1
EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA, BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI
AGUSTINA RAHAYU
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2013
Agustina Rahayu
3
ABSTRAK AGUSTINA RAHAYU. Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Meningkatnya jumlah penduduk berhubungan dengan permintaan yang tinggi terhadap pemukiman dan sarana-prasarana dibidang transportasi. Adanya hal tersebut menimbulkan persaingan dalam pemanfaatan lahan dimana sifat lahan adalah tetap. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk yang tinggal di pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan, seperti tinggal dekat dengan rel kereta api. Aktivitas kereta api dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positifnya, seperti penghematan biaya transportasi, efisiensi waktu, dan akses mudah dan cepat. Ekternalitas negatifnya, seperti polusi kebisingan, keamanan, dan resiko kriminalitas. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api, mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta api, dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif, analisis willingness to accept (WTA) dengan Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan gangguan yang dirasakan akibat kebisingan adalah gangguan komunikasi, mudah terkejut, emosional, konsentrasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, terganggunya fungsi pencernaan, mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas kebisingan, nilai dugaan rata-rata WTA responden adalah sebesar Rp 80 750 per bulan per kepala keluarga, nilai dugaan total WTA responden sebesar Rp 4 845 000 per bulan, dan nilai total WTA masyarakat sebesar Rp 22 610 000 per bulan, variabel yang berpengaruh positif terhadap model WTA adalah lama tinggal, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap model WTA adalah pendapatan dan jarak tempat tinggal ke sumber bising. Kata kunci :
contingent valuation method, eksternalitas, polusi kebisingan, willingness to accept
4
ABSTRACT AGUSTINA RAHAYU. Negative Externality of Train Noise Impact to the Community in Bekasi Jaya Regency, East Bekasi, Bekasi City. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI. The increasing of population was related with the high demand through settlement area and transportation infrastructure. As a result, there was competition in the utilization of area where the area characteristic was fixed. It impacts that many resident lived in the settlement did not concerned about the environment factor that could effects toward the convenience and healthy, such as the people who lived nearby the train track. Train activity could create the positive and negative externality. The positive externality were transportation cost savings, easy and fast access. The negative externality were the noise pollution, security, and criminality risk. The research objective were to describe the negative externality caused by the train noise, to determine the willingness of family to receive the compensation funds, to estimate the compensation funds amount that willing to be received by the family as the compensation of train noise, and to determine the factors effects the compensation funds amount received by family. This research used the descriptive analysis, Willingness to Accept (WTA) analysis with Contingent Valuation Method (CVM), and linear regression. The result of research are disturbance due to noise is perceived communication disorder, easy to get shocked, emotional, concentration, increasing of blood pressure, increasing of pulse, disorder on digestion function, majority of respondents willingness to receive the compensation funds as a result of train noise, the alleged value of WTA average respondents is Rp 80 750/month/head of a family, the total value of WTA average is Rp 4 845 000/month and the total value of WTA population is Rp 22 610 000/month, positively variables of WTA model are a long stay, quality of noise, the work of the workers driver, and education and negatively variables are revenues and distance of places live to a source of noise. Key words : contingent valuation method, externality, noise pollution, willingness to accept
5
EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA, BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI
AGUSTINA RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
6
Judul Skripsi : Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi Nama
: Agustina Rahayu
NIM
: H44090041
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
7
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah eksternalitas negatif kebisingan, dengan judul Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayahanda tercinta (Salamun), Ibunda tercinta (Sumiyati), Kakak dan adikku tersayang (Sulastry Andayani dan Anugrah Budi Prasetyo), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr.Meti Ekayani, S.hut, MSc selaku dosen penguji utama dan Nuva, SP, MSc selaku dosen perwakilan departemen. 4. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis menjalani kuliah. 5. Kepala Kesbangpolinmas Kota Bekasi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Kepala Puskesmas Wisma Jaya, Bapak Camat, dan Bapak Lurah beserta jajarannya serta para ketua RT dan RW 02, 05 yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. 6. Teman satu bimbingan, (Ayu, Ai, Laila, Febi, Silmi, Akmal, dan Hilman) atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai.
8
7. Handai taulan, Kukuh, Ichi, Nunu, Frima, Fitri, Qyqy, Nadia, Rifki, seluruh sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya. 8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
Bogor, Juli 2013
Agustina Rahayu
9
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR. ....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii I.
II.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah.........................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian.............................................................................
6
1.4
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Polusi Kebisingan ............................................................................
8
2.2
Eksternalitas ....................................................................................
12
2.3
Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) ...............................................................
15
2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept ..................
16
2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method) ..............................................................
16
2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat ........................................
17
2.4
Model Regresi Linear .....................................................................
18
2.5
Penelitian Terdahulu ......................................................................
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran ........................................................................
21
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................
23
4.2
Jenis dan Sumber Data ....................................................................
23
4.3
Metode Pengambilan Sampel ..........................................................
23
4.4
Metode dan Prosedur Analisis Data ................................................
24
4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api ...........................................................
24
10
4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi ..................................................................
25
4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Rumahtangga Akibat Kebisingan .............................
25
4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya
4.4 V.
Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ...................
27
Pengujian Parameter Regresi ..........................................................
32
GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1
5.2
Gambaran Umum Kelurahan Bekasi Jaya ......................................
36
5.1.1 Kependudukan .......................................................................
37
5.1.2 Kesehatan ...............................................................................
38
5.1.3 Kondisi Umum Pemukiman ..................................................
38
Karakteristik Responden .................................................................
42
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api ......
46
6.2
Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Dana Kompensasi ...
51
6.3
Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Acccept) ..................................................................
6.4
6.5
54
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ............................
57
Implikasi dan Rekomendasi ............................................................
62
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan ........................................................................................
65
7.2
Saran ..............................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
67
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
70
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
80
11
DAFTAR TABEL 1.
Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013 .................................
2
2.
Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara ..................
3
3.
Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara .............................
11
4.
Baku tingkat kebisingan .......................................................................
11
5.
Penelitian terdahulu .............................................................................
20
6.
Matriks metode analisis data ................................................................
24
7.
Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi wta akibat kebisingan kereta api .................................................................
30
8.
Selang nilai statistik durbin watson serta keputusannya ......................
35
9.
Laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya Januari 2013 .............
37
10. Jumlah kunjungan pasien dan pola penyakit di Puskesmas Wisma Jaya Kelurahan Bekasi Jaya bulan Desember 2012 .............................
38
11. Kondisi tata lingkungan pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden ...............................................................................
39
12. Eksternalitas positif tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden .......................................................................
40
13. Status kepemilikan rumah responden di Kelurahan Bekasi Jaya.........
40
14. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api................................................................................
46
15. Bentuk eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api .......................
46
16. Kualitas bising yang dirasakan responden akibat aktivitas kereta api .
48
17. Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan responden akibat aktivitas kereta api .....................................................................
48
18. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya ....................................................
49
19. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kebisingan akibat aktivitas kereta api ................................................................................
51
20. Kesediaan rumahtangga dalam menerima kompensasi akibat kebisingan kereta api ............................................................................
52
12
21. Alasan responden tidak bersedia menerima kompensasi akibat kebisingan kereta api ............................................................................
52
22. Kompensasi yang diharapkan rumahtangga akibat kebisingan kereta api ..............................................................................................
53
23. Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api .....
55
24. Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api..............
56
25. Hasil estimasi model regresi linier berganda terhadap besarnya nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ...............
59
DAFTAR GAMBAR 1.
Kurva eksternalitas negatif ..................................................................
14
2.
Diagram alur kerangka berpikir ...........................................................
22
3.
Sebaran responden menurut jenis kelamin ..........................................
41
4.
Sebaran responden menurut usia .........................................................
42
5.
Sebaran responden menurut pendidikan formal ..................................
42
6.
Sebaran jenis pekerjaan responden ......................................................
43
7.
Sebaran tingkat pendapatan responden ................................................
43
8.
Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden .................................
44
9.
Sebaran lama tinggal responden ..........................................................
44
10. Sebaran jarak tempat tinggal responden ke sumber bising (rel kereta api) ......................................................................................
45
11. Dugaan kurva penawaran .....................................................................
55
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Kuesioner .............................................................................................
70
2.
Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi WTA .................
76
3.
Dokumentasi ........................................................................................
79
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi. Indonesia masuk urutan ke-empat besar penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk 242 325 638 jiwa (World Development Indicators dalam Worldbank 2011). Pertumbuhan penduduk yang tinggi erat kaitannya dengan tempat tinggal atau pemukiman. Pemukiman atau tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setiap individu disamping kebutuhan pangan dan sandang. Pemukiman memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, pengaman diri, dan tempat interaksi sosial. Masalah pemukiman sering terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk harus disertai dengan daya dukung lingkungan yang mencukupi. Daya dukung lingkungan yang dimaksud adalah jumlah lahan yang harus disiapkan untuk mendukung jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkat berkaitan dengan permintaan yang tinggi terhadap lahan pemukiman. Kapasitas penduduk yang melebihi daya dukungnya akan berakibat pada rusaknya tata ruang kota dan over capacity yang apabila tidak dievaluasi akan menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan bahkan mungkin akan terjadi kerusakan lingkungan. Selain permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang tinggi juga menyebabkan permintaan meningkat terhadap fasilitas sarana-prasarana di bidang transportasi. Transportasi merupakan sarana penunjang masyarakat untuk memudahkan akses dalam mobilitas. Permintaan terhadap fasilitas sarana-prasarana untuk mendukung aktivitas penduduk dalam kesehariannya, seperti bekerja. Penduduk yang memiliki keterbatasan ekonomi bergantung pada kemajuan di bidang transportasi. Transportasi umum yang sering digunakan adalah kereta api dan angkutan umum. Kota Bekasi adalah daerah urban yang terdiri dari 12 Kecamatan dengan jumlah penduduk cukup tinggi yang artinya kebutuhan pemukimannya juga tinggi. Permintaan unit rumah yang dibangun terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Menurut Badan Pusat Statistika (2011), hasil
2
Sensus Penduduk (SP) 2010, Kecamatan Bekasi Timur adalah wilayah yang paling padat penduduknya yang mencapai 18 387 jiwa/km persegi. Jumlah penduduk Kota Bekasi adalah 2 336 498 jiwa dengan penyebaran penduduk kecamatan terbanyak adalah Bekasi Utara (310 198 jiwa), Bekasi Barat (270 569 jiwa), Bekasi Timur (248 046 jiwa), dan Pondok Gede (246 413 jiwa). Jumlah penduduk yang tinggi harus diimbangi dengan lahan pemukiman dan kemajuan transportasi yang mencukupi. Terdapat persaingan dalam pemanfaatan lahan namun sifat lahan sendiri adalah tetap. Akibatnya, banyak penduduk yang tinggal di pemukiman yang tergolong kurang memperhatikan faktor lingkungan, seperti tinggal dekat dengan rel kereta api. Faktor lingkungan yang tidak diperhatikan akan berpengaruh pada kenyamanan dan kesehatan. Salah satu pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan terdapat di wilayah Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Wilayah pemukiman ini cukup padat dan berdiri dekat dengan rel kereta api. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api pada 26 Januari 2013. Data dalam tabel hanya menunjukkan frekuensi kereta api bisnis/eksekutif yang berangkat dari Stasiun Gambir menuju kota lain yang melewati wilayah pemukiman tersebut. Tabel 1 Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013 Kota Asal-Tujuan (dan sebaliknya)
Frekuensi Perjalanan (Pergi-Pulang)
Jenis Kereta
Jakarta-Surabaya
Agro Bromo Anggrek Pagi, Agro Bromo Anggrek Malam, Sembrani, dan Bima
8
Jakarta-Jombang
Bima
2
Jakarta-Yogyakarta
Taksasa Pagi, Taksasa Malam, Argo Dwipangga, Argo Lawu, dan Gajayana Total
10
20
Sumber : Jadwal Stasiun Kereta Api Gambir 20131
Kereta api yang melintasi Stasiun Bekasi merupakan kereta antar provinsi, tujuan wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kereta api 1
http://jadwalstasiunkeretaapiterbaru.blogspot.com/2013/01/jadwal-kereta-api-bisniseksekutif.html#.UcE2JnqHYfw diakses tanggal 14 Mei 2013
3
yang melintas merupakan kereta ekonomi maupun bisnis/eksekutif. Tabel 1 menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api asal Jakarta-Surabaya, JakartaJombang, Jakarta-Yogyakarta, dan sebaliknya. Kereta bisnis/eksekutif tersebut melintasi pemukiman di Bekasi Timur dengan total frekuensi perjalanan 20 kali pada tanggal 26 Januari 2013. Aktivitas kereta api dengan frekuensi perjalanan cukup sering sepanjang hari dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang bermukim dekat dengan kereta api antara lain, penghematan biaya transportasi dan kemudahan serta kecepatan akses. Eksternalitas negatifnya, yaitu polusi kebisingan, keamanan, dan resiko kriminalitas berupa lemparan batu. Kebisingan merupakan salah satu parameter untuk mengukur kualitas lingkungan. Tabel 2 menunjukkan bahwa kebisingan merupakan bahan pencemar yang memiliki dampak atas pencemarannya tersebut. Kereta api merupakan salah satu sumber pencemaran. Tabel 2 Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara Bahan Pencemar Kebisingan
Sumber Pencemaran kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, industri, bahan peledak, pekerjaan kontruksi
Dampak Pencemaran menyebabkan kejengkelan, mengganggu kegiatan kerja dan kenyamanan, menyebabkan gangguan syaraf dan pendengaran
Sumber : Manik 2003
Berdasarkan Tabel 2, kebisingan merupakan salah satu bahan pencemaran. Kebisingan juga akan menyebabkan kejengkelan, mengganggu kegiatan kerja, kenyamanan, mengganggu syaraf dan pendengaran. Sumber pencemaran dari kebisingan, seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, industri, bahan peledak, dan pekerjaan kontruksi. Kebisingan memiliki dampak negatif lainnya, yaitu dapat mengganggu psikologis dan fisiologis. Adanya gangguan tersebut menimbulkan biaya eksternal yang dapat merugikan masyarakat. Pemberian kompensasi mungkin saja dapat dilakukan karena biaya tersebut ditanggung oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan. Eksternalitas negatif dapat diminimalisir dengan penanganan dan pengevaluasian yang tepat sehingga tidak
4
merugikan masyarakat maupun pemerintah. Eksternalitas negatif yang tidak diperhatikan dapat menambah kerusakan dan menurunkan kualitas lingkungan. Adanya kajian mengenai eksternalitas negatif akibat kebisingan terhadap masyarakat yang tinggal dekat rel kereta api diharapkan dapat mengatasi permasalahan eksternalitas. Kajian tersebut terkait dengan eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga menerima dana kompensasi, nilai dana kompensasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi. 1.2 Perumusan Masalah Bekasi sebagai penyangga kota DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang padat. Permintaan lahan pemukiman yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah tata kota dan daya dukung lingkungan yang over capacity. Selain itu, permintaan sarana prasarana transportasi juga meningkat karena pertumbuhan penduduk. Persaingan pemanfaatan lahan terjadi antara lahan untuk pemukiman dan pembangunan sarana prasarana transportasi. Persaingan pemanfaatan lahan menyebabkan berdirinya pemukiman dekat dengan rel kereta api. Pemukiman tersebut kurang memperhatikan faktor lingkungan yang salah satunya ada di Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya Rukun Warga (RW) 02 dan 05. Wilayah ini sering dilintasi kereta api setiap harinya dan tidak terdapat tembok pembatas antara rel dengan pemukiman. Kereta yang melintasi wilayah ini adalah kereta antar kota dan provinsi (kereta jawa). Kebisingan yang terjadi setiap harinya tidak dapat terhindarkan. Undang-undang mengenai perkeretaapian mencakup peraturan yang cukup jelas mengenai aturan prasarana, sarana, ruang milik, manfaat, larangan membangun, dan sebagainya yang berhubungan dengan perkeretaapian. Area yang harus dikosongkan adalah kawasan yang masuk dalam ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan2. Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel kereta api harus dikosongkan untuk kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan 2
http://www.hariansumutpos.com/2012/07/37480/warga-pinggir-rel-ka-digusur#ixzz2UMA95lzB diakses tanggal 26 Mei 2013
5
yang membahas mengenai perkeretaapian terdapat dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. UU Nomor 23 Tahun 2007 merupakan pembaharuan dari UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992. Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api juga mengatur mengenai hal tersebut. Terdapat juga nilai tingkat baku untuk kebisingan ada dalam Keputusan Menteri
Lingkungan
Hidup
(Kepmenlh)
KEP-48/MENLH/11/1996
yang
mengatur baku tingkat kebisingan untuk perumahan dan pemukiman adalah sebesar 55 dBA. Tingkat baku tersebut merupakan batasan aman yang sebaiknya ditegakkan agar tidak merugikan masyarakat karena kebisingan memiliki dampak negatif. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi, pendengaran, gangguan fisiologis dan psikologis. Gangguan komunikasi dan pendengaran terjadi saat sedang berbicara menjadi terganggu serta dapat menyebabkan kesalahan menangkap informasi akibat gangguan tersebut. Gangguan psikologis yang dapat terjadi, seperti muncul perasaan tidak nyaman, susah tidur, emosional (mudah marah), konsentrasi, dan mudah tersinggung. Gangguan fisiologisnya, yaitu dapat meningkatkan tekanan darah, denyut nadi/jantung, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan. Hal tersebut menjadi faktor risiko bagi pemukiman yang berdiri dekat rel kereta api. Pemukiman di wilayah Bekasi Jaya tergolong pemukiman yang cukup padat. Lintasan kereta api memang terlebih dahulu ada dibandingkan dengan pemukiman. Pemukiman terlebih dahulu berdiri dibandingkan dengan peraturan dalam UU Nomor 13 Tahun 1992, UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian dan Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api. Hal ini menunjukkan eksternalitas negatif kebisingan (gangguan psikologis dan fisiologis) yang dirasakan bukan merupakan kesalahan dari satu pihak. Pihak yang menyebabkan kebisingan tersebut belum pernah melakukan biaya ganti rugi/kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak kebisingan. Biaya eksternal ditanggung oleh masyarakat mengindikasikan kerugian yang diterima masyarakat. Pemukiman tersebut bukanlah pemukiman liar meskipun jarak terdekat antara rel dengan pemukiman kurang dari 15 meter. Jarak sekitar 15
6
meter tersebut masuk kedalam daerah yang harus dikosongkan untuk aktivitas kereta api. Pemukiman tersebut memiliki sertifikat tanah. Pemberian dana kompensasi sebagai bentuk kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas kebisingan dapat dilakukan apabila masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sakit. Hal ini diperlukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Berdasarkan fenomena yang terjadi, ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, meliputi: 1 Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur? 2 Bagaimana kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi? 3 Berapa nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima rumahtangga? 4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. 2 Mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi. 3 Mengestimasi nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta api. 4 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup memiliki tujuan untuk mengetahui batas penelitian. Wilayah penelitian terletak di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, RW 02 dan 05 dengan
7
populasi penelitian merupakan rumahtangga di RW 02 dan 05 yang memang tinggal di pemukiman dekat rel kereta api. Sampel penelitian adalah masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Responden adalah kepala dan anggota rumahtangga. Populasi berjumlah 280 KK dengan sampel 70 KK. Aspek yang diteliti adalah eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi, besarnya nilai dana kompensasi, dan faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga untuk menerima kompensasi. Penelitian ini tidak mencakup aspek teknis pengukuran tingkat kebisingan dan bentukbentuk
kegiatan sosial
atau tanggung jawab program
eksternalitas negatif oleh pemerintah.
penanggulangan
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Kebisingan Menurut Manik (2003), bising atau kebisingan merupakan bentuk pencemaran udara, selain gas, partikel atau debu. Menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Polusi atau pencemaran mengandung arti yang negatif karena merupakan suatu proses akibat aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia tersebut berdampak negatif atau dapat merugikan orang lain sehingga dapat dikatakan polusi adalah bagian dari eksternalitas negatif. Menurut Kepmenlh No.48/MENLH/11/1996 tentang baku mutu kebisingan, kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat juga waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel. Kebisingan merupakan suara yang dapat merugikan manusia dan lingkungannya. Suara yang didengar manusia memiliki ambang batas tertentu, dari 20-20000 Hertz. Jika suara yang masuk melebihi 140 desibel maka dapat terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ lain dalam gendang telinga. Kebisingan merupakan suara yang melebihi ambang batas pendengaran manusia. Sebagai contoh, kebisingan yang disebabkan oleh kereta api. Masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api memiliki intensitas tertentu dalam mendengar lalu lintas kereta api. Setiap harinya mereka mendengar kebisingan tersebut namun tidak mengindahkannya. Hal tersebut terjadi karena sudah terbiasanya mereka dengan kebisingan sehingga terjadi adaptasi akibat bising tersebut. Mereka tetap merasakan dampak akibat kebisingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas memiliki
9
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang. Menurut Manik (2003), terdapat dua sumber bising, yaitu: 1 Berbentuk titik Bising akan menyebar melalui udara dengan kecepatan suara (1100 feet/detik) dan berbentuk lingkaran dalam penyebarannya. Contohnya, mobil yang berhenti dan mesin yang dihidupkan, mesin tenaga listrik. 2 Berbentuk garis Bising akan menyebar melalui udara dan berbentuk silinder yang memanjang dalam penyebarannya, bukan berbentuk lingkaran. Contohnya, bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor yang sedang bergerak. Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi menjadi tiga macam kebisingan, yaitu (Wardhana 1995): 1 Kebisingan impulsif (Impulsive/Impact Noise), yaitu kebisingan yang datang sepotong-sepotong dan tidak terus menerus. Contohnya adalah kebisingan dari suara palu yang dipukulkan. 2 Kebisingan kontinyu (Steady State Continoise Noise), yaitu kebisingan yang datang terus-menerus dalam kurun waktu yang cukup lama. Contohnya adalah kebisingan dari suara mesin yang dihidupkan. 3 Kebisingan semi kontinyu (Intermitten Noise), yaitu kebisingan yang hanya datang seketika kemudian hilang dan akan datang lagi. Contohnya adalah suara mobil atau pesawat terbang tinggal landas. Menurut Manik (2003), dampak kebisingan adalah: 1 Pendengaran berkurang atau perubahan ketajaman pendengaran. Artinya berkurangnya kemampuan mendengar dibandingkan dengan pendengaran manusia normal. Hal yang terjadi adalah adaptasi psikologis. Perubahan pendengaran karena bising terdapat dua tingkatan, yaitu pendengaran yang berkurang untuk sementara dan pendengaran yang berkurang secara permanen atau kehilangan pendengaran tetap. 2 Gangguan komunikasi atau pembicaraan. Pembicaraan harus dilakukan lebih kuat agar tidak salah menerima pesan akibat kebisingan.
10
3 Gangguan pada konsentrasi dan daya kerja yang dapat berakibat pekerjaan tidak dapat selesai tepat waktu atau salah. 4 Gangguan pada ketenangan masyarakat. Ketenangan atau kenyamanan masyarakat dapat terganggu apabila berada disekitar sumber bising. 5 Gangguan tidur. Seseorang akan terganggu tidur atau dapat terbangun dari tidur karena kebisingan. Menurut Fahri dan Pasha (2010), adapun dampak yang ditimbulkan dari kebisingan yang tidak memenuhi syarat kehilangan fungsi pendengaran dan dampak fisiologis, sedangkan dampak psikologis yang meliputi : gangguan emosional, gangguan tidur, dan istirahat serta gangguan komunikasi. Menurut Soeripto (1996) dalam Feidihal (2012), gangguan yang dapat disebabkan oleh bising adalah : 1 Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis akibat kebisingan, seperti menimbulkan kelelahan jantung berdebar, meningkatkan denyut nadi, sakit kepala, meningkatkan tekanan darah, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan. 2 Gangguan Psikologis Gangguan psikologis, seperti kurang konsentrasi, emosional (mudah marahmarah), gangguan susah tidur, cepat tersinggung, dan tidak nyaman. 3 Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi, seperti suara yang lebih kencang/berteriak untuk tetap berkomunikasi. 4 Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga, yaitu trauma akustik, temporary treshold shift, dan permanent treshold shift. Terdapat hubungan antara besarnya tekanan suara dan tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara dan kebisingan yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Tekanan suara 6,32 dengan tingkat tekanan suara sebesar 110 dBA berasal dari suara dekat kereta api.
11
Tabel 3 Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara Tekanan Suara 6,32 2,00 0,632 0,200 0,0632 0,0200 0,00632 0,00200 0,000632
Tingkat Tekanan Suara (dBA) 110 100 90 80 70 60 50 40 30
Sumber dekat kereta api pabrik perbotolan full symphony di samping mobil samping jalan di kota suara percakapan kantor-kantor khusus kamar tamu kamar tidur pada malam hari
Sumber : Canniff (1997) dalam Rusnam (1993)
Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
No.
KEP-48/MENLH/11/1996, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Standar faktor yang dapat diterima di suatu lingkungan atau kawasan kegiatan manusia. Tabel 4 menunjukkan baku tingkat kebisingan di peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan dengan intensitas kebisingan tertentu. Ambang batas baku tingkat kebisingan sudah ditetapkan oleh Kepmenlh. Peruntukan kawasan dibagi delapan bagian, diantaranya perumahan dan pemukiman (55 dBA). Tabel 4 Baku tingkat kebisingan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Peruntukan Kawasan perumahan dan pemukiman perdagangan dan jasa perkantoran dan perdagangan ruang terbuka hijau Industri pemerintahan dan fasilitas umum Rekreasi Khusus a. bandar udara* b. stasiun kereta api* c. pelabuhan laut d. cagar budaya Lingkungan Kegiatan rumah sakit dan sejenisnya sekolah dan sejenisnya tempat ibadah dan sejenisnya
*) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Sumber : KEP-48/MENLH/11/1996
Intensitas kebisingan (dBA) 55 70 65 50 70 60 70
70 60 55 55 55
12
Menurut Manik (2003), pengendalian bising diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan kenyamanan, kebisingan dapat dikendalikan dengan cara : 1 Mengurangi
bising
pada
sumbernya.
Peralatan
atau
mesin
yang
menimbulkan bising ditempatkan dengan baik sehingga kebisingan yang terjadi dapat ditekan. 2 Menambah jarak antara sumber bising dengan yang terkena bising. Semakin jauh dari sumber bising maka semakin rendah tingkat bising yang dialaminya. Misalnya, membuat penghalang antara sumber bising dengan tempat tinggal. 3 Melindungi pekerja di tempat bising untuk melindungi pekerja dari kebisingan, misalnya dengan penggunaan alat pelindung telinga. 4 Mengurangi kepadatan lalu lintas. 5 Membuat tata ruang dan tata guna lahan yang ramah lingkungan. 6 Penerapan baku mutu bising. Penerapan baku mutu bising secara konsisten. 2.2 Eksternalitas Eksternalitas merupakan dampak yang ditimbulkan oleh pihak tertentu akibat
kegiatan
produksi
maupun
konsumsi
(ekonomi)
yang
dapat
menguntungkan maupun merugikan pihak lainnya. Menurut Fauzi (2010), eksternalitas merupakan dampak (positif atau negatif) atau benefit yang dapat terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas dari pihak lain yang tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi pihak yang terkena dampak. Menurut Mangkoesoebroto (1993), eksternalitas adalah suatu keterkaitan kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar yang mana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak
13
lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas. Eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi adalah: 1 Produsen-produsen Contohnya pabrik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa diproses terlebih dahulu yang mana sungai tersebut dimanfaatkan oleh pabrik lain (pabrik minuman mineral) yang menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya. 2 Produsen-konsumen Contohnya pabrik membuang limbahnya yang mengandung bahan kimia ke sungai sehingga menimbulkan polusi yang dapat menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut sebagai mandi atau air minum. 3 Konsumen-produsen Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen. Contohnya seseorang yang tidak bertanggung jawab sengaja menumpahkan bahan kimia ke perairan laut dimana di dalam laut terdapat sumberdaya ikan yang dimanfaatkan nelayan. 4 Konsumen-konsumen Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain. Contohnya, seseorang merokok di tempat umum yang merugikan orang lain yang ikut menghirup asap rokok tersebut.
14
Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Eksternalitas tidak memasukkan biaya yang dikeluarkan masyarakat. Eksternalitas akan mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi terjadi apabila (Mangkoesoebroto 1993): MSC = MPC + MEC MSB = MPB + MEB keterangan : MSC = Marginal Social Cost MPC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MSB = Marginal Social Benefit MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit Efisiensi ekonomi akan terjadi apabila MSC = MSB namun adanya eksternalitas produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan kecenderungan produsen memproduksi pada tingkat yang terlalu besar sehingga perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang dibebankan oleh masyarakat. Jadi disimpulkan bahwa eksternalitas negatif MSC = MPC + MEC > MSB, sehingga produksi harusnya dikurangi agar efisiensi mencapai optimum.
Rp
MSC = MPC +MEC
e H1
MPC d
H2 MEC
MSB 0
Q1
Q2
Jumlah Produksi
Sumber : Mangkoesoebroto 1993
Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif
15
Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitas negatif. Kurva permintaan menunjukkan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar OQ1. Produsen menetapkan tingkat produksi sebesar OQ2, yaitu saat MSB memotong MPC yang menunjukkan bahwa jumlah produksi yang terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum. 2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) Menurut Fauzi (2010), salah satu metode untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan secara langsung adalah Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini memungkinkan untuk mengukur nilai komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar (non market). Metode CVM menanyakan langsung kepada responden kesediaan masyarakat untuk membayar willingness to pay (WTP) dan menerima willingness to accept (WTA). Asumsi dasar dalam CVM adalah individu memiliki pilihan masing-masing dan mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Responden harus mengenal baik barang yang ditanyakan dengan hipotetik yang digunakan. Pendekatan WTA/WTP merupakan ukuran dalam konsep penilaian dari barang lingkungan (non market). Ukuran WTA ini memberikan informasi mengenai kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi atas perubahan penurunan kualitas lingkungan yang setara dengan perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Ukuran WTP memberikan informasi mengenai kesediaan masyarakat untuk membayar sejumlah nilai atas perubahan penurunan kualitas lingkungan yang juga setara dengan perbaikan kualitas lingkungan. Penilaian barang lingkungan WTA/WTP menanyakan berapakah jumlah minimum dan maksimum yang akan diterima atau dibayarkan atas kerusakan lingkungan tersebut.
16
2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan WTA Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan dan pengumpulan nilai WTA masing-masing rumahtangga adalah: 1 Responden merupakan rumahtangga yang tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi (WTA). 2 PT. X bersedia memberikan dana kompensasi akibat kebisingan kereta api. 3 Nilai WTA merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika kompensasi benar-benar dilaksanakan. 4 Responden dipilih dari populasi yang terkena dampak kebisingan dari penduduk yang relevan, yaitu setiap satu tempat tinggal yang diambil dianggap sebagai satu kepala keluarga/rumahtangga. 2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai WTA (Elicitation Method) Menurut Hanley and Spash (1993), metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden adalah : 1 Bidding Game (Metode tawar-menawar) Metode Bidding Game, yaitu menanyakan responden sejumlah nilai tertentu sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati. 2 Metode Open-ended Question Metode Open-ended Question, yaitu menanyakan secara langsung responden berapa jumlah maksimum dan minimum uang yang ingin dibayarkan dan diterima responden. Kelemahannya adalah nilai yang bervariasi, akurasi nilai lemah dan sering ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan karena tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Kelebihannya adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang dapat mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. 3 Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup) Metode Closed-ended Question tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question. Perbedaannya hanya bentuk pertanyaan yang tertutup. Responden
17
diberikan beberapa nilai WTA/WTP untuk dipilih sehingga responden memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka. 4 Payment Card (Metode kartu pembayaran) Metode Payment Card yaitu menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima. Responden dapat memilih nilai maksimal dan minimal sesuai dengan preferensi masing-masing responden. Metode Payment Card digunakan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar (bidding game). Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih luas tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terpengaruh dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. 2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai WTA Masyarakat Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM yang memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu : 1 Membangun Pasar Hipotetis Pasar hipotetis yaitu membangun suatu alasan mengapa masyarakat yang terkena dampak seharusnya menerima dana kompensasi atas dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif diperlukan dalam pasar hipotetis. 2 Memperoleh Nilai Penawaran Tahap setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei yang dapat dilakukan melalui wawancara langsung/tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima. 3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Setelah semua nilai WTA terkumpul, dilakukan tahap perhitungan nilai tengah dan rataan dari WTA. Perhitungan nilai tengah dilakukan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran
18
menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan nilainya selalu lebih kecil dari nilai rata-rata. 4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve) Memperkirakan kurva penawaran dengan menggunakan nilai WTA untuk variabel dependen sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilainya untuk variabel independen. 5 Menjumlahkan Data (Agregating Data) Penjumlahan data merupakan proses nilai tengah penawaran yang telah didapat lalu dikonversi terhadap total populasi yang dimaksudkan. 6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi linear berganda WTA. 2.4 Model Regresi Linear Analisis regresi adalah suatu analisis yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih. Model Linear Sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara peubah bebas dan suatu peubah tak bebas, dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan dalam suatu garis lurus atau linear (Juanda 2009). Analisis regresi linear berganda merupakan model regresi
untuk
mengukur
pengaruh
antara
lebih
dari
satu
variabel
bebas/independent terhadap variabel terikat/dependent. Fungsi regresi linear berganda adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn + e keterangan : Y = variabel terikat/dependent a = konstanta b1,b2 = koefisien regresi X1,X2 = variabel bebas/independentt e = error Metode analisis berganda didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (2007b), sifat-sifat OLS dalam regresi berganda adalah :
19
1) penaksiran OLS tidak bias dan linear; 2) penaksiran OLS mempunyai varian yang paling kecil/minimum; 3) konsisten; 4) efisien. Menurut Gujarati (2007b), asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linear berganda dengan OLS adalah : 1 Model regresi memiliki parameter yang bersifat linear. 2 Variabel x tidak berkolerasi dengan galat/faktor gangguan (u) yang memiliki rata-rata sebesar 0 dimana E (ui) = 0. 3 Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. Artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain. 4 Var (ui) = δ2. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas). Tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabelvariabel bebas (asumsi multikolinearitas). 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian yang membahas mengenai polusi kebisingan akibat aktivitas kereta api masih belum banyak. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai eksternalitas negatif dan nilai dana kompensasi. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Hal yang membedakannya yaitu lokasi dan bahasan penelitian. Lokasi penelitian ini berkonsentrasi pada pemukiman dekat rel kereta api di Bekasi Timur yang dilalui kereta transportasi lintas provinsi dan kereta rel daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur sehingga kemungkinan eksternalitas yang dirasakan masyarakat lebih besar. Pemukiman ini terletak diantara Stasiun Bekasi dan Cikarang. Selain itu, penelitian ini membahas eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. Terdapat kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai dana kompensasi dengan analisis WTA. Tabel 5 menunjukkan penelitian terdahulu yang menjadi penelitian yang relevan dalam penelitian ini.
20
Tabel 5 Penelitian terdahulu No
Nama
Judul
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1
Trisla Warningsih (2006)
Keterkaitan Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)
Pengukuran Langsung (WECPNL), Analisis Logit, Analisis Hedonic Price Method
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima kompensasi yaitu pendidikan, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan. Besarnya nilai kompensasi pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp 13 750/m2. Nilai kompensasi untuk pemindahan penduduk kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp 30 577 589 810.
2
Bahroin Idris Tampubolon (2011)
Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)
Analisis Deskriptif Kualitatif, Analisis Regresi Logistik, Analisis Willingness to Accept
Hasil penelitian menunjukkan eksternalitas negatif yang paling dirasakan responden adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp 137 500 per bulan per kepala keluarga, dan nilai total WTA responden Rp 6 325 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat sebesar Rp 447 975 000 per bulan.
3
Tantri Nova Sianturi (2012)
Eksternalitas Negatif Dari Pencemaran Sungai MusiPalembang Terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri
Analisis Deskriptif Kualitatif, Analisis Regresi Logistik, Analisis Willingness to Accept
Bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air. Besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210 333.3 per bulan per rumahtangga. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif yaitu usia, pekerjaan wiraswasta, tingkat pendidikan dan pendapatan.
21
III KERANGKA PEMIKIRAN Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya akan mengurangi stock lahan yang tersedia untuk sektor pemukiman. Hal ini disebabkan oleh sifat lahan yang tetap sedangkan permintaan akan lahan semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan mendorong permintaan perkembangan transportasi untuk mendukung aktivitas penduduk. Penduduk yang semakin bertambah mendorong pemakaian lahan yang seharusnya menjadi batasan tertentu untuk tidak dihuni digunakan untuk pemukiman. Pemukiman tersebut kurang layak dihuni karena tidak memperrhatikan faktor lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan, seperti penggunaan lahan dibawah batas aman dekat rel kereta api. Eksternalitas timbul dari aktivitas kereta api. Eksternalitas bisa berupa positif maupun negatif. Eksternalitas positif dari aktivitas transportasi yaitu strategis untuk usaha, efisiensi waktu, dan penghematan biaya transportasi. Eksternalitas negatifnya yaitu polusi kebisingan yang menyebabkan gangguan kenyamanan, psikologis dan fisiologis serta menimbulkan risiko kriminalitas juga kecelakaan. Kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan psikologis dan fisilogis yang menimbulkan kerugian berupa biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai dana kompensasi akibat kebisingan tersebut. Kerugian yang dirasakan masyarakat karena eksternalitas kebisingan yang ditimbulkan perlu dikaji dengan menggunakan analisis deskriptif. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi akibat eksternalitas dengan menggunakan analisi regresi linear berganda. Besarnya kesediaan menerima dana kompensasi dengan menggunakan analisis Willingness to Accept. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak-pihak yang menimbulkan eksternalitas dalam penentuan keputusan atau program yang dapat mengatasi permasalahan eksternalitas negatif tersebut dengan biaya dana kompensasi. Alur penelitian yang lebih jelas dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir dalam Gambar 2.
22
Pertumbuhan Penduduk Semakin Meningkat Permintaan Sarana Transportasi Meningkat
Permintaan Lahan Untuk Pemukiman Meningkat
Sifat Lahan Tetap >< Persaingan Lahan
Moda Transportasi
PT. X
Pemukiman Dekat Rel Kereta Api
Permasalahan Eksternalitas Strategis untuk usaha Efisiensi waktu Penghematan biaya transportasi Polusi kebisingan Resiko kriminalitas Resiko kecelakaan
Eksternalitas Positif
Strategis untuk usaha Efisiensi waktu Penghematan biaya transportasi
Eksternalitas Kebisingan
Analisis Deskriptif
Eksternalitas Negatif Polusi kebisingan Resiko kriminalitas Resiko kecelakaan
Kerugian Masyarakat
Kesediaan Menerima Kompensasi
Estimasi Dana Kompensasi
Faktor yang Mempengaruhi Dana kompensasi
Analisis Deskriptif
Analisis WTA dengan CVM
Analisis Regresi Linear Berganda
Rekomendasi Tentang Kompensasi Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Keterangan:
Batasan Penelitian: Aliran Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir
23
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pemukiman dekat dengan rel kereta api Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pertimbangan memilih lokasi
karena pemukiman tersebut termasuk pemukiman yang
berkategori cukup padat yang letaknya dekat dengan rel kereta api. Pengambilan data primer dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam suatu waktu tertentu. Sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui survei langsung/wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer data yang dibutuhkan meliputi: karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api, besarnya nilai kompensasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan untuk menerima dana kompensasi. Data sekunder diperoleh dari Worldbank, Badan Pusat Statistika (BPS), Dinas Kesehatan, Puskesmas, buku bacaan, perpustakaan, dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian serta internet. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam topik (Martono 2010). Responden merupakan anggota populasi penduduk yang terkena dampak kebisingan, yaitu penduduk yang tinggal dekat dengan rel kereta api. Satu tempat tinggal dianggap sebagai satu perwakilan rumahtangga yang terpilih menjadi sampel. Populasi dalam penelitian berjumlah sekitar 280 KK
24
yang tinggal dekat dengan rel kereta api, khususnya RW 02 dan 05. Jumlah responden adalah 70 KK yang tinggal di dekat rel kereta api Bekasi. Penetapan banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati garis normal (Gujarati 2007a). 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya di analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 16. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Matriks metode analisis data No.
Tujuan Penelitian
Sumber Data dan Jumlah Sampel
Metode Analisis Data
1
Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur.
Kuesioner Responden= 70 KK
Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif
2
Mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi.
Kuesioner Responden= 70 KK
Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif
3
Mengestimasi nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima rumahtangga.
Kuesioner Responden= 60 KK (yang menjawab bersedia)
Analisis WTA dengan tahapan CVM
4
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga.
Kuesioner Responden= 60 KK (yang menjawab bersedia)
Analisis Regresi Berganda
4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Analisis eksternalitas negatif bertujuan untuk mengetahui seberapa besar gangguan yang dirasakan masyarakat yang disebabkan kebisingan kereta api. Kajian eksternalitas negatif akibat kebisingan ini menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini mencakup identifikasi pandangan responden
25
terhadap kebisingan dan dampak yang timbul akibat kebisingan tersebut. Identifikasi eksternalitas negatif akibat kebisingan dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden. 4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi Analisis
mengenai
kesediaan
rumahtangga
dalam
menerima
dana
kompensasi bertujuan untuk mengetahui proporsi kesediaan menerima responden terhadap dana kompensai sesuai yang ditawarkan. Selain itu, mengkaji mengenai bentuk kompensasi yang diinginkan responden. Analisis mengenai kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. 4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Rumahtangga Akibat Kebisingan Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Menurut Hanley and Spash (1993), terdapat enam tahapan CVM, yaitu : 1 Membangun Pasar Hipotesis Hipotesis pasar yang dibentuk dalam penelitian ini atas dasar kereta api memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari kereta api adalah kebisingan. Adanya dampak negatif tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api. Kebisingan dapat mengganggu psikologis dan fisiologis seseorang. Pihak PT. X yang menimbulkan dampak negatif memberlakukan peraturan baru, yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan untuk mengurangi kerugian masyarakat akibat kebisingan. Bentuk dana kompensasi yang diberikan berupa biaya kesehatan apabila masyarakat terganggu akibat Hipotesis yang dibuat dalam skenario bahwa Pertanyaan dalam pasar kebisingan dan sakit. Pertanyaan dalam pasar hipotesis yang akan dibentuk dalam skenario adalah : “Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi menerima dana kompensasi akibat kebisingan kereta api dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima?”
26
2 Memperoleh Nilai WTA Menggunakan teknik bidding game, responden ditanya besarnya minimum WTA yang bersedia diterima dengan melakukan wawancara langsung. Starting point WTA berdasarkan biaya kesehatan dengan titik tertinggi Rp 100 000. 3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA) Berdasarkan jawaban responden, dapat diketahui nilai WTA yang dipilih (batas bawah dan atas kelas WTA). Setelah diketahui nilai WTA, dilakukan perhitungan nilai rataan dan nilai tengah. Rumus dugaan rataan :
keterangan : EWTA = dugaan rataan WTA xi = jumlah tiap data n = jumlah responden i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve) Pendugaan kurva penawaran dilakukan dengan fungsi persamaan : WTA = f (UR, PNDK, PNDP, SKR (dummy), KAB, KBS (dummy), LTG, JTS, JTK , PNS (dummy), PSW (dummy), WRS (dummy), BRH (dummy), SPR (dummy) keterangan : UR = usia responden (tahun) PNDK = pendidikan (tahun) PNDP = pendapatan (Rp) SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri) KAB = kenyamanan akibat bising (deskriptif) KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising) LTG = lama tinggal (tahun) JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS) PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS) BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH) SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR) e = error
27
5 Menjumlahkan Data (Agregating Data) Penjumlahan data merupakan proses nilai penawaran yang telah didapat lalu dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. Nilai WTA masyarakat diperoleh setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus Nilai total WTA :
keterangan : TWTA = total nilai WTA WTAi = WTA individu ke-i ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi linear berganda WTA. 4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda. Fungsi persamaan : mid WTAi = β0 + β1UR + β2PNDK + β3PNDP + β4SKR (dummy) + β5LTG + β6JTS + β7KAB + β8KBS (dummy) + β9JTK + β10PNS (dummy) + β11BRH (dummy) + β12WRS (dummy) + β13PSW (dummy) + β14SPR (dummy) + e keterangan : mid WTAi = nilai WTA responden β0 = konstanta β1,,, β10 = koefisien regresi i = responden ke i (i = 1,2,.,5) UR = usia responden (tahun) PNDK = pendidikan (tahun) PNDP = pendapatan (Rp) SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri) KAB = kenyamanan akibat bising (deskriptif)
28
KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising) LTG = lama tinggal (tahun) JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS) PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW) WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS) BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH) SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR) e = error Variabel yang diduga berpengaruh positif pada nilai WTA adalah usia responden, pendidikan, status kepemilikan rumah, kualitas bising, lama tinggal, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan (buruh dan supir/ojek). Variabel usia responden diduga berpengaruh positif karena semakin tua usia responden menginginkan nilai WTA yang semakin tinggi untuk uang tambahan. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan pengetahuan yang dimiliki responden terhadap kebisingan maka mengharapkan nilai WTA lebih besar. Status kepemilikan rumah berpengaruh positif. Jika rumah yang ditempati adalah milik sendiri, maka dana kompensasi yang diinginkan juga lebih tinggi. Kualitas bising juga diduga berpengaruh positif karena jika responden merasakan bising maka cenderung untuk menginginkan nilai WTA yang semakin besar. Variabel lama tinggal diduga berpengaruh positif karena semakin lama seseorang tinggal di dekat rel kereta api maka dampak yang dirasakan lebih besar dibandingkan yang tinggal lebih singkat sehingga menginginkan nilai WTA yang tinggi. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak kebisingan kereta api. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin tinggi dana kompensasi yang diinginkan. Pekerjaan (buruh, supir/ojek) diduga menginginkan nilai kompensasi yang tinggi untuk uang tambahan. Variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA adalah pendapatan, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, dan jenis pekerjaan (pegawai negeri swasta, wiraswasta, dan pegawai swasta). Semakin besar pendapatan seseorang maka semakin kecil nilai WTA yang diinginkan orang tersebut karena kemampuan finansial orang tersebut untuk
29
menanggulangi dampak. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising diduga juga berpengaruh negatif yang disebabkan oleh semakin jauh dengan sumber bising, dampak yang dirasakan semakin kecil sehingga nilai dana kompensasi yang diinginkan lebih kecil. Variabel kenyamanan akibat bising diduga berpengaruh negatif karena semakin baik tingkat kenyamanan maka kerugian yang dirasakan lebih sedikit sehingga nilai WTA diduga menjadi kecil. Pekerjaan (pegawai negeri sipil, wiraswasta, dan pegawai swasta) diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang lebih rendah. Pegawai negeri sipil dan pegawai swasta memiliki askes/jamsostek untuk kebutuhan jika mereka sakit sehingga lebih memudahkan untuk keperluan kesehatan mereka, maka nilai WTA yang diinginkan lebih kecil. Tabel 7 merupakan tabel indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi nilai WTA.
30
Tabel 7 Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi WTA akibat kebisingan kereta api No. 1.
Variabel WTA
Indikator yang Berpengaruh Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi menerima dana kompensasi akibat kebisingan kereta api dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima? Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. Rp 65.000 b. Rp 70.000 c. Rp 75.000 d. Rp 80.000 e. Rp 85.000 f. Rp 90.000 g. Rp 95.000
2.
Usia Responden/ UR (tahun)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. 23-29 tahun b. 30-37 tahun c. 38-44 tahun d. 45-51 tahun e. 52 - 58 tahun f. 59 - 65 tahun g. 66 - 72 tahun
3.
Pendidikan/ PNDK (tahun)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. Tidak sekolah b. Sekolah Dasar c. Sekolah Menengah Pertama/Sederajat d. Sekolah Menengah Atas/Sederajat e. Perguruan Tinggi
4.
Pendapatan/ PNDP (Rp)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. Rp 800 000 - 1 700 000 b. Rp 1 700 001 - 2 600 000 c. Rp 2 600 001 - 3 500 000 d. Rp 3 500 001 - 4 400 000 e. Rp 4 400 001 - 5 300 000 f. Rp 5 300 001 - 6 200 000 g. Rp 6 200 001 - 7 100 000
5.
Status Kepemilikan rumah/ SKR (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri”
6.
Lama Tinggal/ LT (tahun)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. 0.1 - 10 tahun b. 11 - 21 tahun c. 22 - 32 tahun
31
d. 33 - 43 tahun e. 44 - 54 tahun f. 55 - 65 tahun g. 66 - 76 tahun 7.
Jarak Tempat Tinggal ke Sumber Bising/ JTS (meter)
Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. 5 - 11 meter b. 12 - 18 meter c. 19 - 25 meter d. 26 - 32 meter e. 33 - 39 meter f. 40 - 46 meter g. 47 - 53 meter
8.
Kenyamanan Akibat Bising/ KAB
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. sangat mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan mengganggu aktivitas b. mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan mengganggu aktivitas c. mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas d. sedikit mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas e. tidak mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas
9.
Kualitas Bising/ KBS (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=bising; 0=tidak bising”
10.
Jumlah Tanggungan Keluarga/ JTK (orang)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. ≤ 1 orang b. 2 orang c. 3 orang d. 4 orang e. ≥ 5 orang
11.
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil/ PNS (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=PNS; 0=bukan PNS”
12.
Pekerjaan Buruh/ BRH (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=BRH; 0=bukan BRH”
13.
Pekerjaan Supir/ojek/ SPR (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=SPR; 0=bukan SPR”
14.
Pekerjaan Wiraswasta/ WRS (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=wiraswasta; 0=bukan wiraswasta”
15.
Pekerjaan Pegawai Swasta/ PSW (dummy)
Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=pegawai swasta; 0=pegawai swasta”
32
Berdasarkan Tabel 7 indikator pengukuran nilai WTA terdapat 14 variabel pengukuran indikator yang berpengaruh, yaitu usia responden, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, status kepemilikan rumah, pekerjaan (pegawai negeri sipil, buruh, supir/ojek, wiraswasta, dan pegawai swasta). Indikator yang berpengaruh tersebut merupakan indikator yang menunjukkan besar kecilnya nilai WTA. Pembagian kelas dalam indikator pengukuran berdasarkan rumus distribusi frekuensi. Rumus distribusi frekuensi (Atmaja 2009) :
Keterangan : Ci = interval Range = nilai tertinggi – nilai terendah N = 1 + 3.322 log n n = jumlah sampel 4.5 Pengujian Parameter Regresi Pengujian statistik terhadap model yang dapat dilakukan adalah : 1 Uji Keandalan Menurut Gujarati (2007b), R2 menyatakan persentase dari total variabel Y/dependent yang dijelaskan oleh variabel independent dalam model regresi atau mengukur kecocokan-suai dari suatu garis regresi. Tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM yaitu nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen. Nilai R2 dapat dihitung dengan rumus :
keterangan: R2 = Koefisien Determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total
33
2 Uji Statistik t Uji statistik t untuk mengetahui apakah masing-masing dari variabel bebas/independent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya/dependent. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik t adalah : H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. H 1: βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1/tolak H0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) < tα/2 maka terima H0/tolak H1, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). 3 Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara keseluruhan memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesisnya adalah : H0 : α1 = 0 H1 : minimal ada salah satu parameter α1, α2, α3, α4, α5.. αn = 0 Jika nilai probabilitas F-Statisik < taraf nyata maka tolak H0. Artinya terdapat minimal satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika nilai probabilitas F-statistik > taraf nyata maka terima H0. Artinya tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik F adalah : H0 = β1 = β2 = … = βk = 0 H1 = β1 = β2 = … = βk ≠ 0
keterangan : JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat k = jumlah peubah Jika nilai Fhit < Ftabel, maka H0 diterima/H1 ditolak, artinya variabel (Xi) secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel maka
34
H1 diterima/H0 ditolak, artinya secara keseluruhan variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). Pengujian asumsi klasik terhadap model yang dapat dilakukan adalah : 1 Uji Terhadap Multikolinearitas (Multicolinierity) Multikolinearitas menunjukkan korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Cara mengukur multikolinearitas dalam model persamaan adalah dengan menghitung
Varian
Inflation
Factor
(Sarwoko
2005).
Tidak
terjadi
multikolinearitas jika Varian Inflation Factor (VIF) < 10. 2 Uji Heteroskedastisitas Homoskedastisitas adalah salah satu asumsi pendugaan metode kuadrat terkecil dengan ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui varians residual (error) apakah konstan atau tidak. Menguji asumsi heteroskedastisitas dapat dilihat dari gambar scatterplot (Yamin dan Kurniawan 2009). Selain itu, dapat digunakan uji Gletjer yang meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : H0 : homoskedastisitas H1 : heteroskedastisitas Tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas jika nilai probabilitas (pvalue) lebih dari alpha maka terima H0. 3 Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui menyebar normal atau tidaknya distribusi error termnya (residual). Uji normalitas dapat menggunakan uji Kolmogorov-Smimov (Yamin dan Kurniawan 2009). Hipotesis uji normalitas adalah sebagai berikut : H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Residual menyebar normal apabila nilai probabilitas (p-value) lebih besar dari taraf nyata (alpha). Artinya dalam regresi tersebut asumsi kenormalan terpenuhi.
35
4 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara residual dengan residual lain. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Tabel 8 merupakan selang nilai statistik DW serta keputusannya. Tabel 8 Selang nilai statistik durbin watson serta keputusannya Hipotesis nol
Keputusan
Jika
tidak ada autokorelasi positif
Tolak
tidak ada autokorelasi positif
tidak ada keputusan
dl ≤ d ≤ du
tidak ada autokorelasi negatif
Tolak
4-dl < d <4
tidak ada autokorelasi negatif
tidak ada keputusan
tidak ada autokorelasi positif dan negatif
jangan tolak
0 < d < dl
4-du ≤ d ≤ 4-dl du < d < 4-du
Sumber : Gujarati 2007b
Cara mendeteksi autokorelasi apabila nilai DW mendekati 2 maka pelanggaran asumsi autokorelasi tidak terjadi. Nilai statistik uji ini adalah : DW ≈ 2 (1 - ρ) keterangan : ρ = korelasi antar residual Tidak ada autokorelasi jika ρ sama dengan nol sehingga apabila nilai DW mendekati 2 maka nilai ρ mendekati nol. Artinya, apabila nilai DW mendekati 2 maka autokorelasi tidak terjadi.
36
V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Bekasi Jaya Kelurahan Bekasi Jaya merupakan salah satu dari empat kelurahan yang terletak di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kota Bekasi yang telah dituangkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) bahwa Kelurahan Bekasi Jaya diperuntukan sebagai daerah pemukiman karena wilayah yang strategis dan berada di pusat Pemerintahan Kota Bekasi. Kelurahan Bekasi Jaya menurut jarak dari pusat pemerintahan kelurahan adalah nol kilometer jarak dari pusat kecamatan, satu kilometer jarak dari pusat pemerintah kota, 167 kilometer jarak dari ibukota provinsi, dan 10 kilometer jarak dari ibukota negara. Luas wilayahnya adalah 350 Ha berada pada ketinggian 19 meter di atas laut dan suhu udara rata-rata 25o37oC. Kelurahan ini berbatasan dengan Desa Karang Satria (Kabupaten Bekasi) disebelah utara, Kelurahan Duren Jaya Kecamatan Bekasi Timur disebelah timur, Kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur disebelah selatan dan Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara disebelah barat. Kelurahan Bekasi Jaya memiliki 16 Rukun Warga (RW) dan 161 Rukun Tetangga (RT). Penelitian dilakukan di dua RW, yaitu RW 02 dan RW 05 karena wilayah RW tersebut merupakan pemukiman penduduk yang dekat dengan rel kereta api. Menurut laporan Tahun 2012 Kelurahan Bekasi, sarana dibidang TRANTIB dan ekonomi, yaitu terdiri dari pos kamling 52 unit, koperasi 22 unit, perhotelan satu unit, bank pemerintahan tiga unit, pegadaian satu unit, industri makanan enam unit, rumah makan dan restoran 111 unit, pasar swalayan dan retail 12 unit, usaha perikanan satu unit, usaha jasa hiburan 21 unit, usaha jasa dan sektor perdagangan satu unit, dan usaha jasa sektor perdagangan satu unit. Sarana dibidang pendidikan adalah Taman Kanak-kanak 21 unit, Roudhatul Athfal satu unit, Sekolah Luar Biasa satu unit, Sekolah Dasar 20 unit, MI Swasta satu unit, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama delapan unit, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas lima unit, Sekolah Menengah Kejuruan dua unit, Madrasah Sanawiyah tiga unit, MA Swasta satu unit, Universitas satu unit, dan kursus-kursus delapan unit.
37
Sarana dan prasarana dibidang kesehatan dan keagamaan, yaitu Rumah Sakit satu unit, Puskesmas dua unit, Apotek lima unit, Posyandu 47 unit, toko obat empat unit, rumah praktek dokter empat unit, rumah bersalin tujuh unit, Masjid 24 unit, Musholla 32 unit, Gereja sembilan unit, dan Vihara dua unit. Sarana dibidang olahraga adalah lapangan tenis dua unit, voli 16 unit, futsal tiga unit, basket dan pusat kebugaran satu unit, kolam renang tiga unit. 5.1.1 Kependudukan Menurut Kelurahan Bekasi Jaya dalam laporan kependudukan Bulan Januari 2013, diketahui jumlah penduduk laki-laki terdiri dari 29 971 jiwa dan penduduk perempuan 28 641 jiwa. Jumlah total penduduknya adalah 58 612 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 14 654 jiwa. Tabel 9 menunjukkan laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya. Tabel 9 Laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya Januari 2013 No.
RW
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 Jumlah
Laki-laki (L) 2395 4174 2810 1028 1360 1451 2544 3657 1236 1465 1466 969 1803 1664 951 998 29971
Jumlah Penduduk Perempuan (P) 2254 3799 2648 893 1209 1420 2513 3505 1244 1458 1400 940 1776 1668 894 1020 28641
L+P 4649 7973 5458 1921 2569 2871 5057 7162 2480 2923 2866 1909 3579 3332 1845 2018 58612
Jumlah KK 1162 1993 1365 480 642 718 1264 1791 620 731 717 477 895 833 461 505 14654
Sumber : Kelurahan Bekasi Jaya 2013
Tabel 9 menunjukkan terdapat 16 RW di Kelurahan Bekasi Jaya pada Tahun 2013. Jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan cukup berimbang. Tiga RW dengan jumlah penduduk dan KK tertinggi adalah RW 02 dengan 7973 jiwa jumlah penduduk dan 1993 KK, RW 08 dengan 7162 jiwa jumlah penduduk dan 1791 KK, dan RW 03 dengan 5458 jiwa penduduk dan 1365 KK. Rukun Warga
38
02 dan 05 adalah lokasi penelitian. RW 02 masuk kedalam RW yang penduduk dan jumlah KK tertinggi sedangkan RW 05 tidak masuk kedalamnya. Banyaknya jumlah penduduk per RW di Kelurahan Bekasi Jaya menyebabkan pemukiman yang tergolong cukup padat di wilayah tersebut. 5.1.2 Kesehatan Puskesmas Wisma Jaya merupakan puskesmas yang berada di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Tabel 10 menujukkan jumlah pola 10 penyakit terbesar dan jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Wisma Jaya. Data kesehatan masyarakat di Puskesmas Wisma Jaya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah kunjungan pasien dan pola penyakit di Puskesmas Wisma Jaya Kelurahan Bekasi Jaya Bulan Desember 2012 No
Jenis Penyakit
Jumlah Pasien (orang)
1
ISPA tidak spesifik
452
2
Pulpa dan Jaringan Periapikal
335
3
Hypertensi Primer
191
4
Gigi dan Jaringan Penunjang lain
89
5
Diare dan Gastroenteretis
75
6
Dermatitis
59
7
Myalgia
55
8
Migrain dan Sindrom Nyeri Kepala
51
9
Tukak Lambung (Gatritis)
42
10
Caries Gigi
38
Sumber : Dinas Kesehatan melalui Puskesmas Wisma Jaya 2012
5.1.3 Kondisi Umum Pemukiman Pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya yang terletak dekat dengan rel kereta api termasuk pemukiman yang tergolong cukup padat. Kereta api tidak berhenti berlalulalang dari subuh hingga malam hari. Hal tersebut menimbulkan kebisingan dan getaran. Lintasan kereta api telah berdiri dahulu dibandingkan dengan pemukiman yang ada. Tidak terdapat tembok penghalang yang berfungsi untuk peredam kebisingan dan keamanan di sisi kiri rel. Resiko keamanan dan kriminalitas juga terdapat di pemukiman ini. Hampir setiap tahunnya terdapat korban kecelakaan di pintu rel yang terletak diantara jalur pemukiman. Dahulu sebelum keamanan kereta api ditingkatkan juga pernah terjadi tindakan
39
kriminalitas berupa lemparan batu dari kereta api yang berjalan. Hal tersebut menjadi salah satu eksternalitas negatif tinggal dekat dengan rel kereta api. Pemukiman sepanjang jalan dekat rel kereta api, RW 02 dan RW 05 merupakan pemukiman dengan jenis bangunan yang permanen. Jarak antara rel kereta api dengan pemukiman tergolong cukup dekat. Tabel 11 merupakan kondisi tata lingkungan pemukiman di sepanjang jalan dekat rel kereta api. Tabel 11 Kondisi tata lingkungan pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden Kondisi Tata Lingkungan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
kebersihan kurang terjaga
3
4
kebersihan kurang terjaga dan jalan rusak
2
3
15
22
pemukiman padat dan polusi kebisingan, getaran
2
6
jalan rusak dan polusi kebisingan, getaran
3
7
15
21
8
13
jalan rusak
17
24
Total
70
100
polusi bising dan getaran
pemukiman padat pemukiman padat dan jalan rusak
Sumber : Data primer diolah 2013
Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 11 diketahui bahwa kondisi tata lingkungan di pemukiman adalah jalan rusak (17 responden) menjadi perhatian masyarakat sekitar untuk diperbaiki. Sebanyak masing-masing 15 responden berpendapat pemukiman bising dan getaran cukup kencang ditimbulkan dari kereta api yang melintas, dan kondisi pemukiman yang padat. Jawaban lainnya adalah kebersihan yang kurang terjaga dengan salah satu penyebabnya yaitu sampah yang sengaja dibuang sembarangan yang berasal dari kereta yang berjalan. Letak pemukiman yang strategis adalah salah satu daya tarik yang membuat masyakat
tetap
bermukim
kenyamanan/ketenangan
cukup
di
Kelurahan
terganggu
akibat
Bekasi bising.
Jaya
meskipun
Cukup
banyak
eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Tabel 12 menunjukkan eksternalitas positif menurut responden yang tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya.
40
Tabel 12 Eksternalitas positif tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden Eksternalitas Positif
Frekuensi (orang)
akses mudah dan cepat
Persentase (%)
43
62
penghematan transportasi dan akses mudah,cepat
7
10
dekat dengan tempat kerja dan akses mudah,cepat
12
17
murah harga kontrakan
1
2
penghematan biaya transportasi dan dekat dengan tempat kerja
1
1
penghematan biaya transportasi dan akses mudah, cepat
3
4
harga tanah meningkat dan akses mudah, cepat
3
4
70
100
Total Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 12 menunjukkan eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang tinggal dekat dengan kereta api antara lain, penghematan biaya transportasi dan akses mudah dan cepat. Hampir seluruh responden sepakat bahwa eksternalitas positif tinggal di wilayah tersebut adalah akses yang mudah dan cepat sebesar 62 persen (43 orang). Hal tersebut dikarenakan letak strategis wilayah tersebut dekat dengan terminal, stasiun, dan pasar. Selain itu sebesar 10 persen (12 orang) merasakan eksternalitas positif tinggal di wilayah tersebut karena dekat dengan tempat kerja dan akses yang mudah, cepat. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Bekasi Jaya banyak yang menempati tanah warisan orangtua mereka namun ada juga yang menempati rumah sendiri, sewa ataupun kontrak. Status kependudukannya hampir berimbang antara penduduk pendatang dan penduduk asli. Tabel 13 menunjukkan status kepemilikan rumah responden. Tabel 13 Status kepemilikan rumah responden di Kelurahan Bekasi Jaya Status Kepemilikan Rumah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
milik sendiri
50
71
bukan milik sendiri
20
29
Total
70
100
Sumber : Data primer diolah 2013
41
Tabel 13 menunjukkan status kepemilikan rumah dibagi menjadi dua, yaitu milik sendiri dan bukan milik sendiri. Status kepemilikan rumah dengan milik sendiri jauh lebih banyak dibandingkan dengan status kepemilikan rumah bukan milik sendiri. Status kepemilikan rumah milik sendiri dengan persentase 71 persen (50 orang) sedangkan rumah bukan milik sendiri (sewa/kontrak) 29 persen (20 orang). 5.2 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kareta api didasarkan pada hasil survei terhadap 70 responden yang mewakili masing-masing KK. Karakteristik responden digambarkan dengan diagram pie. 5.2.1 Jenis Kelamin Sebagian besar responden dalam penelitian ini yaitu laki-laki. Perbandingan antara responden laki-laki dan perempuan cukup jauh. Jumlah responden laki-laki 54 orang (77 persen) sedangkan perempuan 16 orang (23 persen). Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran responden menurut jenis kelamin 5.2.2 Usia Tingkat usia responden menurut hasil survei cukup bervariasi. Persentase tertinggi yaitu pada kelompok usia 38-44 tahun sebesar 30 persen (21 orang) sedangkan persentase terendah pada kelompok usia 66-72 tahun sebesar tiga persen (dua orang). Rata-rata usia responden adalah 43.6 tahun. Gambar 3 menunjukkan sebaran responden menurut perbandingan kelompok usia.
42
Gambar 4 Sebaran responden menurut usia 5.2.3 Pendidikan Formal Sebaran pendidikan formal responden cukup beragam namun sebagian besar menempuh jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat sebesar 36 persen (25 orang), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sederajat sebesar 27 persen (19 orang), Sekolah Dasar (SD) sebesar 26 persen (18 orang), Tidak Sekolah sebesar tiga persen (dua orang), dan Perguruan Tinggi sebesar delapan persen (enam orang). Gambar 5 menunjukkan sebaran pendidikan formal yang ditempuh responden.
Gambar 5 Sebaran responden menurut pendidikan formal 5.2.4 Pekerjaan Hasil survei menunjukkan sebagian besar pekerjaan responden adalah wiraswasta sebesar 50 persen (35 orang) yang dipengaruhi oleh letak pemukiman yang strategis dekat dengan pasar, terminal, dan stasiun. Pegawai swasta sebesar 20 persen sebanyak 14 orang, buruh dengan persentase 13 persen sebanyak sembilan orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan persentase tujuh persen (lima
43
orang), supir/ojek dengan persentase enam persen sebanyak 4 orang, dan pekerjaan lainnya sebanyak tiga orang dengan persentase empat persen. Sebaran jenis pekerjaan responden ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6 Sebaran jenis pekerjaan responden 5.2.5 Tingkat Pendapatan Pendapatan tertinggi responden dalam penelitian ini sebesar Rp 7 000 000 sedangkan pendapatan terendah responden sebesar Rp 800 000. Kelompok pendapatan tertinggi yaitu antara Rp 800 000-1 700 000 sebesar 46 persen (32 orang). Kelompok pendapatan dengan persentase terendah adalah Rp 3 500 0014 400 000 dan Rp 6 200 001-7 100 000 masing-masing satu persen (satu orang). Pendapatan antara Rp 1 700 001-2 600 000 sebesar 20 persen (14 orang), dan Rp 2 600 001-3 500 000 sebesar 26 persen (18 orang). Rata-rata pendapatan responden adalah Rp 2 245 000. Gambar 7 menunjukkan sebaran pendapatan responden.
Gambar 7 Sebaran tingkat pendapatan responden
44
5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga responden paling banyak adalah 2-3 orang. Responden dengan jumlah tanggunga 2 orang sebesar 36 persen (25 orang) sedangkan jumlah tanggungan 3 orang sebesar 34 persen (24 orang). Jumlah tanggungan kurang dari sama dengan satu orang sebesar 13 persen (sembilan orang), jumlah tanggungan empat sebesar 13 persen (sembilan orang), dan lebih dari sama dengan lima orang sebesar empat persen (tiga orang). Perbandingan jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden 5.2.7 Lama Tinggal Rata-rata lama tinggal responden yaitu sekitar 28.28 tahun. Banyak penduduk asli yang memang sudah tinggal sejak mereka lahir. Lama tinggal responden dengan persentase tertinggi, yaitu antara 0,1-10 tahun sebesar 24 persen (17 orang), 22-32 tahun sebesar 23 persen (16 orang), 33-43 tahun sebesar 21 persen (15 orang). Lama tinggal denga persentase terendah, yaitu 66-76 tahun sebesar satu persen. Sebaran lama tinggal responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Sebaran lama tinggal responden
45
5.2.8 Jarak Tempat Tinggal ke Sumber Bising Kelompok jarak tempat tinggal responden ke sumber bising antara 5-11 meter sebesar 52 persen (36 orang), 12-18 meter sebesar 15 persen (10 orang), 1925 meter sebesar 16 persen (11 orang), 26-32 meter sebesar tiga persen (dua orang), 33-39 meter sebesar tujuh persen (lima orang), 40-46 meter sebesar tiga persen (dua orang), dan 47-53 meter sebesar empat persen (tiga orang). Mayoritas responden tinggal pada jarak antara 5-11 meter. Sebaran responden menurut jarak tempat tinggal ke sumber bising dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Sebaran jarak tempat tinggal responden ke sumber bising (rel kereta api)
46
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Kebisingan dari kereta api masuk kedalam kebisingan semi kontinyu menurut asal sumber. Hal tersebut dikarenakan kebisingan kereta api terjadi hanya saat kereta api melintas yang seketika datang kemudian menghilang dan akan datang lagi. Kejadian tersebut terus berulang karena setiap harinya aktivitas kereta api terus berjalan. Hasil penelitian terhadap 70 responden di Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya RW 02 dan 05 menunjukkan bahwa seluruh responden merasakan eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api. Tabel 14 menunjukkan frekuensi dan persentase masyarakat yang merasakan eksternalitas negatif. Tabel 14 Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya Eksternalitas Negatif ya
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
70
100
tidak
0
0
Total
70
100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 70 orang dengan persentase sebesar 100 persen merasakan eksternalitas negatif. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas kereta api memang menimbulkan dampak negatif yang cukup besar bagi masyarakat yang tinggal dekat dengan kereta api di wilayah tersebut. Bentuk eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api adalah keamanan, polusi kebisingan dan getaran, dan kriminalitas berupa lemparan batu. Tabel 15 menunjukkan bentuk eksternalitas yang paling dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api. Tabel 15 Bentuk eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api Bentuk Eksternalitas Negatif
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
keamanan
20
29
polusi kebisingan dan getaran
47
67
kriminalitas (lemparan batu)
3
4
70
100
Total Sumber : Data primer diolah 2013
47
Bentuk eksternalitas yang paling dirasakan adalah polusi kebisingan dan getaran dengan persentase 67 persen sebanyak 47 orang. Kereta api yang berlalulalang menimbulkan bising dan getaran yang awalnya sangat mengganggu masyarakat. Bising yang dirasakan dapat berdampak pada gangguan tidur, mudah terkejut, gangguan konsentrasi, memicu datangnya penyakit, dan gangguan pembicaraan/komunikasi. Getaran dari kereta api yang sedang melintas memiliki dampak pada retaknya tembok-tembok rumah masyarakat sekitar dan kaca rumah pernah mengalami pecah seketika karena getaran yang cukup besar. Keamanan dengan persentase 29 persen sebanyak 20 orang. Keamanan yang dimaksud adalah adanya risiko kecelakaan. Misalnya penutup pintu kereta api yang tidak berfungsi, kecerobohan pengguna jalan, dan anak-anak yang suka bermain dekat rel kereta api. Kriminalitas berupa lemparan batu dengan persentase empat persen sebanyak tiga orang. Lemparan batu terjadi saat keamanan terhadap komponen transportasi belum ditingkatkan, seperti saat masih banyaknya pengguna kereta api yang duduk ataupun berdiri di atap kereta api yang berjalan, khususnya pendukung sepakbola daerah yang bermain di Jakarta. Mereka suka melempari pemukiman dengan batu sehingga menyebabkan adanya kerusakan rumah, seperti genteng ataupun etalase rumah masyarakat. Bentuk eksternalitas seperti keamanan (kecelakaan) tergolong rutin setiap tahunnya terjadi. Menurut responden, kecelakaan sering terjadi di pintu perlintasan kereta api namun dahulu juga pernah terjadi di daerah pemukiman mereka, seperti anak yang sedang bermain layangan di dekat rel yang lepas dari perhatian orang tuanya. Kecelakaan dapat terjadi 2-3 kali setiap tahunnya. Tindakan kriminalitas seperti lempar batu terjadi saat demam sepak bola berlangsung. Saat itu, keamanan pada sarana transportasi kereta api belum meningkat dibandingkan dengan kondisi sekarang. Bentuk eksternalitas negatif berupa kebisingan dipengaruhi oleh lama tinggal seseorang. Faktor lama tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat merasakan bising atau tidak bising. Tabel 16 menunjukkan persepsi kualitas bising yang dirasakan responden.
48
Tabel 16 Kualitas bising yang dirasakan responden akibat aktivitas kereta api Kualitas Kebisingan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
bising
41
59
tidak bising
29
41
Total
70
100
Sumber : Data primer diolah 2013
Responden yang menjawab bising memiliki lama tinggal yang lebih singkat daripada responden yang menjawab tidak bising. Hal tersebut dikarenakan suara kebisingan telah mengadaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Persentase responden menjawab bising sebesar 59 persen (41 orang) sedangkan menjawab tidak bising sebesar 41 persen (29 orang) dari total responden 70 orang. Kebisingan dan getaran yang dirasakan memberikan pengaruh pada kenyamanan. Masalah kebisingan dan getaran bagi masyarakat yang sudah lama tinggal dekat rel kereta api hampir tidak berpengaruh lagi mereka karena sudah terbiasa. Pendapat sebagian responden merasakan pengaruh kebisingan dan getaran, seperti mengganggu pendengaran dan istirahat. Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17 Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan responden akibat aktivitas kereta api Pengaruh Kebisingan dan Getaran
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
sangat mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan mengganggu aktivitas
0
0
mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan mengganggu aktivitas
0
0
mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas
7
10
sedikit mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas
24
34
tidak mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas
39
56
Total
70
100
Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 17 menunjukkan sebanyak 39 orang (56 persen) responden menjawab bahwa
pengaruh
kebisingan
terhadap
kenyamanan
tidak
mengganggu
pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas.
49
Sebanyak 24 orang (34 persen) responden menjawab kebisingan sedikit mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas. Sebanyak tujuh orang (10 persen) responden menjawab kebisingan mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas. Responden yang menjawab pengaruh kebisingan tersebut mengganggu pendengaran, istirahat, dan tidak mengganggu aktivitas dipengaruhi lama tinggal yang lebih singkat dibandingkan dengan responden yang menjawab lainnya (ratarata lama tinggalnya 11 tahun). Responden yang menjawab pengaruh kebisingan tersebut tidak mengganggu pendengaran, istirahat, dan aktivitas dipengaruhi oleh lama tinggal yang lebih lama dibandingkan responden yang menjawab lainnya (rata-rata lama tinggalnya 35 tahun). Kebisingan dapat menimbulkan eksternalitas negatif yang mengganggu dan merugikan manusia. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya Eksternalitas Negatif
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
70
100
70
100
gangguan mudah terkejut
3
9
gangguan susah tidur dan mudah terkejut
6
19
gangguan emosional/mental dan mudah terkejut
2
6
14
44
gangguan emosional/mental dan susah tidur
1
3
gangguan emosional
6
19
32
100
gangguan peningkatan tekanan darah
9
22
gangguan peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut nadi
1
2
gangguan fungsi pencernaan
16
40
gangguan peningkatan tekanan darah dan fungsi pencernaan
10
25
gangguan peningkatan denyut nadi dan fungsi pencernaan
3
8
gangguan peningkatan denyut nadi
1
3
40
100
gangguan komunikasi Total
gangguan konsentrasi
Total
Total Sumber : Data primer diolah 2013
50
Berdasarkan Tabel 18, gangguan komunikasi dirasakan semua responden dengan persentase 100 persen (70 orang). Gangguan komunikasi yang timbul, seperti suara yang dibutuhkan lebih kencang/berteriak untuk tetap berkomunikasi dan ketika kereta api berjalan maka orang yang sedang mengobrol beberapa berhenti sejenak hingga kereta api selesai melintas. Sebanyak 32 orang dari 70 orang responden mengalami jenis gangguan, seperti mudah terkejut, susah tidur, emosional, dan konsentrasi. Gangguan konsentrasi dirasakan sebanyak 14 orang (20 persen). Konsentrasi responden menjadi berkurang dan terganggu saat kereta melintas. Gangguan susah tidur dan mudah terkejut sebanyak enam orang (19 persen). Gangguan emosional sebanyak enam orang (19 persen). Gangguan mudah terkejut sebanyak tiga orang (empat persen). Gangguan emosional/mental dan
mudah
terkejut
sebanyak
dua
orang
(tiga
persen).
Gangguan
emosional/mental dan susah tidur sebanyak satu orang (satu persen). Responden yang mengalami gangguan susah tidur adalah responden yang belum lama tinggal di wilayah tersebut. Selain itu, masyarakat juga sering terkejut apabila kereta api datang di tengah malam saat sedang tidur dan memancing emosi. Hasil survei menunjukkan sebanyak 40 orang dari 70 orang responden mengalami jenis gangguan lainnya, seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, dan terganggunya fungsi pencernaan akibat kebisingan. Sebanyak sembilan orang dengan persentase 13 persen masyarakat mengalami peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut nadi sebanyak satu orang (dua persen). Terganggu fungsi pencernaan sebanyak 16 orang (23 persen), peningkatan tekanan darah dan terganggu fungsi pencernaan sebanyak 10 orang (14 persen), peningkatan denyut nadi dan terganggu fungsi pencernaan sebanyak tiga orang (empat persen), dan peningkatan denyut nadi satu orang (satu persen). Responden yang merasakan gangguan seperti diatas akibat kebisingan memiliki rata-rata lama tinggal (33 tahun) yang lebih lama dibandingkan dengan responden yang tidak merasakan gangguan akibat kebisingan (22 tahun). Faktor jarak tempat tinggal ke sumber bising tidak memiliki pengaruh yang cukup besar karena rata-rata jaraknya hampir sama. Responden yang merasakan gangguan tersebut rata-rata jarak tempat tinggal ke
51
sumber bising adalah 14.3 meter sedangkan responden yang tidak merasakan gangguan akibat kebisingan jarak tempat tinggal ke sumber bisingnya adalah 13.8 meter. Kebisingan yang tidak dapat terhindarkan membuat masyarakat melakukan suatu usaha untuk mengatasinya. Tabel 19 menunjukkan usaha yang dilakukan responden untuk mengatasi kebisingan. Usaha yang dilakukan responden untuk mengatasi kebisingan, diantaranya menutup telinga dan menyetel musik. Tabel 19 Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kebisingan akibat aktivitas kereta api Usaha yang Dilakukan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
diam saja
59
84
menutup telinga
10
14
menyetel musik
1
2
70
100
Total Sumber : Data primer diolah 2013
Hasil suvei langsung kepada responden mengenai usaha mereka untuk mengatasi kebisingan yang terjadi, sebanyak 84 persen (59 orang) menjawab diam saja/pasrah. Sebanyak 14 persen (10 orang) menjawab menutup telinga dan dua persen (satu orang) menjawab menyetel musik sebagai usahanya dalam mengatasi kebisingan. Besarnya persentase responden yang bersikap diam saja/pasrah dalam mengatasi kebisingan disebabkan oleh sudah terbiasanya mereka dengan kebisingan yang terjadi meskipun tetap mengganggu kenyamanan/ketenangan mereka. Selain karena hal tersebut, mereka sadar bahwa kebisingan merupakan risiko yang harus mereka terima dengan memilih tempat tinggal dekat dengan rel kereta api. 6.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Dana Kompensasi Hampir seluruh rumahtangga bersedia menerima kompensasi akibat kebisingan aktivitas kereta api. Sebanyak 60 orang responden dari total responden 70 orang bersedia menerima dana kompensasi sedangkan 10 orang tidak bersedia menerima dana kompensasi. Tabel 20 menunjukkan kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi.
52
Tabel 20 Kesediaan rumahtangga dalam menerima kompensasi akibat kebisingan kereta api Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Kompensasi
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
ya
60
86
tidak
10
14
Total
70
100
Sumber : Data primer diolah 2013
Sebanyak 60 responden dengan persentase 86 persen bersedia menerima dana kompensasi. Mereka bersedia menerima dana kompensasi sebagai uang tambahan biaya kesehatan juga merupakan salah satu alasan untuk menerima kompensasi. Responden mengakui bahwa lintasan kereta api yang berdiri terlebih dahulu dibandingkan dengan pemukiman namun tetap saja mereka merasakan eksternalitas negatifnya, berupa kebisingan dan getaran. Hal tersebut dikarenakan mereka tinggal di pemukiman yang jaraknya dekat dengan rel kereta api namun kepemilikan rumah mereka adalah milik sendiri. Adanya alasan tersebut membuat mereka merasakan adanya kerugian akibat kebisingan kereta api setiap harinya yang menimbulkan berbagai gangguan. Tabel 21 menujukkan alasan 10 responden tidak bersedia menerima kompensasi. Alasan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi lingkungan, lama tinggal, dan pendidikan. Tabel 21 Alasan responden tidak bersedia menerima kompensasi akibat kebisingan kereta api Alasan Tidak Bersedia Menerima Kompensasi
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
telah terbiasa oleh kebisingan
5
50
resiko yang harus ditanggung karena tinggal dekat dengan kereta api
2
20
rasa kekhawatiran apabila menerima dana kompensasi
3
30
10
100
Total Sumber : Data primer diolah 2013
Tabel 21 menunjukkan alasan responden tidak bersedia menerima dana kompensasi. Sebanyak lima orang (50 persen) telah terbiasa oleh kebisingan yang terjadi. Mereka tidak bersedia menerima kompensasi karena kebisingan merupakan suatu hal yang telah terbiasa bagi mereka. Hal ini dipengaruhi oleh
53
faktor lama tinggal responden. Semakin lama tinggal maka responden telah terbiasa oleh kebisingan tersebut meskipun mengganggu mereka. Sebanyak dua orang (20 persen) menyatakan pilihan tinggal dekat dengan rel kereta api merupakan resiko yang harus ditanggung mereka. Alasan rasa kekhawatiran apabila menerima dana kompensasi diperoleh sebanyak tiga orang (30 persen). Oleh karena itu, mereka lebih baik untuk menolak pemberian dana kompensasi. Adanya berbagai alasan menolak dana kompensasi tersebut dilatarbelakangi oleh pendidikan yang tergolong rendah sehingga mereka cenderung takut untuk menerima dana tersebut. Mayoritas rumahtangga mengharapkan dana kompensasi digunakan untuk kepentingan umum dan sesuai dengan kepentingan saat ini. Bentuk kompensasi yang diharapkan rumahtangga terdapat dalam Tabel 22. Tabel 22 Kompensasi yang diharapkan rumahtangga akibat kebisingan kereta api Kompensasi yang Diharapkan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
22
37
9
15
22
37
pagar pengaman
5
8
pembuatan klinik kesehatan
2
3
60
100
biaya kesehatan yang ditanggung dana tunai kompensasi pembuatan infrastruktur (tembok)
Total Sumber : Data primer diolah 2013
Bentuk kompensasi yang diharapkan responden berupa biaya kesehatan yang ditanggung sebesar 37 persen (22 orang). Bentuk kompensasi berupa biaya kesehatan lebih banyak diharapkan responden karena mereka berpendapat bahwa kesehatan itu penting. Adanya biaya kesehatan yang ditanggung akan memudahkan mereka untuk berobat sewaktu-waktu tanpa memikirkan beban biaya yang harus ditanggung. Hal tersebut dipicu oleh faktor usia responden yang tergolong tua sehingga mengharapkan biaya kesehatan yang ditanggung. Bentuk dana kompensasi berupa pembuatan infrastruktur sebesar 37 persen (22 orang). Hal tersebut dikarenakan tidak adanya infrastruktur tembok untuk pengendali atau peredam bising. Adanya pemberian dana kompensasi tersebut diharapkan bisa memberikan dampak positif/keuntungan berupa pembuatan infrastruktur tersebut untuk meminimalisir bising yang ditimbulkan. Bentuk
54
kompensasi lainnya yang diharapkan, yaitu dana kompensasi berupa uang tunai sebesar 15 persen (sembilan orang), pembuatan klinik kesehatan sebesar tiga persen (dua orang), dan pembuatan pagar pengaman sebesar delapan persen (lima orang). 6.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Mengetahui
kesediaan
masyarakat
untuk
menerima
(WTA)
dana
kompensasi akibat kebisingan kereta api dengan menanyakan langsung kepada responden. Mengestimasi besarnya nilai WTA dengan menggunakan enam tahapan CVM, yaitu : 1 Membangun Pasar Hipotesis Seluruh responden diberikan skenario atau informasi bahwa PT. X akan memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api karena terkena dampak negatif, yaitu kebisingan. Pemberian dana kompensasi tersebut sebagai ganti rugi akibat kebisingan yang terjadi setiap harinya yang dapat mengganggu masyarakat. Dana kompensasi mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan menerima akibat dampak negatif yang ditimbulkan. 2 Memperoleh Nilai WTA Besarnya nilai WTA didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada responden. Responden menginginkan nilai WTA yang cukup beragam mulai dari Rp 65 000 hingga Rp 95 000. Starting point nilai WTA ditentukan berdasarkan biaya kesehatan. 3 Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA Dugaan nilai rata-rata WTA responden dihitung berdasarkan distribusi WTA responden. Berdasarkan hasil survei, didapat variasi nilai WTA yang bersedia diterima responden melalui metode bidding game. Tabel 23 menunjukkan perhitungan nilai WTA.
55
Tabel 23 Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api Nilai WTA (Rp/bulan/RT)
No
Responden Frekuensi (orang)
Mean WTA (Rp)
Frekuensi Relatif (%)
1.
65 000
2
4
2166.67
2.
70 000
8
14
9333.33
3.
75 000
11
18
13750.00
4.
80 000
14
23
18666.67
5.
85 000
11
18
15583.33
6.
90 000
11
18
16500.00
7.
95 000
3
5
4750.00
60
100
80750.00
Total Sumber : Data primer diolah 2013
Dugaan nilai rata-rata WTA responden dari perhitungan Tabel 23 adalah sebesar Rp
80 750
per bulan per rumahtangga. Nilai WTA tertinggi yang
bersedia diterima responden adalah sebesar Rp 95 000 sebanyak tiga orang sedangkan nilai terendahnya yang bersedia diterima responden sebesar Rp 65 000 Nilai WTA yang paling banyak diterima responden sebesar Rp 80 000 sebanyak 14 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian yang dirasakan responden yang terkena eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. 4 Menduga Kurva Penawaran (Bid Curve) Berdasarkan nilai WTA akibat kebisingan akan dibentuk kurva WTA. Kurva penawaran WTA menggambarkan hubungan antara besarnya nilai WTA (Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden yang bersedia menerima WTA pada tingkat tertentu. Gambar 11 menunjukkan kurva penawaran nilai WTA.
Sumber : Data primer diolah 2013
Gambar 11 Dugaan kurva penawaran WTA
56
Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat nilai WTA yang diinginkan responden. Nilai WTA yang diperoleh mulai dari Rp 65 000 hingga Rp 95 000. Kesimpulan dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai WTA, maka responden akan cenderung bersedia menerima dana kompensasi. 5 Menentukan Total WTA (Agregating Data) Nilai total dugaan WTA rumahtangga dihitung berdasarkan nilai awal WTA yang bersedia diterima masing-masing responden. Terdapat tujuh variasi nilai WTA responden. Tabel 24 menunjukkan hasil perhitungan total WTA rumahtangga Kelurahan Bekasi Jaya. Tabel 24 Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api No
Nilai WTA (Rp/bulan/RT)
Responden Frekuensi (orang)
Jumlah WTA Responden (Rp)
Frekuensi Relatif (%)
1.
65 000
2
4
130000
2.
70 000
8
14
560000
3.
75 000
11
18
825000
4.
80 000
14
23
1120000
5.
85 000
11
18
935000
6.
90 000
11
18
990000
7.
95 000
3
5
285000
60
100
4845000
Total WTA Responden Total WTA Masyarakat
280
22 610 000
Sumber : Data primer diolah 2013
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai total WTA responden adalah sebesar Rp 4 845 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp 22 610 000 per bulan yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah populasi masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api, yaitu 280 KK dengan ratarata WTA rumahtangga. Nilai tersebut dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan pada pihak terkait untuk menentukan nilai kompensasi akibat kebisingan yang terjadi. Nilai total WTA mencerminkan kerugian yang dirasakan seluruh masyarakat akibat eksternalitas negatif kebisingan. Nilai total WTA yang didapat merupakan biaya eksternal (MEC) yang seharusnya ditanggung oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas.
57
6 Evaluasi Pelaksanaan CVM Menurut Mitcell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993), penelitan yang berhubungan dengan benda-benda lingkungan, R-square dapat ditolerir hingga 15 persen. Hasil pengolahan regresi berganda dalam penelitian ini, diperoleh nilai R-adjusted square sebesar 53.3 persen. Pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya. 6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA dengan menggunakan analisis regresi berganda. Dependent variable (variabel terikat) adalah nilai WTA rumahtangga. Independent variable (variabel bebas) adalah usia responden, pendidikan, pendapatan, status kepemilikan rumah, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh, dan supir/ojek. Nilai R-square adjusted sebesar 53.3 persen menunjukkan bahwa variabel-variabel usia, pendidikan, pendapatan, status kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta, buruh, dan supir sebesar 53.3 persen dapat dijelaskan oleh model sedangkan sisanya 46.7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden dapat dilihat pada Tabel 25. Model regresi yang baik tidak diperbolehkan melanggar asumsi klasik, yaitu tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA adalah sebagai berikut : 1 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat
58
masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF nya kurang dari 10 (VIF < 10). Tabel 25 menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas pada nilai VIF. 2 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplots dan uji gletser. Berdasarkan grafik scatterplot pada Lampiran 2 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Selain itu, pada Lampiran 2 merupakan hasil uji gletser yang menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas karena semua variabel bebas atau independent, Sig. (2-tailed) lebih besar dari (α=0.10). 3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.755. Dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Tabel 25 dan Lampiran 2. 4 Uji Normalitas Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS 16. Tabel 25 dan Lampiran 2 menunjukkan nilai signifikansi 0.947, yang artinya data terdistribusi normal pada taraf (α=0.10). Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947 lebih besar dari (α=0.10) maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi. Tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi, hal ini menunjukkan model layak untuk digunakan. Model regresi dalam analisis ini adalah:
WTA
= 1.017 + 0.410 PNDK – 0.318 PNDP + 0.767 KBS (dummy) + 0.541 LTG – 0.267 JTS + 0.976 BRH (dummy) + 1.381 SPR (dummy) + e
59
Tabel 25 Hasil estimasi model regresi linear berganda terhadap besarnya nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api
Model
Unstandardized Coefficients B
Collinearity Statistics
Sig
T
VIF
1.017
.620
.538
UR
.099
.681
.499
2.619
PNDK
.410
1.974
*.054
2.469
PNDP
-.318
-2.733
***.009
1.438
SKR (dummy)
.320
.811
.421
1.689
KAB
.060
.214
.831
1.736
KBS (dummy)
.767
2.058
**.045
1.808
LTG
.541
3.697
***.001
3.061
JTS
-.267
-2.608
**.012
1.550
JTK
.027
.159
.874
1.546
PNS (dummy)
-.814
-1.146
.258
1.679
PSW (dummy)
-.236
-.521
.605
1.858
BRH (dummy)
.976
2.175
**.035
1.373
SPR (dummy)
1.381
2.078
**.043
1.471
(Constant)
R-square
63.6 persen
R-square adj.
53.3 persen
Durbin-Watson
1.755
Sig. F
0.000
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.947
Sumber : Data primer diolah 2013
: *** : nyata pada taraf (α=1%) ** : nyata pada taraf (α=5%) * : nyata pada taraf (α=10%) Hasil lengkap dari pengolahan data model regresi di atas dapat dilihat pada
keterangan
Lampiran 2. Uji F dengan P = 0.000 menunjukkan bahwa model regresi sudah mampu menjelaskan keragaman WTA dan variabel-variabel bebas (independent variable) secara serentak berpengaruh terhadap perubahan nilai WTA. Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap model regresi pada α=1%, α=5%, dan α=10% adalah pendapatan, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan.
60
Variabel tingkat pendapatan (PNDP) memiliki nilai P-value (0.009) < (α=0.01) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendapatan kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin kecil, asumsi cateris paribus. Variabel tingkat pendapatan sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA. Tingkat pendapatan yang tinggi akan berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan meskipun ada kerugian yang dirasakan namun responden masih mampu membiayai kebutuhan hidup mereka dengan pendapatan yang dimiliki. Variabel lama tinggal (LTG) memiliki nilai P-value (0.001) < (α=0.01) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan semakin lamanya tinggal kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin besar, asumsi cateris paribus. Variabel lamanya tinggal sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan semakin lama tinggal di wilayah tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih banyak dibandingkan dengan yang baru tinggal. Dampak kebisingan dan lainnya menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA mereka semakin tinggi. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising (JTS) memiliki nilai P-value (0.012) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan semakin jauh jarak tempat tinggal ke sumber bising kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin kecil, asumsi cateris paribus. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan semakin jauh dari sumber bising tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang dekat sumber bising. Lebih sedikitnya dampak kenyamanan, kebisingan dan lainnya menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA mereka semakin rendah.
61
Variabel kualitas bising (KBS dummy) memiliki nilai P-value (0.045) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang menjawab “bising” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar dibandingkan dengan responden yang menjawab “tidak bising”, asumsi cateris paribus. Variabel kualitas bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Jawaban bising dari responden akan berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA yang cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan masyarakat yang menjawab “bising” merasa kebisingan tersebut mengganggu dan merugikan mereka. Variabel pekerjaan buruh (BRH dummy) memiliki nilai P-value (0.035) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya sebagai “buruh” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan buruh”, asumsi cateris paribus. Variabel pekerjaan buruh sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Responden yang pekerjaannya sebagai buruh tidak memiliki jamsostek/askes untuk menunjang kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi pendorong nilai WTA berpengaruh positif dengan pekerjaan buruh. Variabel pekerjaan supir/ojek (SPR dummy) memiliki nilai P-value (0.043) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya sebagai “supir/ojek” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan supir/ojek”, asumsi cateris paribus. Variabel pekerjaan supir/ojek sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan supir/ojek berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Responden yang pekerjaannya sebagai supir/ojek tidak memiliki jamsostek/askes untuk menunjang kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi pendorong nilai WTA berpengaruh positif dengan pekerjaan supir/ojek.
62
Variabel tingkat pendidikan (PNDK) memiliki nilai P-value (0.054) < (α=0.10) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendidikan kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin besar. Variabel tingkat pendidikan sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal ini dikarenakan responden dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mengetahui dampak dari kebisingan selain mengganggu kenyamanan akibat aktivitas kereta api. Mereka mempertimbangkan nilai WTA yang lebih besar karena merasakan kerugian akibat kebisingan tersebut walaupun sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Variabel usia, status kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai negeri sipil, dan pegawai swasta tidak berpengaruh nyata (signifikan) dalam model regresi ini. Nilai P-value masingmasing variabel lebih besar dari taraf (α=0.10). Nilai P-value dapat dilihat dalam Tabel 25. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dalam model karena menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel lainnya yang berpengaruh nyata. Hal tersebut dapat terjadi karena nilai yang kurang beragam dalam model. 6.5 Implikasi dan Rekomendasi Kereta api merupakan salah satu sumber pencemar kebisingan. Diperlukan suatu kebijakan untuk mengurangi kebisingan yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan kebisingan dapat menyebabkan berbagai macam gangguan. Adanya gangguan tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan masyarakat yang tinggal dekat dengan sumber kebisingan tersebut. Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel kereta api harus dikosongkan untuk kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan yang mengenai perkeretaapian terdapat dalam Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api dan UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, yang merupakan pembaharuan dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992. Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya RW 02 dan 05 sebagian pemukimannya berada dekat dengan rel kereta
63
api dengan jarak kurang dari 15 meter. Adanya peraturan tersebut dapat diindikasikan sebagai batas yang sebenarnya tidak dapat digunakan sembarangan. Hal yang dapat dikaji dari peraturan-peraturan tersebut adalah optional atau tidak wilayah dalam penelitian ini untuk sekiranya diberikan dana kompensasi akibat kebisingan yang berkaitan dengan adanya peraturan tersebut. Dapat ditelaah, menurut pendapat masyarakat sekitar, lintasan kereta api sudah berdiri sejak dulu sebelum ada pemukiman. Hampir seimbang persentase antara penduduk asli dan pendatang. Penduduk asli kebanyakan merupakan masyarakat yang turun-temurun menempati tanah warisan orang tua. Menurut hasil survei, rata-rata lama tinggal masyarakat adalah 28 tahun. Peraturan sekitar 15 meter dari rel yang digunakan untuk kegiatan perkeretaapian ada sejak tahun 1992, 2000, dan 2007 (21 tahun, 14 tahun, dan tujuh tahun yang lalu). Hal tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan optional kompensasi mungkin dapat dilakukan karena masyarakat sudah dahulu ada sebelum peraturan dibuat. Selain itu, masyarakat yang tinggal bukanlah termasuk dalam pemukiman liar karena mereka memiliki sertifikat tanah. Pemukiman liar yang biasa ditemukan di sempadan kereta api merupakan pemukiman dengan tidak adanya kejelasan kepemilikan sertifikat tanah. Mereka tidak memiliki hak atas tanah mereka sehingga apabila terjadi penggusuran maka tidak diberi uang ganti rugi. Berbeda dengan pemukiman liar seperti hal tersebut, pemukiman dalam penelitian ini bukan merupakan pemukiman liar meskipun jarak pemukiman dekat dengan rel kereta api. Hal tersebut dapat dilihat dari isu yang berkembang di wilayah tersebut. Terdapat isu relokasi pemukiman karena adanya proyek double track kereta api. Hingga saat ini masyarakat belum menerima ganti rugi atas pemukiman karena belum adanya realisasi dari relokasi tersebut. Menurut pendapat masyarakat, sudah pernah terjadi penawaran harga tanah dan bangunan antara masyarakat dengan pihak yang terkait dalam proyek tersebut. Adanya hal tersebut menunjukkan perlunya mengkaji mengenai optional atau tidaknya pihak yang menimbulkan eksternalitas kebisingan mengkompensasi masyarakat di wilayah tersebut. Pemberian dana kompensasi akibat kebisingan
64
kereta api belum pernah dilakukan. Hasil dari analisis menunjukkan mungkin perlu adanya kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian masyarakat berupa kompensasi apabila masyarakat sakit akibat dampak dari kebisingan. Hal tersebut dikarenakan kebisingan dapat menyebabkan berbagai macam gangguan.
65
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1
Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di pemukiman dekat rel kereta api Kelurahan Bekasi Jaya, seperti gangguan komunikasi yang dirasakan semua responden sebanyak 70 responden, 32 responden mengalami jenis gangguan, seperti mudah terkejut, susah tidur, emosional, dan konsentrasi. Sebanyak 40 responden mengalami gangguan lainnya, seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, dan terganggunya fungsi pencernaan akibat kebisingan.
2
Mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas kebisingan yang terjadi. Rencana alokasi dana kompensasi apabila memang ada akan digunakan untuk alokasi biaya kesehatan, pembuatan infrastruktur (tembok), pembuatan klinik kesehatan, dan pembuatan pagar pengaman.
3
Nilai dugaan rata-rata WTA responden adalah sebesar Rp 80 750 per bulan per kepala keluarga. Nilai dugaan total WTA responden sebesar Rp 4 845 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat sebesar Rp 22 610 000 per bulan.
4
Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dalam model secara positif terhadap nilai WTA responden adalah lama tinggal, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata secara negatif terhadap nilai WTA responden adalah pendapatan dan jarak tempat tinggal ke sumber bising. 7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian, maka dapat disarankan : 1
Pengendalian kebisingan diperlukan untuk mengatasi eksternalitas negatif yang dapat terjadi. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak negatif akibat kebisingan yang dapat mengganggu komunikasi, psikologis, dan fisiologis manusia. Pengendalian kebisingan dapat berupa mengurangi bising
66
langsung sumbernya (teknis), pembuatan infrastruktur peredam kebisingan (pembuatan tembok, penanaman pohon) maupun alat peredam bising. 2
Pemerintah perlu memerhatikan dan menyelesaikan masalah kebisingan dan dampaknya sehingga diperlukan pengawasan terhadap wilayah-wilayah yang terkena kebisingan (akibat kereta api, pesawat terbang, industri) agar kebisingan dapat diatasi dan tidak melebihi batas ambang baku mutu bising sehingga ketenangan/kenyamanan masyarakat tidak terganggu. Contohnya, mengatur waktu jam operasional yang sesuai agar tidak mengganggu ketenangan/kenyamanan. Selain itu, penegakkan peraturan batas aman tinggal dekat sumber kebisingan (rel kereta api, industri, bandara) perlu ditingkatkan. Pengawasan dan pengevaluasian setiap kebijakan diperlukan untuk kebaikan kebijakan selanjutnya.
3
Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay pihak yang menimbulkan kebisingan untuk mengetahui keseimbangan nilai dana kompensasi.
67
DAFTAR PUSTAKA Atmaja, L.S. 2009. Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Badan Pusat Statistika Kota Bekasi. 2011. Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2010
[internet].
[diacu
27
April
2013].
Tersedia
dari
:
http://bekasikota.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 152:penduduk&catid=45:statistik&Itemid=117. Fahri, S dan Pasha, E. 2010. Kebisingan Dan Tekanan Panas Dengan Perasaan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina Ep Jambi. Jurnal UNIMUS (ID). Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Feidihal, F. 2012. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya Terhadap Mahasiswa di Bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4 (ID). Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Gujarati, D.N. 2007a. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Gujarati, D.N. 2007b. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environment. (UK): Edward Elgar Publishing Limited. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kelurahan Bekasi Jaya. 2012. Laporan Akhir Tahun 2012. Bekasi : Kelurahan Bekasi Jaya. Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Djambatan.
68
Martono, N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. [Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup]. 1988. Keputusan Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Jakarta (ID). [Menteri Negara Lingkungan Hidup]. 1996. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Kebisingan. Jakarta (ID). [Menteri Perhubungan]. 2000. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api. Jakarta (ID). [Presiden Negara Republik Indonesia]. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian. Jakarta (ID). [Presiden Negara Republik Indonesia]. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Jakarta (ID). Puskesmas Wisma Jaya. 2012. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas. Bekasi : Puskesmas Wisma Jaya. Rusnam. 1993. Studi Tingkat Kebisingan Kotamadya Bogor Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID) : Andi Offset. Sianturi, T.N. 2012. Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai MusiPalembang Terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri. Skripsi Sarjana. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tampubolon, B.I. 2011. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Pertambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Skripsi Sarjana. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Warningsih, T. 2006. Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II
69
Pekanbaru Riau). Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Worldbank. 2011. Population, total [internet]. [diacu 26 Mei 2013]. Tersedia dari : http://search.worldbank.org/all?qterm=population%20in%20the%20world. Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2009. SPSS Complete : Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta (ID) : Salemba Infotek.
70
Lampiran 1 Kuesioner DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden Tanggal Wawancara Nama No. HP/Telp. Alamat
: : : : :
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur oleh Agustina Rahayu, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang sesuai. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terimakasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda [x] pada bagian yang telah tersedia. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin :
[a]. Laki-laki
[b]. Perempuan
[a]. Menikah
[b]. Belum Menikah
2. Usia : ....... Tahun 3. Status :
4. Pendidikan Formal Terakhir : [a]. Tidak Sekolah [b]. SD
Kelas [1] [2] [3] [4] [5] [6]
[c]. SMP/Sederajat Kelas [1] [2] [3] [d]. SMA/Sederajat Kelas [1] [2] [3] [e]. Perguruan Tinggi
[Diploma] [Sarjana] [Magister]
5. Pekerjaan : [a]. Buruh
[b]. PNS
[c]. Wiraswasta
[d]. Pegawai Swasta
[e]. Supir/ojek
[f]. Ibu Rumah Tangga
[g]. Lainnya : .......
71
[
] berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan:.......
[
] tidak berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: .......
6. Status Kependudukan
: [a]. Penduduk Asli
[b]. Penduduk Pendatang : .......
7. Pendapatan per bulan (ditanyakan responden dan semua keluarga) : Rp ....... 8. Tambahan sumber pendapatan lainnya yang Bapak/Ibu/Saudara/i miliki : ....... Sumber pendapatan : Rp ....... 9. Sumber Pendapatan : [a]. Berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: ....... [b]. Tidak berhubungan dengan kegiatan kereta api. Sebutkan: ....... 10. Jumlah Tanggungan Keluarga
: ....... Orang
11. Lama Tinggal
: ....... Tahun
12. Jarak Tempat Tinggal ke Sumber Bising
: ....... m
13. Luas Tanah
: ....... m2
14. Luas Bangunan
: ....... m2
15. Jarak Tempat Tinggal ke Tempat Kerja
: ....... m
16. Jenis Bangunan :
[a]. Permanen [b]. Semi Permanen
17. Status Tempat Tinggal : [a]. Milik Sendiri
Surat yang dimiliki: .......
[b]. Bukan Milik Sendiri
= [Sewa] [Kontrak]
18. Harga Tanah Tempat Tinggal :
Rp .......
/m2
19. Apakah Anda pernah menerima biaya kesehatan/insentif akibat polusi kebisingan? (seperti pemberian periksa kesehatan gratis, penutup telinga, pohon, pembangunan) tembok dll) B.
[a]. Pernah
[b]. Tidak pernah
Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan Bermukim di Dekat Rel KA
1. Dampak positif : (langsung tanya usaha, biaya yang dihemat) Jenis Parameter Strategis untuk membuat usaha Penghematan biaya transportasi Akses mudah dan cepat Dekat dengan tempat kerja Harga tanah meningkat Lainnya: .......
Ya
Tidak
2. Apakah Anda merasakan dampak positif/keuntungan bermukim di area dekat rel kereta api? [a]. Ya
[b]. Tidak
72
INFORMASI Keputusan Kementrian Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan bahwa intensitas kebisingan untuk kawasan perumahan dan pemukiman adalah 55 dBA. Kebisingan dapat menyebabkan berbagai macam gangguan terhadap manusia.
1. Gangguan apa yang paling Anda rasakan akibat bermukim di dekat area kereta api? (pilih satu) [a]. Gangguan kesehatan karena kebisingan suara kereta api berjalan [b]. Polusi udara akibat aktivitas kereta api [c]. Kenyamanan [d]. Keamanan [e]. Polusi Kebisingan [f]. Kriminalitas (pencopetan, maling, anak sekolah lempar batu) [e]. Lainnya : ....... 2. Apakah Anda merasakan adanya perubahan gangguan akibat aktivitas kereta api? [a]. Ya
[b]. Tidak
3. Apakah anda merasa bising tinggal di dekat rel kereta api? [a]. Bising [b]. Tidak bising 4. Bagaimana kualitas udara di sekitar rumah Anda? (pastinya responden tulis) a. b. c. d. e.
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
Sangat tidak berdebu, suhu tidak panas dan segar saat bernafas Tidak berdebu, suhu tidak panas dan tidak segar saat bernafas Sedikit berdebu, suhu sedikit panas dan segar saat bernafas Berdebu, suhu sedikit panas dan segar saat bernafas Sangat berdebu, suhu panas dan sakit saat bernafas
5. Bagaimana kenyaman akibat kebisingan yang ditimbulkan dari kereta api yang berjalan dalam kehidupan keseharian Anda? (pastinya responden tulis) a. b.
Sangat Tidak Nyaman Tidak Nyaman
c.
Kurang Nyaman
d.
Nyaman
e.
Sangat Nyaman
Sangat mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, mengganggu aktivitas dan mengganggu kesehatan Mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, mengganggu aktivitas dan mengganggu kesehatan Mengganggu pendengaran, mengganggu istirahat, tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan Sedikit mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan Tidak mengganggu pendengaran, tidak mengganggu istirahat, tidak mengganggu aktivitas dan tidak mengganggu kesehatan
73
6. Jenis gangguan apa yang sering saudara dan keluarga alami? (beri nomer dari yang paling sering) Jenis Gangguan Peningkatan tekanan darah Peningkatan denyut nadi jantung Terganggunya fungsi pencernaan (lambung) Kehilangan pendengaran Gangguan pendengaran
Ya
Tidak
7. Gangguan apa yang sering saudara dan keluarga alami? (beri nomer dari yang paling sering) Jenis Gangguan Gangguan emosional/mental Gangguan susah tidur Gangguan pembicaraan/komunikasi Gangguan stress Mudah terkejut Gangguan terhadap konsentrasi Cepat tersinggung
Ya
Tidak
8. Kondisi pemukiman Anda: a. b. c. d. e.
Tidak terjadi kecelakaan Sangat jarang terjadi kecelakaan Jarang terjadi kecelakaan Cukup sering terjadi kecelakaan Sering sekali terjadi kecelakaan
a. b. c. d. e.
Tidak terjadi kriminalitas Sangat jarang terjadi kriminalitas Jarang terjadi kriminalitas Cukup sering terjadi kriminalitas Sering sekali terjadi kriminalitas
9. Apakah Anda atau keluarga pernah mengalami kecelakaan (keserempet/tertabrak kereta) sejak tinggal di pemukiman sekarang? (meninggal/tidak meninggal) [a]. Pernah. [keluarga/orang lain/tetangga]. Sebutkan: ........ [b]. Tidak pernah 10. Apakah Anda berusaha untuk mengatasi kebisingan yang terjadi? [a]. Ya, sebutkan:
a. Menutup telinga saat kereta berjalan b. Membeli penutup telinga c. Menanam pohon pengendalian bising d. Membangun tembok pengendalian bising e. Lainnya, .......
[b]. Tidak 11. Berapa kali rata-rata Anda sakit atau pergi ke rumah sakit/puskesmas dalam sebulan? Sebutkan: ....... 12. Berapa jumlah orang yang sakit di keluarga dalam sebulan? ....... orang 13. Jenis penyakit apa yang diderita? .......
74
14. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [a]. Ya, sebesar = Rp ......./bulan/KK [b]. Tidak 15. Apakah Anda ada keinginan pindah dari rumah yang Anda tempati sekarang? [a]. Ya. Alasan: ....... [b]. Tidak. Alasan: ....... 16. Dampak positif (keuntungan) atau negatif (kerugian) yang paling Anda rasakan bermukim di area dekat rel kereta api? [a]. Dampak positif. Alasan :...... [b]. Dampak negatif. Alasan :...... [c]. Dampak positif dan negatif. Alasan :....... C.
Kondisi Tempat Tinggal
1. Apakah Anda suka dengan tempat tinggal anda sekarang? [a]. Suka
[b]. Kurang suka
Alasan : (jawaban boleh lebih dari satu, beri nomor) [
] faktor kondisi tempat tinggal
[
] faktor tetangga
[
] faktor lingkungan sekitar
[
] faktor harga tanah
[
] faktor dekat dengan tempat kerja
[
] faktor keturunan/tanah warisan
[
] lainnya: .......
2. Bagaimana kondisi tata lingkungan di area dekat rel kereta api dekat pemukiman Anda? (jawaban boleh lebih dari satu, beri nomor) [a]. Jalan sempit [b]. Kebersihan kurang terjaga [c]. Bising [d]. Padat pemukiman [e. Lainnya:....... 3. Harapan Anda sebagai penduduk yang tinggal dekat area rel kereta api? (jawaban boleh lebih dari satu, beri nomor) [a]. Kebersihan terjaga [b]. Dibangun tembok penghalang kebisingan
75
[c]. Relokasi [d]. Keamanan ditingkatkan [e]. Lainnya: ........ D.
Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi SKENARIO Dilihat dari kondisi lokasi pemukiman masyarakat yang semakin padat dan berada dekat dengan rel kereta api yang merupakan kawasan kebisingan akan menyebabkan dampak ketidaknyamanan yang diterima, yaitu kebisingan. Selain itu, kebisingan dapat menimbulkan berbagai macam jenis gangguan. PT. X akan memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak. Masyarakat yang menerima dana kompensasi merupakan masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api.
1. Apakah Anda besedia menerima dana kompensasi yang diberikan PT. X sebagai ganti rugi karena kebisingan yang ditimbulkan? [a]. Ya [b]. Tidak 2. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari PT. X sebagai ganti rugi akibat kebisingan? [a]. Biaya kesehatan yang ditanggung [b]. Dana Kompensasi [c]. Pembuatan infrastruktur pengendalian bising (tembok, penutup telinga, pohon) [d]. Pembuatan klinik kesehatan [e]. Lainnya : ....... Alasan: ....... 3. Jika PT. X akan memberikan kompensasi (ganti rugi) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima? [a]. Rp 100 000/bulan
[b]. Rp 95 0000/bulan [c]. Rp 90 000/bulan
[d]. Rp 85 000/bulan
[e]. Rp 80 000/bulan
[f]. Rp 75 000/bulan
[g]. Rp 70 000/bulan
[h]. Rp 65 000/bulan
[i]. Tidak bersedia
4. Mengapa Anda bersedia/tidak bersedia menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : .......
76
Lampiran 2 Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi WTA Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
1 (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
Collinearity Statistics
Beta
t
1.017
1.640
UR
.099
.145
PNDK
.410
.208
PNDP
-.318
.116
SKR (dummy)
.320
.394
.094
KAB
.060
.279
KBS (dummy)
.767
LTG
Sig.
Tolerance
VIF
.620
.538
.098
.681
.499
.382
2.619
.276
1.974
.054
.405
2.469
-.292 -2.733
.009
.696
1.438
.811
.421
.592
1.689
.025
.214
.831
.576
1.736
.373
.246
2.058
.045
.553
1.808
.541
.146
.576
3.697
.001
.327
3.061
JTS
-.267
.102
-.289 -2.608
.012
.645
1.550
JTK
.027
.173
.159
.874
.647
1.546
PNS (dummy)
-.814
.710
-.132 -1.146
.258
.596
1.679
PSW (dummy)
-.236
.452
-.063
-.521
.605
.538
1.858
BRH (dummy)
.976
.449
.227
2.175
.035
.728
1.373
SPR (dummy)
1.381
.665
.224
2.078
.043
.680
1.471
.018
a. Dependent Variable: WTA ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
90.046
13
6.927
Residual
51.604
46
1.122
141.650
59
Total
F 6.174
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), SPR (dummy), SKR (dummy), PNS (dummy), BRH (dummy), JTS, KAB, PSW (dummy), PNDP, JTK, UR, KBS (dummy), PNDK, LTG b. Dependent Variable: WTA Model Summaryb Model 1
R .797
R Square a
.636
Adjusted R Square .533
Std. Error of the Estimate 1.05916
Durbin-Watson
1.755 a. Predictors: (Constant), SPR (dummy), SKR (dummy), PNS (dummy), BRH (dummy), JTS, KAB, PSW (dummy), PNDP, JTK, UR, KBS (dummy), PNDK, LTG b. Dependent Variable: WTA Uji Autokorelasi : Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.755.
77
Uji Multikolinearitas Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B
1 (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
Collinearity Statistics
Beta
t
1.017
1.640
UR
.099
.145
PNDK
.410
.208
PNDP
-.318
.116
SKR (dummy)
.320
.394
.094
KAB
.060
.279
KBS (dummy)
.767
LTG
Sig.
Tolerance
VIF
.620
.538
.098
.681
.499
.382
2.619
.276
1.974
.054
.405
2.469
-.292 -2.733
.009
.696
1.438
.811
.421
.592
1.689
.025
.214
.831
.576
1.736
.373
.246
2.058
.045
.553
1.808
.541
.146
.576
3.697
.001
.327
3.061
JTS
-.267
.102
-.289 -2.608
.012
.645
1.550
JTK
.027
.173
.159
.874
.647
1.546
PNS (dummy)
-.814
.710
-.132 -1.146
.258
.596
1.679
PSW (dummy)
-.236
.452
-.063
-.521
.605
.538
1.858
BRH (dummy)
.976
.449
.227
2.175
.035
.728
1.373
SPR (dummy)
1.381
.665
.224
2.078
.043
.680
1.471
.018
a. Dependent Variable: WTA keterangan : Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF nya kurang dari 10 (VIF<10).
Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov) : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual
N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
60 .0000000 .93522306 .068 .068 -.062 .523 .947
a. Test distribution is Normal. keterangan : Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947 lebih besar dari (α=0.10) maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi.
78
Uji Heteroskedastisitas
Gambar scatterplot :
Uji Gletjer : Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant)
B
Std. Error
1.540
.881
-.014
.078
PNDK
.028
PNDP SKR (dummy)
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
1.748
.087
-.040
-.179
.859
.382
2.619
.112
.054
.250
.804
.405
2.469
.037
.063
.099
.595
.555
.696
1.438
.048
.212
.041
.227
.821
.592
1.689
KAB
-.177
.150
-.215
-1.178
.245
.576
1.736
KBS (dummy)
-.175
.200
-.162
-.872
.388
.553
1.808
LTG
-.044
.079
-.136
-.563
.576
.327
3.061
JTS
-.040
.055
-.127
-.735
.466
.645
1.550
JTK
.046
.093
.085
.496
.622
.647
1.546
PNS (dummy)
-.121
.382
-.057
-.317
.753
.596
1.679
PSW (dummy)
-.081
.243
-.063
-.335
.739
.538
1.858
BRH (dummy)
.298
.241
.200
1.234
.223
.728
1.373
SPR (dummy)
.105
.357
.049
.293
.771
.680
1.471
UR
a. Dependent Variable: ABRESID keterangan : Uji Gletjer untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas. Hasil uji gletjer menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada Sig. Nilai semua variabel Sig.nya melebihi α=0,10.
79
Lampiran 3 Dokumentasi
80
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Agustina Rahayu. Lahir pada tanggal 16 Agustus 1990 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis tinggal di lingkungan keluarga yang amat mendukung hidupnya. Jenjang pendidikan penulis diawali di TK Istana Pelangi pada tahun 1996 dan melanjutkannya ke Sekolah Dasar Negeri 06 Pagi tahun 1997. Selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 195 Jakarta Timur pada tahun 2003 dan menempuh Sekolah Menengah Atas Negeri 91 Jakarta pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) yang diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2009. Penulis mendapatkan beasiswa PPA/BBM sejak masa perkuliahan tahun 2009. Semasa di IPB, penulis banyak mendapat ilmu, baik hardskill maupun softskill. Penulis mulai aktif berorganisasi dan kepanitiaan sejak masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) pada semester 2, yaitu mengikuti UKM Futsal IPB. Masuk departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan semester 3, penulis aktif dalam REESA periode kepengurusan 2010/2011 sebagai Badan Pengawas REESA dan 2011/2012 sebagai staff divisi Entrepreneurship REESA. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, baik sebagai panitia tingkat departemen, fakultas maupun IPB.