MENINGKATKAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKSTIVISME PADA SISWA KELAS V SD NEGERI MERDEKA 5 KOTA BANDUNG TAHUN 2011/2012 IDA SUPRIATI 08210220 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung ABSTRAK Masih rendahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi di kelas V tersebut merupakan masalah yang muncul saat ini di kelas V SD Merdeka 5 Kota Bandung, sehingga memberi motivasi bagi peneliti untuk mencoba membantu mencarikan suatu alternatif dalam pemecahan masalahnya, yaitu akan mencoba menerapkan suatu strategi atau metode pembelajaran berpikir kreatif, yaitu metode “konstruktivisme” melalui sebuah penelitian “experimental” atau yang biasa disebut dengan ekperimen. Adapun, judul penelitian yang diangkat adalah “Meningkatkan pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan metode konstrukstivisme pada siswa kelas V SD Negeri Merdeka 5 Kota Bandung tahun 2011/2012”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode experiment yaitu suatu proses perencanaan experiment yang disusun dengan bertolak dari keadaan lingkungan yang sesungguhnya dan keadaan partisipan yang alamiah. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi tes dan nontes. Tes dilakukan melalui dua cara, yaitu pretes dan postes, sedangkan non tes dilakukan melalui kegiatan observasi dan penyebaran angket. Populasi yang ditetapkan adalah semua siswa kelas V SDN Merdeka 5 Kota Bandung yang berjumlah 30 orang. Untuk pengambilan atau penarikan sampel dalam kegiatan penelitian ini dilakukan sesuai dengan ketentuan tersebut, yaitu 100 % dari jumlah siswa kelas V. Dengan demikian, maka dapat diperoleh sampel atau contoh yang benar-benar dapat mewakili populasi sebenarnya, kakni semua siswa kelas V SD. Negeri Merdeka 5 Kota Bandung yang berjumlah 30 orang. Kata Kunci: Menulis puisi, metode konstruktivisme.
A. PENDAHULUAN
Jabatan guru dalam dunia pendidikan dikenal sebagai salah satu pekerjaan profesional, artinya jabatan ini memerlukan suatu keahlian khusus. Sebagai profesi tersendiri, maka pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian sebagai guru. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran menulis puisi. guru harus benar-benar memiliki kompetensi atau kemampuan. Setiap kompetensi atau kemampuan tersebut sudah tentu harus dicapai dengan sejumlah pengalaman
belajar, sedangkan pengalaman belajar yang dilakukan oleh guru perlu mengacu pada pengembangan kepribadian, berperan dalam masyarakat, menguasai landasan pendidikan, menguasai bahan pengajaran, penyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, menilai hasil proses pembelajaran, serta memotivasi belajar siswa. Besarnya peranan guru dalam proses pembelajaran tersebut, Hamalik (2008: 124) menjelaskan bahwa“peranan guru meliputi; guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pemimpin, guru se-
bagai ilmuwan, guru sebagai pribadi, guru sebagai penghubung, guru sebagai pembaharu, dan guru sebagai pembangunan”. Sejalan dengan peranannya yang sangat strategis dan signifikan dalam perkembangan siswa, maka guru kelas dalam prosesnya di lapangan terutama di Sekolah Dasar tidak dapat dipisahkan dari siswa dan berbagai komponen pembelajaran yang lainnya. Dalam hal ini guru yang bertugas melaksanakan proses pembelajaran termasuk pembelajaran menulis puisi dituntut untuk lebih berprofesi, minimal guru harus memiliki bakat dan keahlian dalam menulis puisi itu sendiri. Demikian pula halnya seorang guru yang profesional harus menguasai betul seluk beluk atau pengetahuan yang mendalam pada setiap mata pelajaran. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting dalam mempertahankan gelar dan jabatannya sebagai guru serta dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Puisi tentang kualitas pembelajaran tersebut tentu dapat dilihat dari dua sisi yang sama pentingnya, yaitu dari sisi proses dan dari sisi hasil belajar itu sendiri. Proses belajar berkaitan dengan pola perilaku siswa dalam mempelajari bahan pelajaran, sedangkan hasil belajar berkaitan dengan perubahan perilaku sebagai pengaruh dari proses belajar. Demikian juga, hasil belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menentu-kan proses belajar. Atas dasar itulah komponen guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan bagi keberhasilan proses dan hasil belajar. Dilihat dari kondisi lapangan saat ini secara realita ternyata ada kecenderungan bahwa proses pembelajaran termasuk di SD Negeri Merdeka 5 Kota Bandung masih ada kekurangan dan kelemahan. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang kurang baik, di mana
nilai rata-rata untuk mata pelajaran menulis puisi di kelas V hanya mencapai di bawah standar atau kurang sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kekurangan dan kelemahan dalam suatu proses pembelajaran menulis puisi tersebut tidak semata tertumpu pada diri siswa saja, akan tetapi banyak sekali yang ditimbulkan oleh guru itu sendiri. Misalnya, seorang guru dalam menyampaikan materi menulis puisi kurang didukung dengan pengetahuan dan wawasan tentang puisi, seperti kurang memahaminya unsur-unsur isi puisi, bentuk-bentuk puisi, serta kurang terampilnya membacakan puisi. Di sisi lain, guru kurang tepat menggunakan metode atau model pembelajaran, kurang teram-pil menggunakan alat bantu atau alat peraga, dan sebagainya. Berdasarkan permasalahan di atas, maka untuk mengatasi masih rendahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi di kelas V tersebut, peneliti akan mencoba membantu mencarikan suatu alternatif dalam pemecahan masalahnya, yaitu akan mencoba menerapkan suatu strategi atau metode pembelajaran berpikir kreatif, yaitu metode “konstruktivisme” melalui sebuah penelitian “experimental”.
B. KAJIAN TEORI DAN METODE 1. Pembelajaran Menulis Puisi Menurut Iskandarwassid, (1992: 114), Puisi yaitu tipe bahasa karangan yang susunannya penuh dengan ritme, irama, terikat oleh bentuk dan diksi. Puisi biasanya menggunakan bahasa yang khas, mencakup aspek kata dan frasa serta bahasa yang tidak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Menurut Mustappa, 1995: 5), Puisi merupakan sarana ekspresi suatu kehidupan, ungkapan pengalaman hati nurani seorang pribadi penyair yang sangat dalam. Bentuk isinya selalu membicarakan atau mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan sifat, sikap, dan perilaku kehidupan yang diolah secara apik dan kreatif.
Selanjutnya, Kosasih (2008: 31), memberi batasan tentang puisi sebagai berikut.Puisi adalah bentuk sastra yang tersaji secara monolog, menggunakan kata-kata yang indah dan kaya akan makna. Keindahan puisi ditentukan oleh diksi, majas, rima, dan iramanya, serta kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah karya sastra yang bahasanya mengandung nilai seni serta kalimatnya mengandung warna, memiliki nada, dan irama seakan kalimat-kalimat dalam puisi itu adalah sebuah lantunan, sehingga puisi ini merupakan karya seni yang tersusun dengan kata-kata yang unik dan sulit untuk dicerna. Di samping itu pula bahasa atau kalimat dalam puisi ternyata bukan sekedar percakapan dalam keseharian, melainkan sangat mendalam dan memusat. Dengan demikian, bahasa puisi menyuguhkan hal-hal dengan cara dan bentuk tersendiri. Kata-kata yang digunakan dalam puisi sangat berbeda dengan kata-kata yang digunakan dalam sehari-hari. Pada pusi biasanya menggunakan kata-kata atau kalimat yang ringkas, tetapi maknanya sangat kaya, seperti kata-kata yang digunakanya adalah kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian. Adapun, kata-kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kata-kata yang bersifat denotatif, yaitu katakata sebenarnya tanpa banyak mengandung penafsiran dan pengertian secara khusus. 2. Metode Konstruktivisme Elin Rosalin (2008: 5), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kontruktrivisme adalah: cara pandang (filosofis) yang menganjurkan perubahan proses pembelajaran skolastis (baik formal maupun nonformal dan informal) melalui pengenalan, penyusunan dan penetapan tangkapan pengetahuan berdasar reaksi (di dalam pikiran) peserta didik. Ilmu pengetahuan tidak boleh dipindahkan kepada peserta didik (transfer knowledge) dalam bentuk yang serba “jadi” melalui program penga-jaran guru.
Menurut pendapat Sumiati, dkk. (2011: 14), pembelajaran konstruktivisme (constructivism), yaitu ”mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruk-si sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya”. Selanjutnya, Nurhadi (2004: 33), mendefinisikan bahwa: Konstruktivisme meru-pakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstruktivisme, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi penge-tahuan itu dan memberi makna melalui penga-laman nyata. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian pada pembelajaran konstruktivisme, yaitu mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, mengutamakan proses, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, dan pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi penga-laman. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah metode “eksperimen”. Metode eksperimen merupakan suatu metode yang menhubungkan adanya variable sebab akibat. Hal ini sesuai dengan pendapat Richard (Syaodih, 2010: 201) menjelaskan bahwa: “Metode experiment yaitu suatu proses perencanaan experiment yang disusun dengan bertolak dari keadaan lingkungan yang sesungguhnya dan keadaan partisipan yang alamiah”. Kemudian, dijelaskan bahwa metode ini menempatkan penelitian kuantitatif parallel dengan kualitatif, berupa studi tentang perilaku manusia dalam seting alamiah dan penekanan pada kajian dari pandangan partisipan bukan dari pandangan sendiri. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes dan nontes. Tes dilakukan melalui dua cara, yaitu pretes dan
postes, sedangkan non tes dilakukan melalui kegiatan observasi dan penyebaran angket. Untuk lebih jelas tentang teknik pengumpulan data tersebut, peneliti membahas berikut ini. 1. Tes a. Pretes Pretest adalah tes awal yang diberikan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa terhadap materi sebelum siswa mempelajari materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Suaodih (2010: 223), menje-laskan bahwa; “pada umumnya tes bersifat mengukur, ada hasil pengukuran dalam bentuk data angka, perlu standar instru-ment, dan digunakan dalam kuantitatif, eksperimental, korelasional, dsb”. b. Postes Posttest atau tes akhir diberikan untuk mengetahui hasil belajar pada akhir pembelajaran atau setelah siswa menerima materi pelajaran. Sehingga, dengan adanya test ini dapat diketahui pula prestasi belajar siswa maupun tingkat keberhasilan siswa termasuk dalam menulis puisi. 2. Nontest a. Teknik Observasi Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara kunjungan ke lapangan. Riyanto (2001: 96), mendefinisikan bahwa: observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian dan dilaksanakan secara langsung ataupun tidak langsung. Observasi langsung adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subsjek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam suasana sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan. Teknik observasi dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi dan data secara riil atau nyata tentang proses pembelajaran dan proses perbaikan. Dalam pelaksanaan observasi peneliti dibantu oleh observer atau teman sejawat. Namun secara umum, dalam kegiatan observasi ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung tentang keadaan Kelas V SDN Merdeka 5 Kota Bandung.
b. Angket
Menurut Syaodih (2010: 219), bahwa; “Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung. Angket ini berisi sejumlah pertanyaan yang harus di jawab atau direspon oleh responden”. Sedangkan menurut Suryana, dkk (2007: 200), menyatakan bahwa: Kuesioner (Questionaire) atau juga daftar pertanyaan merupakan salah satu alat pengumpul data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan tersebut untuk diisi oleh responden. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa angket adalah suatu teknik penelitian untuk memperoleh data secara tertulis. Adapun, angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket berstruktur atau angket tertutup, karena pertanyaan-pertanyaan pada angket tersebut disertai dengan jawabannya dalam bentuk pilihan ganda. Tujuan penggunaan angket tertutup ini agar jawaban-jawaban yang diberikan oleh semua siswa tidak keluar atau lepas dari inti permasalahan yang diteliti. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur-unsur puisi yang dinilai dalam pembelajaran menulis puisi, di antaranya unsur tema, diksi, rasa, nada, dan amanat dengan kriteria masing-masing unsur atau aspek sebagai berikut. 1. Tema Tema yang harus ditulis oleh siswa dalam puisi ditentukan noleh guru/peneliti, yakni “kesehatan”, sedangkan skor nilai untuk aspek tema ini adalah dari skor 5 sampai skor 1, dengan perincian sebagai berikut. a. Skor 5: Skor 5 diberikan apabila puisi yang ditulis oleh siswa sangat sesuai dengan tema yang ditentukan. b. Skor 4: Skor 4 diberikan apabila puisi tersebut sesuai dengan tema. c. Skor 3: Skor 3 diberikan apabila puisi tersebut kurang sesuai dengan tema d. Skor 2: Skor 2 diberikan apabila puisi tersebut tidak sesuai dengan tema. e. Skor 1: Skor 1 diberikan apabila puisi tersebut tidak sesuai sama sekali dengan tema.
2. Diksi Diksi yang harus ditulis oleh siswa dalam puisi adalah kata-kata yang sesuai dengan isi puisi tersebut, terutama kata-kata yang ada kaitannya dengan kese-hatan. Sedangkan, skor nilai untuk aspek diksi ini adalah dari skor 5 sampai skor 1, dengan perincian sebagai berikut. a. Skor 5: Skor 5 diberikan apabila kata-kata yang digunakan sangat sesuai atau sangat baik (bersifat puitis). b. Skor 4: Skor 4 diberikan apabila kata-kata yang digunakan tersebut sesuai c. Skor 3: Skor 3 diberikan apabila kata-kata yang digunakan tersebut kurang sesuai atau kurang baik d. Skor 2: Skor 2 diberikan apabila kata-kata yang diguankan tidak sesuai. e. Skor 1: Skor 1 diberikan apabila kata-kata yang digunakan tersebut tidak sesuai sama sekali 3. Rasa Aspek rasa yang harus diperhatikan pada puisi adalah “kegelisahan”. Adapun skor penilaiannya dimulai dari 5 sampai dengan 1 dengan perincian sebagai berikut. a. Skor 5: Skor 5 diberikan apabila isi puisi itu sangat menggambarkan kegelisahan b. Skor 4: Skor 4 diberikan apabila isi puisi itu menggambarkan kegelisahan c. Skor 3: Skor 3 diberikan apabila isi puisi kurang menggambarkan kegelisahan d. Skor 2: Skor 2 diberikan apabila isi puisi itu tidak menggambarkan kegelisahan e. Skor 1: Skor 1 diberikan apabila isi puisi sama sekali tidak menggambarkan kegelisahan. 4. Nada Aspek nada yang ditentukan dalam menulis puisi ini adalah nada “serius” atau sungguh-sungguh dengan skor yang diberikan mulai dari 5 sampai 1. Seperti uraian berikut ini. a. Skor 5: Skor 5 diberikan apabila isi puisi itu nadanya sangat serius. b. Skor 4: Skor 4 diberikan apabila isi puisi itu nadanya serius. c. Skor 3: Skor 3 diberikan apabila isi puisi itu nadanya kurang serius. d. Skor 2: Skor 2 diberikan apabila isi puisi itu nadanya tidak serius. e. Skor 1: Skor 1 diberikan apabila isi puisi nadanya sama sekali tidak serius.
5. Amanat Sama seperti aspek-aspek lainnya, amanat puisi ditentukan oleh guru/peneliti, yaitru bersifat “ajakan”. Skor yang diberikan juga sama dengan aspek lainnya, yakni dari skor 5 sampai skor 1 dengan perincian sebagai berikut. a. Skor 5: Skor 5 diberikan apabila isi puisi itu sangat mengandung ajakan. b. Skor 4: Skor 4 diberikan apabila isi puisi itu mengandung ajakan. c. Skor 3: Skor 3 diberikan apabila isi puisi itu kurang mengandung ajakan. d. Skor 2: Skor 2 diberikan apabila isi puisi itu tidak mengandung ajakan. e. Skor 1: Skor 1 diberikan apabila isi puisi itu sama sekali tidak mengandung ajakan. Setelah selesai menganalisis hasil pembelajaran menulis puisi berdasarkan unsur-unsur puisi tersebut secara terperinci dari masingmasing siswa, peneliti menganalisis dan membahas secara keseluruhan nilai rata-rata semua siswa kelas kontrol dari masing-masing unsur puisi sebagai berikut. Tabel 1 Nilai Rata-rata Menulis Puisi Kelas Kontrol Berdasarkan Unsur-Unsur Puisi
No
Unsur puisi yg dinilai
Pretes Postes Perbedaan
1
Tema
3,05
7,20
4,15
2
Diksi
3,10
6,50
3,40
3
Rasa
3,75
6,40
2,65
4
Nada
3,75
6,50
2,75
5
Amanat
2,55
6,10
3,55
Jumlah
16,20
32,70
16,50
Rata-rata
3,24
6,54
3,30
Berdasarkan data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa untuk unsur puisi di kelas control yang paling tinggi nilai rata-rata pada pretes adalah unsur rasa/perasaan, yaitu mencapai 3,75 dan yang paling rendah nilai ratarata unsur puisi pada pretes adalah unsur amanat, yaitu hanya mencapai 2,55. Sedangkan,
nilai rata-rata yang paling tinggi pada postes adalah unsure tema, yaitu 7,20 dan nilai ratarata yang paling rendah pada postes adalah unsur amanat, yaitu 6,10. Dengan demikian, maka perubahan yang paling tinggi terdapat pada unsur tema, yaitu 4,15, sedangkan perbahan yang paling rendah terdapat pada unsur rasa/perasaan, yaitu 2,65. Jadi, hasil pembelajaran menulis puisi di kelas V SD Merdeka Bandung dengan menggunakan metode konstruktivisme dapat dikatakan berhasil dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi, walaupun perubahannya tidak terlalu tinggi. Selanjutnya, untuk mengetahui nilai rata-rata menulis puisi kelas eksperimen berdasarkan unsure puisi pada pretes dan postes adalah sebagai berikut. Tabel 2 Nilai Rata-rata Menulis Puisi Kelas Eksperimen Berdasarkan Unsur-Unsur Puisi No
Unsur puisi yg dinilai
Pretes
Postes
Perbedaan
1
Tema
4,00
8,00
4,00
2
Diksi
3,05
7,00
3,95
3
Rasa
4,75
7,80
3,05
4
Nada
3,75
7,50
3,75
5
Amanat
2,55
6,50
3,95
Jumlah
18,10
36,80
--
Rata-rata
3,62
7,36
3,74
Berdasarkan data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa untuk unsur puisi yang paling tinggi nilai rata-rata pada pretes adalah unsur rasa/perasaan, yaitu menca-pai 4,75 dan yang paling rendah nilai rata-rata unsur puisi pada pretes adalah unsur amanat, yaitu hanya mencapai 2,55. Sedangkan, nilai rata-rata yang paling tinggi pada postes adalah unsure tema, yaitu 8.00 dan nilai ratarata yang paling rendah pada postes adalah unsur amanat, yaitu 6,50. Dengan demikian, maka perubahan yang paling tinggi terdapat
pada unsur tema, yaitu 4,00, sedangkan perbahan yang paling rendah terdapat pada unsur rasa/perasaan, yaitu 3,05. Jadi, hasil pembelajaran menulis puisi di kelas V SD Merdeka Bandung dengan menggunakan metode konstruktivisme dapat dikatakan berhasil.
E. KESIMPULAN Dalam membahas kesimpulan ini peneliti mengacu pada rumusan masalah berikut ini. 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis puisi di kelas V sebelum menggunakan metode konstruktivisme? Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan pembelajaran menulis puisi di kelas V sebelum menggunakan metode konstruktivisme ternyata suasana pembelajaran kurang hidup atau kurang interaktif, baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, dan berjalan kuarng menarik, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan banyak siswa yang belum memahami tentang unsur-unsur puisi, sehingga dalam menulis puisi tersebut tidak memasukkan unsur-unsur puisi yang tepat. 2. Bagaimana kreativitas siswa kelas V selama proses pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan menggunakan metode konstruktivisme? Berdasarkan hasil penelitian tentang kreativitas siswa kelas V selama proses pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan menggunakan metode konstruktivisme, ternyata menunjukkan adanya perubahan yang cukup baik dari sebelum menggunakan metode ini. Hal ini terlihat dari aktivtas dan interaktif siswa yang baik, sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih menarik. Suasana seperti ini tentu membawa pengaruh terhadap belajar siswa yang meningkat dibandingkan sebelum menggunakan metode konstruktivisme. 3. Bagaimana kemampuan belajar siswa kelas V pada pembelajaran menulis puisi setelah menggunakan metode konstruktivisme? Berdasarkan hasil penelitian tentang kemampuan belajar siswa kelas V pada pembelajaran menulis puisi setelah menggunakan metode konstruktivisme ternyata meningkat. Hal ini terbukti dari hasil karya menulis puisi siswa yang sebagian besar siswa telah mema-
memahami cara menulis puisi dengan memasukkan unsur-unsur puisi, sehingga hasilnya cukup baik dengan nilai rata-rata mencapai 8,50 (delapan koma lima puluh), sedangkan sebelum menggunakan metode konstruktivisme nilai rata-ratanya hanya mencapai 6,20 (enam koma dua puluh). Dengan demikian kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan menggunakan metode konstruktivisme meningkat.
F. DAFTAR PUSTAKA Hamalik. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika Iskandarwassid, (1992). Belajar Menulis Puisi di Sekolah Dasar. Klaten: Intan Prawira. Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual. Malang: UM Press. Rosalin, Elin. (2008). Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Karsa mandiri Persada. Suryana, Yaya. dkk. (2007) Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Azkia Pustaka Syaodih, Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Ida Supriati, 2012.
MENINGKATKAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MERDEKA 5 KOTA BANDUNG TAHUN 2011/2012
MAKALAH BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Oleh IDA SUPRIATI NIM. 08210220
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012