MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYUSUN KALIMAT MELALUI PENDEKATAN CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING DI KELAS III SDN 07 MANANGGU KABUPATEN BOALEMO DEWITA TANDE (Mahasiswa Jurusan S1 PGSD FIP UNG) Pembimbing Dra.Hj Evi Hasim, M.Pd Wiwy Triyanty Pulukadang, S.Pd, M.Pd
ABSTRAK Masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Pendekatan Contexstual Teaching And Learning dapat meningkatkan kemampuan menyusun kalimat siswa di kelas III SDN 07 Mananggu Kabupaten Boalemo ? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk Untuk meningkatkan kemampuan siswa menyusun kalimat melalui pendekatan CTL di kelas III SDN 07 Mananggu Kabupaten Boalemo”. Peneltian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak dua siklus Secara keseluruhan jumlah siswa yang berada pada kategori mampu adalah sebanyak 9 atau 56% siswa, 1 siswa atau 6% pada kategori kurang mampu sedangkan sebanyak 6 siswa atau 38% pada kategori tidak mampu. Pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 13 siswa atau 81 % berada pada kategori mampu, 0 % berada pada kategori tidak mampu dan 3 siswa atau 19 % berada pada kategori tidak mampu. Dengan demikian kemampuan siswa menyusun kalimat melalui pendekatan Contexstual Teaching And Learning kelas III SDN 07 Mananggu Kabupaten Boalemo meningkat. Kata Kunci : Kemampuan, Menyusun, Kalimat, Pendekatan CTL BAB I PENDAHULUAN Proses belajar mengajar (PBM) tidak hanya menjejali pengetahuan kognitif, tetapi segala potensi yang dimiliki anak harus bisa dikembangkan Dalam hal ini konteks pendidikan di Indonesia dituangkan dalam bentuk proses pembelajaran yang dimplementasikan dalam sistem mata pelajaran yang masing-masing harus dikuasai oleh siswa dengan tepat. Diantaranya mata pelajaran bahasa Indonesia dan dijabarkan dalam beberapa materi yang harus dikuasai sebagai kompetensi dari siswa itu sendiri mulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib dikuasai oleh siswa sebab barometer dari keberhasilan dari sebuah pendidikan adalah bahasa. Sebab tanpa penguasaan yang benar maka segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan tidak akan tercapai apalagi dalam kehidupan sehari-hari siswa baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Gambaran tersebut telah memberikan pemahaman akan pentingnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, namun tidak demikian dengan yang terjadi di SDN 07 Mananggu kabupaten Boalemo khususnya di kelas III proses pembelajarannya tidak berjalan dengan maksimal sehingga menimbulkan suatu permasalahan Permasalahan tersebut penting dan mendesak untuk dipecahkan, karena jika hal
tersebut dibiarkan maka kemampuan siswa dalam menyusun kalimat tidak akan maksimal, atau kemampuan siswa berada pada tataran kognitif rendah (mengetahui konsep) tidak sampai pada berpikir tingkat tinggi. Siswa tidak mampu membuat kalimat jika diberikan soal-soal yang berhubungan dengan membuat kalimat, karena siswa masih menebak-nebak kalimat yang akan digunakan. Dengan demikian untuk mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, strategi dan pendekatan pembelajaran tertentu perlu dilakukan diiantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada kepentingan siswa atau siswa sentris. Hal ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran discoveri/inkuiri yang menunjukkan dominasi peserta didik selama proses pembelajaran, sedangkan guru sebagai fasilitator. Selaras dengan uraian di atas adalah penggunaan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu konsep pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat di mana dia berada merupakan pilihan yang tepat. BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Pengertian Kalimat Menurut Mawarni (2012:13) mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Kemudian kalimat menurut Qonita (2009:308) dijelaskan bahwa kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan, dapat pula diartikan sebagai perkataan. Sedangkan definisi kalimat menurut Widyaningsih (2012:1) mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan terkecil yang sekurang-kurangnya harus memiliki subjek (S) dan predikat (P), kalau tidak memiliki unsur subjek dan predikat pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa. Selanjutnya dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan suatu bahasa terkecil yang terdiri dari beberapa kata yang memiliki arah dan tujuan (maksud). Baik dalam bahasa lisan maupun tulisan 2.2. Pola Kalimat Dasar Setelah membicarakan beberapa unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita telah dapat menentukan pola kalimat dasar itu sendiri. Berdasarkan penelitian para ahli Widyningsih (2012:3), pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : 1) KB + KK
: Mahasiswa berdiskusi.
2) KB + KS
: Dosen itu ramah.
3) KB + KBil
: Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4) KB + (KD + KB)
: Tinggalnya di Palembang.
5) KB1 + KK + KB2
: Mereka menonton film.
6) KB1 + KK + KB2 + KB3
: Paman mencarikan saya pekerjaan.
7) KB1 + KB2
: Rustam peneliti.
Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks. 2.3. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsurunsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara. Menurut Zainal (2012:7) dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut : (1) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara penjumlahan. (2) kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pertentangan.(3) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.(4) Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
2.4. Kalimat Majemuk tidak Setara Zainal (2012:9) Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di
unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk
kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat. 2.1.6. Kalimat Majemuk Campuran Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk taksetara (bertingkat). 2.5. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jeis kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan, perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca. 2.6. Hakekat Pendekatan Contextual Teaching And Learning Menurut Johnson (2002:24) bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. Definisi pembelajaran kontekstual tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna tersebut bagi kehidupannya. 2.7. Karakteristik Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning Pembelajaran konstekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas dan membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Blanchard (dalam Komalasari:2010:7) mengidentifikasi beberapa karakteristik pendekatan CTL yaitu : 1). Bersandar pada memori mengenai ruang. 2). Mengintegrasikan berbagai subjek materi/disiplin. 3). Nilai informasi didasarkan pada kebutuhan siswa. 4). Menghubungkan informasi dengan pengetahuan awal siswa. 5). Penilaian sebenarnya melalui aplikasi praktis dan pemecahan masalah nyata. 2.8. Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran CTL menurut Bern dan Erickson (2001:511) bahwa terdapat 5 lima strategi dalam mengimplementasikan pembelajaran CTL yaitu : 1). Pembelajaran berbasi masalah 2). Pembelajaran kooperatif. 3)Pembelajaran berbasis proyek. 4). Pembelajaran pelayanan. 5). Pembelajaran berbasis kerja.
2.9. Pendekatan Kontekstual dalam KTSP Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar, guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka seharihari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Deskripsi Hasil Penelitian 3.1.1. Observasi Awal Kegiatan obervasi awal dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar pada hari jumat tanggal 3 mei 2013. Adapun hal-hal yang ditemui pada saat pelaksanaan observasi awal secara keseluruhan adalah dari 16 siswa yang mengikuti proses pembelajaran hanya 3 siswa atau 18.75% yang mampu meyusun kalimat dengan baik sedangkan 13 siswa atau 81.25% yang belum mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Selain itu dari 18 aspek yang diamati pada aktivitas guru secara keseluruhan hanya 2 aspek atau 20% yang dapat dipenuhi yaitu aspek perhatian guru terhadap kemampuan, kejelasan dan keberanian siswa dalam membaca dan analisa pengetahuan awal anak tentang keampuan menyusun kalimat berada kategori baik sedangkan 8 aspek atau 8% yang lain masih berada pada kategori sedang dan kurang. 3.1.2. Siklus I A. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus I Tabel 1. Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus I Kriteria
Jumlah Aspek
Presentase
Baik
1
10%
Cukup
5
50%
Kurang
4
40%
10
100%
Jumlah
Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 10 aspek yang diamati hanya 1 atau 10 % aspek pada kategori baik, kemudian 5 atau 50 % pada kategori sedang selanjutnya pada kategori cukup sebesar 4 atau 40 % aspek. Sehingga hasil pengamatan aktivitas guru dalam penerapan pendekatan CTL sangat berpengaruh pada kemampuan siswa dalam menyusun kalimat dengan tepat.
B. Evaluasi Kemampuan siswa Menyusun Kalimat Melalui pendekatan CTL Siklus 1 Tabel 2. Kemampuan siswa Menyusun Kalimat Melalui pendekatan CTL Siklus 1 ASPEK YANG DIAMATI MEMILIH NO
NAMA SISWA
1
Salsya Pigriande I
2
Riskawati Abu
EJAAN &
KATA
STRUKTUR S
N
K
√
9
100
M
√
√
7
78
M
TANDA BACA
KALIMAT
M
KM
TM
M
KM
TM
M
KM
TM
3
2
1
3
2
1
3
2
1
√
√ √
Bakar 3
Sintiawati Hunowo
√
√
√
8
89
M
4
Jauna Sarles
√
√
√
8
89
M
5
Gafir Aingahu
√
7
78
M
6
Sindi Sri Arianti
6
67
TM
7
Rahmat
√ √
√
√
√
√
√
√
9
100
M
√
√
√
7
78
M
√
√
√
6
67
TM
Pulukadang 8
Catra Krisnansi Maadjili
9
Sabrianto Mooduto
10
Albin A.Una
√
√
√
6
67
TM
11
Ibrahim Gusu
√
√
√
6
67
TM
12
Iskandar Mahmud
√
√
√
7
78
M
13
Jamal Neu
√
√
8
89
M
14
Febriana Tasya
6
67
KM
√ √
√
√
Martam 15
Revalina Adam
√
√
√
5
56
TM
16
Rian Rajamsi
√
√
√
5
56
TM
JUMLAH
7
6
3
8
6
2
6
8
2
PERSENTASE
44
37
19
50
37
13
37
50
13
Sumber : SDN 07 Mananggu 2013 Keterangan : M
= Mampu
KM
= Kurang Mampu ( 1 siswa atau 6 % )
TM
= Tidak Mampu
( 9 siswa atau 56 %)
(6 siswa atau 38% )
Pada tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pada aspek memilih kata 7 atau 44% siswa berada pada kategori mampu, 6 atau 37% pada kategori kurang mampu, 3 atau 19% berada pada kategori tidak mampu. Untuk aspek ejaan dan tanda baca 8 atau 50% berada pada kategori mampu, 6 atau 37% berada pada kategori kurang mampu, 2 atau 13% berada pada kategori tidak mampu. Sedangkan
aspek struktur kalimat 6 atau 37% berada pada kategori mampu, 8 atau 50% berada pada kategori kurang mampu dan 2 atau 13% berada pada ketegori tidak mampu. Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori mampu adalah sebanyak 9 atau 56% siswa, 1 siswa atau 6% pada kategori kurang mampu sedangkan sebanyak 6 siswa atau 38% pada kategori tidak mampu. 3.1.3. Siklus II A. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus II Tabel 1. Pengamatan Terhadap Aktivitas Guru Siklus II Kriteria
Jumlah Aspek
Presentase
Baik
8
80%
Cukup
2
20%
Kurang
0
0%
10
100%
Jumlah
Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 10 aspek yang diamati 8 atau 80% aspek pada kategori baik, kemudian 2 atau 10 % aspek pada kategori sedang selanjutnya pada kategori kurang sebesar 0 atau 0 % aspek. Sehingga hasil pengamatan aktivitas guru dalam penerapan pendekatan CTL telah berpengaruh pada kemampuan siswa dalam menyusun kalimat dengan tepat B. Evaluasi Kemampuan siswa Menyusun Kalimat Melalui pendekatan CTL Siklus II Tabel 2. Kemampuan siswa Menyusun Kalimat Melalui pendekatan CTL Siklus II ASPEK YANG DIAMATI
NO
NAMA SISWA
1
Salsya Pigriande I
2
Riskawati Abu
MEMILIH
EJAAN &
STRUKTUR
KATA
TANDA BACA
KALIMAT
M
KM
TM
M
KM
TM
M
KM
TM
3
2
1
3
2
1
3
2
1
√
S
N
K
√
√
9
100
M
√
√
8
89
M
√
√
√
9
100
M
√
9
100
M
8
89
M
√
Bakar 3
Sintiawati Hunowo
4
Jauna Sarles
√
√
5
Gafir Aingahu
√
√
6
Sindi Sri Arianti
7
Rahmat
√
√
√
√
8
89
M
√
√
√
9
100
M
√
√
√
9
100
M
√
√
√
9
100
M
Pulukadang 8
Catra Krisnansi Maadjili
9
Sabrianto Mooduto
√
10
Albin A.Una
11
Ibrahim Gusu
12
Iskandar Mahmud
√
13
Jamal Neu
√
14
Febriana Tasya
√ √
√
8
89
M
6
67
TM
√
8
89
M
√
9
100
M
6
67
TM
8
89
M
6
67
TM
√
√
√ √ √
√
√
Martam 15
Revalina Adam
√
16
Rian Rajamsi
√
√
√ √
√
JUMLAH
12
4
-
11
4
1
13
2
1
PERSENTASE
75
25
-
69
25
6
81
13
6
Sumber : SDN 07 Mananggu 2013 Keterangan : M
= Mampu
( 13 siswa atau 81%)
KM
= Kurang Mampu
( 0 siswa atau 0%)
TM
= Tidak Mampu
( 3 siswa atau 19%)
Pada tabel 4 dapat dijelaskan bahwa pada aspek memilih kata dengan tepat terdapat 12 atau 75 % siswa berada pada kategori mampu, 4 atau 25% pada kategori kurang mampu, 0 atau 0% berada pada kategori tidak mampu. Untuk aspek kelancaran sebanyak 11 atau 69% berada pada kategori mampu, 4 atau 25% berada pada kategori kurang mampu, 1 atau 6% berada pada kategori tidak mampu. Sedangkan aspek struktur kalimat sebanyak 13 atau 81% berada pada kategori mampu, 2 atau 13% berada pada kategori kurang mampu dan 1 atau 6 % berada pada ketegori tidak mampu. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada pelaksanaan siklus II adalah sebesar 13 siswa atau 81 % berada pada kategori mampu, 0 % berada pada kategori tidak mampu dan 3 siswa atau 19 % berada pada kategori tidak mampu. 3.2. Pembahasan Tabel 6. Rekapitulasi Keterampilan Siswa Menyusun Kalimat Dengan Tepat Melalui Pendekatan CTL Setiap Tindakan NO
NAMA SISWA
TINDAKAN SIKLUS I
SIKLUS II
JML
KTGRI
A
B
C
A
B
C
1
Salsya Pigriande I
3
3
3
3
3
3
18
M
2
Riskawati Abu Bakar
2
2
3
2
3
3
15
M
3
Sintiawati Hunowo
3
2
3
3
3
3
17
M
4
Jauna Sarles
3
2
3
3
3
3
17
M
5
Gafir Aingahu
3
3
1
3
3
2
15
M
6
Sindi Sri Arianti
1
3
2
2
3
3
14
M
7
Rahmat Pulukadang
3
3
3
3
3
3
18
M
8
Catra Krisnansi Maadjili
1
3
3
3
3
3
16
M
9
Sabrianto Mooduto
1
3
2
3
3
3
15
M
10
Albin A.Una
2
2
2
3
2
3
14
M
11
Ibrahim Gusu
2
2
2
2
2
2
12
TM
12
Iskandar Mahmud
3
2
2
3
2
3
15
M
13
Jamal Neu
3
3
2
3
3
3
17
M
14
Febriana Tasya Martam
2
3
1
2
3
1
12
TM
15
Revalina Adam
2
1
2
3
2
3
13
TM
16
Rian Rajamsi
2
1
2
3
1
2
11
TM
Jumlah
36
38
36
44
42
43
12
Persen %
75
79
75
92
88
90
75
Sumber : Rekapitulasi hasil menyusun kalimat. 2013 Keterangan : A
: MEMILIH KATA
B
: EJAAN DAN TANDA BACA
C
: STRUKTUR KALIMAT
M
: MAMPU
TM
: TIDAK MAMPU
Berdasarkan tabel 6 dapat dijelaskan bahwa dari 16 siswa yang menjadi subjek penelitian pada siklus I terdapat 7 siswa yang memperoleh skor 3 (mampu), 6 siswa memperoleh skor 2 (kurang mampu) dan 3 siswa memperoleh skor 1 (tidak mampu) untuk aspek memilih kata. Jumlah skor keseluruhan adalah 36 atau 75%. Untuk aspek ejaan dan tanda baca sebanyak 8 siswa yang memperoleh skor 3 (mampu), 6 siswa memperoleh skor 2 (kurang mampu) dan 2 siswa yang memperoleh skor 1 (tidak mampu) dengan skor keseluruhan adalah 38 atau 79%. Kemudian untuk aspek struktur kalimat .sebanyak 6 siswa yang memperoleh skor 3 (mampu), 8 siswa yang berada pada kategori kurang mampu dengan skor 2 dan 2 siswa yang memperoleh skor 1 (tidak mampu). Skor secara keseluruhan adalah 36 atau 75 %. pada siklus II terdapat 12 siswa yang memperoleh skor 3 (mampu), 4 siswa memperoleh skor 2 (kurang mampu) dan 0 siswa memperoleh skor 1 (tidak mampu) untuk aspek memilih kata. Jumlah skor keseluruhan adalah 44 atau 92%. Untuk aspek ejaan dan tanda baca sebanyak 11 siswa yang memperoleh skor 3, 4 siswa memperoleh skor 2 (kurang mampu) dan 1 siswa yang memperoleh skor 1 (tidak mampu) dengan skor keseluruhan adalah 42 atau 88%. Kemudian untuk aspek struktur kalimat sebanyak 12 siswa yang memperoleh skor 3 (mampu), 3 siswa yang berada
pada kategori kurang mampu dengan skor 2 dan 1 siswa yang memperoleh skor 1 (tidak mampu). Skor secara keseluruhan adalah 36 atau 75 %. Dari tabel yang disajikan untuk dua kali tindakan nampak peningkatan kemampuan setiap kali tindakan yaitu untuk aspek memilih kata pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 17 %. Untuk aspek kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca pada siklus I sebesar 79% meningkat menjadi 88 % dengan selisih 9%. Untuk aspek kemampuan dalam menentukan struktur kalimat pada siklus I sebesar 75% meningkat menjadi 90% dengan selisih 15%. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa setiap kali tindakan dilakukan selalu mengalami peningkatan yang signifikan terbukti pada siklus II indikator kinerja yang ditetapkan yaitu jika sebelumnya jumlah siswa yang mampu menyusun kalimat hanya sebanyak 3 siswa (19%) meningkat menjadi 12 siswa (75 %) dari jumlah 16 siswa. Sedangkan 4 atau (25%) siswa merupakan jumlah siswa yang belum mampu dan akan diperbaiki melalui proses remedial. Hasil tersebut memberikan gambaran perbedaan ketika guru kelas menggunakan proses pembelajaran yang konvensional tanpa memahami bagaimana kondisi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan pemilihan dan penerapan pendekatan CTL secara tepat dengan langkahlangkah yang sesuai disetiap tindakan memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Oleh karenanya peneliti telah yakin bahwa dengan menggunakan pendekatan CTL kemampuan siswa kelas III SDN 07 Mananggu dalam menyusun kalimat dengan tepat dapat meningkat. BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1.
Simpulan
Bahwa dari tiga kali tindakan yang dilaksanakan terjadi peningkatan disetiap tindakan. Dan diawali dengan observasi awal sebagai dasar pelaksanaan tindakan pada siklus I terjadi peningkatan menjadi 10% dan pada siklus II terjadi peningkatan aspek yang diamati menjadi 80%. dua kali tindakan nampak peningkatan kemampuan setiap kali tindakan yaitu untuk aspek memilih kata pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 17 %. Untuk aspek kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca pada siklus I sebesar 79% meningkat menjadi 88 % dengan selisih 9%. Untuk aspek kemampuan dalam menentukan struktur kalimat pada siklus I sebesar 75% meningkat menjadi 90% dengan selisih 15%. Dengan demikian melalui penggunaan pendekatan CTL kemampuan siswa kelas III SDN 07 Mananggu dalam menyusun kalimat dengan tepat dapat meningkat. 4.2. Saran Dalam kesempatan ini peneliti sekaligus sebagai penulis akan memberikan saran yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam menjalankan tugas sebagai seorang pendidik yaitu :
1. Pendekatan CTL
merupakan suatu pendekatan yang sangat baik digunakan dalam proses
spembelajaran khususnya untuk kelas rendah. Oleh karena itu diharapkan kepada guru dapat menguasai pendekatan CTL dengan baik. 2. Cara memilih media pembelajaran kongkrit sangat berpengaruh berhasilnya proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan CTL. Oleh karena itu diharapkan kepada guru untuk dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan karakterisitik siswa kelas rendah yakni yang sifatnya kongkrit. 3. Penggunaan pendekatan CTL dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun kalimat dengan tepat telah melalui proses penelitian yang valid oleh karena itu diharapkan kiranya penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menjalankan tugas sebagai guru.
DAFTAR RUJUKAN Bern,R.G. and Erickson, P.M. (2001) Contextual Teaching and Learning the Higlight Zone. (online). Tersedia http/www.nccte.org/publications/ index.asp. (20 maret 2013) Johnson. 2012. Pesan-pesan guru/dosen dari lapangan. www.pojok guru/informasi.guru dari lapangan Komalasari, Kokom.2012. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung Mawarni Rifka. 2012. Kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Permata. Jakarta Qonita Alya.2009. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar. Indahjaya. Jakarta Widyaningsih Nina. 2012. Konsep kalimat dalam Bahasa Indonesia. SIC. Bandung Zainal. 2012. Kemampuan Berbahasa Lisan Dan Tulisan. Rosda. Surabaya Zainal Aqib. 2012. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya. Insan Cendekia