57
PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak pertama usia prasekolah (3-5 tahun). Hal tersebut didasari oleh pemikiran bahwa kelahiran seorang anak pertama sering merupakan saat kritis dalam perkawinan, karena terjadi perubahan peran yang drastis yang harus dilakukan oleh orangtua (Hurlock 1980). Untuk itu, diperlukan persiapan-persiapan yang dilakukan oleh setiap pasangan sebelum menikah. Memiliki kesiapan sebelum menikah merupakan salah satu perencanaan yang sebaiknya dilakukan oleh setiap calon pasangan suami istri. Perencanaan merupakan tindakan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar yang diinginkan (Deacon & Firebaugh 1988). Kesiapan menikah merupakan salah satu cara keluarga untuk mencapai kesuksesan keluarga (Gunarsa 2002). Memiliki perencanaan sebelum menikah dapat membantu individu atau pasangan suami istri dalam mencapai tujuan keluarga yang diinginkan yaitu kesuksesan keluarga. Perencanaan yang dilakukan oleh setiap calon pasangan suami istri sebelum menikah dapat berupa kesiapan-kesiapan dari berbagai dimensi perkembangan manusia, seperti kesiapan intelektual, emosi, sosial, moral, individu, finansial, dan mental. Kesiapan-kesiapan tersebut merupakan aspek kesiapan yang diukur kepada setiap pasangan suami istri di dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, kesiapan menikah suami dan istri yang dilihat dari ketujuh aspek kesiapan menikah diketahui bahwa secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari separuh item kesiapan menikah dari seluruh aspek kesiapan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kesiapan menikah suami lebih tinggi dibandingkan istri. Jika dilihat dari ketujuh aspek kesiapan, yang memiliki perbedaan kesiapan antara suami dan istri hanya pada aspek kesiapan intelektual, emosi, sosial, dan individu. Kesiapan intelektual, sosial, dan individu suami lebih tinggi daripada istri, sedangkan kesiapan emosi istri lebih tinggi dibandingkan suami. Ross (1995) dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2008) berpendapat bahwa manfaat yang didapatkan dari keterikatan perkawinan adalah wanita mendapat dukungan dari segi ekonomi sedangkan pria mendapat dukungan dari segi emosional. Oleh karena itu, kesiapan suami lebih tinggi karena suami merupakan pencari nafkah utama di dalam keluarga.
58
Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia dikaitkan dengan kedewasaan atau kematangan (Blood 1978). Berdasarkan hasil uji hubungan ditemukan bahwa usia menikah suami dan lama pendidikian suami berhubungan nyata dan positif dengan kesiapan menikah suami. Hal ini berarti, semakin tinggi usia menikah dan lama pendidikan suami, maka kesiapan menikah suami akan tinggi pula. Selain itu, lama pendidikan istri juga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kesiapan menikah istri, sehingga kesiapan menikah istri akan semakin tinggi apabila tingkat pendidikannya semakin tinggi pula. Menurut Blood (1978), kesiapan usia pada dasarnya dikaitkan dengan kedewasaan atau kematangan. Kedewasaan atau kematangan merupakan faktor keberhasilan dalam perkawinan. Pasangan suami istri yang telah memiliki kesiapan menikah yang baik kemudian berkomitmen untuk membangun sebuah keluarga tentunya harus siap untuk dapat menjalankan fungsi, peran, dan tugas dalam keluarga termasuk melaksanakan tugas perkembangan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencapaian pelaksanaan tugas perkembangan keluarga contoh secara umum telah memenuhi lebih dari dua pertiga dari seluruh item tugas perkembangan keluarga. Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas perkembangan keluarga saat ini akan menimbulkan kebahagian dan menjadi modal awal untuk membawa keberhasilan dalam menghadapi tugas berikutnya. Belum matangnya seseorang, tekanan lingkungan,
ambisi,
dan orientasi nilai
merupakan
permasalahan umum yang terjadi dalam pelaksanaan tugas perkembangan (Duvall 1971). Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas perkembangan keluarga tidak terlepas dari dukungan suami dan istri dalam menjalankan fungsi, peran, dan tugasnya masing-masing di dalam keluarga. Pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga adalah teori struktural fungsional. Pendekatan teori ini melihat bahwa keluarga merupakan sebuah sistem sosial yang memiliki struktur dan pengaturan peran yang jelas (Megawangi 1999). Adanya struktur dan diferensiasi peran yang jelas dalam keluarga akan membuat keluarga dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas perkembangan keluarga, karena masing-masing individu memiliki tugas dan fungsi yang jelas dengan status sosialnya sebagai suami-istri atau ayah-ibu di dalam keluarga.
59
Terdapat dua fokus dalam tugas perkembangan, yaitu kedewasaan atau kematangan dan budaya (Duvall 1971). Proses kematangan ditandai oleh kematangan potensi-potensi dari dalam diri individu secara fisik dan psikis untuk terus maju menuju perkembangan secara maksimal (Rizal 2008). Pada pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dibutuhkan tingkat kematangan dari suami istri yang dapat dipersiapkan sebelum menikah dari berbagai aspek kehidupan manusia. Berdasarkan hasil uji hubungan, diketahui bahwa aspek kesiapan menikah suami, yaitu kesiapan intelektual, emosi, individu, finansial, dan mental memiliki hubungan yang positif dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Selain itu, aspek kesiapan menikah istri yang memiliki hubungan yang positif dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga adalah aspek kesiapan intelektual, emosi, serta finansial. Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangannya. Untuk itu dibutuhkan kesiapan dan kematangan dari
setiap
pasangan
suami
istri
sebelum
menikah,
sehingga
tugas
perkembangan keluarga dapat tercapai dengan sukses. Kesiapan yang dilakukan pasangan suami istri sebelum menikah dapat memberikan kontribusi dalam pelaksanaan perkembangan keluarga. Dengan individu yang matang, dewasa, serta siap dari berbagai aspek perkembangan manusia tidak menutup kemungkinan untuk memberikan kontribusi dalam pelaksanaan tugas pekembangan keluarga. Pasangan suami istri yang siap dan berkomitmen
untuk
membina
keluarga,
tentunya
akan
mampu
untuk
menjalankan fungsi, peran, dan tugasnya masing-masing di dalam keluarga. Berdasarkan hasil uji pengaruh diketahui bahwa kesiapan menikah suami dan istri berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Pelaksanaan tugas perkembangan keluarga akan semakin baik jika tingkat kesiapan menikah suami dan istri semakin tinggi. Komitmen jangka panjang merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dalam suatu pernikahan yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan (Blood 1978). Individu yang telah matang atau dewasa tentunya akan memutuskan untuk menikah, sehingga kesiapan menikah setiap pasangan suami istri dimana kematangan secara fisik maupun psikis dapat membantu pasangan suami istri dalam melaksanakan tugas perkembangan keluarganya dengan baik. Kesuksesan keluarga dalam pelaksanaan tugas perkembangan keluarga tidak menutup kemungkinan akan memberikan dukungan dalam pencapaian
60
perkembangan anak. Perkembangan anak sangat bervariasi tergantung individu dan tergantung pada kesempatan untuk belajar dan tumbuh (Duvall 1971). Dalam penelitian ini pencapaian perkembangan anak contoh rata-rata telah memenuhi lebih dari dua pertiga item perkembangan anak. Terdapat perbedaan yang signifikan dimana perkembangan anak usia 48-60 bulan lebih tinggi daripada anak usia 36-48 bulan. Namun masih terdapat anak yang tingkat perkembangannya tergolong rendah. Status gizi dan kesehatan, kematangan dan pembelajaran, serta lingkungan pengasuhan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak (Sunarti 2004). Pencapaian perkembangan anak yang optimal tidak terlepas dari dukungan keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak. Lingkungan yang secara langsung dapat berinteraksi dengan anak dalam perspektif ekologi dari Bronfenbenner adalah lingkungan mikrosistem yang merupakan lingkungan terdekat dimana anak tinggal. Lingkungan yang termasuk ke dalam lingkungan mikrosistem yaitu keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga (Puspitawati 2006). Masalah perilaku lebih sering terjadi pada anak usia prasekolah karena anak-anak sedang dalam proses pengembangan kepribadian (Hurlock 1980). Peran keluarga sangatlah penting dalam pengembangan kepribadian anak, sehingga keluarga dituntut untuk mampu melaksanakan tugas perkembangan keluarga dengan baik. Keluarga yang telah melaksanakan tugas perkembangan keluarganya dengan baik akan berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan anak serta merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas perkembangan anak. Hal tersebut didukung dengan hasil uji regresi linear berganda. Ditemukan bahwa tugas perkembangan keluarga yang terdiri dari dua dimensi yaitu tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orangtua berpengaruh terhadap perkembangan anak. Menurut
Hurlock
(1980),
perkembangan tiap-tiap
anak
pada
dasarnya
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Keluarga adalah termasuk ke dalam faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan anak. Pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orangtua memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak, sehingga dapat diperkirakan bahwa tingkat perkembangan anak akan semakin baik jika keluarga melaksanakan tugas perkembangan keluarga dengan baik pula.
61
Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh keluarga dengan anak usia prasekolah di Indonesia karena hanya dilakukan pada satu wilayah saja; (2) Belum ditemukannya alat ukur kesiapan menikah dan tugas perkembangan keluarga yang baku mengakibatkan penelitian ini menggunakan alat ukur yang dirancang sendiri berdasarkan teori-teori yang relevan; (3) Salah satu tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesiapan menikah suami dan istri yang digali dengan menggunakan metode retrospektif, dimana kelemahan dari metode ini adalah data atau informasi yang diperoleh sangat tergantung pada kemampuan suami dan istri untuk mengingat kembali ke masa lalu sehingga sangat mengandalkan daya ingat suami dan istri saja; (4) Penelitian ini juga hanya dilakukan pada satu kawasan saja dimana karakteristik sosial ekonomi keluarganya sama, sehingga tidak dapat melihat keberagaman kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga pada kelas sosial ekonomi keluarga yang berbeda.