EKSTERNALITAS NEGATIF DARI PENCEMARAN SUNGAI MUSI - PALEMBANG TERHADAP MASYARAKAT AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI
TANTRI NOVA SIANTURI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN TANTRI NOVA SIANTURI. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran
Sungai Musi – Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI Pencemaran Sungai Musi menimbulkan eksternalitas berupa penurunan kualitas dan kuantitas air bersih, kehilangan keanekaragaman hayati, pencemaran udara, dan penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat pencemaran Sungai Musi karena kegiatan industri; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri; (3) menghitung besarnya nilai kesediaan menerima kompensasi (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri; (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, Palembang. Pengambilan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2012. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis mengenai nilai kompensasi (WTA) dilakukan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Peluang kesediaan menerima WTA dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan regresi logistik dan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi yang ditimbulkan akibat kegiatan industri di Palembang dirasakan oleh seluruh responden. Bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air Sungai Musi , dimana kuantitas air kurang dan kualitas air buruk. Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Besarnya nilai ratarata WTA yang diinginkan responden adalah Rp. 210.333,3 per bulan per rumahtangga, sedangkan nilai total WTA responden yaitu sebesar Rp.13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp. Rp. 17.804.293.178,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu usia, pekerjaan wiraswasta, tingkat pendidikan dan pendapatan.
ii
EKSTERNALITAS NEGATIF DARI PENCEMARAN SUNGAI MUSI - PALEMBANG TERHADAP MASYARAKAT AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI
TANTRI NOVA SIANTURI H44080065
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iii
Judul Skripsi
: Eksternalitas Negatif Dari Pencemaran Sungai Musi Palembang akibat kegiatan Industri
Nama
: Tantri Nova Sianturi
NIM
: H44080065
Disetujui, Pembimbing
Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS NIP 19650212 199003 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr.Ir.Aceng Hidayat, MT. NIP 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EKSTERNALITAS NEGATIF DARI PENCEMARAN SUNGAI MUSI PALEMBANG
TERHADAP
MASYARAKAT
AKIBAT
KEGIATAN
INDUSTRI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN
ATAU
MEMPEROLEH
LEMBAGA GELAR
LAIN
MANAPUN
AKADEMIK
UNTUK
TERTENTU.
TUJUAN
SAYA
JUGA
MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH INI.
Bogor, Mei 2012
TANTRI NOVA SIANTURI H44080065
i
UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orangtua tercinta yaitu Mama Rosaida br.Sihombing dan Bapak Bangun Sianturi beserta ketujuh saudara saya, Tohom, Tiur, Thamrin, Tuti, Theresia, Triboy, dan si pudan Tora. Skripsi ini saya persembahkan untuk kalian. 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS. selaku dosen pembimbing, terimakasih atas arahan, dukungan, waktu, kesabaran, ilmu dan pengalaman yang sangat berharga yang telah diberikan. 3. Ir. Nindyantoro MSP selaku dosen penguji utama dan Bapak Rizal Bahtiar, SPi, MSi selaku dosen penguji wakil departemen, terimakasih atas saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Kantor Kesbang, BLH, Dinas kesehatan, BPS, Kelurahan, kepala RT/RW yang telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi untuk skripsi ini. 5. Keluarga di Palembang dan Dedi Hasiholan Silaban yang telah membantu selama proses penelitian. Terimakasih atas bantuan dan kasih sayangnya. 6. Pihak Karya Salemba Empat, terimakasih atas ilmu, pengalaman dan beasiswa yang diberikan sebagai penunjang untuk perkuliahan di IPB. 7. Seluruh keluarga besar ESL 45, terkhusus Ria Siregar, Septi Sitorus, Dyah, Pebri Sagala. 8. Sahabat - sahabat (Noviaer’s), Tika, Gina, Hera, Voni, Rani, Dian, Sarah, Angin, Ida, Patric, Peput, Kak Natal, dan keluargaku punguan GAMASINTAN
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karuniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi - Palembang akibat kegiatan Industri”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas Sungai Musi akibat kegiatan industri. Masyarakat merasakan eksternalitas negatif atas pencemaran ini sehingga perlu dilakukan analisis
Willingness to Accept (WTA) dengan
menggunakan pendekatan Contingen Valuation Method (CVM) untuk mengetahui ganti rugi yang diinginkan masyarakat. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN………………………………………….
i
RINGKASAN…………………………………………………………..
ii
HALAMAN JUDUL…………………………………………………...
iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….
iv
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………...
v
KATA PENGANTAR….………………………….……..………….....
vi
DAFTAR ISI……………………...………………….…………………
vii
DAFTAR TABEL…...………………………………………………….
ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...
x
DAFTAR LAMPIRAN………….……………………………………...
xi
I.
PENDAHULUAN………………………………………………….
1
1.1. Latar Belakang…………………………………………….............. 1.2. Perumusan Masalah……………………………………….............. 1.3. Tujuan Penelitian………………………………………….............. 1.4. Manfaat Penelitian………………………........................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian……………………...………………….
1 6 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA……………….……................................... 2.1. Pencemaran Air……………………………………………………. 2.2. Limbah Industri……………………………………………………. 2.3. Eksternalitas Negatif…………………………..…………………... 2.4. Penelitian Terdahulu………………………………………………. III. KERANGKA PEMIKIRAN…………………………….………… 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis……………………………………… 3.1.1. Analisis WTA……………………………………..………. 3.1.2. Model Regresi Logistik………………………………...…. 3.2. Kerangka Operasional……………………………………………... IV. METODE PENELITIAN………………...……………………….. 4.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian.………………………….. 4.2. Metode Pemilihan Responden.….………...…...……...…………. 4.3. Jenis dan Sumber Data…………………………………………… 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data……….…….…................. 4.4.1. Identifikasi Dampak Pencemaran Sungai Musi……..……. 4.4.2.Analisis Kesediaan Menerima WTA………………………
9 10 10 13 15 17 22 22 22 27 28 32 32 32 32 33 34 35
vii
4.4.3. Analisis Nilai WTA………………………………………. 4.4.4. Analisis Fungsi WTA…………………………………….. 4.4.5. Pengujian Parameter Regresi…………………………...… V. GAMBARAN UMUM……………………………………………... 5.1. Keadaan Umum Kota Palembang…………………………………. 5.1.1. Kondisi Sungai Musi………………………….....………... 5.2. Karakteristik Responden…………………………………………... 5.2.1 Jenis Kelamin…………………………………...…………. 5.2.2. Usia…………………………………………………..……. 5.2.3. Pendidikan Formal………………………………………... 5.2.4. Pekerjaan………………………………………………….. 5.2.5. Tingkat Pendapatan……………………………………….. 5.2.6. Jumlah Tanggungan Keluarga………………...…………... 5.2.7. Lama Tinggal……………………………………………... 5.2.8. Jarak Tempat Tinggal dari Industri……………………….. 5.2.9. Kenyamanan Tempat Tinggal…………………………….. 5.2.10. Jenis Penyakit……………………………………………. 5.2.11 Biaya Pengeluaran untuk Memperoleh Air Bersih………. 5.2.12 Biaya Kesehatan…………………………………………. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. 6.1. Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri…………………………..... 6.2. Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Pencemaran Sungai Musi……………………. 6.3. Analisis Willingness to Accept (WTA) Responden Terhadap dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Musi……………………………………………………………….. 6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden……………………………………………………......... VII. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 7.1. Simpulan…………………………………………………………... 7.2. Saran………………………………………………………………. VIII. DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…… LAMPIRAN……………………....……………………………………. DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………
36 39 41 44 44 45 47 48 48 49 50 50 51 52 52 53 54 55 55 56 56 58
63 67 76 76 77 78 80 96
viii
DAFTAR TABEL No 1
Halaman Luas Wilayah dan Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kota Palembang…………………………………………………….......
2
Hubungan antara sumber limbah Dan karakteristiknya…………………....……………………………...
13
3
Matriks Metode Analisis Data………………..…………………..
34
4
Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010…….………………..
45
Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010………………..…….
47
Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Rumahtangga……………………………………………………..
61
Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima dana kompensasi pencemaran Sungai Musi…………………………………………
62
8
Distribusi WTA Rumahtangga di Sungai Musi…………………..
65
9
Total WTA Rumahtangga………………………………………...
66
10
Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Rumahtangga……………………………...
69
2
5 6 7
ix
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Kurva Eksternalitas Negatif………………………...…………….
17
2
Gambaran Transformasi Logit, dengan Asumsi Peubah X Berskala Interval…………………………………….……………
28
3
Diagram Alur Kerangka Berpikir……………………...…………
31
4
Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin……………………..
48
5
Sebaran Responden Menurut Umur………………………………
49
6
Sebaran Responden Menurut Pendidikan………………………...
49
7
Sebaran responden menurut jenis pekerjaan………………...……
50
8
Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan……………….
51
9
Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan……………….
51
10
Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal…...…………………
52
11
Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat…………………………………………………………..
53
Sebaran Responden Menurut Kenyamanan Tempat Tinggal……………………………………………………………
54
Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami……………………………………………………………
55
Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri………………………………………………….
57
Persentase Dampak Perubahan Kuantitas dan Kualitas Air yang Dirasakan Responden……………………………………………..
58
Persentase Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi…………………………….........................................
59
Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi oleh Rumahtangga……………………………………………………..
60
Sebaran Keinginan Bentuk Kompensasi Rumahtangga Selain Dana………….……………...........................................................
61
19
Dugaan Kurva Tawaran WTA Rumahtangga…………………….
65
20
Scatterplot pada WTA Responden………………………………..
68
12 13 14 15 16 17 18
x
DAFTAR LAMPIRAN No 1
Halaman Status Mutu Air untuk Berbagai Sungai Penting di Indonesia tahun 2004………………………………................……………
81
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sampel Air Badan Air Sungai Musi di Kota Palembang 2010………………………...
82
Daftar Kasus Dugaan Pencemaran Sepanjang Tahun 20012002……………………………………………………………
83
4
Peta Lokasi Penelitian…………………………………………
84
5
Industri di Pinggiran Sungai Musi…………………………….
85
6
Hasil Model Regresi Logistik Dischotomous Choice..…….…
86
7
Hasil Model Regresi Linear Berganda ………..........................
88
8
Kuesioner Penelitian……………………………….……...…..
90
9
Dokumentasi ……………………………………..……………
95
2 3
xi
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk
hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir. Pencemaran di hulu sungai akan menimbulkan biaya sosial di hilir (extematily effect) dan pelestarian di hulu memberikan manfaat di hilir (Azwir, 2006). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri
semakin meningkat. Meskipun 2/3 dari luas bumi adalah air, namun tidak semua jenis air dapat digunakan secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat menimbulkan masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai macam industri, memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan sebagainya. Jumlah penduduk yang meningkat juga mempengaruhi peningkatan jumlah industri untuk pemenuhan kebutuhan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk dan industri akan berdampak semakin banyaknya sampah atau limbah yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh pada daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan yang terbatas menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya alam, terjadinya pencemaran, dan timbulnya persaingan untuk mendapatkan sumber daya alam. Sungai Musi merupakan sumberdaya alam yang menjadi salah satu jalur utama perdagangan dan pemasok air terbesar bagi penduduk Sumatera Selatan. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi Palembang memanfaatkan
1
Sungai Musi sebagai sumber bahan baku air untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk. Tabel 1. Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010 No
Kecamatan
Luas
Jumlah
Kepadatan Penduduk
RumahTangga
Penduduk
1
Ilir Barat II
6,220
13 787
63 959
10 282,80
2
Gandus
68,780
12 810
57 221
831,94
3
Seberang Ulu I
17,440
36 547
162 744
9 331,65
4
Kertapati
42,560
17 819
80 226
1 885,01
5
Seberang Ulu II
10,690
22 082
92 276
8 631,99
6
Plaju
15,170
17 897
79 096
5 213,97
7
Ilir Barat I
19,770
28 106
124 657
6 305,36
8
Bukit Kecil
9,920
10 067
43 811
4 416,43
9
Ilir Timur I
6,500
16 709
69 406
10 677,85
10
Kemuning
9,000
18 854
82 661
9 184,56
11
Ilir Timur II
25,580
35 291
159 152
6 221,74
12
Kalidoni
27,920
22 177
99 738
3 572,28
13
Sako
18,040
18 579
82 661
4 582,10
14
Sematang Borang
51,459
7 290
32 207
625,88
15
Sukarami
36,980
32 560
139 098
3 761,44
16
Alang-alang Lebar
34,581
20 358
86 371
2 497,64
400,61
330 933
1 455 284
3 632,67
Jumlah/Total
Sumber : BPS Kota Palembang, Angka Sensus Penduduk 2010
Indonesia memiliki sekitar 5.590 sungai utama dan sekitar 65.017 anak sungai dimana 600 sungai diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Panjang total sungai utama mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Kondisi sungai yang menurun kualitas maupun kuantitasnya dapat dilihat dari jumlah DAS kritisnya yang semakin bertambah, pada tahun 1984 tercatat sebanyak 22 DAS dalam kondisi kritis, kemudian bertambah menjadi 39 pada tahun 1992, pada tahun 1998 menjadi 59 DAS, dan 62 DAS pada tahun 2003 yang mencapai 1.512.466 km2 (Depkimpraswil 2003 dalam Murdiono 2008). Bahkan
2
pada tahun 2005 DAS yang mengalami kerusakan diperkirakan sudah mencapai 282 DAS (Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005). Tingginya laju peningkatan DAS kritis tidak terlepas dari pengelolaan dari hulu hingga ke hilir. Data dampak ekonomi dari sanitasi di Asia Tenggara tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 70 persen sungai di Indonesia telah mengalami pencemaran. Beberapa sungai yang tercemar adalah Sungai Deli, Sungai Batanghari, Sungai Musi, Sungai Air Bengkulu, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Brantas.1 Beberapa sungai penting di Indonesia telah mengalami pencemaran dan tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada status mutu air untuk berbagai sungai penting di Indonesia pada tahun 2004 yang menunjukkan bahwa Sungai Musi masuk dalam kategori tercemar ringan (Lampiran 1). Saat ini kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi semakin mengalami penurunan karena pengaruh banyaknya limbah industri yang dibuang langsung ke sungai. Pada daerah hulu Sungai Musi terjadi aktivitas konversi lahan hutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kuasa pertambangan yang membabat hutan lindung, tercatat dari sekitar 7,7 juta hektar DAS yang ada, hanya 800 hektar saja lahan yang masih dalam keadaan baik. Penyebab utamanya adalah alih fungsi hutan alam dan lahan alami (rawa) oleh berbagai aktifitas pembalakan liar dan industri. Lahan kritis pada wilayah DAS di Sumsel terbagi dalam empat kategori diantaranya kategori agak kritis seluas 1,7 juta ha, kategori kritis 3,5 juta ha, potensial kritis 1,5 juta ha dan sangat kritis 784 ha. Proyek perkebunan skala besar seperti kelapa sawit ataupun Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga saat ini
1 http://nasional.kompas.com.70 Persen Sungai Indonesia Tercemar. Diakses tanggal 28 Januari 2012.
3
semakin berpengaruh dalam menghancurkan wilayah DAS, hutan gambut dan kawasan suaka alam lainnya (Hadi 2011).2 Pencemaran di hulu juga diakibatkan kebakaran hutan dan kegiatan industri yang membuang limbah produksi yang sebenarnya belum memenuhi baku mutu untuk dilepas secara langsung ke sungai. Sementara, di bagian hilir selain disebabkan rumahtangga yang membuang sisa-sisa makanan, sampah, kotoran atau tinja baik manusia maupun hewan yang mengandung bakteri Fecal coli ke sungai, pencemaran juga diakibatkan oleh kegiatan perdagangan, domestik, maupun transportasi sungai, dan terutama oleh aktivitas industri. Pencemaran ini membuat kualitas air semakin menurun dan biaya produksi untuk pengolahan air semakin tinggi. Pencemaran ini juga berpengaruh terhadap penurunan ekonomi di daerah
Sungai Musi karena banyaknya warga yang
menggantungkan diri dari pemanfaatan Sungai Musi seperti objek wisata, transportasi, bekerja sebagai nelayan, dan banyaknya tempat-tempat makan dan hotel di pinggiran sungai. Dalam rangka pengendalian pencemaran air, pemerintah telah membuat beberapa peraturan antara lain UU.No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU.No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air dan PP.No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air serta lainnya.
Penetapan baku mutu air (stream standard) dari sungai sebagai badan air penampung perlu memperhatikan daya tampung beban pencemarannya pada ruas sungai tersebut. Pengendalian polusi dengan baku mutu lingkungan beroperasi dengan memaksa pencemar untuk menjaga pembuangan limbahnya dibawah batas
2
http://www.seputar-indonesia.com. DAS Musi Mengkhawatirkan. Diakses tanggal 28 Januari 2012.
4
tertentu. Baku mutu ini ditujukan untuk menjaga taraf polutan dalam lingkungan tetap berada dibawah baku mutu ambien. Widyastuti (2001) memperoleh hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di wilayah pengamatan Sungai Musi ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat (kisaran 0.48-1.557) berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener. Baku mutu limbah yang dibuang ke Sungai Musi tidak sesuai dengan baku mutu standar yang ditetapkan pemerintah. Dari pemeriksaan laboratorium Dinas Kesehatan Kota Palembang untuk sampel air Sungai Musi Kota Palembang pada tahun 2010 yang dilakukan di sepuluh kelurahan, diperoleh hasil bahwa mutu air di sepuluh titik tersebut sudah tidak memenuhi syarat baik dari hasil pemeriksaan bakteriologis, fisika dan kimia (Lampiran 2). Kegiatan industri dapat memberi dampak berupa dampak positif maupun dampak negatif. Banyak industri skala besar yang secara geografis berbatasan langsung dengan Sungai Musi dan sangat rentan dengan masalah lingkungan. Salah satu masalah yang timbul yaitu pencemaran limbah, sementara Sungai Musi merupakan salah satu sungai yang selama ini dimanfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Pada kegiatan operasional produksinya industri menghasilkan limbah pencemaran yang mengandung ammonia dan sangat beracun bagi biota air,
5
terutama ikan dan pencemaran tersebut berdampak negatif bagi masyarakat. Limbah cair adalah salah satu limbah yang dibuang industri ke Sungai Musi, yang mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik. Banyak warga yang mengeluh setiap kali pabrik mengeluarkan limbah, karena menimbulkan bau yang tidak sedap, sesak napas dan kadang mengakibatkan mual jika mengkonsumsi air yang diambil dari Sungai Musi. Penelitian ini perlu dilakukan untuk memperbaharui informasi dari telaah sebelumnya, karena kondisi Sungai Musi saat ini semakin mengalami penurunan. Penilaian atas dampak sosial dan ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui berapa sebenarnya nilai yang diinginkan masyarakat sebagai ganti rugi atas turunnya kualitas lingkungan akibat kegiatan industri. Hal inilah yang menjadi dasar bagi penulis mengambil judul “Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi - Palembang Akibat Kegiatan Industri”. 1.2.
Perumusan Masalah Sungai Musi memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat
Palembang, khususnya bagi warga di sekitar sungai, baik dari segi ekologis dan ekonominya. Namun saat ini kualitas sungai tersebut mengalami penurunan karena banyaknya pencemaran industri yang memberikan dampak negatif. Banyak kasus pencemaran industri mulai dari tumpahan minyak di Sungai Musi dan pencemaran udara yang menimbulkan masalah lingkungan (Lampiran 3). Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit air limbah yang dihasilkan. Pencemaran ini terjadi oleh bahan kimia berbahaya termasuk beberapa logam berat pada tanah, air permukaan dan juga pada udara.
6
Penduduk yang mempergunakan air minum yang bersumber dari air tanah atau pun air permukaan terutama yang berdekatan dengan kegiatan industri mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena dampak dari bahan-bahan berbahaya. Kerugian yang dirasakan masyarakat dapat dihitung baik dari sisi ekonomi dan sosial, oleh karena itu masyarakat yang menerima eksternalitas negatif dari pencemaran ini layak untuk menerima ganti rugi atau kompensasi. Berdasarkan atas pemikiran tersebut maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1.
Bagaimana eksternalitas negatif yang diterima masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri?
2.
Bagaimana peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri?
3.
Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) atas pencemaran Sungai Musi akibat aktivitas industri?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri di sekitar kawasan Sungai Musi?
1.3.
Tujuan Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari
dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : 1.
Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat pencemaran Sungai Musi karena kegiatan industri.
2.
Mengkaji peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri.
7
3.
Menghitung besarnya nilai kesediaan menerima kompensasi (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri.
4.
Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi.
1.4.
Manfaat penelitian
a. Bagi Penulis Sebagai alat untuk mempraktekkan teori-teori yang selama ini diperoleh selama kuliah, sehingga penulis dapat menambah ilmu secara praktis tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya menjaga sumberdaya lingkungan yang tersedia sehingga dapat terus dimanfaatkan tanpa mengurangi kualitasnya. b. Instansi/Perusahaan Sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang pantas diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak negatif atas pencemaran akibat kegiatan produksinya. c. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait masalah pencemaran Sungai Musi yang telah melibatkan banyak perusahaan dan mengorbankan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Sungai Musi. d. Bagi Masyarakat Masyarakat lebih memahami betapa pentingnya menjaga kualitas sungai baik dari hulu hingga ke hilir. Akibatnya masyarakat mengetahui dampak apa saja
8
yang ditimbulkan oleh pencemaran Sungai Musi, baik secara sosial dan ekonomi, dan itu mendorong masyarakat untuk lebih menjaga lingkungan dan turut berpartisipasi dalam perbaikan Sungai Musi yang telah tercemar. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan batasan-batasan dalam penelitian yang dilakukan yaitu : 1.
Objek penelitian adalah warga sekitar Sungai Musi yang memanfaatkan air Sungai Musi dan merasakan kerugian dari dampak pencemaran oleh limbah industri.
2.
Responden penelitian adalah bapak atau ibu dalam rumahtangga dan pihakpihak yang terkena dampak pencemaran dan kerugian ekonomi.
3.
Dampak dalam penelitian ini adalah dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan masyarakat.
4.
Penelitian dibatasi hanya pada pencemaran air akibat kegiatan industri
5.
Willingness To Accept adalah nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas air Sungai Musi.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa
air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dinyatakan, “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, industri, pertanian, sanitasi kota dan lain sebagainya. Belakangan ini air menjadi masalah yang cukup rentan di beberapa wilayah di Indonesia, untuk memperoleh air yang bersih dan sehat menjadi kondisi yang sulit dan memerlukan biaya yang mahal karena air telah tercemari oleh limbah dari hasil kegiatan manusia baik dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2001). Dewasa ini perkembangan sektor industri dan transportasi semakin meningkat, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat berbagai
kegiatan
tersebut.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1998, yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2004).
10
Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran oleh akibat kegiatan tersebut maka ditetapkan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan yaitu : 1.
Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut.
2.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
3.
Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan.
4.
Baku mutu air adalah batas atau kadar makluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.
5.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.
6.
Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas
11
air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. 7.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu
8.
Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.
Dalam pasal 7 penggolongan air menurut peruntukannya ditetapkan sebagai berikut : • Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. • Golongan B
: Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
• Golongan C
: Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
• Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,industri, pembangkit listrik tenaga air. Sifat-sifat kimia air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah nilai pH, keasaman dan alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, nitrat, amoniak, fosfat, daya hantar listrik dan klorida. Nilai pH air yang normal untuk suatu kehidupan yaitu berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Sedangkan pH air tercemar seperti air limbah (buangan) berbeda-beda tergantung pada jenis limbah dan karakteristiknya. Pada Tabel 2 ditunjukkan hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.
12
Tabel 2. Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya. Karakteristik Fisika : Warna Bau Padatan Suhu Kimia : Organik Karbohidrat Minyak dan Lemak Pestisida Penol Anorganik Alkali
Sumber Limbah Bahan organik, limbah industri dan domestik Penguraian limbah industri Sumber air, limbah industri dan domestik limbah industri dan domestik
Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah hasil pertanian Limbah industri
Sumber air, limbah domestik, infiltrasi air tanah, buangan air ketel
Klorida Logam Berat Nitrogen pH Posfor Sulfur Bahan beracun
Sumber air, limbah industri, pelemahan air Limbah industri Limbah industri, domestik Limbah industri Limbah industri, domestik dan alamiah Limbah industri, domestik Perdagangan, Limbah industri
Biologi : Virus
Limbah domestik
Sumber : Kristanto, 2004
2.2.
Limbah Industri Peningkatan kualitas hidup dicapai oleh manusia dengan cara mengolah
dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada demi tercapainya kesejahteraan. Pengolahan sumberdaya tersebut memerlukan alat-alat bantu berupa mesin-mesin yang berteknologi tinggi untuk memperoleh produk yang melimpah dalam waktu yang lebih singkat. Kegiatan eksploitasi besar-besaran terjadi pada kekayaan alam, seolah-olah peningkatan kualitas hidup menjadi sasaran utama. Namun pada kenyataannya kesejahteraan hidup yang diharapkan sulit untuk dicapai, karena disamping memperoleh keuntungan, industri dan teknologi justru memberi dampak yang negatif terhadap lingkungan dan kehidupan manusia (Wardhana, 2001).
13
Industri dalam kaitannya dengan lingkungan untuk memperoleh suatu produk jadi selalu menimbulkan produk lain yang kurang bermanfaat atau lebih rendah nilai ekonominya, yang biasanya disebut sebagai limbah. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Limbah B-3 dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah kedalam lingkungan :
Lingkungan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemaran yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
Ada pengaruh perubahan lingkungan, tetapi tidak sampai mengakibatkan pencemaran.
Memberikan perubahan bagi lingkungan dan menimbulkan pencemaran. Limbah yang dilepas ke sungai dapat merusak bahkan mematikan habitat
sungai dan juga mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai dan memanfaatkan air sungai untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Selain mencemari sungai, zat-zat kimia akan mengendap ke dasar sungai yang kemudian akan mencemari air bawah tanah. Masyarakat di sekitar sungai yang melakukan pengeboran untuk memperoleh air bersih seringkali mendapatkan air bawah tanah yang keruh, berbau bahkan berlendir. Jika masyarakat memaksakan diri untuk menggunakan air yang telah tercemar ini untuk keperluan sehari-hari, maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit dan gatal-gatal pada kulit. Pada beberapa kota besar
14
hasil pembakaran dari kegiatan industri juga menimbulkan perubahan kualitas udara, yang mengorbankan masyarakat melalui penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) akibat pencemaran udara. 2.3.
Eksternalitas Negatif Eksternalitas terjadi ketika kegiatan konsumsi atau produksi dari suatu
individu atau perusahaan mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap utilitas atau fungsi produksi inividu atau perusahaan lain (Mueller, 1989). Eksternalitas dapat juga diartikan sebagai dampak yang diterima oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh suatu kegiatan transaksi atau kegiatan ekonomi tertentu. Pada banyak kasus, baik dampak negatif dan dampak positif bisa terjadi secara bersamaan. Dampak yang menguntungkan misalnya kejadian pada industri pupuk dimana perusahaan ini memproduksi dan memasaran pupuk untuk mendukung ketahanan pangan nasional (swasembada pangan), mengurangi pengangguran, meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar, daerah setempat dan nasional. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara yang mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan warga sekitarnya. Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi 2006 menggunakan terminologi lain untuk menggambarkan eksternalitas yaitu eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa pihak (individu), bahkan bisa juga bersifat bilateral dan tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain. Sedangkan, eksternalitas publik terjadi apabila barang publik dikonsumsi dengan pembayaran yang tidak tepat.
15
Kemungkinan eksternalitas yang dapat terjadi dalam interaksi ekonomi, yaitu : 1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain Tindakan produsen dimana kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air, akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi perusahaan lain yang juga memanfaatkan air tersebut dalam proses produksinya. 2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen Aktivitas produsen yang merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contohnya, pencemaran sungai yang diakibatkan limbah suatu pabrik akan mengganggu kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut. 3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain Aktivitas seseorang
atau kelompok tertentu mempengaruhi atau
mengganggu fungsi utilitas konsumen yang lain. Contohnya yaitu seseorang yang merokok dalam angkot akan mengganggu kenyamanan penumpang lainnya. 4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Adanya eksternalitas tidak
akan mengganggu tercapainya efisiensi
masyarakat jika semua dampak negatif maupun dampak positif dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi akan tercapai apabila :
MSC = MSB MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB
16
Dimana : MSC = Marginal Social Cost
MEC = Marginal External Cost
MSB = Marginal Social Benefit
MPB = Marginal Private Benefit
PMC = Marginal Private Cost
MEB = Marginal External Benefit
Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEB dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisien produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat.
MSC = PMC + MEC e PMC
Rp d H1
MEC MSB
H
0
Q1
Sumber : Mangkoesoebroto (1993)
Q2 2
Jumlah Produksi
Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif 2.4.
Penelitian Terdahulu Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah
pencemaran sungai, tetapi kurang menilai dari aspek lingkungan dan ekonominya. Dalam penelitian kali ini akan dibahas juga dampak kerugian ekonomi dan nilai
17
kompensasi (WTA) yang diinginkan oleh masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh akibat kegiatan industri. Salah satu penelitian yang membahas tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Bahroin Idris Tampubolon dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor”. Tujuan penelitian tersebut adalah mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batu gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi, mengkuantifikasi besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi, serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya
nilai
dana kompensasi
masyarakat
sekitar
penambangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp.6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp.447.975.000 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai
18
WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta. Antika (2011) dengan judul “Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, Contingen Valuation Method (CVM), dan analisis regresi. Analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan. CVM digunakan untuk mengestimasi nilai WTA masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan, sedangkan analisis regresi digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi sebagian responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang pernah berjalan. Responden juga merasa puas dikarenakan perubahan kualitas lingkungan yang semakin baik. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air yang melimpah baik di musim kemarau maupun musim hujan. Berdasarkan hasil analisis CVM diperoleh nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp. 8.265,00 per pohon per tahun. Evaluasi CVM dilakukan dengan melihat nilai R2 analisis berganda yaitu sebesar 43,6%. Nilai R2 yang kecil ini disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan untuk populasi belum dapat menangkap keragaman yang ada secara keseluruhan. Sementara itu, faktorfaktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi.
19
Widiastuty (2001) dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja terhadap Kualitas Sungai Musi Kotamadya Palembang”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja serta perubahan kualitas air baik dari segi fisik, kimia dan biologi (hewan makrobentos) akibat adanya kegiatan pabrik terhadap perairan Sungai Musi di Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan selaku pengambil kebijakan dalam pengelolaan lingkungan tentang kondisi kualitas air Sungai Musi. Hasil analisis menunjukkan secara umum kualitas fisik air Sungai Musi (suhu, DLH, muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan) dari sembilan stasiun pengamatan yang dianalisa masih menunjukkan keadaan yang relatif baik untuk berbagai peruntukkan. Derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut pada sembilan stasiun pengamatan masih pada tingkat normal. Kandungan ammonia dan padatan tersuspensi di sembilan stasiun pengamatan masih tergolong rendah. Hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di sembilan stasiun pengamatan ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat (kisaran 0.48-1.557) berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener. Penelitian tersebut pada intinya membahas hal yang sama dengan yang dilakukan oleh penulis. Namun peneliti tersebut lebih bersifat teknik, sedangkan penulis melakukan survei ke masyarakat, serta menganalisis pencemaran baik dari segi sosial dan ekonomi.
20
Penelitian mengenai kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitianpenelitian tersebut dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi, dan fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nilai kompensasi akibat pencemaran Sungai Musi adalah dengan tahapan Contingent Valuation Method (CVM).
21
III. 3.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept yaitu nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. Metode Valuasi Kontingen (Contingent Valuation Method) adalah metode teknik survei untuk menyatakan keinginan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki nilai pasar seperti barang lingkungan. WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Melalui tahapan dalam CVM akan diperoleh nilai WTA sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi terhadap masyarakat. Penilaian akan dilakukan melalui tahapan-tahapan tersebut sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian dan juga menghindari bias yang terjadi dalam penelitian. A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah : a.
Responden merupakan warga sekitar Sungai Musi yang merasakan kerugian dari dampak pencemaran limbah industri dan bersedia menerima dana kompensasi.
b.
Nilai WTA yang diberikan merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberi benar-benar dilaksanakan.
c.
Industri bersedia memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas Sungai Musi
22
d.
Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas Sungai Musi.
B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah : 1. Bidding Game (Metode tawar-menawar) Metode yang digunakan dengan menanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal. Jika “Ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai titik maksimum yang telah disepakati. 2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka) Metode yang digunakan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah uang maksimum yang ingin dibayarkan atau jumlah uang minimum yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini mempunyai kelebihan dimana responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini yaitu kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya, selain itu sering ditemui responden yang kesulitan dalam menjawab pertanyaan karena tidak biasa dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner. 3. Closed-ended Question (Metode Pertanyaan tertutup) Metode ini hampir sama dengan metode Open-ended Question, yang membedakannya yaitu bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka dan kemudian akan dipilih, sehingga responden dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya masing-masing.
23
4.
Payment Card (Metode kartu pembayaran) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulant untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, sepert pada metode tawarmenawar. Penggunaan metode ini memerlukan pengetahuan statistik yang baik. C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat Nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Ada enam tahapan dalam CVM (Hanley and Spash, 1993) , yaitu : 1.
Membangun Pasar Hipotetik (Setting Up to the Hypotetical Market) Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik dan
pertanyaan mengenai nilai barang atau jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi atas barang atau jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang atau jasa lingkungan tersebut. 2.
Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA Setelah membuat instrumen survei, kemudian membuat administrasi
survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat, atau perantara telepon mengenai besarnya nilai WTA minimum yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukannya.
24
3.
Memperkirakan Nilai Rata-rata WTA Nilai WTA masyarakat telah terkumpul, kemudian menghitung nilai
tengah dan nilai rata-rata dari WTA. Nilai tengah dihitung apabila terdapat rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata. 4.
Memperkirakan Kurva WTA Kurva penawaran dapat diperkirakan dari nilai WTA sebagai variabel
dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel independennya. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen, dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan. 5.
Menjumlahkan Data Proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total
populasi yang dimaksudkan. 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilaksanakan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA R-Square (R2) dari model regresi berganda WTA.
25
D.
Organisasi dari Pengoperasian CVM
1.
Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realitas.
2.
Alat
pembayaran
yang
digunakan
dan/atau
ukuran
kesejahteraan
(WTP/WTA) sebaiknya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. 3.
Responden sebaiknya memiliki informasi yang cukup mengenai barang publik yang dimaksud dalam kuisioner
dan alat pembayaran untuk
penawaran mereka. 4.
Jika memungkinkan, ukuran WTA sebaiknya dicari, karena responden sering kesulitan dengan nilai minimal yang ingin mereka terima.
5.
Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas.
6.
Pengujian kebiasaan, sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategi bias secara khusus.
7.
Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.
8.
Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.
9.
Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali jika mereka setuju dengan harapan
yang
tepat.
Nilai
minimum
dari
15%
untuk
Radjusted,
direkomendasikan oleh Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993).
26
3.1.2 Model Regresi Logistik Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh satu variable independen atau lebih (X) terhadap satu variable dependen (Y), dengan syarat: 1.
Variabel dependent harus merupakan variable dummy yang hanya punya dua alternatif. Misalnya Puas/tidak puas, suka/tidak suka, atau ya/tidak, dimana jika responden menjawab puas maka kita beri skor 1 dan jika menjawab tidak puas kita beri skor 0.
2.
Variabel independent mempunyai skala data interval atau rasio. Model Logit menggunakan peubah penjelasnya baik itu peubah kategorik
maupun peubah numerik untuk menduga peluang kejadian tertentu dari peubah respon kategori.
Analisis pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori
peubah respon dilakukan melalui transformasi logit (Juanda , 2009). Peluang kejadian tertentu dari peubah respons kategori (pi), ditransformasi sehingga :
i
= indeks semua kasus (observasi 1,2,..,n).
pi
= peluang kejadian (misalnya, membeli) terjadi untuk kasus ke-i.
log
= adalah natural log (bilangan dasar e).
27
Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Asumsi Peubah X Berskala Interval. Salah satu keuntungan penggunaan analisis regresi logistik adalah bahwa ukuran asosiasi ini seringkali merupakan fungsi dari penduga parameter yang didapatkan. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah rasio odd. Regresi logistik tidak terbatas hanya dapat diterapkan pada kasus dimana variabel X nya bertipe interval atau rasio saja, tetapi regresi logistik juga dapat diterapkan untuk kasus dimana variabel X nya bertipe data nominal atau ordinal. Hal seperti ini analog dengan regresi linier dengan variabel dummy. 3.2 Kerangka Operasional Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser, 1990:14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Pesatnya hasil penemuan menjadi salah satu tolak ukur kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa. Industri sebagai indikator peningkatan inovasi memberi dampak negatif yang mencemari lingkungan. Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri
28
menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun (Kristanto, 2004). Sungai Musi adalah salah satu sungai yang juga telah mengalami pencemaran, padahal sungai ini adalah sungai terpanjang di Sumatera. Pencemaran inilah yang akan diteliti hubungannya dengan kondisi lingkungan sekitar dan penentuan nilai kompensasi. Sungai Musi memberi manfaat yang sangat besar bagi warga Palembang, mulai sebagai sumber air untuk kegiatan sehari-hari, sumber air untuk industri, sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah serta sumber mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai tersebut. Kerusakan badan Sungai Musi disebabkan oleh besarnya beban pencemaran yang masuk ke DAS sungai tersebut. Oleh karena itu untuk mendapatkan beban pencemaran yang sesuai dengan baku mutu air limbah, diperlukan proses pengolahan yang benar dan pengaturan debit limbah yang akan dibuang ke badan air. Proses pembuangan sisa hasil pengolahan dan limbah industri ke sungai tidak boleh melebihi baku mutu yang telah ditentukan, harus di proses terlebih dahulu melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) hingga layak untuk dilepas langsung ke sungai. Namun kebanyakan industri yang membuang limbahnya ke Sungai Musi tidak memperhatikan baku mutu yang layak sehingga mencemari sungai. Berdasarkan masalah tersebut dilakukan serangkaian penelitian untuk mengkaji persepsi masyarakat atas kualitas air sungai, dampak pencemaran sungai, etimasi nilai WTA dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA. Analisis mengenai eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat
29
menggunakan deskriptif kualitatif. Analisis mengenai nilai kompensasi (WTA) dilakukan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Peluang kesediaan menerima WTA dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan regresi logistik dan regresi linear berganda. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai kebijakan apa yang sebaiknya diterapkan dalam masalah perbaikan kualitas sumberdaya sungai dan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam penentuan keputusan dalam penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Alur penelitian lebih jelas dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir yang dapat dilihat dalam Gambar 3.
30
Industri
Eksternalitas
Eksternalitas Positif
Eksternalitas Negatif
-Peningkatan penerimaan Negara dan daerah
Pencemaran air
Pencemaran Udara
1. Penurunan kualitas dan kuantitas air bersih 2. Kerusakan fungsi ekologis 3. Gangguan Kesehatan
- Penyerapan tenaga kerja - Usaha mikro masyarakat sekitar
Kebisingan
Masalah Lingkungan
Kerugian Masyarakat
Peluang kesediaan menerima kompensasi
Eksternalitas negatif yang timbul
Analisis deskriptif kualitatif
Model Regresi Logistik
Nilai Kompensasi (WTA)
Contingent Valuation Method (CVM)
Faktor-faktor yang mempengaruhi WTA
Model Regresi Linear Berganda
Rekomendasi nilai kompensasi atas pencemaran Sungai Musi
Gambar 3 Diagram Alur Kerangka Berpikir Keterangan : = Batasan Penelitian =
Aliran
31
IV. 4.1.
METODE PENELITIAN
Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang
terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan karena Sungai Musi merupakan sungai terbesar di provinsi Sumatera dan juga menjadi salah satu sungai yang mengalami pencemaran akibat kegiatan industri. Pengumpulan data primer dimulai dari awal bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 selama kurang lebih dua bulan. 4.2.
Metode Pemilihan Responden Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan teknik
purposive sampling yaitu memilih secara sengaja (dengan suatu kriteria tertentu) seorang individu untuk dijadikan sampel dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan. Responden yaitu anggota keluarga (bapak atau ibu) sebagai perwakilan dari rumah tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 rumahtangga (RT) yang bermukim di sekitar kawasan Sungai Musi yang tercemar industri. Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sampel secara statistika yaitu minimal sebanyak 30 data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Walpole, 1982). 4.3.
Jenis dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui
32
observasi dan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengumpulan data primer dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan masyarakat setempat yang mengalami kerugian karena pencemaran. Kemudian melakukan studi literatur untuk mengetahui sumber-sumber dan dampak
terjadinya pencemaran. Data primer yang
dibutuhkan meliputi karakteristik responden, respon responden terhadap pencemaran yang terjadi pada Sungai Musi, dan respon responden atas berapa biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat (Willingness To Accept, WTA) karena kualitas air Sungai Musi yang saat ini telah mengalami penurunan akibat pencemaran industri. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dinas atau instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data mengenai semua hal yang menyangkut informasi mengenai kesehatan masyarakat sekitar yang terkena dampak, data polutan yang dihasilkan, dan data lain yang dibutuhkan. Data-data tersebut dapat diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palembang, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dinas Kesehatan Kota Palembang, Badan Pusat Statistik (BPS), Forum Komunikasi DAS Musi, perpustakaan, internet, serta lembaga literatur lainnya yang relevan. 4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian terhadap besarnya biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat akibat penurunan kualitas Sungai Musi (Willingness To Accept) dengan metode langsung
33
Contingent Valuation Method (CVM) yang biasa juga disebut dengan metode survei, sedangkan untuk analisis kerugian ekonomi yang dialami masyarakat akibat pencemaran ini digunakan metode analisis deskriptif, peluang kesediaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA digunakan metode regresi logistik dan regresi linear berganda. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Office Excel dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16 For Windows Evaluation Version. Tabel 3 menunjukkan matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data No
Sumber Data dan Jumlah Sampel Mendeskripsikan eksternalitas Kuesioner negatif akibat pencemaran Sungai Responden = 70 RT Musi karena kegiatan industri.
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Kualitatif
2
Mengkaji peluang kesediaan masyarakat di sekitar Sungai Musi dalam menerima dana kompensasi akibat pencemaran industri.
Analisis Regresi Logistik
3
Menghitung besarnya Willingness to accept masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Musi oleh aktivitas industri. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai kompensasi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri sekitar kawasan Sungai Musi.
1
4
4.4.1
Tujuan Penelitian
Kuesioner Responden = 70 RT
Kuesioner Responden = 60 RT (yang menjawab YA)
CVM
Kuesioner Responden = 60 RT (yang menjawab YA)
Analisis Regresi Linear Berganda
Identifikasi Dampak Pencemaran Sungai Musi Penelitian ini dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung (survei)
kepada masyarakat di kawasan Sungai Musi dengan metode purposive sampling. Analisis biaya ganti rugi yang diinginkan masyarakat Willingness To Accept (WTA) atas penurunan kualitas air Sungai Musi dengan metode langsung
34
Contingent Valuation Method (CVM) menunjukkan berapa tingkat kompensasi terhadap masyarakat. Besarnya WTA dari masyarakat ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, penghasilan dan biaya pengeluaran. Pertanyaan yang disampaikan berupa pertanyaan mengenai dampak yang diterima masyarakat, kualitas air, serta kerugian ekonomi dari pencemaran Sungai Musi tersebut. 4.4.2 Analisis Kesediaan Menerima WTA Responden Sesuai Skenario yang Ditawarkan Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data mengenai proporsi kesediaan menerima masyarakat sesuai skenario yang ditawarkan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kuesioner penelitian, sedangkan alasan responden tentang kesediaan menerima diperoleh dari wawancara secara mendalam (interdeph
interview)
terhadap
masyarakat.
Analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi dilakukan dengan alat regresi logit. Model logit digunakan untuk mengestimasi peluang rumahtangga untuk menerima atau tidak menerima dana kompensasi akibat pencemaran Sungai Musi oleh industri. Bentuk model regresi logit yang digunakan
untuk
mengkaji
kesediaan/ketidaksediaan
rumahtangga
dalam
menerima dana kompensasi yaitu : Li Sedia = Ln [Pi/(1-Pi)] = β0 + β1 PDK + β2 PDPT + β3 JTG + β4 US + β5 LT + β6 JTT + β7 KWA + β8 BTPA + β9 BKSH + β10 Dbruh + β11 Dwrsta + β13 Dnlyn + εi dimana : Li Sedia
= peluang responden bersedia atau tidak bersedia menerima akibat eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri (bernilai 1 untuk “bersedia” dan bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)
β
= konstanta
β 1,,,β13
= koefisien regresi
35
PDK
= Pendidikan (tahun)
PDPT
= Pendapatan (Rp)
JTG
= Jumlah tanggungan (orang)
US
= Usia responden (tahun)
LT
= Lama Tinggal (tahun)
JTT
= Jarak tempat tinggal (meter)
KWA
= Kualitas air (deskriptif)
BTPA
= Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp)
BKSH
= biaya kesehatan (Rp)
Dbruh
= dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0)
Dwrsta
= dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan wiraswasta = 0)
Dnlyn
= dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)
i
= responden ke-i
εi
= galat
4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat terhadap Pencemaran Sungai Musi Pendekatan CVM akan digunakan untuk mengetahui besarnya nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash, 1993), yaitu : 1. Membangun Pasar Hipotetis Dalam penelitian ini, pasar hipotetis dibentuk berdasarkan skenario bahwa industri di sekitar Sungai Musi akan memberlakukan kebijakan baru yaitu pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak pencemaran. Responden akan diberi gambaran bahwa industri akan memberikan kompensasi/fasilitas bagi masyarakat sebagai upaya pengurangan dampak negatif yang timbul. Bentuk kompensasi yang ditawarkan bervariasi, dan responden akan memilih sesuai dengan keinginannya. Adapun bentuk kompensasi yang
36
ditawarkan berupa perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll), pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring air, dan pemberian dana kompensasi. Pertanyaan dalam pasar hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah : “Bersediakah bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam upaya pengurangan
dampak negatif dari pencemaran Sungai Musi yang timbul dari kegiatan industri dan bentuk kompensasi apa yang Anda harapkan dari industri sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? 2. Memperoleh Nilai Penawaran Survei dilakukan dengan wawancara langsung dan responden ditanya nilai minimum WTA dengan cara Payment Card (Metode kartu pembayaran). 3. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA diperoleh. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :
dimana : E WTA xi n i
= Dugaan rataan WTA = Jumlah tiap data = Jumlah Responden = Responden ke-i yang bersedia menerima kompensasi
4. Menduga Kurva Penawaran Menduga penawaran merupakan proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini : WTA
= f (PDK, PDPT, JTG, US, LT, JTT, KWA, BTPA, BKSH, Dbruh, Dwrsta , Dnlyn)
dimana : PDK = Pendidikan (tahun)
37
PDPT
= Pendapatan (Rp)
JTG
= Jumlah tanggungan (orang)
US
= Usia responden (tahun)
LT
= Lama Tinggal (tahun)
JTT
= Jarak tempat tinggal (meter)
KWA
= Kualitas air (deskriptif)
BTPA = Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp) BKSH = biaya kesehatan (Rp) Dbruh
= dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0)
Dwrsta = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan wiraswasta = 0) Dnlyn
= dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)
5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA masyarakat dapat diperoleh setelah menduga nilai tengah WTA masyarakat dengan rumus :
dimana : TWTA
= Total WTA
WTAi
= WTA individu ke-i
ni
= Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA
i
= Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (i=1,2,3,…,k)
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Tahap ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Pelaksanaan model CVM dapat dilihat dengan melihat tingkat keandalan
38
(reability) fungsi WTA. Uji yang dapat dilakukan dengan uji keandalan yang melihat R square dari model Ordinary Least Square (OLS) 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat yang mengalami eksternalitas negatif atas pencemaran air Sungai Musi. Fungsi persamaannya sebagai berikut : midWTA = β0 + β1 PDK + β2 PDPT + β3 JTG + β4 US + β5 LT + β6 JTT + β7 KWA + β8 BTPA + β9 BKSH + β10 Dbruh + β11 Dwrsta + β12 Dnlyn + ε dimana : midWTA
= Nilai WTA responden
β
= konstanta
β 1,,,β13
= koefisien regresi
β
= konstanta
β 1,,,β13
= koefisien regresi
PDK
= Pendidikan (tahun)
PDPT
= Pendapatan (Rp)
JTG
= Jumlah tanggungan (orang)
US
= Usia responden (tahun)
LT
= Lama Tinggal (tahun)
JTT
= Jarak tempat tinggal (meter)
KWA
= Kualitas air (deskriptif)
BTPA
= Biaya Pengeluaran untuk Air bersih (Rp)
BKSH
= biaya kesehatan (Rp)
Dbruh
= dummy jenis pekerjaan buruh (buruh =1 ; bukan buruh = 0)
Dwrsta
= dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (wiraswasta =1 ; bukan wiraswasta = 0)
Dnlyn
= dummy jenis pekerjaan nelayan (nelayan =1 ; bukan nelayan = 0)
i
= responden ke-i
εi
= galat
39
Variabel-variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel pendidikan, jumlah tanggungan, usia responden, lama tinggal, biaya kesehatan, biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih, jenis pekerjaan buruh, wiraswasta, dan nelayan. Pendidikan yang semakin tinggi mencerminkan
semakin
tingginya
tingkat
pengetahuan
responden
akan
eksternalitas lingkungan, sehingga responden akan mengharapkan nilai yang tinggi. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga dalam satu rumahtangga yang terkena dampak dari pencemaran Sungai Musi. Usia responden dan lama tinggal diduga menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama responden tinggal di daerah tercemar maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Biaya kesehatan terkait dengan besarnya dana yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang timbul akibat pencemaran. Semakin tinggi biaya kesehatan dan biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih maka semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Jenis pekerjaan buruh, wiraswasta, dan nelayan diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko yang tinggi dan keterkaitan langsung dengan pemanfaatan air Sungai Musi. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA yaitu pendapatan, jarak tempat tinggal, kualitas air, jenis pekerjaan pegawai swasta. Semakin tinggi tingkat pendapatan responden maka responden tersebut akan merasa semakin berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran sehingga nilai WTA yang diinginkan rendah. Jarak tempat tinggal yang semakin dekat dengan sumber pencemaran diduga akan membuat nilai WTA yang diinginkan akan semakin tinggi. Kualitas air diduga berpengaruh negatif karena
40
semakin tinggi (baik) kualitas air, maka nilai kompensasi yang diharapkan akan semakin kecil. Jenis pekerjaan pegawai swasta diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang rendah karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko dan keterkaitan yang rendah dengan pemanfaatan air Sungai Musi. 4.4.5 Pengujian Parameter Regresi Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara : 1. Uji Keandalan Uji keandalan dilakukan dalam evaluasi CVM dilihat dengan nilai RSquare (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) merekomendasikan 15 persen sebagai batas minimum dari R2 yang realiabel. Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM. 2. Uji Statistik t Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui apakah dalam regresi variabel bebas (X1, X2, …, Xn) secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya (Y). Ramanathan dalam Tampubolon 2011, prosedur pengujian uji statistik t adalah : H0 : βi = 0
atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
H1 : βi ≠ 0
atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
Jika thit(n-k) < tα/2 maka Ho diterima (-t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel), artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y).
41
Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1 (-t tabel atau t hitung > t tabel), artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). 3. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
terhadap
variabel
terikat.
Prosedur
pengujian
menurut
(Ramanathan 1997, dalam Tampubolon, 2011) adalah : H0 = β1 = β2 = β3 = … β = 0 H0 = β1 = β2 = β3 = … β ≠ 0
dimana : JKK JKG n k
= jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom = jumlah kuadrat galat = jumlah sampel = jumlah peubah Jika Fhit < Ftabel maka terima Ho yang artinya secara serentak variabel
bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Jika Fhit > Ftabel, maka terima H1 yang berarti variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Pengujian juga dapat melihat nilai P-value dari model seluruh variabel bebas secara bersama. Apabila P-value < α yang digunakan, maka tolak H0 yang artinya variabel bebas secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 4. Uji Terhadap Kolinear Ganda ( Multicollinearity ) Dalam model dengan banyak peubah sering mengalami masalah multikolinear yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah ada tidaknya multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi
42
dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2 ) dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2 ). Masalah multicollinearity juga dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinear. 5. Uji Heteroskedastisitas Salah
satu
asumsi
metode
pendugaan
kuadrat
terkecil
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White, yaitu dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen, dengan variabel dependen ditambah dengan kuadrat variabel independen, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel independen. Prosedur pengujiannya dilakukan dengan hipotesis berikut : H0 : Tidak ada heterokedastisitas H1 : ada heterokedastisitas 6. Uji Normalitas Uji normalitas perlu dilakukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan yaitu uji Kolmogorov-smirnov. Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, yang artinya data tersebut tidak normal. Jika signifikansi di atas 5% maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.
43
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2°52' - 3°5' Lintang Selatan dan 104°37' - 104°52' Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata delapan meter dari permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara
: Kabupaten Banyuasin
b) Batas Selatan
: Kabupaten Ogan Komering Ilir
c) Batas Timur
: Kabupaten Banyuasin
d) Batas Barat
: Kabupaten Banyuasin
Luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km2 dengan jumlah penduduk yaitu 1.455.284 jiwa, terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Gandus (68,78 km2), sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Ilir Barat II (6,22 km2). Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Ilir Timur I (10677,85 jiwa/ km2), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu Kecamatan Sematang Borang (625,88 jiwa/km2).
Palembang memiliki 107
jumlah kelurahan dengan 946 rukun warga (RW) dan 4.018 unit organisasi rukun tetangga (RT). Lokasi penelitian berada di tiga kecamatan yaitu di Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Gandus dan Kecamatan Ilir Timur II (Lampiran 4). Pada Tabel 4 ditunjukkan luas daerah dan pembagian wilayah administrasi menurut kecamatan di kota Palembang.
44
Tabel 4. Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010 No
Kecamatan
1 Ilir Barat II 2 Gandus 3 Seberang Ulu I 4 Kertapati 5 Seberang Ulu II 6 Plaju 7 Ilir Barat I 8 Bukit Kecil 9 Ilir Timur I 10 Kemuning 11 Ilir Timur II 12 Kalidoni 13 Sako 14 Sematang Borang 15 Sukarami 16 Alang-alang Lebar Jumlah/Total
Luas (km2) 6,220 68,780 17,440 42,560 10,690 15,170 19,770 9,920 6,500 9,000 25,580 27,920 18,040 36,980 51,459 34,581 400,61
Persentase terhadap Luas Palembang (%) 1,55 17,17 4,35 10,62 2,67 3,79 4,93 2,48 1,62 2,25 6,39 6,97 4,50 9,23 12,85 8,63 100,0
Jumlah Kelurahan
Jumlah RW
Jumlah RT
7 5 10 6 7 7 6 6 11 6 12 5 4 4 7 4 107
52 35 96 51 67 66 65 39 72 51 94 41 77 23 68 49 946
208 163 450 265 254 218 297 196 264 201 364 226 249 108 347 208 4.018
Sumber : BPS Kota Palembang, 2011
Letak Kota Palembang cukup strategis sebagai jalur transportasi karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera, dan terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera yang juga berfungsi sebagai sarana transportasi air dan perdagangan antar wilayah. 5.1.1 Kondisi Sungai Musi Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Studi ini dilakukan di dua wilayah tersebut karena diduga pencemaran Sungai Musi terjadi di sepanjang Sungai, mulai dari hulu hingga hilir. Sungai Musi merupakan sungai terbesar di Sumatera dengan panjang mencapai 750 km dengan kedalaman mencapai 25 meter yang dapat dilalui kapal-kapal besar. Air sungai Musi mengalir dari anak-anak sungai besar mulai dari Jambi dan Bengkulu sehingga dijuluki sebagai Venice from the East. Sungai Musi disebut juga Batanghari
45
Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, yaitu Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut yaitu : 1. Sungai Komering
5. Sungai Kelingi
2. Sungai Rawas
6. Sungai Lematang
3. Sungai Leko
7. Sungai Semangus
4. Sungai Lakitan
8. Sungai Ogan.
Kota Palembang mempunyai 108 anak sungai dan terdapat empat sungai besar yang melintasinya. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar ratarata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter, Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar ratarata 103 meter. Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat ± 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 - 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.3 Kota Palembang juga dikenal sebagai kota industri dan kota perdagangan. Dari data Badan Lingkungan Hidup Daerah Palembang, 2011 terdapat sekitar 24 industri yang berada di pinggiran Sungai Musi (Lampiran 5). Industri tersebut 3
Keadaan Geografis. http://www.palembang.go.id. Diakses pada tanggal 19 maret 2012
46
bervariasi mulai dari industri crumb rubber, industri semen, penampungan batubara, pengilangan minyak, latex, industri kecap, pengalengan udang,industri gas oksigen dan nitrogen, depot penampungan BBM, pembangkit listrik dan stasiun kereta api. Tabel 5 menunjukkan jumlah industri besar menurut kecamatan di Kota Palembang. Tabel 5. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kecamatan
Ilir Barat II Gandus Seberang Ulu I Kertapati Seberang Ulu II Plaju Ilir Barat I Bukit Kecil Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Kalidoni Sako Sematang Borang 15 Sukarami 16 Alang-alang Lebar Jumlah/Total
Industri Logam, Mesin, Kimia dan Aneka Industri Unit Tenaga Usaha Kerja 2 80 2 737 1 92 1 30 2 23 1 88 1 7 1 89 3 3 229 4 687 -
Industri Hasil Pertanian dan Perikanan Unit Tenaga Usaha Kerja 1 26 1 12 1 463 -
Industri Hasil Pertanian dan Perikanan Unit Tenaga Usaha Kerja 7 1 946 3 972 1 429 3 487 -
6 1
369 12
2 -
2455 -
1 -
28 -
25
5 443
5
2 956
15
3 862
Sumber : BPS Kota Palembang, 2011
5.2 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden dari daerah hulu dan hilir didasarkan pada hasil survei yang telah dilakukan terhadap 70 RT. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari
47
industri terdekat, biaya kesehatan, biaya pengeluaran untuk memperoleh air bersih dan jenis penyakit yang sering dialami responden. 5.2.1 Jenis Kelamin Perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan yaitu suami atau istri dalam sebuah rumah tangga pada penelitian ini jumlahnya tidak berbeda jauh. Jumlah responden laki-laki yaitu 36 orang, sedangkan responden perempuan sebanyak 34 orang. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan adalah 51 persen berbanding 49 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 5.2.2 Usia Tingkat usia responden bervariasi, dengan usia paling muda yaitu 20 tahun dan yang paling tua yaitu 74 tahun. Persentase tertinggi yaitu pada kelompok usia 43 - 55 tahun dengan persentase 34 persen. Responden dengan usia 17 - 29 tahun berjumlah 17 persen, usia 30 - 42 tahun berjumlah 30 persen, sedangkan usia 56 68 tahun berjumlah 17 persen dan usia 69 - 74 tahun berjumlah dua persen. Responden pada penelitian ini seluruhnya telah berstatus menikah dan memiliki tanggungan. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden.
48
Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur 5.2.3 Pendidikan Formal Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 46 persen. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) berjumlah 23 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berjumlah 17 persen. Sulit ditemui responden dengan pendidikan yang tinggi yaitu perguruan tinggi, sementara responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 14 persen. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Pendidikan
49
5.2.4 Pekerjaan Jenis pekerjaan responden bervariasi mulai dari pegawai swasta, wiraswasta, nelayan dan buruh harian. Berdasarkan hasil survei, mata pencaharian responden terbanyak adalah sebagai wiraswasta dengan persentase sebesar 49 persen, diikuti oleh jenis pekerjaan buruh (43 %), pegawai swasta dan nelayan dengan persentase masing-masing empat persen. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sebaran responden menurut jenis pekerjaan 5.2.5 Tingkat Pendapatan Sebagian besar responden mayoritas bekerjaan sebagai wiraswasta dan buruh. Hal ini
berhubungan dengan tingkat pendapatan responden, dimana
persentase kelompok pendapatan terbesar yaitu Rp 500.000,00 - Rp 1.500.000,00 sebesar 76 persen. Sebanyak 19 persen responden memiliki pendapatan Rp 1.500.001,00 - Rp 2.500.000,00. Sebanyak tiga persen responden memiliki pendapatan
Rp 2.500.001,00 - Rp 3.500.000,00. sedangkan untuk pendapat
kurang dari Rp 500.000,00 yaitu sebanyak satu persen, dan hanya satu persen saja responden yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 3.500.000,00. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.
50
Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan 5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup keluarga inti serta tanggungan yang bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden. Sebagian besar responden adalah rumah tangga dengan jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang dengan persentase 60 persen. Sebanyak 14 persen responden dengan jumlah tanggungan empat orang, responden dengan jumlah tanggungan tiga orang sebanyak 13 persen. Jumlah tanggungan keluarga responden dengan jumlah lima orang memiliki persentase sembilan persen dan jumlah tanggungan keluarga lebih dari sama dengan enam orang dengan persentase empat persen. Perbandingan jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
51
5.2.7 Lama Tinggal Rata-rata lama tinggal responden di sekitar industri yaitu 20,5 tahun, hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk adalah penduduk asli Kota Palembang yang sejak lahir sudah tinggal di sepanjang Sungai Musi. Responden dengan lama tinggal antara 16 - 25 tahun dengan persentase terbesar yaitu 24 persen, sementara responden dengan lama tinggal kurang dari sama dengan lima tahun sebanyak 23 persen. Responden dengan lama tinggal antara 6 - 15 tahun yaitu sebanyak 21 persen. Responden dengan lama tinggal antara 26 - 35 tahun yaitu sebanyak 16 persen sedangkan untuk responden dengan lama tinggal lebih dari sama dengan 36 tahun juga sebanyak 16 persen. Sebaran jenis dapat lama tinggal responden dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal 5.2.8 Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat Di sepanjang Sungai Musi banyak terdapat industri yang menggunakan Sungai Musi sebagai jalur transportasinya, dan tidak dapat dipungkiri bahwa limbah industri tersebut telah mencemari air sungai. Hasil survei pada responden diketahui bahwa 33 responden (47 %) berada didekat industri pupuk, kelapa sawit, dan industri minyak hanya berjarak < 500 m. Tempat tinggal responden dengan jarak 500 - 1500 m berjumlah 25 orang dengan persentase 36 persen dengan
52
industri terdekat yaitu industri karet, minyak dan pupuk. Sementara responden dengan jarak tempat tinggal antar 1501 - 2500 m dengan industri sebanyak 12 orang (17 %), dengan industri terdekat yaitu industri pupuk, karet dan minyak. Persentase responden berdasarkan jarak tempat tinggal dengan industri terdekat dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Industri Terdekat 5.2.9 Kenyamanan Tempat Tinggal Meskipun terjadi perubahan lingkungan, namun kebanyakan responden merasa terbiasa dengan kondisi tersebut. Hal itu dapat dilihat dari persentase responden yang merasa biasa saja dengan pencemaran akibat kegiatan industri sebesar 73 persen. Responden yang merasa nyaman sebanyak 19 persen, tidak nyaman sebesar tujuh persen dan sangat tidak nyaman hanya satu persen saja. Hal ini juga dipengaruhi karena sebagian responden biasanya memperoleh sembako dari industri setiap tahunnya, sehingga mereka merasa itu cukup sebagai ganti rugi atas eksternalitas negatif yang mereka terima selama ini dari kegiatan industri. Persentase responden berdasarkan kenyamanan tempat tinggal dapat dilihat pada Gambar 12.
53
Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Kenyamanan Tempat Tinggal 5.2.10 Jenis Penyakit yang Sering Dialami Berdasarkan hasil survei di lapangan, jenis penyakit yang paling sering dialami oleh responden adalah penyakit kulit /gatal-gatal sebanyak 26 orang (37 %). Selanjutnya yaitu penyakit influenza sebanyak 21 responden (30 %), penyakit diare dengan jumlah responden 14 orang (20 %). Jenis penyakit kulit/gatal-gatal dan diare diduga karena penggunaan air sungai yang telah tercemar. Hasil survei tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa air sungai yang dimanfaatkan langsung oleh responden telah mengalami penurunan kualitas. Jenis penyakit ISPA sebanyak dua responden (3 %)
dan tiga responden (4%) penyakit lainnya,
diantaranya pusing-pusing. Jenis penyakit batuk, influenza, dan ISPA diduga disebabkan oleh kondisi udara di sekitar tempat tinggal responden dalam keadaan kurang baik. Distribusi jenis penyakit yang sering dialami responden disajikan pada Gambar 13.
54
Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami 5.2.11 Biaya Pengeluaran untuk Memperoleh Air Bersih Pencemaran air Sungai Musi mengakibatkan masyarakat yang biasanya memanfaatkan air Sungai Musi secara langsung harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih dan layak minum. Dari 70 responden diperoleh nilai rata-rata pengeluaran untuk memperoleh air bersih sebesar Rp. 76.028,00 per bulan per rumahtangga. 5.2.11 Biaya Kesehatan Akibat seringnya masyarakat terpapar oleh pencemaran industri, terutama akibat konsumsi air Sungai Musi membuat kesehatan masyarakat di pinggiran sungai menurun. Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap bulannya yaitu Rp. 89.786,00 per bulan per rumahtangga.
55
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara kelaut. Sungai memiliki peran yang sangat penting bagi mahluk hidup, selain sebagai sumber utama air minum, juga sebagai jalur transportasi air dan bahkan menjadi sumber penghasilan bagi sebagian masyarakat. Perkembangan industri di Sumatera Selatan dewasa ini cukup pesat. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke Sungai Musi. Perubahan lingkungan dalam hal ini pencemaran air sungai akibat kegiatan industri sangat dirasakan sebagian masyarakat yang masih memanfaatkan air Sungai Musi secara langsung. Hasil penelitian terhadap 70 responden dari wilayah hulu dan hilir menunjukkan bahwa seluruh responden (100 %) merasakan adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan industri. Bentuk perubahan yang dirasakan bervariasi, pada Gambar 14 ditunjukkan persentase dari eksternalitas negatif pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Sebanyak 56 responden (80%) menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan berupa perubahan kualitas dan kuantitas air. Pencemaran udara merupakan eksternalitas yang juga dirasakan responden yang tempat tinggalnya dekat dengan pabrik maupun industri. Sebanyak 14 persen responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal mereka
56
tidak bersih karena setiap kali pabrik membuang limbah cair maupun gas maka akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sebesar enam persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang dirasakan yaitu kehilangan keanekaragaman hayati. Mereka menyatakan seringkali menemukan ikan dan udang mati dan mengambang ke permukaan sungai, diduga penyebabnya adalah kualitas air Sungai Musi yang telah melampaui baku mutu yang mengakibatkan biota air tidak dapat bertahan hidup dalam air sungai tersebut.
Gambar 14. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri. Beberapa responden merasa kesulitan untuk memperoleh air bersih. Sebagian kecil responden memang telah memperoleh air bersih dari penggunaan Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PAM), namun sebagian besar responden lainnya hanya memanfaatkan air Sungai Musi yang biasanya diendapkan satu malam dan diberi tawas (penjernih air) agar keesokan harinya air yang ditampung tersebut sudah jernih dan dapat dikonsumsi. Selain itu untuk memperoleh air bersih responden biasanya membeli air dari tetangga yang telah menggunakan air PAM, membeli air galon dan menampung air hujan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 54 persen responden menyatakan bahwa untuk memperoleh
57
air bersih di daerah tempat tinggal mereka cukup sulit karena kuantitas air kurang, dan kualitas air buruk (kotor, berbau dan memiliki rasa). Sebanyak 29 persen responden menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas air bersih disekitar tempat tinggal mereka cukup baik, hal ini karena perusahaan membangun tempat penampungan air bersih bagi masyarakat yang berada di dekat industri. Sebesar 11 persen responden menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk memperoleh air bersih/kuantitas air kurang tetapi kualitas air baik (tidak kotor, tidak berbau dan tidak memiliki rasa) dan sebesar enam persen responden menyatakan bahwa kuantitas air baik namun kualitas air buruk. Adapun persentase dampak perubahan kuantitas dan kualitas air yang dirasakan responden dapat dilihat pada Gambar 15
Gambar 15. Persentase Dampak Perubahan Kuantitas dan Kualitas Air yang Dirasakan Rumahtangga 6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Pencemaran Sungai Musi Dalam skenario bentuk kompensasi yang ditawarkan dari industri sebagai ganti rugi atas dampak pencemaran
yang ditimbulkan yaitu perbaikan
Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll), pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring air bersih dan pemberian dana Kompensasi. Sebanyak 60 responden (86 %) bersedia menerima dana kompensasi dan 10 responden (14
58
%) tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Persentase Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi Alokasi dana kompensasi yang diharapkan oleh responden akan dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Sebanyak 40 responden (57%) menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima untuk biaya kesehatan. Sebanyak 25 responden (22 %) menyatakan akan memanfaatkan dana kompensasi untuk biaya tambahan untuk membeli air bersih yang biasanya di peroleh dari tetangga yang menggunakan PAM dan dari pembelian air galon. Sebanyak 10 responden (14 %) menyatakan akan menggunakan dana kompensasi untuk biaya tambahan pembelian alat penyaring air atau pemasangan air ledeng, sedangkan tujuh persen responden akan mengalokasikan untuk biaya lainnya seperti tambahan biaya hidup, biaya
pendidikan anak, dan tambahan modal
usaha. Sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden apabila program tersebut memang terlaksana dapat dilihat pada Gambar 17.
59
Gambar 17. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi oleh Rumahtangga Sebanyak 10 orang responden yang tidak bersedia untuk menerima dana kompensasi (14 %) menyatakan bahwa mereka tidak memilih dana kompensasi sebagai ganti rugi karena mereka tidak yakin bahwa perusahaan akan pernah memberikan dana kompensasi tersebut karena sebelumnya masyarakat sudah sangat sering melakukan demo tuntutan ganti rugi atas pencemaran, namun tidak dikabulkan oleh perusahaan. Responden mengharapkan bentuk kompensasi berupa perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll), pembangunan klinik kesehatan dan penyediaan alat penyaring air bersih. Sebanyak 60 persen responden menginginkan perusahaan menyediakan alat penyaring air bersih bagi setiap rumah tangga sebagai bentuk kompensasi atas pencemaran yang dirasakan. Sebanyak 30 persen responden menginginkan pembangunan klinik kesehatan di daerah tempat tinggalnya karena mereka merasakan kesehatan terganggu akibat konsumsi air sungai yang telah tercemar industri, dan hanya 10 persen responden saja yang menginginkan kompensasi berupa perbaikan infrastruktur. Sebaran keinginan bentuk kompensasi responden disajikan pada Gambar 18.
60
Gambar 18. Sebaran Keinginan Bentuk Kompensasi Rumahtangga Selain Dana Berdasarkan analisis regresi logistik diperoleh nilai peluang potensial dan aktual dari jumlah responden yang bersedia dan tidak bersedia menerima dana kompensasi. Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan (expectation) dan kondisi aktual ditunjukkan dengan nilai observasi (observation). Tabel 6 menunjukkan nilai observasi dan harapan terhadap peluang kesediaan responden. Tabel 6. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Rumahtangga Observasi
Kesediaan
Tidak Bersedia
Tidak Bersedia Bersedia Total
Frekuensi (orang) 5
Persentase (%) 0,5
Harapan Kesediaan Bersedia Frekuensi (orang) 5
3 0,05 57 8 0,11 62 Nilai Keseluruhan Terkoreksi
Total
Koreksi (persen)
Persentase (%) 0,5
10
50,0
0,95 0,89
60 70
95,0 88,6
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Dari Tabel 6 dapat dilihat nilai observasi dan harapan terhadap peluang kesediaan responden dalam menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif secara keseluruhan. Terdapat perbedaan antara nilai keseluruhan terkoreksi sebesar 88,6 persen dan diduga terdapat dua responden yang menjawab dengan ragu-ragu dalam menentukan pilihan. Hasil hosmer and lemeshow test
61
menunjukkan bahwa nilai p 0,992 lebih besar dari alpha 0,2, yang berarti bahwa data empiris cocok dengan model (Lampiran 6). Model yang dihasilkan yaitu : Li = 21,246 + 0,001 BPAB + 0,001 BKSH Tabel 7. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima dana kompensasi pencemaran Sungai Musi Step 1
a
B
S.E.
Constant Usia Dburuh(1)
21.246 -.040 -1.045
Dnlyn (1) Dwrsta (1)
df
Sig.
Exp(B)
2.268E4 .000 .053 .566 2.645 .156
1 1 1
.999 .452 .693
1.687E9 .961 .352
-19.091
2.268E4 .000
1
.999
.000
1.086
2.415
.202
1
.653
2.962
.413
3
.938
PDK
Wald
PDK (1) PDK (2) PDK (3) PDPT
21.112
1.051E4 .000
1
.998
1.475E9
1.160
1.829
.403
1
.526
3.190
.833
1.866
.199
1
.655
2.300
.000
.000
.845
1
.358
1.000
JTG LT JTT KWA
-.250 -.017 .001
.364 .050 .001
.471 .111 1.072
1 1 1
.493 .739 .300
.779 .983 1.001
2.147
3
.542
KWA(1) KWA (2) KWA(3)
-.671 -1.505 -3.403
1.949 1.897 2.721
.118 .629 1.563
1 1 1
.511 .222 .033
BPAB
.001
.000
2.628
1
.731 .428 .211 .105*
BKSH
.001
.000
1.997
1
.158**
1.000
Hosmer and Lemeshow Test
99,2 %
Sumber
: Data Primer Diolah, 2012
Keterangan
:
* **
1.000
nyata pada taraf α = 15% nyata pada taraf α = 20%
Berdasarkan Tabel 7 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model pada alpha 15% dan 20%, yaitu variabel biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan. Variabel biaya pengeluaran air bersih memiliki nilai P-value 0,105 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%).
62
Koefisien variabel ini bertanda positif (+) berarti
semakin tinggi biaya
pengeluaran air bersih responden, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif yang timbul semakin besar. Nilai Exp(B) variabel ini bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan biaya pengeluaran air bersih yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada responden dengan biaya pengeluaran air bersih yang lebih rendah. Variabel biaya kesehatan memiliki nilai P-value 0,158 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+) berarti semakin tinggi biaya kesehatan responden, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif yang timbul juga semakin besar. Nilai Exp (B) variabel ini bernilai 1,000 artinya peluang kesediaan menerima responden dengan biaya kesehatan yang lebih tinggi, satu kali lebih besar daripada responden dengan biaya kesehatan yang lebih rendah. 6.3. Analisis Willingness to Accept (WTA)
Responden Terhadap dana
Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif Pencemaran Sungai Musi Analisis Willingness to Accept (WTA) dari masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri di Kota Palembang dilakukan dengan cara menanyakan kepada 70 orang responden mengenai kesediaan mereka untuk menerima dana kompensasi. Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTA tersebut. Hasil pelaksanaan langkah kerja pada metode CVM adalah sebagai berikut :
63
1. Membangun Pasar Hipotetis Seluruh responden diberikan skenario bahwa industri di sekitar Sungai Musi akan memberlakukan kebijakan baru yaitu pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak pencemaran. Kompensasi tersebut sebagai ganti rugi atas penurunan kualitas air Sungai Musi karena kegiatan industri yang menghasilkan limbah dan zat buangan yang dilepas ke sungai. Dana kompensasi ini mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan menerima penurunan kualitas lingkungan. 2. Memperoleh Nilai WTA Survei dilakukan dengan wawancara langsung, dan responden ditanya nilai minimum WTA dengan metode kartu pembayaran (Payment Card). Responden menginginkan nilai yang bervariasi mulai dari Rp.150.000,00 hingga Rp.250.000,00. Starting point nilai WTA ditentukan berdasarkan biaya kesehatan. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA Dugaan nilai rataan WTA (estimating mean WTA) responden dihitung berdasarkan distribusi WTA responden. Perhitungan WTA rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 8. Dugaan nilai rataan WTA rumahtangga dari perhitungan adalah sebesar Rp. 210.333,3 per bulan per rumahtangga. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian setiap individu yang terkena eksternalitas atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri.
64
Tabel 8. Distribusi WTA Rumahtangga di Sungai Musi Responden No Nilai WTA Frekuensi Frekuensi (Rp/bulan/RT) (Orang) Relatif (%) 1 150000 5 0,08 2 165000 7 0,12 3 180000 6 0,10 4 195000 5 0,08 5 210000 8 0,13 6 225000 10 0,17 7 240000 2 0,03 8 250000 17 0,28 60 1,00 Total
Mean WTA (Rp) 12500 19250 18000 16250 28000 37500 8000 70833,3 210333,3
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
4. Menduga Kurva Penawaran ( Bid Curve ) Berdasarkan nilai WTA responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akan dibentuk kurva WTA. Kurva ini menggambarkan hubungan antara tingkat WTA yang diinginkan (dalam Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut (orang). Diperoleh kurva tawaran WTA yang dapat dilihat pada Gambar 19. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan, maka akan semakin banyak responden yang bersedia menerima dana kompensasi.
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Gambar 19. Dugaan Kurva Tawaran WTA Rumahtangga
65
5. Menentukan Total WTA (Agregating Data) Hasil perhitungan distribusi besaran WTA dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden adalah sebesar Rp.13.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp.17.804.293.178,00 per bulan, yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah rumahtangga di tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian dengan rata-rata WTA rumahtangga. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh industri dalam pengambilan keputusan pada penyelesaian eksternalitas negatif di sepanjang Sungai Musi yang diduga akan ditanggung oleh kurang lebih 24 industri yang berada di pinggiran Sungai Musi. Tabel 9. Total WTA Rumahtangga Responden No
Nilai WTA (Rp/bulan/RT)
1 2 3 4 5 6 7 8 Total
150000 165000 180000 195000 210000 225000 240000 250000
Frekuensi (Orang) 5 7 6 5 8 10 2 17 60
Persentase (%) 0,08 0,12 0,1 0,08 0,13 0,17 0,03 0,28 1,00
Jumlah WTA (Rp) 750000 1155000 1080000 1680000 1680000 2250000 480000 4250000 13 325 000
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
6. Evaluasi Pelaksanaan CVM Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan diperoleh nilai R-adjusted square sebesar 30,6% (Tabel 10). Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam
Hanley dan Spash (1993) penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R2 hingga 15%. Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable).
66
6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan teknik regresi berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA) masyarakat yang terkena eksternalitas
negatif dari pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri
diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTA responden dapat dilihat pada (Tabel 10). Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai R-adjusted square sebesar 30,6%, nilai tersebut relatif baik yang berarti bahwa keragaman WTA responden sebesar 30,6% dapat dijelaskan oleh model, sisanya 69,4% dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai F hitung sebesar 3,535 dengan nilai P-value uji F sebesar 0,001 (Lampiran 7) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata pada taraf nyata α 15 persen. Model regresi linear berganda harus memenuhi asumsi, dimana tidak ada masalah multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut : 1. Uji Multikolinearitas Pengujian terhadap multicollinearity didasarkan pada nilai VIF pada model. Apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinear. Nilai VIF pada Tabel 10 terlihat bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai yang kurang dari sepuluh. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi pelanggaran multikolinearitas.
67
2. Uji Autokorelasi Pengujian terhadap autokorelasi
didasarkan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson (Tabel 10). Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai statistik DW 2,360. Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka dari nilai DW tersebut menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus,2004). 3. Uji Heteroskedastisitas Dari grafik scatterplots Gambar 20 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola apapun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
Sumber : Data Primer Diolah, 2012
Gambar 20. Scatterplot pada WTA Responden 4. Uji Asumsi Normalitas Pengujian dengan SPSS berdasarkan pada uji Kolmogorov–Smirnov. Pada Tabel 10 diperoleh taraf signifikansi 0,292 dengan demikian, data residual berdistribusi normal pada taraf signifikansi 0,15 (α 15%). Dapat disimpulkan bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan bahwa
68
distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat menyebar normal. Asumsi-asumsi analisis regresi terpenuhi, hal ini berarti bahwa model tersebut layak untuk digunakan. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah : WTA
=
324411,152 – 1781,506 US – 90044,732 Dwrsta – 26520,738 PDK - 0,037 PDPT + 18,870 JTT + 0,617 BPAB + 0,343 BKSH + εi
Tabel 10. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Rumahtangga Variabel
B
Std. Error
T
Sig.
Tolerance
VIF
(Constant)
324411.152
75056.569
4.322
.000
US
-1781.506
823.717
-2.163
.035**
.634
1.578
Dburuh
-61761.639
49228.749
-1.255
.215
.109
9.197
Dnlyn
10540.179
59719.441
.176
.861
.441
2.267
Dwrsta
-90044.732
47881.483
-1.881
.065***
.113
8.874
PDK
-26520.738
12179.768
-2.177
.034**
.498
2.008
PDPT
-.037
.014
-2.636
.011**
.534
1.872
JTG
876.330
5320.255
.165
.870
.703
1.423
LT
-220.044
665.351
-.331
.742
.614
1.628
JTT
18.870
12.225
1.544
.128****
.665
1.504
KWA
-2801.378
8146.757
-.344
.732
.560
1.785
BPAB
.617
.216
2.858
.006*
.614
1.629
BKSH
.343
.104
3.288
.002*
.734
1.362
a. Dependent Variable: DanaKompensasi R- square R- square adj. Durbin-Watson Asymp. Sig. (2-tailed)
42,7 % 30,6 % 2,366 0,292
Sumber
: Data Primer Diolah, 2012
Keterangan
:
* nyata pada taraf α = 1% ** nyata pada taraf α = 5% *** nyata pada taraf α = 10% ****nyata pada taraf α = 15%
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model pada alpha 5%, 10%, dan 15% yaitu usia, dummy
69
wiraswasta, tingkat pendidikan, pendapatan, jarak tempat tinggal, biaya tambahan pengeluaran air bersih, dan biaya kesehatan. Variabel usia memiliki nilai P-value 0,035 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,05 (5%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai 1781,506. Hal ini menggambarkan bahwa jika usia responden meningkat satu satuan (tahun), maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan menurun sebesar 1781,506 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, dikarenakan responden dengan usia yang semakin tua memilih nilai kompensasi dengan pertimbangan terlebih dahulu dan dipengaruhi oleh tekanan akan kebutuhan hidup yang tinggi, sehingga bersedia memilih nilai yang rendah daripada tidak menerima kompensasi sama sekali. Variabel dummy wiraswasta memiliki nilai P-value 0,065. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,10 (10%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 90044,732. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai wiraswasta menginginkan nilai WTA yang lebih rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, diduga karena responden wiraswasta yang kebanyakan berdagang dan berjualan makanan tidak merasa pembeli semakin berkurang karena pencemaran tersebut. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan mereka terima jika mereka tidak dapat bekerja karena eksternalitas negatif yang timbul dari pencemaran Sungai Musi. Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai P-value 0,034. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Koefisien variabel ini
70
adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 26520,738. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 26520,738 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden. Hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan yang semakin tinggi cenderung mempertimbangkan dan mengkalkulasi terlebih dahulu nilai WTA yang diharapkan, sehingga nilai yang diinginkan tidak asal pilih atau sembarangan. Sementara responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah biasanya dengan spontanitas memilih nilai WTA yang tinggi. Variabel pendapatan memiliki nilai P-value 0,011. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Koefisien variabel ini adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,037. Tanda negatif menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendapatan yang tinggi menginginkan nilai WTA yang lebih rendah. Jika tingkat pendapatan meningkat sebesar satu satuan (Rp)
maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,037 satuan
(rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dimana tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA responden. Hal ini dikarenakan responden dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan merasa semakin berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran sehingga nilai WTA yang diinginkan rendah. Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,128. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) yang menunjukkan bahwa semakin jauh jarak tempat
71
tinggal dari industri, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin tinggi. Nilai koefisien sebesar 18,870 yang artinya bahwa jika jarak tempat tinggal meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 18,870 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana jarak tempat tinggal yang semakin dekat dengan sumber pencemaran diduga akan membuat nilai WTA yang diinginkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pencemaran industri terjadi di sepanjang Sungai Musi, sehingga responden dengan jarak tempat tinggal yang jauh juga turut merasakan dampak dari pencemaran industri, karena sifat air sungai yang mengalir. Hal ini juga disebabkan oleh adanya bantuan sembako setiap tahunnya dari industri bagi warga disekitarnya, sehingga responden dengan jarak tempat tinggal yang dekat dengan industri terkadang merasa cukup dengan bantuan tersebut, sehingga nilai WTA yang diinginkannya rendah. Variabel biaya pengeluaran air bersih memiliki nilai nilai P-value 0,006. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,01 (1%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,617 yang menunjukkan bahwa semakin besar biaya pengeluaran air bersih, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin tinggi. Peningkatan satu satuan biaya tambahan pengeluaran untuk memperoleh air bersih (Rp), maka diduga akan meningkatkan rata-rata WTA sebesar 0,617 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel biaya kesehatan memiliki nilai nilai P-value 0,002. Variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,01 (1%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,343 yang menunjukkan bahwa
72
semakin besar biaya kesehatan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin tinggi. Peningkatan satu satuan biaya kesehatan (Rp), maka diduga akan meningkatkan rata-rata WTA sebesar 0,343 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel pekerjaan buruh memiliki nilai P-value 0,215. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 61761,639. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai buruh menginginkan nilai WTA yang lebih rendah.
Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan mereka terima jika mereka tidak dapat bekerja karena eksternalitas negatif yang timbul dari pencemaran Sungai Musi. Apabila responden bekerja sebagai buruh, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan menurun sebesar 61761,639 (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Variabel pekerjaan nelayan memiliki nilai P-value 0,861. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 10540,179. Tanda positif (+) menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai nelayan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Apabila responden bekerja sebagai nelayan, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 10540,179 (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini disebabkan karena pekerjaan nelayan yang berkaitan langsung dengan air Sungai Musi, pencemaran mengakibatkan hasil tangkapan
73
nelayan menurun. Oleh karena itu mereka menginginkan nilai WTA yang tinggi sebagai biaya imbangan atas penurunan hasil tangkapan mereka. Variabel jumlah tanggungan memiliki nilai P-value 0,870 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai 876,330. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan meningkat satu satuan (orang), maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 876,330 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan hasil wawancara langsung, responden dengan jumlah tanggungan yang tinggi memiliki kebutuhan yang tinggi pula sehingga mereka mengharapkan nilai kompensasi yang tinggi. Variabel lama tinggal memiliki nilai P-value 0,742. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini adalah bertanda negatif (-) yang menunjukkan bahwa semakin lama tinggal di pinggiran Sungai Musi, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden akan semakin rendah. Nilai koefisien sebesar 220,044 yang artinya bahwa jika lama tinggal meningkat sebesar satu satuan (tahun), maka diduga rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 220,044 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini dikarenakan responden yang tinggal sudah cukup lama di pinggiran Sungai Musi telah terbiasa dengan kondisi air yang tercemar dan telah terbiasa dengan udara yang tidak nyaman dari limbah industri. Variabel kualitas dan kuantitas air memiliki nilai P-value 0,732 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai 2801,378. Hal ini
74
menggambarkan bahwa jika kualitas dan kuantitas air semakin baik, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan menurun sebesar 2801,378 satuan (rupiah) dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel buruh, nelayan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kualitas dan kuantitas air tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Nilai P-value masingmasing variabel (Tabel 10) lebih besar dari taraf α = 0,2 (20%). Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal ini terjadi karena nilai dalam model kurang beragam.
75
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Simpulan dari penelitian ini yaitu : 1) Eksternalitas negatif dari pencemaran Sungai Musi yang ditimbulkan akibat kegiatan industri di Palembang dirasakan oleh seluruh responden. Bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air Sungai Musi, dimana kuantitas air kurang dan kualitas air buruk. 2) Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi atas pencemaran Sungai Musi akibat kegiatan industri. Dana kompensasi akan dialokasikan untuk biaya kesehatan, biaya tambahan untuk membeli air bersih, biaya tambahan pembelian alat penyaring air dan untuk biaya kehidupan. 3) Besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp. 210.333,3 per bulan per rumahtangga, sedangkan nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp. 17.804.293.178,00 per bulan. 4) Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu usia, pekerjaan wiraswasta, tingkat pendidikan dan pendapatan. Variabel buruh, nelayan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kualitas dan kuantitas air tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Nilai P-value masing-masing variabel lebih besar dari taraf α = 0,2 (20%).
76
7.2 Saran 1) Pencemaran Sungai Musi Palembang jelas menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat. Skripsi ini diharapkan akan menjadi masukan atau rekomendasi kebijakan bagi perusahaan dalam penentuan kompensasi yang tepat bagi masyarakat. 2) Kegiatan industri telah mencemari air sungai yang biasa masyarakat manfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari. Sehingga diharapkan pemerintah lebih tegas dalam menindaklanjuti kasus pencemaran yang dilakukan industri. 3) Hasil perhitungan WTA sebesar Rp. 210.333,3 per bulan per rumahtangga menjadi rekomendasi dari skripsi ini bagi pihak industri sebagai bentuk kompensasi atas pencemaran Sungai Musi terhadap masyarakat. Nilai tersebut jauh lebih rasional daripada nilai sebesar Rp.40.000.000,00 per rumahtangga yang pernah dituntun oleh masyarakat terhadap salah satu industry di Kota Palembang. 4) Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan analisis tentang Willingness to Pay dari industri/perusahaan yang beroperasi di sekitar Sungai Musi untuk mengetahui keseimbangan nilai kompensasi.
77
DAFTAR PUSTAKA Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri oleh Limbah Industri Kelapa Sawit PT. Peputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang Badan Pusat Statistik. Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kota Palembang. 2010. BPS. Palembang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten. 2006. Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan di Provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten. Banten Dinas Kesehatan Kota Palembang. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sampel Air Badan Air Sungai Musi di Kota Palembang. 2010. Dinas Kesehatan. Palembang Delinom R, Marganingrum D. 2007. Sumber daya air dan lingkungan: potensi, degradasi, dan masa depan. Lipi Press. Jakarta Ektawati. 2010. Analisis Jasa Lingkungan yang Hilang dengan Pendekatan Willingness To Pay Masyarakat terhadap Penyediaan Saluran Drainase : kasus Pemukiman Kelurahan Jatibening Baru, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Skripsi. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta Hanley N, Spash C. L. 1993. Cost-Benefit Analysis and Enviromental. Edward Elgar Publishing Limited. England Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan . IPB Press. Bogor Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. LPPM UK Petra. Jogjakarta Murdiono B. 2001. Peran Serta Masyarakat pada Penyusunan Rencana Pengelolaan Daya Rusak Sumberdaya Air. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang Pusat Litbang SDA. 2000. Status Mutu Air Sungai: Studi Kasus S.Citarum. Litbang. Jakarta Rochyatun E, Kaisupy M, Rozak A. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Seri Sains. vol. 10. no. 1: 35-40
78
Sitorus H. 2004. Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri adalah Masalah Itikad. Universitas Sumatera Utara. Medan Status Lingkungan Hidup Daerah. Daftar Kasus Dugaan Pencemaran Sepanjang Tahun 2001-2002. 2002. SLHD. Palembang Status Lingkungan Hidup Indonesia. Status Mutu Air untuk Berbagai Sungai Penting di Indonesia. 2004. KLH. Jakarta Soemarno. 1991. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Institute Pertanian Malang. Malang Spash C, Stagl S, Getzner M. 2005. Exploring Alternatives for Environmental Valuation. Routledge. London Tampubolon B. 2011. Analisis Willingness To accept masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping (Studi kasus desa Lulut, kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Triani A. 2009. Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau : Studi kasus desa Citaman Kabupaten Serang. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Walpole E. 1982. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wardhana W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. And. Yogyakarta Widiastuty S. 2001. Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja terhadap Kualitas Air Sungai Musi Kotamadya Palembang. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Presindo. Jakarta
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Status Mutu Air untuk Berbagai Sungai Penting di Indonesia tahun 2004 No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Namro Aceh Darusalam Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Bangka Belitung Banten Banten – Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah-DIY Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
27 28
Sulawesi Tenggara Maluku
29 30
Maluku Utara Papua
Status Mutu Air dengan Metoda Indeks Pencemaran, Terhadap Baku Mutu Air Klas II dari PP 82/2001 Sungai Hulu Hilir Krueng Tamiang Deli Kampar Batang Agam Batang Hari Air Bengkulu Musi W. Sekampung Rangkui Kali Angke Cisadane Ciliwung Citarum Progo Brantas Tukad Badung Kali Dendeng Kali Jangkok Kapuas Kahayan Martapura Mahakam Tondano Bone Palu Tallo Jeneberang Konaweha Batu Gajah Batu Merah Tabobo Anafre
MB CR CR CR CS CR CR CR CS CR CB CB CB CR CS CR MB CR CR CR CR CR CR CR CS CS CR CR CR CR CS CR
CR CR CS CS CS CS CR CR CR CS CS CB CB CS CS CR CR CS CR CS CS CR CR CR CR CS CR CR CS CS CS CS
Sumber: SLHI-2004, KLH yang telah di-update untuk S.Citarum, S.Ciliwung, dan S.Cisadane.
Keterangan: MB- memenuhi baku mutu air yang ditetapkan, CR-tercemar ringan, CS-tercemar sedang, CB-tercemar berat
81
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sampel Air Badan Air Sungai Musi di Kota Palembang 2010 Asal Sampel/Kelurahan No
Kadar Maksimum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 Ulu (Tengah) 10 Ulu (Pinggir) 10 Ilir (Tengah) 10 Ilir (Pinggir) 7 Ulu (Tengah) 7 Ulu (Pinggir) Lawang Kidul (Tengah) Lawang Kidul (Pinggir) Pulokerto (Tengah) Pulokerto (Pinggir)
Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Fecal Total Coliform Coliform Jml/100ml Jml/100ml 100 1000
Fisika Residu Residu Terlarut Tersuspensi mg/l mg/l 1000 50
Cu mg/l
F mg/l
CN mg/l
Zn mg/l
Fe mg/l
Cr+6 mg/l
Kimia Mn mg/l
SO4 mg/l
pH -
As mg/l
NO2 mg/l
NO3 mg/l
NH3 mg/l
0.02
0.50
0.02
0.05
0.30
0.05
0.1
400
0.1
0.1
10.0
0.5
0,00 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,01
0,002 0,004 0,003 0,003 0,003 0,003 0,006
0,6 0,6 0,4 0,5 1,3 1,5 0,8
0,22 0,25 0,20 0,20 0,28 0,28 0,21
TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS
Ket
110 140 110 130 220 240 140
220 280 220 220 350 350 220
123,50 134,00 165,40 174,30 132,40 139,80 188,30
29,40 32,40 32,60 35,60 33,20 34,40 39,80
0,67 0,20 0,08 0,10 0,03 0,19 0,09
0,00 0,00 0,05 0,05 0,06 0,04 0,10
0,009 0,023 0,001 0,003 0,020 0,007 0,011
0,09 0,30 0,09 0,09 0,20 0,17 0,08
1,27 1,22 0,50 0,55 1,24 0,90 0,64
0,01 0,01 0,03 0,04 0,01 0,01 0,03
0,150 0,163 0,242 0,240 0,162 0,137 0,092
6,0 9,0 2,0 3,0 6,0 6,0 4,0
6,09,0 7,1 7,0 6,4 6,4 7,0 6,9 7,2
140
280
192,60
40,00
0,09
0,11
0,009
0,08
0,66
0,03
0,098
4,0
7,2
0,01
0,008
0,8
0,24
TMS
140 180
280 350
198,30 203,10
38,20 40,3
0,33 0,28
0,00 0,00
0,020 0,023
0,25 0,28
1,05 1,29
0,01 0,01
0,110 0,154
7,0 9,0
7,0 7,0
0,01 0,02
0,004 0,005
0,7 0,7
0,20 0,25
TMS TMS
Sumber BLHD Kota Palembang, 2010
Keterangan : Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumsel No.16 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Air Sungai MS
: Memenuhi Syarat
TMS
: Tidak Memenuhi Syarat
82
Lampiran 3. Daftar Kasus Dugaan Pencemaran Sepanjang Tahun 2001-2002 No
Permasalahan
1
Dugaan pencemaran udara, pencemaran sungai Enim Dugaan tumpahan minyak akibat bocornya sambungan pipa minyak Dugaan pencemaran tanah oleh tumpahan minyak
Kab. Muara Enim
4
5
2
3
6
7 8
9 10
11
12
13
14
15
Lokasi
Nama Perusahaan PT.TEL
Status Penyelesaian Tidak terbukti dan dilakukan sosialisasi tentang operasi pabrik. Tumpahan minyak dibersihkan
Kab. Lahat
PT. Pilona
Kab. Muara Enim
Pertamina Unit Prabumulih
Longsoran tanah timbunan
Kab. Muara Enim
PT Bukit Asam
Dugaan pencemaran udara/amoniak terhadap masyarakat Hilir Plg. Dugaan pencemaran Sungai Musi oleh limbah karet Dugaan pencemaran udara pabrik kecap Dugaan pencemaran kebisingan oleh kegiatan pabrik seng Dugaan pencemaran sungai Komering Dugaan pencemaran sungai Cufu/Sungai Itam Pencemaran sungai Musi
Kota Palembang
PT. PUSRI
Kota Palembang
PT.HOKTONG
Tidak terbukti kebenarannya (masih di bawah ambang batas)
Kota Palembang Kota Palembang
UD. Usaha Jaya PT. Singa Iron Steel
Kota Palembang Kab. MURA
Pertamina UP III PT. LONSUM
Kota Palembang
PT. Sri Melamin Rejeki PT. SAP
Masih dalam ambang batas Toleransi Terbukti kebenarannya, diserahkan penyelesaiannya kepada Pemkab MUBA Sedang dievaluasi oleh PT.UNSRI Diselesaikan secara musyawarah, dilakukan konpensasi oleh perusahaan Perbaikan unit pembuangan limbah.
Dugaan pencemaran sungai Musi oleh kegiatan pabrik minyak goreng Dugaan pencemaran air sungai Musi oleh kegiatan tambang emas Dugaan pencemaran udara/debu pabrik semen Dugaan pencemaran sungai Besi
Kab. Banyuasin
Kab.MURA
Kab.OKU
Kab.Lahat
PT. Barisan Tropical Mining PT Semen Baturaja
PT. Ekajaya
Diselesaikan secara musyawarah di luar pengadilan dan dilakukan konpensasi oleh perusahaan Pembebasan lahan/pembangunan tower Sementara Diselesaikan secara musyawarah dan dilakukan kompensasi oleh perusahaaan
Diselesaikan secara musyawarah di luar pengadilan dan dilakukan kompensasi oleh perusahaan Evaluasi lebih lanjut.
Terbukti kebenarannya, manajemen berjanji melakukan penambahan peralatan penagkap debu Terbukti kebenarannya, perusahaan berjanji memperbaiki pembuangan limbah.
Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah – SLHD 2002
83
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian
1
3 1 2 3
= = =
2
Kecamatan Ilir Timur II Kecamatan Seberang Ulu I Kecamatan Gandus
84
Lampiran 5. Industri di Pinggiran Sungai Musi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Usaha Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Industri Semen Penampungan Batubara Penampungan Batubara Industri Crumb Rubber Industri Pengilangan Minyak Industri Crumb Rubber Industri Latex Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Industri Kecap Industri Crumb Rubber Industri Pengalengan Udang Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Industri Crumb Rubber Stasiun Kereta Api Industri Gas Oksigen dan Nitrogen Industri Crumb Rubber Depot Penampungan BBM Pembangkit Listrik
Nama Perusahaan PT.Sri Trang Lingga PT.Hoktong PT. Semen Baturaja PTBA.Bukit Asam PT.BAU PT.Hoktong PT.Pertamina RU III PT. Aneka Bumi Pratama PT. Bumi Rambang Kramajaya PT. Hevea Muara Kelingi II PT.Gadjah Ruku PT. Panca Samudera Simpati PT. Artha Nusa PT. Badja Baru PT. Lestari Magris PT. Hevea Muara Kelingi I PT. Prasidha Aneka Niaga I PT. Remco PT. Prasidha Aneka Niaga II Stasiun Kereta Api Kertapati PT. Lingga Jaya PT. Sunan Rubber PT. Pertamina PT. PLN Keramasan
Alamat Keramasan Keramasan Kertapati Kertapati Kertapati Plaju Plaju Gandus Gandus Gandus Gandus Gandus Gandus Gandus P. Kemaro Gandus Kertapati Kertapati Kertapati Kertapati Kertapati Kertapati Kertapati Kertapati
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah Palembang, 2011
85
Lampiran 6. Hasil Model Regresi Logistik Dischotomous Choice Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Tidak Bersedia Bersedia
0 1
Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency kualitasAirBersih
PendidikanTerakhir
Dnelayan
Dwiraswasta
Dburuh
(1)
(2)
(3)
1
38
1.000
.000
.000
2
8
.000
1.000
.000
3
4
.000
.000
1.000
4 0 1 2 3 0
20 10 32 16 12
.000 1.000 .000 .000 .000
.000 .000 1.000 .000 .000
.000 .000 .000 1.000 .000
67
1.000
1
3
.000
0
36
1.000
1
34
.000
0
40
1.000
1
30
.000
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
27.831
16 .033
Block
27.831
16 .033
Model
27.831
16 .033
Model Summary Cox & Snell R Step 1
-2 Log likelihood
Square
29.585a
Nagelkerke R Square .328
.586
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
86
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
Sig.
1.528
8
.992
Classification Tablea Predicted Dummykompensasi Observed Step 1
Dummykompensasi
Tidak bersedia
Bersedia
Percentage Correct
Tidak bersedia
5
5
50.0
Bersedia
3
57
95.0
Overall Percentage
88.6
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation B Step 1
a
Usia Dburuh(1) Dnelayan(1) Dwiraswasta(1)
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
-.040
.053
.566
1
.452
.961
-1.045
2.645
.156
1
.693
.352
-19.091
2.268E4
.000
1
.999
.000
1.086
2.415
.202
1
.653
2.962
.413
3
.938
PendidikanTerakhir PendidikanTerakhir(1)
21.112
1.051E4
.000
1
.998
1.475E9
PendidikanTerakhir(2)
1.160
1.829
.403
1
.526
3.190
PendidikanTerakhir(3)
.833
1.866
.199
1
.655
2.300
Pendapatan
.000
.000
.845
1
.358
1.000
Jmlhtanggungan
-.250
.364
.471
1
.493
.779
LamaTinggal
-.017
.050
.111
1
.739
.983
Jarakindustri
.001
.001
1.072
1
.300
1.001
2.147
3
.542
kualitasAirBersih kualitasAirBersih(1)
-.671
1.949
.118
1
.731
.511
kualitasAirBersih(2)
-1.505
1.897
.629
1
.428
.222
kualitasAirBersih(3)
-3.403
2.721
1.563
1
.211
.033
.001
.000
2.628
1
.001
.000
1.997
1
.158
1.000
21.246
2.268E4
.000
1
.999
1.687E9
Biayapengeluaranairbersih biayakesehatan Constant
.105
1.000
a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Dburuh, Dnelayan, Dwiraswasta, PendidikanTerakhir, Pendapatan, Jmlhtanggungan, LamaTinggal, Jarakindustri, kualitasAirBersih, biayatambahanairbersih, biayakesehatan.
87
Lampiran 7 Hasil Model Regresi Linear Berganda Model Summaryb
Model
R
1
.653a
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
R Square .427
.306
Durbin-Watson
67212.17910
2.366
a. Predictors: (Constant), biayakesehatan, Usia, Dburuh, biayatambahanairbersih, Dnelayan, Jmlhtanggungan, LamaTinggal, Jarakindustri, kualitasAirBersih, Pendapatan, PendidikanTerakhir, Dwiraswasta b. Dependent Variable: DanaKompensasi
ANOVAb Sum of Model 1
Squares
df
Mean Square
Regression
1.916E11
12
1.597E10
Residual
2.575E11
57
4.517E9
Total
4.491E11
69
F
Sig. .001a
3.535
a. Predictors: (Constant), biayakesehatan, Usia, Dburuh, biayatambahanairbersih, Dnelayan, Jmlhtanggungan, LamaTinggal, Jarakindustri, kualitasAirBersih, Pendapatan, PendidikanTerakhir, Dwiraswasta b. Dependent Variable: DanaKompensasi
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
70 a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 6.10886965E4
Absolute
.117
Positive
.066
Negative
-.117
Kolmogorov-Smirnov Z
.980
Asymp. Sig. (2-tailed)
.292
a. Test distribution is Normal.
88
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
.035
.634
1.578
49228.749
-.382
-1.255
.215
.109
9.197
10540.179
59719.441
.027
.176
.861
.441
2.267
Dwiraswasta
-90044.732
47881.483
-.562
-1.881
.065
.113
8.874
PendidikanTerakhir
-26520.738
12179.768
-.309
-2.177
.034
.498
2.008
-.037
.014
-.362
-2.636
.011
.534
1.872
876.330
5320.255
.020
.165
.870
.703
1.423
LamaTinggal
-220.044
665.351
-.042
-.331
.742
.614
1.628
Jarakindustri
18.870
12.225
.190
1.544
.128
.665
1.504
-2801.378
8146.757
-.046
-.344
.732
.560
1.785
biayatambahanairbersih
.617
.216
.366
2.858
.006
.614
1.629
biayakesehatan
.343
.104
.385
3.288
.002
.734
1.362
Jmlhtanggungan
kualitasAirBersih
-61761.639
VIF
-2.163
Pendapatan
823.717
Tolerance
-.272
Dnelayan
-1781.506
Sig. .000
Dburuh
75056.569
t 4.322
Usia
324411.152
Beta
Collinearity Statistics
a. Dependent Variable: DanaKompensasi
89
Lampiran 8. Kuesioner DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden
:
Nama
:
Alamat
:
No. HP
:
Tanggal
:
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi-Palembang akibat kegiatan Industri: Pendekatan Willingness To Accept oleh Tantri Nova Sianturi, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasi,dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada bagian yang telah tersedia. A. Karaktristik Responden 1. Jenis Kelamin : [ ] Laki–laki 2. Usia : [ [ [
[
] 17 – 29 Tahun = ..... ] 30 – 42 Tahun = ..... ] 43 – 55 Tahun = .....
3. Status : [ ] Menikah
[
4. Pendidikan Formal Terakhir : [ ] SD [ ] SLTP/Sederajat [ ] SLTA/Sederajat 5. Pekerjaan : [ ] PNS [ ] Buruh [ ] Petani [ ] Lainnya : ................. 6. Pendapatan perbulan : [ ] < Rp 500.000
] Perempuan
[ [
] 56 – 68 Tahun = ......... ] ≥ 69 Tahun = ........
] Belum Menikah
[ [
] Perguruan Tinggi ] Tidak Sekolah
[ [ [
] TNI/POLRI ] Pegawai Swasta ] Wirausaha
= Rp ........ 90
[ [ [ [
] Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 ] Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 ] Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 ] > Rp 3.500.000
7. Jumlah Tanggungan Keluarga : [ ] ≤ 2 Orang [ ] 3 Orang [ ] 4 Orang 8. Lama tinggal : [ ] ≤ 5 Tahun [ ] 6 – 15 Tahun [ ] 16 - 25 Tahun
= ......... = ......... = ........
9. Status Tempat Tinggal : [ ] Sewa / kontrak
[
[ [
= Rp ........ = Rp ........ = Rp ........ = Rp .......
] 5 Orang ] ≥ 6 Orang
[ [
] 26 – 35 Tahun = ......... ] ≥ 35 Tahun = .........
] Pribadi
10. Industri apa yang anda ketahui paling dekat dari rumah anda : ……. 11. Jarak Tempat Tinggal dari Industri terdekat :
[ [ [
] < 500 m = ..... ] 500 – 1500 m = ..... ] 1501 – 2500 m = .....
12. Jenis Bangunan
: [
[ [
] 2501 – 3500 m =..... ] ≥ 3500 m =.....
[ ] Permanent ] Semi Permanent
[
] Kayu
91
B.
Eksternalitas Negatif yang Dirasakan
1. Apakah Anda merasakan adanya perubahan lingkungan / kerugian akibat kegiatan industri ? [ ] Ya : ................................ [ ] Tidak (selesai) 2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat kegiatan industri tersebut? [ ] Kehilangan keanekargaman hayati ( berkurangnya jumlah ikan, pepohonan, dll) [ ] Perubahan kualitas dan kuantitas air (kotor, berbau, kering) [ ] Pencemaran udara dan debu [ ] Kebisingan suara [ ] Gangguan visual (Merusak pemandangan) [ ] Lainnya : .................................. 3. Apakah anda memanfaatkan air dari Sungai Musi? untuk apa? [ ] Mandi [ ] Cuci [ ] Memasak [ ] Pertanian [ ] Lainnya : ................................... 4. Bagaimana ketersediaan dan kualitas Air Bersih di tempat tinggal Anda ? [ ] sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, kotor, tidak berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, tidak berbau, tidak kotor, memiliki rasa [ ] sulit air , tidak kotor, tidak berbau, tidak memiliki rasa [ ] air tersedia, kotor, tak berbau, memiliki rasa [ ] air tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa 5. Darimana anda memperoleh sumber air bersih? ........................ 6. Kerugian apa yang Anda rasakan dari pencemaran air ? [ ] Penurunan tingkat kesehatan [ ] Kenyamanan terganggu [ ] Peningkatan biaya pengeluaran untuk pembelian air bersih [ ] Penurunan tingkat pendapatan [ ] Lainnya : .................................... 7. Apakah anda mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih setiap bulannya? [ ] Ya, berapa ? ……………….. [ ] Tidak, ……………………. 8. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan industri ? [ ] Sangat tidak nyaman [ ] Tidak nyaman [ ] Biasa saja [ ] Nyaman [ ] Sangat nyaman
9. Jenis Penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami ? [ ] Kulit/ Gatal- gatal [ ] Diare [ ] Lambung [ ] Influenza 92
[ [
] ISPA / TBC ] Lainnya : .........................................
10. Berapa kali rata-rata anda sakit atau pergi ke rumah sakit dalam sebulan? [ ] Tidak Pernah [ ] 4 Kali [ ] ≤ 2 kali [ ] ≥ 5 kali [ ] 3 Kali 11. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [ ] Ya, sebesar : Rp ............................./bulan/kk [ ] Tidak Ada.
93
C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi SKENARIO INDUSTRI SEKITAR SUNGAI MUSI AKAN MEMBERLAKUKAN PEMBERIAN DANA KOMPENSASI TERHADAP MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI YANG TERKENA EKSTERNALITAS NEGATIF. 1. Apakah Anda setuju jika suatu kegiatan industri merugikan masyarakat sekitar ? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Peningkatan kesejahteraan (lapangan pekerjaan) b. Peningkatan Infrastuktur (listrik,jalan,dll) c. Lainnya : ........................ 2. Apakah Anda bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh industri akibat kerugian yang dirasakan? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Kerusakan lingkungan tidak dapat dibayar b. Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan c. Lainnya : ........................ 3. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari Industri sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? [ ] Perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll) [ ] Pembangunan Klinik Kesehatan [ ] Penyediaan alat penyaring air [ ] Dana Kompensasi [ ] Lainnya : ............. 4. Jika industri akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima? [ ] Tidak Bersedia [ ] Rp 150.000 [ ] Rp 165.000 [ ] Rp 180.000 [ ] Rp 195.000 [ ] Rp 210.000 [ ] Rp 225.000 [ ] Rp 240.000 [ ] Rp 250.000 5. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : ........................................................................................................... .........................................................................................................................
94
Lampiran 9. Dokumentasi
95
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Tantri Nova Sianturi, dilahirkan di Siborongborong, Tapanuli Utara pada hari Rabu tanggal 11 April 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara, dari pasangan Bangun Sahat Sianturi dan Rosaida br. Sihombing. Penulis memulai pendidikan di TK Pelangi Kasih Siborongborong pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Siborongborong. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Siborongborong. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Siborongborong pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan selama 12 tahun, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Penulis diterima di perguruan tinggi negeri yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008, yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama Perkuliahan penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, seperti UKM PMK IPB di komisi kesenian, penerima beasiswa Karya Salemba Empat sejak tahun 2010 dan mengikuti organisasi diluar kemahasiswaan dan menjabat sebagai bendahara umum pada tahun 2009 - 2010 di organisasi daerah Siborongborong (GAMASINTAN).
96