MENUJU NOL Bagaimana Greenpeace Menghentikan
Deforestasi di Indonesia
2003–2013 dan selanjutnya
II
MENUJU NOL
‘Ada banyak situasi di mana aktivisme yang di depan mata memiliki peran. Terutama dalam kasus di mana kampanye lingkungan terhadap perusahaan yang mendesak pertahanan terakhir hutan hujan Asia terakhir. Munculnya suatu headline terkadang cukup untuk memulai perkembangan besar, dan inilah yang terjadi di awal minggu ini dengan siaran pers yang dikeluarkan oleh perusahaan kertas dan pulp terbesar di Indonesia: “Asia Pulp & Paper Group (APP) Berkomitment untuk Segera Menghentikan Semua Pembukaan Hutan Alam.” Langkah ini mengikuti tekanan intensif dari Greenpeace dan kelompok-kelompok lingkungan lainnya, yang telah mengekspos praktik-praktik merusak yang dimulai dengan laporan 2010, “Bagaimana Sinar Mas Meluluhkan Bumi”. Greenpeace dan sekutunya memberikan tekanan dengan dua cara: menyoroti apa yang terjadi dalam hutan yang merupakan rumah terakhir orangutan dan harimau yang terancam punah dan juga mengidentifikasi peran pengguna kertas bermerk besar seperti Xerox dan Adidas dan kontribusi mereka terhadap kerusakan hutan. Di beberapa bagian Asia Tenggara, uji lapangan terhadap praktikpraktik industri dapat merupakan kerja berbahaya, baik yang dilakukan oleh pengkampanye lokal atau oleh wartawan… Ada kalanya saya tidak menyukai taktik Greenpeace… Tapi dalam hal ini, saya pikir usaha ini perlu mendapatkan tepuk tangan.’ Andrew Revkin, ‘Activism at Its Best: Greenpeace’s Push to Stop the Pulping of Rain Forests’, The New York Times, 8 Februari 2013
MENUJU NOL Bagaimana Greenpeace Menghentikan Deforestasi di Indonesia 2003–2013 dan selanjutnya
©Greenpeace 2013 Diterbutkan oleh Greenpeace Asia Tenggara – Indonesia Jl. KH. Abdullah Syafi'ie (Lapangan Roos) No. 47, Tebet Timor Jakarta 12820, Indonesia www.greenpeace.org/seasia/id
Dicetak di Inggris Raya pada 100% kertas daur ulang pada bulan Juni 2013.
Penyunting: Stokely Webster Perancang: Laura Yates
Buku ini didedikasikan untuk Hapsoro (1971–2012) sebagai penghargaan terhadap apa yang ia berikan kepada Greenpeace sebagai salah satu staf pertamanya di Indonesia, tapi juga yang lebih penting, apa yang ia capai bagi hutan dan masyarakat Indonesia.
6
I
ni adalah cerita mengenai kampanye Greenpeace untuk menghentikan perusakan hutan hujan Indonesia. Ini adalah cerita jutaan manusia dan satu pilihan: selamatkan atau hilang. Ini adalah cerita mengenai apa yang anda bantu kami capai melalui dukungan aktif dan donasi anda. Semuanya dimulai sepuluh tahun lalu. Pada tahun 2003, hutan hujan Indonesia berkurang lebih cepat dari hutan manapun di dunia. Bisnis kuat yang dikendalikan beberapa keluarga menghancurkan hutan seluas negara Belgia tiap tahunnya untuk membuat kertas, kertas pembungkus dan kayu murah. Ratusan ribu hektar hutan dan lahan gambut yang kaya karbon terbakar saat perusahaan kelapa sawit membuka hutan untuk perkebunan homogen yang luas, menggusur masyarakat lokal dan menghancurkan habitat harimau Sumatra dan orangutan terakhir. Penegakan hukum di lapangan memang lemah, tapi pasar internasional untuk produk-produk dari penghancuran inilah yang menjadi insentif terjadinya hal ini. Proyek-proyek perbaikan bangunan dari pemerintah negara-negara Eropa menggunakan kayu lapis sekali pakai dari operasioperasi ilegal dan merusak di Kalimantan. Toko-toko utama menjual bahan pelapis lantai dan mebel di Cina menggunakan kayu ilegal dari Papua. Sebagian perusahaan makanan cepat saji, kosmetik dan mainan terbesar tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa kemasan dan minyak kelapa sawit yang mereka gunakan berasal dari pengrusakan lahan gambut Sumatra. Bahkan buku bacaan anak-anak dibuat dari penghancuran habitat harimau.
Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Hutan gambut alam dekat Danau Pulau Besar, yang terancam perluasan perkebunan kayu pulp. ©Beltra/Greenpeace
Perusahaan ritel adalah kunci dari krisis deforestasi. Kecuali mereka membersihkan rantai pasokannya, hanya menghentikan deforestasi di satu negara seperti Indonesia atau satu komoditas seperti minyak kelapa sawit hanya akan memindahkan masalah ke tempat lain. Selanjutnya, sementara hanya sedikit orang pernah mendengar mengenai produsen pulp, kertas dan minyak kelapa sawit, hampir semua orang pernah mendengar nama Penguin Books, Dove, KitKat, HSBC, Barbie dan KFC dan menginginkan mereka bebas dari deforestasi. 7
Dengan latar belakang kehidupan liar yang khas dan bentang alam yang mengundang decak kagum, ini adalah cerita yang menangkap semua elemen kampanye Greenpeace yang sukses: • riset dan dokumentasi yang tak kenal lelah melacak operasi kayu lapis ilegal di Indonesia ke pabrik-pabrik di Cina dan lalu menuju proyekproyek pembangunan gedung-gedung pemerintah Eropa dan Cina • pembongkaran kasus besar dari merek-merek global yang menciptakan pasar yang mendorong pengrusakan • investigasi rahasia yang membongkar adanya spesies kayu yang dilindungi dalam tumpukan kayu di logyard pabrik pulp terbesar di Indonesia • sukses hebat yang menandai langkah penting menuju transformasi pasar internasional dan sektor pulp dan kelapa sawit • solusi nyata, untuk masyarakat di Indonesia dan pada skala global. Yang terpenting, ini adalah cerita orang-orang yang melakukan aksi: menghentikan kapal pengangkut kayu ilegal, menutup kanal-kanal drainase yang menghancurkan lahan gambut Indonesia, mengkonfrontasi para menteri, menekan korporasi dengan menggantungkan spanduk atau melalui media sosial sampai mereka mengubah cara-cara mereka, mendukung program-program reforestasi masyarakat dan kelompok-kelompok lingkungan dan sosial. Ini adalah cerita jutaan masyarakat Indonesia dan seluruh dunia, yang menjawab panggilan kami untuk melakukan aksi dan membuat yang berkuasa duduk tegak dan memberikan perhatian. Aksi kami melindungi hutan hujan. Aksi kami juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan masyarakat dan kehidupan alam Indonesia. Ini adalah cerita Greenpeace. Kami berbicara kebenaran terhadap kekuasaan. Kami berdiri menghadapi yang berkuasa, bersaksi pada kesalahan mereka, mendorong solusi dan selalu siap untuk berdiri di antara buldozer dan hutan hujan.
Bustar Maitar Kepala Pengkampanye Hutan, Indonesia 8
Februari 2012, Sumatra Selatan, Indonesia Hutan gambut di Taman Nasional Sungai Sembilang. ©Jufri/Greenpeace
9
2003–2006
KAYU 10
‘Dengan membeli kayu yang berasal dari Indonesia, anda memfasilitasi penghancuran hutan hujan dan taman nasional kami.’ Nabiel Makarim, Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, September 2002
Di awal abad ini, pandangan terhadap hutan Indonesia cukup suram. Jutaan hektar hutan hujan di Sumatra, Kalimantan dan Papua mengadapi ancaman perusahaan-perusahaan penebangan kayu. Bank Dunia mengingatkan bahwa dengan laju deforestasi yang sekarang, hutan hujan dataran rendah di Sumatra dan Kalimantan akan sama sekali habis dalam sepuluh tahun. Kejahatan hutan di Indonesia merajalela: hampir 90% pohon ditebangi secara ilegal. Banyak diantara kayu ini bertujuan Eropa. Merek-merek terkenal termasuk jaringan toko DIY, toko bangunan dan mebel, membeli kayu dari cukong-cukong kayu yang terkait dengan penebangan ilegal, pengemplangan pajak, kebakaran hutan dan pemicu konflik sosial. Walau dengan kebijakan pengadaan yang ketat, kayu lapis dari beberapa perusahaan penebangan Indonesia yang paling nakal tetap digunakan dalam pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Kami sangat perlu moratorium penebangan di seluruh negeri, yang didukung oleh peraturan internasional yang melarang penjualan dan pembelian kayu ilegal.
TUNTUTAN
• Moratorium penebangan di Indonesia • Larangan internasional perdagangan kayu ilegal • Kebijakan pengadaan pemerintah dan industri yang mewajibkan kayu bersertifikat FSC
Papua Barat, Indonesia Ara pencekik [Ficus aurea] dan anak-anak di Totoberi. ©Johan van Roy 11
INVESTIGASI Penebangan merusak dan perdagangan ilegal dan kayu dari hutan hujan Indonesia Pada akhir 2002, Greenpeace meluncurkan investigasi besar pertamanya di jantung Kalimantan. Investigasi ini, dengan dibantu dukungan masyarakat sekitar hutan dan pengetahuan ahli-ahli dalam Kementerian Kehutanan Indonesia, membongkar skala luar biasa penebangan ilegal dalam hutan hujan Indonesia oleh industri perkayuan. Januari 2003, Kalimantan, Indonesia Jalan-jalan penebangan kayu yang memotong hutan alam di jantung Kalimantan. ©Davison/Greenpeace
12
Halaman berikutnya: Januari 2003, Kalimantan Timur, Indonesia Kehidupan masyarakat Dayak. ©Davison/Greenpeace
Atas: 2003 Laporan Greenpeace mengenai kaitan antara Inggris Raya dengan cukongcukong kayu Indonesia.
13
Januari 2003, Kalimantan Timur dan Tengah, Indonesia Menyamar bersama para penebang kayu di logging camp Barito Pacific. ©Davison/Greenpeace 14
15
16
EKSPOS Bagaimana perbaikan gedung pemerintah Inggris Raya mendorong penebangan ilegal Pada tahun 2001, Perdana Menteri Inggris Tony Blair berjanji bahwa Inggris hanya akan membeli kayu dari sumber-sumber yang legal dan berkelanjutan. Walau demikian, Greenpeace menemukan bahwa kayu hutan alam yang ditebang secara ilegal digunakan sebagai kayu lapis murah pada proyek-proyek pembangunan gedung pemerintah Inggris.
Juli 2003, Tilbury, UK Para aktivis Greenpeace di Tilbury Docks mengecat kayu lapis Barito Pacific dengan pesan ‘Stop kayu ilegal’ untuk mengekspos impor mereka ke Inggris. ©Cobbing/Greenpeace Kiri: Januari 2003, Kalimantan Timur, Indonesia Seniman Lara Kay menambahkan wajahwajah orangutan pada kayu-kayu hutan hujan dalam tumpukan pada sebuah poster yang mempublikasikan kampanye Greenpeace ‘Save or Delete’. ©Kay
Juli 2003, London, Inggris Raya Greenpeace melacak operasi penebangan kayu ilegal dan merusak balik ke pabrik kayu lapis Barito Pacific di Indonesia, melalui impor Inggris di Tilbury Docks, dan akhirnya ke lokasi pembangunan gedung Departemen Dalam Negeri Pemerintah Inggris yang baru. ©Davison/Greenpeace ©Cobbing/Greenpeace 17
PELIBATAN PUBLIK Melibatkan publik melalui iklan utama dan materi yang tajam
2003–4, Inggris Raya Greenpeace memenangkan kategori kampanye dalam The Panda Awards – ‘penghargaan tertinggi dunia untuk film-film mengenai lingkungan hidup’ – untuk film The Ancient Forests, sebuah film pendek yang disutradarai oleh Julien Temple dan dinarasi oleh Ewan McGregor dan Sir David Attenborough. Film ini menunjukkan bagaimana kayu yang ditebangi dari hutan hujan berakhir sebagai kertas toilet, daun pintu dan penyangga pada lokasi-lokasi pembangunan.
18
2004, Inggris Raya Brosur plesetan bergaya IKEA yang mengaitkan antara mebel knock-down dengan perdagangan kayu ilegal.
2005, Inggris Raya Brosur yang dibagikan di taman-taman menjelaskan bagaimana mebel taman berperan dalam penebangan hutan hujan Indonesia secara ilegal dan merusak. 19
SOLUSI Bekerja dengan para penulis untuk membuat sektor penerbitan ‘ramah hutan alam’ Oktober 2003, Inggris Raya Ilustrator buku anak-anak Quentin Blake pada peluncuran Kampanye Buku Greenpeace, yang mempromosikan penggunaan kertas FSC yang ‘ramah hutan’ sebagai salah satu solusi terhadap deforestasi. Penulis yang mendukung kampanye ini termasuk JK Rowling, Philip Pullman dan sejumlah penulis lainnya. ©Cobbing/Greenpeace
Mei 2005, Hay-on-Wye, Inggris Raya Mantan menteri pemerintah Inggris Raya Tony Benn menandatangani Kampanye Buku di Hay Festival. ©Stanton/Greenpeace
20
EKSPOS Kaitan antara proyek pembangunan gedung-gedung pemerintah Eropa dan penebangan ilegal di hutan hujan Indonesia.
Mei 2004, Brussels, Belgia Aktivis Greenpeace membawa kayu lapis bersertifikat FSC ke lokasi pembangunan perumahan Komite Ekonomi dan Sosial Uni Eropa. Kayu lapis yang berasal dari kayu yang ditebang secara ilegal dan merusak dari hutan Indonesia digunakan dalam renovasi gedung tersebut. ©Cobbing/Greenpeace
September 2004, Glasgow, Skotlandia Aktivis Greenpeace mengantar lantai kayu oak Eropa yang bersertifikat FSC ke Kelvingrove Art Gallery and Museum, museum yang paling banyak dikunjungi di Inggris Raya di luar London. Dana dari Lotre Nasional digunakan untuk merenovasi galeri yang menggunakan lantai yang menggunakan kayu yang ditebang secara ilegal dan merusak dari hutan hujan Indonesia. ©Davison/Greenpeace 21
PELIBATAN PUBLIK Pameran seni dari kampanye ‘Save or Delete’
Atas: 2002, Inggris Raya Sebagai bagian dari kampanye Save or Delete Greenpeace, seniman jalanan Banksy menggunakan karakter dari The Jungle Book untuk menyoroti dampak kerusakan hutan hujan terhadap kehidupan liar dan masyarakat hutan. Gambar ini dilarang oleh Disney, yang menyatakan pelanggaran hak cipta. ©Banksy/Greenpeace
22
Bawah, kiri dan kanan: 2003 dan 2005, Inggris Raya Pameran seni dan foto dari kampanye ‘Save or Delete’ Greenpeace, menampilkan karya seniman grafis terkemuka dunia termasuk Pete Fowler, Mike Gillette dan Jasper Goodall, diselenggarakan di Oxo Gallery, London. Pameran ini memamerkan karya-karya ilustrasi yang dikomisi khusus dan serangkaian foto yang mengkomunikasikan keindahan dan krisisi yang dihadapi oleh hutan hujan terakhir Indonesia serta ancaman yang dihadapi dari penebangan yang ilegal dan merusak. Komposer Dan Parmentier menciptakan gubahan soundscape yang menyentuh perasaaan untuk mengiringi pameran. © (dari kiri ke kanan) Jody Barton, Airside, Michael Gillette
23
PELIBATAN PUBLIK Menciptakan platform bersama dengan LSM sosial dan lingkungan Indonesia
Januari 2004, Jakarta, Indonesia Pengkampanye hutan Greenpeace Internasional Steve Campbell berbicara pada konferensi pers dengan perwakilan LSM Indonesia: Hapsoro dari Telapak (kiri) dan Longgena Ginting dari Walhi di Jakarta. ©Behring/Greenpeace
24
Januari 2004, Jakarta, Indonesia Seorang anak buah kapal Greenpeace mempercantik Rainbow Warrior pada kunjungan pertamanya ke Indonesia untuk mendokumentasi perdagangan kayu ilegal dan merusak. ©Behring/Greenpeace
25
INVESTIGASI DAN AKSI Mendokumentasi dan mengekspos perdagangan kayu ilegal Indonesia Untuk mengekspos bagaimana kayu ilegal menemukan jalannya ke pasar Eropa, Greenpeace melacak MV Greveno, kapal barang besar yang bermuatan kayu yang diduga ilegal dari pantai Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan ke sebuah pelabuhan di Belanda. Greenpeace sebelumnya telah menulis kepada Bea Cukai Pemerintah Inggris, industri kayu dan perusahaan perkapalan untuk memberitahu mereka akan adanya muatan ilegal tersebut.
Februari 2004, Kalimantan Selatan, Indonesia Pekerja Indonesia duduk di atas tumpukan besar muatan kayu tak bertanda yang diduga ilegal di atas sebuah tongkang yang ditambatkan di pantai Taman Nasional Tanjung Puting. ©Behring/Greenpeace Februari 2004, Kalimantan Selatan, Indonesia Kontainer kayu lapis yang bertujuan ke Antwerp, Belgia menunggu dimuat ke MV Greveno. ©Behring/Greenpeace Februari 2004, Kalimantan Selatan, Indonesia Seorang pengkampanye Greenpeace menyaksikan dari atas Rainbow Warrior saat kayu lapis sedang dimuat ke kapal. ©Behring/Greenpeace
26
Maret 2004, Ostend, Belgia Seorang aktivis Greenpeace mencoba menaiki kapal kargo MV Greveno di Selat Inggris. ©Cobbing/Greenpeace 27
INVESTIGASI DAN EKSPOS Bagaimana Cina mencuci kayu ilegal dari Indonesia dan tempat lain Beberapa investigas utama Greenpeace mengungkap bagaimana kayu yang ditebangi secara ilegal dari hutan hujan terakhir di Papua New Guinea, Indonesia dan Gabon dicuci masuk ke pasar internasional melalui Cina. Cina adalah salah satu importir kayu keras tropis terbesar dunia. Banyak di antaranya berasal dari Indonesia, dimana data pemerintah dan industri menunjukkan bahwa pada tahun 2003 lebih dari 85% penebangan industrial adalah ilegal. Di Cina, kayu ini diproduksi menjadi kayu lapis untuk diekspor ke Eropa, AS, Jepang dan negara-negara lain.
Bawah: Agustus 2005, Provinsi Shandong, Cina Sebuah kayu meranti gelondongan ilegal yang berasal dari hutan Indonesia di Pabrik Veneer Yifeng di Kota Linyi menunggu diraut menjadi kayu lapis. Papan iklan di belakangnya menampilkan pemimpin Cina Deng Xiaoping dan tertulis ‘Kemajuan itu perlu’. ©Greenpeace
28
Kanan atas: Agustus 2005, Provinsi Anhui, Cina Seorang anak perempuan yang bekerja di pabrik yang memproses veneer kayu hutan hujan di Dangshan yang memasok kayu lapis ke Inggris. Bintangor berasal dari Kalimantan. ©Greenpeace
Agustus 2005, Provinsi Shandong, Cina (kanan) Truk di Kota Linyi mengantar kayu bulat hutan hujan untuk diproses menjadi kayu lapis. (kanan bawah) Kayu lapis di pabrik kayu lapis Jiade Wood, Kota Linyi, siap dikapalkan ke Inggris. ©Greenpeace
Januari 2006, Provinsi Guangdong, Cina Kayu merbau dari hutan Indonesia disimpan di Pasar Kayu Yuzhou di tepi Sungai Pearl, Guangzhou. Kayu bernilai tinggi ini akan diproduksi menjadi bahan bangunan dan mebel sebelum masuk ke pasar internasional. ©Guo Qiang Ji/Greenpeace
Maret 2006, Papua, Indonesia: Aktivis Greenpeace, Hapsoro menyaksikan penebangan merbau dari hutan Papua sebagai bagian dari investigasi penebangan ilegal dan merusak spesies ini dan perdagangannya dengan Cina. ©Budhi/Greenpeace
2005-7 Tiga Laporan Greenpeace. Dari kiri ke kanan, laporan pertama mendokumentasikan bagaimana perdagangan internasional kayu lapis dari Cina menghancurkan hutan hujan. Yang kedua meletakkan alternatifalternatif menuju kayu lapis yang tidak berkelanjutan untuk industri konstruksi. Laporan ketiga mengungkapkan bagaimana merbau, spesies kayu yang hanya tersedia dalam jumlah komersial di pulau Papua, menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar. Penyelundupannya ke Cina sangat marak terjadi. 29
AKSI Riset dan mengekspos kaitan antara kayu lapis di Inggris dan perusakan hutan hujan ilegal Walau telah diperingatkan Greenpeace, kayu hutan hujan yang ditebangi secara ilegal masih digunakan untuk merenovasi gedung pemerintahan, termasuk Kantor Kabinet.
Atas: Oktober 2005, Leeds, Inggris Raya Pengkampanye Greenpeace menemui Menteri Lingkungan Hidup Hilary Benn MP di luar pertemuannya dengan para politisi Eropa. Pesan Greenpeace disampaikan pada kayu lapos yang terbuat dari kayu hutan hujan yang ditebangi secara ilegal. ©Morgan/Greenpeace
30
Halaman selanjutnya: Oktober 2005, London, Inggris Raya Para aktivis Greenpeace membuang lebih dari satu ton kayu lapis yang terkait dengan perusahaanperusahaan yang memproses kayu hutan hujan ilegal di depan pintu masuk Departemen Lingkungan, Pangan dan Urusan Daerah. ©Touhig/Greenpeace
31
PELIBATAN MASYARAKAT Bekerja dengan masyarakat Papua untuk perlindungan hutan dan kesejahteraan masyarakat 2005, Jakarta, Indonesia Greenpeace pertama kali membuka kantor di Indonesia. Dalam gambar ini adalah tim hutan pertamanya: Hapsoro, Abner Korwa, Leonard (Bunny) Soriano dan Bustar Maitar. ©Greenpeace
Juli 2006, Papua, Indonesia Sukarelawan Greenpeace dari Papua memimpin pertemuan kelompok perempuan di desa Sira dan Manggroholo untuk mendiskusikan solusi untuk mendukung ekonomi desa dan melindungi mereka dari deforestasi. ©Jufri/Greenpeace
MENJADI SAKSI Perdagangan internasional kayu Indonesia ilegal Mei 2006, Jepang Pengkampanye hutan Asia Tenggara Greenpeace Hapsoro menjadi saksi di Pelabuhan Yokohama saat kapal MV Ardhianto membongkar seribu kubik kayu lapis yang berasal dari penebangan ilegal dan merusak di Papua. ©Noda/Greenpeace
32
LOBI DAN PELIBATAN PARA PIHAK Melobi pemerintah Indonesia untuk melakukan moratorium deforestasi Desember 2007, Bali, Indonesia Presiden Konferensi ke-13 Badan PBB untuk Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) dan Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar berdiri di depan Rainbow Warrior di Bali sebelum memasuki Pertemuan tingkat Menteri, dimana kesepakatan untuk sebuah mekanisme pendanaan internasional untuk mengurangi emisi dari deforestasi. ©Hilton/Greenpeace Juni 2006, Jakarta, Indonesia Aktivis Greenpeace menghalangi jalan masuk ke Kementerian Kehutanan Indonesia dengan palang kayu dan rantai untuk menuntut Kementerian untuk berhenti mengalokasikan ‘Izin Membunuh Hutan’ kepada perusahaan-perusahaan penebangan kayu. ©Danhur/Greenpeace
Maret 2007, Jakarta, Indonesia Aktivis Greenpeace Bustar Maitar dan Hapsoro menunjukkan buku Guinness World Records yang menamakan Indonesia sebagai pemegang rekor dunia sebagai penghancur hutan tercepat di Bumi. Greenpeace meluncurkan kampanye Pembela Hutan (Forest Defenders), menggunakan aksi dan petisi untuk meningkatkan kesadaran mengenai implikasi lingkungan dari penebangan ilegal di negara ini. ©Danhur/Greenpeace
33
HASIL Mengubah hukum internasional Peraturan perdagangan dalam pasar konsumen kunci saat ini melarang perdagangan kayu ilegal. Ini termasuk (a) amandemen 2008 kepada Hukum Lacey di AS, (b) Peraturan Kayu Uni Eropa 2010 dan (c) Undang-Undang Pelarangan Penebangan Kayu Ilegal Australia 2012. Perusahaan yang beroperasi dalam pasar-pasar ini sekarang diharuskan untuk mengetahui – dan dapat membuktikan – secara persis dari mana kayu mereka berasal dan harus melakukan segala hal yang diperlukan untuk mencegah mereka membeli kayu ilegal.
Pemerintah Inggris dan Uni Eropa memperketat kebijakan pengadaan pemerintah Sejumlah besar cukong kayu menghentikan pasokan dari perusahaan berisiko tinggi
Februari 2012, Sumatra, Indonesia Hutan Gambut Kerumutan. ©Jufri/Greenpeace 34
35
2007–2010
MINYAK KELAPA SAWIT 36
Pada tahun 2007, deforestasi Indonesia diakui sebagai masalah global karena dampaknya terhadap iklim. Indonesia menjadi pegemisi gas rumahkaca ketiga terbesar, hanya setelah Cina dan Amerika Serikat. Program PBB untuk Lingkungan Hidup (The United Nations Environment Programme, UNEP) memperingatkan bahwa perkebunan kelapa sawit adalah ancaman terbesar kepada hutan hujan Indonesia. Perkebunan kelapa sawit memproduksi minyak kelapa sawit, minyak nabati murah yang banyak digunakan dalam produk kecantikan, makanan terproses dan makanan ringan. Industri kelapa sawit berkembang pesat di Riau, provinsi di Sumatra yang memiliki stok karbon yang besar, yang dilepas ke udara saat lahan gambutnya dikeringkan saat pembukaan perkebunan. Penghancuran lahan gambut Indonesia, yang hanya kurang dari 0,1% permukaan darat dunia, menyumbang sampai dengan 4% emisi gas rumahkaca dunia tiap tahunnya. Greenpeace memfokuskan perhatiannya kepada konglomerat Indonesia Sinar Mas, yang divisi kelapa sawitnya, Golden Agri-Resources, merupakan produsen minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia dan menjual produknya ke perusahaan-perusahaan seperti Mars, Nestlé, Carrefour dan Unilever. Jika cukup banyak pelanggannya membatalkan kontrak mereka, maka Sinar Mas akan tidak mempunyai pilihan untuk mengabaikan deforestasi. Bukan hanya ini akan mentransformasi industri kelapa sawit di Indonesia, tapi juga akan memberikan pemerintah Indonesia kesempatan politik untuk memberlakukan moratorium pembukaan hutan industri dan dan degradasi lahan gambut.
TUNTUTAN
• Deforestasi nol: pembukaan hutan industri dan dan degradasi lahan gambut • Bersihkan perdagangan: berlakukan kebijakan konservasi hutan • Bersihkan perdagangan: batalkan kontrak dengan perusahaan yang terlibat dengan deforestasi dan degradasi lahan gambut Agustus 2006, Riau, Sumatra, Indonesia Lahan gambut yang telah terdegradasi dan terbakar sebagai persiapan untuk pembukaan perkebunan. ©Dithajohn/Greenpeace 37
INVESTIGASI Bagaimana perdagangan internasional minyak kelapa sawit mendorong penghancuran hutan dan lahan gambut Indonesia.
Agustus 2006, Riau, Sumatra, Indonesia Sebuah truk bermuatan kayu pulp perkebunan berjalan sebuah jalan akses logging melalui konsesi kayu pulp yang terbakar. ©Dithajohn/Greenpeace
38
November 2007 Sebuah laporan mendalam Greenpeace, ‘Bagaimana Industri Minyak Kelapa Sawit Menggoreng Iklim’, mengungkapkan bagaimana permintaan global minyak kelapa sawit menghancurkan lahan gambut dan hutan hujan Indonesia dan mendorong perubahan iklim.
Agustus 2006, Riau, Sumatra, Indonesia Investigator Greenpeace dalam konsesi kayu pulp yang terbakar milik PT Satria Perkasa Agung, yang masuk dalam Sinar Mas group, yang telah diidentifikasi sebagai kawasan penting bagi keanekaragaman hayati dan konservasi. ©Dithajohn/Greenpeace
Oktober 2007, Kalimantan Selatan, Indonesia Tonggak-tonggak kayu yang terbakar di lahan gambut yang dibuka untuk konversi. ©Behring/Greenpeace 39
Oktober 2007, Riau, Sumatra, Indonesia Lahan gambut ini telah dibuka dan dikeringkan, siap untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. ©Budhi/Greenpeace
40
Agustus 2006, Riau, Sumatra, Indonesia Kayu pulp yang terbakar ini adalah peringatan visual dari tingginya emisi dari pembukaan lahan gambut. ©Dithajohn/Greenpeace
41
AKSI Menghalangi perdagangan internasional minyak kelapa sawit yang berasal dari operasi-operasi yang ilegal dan merusak
November 2007, Riau, Sumatra, Indonesia Kapal Rainbow Warrior mengakhiri blokade tiga harinya terhadap kapal tanker MT Westama yang membawa lebih dari 30.000 ton minyak kelapa sawit di Pelabuhan Dumai. ©Äslund/Greenpeace
42
SOLUSI DAN PELIBATAN MASYARAKAT Menutup kanal drainase dan memerangi kebakaran hutan lahan gambut Kanan: Oktober 2007, Riau, Sumatra, Indonesia Christo, anggota tim aktivis Greenpeace dan sukarelawan dan masyarakat lokal, menutup kanal drainase untuk menghentikan degradasi lahan gambut di Kuala Cenaku. ©Budhi/Greenpeace Kiri bawah: Oktober 2007, Riau, Sumatra, Indonesia Greenpeace dan LSM lokal Jikalahari membantu untuk melatih masyarakat lokal untuk memerangi kebakaran hutan di Kuala Cenaku. Api yang seringkali dinyalakan secara sengaja untuk membuka wilayah lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp. ©Budhi/Greenpeace Kanan bawah: April 2007, Kalimantan Tengah, Orangutan muda Indonesia bergelantungan dari dahan di proyek reintroduksi Nyaru Menteng dekat Palangkaraya. ©Mauthe/Greenpeace
43
INVESTIGASI Mengaitkan perdagangan minyak kelapa sawit Unilever dengan perusakan hutan dan lahan gambut Indonesia
September 2006, Kalimantan Tengah, Indonesia ‘Mico’, seekor orangutan yang terdampar dalam konsesi kelapa sawit yang telah ditebangi. ©BOS
Musim semi 2008 Dua laporan Greenpeace mendokumentasikan dampak yang diakibatkan oleh para pemasok utama minyak kelapa sawit terhadap hutan hujan dan kehidupan liar di Kalimantan. Laporan ini mengekspos peran Unilever dan beberapa konsumen korporat besar lainnya dalam mendorong penghancuran ini.
Agustus 2007, Kalimantan Tengah, Indonesia Penggali bekerja di konsesi kelapa sawit PT Sarana Titian Perata. Konsesi ini berada di bawah kuasa perusahaan Malaysia, Wilmar, yang memasok minyak kelapa sawit ke Unilever. Tulisan di pohon terbaca ‘Dilarang Memburu Satwa Liar’. ©films4.org
Maret 2008, Kalimantan Tengah, Indonesia Pak Yamin memegang dokumen adat resmi yang membuktikan bahwa ia memiliki hak terhadap lahan kebun yang ditebangi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Hamparan Persada. ©films4.org
44
Maret 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Pembukaan hutan lahan gambut di perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma. ©Behring/Greenpeace
45
46
EKSPOS Bagaimana Unilever mendorong penghancuran hutan hujan Setelah berbulan-bulan riset, kami mengungkapkab bahwa Unilever dan beberapa perusahaan lain membeli minyak kelapa sawit dari perusahaan yang menghancurkan hutan hujan Indonesia. Minyak kelapa sawit dari perkebunan dalam lahan gambut digunakan dalam Dove, produk kosmetik Unilever. Kami meluncurkan kampanye terhadap Unilever, menuntut perusahaan tersebut menghentikan perdagangan dengan perusahaan yang terkait dengan deforestasi dan degradasi lahan gambut. Hanya diperlukan waktu sepuluh hari bagi Unilever untuk mendukung diberlakukannya moratorium terhadap deforestasi di Indonesia dan kurang dari satu bulan untuk memberlakukan kebijakan deforestasi nol pada seluruh rantai pasokannya.
Halaman sebelumnya: April 2008, London, Inggris Raya Aktivis yang berkostum orangutan berbicara dengan para pejalan kaki di luar kantor pusat Unilever di London. ©Cobb/Greenpeace
Kiri atas: April 2008, Liverpool, Inggris Raya Enam-puluh orangutan menduduki pabrik Unilever di Port Sunlight. ©Rose/Greenpeace Kanan atas: April 2008 Peluncuran video plesetan Dove untuk mengekspos keterlibatan Unilever dalam perusakan hutan hujan Indonesia serta dampaknya. Kiri: April 2008, London, Inggris Raya Iklan plesetan Dove di stasiun kereta bawah tanah London.
47
AKSI Menghentikan perdagangan minyak kelapa sawit internasional Wilmar yang merupakan pasokan ilegal dan merusak
November 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace Adhonian Canarisla disemprot dengan selang air bertenaga tinggi saat ia menaiki rantai jangkar kapal tanker Gran Couva dan menggantung banner bertuliskan ‘Tidak ada lagi hutan, lahan gambut untuk kelapa sawit’. Kru kapal Greenpeace MV Esperanza menduduki tanker tersebut selama 24 jam di lepas pantai Riau, Sumatra dan menuliskan ‘Forest Crime’ atau Kejahatan Hutan pada lambungnya. Kapal tersebut, membawa 27.000 ton minyak kelapa sawit mentah untuk grup Malaysia Wilmar, akan berlayar menuju pelabuhan Rotterdam di Negeri Belanda. Kiri: ©Sharomov/Greenpeace Bawah dan halaman berikut: ©Novis/ Greenpeace
48
49
50
DOKUMENTASI Konflik sosial dan perkebunan di Papua dan Sumatra
Kiri: Oktober 2008, Papua, Indonesia Penebangan kayu di Waropen. Greenpeace mengorganisir perjalanan kapal ‘Hutan untuk Iklim’ untuk mengekspos penebangan ilegal dan merusak di Papua, pertahanan hutan alam asli terakhir Indonesia – dan menyerukan moratorium segera terhadap semua konversi hutan. ©Rante/Greenpeace Kanan atas: Desember 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Petugas polisi berdiri saja sementara rumah-rumah di dekatnya terbakar. Masyarakat Suluk Bongkal mempertahankan tanah mereka terhadap perusahaan kayu pulp PT Arara Abadi, anak perusahaan Sinar Mas group, yang hendak mengambil alih ribuan hektar lahan masyarakat. Polisi dan staf keamanan menyerang masyarakat desa dan membakar 700 rumah rata dengan tanah. ©Greenpeace Kanan: Januari 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Para penduduk Suluk Bongkal berdemonstrasi menuntut untuk membebaskan anggota keluarga mereka di depan gedung dewan perwakilan rakyat daerah di Bengkalis. ©Rante/Greenpeace 51
AKSI Mengkonfrontasi Sinar Mas group dan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), pemain utama sektor pulp dan kelapa sawit di Indonesia
52
Halaman sebelumnya, atas: Agustus 2009, Kalimantan Barat, Indonesia Aktivis Greenpeace merantai dirinya pada sebuah traktor dalam sebuah protes di tepi hutan konsesi Sinar Mas group di kabupaten Kapuas Hulu. ©Rante/Greenpeace Halaman sebelumnya, kiri bawah: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace memprotes penghancuran lahan gambut di perkebunan kayu pulp APRIL di Semenanjung Kampar. ©Rante/Greenpeace Halaman sebelumnya, tengah bawah: Agustus 2009, Kalimantan Barat, Indonesia Aktivis Greenpeace dan LSM lokal Walhi merantai diri mereka ke ekskavator di perkebunan kelapa sawit di Kapuas Hulu yang dikendalikan oleh Sinar Mas group. ©Rante/Greenpeace Halaman sebelumnya, kanan bawah: Oktober 2009, St Nazaire, Perancis Aktivis Greenpeace menuliskan ‘Climate Crime’ atau Kejahatan Iklim pada lambung kapal kargo Izmir Castle, yang mengangkut 15.000 ton minyak kelapa sawit. ©Greenpeace Kanan: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace tiba di Polda Riau, Pekanbaru setelah ditahan karena menghentikan fasilitas ekspor di pabrik pulp Asia Pulp & Paper, anak perusahaan Sinar Mas. ©Greenpeace 53
SOLUSI DAN PELIBATAN MASYARAKAT Climate Defenders Camp di Sumatra Pada saat para pemimpin dunia mempersiapkan Pertemuan Tingkat Tinggi PBB mengenai iklim COP15 United Nations Climate Summit di Copenhagen, Denmark, Greenpeace membangun Kamp Pembela Iklim di Semenanjung Kampar di Riau, Sumatra. Para sukarelawan kami bekerja bersama masyarakat setempat untuk memerangi kebakaran hutan dan membangun dam untuk menutup kanal drainase dan transpor yang dibangun perusahaan perkebunan yang memotong lahan gambut.
Atas: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Hutan hujan lahan gambut tercermin di sungai Serkap di Semenanjung Kampar. ©Sjolander/Greenpeace
54
Halaman berikutnya, kiri bawah: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Bintang pop Cina Xiao Wei mengunjungi Suaka Alam Kerumutan di Semenanjung Kampar dengan seorang sukarelawan Greenpeace. ©Rose/Greenpeace
Halaman berikutnya, kanan bawah: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Bintang film Perancis Mélanie Laurent mengunjungi Climate Defender Camp Greenpeace. ©Rose/Greenpeace
Halaman balik: Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Hutan gambut Kampar. ©Beltra/Greenpeace
Kiri: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace dan sukarelawan dari masyarakat lokal membangun bendungan untuk menghentikan mengeringnya lahan gambut yang kaya karbon. ©Rose/Greenpeace Bawah: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Pemusik Indonesia Iwan Fals menggelar konser untuk mendukung kampanye Greenpeace untuk melindungi Kampar. ©Greenpeace
55
56
57
LOBI DAN AKSI Menyerukan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan moratorium dan meminta pertanggungjawaban produsen minyak kelapa sawit Sinar Mas group dan APRIL akan deforestasi yang diakibatkannya
58
PELIBATAN MASYARAKAT Melengkapi masyarakat untuk memerangi kebakaran lahan gambut
Agustus 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Seorang sukarelawan Greenpeace bersama masyarakat memerangi kebakaran hutan di Kuala Cenaku. Banyak dari peralatan yang digunakan adalah sumbangan Greenpeace kepada masyarakat dua tahun sebelumnya. ©Anggoro/Greenpeace
Halaman sebelumnya, kiri atas: Juli 2009, Jakarta, Indonesia Aktivis dan pendukung Greenpeace menyerukan moratorium nasional deforestasi di luar studio TV dimana debat terakhir kampanye pemilihan presiden sedang berlangsung. ©Rante/Greenpeace Halaman sebelumnya, kanan atas: Maret 2009, Jakarta, Indonesia Aktivis Greenpeace menghalangi pintu masuk kantor pusat Sinar Mas group. ©Rante/Greenpeace Halaman sebelumnya, bawah: November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace beraksi melawan APRIL, produsen pulp dan kertas kedua terbesar di Indonesia, untuk menghentikan pembukaan hutan di lahan gambut. Aksi berlangsung dua hari sebelum Presiden Obama bersama duapuluh kepala negara lain bertemu di Singapura untuk membicarakan Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik. ©Novis/Greenpeace 59
KERUSAKAN Dampak meluasnya pasar minyak kelapa sawit dari deforestasi
Juli 2009, Kalimantan Selatan, Indonesia Kerangka pohon hutan hujan dalam perkebunan kelapa sawit dekat Sungaihantu. Foto ini adalah juara kedua One Earth Award tahun 2010. ©Beltra/Greenpeace
60
Juli 2009, Jambi, Sumatra, Indonesia Jalan akses melalui perkebunan kayu pulp eucalyptus Sinar Mas group. ©Beltra/Greenpeace
Februari 2009, Kalimantan Barat, Indonesia Pembukaan lahan dekat Taman Nasional Danau Sentarum untuk perkebunan kelapa sawit oleh anak perusahaan Sinar Mas group, Golden Agri-Resources. ©Purnomo/Greenpeace Agustus 2009, Jambi, Sumatra, Indonesia Orangutan yang kehilangan induknya ditempatkan di pusat rehabilitasi Frankfurt Zoological Society dalam Bentang Alam Bukit Tigapuluh. ©Budhi/Greenpeace 61
EKSPOS Mengaitkan Nestlé dengan perusakan hutan hujan oleh Sinar Mas group Greenpeace menggeser fokusnya ke Nestlé, salah satu pelanggan Sinar Mas group. Kampanye kami diluncurkan dengan video provokatif dimana seorang pekerja kantor menggigit KitKat yang di dalamnya terdapat jari orangutan. Nestlé mengeluarkan video tersebut dari YouTube dan mengancam akan men-delete semua komen dari halaman Facebook mereka. Tindakan ini berbalik menyerang mereka karena para pendukung Greenpeace dengan cepat mengunggah kembali film ini dan membanjiri perusahaan dengan email dan komen-komen di Facebook. Delapan minggu setelah peluncuran video tersebut, Nestlé mengumumkan kebijakan deforestasi nol yang mengeliminasi deforestasi dari rantai pasokan mereka.
NEW EVIDENCE
Maret 2010 Foto dari film kampanye Greenpeace, Give the Orang-utan a Break atau Berikan Break untuk Orangutan. Film ini ditonton lebih dari 1,5 juta kali.
Cleared forests on deep peat within the High Conservation Value area in PT ALM concession. Peatland three or more metres deep may not be converted to plantations according to Indonesian law. PT ALM, Ketapang District,West-Kalimantan. 9 March 2010, GPS: 1 36' 0.8" S/110 25' 9.2" E
SINAR MAS RAINFOREST AND PEATLAND DESTRUCTION
For more information contact:
[email protected] PUBLISHED IN APRIL 2010 by Greenpeace International Ottho Heldringstraat 5 1066 AZ Amsterdam The Netherlands Tel: +31 20 7182000 Fax: +31 20 7182002 JN 324
www.greenpeace.org
© Greenpeace/Ryo Adna
November 2009, UK Materi komunikasi Greenpeace digunakan untuk mengekspos kaitan antara Nestlé dan perusakan hutan hujan oleh divisi kelapa sawit Sinar Mas group (Golden Agri-Resources). 62
MELOBI Meminta pertanggungjawaban Nestlé untuk perdagangannya dengan Sinar Mas group Kanan, dari atas ke bawah: Maret 2010, Jerman Staf Greenpeace membagikan brosur kepada karyawan Nestlé di kantor pusat mereka di Frankfurt dan di pabrik-pabrik mereka di Hamburg, Berlin, Nuernberg, Soest dan Singen. ©Varnhorn/Greenpeace Maret 2010, Beijing, Cina Seorang penjaga keamanan di kantor pusat Nestlé berbicara dengan orangutan Greenpeace yang membagikan brosur yang menyerukan perusahaan untuk menghentikan pembelian minyak kelapa sawit dari Sinar Mas. ©Lim/Greenpeace April 2010, Swiss Aktivis Greenpeace menembus pertemuan tahunan pemegang saham Nestlé. Dua orang pemanjat turun dengan tambang di atas kepala para eksekutif Nestle, dan membentangkan spanduk yang menyerukan perusahaan untuk memberi kesempatan pada orangutan. ©Greenpeace Maret 2010, London, Inggris Raya Sebuah papan iklan Greenpeace dekat kantor pusat Nestlé. ©Rezac/Greenpeace
Meminta pertanggungjawaban HSBC karena telah memberikan jasa keuangan kepada Sinar Mas Bawah: Juni 2010, Inggris Raya Sticker placed on cashpoint machines during a short, sharp campaign exposing HSBC’s relationship with the Sinar Mas group.
63
ALAM Apa yang kita bela September 2008, Papua, Indonesia Seekor serangga di hutan gunung Cyclops dekat danau Sentani di Papua. ©Beltra/Greenpeace
Juni 2009, Kalimantan Tengah langur Kalimantan (Trachypithecus cristatus), juga dikenal sebagai monyet daun perak atau langur perak. ©Rante/Greenpeace
64
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). ©Alamy
November 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Seorang nelayan di Semenanjung Kampar memperlihatkan tangkapannya. Lebih dari satu dekade sejak tahun 1998, tangkapan keluarganya turun sampai dengan 70% – mereka mengatakan hal ini terjadi akibat polusi yang disebabkan oleh penghancuran hutan hujan lahan gambut. ©Rose/Greenpeace
65
SOLUSI Kelapa sawit yang baik Janji-janji akan pembangunan ekonomi dan pekerjaan untuk masyarakat lokal dari ekspansi kelapa sawit tidak menjadi kenyataan bagi banyak orang. Walau demikian, sebuah proyek perkebunan kecil yang inovatif dan independen yang dimulai oleh Pemerintah Kabupaten Siak di Semenanjung Kampar, Riau, Sumatra telah memberikan keuntungan sosial dan ekonomi untuk masyarakat Dosan sementara menjaga hutan mereka yang tersisa. Greenpeace mendukung pendekatan ini untuk memproduksi 'Minyak Kelapa Sawit yang Baik' yang dapat direplikasi tidak hanya di Indonesia, tapi juga oleh masyarakat di belahan lain di dunia.
Mei 2012, Kampar, Riau, Sumatra, Indonesia Sejak 2008, masyarakat Dosan telah mengelola perkebunan kelapa sawit mereka sendiri, yang berarti semua keuntungan dikembalikan ke masyarakat desa dan memastikan pekerjaan penuh bagi masyarakat. Hutan telah menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Dosan. Konservasi adalah prioritas dan kebutuhan karena memberikan komunitas hasil seperti karet, rotan, pangan dan kayu selain juga uang. ©Novis/Greenpeace
66
Atas: Mei 2012, Kampar, Riau, Sumatra, Indonesia Danau Nagasakti sangat rentan terhadap pengembangan perkebunan di kubah gambut Kampar, yang mempengaruhi ketinggian permukaan air dan hutan di sekelilingnya. Danau ini keramat bagi penduduk Dosan. Sebagai penjaganya, masyarakat mengerti pentingnya menjaga wilayah ini melalui penggunaan lahan mereka secara arif. ©Novis/Greenpeace
Kanan: Mei 2012, Kampar, Riau, Sumatra, Indonesia Membangun bendungan di perkebunan kelapa sawit masyarakat Dosan. Masyarakat Dosan berkomitmen untuk melindungi hutan dan lahan gambut mereka dengan menerapkan praktik pengelolaan lingkungan yang baik di perkebunan kelapa sawit mereka. ©Novis/Greenpeace
67
HASIL Membersihkan industri Pada 9 Februari 2011, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, anak perusahaan Sinar Mas group, Golden Agri- Resources, mengumumkan kebijakan konservasi hutan yang baru. Perusahaan sepakat untuk menghentikan pembukaan hutan dan pengembangan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit.
Membersihkan perdagangan Banyak merek yang akrab dengan publik memberlakukan kebijakan yang tidak mengikutsertakan produk-produk yang terkait dengan deforestasi dari rantai pasokannya. Banyak yang berkomitmen untuk membeli secara eksklusif hanya dari anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), standar yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan. Unilever dan Nestlé – dua konsumen minyak kelapa sawit terbesar dunia – melangkah lebih jauh dan memberlakukan kebijakan yang memajukan industri ini untuk membersihkan rantai pasokan mereka. Maret 2013, Jakarta, Indonesia Golden Agri-Resources, divisi kelapa sawit Sinar Mas group, meluncurkan Proyek Pilot Konservasi Hutan mereka. Bustar Maitar dari Greenpeace berdiri dengan staf dari The Forest Trust, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, Wakil Bupati Kapuas Hulu, dan Daud Darshono dari PT. SMART/Sinar Mas group. ©Greenpeace Agustus 2009, Jambi, Sumatra, Indonesia Hutan hujan yang mengelilingi Taman Nasional Bukit Tigapuluh adalah habitat vital bagi banyak spesies yang dilindungi dan terancam punah. Hutan ini telah dirusak oleh pembangunan perkebunan. ©Budhi/Greenpeace 68
69
2010–2013
KERTAS 70
Saat divisi kelapa sawit Sinar Mas group telah menyetujui tuntutan Greenpeace, kami memutuskan untuk berfokus pada sektor pulp dan kertas, yang didominasi anak perusahaan Sinar Mas lainnya, Asia Pulp & Paper (APP). APP dan kompetitornya Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) menguasai 80% industri pulp dan kertas Indonesia. APP mengklaim bahwa pabrik-pabrik mereka sebagian besar menggunakan kayu dari perkebunan, seperti akasia atau eucalyptus. Produk kertas dapat diuji dan diidentifikasi dari pohon mana mereka dibuat, dan kami menemukan serat kayu tropis campuran (mixed tropical hardwood, MTH) dalam kertas dan kemasan yang dibuat oleh APP untuk perusahaan-perusahaan internasional besar. Ini adalah bukti nyata bahwa APP masih menghancurkan hutan hujan Indonesia. Kami bahkan menemukan tumpukan kayu ramin – spesies terancam punah yang dilindungi oleh hukum internasional – dicampur dengan kayu bulat dari jenis kayu keras tropis lainnya dalam pabrik kertas terbesar APP. Sementara kantor-kantor Greenpeace di seluruh dunia menantang pelanggan APP, kantor Indonesia masih bekerja keras untuk mendapatkan moratorium pembukaan hutan skala industri dan degradasi lahan gambut. Sampai sekarang, hampir semua hutan Indonesia telah dialokasikan untuk perusahaan tambang, pulp dan kelapa sawit, maka kami juga menginginkan pemerintah Indonesia untuk mengkaji konsesi yang ada dan mengambil alih kembali wilayah hutan yang belum dihancurkan.
TUNTUTAN
• Deforestasi nol: moratorium pembukaan hutan skala industri dan degradasi lahan gambut dan pengkajian konsesi yang ada • Membersihkan perdagangan: sektor pulp agar memberlakukan kebijakan konservasi hutan • Membersihkan perdagangan: batalkan kontrak dengan perusahaan yang terlibat deforestasi dan degradasi lahan gambut Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Pabrik pulp APRIL, PT Riau Andalah Pulp and Paper. APRIL dimiliki oleh Raja Garuda Mas Group. ©Beltra/Greenpeace 71
INVESTIGASI Bagaimana ekspansi Sinar Mas group mengancam hutan hujan Indonesia
Bawah dan kanan: Agustus 2010, Sumatra, Indonesia Dokumentasi udara dari deforestasi yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Rante/Greenpeace
72
Halaman berikutnya, bawah: September 2010, Kalimantan Timur, Indonesia Perkebunan kelapa sawit yang baru saja ditanami pada lahan hutan yang baru ditebang habis di Telen. ©Budhi/Greenpeace
how sinar mas is pulping the planet
iii
how SINAr MAS IS
PULPING
the
PLANet Musim panas 2010 Dua laporan Greenpeace yang mendokumentasikan dampak ekspansi kerajaan kertas dan kelapa sawit Sinar Mas group terhadap hutan hujan Indonesia.
September 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Mengukur jejak kaki harimau di dalam Taman Nasional Tesso Nilo pada Tur Mata Harimau 2011. Greenpeace mengorganisir tur ini untuk meningkatkan kesadaran akan dampak deforestasi dan untuk mendesak pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang konsesi yang ada. ©Ifansasti/Greenpepace
73
April 2010, Jambi, Sumatra, Indonesia Tumpukan kayu hutan hujan di Bentang Alam Bukit Tigapuluh. ©Greenpeace
74
Oktober 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Jalan akses dalam perkebunan kayu pulp di Semenanjung Kampar yang terkait dengan Asia Pulp & Paper. ©Rante/Greenpeace
75
INVESTIGASI Bagaimana kebijakan iklim dan pembangunan pemerintah membahayakan jutaan hektar hutan hujan Indonesia Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia mengumumkan rencana akan mengklasifikasi perkebunan sebagai hutan, sementara memberi izin perusahaan perkebunan dan pertambangan untuk terus merusak habitat kritis seperti hutan lahan gambut. Rencana ini akan memungkinkan bagi Indonesia untuk menyembunyikan emisi gas rumahkaca dalam jumlah besar dari penghancuran hutan dan lahan gambut. Rencana ini dikecam oleh Greenpeace dan sejumlah organisasi lingkungan dan sosial kemasyarakatan lainnya.
iii
PROTECTiOn mOnEy How industry expansion plans would use climate funds to bankroll deforestation and undermine President Susilo Bambang Yudhoyono’s commitment to low-carbon development
November 2010 Sebuah laporan Greepeace yang mengekspos rencana pemerintah Indonesia untuk mengembangkan hampir semua hutan dataran rendahnya dalam waktu 20 tahun. Metode penghitungan karbon yang keliru diusulkan oleh Kementerian Kehutanan akan berarti Indonesia dalam mengklain pengurangan emisi dengan mengganti hutan hujan dengan perkebunan.
Kanan: Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Perkebunan kayu pulp Eucalyptus berdampingan dengan hutan hujan dekat Pekanbaru. ©Beltra/Greenpeace
Kiri: Maret 2010, Jakarta, Indonesia Aktivis Greenpeace di gedung Kementerian Kehutanan. ©Rante/Greenpeace 76
77
Juli 2009, Kalimantan Tengah, Indonesia Jaringan jalan di lahan yang baru saja ditebangi habis dalam sebuah perkebunan kelapa sawit dekat Kuala Kuayan. ©Beltra/Greenpeace
78
Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Hutan hujan yang berbatasan dengan Danau Pulau Besar. Kawasan ini terancam ekspansi perkebunan kayu pulp. ©Beltra/Greenpeace
Oktober 2009, Riau, Sumatra, Indonesia Perkebunan kayu pulp Akasia di Kampar. ©Rante/Greenpeace
79
PELIBATAN MASYARAKAT DAN MENJADI SAKSI Berdiri dengan masyarakat dan LSM lainnya pada platform yang sama
Oktober 2010, Indonesia Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Kumi Naidoo berbicara dengan media setelah menyaksikan langsung keindahan hutan hujan Sumatra dan penghancurannya oleh Asia Pulp & Paper. Kumi berada di Indonesia untuk peluncuran ‘Platform Bersama untuk Menyelamatkan Hutan Indonesia untuk Melindungi Iklim Global’ – koalisi besar LSM yang bekerja untuk keanekaragaman hayati , hak azasi manusia dan perlindungan iklim serta yang mewakili masyarakat adat. ©Sutton-Hibbert/Greenpeace
Juni 2010, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace bekerja dengan LSM lokal Jikalahari dan Forum Komunitas Penyelamat Semenanjung Kampar (FMPSK) untuk membangun plasma berbagai tumbuhan dan pohon asli pada peluncuran kembali ‘Kamp Masyarakat untuk Pernyelamatan Kampar’, sebelumnya dikenal sebagai Kamp Pembela Iklim. Kamp yang terdahulu terbakar yang dicurigai diakibatkan oleh pembakar industri. ©Van Lembang/Greenpeace
80
Oktober 2011, Jambi, Sumatra, Indonesia ‘Harimau’ Greenpeace mengikuti truk yang bermuatan kayu bulat hutan hujan dalam perjalanan mengunjungi suku Orang Rimba di Tebo. ©Infansasti/Greenpeace
Oktober 2011, Riau, Sumatra, Indonesia ‘Harimau’ Greenpeace dengan anak-anak lokal di Kelayang, Indragiri Hulu dalam bagian Tur Mata Harimau Greenpeace. ©Infansasti/Greenpeace
81
INVESTIGASI Dampak ekspansi oleh anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper di hutan lahan gambut
Agustus 2010, Riau, Sumatra, Indonesia Sebuah ekskavator tenggelam dalam lubang di rawa dalam perkebunan kayu pulp di Kerumutan yang berhubungan dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Greenpeace
82
Halaman berikutnya: Oktober 2011, Sumatra Selatan, Indonesia Truk logging di perempatan jalan dalam perkebunan kayu pulp milik anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. Sebagian besar perkebunan ini terletak di lahan gambut dan hutan hujan dalam konsesi yang diidentifikasi sebagai habitat untuk harimau Sumatra yang terancam punah. ©Rante/Greenpeace
83
Atas: Juli 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Embun pagi di perkebunan kayu pulp yang baru ditanami milik anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. Seekor harimau ditemukan terjebak dalam perkebunan pemasok APP dan kemudian mati. ©Priananda/Greenpeace
Kiri: September 2011, Riau, Sumatra, Indonesia ‘Harimau’ Greenpeace Bustar Maitar – ketua Kampanye Hutan untuk Indonesia – menjadi saksi kehancuran hutan hujan lahan gambut dalam perkebunan kayu pulp yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Infansasti/Greenpeace 84
Juli 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Harimau Sumatra tertangkap jebakan dalam wilayah perkebunan milik anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Priananda/Greenpeace
Juli 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Petugas kehutanan menggotong harimau Sumatra yang mati terjebak di perbatasan PT Arara Abadi, perkebunan akasia APP. ©Priananda/Greenpeace 85
EKSPOS Kaitan antara kerusakan hutan oleh APP dan Barbie (dan kawan-kawannya)
Greenpeace meluncurkan kampanye terhadap perusahaan mainan yang membeli produk kertas dari Asia Pulp & Paper. Laporan kami mengungkapkan bahwa Mattel (produsen Barbie), Hasbro, Disney dan Lego membungkus mainan mereka dengan kemasan murah yang seringkali mengandung kayu keras tropis campuran – serat dari hutan hujan Indonesia. Dalam waktu lima bulan keempat perusahaan ini setuju untuk membersihkan rantai pasokan mereka dan berjanji tidak berdagang dengan perusahaan yang bertanggungjawab akan penghancuran hutan hujan. Kiri: Juni 2011 Dua gambar dari animasi yang merangkum investigasi Greenpeace mengenai kaitan antara sektor mainan dan penghancuran hutan hujan tempat tinggal harimau Sumatra oleh Asia Pulp & Paper. Uji forensik menunjukkan bahwa serat MTH (mixed tropical hardwood, kayu keras tropis campuran) – dalam kemasan merekmerek terkenal termasuk Barbie.
Kanan: Juni 2011, Jakarta, Indonesia Stiker yang digunakan oleh sukarelawan dalam kegiatan pelibatan publik untuk mengekspos kaitan antara sektor mainan dan penghancuran hutan hujan Indonesia untuk pembuatan kemasan. ©Greenpeace
Kiri: Juni 2011 Gambar yang diambil dari video kampanye Greenpeace. Animasi – yang dibuat oleh pembuat film dokumenter Nick Broomfield – menunjukkan pacar Barbie, Ken yang kaget saat mengetahui bahwa Barbie mendorong harimau Sumatra makin dekat menuju kepunahan. 86
Atas: Juni 2011, Los Angeles, California, AS Aktivis Greenpeace berkostum sebagai Ken, pacar Barbie, turun di sisi gedung kantor pusat Mattel. ©Ruelas/Greenpeace Kiri, dari atas ke bawah: Juni 2011, Inggris Raya Barbie Sang Penggergaji lepas – bagian dari kegiatan pelibatan publik oleh sukarelawan untuk mengekspos kaitan antara sektor mainan dan perusakan hutan hujan Indonesia untuk pembuatan kemasan. ©Greenpeace Juni 2011, Belanda Para aktivis berkostum Barbie berpose dengan gergaji listrik berwarna merah muda. ©Til/Greenpeace Juni 2011 Materi komunikasi publik, digunakan di halte bus London dan tempat lain.
87
88
89
INVESTIGASI APP dan perdagangan ilegal ramin, spesies kayu yang dilindungi Setelah investigasi selama setahun, kami menemukan kayu ramin – spesies yang dilindungi secara internasional – di pabrik terbesar Asia Pulp & Paper, yang memasok pasar global dan merek-merek korporat. Pabrik Indah Kiat Perawang secara reguler mencampur kayu ramin ke dalam pasokan kayu dari hutan hujan mereka. Rekaman video dan bukti forensik yang diperoleh saat investigasi disediakan bagi Kementerian Kehutanan Indonesia dan Sekretariat CITES bagian dari PBB di Jenewa.
2011, Hamburg, Jerman Dr Gerald Koch, ahli spesies kayu yang diakui secara internasional, memeriksa sampel yang diambil di pabrik pulp Indah Kiat Perawang milik APP di Sumatra. ©Greenpeace
Februari 2012, Internasional Gambar yang diambil dari video pendek Greenpeace Jejak Kertas Ramin (The Ramin Paper Trail) yang merangkum bukti keterlibatan APP dalam perdagangan ilegal kayu ramin.
Harimau Sumatra. ©WWF
Halaman sebelumnya: April 2010, Riau, Sumatra, Indonesia Pembukaan hutan baru oleh anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper dalam Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Bentang alam ini merupakan habitat penting bagi beberapa spesies yang terancam punah termasuk harimau Sumatra. ©Anggoro/Greenpeace 90
Mei 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Kayu hutan hujan menunggu dihancurkan di pabrik pulp milik Asia Pulp & Paper, Indah Kiat Perawang. ©Greenpeace
April 2011, Sumatra Selatan, Indonesia Truk logging yang bermuatan kayu bulat yang berasal dari hutan hujan dalam perkebunan yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Greenpeace
Agustus 2011 Kayu ramin ilegal diidentifikasi di pabrik pulp Asia Pulp & Paper, Indah Kiat Perawang di Sumatra. Kayu ramin rentan terhadap jamur biru yang terlihat jelas. ©Greenpeace
Maret 2011, Hamburg, Jerman Gambar mikroskopik kayu sampel EC198612, yang diambil dari pabrik Indah Kiat Perawang, mengkonfirmasi bahwa kayu ini adalah ramin. Sampel ini diuji di Institut Teknologi Kayu dan Biologi Kayu, Universitas Hamburg, Jerman. ©Greenpeace
91
Kiri: Maret 2012, Jakarta, Indonesia Latar belakang sebuah slide yang menunjukkan kaitan beberapa perusahaan yang diidentifikasi menggunakan kertas dari Asia Pulp & Paper yang mengandung serat hutan hujan Indonesia, yang dibawakan oleh Bustar Maitar –ketua Kampanye Hutan Campaign untuk Indonesia – dalam jumpa pers. ©Rante/Greenpeace
92
Atas: Februari 2012, Sumatra Selatan, Indonesia Jalan akses dan tonggak kayu yang baru dibersihkan dari hutan lahan gambut dalam perkebunan yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Jufri/Greenpeace
Atas: Februari 2012, Riau, Sumatra, Indonesia Ekskavator menumpuk kayu-kayu dari hutan hujan dengan kanal transpor yang memotong lahan gambut dalam perkebunan dalam Hutan Lahan Gambut Kerumutan Peat Swamp berhubungan dengan Asia Pulp & Paper. Wilayah ini adalah habitat penting bagi harimau Sumatra yang terancam punah. ©Jufri/Greenpeace
Kanan: Maret 2012, Jakarta, Indonesia Ketua tim hutan Greenpeace Zulfahmi Fahmi memberikan Direktur Jendral Perlingungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Bapak Darori, dengan bukti investigasi satu tahun mengenai keterlibatan Asia Pulp & Paper dalam perdagangan ilegal kayu ramin. ©Rante/Greenpeace
93
EKSPOS Bagaimana Kentucky Fried Chicken merusak hutan Pada bulan Mei 2012 Greenpeace mengungkapkan bahwa KFC mendapatkan pasokan kemasan dari Asia Pulp & Paper. Peneliti kami menemukan jejak serat hutan hujan – kayu keras tropis campuran – dalam cangkir, kotak makan, pembungkus kentang goreng, serbet dan ember ayam mereka yang terkenal. Pada bulan April 2013 KFC dan perusahaan induknya Yum! Foods berkomitmen pada deforestasi nol bagi semua kertas dan kemasan mereka.
Mei 2012, Riau, Sumatra, Indonesia Aktivis Greenpeace menempatkan ‘kemasan’ KFC raksasa bertuliskan ‘KFC: Merusak Hutan’ di hutan lahan gambut yang baru saja dihancurkan – tempat yang dahulu merupakan habitat harimau Sumatra. ©Priananda/Greenpeace
94
Mei 2012, Toronto, Kanada Satu tim sukarelawan Greenpeace turut serta dalam kegiatan mencelupkan Colonel ke dalam ember KFC raksasa. ©Greenpeace
Kiri: Mei 2012, London, Inggris Raya ‘Orangutan’ Greenpeace di depan outlet KFC di Jalan Oxford di pusat kota London. ©Rose/Greenpeace
Atas: Juni 2012, Quezon City, Filipina ‘Harimau’ Greenpeace melakukan aksi teatrikal di depan outlet KFC di Quezon City. Para aktivis mengekspos resep rahasia perusahaan makanan cepat saji tersebut: penghancuran hutan hujan! ©Matimtiman/Greenpeace
95
INVESTIGASI Terus menerus terjadinya pengrusakan hutan lahan gambut dan habitat oleh sektor pulp dan kelapa sawit
September 2012, Kalimantan Barat, Indonesia ‘Harimau’ menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh konsesi yang terkait dengan Asia Pulp & Paper. ©Infansasti/Greenpeace
September 2012, Kalimantan Barat, Indonesia Pembukaan dan drainase hutan lahan gambut yang sedang terjadi di konsesi yang terkait dengan Asia Pulp & Paper. Dalam konsesi ini terdapat habitat orangutan. ©Ifansasti/Greenpeace
96
Atas: April 2013 Laporan Greenpeace baru yang mengekspos terus berlangsungnya operasi ilegal dan merusak yang terkait dengan Duta Palma, salah satu produsen minyak kelapa sawit Indonesia terbesar dan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Pada bulan Mei, RSPO mengeluarkan Duta Palma – mungkin langkah semacam ini yang pertama kalinya. Kanan atas: Mei 2013, Riau, Sumatra, Indonesia Tonggak-tonggak terbakar di wilayah hutan lahan gambut yang baru dibuka tepat bersebelahan dengan konsesi kelapa sawit milik Duta Palma di Indragiri Hulu, Riau, Sumatra. Saksi-saksi setempat mengatakan bahwa perusahaan tersebutlah yang membuka hutan, walau lokasinya di luar batas konsesi resmi perusahaan. Menurut peta resmi pemerintah, wilayah ini diberlakukan moratorium penebangan. ©Jufri/Greenpeace Kanan: Mei 2013, Riau, Sumatra, Indonesia Pengiriman ribuan ton kayu bulat dari hutan hujan yang bertujuan ke pabrik pulp RAPP, milik APRIL, produsen pulp kedua terbesar di Indonesia. ©Jufri/Greenpeace 97
HASIL 2011: Moratorium izin konsesi hutan baru selama dua tahun, yang diperpanjang kembali untuk dua tahun pada tahun 2013 2008-2013: 130+ perusahaan membatalkan kontraknya dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper dan memberlakukan kebijakan yang memastikan rantai pasokan mereka bebas dari deforestasi sebagai hasil dari kampanye Greenpeace dan LSM lainnya Maret 2013: Kebijakan konservasi hutan APP berkomitmen menghentikan perannya dalam deforestasi
5 Februari 2013, Jakarta, Indonesia CEO APP/Sinar Mas Group Teguh Widjaya dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan ketua Kampanye Hutan untuk Indonesia Bustar Maitar memegang kebijakan konservasi hutan Asia Pulp & Paper yang baru. ©Greenpeace 98
Agustus 2008, Riau, Sumatra, Indonesia Hutan lahan gambut di Kerumutan. ©Beltra/Greenpeace
99
BERIKUTNYA deforestasi nol di Indonesia
100
Sama sekali menghentikan deforestasi di Indonesia bukan merupakan perkara mudah. Walau demikian dalam satu dekade terakhir Greenpeace dan masyarakat sipil sekutu kami telah mencapai beberapa kemenangan. Banyak perusahaan telah setuju untuk membersihkan rantai pasokan mereka dari deforestasi. Golden Agri-Resources dan Asia Pulp & Paper, yang keduanya masing-masing merupakan produsen minyak kelapa sawit dan pulp dan kertas terbesar di Indonesia, telah berjanji tidak akan menghancurkan hutan hujan lagi. Pemerintah nasional, Uni Eropa dan PBB saat ini mengganggap serius masalah deforestasi. Mereka telah memberlakukan beberapa Undang-Undang dan Peraturan yang bertujuan menghentikan perdagangan kayu ilegal dan membantu negara seperti Indonesia untuk berkembang secara berkelajutan. Skema sertifikasi seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Forest Stewardship Council (FSC) memiliki kekurangan, tapi mencoba untuk mendorong perubahan dalam rantai pasokan komoditi dengan mempermudah perusahaan untuk mengetahui apakah mereka memasok minyak kelapa sawit, kayu dan kertas yang berkelanjutan, dan membantu konsumen untuk mengerti apakah produk yang mereka beli terkait dengan penghancuran hutan hujan. Hasil-hasil ini sebagian adalah jasa anda. Tanpa dukungan aktif dan donasi dari ribuan individu yang berkomitmen dari seluruh dunia, Greenpeace tidak akan ada sebagai kekuatan untuk perubahan positif. Namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Moratorium izin baru di hutan dan lahan gambut yang baru diperbaharui di Indonesia harus ditegakkan dan diperluas untuk menyertakan hutan dan lahan gambut dalam konsesi yang ada. Korupsi masih merajalela. Di banyak wilayah, Kementerian Kehutanan mengeluarkan izin yang tumpang tindih yang membuatnya lebih sulit untuk memantau deforestasi di lapangan dan mengidentifikasi perusahaan mana yang bertanggung jawab. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak hutan dan lahan gambut Indonesia telah rusak atau terdegradasi parah. Kemenangan pada tahapan ini adalah kemenangan didapatkan dengan harga yang sangat mahal kecuali para perusahaan berkomitmen untuk memberbaiki dan mengkompensasi lahan yang mereka rusak.
Oktober 2010, Sumatra, Indonesia Menavigasi tur di konsesi anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Sutton-Hibbert/Greenpeace 101
Apa yang terjadi pada dua tahun ke depan akan menentukan apakah kita dapat menyelamatkan hutan hujan atau tidak. Pemerintah Indonesia memiliki kesempatan untuk memperluas moratorium yang baru saja diberlakukan kembali selama dua tahun untuk meliputi semua konversi hutan alam. Ini harus termasuk peninjauan kembali konsesi yang adal untuk mengatasi masalah tumpang tindihnya izin dan memastikan perusahaanperusahaan nakal tidak merusak hutan alam dan lahan gambut yang masih tersisa. Pemerintah harus memerangi korupsi untuk melindungi masyarakat dan memastikan hukum Indonesia ditegakkan secara adil. Transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan industri yang lebih besar sangat penting untuk memungkinkan keterlibatan yang lebih berarti oleh kelompok-kelompok sipil masyarakat Indonesia dan masyarakat lokal dalam memantau dan melindungi hutan hujan di Aceh, Sumatra, Kalimantan dan Papua. Perusahaan-perusahaan pulp dan kelapa sawit perlu mengikuti jejak langkah yang diambil oleh Sinar Mas group dengan mengetatkan kebijakan konservasi mereka dan menempatkan usaha-usaha memanfaatkan lahan dengan lebih efisien. Badan-badan sertifikasi seperti RSPO harus mengetatkan regulasinya untuk memastikan hutan alam dan lahan gambut terlindungi. Perusahaan konsumen harus terus memberlakukan kebijakan pengadaan mereka untuk tidak menyertakan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan deforestasi dari rantai pasokan mereka. Greenpeace tidak akan tinggal diam sementara perusahaan membahayakan iklim dan kehidupan liar serta masyarakat yang bergantung padanya. Greenpeace dan para pendukung kami tidak akan menerima penolakan: kami akan meneruskan kampanye kami untuk mencapai deforestasi nol di Indonesia dan seluruh dunia. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, yang sebentar lagi akan berakhir masa tugasnya, mendukung aksi untuk melindungi hutan hujan di negrinya: ‘Saya tidak mau nanti harus menjelaskan kepada cucu saya Almira bahwa kami, masa kami, tidak dapat menyelamatkan hutan dan masyarakat yang bergantung padanya.’ Anda dapat membantu terjadinya perubahan. Dan bukan hanya untuk Almira.
Longgena Ginting Kepala Greenpeace Indonesia 102
BAGAIMANA ANDA DAPAT MEMBANTU MEMPERKUAT TUGAS UNTUK MENGHENTIKAN DEFORESTASI 1. Bergabunglah dengan Greenpeace. Jadilah pendukung dengan memberikan donasi tetap untuk membantu pekerjaan penting ini berlanjut. 2. Jadilah aktivis online bersama kami. Lakukan aksi dan tuntut perusahaan, pemerintah dan individu untuk mengambil pilihan tepat. 3. Teriakkan. Ajak yang lain untuk bergabung bersama kami di Twitter (@greenpeaceID, Facebook, YouTube dan banyak lagi). www.greenpeace.org/getinvolved
Mei 2013, Jayapura, Papua, Indonesia Para penari Papua di atas kapal Greenpeace Rainbow Warrior di Jayapura, Papua, hanya tiga tahun setelah Angkatan Laut TNI mengawal kapal Greenpeace Rainbow Warrior II keluar dari perairan teritorial Indonesia. Rainbow Warrior berada di Indonesia untuk mendokumentasi lingkungan yang paling beraneka ragam dan terancam kepunahan di dunia. Papua memiliki bentangan hutan hujan terbesar terakhir di Indonesia, dan makin banyak dari sektor pulp, kelapa sawit dan pertanian berpaling ke tanah ini sebagai target ekspansi. ©Hilton/Greenpeace
103
DEFORESTASI NOL HENTIKAN PENGRUSAKAN HUTAN, DUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN HARGAI PERLINDUNGAN HUTAN
Membuat agenda untuk perubahan positif adalah peran penting yang diambil Greenpeace di Indonesia. Deforestasi nol bergantung pada ditemukannya solusi jangka panjang bagi rakyat.
PEMERINTAH
Diperlukannya tata kelola yang kuat yang memprioritaskan perlindungan hutan dan menghargai kepemimpinan industri. • Perluas moratorium untuk mencakup semua konversi hutan alam dan lahan gambut. • Tinjau izin-izin yang ada. • Hentikan korupsi di sektor kehutanan. Berantas ilegalitas, termasuk tidak dipatuhinya proses pemberian izin, tidak dibayarkannya pajak dan tidak dipatuhinya peraturan mengenai lahan gambut. • Hargai kepemimpinan industri. Beri insentif pada peningkatan produktivitas dan pembangunan lahan kosong atau yang benar-benar terdegradasi.
SEKTOR PULP DAN KELAPA SAWIT
• •
Ikuti langkah Sinar Mas group dan berlakukan kebijakan konservasi hutan. Perbaiki efisiensi penggunaan lahan dan produktivitas.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
•
Berlakukan kebijakan pengadaan yang tidak menyertakan perusahaan yang terkait dengan deforestasi dari rantai pasokan.
SEKTOR KEUANGAN
• •
104
Pastikan keputusan investasi tidak turut menyebabkan deforestasi melalui pemberlakukan kriteria pemberian pinjaman yang lebih ketat pada sektor kehutanan. Tolak dukungan finansial atau jasa kepada perusahaan yang terlibat dalam deforestasi.
Mei 2011, Riau, Sumatra, Indonesia Penebangan habis aktif hutan alam di atas lahan gambut dalam kawasan konsesi perusahaan yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Rante/Greenpeace
105
Oktober 2005, Papua, Indonesia Hutan di Raja Ampat. ©Greenpeace
106
Kanan: October 2008, Papua Barat, Indonesia Hutan hujan dekat Manokwari di Papua Barat. ©Rante/Greenpeace
Halaman berikutnya: Agustus 2010, Sumatra Selatan, Indonesia Pemandangan di atas sungai di lahan gambut dalam wilayah perusahaan yang terkait dengan anak perusahaan Sinar Mas group, Asia Pulp & Paper. ©Rante/Greenpeace
107
108
109
Juni 2012, Jakarta, Indonesia Kumi Naidoo, Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional, menunjukkan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono edisi buku 'Forest Planet', saat berkunjung ke Istana Negara. ©Budhi/Greenpeace
Juni 2013, Jakarta, Indonesia Untuk memperingati sepuluh tahun kampanye Greenpeace melindungi hutan Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Kumi Naidoo di atas kapal Rainbow Warrior. ©Rante/Greenpeace
110
‘Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Greenpeace atas berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan Indonesia dan juga dunia … Saya ingin mewariskan lingkungan yang bersih dan aman kepada cucu-cucu saya di kemudian hari.’ Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 7 Juni 2013
‘Sulit bagi kami saat Greenpeace mempublikasikan laporan dan menyerang kami serta melakukan boikot – sangat sulit bagi kami. Sangat sulit bagi kami untuk mengerti dan menyadari bahwa apa yang mereka katakan kemungkinan adalah benar, saat itu kami agak tidak ingin percaya. Kami mencoba untuk menjustifikasi apa yang kami lakukan, tapi bila melihat ke belakang tanpa apa yang mereka lakukan kami tidak akan sampai di sini. Hal ini penting. Kami secara publik mengatakan bahwa kami berterimakasih kepada Greenpeace untuk peran mereka membantu kami mengubah strategi kami.’ Aida Greenbury, Direktur Keberlanjutan APP, wawancara dengan BusinessGreen 21 Maret 2013
111
'Faktanya adalah manusia memiliki kendali luar biasa terhadap bumi dan segala yang ada di dalamnya. Jadi, suka tidak suka, apa yang terjadi selanjutnya adalah sama sekali tergantung pada mereka.’ David Attenborough, Life on Earth ,1979
113
Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku, melindungi dan mengkonservasi lingkungan dan mempromosikan perdamaian. Greenpeace berkomitmen untuk menghentikan perubahan iklim. Kami berkampanye untuk melindungi hutan alam yang tersisa di dunia serta tumbuhan, satwa dan masyarakat yang bergantung padanya. Kami menginvestigasi, mengekspos dan mengkonfrontasi perdagangan produk-produk yang menyebabkan pengrusakan hutan dan perubahan iklim. Kami menantang pemerintah dan industri untuk menghentikan peran mereka dalam pengrusakan hutan dan perubahan iklim. Kami mendukung hak masyarakat yang hidup di hutan. Efektivitas kami terletak dalam uniknya kebebasan kami dari ketergantungan dari pendanaan dari pemerintah dan korporasi.
114