masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan terancam mengalami berbagai penyakit seperti gatal-gatal, sakit perut, mual. Penambangan emas ilegal tidak hanya terjadi di Sungai Kampar, sungai lain yang tercemar seperti Sungai Kuansing diharapkan juga secepatnya dilakukan penertiban, mengingat pekerjaan ilegal ini telah merusak lingkungan dan meresahkan masyarakat. Diharapkan diberikan tindakan tegas kepada pelaku penambangan PETI karena sangat disayangkan jika Sungai Kampar yang terbagi dua zona mengalami pencemaran akibat penambangan emas liar. Secara geografi Sungai Kampar dibagi dua zona. Zona pertama sungai yang berhulu di XIII Koto Panjang dan zona kedua berhulu di Sungai Kuansing dan Subayang yang bermuara pada satu tempat di daerah Langgam, Pelalawan.2
1
http://haluanriaupress.com/index. Aktivitas PETI Marak (bagian I)Lubuk Porak Poranda, ikan menghilang.Riau. [20 Mei 2012]. 2 http://kuansing-kotajalur.blogspot.[20 Mei 2012].
5 Berdasarkan uraian di atas, beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar? 2. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI? 3. Berapa besar nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar? 1.3 Tujuan Penelitian Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan gambaran kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar. 2. Mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI. 3.
Mengestimasi
nilai
kesediaan
PETI
membayar
untuk
penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terkait antara lain pemerintah daerah, masyarakat sekitar bantaran Sungai Kampar, civitas akademika, dan peneliti sendiri. Bagi pemerintah daerah hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait masalah pencemaran Sungai Kampar akibat aktivitas PETI, sedangkan masyarakat diharapkan lebih mengerti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Bagi civitas akademika, penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan, sedangkan bagi peneliti sendiri penelitian ini sebagai alat untuk mempraktikkan teori-teori yang selama ini diperoleh selama kuliah, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai
6 pentingnya menjaga sumberdaya lingkungan yang tersedia agar dapat terus dimanfaatkan tanpa mengurangi kualitasnya, sehingga keberlangsungan dapat terjaga. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi untuk mendeskripsikan gambaran aktivitas PETI di Sungai Kampar,mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI, serta mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar.Penelitian ini hanya mencakup daerah Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Responden merupakan masyarakat yang merasakan eksternalitas dari kegiatan PETI, penambang PETI serta Pemerintah Daerah setempat.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam Sumberdaya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, hutan. Pada dasarnya alam memiliki sifat yang beranekaragam, namun serasi dan seimbang. Pemanfaatan sumberdaya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumberdaya alam bersifat terbatas. Persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri sehingga keberlangsungan sumberdaya alam tersebut dapat tercapai (Fauzi 2006). Menurut Manik (2003), berdasarkan sudut pandang ekonomi, sumberdaya merupakan suatu input dalam suatu proses produksi. Sumberdaya juga diartikan sebagai suatu atribut atau unsur dari lingkungan, yang menurut pendapat manusia mempunyai nilai dalam jangka waktu tertentu, yang ditentukan oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan. Sumberdaya alam dapat dibedakan berdasarkan proses terjadinya, sifat, dan kemungkinan pemulihan: a. Berdasarkan proses terjadinya Sumberdaya dapat dibagi dua bagian, yaitu: 1. Sumberdaya buatan, yaitu sumberdaya yang sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti: waduk, danau. 2. Sumberdaya alam, yaitu sumberdaya yang tersedia di alam secara alami. Seperti: hutan, air, tanah. b. Berdasarkan sifat Sumberdaya alam dibagi dua bagian, yaitu : 1. Sumberdaya alam fisik, yaitu sumberdaya alam yang merupakan bendabenda mati (abiotik), tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas lingkungan. Seperti: air, tanah, mineral.
8 2. Sumberdaya alam hayati, yaitu sumberdaya alam ini terdiri dari makhluk hidup (biotik) yang berperan sebagai produsen, perombak, dan konsumen. Seperti: tumbuhan, mikroorganisme, satwa, dan ikan. c. Berdasarkan kemungkinan pemulihan Menurut kemungkinan pemulihannya sumberdaya alam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Sumberdaya alam dapat dipulihkan atau diperbaharui (renewable), dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali). Seperti: tumbuhan, air, hewan, tanah. 2. Sumberdaya alam tidak dapat dipulihkan (non-renewable), seperti: bahanbahan tambang (minyak bumi, batu bara). 3. Sumberdaya alam yang tidak akan habis (continuous resources), seperti: udara, matahari. 2.2 Teori Eksternalitas Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi apapun sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (eksternalitas positif) atau merugikan (eksternalitas negatif). Eksternalitas terjadi apabila tindakan seseorang menyebabkan atau menimbulkan dampak terhadaporang lain atau sekelompok orang tanpa adanya kompensasi apapun sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Pada dasarnya eksternalitas timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yangberwawasan lingkungan (Yohana2010). Menurut Yohana (2010) jenis-jenis eksternalitas berdasarkan interaksi agen ekonomi adalah sebagai berikut ini : 1. Producer to producer externality: terjadi jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan perubahan/pergeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contoh: limbah pertambangan emas di hulu sungai dapat merugikan nelayan (produsen hilir).
9 2.
Producer to consumer externality: terjadi jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan perubahan/pergeseran fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contoh: pencemaran air sungai.
3. Consumer to consumer externality: terjadi jika aktivitas seseorang atau sekelompok konsumen mempengaruhi fungsi utilitas konsumen lain. Contoh: asap rokok. 4. Consumer to producer externality: terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu atau sekelompok produsen. Contoh: pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai dapat mengganggu nelayan. SelanjutnyaYohana (2010) menyatakan eksternalitas dan ketidakefisienan alokasi
sumberdaya
dapat
disebabkan
oleh
faktor
barang
publik,
ketidaksempurnaan pasar dankegagalan pemerintah. Barang publik (public goods) adalah barang yang apabiladikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Masalah dalam barang publik timbul karena produsen tidakdapat meminta konsumen untuk membayar atas konsumsi barang tersebut.Berdasarkan ciri-cirinya, barang publik memiliki dua sifat dominan yaitunon-rivalry (tidak ada persaingan) atau non-excludable (tidak ada larangan). Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan di dalamsuatu
tukar-menukar
hak-hak
kepemilikan
(property
rights)
mampumempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yangtidak sempuna (imperfect markets) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal). Eksternalitas tidak hanya diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapijuga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pasarhanyalah salah satu sebab mengapa pemerintah harus turun tangan dalamperekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara optimal (Mangkusubroto 1999dalam Wijayanti 2011). Menurut Yohana (2010) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu: 1. informasi yang terbatas 2. pengawasan yang terbatas atas reaksi pihak swasta 3. pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat
10 4. hambatan dalam proses politik. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui dahulu oleh pihak legislatif. 2.3 Pertambangan Emas Pertambangan merupakan salah satu pemanfataan sumberdaya alam yang termasuk ke dalam kelompok stok, dimana sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak efisien akan mengurangi persediaan di masa datang. Sumberdaya ini disebut sebagai sumberdaya
tidak
dapat
diperbaharui
(non-renewable)
atau
terhabiskan
(exhaustible) (Fauzi2006). Di dalam Pasal 1 UU Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Menurut Ngadiran et al.(2002), emas merupakan salah satu bahan tambang yang menjadi prioritas sebagai sumber pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun dalam pelaksanaannya penambangan skala kecil terdapat beberapa persoalan dalam pengelolaannya seperti : 1. Keselamatan kerja kurang terjamin karena penambang dalam pengelolaan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun, seperti sianida dan merkuri. 2. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin. Cara patungan diupayakan diantara para penambang sekalipun jumlahnya sangat terbatas. Para penambang sering sekali berhutang karena tidak ada bank yang mau member kredit. 3. Para penambang bekerja dengan teknik sederhana yang dipelajari secara tradisional dan turun temurun, sehingga tidak terjadi inovasi. Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan. 4. Jumlah cadangan atau kadarnya belum diketahui karena pada umumnya belum pernah dilakukan eksplorasi sebelum kegiatan penambangan.
11 5. Peralatan kerja cadangan untuk penambangan belum tersedia sehingga jika alat kerja rusak maka kegiatan penambangan akan dihentikan. Pertambangan emas yang dikelola masyarakat secara umum belum memiliki izin dari pemerintah setempat sehingga kegiatan penambangan ini disebut Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Berdasarkan hasil yang diperoleh oleh Tim Koordinasi pencegahan dan penanggulangan masalah penambangan emas pada bulan Maret tahun 2003, PETI disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Tradisi 2. Sempitnya lapangan kerja 3. Backing 4. Instan 5. Lemahnya hukum. Selanjutnya Ngadiran et al.(2002) menyatakan secara teoristis dampak yang dirasakan masyarakat yang berada di sekitar lokasi penambangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak fisik dan nonfisik. Dampak fisik pertambangan emas terbagi menjadi dua yaitu positif dan negatif. Dampak positif yaitu diantaranya dapat meningkatkan derajat hidup masyarakat dan tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sedangkan dampak negatif seperti dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air, udara, kesehatan masyarakat sekitar serta dapat merusak air, tanah, dan tumbuh-tumbuhan. Apabila kondisi seperti ini berlangsung terus menerus di suatu daerah maka ketahanan daerah tersebut bisa rapuh. Dampak nonfisik dari kegiatan penambangan adalah adanya perubahanperubahan pola pikir masyarakat seperti perubahan dalam organisasi masyarakat, persepsi masyarakat, gaya hidup dan kepuasan, serta pengaruh pembangunan (Sulistina et al. 1991 dalam Ngadiran et al. 2002). Menurut Effendi (2003) dampak pertambangan berdasarkan sifat racun (toksik), pencemar dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Polutan tak toksik (nontoxic polutan), yaitu polutan yang telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Polutan tak toksik terdiri dari bahan-bahan tersuspensi yang dapat
12 meningkatkan kekeruhan dan nutrient yang dapat memacu terjadinya pengayaan (eutrofikasi) perairan. 2. Polutan toksik, yaitu polutan yang bukan alami dikenal dengan istilah xenobiotik (polutan artificial) yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia, diantaranya bahan-bahan kimia yang bersifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi seperti merkuri, logam, asam, dan senyawa organik dari kegiatan industri, domestik, pertanian. Subanri (2008) menyatakan penggunaan merkuri dan sianida serta pembuangan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan pencemaran air sungai dari hulu hingga hilir. Jika limbah tambang dibuang ke sungai maka potensi dampak yang ditimbulkan adalah: 1. Pendangkalan sungai karena pasir sisa penambangan dibuang di badan sungai 2. Perubahan alur sungai serta tertutupnya aliran sungai 3. Banjir di sekitar lokasi buangan ketika musim hujan 4. Kekeruhan di aliran sungai terutama daerah hilir 5. Menurunnya kualitas air karena kandungan senyawa berbahaya yang digunakan pada proses penambangan yang terbawa oleh aliran sungai. 2.4 Pencemaran Air Air
merupakan
sumberdaya
alam
yang
sangat
penting
untuk
keberlangsungan dan pemenuhan kebutuhan hidup manusia bahkan semua makhluk hidup. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya air harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Dalam pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dinyatakan, “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif”. Menurut Manik (2003), pencemaran air didefenisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan dalam tingkat yang tak mampu dinetralisasi oleh alam. Bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan biasanya berupa limbah suatu aktivitas. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan
13 menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah pertanian dan peternakan serta limbah pariwisata. Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, dan limbah gas serta campuran dari limbah tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau beracun. Pencemaran air menurut surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah masuknya makhluk hidup,zat energi, atau komponen lain kedalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1). Menurut Wardhana (2004), air tercemar apabila telah menyimpang dari keadaaan normalnya yaitu tergantung pada faktor penentu, seperti kegunaan ait itu sendiri dan asal sumber air. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan yang dapat diamati melalui : 1. Adanya perubahan suhu air 2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air 4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut 5. Adanya mikroorganisme 6. Meningkatkan radioaktivitas air lingkungan. Dewasa ini perkembangan sektor industri dan transportasi semakin meningkat, seperti industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, yang menyebabkan semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara, dan tanah. Upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh akibat kegiatan industri tersebut maka ditetapkan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 1990 tentang
14 Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan yaitu : 1. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut. 2. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. 3. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan. 4. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukkannya. 5. Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah. 6. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya. 7. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu. 8. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup. Dalam pasal 7 penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut : Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. Golongan B: Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. Golongan C: Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
15 Golongan D: Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air. 2.5 Penelitian Terdahulu Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah pencemaran sungai. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi yaitu penelitian tentang dampak kerugian ekonomi dan nilai kompensasi (WTA) atas pencemaran sungai dan penelitian terhadap dampak pertambangan emas. Tabel 1 menunjukkan matriks penelitian terdahulu yang menjadi referensi pada penelitian ini. Tabel 1 Penelitian terdahulu No
Nama
Judul
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1
Sianturi (2012)
Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi – Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri
Analisis Regresi Logistik, CVM, Analisis Regresi Berganda, Analisis Deskriptif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air Sungai Musi, dimana kuantitas air kurang dan kualitas air buruk. Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Besar nilai ratarata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210.333,33 per bulan per rumahtangga, sedangkan nilai total WTA responden yaitu sebesar Rp 13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp 17.804.293.178,00 per bulan.
2
Trianita (2011)
Penilaian Potensi Wisata Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan
WTP, Model Regresi Logit, Analisis Deskriptif,
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kawasan wisata Musiduga memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan. Berdasarkan WTP pengunjung, harga tiket maksimum adalah sebesar Rp 3.000. Persepsi multistakeholderterhadap kemungkinan penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata sulit dilakukan. Hal ini terlihat dari persentase kemungkinan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata masih rendah yaitu sebanyak 28%.
16 Tabel 1 Penelitian terdahulu (lanjutan) No 3
Nama Subanri (2008)
Judul Kajian Beban Pencemaran Merkuri (HG) terhadap Air Sungai Menyuke dan Gangguan Kesehatan pada Penambang sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat
Alat Analisis
Hasil Penelitian
Uji Regresi untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
Hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat di lapangan menunjukkan banyak keluhan gangguan kesehatan pada penambang emas tanpa izin disekitar Sungai Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Berdasarkan catatan medis puskesmas, wawancara dan kuesioner. Di dapatkan gejala keracunan merkury penelitian sebanyak 60 orang. Kadar merkuri air dan sedimen diukur dengan alat Cold Vapor Atomic Absorption Spectrophotometry (CV-AAS) di laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimanta Barat.
Penelitian mengenai eksternalitas dan kesediaan membayar (WTP) masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitianpenelitian tersebut dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi, Fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai akibat kegiatan PETI. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menetukan nilai kesediaan membayar penambang PETI terhadap pencemaran Sungai Kampar adalah dengan analisisWillingness to Pay (WTP) menggunakan pendekatan CVM dan Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP penambang PETI.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoristis Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah salah satu sumberdaya air berupa daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan dan pengaliran air dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai dengan keseimbangan daerah tersebut. Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang banyak dilakukan masyarakat adalah sektor pertambangan baik secara legal maupun ilegal. Kegiatan penambangan ilegal yang umum dilakukan masyarakat adalah penambangan emas di sekitar sungai. Kegiatan penambangan ini dapat menimbulkan dampak atau eksternalitas negatif diantaranya adalah pencemaran air, tanah serta dapat merusak kesehatan dan ekosistem suatu sumberdaya sehingga menimbulkan biaya eksternal yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. 3.1.1 Konsep Willingness to Pay Willingness to Pay (WTP)atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao dan Kling(2005) dalam Nababan (2008) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. WTP sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson dan Drolet 2003 dalam Nababan 2008). Disisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen (Dinauli1999 dalam Nababan 2008).Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu
18 manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu.
Setiap
individu
atau
rumah
tangga
selalu
berusaha
untuk
memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau yang ingin dibeli atau dibayar (WTP) oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu (Perloff2004 dalam Nababan 2008). WTP atau kesediaan untuk membayar merupakan salah satu bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Perhitungan WTP melihat seberapa jauh kemampuan individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar lebih sesuai dengan standar yang diinginkan, dimana WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash 1993). Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTP untuk menghitung peningkatan atau penurunan kondisi lingkungan adalah : Melalui suatu survei
1.
dalam menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik. 2.
Menghitung
biaya
yang bersedia dibayarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan. 3.
Menghitung penurunan dan peningkatan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurun atau meningkatnya kualitas lingkungan.
A.
Asumsi
dalam
Pendekatan Willingness to Pay (WTP) Masyarakat Beberapa asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Pay (WTP) dari setiap responden adalah :
19 1.
Responden merupakan penambang emas yang ditemui di lokasi penelitian dan bersedia membayar untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik.
2.
Nilai
WTP
yang
diberikan responden merupakan nilai maksimum yang bersedia dibayarkan responden. Pemerintah
3.
Daerah
ataupun swasta memberikan perhatian terhadap pencemaran Sungai Kampar akibat PETI. 4.
Responden
dipilih
secara sengaja dari masyarakat yang bekerja sebagai penambang emas di lokasi penelitian. B.
Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Pay Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran
nilai WTP/WTA responden (Kumar dan Rao 2006 dalam Nababan 2008) adalah: Bidding
1.
Game
(Metode tawar-menawar) Metode yang digunakan dengan menanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati. 2.
Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka) Metode yang dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden berapa jumlah atau nilai maksimum yang ingin dibayar terhadap perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada didalam kuesioner.
20 3.
Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup) Metode pertanyaan ini tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja dalam bentuk tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTP atau WTA yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka. Payment
4.
Card
(Metode kartu pembayaran) Pada metode ini responden diminta memilih WTP yang realistis menurut preferensinya yang ditawarkan dalam bentuk kartu. Dalam mengembangkan kualitas
metode
ini
dapat
diberikan
semacam
nilai
patokan
yang
menggambarkan nilai yang dikeluarkan responden. Kelebihan metode ini dapat memberikan semacam rangsangan yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu. Kelemahan metode ini adalah responden masih bisa terpengaruh oleh besaran nilai yang tertera pada kartu yang diberikan. C.
Langkah-langkah untuk Mendapatkan Nilai Willingness to Pay Responden Nilai WTP responden dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan
CVM. Pendekatan CVM memiliki tahapan (Hanley dan Spash 1993), diantaranya: 1.
Membangun
Pasar
Hipotetik Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membangun pasar hipotetik dan pertanyaan mengenai nilai barang/jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam kuesioner sehingga responden dapat memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuesioner juga perlu menjelaskan
21 perubahan yang akan terjadi jika terdapat keinginan masyarakat untuk membayar. 2.
Memperoleh
Nilai
Penawaran Terhadap WTP Setelah kuesioner dibuat, maka tahap selanjutnya adalah memperoleh nilai penawaran terhadap WTP. Tahapan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam teknik wawancara mengenai besarnya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan. Kemungkinan terjadinya bias saat melakukan teknik-teknik wawancara tersebut bisa saja terjadi. 3.
Menghitung
Dugaan
Nilai Rata-rata WTP Dugaan nilai rata-rata WTP dapat dihitung setelah mendapatkan nilai penawaran. Bila rentang nilai penawaran tidak terlalu jauh, maka dapat dilakukan perhitungan nilai tengah. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan biasanya selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya.
4. Menduga Kurva Permintaan WTP Kurva permintaan WTP diperkirakan menggunakan fungsi WTP terdiri dari jumlah responden yang bersedia dibayarkan oleh responden. 5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data adalah proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. 6. Mengevaluasi Pengggunaan CVM Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana CVM telah berhasil diterapkan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan fungsi WTP dengan melihat nilaiAdjustedR-squares dari model regresi berganda WTP penambang PETI. 3.1.2 Model Regresi Linier Berganda
22 Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus 2004) : 1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari tergantung pada
tertentu adalah nol.
2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi artinya dengan
tertentu
simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €. 5. Tidak ada multikolinieritas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya. 6. € didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE), sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak memiliki pengaruh yang serius. 3.2 Kerangka Operasional Pencemaran sungai merupakan suatu masalah yang harus diperhatikan saat ini. Salah satunya Sungai Kampar yang terdapat di Riau yang tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal yang dilakukan di sepanjang sungai.Aktivitas
23 penambangan emas di sepanjang Sungai Kampar telah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan di sekitar sungai tersebut. Masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan akibat kegiatan penambangan antara lain tercemarnya Sungai Kampar yang menjadi sumber kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta lumpuhnya mata pencarian nelayan di Kabupaten Kampar. Selain itu, penambangan tersebut juga menyebabkan semakin dangkalnya dasar sungai dan terjadi abrasi di bibir sungai karena matinya pepohonan. Saat ini Sungai Kampar mengalami sedimentasi yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2001 kedalaman sungai Kampar, khususnya Kampar kiri rata-rata 7-10 meter dengan lebar 80-100 m, namun pada tahun 2011 sungai tersebut mengalami pendangkalan yang signifikan. Saat ini kedalaman Sungai Kampar Kiri diperkirakan hanya mencapai 6-8 meter. Masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan terancam mengalami berbagai penyakit seperti gatal-gatal, sakit perut, mual. Secara resmi kegiatan pertambangan emas yang dikelola masyarakat tidak diizinkan oleh pemerintah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Pengendalian dan pemulihan Sungai Kampar sebagai akibat penambangan emas ilegal atau tanpa izin diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar harus mengambil tindakan tegas terhadap pihak PETI. Pencemaran Sungai Kampar dapat mempengaruhi secara langsung masyarakat yang tinggal disekitar aliran sungai sehingga menimbulkan kerugian terhadap masyarakat, seperti : gangguan kesehatan, kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih, penurunan pendapatan bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Oleh karena itu perlu dikaji gambaran umum kegiatan PETI di Sungai Kampar yang akan dianalisis secara deskriptif, eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar yang akan dianalisis secara deskriptif, dan besarnya nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar yang akan dianalisis menggunakan WTP dengan pendekatan CVM dan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP penambang PETI.Berkenaan dengan pemahaman dan fenomena yang dipaparkan diatas, model kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:
24
Penambangan emas ilegal di Desa Lipatkain Eksternalitas
Eksternalitas Positif -Peningkatan pendapatan masyarakat -Penyerapan tenaga kerja
Eksternalitas Negatif
Pencemaran Sungai Kampar
Pencemaran Udara
1. Penurunan kualitas dan kuantitas air bersih 2. Lumpuhnya mata pencaharian masyarakat (nelayan) 3. Gangguan kesehatan
25
Kerugian Masyarakat : Biaya air bersih, penurunan pendapatan nelayan, alergi kulit hk Gambaran umum aktivitas PETI di Sungai Kampar
Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar
Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif
Besarnya nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar WTP, Regresi linier berganda
Rekomendasi Nilai Kesediaan PETI Membayar untuk Perbaikan Pencemaran Gambar 1 Kerangka alur berpikir Keterangan : = Batasan Penelitian = Aliran
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di pemukiman masyarakat bantaran Sungai Kampar Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (Gambar 2). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena pencemaran yang terjadi sangat merusak ekosistem sungai dan menyebabkan penurunan kualitas air sungai sehingga menimbulkan eksternalitas negatif yang sangat besar bagi masyarakat serta belum adanya penelitian yang dilakukan di Sungai Kampar. Pengambilan data dilakukan bulan Februari 2013 sampai dengan April2013.
26
Lokasi Penelitian Sumber : Kantor Camat Kampar Kiri Hulu (2013)
Gambar 2 Lokasi penelitian
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dengan jalan dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan langsung dari objek yang diteliti. Data primer diperoleh melalui pembagian kuesioner dan wawancara langsung kepada masyarakat sekitar Sungai Kampar yang mengalami kerugian karena pencemaran dan penambang emas, kemudian melakukan studi literatur untuk mengetahui sumber-sumber dan dampak terjadinya pencemaran. Data sekunder diperoleh dari literatur, website dan dari instansi yang terkait dengan penelitian yaitu kantor Camat Kampar Kiri dan kantor Desa Lipatkain. Selain dari instansi terkait, data-data sekunder juga diperoleh dari literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian ini. Data sekunder yang
27 dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data mengenai semua hal yang menyangkut informasi mengenai kegiatan PETI dan eksternalitas negatif yang ditimbulkan,serta data lain yang dibutuhkan. 4.3 Metode Pengambilan Sample Pada penelitian ini responden berasal dari masyarakat sekitar Sungai Kampar, penambang emas, dan instansi terkait. Metode pengambilan sample dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan responden yang ditemui di lokasi secara sengaja sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki yang sesuai dengan kriteria penelitian. Responden yang dipilih pada penelitian ini merupakan masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Kampar yang mengetahui kondisi sungai sebelum dan setelah adanya kegiatan PETIserta yang dinilai dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk mengikuti proses wawancara dan penambang PETI yang telah lama melakukan kegiatan penambangan serta stakeholder yang mengetahui kegiatan PETI. Pemilihan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan pada teorema limit sentral yang menerapkan pengambilan sampel minimum sebanyak 30 orang, hal ini sesuai dengan Gujarati (2007) yang menyatakan dalam distribusi probabilitas apapun, jumlah sampel minimal 30 sampel akan mendekati normal. Responden yang dijadikan sebagai sample penelitian ini berjumlah 91 orang. Wawancara dilakukan terhadap 46 orang penambang PETI, 40 orang masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Sungai Kampar, serta 5 orang Aparat Desa. Responden yang dimaksud memiliki kriteria sehat jasmani dan rohani, mampu berkomunikasi dengan baik dan kehidupannya terkait langsung dengan Sungai Kampar dan kegiatan PETI. 4.4 Metode Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual danmenggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excell dan SPSS 16.
28 Pada tabel dibawah ini akan diuraikan matriks analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Tabel 2Matriks analisis data No
Tujuan Penelitian
Sumber Data dan Jumlah Sampel
Analisis Data
1.
Menjelaskan gambaran kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar
Data primer : -Wawancara dengan penambang emas ilegal (46 orang) -Wawancara secara mendalam dengan Aparat Desa (5 orang) -Responden 51 orang
Analisis Deskriptif
2.
Mengindentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat terhadap pencemaran Sungai Kampar
Data primer : -Wawancara dengan masyarakat sekitar sungai yang menjadi responden -Responden 40 orang
Analisis Deskriptif
3.
Mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar
Data primer : -Wawancara dengan penambang PETI yang menjadi responden, -Responden 46 orang
WTP dengan pendekatan CVM, Analisis Regresi Linier Berganda
4.4.1 Mendeskripsikan Gambaran Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar Menjelaskan gambaran kegiatan PETI di Sungai Kampar melalui wawancara kepada penambang emas ilegal yang menjadi responden dalam penelitian (kuesioner) dan wawancara secara mendalam kepada Aparat Desa yang dianalisis secara deskriptif. Analisis ini diharapkan dapat menjelaskan kegiatan PETI yang dilakukan di Sungai Kampar oleh para penambang, baik dari segi penambang maupun Aparat Desa. 4.4.2 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Identifikasi eksternalitas yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar terhadap pencemaran sungai melalui wawancara dengan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian yang dianalisis secara deskriptif. Wawancara
29 dilakukan untuk mengetahui eksternalitas apa saja yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan penambangan di Sungai Kampar. Analisis ini diharapkan dapat menjelaskan eksternalitas apa saja yang dirasakan masyarakat dan kerugian yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar serta kebijakan apa yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk menanggulangi eksternalitas yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan PETI di Sungai Kampar. 4.4.3 Mengestimasi Nilai Kesediaan Penanggulangan Pencemaran
PETI
Membayar
untuk
Mengestimasi nilai kesediaan PETI membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar (WTP) digunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Metode valuasi ini adalah perhitungan secara langsung (survei) dalam hal ini langsung menanyakan kemauan membayar (WTP) kepada responden/penambang untuk penanggulangan pencemaran sungai akibat kegiatan PETImenggunakan kuesioner, dengan tahapan sebagai berikut : 1. Membuat Pasar Hipotetik Pasar hipotetik dibuat atas dasar skenario bahwa Pemerintah Daerah akan memberlakukan kebijakan baru yaitu para penambang akan membayar biaya pencemaran sungai akibat kegiatan PETI karena telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar Sungai Kampar. Pertanyaan dalam pasar hipotetik yang dibentuk dalam skenario adalah: “Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpatisipasi dalam bentuk kesediaan membayar untuk penanggulangan pencemaran sungai akibat kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kampar?”
2. Memperoleh Nilai Penawaran WTP (Obtaining Bids) Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan wawancara langsung. Responden/penambang ditanya berapa besar maksimum WTP yang dibayarkan terhadap dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam penelitian ini digunakan
cara
Bidding
Game
(metode
tawar-menawar).
Bidding
Gamemerupakan salah satu metode yang mempertanyakan kepada responden nilai WTP yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat
30 sampai titik maksimum yang disepakati, sehingga responden dapat menentukan sesuai kemampuannya. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP (Estimating Mean WTP) Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTP diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :
Keterangan : EWTP n i
= Dugaan rataan WTP = Jumlah tiap data = Jumlah responden (46 orang) = Responden ke-i yang bersedia membayar
4. Menduga Kurva Permintaan WTP (Estimating Curve) Pendugaan kurva WTP dilakukan menggunakan persamaan : WTP = f (jumlah responden, besarnya nilai WTP) Keterangan : jumlah responden = responden yang bersedia membayar WTP (orang) besarnya nilai WTP = nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp) 5. Menjumlahkan Data (Agregating Data) Penjumlahan
data
adalah
proses
dimana
nilai
rata-rata
penawaran
dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTP penambang dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTP. Rumus yang digunakan adalah : TWTP =
Keterangan : TWTP = Total WTP WTP = WTP individu ke-i = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP i = Responden ke-i yang bersedia membayar 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM
31 Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Model CVM dievaluasidengan melihat nilai R-squares Adjusted dari model OLS (Ordinary Least Square) WTP. 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Pay (WTP) Analisis fungsi WTP bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP PETI di Sungai Kampar. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut : = β0 + β1 PNDP + β2 JTK + β3 FP + β4 US + β5 LM + β6 DPNB + β7 DKAS + εi Keterangan : = Nilai WTP yang bersedia dibayarresponden = konstanta = koefisien regresi PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) FP = frekuensi penambangan (kali) US = usia responden (tahun) LM = lama tinggal (tahun) DPNB = dummy jenis pekerjaan penambang (1 = utama ; 0 = sampingan) DKAS = dummy kedangkalan air sungai (1 = tidak dangkal ; 0 = dangkal) i = responden ke-i ε = galat Variabel yang mempengaruhi secara positif besarnya nilai WTP adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan usia responden. Variabel lama tinggal berpengaruh secara negatif terhadap besarnya nilai WTP, sedangkan frekuensi penambangan, dummy jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) dan dummy kedangkalan air sungai tidak berpengaruhi terhadap besarnya nilai WTP. Tingginya tingkat pendapatan diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Usia, lama tinggal, dan jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) responden di sekitar sungai juga akan mempengaruhi responden untuk membayar. Frekuensi penambangan juga seharusnya berpengaruh, semakin sering responden menambang maka WTP penambang akan semakin meningkat. Persepsi kedangkalan air sungaijuga
32 mempengaruhi, semakin dangkal air sungai maka penambang akan lebih sering melakukan kegiatan penambangan PETI sehingga WTP akan semakin meningkat. Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTP dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3Indikator pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP No
Variabel
Indikator Pengukuran
1
WTP
Kesediaan / kemampuan membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan PETI, dibedakan menjadi : a. Rp 30.000 (starting point) b. Rp 40.000 c. Rp 50.000 d. Rp 60.000 e. Rp 70.000
2
Tingkat Pendapatan / PNDP (perbulan)
Dibedakan menjadi : a. Rp 1.000.000 – 1.400.000
33 b. Rp 1.400.001– 1.900.000 c. Rp 1.900.001 – 2.400.000 d. Rp 2.400.001 – 2.900.000 e. ≥ Rp 2.900.001 3
Jumlah Tanggungan Keluarga / JTK (orang)
Dibedakan menjadi : a. ≤ 2 orangc. 4 orang b. 3 orang d. 5 orang
Frekuensi Penambangan / FP (kali perbulan)
Dibedakan menjadi : a. 10 – 13 kali c. 18 – 21 kali b. 14 – 17 kali d. 22– 25kali
5
Usia Responden / US (tahun)
Dibedakan menjadi : a. 19 – 26 tahun b. 27 – 34 tahun c. 35 – 42 tahun d. 43– 50tahun e. ≥ 51 tahun
6
Lama Tinggal / LM (tahun)
Dibedakan menjadi : a. 5 – 11 tahun b. 12 – 18 tahun c. 19 – 25 tahun d. 26 – 32 tahun e. ≥ 33 tahun
7
Jenis Pekerjaan Penambang / PNB
Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi 1 = pekerjaanutama dan 0 = bukan pekerjaan utama
8
Kedangkalan Air Sungai / KAS
Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi 1 = tidak dangkal dan 0 = dangkal
4
e. ≥ 6 orang
e. ≥ 26 kali
4.4.5 Pengujian Parameter Pengujian secara statistik terhadap model perlu dilakukan dengan cara : 1. Uji Keandalan Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yaitu melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Dua sifat R² adalah merupakan besaran negatif dan batasnya antara nol sampai satu. R² sebesar 1 berarti kecocokan sempurna sedangkan R² yang
34 bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Rumus untuk menghitung R² adalah : R² =
=
Keterangan : JKT = jumlah kuadrat total JKG= jumlah kuadrat galat 2. Uji statistik t Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t adalah (Ramanathan 1997): :
0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
:
0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Jika
maka
diterima, artinya variabel bebas ( ) tidak
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika variabel bebas
, maka terima
artinya
) berpengaruh nyata terhadap (Y).
3. Uji statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997)adalah : =
=
=
=…β=0
=
=
=
=…β
0 =
Keterangan : JKK JKG n k
= jumlah keluarga untuk nilai tengah kolom = jumlah kuadrat galat = jumlah sampel = jumlah peubah
35 Jika
maka terima
yang artinya secara serentak variabel
tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika artinya variabel
, maka terima
) yang
) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).
4. Uji Terhadap Multikolinier Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF)
10 tidak ada masalah multikolinier.
5. Uji Heteroskedastisitas Salah
satu
asumsi
metode
pendugaan
kuadrat
terkecil
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas
asumsi
ini
disebut
heteroskedastisitas.
Deteksi
ada
tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola
tertentu
pada
grafik
scatterplot.
Dasar
analisis
uji
heteroskedastisitas(Ghozali 2006): 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
6. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal. Pembuktian untuk
36 meyakini data telah mendekati sebaran normal perlu dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa signifikan dibawah lima persen (5%) berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal. 7. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1.55 dan 2.46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004).
V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terjadi di beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri. Kegiatan PETI ini sudah menjadi mata pencaharian
37 masyarakat di daerah tersebut. Tabel 4menunjukkan beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri yang melakukan kegiatan PETI. Tabel 4Desa di Kecamatan Kampar Kiri yang melakukan PETI dan jumlah penambang No
Nama Desa
Jumlah Penambang
1
Padang Sawah
± 45 orang
2
IV Koto Setingkai
± 65 orang
3
Sungai Rambai
± 35 orang
4
Sungai Sarik
± 40 orang
5
Teluk Paman
± 50 orang
6
Lipatkain
± 150 orang
Sumber : Kantor Camat Kampar Kiri Hulu (2013)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat desa-desa yang melakukan kegiatan PETI dan jumlah penambang yang ada pada tiap desa. Desa Lipatkain merupakan desa dengan jumlah penambang yang paling banyak yaitu 150 orang dibanding desa lainnya sehingga eksternalitas negatif yang ditimbulkan juga lebih besar. Desa Lipatkain merupakan desa yang paling besar dan merupakan pusat dari kegiatan PETI sehingga penelitian ini dilakukan di desa tersebut. Desa Lipatkain secara administratif terletak di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
: Desa Sungai Pagar
Sebelah selatan
: Kabupaten Kuantan Singingi
Sebelah timur
: Desa suka Makmur
Sebelah barat
: Kecamatan IV Koto Setingkai
Berdasarkan informasi dari Kantor Camat Kampar Kiri, luas wilayah Desa Lipatkain adalah 5140 haterdiri dari sembilan Rukun Warga (RW) dan 25 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk adalah sebesar 3682 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi atas 1938 jiwa penduduk laki-laki dan 1744 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 997 KK. Desa Lipatkain memiliki dataran rendah seluas 220 ha dan bukit seluas 280 ha. Pemukiman masyarakat yang paling dekat dengan Sungai Kampar yaitu RW 03 dan RW 04. Sumber penghasilan utama masyarakat berasal dari sektor perkebunan dengan jenis komoditi kelapa sawit, selain itu masyarakat juga bekerja sebagai wiraswasta, pedagang, nelayan dan penambang emas ilegal.
38 Potensi sumberdaya alam yang terdapat di Desa Lipatkain terdiri atas sektor peternakan, perkebunan, perikanan serta bahan galian. Jenis populasi ternak Desa Lipatkain adalah sapi, ayam, kambing, dan itik. Sistem pemasaran untuk komoditas peternakan yaitu langsung dijual ke pasar hewan. Sektor perkebunan dengan luas 800 ha sebagian besar merupakan perkebunan kelapa sawit dan tanaman karet milik masyarakat desa. Perikanan yang berkembang di masyarakat Desa Lipatkain adalah perikanan ikan hasil tangkapan langsung dari sungai oleh para nelayan. Potensi bahan galian di Desa Lipatkain yaitu pasir dan emas. bahan galian pasir pengelolaannya diatur oleh peraturan adat sedangkan emas diatur perorangan (masyarakat). Emas adalah bahan galian yang merupakan potensi desa yang produktivitasnya besar dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Lipatkain. Pengelolaan bahan galian emas yang diatur sendiri oleh masyarakat menyebabkan pemanfaatannya tidak terkontrol dan menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat desa. Desa Lipatkain memiliki sumberdaya air yang terdiri dari Sungai Kampar, danau, dan mata air. Sungai Kampar merupakan sarana utama bagi kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Sungai ini berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti MCK (mandi, cuci, kakus), dan sebagai sumber air minum. Panjang aliran Sungai Kampar yang mengaliri Desa Lipatkain adalah sepanjang 15 km, namun saat ini kondisi sungai tersebut telah tercemar oleh kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan masyarakat setempat maupun pendatang. Sungai Kampar yang menjadi sumber utama kegiatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat yang tinggal di sekitar sungai saat ini sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
5.2Karakteristik Responden Karakteristik umum responden Desa Lipatkain didasarkan kepada hasil survei yang telah dilakukan terhadap 91 responden yang terbagi atas 5 orang
39 stakeholder, 40 orang masyarakat non penambang, dan 46 orang penambang. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal yang pernah ditempuh, tingkat pendapatan, dan lama tinggal 5.2.1Karakteristik Responden Penambang a. Jenis Kelamin Penambang Seluruh responden penambang dalam penelitian ini berjenis kelamin lakilaki, karena berdasarkan data di lapangan, seluruh penambang berjenis kelamin laki-laki. Penambang yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 46 orang penambang. Sebaran jenis kelamin penambang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran penambang menurut jenis kelamin b. Usia Penambang Tingkat usia penambang dalam penelitian ini cukup bervariasi dengan sebaran usia 19 tahun sampai >50 tahun. Responden usia 19 – 26 tahun berjumlah 19.6 persen, usia 27 – 34 tahun berjumlah 34.8 persen, usia 35 – 42 tahun berjumlah 34.8 persen,usia 43 – 50 tahun berjumlah 4.3 persen, sedangkan usia ≥ 51 tahun berjumlah 6.5 persen. Gambar 4 menjelaskan distribusi perbandingan usia penambang.
40
Gambar 4Sebaran penambang menurut usia c. Tingkat Pendidikan Formal Penambang Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Persentase jumlah penambang untuk lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 23.9 persen, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 26.1 persen, lulusan Sekolah Menengah atas (SMA) yaitu sebesar 43.5 persen dan diikuti lulusan Perguruan Tinggi
sebesar 2.1 persen. Responden yang tidak
pernah menempuh pendidikan formal sebesar 4.4 persen. Tingkat pendidikan terakhir mayoritas penambang adalah hingga SMA. Perbandingan persentase tingkat pendidikan penambang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5Sebaran penambang menurut tingkat pendidikan formal d. Tingkat Pendapatan Penambang Tingkat pendapatan penambang dalam penelitian ini cukup beragam dengan sebaran pendapatan dimulai dari Rp 1 000 000 sampai ≥ Rp 2 900 001 per bulan. Penambang yang memiliki pendapatan sebesar Rp 1 000 000 – 1 400 000
41 per bulan adalah 15.2 persen, pendapatan sebesar Rp 1 400 001 – 1 900 000 per bulan adalah 15.2 persen, pendapatan sebesar Rp 1 900 001 – 2 400 000 per bulan adalah 13 persen, pendapatan sebesar Rp 2 400 001 – 2 900 000 per bulan adalah 24 persen dan penambang dengan pendapatan ≥ Rp 2 900 001 per bulan adalah sebanyak 32.6 persen. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan penambang setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6sebaran penambang menurut tingkat pendapatan e. Lama Tinggal Penambang Lama tinggal penambang cukup beragam dimulai dari 5 tahun sampai ≥ 33 tahun. Penambang dengan lama tinggal antara 5 – 11 tahun adalah sebesar 19.6 persen, antara 12 – 18 tahun sebesar 30.4 persen, antara 19 – 25 tahun sebesar 17.4 persen, antara 26 – 32 tahun sebesar 19.6 persen dan ≥ 33 tahun sebesar 13 persen. Sebaran lama tinggal responden dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7Sebaran penambang menurut lama tinggal
42 5.2.2Karakteristik Responden Masyarakat a. Jenis Kelamin Masyarakat Sebagian besar responden masyarakat berjenis kelamin laki-laki dan merupakan kepala keluarga, karena biasanya pengambilan keputusan dalam rumah tangga diambil oleh kepala keluarga. Responden masyarakat dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dengan jumlah laki-laki 31 orang atau 77.5 persen dan sisanya yaitu 22.5 persen perempuan. Sebaran jenis kelamin masyarakat dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8Sebaran masyaraka menurut jenis kelamin b. Usia Masyarakat Tingkat usia masyarakat dalam penelitian ini cukup bervariasi dengan sebaran usia 19 tahun sampai >50 tahun. Responden usia 19 – 26 tahun berjumlah 15 persen, usia 27 – 34 tahun berjumlah 15 persen, usia 35 – 42 tahun berjumlah 25 persen,usia 43 – 50 tahun berjumlah 20persen, sedangkan usia ≥ 51 tahun berjumlah 25persen. Gambar 9 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden.
Gambar 9 Sebaran responden menurut usia
43 c. Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Persentase jumlah masyarakat untuk lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 22.5 persen, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 15 persen, lulusan Sekolah Menengah atas (SMA) yaitu sebesar 45 persen dan diikuti lulusan Perguruan Tinggi
sebesar 17.5persen. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa tidak ada masyarakat yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Sebaran responden menurut lama pendidikan formal d. Tingkat Pendapatan Masyarakat Tingkat pendapatan masyarakat dalam penelitian ini cukup beragam dengan sebaran pendapatan dimulai dari Rp 1 000 000 sampai ≥ Rp 2 900 001 per bulan. Masyarakat yang memiliki pendapatan sebesar Rp 1000 000 – 1 400 000 per bulan adalah 45 persen, pendapatan sebesar Rp 1 400 001 – 1 900 000 per bulan adalah 17.5 persen, pendapatan sebesar Rp 1 900 001 – 2 400 000 per bulan adalah 12.5 persen, pendapatan sebesar Rp 2 400 001 – 2 900 000 per bulan adalah 5 persen dan masyarakat dengan pendapatan ≥ Rp 2 900 001 per bulan adalah sebanyak 20 persen. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan masyarakat setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 11.
44
Gambar11 sebaran masyarakat menurut tingkat pendapatan e. Lama Tinggal Masyarakat Lama tinggal masyarakat cukup beragam dimulai dari 5 tahun sampai ≥ 33 tahun. Masyarakat dengan lama tinggal antara 5 – 11 tahun adalah sebesar17.5persen, antara 12 – 18 tahun sebesar 30 persen, antara 19 – 25 tahun sebesar 22.5 persen, antara 26 – 32 tahun sebesar 10 persen dan ≥ 33 tahun sebesar 20 persen. Sebaran lama tinggal responden dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Sebaran masyarakat menurut lama tinggal
45 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin di Sungai Kampar Penambangan emas ilegal di Sungai Kampar terjadi sejak tahun 2008. Penambangan ini dikelola oleh masyarakat secara perorangan sebagai mata pencaharian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa jumlah penambang emas ilegal adalah sekitar 150 orang baik sebagai pekerjaan utama maupun sampingan Tabel 5 menunjukkan jumlah dan persentase penambang utama dan sampingan. Tabel 5Jumlah dan persentase jenis pekerjaan penambang Jenis Pekerjaan Penambang
Jumlah
Persentase (%)
41
89.1
Utama Sampingan
5
10.9
Total
46
100
Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penambang yang bekerja sebagai penambang utama lebih banyak dibandingan penambang yang hanya melakukan pekerjaan penambangan sebagai sampingan. Sebanyak 41 responden memiliki pekerjaan utama sebagai penambang dengan persentase 89.1 persen dan responden yang menjadikan penambang sebagai pekerjaan sampingan adalah sebanyak 5 orang dengan persentase 10.9 persen. Responden menjadi penambang utama karena kurangnya lapangan pekerjaan di Desa Lipatkain sehingga masyarakat tidak mempunyai pilihan lain demi memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Teknik penambangan PETI dibedakan menjadi skala kecil dengan total penambang sebanyak 55 orang dan skala besar dengan total penambang sebanyak 95 orang. Penambang yang belum memiliki alat penyedot pasir (dompeng) melakukan penambangan skala kecil dengan cara menyelam ke dasar sungai untuk menyedot pasir. Penambang dalam skala kecil hanya dapat melakukan kegiatan PETI apabila tidak terjadi banjir. Apabila sungai dalam keadaan banjir, penambang tidak dapat melakukan kegiatan PETI karena banjir akan menyulitkan penambang untuk menyelam ke dasar sungai untuk menyedot pasir.Perbedaan
46 proses teknik penambangan skala kecil dan skala besar dapat dilihat pada Gambar 13. Skala Kecil Mempersipkan rakit untuk penambangan
Menyiapkan alat penyedot (keong) dan alat untuk menyelam
Menyelam ke dasar sungai untuk menyedot pasir
Eksternalitas Negatif
Pendulangan untuk memisahkan pasir dengan butiran emas
Menyatukan butiran emas dengan menggunakan air raksa
Kumpulan emas dipadatkan menggunakan kain
Emas yang telah padat dapat langsung di pasarkan
Skala Besar Mempersipkan rakit untuk penambangan
Persiapan alat penyedot (dompeng)
Pemasangan alat penyedot (keong)
Melakukan penyedotan pasir dari dasar sungai
Pendulangan untuk memisahkan pasir dengan butiran emas
Menyatukan butiran emas dengan menggunakan air raksa
Kumpulan emas dipadatkan menggunakan kain
Emas yang telah padat dapat langsung di pasarkan
Eksternalitas Negatif
47
Sumber : Data primer, 2013
Gambar 13 Perbedaan proses teknik penambangan skala kecil dan skala besar Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat perbedaan teknik penambangan skala kecil dan skala besar hanya pada tahap penyedotan pasir dari dasar sungai. Penambangan skala kecil dilakukan secara manual oleh penambang yaitu dengan cara menyelam ke dasar sungai dengan membawa alat penyedot, sedangkan pada skala besar sudah menggunakan alat penyedot pasir yang disebut dompeng. Tingkat kesulitan pada teknik penambangan skala kecil lebih sulit dibanding skala besar karena para penambang harus menyelam ke dasar sungai untuk melakukan penyedotan pasir selama beberapa jam hingga pasir tersedot sampai permukaan. Para penambang juga lebih rentan terkena dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan PETI seperti alergi kulit karena berada cukup lama di dalam sungai. Penambang skala kecil melakukan kegiatan PETI secara pribadi, sedangkan penambang skala besar melakukan kegiatan PETI secara berkelompok yaitu dua hingga tiga orang penambang. Menurut survei di lapangan, kedua teknik penambangan ini tetap menimbulkan eksternalitas negatif yang sama bagi masyarakat sekitar sungai yaitu pada tahap penyedotan pasir dari dasar sungai, pendulangan untuk memisahkan pasir dengan butiran emas, serta menyatukan butiran emas dengan menggunakan air raksa. Penyedotan pasir dan pendulangan akan menyebab air sungai menjadi keruh dan mengandung pasir, sedangkan air raksa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat terutama alergi kulit, dan diare apabila masyarakat mengkonsumsi air sungai tersebut. Keruhnya air sungai dan penggunaan air raksa juga dapat menyebabkan rusaknya biota sungai salah satunya ikan sehingga menyebabkan penurunan pendapatan bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Kegiatan PETI juga tidak lepas dari biaya operasional yang harus dikeluarkan penambang ilegal. Biaya ini merupakan modal penambang untuk melakukan kegiatan penambangan ilegal. Beberapa hal yang harus disiapkan oleh penambang adalah bahan bakar yaitu solar untuk penambangan skala besar dan bensin untuk penambangan skala kecilyang digunakan untuk menyalakan mesin atau alat penyedot pasir, kipas keong untuk mengangkat pasir yang disedot dari
48 dasar sungai. Air raksa digunakan untuk menyatukan butiran emas yang telah didapat setelah pendulangan sedangkan karpet digunakan sebagai alas pada wadah penampungan pasir yang disedot serta sebagai alat penyaringan butiran pasir yang didapat. Butiran emas yang didapat akan menempel pada karpet sedangkan pasir tidak menempel pada karpet sehingga memudahkan penambang dalam pemisahan butiran emas dan pasir sebelum didulang. Penambang PETI mengeluarkan biaya operasional yang cukup besar untuk perlengkapan alat penambangan. Rincian biaya operasionalyang harus dikeluarkan penambang PETI dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6Rincian biaya operasional penambang PETI Keperluan Penambangan Solar / bensin Air Raksa Karpet Kipas Keong Total
Skala Besar
Skala Kecil
± Rp 4 480000 per bulan ± Rp 500000 per bulan ± Rp 500000 per bulan ± Rp 900000 per bulan
± Rp 1350000 per bulan ± Rp 300000 per bulan ± Rp 400000 per bulan ± Rp 320000 per bulan
± Rp 6380000 per bulan
± Rp 2370000 per bulan
Sumber : Data primer, 2013
Tabel 6menunjukkan perbandingan biaya operasional yang dikeluarkan penambang untuk melakukan kegiatan PETIskala kecil dan skala besar. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa untuk penambangan skala besarbiaya paling besar yang harus dikeluarkan yaitu untuk membeli bahan bakar yaitu solar sebesar Rp 4 480000 per bulan. Biaya untuk air raksa dan karpet yang harus dikeluarkan yaitu sama sebesar Rp 500000 per bulannya, sedangkan biaya untuk kipas keong sebesar Rp 900000 per bulan. Penambangan skala kecil biaya yang paling besar yaitu untuk membeli bensin sebesar Rp 1350000 per bulan. Biaya untuk air raksa yaitu sebesar Rp 300000 per bulan, biaya karpet yaitu sebesar Rp 400000 per bulan, sedangkan untuk kipas keong sebesar Rp 320000 per bulan. Berdasarkan tabel rincian biaya di atas dapat dilihat total biaya operasional pada penambangan skala besar yaitu sebesar Rp 6380000 per bulan, sedangkan skala kecil sebesar Rp 2370000 per bulan. Biaya operasional ini hanya mencakup keperluan untuk kegiatan PETI, sedangkan biaya konsumsi (makan dan minum) penambang tidak dimasukkan kedalam biaya ini. Mayoritas penambang PETI melakukan kegiatan penambangan setiap hari, sehingga biaya operasional dihitung berdasarkan pengeluaran penambang per bulannya.
49 Menurut survei di lapangan, kegiatan penambangan PETI baik penambangan skala kecil dan skala besar menguntungkan bagi penambang PETI. Rata-rata penambang pada skala besar mendapatkan emas sebanyak 17 hingga 60 gram per bulannya, sedangkan skala kecil rata-rata penambang PETI mendapatkan emas sebanyak 10 hingga 25 gram per bulannya.Harga emas di pasaran sekitar Rp 460000 per gram. Penghasilan penambang skala besar per bulannya dapat diperkiran sekitar Rp 7820000 hingga Rp 27600000 per bulan, sedangkan penambang skala kecil diperkirakan sekitar Rp 4600000 hingga Rp 11500000 per bulan. Hasil ini didapat dengan mengalikan jumlah emas yang didapat
penambang
per
bulan
dengan
harga
emas
di
pasaran
per
gramnya.Umumnya para penambang menjual emas yang didapat secara langsung ke toko emas. Kegiatan penambangan dipengaruhi oleh keadaan cuaca yang secara tidak langsung akan mempengaruhi penghasilan penambang. Pada musim hujan penghasilan penambang cenderung menurun, karena keadaan sungai yang banjir apabila musim hujan akan menghambat kegiatan PETI. Sebaliknya, ketika musim kemarau penghasilan penambang cenderung meningkat karena kedalaman air sungai yang dangkal akan mempermudah kegiatan PETI. Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa biaya operasional untuk penambangan PETI skala besar lebih besar dibandingkan dengan penambangan skala kecil. Hal ini dikarenakan alat serta mesin yang digunakan pada penambangan skala besar lebih besar dibanding skala kecil yang hanya menggunakan alat atau mesin kecil. Jenis dan besar alat yang digunakan penambang secara tidak langsung dapat mempengaruhi banyak emas yang didapat oleh penambang, sehingga dapat dilihat juga pendapatan penambang emas skala besar lebih besar dibandingkan dengan penambang dengan teknik penambangan skala kecil. Kegiatan PETI dikelola oleh masyarakat secara perorangan, tetapi ada sebagian penambang yang melakukan kegiatan PETI secara berkelompok seperti yang dijelaskan di atas. Penambangan PETI pada skala kecil dilakukan oleh penambang secara pribadi sehingga biaya operasional atau modal untuk melakukan PETI ditanggung oleh penambang secara pribadi. Penghasilan yang didapat oleh penambang PETI skala kecil juga dinikmati sendiri oleh penambang.
50 Penambang PETI skala besarkebanyakan dikelola secara berkelompok oleh penambang yaitu antara dua hingga tiga orang penambang, sehingga biaya operasional atau modal untukmelakukan kegiatan PETI ditanggung secara bersama-sama oleh penambang didalam kelompok tersebut. Biaya operasional maupun penghasilan yang didapat dari kegiatan PETI dibagi secara merata sebanyak anggota dalam kelompok penambang PETI tersebut. Setiap penambang PETI dalam kelompok mengeluarkan biaya serta mendapatkan penghasilan yang sama setiap orangnya. Pemerintah Daerah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan penambangan emas ilegal seperti mengadakan penyuluhan kepada para penambang agar tidak lagi melakukan kegiatan PETI serta razia umum yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah setempat dan pihak kepolisian hanya dapat menghentikan kegiatan PETI untuk sementara waktu. Para penambang tidak mau menghentikan kegiatan PETI karena beralasan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia bagi masyarakat sedangkan kebutuhan hidup semakin meningkat. Kegiatan PETI juga sulit untuk dihentikan walaupun telah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat karena para penambang mengaku telah mengeluarkan biaya transaksi untuk melakukan kegiatan penambangan ilegal. Biaya transaksi yang dikeluarkan penambang diharapkan dapat melindungi para penambang dari razia umum yang dilakukan. 6.2Analisis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Sumberdaya alam memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian secara merata apabila dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya adalah sektor pertambangan baik secara legal maupun ilegal. Kegiatan penambangan ilegal yang umum dilakukan oleh masyarakat adalah penambangan emas di sekitar sungai yang dapat menimbulkan dampak negatif baik bagi masyarakat maupun lingkungan misalnya seperti pencemaran air sungai, kedangkalan sungai, kerusakan lahan, penurunan pendapatan nelayan dan gangguan kesehatan masyarakat.
51 Hasil penelitian terhadap 40 responden (masyarakat) di Desa Lipatkain Selatan, khususnya RW 03 dan RW 04 menunjukkan bahwa seluruh masyarakat merasakan eksternalitas negatif akibat kegiatan penambangan emas ilegal tersebut. Tabel 7 menunjukkan jumlah dan persentase masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif. Sebanyak 40 orang dengan persentase sebesar 100 persen merasakan eksternalitas negatif. Tabel 7Jumlah dan persentase responden yang merasakan eksternalitas negatif akibat kegiatan PETI Eksternalitas Negatif
Jumlah
Persentase (%)
40
100
Tidak
0
0
Total
40
100
Ya
Sumber : Data primer, 2013
Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin menimbulkan eksternalitas yang cukup mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Bentuk eksternalitas negatif yang paling dirasakan masyarakat akibat kegiatan penambangan emas ilegal adalah pencemaran air Sungai Kampar yang digunakan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kedangkalan sungai, kerusakan lahan, penurunan populasi ikan di sungai sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan serta gangguan kesehatan seperti alergi kulit, mual, sakit perut terhadap masyarakat. Berikut tabel jumlah dan persentase bentuk eksternalitas yang paling dirasakan masyarakat akibat kegiatan PETI. Tabel 8Jenis-jenis eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kegiatanPETI Eksternalitas Negatif
Jumlah
Persentase (%)
Pencemaran Air Sungai Kampar
18
45
Kerusakan Lahan
9
22.5
Penurunan Pendapatan
6
15
Gangguan Kesehatan
7
17.5
Total
40
100
Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat jumlah dan persentase masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif akibat kegiatan PETI, dari 40 responden (masyarakat) yang diwawancarai mengatakan bahwa merasakan dampak negatif dari kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kampar. Masyarakat yang
52 merasakan pencemaran air sungai persentase 45 persen sebanyak 18 orang. Kegiatan PETI yang dilakukan di Sungai Kampar menyebabkan pencemaran terhadap air sungai yang merupakan sumber air bersih masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan atau kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci, memasak, minum. Pencemaran ini menyebabkan masyarakat tidak dapat memanfaatkan air sungai seperti sediakala. Kerusakan lahan dirasakan oleh responden dengan persentase 22.5 persen sebanyak 9 orang. Kerusakan lahan yang terjadi adalah karena runtuhnya tebing-tebing di pinggir sungai akibat pengerukan untuk mencari lokasi yang mengandung emas (longsor). PETI juga menyebabkan rusaknya lahan perkebunan masyarakat yang berada di sekitar sungai. Penurunan pendapatan dirasakan oleh responden dengan persentase 15 persen sebanyak 6 orang. Penurunan pendapatan ini dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Kegiatan PETI yang menyebabkan pencemaran air sungai mempengaruhi jumlah populasi ikan yang ada di Sungai Kampar. Tercemarnya air sungai menyebabkan banyaknya ikan yang mati dan sulitnya nelayan untuk mencari ikan sehingga mempengaruhi pendapatan nelayan. Gangguan kesehatan dirasakan oleh responden dengan persentase 17.5 persen sebanyak 7 orang. Gangguan kesehatan dirasakan masyarakat karena penurunan kualitas air sungai dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti alergi kulit (gatal-gatal), diare, mual dan sakit perut. Masyarakat yang mengkonsumsi air sungai kebanyakan merasakan efek yang tidak baik terhadap kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini merasakan eksternalitas negatif yang diakibatkan oleh kegiatan PETI. Tercemarnya air Sungai Kampar akibat kegiatan PETI menyebabkan masyarakat sekitar sungai kesulitan untuk memperoleh air bersih untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga masyarakat harus melakukan upayaupaya untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara membeli air galon dan membuat sumur bor. Tabel 9menunjukkan upaya dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh air bersih.
53 Tabel 9Upaya dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh air bersih Usaha yang Dilakukan
Responden
Jumlah
Membeli air galon
28
20 galon per bulan
Membuat sumur
12
Sekali pembuatan
Total
40
Biaya per orang Rp
Biaya seluruh responden
280 000
Rp 7 840 000
Rp 2 500 000
Rp 30 000 000 Rp 37 840 000
Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 70 persen atau 28 responden melakukan upaya untuk pemenuhan air bersih dengan cara membeli air galon sedangkan sebanyak 30 persen dan 12 responden sisanya melakukan upaya pemenuhan air bersih dengan cara membuat sumur bor. Masyarakat yang membeli air galon hanya menggunakan untuk kegiatan memasak dan minum sedangkan untuk kegiatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) masih menggunakan air sungai karena belum menemukan sumber air bersih pengganti. Masyarakat yang memenuhi kebutuhan air bersih dengan membeli air galon membutuhkan sekitar 20 galon per bulan dengan biaya Rp 280000 per bulannya per rumah tangga. Biaya ini didapat dengan mengalikan harga air galon yaitu Rp 14000 per galon dengan jumlah penggunaan air galon per bulan. Masyarakat yang membuat sumur mengeluarkan biaya sebesar Rp 2500000 per sekali membuat sumur per rumah tangga. Biaya untuk membeli air galon 28 responden masyarakat yaitu sebesar Rp 7840000 per bulan, sedangkan biaya pembuatan sumur 12 responden masyarakat adalah sebesar Rp 30000000 per sekali pembuatan, sehingga total biaya kerugian yang dikeluarkan masyarakat akibat kegiatan PETI adalah sebesar Rp 37840000. Masyarakat mengatakan bahwa pemerintah pernah menjanjikan bantuan penyediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, namun hingga saat ini bantuan tersebut belum dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Hasil survei langsung terhadap 40 responden (masyarakat) mengenai usaha yang mereka lakukan untuk mengatasi eksternalitas yang terjadi, sebanyak 80% responden menjawab sudah pernah melakukan musyawarah bersama penambang untuk membahas dampak yang timbul akibat kegiatan PETI, serta melaporkan kepada Aparat Desa dan penegak hukum daerah setempat, dan
54 sisanya belum melakukan usaha apapun untuk mengatasi eksternalitas negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan PETI. Tabel 10menunjukkan usaha yang dilakukan responden untuk mengatasi eksternalitas negatif akibat PETI. Tabel 10Usaha yang dilakukan untuk mengatasi eksternalitas negatif akibat PETI Usaha yang Dilakukan Musyawarah dan melaporkan kepada aparat desa dan penegah hukum Diam saja Total
Jumlah
Persentase (%)
32
80
8
20
40
100
Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan tabel kita lihat bahwa secara mayoritas masyarakat telah melakukan upaya untuk menghentikan kegiatan PETI yang menimbulkan eksternalitas negatif, namun hingga saat ini kegiatan PETI belum bisa dihentikan. Para penambang bersedia mengeluarkan WTP untuk penanggulangan pencemaran sungai sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksternalitas yang ditimbulkan tetapi dengan syarat kegiatan PETI tidak akan dihentikan. Hingga saat ini belum ada kebijakan kuat yang dikeluarkan pemerintah untuk menghentikan kegiatan PETI. 6.3 Analisis Kesediaan Membayar Penambang Emas Ilegal (PETI) untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar Seluruh penambang emas ilegal bersedia membayar ganti rugi akibat kegiatan penambangan emas yang mereka lakukan di Sungai Kampar. Mereka bersedia membayar karena pada dasarnya pemerintah setempat pernah menetapkan biaya ganti rugi yang harus dibayar oleh penambang untuk penanggulangan eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan PETI dan perbaikan lingkungan Sungai Kampar sebagai bentuk tanggung jawab penambang. Pembayaran ini dilakukan setiap kali penambang akan melakukan kegiatan penambangan. Tabel 11 menunjukkan kesedian membayar PETI untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar.
55 Tabel 11Kesediaan peti untuk membayar penanggulangan pencemaran Sungai Kampar Kesediaan Membayar PETI
Jumlah
Persentase (%)
Ya
46
100
Tidak
0
0
Total
46
100
Sumber : Data primer, 2013
Para penambang bersedia mengeluarkan WTP dengan syarat pemerintah tidak akan menghentikan kegiatan PETI dan menggunakan dana tersebut demi kepentingan masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. WTP yang dikeluarkan penambang diharapkan dapat mengurangi dampak atau eksternalitas negatif yang dirasakan oleh masyarakat. Para penambang menyadari telah menimbulkan dampak yang tidak baik karena sebagian dari mereka juga tinggal di sekitar Sungai Kampar. 6.3.1 Analisis Willingness to Pay (WTP) Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) untuk Penanggulangan Pencemaran Sungai Kampar Analisis Willingness to Pay (WTP) penambang yang melakukan kegiatan PETI di Sungai Kampar sehingga menimbulkan eksternalitas negatif dilakukan dengan cara menanyakan kepada 46 responden mengenai kesediaan mereka untuk membayar biaya ganti rugi atas pencemaran sungai atau bentuk tanggung jawab atas eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. Besaran nilai WTP diperoleh dengan menggunakan pendekatan CVMmelalui 6 tahap yaitu : 1. Membangun Pasar Hipotesis Seluruh responden diberikan skenario bahwa Pemerintah Daerah akan memberlakukan kebijakan yaitu para penambang akan membayar biaya pencemaran sungai akibat kegiatan PETI karena telah menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar Sungai Kampar sebagai bentuk tanggung jawab penambang PETI terhadap pencemaran
dan eksternalitas negatif yang
ditimbulkan. Biaya ini mencerminkan besarnya nilai kepedulian penambang terhadap perbaikan lingkungan di Sungai Kampar dan penanggulangan pencemaran Sungai Kampar.
56 2. Memperoleh Nilai WTP Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode bidding game, maka diperoleh besarnya nilai WTP yang bersedia dibayar oleh responden (penambang) pada skala kecil dan skala besar. Responden bersedia membayar WTP yang cukup beragam mulai dari Rp 30000 hingga Rp 60000 per sekali menambang per orang.Starting point nilai WTP ditentukan berdasarkan biaya yang telah ditetapkan Pemerintah Desa yaitu sebesar Rp 30000 per sekali menambang per orang. 3.
Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP Dugaan nilai rata-rata WTP responden dihitung berdasarkan distribusi
WTP responden. Data distribusi dugaan rata-rata nilai WTP penambang PETI pada skala kecil dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 12Distribusi WTP penambang PETI di Desa Lipatkain Responden Teknik Penambangan
Nilai WTP (Rp/sekali menambang/org)
Frekuensi (orang)
Frekuensi Relatif (%)
30000
13
59.1
17 727
40000
7
31.8
12 727
50 000
2
9.1
4 545
22
100
34 999
40000
4
16.7
6 667
50000
16
66.6
33 333
60000
4
16.7
10 000
24
100
50 000
Skala Kecil Total Skala Besar Total
Mean WTP (Rp)
Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat rata-rata WTP penambang skala kecil adalah sebesar Rp 34 999 per sekali menambang per orang, sedangkan penambang skala besar adalah sebesar Rp 50 000 per sekali menambang per orang. Pada penambang skala kecil nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan responden adalah sebesar Rp 50 000 sebanyak dua orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan responden adalah sebesar Rp 30 000 sebanyak 13 orang. Pada penambangan skala besar Nilai WTP tertinggi yang bersedia dibayarkan responden adalah sebesar Rp 60 000 sebanyak empat orang. Nilai WTP yang paling banyak ingin dibayarkan responden adalah sebesar Rp 50 000 sebanyak 16
57 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya nilai kepedulian penambang terhadap perbaikan lingkungan di Sungai Kampar dan penanggulangan pencemaran Sungai Kampar. 4.
Menduga Estimating Curve Kurva permintaan WTP responden dibentuk berdasarkan nilai WTP
responden terhadap biaya ganti rugi yang dikeluarkan. Kurva ini menggambarkan hubungan tingkat WTP yang dikeluarkan (dalam Rp/sekali menambang/orang) dengan jumlah responden yang bersedia mengeluarkan WTP. Hasil survei yang dilakukan pada penambang skala besar dan skala kecil untuk nilai WTP yang bersedia dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar14. WTP responden berbeda-beda sesuai dengan kemampuan responden. Penambang Skala Kecil
Penambang Skala Besar
Sumber : Data primer, 2013
Gambar14Dugaan estimating curvepenambang skala kecil dan skala besar 5.
Menentukan Total WTP Perhitungan total WTP penambang skala kecil dapat dillihat pada Tabel
13. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP penambang skala kecilyang menjadi responden adalah sebesar Rp 770 000 per sekali menambang, sedangkan nilai total WTP seluruh penambang PETI skala kecil di Desa Lipatkain diduga sebesar Rp 1 924 945 per sekali menambang. Nilai total WTP penambang skala besar yang menjadi responden adalah sebesar Rp 1 200 000 per sekali menambang, sedangkan nilai total WTP seluruh penambang PETI skala besar diduga sebesar Rp 4 750 000 per sekali menambang. Nilai tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk kepentingan
pencemaran Sungai Kampar.
masyarakat
dalam penanggulangan
58
Tabel 13 Total WTP penambang PETI di Desa Lipatkain Teknik Penambangan
Nilai WTP (Rp/sekali menambang/orang)
Frekuensi (orang)
Jumlah WTP (Rp)
30000
13
390 000
40000
7
280 000
50 000
2
100 000
Total Responden
22
770 000
Total Populasi
55
1 924 945
40000
4
160 000
50 000
16
800 000
60000
4
240 000
24
1 200 000
95
4 750 000
Skala Kecil
Skala Besar
Total Responden Total Populasi Sumber : Data primer, 2013
6.
Evaluasi Pelaksaan CVM Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai
Adjusted R² sebesar 54.2 % (Lampiran 1). Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman nilai WTP penambang PETI yang dapat dijelaskan oleh model adalah sebesar 54.2 % sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor diluar model. Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian mengenai WTP ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable). 6.3.2
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Penambang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Dependent variable (variabel terikat) adalah nilai WTP penambang. Independent variable (variabel bebas) adalah usia responden,
tingkat
pendapatan,
jumlah
tanggungan
keluarga,
frekuensi
penambangan, lama tinggal, dummy jenis pekerjaan, dummy kedangkalan air sungai. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan hasil pengelohan data diperoleh bahwa model yang dihasilkan dalam penelitian tergolong relatif baik karena nilai R² yang dihasilkan bernilai 61.3%. nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman yang dapat dijelaskan oleh model adalah sebesar 61.3% sedangkan sisanya sebesar 38.7% dijelaskan oleh
59 faktor lain diluar model. Model regresi linier berganda harus memenuhi asumsi tidak ada masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut disajikan sebagai berikut : 1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang kurang dari sepuluh (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF kurang dari sepuluh (VIF < 10). Tabel 14 menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas. 2.
Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplots, danuji
gletser. Berdasarkan hasil uji gletser pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa semua variabel bebas atau independent, Sig. lebih dari alpha lima persenmaka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Selain itu, berdasarkan grafik scatterplotsGambar 15 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Sumber : Data primer diolah, 2013
Gambar 15Grafik scatterplots 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46
menunjukkan tidak ada autokorelasi
(Firdaus, 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.736. Dapat
60 disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Lampiran 1. 4. Uji Normalitas Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS16. Penelitian ini menggunakan taraf nyata alpha sebesar 5 persen. Pada lampiran 3 dapat dilihatnilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.802 lebih besar dari alpha 0.05 (lima persen), maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi. Asumsi-asumsi analisis regresi terpenuhi, hal ini menunjukkan model layak untuk digunakan. Model regresi yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: WTP = - 0.037 + 0.462 USIA + 0.251 PNDP + 0.306 JTK + 0.057 FP - 0.191 LM + 0.163DPNB + 0.037 DKEDANGKALAN Tabel 14 Hasil estimasi model regresi linier berganda terhadap besarnya nilai wtp penambang PETI Variabel
B
(Constant)
Beta
-.037
t
sig
-.080
.936
Tolerance
VIF
USIA
.462
.476
3.508
**.001
.553
1.809
PNDP
.251
.378
2.954
**.005
.621
1.609
JTK
.306
.351
2.810
**.008
.655
1.527
FP
.057
.061
.423
.674
.483
2.069
LM
-.191
-.251
-2.095
*.043
.707
1.414
PNB (dummy)
.163
.052
.449
.656
.749
1.335
KEDANGKALAN (dummy)
.037
.012
.092
.927
.617
1.621
R-square
61.3 persen
R-square adj.
54.2 persen
Durbin-Watson
1.736
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.802
Uji F
0.000
Sumber : Data primer diolah, 2013
Keterangan
: ** *
: nyata pada taraf α=1% : nyata pada taraf α=5%
Hasil lengkap dari pengolahan data model regresi di atas dapat dilihat pada Lampiran 1. Uji F dengan P = 0.000 menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel-variabel bebas (independent variable) berpengaruh terhadap perubahan nilai WTP. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa variabel-variabel yang
61 berpengaruh nyata (signifikan) terhadap model regresi pada taraf alpha satu persen (α=1%) adalah usia, tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga dan yang berpengaruh nyata pada taraf alpha lima persen (α=5%) adalah lama menetap responden. Variabel usia memiliki nilai P-value (0.001) < alpha 0.01 (satu persen) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan tambahan usia responden mampu meningkatkan nilai WTP dengan asumsi cateris paribus. Variabel tingkat usia sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP. Bertambahnya usia responden maka diduga akan meningkatkanrata-rata nilai WTP penambang dengan asumsi cateris paribus. Hal ini dikarenakan responden dengan usia yang lebih tua lebih memahami masalah lingkungan dan cenderung mengeluarkan WTP yang lebih besar. Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai P-value (0.005) < alpha 0.01 (satu persen) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan jika pendapatan responden meningkat mampu meningkatkan WTP dengan asumsi cateris paribus. Variabel tingkat pendapatan sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP. Bertambahnya Tingkat pendapatan maka diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP penambang dengan asumsi cateris paribus.Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya pendapatan responden maka kesediaan untuk mengeluarkan WTP semakin tinggi sebagai bentuk tanggung jawab responden terhadap pencemaran Sungai Kampar. Variabel jumlah tanggungan keluarga memiliki nilai P-value (0.008) < alpha 0.01 (satu persen) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan keluarga meningkat mampu meningkatkan WTP dengan asumsi cateris paribus. Bertambahnya jumlah tanggungan keluarga responden maka diduga akan meningkatkan rata-rata nilai WTP penambang dengan asumsi cateris paribus. Hubungan positif antara jumlah tanggungan keluarga dengan nilai WTP tidak sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan data di lapangan, diketahui bahwa seorang penambang memiliki kecenderungan untuk meminta bantuan
62 dalam melakukan kegiatan PETI kepada anggota keluarganya, tetapi anggota keluarga yang membantu tidak mengeluarkan WTP secara individu melainkan digabung dengan penambang. Hal tersebut mengakibatkan nilai WTP yang dikeluarkan berbanding lurus dengan jumlah anggota keluarga yang membantu penambang, akibatnya walaupun jumlah tanggungan meningkat maka besar WTP yang harus dikeluarkan disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga yang membantu kegiatan penambangan. Variabel lama menetap penambang memiliki nilai P-value (0.043) < alpha 0.05 (lima persen) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan bahwa jika lama tinggal semakin lama akan menurunkan WTP dengan asumsi cateris paribus. Bertambahnya lama tinggal responden maka diduga akan menurunkan rata-rata nilai WTP penambang dengan asumsi cateris paribus.Variabel lama tinggal tidak sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan data di lapangan, mayoritas penambang PETIyaitu sebanyak 31 penambang tidak tinggal di sekitar sungai atau pendatang dari desa lain sehingga tidak merasakan langsung eksternalitas negatif yang ditimbulkan kegiatan PETI. Hal ini menyebabkan WTP yang dikeluarkan penambang tidak searah dengan lama menetap penambang,WTP yang dikeluarkan penambang hanya sebagai bentuk tanggung jawab atas eksternalitas yang dirasakan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Variabel frekuensi menambang, dummy jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) dan dummy kedangkalan air sungai tidak berpengaruh nyata dalam model regresi ini. Nilai P-value masing-masing variabel lebih besar dari taraf alpha 0.05 (lima persen)dapat dilihat dalam Tabel 14. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dalam model karena menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel lainnya yang berpengaruh nyata. Hal tersebut dapat terjadi karena nilai yang kurang beragam dalam model. Variabel frekuensi menambang memiliki nilai P-value (0.674) > alpha 0.05 (lima persen) yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan jika frekuensi menambang bertambah maka diharapkan meningkatkan WTP sebesar dengan asumsi cateris paribus. Bertambahnya frekuensi menambang penambang PETI maka diduga
63 akan meningkatkan rata-rata nilai WTP penambang dengan asumsi cateris paribus. Variabel frekuensi menambang sesuai dengan hipotesis awal bahwa frekuensi menambang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP. Hal ini dikarenakan semakin seringnya responden melakukan kegiatan PETI sehingga menyebabkan kerusakan dan eksternalitas yang besar maka kesediaan untuk mengeluarkan WTP semakin tinggi. Variabel dummyjenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) memiliki nilai P-value (0.656) > alpha 0.05 (lima persen) yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan jika pekerjaan sebagai penambang merupakan pekerjaan utama maka diharapkan meningkatkan WTP dengan asumsi cateris paribus. WTP penambang utama lebih besar dibanding WTP penambang sampingan.Jika penambang menjadikan PETI sebagai pekerjaan utama maka rata-rata nilai WTP penambang lebih besar dibanding penambang yang menjadikan PETI hanya sebagai pekerjaan sampingan. Variabel jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) sesuai dengan hipotesis awal bahwa jenis pekerjaan penambang (utama atau sampingan) berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP. Hal ini dikarenakan jika penambang merupakan pekerjaan utama responden maka kesediaan untuk mengeluarkan WTP semakin tinggi. Variabel dummykedangkalan sungai memiliki nilai P-value (0.927) > alpha 0.05 (lima persen) yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan jika air sungai tidak mengalami kedangkalan maka akan menurunkan WTP dengan asumsi cateris paribus sehingga dapat disimpulkan WTP apabila air sungai dangkal lebih besar dibanding WTP air sungai tidak dangkal. Jika air sungai dangkal maka ratarata nilai WTP yang dikeluarkan penambang lebih besar dibanding jika air sungai tidak mengalami pendangkalan. Varibel kedangkalan air sungai sesuai dengan hipotesis awal bahwa kedangkalan air sungai berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTP. Hal ini dikarena apabila air sungai dangkal para penambang semakin sering melakukan kegiatan penambangan PETI sehingga WTP yang dikeluarkan juga semakin besar. Kedangkalan air sungai merupakan salah satu kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan PETI di Sungai Kampar.
64
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sungai Kampar sudah terjadi sejak tahun 2008 dengan jumlah penambang sekitar 150 orang. Penambangan ilegal ini dikelola secara privat oleh masyarakat Desa Lipatkain terbagi atas dua yaitu skala besar dan skala kecil. 2. Eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan PETI di Sungai Kampar Desa Lipatkain dirasakan oleh seluruh responden. Eksternalitas negatif yang paling dirasakan masyarakat adalah tercemarnya air sungai yang menjadi sumber utama kegiatan masyarakat, kerusakan lahan yaitu runtuhnya tebingtebing yang ada di pinggir sungai, serta gangguan kesehatan yang dirasakan masyarakat akibat mengkonsumsi air sungai. 3. Seluruh responden menyatakan bersedia mengeluarkan biaya ganti rugi atas kerusakan dan eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan PETI. Biaya ganti rugi ini akan digunakan untuk penanggulangan pencemaran akibat PETI dan perbaikan kualitas lingkungan. Nilai dugaan rata-rata WTP penambang skala kecil adalah sebesar Rp 34 999 per sekali menambang per orang dan penambang skala besar adalah sebesar Rp 50 000 per sekali menambang per orang. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar nilai WTP penambang yaitu usia, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan lama tinggal responden. 7.2 Saran Berdasarkan penelitian maka dapat disarankan : 1. Pemerintah Daerah harus lebih tegas dalam mengeluarkan kebijakan dan aturan terkait Penambangan Emas Tanpa Izin yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lipatkain. Pemerintah harusnya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan ilegal serta melakukan
65 musyawarah bersama penambang untuk membuat kebijakan mengenai bagaimana kegiatan PETI agar dapat berlangsung tanpa menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar. 2. Hasil perhitungan WTP penambang skala kecil adalah sebesar Rp 34 999 per sekali menambang per orang dan penambang skala besar adalah sebesar Rp 50 000 per sekali menambang per orang.menjadi rekomendasi dari skripsi ini bagi penambang sebagai bentuk tanggung jawab atas eksternalitas yang timbul akibat kegiatan PETI. 3. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Accept masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan PETI di Sungai Kampar Desa Lipatkain Kecamatan Kampar Kiri.
66
DAFTAR PUSTAKA Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID): Kanisius. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Jakarta (ID): GramediaPustaka Utama. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): BumiAksara. Ghozali I. 2005.Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSSEdisi Kedua. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 3 Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Hanley N dan Spash CL. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment. Hanst-England(UK): Edwar Elger Publishing Limited. Kantor Camat Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (ID) [Kades] Kantor Desa Lipatkain, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (ID) Manik KES. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Djambatan. [MENKLH] Menteri Negara Kependudukan dan LingkunganHidup. 1988. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan LingkunganHidup Nomor KEP.02/MENKLH/1998 Tentang Baku Mutu Air pada Sumber Air Menurut Golongan Air. Jakarta (ID): MENKLH Murdiono B. 2008.Peran Serta Masyarakat pada Penyusunan Rencana Pengelolaan Daya Rusak Sumber Daya Air[Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Nababan TS. 2008. Aplikasi WillingnesstoPaysebagai Proksi terhadap Variabel Harga: Suatu Model Empirik dalam Estimasi Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 4(2):73-84. Ngadiran, Santoso P, Purwoko B. 2002. Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal SOSIOHUMANIKA, 15(1):131-132. [PP] Peraturan Pemerintah. 1980. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian. Jakarta (ID): PP. [PP] Peraturan Pemerintah. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID): PP. [PP] Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID): PP. Ramanathan R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. Philadelphia (ID): The DrydenPress.
67 SianturiTN. 2012. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi – Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Subanri. 2008. Kajian Beban Pencemaran Merkuri (HG) terhadap Air Sungai Menyuke dan Gangguan Kesehatan pada Penambang sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. TrianitaR. 2011. Penilaian Potensi Wisata Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [UU] Undang-undang. 2009. Undang-undang Minerba No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan. Jakarta (ID): UU. [UU] Undang-undang. 2004. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Jakarta (ID): UU. Wardhana W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Wijayanti PAK. 2011. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Peningkatan Volume Lalu Lintas Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pengelolaan Jalan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yohana. 2010. Eksternalitas dan Kebijakan Publik. Indonesian Food Wednesday[Internet]. [diunduh 2013 Juni 10]. Tersedia padahttp:// anaekonomi.blogspot.com/2010/07/eksternalitas-dan-kebijakan-publik.html.
68 Lampiran 1Hasil model regresi linier berganda
Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
a
B
Std. Error
(Constant)
-.037
.458
USIA
.462
.132
PNDP
.251
JTK
Collinearity t
Statistics
Sig.
Beta
Tolerance
VIF
-.080
.936
.476
3.508
.001
.553
1.809
.085
.378
2.954
.005
.621
1.609
.306
.109
.351
2.810
.008
.655
1.527
FP
.057
.135
.061
.423
.674
.483
2.069
LM
-.191
.091
-.251
-2.095
.043
.707
1.414
PNB (dummy)
.163
.364
.052
.449
.656
.749
1.335
.037
.401
.012
.092
.927
.617
1.621
KEDANGKALAN (dummy)
a. Dependent Variable: WTP
b
Model Summary
Model
R
1
.783
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.613
.542
Durbin-Watson
.664
1.736
a. Predictors: (Constant), KEDANGKALAN, LM, PNDP, PNB, JTK, USIA, FP b. Dependent Variable: WTP
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
26.553
7
3.793
Residual
16.773
38
.441
Total
43.326
45
a. Predictors: (Constant), KEDANGKALAN, LM, PNDP, PNB, JTK, USIA, FP
F 8.593
Sig. .000
a
69 Lampiran 2Uji Heteroskedastisitas
Coefficients
Model 1(Constant)
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error .499
.215
USIA
-.017
.062
PNDP
-.019
JTK
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
2.324
.026
-.055
-.278
.783
.553
1.809
.040
-.087
-.470
.641
.621
1.609
-.046
.051
-.165
-.911
.368
.655
1.527
FP
-.113
.063
-.378
-1.793
.081
.483
2.069
LM
.080
.043
.325
1.864
.070
.707
1.414
-.017
.170
-.017
-.099
.921
.749
1.335
.355
.188
.353
1.890
.066
.617
1.621
PNB (dummy) KEDANGKAL AN (dummy)
a. Dependent Variable: abresid
70
Lampiran 3Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
46 a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 .61052774
Absolute
.095
Positive
.095
Negative
-.075
Kolmogorov-Smirnov Z
.644
Asymp. Sig. (2-tailed)
.802
a. Test distribution is Normal.
71
Lampiran4 Kuesioner Penelitian Kuesioner Penelitian (Penambang) No Responden : Tanggal Wawancara : Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal (PETI) oleh Rahayu Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Terimakasih atas kesediaannya. A. Karakteristik Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
a. b. c. d. e.
17 – 25 tahun, tepatnya 26 – 34 tahun, tepatnya 35 – 43 tahun, tepatnya 45 – 52 tahun, tepatnya ≥ 53 tahun, tepatnya
4. Pendidikan Terakhir (tahun) a. b. c. d. e.
:
Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi
5. Status Perkawinan
:
6. Jumlah Tanggungan Keluarga
:
a. b. c. d. e.
≤ 2 orang, tepatnya 3 orang 4 orang 5 orang ≥ 6 orang, tepatnya
7. Alamat
:
8. Lama Tinggal
:
a. ≤ 5 tahun, tepatnya b. 6 – 15 tahun, tepatnya
72 c. 16 – 25 tahun, tepatnya d. 26 – 35 tahun, tepatnya e. ≥ 36 tahun, tepatnya 9. Pekerjaan a. Utama b. Sampingan 10. Pendapatan a. b. c. d. e.
: : :
< Rp 500.000 Rp 500.000 - ≤ Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 - ≤ Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 - ≤ Rp 3.000.000 > Rp 3.000.000
B. Gambaran Umum Aktivitas PETI dan Persepsi Responden Terhadap Pencemaran Sungai Akibat PETI 11. Apakah Anda mengetahui tentang aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)? a. Ya
b. Tidak
12. Sejak kapan aktivitas penambangan ini dilakukan? 13. Berapa jumlah penambang yang melakukan kegiatan penambangan emas? 14. Aktivitas PETI dilakukan di : a. Darat
b. Perairan
15. Berapa kali Anda melakukan aktivitas penambangan dalam 1 bulan? a. b. c. d. e.
≤ 5 kali 6 – 10 kali 11 – 20 kali 21 – 30 kali > 30 kali
16. Berapa lama Anda bekerja sebagai penambang? 17. Selama Anda melakukan aktivitas penambangan, apakah ada dari penambang yang mengalami sakit atau kecelakaan? 18. Apa latar belakang atau alasan Anda melakukan kegiatan penambangan? 19. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan penambangan emas? 20. Berapa gram emas yang Anda hasilkan dalam 1 bulan? 21. Berapa harga emas per gramnya?
73 22. Berapa biaya operasional yang Anda keluarkan untuk melakukan penambangan per bulan? Untuk apa saja biaya tersebut? 1……………………………; Rp 2……………………………; Rp 3……………………………; Rp 23. Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap lingkungan? a. Ya
b. Tidak
Jika Iya, bagaimana dampak aktivitas PETI tersebut terhadap : Variabel Kualitas Air
Indikator Pengukuran 1 = Tidak tercemar 0 = Tercemar
Alasan Kedangkalan Air Sungai
1 = Tidak
0 = Ya
1 = Tidak
0 = Ya
1 = Tidak
0 = Ya
Alasan Keadaan Banjir Alasan Kerusakan Lahan Alasan
24. Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar? a. Ya b. Tidak, alasan : Jika iya, bagaimana dampak aktivitas PETI terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar : 25. Apakah Anda (para penambang) memiliki suatu organisasi atau kelembagaan yang mendukung kegiatan penambangan ini? 26. Apakah Anda sudah pernah mengajukan izin usaha penambangan emas kepada pemerintah setempat?
74 C. Willingness To Pay 27. Menurut anda, perlukah pembayaran untuk menanggulangi pencemaran Sungai Kampar (perbaikan lingkungan dan sumber air bersih)? a. Ya, alasan b. Tidak, alasan Skenario “Jika Pemerintah Kampar Kiri menetapkan kebijakan untuk perbaikan lingkungan akibat aktivitas Penambangan Emas Ilegal agar kondisi lingkungan lebih baik dan sumberdaya dapat terjaga sehingga pertambangan dapat dilakukan secara berkelanjutan tanpa menghilangkan kualitas lingkungan yang baik, bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpatisipasi dalam bentuk kesediaan membayar terhadap pencemaran sungai akibat kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kampar?” 28. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia membayar untuk penanggulangan pencemaran Sungai Kampar akibat kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)? a. Ya b. Tidak 29. Apa alasan Anda tidak bersedia membayar biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut? a. Tidak ada perbedaan adanya perbaikan atau tidak ada perbaikan b. Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak mempengaruhi kenyamanan saya c. Lainnya, sebutkan 30. Jika Anda bersedia
berpartisipasi
membayar untuk
penanggulangan
pencemaran Sungai Kampar akibat aktivitas PETI, berapa biaya yang bersedia Anda bayarkan? (asumsi setiap kali menambang) a. Rp 30.000 (starting point) b. Rp 40.000 c. Rp 50.000 d. Rp 60.000 e. Rp 70.000
75 Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Kuesioner Penelitian (Stakeholder) No Responden : Tanggal Wawancara : Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal (PETI) oleh Rahayu Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Terimakasih atas kesediaannya. A. Karakteristik Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
a. b. c. d. e.
17 – 25 tahun 26 – 34 tahun 35 – 43 tahun 45 – 52 tahun ≥ 53 tahun
4. Pendidikan Terakhir (tahun) a. b. c. d. e.
:
Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi
5. Status Perkawinan
:
6. Alamat
:
7. Pekerjaan
8.
a. Jabatan / Isntansi
:
Pendapatan (per bulan)
:
B. Gambaran Umum Aktivitas PETI dan Persepsi Responden Terhadap Pencemaran Sungai Akibat PETI 9. Apakah Anda mengetahui tentang aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)? a. Ya
b. Tidak
76 10. Sejak kapan aktivitas penambangan ini dilakukan? 11. Berapa jumlah penambang yang melakukan kegiatan penambangan emas? 12. Aktivitas PETI dilakukan di : a. Darat
b. Perairan
13. Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap lingkungan? a. Ya b.
Tidak, alasan
Jika Iya, bagaimana dampak aktivitas PETI tersebut terhadap : Variabel Kualitas Air
Indikator Pengukuran 1 = Tidak tercemar 0 = Tercemar
Alasan Kedangkalan Air Sungai
1 = Tidak
0 = Ya
1 = Tidak
0 = Ya
1= Tidak
0 = Ya
Alasan Keadaan Banjir Alasan Kerusakan Lahan Alasan
14. Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar? a. Ya b. Tidak, alasan Jika iya, bagaimana dampak aktivitas PETI terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar : 15. Upaya apa yang sudah pernah dilakukan untuk penanggulangan aktivitas PETI? 16. Adakah kebijakan khusus yang telah dibuat terkait aktivitas PETI?
77 Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Kuesioner Penelitian (Masyarakat) No Responden : Tanggal Wawancara : Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Kampar akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal (PETI) oleh Rahayu Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Terimakasih atas kesediaannya. A. Karakteristik Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
a. b. c. d. e.
17 – 25 tahun, tepatnya 26 – 34 tahun, tepatnya 35 – 43 tahun, tepatnya 45 – 52 tahun, tepatnya ≥ 53 tahun, tepatnya
4. Pendidikan Terakhir (tahun) a. b. c. d. e.
:
Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi
5. Status Perkawinan
:
6. Jumlah Tanggungan Keluarga
:
a. b. c. d. e.
≤ 2 orang, tepatnya 3 orang 4 orang 5 orang ≥ 6 orang, tepatnya
7. Alamat
:
78 8. Lama Tinggal a. b. c. d. e.
≤ 5 tahun, tepatnya 6 – 15 tahun, tepatnya 16 – 25 tahun, tepatnya 26 – 35 tahun, tepatnya ≥ 36 tahun, tepatnya
9. Pekerjaan
:
a. Utama b. Sampingan 10. Pendapatan a. b. c. d. e.
:
: : :
< Rp 500.000 Rp 500.000 - ≤ Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 - ≤ Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 - ≤ Rp 3.000.000 > Rp 3.000.000
B. Eksternalitas yang dirasakan Masyarakat yang Tinggal di Sekitar Sungai Kampar 11. Apakah Anda mengetahui tentang aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)? a. Ya
b. Tidak
12. Menurut Anda apakah aktivitas PETI tersebut memiliki dampak yang tidak baik terhadap lingkungan? a. Ya b. Tidak, alasan Jika Iya, bagaimana dampak aktivitas PETI tersebut terhadap : Variabel Kualitas Air
Indikator Pengukuran 1 = Tidak tercemar 0 = Tercemar
Alasan Kedangkalan Air Sungai
1 = Tidak
0 = Ya
1 = Tidak
0 = Ya
1 = Tidak
0 = Ya
Alasan Keadaan Banjir Alasan Kerusakan Lahan Alasan
79 13.
Menurut Anda apakah aktivitas PETI menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampar? a.
Ya
b.
Tidak, alasan
Jika iya, apa saja dampak negatif dari aktivitas PETI yang dirasakan masyarakat sekitar Sungai Kampar : 14.
Apakah aktivitas PETI juga mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat? a.
Ya, alasan
b.
Tidak, alasan
15.
Apakah
aktivitas
PETI
juga
berpengaruh
terhadap
kesehatan
mengatasi
aktivitas
masyarakat?
16.
a.
Ya, alasan
b.
Tidak, alasan Sudah
adakah
upaya
masyarakat
dalam
penambangan emas ilegal? 17.
Apa upaya yang telah dilakukan masyarakat untuk mendapatkan air bersih untuk kehidupam sehari-hari?
18.
Apakah ada bantuan dari pemerintah setempat kepada masyarakat yang merasakan dampak negatif dari aktivitas PETI? Jika ada, sebutkan :
80
Lampiran7 Dokumentasi
PETI Skala Kecil
Pendulangan Emas Skala Kecil
PETI Skala Besar
Pendulangan Emas Skala Besar
81
Longsor Akibat Kegiatan PETI
Kerusakan Akibat PETI
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 21 Oktober 1990 dari ayah Edi Agustar dan ibu Sulastri. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 005 Pekanbaru pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 13 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2006. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 8 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti berbagai kepanitian dan organisasi di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi diluar kampus, salah satunya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA). Penulis juga aktif dalam organisasi komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia (BI) atau GEN BI IPB.
82