Menurunkan AKI dan AKN dengan PERMATA Fitria Sari1 Abstrak Kebijakan Pemerintah dalam mengawal penurunan AKI dan AKN cukup membanggakan. Adanya Peraturan Daerah (PERDA) No 2 tahun 2009 tentang KIBBLA, Peraturan Bupati No.6 tahun 2010 tentang KIBBLA, hingga pembentukkan PERDES KIBBLA di Kecamatan tertentu. Komitmennya juga ditunjang dengan menyediakan 10% anggaran untuk KIA dari total APBD. Namun kelengkapan kebijakan tersebut belum sejalan dengan fakta AKI dan AKN. Buktinya, pada 2014, Kab. Pasuruan menempati ranking 4 untuk AKI dan ranking 1 untuk AKN. Oleh sebab itu penulis memilih Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian (purposive). Peneliti mengambil sample di 6 Kecamatan di Kab. Pasuruan yaitu Purwodadi, Lekok, Kraton (Ngempit), Gempol, Gondang Wetan dan Grati karena tingginya AKI dan AKN serta kondisi topografi yang beragam di area tersebut. Tujuan penelitian yaitu memahami proses implementasi, tantangan, dan peran serta Civil Society Organization (CSO) dalam pelaksanaan kebijakan serta mengetahui lesson learned pelaksanaan program. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan pengelolaan Most Significant Change (MSC). Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu Indepth Interview dan Focus Group Discussion bersama penyusun kebijakan, tenaga kesehatan, OMS dan ibu hamil/keluarga. 1
EMAS Indonesia dan Komunitas Kajian Gender Malang
Fitria Sari | 47
Heterogenitas topografi di Kecamatan terpilih menyebabkan konteks sosial kultur berperan dalam munculnya mitos tentang KIA. Misalnya, wilayah pesisir memiliki mitos larangan untuk mengonsumsi sayur dan buah serta memberikan pisang bagi bayi berusia lebih dari 10 hari merupakan kenyataan di wilayah Lekok. Sementara, di wilayah Pegunungan seperti Purwodadi, mitos larangan mengonsumsi ikan laut juga masih berkembang agar janin tidak berbau anyir saat dilahirkan. Selain mitos, faktor kebiasaan masyarakat seperti pernikahan/kehamilan muda, terlalu tua, terlalu jauh jarak, terlalu dekat kehamilan, patrialkal (pengambilan keputusan oleh garis suami), kepercayaan persalinan di dukun, orang tua yang terlalu dominan juga menjadi penyebab AKI dan AKN. Proses implementasi tersebut bukan hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun penyusun kebijakan, melainkan juga kontribusi dari Civil Society Organization atau dikenal dengan Forum PERMATA (Gerakan Penyelamatan Maternal dan Neonatal) yang merupakan gabungan seluruh OMS di Kabupaten Pasuruan. PERMATA terlibat sebagai mitra Dinas Kesehatan yang berkontribusi menekan AKI dan AKN dari sisi kemasyarakatan. PERMATA melakukan empoweing, bridging dan voicing (kampanye pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif, melalui pengajian, arisan dan perkumpulan di desa, pendampingan ibu hamil, pemberian nutrisi dengan pemanfaatan daun kelor dan katuk, jimpitan sosial besarannya Rp 2000 setiap bulan atau 2 butir telur, 1 genggam beras). PERMATA telah melakukan gerakan yang berujung dengan adanya perubahan perilaku masyarakat sekitar dalam KIA. Hal ini menunjukkan bahwa seberapapun sempurnanya kebijakan pemerintah apabila tidak ditunjang oleh partisipasi dan rasa memiliki warga maka program tidak akan maksimal. Kata Kunci: PERDA KIBBLA, Mitos, PERMATA, Persalinan Aman, Perubahan Perilaku
48 | Prosiding PKWG Seminar Series
Pendahuluan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatus (AKN) menjadi salah satu gagasan MDG’s yang seharusnya sudah tercapai pada tahun 2015 di Indonesia. Target MDG’s untuk menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23/100.0000. Pada kenyataannya, tahun 2012 terdapat fakta bahwa AKI dan AKN Indonesia kembali pada masa 15 tahun silam tepatnya 1997. Data dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2012 menunjukkan AKI dan sebesar 359.000/100.000 setara dengan tahun 1997 dengan AKI sebesar 334/100.000. Padahal, jika angka tersebut dibandingkan dengan setiap 5 tahun sebelumnya jumlahnya cenderung menurun, misalnya pada 2003 sebanyak 307/100.000 dan 2007 sebanyak 228/100.000 (SDKI tahun 2012). Kondisi demikian memposisikan Indonesia sebagai negara yang harus berjuang keras untuk dapat menurunkan AKI dan AKN setidaknya pada level negara-negara di Asia. Pada kasus ini, kontestasi penurunan AKI dan AKN terjadi antar negara berkembang di Asia. Apabila dibandingkan antara Indonesia dengan negara lain seperti India, Nepal, Myanmar, Bangladesh dan Cambodia, mereka justru menunjukkan keberhasilannya dalam menurunkan AKI dan AKN. Sebut saja India yang mampu mencapai 150/100.000 dan Myanmar 130/100.000 bahkan Bangladesh mencapai angka sebesar 200/100.000 di tahun 2012 (Journal IPPF India 2013-MMR in South East Asia: A Challenges?). Data AKI dan AKN tersebut jelas menimbulkan pertanyaan bagi kalangan yang concern dalam Kesehatan Ibu dan Anak. Keberadaan pemerintah Indonesia sebagai pemegang kebijakan atas inisiatif program-Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) juga terus dipertanyakan. Meskipun beragam akselerasi dan kreasi program agar isu KIA dan persalinan aman menjadi fokus bersama sudah dilakukan namun angka AKI dan AKN belum juga turun. Tidak sedikit kebijakan yang telah disusun Fitria Sari | 49
dan diimplementasikan, misalnya UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pembentukkan Polindes, Puskesmas PONED dan PONEK, DTPS MPS, Desa Siaga, Bidan Delima, Buku KIA, P4K hingga jaminan pembiayaan persalinan (Jampersal). Ibarat menggelindingkan bola, Pemerintah Pusat telah menginstruksikan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan target KIA. Tentunya, dengan desentralisasi kebijakan akan lebih mengembangkan kreatifitas dan menyesuakian dengan kondisi lokal masing-masing wilayah. Salah satu area yang memiliki kontribusi kematian maternal dan neonatal tinggi adalah Jawa Timur (sebanyak kurang lebih 50%). Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 menunjukkan AKI sebesar 108/100.000, tahun 2011 sebanyak 104/100.000 dan lebih menurun pada 2012 menjadi 97,4/100.000 (Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2012). Meskipun MDG’s sebagai acuan dengan indikator angka, namun MDG’s juga memandatkan pencapaian KIA secara kualitatif yakni akses menyeluruh kepada kesehatan reproduksi yang komprehensif bagi perempuan. Mengacu kepada target MDGs untuk akses kesehatan reproduksi yang komprehensif, muncul satu nama Kabupaten di Jawa Timur yang patut mendapat perhatian bersama dalam peran sertanya menurunkan AKI dan AKN, yaitu Kabupaten Pasuruan. Kabupaten yang terkenal dengan kebijakan Pemerintah yang Pro terhadap isu KIA dari level Kabupaten hingga Desa tentu menggambarkan kepedulian Pemerintah Daerah yang tinggi. Namun, lagi-lagi fakta justru menunjukkan pada tahun 2015, Kab. Pasuruan menempati ranking 4 untuk kategori AKI tertinggi (28) dan ranking 1 (298 bayi) sebagai penyumbang AKN tertinggi se-Jawa Timur (AMP KIA Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan; 2014) Kedua peringkat tersebut jelas membingungkan aktor bidang KIA yang pada akhirnya memunculkan pertanyaan seperti “Apakah harus melarang kehamilan seorang perempuan untuk menurunkan AKI dan AKN”? 50 | Prosiding PKWG Seminar Series
Makalah hasil penelitian ini akan menjawab pertanyaan dan kebingungan tentang kontradiksi antara kebijakan dan fakta AKI dan AKN di Kabupaten Pasuruan. Oleh karena itu, makalah terlebih dahulu membahas tentang kondisi sosial dan budaya masyarakat, lalu penyebab tertinggi kematian Ibu dan Neonatus, hingga praktik kolaborasi peran serta masyarakat dalam kebijakan KIA yang diwakili oleh PERMATA. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana proses implementasi, tantangan dan peran serta CSO dalam upaya pelaksanaan Kebijakan Daerah (Peraturan Daerah hingga Peraturan Desa tentang Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir) sebagai upaya penurunan AKI dan AKN di Kabupaten Pasuruan? 2. Bagaimana lesson learned dan best practice dari peran serta masayarakat dalam upaya persalinan aman di Kabupaten Pasuruan? Tujuan Penelitian 1. Memahami proses implementasi, tantangan, dan peran serta CSO dalam pelaksanaan Kebijakan Daerah KIBBLA (Peraturan Daerah hingga Peraturan Desa tentang Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir) sebagai upaya penurunan AKI dan AKN di Kabupaten Pasuruan. 2. Mengetahui lesson learned dan best practice dari peran serta masyarakat dalam upaya persalinan aman di Kabupaten Pasuruan. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study kasus. Selain menggunakan study kasus di 6 wilayah Kecamatan terpilih, peneliti juga mengkombinasikan hasil temuan dengan pendekatan Most Siginifacant Change (MSC). Tujuan spesifik peneliti menggunakan MSC terletak pada munculnya informasi tentang perubahan sikap dalam isu Fitria Sari | 51
KIA yang dilakukan baik oleh pelaksana Perda maupun masyarakat dalam melaksanakan persalinan aman. Pendekatan MSC dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan cerita-cerita pengalaman dari para aktor KIA yang selama ini melakukan pendampingan kepada ibu hamil. Cerita-cerita yang sudah terkumpul akan dipilih sesuai tingkat perubahan (perbaikan) perilaku/kebiasaan yang paling significant. Hal tersebut akan bermanfaat untuk menemukan gap antara upaya pembuat kebijakan dengan fakta AKI dan AKN serta diketahuinya perubahan perilaku masyarakat menuju persalinan aman melalui pendampingan ibu hamil yang sudah dilakukan. Peneiliti menggunakan observasi, Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Informan yang terlibat dalam penelitian ini pembuat kebijakan Perartuan Daerah KIBBLA (Sekertaris Daerah, Asissten Sekda I, Kepala Dinas Kesehatan dan 3 staf Kasi Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan), kader kesehatan (12 orang) serta anggota OMS yang tergabung dalam PERMATA (12 orang) dan petugas faskes (12 orang). Pembahasan Kabupaten Pasuruan terletak di bagian utara Provinsi Jawa Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura di sebelah utara, Kabupaten Probolinggo di sebelah timur, Kabupaten Malang di sebelah selatan dan Kabupaten Mojokerto di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Pasuruan adalah 1.471,3 km2 dan terbagi menjadi 24 kecamatan dan 365 desa/ kelurahan dan 33 Puskesmas (www.kabupatenpasuruan.go.id). Kawasan ini memiliki landscape topografi beragam. Bagian utara sebagian besar didominasi dataran rendah. Bagian Barat Daya merupakan pegunungan, dengan puncak Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Bagian tenggara adalah bagian dari Pegunungan Tengger (Puncak Gunung Bromo) serta area selatan yang didominasi area pesisir.
52 | Prosiding PKWG Seminar Series
Secara keseluruhan, IPM Kabupaten Pasuruan menempati urutan ke-10 (67,61-2010) dari bawah dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, sesudah Kabupaten Sampang, Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Pamekasan, Jember, Sumenep dan Bojonegoro, Namun, pada tahun 2011 IPM Kabupaten Pasuruan meningkat menjadi 68,24 (BPS & Kemenneg PP, 2012). Kondisi topografi yang beragam membuat penelitian ini tersebar ke lokasi yang masing-masing mewakili kondisi tersebut. Lokasi penelitian terletak di 6 kecamatan yaitu Purwodadi, Gondang Wetan, Grati, Lekok, Ngempit dan Gempol. Pemilihan topografi yang beragam tentu bukan tanpa sebab, karena perbedaan topografi tersebut dapat menggambarkan karaketristik, kebiasaan, tipologi hingga mitos yang berkembang di masing-masing Kecamatan yang dapat menjadi penyebab besar kecilnya AKI dan AKN. Kecamatan Purwodadi merupakan representasi di wilayah dataran tinggi. Bagi sebagian warga Purwodadi mitos yang berkiatan dengan pantangan bagi ibu hamil cukup banyak, seperti larangan memakan seluruh jenis ikan laut karena dapat berakibat janin lahir dengan bau anyir seperti ikan, larangan konsumsi kepiting karena berakibat membuat bayi lahir berjalan menyamping seperti kepiting saat beranjak balita. Larangan memakan jenis kerang-kerangan juga berlaku bagi ibu hamil karena membuat keracunan. Selain larangan konsumsi sumber protein, larangan juga berlaku pada mata pencaharian seperti dilarang membongkar mesin mobil atau sepeda motor dengan alasan akan membuat ibu hamil susah melahirkan. Larangan irrasional tersebut menjadi lengkap dengan legitimamsi sosial dari warga sekitar yang masih mempercayai dukun dan menyegerakan anaknya yang baru lulus SMP atau SMA untuk menikah. Berbeda dengan Purwodadi, Kec. Lekok di pesisir utara Kabupaten Pasuruan memunculkan mitos yang untuk tidak mengonsumsi sayur dan buah secara berlebih karena manusia bukan diciptakan seperti Sapi atau kambing yang Fitria Sari | 53
mengonsumsi sayur dan buah. Selain itu, ibu hamil juga dianjurkan untuk minum jamu (rumput fatimah baik yang berbentuk akar atau dalam sachet) untuk membuat kontraksi perut lebih cepat, sehingga persalinan lebih mudah. Proses perawatan bayi baru lahir bagi sebagian warga Lekok bahwa bayi diberi ramuan akar yang diletakkan di tali pusar agar luka lekas kering (re:bobokan). Bahkan beberapa waktu lalu, juga muncul kasus nenek dari bayi yang memberikan makan pisang pada bayi berusia 10 hari disebabkan bayi terus menangis. (AMP Sosial (Perinatal) Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan 2014) Dua lokasi dengan topografi berbeda sepintas menunjukkan adanya mitos dan konteks sosial-kultural masyarakat yang berdampak langsung dengan kenaikan AKI dan AKN. Selain gambaran tentang mitos, peneliti juga menemukan penyebab hulu tingginya AKI dan AKN di Kabupaten Pasuruan, antara lain: 1. Pernikahan usia muda yang dilegitimasi secara sosial. Di wilayah Grati dan Gondang Wetan, pernikahan muda merupakan tren bagi gadis berusia antara 16-19 untuk menikah dan proses reproduksi terjadi. Berkembangnya pendidikan di sistem pondok pesantren sebagian besar di kedua wilayah memungkinkan santriwati (gadis) untuk menurut perkataan pemimpin pondok atau bahkan orang tua. Berikut petikan wawancara peneliti dengan santriwati (AY-14 tahun di PP Gondang Wetan) “...kulo badhe sekolah maleh, ngantos kuliah, angsal pendamelan nggeh, tapi nawi tiang sepah nedi kulo rabi nggeh nurut mawon, mboten wantun mbantah” (saya ingin sekolah lagi setelah ini, sampai kuliah dan dapat pekerjaa, tapi apabila orang tua meminta saya untuk menikah, saya akan menurutinya karena tidak berani membantah) (22 Januari 2015; 07.30 WIB)
54 | Prosiding PKWG Seminar Series
2. Orang tua sebagai sosok yang masih memiliki pengaruh pada penentuan usia pernikahan, kehamilan hingga persalinan putrinya. Akibatnya, anak tidak memiliki posisi bargaining yang cukup kuat ketika melakukan penolakan desakan orang tua untuk segera menikah dan memiliki anak. Akibatnya, anak secara psikis, fisik dan alat kesehatan reproduksi belum benar-benar siap. Sehingga, keputusan yang menyangkut hak manusiawi diri sang anak tergantung atas pilihan dan keputusan dari orang tua. Seandainya sang anak memiliki keyakinan dan pilihan sendiri namun karena kurangnya komunikasi dengan orang tua, maka anak akan menurut dengan perintah orang tua. Kasus yang menimpa bayi yang terkena asfeksia di wilayah Lekok beberapa waktu lalu menunjukkan betapa kuat peran orang tua. (SH42 tahun Petugas Puskesmas Lekok) “ diokremma, lok e ketaohe petugas Puskesmas embanah bayinah a duleng bayinah omor peto belok taon kelaben gedeng kepok alasnah polanah bayinah nanges. Ibuneh bayi oneng tapeh neng eneng polanah takok” (Ya bagaimana tanpa sepengetahuan petugas, neneknya memberi makan pisang kepok kepada bayi yang usianya masih sekitar 7-8 hari, alasannya bayi menangis, dia fikir karena lapar. Ibu bayi tahu yang dilakukan neneknya, tapi diam saja karena takut) (17 Oktober 2014; 08.35 WIB) 3. Kultur konservatif tentang pemahaman nilai-nilai kesetaraan dalam gender dan pengetahuan seksualitas (kesehatan reproduksi) yang bersifat patriarkal. Hal ini merupakan salah satu penyebab munculnya 3 T yakni terlambat mengetahui tanda bahaya kehamilan, terlambat mengambil keputusan (berembug dengan keluarga dan tetangga) serta terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan (karena keterbatasan alat transportasi). Kondisi kegawatdaruratan dan keterlambatan di atas masih terjadi di masyarakat Kab. Pasuruan. Meski demikian, kesadaran Fitria Sari | 55
untuk mempersiapkan persalinan dalam gawat darurat juga masih belum maksimal. Dalam hal ini, suami juga belum menjalankan perannya sebagai pengambil keputusan dalam keluarga. Contohnya saja kasus yang terjadi di Purwodadi. Petikan wawancara dengan Anggota PERMATA (SU-47 tahun) “kemarin ada kasus ibu hamil resiko tinggi, usianya sudah 40 tahun, tekanan darah 220/120, tidak memiliki BPJS, kategori miskin namun tidak memiliki SPM. Lho, sudah begitu ibu hamil tidak mau dirujuk sama sekali suaminya diajak berembug juga bingung, tidak ambil keputusan. Akhirnya dengan ibu-ibu dari PERMATA dan ibu bidan, jam 1 malam saya mengunjungi rumah ibu hamil dan membujuknya untuk mau dirujuk. Baru saat itu, ibu hamil dan suaminya baru memikirkan keselamatan bayi” (20 Desember 2015; 15.44 WIB) Hal di atas merupakan permasalahan yang nyata muncul dari masyarakat di Kab. Pasuruan. Untuk meminimalisir penyebab hulu AKI dan AKN, Kabupaten Pasuruan mengesahkan dan mengimplementasikan Peraturan tentang KIA, antara lain Peraturan Daerah (PERDA) No 2 tahun 2009 tentang KIBBLA, Peraturan Bupati No.6 tahun 2010 tentang KIBBLA, SK BUPATI 441.8/26/hk/424.013/2010 tentang Pembentukan Tim Penyelenggara KIBBLA TERPADU hingga Perdes KIBBLA di Kabupaten Pasuruan. Komitmennya juga ditunjang dengan menyediakan 10% anggaran untuk KIA dari total APBD. Sehingga, Kabupaten Pasuruan mendapatkan Millenium Development Goals (MDGs) Award tahun 2012 dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI karena kebijakan tersebut. Para pembuat kebijakan KIBBLA menyadari tidak akan berhasil tanpa adanya peran masyarakat sebagai sukarelawan kemanusiaan yang mampu mengimplementasi dan mentransferkan konsep kebijakan kepada masyarakat. Munculnya gerakan PERMATA (Penyelamatan maternal dan neonatal) sebagai satu kekuatan dari gabungan Organisasi 56 | Prosiding PKWG Seminar Series
Masyarakat Sipil di Kabupaten Pasuruan berusaha menjawab tantangang implementasi kebijakan pemerintah. PERMATA memahami bahwa tidak perlu menggalang kekuatan lain dengan mencari orang-orang baru untuk terjun dalam isu KIA. Dengan memaksimalkan basis organisasi agama seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah serta organisasi kesehatan lain. Kekuatan basis massa NU dan Muhammadiyah memiliki pembagian hingga desa bahkan dusun. Selain beranggotakan NU dan Muhammadiyah, ada pula organisasi interfaith seperti Persatuan Wanita Katholik, Persatuan Wanita Kristen dan Wanita Hindu Dharma Indonesia Kab. Pasuruan. PERMATA juga melibatkan institusi lain yang fokus pada isu KIA seperti Ikatan Bidan Indonesia (IBI), TP PKK, BKKBN, PKBI hingga media massa sebagai pusat informasi publik seperti Radio Warna dan Suara Pasuruan. PERMATA sebagai gabungan dari OMS menyadari bahwa dasar dari gerakan ini adalah organisasi tanpa bentuk (tanpa struktur), lentur dan cair. Sehingga, koordinasi bukan dipimpin oleh ketua melainkan oleh koordinator bersama. Kesadaran akan potensi dan kekuatan massa juga terlihat pada optimalisasi peran serta Kader Asuh, Kader Kesehatan, Motivator Kesehatan Ibu dan Anak, Coordinator Fase Desa KIBBLA. Semua kader tersebut merupakan bentukan dari program-program Dinas Kesehatan serta lembaga donor yang pernah ada di Kab. Pasuruan. Sehingga PERMATA tidak perlu mencari sumber daya baru untuk melakukan kontribusi penurunan AKI dan AKN. Hal tersebut juga bermanfaat dengan kemudahan oleh kader-kader kesehatan untuk intensif mendekati ibu hamil karena berasal dari lingkungan sekitar. Sejak awal tercetus, PERMATA menyadari banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam penurunan AKI dan AKN. Sehinggam PERMATA fokus dalam menjalankan 3 pendekatan utama sebagai OMS yang mendukung upaya penurunan AKI dan AKN yaitu empowering, bridging dan voicing. Empowering (pemberdayaan) merupakan agenda awal Fitria Sari | 57
yang disusun oleh PERMATA. Masyarakat sipil sebagai kader kesehatan tidak mungkin menjadi seorang sukarelawan KIA tanpa mengetahui dasar-dasar pengetahuan yang harus disampaikan kepada ibu hamil dan keluarganya. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas terus dilakukan oleh PERMATA dengan bekerja bersama Dinas Kesehatan maupun Instansi lain. Misalnya, pelatihan tentang dasar P4K, Penggunaan buku KIA, Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Komprehensif, Deteksi dini Resiko, perawatan nifas, ASI ekslusif hingga strategi pendekatan kepada ibu hamil dan keluarga serta pemanfaatan jimpitan sosial misal dengan bahan pokok yang dapat dijual kembali berapapun jumlahnya. Selanjutnya, bridging merupakan pendekatan yang dilakukan oleh PERMATA dan kader kesehatan untuk menghubungkan atau menjembatani institusi yang satu dengan yang lain. Misalnya, sebelum kemunculan PERMATA sinkronisasi antara kinerja institusi satu dan lainnya masih tumpang tindih. Misalnya saja yang terjadi di Desa Gajah Rejo, Purwodadi. Sebelumnya, aparat desa terutama Ibu Kepala Desa sebagai ketua TP-PKK belum memiliki concern penuh terhadap KIA. Namun, setelah PERMATA melakukan pertemuan di Balai Desa Gajahrejo dengan melibatkan aparat desa, kader kesehatan sekitar, bidan desa dan dukun melahirkan (sekitar 3 kali pertemuan), muncul kepedulian dari aparat desa untuk turut berpartispasi dalam memantau kondisi kehamilan dan pertumbuhan laju penduduk di Gajah Rejo Purwodadi. Hingga voicing merupakan upaya yang dilakuakn PERMATA untuk menyampaikan keluhan, saran dan perbaikan dari masyarakat sebagai pengguna layanan kepada penyedia layanan. Hal tersebut mengacu kepada kolaboratif bersama dan janji pelayanan fasilitas serta tenaga kesehatan. Misalnya saja kegiatan voicing yang sudah dilakukan terdapat di Puskesmas Gempol. PERMATA, beserta kader kesehatan sebagai perwakilan pengguna layanan melakukan diskusi 58 | Prosiding PKWG Seminar Series
terkait pelayanan KIA yang selama ini diberikan kepada masyarakat. Dari pertemuan tersebut memunculkan perbaikan tentang ruangan, pengobatan hingga tata cara perawatan bagi masyarakat dalam isu KIA. Kegiatan ini bukan upaya melakukan evaluasi kepada penyedia layanan karena fungsi evaluasi merupakan kewenangan dari Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan. Aspek empowering, bridging dan voicing secara keseluruhan merupakan bagian dari persiapan bagi keluarga sejak proses pra pernikahan hingga pasca persalinan merupakan persiapan. Salah satu pendekatan yang dapat diljalankan adalah penguatan forum masyarakat sipil, organisasi masyarakat sipil. Namun masih banyak program pemerintah yang belum diketahui oleh masyarakat secara luas. Oleh karena itu penting adanya tokoh sebagai ujung tombak dalam memberikan informasi dan komunikasi langsung dengan ibu hamil dan masyarakat di lingkungannya. Tokoh tersebut memiliki pemahaman baik terhadap budaya sekitarnya, sehingga mampu melakukan pendekatan kepada penerima manfaat (ibu hamil dan keluarga) dengan lebih mudah. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, tugas dari PERMATA bukan hanya fokus pada titik emergency seorang ibu yang akan melahirkan, melainkan ada hal lain yang lebih besar yaitu menyiapkan generasi Indonesia yang lebih berkualitas. Tujuan utama tersebut sangat membutuhkan persiapan sejak dini. Ibarat treadmill yang selalu berputar isu KIA bukan hanya berdiri sendiri melainkan ada banyak hal yang mengiringinya. Oleh sebab itu, upaya untuk memotong rantai AKI dan AKN di Kab. Pasuruan dilakukan oleh PERMATA yaitu mengimplementasikan CSE (Comprehensif Sexual Education) dalam kebijakan bagi remaja dan pendidikan (Review Policies and strategic to implement and scale up sexuality education in Asia and Pacific. Bangkok: UNESCO; 2012). CSE bukan hanya tentang reproduktif Fitria Sari | 59
kesehatan serta Continum of care dari sisi dukungan OMS masyarakat sipil. Kesadaran PERMATA untuk mendukung implementasi CSE dan COC merupakan pembelajaran penting bahwa selama ini program yang dicetuskan pemerintah tidak akan maksimal tanpa kepemilikan (belongness) dari masyarakat. Pelaksanaan CSE dan COC yang hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan hanya kana membuat mereka terengah dalam menjalankan peran utama. Penyebaran informasi kesehatan reproduksi remaja, persiapan pernikahan, perencanaan kehamilan, proses kehamilan, post partum hingga perkembangan/pertumbuhan anak merupakan satu rantai yang tidak bisa bisa diputus. Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa langkah awal yang perlu diperhatikan ditemukan bahwa rasa memiliki dan empati dalam satu isu (penurunan AKI dan AKN) oleh satu masyarakat lokal perlu menjadi langkah dasar. Akibatnya, keterlibatan PERMATA bersama Pemerintah Daerah dalam upaya penurunan AKI dan AKN mulai menjukkan beberapa perubahan perilaku di masyarakat. Antara lain Keterbukaan sekolah SMP dan SMA hingga Pondok Pesantren tentang isu kesehatan reproduksi bagi remaja mulai dimaknai sebagai kebutuhan bagi siswa dan siswi. Selanjutnya, perubahan perilaku juga terjadi pada keluarga dan ibu hamil yang mulai menyadari pentingnya proses persalinan di fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Selama ini, pr,3eoses persalinan lebih banyak dilakukan di dukun, namun karena PERMATA dan Dinas Kesehatan selalu menekankan pelarangan persalinan di rumah atau di dukun. Upaya tersebut juga ditunjang dengan mengadakan kemitraan bersama dukun. Sehingga, dukun yang notabene telah ada sejak beberapa waktu lalu tidak tersingkirkan dengan kehadiran tenaga dan fasilitas kesehatan. Oleh sebab itu, angka rujukan ke fasilitas kesehatan mengalami peningkatan sebanyak 60%, jika pada tahun 2012 angka rujukan masih sekitar 25% dari total kehamilan, pada tahun 2015 telah meningkat tajam (PWS 60 | Prosiding PKWG Seminar Series
KIA Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan 2015). Kondisi demikian merupakan perubahan perilaku yang significant atas upaya penurunan AKI dan AKN yang dilakukan dalam Gerakan PERMATA. Kesimpulan Akhirnya, penelitian ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 pencetusan Perda KIBBLA telah muncul beragam gerakan kepedulian dari masyarakat untuk menurunkan AKI dan AKN. Pembahasan mengenai AKI dan AKN sebaiknya tidak hanya dimaknai sebagai satu hal yang berkaitan dengan angak dan target MDGS’s semata, melainkan lebih kepada perubahan sikap yang telah dilakukan oleh PERMATA (OMS) hingga ibu hamil sebagai penerima manfaat. Hal ini juga sebagai bukti bahwa Isu KIA yang pada tahun 1900 dan 2000 awal masih bersifat ekslusif, artinya pelibatan dan peran dari masyarakat masih terbatas. Akibatnya, program-program yang dicetuskan pemerintah baik level Internasional dan Nasional belum maksimal menyentuh grass root. Selain itu, pengabaian tradisi atau budaya lokal sering dilakukan berulang-ulang misalnya pengabaian mitos di Kab. Pasuruan karena hal itu justru dibantah secara tegas tanpa memberikan penjelasan rasional dan pendekatan kepada orang-orang yang selama ini mempercayai mitos yang berkembang. Tugas demikian bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah dan tenaga kesehatan melainkan juga peran masyarakat sipil yang sukarela mengabdi dalam isu KIA. DAFTAR PUSTAKA AMP KIA Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan. 2014 AMP Sosial (Perinatal) Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan. 2014 BPS & Kemenneg PP. 2012 Fitria Sari | 61
PWS KIA Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan tahun 2015 Journal IPPF India 2013-MMR in South East Asia: A Challenges. 2014 Review Policies and strategic to implement and scale up sexuality education in Asia and Pacific. Bangkok: UNESCO; 2012)
62 | Prosiding PKWG Seminar Series