E d i s i A p r i l 2 0 1 5
8
MENJAGA BUMI DENGAN PENUH SYUKUR
MENJAGA BUMI DENGAN PENUH SYUKUR
D
i Bandung ada seorang bapak bernama Sariban. Setiap hari ia berkeliling kota Bandung dengan sepedanya. Tempat sampah, sapu lidi, sekop, linggis, tang, dan palu pun selalu dibawanya. Untuk apa semuanya itu ? Perlengkapan itu dipakai Sariban untuk memungut dan mengumpulkan sampah serta mencabuti paku yang menancap di batang pohon. Dengan berpakaian serba kuning, dilengkapi dasi dan caping serta pengeras suara, ia mempromosikan kebersihan dan kepedulian pada lingkungan. Ia tampil sangat unik. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini, merasa prihatin atas perilaku warga yang masih
membuang sampah dan memasang poster sembarangan di pepohonan dengan paku. Kesadaran dan kepedulian masyarakat pada lingkungan hidup dipandangnya masih sangat rendah. Sariban sering dianggap gila. Orang mencibir melihat aktivitasnya. Tetapi pria berusia 71 tahun ini, telah menjadi inspirator dan promotor kebersihan dan cinta lingkungan di kota Bandung. Slogan yang dia kumandangkan diantaranya “Iban”, penggalan dari namanya sendiri yang berarti; indah, bersih, aman, dan nyaman. Sementara itu di Kampung Laut, Cilacap ada
POJOK PASTORAL Thomas Heri Wahyono, seorang yang mendapat julukan Pendekar Mangrove. Disaat banyak orang atau masyarakat yang tidak peduli atas pelestarian lingkungn hidup, bahkan merusak kelestarian alam, dengan menggunduli hutan mangrove, Thomas Heri Wahyono justru menjadi pelopor dan penggagas untuk menghijaukan kembali kawasan hutan mangrove yang rusak. Meskipun awalnya ia mendapatkan banyak cercaan, hujatan dan dianggap kurang kerjaan, Thomas tidak menyerah. Untuk menghijaukan kembali kawasan hutan mangrove yang rusak itu, Wahyono membentuk Kelompok Keluarga Lestari. Kelompok tersebut diberi nama Keluarga Lestari karena anggotanya masih sebatas istrinya, Monica Tumirah dan anak-anaknya. Kelompok tersebut lalu mengembangkan bibit mangrove di sekitar rumah. Bibit yang sudah tumbuh besar kemudian ditanam di kawasan hutan yang rusak. Mereka pun berhasil menjadikan lahan kritis menjadi lahan mangrove produktif dan kaya biota laut. Udang, kepiting, dan ikan begitu melimpah. Sekarang sudah ada 33 keluarga yang bergabung. Dia pun kemudian mengganti nama Kelompok Keluarga Lestari menjadi Kelompok Krida Wana Lestari. Sampai sekarang dia bersama kelompoknya sudah menanam ratusan ribu bibit mangrove di areal seluas 60 hektare di sekitar tempat tinggalnya. Aktivitas Sariban dan Keluarga Thomas Heri Wahyono serta kelompoknya, tampaknya sederhana tetapi dengan ketekunan dan kepedulian tersebut, mereka sedang menjalankan tugas “kenabian”nya sebagai penggerak pencinta lingkungan hidup. Mereka hanyalah sebagian contoh kecil dari gerakan orang atau kelompok yang peduli pada bumi yang dihuninya. Hari Bumi Setiap 22 April dicanangkan sebagai Hari Bumi. Peringatan Hari Bumi digagas oleh seorang Senator Amerika Serikat dan seorang pengajar lingkungan hidup, Gaylord Nelson pada 1970. Mengapa harus ada peringatan Hari Bumi? Menurut para ahli, bumi yang kita tempati
ini sudah berusia 4,54 miliar tahun. Usia yang sangat panjang. Bumi yang kita huni diciptakan baik adanya. Tetapi karena ulah manusia yang tidak bersahabat dengan bumi dan lebih mengeksploitasi bumi dengan segala kekayaan yang ada di dalamnya, bumi sudah mengalami kerusakan di berbagai belahan dunia. Ketidakpedulian manusia pada bumi, dengan melakukan pertambangan, perambahan hutan, perburuan satwa yang dilindungi, pemakaian sumber air yang berlebihan dan membuang sampah sembarangan akan mengancam keberlangsungan hidup masa depan. Pemanasan global, pergeseran musim, dan perubahan lainnya merupakan bagian dari tindakan manusia yang sewenang-wenang dalam memanfaatkan sumber daya alam. Dan itu merupakan dosa ekologis. Maka tujuan peringatan Hari Bumi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran supaya manusia bisa memelihara, menjaga, dan peduli pada bumi yang dihuninya. Peran Gereja Katolik Pada 2012, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengeluarkan nota pastoral berjudul: Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan. Melalui nota pastoral ini, Gereja ingin mengajak seluruh umat Katolik untuk memberi perhatian, meningkatkan kepedulian dan tindakan partisipatif dalam menjaga, memperbaiki, melindungi dan melestarikan ke-utuhan ciptaan dari berbagai macam kerusakan. Selain itu, nota pastoral ini dimaksudkan sebagai bahan pembelajaran pribadi atau bersama bagi seluruh umat dan siapapun yang mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah lingkungan hidup dan usaha-usaha untuk menjaga, memperbaiki, melindungi dan memulihkannya. Dalam nota pastoral tersebut dikatakan bahwa manusia bisa menjadi rekan kerja Allah dalam menata, menjaga, memelihara dan mengembangkan seluruh alam semesta ini. Allah memberikan kepercayaan kepada manusia untuk memelihara dan mengolah dengan bijaksana alam semesta ini serta berupaya menciptakan hubungan yang harmonis di antara semua ciptaan
Warna / April 2015 01
POJOK PASTORAL (bdk. Kej.2:15). Oleh karena itu, manusia harus mengelola bumi dengan segala isinya ini dalam kesucian dan keadilan. Manusia tidak berhak memboroskan dan merusak alam serta sumbersumbernya dengan alasan apapun. Allah menciptakan bumi dan segala isinya baik adanya (Kej 1: 1 – 31). Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citraNya. Allah memberkati manusia dan menetapkan agar manusia beranak cucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukannya. Kesecitraan manusia dengan Allah memungkinkan manusia untuk bertindak tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi sesamanya. Manusia memiliki kemampuan untuk mengelola bumi dan segala isinya secara bertanggung jawab. Bagaimana dengan Kita? Bagaikan masyarakat tradisional jaman dulu yang selalu memiliki lumbung padi sebagai persediaan bahan makanan untuk kemudian hari, kita juga sebagai manusia yang hidup pada generasi sekarang harus mengingat keberlangsungan hidup generasi mendatang. Sebagai rasa tanggung jawab akan keutuhan ciptaan, kelestarian bumi dan segala isinya kita semua diundang untuk terlibat dalam usahausaha pemeliharaan lingkungan. Kita diajak untuk sungguh menjaga, memelihara, dan mencintai bumi dengan penuh syukur. Allah telah menciptakan bumi ini. Allah menghendaki bumi ini dihuni dan dikelola dengan penuh tanggung jawab. Bumi yang kita huni dititipkan Allah kepada kita manusia ciptaanNya untuk dikelola dengan baik. Tidak hanya dikuras dan dieksploitasi tetapi juga kita harus melakukan usaha-usaha recovery supaya tatanan keharmonisan alam tetap terpelihara. Sebagai komunitas umat beriman, kita juga dipanggil untuk mengaktualisasikan dan menghadirkan iman kita melalui tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada cinta lingkungan. Ketika kita dengan tekun melakukan gerakan cinta lingkungan, kita ikut mempertanggungjawabkan iman kita kepada Allah Sang Pencipta. Apa yang sudah dilakukan di Paroki St. Helena? Selama ini paroki St. Helena melalui Seksi Lingkungan Hidup sudah menjalankan program rumah peduli, memilah bahan sampah khususnya dengan cara mengumpulkan botol atau kemasan dari bahan plastik, membuat rumah jelantah untuk menampung minyak goreng yang sudah tidak dipakai untuk diolah kembali, mengadakan pelatihan penanaman hidroponik, mengadakan lomba membuat tong sampah kreatif, dan pelatihan membuat lubang biopori atau resapan air, yang nantinya gerakan ini dapat ditindaklanjuti di setiap lingkungan. Maka peringatan hari bumi bukan sekedar tindakan seremonial, tetapi harus menjadi tindakan yang nyata dan berkesinambungan dalam usaha mencintai dan mensyukuri berkat Allah atas bumi yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Semoga setiap keluarga dapat berperan serta didalam menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan kecintaan pada lingkungannya. Kiranya hal ini juga bisa menjadi gerakan penitensi ekologis sebagai silih untuk memulihkan kerusakan yang diakibatkan dosa manusia terhadap alam. bennosc
02 Warna / April 2015
KATEGORIAL MISUKA Santo Yusuf,
P
IBARAT TERBANGKAN LAYANG-LAYANG
ERAN suami dalam hidup berkeluarga ibarat penerbang layang-layang. Ia bertugas menerbangkan istri dan anak-anaknya untuk berada di posisi lebih tinggi, bahkan setinggi-tingginya. “Layanglayang dibuat bukan untuk menjadi pajangan atau hiasan dinding, tapi untuk diterbangkan. Demikian juga dengan anak. Mereka harus dididik untuk bisa terbang lebih tinggi, bukan hanya sekedar menjadi etalasi orang tua,” kata Pastor Dr. AL. Andang Binawan, SJ. Hal tersebut dikatakan Pastor Penggerak Lingkungan Hidup dan Vikep Keuskupan Agung Jakarta ini dalam Misa Suami Katolik (MISUKA) yang digelar di Kapel Gedung Karya Pastoral Paroki Santa Helena, Curug, Tangerang, Sabtu (28/3/2015). Menurut Andi Yanto Singgih, Perayaan Ekaristi yang diprakarsai oleh SKK Santa Helena bekerjasama dengan Sie Lingkungan Hidup dan Tim Budidaya Tanaman Sayuran Tanah KAJ, PSE Santa Helena ini digelar sebagai bagian dari selebrasi Pesta Nama Santo Yusuf, pelindung suami. Tiga Unsur Penting Untuk dapat “menerbangkan” anak-anak dan istri, menurut pastor Andang, para suami harus memperhatikan tiga hal penting. Yang pertama, layang-layang harus mendapatkan angin. “Angin” itu adalah kepercayaan. “Artinya, kita harus berikan kepercayaan kepada anak-anak termasuk juga istri, supaya dia berjumpa dengan segala macam tantangan yang ada di dalam seluruh realitas kehidupan,” katanya. Sikap terlalu protektif terhadap anak maupun istri dapat membuat mereka tidak dapat terbang. “Berilah kesempatan kepada istri dan anak untuk tumbuh menjadi dirinya sendiri di dalam menghadapi segala macam tantangan,” katanya. Unsur kedua yang mutlak diperlukan agar layang-layang bisa terbang lebih tinggi adalah benang. “Benang menurut saya adalah relasi yang baik. Relasi ini harus terus-menerus dipupuk,” katanya. Relasi bisa dibangun dengan ritus-ritus kebersamaan seperti makan bersama, juga melalui perayaan iman. Iman, menurut pastor Andang, menjadi inti dari relasi. “Dalam membangun relasi, perlulah diwaspadai bahaya gudged yang sering membuat orang ada bersama tapi sibuk dengan dirinya sendiri,” katanya di hadapan ratusan suami Katolik yang datang dari banyak Paroki di KAJ seperti Paroki Stella Maris, Pluit, Paroki Santa Monika, BSD, Paroki Laurentius, Alam Sutra, Paroki Santa Helena dan masih banyak lagi. Unsur yang ketiga adalah adanya “tarik-ulur”. Panggilan menjadi ayah yang menerbangkan anak dan istri tak selamanya berjalan lancar dan mulus, tapi juga penuh tantangan. “Kita maunya terbang tinggi tanpa kesulitan. Itu namanya diulur. Tapi Tuhan menerbangkan layang-layang kita, tidak hanya diulur, tapi juga ditarik melalui kesulitan-kesulitan. Nah, ketika Tuhan sedang menarik, mampukan kita menghadapinya dengan senang, dengan gembira dan dengan mata terbuka?” tanya pastor Andang. Kepada para suami yang hadir dalam perayaan tersebut, “pastor sampah” ini meminta para suami untuk selalu berani menyongsong tantangan. Masalah itu harus kita terima dengan gembira dengan terbuka. “Itulah yang membuat kita tahan uji,” tegasnya. Warna lingkungan hidup sangat kental membingkai perayaan Ekaristi ini. Di seputar altar Nampak gentong-gentong sampah berhias warna-warni dengan pesan-pesan untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup. Setelah Perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan ramah tamah sederhana yang dibuka oleh Pastor Paroki Santa Helena pastor Barnabas Nono Juarno, OSS. Dalam sambutan singkatnya, pastor Nono mengingatkan peran strategis para suami dalam kehidupan keluarga Katolik. “Para suami adalah pemimpin keluarganya. Kalianlah yang menentukan kualitas personal seluruh anggota keluarga lainnya,” katanya. (PM).
Warna / April 2015 03
OBITUARI In Memoriam Yanuarius Taweru
Guru Kehidupan Itu Telah Pergi
T
UTUR katanya selalu lembut, meski terkadang datar. Orang yang belum mengenalnya lebih dalam, niscaya menganggapnya pendiam dan kalem. “Tapi sebenarnya Bapak itu orang yang banyak bicara, apalagi dengan orang yang sudah terasa cocok,” kata Christina Bungarista br Sinaga, wanita yang telah mendampinginya selama 35 tahun ini. Memang ada banyak kesan muncul dalam perjumpaannya dengan orang-orang di sekitarnya. Bapak Ignatius Sartono, rekan Pro-Diakon yang berasal dari Wilayah Sari Bumi misalnya melihat Pak Yanuarius sebagai sosok pelayan yang rajin dan bertanggungjawab pada tugas pelayanannya. “Beliau sangat tekun dalam doa dalam keluarga,” katanya. Sebagai anggota lingkungan, Yosafat Benny Sugiarto melihat sosok Pak Yanuarius sebagai pendidik yang keras dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. “Tapi terhadap umat yang berada di lingkungan yang dipimpinnya, Beliau sangat lembut dan tenang,” terang Benny. Bagi para guru muda yang sama-sama mengabdi di JES, Beliu bukan hanya pendidik, tapi juga pendidik kehidupan bagi para guru yang mendidik para murid. “Beliau kami anggap sebagai Bapak sekaligus pendidik bagi kami yang masih muda-muda,” kata salah seorang guru JES. Penuh perjuangan Yanuarius lahir di kampung Sovianit, Larat, Ambon. Setelah mengenyam pendidikan SD dan SMP di kampung halamannya, ia merantau ke Ternate dan sempat menjalani kelas I SMA di tempat itu. Tapi kemudian pindah Ambon dan menyelesaikan SMA-nya di SMA Fransiskus Xaverius, Ambon. Ia harus bersekolah berpindah-pindah karena mengikuti perpindahan tempat dinas pamannya yang tentara. Setelah SMA, ia sempat pulang kampung sambil mencari uang agar bisa ke Jakarta. Untuk itulah, di sekitar tahun 1977, bersama teman-temannya, Yanuarius muda sempat menjadi kuli panggul di pelabuhan. Tahun 1978, Yanuarius berangkat ke Jakarta. Sempat kerja serabutan, ia kemudian mengikuti pendidikan PGLP (Pendidikan Guru Lanjutan Pertama) dalam bidang Kesenenian. Selepas pendidikan singkat tersebut, ia lalu pengabdikan diri sebagai guru Kesenian dan Olahraga di beberapa sekolah, antara lain Sekolah Kristen Budi Anugerah, Pasar Baru; Gandi School, Ancol, Jakarta Utara. Di situ beliau mengabdi selama kurang lebih 15 tahun. Sejak awal 2004, Pak Januarius
04 Warna / April 2015
OBITUARI
mengajar di JES (Jakarta Emerald School), Pondok Pinang, Jakarta, hingga kini. Tanggal 26 Juni tahun 1982, Yanuarius menikahi Christina Bungarista br Sinaga dan hingga kini telah dikaruniai tiga orang anak yaitu Ernita Novianti, Yohanes dan Yulius Liwur Taweru. Menggandakan talenta Banyak talenta diberikan Tuhan padanya dan itu sudah digandakan dan dibagikan kepada orangorang di sekitarnya. Bakat keseniannya didikasikan pula di kehidupan menggereja. Ketika masih bergabung dengan Paroki Santo Agustinus, koor Santo Fransiskus Xaverius yang dipimpinnya pernah menjuarai lomba koor se-paroki Agustinus. Sebagai seorang guru, beliau juga aktif sebagai “guru agama” bagi umat lingkungannya, terutama sebagai fasilitator penggalian kitab suci kelompok. Berkali-kali Beliau dipercaya sebagai penanggungjawab bidang katekese di lingkungan. Dan selama dua periode terakhir, beliau dipercaya sebagai Ketua Lingkungan Antonius Padua dan salah seorang anggota prodiakon Paroki Santa Helena. Ujung jalan Pukul lima pagi, tanggal 15 Maret 2015, saat mau bedoa sebelum bertolak ke Jakarta untuk mengajar, beliau merasa ada tonjokkan keras menghantam belakang punggungnya. Dadanya terasa sangat sesak. Keluarga lalu membawa ke RS Siloam dan terdeteksi memiliki cairan di paru-paru. Berbagai tindakan medis dilakukan. Setelah Paskah, Senin 6 April 2015, dokter memberikan khabar gembira bahwa paru-parunya telah kembali mengembang. Dan pada Jumad (10 April) Beliau diperkenankan kembali ke rumah di Sari Bumi Indah. Tapi, Sabtu, 18 April 2015, sekitar pukul 06.00 Beliau menghembuskan nafas terakhir dalam pelukan istri dan anak-anaknya. Selamat jalan Bapak Yanuarius. Jadilah pendoa bagi kami yang masih berziarah di dunia ini. (PM)
Warna / April 2015 05
BERANDA REDAKSI
M
enurut Prof. Emil Salim, Gagasan Hari Bumi muncul ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylorfd Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia, maka ia mengambil prakarsa bersama dengan LSM untuk mencurahkan satu hari bagi ikhtiar penyelamatan bumi dari kerusakan. Pada tanggal 22 April 1970 Gaylord Nelson memproklamasikan Hari Bumi (Earth Day), sehingga pada tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Bumi (Earth Day). Demikianlah sekelumit sejarah Hari Bumi yang sudah kita rayakan pada tanggal 22 April yang lalu. Hari Bumi selalu mengingatkan kita untuk lebih memperhatikan lingkungan di sekitar kita. Hal ini selaras dengan janji Baptis yang baru saja kita perbarui Paskah yang lalu. Kegiatan yang dilaksanakan di Paroki, seperti Lomba Tong Sampah Kreatif, mencoba membangkitkan kepedulian kita terhadap bumi yang kita diami. Tidak lupa redaksi meliput secara khusus Panitia Paskah, wilayah Binong, yang telah bekerja keras mengerahkan waktu, tenaga, dan pikiran. Juga kesaksian dari katekumen yang dibaptis pada malam Paskah lalu. Demikian pula, informasi mengenai anak-anak St Helena. Akhir kata, selamat membaca. Tuhan memberkati (BA)
NOMOR REKENING BANK Komsos: PGDP Paroki St Helena BCA 7610622288 Ayo Sekolah: PGDP Paroki Santa Helena, BCA 7610645598 Dana St Yusuf: PGDP Paroki Santa Helena, BCA 7610401133 Dana Sosial/PSE: PGDP Paroki Santa Helena, BCA 7610400633
TIM REDAKSI Penanggung Jawab: Dewan Paroki St. Helena Penasehat: Lim Giok Lim Pemimpin Umum: Benedictus Andri Adijaya Pemimpin Redaksi: Janice Parmaningrum Redaksi: Paul Maku Goru, MF Endah Lestari, Handoko Setiawan, Gisela Niken, Emilia Sapta Pujiwahyuni, Stevie Agas, Gregorius, Narita Indrastiti, Maria Inviolita, Jo Hanapi. Desainer: Sugiharto, FX Subagyo Koordinator Foto: Willi Nggai Iklan & Promosi: Wilson Purba Kontributor: Ardy Candra (Sie Kerasulan Keluarga), Tjatur Prasetijono (Sie Lingkungan Hidup), Ayo Sekolah Ayo Kuliah, Pengembangan Sosial Ekonomi
06 Warna / April 2015
DAFTAR ISI Pojok Pastoral 01-02 Menjaga Bumi Dengan Penuh Syukur Kategorial 03 Ibarat Terbangkan Layang-Layang Obituari 04-05 Guru Kehidupan Itu Telah Pergi 06 Beranda Redaksi 07 Daftar Isi Liputan Khusus 08-09 Retret Trihari Suci Pratista 2-5 April 2015 Reportase 10-13 Yang Terkesan Dari Perayaan Paskah 14 Beruntung Kebutuhan Konsumsi Teratasi 14-15 Akibat Badan Jalan Menyempit WKRI 16 Peringatan Hari Kartini Kaleidoskop 17 Lomba Memasak Gado-Gado Perayaan Paskah Lansia Simeon Hanna 18-19 Misa Legio Maria 19-20 Lomba Kreatif Menghias Tong Sampah 21 Perayaan Trihari Suci Paroki Santa Helena Opini 22-23 Paskah Sebagai Kebangkitan Iman Untuk Mewujudkan Kasih Tuhan Yesus Keluarga 24-25 Mari Bangkit Dan Bertindak Anak 26-27 Apakah Malaikat Itu Ada...? 27-31 Temukan Motivasi Berbicara Anak Kita 31-32 Terima Kasih Anak-Anakku... Alamat Redaksi: GEREJA PAROKI SANTA HELENA Jl. Permata Kasih VI Blok C12 No 1, Taman Permata, Lippo Village, Curug - Tangerang 15810 Tel: (021) 5565 7370, Faks: (021) 5565 7371 Email:
[email protected] Website: www.parokisantahelena.or.id/ Paroki St Helena Curug-Tangerang @parokisthelena
Kami Tunggu, Partisipasinya Ya... Apakah Anda memiliki cerita, pengalaman, berita, kiat praktis, pertanyaan ataupun saran yang ingin dibagi bersama keluara St. Helena di Warna? Kirim ke:
[email protected] atau Sekretariat Paroki St. Helena, Jl Permata Kasih VIBlok C12 No 1, Taman Permata, Lippo Village Curug – Tangerang 15810
Warna / April 2015 07
LIPUTAN KHUSUS
RETRET TRIHARI SUCI (Pratista, 2-5 April 2015)
S
aat memberikan kata pengantar untuk membuka retret Trihari Suci di Pratista – Lembang tanggal 2-4 April 2015, Pst Danny Sanusi, OSC mengutip ucapan pst Simon Petrus Tjahjadi, Pr “Setan ada untuk dikalahkan”. Setan yang merupakan personifikasi dosa selalu kalah. Buktinya, di dalam Kitab Suci, setan tidak pernah menang, setan selalu kalah. Dengan demikian, lanjut pst Danny, “Kalau saya diam dalam kedosaan, persoalannya bukan karena hebat, karena saya tidak mau diam dalam kemenangan”. Dosa, yang menyebabkan penderitaan tidak pernah menang, selalu kalah. Dosa/penderitaan biasanya berdiam diri dalam keluarga. Maka dari itu, tema retret Trihari Suci 2015 adalah Spirituality of the Cross – Rooting and Growing in Family, Spiritualitas Keluarga/Salib yang Berakar dan Bertumbuh dalam Keluarga.
Retret yang berlangsung penuh selama 3 hari diisi dengan spiritualitas Salib yang berproses. Acara dimulai Kamis sore dengan ibadat Agape, yang dilanjutkan dengan pencucian kaki, ekaristi dan Tuguran. Dalam misa Kamis Putih di gereja kita duduk sebagai penonton, dalam retret ini kita digiring sebagai aktor dan aktris, sebagai pemain utama, terutama dalam bagian liturgi Pembukaan, dan Sabda. Umat diajak berperanserta. Dalam Ibadat Agape umat aktif syering dengan rekan terdekat, ceramah, mengenang kembali masamasa awal Gereja Perdana, mencicipi anggur, dan roti. Dilanjutkan dengan pencucian kaki seluruh peserta oleh pastor, dan pencucian kaki sukarela antarpasangan. Pada kesempatan lain, pst Alo Setitit, OSC, menggarisbawahi bahwa manusia spiritual (spiritual human being) pada kenyataannya selalu mendoakan, mengevaluasi dan mendukung manusia fisik (physical human being). Saat kita sakit, fisik kita lemah, namun roh dan semangat tetap kuat. Saat kita mati, fisik kita hancur, roh/spiritual human being kita menyatu dengan roh Allah. Dengan demikian, dengan adanya inkarnasi Yesus di dalam diri kita itu, baik fisik maupun spirit kita diteguhkan oleh roh kasih Kristus. Roh kita menyatu dengan roh Kristus persis seperti ketika kita dipermandikan, kita mendapatkan meterai/suatu berkat, cahaya yang tak pernah pudar di tubuh kita. Makanya saat kita mengalami penderitaan, janganlah takut, sebab di balik penderitaan selalu ada rahmat Allah. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu (Kis 17:28). Penderitaan yang kita alami secara pribadi, dalam relasi dengan anggota keluarga lain, sejak kita masih kanak-kanak sampai dewasa sebenarnya terjadi dalam konteks relasi. Relasi dengan sesama
08 Warna / April 2015
LIPUTAN KHUSUS dan relasi dengan Tuhan. Orang tua yang bersifat otoriter, penuh tindakan sewenang-wenang, dan tidak ada ruang lingkup diskusi yang seimbang, orang tua yang loyo, tidak berdaya, tidak berpendidikan, membuat relasi orang tua dan anak sebagai penderitaan. Relasi antarpasangan suami istri yang tidak harmonis, komunikasi tidak seimbang, tidak ada rasa saling percaya. Jangan sampai menjadikan anakanak kita menjadi yatim piatu dalam keluarga kita. Dalam Salib kita diteguhkan. Pertikaian selalu menjadi bagian dari dari kehidupan manusia. Bahkan pertikaian ini kalau ditelusuri sudah terjadi di zaman paling awal. Kain dan Habel adalah contoh pertama yang tercatat di dalam Kitab Suci. Saat Yesus tampil, banyak terjadi pertikaian, terutama dengan ahli-ahli Taurat, dan orang-orang Farisi. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi merasa kenyamanannya terancam dengan hadirnya Yesus. Pertikaian yang terjadi di dalam Kitab Suci sejatinya kalau kita amati tidak merupakan bagian dari pemusnahan, tetapi lebih merupakan bagian dari keselamatan. Penyebab utama pertikaian adalah akitab gagalnya manusia menghormati martabatnya. Martabat berkaitan dengan hak azasi manusia. Hak azasi berkaitan dengan kebutuhan dasar sandang dan pangan, yang di dalamnya terkait pendidikan, hidup beragama dsb. Martabat paling hakiki dan tidak pernah lepas dari setiap manusia adalah apa yang disebut Compassion (belarasa/empati). Kalau manusia mulai bertikai, dia mulai mengkhianati martabatnya sendiri. Compassion/belarasa/empatinya hilang. Empati dengan sangat bagus kita lihat dalam Injil, “Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan…” (Mat 20: 34). Hati kita tergerak oleh belas kasih, karena kita percaya bahwa dalam diri setiap manusia Allah hadir. Ketika terjadi pertikaian, saya mulai mengeluarkan Allah yang bersemayam dalam diri saya dan saya mulai mengeluarkan diri Allah yang ada dalam diri sesama saya. Empati terjadi ketika kita menemukan diri kita dalam hati orang lain. Saya betul-betul ingin hadir bersama dengan orang itu. Empati tidak pernah lepas dari tanggung jawab. Manusia yang hendak melarikan diri dari tanggung jawab sebenarnya dia hendak melarikan diri dari situasi yang dihadapinya. Empati yang kita berikan/bagikan kepada orang lain akan memberikan suatu kekuatan dalam diri orang itu. Dari kata Compassion/belarasa/empati kita kenal kata passion. Passion dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai kegairahan, semangat atau hasrat. Orang yang mempunyai passion akan selalu bergairah, tidak mudah patah semangat, dan pantang menyerah. Buat Yesus salib itu adalah sebuah passion, sebab salib bukan dianggap sebagai penderitaan, tetapi sebagai gairah, semangat dan hasrat untuk menyelamatkan banyak orang. Demikian pula seyogyanya dengan kita. Punya passion yang berakar kuat dalam keluarga. Martabat kita adalah kegairahan/passion saya, kegairahan saya untuk selalu bergelora di dalam keluarga, untuk membagikan kasih. Compassion harus menjadi inti dari hidup berkeluarga, menjadi pola pikir dalam bertindak. Menjadi mindset. Retret Trihari Suci mengajarkan banyak hal. Salib bukan hanya dimengerti sebagai barang mati berupa seonggok kayu, ataupun fiber yang bersilangan. Salib adalah passion, kegairahan/hasrat/ kehendak yang menjadi mindset dalam kehidupan berkeluarga Kristiani. Kisah sengsara Yesus dalam Trihari Suci menjadikan kita mengerti, memahami dan menyelami martabat terdalam sisi kemanusiaan kita. Kegairahan menggali makna Salib setelah melewati Ibadat Agape, dan Pembasuhan kaki di Kamis Putih dilanjutkan dengan Ibadat Salib Kosong di Jumat Agung. Ibadat Salib Kosong yang penuh makna dari sisi tergelap Yesus dan peran aktif peserta retret membuat suasananya benar-benar penuh dengan keharuan dan khusuk. Salib tanpa warna diberikan ke masing-masing peserta untuk diberi warna sesuai dengan hasrat dan gairah kita. Selanjutnya, salib-salib ini diberkati oleh pastor saat Ibadat Jumat Agung, dan menjadi milik masing-masing peserta. Retret Trihari Suci berpuncak pada misa Sabtu Suci, Kebangkitan Kristus, yang berlangsung di kapel Pratista bersama-sama umat setempat. In Cruce Salus, Di dalam Salib ada Keselamatan. Jo Hanapi (10 April 2015)
Warna / April 2015 09
REPORTASE
YANG TERKESAN DARI PERAYAAN PASKAH
K
urang dari sebulan Perayaan Paskah telah berlalu. Namun, momen dan tampilan tertentu selama perayaan mengenang penderitaan, wafat, dan kebangkitan Putra Allah itu di Gereja St. Helena, hingga kini, terkadang masih menjadi cerita sharing bersama beberapa umat. “Memasuki renungan pada perhentian ke-9 ibadat JS pada pagi hari Jumat Agung, saya benar-benar menangis. Lagu Maafkan Tuhan yang dinyanyikan kelompok koor, lebih-lebih bagian solo-nya, sungguh Jumat Agung Foto: Jo Hanapi membuka selubung kesadaran saya bahwa yang dipikul Yesus hingga Dia jatuh beberapa kali adalah beban dosa saya,” cerita Laurensius (27). Maka, seraya menghayati syair, nada, dan penjiwaan lagu tersebut, dia berteriak histeris dalam hatinya meminta maaf pada Yesus, yang dia satukan dalam lagu tersebut. Berkesempatan mengikuti JS itu, Laurensius bersyukur sekali. Sejak itu, umat dari paroki tetangga ini mendapat warna baru bagi penghayatan imannya. Semenjak itu, dia yang sebelumnya nyaris tak pernah berdoa, apalagi menghadiri misa di gereja—dan karena itu, dia terus merasa terhimpit beban— kini tiap tengah malam berdoa di pojok kamar tidurnya seraya berlinang air mata penyesalan. Dia berdoa kadang-kadang diselingi dengan menyanyikan sendiri lagu Maafkan Tuhan, yang teks lagu tersebut dia dapat dari panitia. “Hasilnya, ya pikiran dan perasaan saya sekarang agak plong, meski keadaan masalah terus menyelimut,” ungkapnya. Teman lain yang juga mengikuti JS menyambut. Mereka mengaku tersentuh sekali dengan JS hari itu. Di perhentian ke-9 ada lagu Maafkan Tuhan, sedangkan renungan pada perhentian ke-12 diiringi musik instrumen dan lagu Viktor Hutabarat, Kepala Berdarah. “Di dua perhentian itu, saya juga menangis, merasakan kepedihan Yesus,” timpal Handoko (42). “Baru kali ini saya benar-benar tersentuh mengikuti ibadat JS pada hari Jumat Agung,” tutur Romo Eduardus Daeli, OSC., seperti dituturkan Theresia Rumiyati, peserta koor dan yang menyanyikan bagian solo lagu Maafkan Tuhan. “Suara ibu luar biasa. Ibu benar-benar menjiwai lagu itu sampaisampai saya menangis tadi, merasakan penderitaan Yesus,” ujar Romo Edu, sesaat setelah ibadat JS, seperti dituturkan Ibu Theres.. Seorang umat laki-laki agak berumur, dari setelah JS pagi hari itu, hingga sekitar jam 1.30 siang, belum juga beranjak dari ruang gereja. Entah apa yang dia renungkan dalam kesendiriannya di ruang gereja. Tampak sekali-sekali dia melirik ke ibu-ibu panitia yang tengah sibuk membereskan beberapa pekerjaan untuk ibadat Jumat Agung sore dan malamnya. Sekitar jam 12.30, dia tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati ibu-ibu. “Apa yang saya bisa bantu, Bu?” Rupanya dia ingin membantu pekerjaan ibu-ibu yang dia lihat belum juga beres. Entahkah tawarannya adalah sebentuk ungkapan terima kasihnya atas improvisasi JS yang sungguh menyentuh dirinya. “Ibu tadi bernyanyi dengan begitu bagus. Boleh saya miliki teks lagunya, Bu?” pujinya ramah dan merendah sembari senyum, yang diarahkan ke Bu Theres. Mendapat jawaban dari ibu-ibu bahwa semua pekerjaan akan segera beres, dia pun lalu kembali ke tempat duduknya sambil membawa teks lagu yang diberikan Bu Theres. Di sana kembali dia
10 Warna / April 2015
REPORTASE menunduk, entahlah ... berdoa! Desain improvisasi JS pagi itu memang mengesankan. Bukan hanya dua tiga orang yang terseret linangan air mata, tapi nyaris semua umat yang hadir. Umat menunduk memohon maaf kepada Tuhan. Itu terjadi saat adalah sebuah lagu dinyanyikan dengan penuh penghayatan. “Saya takjub sekali. Sebuah lagu yang kata-katanya sebenarnya biasa-biasa saja, tapi toh ternyata mampu menembus selubung kesadaran umat tentang makna JS,” kata Bu Theres. Sabtu Suci Foto: Andreas Kris Istri Ketua Lingkungan Maria Matter Dei ini, mengaku, saat itu dia memang bernyanyi dari hati, sungguh-sungguh menjiwai lagu tersebut. Dia menyuguhkan yang terbaik dari kemampuannya bernyanyi. Anak domba Dari improvisasi JS yang dinilai sukses, di perayaan Sabtu Suci, panitia menampilkan sesuatu yang agak berbeda dari biasanya. Di bagian depan altar terdapat lukisan domba, di sampingnya sebuah salib dengan bentangan secarik kain. Mengapa domba? “Salah satu gelar yang disebut pada Yesus adalah Anak Domba,” jelas Yohanes Krismiyanto, pelukisnya. Dia mengaku, adanya lukisan tersebut berdasarkan konsultasi dengan Romo Edu. “Idenya dari buku. Saya hanya menggambar sesuai yang ada di buku itu,” kata umat Lingkunngan Maria Matter Dei ini. “Tak ada maksud lain adanya gambar tersebut. Sekadar menampilkan gambar lain untuk melukiskan suasana kebangkitan Yesus (Anak Domba) yang kita rayakan bersama di malam Paskah itu,” cerita pengajar Seni Rupa di SMP-SMA St. Ursula, BSD, ini. Lebih menariknya lagi, bahan yang dipakai adalah rongsokan. Dia mengumpulkan beberapa kardus yang sudah tak terpakai lagi. Kemudian dia gunting sesuai alur yang telah dia gariskan. “Selanjutkan diberi cat. Itu saja.,” ungkap pelukis yang biasa disapa Mas Klik ini. Sementara di bagian depan gereja, terpampang telur raksasa. Telur yang tingginya 3 meter ini juga terbuat dari bahan rongsokan, botol plastik air minum dengan ukuran beda-beda. Mas Klik menghabiskan waktu hampir 2 minggu menyusun lebih dari seribu jumlah botol tersebut yang dia lakukan di rumah Pak Sensi, Binong. Konsep awalnya, dia hanya ingin membuat sebuah lampu taman dengan memanfaatkan barangbarang bekas. “Ya juga sekadar ingin menghadirkan suasana malam Paskah yang meriah,” kata Mas Klik yang juga mengajar ekstra kurikuler daur ulang ini. Saat mengerjakan telur tersebut, Mas Klik tak membayangkan bakal mencuri perhatian umat. Namun nyatanya justru tak sedikit umat yang berfoto di tempat (telur) itu. “Bangga juga jadinya. Hasil karya dihargai banyak orang,” ungkapnya senyum. “Dekorasinya memang bagus sekali,” ujar Stefanus Sugiarto. Dengan adanya dekorasi, seperti menampilkan gambar anak domba lalu salib di sampingnya, juga telur raksasa di depan pintu gereja, tentu bukan tanpa makna. Telur misalnya, meski bukan bagian dari simbol ritus Paskah, tapi bila dikaitkan dengan kebiasaan kegiatan anak-anak mencari telur Paskah usai misa puncak Minggu Paskah, seperti yang sering mereka lakukan pada tahun-tahun sebelumnya, toh tetaplah punya arti. “Telur itu simbol lahir kembali. Itu berarti dengan menampilkan dekorasi telur, harapannya agar
Warna / April 2015 11
REPORTASE bagi kita yang merayakan kemenangan Kristus, kita dilahirkan kembali secara baru berupa memiliki semangat baru,” tutur Pak Sugiarto, Ketua Lingkungan Maria Matter Dei. Tetapkan bangku lansia Pada perayaan Minggu Palem, tampak tertata rapi. Umat sungguh mengikuti arahan panitia. Setelah ritus pembuka di lantai dasar GKP, perarakan dilakukan menuju gereja. Barisan terdepan adalah PA, para petugas liturgi, dan imam. Lalu, diikuti barisan umat. Tak ada satu pun umat yang mendahului ke ruang gereja. “Situasi ini yang kami harapkan. Juga harapan para pastor kita di gereja,” ungkap Yoakim, koordinator liturgi dari panitia. Situasi ini tidak terjadi begitu saja. Meski sebelumnya diarahkan panitia lewat mimbar, toh tetap saja diikuti pengawalan ketat panitia dan para petugas lainnya. Semisal, telah ditempatkan para petugas di titik-titik tertentu yang kemungkinan ada umat bisa lewat mendahului masuk ruang gereja. “Itu langkah yang kami ambil, selain pintu samping kiri kanan gereja kami tutup,” lanjut Yoakim. Adapun umat yang sudah berada di ruang gereja hanyalah para lansia. Mereka tidak mengikuti ritus pembuka di luar ruang gereja. Di dalam gereja, mereka disediakan bangku-bangku di barisan depan bagian kiri. “Bahkan setiap kali misa, mulai dari minggu palem, Trihari Suci, dan Minggu Paskah, bangku untuk para lansia sudah ditetapkan demikian,” kata Yoakim. Pengaturan tersebut mendapat sambutan positif dari umat. “Inilah salah satu aturan baru yang bagus yang dilakukan Panitia Paskah tahun ini. Sepantasnya memang para lansia disediakan bangkubangku khusus untuk mereka,” ujar Fx Subagyo. Umat Wilayah Medang ini berharap, aturan itu tidak hanya Paskah kemarin, tetapi juga untuk misa hari minggu biasa selanjutnya. “Sebab, bukan tidak mungkin, selama ini, ada lansia yang sebenarnya ingin ke gereja, tapi terpaksa batal karena memikirkan kemungkinan tempat duduknya tak ada. Padahal kalau ada bangku-bangku yang disediakan secara khusus buat mereka, saya yakin semakin banyak para lansia yang nantinya mau mengikuti misa di gereja,” kata Subagyo, seraya menyampaikan salut buat panitia. Berjalan baik Yoakim mengaku, setiap momen misa berjalan baik, mulai dari misa bakar daun palma hingga Minggu Paskah. Tak banyak yang ditawarkan anggota liturgi dari panitia yang boleh dilakukan dalam misa. Paling hanya mendesain improvisasi saat ibadat JS di pagi hari Jumat Agung. Selebihnya desain misa mengikuti yang sudah dilakukan Panitia Paskah sebelumnya. Soal jumlah umat yang hadir misa, Yoakim mengaku, membludak. Lebih-lebih pada ibadat Jumat Agung jam 3 sore. Lantai dasar GKP yang rencananya tidak dipersiapkan untuk umat, justru terisi penuh. Juga dua tenda yang dipasang panitia, satu di depan gereja dan satunya lagi di samping, tadinya berpikir hanya sekadar antisipasi saja. “Makanya kursinya tidak digelar dulu sebelum ibadat. Eh... tautaunya terisi penuh,” ujar Yoakim. “Bahkan cukup banyak umat yang baru tiba beberapa saat menjelang ibadat dimulai, terpaksa mereka pulang lagi karena sudah tidak ada lagi tempat yang kosong. Entahlah mereka ke gereja lain atau menunggu ibadat kedua di malam hari,” ujar Rudolfus, Ketua Panitia Paskah.
12 Warna / April 2015
REPORTASE “Kami yang bergabung di sie liturgi, baik dari panitia maupun liturgi paroki, benar-benar lelah. Bayangkan, setiap misa kami harus stand by terus, bukan sip-sipan,” kembali Yoakim. “Itu kami lakukan agar setiap bagian yang diperlukan selama misa, tertangani.” Meski begitu, Yoakim dan teman-temannya mengaku puas dan bahagia karena kelelahan mereka terbayar dengan perayaan berjalan lancar. “Kerja sama antar kami pun dengan sie terkait lainnya berjalan baik,” aku Yoakim. Setiap perayaan misa memang berlangsung baik. Seperti pengakuan Yuliana Ambarwati. Dari kesaksiannya, setiap perayaan misa dan ibadat yang diikutinya, senantiasa berjalan tertib dan aman. Tak ada jedah karena keteledoran. Pengalaman yang terindah baginya adalah saat ibadat JS Jumat Agung. “Nyaris semua umat yang hadir menangis, utamanya ketika renungan pada perhentian ke-9 dan 12,” saksinya. Dari itu, umat Lingkungan Bunda Teresia ini menyampaikan proficiat kepada panitia. “Salut buat panitia atas kerja keras dan kerja samanya. Moga kekompakkan itu terus terjadi pada kegiatan bersama selanjutnya di lingkungan gereja,” kata Ibu Yuli. Harapan serupa juga disampaikan Tari Widodo dan Stefanus Sugiarto. Mereka berharap, kekompakkan panitia kiranya tetap terjaga untuk kegiatan gereja selanjutnya. Hal lain yang terkesan bagi Bu Tari adalah kesiagaan petugas setiap misa. “Tak ada petugas yang telat tiba di gereja. Sebelum misa dimulai, mereka sudah ada di gereja,” ujar Bu Tari, dan melanjutkan, padahal saya tahu persis ada umat yang tetap masuk kerja di hari Kamis Putih bahkan juga Sabtu Suci. “Tetapi karena mereka bertugas, jadinya mereka pulang cepat dan segera ke gereja menjalankan tugasnya. Itu luar biasa sekali.” Rudolfus dan Sekretaris Panitia, Antonius Widodo, mengungkapkan kegembiraan mereka atas kesuksesan Perayaan Paskah. Ungkapan mereka beralasan. Seperti yang mereka kisahkan, saat awal pembentukan panitia, cukup sulit dilakukan. Tak banyak umat yang memenuhi undangan rapat pembentukkan panitia. Adapun umat yang hadir rapat, tak bersedia untuk dipilih menjadi ketua dan pengurus inti panitia. “Namun dalam berjalannya waktu, dengan kerja keras Ketua Wilayah Binong, Paulus Eka Winata, dan barangkali karena kerja Roh Kudus juga, akhirnya Pak Rudolfus menerima permintaan untuk menjadi ketua panitia,” ujar Pak Widodo. Setelah itu, masih melalui kerja keras pengurus wilayah dan beberapa umat lainnya, pelan tapi pasti, ada saja umat yang kemudian bersedia menangani setiap sie yang diperlukan. “Dari itulah baru rutin lakukan pertemuan persiapan.” Di atas kertas, jumlah panitia memang mencapai lebih dari 100 personil. Namun yang benarbenar total bekerja tidak sebanding jumlah tersebut. “Saya bahagia, di setiap seksi yang ada, selalu saja ada orang yang benar-benar mencurahkan kemampuannya menyukseskan pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya,” kata Pak Rudolfus yang diamini Pak Widodo. “Luar biasa dan puji Tuhan. Saya sebagai pendamping Panitia Paskah 2015, ada banyak kesan baik dan positif terkait kinerja kerja panitia,” ujar Lim Giok Lim, anggota DPH Paroki Sta. Helena. Saat mengikuti rapat terakhir bersama panitia, Pak Lim sempat kuatir. “Soalnya tampaknya masih ada beberapa persiapan yang saya rasa belum beres,” katanya. Namun ternyata begitu sudah mulai bertugas, Pak Lim melihat, hasil akhirnya beres. Bahkan semakin ke sini semakin membaik. “Panitia melaksanakan tugasnya dengan mulus,” katanya. Pak Lim mengaku, terkadang memang masih dijumpai kekurangan. Namun itu normal dan masih bisa ditolerir. “Secara umum, panitia sukses. Ya, itu karena kerja keras dan kekompakkan panitia,” ungkap Pak Lim seraya mengharapkan agar kinerja panitia ini kiranya patut dicontoh oleh panitia lain untuk kegiatan selanjutnya. “Awalnya saya cukup was-was. Jangan-jangan panitia kurang begitu memaksimalkan persiapan perayaan Paskah ini. Namun, begitu mulai bertugas, ternyata hasilnya memuaskan,” ujar Romo Nono,
Warna / April 2015 13
REPORTASE OSC, seperti dituturkan Pak Yoakim, saat bersantap siang bersama panitia di belakang aula bedeng usai misa Minggu Paskah. Mengetahui panitia sukses menjalankan tugasnya, Romo Nono beberapa kali menyampaikan proficiatnya kepada seluruh anggota panitia. “Moga kerja keras seluruh panitia diberkati Tuhan,” katanya. (Stevie Agas)
BERUNTUNG KEBUTUHAN KONSUMSI TERATASI
K
inerja kerja panitia Paskah memang perlu diajungi jempol. Panitia telah membuktikan ketekadannya memuluskan setiap perayaan misa. Bukan hanya itu. Panitia juga bahkan bisa mengatasi kebutuhan lain semisal konsumsi yang sebetulnya tak dianggarkan. Seperti pada perayaan hari Rabu Abu. Antonius Widodo mengatakan, perayaan hari itu sebenarnya tak ada jatah konsumsi. Dewan paroki mencoret anggaran konsumsi yang diajukan panitia untuk hari Rabu Abu. “Alasan dari Dewan Paroki bahwa hari itu adalah pembukaan masa puasa. Maka tak butuh konsumsi,” kata Pak Widodo. Namun yang terjadi adalah ada petugas lain yang bukan Katolik. “Dan mereka butuh makan,” lanjut Pak Widodo. “Bahkan ada beberapa anggota panitia yang karena sudah saking laparnya, maka mau tidak mau, mereka butuh makan juga.” Karena situasinya demikian, maka hari itu, panitia terpaksa berpikir bagaimana caranya agar ada konsumsinya. “Beruntung sekali, ada beberapa anggota panitia yang rela merogo kantongnya, lalu sediakan konsumsi,” kata Pak Widodo. “Saya rasa di sini sedikit terjadi miskomunikasi antara panitia dengan Dewan Paroki,” lanjut Pak Widodo dan diamini Pak Rudolfus. Menurut Pak Widodo, biasanya panitia tahu persis situasi riil di lapangan dan kebutuhannya. “Maka ketika panitia mengajukan anggaran konsumsi untuk hari Rabu Abu, ya itu karena panitia tahu benar bahwa memang akan ada yang butuh makan hari itu meski hari buka puasa.”(SA)
AKIBAT BADAN JALAN MENYEMPIT “Panitia kerja nggak, sih?” Itulah kalimat yang sempat dilontarkan seorang umat dari dalam mobilnya saat dia keluar dari area parkir di gereja usai misa Minggu Palem. Kalimat yang cukup menukik perasaan panitia itu, boleh jadi, lahir dari ketidaksabarannya untuk cepat-cepat keluar dari area parkir. Beruntung sekali, tak ada anggota panitia yang “menghajar”-nya. “Ya, kami tak menggubrisnya. Kami tetap berkonsentrasi menghalau kendaraan agar bisa keluar secara teratur,” ujar Pak Rudolfus.
14 Warna / April 2015
REPORTASE
Kemacetan sekitar gereja memang sudah menjadi masalah klasik pada setiap kali ada perayaan besar. Apalagi jumlah kendaraan itu semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah umat yang mengikuti misa besar di Gereja Santa Helena. “Saking padatnya kendaraan, kami bekerja keras mengaturnya,” kata Yohanes Rawiruto, Koordinator Sie Perparkiran pada perayaan Paskah. Dikatakannya, saat yang sangat membutuhkan kerja keras petugas adalah ketika kendaraan umat bergerak keluar dari area parkir. Pak Yohanes menjelaskan, setelah area parkir di kompleks gereja dan Sekolah Atisa terisi penuh, jelas mobil selebihnya diparkirkan di sisi kiri kanan ruas jalan warga sekitar gereja. Inilah yang membuat ruas jalan jadinya menyempit. Ditambah lagi mobil warga yang memang banyak diparkirkan di tepi ruas jalan yang sama. Mobil diparkirkan begitu mepet satu dengan yang lainnya. Begitu misa selesai, mobil dikeluarkan dari parkirnya dengan hati-hati, karena harus memperhitungkan jarak dengan mobil lainnya dan juga ruang badan jalan yang sudah sempit. Dan ini jelas butuh waktu. “Situasi inilah yang kurang diketahui umat pengguna mobil lainnya,” jelas Pak Yohanes. Jadinya, lanjut Pak Yohanes, ada umat pengguna mobil lainnya terutama yang masih berada di jajaran tengah atau bahkan yang belum bergerak sama sekali dari kompleks gereja, tidak bersabar. Mereka menuding petugas seakan-akan petugas tidak bekerja keras mengarahkan kendaraan. Mereka tahunya kemacetan yang terjadi karena kelalaian petugas. “Itu sayang sekali. Sebab kami sesungguhnya bekerja keras mengatasi kemacetan,” pungkasnya. Menurut Pak Yohanes, setiap umat yang menggunakan mobil ke gereja pada misa besar, mestinya tahu betul situasi di kompleks gereja kita; lahan parkirnya terbatas, sementara jumlah kendaraan membludak. Juga mesti tahu bahwa panitia pasti memikirkan lahan parkir dan pengaturan lalu lintas kendaraan yang mereka bawa. “Dengan begitu, kami yakin tak akan ada yang marah-marah,” katanya. 14 Titik Pak Yohanes menceritakan, ada 14 titik yang menjadi konsentrasi penjagaan petugas parkir dan keamanan pada perayaan Paskah kemarin. Titik-titik itu terkait dengan tujuan untuk memperlancar arus kendaraan. Setiap titik ditempati 2 orang petugas. “Hasilnya nyata sekali. Kendaraan bergerak cukup lancar,” katanya. Diketahui, jumlah personil yang ikut mengatur keamanan dan kelancaran lalu lintas kendaraan cukup banyak. Dari panitia ada 28 orang, tim TMD ada 14 orang, keamanan paroki ada 18 orang, dari Atisa (sukarelawan) ada 7 orang, polisi ada 12 orang, dan koramil ada 7 orang. “Kami semua melebur dalam kebersamaan menunaikan tugas yang diembankan kepada kami,” kata umat Lingkungan Bunda Teresa ini. (SA)
Warna / April 2015 15
WKRI
PERINGATAN HARI KARTINI
W
KRI cabang St Helena kembali mengadakan event tahunan dalam rangka Hari Kartini. Tahun ini, WKRI mengadakan Lomba Membuat Gado-gado. Lomba ini diadakan pada tanggal 19 April 2015 di Bedeng. Seperti tahun lalu, lomba ini diikuti oleh bapak-bapak berpasangan, perwakilan seluruh wilayah.
Yohanes Suratun (kanan) dan Krisdianto (kiri), perwakilan wilayah Medang (Foto: BA)
Acara ini cukup mengundang perhatian banyak umat seusai misa. Tampak ibu-ibu heboh mengarahkan bapak-bapak untuk menyiapkan ini itu.
Suaranya gaduh sekali dan membuat suasana hingar bingar diiringi canda tawa. Dibuka oleh pastor Nono, lomba berlangsung dengan seru. Waktu yang diberikan adalah 15 menit. Beberapa peserta mengulek bumbu sambil bergoyang pinggul. Ada juga yang serius mengarahkan pasangannya. Mas Yo, perwakilan dari wilayah Medang, mengakui cukup deg-degan. Tapi pemilik nama lengkap Yohanes Suratun Oetomo mengakui sudah terbiasa memasak. “Awalnya memang cukup rumit, tapi selebihnya enjoy saja” ujarnya sambil tertawa. “Bahan memang disiapkan panitia, tapi cita rasa kami yang menentukan” tegasnya. Dihubungi terpisah, ibu Harina mengatakan “Tahun lalu kami mengadakan lomba membuat nasi goreng, kali ini gado-gado”. Ibu Harina ditunjuk mewakili ketua panitia. Wajahnya begitu sumringah di sela-sela acara ini. Selain lomba membuat gado-gado, di tempat yang sama juga diadakan bazar. Bazar ini diikuti oleh seluruh WKRI ranting yang ada di Paroki St Helena. “Inilah salah satu upaya kami supaya WKRI ranting dapat menambah pemasukan,” lanjutnya. Peserta ternyata tidak hanya dari WKRI ranting. Ada juga peserta dari luar yang mempromosikan pemanas air yang menggunakan elpiji. Hingga berita ini diturunkan, juri masih mengadakan seleksi atas seluruh gado-gado yang sudah disiapkan. Ibu Harina membuka Lomba Membuat Gado-Gado (Foto: BA)
16 Warna / April 2015
KALEIDOSKOP LOMBA MEMASAK GADO-GADO Paroki Santa Helena
PERAYAAN PASKAH LANSIA SIMEON HANNA Paroki Santa Helena
Warna / April 2015 17
KALEIDOSKOP
Foto oleh Ardy Lemba
18 Warna / April 2015
KALEIDOSKOP
Foto oleh Ardy Lemba
Foto oleh WA Santa Helena
Warna / April 2015 19
KALEIDOSKOP
Foto oleh WA Santa Helena
20 Warna / April 2015
KALEIDOSKOP
Perayaan Minggu Palma
Perayaan Kamis Putih
Perayaan Jumat Agung
Perayaan Malam Paskah Foto: Suci Indrayono
Perayaan Malam Paskah Foto: Andreas Kris
Perayaan Malam Paskah Foto: Joshua Adi
Perayaan Malam Paskah Foto : Jo Hanapi
Warna / April 2015 21
OPINI
Paskah sebagai Kebangkitan Iman untuk Mewujudkan Kasih Tuhan Yesus
P
eristiwa Paskah yang barusan dirayakan oleh seluruh umat Kristiani pada tanggal 05 April kemarin merupakan refleksi dari kebangkitan iman kita. Dalam perayaan Paskah ini ada 2 perspektif utama yang mengemuka. Pertama, peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus merupakan kebangkitan akan keluhuran martabat hidup manusia. Hidup yang sesungguhnya tidak berujung pada kematian fisik, tetapi justru kehidupan kekal bersamaNya kelak. Kematian fisik atau biologis seharusnya dipandang hanya sebagai sarana untuk memperoleh hidup yang abadi. Kebangkitan Tuhan Yesus dari antara orangorang mati adalah suatu berita suka cita kepada dunia bahwa Dialah penguasa hidup seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri : “Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh. 11:25). Tuhan Yesus telah memperlihatkan kepada dunia bahwa tidak ada kuasa yang dapat mematikan kuasa Allah terlebih kuasa dosa. Dia telah mematahkan kuasa kegelapan. Kematian adalah upah dari dosa, namun Allah telah mengangkat kita dari kuasa dosa supaya kita memperoleh kehidupan dari Allah. Kehidupan ada pada Tuhan sehingga kita tidak lagi hidup dalam bayang-bayang maut yang menakutkan karena Tuhan juga akan mengangkat kita dari kematian itu menuju pada kehidupan yang bersifat kekal bersama Tuhan. Kedua, perspektif perilaku keseharian manusia di mana peristiwa kebangkitan ini memberikan pesan yang teramat penting dan indah bahwa yang selamanya menang hanyalah cinta dan kasih sayang. Tidak ada lagi tempat bagi dendam 22 Warna / April 2015
dan kedengkian hati karena gelombang cinta yang dipancarluaskan dalam peristiwa Paskah telah menghalau kegelapan dosa dan maut, sehingga melahirkan budaya kasih sayang untuk terus melakukan kebaikan. Kisah kebangkitan Tuhan Yesus adalah bukti nyata dari kuasa Allah dalam hidup manusia. Peristiwa kebangkitan Yesus tidak disaksikan orang dan memang tidak mungkin disaksikan karena merupakan pengalihan dari dunia fana ke dunia akhirat yang tidak terbuka bagi pancaindera kita. Manusia manapun tidak akan dapat mengkaji secara ilmiah bagaimana Yesus bisa bangkit dari kematianNya. Yang dapat dialami oleh kita sebagai manusia biasa, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama adalah Yesus yang telah wafat masih terus mengerjakan sesuatu di dunia ini dan mereka yang mengalami dan merasakan hal itu tidak bisa lain kecuali percaya bahwa Yesus sungguh telah bangkit. Namun yang paling penting saat ini bukanlah hanya sekedar mengagumi sejarah perbuatan Tuhan yang dahsyat itu, namun apakah kisah kebangkitan Tuhan Yesus ini akan dapat membawa dampak yang besar dan dahsyat dalam kehidupan kita. Saksi-saksi Kristus telah memperlihatkan kuasa dari kebangkitan Tuhan Yesus, yang dahulunya mereka takut dan tidak mengerti semua pengajaran Tuhan Yesus, namun kebangkitanNya telah mengubah hidup mereka menjadi saksi-saksi yang bersemangat dalam memberitakan Injil Kristus bahkan siap untuk mati sebagai seorang martir.
OPINI Selama ini banyak dari kita yang memaknai Paskah sebagai perayaan kebangkitan Tuhan Yesus dari antara orang mati, namun sesungguhnya tidaklah cukup sampai di situ saja. Memang benar bahwa Kristus telah bangkit dan kita semuapun memang kelak akan dibangkitkan pula, namun bagaimana kita memaknai kebangkitan Tuhan Yesus itu sebagai kebangkitan iman dan semangat kita untuk selalu mengandalkan kuasa Allah di dalam seluruh kehidupan kita. Kebangkitan Tuhan Yesus harus bisa menjadi motivasi buat umat Tuhan untuk selalu bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Kita semua yang telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus, harus menyadari bahwa Firman Tuhan telah digenapi dan saat ini tinggal di dalam diri kita semua, maka sudah sepantasnya kita semua wajib membalas dan mewujudkan kasih Tuhan Yesus dalam perbuatan kita sehari-hari dan juga melalui kegiatan pelayanan yang kita lakukan bagi sesama sehingga kerajaanNya sungguh nyata dan hadir di dunia ini. Apakah kita masih boleh selalu mengeluh, mudah putus asa dan takut menderita dalam dunia ini atau justru sebaliknya kita telah menjadi pribadi yang takut untuk berbuat dosa dan taat dalam memikul salib kehidupan kita? Kita belumlah hidup dalam sukacita kebangkitan Tuhan Yesus jika kita masih jatuh dalam dosa dan terus mempercayai kuasa-kuasa kegelapan daripada mentaati Firman Tuhan.
Mengutip dari Sabda Tuhan Yesus: “Janganlah takut”; “Salam bagimu”; “Pergi dan katakananlah...” adalah ungkapan motivasi dari Tuhan Yesus bahwa Allah telah hadir dan berbuat dalam hidup kita dan memberikan kita petunjuk akan apa yang harus kita perbuat dalam hidup ini untuk mencapai kemenangan abadi.
Selamat Paskah 2015………………….
Kontributor : Ardy Candra Seksi Kerasulan Keluarga St. Helena
Warna / April 2015 23
KELUARGA Surat Keluarga April 2015
MARI BANGKIT dan BERTINDAK Kebangkitan sering membuat kita ternganga Menanggapi dalam kekaguman dan sunyi Peristiwa dua ribu tahun itu menegakkan Gereja Menjadikannya tempat bersandar keselamatan
Aku tidak mau tinggal diam Menjadi penonton dan penikmat, Bagiku adalah suatu kesia-siaan Yang nanti bakal melemahkan imanku sendiri
Aku mau bergerak dengan hidupku Memberi tempat untuk semangatku Dan menjadi rasul-rasul hari ini Yang yakin dengan iman dari Sang Mesias
Ini imanku, mana imanmu? Ini pekerjaanku, mari bekerja bersama Sebab orang yang percaya tak akan menjadi lelah Dan ia yang bertekun tak akan menjadi lesu
(Alexander Erwin Santoso MSF)
24 Warna / April 2015
K
KELUARGA
eluarga-keluarga Katolik di Keuskupan Agung Jakarta yang terkasih, SELAMAT PASKAH. Semoga kita semua dan keluarga kita mengalami diselamatkan oleh pengorbanan Tuhan Yesus buat kita. Semoga kita pun mampu bukan hanya bangkit, tetapi bergerak dengan penuh semangat iman membagikan iman ini kepada banyak orang, khususnya kepada anggota keluarga kita yang lebih lemah imannya. Melihat para rasul dan pengikut Yesus yang sangat bersemangat membagikan kisah dan keyakinan mereka akan Sang Guru, kita seharusnya terharu. Sebelumnya mereka ragu, tapi entah mengapa sesudah kebangkitan Kristus, para rasul dan para pengikut-Nya justru berbalik arah, makin berani dan yakin memberitakan ketika Yesus sudah tidak bersama mereka. Pengajaran dan “pelatihan” Yesus ternyata sangat hebat efeknya. Yesus memberikan contoh dan teladan yang nyata, jelas, mudah diingat, dan tidak menipu. Ia mengusahakan dengan kata-kata, dengan symbol, dengan cerita, dengan kunjungan, dengan pengajaran, dengan disiplin, dengan kerja keras, dengan kecerdasan, dengan kerjasama, dengan keberanian, dengan sukacita, dan dengan hasil guna yang kelihatan. Inilah kunci kebangkitan yang disampaikan para rasul kepada banyak orang sampai hari ini. Ke mana semangat itu dalam keluarga kita? Saya yakin masih banyak yang penuh semangat menyampaikan kehadiran Tuhan Yesus di rumah masing-masing. Saya yakin masih banyak ibu yang “cerewet” menyuruh anaknya berdoa sebelum makan, sebelum belajar, dan sebelum tidur. Saya yakin para orangtua masih mau mendisiplinkan ibadah di Gereja pada hari Minggu. Selain itu, semoga orangtua menjadi pintu utama anak-anak mengalami kebaikan Tuhan setiap hari. Generasi ini selalu membutuhkan Tuhan. Bahkan, kalau boleh dikatakan, semakin membutuhkan hidup rohani yang baik. Mereka belajar menjadi semakin rasional dan semakin bersemangat “membuktikan”. Pengalaman para rasul memang membuktikan bahwa Tuhan Yesus bangkit dan hidup kembali. Mereka ditampaki Tuhan sehingga percaya. Sekarang ini, penampilan Yesus harus kelihatan dalam diri kita, para orangtua dan anggota keluarga serumah. Bahkan anak-anak bisa menjadi penampakan Tuhan Yesus dengan kebaikan mereka. Misdinar, OMK, BIA, BIR, Antiokia, Choice, KTM, Jomblo Katolik, PD kharismatik Yunior, dan kempok kategorial lain tentu ada di paroki kita masing-masing. Apakah anak-anak mempunyai kesempatan merasakan pengalaman kebangkitan dalam semangat bersekutu dan bermain dengan teman seimannya ini? Atau apakah Anda masih berkeras untuk tidak memberi ijin pada anak-anak berkumpul dengan alasan studi mereka? Saya percaya Anda mempunyai kehendak baik dengan mengijinkan mereka menikmati Tuhan Yesus di tengah-tengah kebersamaan itu. Jika kita sendiri saja sudah begitu repot dengan membalas SMS, chat, BBM, Line, Email, dan membuka situs-situs yang memberi informasi, apalagi anak-anak kita? Memberitakan sesuatu yang tak tampak jauh lebih sulit di jaman yang serba positif (“terbukti dan kelihatan”). Tetapi sarana-sarana itu juga bisa memberikan pesan kerasulan yang nyata juga jika kita mau menggunakannya dengan wajar dan bertujuan. Apakah ada informasi mengenai semangat orang-orang yang merasul di jaman ini? Di beberapa paroki yang pernah saya kunjungi, semangat OMK ternyata yang membuat anak-anak masih bertahan di Gereja dan membuat Gereja tetap hangat. Kita perlu menjamin bahwa hidup kerasulan kita masih menghangatkan Gereja. Mari kita wartakan, Kristus masih menyemangati kita dalam pelayanan bersama.
Sekali lagi, SELAMAT PASKAH. Tuhan memberkati kita, memberkati keluarga-keluarga kita, memberkati pelayanan kita, memberkati pendidikan putera-puteri kita, dan memberkati iman kita akan Kristus Yang Bangkit. Amin.
Warna / April 2015 25
ANAK
Apakah Malaikat Itu Ada?...
S
ebuah pertanyaan yang menyelinap dalam hati Yeni saat berbincang-bincang dengan teman yang beragama Kristiani. Sedari kecil, bu Yeni sudah mengenal agama Katolik, karena sempat bersekolah di sekolah Katolik. Namun sebagai seorang anak dari 4 bersaudara yang taat kepada orang tua, Yeni kecil mendalami dan mengikuti agama Budha yang juga dianut oleh orang tua-nya. Yeni tercenung sembari menjelaskan, “Saya bertumbuh di daerah Sumatra, dan disana komunitas masyarakat etnis Chinese sangat kuat memeluk agama Budha. Saat saya kelas 5 SD, saya pun dipermandikan sesuai aturan dalam agama Budha, walau hati saya tidak memahami apa arti proses yang saya lalui tersebut, saya hanya patuh pada orang-tua”. Hari bergulir menyusun minggu dan minggu tak jemu menyatu menjadi bulan yang akhirnya tak terasa tahun-tahun telah berlalu. Tahun 2004, Yeni berkenalan dengan Sutadi, seorang simpatisan Katolik yang berasal dari keluarga dengan latar belakang kepercayaan Kong Hu Cu. Sutadi tanpa berlama-lama segera melamar Yeni untuk menjadi istrinya. Selama masa-masa perkenalan dan pacaran, Yeni sering melihat bahwa Sutadi adalah seorang laki-laki yang rajin berdoa secara Katolik. “Tanpa saya sadari mengapa, saya bahagia melihat Sutadi yang berdoa secara Katolik, namun saat saya ajak dia untuk ke gereja, dia menjawab : ah buat apa, saya nggak paham juga apa yang terjadi di gereja…saya percaya cukup berdoa saja, Tuhan pasti mendengar dan memberikan apa yang saya doakan”. Pergumulan terjadi saat persiapan pernikahan mereka di tahun 2005, Sutadi yang memang simpatisan Katolik dan juga Yeni yang entah mengapa juga merasa nyaman dengan kebiasaan Sutadi berdoa secara Katolik, ingin agar pernikahan mereka diberkati di Gereja Katolik. Namun terkendala waktu dan juga kedua belah pihak belum ada yang beragama Katolik, membuat mereka belum bisa mewujudkan keinginannya. Keluarga Sutadi dan Yeni dikaruniai 2 orang anak yang sehat dan cakap, yakni Tristan si sulung dan Quinn sang adik. Saat Tristan lahir, Yeni memutuskan untuk fokus menjadi ibu agar dapat sungguhsungguh mendampingi perkembangan anak. Ketika Tristan sudah mulai bersekolah, di sekolahnya Tristan terbiasa untuk berdoa sebelum memulai suatu kegiatan. Tristan juga rajin di kelas Bina Iman Anak (BIA) Agatha di Wilayah Lippo. Yeni kembali seperti disadarkan akan sesuatu yang saat itu belum ia pahami, “Saya merasa malu, saat mengingatkan Tristan untuk selalu berdoa sebelum makan, sebelum tidur, namun saya dan suami tidak melakukannya. Padahal kan anak-anak pasti sangat meneladani apa yang dilakukan oleh orang-tua nya, dan saya tidak ingin anak-anak bingung karena kami sebagai orang-tua nya tidak pernah berdoa bersama-sama mereka”. Semuanya bergulir tanpa skenario yang mencengangkan atau heboh. Kerinduan Sutadi dan Yeni
26 Warna / April 2015
ANAK untuk belajar agama Katolik, dibimbing sedemikian rupa oleh Roh Kudus, hingga saat usia pernikahan mereka menginjak hampir ke-10 tahun, jalan itu seolah telah disiapkan. “Dulu, suami saya sudah sepakat kalau kami ingin belajar agama, ya harus bersama-sama. Tapi tertunda lagi karena lokasi kantornya yang masih di Jakarta. Namun pada tahun 2013, kantor suami pindah di area BSD, saat itu segera kami membulatkan tekad untuk mendaftarkan diri belajar agama Katolik. Kami ingin bisa sekeluarga bersama-sama mengalami proses belajar agama dan juga dibaptis bersama sekeluarga. Harapan saya pribadi, bila memang nanti kami dibaptis sekeluarga, kami ingin bisa setia menjadi pribadi dan keluarga Katolik”. Satu tahun berlalu, saat persiapan selama katekumen dari tahun 2014 lalu, sungguh merupakan proses yang membentuk Yeni sekeluarga. “Saya dan suami saling mengingatkan dan menguatkan. Saya sungguh bersyukur bahwa kami sekeluarga boleh mengalami proses katekumen bersama-sama. Setiap Senin malam dimana kami dibimbing oleh pak Alfonsus di kelas katekumen, menjadi saat-saat yang sungguh kami rindukan. Tidak bosan rasanya untuk belajar selama 1 tahun dan bahkan bila berhalangan belajar katekumen, rasanya ada yang kurang lengkap deh..”. Malam Paskah 2015 lalu, Sutadi, Yeni, Tristan dan Quinn dibaptis bersama-sama. Kebahagiaan dan kebanggaan sungguh jelas membuncah dari wajah mereka. “Saya bahagia karena kini kami sekeluarga sudah sama-sama Katolik, walau rasanya untuk rajin berdoa seperti Tristan dan Quinn, masih sangat berat kami lakukan. Kami sebagai orang-tua sangat bangga pada anak-anak, karena tanpa diingatkan lagi, mereka kini pasti ingat berdoa. Sedangkan saya dan suami, masih harus saling mengingatkan untuk juga berdoa dengan tanda salib. Perjalanan kami sebagai keluarga Katolik masih baru kami masuki, kami masih harus belajar banyak,” demikian Yeni sembari tersenyum tulus namun penuh kebahagiaan sebagai seorang Katolik. MFEL
Temukan Motivasi Berbicara Anak Kita Oleh: Widodo
P
ernah kita jumpai pertanyaan orang tua ”Apakah memang anak-anak seusia Farhan (bukan nama sebenarnya) memang suka bandel, memberontak, bosan sekolah, dan senang jika melihat orang tua jengkel ?”. Pertanyaan ini hampir mendarah daging setiap kali kita jumpai dalam kasus yang sama. Hampir setiap kelas pasti ada yang bernasib sama dengan Farhan, seperti dituturkan oleh salah satu orang tua tadi. Ada pula yang terpupuk perilakunya, karena berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Keadaan anak di atas tidak terlepas dari peran keluarga, khususnya orang tua di rumah dan guru di sekolah, yang terungkap dalam kemauan berbicara anak-anak kita. Keluarga yang diharapkan gereja Katolik secara umum bertujuan membentuk nilai kebersamaan, menciptakan kesejahteraan suami istri dan anak, serta melahirkan pengajaran. Ada lima elemen pengajaran iuntuk menghidupkan tumbuh kembang anak, yang beranalogi dengan tugas evangelisasi. Referensi berdasarkan I Tes 2 : 7 – 12. Pertama, hendaknya kita bersikap ramah seperti seorang ibu dengan anak asuhnya. Bila anaknya sakit, orang tua kita memberi motivasi berpikir postif menganggap anak akan semakin pintar, mau tumbuh gigi, mau bisa berjalan, dan pertumbuhan lainnya. Dengan senang hati ibu merawat anaknya.
Warna / April 2015 27
ANAK Kalau kita menggendong anak lalu anak pipis, “Wah yang menggendong akan mendapat rejeki”, dll. Keadaan buruk anak diubah menjadi situasi yang indah. Anak diajak bicara dengan ramah pula. Kedua, ada minat pribadi atau selalu memotivasi diri. Ketiga, sikap ketekunan dan kegigihan. Keempat integritas. Kelima dorongan. Anak menemukan gaya berbicara sesuai dengan pengalamannya. Menurut penulis, gaya berbicara anak relevan dengan ilustrasi pengalaman berbicara, terutama dengan orang tuanya. Ilustrasi mengerjakan pertanyaan. Ada pertanyaan yang perlu jawaban benar dan salah. Hal ini bersifat to the point (langsung pada tujuan). Ada pula pertanyaan yang memang perlu dijawab dengan jawaban menghubungkan, menjodohkan, isian singkat, pilihan ganda, dan juga uraian atau esai. Nah, semua gaya berbicara dalam menjawab pertanyaan itu perlu dibiasakan untuk melatih anak mengungkapkan ekpresi berbicaranya dengan jujur, ada rasa aman, disertai gerak mimik, atau bahasa tubuh. Kelak ketika dewasa mereka bisa memiliki kelebihan kreatif berbahasa. Kreatif berbahasa juga mampu mengantar anak untuk mengungkapkan persoalan hidup, dari yang sederhana hingga rumit. Kita kenal pula tokoh yang piawai berjuang menggunakan bahasa, seperti Presiden RI pertama Ir Soekarno dan Presiden Amerika Serikat Barak Obama. Sebaliknya, ada contoh yang gagal dalam memiliki gaya berbicara yang baik, yaitu bahasa para preman dan katakanlah para pecundang. Secara umum pula pengajaran berbicara dalam keluarga perlu digali oleh anggota keluarga, terutama orang tua, ayah dan ibu, juga guru sebagai orang tua di sekolah. Gaya berbicara anak adalah penyebab sikap kontra produktif, yang menurut para pakar motivator dipengaruhi oleh lima faktor seperti berikut : 1. Konsep Diri Bila ingin Anak berubah, maka kita bisa ubah Citra Dirinya. Di setiap kesempatan, kita buat agar ia menyadari bahwa ia adalah anak yang percaya diri, tenang, mampu belajar dengan baik, gembira, hebat, dan hal-hal positif lainnya. Bila perlu, kita doakan anak dengan kata-kata positif di atas pada saat ia tidur menurut agama dan kepercayaan kita. Kita lakukan doa ini sambil menyentuh atau membelai kepalanya setiap hari. Konsep diri yang ketiga adalah Harga Diri. Harga Diri anak = sebarapa suka ia pada dirinya sendiri. Semakin ia menyukai dirinya, menerima dirinya, hormat pada dirinya sendiri sebagai orang yang berharga dan bermakna, maka semakin tinggi Harga Dirinya. Semakin tinggi Harga Diri, maka anak akan semakin positif dan bahagia , semakin senang belajar dan prestasinya pun meningkat. Salah satu cara agar Harga Diri anak meningkat adalah dengan memujinya dengan tulus tentang keberhasilannya, berapa pun peningkatannya. Misalnya, sebelumnya anak dapat nilai 20, dan sekarang ia dapat nilai 50, maka tetap puji dia atas keberhasilannya meningkatkan nilai dari 20 jadi 50. Katakan, “Ok, besok kita belajar lagi, kita pasti akan dapat nilai yang lebih baik lagi. Toss dulu !!!” Cara lain untuk buat Harga Diri anak menjadi lebih tinggi adalah dengan memujinya dengan tulus kepadanya dan di depan teman–teman atau saudara. Misalnya kita sedang mengobrol dengan teman kita, dan ada anak kita di situ, maka ucapkan kepada teman kita, “ Wah, saya senang sekali anak saya sekarang hebat dan pintar, bisa belajar dan mendapatkan nilai lebih bagus…” Harga Diri = Fondasi perubahan diri anak. Harga diri anak menentukan level perubahan diri, pencapaian di bidang apa pun dan keberhasilan hidup secara keseluruhan, termasuk pencapaian nilai di sekolah. Mari kita tingkatkan harga diri anak kita agar ia berubah jadi lebih baik. Harga Diri rendah = AKAR berbagai masalah perilaku anak. Contohnya, anak yang mengganggu (bullying) temannya sebagai akibat karena ia tidak merasa berharga atau dihargai oleh lingkungannya. Dengan bertindak seperti itu , ia mendapatkan rasa lebih berharga, mampu dan berkuasa. Harga diri rendah juga akibat dari masalah perilaku. Contoh, ada satu anak sering dapat omelan atau dimarahi oleh lingkungannya sampai dicap dan diberi label sebagai “anak yang bermasalah”. Apabila label “anak yang bermasalah” ini diulangi terus tiap hari, maka informasi ini akan masuk ke
28 Warna / April 2015
ANAK dalam pikiran bawah sadar (pikiran otomatis) anak, dan membuat anak semakin yakin bahwa ia adalah anak yang bermasalah, sehingga ia semakin jauh dari perilaku yang benar. Oleh karena itu, mari kita sarankan teman, saudara, lingkungan kita untuk STOP “pe–label–an” anak yang negatif. Berkaitan dengan pe-label-an negatif, kita bisa gunakan kebalikannya yaitu pe–label–an positif agar anak berubah. Contoh pelabelan positif: Kamu anak yang hebat, anak yang pintar, anak yang rajin belajar, anak yang penurut, patuh sama papa mama, dan lain-lain. Berhubungan dengan hal sebelumnya maka ada pertanyaan: Sampai berapa lama pelabelan Positif kita lakukan sehingga anak bisa berubah? Jawabannya: Kita lakukan terus menerus setiap hari sampai informasi pelabelan positif tersebut masuk ke dalam pikiran bawah sadar (pikiran otomatis) anak. Misalnya, ada guru matematika yang selama 8 bulan (setiap hari) melabel satu anak sebagai “anak bodoh” karena BELUM bisa matemetika, dan ia benar–benar jadi bodoh matematika. karena pengkondisian ini sudah masuk ke dalam pikiran bawah sadar si anak. Maka agar anak berubah, pelebelan positif dilakukan minimum 8 bulan tiap hari sampai ia berubah. 2. Rasa Aman Kebutuhan utama anak dalam hidupnya = Rasa Aman. Bila anak tidak atau kurang terpenuhi rasa amannya, maka perilaku anak jadi kurang baik. Rasa aman didapat dari terpenuhinya kebutuhan anak, khususnya perasaan dicintai tanpa syarat, dihargai, dan diterima oleh lingkungannya. Ketika masih bayi, seorang anak yang tidak mendapat atau butuh rasa aman akan menangis untuk memberitahu orang tua atau pengasuh bahwa ia butuh sesuatu. Pada saat ia beranjak besar dan butuh sesuatu, bisa jadi ia menunjukkannya dengan perilakunya sehari–hari, walaupun dengan perilaku yang kurang baik. Seburuk apa pun perilaku yang ditunjukkan oleh anak kita, perilaku ini punya tujuan positif, yaitu agar anak bisa diterima dalam keluarganya dan merasa aman melalui cinta, penerimaan, penghargaan, dan pengakuan dalam keluarganya. Mari kita penuhi tujuan positif tersebut. Dalam diri tiap anak terdapat tangki yang diistilahkan sebagai Tangki Cinta, mirip dengan tangki air untuk tampung air PAM di rumah kita. Tangki air bisa terisi dan juga bisa kosong akibat pemakaian. Begitu juga dengan Tangki Cinta anak, bisa kosong, berkurang, dan bisa kembali terisi juga. Bila tangki air di rumah kosong atau berkurang, maka kita tidak bisa mencuci, mandi, dan lain-lain. Bila Tangki Cinta anak kurang atau kosong, bisa mempengaruhi perilaku dan prestasi di sekolahnya. Tangki Cinta anak bisa berkurang akibat “kebocoran”. “Kebocoran” bisa terjadi bila anak mendapat hal-hal negatif dari lingkungannya, misalnya diejek teman, dimarahi, takut, malu, kecewa, merasa tidak disayang atau tidak diterima, dibanding-bandingkan, dimusuhi, dilabel negatif oleh guru, dan lain-lain. Berita baiknya, Tangki Cinta anak yang kurang atau kosong bisa diiisi. Namun, yang bisa mengisinya hanya PAPA dan MAMAnya, dengan membuat anak merasa dicintai, diterima, dan dihargai. Kita tahu bahwa semua orang tua mencintai anaknya, namun bisa saja anak BELUM MERASA dicintai, diterima, dihargai karena anak mempunyai bahasa cinta yang berbeda. 3. Tangki Emosi Anak Pakar Pendidikan dan Psikologi Adi W. Gunawan dalam bukunya “Hypnotherapy for Children” mengatakan, karena Tangki Cinta anak bisa berkurang tiap hari akibat “kebocoran”, maka tangki cinta anak sebaiknya diisi oleh papa dan mama setiap hari. Pakar pendidikan dan psikologi mengatakan bahwa bila anak mengalami kesulitan belajar di sekolah, hal ini kebanyakan bukan karena tidak pintar, tetapi lebih karena secara emosi ia tidak siap untuk belajar. Oleh karena itu, mari mengisi Tangki Cinta anak. Tangki Cinta Anak = Tangki Emosi Anak. Apa tandanya bila Tangki Cinta anak berkurang atau kosong dan minta diisi oleh papa dan mama? Tandanya, anak akan meminta perhatian orang tua. Ia menjadi lebih manja, minta ditemani atau
Warna / April 2015 29
ANAK minta sesuatu yang bila dilakukan oleh orang tua akan mengisi Tangki Cintanya. Bila orang tua sedang sibuk, tidak tahu, tidak mengerti tentang tanda kekosongan Tangki Cinta anak, sehingga anak memintanya dan akhirnya tidak mendapat, maka biasanya anak akan berulah atau berbuat sesuatu yang bisa membuat orang tua kesal marah. Ketika orang tua kesal atau marah, anak menganggap dan merasa ia mendapat “Perhatian” dari orang tua. Apabila berulang terus, hal ini akan menjadi perilaku dan kebiasaan anak yang kurang baik. Tanda kekosongan Tangki Cinta Anak yang lain, misalnya anak tidak mau kerjakan PR, tidak mau sekolah, tidak mau mandi, tidak mau lakukan sesuatu yang disuruh orang tua, dan hal-hal yang bisa buat orang tua kesal dan marah. Semua tanda tersebut merupakan tanda anak ingin diisi Tangki Cintanya oleh papa dan mama. Apabila Tangki Cinta anak sudah terisi dengan penuh, bahkan sampai meluber, maka perilaku anak berubah menjadi baik, ia menjadi, tenang, manis, bahagia, dan damai dengan dirinya sendiri. Pada saat ini, SECARA EMAOSI ia SUDAH SIAP untuk BELAJAR. Oleh karena itu, karena setiap pagi sampai sore anak belajar di sekolah, rumah, tempat les, alangkah baiknya bila Tangki Cinta anak sudah terisi pada malam hari sebelumnya. Tindakan yang anak lakukan untuk dapat perhatian dan cinta orang tua, bila diulang-ulang akan jadi perilaku. Sehingga menurut Adi W Gunawan, Perilaku = Strategi yang telah teruji dan terbukti sangat efektif dan efisien untuk dapatkan hal- hal yang anak inginkan dengan cepat dan mudah, dengan tingkat keberhasilan tinggi. Sebagai contoh, bila anak minta sesuatu dan tidak dituruti orang tua, ia akan coba dengan menangis, marah, teriak, memukul, dan lain-lain. Jika berhasil, maka ia akan ulangi di lain hari, sehingga akan jadi kebiasaan/ habit. Habit akan mengeras jadi karakter, dan karakter akan tentukan nasib anak saat ia dewasa. Para Trainer diajarkan untuk mem-break pola-pola karakter yang tidak baik ini, agar masa depannya lebih cerah. Mari kita break Pola ni di lingkungan kita juga dengan cara-cara positif. 4. Faktor Eksternal dan Internal Apakah anak tidak konsentrasi belajar, tidak semangat, main terus, tidak kerjakan PR, malas ke sekolah, dan lain-lain? Hal ini bisa dikarenakan faktor internal dan eksternal. FAKTOR EKSTERNAL: mungkin gurunya galak, suka marah, suasana belajar di sekolah kurang kondusif, dan lain-lain. FAKTOR INTERNAL: kebutuhan emosi anak tidak terpenuhi, sehingga ia jadi “lapar” emosi. Emosi yang diperlukan anak adalah rasa aman, rasa dicintai, dan diterima oleh orangtuanya tanpa syarat. Faktor Eksternal adalah faktor yang tidak bisa kita kontrol 100%, maka kita bisa lebih memperhatikan faktor Internal dan mengusahakannya sampai 100% untuk meng-counter faktor Ekternal, sehingga anak kita bisa lebih konsentrasi balajar, semangat belajar, mau ke sekolah, dan lain-lain. Berdasarkan survei, dalam kebanyakan kasus, faktor Internal-lah (faktor Emosi) yang menyebabkan anak tidak konsentrasi belajar atau semangat, maunya main terus, tidak kerjakan PR, malas ke sekolah dan lain-lain. Faktor Emosi (Tangki Cinta anak) bisa terpenuhi dengan relasi orang tua dan anak yang hangat. Dengan kata lain, Relasi (hubungan/ emosi) yang hangat antara orang tua dan anak adalah fondasi utama harga diri anak, yang menentukan motivasinya untuk belajar dan mencapai prestasi di masa sekolah dan masa dewasa nanti. Bila anak sudah matang secara emosi, maka di kehidupan saat ini dan dewasa ia akan mampu atasi perubahan, mampu hadapi tekanan hidup, mampu bersosialisasi, mampu belajar, dan mampu menjalani hidupnya dengan sukses. Semua anak butuh rasa dicintai, diterima, dan dihargai oleh orang tuanya. Kita tahu semua orang tua mencintai, menerima, dan menghargai anak-anaknya, namun bisa saja anak BELUM MERASA mendapatkannya, karena tiap anak punya BAHASA CINTA yang berbeda.
30 Warna / April 2015
ANAK 5. Bahasa Cinta Penemu “5 BAHASA CINTA“, Garry Chapman mengatakan ada lima cara atau ekspresi untuk menyatakan rasa cinta kita pada seseorang, seperti pada suami, istri, anak, orang tua, saudara, dan lainlain. Dalam hal anak, bahasa cinta yang orang tua tujukan ke anak dapat mengisi Tangki Cintanya. Bahasa cinta yang orang tua (papa dan mama) tujukan ke anak dapat mengisi Tangki Cinta anak. Tangki Cinta anak yang sudah penuh bahkan sampai luber, membuat anak lebih percaya diri, siap secara mental untuk belajar dan hal-hal positif. Lima bahasa cinta tersebut antara lain waktu yang berkualitas, kata-kata positif berupa pujian dan dukungan, sentuhan fisik, pelayanan, dan pemberian hadiah. Sekolah maupun rumah adalah tempat untuk pendidikan karakter. Orang tua maupun guru sama– sama memberikan pengajaran berbicara yang mampu memengaruhi anak. Guru hebat (juga orang tua) adalah perpanjangan jati diri anak, yang dijiwai oleh nilai kesetiaan, komitmen, welas asih, dan kerajinan. Guru hebat bukan menghasilkan produk tetapi menghasilkan pengaruh. *) Penulis adalah umat Lingkungan Bunda Teresa Binong, Anggota CFC Paroki Santa Helena.
TERIMA KASIH ANAK-ANAKKU …..
P
erayaan Pekan Suci dan Paskah tak terasa sudah berlalu… Perayaan yang luar biasa meriah tidak lepas dari peran kalian semua anak-anakku sebagai Putra Altar dan Putri Sakristi yang dengan setia dan tulus menyediakan waktu dan tenaga untuk membantu terlaksananya semua perayaan ini. Dengan melalui latihan yang cukup panjang dan melelahkan akhirnya kalian semua dapat menyelesaikan tugas ini secara bahu membahu. Terima kasih anak-anakku yang terkasih atas pelayanan kalian semua… Terima kasih juga untuk para orang tua yang telah mendukung putra dan putrinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kerja sama yang baik bisa diperoleh karena kalian merasa satu keluarga, satu komunitas, sehati , dan terjalin persaudaraan yang kuat dalam PA PS …. Hal ini semakin jelas saat salah seorang saudara kalian, Marcel, yang mengalami kecelakaan sepeda motor pada tanggal 11 April 2015 yang lalu dan mengalami pendarahan otak sehingga harus mengalami operasi yang panjang selama kurang lebih 6 jam di Rumah Sakit Betsaida, Gading Serpong. Misa Sabtu sore mengumandangkan intensi untuk keberhasilan operasi yang sedang dijalani Marcel. Marcel adalah salah seorang putra altar yang secara rutin berpartisipasi dalam tugas Pekan Suci dan Paskah, yang memang dibesarkan dalam keluarga dimana kedua orang tuanya juga aktif dalam kehidupan menggereja dan pelayanan. Sabtu malam ruang tunggu ICU RS Betsaida dipenuhi pengunjung termasuk di dalamnya keluarga PA PS yang begitu menyayangi Marcel. Pendamping dan anak-anak PA PS menunggu hingga larut sampai Pastor Nono tiba untuk memberi Sakramen Pengurapan Orang Sakit untuk Marcel. Rasa kekeluargaan terasa sekali di sana, begitu menyatu dan membaur satu sama lain, karena Marcel adalah salah satu anggota keluarga kami. Sebelum beranjak pulang, kami semua berdoa membentuk lingkaran sambil bergandeng tangan, berdoa untuk Marcel dan kedua orang tuanya yang ditutup dengan berdoa
Warna / April 2015 31
ANAK Salam Maria oleh masing-masing yang hadir. Sebelum pulang kami sepakat untuk melakukan Novena 3x Salam Maria mulai hari Minggu setiap jam 9 malam untuk kesembuhan Marcel…. anak kami tercinta… Anak PA PS tidak pernah berhenti mengunjungi Marcel ke rumah sakit…. Marcel pasti tahu bahwa begitu banyak yang mencintainya dan mendoakannya. Ayah Marcel berkata bahwa Marcel sangat menyukai pakaian PA yang baru yang dipakai pada saat Misa Malam Paskah. Marcel begitu bangga mengenakannnya dan mengatakan bahwa pakaian itu seperti pakaian petugas liturgi di Roma…. “Marcel pasti ingin cepat sembuh dan kembali bertugas dengan pakaian PA yang baru……” (Marcel berdiri di baris belakang, kedua dari sebelah kanan) Biaya perawatan Marcel tidak kecil, karena harus menjalani perawatan yang intensif di ruang ICU. Rasa ikatan kekeluargaan yang begitu kuat dalam PA PS menyebabkan kepekaan yang luar biasa dengan saudara-saudara Marcel dalam keluarga PA PS. Mereka dengan tulus menyisihkan uang jajan mereka untuk membantu Marcel tanpa diminta. Begitu terharu melihat ketulusan mereka… sampai mereka mempunyai berbagai ide untuk membantu biaya perawatan Marcel. Luar biasaaaaa…. Terharu rasanya saat mereka mengungkapkan berbagai ide untuk bisa membantu Marcel… Kita patut bangga dengan anak-anak kita yang sejak usia dini sudah mau meluangkan waktu untuk melayani dan Puji Tuhan … iman mereka pun bertumbuh sehingga peka terhadap saudara mereka yang sedang mengalami kesusahan. Orang tua Marcel juga terharu melihat sikap dan tindakan mereka. Memang melayani dengan hati tidak mudah… banyak pelayanan berkedok lain… Tapi kita patut mencontoh teladan anak-anak kita yang begitu tulus, begitu penuh kasih, begitu menyayangi saudara dalam komunitasnya. Rasa kekeluargaan dan persaudaraan dalam keluarga PA PS begitu kental dan kami sebagai pendamping begitu salut. Hal ini tidak terjadi pada Marcel tetapi pada saat salah seorang PA yang mengalami kecelakaan saat retret yaitu Ricky. Mereka juga sampai menunggu di RS Siloam pada saat Ricky menjalani operasi dan tak henti-hentinya mengunjungi Ricky pada saat perawatan. Anak-anak OMK yang sebagian besar adalah bekas anggota PA PS juga tidak mau ketinggalan dalam menggalang dana untuk membantu biaya perawatan Marcel. Gengsi mereka buang jauh-jauh demi adik mereka yang sedang sakit dan membutuhkan biaya besar. Mereka mengamen dari satu restoran ke restoran lain di daerah Gading Serpong. Acungan jempol patut kita berikan kepada mereka. Hal yang tidak mudah kita lakukan pastinya. Dengan dasar CINTA seperti lagu yang mereka latunkan saat mengamen yaitu Karena Cinta yang dipopulerkan Delon, mereka mampu melakukan hal itu…. Luar biasaaaa…… Sekali lagi terima kasih anak-anakku yang sudah memberi teladan kepada kita semua untuk melakukan pelayanan dengan hati dan kasih sehingga mampu menciptakan persaudaraan selayaknya dalam satu keluarga yang besar…. Keluarga PA PS Santa Helena. Kami selaku pendamping PA PS Santa Helena merasa terharu sekali dengan sikap dan tindakan anak-anak kami yang begitu mulia kepada salah satu anggota keluarga mereka yang sedang mengalami penderitaan sekaligus kesulitan…. Semua rasa lelah selama ini langsung terhapus dengan rasa bangga kami dengan putra putri kami ini yang sudah kami anggap sebagai anak kami sendiri…. Kami percaya Tuhan akan senantiasa membalas kebaikan kalian semua dengan caraNya yang pasti akan indah pada waktunya…… Amin by CB
32 Warna / April 2015
PEMENANG KUIS
1. AGATHA ECLESIA KEINATYA 2. CLARA CITRA CALISTA JUVENTIA SILAKAN MENGAMBIL HADIAH DENGAN MENGHUBUNGI SEKRETARIAT