Volume 4 | Nomor 2 | Edisi Februari 2014 | www.ekon.go.id
Meningkatkan Produktivitas Nasional
http://radiks.files.wordpress.com/
DAFTAR ISI 01 Editorial Koordinasi Kebijakan Ekonomi 02 Arah Kebijakan Belanja Negara Tahun 2015 Ekonomi Internasional 03 Dampak Perlambatan Ekonomi Cina Terhadap Ekspor Indonesia Ekonomi Domestik 04 Perkembangan Inflasi dan Nilai Tukar di Indonesia Ekonomi Daerah 05 Melirik Trend Upah Daerah Laporan Utama
08 Ergonomi dan Peningkatan Produktivitas Kerja
11
Mendorong Partisipasi Tenaga Kerja Wanita
12
Meningkatkan Produktivitas Melalui Implementasi Program LPN
14
Sejarah Gerakan Produktivitas di Indonesia
15
Strategi Peningkatan Produktivitas LPN
Opini Pakar 17 Mendorong Produktivitas Nasional KUR
19 Realisasi Penyaluran KUR Periode Januari 2014
volume 4 | Nomor 2 | Edisi Februari 201 4 | www.ekon.go.id
UKM 20 UMKM Bersiap Menyambut Masyarakat Ekononi ASEAN Keuangan 22 Memotret Profil Kompetisi Industri Perbankan Indonesia Fiskal & Regulasi Ekonomi 22 Kenaikan TDL Industri, Bagai Pisau Bermata Dua Ketenagakerjaan 26 Angka Pengangguran Februari 2014: Perdebatan antara Teori Ekonomi dan Realitas Lapangan MP3EI 27 Pembangunan Berkelanjutan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Korporasi/ BUMN 29 Produktivitas dan Efisiensi BUMN Kegiatan Menko 30 Working Group Indonesia - Singapura IPTEK 30 Peranan Sistem Manajemen Strategis pada Lembaga Pemerintahan Negara
Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi Puji Gunawan Ratih Purbasari Kania Analis : Adji Dharma, Alisa Fatimah, Annida Masruroh Fitria Faradila, Nia Kurnia Sholihah, Tasya Shabrina, Trias Melia Kontributor : Tim Pemantauan dan Pengendali Inflasi, Komite Kebijakan KUR, Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Editorial
K
Kerja produktif pada semua jenis pekerjaan dan tingkat ketrampilan merupakan prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cepat, berkelanjutan, dan inklusif. Demikian disampaikan dalam buku “The Sum Is Greater Than The Parts” (Harvard Kennedy School Indonesia Program dan Gramedia, 2013). Buku ini mengulas tantangan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan dan menekankan pentingnya peran pekerja sebagai penghasil pendapatan sekaligus konsumen, penabung, dan investor. Pekerja merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat yang menjadi penggerak dan penerima manfaat pembangunan ekonomi. Dengan peran tersebut maka ketrampilan pekerja merupakan komponen utama dari ketersediaan modal sumber daya manusia dalam perekonomian. Negara-negara maju dengan jumlah tenaga trampil banyak telah mampu pulih cepat dari keterpurukan masa lalu seperti Jerman dan Jepang. Buku tersebut menyarankan peningkatan produktivitas pekerja di Indonesia difokuskan kepada membangun ketahanan pangan, memperbanyak pekerja manufaktur, dan meningkatkan kualitas pendidikan lebih tinggi. Peningkatan produktivitas pekerja sektor pertanian selain akan meningkatkan ketahanan pangan juga akan mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan di perdesaan. Indonesia, bersama Brazil dan Kongo, dinilai memiliki potensi produksi pertanian melalui pembangunan lahan luas beririgasi maupun intensifikasi lahan. Kedepan disarankan Indonesia mengembangkan keunggulan komparatif keberadaan lahan tersebut menjadi lahan produktif. Keberhasilan dalam pengembangan produksi minyak kelapa sawit, karet, dan coklat, disarankan diperluas melalui akselerasi penelitian di sektor pertanian menghadapi semakin besarnya porsi petani berusia di atas 40 tahun.
Bobby Hamzar Rafinus inefisiensi di dalam mata rantai produksi dan distribusi serta berkurangnya lapangan kerja. Langkah yang disarankan antara lain penurunan biaya tinggi dalam kegiatan logistik. Selain itu perlu terus dilakukan penyempurnaan ketentuan ketenagakerjaan seperti sistem pengupahan dan pesangon yang mengurangi insentif pengembangan kegiatan manufaktur yang banyak menciptakan lapangan kerja. Upaya pengembangan pendidikan di Indonesia dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja. Padahal pendidikan diakui sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pendidikan tinggi di Indonesia harus ditingkatkan untuk menjadi fondasi pertumbuhan yang inklusif. Peningkatan tersebut meliputi kualitas program yang diajarkan, kualitas pengajar perguruan tinggi, kualitas penelitian, serta koherensi manajemen perguruan tinggi, agar mendorong perubahan yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Cina selama periode 2000 - 2010 dicapai dengan peningkatan kontribusi produktivitas pekerja menggantikan produktivitas modal. Untuk itu penting sekali menciptakan sebanyak mungkin tenaga kerja trampil dan lapangan kerjanya dalam era bonus demografi hingga 2025. Hanya dengan langkah tersebut, harapan Indonesia menjadi negara berpendapatan perkapita di atas USD 10.000 dapat terwujud satu dasawarsa lagi. Semoga.
Selanjutnya pengembangan produktivitas melalui peningkatan nilai tambah produksi komoditas sumber daya alam, yang dikenal dengan hilirisasi, perlu mempertimbangkan keterkaitan antar-sektor yang dapat menimbulkan biaya langsung maupun tak langsung . Biaya ini dapat mengurangi manfaat upaya hilirisasi, seperti adanya volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 01
Koordinasi Kebijakan Ekonomi Arah Kebijakan Belanja Negara Tahun 2015
http://www.lomaxfinancial.com.au/
perekonomian global 2014 diperkirakan PPerkembangan akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2013,
namun ekonomi global masih menghadapi resiko pelemahan pada 2014. Selain potensi resiko pada nilai tukar, potensi resiko pun berasal dari gejolak likuiditas global dan harga komoditas pasar global. Berdasarkan ketiga resiko potensi ini diperkirakan terjadi pertumbuhan tahun 2014 yang sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2013, inflasi yang mulai mereda, serta neraca perdagangan yang diperkiran masih defisit. Terjadinya ketidakstabilan perekonomian dilihat dari indikator makro menciptakan beberapa tantangan dalam pembuatan APBN ke depan. Pertama, pendapatan negara diperkirakan tidak mencapai target disebabkan oleh target penerimaan pajak yang tidak tercapai. Kedua, dari sisi belanja negara, masih terdapat fiscal space APBN yang masih terbatas disebabkan komposisi belanja negara yang didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib, sehingga menyebabkan kualitas belanja masih rendah . Hal ini juga disebabkan oleh alokasi untuk subsidi energi terutama BBM yang masih tinggi. Ketiga, transfer daerah yang semakin besar namun tidak diikuti oleh kualitas belanja daerah yang efektif. Terakhir merupakan tantangan APBN yang selalu defisit. Berdasarkan keadaan makroekonomi serta tantangan yang mungkin dihadapi tersebut, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun 2015 – 2019 merupakan pembangunan yang diarahkan pada pembangunan ekonomi kompetitif berbasis SDA, SDM yang berkualotas, dan peningkatan kemampuan IPTEK. Hal baru yang ingin dilakukan adalah menjalankan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan manusia (people) untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat (profit) yang nantinya digunakan untuk pelestarian lingkungan (planet) dimana semuanya dibantu dan didukung oleh pemerintah (governance).
Selain itu pemerintah diarahkan untuk menyiapkan landasan untuk menghindari middle income trap dan pembangunan juga disiapkan untuk menyongsong peluang bonus demografi. Menimbang target dan tantangan untuk Indonesia ke depan, tahun 2015 belanja kementerian dan lembaga akan bersifat baseline budget, yaitu hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, tingat output (service delivery) yang sama dengan 2014, dan tetap mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang (RPJP). Hal ini diharapkan akan memberikan ruang gerak bagi pemerintahan yang baru hasil Pemilu 2014, untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan platform yang direncanakan. Pagu indikatif belanja kementerian dan lembaga untuk tahun 2015 adalah sebesar Rp610 triliun (resource envelope) yaitu alokasi dana yang disiapkan untuk pemerintahan baru yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan lain. Resource envelope tersebut ditampung untuk kebutuhan operasional dan non operasional. Alokasi tersebut belum mencakup kebutuhan anggaran remunerasi yang belum mendapatkan tunjangan kinerja, cadangan kenaikan anggaran pendidikan, dan rencana penambahwan coverage PBI.
Referensi
Musrenbangnas Tahun 2014
02 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Tasya Shabrina Yusira
Ekonomi Internasional Dampak Perlambatan Ekonomi Cina Terhadap Ekspor Indonesia
http://www.sunshineandsails.com/
akhir tahun 2012 hingga tahun 2013, ekonomi PPada dunia memperlihatkan adaya perlambatan. Di Cina
sendiri, perlambatan laju pertumbuhan disebabkan oleh turunnya tingkat ekspor khususnya pada sektor manufaktur. Menurut surveI HSBC Juni 2013 lalu, penurunan ekspor pada sektor manufaktur Cina dipengaruhi oleh turunnya permintaan pasar terbesar Cina seperti Amerika Serikat dan Eropa. Grafik perbandingan pertumbuhan China dan pertumbuhan ekspor Indonesia menunjukkan pergerakan yang sama antara laju pertumbuhan Cina dengan laju pertumbuhan ekspor Indonesia. Menurunnya pertumbuhan Cina membuat tingkat ekspor terhadap GDP Indonesia juga menurun. Dari hal ini kita dapat melihat bahwa ada ketergantungan ekspor Indonesia yang tinggi terhadap kondisi perekonomian Cina.
http://www.lomaxfinancial.com.au/
Indonesia. Penurunan pertumbuhan Cina sebesar 1 persen dapat menurunkan pertumbuhan Indonesia sebesar 0.5 persen, seperti yang dikutip dari Koran Jakarta. Cina merupakan trading partner Indonesia yang terbesar. Oleh karena itu, melambatnya perekonomian Cina akan menurunkan permintaannya terhadap ekspor Indonesia. Sektor – sektor yang paling terkena dampak negatif adalah sektor tambang khususnya batu bara, migas, dan sektor perkebunan khususnya minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Selain itu, dikhawatirkan dengan menurunnya ekspor Indonesia terhadap Cina, yang akan terjadi adalah peningkatan produk impor dari Cina sehingga akan menyebabkan defisit pada neraca perdagangan.
Perlambatan ekonomi Cina ini menurut pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, mampu menurunkan laju pertumbuhan
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi China dan Ekspor Indonesia
Tasya Shabrina Yusira
Sumber: World Bank
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 03
Ekonomi Domestik Perkembangan Inflasi dan Nilai Tukar di Indonesia perekonomian domestik dari suatu negara KKondisi dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya
adalah inflasi yang dapat diartikan sebagai persentase perubahan tingkat harga rata-rata untuk barang dan jasa. Pada jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan ekonomi. Namun, tingkat inflasi yang tinggi dalam jangka panjang akan membawa dampak buruk bagi perekonomian suatu negara karena menyebabkan harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga barang-barang impor. Inflasi yang berkepanjangan akan mendorong masyarakat untuk lebih banyak membil barang impor yang lebih murah
Sumber: BIS, diolah
di pasar dunia. Dalam kaitannya dengan nilai tukar, kita mengetahui istilah Real Effective Exchange Rate (REER) yang mengukur daya beli relatif suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya yang sudah memasukkan unsur inflasi sehingga mampu menggambarkan tingkat daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional. Hubungan antara inflasi dan nilai tukar dapat dijelaskan melalui teori Purchasing Power Parity (PPP) yang menjelaskan bahwa kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dari persamaan dasar PPP yaitu P = e.P* jika dibuat logaritmanya dan diambil turunannya maka diperoleh bahwa (dP/P) = (de/e) + (dP*/P*). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat inflasi domestik sama dengan tingkat laju depresiasi mata uang nasional ditambah dengan tingkat inflasi internasional. Jika persamaan awal diubah maka akan diperoleh persamaan REER = Q = (dP*/P*) yang mencerminkan perbandingan tingkat harga pasar internasional dengan tingkat harga domestik. Jika inflasi dalam negeri meningkat, maka nilai tukar domestik terhadap mata uang asing akan cenderung melemah atau mengalami depresiasi.
dan barang-barang dalam negeri yang melemah daya saingnya di pasar internasional. Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak pada nilai impor yang meningkat dan nilai ekspor yang menurun. Selain inflasi, variabel penting lain dalam perekonomian terutama dalam era perekonomian terbuka seperti saat ini adalah nilai tukar atau exchange rate. Pergeraan nilai tukar membawa pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara karena akan mempengaruhi daya saing produk domestik dari negara tersebut
04 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Sumber: BPS, diolah
Ekonomi Daerah Pada grafik REER, ketika terjadi peningkatan maka menunjukkan terjadinya apresiasi nilai tukar dan sebaliknya depresiasi nilai tukar ditunjukkan oleh grafik yang menurun. Terlihat bahwa pasca krisis 1998 mata uang Indonesia telah mengalami apresiasi meskipun tidak sebesar saat sebelum krisis. Namun, setelah tahun 2004, trend nilai tukar rupiah cenderung menunjukkan terjadinya depresiasi meskipun tidak terlalu tajam. Pada tahun 2005 terlihat bahwa inflasi meningkat tajam akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang menyebabkan harga faktor-faktor produksi ikut naik sehingga menyebabkan harga barang-barang pun meningkat. Hal tersebut kemudian membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi akibat harga barang dalam negeri meingkat sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi barang impor yang dinilai lebih murah. Fenomena berbeda terjadi pada tahun 2009 ketika inflasi yang terjadi di Indonesia cenderung rendah tetapi tidak mampu mendorong nilai tukar untuk mengalami apresiasi. Hal ini di antaranya diisebabkan oleh rendahnya inflasi yang tidak mampu meningkatkan ekspor dari Indonesia akibat lesunya pasar internasional sehingga menurunkan permintaan asing terhadap barang domestik. Kenaikan harga bahan bakar yang terjadi pada tahun 2013 membuat tingkat inflasi meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini diikuti dengan melemahnya nilai tukar Indonesia pada tahun tersebut sampai dengan awal tahun 2014. Diharapkan nantinya kebijakan-kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia akan mampu untuk menekan angka inflasi dan menjaganya agar stabil sehingga nilai tukar akan menguat pada tahun 2014 ini.
Melirik Trend Upah Daerah
http://www.medanmagazine.com/
Permasalahan upah di negara-negara berkembang masih menjadi trending ditengah kelebihan jumlah angkatan kerja dengan kualitas tenaga kerja yang rendah. Di Indonesia, permasalahan Upah Minimum selalu menjadi sorotan berbagai pihak baik ditingkat pusat maupun daerah. Menurut data ILO, Upah nominal rata-rata pekerja di Indonesia naik dari Rp.1.630.193 pada 2012 menjadi Rp.1.909.478 pada 2013 yang merupakan kenaikan upah nominal rata-rata yang substansial dalam upah nominal rat-rata. Upah riil rata-rata pekerja hanya mengalami kenaikan tipis atau tetap sama selama beberapa tahun belakangan ini. Pertumbuhan upah rata-rata riil di Indonesia lebih rendah dari pada negara-negara berkembang lainnya. Kecenderungan ini berbeda dengan pertumbuhan upah minimum yang terjadi sekarang ini. Saat ini, kebijakan pengupahan masih bertumpu pada upah minimum yang berlandaskan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja dibawah satu tahun. Penerapan upah minimum masih sangat minim dan belum bersifat wajib. UU no 13 tahun 2003 adalah peraturan yang mengatur mekanisme pengupahan, terutama pasal 88 yang memuat penetapan upah minimum tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
Nia Kurnia Sholihah
Menurut Permenakertrans No.01 tahun 1999, Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap , yang berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 05
kurang dari satu tahun. Penetapan upah minimum dilakukan di tingkat propinsi/kabupaten/kota dimana Gubernur menetapkan besaran upah minimum propinsi(UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK) berdasarkan usulan dari dewan Pengupahan Provinsi/Kab/Kota. Dalam perkembangannya, penghitungan upah minimum telah mengalami beberapa revisi sejak awal mula diadakan, menurut Permenakertrans no.13 tahun 2012 komponen danpelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, dalam peraturan ini komponen kebutuhan hidup layak(KHL) terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 60 komponen, hal ini merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya yakni Permenaker No.17 tahun 2005 yang terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 46 komponen KHL. Salah satu manfaat adanya upah minimum adalah memberikan perlindungan bagi sejumlah kecil pekerja yang berpenghasilan rendah serta memberikan perlindungan dasar pada struktur upah sehingga merupakan jarring pengaman terhadap upah yang terlalu rendah. Permasalahan upah pada terutama dialami oleh pekerja perempuan dengan pendidikan rendah, dimana mereka cenderung berada pada kelompok yang memiliki pertumbuhan upah paling rendah.
Besarnya UMP wilayah DKI Jakarta yang meningkat dari RP.1.529.150,- pada tahun 2012 menjadi Rp 2.200.000 pada tahun 2013, dan menjadi Rp. 2.400.000,- pada tahun 2014, mempengaruhi besarnya UMK wilayahwilayah disekitarnya. UMK disekitarnya juga meningkat cukup signifikan seiring dengan kenaikan upah minimum di Jakarta. Pada tahun 2014, Upah minimum Kota bogor sebesar Rp. 2.352.350,- Kabupaten Bogor sebesar Rp. 2.242.240,- Kota bekasi sebesar Rp. 2.441.954,- Kabupaten Bekasi sebesar Rp.2.447.445,serta Kota Depok sebesar yang merupakan kawasan wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Kota lainnya sekitar DKI Jakarta yang merupakan bagian dari Propinsi Banten yakni Kota Tangerang sebesar Rp.2.444.301,Kabupaten Tangerang sebesar Rp.2.442.000,- serta Kota Tangerang Selatan sebesar Rp.2.442.000,-. Dengan Perkembangan kenaikan upah yang begitu dinamis pada setiap daerah di Indonesia, maka perlunya dikaji ulang serta menjadi pemikiran bersama antara Pemerintah Daerah dan juga pemerintah Pusat untuk memulai memilirkan penghitungan upah yang berbasis produktivitas pekerja, karena hal ini tidak saja mensejahterakan pekerja itu sendiri tetapi juga meningkatkan produktivitas perusahaan dan Produktivitas Daerah.
Secara spasial, terdapat kesenjangan angkatan kerja antar daerah , dimana angkatan kerja saat ini akan terus berkumpul disekitar Pulau Jawa, Pulau Sumatera serta Pulau Bali, dimana tingkat partisipasi angkatan kerja dipedesaan cenderung lebih tingi dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Pada tahun 2013, kenaikan upah yang tinggi terdapat di wilayah Jakarta, Kalimantan Timur serta kepulauan Riau. Tingginya kenaikan upah diwilayah tersebut sedikit banyak menimbulkan investor melirik wilayah lainnya untuk berinvestasi didaerah yang mempunyai tingkat upah yang lebih rendah. Berdasarkankan data Kemenakertrans, Pada tahun 2013, Provinsi yang memiliki UMP diatas 2 juta rupiah adah Propinsi DKI Jakarta. Adapun Provinsi yang mempunyai UMP antara 1,5 juta sampai 2 juta adalah Propinsi Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan tengah, Papua serta papua Barat. Sedangkan sisanya mempunyai UMP pada kisaran 830 rribu rupiah sampai 1,5 juta rupiah.
06 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Ratih Purbasari Kania
Laporan Utama
Mendorong Produktivitas Nasional
Laporan Utama
dan
era globalisasi, produktivitas kerja merupakan DDalam syarat utama bagi perusahaan dalam menghadapi
persaingan usaha serta peningkatan pendapatan perusahaan. Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat maka peralatan menjadi salah satu kebutuhan pokok pada berbagai lapangan kerja, karena teknologi dari peralatan tersebut merupakan penunjang dalam peningkatan produktivitas kerja. produktivitas kerja baik sektor industri maupun non industri dilakukan melalui pendekatan sistem dan pendekatan pekerja. Produktivitas kerja sangat ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor teknis yang merupakan faktor yang berhubungan dengan penerapan metode kerja yang lebih efisien serta faktor manusia dalam usaha-usaha yang dilakukan manusia di dalam menyelesaikan pekerjaan yang meliputi: motivasi, disiplin dan etos kerja. Oleh karena itu pada industri yang banyak menggunakan teknologi maka produktivitas akan ditekankan pada aspek teknis, sedangkan untuk industri yang bersifat padat karya, upaya peningkatan produktivitas harus ditekankan pada aspek manusianya. Dengan meningkatnya penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi, selain menunjang produktivitas juga mempunyai resiko terjadinya penyakit akibat kerja serta kecelakaan kerja yang bisa berujung pada kematian. Menurut ILO, secara global, terdapat 777 juta kecelakaan kerja setiap tahunnya dan mengakibatkan 2,3 juta pekerja kehilangan nyawa, di Indonesia, 0,75 pekerja Indonesia mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian nasional mencapai Rp 50 triliun. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut maka diperlukan adaftasi antara pekerja, proses kerja serta lingkungan kerja yg lebih dikenal dengan pendekatan ergonomi.
Ergonomi menyelaraskan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi setinggitingginya. Ergonomi menggambarkan informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik lainnya untuk mendisain alat, mesin, tempat, pekerjaan dan lingkungan untuk produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi dan efektivitas penggunaan tenaga kerja (McCormick and Saunders 1993). Ergonomi ditempat kerja mencakup layout tempat kerja termasuk didalamnya perancangan, desain ruang dan peralatan, Enginers, peralatan, suppliers, dan pekerja. Analisis yang menyangkut ergonomi meliputi : 1) Anatomi, fisiologi, dan anthropometri (ukuran) tubuh manusia, 2) Psikologi yang menyangkut perilaku manusia, 3) serta kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai ataupun yang membuat nyaman pekerja. Ergonomi dilakukan pada pada dunia kerja agar pekerja merasa nyaman dalam pekerjaannya, sehingga dengan kenyamanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Secara umum, ruang lingkup ergonomi mencakup: cara pekerja mengerjakan pekerjaannya, posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja, peralatan yang digunakan, efek bagi kesehatan. Tujuan utama dari ergonomi adalah menyediakan produktivitas yang maksimum dengan biaya yang minimum. Biaya dimaksud adalah berupa biaya psikologi serta biaya kesehatan pekerja. Dalam setting tempat kerja, jarang ditemukan tugas yang melebihi kapasitas dari pekerja. Beberapa pekerjaan akan memasukan tugas yang spesifik yang memerlukan
08 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
jangkauan yang luas ataupun overhead tempat kerja yang tidak dapat bertahan untuk periode yang lama. Dengan ergonomi yang mendesain tempat kerja mengakibatkan lebih banyak orang dapat bekerja tanpa risiko terjadinya kecelakaan. Dengan adanya tempat kerja yang aman, maka setiap pekerja dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak aman dan berpotensi bahaya akan mengakibatkan kerusakan dan absen tak terhindarkan dari pekerja sehingga pekerja akan kehilangan pendapatannya dan produktivitas perusahaan berkurang.
getaran, serta suhu yang ekstrim. Penyakit yang timbul karena terakumulasinya kerusakan-kerusakan akibat trauma yang berulang bisa menimbulkan rasa sakit ataupun kerusakan yang besar, hal ini karena penumpukan cedera –cedera kecil yang terjadi dalam waktu lama.
Penyakit yang timbul biasanya terjadi pada pekerjaan yang monoton, berulang atau kecepatan tinggi, sikap kerja yang tidak alamiah, Postur yang tidak netral/canggung, bila terdapat pendukung yang kurang sesuai, bila kurang istirahat, penggunaan atau pengerahan otot yang melebihi kemampuannya, biasanya gejala yang timbul tidak dirasa atau dianggap Diperkirakan bahwa kerugian akibat kecelakaan kerja sepele oleh pekerja. Sikap dan interaksi pekerja dengan setiap tahunnya dan penyakit yang berhubungan sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan dengan pekerjaan di beberapa negara dapat mencapai produktivitas kerja, penggunaan meja dan kursi ukuran 4% Produk Nasional Bruto, standar oleh pekerja yang Adapun biaya langsung dan tidak mempunyai ukuran tubuh yang langsung dan dampak yang berbeda jauh ukurannya akan "Dengan adanya ditimbulkan meliputi:1) Biaya mempengaruhi terhadap hasil medis, 2) Kehilangan hari kerja, 3) kerja. Contoh lainnya adalah bila tempat kerja Mengurangi produksi, 4) bekerja dengan menundukkan Hilangnya kompensasi bagi leher atau membungkukan yang aman, maka pekerja, 5) Biaya waktu/uang dari punggung mebihi sudut 30 derajat pelatihan dan pelatihan ulang bisa dilakukan asalkan waktunya setiap pekerja pekerja, 6) Kerusakan dan tidak melebihi dari dua jam. Hal ini perbaikan peralatan, 7) Rendahnya akan menyebabkan rasa sakit pada dapat bekerja moral staf, 8) Kehilangan kontrak leher dan tulang belakang. karena kelalaian. Penyusunan tempat kerja dan secara efektif dan tempat duduk yang sesuai harus Upaya-upaya yang seharusnya diatur sedemikian sehingga tidak efisien" dilakukan untuk mencegah ada akibat serta pengaruh yang sehingga meminimalkan potensi membahayakan bagi kesehatan bahaya dalam bekerja adalah pekerja. melalui:1) Menyediakan posisi kerja atau tempat duduk yang sesuai meliputi sandaran, Dalam perancangan peralatan dan tempat kerja yang kursi/bangku atau tikar bantalan, 2) Mendesain tempat ergonomis diperlukan pengetahuan yang menyangkut kerja sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pengukuran tubuh manusia terutama dimensi tubuh pada posisi netral, rileks dan lengan lurus ketika bekerja, yang dikenal dengan istilah antropometri. Hal ini 3) Mempertimbangkan rotasi tugas dan memberikan dimaksudkan karena manusia mempunyai bentuk dan istirahat yang teraturdari pekerjaan intensif, hal ini dapat dimensi ukuran tubuhnya. Faktor-faktor yang mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan. mempengaruhi ukuran tubuh manusia meliputi: umur, jenis kelamin, suku bangsa, sosio ekonomi, serta posisi Dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja serta tubuh. Pada dasarnya perancangan produk harus bisa kecelakaan kerja, perlu dilakukan identifikasi resiko yang dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Produk bisa terjadi akibat cara kerja yang salah. Faktor resiko dirancang dengan ukuran yang fleksibel agar dapat yang terjadi dari cara kerja bisa berupa pengulangan dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai yang banyak dari kegiatan yang melebihi dari dua jam, macam ukuran tubuh. beban berat, postur yang kaku, beban statis, tekanan, volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 09
Pengendalian ergonomi dilakukan untuk mengatur agar tubuh pekerja berada di posisi dan dapat mencegah serta mengurangi resiko kerja. Pengendalian teknik dilakukan dengan memodifikasi, mendesain kembali tempat kerja, bahan, dan obyek. Sedangkan pengendalian administratif berhubungan dengan manajemen seperti: jadwal kerja, program pelatihan serta program perawatan dan perbaikan.
http://backcare.com.au/
Pada prinsipnya, ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk pekerja. Hal ini dimaksudkan dengan mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan tempat kerja, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Dengan demikian akan menciptakan lingkungan kerja yang sehat , karena proses kerja terjamin dan teratur sehingga dapat mengendalikan serta menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antaratenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara pekerja dalam melakukan proses kerja harus diatur sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan serta gangguan kesehatan yang lain.
Dengan perkembangan industri barang dan jasa global telah meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, hal ini berhubungan dengan disain kondisi tempat kerja. Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada proses pekerjaan dan hasil kerja. Kesehatan pekerja berawal dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat dapat menciptakan hambatan serta risiko-risiko kerja.
10 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Ratih Purbasari Kania
Mendorong Partisipasi Tenaga Kerja Wanita berjalannya arus globalisasi, pandangan SSeiring terdahulu mengenai keterbatasan ruang lingkup wanita di pasar tenaga kerja seringkali terabaikan. Semakin tingginya biaya hidup dan keinginan untuk berkarir mendorong peran wanita dalam pasar tenaga kerja. Fenomena ini dapat menstimulasi Indonesia agar lebih produktif sehingga pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, porsi tenaga kerja wanita relatif jauh lebih rendah dibandingkan tenaga kerja pria.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita tercatat 50,3% pada bulan Agustus 2013, jauh dibawah TPAK pria sebesar 83,6%. Berdasarkan kontribusi, 37,53% total tenaga kerja di Indonesia berjenis kelamin wanita, sedangkan 62,47%nya merupakan pria. Selain itu, pada tiga tahun terakhir tercatat jumlah tenaga kerja wanita cenderung mengalami perlambatan, bahkan pada bulan Agustus 2013, jumlah tenaga kerja wanita mengalami penurunan sebesar 0,36% yoy. Hal sebaliknya justru terjadi pada perkembangan jumlah tenaga kerja pria. Walaupun sempat mengalami perlambatan namun pertumbuhan jumlah tenaga kerja pria selama tiga tahun ini selalu menunjukkan angka yang positif.
Rendahnya jumlah tenaga kerja wanita kerap dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kurangnya jasa daycare service dan sektor transportasi yang kurang memadai. Jasa daycare service kerap mengurangi beban wanita di rumah khususnya dalam mengurus anak, sehingga wanita dapat pergi bekerja dengan leluasa. Selanjutnya, fasilitas sektor transportasi yang memadai kerap mendukung akses wanita ke tempat kerja. Mudahnya akses bekerja akan mendorong tingkat partisipasi tenaga kerja wanita yang tinggi, sehingga produktivitas tinggi akan tercapai. Selain minimnya jasa daycare service dan transportasi, masih adanya pandangan bahwa wanita sudah selayaknya menjadi ibu rumah tangga juga merupakan salah satu faktor penghambat partisipasi tenaga kerja wanita di pasar tenaga kerja Indonesia. Beberapa kendala yang menghambat masuknya tenaga kerja wanita dalam pasar tenaga kerja sudah semestinya diatasi. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah meningkatkan jasa daycare service. Selain itu, peningkatan jasa transportasi seiring dengan pembangunan infrastruktur jalan perlu dilakukan agar tercipta akses yang baik dan lancar sehingga memudahkan perjalanan ke tempat bekerja.
Perbandingan Pertumbuhan Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 11
Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja Berdasarkan Gender Meningkatkan Produktivitas Melalui Implementasi Program LPN
Selain untuk pekerja, upaya peningkatan produktivitas juga perlu diberikan kepada wanita ibu rumah tangga. Pelatihan – pelatihan kewirausahaan baik skala kecil mapun menengah merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas ibu rumah tangga. Prospek bisnis home industry yang saat ini sedang berkembang perlu dimanfaatkan secara optimal oleh ibu rumah tangga. Dengan menjalani bisnis ini, produktivitas ibu rumah tangga akan meningkat walalupun tanpa bekerja pada suatu perusahaan atau instansi. Pengembangan bisnis usaha kecil dan menengah juga perlu dukungan dari pihak pembiayaan, seperti perbankan ataupun koperasi mengingat perlu modal yang cukup besar dalam menjalani usaha. Oleh karena itu, penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah, khususnya di level home industry masih perlu ditingkatkan. Mengingat jumlah populasi wanita di Indonesia yang lebih besar dibandingkan pria mendorong potensi wanita dalam pasar tenaga kerja. Hal ini dipercaya akan mendorong tingkat produktivitas secara keseluruhan dan dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Dengan berbagai upaya diatas diharapkan kontribusi wanita dalam pasar tenaga kerja Indonesia akan meningkat.
Bicara mengenai produktivitas, rasa-rasanya tidak bisa kita pisahkan dengan daya saing. karena dua hal tersebut saling berkaitan dan memiliki hubungan linier. Ibaratnya bagai dua sisi dari mata uang (logam) yang sama. Peningkatan produktivitas, hampir selalu diikuti dengan membaiknya kondisi daya saing terhadap hal tersebut. Secara ekonomis, produktivitas didefenisikan sebagai peningkatan efisiensi, efektifitas dan kualitas. meningkatkan nilai tambah dan mengurangi pemborosan. Produktivitas yang ideal di suatu negara akan meningkatkan daya saing sekaligus pertumbuhan ekonomi, serta mutu kehidupan/ kesejahteraan masyarakat di negara tersebut. Menurut Yunani Roaidah, anggota Kelompok Kerja (Pokja) III di Lembaga Produktivitas Nasional, peningkatan produktivitas harus melibatkan stakeholder dan memerlukan komitmen dari para pemangku jabatan ditingkat makro maupun ditingkat mikro. Peningkatan produktivitas tidak serta merta akan terjadi tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari semua kalangan yakni instansi pemerintah, pengusaha, pekerja, dan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang esensinya adalah peningkatan efisiensi, peningkatan efektivitas dan peningkatan kualitas.
Kondisi produktivitas dan daya saing nasional Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, maupun beberapa negara lain di dunia. Untuk itu, peningkatan produktivitas perlu dilakukan secara terus-menerus seiring dengan upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Hal tersebut akan Fitria Faradila mendukung terciptanya penyelenggaraan program 12 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing. LPN sebagai lembaga non struktural yang berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden, memiliki tugas untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam perumusan kebijakan nasional di bidang produktivitas dan daya saing nasional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, LPN memiliki beberapa fungsi utama seperti : 1. Mengembangkan budaya produktif dan etos kerja 2. Mengembangkan jejaring informasi peningkatan produktivitas 3. Mengembangkan sistem dan teknologi peningkatan produktivitas 4. Peningkatan kerajasama dibidang produktivitas dengan lembaga-lembaga dan organisasi internasional Yunani sebagai salah satu pengemban tanggung jawab LPN menyadari bahwa untuk melakukan gerakan peningkatan produktivitas nasional diperlukan suatu strategi peningkatan produktivitas nasional yang secara komperehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha dan seluruh masyarakat. Untuk itu, LPN melalui Strategi Gerakan Peningkatan Produktivitas Nasional (SGPPN) ditempuh melalui 3 (tiga) tahapan yaitu: 1. Tahap pertama adalah Penyadaran (Awareness Strategy), Melalui sosialisasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran, membangun komitmen akan pentingnya produktivitas dan menanamkan spirit, sikap mental serta prilaku untuk menerapkan budaya produktif baik di tingkat individu, keluarga, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas; 2. Tahap kedua adalah Peningkatan (Improvement Strategy), tahap aksi atau implementasi dengan melibatkan kelompok sasaran serta menggunakan alat, metode dan tehnik peningkatan produktivitas baik dalam bidang manajemen maupun teknis; 3. Tahap ketiga adalah Pemeliharaan (Maintenance Strategy), yakni tahap ketiga mempertahankan mutu, standar pelayanan, daya saing yang telah dicapai dalam tahap kedua. Tahap pemeliharaan meliputi monitoring dan pengukuran (measurement) hasil peningkatan produktivitas.
dasar peningkatan produktivitas, yaitu (i) pengembangan manajemen, (ii) peningkatan kopetensi SDM, (iii) pengembangan teknologi, (iv) pengembangan budaya produktif. Budaya Produktif akan terbentuk melalui penyadaran, pemahaman, pembelajaran/ pelatihan dan pembiasaan. Untuk itu, menanamkan budaya produktif harus dilakukan sejak dini mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan melalui dunia pendidikan mulai tingkat terendah sampai perguruan tinggi. Sebagai salah satu alat untuk membangun sikap mental produktif adalah melalui penerapan Konsep 5-S (Seiri / Sisih, Seiton / Susun, Seiso / Sasap, Seiketsu / Sosoh, Shitsuke / Suluh). 5-S atau dikenal dengan sebutan Good House Keeping merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Jepang dan di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni Seiri / Sisih, Seiton / Susun, Seiso / Sasap, Seiketsu / Sosoh, Shitsuke / Suluh, adalah suatu cara untuk membangun dan memelihara sebuah lingkungan yang bermutu melalui penyisihan, penyusunan, penyosohan, pembiasaan dan penyuluhan yang dilakukan di perkantoran, perusahaan, rumah tangga, sekolah/ universitas, fasilitas publik, dan area pendukung lainnya. Posisi 5 S dalam upaya peningkatan produktivitas dapat dilihat pada Gambar Integrated Productivity Improvement (IPI), di bawah ini :
Integrated Productivity Improvement (IPI)
Namun demikian, menurut Yunani, dalam menjalani fungsi dan tugasnya, LPN juga menghadapi berbagai kendala yang menghambat., seperti : 1. Kelembagaan LPN yang berada dibawah Kemnakertrans menimbulkan persepsi yang keliru bahwa produktivitas hanya untuk tenaga kerja dan Adapun program dan kegiatan peningkatan tanggungjawab Kemnakertrans. produktivitas tersebut mengacu kepada empat strategi volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 13
2. Anggota Tetap LPN secara Ex Oficio adalah Es I Kementerian, maka rapat kerja dan rapat paripurna sering tidak optimal , disebabkan - ketidakhadiran anggota karena kesibukan, dan diwakilkan kepada pejabat lain di bawahnya sehingga tidak mempunyai kewenangan memutuskan. - Pergantian pejabat yang terlalu cepat, sehingga pejabat baru harus mempelajari 3. Sarana dan Prasarana Sekretariat LPN yang tidak memadai, menghambat pelayanan Administrasi terhadap kelancaran LPN dan selama ini menempel pada salah satu seksi (eselon IV) di Direktorat Produktivitas dan Kewirausahaan Kemenakertrans. 4. Keterbatasan SDM Sekretariat yang khusus menangani LPN, selama ini ditangani oleh Staf Direktorat Produktivitas dan Kewirausahaan Kemnakertrans yang disamping melaksanakan tupoksi juga melayani LPN. Namun demikian Sekretariat telah berupaya semaksimal mungkin memberikan pelayanan terbaik kepada LPN. 5. Anggaran LPN dibebankan kepada Anggaran Belanja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, c.q Direktorat Produktivitas dan
Kewirausahaan, sehingga anggaran tersebut tidak dapat memenuhi secara optimal pelaksanaan program dan kegiatan LPN (sangat terbatas) tergantung pagu anggaran Kementerian, dan LPN tidak dapat menggunakan biaya tersebut secara mandiri. Untuk itu, LPN tidak bisa berjalan sendiri dalam meningkatkan produktivitas nasional. Diperlukan juga komitmen yang kuat dari kementerian/lembaga terkait, serta kesadaran dari masyarakat untuk menjadi produktif, yang secara berkelanjutan akan meningkatkan daya saing bangsa.
Referensi:
Yunani Roaidah, S. Sos Anggota Pokja III LPN
Alisa Fatimah
Sejarah Gerakan Produktivitas di Indonesia
14 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Sumber: Lembaga Produktivitas Nasional (LPN)
Strategi Peningkatan Produktivitas LPN
ekonomi yang inklusif mustahil dapat PPertumbuhan dicapai tanpa adanya dukungan dari peningkatan
kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Laporan McKinsey Global Institute (The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential, 2012) menyebutkan bahwa Indonesia saat ini merupakan negara dengan tingkat perekonomian terbesar ke-16 di dunia dan memiliki potensi untuk melaju ke peringkat ke-7 di dunia pada tahun 2030. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia masih memiliki tantangan untuk meningkatkan produktivitas. Walaupun produktivitas tenaga kerja saat ini telah menyumbang sekitar 60% untuk pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih harus meningkatkan pertumbuhan produktivitas sebesar 60% agar pertumbuhan PDB dapat mencapai target sebesar 7%. Untuk menjawab tantangan produktivitas tersebut, Indonesia telah memiliki sebuah lembaga non struktural yang dibentuk oleh presiden, yaitu Lembaga Produktivitas Nasional (LPN). Terbentuk melalui Peraturan Presiden No.50 Tahun 2005, LPN memiliki tugas untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional
di bidang produktivitas dan peningkatan produktivitas dalam rangka penguatan daya saing nasional. Sejak awal terbentuknya di tahun 2005 hingga tahun 2007, LPN telah menghasilkan rekomendasirekomendasi yang terkait dengan penyempurnaan norma, standard dan prosedur untuk mencegah hambatan dalam investasi, program peningkatan kualitas SDM, penyempurnaan tata kerja di beberapa lembaga pemerintahan dan penggunaan teknologi informasi secara maksimal agar masyarakat dapat dengan cepat mengetahui pelayanan-pelayanan yang diberikan pemerintah. Di tahun 2007, Kajian-kajian mulai dilakukan dengan memfokuskan LPN pada rekomendasi perbaikan dan peningkatan produktivitas di sektor pertanian. Kajian-kajian tersebut antara lain kajian mengenai Sistem Pengupahan Berdasarkan Produktivitas (2008), kajian Peningkatan Produktivitas Sektor Pemerintah (2009), Kajian Efektivitas LPN (2009) dan Kajian Peningkatan Produktivitas melalui Pembangunan Klaster Industri Sawit. Menurut pendapat Ibu Estiarty Haryani, Direktur Produktivitas dan Kewirausahaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Indonesia memiliki potensi yang
"Berdasarkan data World Economic Forum, daya saing
Indonesia telah meningkat ke peringkat 38 di tahun 2014. Walaupun daya saing telah meningkat, Indonesia masih
tertinggal dari negara-negara lainnya di Asia Tenggara" volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 15
sangat besar untuk meningkatkan produktivitas nasional. Beliau yakin bahwa dengan sebagian besar penduduk Indonesia yang saat ini berada pada usia produktif, melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, regulasi sistem dan mekanisme pengelolaan SDM dan SDA yang sudah tertata baik, dan komitmen serta konsistensi dari semua pihak untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi, maka tingkat produktivitas nasional akan cepat terdorong. Menurutnya, pemerintah memiliki peran paling penting untuk memulai gerakan peningkatan produktivitas nasional dan LPN dapat menjadi suatu media bagi seluruh stakeholder untuk bergerak bersama dalam meningkatkan produktivitas di Indonesia.
kerja kearah yang lebih efisien, hemat biaya, hemat energi, tidak mencemari atau merusak lingkungan harus menjadi budaya kita sehari-hari terutama di unit-unit usaha.” Dengan strategi peningkatan produktivitas yang matang, LPN diharapkan akan mampu menggandeng seluruh pihak terkait untuk berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas pekerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Narasumber:
Estiarty Haryani Direktur Produktivitas dan Kewirausahaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Berdasarkan data World Economic Forum, daya saing Indonesia telah meningkat ke peringkat 38 di tahun 2014. Walaupun daya saing telah meningkat, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lainnya di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Oleh karena itu, peningkatan daya saing Indonesia menjadi fokus LPN untuk tahun ini dan beberapa tahun kedepan. Ibu Estiarty mengungkapkan bahwa masih terdapat beberapa hal yang menjadi kendala bagi peningkatan daya saing Indonesia dan LPN sedang menjalankan program untuk mengatasi kendala tersebut, yaitu dengan program perbaikan etos kerja dan peningkatan hubungan harmonis antara pengusaha dan pekerja melalui sistem bagi hasil produktivitas. Lanjutnya, “Upaya peningkatan produktivitas harus menjadi agenda utama pemerintah di seluruh sektor. Budaya untuk selalu efisien harus ditanamkan kepada anak-anak kita sejak di sekolah dasar. Perbaikan-perbaikan tata
16 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Trias Melia
Opini Pakar
http://ariefinm.files.wordpress.com/
Mendorong
Produktivitas
Nasional
ini arus globalisasi yang semakin tinggi kerap melanda sejumlah SSaat negara dengan sistem perekonomian terbuka, tidak terkecuali
Indonesia. Tingginya arus globalisasi tersebut memacu persaingan yang ketat antar negara. Salah satu bentuk upaya untuk dapat bersaing di tengah arus globalisasi adalah dengan meningkatkan produktivitas. Produktivitas mendorong suatu negara berdaya saing tinggi dengan tingkat produksi yang efektif dan efisien serta tenaga kerja yang produktif. Produktivitas memiliki dua pengertian yaitu pengertian kualitatif dan kuantitatif. Pengertian produktivitas secara kualitatif adalah perbaikan atau peningkatan kondisi ke arah yang lebih baik. Sementara itu, dari sisi kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dan penggunaan semua sumber yang diperlukan untuk mencapai hasil tersebut. Secara kuantititatif, produktivitas memiliki tiga unsur penting yaitu: (i) efisiensi yang berarti jumlah hasil produksi sama dengan menghemat penggunaan faktor produksi (input oriented); (ii) efektivitas yang berarti dengan jumlah faktor produksi yang sama dihasilkan jumlah produksi yang lebih besar (output oriented); dan (iii) kualitas yang berarti meningkatkan nilai tambah dari hasil produksi. Menurut Prof. Payaman Simanjuntak, dibandingkan dengan tahun 1997 sebelum Indonesia mengalami krisis moneter, produktivitas Indonesia terus menurun. Berdasarkan data Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic Forum, pada tahun 1997 peringkat daya saing Indonesia berada di posisi 15 dari 47 negara, terus menurun menjadi peringkat 59 dari 60 negara pada tahun 2005. Dalam kurun satu dekade ini produktivitas Indonesia secara perlahan meningkat menempati peringkat 38 dari 142 negara. Peningkatan produktivitas dan daya saing ini terutama berasal dari peningkatan pada penggunaan teknologi, akses pendidikan dan kesadaran produktif pada sejumlah perusahaan.
Narasumber:
Prof. Payaman Simanjuntak Wakil Ketua Kelompok Kerja I Lembaga Produktivitas Nasional (LPN)
"Indonesia perlu meningkatan kualitas SDM, manajemen, inovasi teknologi dan budaya produktif agar dapat meningkatkan produktivitas"
Walalupun sudah mengalami peningkatan, namun peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah negara tetangga seperti volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 17
Singapura, Malaysia dan Thailand. Negara dengan tingkat produktivitas yang tinggi, seperti Singapura, Malaysia dan Korea Selatan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen, melakukan inovasi teknologi dan menerapkan budaya produktif dalam segala hal. Seiring dengan tingginya tingkat produktivitas , daya saing ketiga negara ini relatif tinggi. Belajar dari ketiga Negara Asia dengan tingkat daya saing yang tinggi tersebut, Indonesia perlu meningkatan kualitas SDM, manajemen, inovasi teknologi dan budaya produktif agar dapat meningkatkan produktivitas yang kemudian menaikkan peringkat daya saing sekaligus bargaining position -nya di dunia. Lembaga Produktivitas Nasional (LPN) merupakan suatu lembaga Negara yang mempunyai peran strategis untuk mendorong produktivitas nasional. Tugas utama LPN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam perumusan kebijakan nasional di bidang produktivitas dan peningkatan produktivitas dalam rangka penguatan daya saing nasional. Secara umum, LPN memiliki empat fungsi utama, yaitu: (i) pengembangan budaya produktif dan etos kerja; (ii) pengembangan jejaring informasi peningkatan produktivitas; (iii) pengembangan sistem dan teknologi peningkatan produktivitas; and (iv) peningkatan kerja sama di bidang produktivitas dengan lembaga lembaga atau organisasi - organisasi internasional.
Peningkatan Produktivitas Nasional (GPPN) secara terintegrasi dan berkesinambungan, memasukkan produktivitas dalam kurikulum pendidikan dan pemberlakuan sistem reward and punishment. Dengan upaya ini, diharapkan LPN dapat mendorong produktivitas ke perusahaan dan instansi pemerintah. Prof Payaman Simanjuntak menambahkan untuk mendorong produktivitas nasional diperlukan pula komitmen politik dari pemerintah. Artinya pemerintah memang harus fokus setiap kebijakan menuju peningkatan produktivitas ke depannya. Hal ini dilakukan agar baik masyarakat, perusahaan dan instansi pemerintah memiliki budaya kerja produktif, sehingga Indonesia dapat maju sebagai negara berdaya saing tinggi. Referensi:
Simanjuntak, Prof. Dr. Payaman. 2009. Manajemen Produktivitas: Pengertian, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Republik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 50 Tahun 2005 tentang lembaga Produktivitas Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara
Memasuki arus globalisasi, LPN berupaya untuk mendorong produktivitas nasional dengan sosialisasi budaya produktif, mengkaji dan merumuskan rekomendasi kebijakan pengupahan fleksibel yang berdasarkan produktivitas, mendorong Gerakan
Fitria Faradila
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/
18 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
KUR Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Januari 2014
Plafon Penyaluran KUR Kumulatif per Provinsi (Rp Juta), Januari 2014 ealisasi penyaluran KUR selama Januari 2014 mencapai Rp. 2.3 triliiun dengan jumlah debitur sebasar 156.255 debitur yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Sampai bulan Januari 2014 ini, bank nasional yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Realisasi penyaluran KUR sacara kumulatif dari akhir Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia tahun 2007 hingga Januari 2014, total plafon mencapai Syariah (BNI Syariah). Dengan total penyaluran Rp. 2.15 Rp. 140,87 triliun kepada 10.188.433 debitur dengan trilliun. Sedangkan total proporsi penyaluran di Bank rata-rata kredit sebesar Rp. 13.8 juta/debitur. Bank BRI BPD sebesar Rp. 170.8 milliar. adalah penyalur KUR terbesar dengan total plafon mencapai Rp. 88,9 triliun. Selain sektor ritel BRI juga Realisasi Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing Ekonomi, Januari 2014 plafonnya sebesar Rp. 17,3 triliun dan Rp. 71,6 triliun, debiturnya 100.913 debitur dan 9.335.142 debitur, ratarata kredit Rp. 171,7 juta/debitur dan Rp. 7,7 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing 2,6% dan 1,9%. Secara sektoral, pada Januari 2014 penyaluran KUR terbesar terdapat pada sektor perdagangan sebesar Rp 1.46 trilliun. Penyerapan terbesar kedua pada sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 400.4 milliar. Sementara untuk sektor perikanan hanya terserap Rp 1.76 milliar dan pertambangan Rp. 1.84 milliar. Penyerapan dana KUR terbesar menurut data per provinsi masih terkonsentrasi pada wilayah-wilayah di pulau Jawa dengan penyerapan terbesar di Jawa Tengah sebesar Rp 22.1 trilliun. Penyerapan terbesar berikutnya di Jawa Timur sebesar Rp 21.2 trilliun dan diikuti oleh volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 19
UKM
Jawa Barat dengan penyerapan sebesar 17.9 trilliun. Bahkan dana KUR yang diserap di pulau Jawa mencapai Rp. 73.6 trilliun dari total kumulatif dana KUR atau lebih dari 52 %. Sebaliknya penyerapan pada wilayah di luar pulau Jawa maih belum optimal. Hanya sebesar 48 % dan itupun tersebar di 27 provinsi di luar pulau Jawa. Penyerapan KUR tebesar di luar pulau Jawa terdapat di Sulawesi Selatan dengan penyerapan sebesar Rp. 7.8 trilliun. Kemudian Sumatra Utara dengan total penyerapan sebesar Rp. 6.9 trilliun. Daerah lain dengan penyerapan dana KUR terendah adalah Maluku Utara dan Bangka Belitung masing-masing sebesar Rp. 615 milliar dan Rp. 644 milliar. Demikian pula dengan perkembangan pada jumlah debitur KUR. Secara kumulatif sejak November 2007 hingga Januari 2014 jumlah debitur terbesar terdapat pada provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah masingmasing sebanyak 1.779.712 debitur dan 2.371.392 debitur. Sedangkan jumlah debitur paling sedikit berada pada provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Barat masingmasing sebanyak 198.709 debitur dan 199.330 debitur.
Sri Purwanti
http://statik.tempo.co/
UMKM Bersiap Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN
saha mikro Kecil Menengah merupakan sektor usaha yang sering disebut sebagai “kecil-kecil cabai rawit”. Hal ini terlihat dari kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia yang mencapai 57% dan mampu menyerap 97% dari total 110,81 juta tenaga kerja nasional (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2012). Setiap tahun pun jumlah UMKM terus bertambah seiring dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. UMKM juga meningkatkan devisa negara dalam bentuk penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar atau 4,86% dari total ekspor (Yoga, 2011 dan Nagel, 2012). Dalam investasi nasional, UMKM juga menunjukkan perannya dengan mengalami peningkatan kontribusi terhadap total investasi dari tahun ke tahun sejak tahun 2000. Pada tahun 2000 investasi UMKM hanya sebesar Rp 133,08 triliun dan mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 275,27 triliun pada tahun 2005 dan terus meningkat sampai sekarang. UMKM selalu menjadi perhatian bagi para perumus kebijakan di Indonesia. Hal Hill (2001) menyebutkan bahwa UMKM memegang peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan mampu meningkatkan setengah dari output per sektor. Selain itu, UMKM menjadi alat untuk kepemilikan bisnis oleh orang pribumi serta meningkatkan redistribusi aset. UMKM yang efektif juga mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan industri dan meningkatkan fleksibilitas dalam struktur industri.
20 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Sumber: BPS (2012), diolah Indonesia menghadapi peluang dan tantangan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti. Dengan semakin terbukanya pasar antarnegara ASEAN maka persaingan produk dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM akan menjadi lebih ketat. Terbukanya pasar yang lebih luas memunculkan peluang untuk meningkatkan penjualan karena target pasar yang lebih beragam. Semakin dinamisnya ekonomi antarnegara juga membuka peluang untuk semakin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi yang akan meningkatkan produktivitas UMKM. Di samping itu, muncul juga tantangan bagi UMKM ketika MEA 2015 dicanangkan. Pasar yang semakin luas juga akan mendorong UMKM untuk meningkatkan kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan serta menyesuaikan harga agar dapat bersaing dengan produk dan jasa yang memiliki tingkat kualitas yang sama. UMKM juga akan dituntut untuk memenuhi standardisasi dan sertifikasi produk dan jasa berdasarkan ketentuan internasional agar dapat diterima oleh masyarakat di negara-negara tetangga. Selain itu dengan dipenuhinya standar tersebut, produk dan jasa juga akan dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang nantinya akan dibanjiri oleh produkproduk asing.
Harapan jangka pendeknya adalah unit-unit usaha besar bersama dengan UMKM Indonesia akan mampu berperan aktif dalam pasar ASEAN di tahun 2015 nanti, bukan hanya potensi pasar yang besar dari negara kita saja yang dimanfaatkan oleh negara lain. Apabila UMKM Indonesia mampu menjawab tantangan dan mengambil peluang dari diselenggarakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN maka pertumbuhan Indonesia akan mampu didorong baik dari segi makro maupun mikro melalui peningkatan PDB dan penurunan angka pengangguran. Dalam jangka panjang tentunya akan mampu membentuk pembangunan ekonomi yang lebih kokoh karena mengakar kuat melalui UMKM-nya yang tumbuh dengan baik.
Nia Kurnia Sholihah
"Pasar yang semakin luas juga akan mendorong UMKM untuk meningkatkan kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan..."
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 21
Keuangan
Memotret Profil Kompetisi Industri Perbankan di Indonesia
http://shnews.co/ menjadi kesepakatan umum bahwa industri SSudah perbankan di Indonesia mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan industri lainnya sehingga berbeda dari kondisi industri pada umumnya. Kompetisi yang terlalu ketat (overcompetition ) dalam industri perbankan akan mendorong bank untuk mengambil excessive risk dalam kompetisi segmentasi pasar kredit dan deposito. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan (Broecker 1990, Rhiordian 1993, Bensako dan Thankor 1992). Dalam penelitiannya Matutes and Vives (2000) menyatakan bahwa kompetisi yang ketat dalam pasar deposit akan mengakibatkan excessive risk taking oleh bank meskipun dalam perbankan sudah terdapat mekanisme penjamin simpanan. Pada akhirnya hal ini menimbulkan trade off antara kestabilan dan kompetisi dalam industri perbankan (Toolsema, 2004). Terkait trade off antara kompetisi dan kestabilan perbankan dapat dijelaskan secara umum dengan menggunakan dua mahzab teori besar dalam Industrial Organization yang disebut sebagai pendekatan struktural. Mahzab pertama yaitu Structure Conduct Performance (SCP) suatu teori yang meyakini bahwa struktur pasar akan mempengaruhi kinerja suatu industri. Aliran ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dari perusahaan dan industri secara agregat (Gilbert, 1984). Pada kompetisi usaha struktur pasar yang terkonsentrasi cenderung menimbulkan perilaku kompetisi usaha yang tidak sehat dikarenakan adanya orientasi profit. Bank mampu memaksimalkan profitnya (P> MC) karena adanya market power. Hal ini dapat terjadi pada bank yang mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan.
Dalam kompetisi industri tidak hanya diukur oleh indikator struktur pasar saja, seperti jumlah perusahaan dengan pangsa pasarnya yang diukur dengan herfindahl maupun indeks konsentrasi lainnya, akan tetapi ancaman adanya entry dapat menjadi salah satu hal penting yang dapat mempengaruhi perilaku pasar (Bensako and Thakor, 1992). Ukuran kinerja pada industri perbankan seperti interest margin dan profitabilitas perbankan tidak selalu mengindikasikan adanya kompetisi perbankan. Ukuran derajat kompetisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kinerja dan stabilitas perekonomian, tingkat pajak, sistem hukum, tidak adanya asymmetric information dan faktor spesifik dari sektor perbankan seperti tingkat preferensi risiko maupun skala operasional. Ukuran seperti ini dalam penentuan kompetisi perbankan menjadi kurang sesuai. Tingkat kompetisi perbankan juga harus diukur dengan memperhatikan perilaku (conduct) bank. Perilaku ini tidak saja berkaitan dengan struktur perbankan maupun kinerja perbankan akan tetapi juga memperhatikan hambatan untuk masuk ke dalam kompetisi industri perbankan, dalam hal ini termasuk adanya pembatasan kepemilikan asing dan beberapa aktivitas lain yang membatasi kompetisi antar industri. Tingkat kompetisi lembaga intermediasi keuangan ini akan memainkan peranan penting dalam menentukan daya saing perbankan. Pendekatan non-struktural untuk model perilaku kompetisi yang telah dikembangkan adalah Iwata Model, Panzar dan Rosse (P-R) model, dan Bresnahan Model. Pendekatan non-struktural mengukur kompetisi dan menganalisis perilaku kompetisi bank tanpa menggunakan informasi tentang struktur pasar.
22 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Berdasarkan pendekatan Panzar dan Rosse terdapat persyaratan dalam menentukan pengujian hipotesis. Dimana persyaratan tersebut digunakan dalam pengujian hipotesis yang akan menentukan bentuk persaingan perbankan. Dalam pengujian hipotesis tersebut industri perbankan harus memenuhi persyaratan berikut: industri perbankan dapat dikategorikan sebagai monopoli untuk nilai H statistik = 0, persaingan monopolistik untuk H statistik yang mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai denagn 1, sedangkan untuk persaingan sempurna untuk H = 1. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, tahun 2011 yang menjadi dasar untuk segmentasi kelompok bank berdasarkan kepemilikan aset. Dengan berdasarkan kepemilikan aset tersebut bank dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu bank besar dengan kepemilikan aset lebih dari 50 triliun rupiah, bank menengah dengan kepemilikan aset 10 sampai dengan 50 triliun rupiah, dan bank kecil dengan kepemilikan aset kurang dari 50 triliun rupiah. Dalam hal ini bank kecil paling banyak jumlahnya sedangkan bank besar yang mendominasi pangsa pasar perbankan dari proxy aset seperti yang tersaji pada Tabel berikut.
Tiga Kategori Bank Berdasarkan Nilai Kepemilikan Aset
Sementara itu, di Indonesia Undang-undang No. 5 tahun 1999 yang menjadi dasar kebijakan antitrust dengan menganut pendekatan struktural untuk
menentukan tindakan perusahaan yang melawan hukum berdasarkan dampaknya terhadap persaingan usaha. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 28/1999 pasal 8 (2), bank yang melakukan merger tidak boleh memiliki aset melebihi 20% dari total aset perbankan dan angka ini dijadikan threshold. Dari hasil analisis regresi menggunakan metode regresi panel yang mencakup 102 bank umum di Indonesia pada periode 2007-2011 menunjukkan bahwa kompetisi kelompok bank besar dan kelompok bank menengah bersifat oligopoli dengan masing–masing nilai H statistik sebesar -1,46 dan -0,26. Berbeda dengan kelompok bank kecil yang cukup kompetitif dengan nilai H statistik sebesar 0,1. Bentuk persaingan monopolistik bank kecil dikarenakan kelompok bank kecil di Indonesia cenderung memiliki produk yang terdifferensiasi, seperti produk simpanan, e-banking, kartu kredit konsumen dan produk perbankan lainnya. Sedangkan bentuk persaingan monopoli pada kelompok bank besar dikarenakan ada beberapa pelaku industri perbankan yang mendominasi persaingan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsentrasi rasio (CR4) dengan proxy aset perbankan tahun 2007-2011, dimana terdapat empat bank umum yang menguasai 45% aset perbankan di indonesia.
Anida Ul Masruroh
http://img2.bisnis.com/
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 23
Fiskal dan Regulasi Ekonomi Kenaikan TDL Industri, Bagai Pisau Bermata Dua
elalui Permen ESDM No. 30 Tahun 2012, pemerintah akan melakukan penghapusan secara bertahap subsidi untuk industri golongan I-3 dan I-4. Golongan listrik I-3 yang sudah menjadi perusahaan terbuka (terdaftar di bursa saham) adalah golongan industri yang memiliki daya lebih dari 200 Kilo Volt Ampere (Kva) Tegangan Menengah, sedangkan golongan listrik I-4 adalah industri yang memiliki daya 30.000 Kva Tegangan Tinggi. Pencabutan subsidi melalui penyesuaian TDL ini akan dilakukan secara bertahap untuk mengurangi tekanan 'seketika' kenaikan biaya bagi perusahaan. Penyesuaian TDL sebesar 8,6 persen setiap dua bulan bagi golongan I-3 go public dan penyesuaian TDL sebesar 13,3 persen setiap dua bulan untuk golongan I-4. Rencana pencabutan subsidi listrik bagi golongan industri tertentu melalui penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) secara bertahap dinilai sudah tepat. Korporasi yang sudah melantai di bursa memang tidak berhak mendapat subsidi listrik dari negara. Subsidi listrik seharusnya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin. Walau dalam pelaksanaanya mengalami kemunduran hingga setahun lebih, namun untuk tahun 2014 ini dipastikan kebijakan ini akan efektif berlaku per Mei 2014. Dengan pencabutan subsidi ini, pemerintah akan bisa menghemat hingga Rp 10,96 triliun. Penghematan ini berasal dari penerapan tariff adjustment sebesar Rp 2 triliun, lalu penghapusan subsidi pelanggan I-4 Rp 7,57 triliun dan penghapusan subsidi pelanggan I-3 yang go public Rp 1,39 triliun. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 subsidi listrik ditetapkan sekira Rp 81,77 triliun yang terdiri dari Rp 71,36 triliun untuk subsidi listrik, dan Rp 10,41 triliun untuk cadangan risiko energi.
Sumber: PLN
Sumber: BKF komoditas tersbut untuk bidang lain yang lebih membutuhkan.
Badan Kebijakan Fiskal melakukan dengan menggunakan skema skenario. Pada tahun 2014 Tentunya tujuan dari pencabutan subsdidi ini bukan digunakan skenario 13 dan skenario 14, kedua skenario semata-mata untuk menghemat pengeluaran tersebut digunakan untuk menguji dampak rasionalisasi pemerintah untuk subsidi, tetapi untuk meningkat TTL tahun 2014. Dari tabel di atas terlihat bahwa efisisensi kegiatan ekonomi dan mengalihkan subsidi skenario 14 berdampak lebih besar terhadap 24 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
penghematan subisidi dibandingkan skenario 13. Namun disisi lain, skenario 14 mempunyai dampak tambahan inflasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, dan tambahan kemiskinan yang lebih besar dibandingkan skenario 13. Secara umum kajian ini membuktikan bahwa kenaikan TDL tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Kajian ini menunjukkan sensitivitas setiap kenaikan TTL 10% akan menyebabkan pertumbuhan sektor industri turun sekitar 6%, inflasi bertambah sekitar 1,2% dan pertumbuhan ekonomi turun sekitar 0,24%. Dari beberapa skenario yang disimulasikan, penyederhanaan tarif dengan skenario 13 dan 14 dengan basis tarif Q4 tahun 2013 yaitu tarif ratarata atau tarif maksimum digolongannya, lebih memilikii dampak minimal terhadap keterlambatan pertumbuhan perekonomian. Berbeda dengan asumsi pemerintah, bagi para pengusaha kenaikan TDL ini melengkapi penderitaan merek, dimana di tahun sebelumnya terjadi kenaikan harga BBM (solar) pada Juni dan November 2013 untuk kenaikan UMR. Kenaikan BBM dan TDL yang hampir bersamaan tersebut diperkirakan akan berdampak terhadap sektor industri pengolahan non migas dan ekonomi makro Indonesia. Tarif listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4 naik sebesar 8,6% dan 13,3% setiap dua bulan, berarti kenaikan akan selesai dalam setahun. Kebijakan ini dirasa sangat memberatkan bagi pengusaha. Meski kebijakan TDL berlaku bagi industri besar, namun industri kecil yang membutuhkan bahan baku produksi yang dihasilkan oleh industri-industri besar akan terpengaruh. Hal ini juga akan berimbas naiknya impor
bahan baku, karena bahan baku yang dihasilkan dalam negeri akan mengalami kenaikan harga seiring dengan kenaikan biaya operasionalnya. kinerja impor bakal semakin membengkak. Sebab, harga barang di dalam negeri akan lebih mahal dibandingkan impor. Disinilah komitmen pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan industri dalam negeri terutama industri dipertanyakan. Kenaikan TDL juga akan berimbas pada para pekerja yang bekerja di sektor industri antara lain rasionalisasi karyawan (PHK) dan optimalisasi jam kerja. Pertama, rasionalisasi karyawan, dengan melakukan PHK terutama untuk karyawan bagian produksi (buruh) maka perusahaan bisa melakukan penghematan dalam hal upah buruh. Penghematan ini akan mengurangi biaya produksi (biaya tenaga kerja) sehingga akan mengurangi pos pengeluaran dan bisa dialihkan untuk menambah pos biaya listrik. Kedua, optimalisasi jam kerja; hal ini berkaitan dengan overtime (jam lembur) karyawan. Untuk menghemat pengeluaran uang lembur tentu perusahaan akan melakukan kebijakan yang cukup ketat dengan meniadakan jam lembur dan tidak memperbolehkan buruh bekerja lamban. Pemerintah dituntut bijaksana dan hati-hati dalam pelaksanaan kebijakan ini, karena bagaimanapun perekonomian Indonesia sebagaian besar ditunjang dari sektor industri yang selain meningkatkan pendapatan negara dari pembanyaran pajak juga mengurangi pengangguran dengan penyerapan tenaga kerja cukup besar. Jangan sampai kebijakan pemerintah ini dianggap hanya bentuk politik pencitraan karena mendekati Pemilu. Pasalnya kebijakan ini dirasa para pengusaha bertolak belakang dengan upaya pemerintah mendorong berkembangnya iklim investasi di Indonesia.
Sri Purwanti
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 25
Ketenagakerjaan
Angka Pengangguran Februari 2014 : Perdebatan antara Teori Ekonomi dan Realitas Lapangan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat BBadan pengangguran terbuka pada Februari 2014 sebesar 5,7 persen (7,15 juta jiwa) atau turun tipis dibandingkan dengan tingkat pengangguran Februari tahun 2013 yang sebesar 5,82 persen (7,2 juta jiwa). Sebuah angka penurunan yang tidak begitu menggembirakan memang. Beberapa pakar dan pengamat pun menilai rendahnya angka penurunan tersebut disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, tidak saja karena melambatnya pertumbuhan ekonomi, BPS menegaskan ada perubahan data penghitungan pada data kependudukan di tahun 2014 ini. Acuan BPS berubah dari data yang sebelumnya estimasi menjadi proyeksi. Terutama dari jumlah penduduk Indonesia dihitung sebelumnya 238 juta menjadi 251 juta. Pada februari 2014, BPS mencatat ada 181 juta penduduk Indonesia yang berusia kerja. Dari angka tersebut, 125 juta merupakan angkatan kerja dan sisanya non angkatan kerja seperti pelajar, mahasiswa, dan sebagainya yang tidak aktif mencari kerja. Lantas timbul pertanyaan mengapa penurunan pengangguran yang tidak signifikan tersebut dikaitkan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia? Bagaimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi? Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat mencerminkan keadaan perekonomian dalam negara tersebut. Lebih tepatnya hasil pengukuran dari pertambahan pendapatan nasional agregat dalam periode tertentu. Salah satu parameter yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perekonomian melalui penghitungan Gross Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB).
http://positivepsychologynews.com/ Sedangkan, pengangguran dapat diartikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja dan tidak sedang mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran dihitung dengan membandingkan (rasio ) antara jumlah orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja pada bulan/tahun tertentu. Sebuah teori ekonomi, Hukum Okun menekankan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Dengan kata lain, menurut Hukum Okun jika pertumbuhan ekonomi (yang diwakili oleh GDP) meningkat, maka tingkat pengangguran akan turun, dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi nampaknya hal ini tidak berlaku di Indonesia kali ini, dimana bukti empiris telah menunjukkan bahwa di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sedang dialami Indonesia, tingkat pengangguran justru turun, dan dengan angka yang tidak signifikan. Sebuah anomali yang menarik untuk ditelusuri memang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakselarasan antara teori ekonomi Hukum Okun dengan kondisi domestik perekonomian Indonesia? Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh seorang profesor dalam bidang ekonomi di Monash University, Australia, Imad A Moosa (2008) juga menemukan hasil yang berlawanan dengan teori tersebut. Menurut Imad, terdapat tiga alasan mengapa seringkali realita yang ada di negara berkembang kontras dengan bunyi Hukum Okun, ketimbang di negara maju yang relatif stabil.
26 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Pertama, pengangguran di negara-negara berkembang bersifat non-siklikal, yang dipengaruhi oleh pengangguran strukturan dan friksional. Dimana pengangguran struktural sendiri dapat dipicu oleh perubahan perekonomian yang tidak diimbangi perubahan dalam kualitas pendidikan. Kedua, pasar tenaga kerja di negara berkembang cenderung lebih rigid dibandingkan dengan negara maju. Permintaan pasar tenaga kerja di negara berkembang masih didominasi sektor pemerintah, sedangkan di negara maju sektor privat lebih banyak menyerap tenaga kerja, akibat banyaknya aktivitas bisnis yang dijalankan oleh masyarakatnya. Ketiga, struktur ekonomi negara juga turut andil dalam hubungan aksi reaksi antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Struktur ekonomi di negara berkembang biasanya terpusat pada sektor pemerintahan dan pertanian. Namun sayangnya sektor pertanian di negara berkembang kurang diberdayakan untuk penyerapan tenaga kerja, padahal potensi sektor pertanian yang inovatif dan masif dapat menajdi jalan keluar untuk penyerapan tenaga kerja di negara agraris seperti Indonesia.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, sebaiknya segenap pihak yang berkompeten dan berwenang dalam penyerapan tenaga kerja, seyogyanya lebih mendorong pertumbuhan yang bersifat padat karya (labor intensive), seperti pertanian. Selain itu tentunya memberikan perhatian khusus terhadap sektor ini, untuk dapat dijadikan salah satu mata pencaharian yang menjanjikan upah yang kontinu dan dapat menghidupi kebutuhan para pekerjanya. Selain itu, untuk mengatasi pengangguran struktural/friksional diperlukan program pelatihan khusus dalam meningkatkan keterampilan (skills) tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan sektor/lapangan usaha yang ada di pasar. Program-program pelatihan dan bantuan di bidang kewirausahaan juga baik untuk dilakukan agar mereka yang tidak terserap dalam pasar tenaga kerja, dapat membuat ladang penghasilannya sendiri sekaligus lapangan pekerjaan bagi yang lain.
Alisa Fatimah
Pembangunan Berkelanjutan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ada tahun 2011 Pemerintah Indonesia telah meluncurkan rencana pembangunan ekonomi jangka panjang hingga 2025 - MP3EI yang berisi tiga strategi dasar kekuatan untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi (1) mengembangkan enam koridor ekonomi; (2) memperkuat konektivitas; dan (3) memperkuat kemampuan nasional sumber daya manusia, ilmu pengetahuan ,dan teknologi. MP3EI dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN - GRK) yang merupakan komitmen nasional terhadap perubahan iklim global. Perubahan iklim, pergeseran demografis global, posisi geografis, dan geoekologis membentuk leverage ekonomi Indonesia di pasar dunia. Hal
MP3EI
tersebut merupakan faktor penting dalam menentukan arah pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan. Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia, MP3EI tidak hanya untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi, tetapi juga diikuti dengan memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial. Atas dasar hal tersebut, MP3EI menambahkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) untuk menjamin daya dukung ekosistem. Secara umum konsep pembangunan berkelanjutan diartikan sebagaimana dikutip dari Laporan Brundland, yaitu “Pembangunan Berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 27
ini tanpa mengurangi ketersediaan bagi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya”. Konsep ini menyangkut tiga faktor kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan. Lebih lanjut, keikutsertaan Indonesia dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) telah menunjukkan komitmen Indonesia dalam mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai bagian untuk memperkuat realisasi pembangunan berkelanjutan dalam MP3EI, penambahan komponen keberlanjutan mengikuti kerangka WEHAB yang disediakan WSSD dengan lima aspek yang melekat pada kehidupan manusia, yaitu air (water), energi (energy), kesehatan (health ), pertanian (agriculture), dan biodiversitas (biodiversity). Dalam pembangunan ekonomi, aspek sosial dan lingkungan pada umumnya dianggap sebagai dampak dan belum dilihat sebagai penyebab pembangunan itu sendiri. Hal ini mengakibatkan pembangunan yang dijalankan menimbulkan tantangan tersendiri terhadap masalah sosial dan lingkungan. Nilai perhitungan yang ditimbulkan dari pembangunan pada umumnya tidak menginternalisasikan nilai-nilai perhitungan eksternal seperti sosial dan lingkungan.
juga aspek sosial dan lingkungan. Biaya sosial-ekonomi yang ditimbulkan serta ketimpangan masalah sosial dan lingkungan yang menjadi tantangan pembangunan di masa datang dapat diminimalisir, sehingga pembangunan dapat tetap berjalan dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial. Melalui konsep ini, MP3EI diharapkan dapat menjadi suatu mekanisme tidak hanya untuk mempercepat investasi, perencanaan, kebijakan, dan peraturan pembangunan, tetapi juga secara bersamaan menangani dampak yang timbul akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal ini juga sekaligus menjawab kebutuhan Pemerintah Indonesia dalam pengembangan ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan dengan tetap berbasis pada keadilan dan pemerataan sosial yang mengedepankan lingkungan sebagai sebuah keberlanjutan ekosistem (pro-growth , pro-jobs, pro-poor, dan pro-environment).
Dengan memperhatikan konsep pembangunan berkelanjutan, proses pengambilan kebijakan tidak hanya didasarkan pada aspek kebijakan ekonomi, tetapi
Arum Hardiyanti
http://kp3eikaltim.files.wordpress.com/
28 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
BUMN Produktifitas dan Efisiensi BUMN
eningkatan produktivitias BUMN merupakan produktivitas pendorong dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu sangat penting bagi negara untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki produktifitas BUMN. Saat memberikan sambutan dalam membukan Indonesia Business-BUMN Expo & Conference (IBBEX) 2010, Preside Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti beberapa hal mengenai BUMN. Di antaranya ialah performa BUMN yang menunjukkan peningkatan dengan naiknya aset BUMN sebesar dua kali lipat, peningkatan profit sebesar 11 persen, dan kontribusi BUMN pada tingkat nasional yang juga meningkat. Walaupun menunjukkan perbaikan, Presiden menekankan bahwa BUMN masih memiliki pekerjaan rumah. BUMN dikatakan masih bisa dan harus bisa meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saingnya. Bagi BUMN yang tetap tidak bisa efisien, tidak produktif , tetap merugi, dan tidak ada prospek apapun, harus dilakukan sesuatu seperti penggabungan, likuidasi atau reformasi dan restrukturisasi dengan konrol dan pengawasan yang ketat. Pada tahun 2013 mulai beredar kabar bahwa BUMN yang tidak menunjukkan performa yang baik dalam produktivitas, efisiensi, dan daya saing diusulkan untuk dijual karena dianggap menambah beban negara. Seperti yang dilansir Republika, Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuzy mengatakan BUMN yang bisa dijual
bukanlah yang menguasai hajat hidup orang banyak. Kategori BUMN yang dapat dijual antara lain pertambangan, perasuransian, dan perbankan. BUMN yang dalam persaingan bisnis sudah didominasi pihak swasta juga diusulkan untuk dijual. Namun BUMN kategori migas, telekomunikasi, kelistrikan dan transportasi tidak didukung untuk dijual dalam waktu dekat. Penjualan sejumlah BUMN dikatakan akan memberikan keuntungan yang besar dari berbagai sisi. Contohnya restrukturisasi diperlukan agar manjemen mampu menunjukkan kinerja yang leih baik. Selain itu, penjualan BUMN akan memberikan negara pemasukkan tambahan yang cukup besar, diperkirakan mencapai Rp 2.274 triliun. Iklim usaha Indonesia juga diperkirakan menjadi lebih sehat jika rencana ini direalisasikan. Permasalahan produktifitas menurut Dibyo Soemantri Priambodo dalam bukunya, terkait dengan masalah manajemen BUMN yang mengacu pada activity oriented sehingga seringkali menyebabkan diabaikannya aspek input dan sasaran utama yaitu komposisi output yang akan dihasilkan menjadi tidak terukur. Dari sisi lain, sistem manajemen tersebut seringkali terjebak dalam berbagai peraturan dan ketentuan yang kaku. Akibatnya harus mengikuti prosedur yang berkepanjangan dan akhirnya terjadi inefisiensi baik dari segi tenaga kerja maupun time management.
"Walaupun menunjukkan perbaikan, Presiden
Tasya Shabrina Yusira
menekankan bahwa BUMN masih memiliki pekerjaan rumah. BUMN dikatakan masih bisa dan harus bisa meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saingnya"
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 29
Kegiatan Menko Working Group Indonesia – Singapura
http://ekon.go.id/ ada Selasa 11 Februari 2014 telah dilaksanakan Pertemuan Tingkat Menteri Working Group Ekonomi Indonesia-Singapura di Grand Copthorne Waterfront Hotel, Singapura. Pertemuan tersebut dari pihak Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan dari pihak Singapura dipimpin oleh Menteri Perdagangan dan Industri Singapura. Dalam pertemuan dibahas perkembangan kerjasama bilateral di 6 Working Groups yaitu Batam, Bintan, Karimun (BBK) dan kerjasama SEZs lainnya, seperti Investment; Air Connectivity; Tourism ; Manpower, dan Agribusiness, serta isu-isu kerjasama ekonomi bilateral lainnya. Secara statistik, Singapura merupakan mitra dagang terbesar ketiga bagi Indonesia. Total nilai perdagangan RI – Singapura tahun 2012 mencapai US$ 43,2 miliar, sedangkan pada periode Januari-November 2013 mencapai US$ 38.0. Pada tahun 2012 dan 2013 Singapura juga merupakan investor asing terbesar di Indonesia. Dalam kerjasama pengembangan ekonomi BBK dan Kawasan Ekonomi Khusus dengan Singapura telah
diadakan Joint Investment Promotion untuk mempromosikan BBK ke negara-negara Asia Timur, program Capacity Development untuk meningkatkan pelayanan investasi di BBK, workshop-workshop dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing industri serta Joint Expert Study on Competitiveness of BatamBintan-Karimun (BBK) untuk melakukan benchmarking terhadap kawasan sejenis di Asia dalam rangka meningkatkan daya saing kawasan BBK. Di bidang investasi, telah diadakan kerjasama information sharing dan joint promotion ke perusahaanperusahaan Singapura terkait proyek-proyek infrastruktur MP3EI dan fasilitasi kemungkinan bermitra dengan perusahaan-perusahaan Indonesia. Data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan realisasi investasi baru di kawasan Batam dengan nilai USD 126.771.792. Selain itu, kerjasama dalam bentuk kolaborasi investasi asing dan korporasi dalam negeri juga meningkat seperti masuknya produk-produk makanan dari Singapura ke retailer lokal. Terkait dengan konektivitas penerbangan, Amandemen yang dilakukan atas Indonesia-Singapura Air Service Agreement telah berhasil memberikan dampak positif pada peningkatan lalu lintas udara diantara dua negara.
30 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
Hingga bukan Desember 2013, tercatat peningkatan sebesar 40% diantara kedua negara. Untuk bidang pariwisata, Indonesia dengan Singapura melalui pertemuan ini telah merealisasikan kerjasama di bidang wisata kapal persiar (cruise tourism ) dengan telah dilakukannya famtrip dan cruise workshop di Indonesia hasil kerjasama dua negara. Selain itu pertemuan juga telah menyepakati untuk kerjasama promosi tempat-tempat tujuan wisata di Indonesia yang merupakan sinergi dari dua working group yaitu WG on Tourism dan WG on Air connectivity dengan signifikannya peningkatan lalu lintas kedua negara. Sesuai dengan kesepakatan kedua negara pada pertemua tingkat Menteri sebelumnya, di bidang ketenagakerjaan, telah diadakan kerjasama dalam bentuk Tripartile Workshop on Manpower Management guna menemukan solusi atas masalah outsourcing dan minimum wage yang seringkali menjadi kendala dalam hubungan industrial antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja (tripartit). Sedangkan dalam pertemuan kali ini, RI dan Singapore telah sepakat untuk melakukan kerjasama dalam meningkatkan kompetensi caregiver dan perawat dari Indonesia sehingga dapat memenuhi standar untuk dapat bekerja di Singapura. Terkait hal ini, sebagai program awal, pada tahun 2013 KBRI Singapura melalui Staf Teknis Tenaga Kerja bekerja sama dengan salah satu NGO Singapura telah melaksanakan pelatihan singkat/sehari untuk tenaga kesehatan perawa orang tua di rumah tangga sesuai dengan kualifikasi Singapura dimana pesertanya adalah TKI sektor domestik yang bekerja di Singapura. DI sektor agribisnis, RI dan Singapura telah melaksanakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan ekspor produk-produk pertanian dari
Indonesia ke Singapura, diantaranya adalah program capacity building untuk petani dan produsen pertanian di Indonesia. Business Matching antara produsen di Indonesia dengan supplier dari Singapura serta kegiatan In-Store Marketing di Singapura. Untuk kedepannya, RI dan Singapura juga telah setuju untuk meningkatkan kerjasamanya di bidang ini ke level yang lebih tinggi dengan memanfaatkan perkembangan signifikan di sektor perhubungan udara kedua negara. Kerjasam tersebut rencanya dilakukan dengan dukungan maskapai penerbangan kedua negara dalam distribusi produk-produk pertanian di Indonesia, khususnya dalam hal pemasarannya di Singapura. Pada akhir pertemuan kedua pimpinan delegasi, Menko Perekonomian RI dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura menandatangani J oint Report to Leaders yang merupakan laporan kepada kepala negara kedua belah pihak terkait perkembangan kerjasama ekonomi kedua negara serta upaya-upaya untuk meningkatkan kerjasama tersebut kedepannya dengan melalui program dan kegiatan yang konkret yang dilaksanakan oelh kedua negara.
Referensi:
Divisi Humas, Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian
Alisa Fatimah
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 31
IPTEK
S
Peranan Sistem Manajemen Strategis pada Lembaga Pemerintahan Negara
Salah satu upaya untuk dapat bersaing di tengah arus globalisasi adalah dengan meningkatkan produktivitas. Produkivitas yang tinggi dapat dicapai salah satunya dengan meningkatkan kualitas manajemen. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen strategis agar implementasi program atau kebijakan dapat berjalan sesuai dengan perencaan. Sistem manajemen strategis merupakan suatu proses merumuskan dan mengimplementasikan untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Dalam pelaksanaannya, segala sumber daya harus dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai hasil yang sesuai dengan target dan tujuan suatu perusahaan atau instansi. Sistem manajemen strategis adalah suatu indikator suatu organisasi dapat berkembang secara terencana dan terukur. Untuk mendorong produktivitas perusahaan, sistem manajemen strategis perlu dilakukan agar proses produksi lebih efisien dan efektif serta tercapai hasil produksi yang berkualitas tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan nilai tambah bagi suatu produk dan perusahaan juga akan mendapatkan profit yang lebih tinggi. Produktivitas perusahaan yang tinggi berkontribusi besar terhadap produktivitas Indonesia secara umum. Namun, untuk meningkatkan produkivitas Indonesia diperlukan pula produktivitas yang tinggi di lingkungan lembaga pemerintahan. Sama halnya perusahaan, lembaga pemerintah juga perlu menerapkan sistem manajemen strategis dalam menjalankan fungsinya. Seperti yang diketahui, pembiayaan utama program dan kebijakan yang dilakukan setiap lembaga pemerintahan berasal dari anggaran negara. Oleh karena itu, pemerintah memerlukan sistem manajemen strategis agar pelaksanaan program dan kebijakan dapat berjalan dengan baik dengan anggaran yang seefisien mungkin. Selain itu, pemerintah merupakan pembuat kebijakan dimana kebijakan yang dibuat ini bukan hanya akan berpengaruh terhadap pemerintah itu sendiri namun ke masyarakat luas. Dalam
merumuskan kebijakan yang baik dan dapat berkontribusi positif terhadap masyarakat, seluruh jajaran pemerintah baik kementerian maupun lembaga perlu merumuskan perencanaan kebijakan yang terintegrasi serta berkomitmen untuk memperlancar implementasi program-program tersebut. Sayangnya, masih banyak kekurangan pada lembaga pemerintahan Indonesia saat ini. Rendahnya mutu pelayanan publik dan kualitas infrastruktur serta ketidakselarasan regulasi pemerintah pusat-daerah kerap menghambat sejumlah aktivitas ekonomi. Padahal sejumlah aktivitas ekonomi tersebut dapat mendorong produktivitas serta pertumbuhan Indonesia. Adapun dari sisi pemerintah sendiri telah berupaya untuk mengatasi hal ini dengan menggalakan program reformasi birokrasi. Kedepannya, proses reformasi birokrasi ini perlu diintegrasikan dengan aspek perencaaan, implementasi serta evaluasi yang baik yang merupakan kunci sistem manajemen strategis. Florin Bondar dan Emanuel Rauta dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa sistem perencaan dan pelaksanaan manajemen strategis pada lembaga pemerintahan negara dapat ditentukan dari beberapa indikator, seperti anggaran dan formulasi kebijakan, pengawasan impementasi kebijakan dan evaluasi. Ketiga aspek ini diyakini sebagai tolak ukur kinerja lembaga pemerintahan di negara-negara OECD. Indikator pertama adalah anggaran dan formulasi kebijakan. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena untuk merumuskan suatu kebijakan, pemerintah memerlukan anggaran. Indikator selanjutnya adalah pengawasan kebijakan. Suatu perencanaan yang strategis tidak akan berguna apabila tidak diiringi oleh proses pengawasan. Pengawasan perencaanan akan penting dilakukan untuk terus memastikan bahwa program yang dilakukan telah sesuai dengan target dan tujuan lembaga pemerintahan. Indikator terakhir, evaluasi. Terdapat suatu pandangan yang salah bahwa evaluasi baru
32 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014
program ini terhadap ekonomi dan produktivitas serta informasi anggaran yang digunakan; dan (iv) Laporan spesifik bidang tertentu, seperti laporan program kesehatan dan bantuan sosial. Aspek terakhir dilihat dari proses evaluasi. Evaluasi program dilakukan oleh lembaga independen seperti The Finnish Institute of Public Management dan lembaga penelitian lainnya.
http://patimes.org/ dilakukan di akhir setelah program selesai dilaksanakan. Seharusnya proses evaluasi dilakukan secara periodik selama program atau kebijakan diimplementasikan. Baru setelah dilakukan evaluasi secara periodik, dilakukan pula evaluasi secara menyeluruh di akhir program. Evaluasi secara periodik penting dilakukan untuk memastikan kebijakan atau program tersebut berjalan dengan semestinya. Dalam jurnalnya, salah satu contoh negara yang menerapkan sistem manajemen strategis terbaik pada lingkungan pemerintahan adalah Finlandia. Finlandia merupakan salah satu negara paling efektif yang menerapkan sistem manajemen strategis di lingkungan pemerintahan pusatnya. Dalam merumuskan kebijakan, segenap pemerintahan Finlandia berkumpul dan menetapkan Coalition Agreement. Kebijakan ini nantinya akan diatur langsung oleh pemerintah pusat dan implementasi akan diserahkan ke kementerian terkait. Adapun pembiayaan program sepenuhnya diatur oleh Kementerian Keuangan. Prosedur pengajuan pembiayaan program dilakukan melalui proposal serta proposal program tersebut dibedakan menjadi program yang baru diajukan dan program lanjutan yang telah dilakukan sebelumnya. Terkait proses monitoring, terdapat empat laporan yang harus dilampirkan yaitu (i) Constitutional Report, yaitu laporan pemerintah kepada parlemen; (ii) Annual Report, yaitu laporan masing-masing kementerian mengenai program dan capaian anggaran; (iii) Laporan kepada institusi keuangan yang berisi seluruh program pemerintah dan analisis dampak keefektivitasan
Berdasarkan pengalaman sistem manajemen strategis di negara Finlandia, satu hal penting yang harus dilakukan pemerintah Indonesia adalah meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintahan agar kebijakan lebih terintegrasi dan dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Selain itu, kedepannya sistem pemerintahan Indonesia diharapkan dapat berjalan lebih baik lagi agar dapat menunjang produktivitas nasional, sehingga Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain di lingkungan global.
Referensi:
Bondar, Florin dan Emanuel Rauta, Tanpa Tahun. Strategic Planning and Performance Management Best Practice Cases in Central and Local Public Administration. www.transnationality.eu [dilansir tanggal 27 April 2014] Darwanto, Herry. 2009. Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah. Jakarta: Bappenas
Fitria Faradila
volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 33
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0 Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836 Email :
[email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id