ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Meningkatkan Hasil Belajar Pai Materi Shalat Berjamaah Melalui Metode Demonstrasi Junaidah, A. Azis
SMP Negeri 3 Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Abstrak : Pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya pada semester ganjil tahun ajaran 2008/2009 belum menunjukkan hasil yang memuaskan.Nilai ketuntasan belajar minimal yang harus dicapai siswa adalah 70, namun demikian hanya 38 % siswa yang mampu mencapai nilai KKM 70. Dengan kata lain 62 % siswa , nilai akhir belajar berada di bawah KKM. Oleh karena itu dalam menerapkan kurikulum, guru Pendidikan Agama Islam harus mampu menggunakan pendekatan, metode yang variatif dan sesuai dengan materi pembelajaran yang diberikan. Adapun salah satu model pembelajaran yang diduga mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI adalah pendekatan kooperatif metode STAD (Students Team Achievement Divisions). Penelitian ini bertujuan Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mempelajari materi perilaku tercela melalui penerapan pendekatan kooperatif tipe STAD pada siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar.Jenis penelitian ini adalah PTK yang terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari 2 x pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar yang berjumlah 19 orang yang terdiri dari 7 orang laki-laki dan 12. Adapun instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, dan diskusi.Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran selama siklus I mencapai nilai rata-rata 66,2, Aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus I berada pada kategori cukup dengan skor 55 atau 78,5 %. Sedangkan skor idealnya adalah 70. Hal ini terjadi karena lebih banyak berdiri di depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana melakukan pembelajaran secara kooperatif. Hasil belajar terhadap materi pembelajaran dari skor ideal 100, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 63 atau 63,1%. Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus II mencapai nilai rata-rata 74,3, Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM pada siklus kedua tergolong sedang. Hal ini berarti mengalami perbaikan dari siklus pertama. Dari skor ideal 70 nilai yang diperoleh adalah 68 atau 97,1%. Hasil belajar siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus kedua juga tergolong sedang, yakni dari nilai skor ideal 100 nilai rata-rata skor perolehan adalah 71 atau 71%.Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Penerapan pendekatan kooperatif tipe STAD merupakan salah satu strategi elaborasi dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi perilaku tercela pada siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar. Kata Kunci: ???
Pendahuluan
Pendidikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian perlu mendapatkan perhatian yang besar dari seluruh elemen yang terlibat dalam pembangunan pendidikan baik pemerintah, pengelola maupun masyarakat. ”Melalui penciptaan SDM unggul dan berkualitas, pendidikan diyakini akan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan dan pembangunan, baik pembangunan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang”(Murniati, 2008:21). Dalam rangka melahirkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul tersebut, maka sekolah menjadi suatu organisasi pendidikan yang sangat penting, karena proses pendidikan dan pembelajaran dilaksanakan secara formal di sekolah. Sekolah harus memiliki guru-guru profesional yang mampu melakukan pengelolaan pembelajaran yang tepat akan sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
1
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Pengelolaan pembelajaran diawali dengan proses penyusunan rencana. Perencanaan pembelajaran merupakan persiapan yang berisikan hal-hal yang perlu atau harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Unsur utama dalam perencanaan pembelajaran disusun dalam dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berkarakter yang terdiri dari program tahunan, program semester, minggu efektif, alokasi waktu, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Proses pembelajaran pendidikan agama, harus dilakukan sesuai dengan ketetapan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama di sekolah. Dalam bab IV pasal 8 ditetapkan bahwa:(1)Proses pembelajaran pendidikan agama dilakukan dengan mengedepankan keteladanan dan pembiasaan akhlak mulia serta pengamalan ajaran agama (2) Proses pembelajaran pendidikan agama dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media belajar yang dapat mendorong pencapaian tujuan pendidikan agama (3) Proses pembelajaran pendidikan agama dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler (Permenag Nomor 16 tahun 2010 Bab IV pasal 8). Pelaksanaan pembelajaran agama yang dilakukan di sekolah, harus mampu merangsang peserta didik menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan teguh dalam menjalankan ajaran agama, dengan tujuan membentuk anak didik yang berkepribadian utuh. Dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan oleh guru agama di sekolah dapat mengarahkan peserta didik kepada kecerdasan intektual, memiliki sikap yang baik serta keahlian yang dapat diandalkan. Setiap guru agama harus memiliki kemampuan yang lebih dalam mendidik, sebagaimana pendapat berikut Guru agama harus memiliki kemampuan yang lebih dalam mendidik dimana (a) setiap guru Agama harus selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, (b) berusaha mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan peserta didik sebagai arsitek pembangunan gagasan dan guru berfungsi untuk melayani, (c) bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif, (d) berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan peran peserta didik, guru berperan dan bergaya mengajar, (e) berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada kepentingan peserta didik dan (f) bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar (Muhaimin 2005). Berdasarkan kutipan di atas, maka guru Pendidikan Agama Islam harus menyadari bahwa, kadangkala siswa dihadapkan dengan sejumlah persoalan untuk memahami dengan baik materi-materi pelajaran Agama, diantaranya timbulnya rasa bosan dan kurangnya motivasi belajar agama yang disebabkan ketidakmampuan guru mengelola pembelajaran dengan baik. Hal ini sesuai dengan realitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya pada semester ganjil tahun ajaran 2008/2009. Seharusnya nilai ketuntasan belajar yang dicapai siswa adalah 70, namun demikian hanya 38 % siswa yang mampu mencapai nilai KKM 70. Dengan kata lain 62 % siswa , nilai akhir belajar berada di bawah KKM. Oleh karena itu, dalam menerapkan kurikulum, guru Pendidikan Agama Islam harus mampu menggunakan pendekatan, metode yang variatif dan sesuai dengan materi pembelajaran yang diberikan. Adapun salah satu model pembelajaran yang diduga mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI adalah pendekatan kooperatif metode STAD (Students Team Achievement Divisions), dengan model ini, pembelajaran yang dilaksanakan diharapkan secara sadar dapat mengembangkan interaksi dan sikap saling asuh antar peserta didik untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Berdasarkan silabus kurikulum Pendidikan Agama Islam kelas VIII, salah satu materi yang dibahas pada semester ganjil adalah perilaku tercela. Menyikapi persoalan di atas, maka dalam Rencana Pelakasanaan Pembelajaran amteri tersebut, guru PAI dapat menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan tujuan memberikan peluang bagi siswa untuk menghayati nilai-nilai pendidikan yang dapat diperoleh setelah mempelajari sifat aniah, ghadhab, ghibah dan namimah. Dengan kata lain, guru PAI dapat menerapkan model kooperatif tipe STAD untuk menarik perhatian siswa.
2
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Hal ini penting untuk diperhatikan oleh guru PAI, karena selama ini aktivitas pembelajaran akhlak di sekolah terkesan belum memberikan kontribusi maksimal bagi perbaikan perilaku siswa terutama dalam aktivitas belajar. Setidaknya ada tiga alasan yang menunjukkan kebenaran asumsi ini, yaitu pertama, siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain, jika melihat hal-hal yang melanggar prinsip akhlak/ perilaku di lingkungannya. Kedua, siswa kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri, sehubungan dengan perbaikan perilaku sehari-hari dan ketiga, siswa belum terbiasa bersaing untuk menyampaikan pendapat dengan teman lainnya. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan dapat meningkatnya perhatian, motivasi dan minat siswa sehingga Pendidikan Agama Islam akan lebih bermakna dan berarti dalam kehidupan siswa. Dikatakan demikian, karena dalam pembelajarn kooperatif tipe STAD, adanya keterlibatan siswa dalam membuat dan menyusun perencanaan proses belajar mengajar, adanya keterlibatan intelektual dan emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, serta siswa secara kreatif mendengarkan dan memperhatikan apa yang disajikan guru. Untuk memberikan solusi terhadap persoalan di atas, penulis telah melakukan pengumpulan data dan menyusun laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul ”Meningkatkan Hasil Belajar PAI Materi Perilaku Tercela Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Ingin Jaya Aceh Besar”.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1. Apakah penggunaan model kooperatif tipe STAD pada materi perilaku tercela dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya? 2. Apakah penggunaan model kooperatif tipe STAD pada materi perilaku tercela dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya?
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan hasil belajar PAI bagi siswa, guru PAI dan Kepala sekolah.
a. Untuk siswa
1) Meningkatkan perhatian, minat dan motivasi belajar karena memperoleh pengalaman baru dalam pembelajaran PAI. 2) Siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah karena siswa didorong aktif secara fisik, mental dan emosi dalam pembelajaran PAI 3) Siswa lebih menghayati materi yang diberikan sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan seharihari b. Untuk Guru 1) Dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang meningkatkan relasi interaktif antara guru dengan siswa. 2) Dapat melakukan tindak lanjut pembelajaran individual jika guru menemukan siswa yang bermasalah 3) Meningkatkan kemampuan guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi diri siswa sehingga, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna, menyenangkan dan mempunyai daya tarik. 4) Memberi kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan dan materi, karakteristik siswa dan kondisi pembelajaran. c. Untuk kepala sekolah 3
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
1) Sebagai masukan dalam melakukan supervisi akademik pembelajaran PAI 2) Sebagai pertimbangan dalam menilai kinerja guru PAI d. Untuk ilmu pengetahuan Sebagai referensi di perpustakaan sekolah dan sumber rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan PTK yang dilakukan pada siswa kelas VIII-1 SMP Negeri I Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar yang berjumlah 19 orang yang terdiri dari 7 orang laki-laki dan 12. Adapun Objek penelitian adalah dokumen pembelajaran, dokumen nilai dan rekaman kegiatan pembelajaran yang didokumentasikan dalam bentuk foto-foto penelitian. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, wawancara dan diskusi. 1. Tes, digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa dalam bentuk soal-soal essay sebanyak 3 soal. 2. Observasi, digunakan untuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa dalam PBM dan implementasi pembelajaran tipe STAD. 3. Diskusi antara guru, teman sejawat atau kolaborator, untuk refleksi hasil siklus PTK.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam 2 (dua)) siklus sebagaimana berikut ini:
1. Siklus I (Pertemuan Pertama dan pertemuan kedua) Siklus I terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi serta replanning seperti berikut ini. a. Perencanaan (Planning) 1. Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Membuat rencana pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK. 4. Menyusun alat evaluasi pembelajaran. b. Pelaksanaan (Acting) Pertemuan I 1. Guru membagikan materi ke dalam 5 subtopik pembahasan. Tiap kelompok berkewajiban untuk membuat ringkasan dan membacakan kembali 2. Guru memberikan penjelasan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari tentang ananiah dan ghadhab 3. Siswa mendiskusikan materi bersama kelompoknya masing-masing 4. Sebagian anggota kelompok terlihat canggung karena belum terbiasa dengan kegiatan belajar kelompok 5. Sebagian anggota kelompok belum memahami langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD secara utuh dan menyeluruh. 4
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
6. Guru dengan intensif memberi pengertian kepada siswa kondisi dalam berkelompok, kerja sama kelompok, keikutsertaan siswa dalam kelompok. 7. Guru membantu kelompok yang belum memahami langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD. 8. Guru menjelaskan tentang target nilai yang harus dicapai yang terdiri dari nilai kelompok dan nilai individu 9. Guru memberitahukan bahwa pada pertemuan kedua dan keempat akan dilakukan ujian 10. Siswa menyusun materi dalam bentuk ringkasan 11. Guru memantau kegiatan siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan 12. Setiap kelompok membacakan ringkasan materi yang telah dibuat 13. Guru memberikan penguatan dan pendalaman materi Pertemuan II 1. Siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar kelompok model kooperatif tipe STAD. 2. Guru memberikan penjelasan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari tentang perilaku hasad 3. Siswa mendiskusikan materi bersama kelompoknya masing-masing 4. Siswa menyusun materi dalam bentuk ringkasan 5. Guru memantau kegiatan siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan 6. Guru memberikan apresiasi positif bagi kelompok yang mampu bekerjasama dengan baik 7. Setiap kelompok membacakan ringkasan materi yang telah dibuat 8. Guru mengajukan beberapa pertanyaan dan memberikan penguatan 9. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya 10. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain 11. Guru membantu dengan menambahkan jawaban yang tepat 12. Siswa mampu menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki langkah-langkah tertentu. c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation) 1) Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran selama siklus I mencapai nilai rata-rata 66, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Persentase nilai Aktivitas kelompok dalam PBM Siklus 1 Kelompok I II III IV V Rata-rata
Skor Perolehan 60 70 80 70 50 66
Skor Ideal 80 80 80 80 80
Secara lebih jelas dapat dilihat pada chart berikut ini:
5
(%) 75 87 100 87 62,5
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Tabel 4.1 Nilai aktivitas belajar kelompok pada siklus I 100
Kelompok I
80
Kelompok II
60
Kelompok III
40
Kelompok IV
20
Kelompok V
0
2) Aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus Iberada pada kategori cukupdengan skor55 atau 78,5%. Sedangkan skor idealnya adalah 70. Hal ini terjadi karena lebih banyak berdiri di depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana melakukan pembelajaran secara kooperatif. 3) Hasil evaluasi siklus 1. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dari skor ideal 100, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 63 atau 63,1%. Hasil Belajar Siswa dalam PBM Siklus I
13
15 10
6
Tuntas Tidak Tuntas
5 0
b. Refleksi dan Perencanaan Ulang
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus I adalah sebagai berikut: 1) Guru belumoptimal membimbing kelompok. Hal ini diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam PBM hanya mencapai 78,5%. 2) Sebagian siwa belum terbiasa dengan kondisi belajar menggunakan kooperatif tipe STAD. Namun mereka senang dan antusias dalam belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa dalam PBM yang mencapai66. 3) Hasil evaluasi pada siklus pertama mencapai rata-rata 63,1. 4) Masih ada kelompok yang belum bisa menyelesaikan tugas dengan waktu yang ditentukan. Hal ini karena ada anggota kelompok yang kurang mampu bekerjasama. 5) Masih ada kelompok yang kurang mampu dalam mempresentasikan kegiatan.
2. Siklus II (Pertemuan ketiga dan pertemuan keempat)
Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta replanning. a. Perencanaan (Planning) Planning siklus kedua berdasarkan replanning siklus pertama, yaitu: 6
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
1. 2. 3. 4.
Memberikan motivasi kepada anggota kelompok agar lebih aktif lagi dalam pembelajaran. Guru lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan. Guru memberi pengakuan atau penghargaan terhadap kelompok dan siswa. Guru menjelaskan kembali dan memberikan penekanan terhadap aspek-aspek penilaian yang dilakukan. 5. Membuat perangkat pembelajaran tipe STAD yang lebih mudah dipahami oleh siswa
b. Pelaksanaan (Acting) Pertemuan III 1. Suasana pembelajaran sudah mengarah kepada pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tugas yang diberikan guru kepada kelompok mampu dikerjakan dengan baik 2. Guru memberikan penjelasan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari tentang perilaku tercela ghibah dan namimah 3. Siswa mendiskusikan materi bersama kelompoknya masing-masing 4. Siswa menyusun materi dalam bentuk ringkasan 5. Guru memantau kegiatan siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan 6. Guru memberikan apresiasi positif bagi kelompok yang mampu bekerjasama dengan baik, kelompok yang kreatif dan serius 7. Setiap kelompok membacakan ringkasan materi yang telah dibuat 8. Guru mengajukan beberapa pertanyaan dan memberikan penguatan 9. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya 10. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain 11. Sebagian besar siswa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi pertanyaan dari kelompok lain. 12. Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta Pertemuan IV 1) Sebagian besar siswa sudah terbiasa dengan model kooperatif STAD 2) Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran semakin baik 3) Siswa mendiskusikan materi bersama kelompoknya masing-masing 4) Siswa menyusun materi dalam bentuk ringkasan yang lebih lengkap 5) Guru memantau kegiatan siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan 6) Guru memberikan apresiasi positif bagi kelompok yang mampu bekerjasama dengan baik, kelompok yang kreatif dan serius 7) Setiap kelompok membacakan ringkasan materi yang telah dibuat 8) Guru mengajukan beberapa pertanyaan dan memberikan penguatan 9) Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya 10) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain 11) Siswa lebih termotivasi untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari guru 12) Suasana pembelajaran lebih aktif, kreatif dan bermakna. c. Observasi dan Evaluasi 1. Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus II mencapai nilai rata-rata 75, dapat dilihat pada tabel berikut:
7
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Tabel 4. 2 Nilai aktivitas Siswa dalam PBM Siklus II Kelompok I II III IV V Rata-rata
Skor Perolehan 70 75 80 80 70
Skor Ideal 80 80 80 80 80 75
(%) 87 93 100 100 87
Secara lebih jelas dapat dilihat pada chart berikut ini:
15
8080
10
75 70
70 Kelompok V Kelompok IV Kelompok III Kelompok II Kelompok I
5
13 Tuntas 6
Tidak Tuntas
0
2. Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM pada siklus kedua tergolong sedang. Hal ini berarti mengalami perbaikan dari siklus pertama. Dari skor ideal 70 nilai yang diperoleh adalah 68 atau 97,1%. 3. Hasil belajar siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus kedua juga tergolong sedang, yakni dari nilai skor ideal 100 nilai rata-rata skor perolehan adalah 71 atau 71%. d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (reflection and replanning) Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran PBM sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif. Siswa mampu membangun kerja sama dalam kelompok untuk memahami tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari data hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 66% pada siklus I menjadi 75% pada siklus II. 2. Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru secara intensif membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan dalam PBM. Ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari 78,5% pada siklus pertama menjadi 97,1% pada siklus kedua. 3. Meningkatnyaaktivitas siswa dalam evaluasi terhadap kemampuan siswa mengawasi materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi 63,1% pada siklus pertama meningkat menjadi 71,0 % pada siklus kedua. 4. Ketuntasan belajar meningkat pada siklus I terdapat 13 orang siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II hanya 6 orang siswa saja yang tidak tuntas.
8
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan pembahasan materi pada siklus I, terlihat para siswa mulai antusias dalam mengajukan pertanyaan dan memberikan argumentasi. Demikian juga pada siklus II, siswa terlihat lebih berani dan lancar dalam memberikan argumentasi, lebih aktif dan lebih memahami teknik-teknik pembel;ajaran model kooperatif STAD. Pada akhir tiap siklus guru melakukan postest untuk mengetahui sejauhmana pencapaian hasil belajar siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran PBM dapat dilihat dari data hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 66% pada siklus I menjadi 75 % pada siklus II.Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru secara intensif membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan dalam PBM. Ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari 78,5% pada siklus I menjadi 97,1% pada siklus II.Meningkatnyaaktivitas siswa dalam hasil belajardapat dilihat dari Perolehan nilai63,1% pada siklus I meningkat menjadi 71,0 % pada siklus II. Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD ini terlihat hubungan siswa dengan guru sangat signifikan, karena guru dianggap sosok yang menakutkan tetapi sebagai fasilitator dan mitra untuk berbagi pengalaman sesuai dengan konsep creative learning yaitu melalui discovery dan invention serta creativing and diversity sangat menonjol dalam pembelajaran ini. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD guru hanya mengarahkan strategi yang efektif dan efisien yaitu belajar bagaimana cara belajar (learning now to learn). Dalam hal ini guru memberi arah/petunjuk untuk membantu siswa jika menemukan kesulitan dalam mempelajari dan menyelesaikan masalah. Melalui pembelajaran kooperatif ini siswa dapat mengeksplorasi dan mengkaji setiap persoalan, seputar perilaku tercela meliputi pengertian dan dan sikap yang harus dijauhi dari perilaku tercela, sifat Ananiah,Ghadab,Hasad, Ghibah dan Namimah Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, melalui diskusi kelompok guru dapat mengamati karakteristik atau gaya belajar masing-masing siswa. Ada kelompok siswa yang suka membaca daripada dibacakan kasusnya oleh orang lain. Siswa yang lebih suka membaca kasus dalam hal ini tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas visual. Sedangkan siswa yang lebih suka berdialog, saling mengajukan argumentasi dengan cara mendengarkan siswa yang lain sewaktu menyampaikan pendapatnya tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas auditorial. Dan siswa yang dengan lugas, lincah dan fleksibel, selain melihat, mendengar uraian dari siswa yang lain, dia juga mengakomodir semua permasalahan, maupun membuktikan teori ke dalam praktik, maupun memecahkan masalah secara rasional, tergolong kepada kelompok belajar yang memiliki potensi atau modalitas kinestik. Berdasarkan hasil penelitian tidakan kelas di atas prosentasi ketercapaian pada siklus pertama dan kedua mengalami peningkatan yang signifikasi.Maka dapat disimpulkan bahwa temuan pada penelitian menjawab hipotesis yang dirumuskan pada Bab II yaitu penerapan pendekatan kooperatif tipe STAD merupakan salah satu strategi elaborasi yang dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi perilaku tercela pada siswa SMP Negeri VII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan kooperatif tipe STAD merupakan salah satu strategi elaborasi dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi perilaku tercela pada siswa kelas VIII-2 SMP Negeri I Ingin Jaya Aceh Besar. 2. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 66 % pada siklus I menjadi 75 % pada siklus II. 3. Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari 78,5% pada siklus I menjadi 97,1% pada siklus II.
9
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
4. Hasil belajar siswa materi perilaku tercela meningkat dari 63,1 % pada siklus I meningkat menjadi 71,0 % pada siklus II. 5. Ketuntasan belajar meningkat, pada siklus I terdapat 13 orang siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II hanya 6 orang siswa saja yang tidak tuntas.
Saran
Telah terbuktinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam materi perilaku tercela, maka kami sarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan PBM guru diharapkan menjadikan pembelajaran tipe STAD sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran Akhlak untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 2. Karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dalam pelajaran PAI maupun pelajaran lainnya
Daftar Pustaka
Ahmadi dan Prasetya. 2003. Metode Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Darajat , Zakiah,dkk. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Harjanto. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta Hasibuan. Malayu,S.P. (2006). Organisasi dan Motivasi.Jakarta: Bumi Aksara. Sardiman AM. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Sudjana, 1 Nana. 2003. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Bandung; Sinar Baru Algensindo Zuhairini, Abdul Ghofir. 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Malang:UM Pres Nur Uhbiyati.1998. Ilmu Pendidikan Islam 1.Bandung: Pustaka Setia Suryosubroto, 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta. Muhibbinsyah (2006). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. edisi revisi. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
10
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Pengelolaan Pembiayaan Sekolah di SD Negeri 4 Kota Banda Aceh Susilawaty
Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Abstrak : Penerapan Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu usaha untuk mengangkat mutu pendidikan secara efektif dan produktif. Pengelolaan pembiayaan yang baik sebagai salah satu implementasi MBS dapat memperlancar proses belajar mengajar. Penelitian inibertujuan untuk mengungkapkan dan menganalisa pengelolaan pembiayaan pada SD Negeri 4 kota Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil, komite dan guru SD Negeri 4 Banda Aceh.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perencanaan pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh disusun berdasarkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional tahunan. Rencana pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh meliputi penganggaran untuk kegiatan pengembangan kompetensi lulusan, pengembangan kurikulum, pengembangan proses pembelajaran, pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, pengembangan sarana dan prasarana sekolah, pengembangan dan implementasi manajemen sekolah, pengembangan dan penggalian sumber dana pendidikan, dan pengembangan dan impelentasi sistema penilaian. Penyusunan perencanaan pembiayaan tersebut didasarkan atas susunan prioritas yang sangat mendesak dan lebih diutamakan dalam setiap tahun anggarannya. Pelaksanaan atau pemanfaatan anggaran diawali dengan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa dana dibelanjakan sesuai rencana, dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan. Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana baik pemerintah kota, provinsi, pusat maupun orang tua/wali dan masyarakat. Kata Kunci : ???
Pendahuluan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan. Karena itu, upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan terus dilaksanakan Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Negara ini masih memprihatinkan dan khusus daerah provinsi Aceh di perparah lagi oleh konflik yang berkepanjangan serta bencana alam gempa dan tsunami yang berdampak langsung pada dunia pendidikan Dari berbagai analisis, Dirjen Pendidikan Dasar Menengah (2006:5) menyebutkan sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata; (1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function. Artinya terlalu menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan, (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara biokratik-sentralistik, sehingga 11
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.(3) Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama ini lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilasi). Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga Sekolah dan Stakeholder. Konsep ini dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang mulai diperkenalkan sejak tahun 2001 lalu. Penerapan Manajemen berbasis sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model implementasi kebijakan desentralisi pendidikan. Mulyasa (2007:46) mengatakan bahwa: ”Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Scholl Basic Management merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif”. Hal ini disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimumnya ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasinya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah. Sejak MBS dicanangkan, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kota Banda Aceh, khususnya Sekolah Dasar telah mencoba menerapkan dalam pengelolaan sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi pengurus komite sekolah. Keadaan ini sangat menggembirakan karena melalui penerapan MBS diharapkan akan mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dengan muaranya pada upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Meskipun penerapan MBS pada pengolaan sekolah sudah berjalan lebih kurang 10 (sepuluh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai hambatan, sehingga pelaksanaan MBS belum mencapai keberhasilan yang diharapkan. Menurut Satori (2006:14) ada 16 (enam belas) macam indikator keberhasilan implementasi MBS di sekolah yaitu; (1) Efektifitas proses pembelajaran, (2) Kepemimpinan sekolah yang kuat, (3) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (4) Sekolah memenuhi budaya mutu, (5) Sekolah memiliki “Team Work” yang kompak, cerdas dan dinamis, (6) Sekolah memiliki kemandirian, (7) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat, (8) Sekolah transparansi, (9) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah, (10) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan, (11) Sekolah responsif dan antisipasif terhadap kebutuhan, (12) Sekolah akuntabilitas, (13) Sekolah memiliki sustainabilitas, (14) Output adalah prestasi sekolah, (15) Penekanan angka drop out, (16) Keputusan staf Salah satu indikator yang berasal dari konsep-konsep di atas adalah biaya pendidikan.Biaya pendidikan termasuk dalam garapan MBS bidang keuangan atau pembiayaan.(Enam bidang garapan MBS adalah bidang kurikulum dan pengajaran, bidang kesiswaan, bidang, tenaga kependidikan, bidang keuangan, bidang sarana dan prasarana, serta bidang hubungan sekolah dengan masyarakat).Pendidikan dalam operasionalnya tidak dapat dilepaskan dari masalah biaya atau moneter. Biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan tidak akan tampak hasilnya secara nyata dalam waktu relatif singkat. Oleh karena itu, pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun orang tua (keluarga) untuk menghasilkan pendidikan atau membeli pendidikan bagi anaknya harus dipandang sebagai investasi. Biaya di bidang pendidikan menjadi investasi pada periode tertentu, di masa yang akan datang harus dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat, baik dalam bentuk finansial maupun nonfinansial. Dalam bentuk finansial, uang yang diperoleh sebagai balas jasa atas produktifitas tenaga kerja dan dalam bentuk nonfinansial adalah nilai-nilai, meningkatkan kesehatan, keamanan atau ketertiban masyarakat, baik dari aspek individu, sosial maupun ekonomi. Mengacu kepada konsep di atas, masalah biaya pendidikan menjadi sangat strategis untuk dikaji dengan hubungannya dalam pelaksanaan MBS dan permasalahan pendidikan saat ini. Oleh karena itu,
12
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
berdasarkan uraian tersebut penulis merasa untuk mengadakan penelitian: "Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Pengelolaan Pembiayaan Sekolah di SD Negeri 4 Kota Banda Aceh".
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan kualitatif. Penelitian ini telah dilakukan pada SD Negeri 4 Kota Banda Aceh yang dimulai sejak 20 Juni 2010 sampai dengan 30 Mei 2012. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dimulai dari upaya mencari makna yang diawali dengan pengumpulan data, kemudian reduksi data, penyajian data serta verifikasi.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan A.
Hasil Penelitian
1.
Perencanaan Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh Penyusunan angaran, SD Negeri 4 Banda Aceh melakukan penyusunan anggaran setiap awal tahun pelajaran baru. Sementara itu, pengembangan RAPBS dilakukan dengan menempuh langkahlangkah pendekatan dengan prosedur pada tingkat kelompok kerja yang dibentuk sekolah yang terdiri dari para pembantu kepala sekolah melakukan identifikasi kebutuhan-kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan, selanjutnya diklarifikasi dan dilakukan perhitungan sesuai kebutuhan seperti kebutuhan dalam proses pembelajaran, administrasi kelas, administrasi sekolah, ATK, perawatan dan pemeliharaan, pengembangan tutorial guru, renovasi bangunan sekolah, pengadaan meja kursi dan meja serta kegiatan lainnya yang semuanya tersebut termasuk dalam 8 (delapan) program pokok sekolah yaitu: pengembangan kompetensi lulusan, pengembangan kurikulum, pengembangan proses pembelajaran, pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, pengembangan sarana dan prasarana sekolah, pengembangan dan implementasi manajemen sekolah, pengembangan dan penggalian sumber dana pendidikan, dan pengembangan dan impelentasi sistema penilaiain. Dalam pembuatan RAPBS Tahun Pelajaran 2011/2012 SD Negeri 4 Banda Aceh didasarkan pada prinsip efektif, efisiennya dan kesediaan perkiraan dana yang didapatkan. Sementara itu, SD Negeri 4 Banda Aceh dalam masalah transparansi/keterbukaan hanya diketahui oleh pihak sekolah dan instansi terkait saja. RAPBS ditempelkan pada papan pengumuman sekolah sehingga orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang didapat dan untuk apa saja, sehingga siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya termasuk orang tua atau wali siswa untuk menambah kepercayaannya terhadap sekolah. Pembagian wewenang dalam pelaksanaan pembiayaan di subjek penelitian telah diterapkan, akan tetapi, SD Negeri 4 Banda Aceh belum melaksanakan penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi hanya sebatas pengawasan kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan rencana anggaran saja. Menurut kepala sekolah subjek penelitian, tujuan penyusunan anggaran ini selain sebagai pedoman pengumpulan dana dan pengeluarannya, juga sebagai pembatasan dan pertanggungjawaban sekolah terhadap seluruh dana yang diterima. Dengan adanya RAPBS ini, maka sekolah tidak dapat semaunya memungut sumbangan dari orang tua siswa (BP3) karena harus sesuai pengetahuan dan kesepakatan dengan orang tua siwa dan sebaliknya orang tua menjadi puas mengetahui arah dan penggunaan dana yang mereka berikan. Selanjutnya, walaupun terikat oleh dana pemerintah (BOS dan lainnya) Kepala sekolah menyatakan bahwa mereka masih bisa lebih leluasa menyusun RAPBS-nya. RAPBS disusun dengan melalui proses tertentu, yang besar kecilnya didasarkan atas kebutuhan minimum setiap tahun, dan perkiraan pendapatannya berpedoman pada penerimaan tahun yang lalu, tentunya dengan menggunakan MBS. Dari hasil data wawancara yang penulis lakukan, terlihat bahwa kemampuan kepala sekolah dalam manajemen sekolah khususnya manajemen pembiayaan menjadi sangat strategis, kepala sekolah harus 13
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
memiliki visi strategis pembiayaan untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sehingga pemanfaatan baiaya dari berbagai sumber menjadi efisien. . 2. Pelaksanaan Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh Pelaksanaan kegiatan pembiayaan mengacu kepada perencanaan yang telah ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh di dalam pelaksanaan kegiatan harus benar, efektif dan efisien. Pembukuan uang yang masuk dan keluar dilakukan secara cermat dan transparan. Dalam melaksanakan anggaran pendidikannya, hal yang dilakukan sekolah adalah melakukan kegiatan membukukan atau accounting. Pembukuan mencakup dua hal yaitu: pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima atau mengeluarkan uang, serta tindak lanjutnya, yakni menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang. Jenis pengurusan ke dua disebut juga dengan pengurusan bendaharawan. Selanjutnya dalam pelaksanaan pembukuan, bendahara SD Negeri 4 Banda Aceh selalu mencatat dalam Buku Kas Umum dalam kolom berdampingan yang disertai dengan kwitansi pendapatan maupun pengeluaran. Tetapi pelaporan terhadap pendapatan dan pengeluaran harian tidak dilaporkan kepada Kepala Sekolah secara langsung setiap hari. Tetapi laporan pendapatan dan pengeluaran tersebut dilaporkan setiap bulan kepada Kepala Sekolah. Sumber pendapatan pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh diperoleh dari dana Komite (Iuran Orang Tua/SPP, Sumbangan sukarela dan Usaha lainnya), Pemerintah (PEMDA dan BOS) dan bantuan keuangan lainnya yang tidak mengikat. Walaupun esensinya pendanaan pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, namun orang tua dan masyarakat dapat menjadi sumber-sumber yang mungkin bisa memberikan bantuan pembiayaan dalam bentuk kerja sama saling menguntungkan. Sementara itu, alokasi sumber pendapatan SD Negeri 4 Banda Aceh dikeluarkan untuk pengeluaran yang mencakup: a. b. c. d. e.
Honorium untuk sumber belajar. Honorium untuk penata usaha dan pembantu-pembantunya. Biaya perlengkapan dan peralatan. Biaya pemeliharaan prasarana dan sarana. Biaya sewa/kontrak.
Selain itu terdapat usaha-usaha yang bersifat pengabdian terhadap masyarakat yang membutuhkan dana, kegiatan itu antara lain : a. Pemberian keringanan uang kursus bagi warga belajar yang kurang mampu. b. Usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan mengajar tenaga sumber belajar c. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pengabdian bagi kepentingan masyarakat sekitar 3. Evaluasi dan Pertanggungjawaban Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh Berdasarkan hasil wawancara dan Evaluasi merupakan proses pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai. Melalui evaluasi ini juga bisa dilihat apakah proses pengelolaan pembiayaan yang dilakukan sekolah selama ini berhasil atau tidak. Sehingga dapat memperbaiki manajemen pembiayaan bagi sekolah apabila hasilnya kurang baik. Pelaksanaan evaluasi yang dilakukan SD Negeri 4 Banda Aceh selalu dilaksanakan pada akhir tahun ajaran guna mendapatkan informasi tentang hasil dari kegiatan pengalokasian dana, dimana informasi hasil ini kemudian akan dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. Kemudian hasil tersebut di evaluasi secara bersama-sama dengan Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Komite Sekolah Warga Sekolah.
14
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Dalam kegiatan evaluasi tersebut Bendahara SD Negeri 4 Banda Aceh membuat Laporan Pertanggungjawaban dalam bentuk jurnal kas APBS. Kemudian APBS tersebut dibahas oleh semua pihak dan dievaluasi secara bersama-sama untuk memberi masukan tentang pelaksanaannya dan perbaikan kedepannya. Adapun evaluasi pembiayaan tersebut hanya dilakukan oleh pihak sekolah saja, tanpa menghadirkan pihak luar.Pertanggungjawaban dana tergolong baik. Hal ini disebabkan pihak sekolah rutin melakukan pertanggung jawaban penggunaan biaya kepada orang tua siswa dan masyarakat setiap satu tahun sekali. Dapat dilihat bahwa manajemen anggaran/biaya yang dilakukan kepala sekolah tergolong baik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh kepala sekolah ternyata tergantung kepada gaya kepemimpinan kepala sekolah yang bersangkutan, keadaan lingkungan sekolah serta tujuan yang ingin diprioritaskan oleh kepala sekolah tersebut. Untuk melaksanakan transparasi manajemen ada kepala sekolah yang membagi tugas bawahannya menurut jabatan dan fungsinya masing-masing, kepala sekolah lain selalu mengadakan rapat bersama sebelum mengambil keputusan serta adanya pelaporan kegiatan dalam pemakaian dana bagi semua unsur yang terkait. Salah satu aspek dalam Manajemen Berbasis Sekolah adalah mengoptimalkan peran serta masyarakat terutama orangtua siswa yang menjadi pelanggan pendidikan tersebut. Keterlibatan orangtua siswa dalam manajemen sekolah sangat diperlukan guna menuju pendidikan berbasis masyarakat, yaitu pendidikan yang berdasarkan pada kebutuhan masyarakat. Salah satu peran serta orangtua siswa dalam pendidikan adalah mengenai pembiayaan satuan pendidikan. Dinas Pendidikan sendiri sangat mendukung dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ini diterapkan di sekolah-sekolah tempat penulis mengadakan penelitian. Namun, berdasarkan hasil wawancara penulis di sekolah sampel didapati bahwa beberapa hambatan yang paling menonjol yang dirasakan dalam penerapan MBS ini adalah rendahnya partisipasi pembiayaan dari orang tua dan masyarakat, yang diakibatkan karena masyarakat berpendapat bahwa sekolah telah mendapatkan banyak bantuan seperti BOS, BOSDA, Blockgrant, dan lain-lain. Dan hambatan terakhir yang didapatkan dari penelitian ini adalah bagaimana sulitnya meningkatkan kepuasaan warga sekolah (siswa dan orang tua siswa) akibat perbedaan harapan dan cita-cita para siswa dan orang tua siswa dalam proses atau setelah menyelesaikan pendidikan.
B. Pembahasan 1. Perencanaan Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh
Penyusunan anggaran pembiayaan pendidikan selalu berpatokan pada sistem penganggaran, sedangkan penganggaran merupakan proses penyusunan anggaran (budgeting). Budget merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam penganggaran tergambar kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga. Karenanya dalam melaksanakan perlu dilakukan dengan baik dan bermusyawarah. Perencanan pembiayaan di sekolah sebagian besar masuk dalam penyusunan RAPBS yang disusun secara efektif dan efisien. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Fattah (2007:26) bahwa dalam penyusunan anggaran adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efisien, mengalokasikan secara tepat, sesuai dengan skala prioritas. Itulah sebabnya dalam prosedur penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik dan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 48 bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dalam penyusunan anggaran, SD Negeri 4 Banda Aceh terlebih dahulu membuat RAPBS pada awal tahun pembelajaran dengan melibatkan Kepala Sekolah, bendahara dan para guru dalam pembuatan rancangan anggaran pendapatan belanja sekolah Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal ini dilakukan agar ketika proses pembelajaran dimulai, segala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan 15
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan maksimal. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Harjanto (2008:14), bahwa perencanaan adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, dalam proses penyusunan perencanaan pembiayaan sekolah, Sekolah telah sepenuhnya melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam perencanaan pembiayaan sekolah sebagaimana yang diungkapkan oleh Mulyasa (2007:56) bahwa perencanaan pembiayaan sekolah sedikitnya mencakup dua kegiatan, yakni penyusunan anggaran dan pengembangan Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS). SD Negeri 4 Banda Aceh dalam penyusunan anggaran juga menganut prinsip pembagian wewenang, pelaksanaan pembiayaan dilakukan oleh bendahara sekolah. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Fattah (2007:44) bahwa anggaran harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam manajemen organisasi, adanya sistem akuntansi yang memadai, adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi, adanya dukungan dari pelaksana. Merencanakan pada dasarnya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa depan. Kegiatan ini dimaksud untuk mengatur sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai secara efektif dan efisien. Suatu lembaga pendidikan sebagai produsen jasa pendidikan secara teoritis menimbulkan konsep biaya yang sama dengan bidang-bidang aktivitas lainnya. Dana atau biaya pendidikan merupakan faktor yang penting dalam menghasilkan siswa yang berkualitas di suatu lembaga pendidikan (sekolah). Artinya lembaga pendidikan tersebut memerlukan dana yang akan dipergunakan dalam berbagai keperluan, yaitu untuk gaji tenaga kependidikan lainnya, gaji tenaga administrasi, biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana (ruang belajar, ruang laboratorium, perpustakaan, gedung dan fasilitas lainnya) serta biaya penyelenggaraan pendidikan, perluasan dan pengembangannya. Penyusunan aggaran merupakan langkah-langah positif untuk merealisasikan penggunaan pembiayaan. Kegiatan ini melibatkan pimpinan tiap-tiap unit organisasi. Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau kesepakatan antara pucuk pimpinan dengan bawahannya untuk menentukan besarnya alokasi biaya untuk suatu penganggaran. Hasil akhir dari suatu negosiasi merupakan suatu pernyataan tentang pengeluaran dan pendapatan yang diharapkan dari sumber dana. Dalam kaitannya dengan proses penyusunan anggaran ini, Senduk (2006:27) mengungkapkan empat fase kegiatan pokok sebagai berikut: a. Merencanakan anggaran, yaitu kegiatan mengidentifikasi tujuan, menentukan prioritas, menjabarkan tujuan ke dalam penampilan operasional yang dapat diukur, menganalisis alternatif pencapaian tujuan dengan analisis cost-efectiveness, dan membuat rekomendasi alternatif pendekatan untuk mencapai sasaran. b. Mempersiapkan anggaran, yaitu menyesuaikan kegiatan dengan mekanisme anggaran yang berlaku, bentuknya, distribusi, dan sasaran program pengajaran perlu dirumuskan dengan jelas. Melakukkan inventarisasi kelengkapan peralatan dan bahan-bahan yang telah tersedia. c. Mengelola pelaksanaan anggaran, yaitu mempersiapkan pembukaan, melakukan pembelanjaan dan membuat transaksi, membuatn perhitungan, mengawasi pelaksanaan, sesuai dengan prosedur kerja yang berlaku, serta membuat laporan dan pertanggungjawaban keuangan. d. Menilai pelaksanaan anggaran, yaitu menilai pelaksanaan proses belajar mengajar, menilai bagaimana pencapaian sasaran program, serta membuat rekomendasi untuk perbaikan anggaran yang akan datang.
2. Pelaksanaan Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh
Pengelolaan pembiayaan SD Negeri 4 Banda Aceh dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bendahara Sekolah, ini sejalan yang diungkapkan Mulyasa (2007:35) bahwa sekolah dapat menetapkan
16
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
bendahara sesuai dengan peran dan fungsinya. Untuk uang yang harus dipertanggungjawabkanditunjuk bendahara oleh pihak berwenang dan sebagai atasan langsungnya adalah kepala sekolah. Dalam masalah pendanaan yang didapat dari masyarakat tidak menunjuk bendahara lain untuk mengelola uang dari masyarakat sebagaimana yang diungkapkan Mulyasa (2007:37) bahwa untuk mengeolola uang yang diterima dari masyarakat, dapat ditunjuk bendahara lain dengan sepengetahuan dan kesepakatan pihak komite sekolah ditunjuk dari anggota sesuai dengan persetujuan musyawarah. Kegiatan pelaksanaan pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh disesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh lembaga. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Bafadal (2008:54) bahwa pelaksanaan anggaran dalam setiap personel sekolah adalah semua penggunaan dana yang tersedia harus disesuaikan dengan rencana anggaran yang telah disusun lembaga. Dalam pelaksanaan pembiayaan di sekolah subjek penelitian, laporan pelaksanaan pembiayaan disusun dengan baik sebagai bahan pertanggung jawaban. Ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan Bafadal (2008:61) bahwa semua pengeluaran uang harus dilengkapi dengan kwitansi pengeluaran, semua penggunaan dana harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, dalam rangka mempermudah pengawasan dan pertanggungjawaban, semua penggunaan dana harus dibukukan secara seksama dan berkesinambungan melalui proses pembukuan keuangan yang berlaku. Strategi kepala sekolah secara administrasi adalah bagaimana seseorang memimpin melakukan upaya pengelolaan sumber daya dan sumber biaya yang terdapat di lingkungan suatu lembaganya.Pengelola pendidikan harus mampu sebaik mungkin mencari pemasukan pembiayaan guna memenuhi kebutuhan dalam pendanaan pendidikan. Strategi tersebut diatas direalisasikan melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti: a. Melakukan analisis internal dan eksternal terhadap potensi sumber dana. b. Mengidentifikasi, mengelompokan dan memperkirakan sumber-sumber dana yang dapat digali dan dikembangkan. c. Menetapkan sumber dana melalui Musyawarah dengan orangtua didik Menggalang partisipasi masyarakat melalui komite sekolah. d. Menyelenggarakan olah raga dan kesenian peserta didik untuk mengumpulkan dana dengan memanfaatkan fasilitas sekolah. Karena itu, pengaturan biaya pendidikan berhubungan dengan keputusan-keputusan organisasi, secara umum dapat dibedakan dalam: a. Keputusan tentang alokasi dana ke berbagai macam aktifitas. b. Keputusan optimalisasi sumber-sumber pemasukan yang berdasarkan pemasukan yang berdasarkan aturan. c. Keputusan pemanfaatan yang efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang maksimal. Melakukan analisis dan pengambilan keputusan-keputusan organisasi atau lembaga merupakan tugas fungsional bagian keuangan. Tugas fungsional bagian keuangan adalah mengambil keputusan yang dapat dibagi kedalam keputusan yang efektif dan tidak merugikan organisasi ataupun lembaga. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, seorang pengelola keuangan harus mengetahui empat aspek yaitu: a. Berpedoman kepada rencana anggaran yang tepat b. Mengestimsi secara tepat nilai nominal sumber-sumber keuangan c. Mencermati tentang pengaruh waktu dan ketidakpastian. d. Memperhitungkan efisiensi pengaruh waktu dan ketidakpastian e. Menghitungkan efisiensi pengeluaran secara cermat. Pembiayaan sekolah berasal dari pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun keduaduanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan, orang tua
17
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
atau peserta didik, dan masyarakat. Keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan bagian yang tak terpisahkan dalam pendidikan. Oleh karena itu sekolah subjek penelitian selalu merencanakan anggaran dengan matang untuk kelancaran proses belajar mengajar. Biaya sekolah subjek penelitian terdiri dari biaya rutin dan biaya operasional. Biaya rutin selalu lancar dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru). Biaya operasional dikeluarkan sekolah untuk perbaikan dan rehap gedung serta fasilitas dan alat-alat pengajaran.
3.
Evaluasi dan Pertanggungjawaban Pembiayaan pada SD Negeri 4 Banda Aceh
Pelaksanakan evaluasi pada akhir tahun ajaran yang dilakukan oleh subjek penelitian, sesuai dengan yang diungkapkan Sudjana (2006:57) bahwa salah satu fungsi penilaian adalah sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Kemudian hasil tersebut di evaluasi secara bersama-sama dengan Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Komite Sekolah Warga Sekolah. Hal ini sejalan dengan poin pertama, kedua dan keempat yang diungkapkan Julitiarsa (2008:21) bahwa tujuan penilaian adalah: 1. memberi masukan untuk perencanaan program. 2. memberi masukan untuk keputusan tentang kelanjutan, perluasan dan penghentian program. 3. Memberi masukan untuk keputusan tentang memodifikasi program. 4. Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat. 5. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi penilaian. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang dibahas dan dievaluasi secara bersama-sama sejalan dengan apa yang diungkapkan Mulyasa (2007:51) bahwa Auditing merupakan pembuktian dan penentuan bahwa apa yang dimaksud sesuai dengan yang dilaksanakan, sedang yang dilaksanakan sesuai dengan tugas Sementara evaluasi pembiayaan yang hanya dilakukan oleh pihak sekolah saja, tidak menghadirkan pihak eksternal sesuai dengan yang diungkapkan Mulyasa (2007:74) bahwa evaluasi dan pertanggungjawaban pembiayaan sekolah dapat diidentifikasikan dalam tiga hal yaitu pengendalian penggunaan alokasi dana, bentuk pertanggungjawaban pembiayaan sekolah dan keterlibatan pengawasan pihak eksternal sekolah. Langkah atau tahapan yang harus dilakukan dalam proses pengawasan adalah sebagai berikut: a. Penetapan standar atau patokan, baik berupa ukuran kuantitas, kualitas, biaya maupun waktu. b. Mengukur dan membandingkan antara kenyataan yang sebenarnya dengan standar yang telah ditetapkan. c. Menentukan tindak perbaikan atau koreksi yang kemudian menjadi materi rekomendasi. Berdasarkan pola pemerintahan, setiap unit yang dalam suat departemen harus mempertanggungjawabkan pengurusan uang ini kepada BPK (Badan Pengawasan Keuangan) melalui departemen masing-masing. Sasaran auditing antara lain yaitu kas, yang dimasukkan untuk menguji kebenaran jumlah uang yang ada dengan membandingkan jumlah uang yang seharusnya ada melalui catatannya. Sasaran lain yaitu pengirisan barang, yang bukan saja membandingkan antara jumlah barang yang ada dengan barang yang seharusnya ada, namun juga memeriksa cara-cara penyimpannya, pemeliharaannya dan penggunaannya. Sasaran dari diadakan auditing antara lain menindak lanjuti jika terjadi penyimpangan, dalam hal ini guna menentukan ganti rugi. Pemeriksaan sebenarnya tidak hanya dilakukan setelah anggaran direalisasikan namun juga sebelumnya (pemeriksaan anggaran pre audit). Pemeriksaan ini meliputi pada kematangan rencana atau anggaran yang menyangkut pada kebijakan semua metode yang digunakan dalam merealisasikan dana. Setelah rencana disusun secara matang dengan berbagai kegiatan, sumber daya serta strategi implementasi yang dipilih maka langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi dan pengawasan atas tugas-tugas yang berkenaan dengan pembiayaan pendidikan. Evaluasi dan pengawasan ini dilakukan secara reguler di beberapa titik sepanjang perjalanan menuju target. Fungsi dari evaluasi dan pengawasan adalah untuk melihat apakah semua kegiatan 18
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
sudah berjalan dengan lancar dan menuju ke arah yang benar, yaitu pencapaian target. Jika ada penyimpangan atau hambatan, bisa segera diketahui dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyesuaian. Hasil evaluasi dan pengawasan perlu disampaikan pada pihak-pihak terkait agar penyesuaian yang diperlukan bisa segera dilakukan. Dalam melaksanakannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: a. Kegiatan supervisi dan evaluasi pendidikan terlebih dahulu harus dikoordinasikan dengan pihakpihak terkait seperti sekolah (kepala sekolah), Dinas Pendidikan Kota maupun Provinsi. b. Waktu dan Tempat. Kegiatan ini hendaknya diatur sedemikian rupa agar tidak menggangu aktifitas pembelajaran, misalnya pada waktu siswa libur dengan rentan waktu yang tidak lama c. Petugas. Menurut Kepmen, PAN No. 118 tahun 1996 pasal 2, tugas pokok pengawas adalah menilai dan membina penyelanggaraan pendidikan pada sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas penilai dan Pembina bukanlah tugas yang ringan, yang sekedar datang ke sekolah untuk berbincang-bincang sejenak dan setelah itu pulang tanpa ada tindak lanjutnya. Tugas penilai dan Pembina membutuhkan kemampuan dalam hal kecermatan melihat kondisi sekolah, ketajaman analisis dan sintesis, ketepatan memberi treatment yang diperlukan serta komunikasi yang baik antara pengawas sekolah dengan setiap individu di sekolah. Arti pembinaan sendiri adalah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam melaksanakan pendidikan di sekolah, untuk itu diperlukan keteladanan dari pihak sekolah dalam melaksanakan tugasnya. Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan.Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa.Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”.(Maginn, 2009:59). Salah satu cara dalam membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel adalah dengan membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif.Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah.Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut. Pemerintah pusat pun harus lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah. Selain itu kerjasama pemerintah di tingkat pusat dan lokal juga diharapkan dalam upaya mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS. Untuk mengatasi berbagai hambatan yang muncul pada pelaksanaan MBS dibutuhkan dukungan dan peran masing-masing pihak untuk mencapai keberhasilan program dan tujuan. Pihak-pihak yang dimaksud dalam manajemen berbasis sekolah adalah kantor pendidikan pusat, kantor pendidikan daerah kota, dewan sekolah, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan orang tua siswa, dan masyarakat luas.
Kesimpulan
1. Perencanaan pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh disusun berdasarkan kebutuhan mendesak dari hasil evaluasi diri sekolah dalam rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional tahunan. Rencana pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh meliputi 19
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
penganggaran untuk kegiatan pengajaran, administrasi kelas dan sekolah, pengembangan profesi guru, renovasi bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi. Penyusunan perencanaan pembiayaan tersebut melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah dan komunitas sekolah. Perencanaan disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal. 2. Secara khusus, pelaksanaan atau pemanfaatan anggaran pembiayaan diawali dengan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa: dana dibelanjakan sesuai rencana, ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak, pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan. Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dan sebagainya. Penggunaan anggaran sekolah diharapkan dapat dibelanjakan sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan. Orangtua siswa juga turut berperan menyediakan biaya insidental non-gedung dan kegiatan tahunan siswa, dalam hal ini menanggung seluruh pembiayaan satuan pendidikan dan kekurangan biaya operasional sekolah yang telah diberikan oleh Pemerintah. Sedangkan pengawasan pembiayaan dilakukan orang tua siswa melalui komite sekolah. Komite sekolah mengawasi secara berkala dan tidak terjadwal dan bisa dilakukan sewaktu-waktu. 3. Evaluasi dan pertanggungjawaban pembiayaanpada SD Negeri 4 Banda Aceh dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada orang tua siswa. Begitu pula pertanggungjawaban jika dana tersebut berasal dari pemerintah. 4. jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka pertanggungkepadapemerintah.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan dampak mengenai pengelolaan pembiayaan di SD Negeri 4 Banda Aceh yaitu: 1. Pengambilan keputusan pada penyususan perencanaan pembiayaan keputusan melalui musyawarah yang dilakukan sekolah dan orang tua siswa dengan memperhatikan jaringan, informasi dan relasi dari orang tua siswa menyebabkan efektifitas penggunaan dana bisa dioptimalkan dengan maksimal, efisien dan efektif karena keberagaman latar belakang orang tua siswa menjadi aset dalam setiap perencanaan pembiayaan yang akan dilakukan. 2. Pelaksanaan pembiayaan di sekolah yang terjadi secara efektif dan efisien menjadikan sekolah bisa melakukan program-program yang diharapkan dapat membantu proses dan kegiatan belajar mengajar yang berefek pada kualitas pendidikan yang diperoleh siswa. Walaupun demikian, pengertian dan kesadaran orang tua siswa atas peran mereka dalam menyediakan biaya pendidikan untuk membantu pembiyaan operasional sekolah tetap diharapkan. 3. Pengawasan dan evaluasi yang tidak transparan dapat menyebabkan kesalahpahaman bahkan mosi tidak percaya yang berbahaya untuk lingkungan belajar sekolah, baik itu dari guru, staf, orang tua dan pengelola keuangan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dipaparkan sebelumnya, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Peran serta orangtua siswa pada aspek pembiayaan baik dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan pengawasan satuan pendidikan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan. 20
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
2. Pemahaman yang keliru dari orang tua atau wali siswa dalam proses pelaksanaan pembiayaan satuan pendidikan harus diperbaiki dengan memberikan lebih banyak peran aktif dalam perencanaan dan pengawasan pembiayaan satuan pendidikan
Daftar Pustaka
Bafadal, Ibrahim. (2008). Pengelolaan Keuangan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep Dasar, Jakarta :Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah. Fattah, N. (2007). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah.Bandung: Pustaka Bai Quraisy Harjanto (2008). Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta Mulyasa. E (2007) Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung, PT Remaja Rosda Karya. Noho, Mubin. (2010). Implementasi Model Manajemen Pendidikan di dalam Era Otonomi. Jakarta: PT. RinekaCipta Rosyada, D. (2006). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Satori, Djam’an (2006) Manajemen Berbasis Sekolah (Scholl Based Management) Basic Education Project, Jawa Barat, Bandung. (Makalah). Senduk, J.F., (2006), Isu dan Kebijakan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Manado: Program Kerjasama USAID. Sudjana.(2006). Evaluasi Program Pendidikan.Tarsito. Bandung. Suryana, Asep (2009). Sejarah MBS dan Penerapannya di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional di Cianjur pada tanggal 21 Mei 2009 Suryosubroto B, (2007). Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: PT. R. Cipta Umaedi, (2005). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah .Jakarta: Depdikbud. Winarno, Teguh. (2007). Makalah “Manajemen Berbasis Sekolah”. Jakarta.
21
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Cabang Iii Ingin Jaya Aceh Besar Mariati
SD Islam Terpadu Nurul Fikri Aceh Besar Abstrak : Manajemen pembelajaran Al-Qur’an yang efektif merupakan salah satu faktor pendukung tercapainya tujuan pembentukan nilai-nilai Qur’ani.. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang Perencanaan Program pembelajaran, pelaksanaan, dan evaluasi program pembelajaran Al-Qur’an pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Cabang III Ingin Jaya Aceh Besar serta hambatan yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi, dan wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru pada SDIT Nurul Fikri Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Perencanaan program pembelajaran; perencanaan yang dibuat oleh guru dengan menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) dengan cara membentuk Kelompok Kerja Guru Al-Qur’an, RPP disusun secara bersama-sama oleh guru bidang studi Al-Qur’an, guru terlebih dahulu menentukan indikator yang akan dicapai dan disesuaikan dengan kompetensi dasar, selanjutnya guru menentukan metode dan langkah-langkah pembelajaran 2). Pelaksanaan pembelajaran pada kegiatan awal dimulai dengan membaca do’a belajar bersama-sama, absensi dan muraja’ah secara klasikal, pada kegiatan inti, siswa menyetor hafalannya secara individual kepada guru, kemudian siswa muraja’ah dan talaqqi hafalan surah-surah secara individual, pada kegiatan akhir guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengulang hafalannya di rumah dan membaca do’a penutup secara bersama-sama. 3). Evaluasi yang dilakukan melalui ujian praktik membaca dan menghafal. Aspek yang dinilai adalah kualitas bacaan atau hafalan, makharijul huruf, tajwid serta kelancaran. 4). Hambatan yang dihadapi oleh guru adalah kurangnya motivasi intrinsik siswa, kurangnya bimbingan dan dorongan orang tua di rumah serta kurang baiknya manajemen pengelolaan kelas oleh guru. Kata Kunci: manajemen dan pembelajaran Al-Qur’an
Pendahuluan A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh orang dewasa dengan penuh kesadaran untuk memberikan perubahan positif pada manusia yang belum dewasa serta merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Oleh karena itu, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus yang mampu menyesuaikan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemerintah tidak pernah berhenti membangun sektor pendidikan dengan maksud agar kualitas sumber daya yang dimiliki mampu bersaing secara global. Jika demikian halnya, persoalan unggulan kompetitif bagi lulusan suatu institusi pendidikan sangat perlu untuk dikaji dan diperjuangkan ketercapaiannya dalam proses belajar mengajar oleh semua lembaga pendidikan Guru hendaknya berupaya mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut peran guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting, harus mampu menanggapi dan mengikuti perubahan yang terjadi dalam usaha pencerdasan anak 22
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
bangsa dan mampu menjawab tuntutan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (2006: 5): tugas pendidik tidak hanya membiarkan tumbuh pada anak didiknya. Pendidik hendaknya berusaha agar anak itu menjadi manusia yang lebih mulia. Anak atau manusia itu adalah makhluk yang berpribadi dan ber kesusilaan. Ia dapat dan sanggup hidup menurut norma-norma kesusilaan, ia dapat memilih dan menentukan apa-apa yang ia lakukan, juga menghindari dan menolak segala yang tidak disukainya Dewasa ini, dalam kehidupan sehari-hari banyak anak-anak yang tidak bisa tulis baca Al-Qur’an, salah satu buktinya adalah banyak anak-anak tamatan sekolah dasar yang tidak lulus ketika mengikuti tes pada sekolah SMP yang mereka pilih, dikarenakan tidak dapat membaca Al-Qur’an walaupun nilai hasil tes akademiknya tinggi. Selain dari pada itu, faktor dari orang tua juga merupakan salah satu sebab anak tidak dapat membaca Al-Qur’an. Orang tua sekarang kurang peduli terhadap pelajaran agama, termasuk tulis baca Al-Qur’an, akan tetapi yang diperhatikan oleh kebanyakan orang tua dewasa ini adalah hanya pelajaran sosial dan eksakta yang mungkin mereka anggap itu adalah yang utama bagi anak-anak mereka karena merupakan salah satu cara untuk dapat beradaptasi dalam dunia kerja pada masa yang akan datang. Kalau dibandingkan persepsi orang tua yang dahulu dengan orang tua sekarang sangat jauh berbeda, yang mana orang tua dulu sangat memperhatikan anaknya dalam bidang agama termasuk perhatiannya terhadap “mengaji” khususnya. Orang tua dulu mengantarkan anaknya secara khusus kepada tengkutengku untuk diajarkan baca Al-Qur’an, bahkan sesuai dengan tradisi masyarakat Aceh dulu, yaitu dengan membawa nasi ketan ke rumah tengku pada saat pertama kali anaknya diajari oleh tengku, yang mana sekarang tradisi itu kian memudar dari masyarakat Aceh sendiri sebagai “Seuramoe Mekkah”. Kenyataan yang memprihatinkan terhadap pengajaran Al-Qur’an ini perlu mendapat perhatian umat Islam pada umumnya dan para orang tua, pendidik dan alim ulama khususnya. Kalau keadaan seperti ini tidak mendapat perhatian yang serius akan menjadi malapetaka yang akan menghancurkan agama Islam secara perlahan-lahan. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya program pengajaran AlQur’an pada anak sejak usia dini. Langkah dalam penanggulangan kemampuan membaca Al-Qur’an yang ada pada lembaga formal sekarang ini masih belum optimal karena sangat sedikit sekolah yang ada di Aceh ini yang mempunyai kurikulum Al-Qur’an, yang ada hanya kurikulum pelajaran agama yang di dalamnya ada lagi pembagian mata pelajaran seperti Fiqih, Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlaq dan Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun dalam mata pelajaran Al-Qur’an hadits tidak diajarkan cara membaca Al-Qur’an tetapi yang hanya ada sekumpulan ayat atau hadits yang isinya diharapkan untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Manajemen Pembelajaran Al-Qur’an pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Cabang III Ingin Jaya Aceh Besar.
C. Teori Pendukung
Menurut Usman (2009:5) Pengertian manajemen adalah: manajemen berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Penggabungan katakata tersebut menjadi kata kerja manager yang berarti menangani. Managere diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage dengan kata benda management dan manajer untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan. Sagala (2009: 54) menyatakan bahwa “Administrasi dan manajemen pendidikan adalah mencakup semua kegiatan yang dijalankan oleh institusi pendidikan, khususnya satuan pendidikan pada berbagai
23
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
tingkatan dan fungsi tugasnya dalam rangka mencapai tujuan”. Secara umum dapat dinyatakan bahwa manajemen sama dengan administrasi. Manajemen merupakan serangkaian kegiatan atau proses yang sumber daya yang tidak berhubungan ke dalam keseluruhan system untuk pencapaian tujuan. Manajemen sebagai kekuatan mutlak yang dibutuhkan oleh organisasi atau lembaga yang membutuhkan sumber daya manusia dengan sumber daya fisik, termasuk lembaga pendidikan atau sekolah. “Organisasi adalah wadah aktivitas manajemen” (Syafaruddin dan Nasution, 2005: 71). Hasibuan (2009: 5) menyatakan salah satu pengertian manajemen bahwa: manajemen adalah suatu kumpulan pengetahuan yang disistemasi, dikumpulkan dan diterima menurut pengertian kebenaran universal mengenai manajer”. Berdasarkan pengertian tersebut, manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang atau bersama-sama dengan memanfaatkan orang lain beserta fungsi-fungsinya secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Suwardi (2007:1) menyatakan bahwa “manajemen pembelajaran sendiri dapat diartikan sebagai usaha untuk mengelola sumber daya yang digunakan dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien”. Dalam proses belajar mengajar di kelas, seorang guru harus mempersiapkan rencana yang baik dengan mengakomodir kebutuhan dan karakteristik peserta didik, mempertimbangkan bahan yang akan diajarkan, dan melakukan proses penilaian yang objektif agar dapat mengetahui sejauh mana kemajuan peserta didik dalam pembelajaran, salah satunya adalah manajemen kelas yaitu menciptakan suasana kelas efektif dan efisien dalam pembelajaran. Menurut Purwanto (2006: 6 ) bahwa “manajemen adalah proses untuk menggerakkan dan mencapai suatu tujuan tertentu” . Dengan demikian proses pembelajaran sangat terkait dengan berbagai komponen yang sangat komplek melalui hubungan yang bersifat sistemik. Sule (2005: 98) menyatakan bahwa: “perencanaan yang baik memiliki berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu faktual dan realistis, logis dan rasional, fleksibel, komitmen, dan komprehensif”. Perencanaan adalah usaha sadar yang dilakukan yang terorganisir dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang baik yang bermanfaat dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perencanaan dikatakan berhasil jika kegiatan yang telah dirumuskan dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sebaliknya perencanaan dapat dikatakan belum berhasil jika kegiatan yang telah dirumuskan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Jadi perencanaan pembelajaran menentukan sebelumnya sesuatu yang harus dilaksanakan dan cara melakukannya, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana. Suwardi (2007: 2) mengemukakan bahwa: “perencanaan desain pembelajaran yang baik akan menjadikan proses pembelajaran yang menarik bagi peserta didik sehingga mereka termotivasi untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran”. Syafaruddin (2005 : 72) berpendapat bahwa: “perencanaan adalah merupakan tindakan awal dalam proses manajemen”. Perencanaan selain dapat menolong pencapaian suatu sasaran secara lebih ekonomis dan tepat waktu juga member peluang untuk lebih mudah mengontrol dan memonitor pelaksanaannya. Dengan perencanaan yang dibuat akan dapat mengkoordinir berbagai kegiatan, mengarahkan para manajer dan pegawai kepada tujuan yang akan dicapai. Fattah (2006: 49) menyatakan bahwa “perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus dikerjakan dan siapa yang mengerjakannya”. Dalam perencanaan harus jelas apa saja yang diperlukan. Dengan demikian perencanaan sangat penting dilakukan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai sebagaimana yang telah tentukan dan dapat diarahkan menuju arah yang lebih baik yang akan berpengaruh terhadap pelaksanaannya yang baik pula. Dalam melakukan kegiatan belajar dalam rangka perubahan tingkah (kognitif, efektif dan psikomotorik) menuju kedewasaan. Untuk mendorong dan memudahkan peserta didik dalam belajar, John and Keller dalam (Sutikno, 2005: 34) menjelaskan bahwa “diperlukan tugas guru dalam proses
24
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
belajar mengajar meliputi tugas pedagogis dan tugas administrasi. Tugas pedagogis adalah tugas membantu, memimpin dan membimbing”. Guru harus memiliki kemampuan profesional agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik di antaranya adalah terpenuhinya kompetensi guru. Peranan dan kompetensi guru dalam pengembangan manajemen pembelajaran meliputi banyak hal. Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, menurut Djamarah (2005: 43) mengemukakan peranan guru yaitu “ sebagai korektor, inspirator, informatory, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, evaluator”. Setelah selesai pelaksanaan mengajar, maka sampailah pada akhir pelajaran, maka guru harus mengadakan evaluasi. Guru dapat dikatakan berhasil dalam mengajar berhasil kalau sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar guru harus mempersiapkan persiapan atau perencanaan dalam proses belajar mengajar. Dalam konteks manajemen pembelajaran, pengawasan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan seorang guru untuk menentukan apakah fungsi organisasi serta kepemimpinannya telah dilaksanakan dengan baik telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Jika tujuan belum tercapai, maka seorang guru harus mengukur kembali serta mengukur situasi yang memungkinkan tujuan tercapai. Sehingga belajar yang kuat, maka harus diciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Dasar Pembelajaran Al-Qur’an adalah Allah SWT menurunkan Al-Qur’an yang mulia kepada Nabi Muhammad saw bagi alam semesta. Oleh sebab itu di dalam kehidupan beragama harus sesuai dengan ajaran Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan pedoman dan pegangan hidup umat Islam. Untuk mengetahui ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an, maka terlebih dulu kita harus mengetahui dasar dan pengajaran Al-Qur’an. Tujuan pembelajaran Al-Qur’an adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran Al-Qur’an. Di antara tujuan pengajaran Al-Qur’an adalah mampu membaca Al-Qur’an dengan benar, melafadzkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dan sesuai dengan kaedah membaca AlQur’an yang baik dan benar. dan melatih kecepatan anak-anak dalam membaca Al-Qur’an agar terbiasa mengucapkan kalimat-kalimat Arab sehingga ada kemudahan untuk menghafal Al-Qur’an. Ibnu Khaldun sebagaimana di tutur kembali oleh As’ad Humam dkk, menunjukkan pada pentingnya mengajar dan menghafalkan Al-Qur’an pada anak-anak dan menjelaskan bahwa “pembelajaran Al-Qur’an itu merupakan pondasi pengajaran bagi seluruh kurikulum sebab Al-Qur’an merupakan salah satu syaar ad-din yang menguatkan akidah dan mengokohkan keimanan”. (Humam, 2001: 8) Rasulullah saw juga memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan Al-Qur’an khususnya untuk kalangan anak-anak. “Hal ini bertujuan untuk mengarahkan mereka untuk berkeyakinan bahwa Allah SWT itu Tuhannya dan Al-Qur’an sebagai kalam Nya agar ruh Al-Qur’an senantiasa tertanam pada jiwa mereka” (Maliki, 2002: 29). Sehingga cahaya Al-Qur’an terpancar pada pikiran, pandangan indra serta dapat menerima akidah Al-Qur’an sejak dini yang tumbuh dan beranjak dewasa senantiasa mencintai Al-Qur’an, membacanya, menjalankan segala perintah dan segala larangan Nya.
2.
Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini dikualifikasikan ke dalam penelitian opini, sebab data yang dianalisis adalah berupa persepsi dan pendapat responden, persepsi yang dimaksud adalah yang berkaitan manajemen pembelajaran. Peneliti dapat mengidentifikasi fakta-fakta atau peristiwa tersebut sebagai variabel yang dipengaruhi dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi. Subjek penelitian adalah orang, sumber atau informan yang dapat memberikan informasi atau data kepada peneliti. “Penentuan Subjek Penelitian dilakukan secara purposive, yaitu: (1) rancangan subjek peneliti yang timbul dapat lebih dahulu, (2) penentuan subjek Kepala sekolah membuat pelatihan khusus untuk guru-guru yang mengajar pelajaran Al-Qur’an. Jadwal pelaksanaannya 25
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
dilakukan pada awal semester. Pada awal dan tengah semester juga dilakukan evaluasi program pembelajaran Al-Qur’an untuk mengetahui hasil prosesnya. Guru-guru yang mengajar pelajaran AlQur’an diharapkan dapat membuat rencana pembelajaran dengan baik. Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru menunjukkan bahwa dalam rangka mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah disusun, maka guru yang mengajar AlQur’an sudah mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat bersama dengan kelompok guru Al-Qur’an. Adapun format rencana pembelajarannya sesuai dengan mata pelajaran umum lainnya. Penyusunan rencana pembelajaran merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh guru karena rencana pembelajaran tersebut merupakan tiket untuk masuk kelas. Semua program perencanaan pembelajaran dilaksanakan dalam proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini diperkuat dari data observasi bahwa pada saat memasuki kelas, guru hanya membawa buku pegangan , absensi siswa dan rencana pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru sebagai subjek penelitian diperoleh informasi bahwa perencanaan yang dilakukan oleh guru meliputi pengembangan silabus dengan mempedomani standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Kemudian merumuskan indicator hasil belajar. Berdasarkan hasil pengembangan silabus itulah guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah yang menyebutkan semua guru di sini mempersiapkan perencanaan pembelajaran sebelum awal semester. Sudah menjadi agenda rutin di sekolah kami setiap akhir semester diadakan rapat kerja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa program pembelajaran AlQur’an dibagi menjadi dua bagian, yaitu program qiraati dan program tahfizh. Program qira’ti diberikan kepada siswa kelas rendah, yaitu dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Sedangkan program tahfizh bagi siswa kelas III sampai dengan kelas VI. secara berurutan, (3) penyusuaian berkelanjutan dari subjek, (4) pemilihan berakhir jika terjadi pengulangan” (Moleong, 2007: 62) Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru pada SDIT Cabang III Ingin Jaya. Penentuan subjek penelitian kualitatif seperti dikemukakan oleh Moleong (2007:165): “pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan”. Penelitian ini difokuskan pada tujuan mengenai manajemen pembelajaran. Penelitian ini difokuskan pada kajian mengenai manajemen pembelajaran Al-Qur’an. Dalam memilih subyek penelitian, maka digunakan sampel bertujuan atau purposive sampel. Di mana pengambilan subyek bukan berdasarkan atas strata, random di daerah tapi didasarkan karena adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan beberapa pertimbangan yakni waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar.
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh Untuk mendapatkan gambaran tentang perencanaan program pembelajaran Al-Qur’an berpedoman pada kurikulum dan silabus. Dalam perencanaan pembelajaran tersebut memuat analisis materi pembelajaran yang di dalamnya memuat tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan materi pokok. Perencanaan merupakan faktor penting dalam proses administrasi lembaga pendidikan. Adanya perencanaan program pembelajaran yang disusun untuk sekali tatap muka. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran Al-Qur’an lebih terarah dan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan mudah. Guru diberikan kesempatan untuk menyiapkan seluruh perangkat pembelajaran yang diperlukan sesuai dengan kurikulum atau silabus yang mencakup kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, target pendidikan, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Pembelajaran Al-Qur’an pada sekolah Dasar Islam Terpadu meliputi beberapa tahapan metode pembelajaran, yaitu qiraati, pra tahsin,
26
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
tahsin, talaqqi dan tahfizhul Qur’an. Metode pembelajaran Qiraati ditujukan kepada siswa agar siswa lebih mudah dalam memahami pada cara membacanya, tidak boleh putus dan satu nafas Kepala sekolah membuat pelatihan khusus untuk guru-guru yang mengajar pelajaran Al-Qur’an. Jadwal pelaksanaannya dilakukan pada awal semester. Pada awal dan tengah semester juga dilakukan evaluasi program pembelajaran Al-Qur’an untuk mengetahui hasil prosesnya. Guru-guru yang mengajar pelajaran Al-Qur’an diharapkan dapat membuat rencana pembelajaran dengan baik. Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru menunjukkan bahwa dalam rangka mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah disusun, maka guru yang mengajar AlQur’an sudah mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat bersama dengan kelompok guru Al-Qur’an. Adapun format rencana pembelajarannya sesuai dengan mata pelajaran umum lainnya. Penyusunan rencana pembelajaran merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh guru karena rencana pembelajaran tersebut merupakan tiket untuk masuk kelas. Semua program perencanaan pembelajaran dilaksanakan dalam proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini diperkuat dari data observasi bahwa pada saat memasuki kelas, guru hanya membawa buku pegangan , absensi siswa dan rencana pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru sebagai subjek penelitian diperoleh informasi bahwa perencanaan yang dilakukan oleh guru meliputi pengembangan silabus dengan mempedomani standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Kemudian merumuskan indicator hasil belajar. Berdasarkan hasil pengembangan silabus itulah guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah yang menyebutkan semua guru di sini mempersiapkan perencanaan pembelajaran sebelum awal semester. Sudah menjadi agenda rutin di sekolah kami setiap akhir semester diadakan rapat kerja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa program pembelajaran AlQur’an dibagi menjadi dua bagian, yaitu program qiraati dan program tahfizh. Program qira’ti diberikan kepada siswa kelas rendah, yaitu dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Sedangkan program tahfizh bagi siswa kelas III sampai dengan kelas VI. Perencanaan program pembelajaran pada sekolah dasar Islam Terpadu menitikberatkan pada target. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru Al-Qur’an dapat diketahui bahwa target yang harus dicapai dalam program pembelajaran Qira’ati adalah harus menyelesaikan qira’ati jilid 1 sampai dengan jilid 6 dari kelas satu sampai dengan kelas dua. Sedangkan untuk program tahfizh harus mampu menghafal minimal 3 juz Al-Qur’an dari juz 30, 29 dan 28. Namun siswa yang mencapai target yang telah ditetapkan belum mencapai 50 % dari siswa yang sudah tamat. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran Al-Qur’an pada lembaga pendidikan Nurul Fikri adalah supaya siswa dapat mengagumi dan mencintai Al-Qur’an sebagai bacaan yang diutamakan, siswa dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar dan benar dan dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat menguasai hafalan Al-Qur’an minimal 3 Juz Al-Qur’an, yaitu terdiri dari juz 30-28. Dengan adanya pembelajaran Al-Qur’an pada sekolah dasar Islam Terpadu ini diharapkan dapat tertanam minat anak untuk membaca Al-Qur’an sejak dini sehingga menjadi insan Qur’ani yang berakhlaq mulia dan dapat memberikan teladan yang baik. Generasi Qur’ani ada yang beriman dan bertaqwa yang menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan utama dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Seluruh responden yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini menyatakan bahwa semua guru yang mengajar terlebih dahulu mempersiapkan bahan ajar yaitu Rencana Program Pembelajaran (RPP), dengan adanya perencanaan tersebut guru lebih mudah dan terarah dalam mengajar dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perencanaan yang baik akan memberikan pengaruh terhadap proses belajar mengajar.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Untuk memperoleh data terhadap pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an yang dilaksanakan oleh guru pada SDIT Nurul Fikri, peneliti telah melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran, 27
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
baik yang dilakukan di kelas maupun di luar kelas. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan berpedoman pada suatu program kegiatan pembelajaran, guru-guru dalam mengajarkan pelajaran AlQur’an menggunakan metode qiraati dan tahfizh. Berdasarkan hasil wawancara dengan sumber data dan observasi dapat diketahui bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan teknik kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok tetap. Satu kelompok terdiri dari 7 sampai dengan 8 orang. Satu kelas terdiri dari 4 kelompok. Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode talaqqi, yaitu guru menyimak bacaan siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa pembelajaran Al-Qur’an di SDIT Nurul Fikri Aceh dilaksanakan selama 8 jam pelajaran pada tiap kelas per minggunya. Baik itu program qiraati ataupun tahfizh. Tempat pelaksanaan pembelajaran tidak hanya di kelas, akan tetapi dilakukan juga di luar kelas, yaitu di musholla, aula dan di bawah pohon. Dalam pelaksanaan pembelajaran, semua program yang telah ditetapkan sebelumnya dilaksanakan sesuai dengan rencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an dilaksanakan secara maksimal oleh guru yang bersangkutan. Perencanaan pembelajaran yang diterapkan oleh guru Al-Qur’an dalam proses belajar adalah pemilihan metode mengajar, penggunaan media dan mengkoordinir siswa dengan baik sehingga kesemuanya itu dapat menimbulkan motivasi intrinsik dari pribadi siswa itu sendiri sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar mudah mencapai tujuan yang telah ditentukan pada waktu sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru Al-Qur’an bahwa tahapan proses pembelajaran dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu membuka pelajaran pada awal pertemuan dengan melakukan muraja’ah secara bersama-sama antara guru dengan siswa agar siswa lebih memantapkan hafalannya dan dengan demikian siswa dapat mengingat kembali hafalannya, kegiatan inti dengan metode talaqqi, serta menutup pelajaran dengan memberikan tugas hafalan kepada siswa yaitu lanjutan dari bacaan siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan metode pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa kelas rendah dengan menggunakan buku qiraati jilid 1 sampai dengan jilid 6. Adapun bagi siswa kelas tinggi dengan menggunakan Al-Qur’anul karim. Pembelajaran Al-Qur’an yang diberikan kepada siswa sesuai dengan target pencapaian, bagi siswa kelas I dan II harus mampu menamatkan qiraati jilid 1-6. Sedangkan siswa kelas III-VI sudah mampu membaca qira’ati setelah itu baru dilanjutkan dengan program tahfizh dengan target hafalan 3 juz bagi siswa-siswi yang tamat dari SDIT Nurul Fikri. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dapat diketahui bahwa media pembelajaran dalam pembelajaran Al-Qur’an adalah tape recorder, TV, MP3, infokus, radio, kaset/ murottal, buku- buku tajwid, buku qiraati, Al-Qur’anul karim. dalam pembelajaran qiraati media yang seharusnya digunakan adalah lembaran pelajaran qiraati dengan ukuran besar dan dilaksanakan pada awal pembelajaran lebih kurang 10 menit, setelah itu baru proses pembelajaran berlangsung dalam kelompok masing-masing. Untuk program Tahfizh media yang cocok digunakan adalah kaset atau rekaman surat-surat Al-Qur’an atau MP3 agar siswa lebih mudah mengingat tiap-tiap surat yang sedang dipelajari serta memudahkan untuk dihafal, namun dalam mengajar guru tidak menggunakan media pembelajaran, tetapi hanya berpedoman pada buku paket pembelajaran Al-Qur’an untuk program qiraati yaitu buku qira’ati jilid 1-6 dan untuk program tahfizh hanya menggunakan Al-Qur’anul karim. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi Al-Qur’an dapat diketahui bahwa bagi siswa-siswi yang bacaannya lancar akan berpengaruh terhadap penguasaan materi selanjutnya, dan bagi siswa yang telah menamatkan bacaan qiraati jilid 1-6, siswa sudah mulai menjalankan program tahfizh Qur’an. Adapun materi dalam tahfizh adalah dimulai dari surah-surah pendek yang ada pada juz 30 yang dimulai dari surah An-Naas dan diakhiri dengan surah An-Naba dan kemudian baru dilanjutkan juz 29-28. Ada beberapa sistem yang dapat dilakukan dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan metode tahfizh Al-Qur’an, yaitu: 1. Mengulang-ulang ayat-ayat yang dihafalkan beberapa kali sehingga hafalan siswa menjadi lancar, sesuai dengan hukum tajwidnya kemudian guru menyimak bacaan siswa misalnya masing-masing 28
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
siswa menghafal dua sampai dengan empat ayat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan guru tidak memaksakan siswa untuk menghafal. 2. Membaguskan hafalan, yaitu siswa tidak boleh mengalihkan hafalan kepada surah yang lain sebelum surah yang sedang dihafal menjadi lancar. Setelah bacaan sempurna dan lancar baru kemudian dapat dilanjutkan kepada surah berikutnya. Agar suasana kelas menjadi nyaman dan menyenangkan maka pengaturan siswa sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. Suasana kelas yang baik, dapat menimbulkan suasana aman dan nyaman serat menimbulkan motivasi belajar siswa dan juga bagi guru sendiri menimbulkan kegairahan dalam mengajar. Sebaliknya suasana kelas yang gersang tidak teratur, suhu udara panas atau gelap akan membuat guru dan siswa tidak bergairah serta akan menimbulkan kebosanan. Berkaitan dengan pengelolaan kelas, hasil observasi menunjukkan bahwa guru-guru yang mengajar Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri belum dapat mengelola kelas dengan baik. Dalam pembelajaran Al-Qur’an siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan proses pembelajaran terjadi di dalam kelas dan di luar kelas. Pada saat pembelajaran berlangsung perhatian guru hanya ditujukan pada siswa yang sedang talaqqi atau hanya tertuju kepada siswa yang sedang menyetor hafalan, siswa yang lain kebanyakan tidak mengulangi bacaan atau hafalan. Kegiatan membuka pelajaran merupakan usaha guru untuk mengetahui kesiapan siswa dalam belajar. Dalam kegiatan pembuka ini juga guru dapat mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami pelajaran yang telah lalu. Berdasarkan hasil observasi, guru melakukan apersepsi, siswa dalam belajar Al-Qur’an setelah apersepsi langsung melanjutkan pada halaman berikutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pelajaran Al-Qur’an bahwa kalau dalam belajar Al-Qur’an dilakukan apersepsi untuk setiap siswa dan dilakukan satu persatu siswa pada saat talaqqi. Berdasarkan hasil observasi, ada sebagian kecil guru yang kurang memperhatikan penggunaan waktu sehingga sering terlambat masuk atau keluar kelas sehingga mengganggu proses pergantian pembelajaran. Sebenarnya hal ini disebabkan bukan karena ketidakmampuan guru dalam menggunakan waktu, namun disebabkan karena kurangnya disiplin dari guru.
3. Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran sangat perlu diperhatikan butir-bentuk tes yang akan dilaksanakan. Dalam pembelajaran Al-Qur’an, system evaluasi yang dilaksanakan berbeda dengan pelajaran umum lainnya. Dalam pembelajaran umum system evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk evaluasi. Akan tetapi dalam pembelajaran Al-Qur’an, penilaian yang dilakukan dalam bentuk ujian praktik bacaan langsung huruf-huruf hijaiyah atau hafalan surat-surat Al-Qur’an. Evaluasi hasil belajar siswa sangat penting dilakukan, karena hasilnya dapat memberikan gambaran kemajuan siswa dalam belajar Al-Qur’an pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul Fikri Aceh. Selain untuk mengetahui prestasi belajar siswa, evaluasi bermanfaat untuk melihat berhasil tidaknya proses pembelajaran yang dijalankan guru-guru, hal ini juga merupakan saran introspeksi diri bagi guru, sehingga ke depan dapat menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penilaian atau evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri terdiri dari tiga aspek, yaitu untuk program qira’ati adalah tajwid, makharijul huruf dan kelancaran. Adapun penilaian untuk program tahfizh adalah tajwid, makharijul huruf, kelancaran dan tingginya hafalan. Evaluasi dalam pembelajaran Al-Qur’an dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, yaitu ulangan harian, ulangan mid semester dan ulangan akhir semester. Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran Al-Qur’an tidak bervariasi, hanya ada satu macam penilaian yang dilakukan. Setelah dilakukan evaluasi tersebut, guru dapat memberikan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa. Kemampuan siswa dalam pembelajaran Al-Qur’an dapat juga diketahui oleh guru yang mengajar Al-Qur’an pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, karena guru juga melakukan penilaian hasil proses. Berdasarkan data hasil evaluasi yang telah dilaksanakan 29
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
oleh guru, dilakukan tindak lanjut dari evaluasi tersebut dengan mengadakan remedial bagi siswa yang agak kurang dalam pemahaman cara membaca Al-Qur’an dengan baik, dengan harapan siswa tersebut dapat membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan baik dan benar sehingga tujuan dari pembelajaran Al-Qur’an dapat tercapai. Pelaksanaan penilaian berbasis kelas didasarkan pada prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. Hal ini berarti penilaian berbasis kelas harus dilakukan secara terus menerus berarti penilaian dilakukan secara terus menerus selama proses belajar mengajar dilaksanakan. Sehingga system penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil ulangan dan atau ujian semata, tetapi juga didasarkan pada proses pembelajarannya. Dilakukan secara berkala berarti penilaian berbasis kelas dilakukan setelah siswa mempelajari satu kompetensi, pada setiap akhir semester dan setiap jenjang satuan pendidikan.
4. Hambatan yang Dihadapi oleh Guru dalam Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Dalam melaksanakan segala aktivitas atau pekerjaan ada saja hambatan yang dihadapi, baik itu disebabkan oleh diri sendiri, maupun oleh orang lain yang ada kaitannya dengan pekerjaan tersebut. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri, guru-guru dalam melaksanakan tugasnya mengalami berbagai macam hambatan yang merupakan penyebab ketidak tercapaian target dalam pembelajaran Al-Qur’an untuk program tahfizh. Berkaitan dengan pembelajaran, langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah menelaah kurikulum dengan menyusun silabus, hal ini dilakukan untuk menjaga kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku di sekolah. Hamalik (2005: 80) menyatakan “penyusunan suatu penyusunan pembelajaran yang efektif membutuhkan pengkajian (analisis) yang cermat. Pada dasarnya penggunaan/telaah/analisis merupakan suatu bentuk penerapan pendekatan system yang disebut system analisis”. Perencanaan yang dilakukan oleh guru-guru yang menjadi subjek penelitian pada SDIT Nurul Fikri Aceh meliputi pengembangan silabus dengan cara mempedomani pada SK dan KD, menyusun program tahunan, program semester, membuat RPP, dan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Semua subyek penelitian mengaku dalam hal pengembangan silabus dilakukan bersama-sama dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Al-Qur’an yang ada pada SDIT Nurul Fikri. Berdasarkan pengakuan dari subjek penelitian bahwa adanya keterbatasan kemampuan guru dalam mengembangkan silabus, bahkan masih banyak guru yang mengadopsi silabus yang baku untuk digunakan dalam mengajar. Namun secara umum guru-guru yang menjadi subjek penelitian ini sudah melakukan sesuai dengan petunjuk yang ada. yaitu mengembangkan silabus berdasarkan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Untuk dapat terlaksananya perencanaan pembelajaran yang baik, guru harus aktif mengembangkan potensi dirinya baik melalui diskusi dengan teman sejawat, melalui pelatihan atau penataran, maupun keaktifan dalam forum MGMP. Selain itu guru juga dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi untuk meningkatkan kemampuannya. Dengan aktifnya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) , maka guru akan mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan guru juga akan memiliki sifat yang dinamis terhadap perkembangan pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sukirman (2005: 6) bahwa: “upaya membangun hubungan yang baik dan luas dapat dilakukan dengan membina jaringan kerjasama atau networking untuk membantu meningkatkan kinerja sesama guru sebagai suatu profesi”. Perencanaan pembelajaran guru sangat menentukan dalam suksesnya pendidikan di sekolah. Karena itu guru sangat dituntut agar dapat meningkatkan dan mengembangkan diri secara professional yang menjadi modal dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dengan demikian diharapkan semua guru akan mampu secara bersama-sama mempersiapkan perangkat perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yang mana dalam perencanaan pembelajaran ditetapkan pemilihan metode belajar yang baik, penggunaan media 30
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran, serta cara-cara mengkondisikan siswa yang baik sehingga siswa termotivasi dalam belajar dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan dengan demikian tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan mudah dan mutu pendidikan pada suatu lembaga pendidikan juga akan meningkat sehingga akan menimbulkan daya tarik bagi masyarakat.
Pembahasan 1. Perencanaan Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Perencanaan pembelajaran di tingkat satuan pendidikan merupakan persiapan yang harus dilaksanakan oleh guru dan merupakan langkah awal dari suatu kegiatan pembelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran, langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah menelaah kurikulum dengan menyusun silabus, hal ini dilakukan untuk menjaga kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku di sekolah. Dalam proses belajar mengajar Al-Qur’an, materi yang diajarkan kepada siswa adalah bacaan cepat dan bertajwid. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa materi yang diajarkan kepada siswa sesuai dengan tingkatannya, yaitu kepada siswa diajarkan bacaan cepat tanpa mengeja membaca huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dan lancar. Hal ini dilakukan agar dapat mempertajam ingatan anak didik sehingga antusias anak didik dalam belajar Al-Qur’an sehingga juga bisa mendapatkan kebaikan. Guru mengajarkan cara membaca dengan hukum bacaan. Tajwid yang diajarkan kepada siswa juga diiringi dengan hukum- hokum yang lazim atau sering digunakan seperti makharijul al-huruf, idgam, ikhfa dan mad. Apabila anak-anak sudah terbiasa membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui tajwid dan cara membaca satu bacaan, maka akan sulit untuk mengubahnya jika sudah besar nanti. Pada tahap inti proses belajar mengajar, sebagian besar guru yang menjadi subjek penelitian mengemukakan bahwa apabila ada siswa yang keliru dalam bacaannya, tidak langsung diperbaiki oleh guru,. Mereka mengajar dengan cara melakukan perbaikan terhadap bacaan siswa yang keliru dan menjelaskan materi sesuai dengan kaedah pengajaran Al-Qur’an. Hal ini sejalan dengan pendapat Usman (2007: 89) yang menyatakan bahwa: “Pemberian penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam interaksinya dengan siswa di dalam kelas, dan biasanya guru lebih cenderung mendominasi pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung, misalnya dalam memberikan fakta, ide, ataupun pendapat. Oleh karena itu hal ini haruslah dibenahi untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid”. Selanjutnya guru-guru yang menjadi subjek penelitian mengakui bahwa mereka melakukan penilaian proses belajar mengajar, bukan hanya penilaian yang dilakukan adalah terhadap evaluasi hasil belajar. pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran sangat bermanfaat terutama bagi guru itu sendiri. Berkenaan dengan hal ini guru menyebutkan bahwa apabila penilaian hanya dilakukan terhadap hasil evaluasi sangat tidak adil, karena bisa jadi siswa yang hari-harinya bagus dalam pelaksanaan proses pembelajaran, kemungkinan ada suatu hal yang menyebabkan dia kurang konsentrasi pada saat penilaian hasil belajar. Dan sebaliknya, siswa yang hari-harinya kurang bagus, sedangkan pada saat penilaian hasil belajar, hasilnya bagus maka hal yang seperti inilah yang perlu diperhatikan oleh guru agar proses penilaian dapat berjalan dengan baik dan tidak ada siswa yang dirugikan dengan adanya penilaian dari guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (2006: 5), yaitu: Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikulum. Di samping itu juga dapat digunakan oleh guru-guru dan pengawas pendidikan untuk mengukur dan menilai sampai dimana tingkat keefektifan pengalaman belajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi proses pembelajaran.
31
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
2. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Dalam proses belajar mengajar Al-Qur’an, materi yang diajarkan kepada siswa adalah bacaan cepat dan bertajwid. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa materi yang diajarkan kepada siswa sesuai dengan tingkatannya, yaitu kepada siswa diajarkan bacaan cepat tanpa mengeja membaca huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dan lancar. Hal ini dilakukan agar dapat mempertajam ingatan anak didik sehingga antusias anak didik dalam belajar Al-Qur’an sehingga juga bisa mendapatkan kebaikan. Pada tahap inti proses belajar mengajar, sebagian besar guru yang menjadi subjek penelitian mengemukakan bahwa apabila ada siswa yang keliru dalam bacaannya, tidak langsung diperbaiki oleh guru,. Mereka mengajar dengan cara melakukan perbaikan terhadap bacaan siswa yang keliru dan menjelaskan materi sesuai dengan kaedah pengajaran Al-Qur’an. Hal ini sejalan dengan pendapat Usman (2007: 89) yang menyatakan bahwa: Pemberian penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam interaksinya dengan siswa di dalam kelas, dan biasanya guru lebih cenderung mendominasi pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung, misalnya dalam memberikan fakta, ide, ataupun pendapat. Oleh karena itu hal ini haruslah dibenahi untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid. Pada tahap penutupan atau kegiatan akhir guru selalu memberikan taushiyah kepada siswa akan pentingnya pembelajaran Al-Qur’an, dan guru senantiasa memberikan motivasi kepada siswa untuk selalu mengulang bacaan dan hafalannya di rumah serta dan selalu mengingatkan siswa untuk meninggalkan pekerjaan yang dapat melalaikan diri dalam belajar dan di setiap ada kesempatan bertemu dengan orang tua guru mengharapkan dukungan orang tua di rumah untuk tetap mengingatkan dan membimbing anaknya di rumah.
3. Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru atau pengajar. Dikatakan kewajiban karena setiap guru pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi tertentu yang telah dipelajarinya. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik. Mengingat kompleksnya proses penilaian, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang memadai tentang penilaian itu sendiri. Evaluasi bukan akhir dari pembelajaran, tetapi merupakan proses kontinu untuk membantu siswa dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Karena itu setiap penilaian diharapkan dibarengi dengan program tindak lanjut, yaitu program pengayaan bagi siswa yang sudah memenuhi ketuntasan belajar dan program remedial bagi siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan. Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh informasi bahwa program evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada SDIT Nurul Fikri Aceh tidak menggunakan tes tulis, namun guru menggunakan tes praktik bacaan dan hafalan, menggunakan tes bacaan untuk program qiraati dan tes hafalan untuk siswa tahfizh. Adapun yang menjadi pedoman penilaiannya adalah kelancaran, makharijul huruf atau kefasihan serta mad (panjang/ pendeknya bacaan) serta sejauh mana kemampuan siswa dalam menghafal. Selanjutnya guru-guru yang menjadi subjek penelitian mengakui bahwa mereka melakukan penilaian proses belajar mengajar, bukan hanya penilaian yang dilakukan adalah terhadap evaluasi hasil belajar. pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran sangat bermanfaat terutama bagi guru itu sendiri. Berkenaan dengan hal ini guru menyebutkan bahwa apabila penilaian hanya dilakukan terhadap hasil evaluasi sangat tidak adil, karena bisa jadi siswa yang hari-harinya bagus dalam pelaksanaan proses pembelajaran, kemungkinan ada suatu hal yang menyebabkan dia kurang konsentrasi pada saat penilaian hasil belajar. Dan sebaliknya, siswa yang hari-harinya kurang bagus, sedangkan pada saat 32
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
penilaian hasil belajar, hasilnya bagus maka hal yang seperti inilah yang perlu diperhatikan oleh guru agar proses penilaian dapat berjalan dengan baik dan tidak ada siswa yang dirugikan dengan adanya penilaian dari guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (2006: 5), yaitu: Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikulum. Di samping itu juga dapat digunakan oleh guru-guru dan pengawas pendidikan untuk mengukur dan menilai sampai dimana tingkat keefektifan pengalaman belajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi proses pembelajaran Guru dalam melaksanakan penilaian dituntut untuk membuat laporan tentang hasil penilaiannya, dan hal ini sudah menjadi tugas rutin guru dan menjadi kewajiban yang tidak boleh tidak untuk dilakukan demi kemajuan pendidikan. Biasanya laporan tentang hasil evaluasi ini yang diberikan kepada orang tua dalam bentuk buku yang disebut dengan Buku Rapor. Laporan ini akan dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan pendidik. Bagi pendidik laporan hasil penilaian akan digunakan untuk mendiagnosis hasil belajar siswa, sebagai umpan balik proses pembelajaran dan kurikulum yang ada pada sebuah lembaga pendidikan, kepentingan seleksi dan sertifikasi dan untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan. Laporan hasil penilaian harus disusun secara jelas dan komunikatif dengan menitikberatkan pada kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Penilaian yang dilakukan oleh guru-guru sangat perlu untuk ketercapaian tujuan pembelajaran dan untuk mengetahui kesulitan yang dialami oleh peserta didik selama mengikuti proses belajar mengajar. Untuk itu guru dapat menggunakan berbagai macam cara penilaian. Penilaian yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Al-Qur’an berbeda dengan pelajaran umum yang lainnya, karena dalam pelajaran umum tersebut menggunakan tes tertulis, sedangkan dalam pelajaran Al-Qur’an menggunakan ujian praktik, yaitu untuk program qiraati menggunakan tes bacaan dan untuk program tahfizh dengan tes hafalan. Dengan adanya tes tersebut dapat diketahui kemampuan siswa.
4. Hambatan yang dihadapi oleh Guru dalam Pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh
Peserta didik merupakan faktor yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin terwujud suatu proses belajar mengajar. Peserta didik dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang individu dalam masyarakat kecil, yaitu kelas dan sekolah. Kemampuan dan sikap peserta didik akan membawa dampak yang sangat signifikan bagi pelaksanaan pembelajaran yang efektif. Apabila siswa dalam belajar menampilkan sikap yang positif dalam belajar, maka nilainya akan bagus. Pengelolaan pembelajaran yang baik merupakan salah satu penyebab keberhasilan dalam suatu mata pelajaran atau bidang studi. Seorang guru diharapkan mampu mengelola pembelajaran dengan baik. berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa sikap yang ditampilkan oleh siswa ada hubungannya dengan manajemen pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pelajaran Al-Qur’an dapat diketahui bahwa hambatan yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah siswa kurang mengulang pelajarannya, sehingga bacaannya kurang lancar serta kurangnya dukungan orang tua di rumah, se sibuk apapun orang tua guru mengharapkan agar menyempatkan waktu untuk memberikan motivasi kepada anaknya di rumah untuk belajar Al-Qur’an, dan juga keadaan di sekitarnya yaitu siswa melihat temannya yang dalam kelompok lain sedang bermain sambil belajar, maka juga akan terpengaruh.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, baik kesimpulan empiris berdasarkan data hasil penelitian, maupun kesimpulan inferensial berdasarkan konsep dan teori-teori
33
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
yang digunakan dalam penelitian ini tentang manajemen pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh Besar sebagai berikut: 1. Perencanaan pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh Besar diwujudkan dalam pembentukan wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dalam wadah ini semua guru bidang studi Al-Qur’an berkumpul untuk menyusun silabus, program tahunan (prota), program semester (prosem), silabus dan RPP. 2. Pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh Besar dimulai dengan kegiatan awal yang diawali dengan membaca doa belajar bersama-sama, absensi siswa dan murajaah hafalan secara klasikal. Pada kegiatan inti, siswa menyetor hafalannya secara individual dan muraja’ah surah-surah yang akan disetorkan berikutnya. Pada kegiatan akhir, guru mengajak siswa membaca do’a penutup bersama-sama dan guru mengingatkan siswa untuk belajar di rumah agar dapat menambah hafalannya. 3. Evaluasi pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh Besar dilakukan dalam tiga tahapan penilaian, yaitu pada ulangan harian, ulangan midsemester dan pada ulangan umum. Adapun penilaian yang dilakukan adalah praktik, yaitu bacaan dan hafalan langsung di hadapan guru. Sedangkan yang menjadi aspek penilaiannya adalah makharijul huruf atau kefasihan, tajwid, kelancaran. 4. Hambatan yang dihadapi guru dalam pembelajaran Al-Qur’an adalah disebabkan oleh faktor internal siswa, yaitu siswa kurang termotivasi dirinya untuk belajar, siswa jenuh dalam belajar, kurangnya dukungan orang tua di rumah serta faktor yang disebabkan oleh guru itu sendiri yaitu kurang disiplin waktu guru dalam mengajar dan tidak bagusnya pengelolaan kelas.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian terhadap manajemen pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh, ada beberapa hal yang dirasa perlu direkomendasikan dalam upaya peningkatan manajemen pembelajaran Al-Qur’an pada lembaga pendidikan tersebut, yaitu: 1. Manajemen pembelajaran yang baik padasuatu lembaga pendidikan, baik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah, tenaga pengajar dan karyawan menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasiannya serta merupakan faktor penentu terhadap kemajuan suatu lembaga dan merupakan nilai jual yang tinggi terhadap masyarakat sehingga sekolah akan banyak diminati oleh masyarakat 2. Komitmen terhadap perencanaan yang telah dibuat sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk mewujudkan visi dan misi lembaga pendidikan, tujuan yang telah ditetapkan akan dapat dicapai. 3. Evaluasi pembelajaran yang baik tidak terlepas dari manajemen sumber daya yang professional serta dukungan fasilitas sarana dan prasarana belajar yang memadai. Peran lembaga tidak hanya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai akan tetapi juga mendidik tenaga pengajar agar mampu memberdayakan sarana dan prasarana tersebut sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih bermakna. 4. Mengatasi hambatan yang terjadi dapat dilakukan sedini mungkin, agar tidak berlarut-larut sehingga kemungkinan menimbulkan hambatan yang lain yang akan mengganggu proses belajar mengajar. Dengan tidak adanya hambatan, proses belajar akan dapat berjalan dengan baik dan proses belajar mengajar akan berjalan lancar.
Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, dapatlah dikemukakan saran-saran sebagai terapi konsepsional dalam manajemen pembelajaran Al-Qur’an pada SDIT Nurul Fikri Aceh. Adapun saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut:
34
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
a. Kepada guru diharapkan agar dapat menerapkan manajemen pembelajaran dengan baik sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya agar dapat memudahkan pembelajaran serta dapat meningkatkan mutu sekolah. Pengelolaan kelas sebagai dasar penguasaan siswa oleh guru harus diperhatikan. Guru diharapkan dapat memperbaiki kekurangan diri serta dapat meningkatkan profesionalismenya dengan mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan dan seminar. b. Kepada kepala sekolah diharapkan agar selalu memperhatikan guru-guru baik dengan cara supervisi langsung ataupun secara diam-diam mengawasi cara guru mengajar agar kepala sekolah mengetahui secara pasti proses pembelajaran yang sedang berlangsung. c. Kepada pemerintah Kabupaten Aceh Besar diharapkan dapat memberikan bantuan berupa pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan guru mengenai teknik dalam melaksanakan pengelolaan kelas yang baik dan benar sehingga guru tidak kewalahan menghadapi murid-muridnya.
Daftar Pustaka
Alwi Al-Maliki. (2002). Prinsip-Prinsip Rasulullah, Jakarta: Gema Insani Pres. As’ad Human, dkk. (2001). Pedoman pengelolaan Pembinaan dan Pengembangan Al-Qur’an, Tim Tadarus “AMM”, Yogyakarta. Fattah, Nanang. (2006). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Hamalik, Oemar. (2005). Pelaksanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara Harun, Cut Zahri. (2007). Fungsi-fungsi Dasar Manajemen dan Hubungan Ilmu Manajemen dengan Ilmu-ilmu lain. Diktat Materi Kuliah- IV. Banda Aceh: Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Unsyiah. Hasibuan, (2009). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi penelitian kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Purwanto, N. (2006). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya Sagala, Syaiful. (2009). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Syafaruddin dan Irwan Nasution, (2005). Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Quantum Teaching. Sule,E.T. (2005). Pengantar Manajemen, Jakarta: Prenada Media Sukirman, M. (2005). Performance Guru dan Tuntutan Kekinian. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sertifikasi Guru dan Dosen, BEMF MIPA UM, tanggal 29 November 2005. Sutikno, S. (2005). Pembelajaran Efektif, Mataram: Rineka Cipta. Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran, Surabaya: Temprina Media Grafika Usman, Nasir. (2007). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu
35
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Pendidikan Agama Islam di Mekkah dan Serambi Mekkah Tasnim Idris
Instansi apa, alamat, No yang bias dihubungi,
[email protected] Abstrak : Kata Kunci:
Pendahuluan
Kata Mekkah dalam tulisan ini adalah Kerajaan Arab Saudi, sebab kota Mekkah adalah kota suci umat Islam merupakan salah satu kota besar dalam Kerajaan Arab Saudi. Sebutan kota Mekkah lebih populer dikalangan kaum muslimin dibandingkan sebutan Kerajaan Arab Saudi. Kaum muslimin ingin mengunjungi kota suci ini setiap tahun berbeda dengan kota Riyadh sebagai ibu kota Kerajaan Arab Saudi. Kota ini pusat agama Islam karena di kota ini mulanya turun Al-Qur’an dan tempat melaksanakan rukun Islam yang kelima. Kata Serambi Mekkah indentik dengan kata Aceh. Kata Serambi Mekkah salah satu dari nama Aceh. Aceh memilki beberapa nama diantaranya Atjeh yang ditulis dalam ejaan lama. Setelah Aceh menjadi salah satu provinsi Republik Indonesia namanya berubah menjadi Daerah Istimewa Aceh. Nama ini berubah lagi menjadi Nanggroe Aceh Darussalam. Tidak lama kemudian nama ini berubah menjadi Provinsi Aceh. Kata Aceh identik dengan Islam. Sebab orang Aceh semuanya orang Islam. Itulah sebabnya daerah ini dijuluki dengan Serambi Mekkah. Kehidupan masyarakat di Mekkah dan Serambi Mekkah berdasarkan satu kebudayaan yaitu kebudayaan Islam. Falsafah hidup masyarakat dalam Kerajaan Arab Saudi berdasarkan agama Islam. Masyarakat Aceh telah sepakat menjadikan Islam sebagai petunjuk dalam kehidupan mereka secara pribadi dan kelompok. Oleh sebab itu Provinsi Aceh adalah satu-satunya provinsi yang secara resmi berupaya untuk menerapkan ajaran Islam secara kaffah, sehingga di provinsi ini terdapat Dinas Syariat Islam yang tidak ada di provinsi lain di Indonesia. Telah banyak peraturan daerah diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat Aceh. Peraturan daerah dirubah namanya dengan sebutan qanun (berbahasa Arab) yang merupakan ciri khas penerapan Syariat Islam. Kebudayaan Islam baru muncul dengan munculnya agama Islam. Sebelum lahir ajaran Islam di Mekkah terdapat kehidupan jahiliyah. Kaum jahiliyah tidak mengenal Allah, mereka beribadat dengan menyembah berhala. Kehidupan sehari-hari diwarnai dengan tingkah laku saling bersaing secara tidak sehat. Siapa yang kuat menjajah mereka yang lemah. Kasta yang kaya mengeksploitasi kasta yang lemah dan miskin. Kasta yang kaya melahirkan keturunan yang terhormat dan bermartabat. Kasta yang miskin terus melahirkan keturunan yang lemah dan tertindas. Keturunan menentukan martabat seseorang. Kehidupan bermasyarakat di kalangan mereka diatur oleh kekuasaan dan harta benda. Hal yang sama terjadi di Serambi Mekkah. Penduduk daerah ini pada masa lampau menganut agama Hindu. Mereka tidak menyembah Allah. Kehidupan masyarakat Aceh terdiri atas kasta yang mengeksploitasi tenaga kasta yang lemah. Keturunan dari kasta yang terhormat tidak rela kawin dengan keturunan yang dianggap rendah status kehidupannya. Pada masa lampau daerah Aceh berada dibawah naungan agama Hindu. Pengaruh agama Hindu diganti dengan pengaruh agama Islam. Perubahan dalam kehidupan ini suatu keniscayaan. Sebuah wilayah tidak mungkin hidup terpisah dari pengaruh daerah lain, atau dengan kata lain kedua daerah itu saling mempengaruhi. Kehidupan dalam alam globalisasi saling mempengaruhi. Kebudayaan yang kuat pasti mempengaruhi kehidupan masyarakat yang berkebudayaan lemah. Suatu masyarakat yang menganggap kebudayaannya paling unggul tidak akan dipengaruhi oleh kebudayaan yang lain, adalah anggapan yang salah. Anggapan ini ada dalam masyarakat Arab Saudi dan masyarakat Aceh.
36
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Besar kemungkinan –menurut dugaan sementara dari penulis- perubahan kebudayaan sebuah masyarakat terjadi melalui perubahan sistem pendidikan. Itulah sebabnya penulis ingin mengetahui perubahan yang terjadi dalam masyarakat Mekkah dan masyarakat Serambi Mekkah. Penulis akan menelusuri perjalanan pendidikan agama pada dua tempat ini melalui tulisan dari penulis yang berasal dari dua tempat tersebut. Sebab penulis berpikir bahwa dari dua tempat ini lebih mengetahui dan merasakan perubahan yang terjadi dalam masyarakat mereka. Penulis memilih pendidikan agama karena agama Islam yang terdapat di Serambi Mekkah berasal dari Mekkah.
Pendidikan Agama di Mekkah
Pada abad ke 19 M Jazirah Arab termasuk wilayah lemah dalam berbagai lapangan karena daerah ini dibawah naungan Dinasty Usmany. Dinasty Usmany sendiri termasuk kerajaan yang sedang sakit pada waktu itu. Ketidakstabilan politik menyebabkan terjadi permusuhan dan peperangan antar kabilah yang berakibat kepada kemerosotan ekonomi dalam masyarakat tersebut. Di wilayah Nejd terjadi kekacauan, ketidakamanan dan praktek agama sesuai dengan keinginan pimpinan kabilah tanpa memperhatikan pedoman dari kandungan Al-Qur’an dan al-Hadits karena wilayah ini tidak diperhatikan oleh Dinasty Usmany. Hal ini menyebabkan timbulnya gerakan yang dipimpin oleh Syekh Abdul Wahhab untuk menghilangkan khurafat dan bid’ah. Di wilayah timur tepatnya di Ahsa’ terjadi benturan antara penganut mazhab dan benturan antara tokoh kabilah dalam merebut hati rakyat. Hal ini termasuk salah satu sebab kemorosotan ekonomi masyarakat tambah lagi sumber alam pada saat itu sangat berkurang. Keadaan ini semua memaksa anak muda untuk mencari rezeki dan tidak mempergunakan masa kanak-kanak dan masa muda untuk menuntut ilmu. Timbulnya gerakan pendidikan harus ditopang oleh situasi masyarakat yang stabil sehingga pendidikan dapat berkembang dengan baik. Sebenarnya pendidikan dapat merubah keadaan masyarakat dari tidak baik menjadi baik. Dengan kata lain bila masyarakat sudah stabil timbullah gerakan pendidikan yang membuat masyarakat yang sudah stabil (baik) menjadi lebih baik. 1 Pendidikan agama sudah berjalan sebelum didirikan Direktorat Jenderal Pendidikan pada tahun 1344 H di kuttab, halaqah, rumah para ulama, perpustakaan umum, toko-toko buku, mahligai para amir. Pendidikan agama pada masa itu terbagi atas: a. Pendidikan Tradisional yang berlangsung di kuttab, halaqah di masjid dan majelis para ulama. b. Pendidikan Resmi yang diatur oleh Dinasty Usmany dengan mempergunakan bahasa Turki sebagai bahasa pengantar. c. Pendidikan swasta yang mirip dengan pendidikan tradisional dalam kurikulumnya tetapi sudah ada usaha pembaharuan dari segi materinya. 2 Pada saat Raja Abdul Aziz memimpin Kerajaan Arab Saudi dia mendirikan Direktorat Jenderal Pendidikan yang mengatur sistem pendidikan untuk semua wilayah dalam kerajaan. Direktorat ini didirikan pada tanggal 1 Ramadhan 1344 H. Dalam sistem pendidikan yang berlaku pada waktu itu adalah adanya penyatuan kurikulum, penjenjangan pendidikan dan segala jenis pendidikan berada dibawah naungan ajaran Islam. Diantara hasil kerja keras yang patut dicatat dari Direktorat Jenderal Pendidikan adalah peraturan kerajaan tentang peraturan pendidikan di sekolah-sekolah yang dikeluarkan tahun 1347 H, peraturan yang mengatur pendidikan private yang dikeluarkan tahun 1371 H , peraturan pendidikan tentang pendirian fakultas Syariah, fakultas Pendidikan di Mekkah alMukarramah. Pada tahun 1346 keluar peraturan kerajaan untuk dididrikan Majelis Pendidikan yang beranggotakan para ulama dan cendekiawaan dibawah Direktorat Jenderal Pendidikan. Anggota Majelis Pendidikan ditunjuk sesuai keputusan kerajaan. Salah satu hasil kerja majelis ini adalah
1 2
Salim bin Ali al-Wahhabi, al-Ta’lim fi al-Mamlakah, hal 28 Muhammad bin Mu’jib al-Hamid, al-Tathawwur al-Tarikhi li nidzam al-Ta’lim, hal 25 37
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
penyatuan sistem pendidikan dan menyatakan bahwa pendidikan dasar dilakukan secara paksa dan gratis. Penjenjangan pendidikan menjadi : a. Taman Kanak-Kanak b. Sekolah Dasar c. Tsanawiyah d. ‘Aliyah Pada tahun 1355 H didirikan sekolah Persiapan Tugas Belajar ke Luar Negeri. Sekolah ini bertugas untuk mempersiapkan pemuda untuk dikirim ke luar negeri guna memperdalam ilmu pengetahuan untuk kemudian mengajarkan generasi muda Saudi agar tidak ketinggalan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1351 H Raja Abdul Aziz mendirikan Kementerian Pendidikan – sebelumnya merupakan sebuah Direktotarat Jendral- dan ditunjuk Menteri Pendidikan Pertama Pangeran Fahd –kemudian menjadi Raja Fahd-. Kementerian Pendidikan telah melakukan hal-hal berikut : a. Membangun kantor pendidikan di setiap daerah tingkat satu, membangun 406 sekolah dasar, 79 sekolah menengah pertama, 26 sekolah menengah atas, 18 akademi pendidikan. b. Menambah dana untuk Kementerian Pendidikan sebanyak 7 %. c. Membentuk Badan Tinggi Pendidikan yang bertugas untuk menciptakan policy pendidikan pada Kerajaan Arab Saudi. Pada tanggal 28 Shafar 1424 H dikeluarkan peraturan kerajaan tentang perubahan Kementerian Pendidikan menjadi Kementerian Pendidikan dan Pengajaran. 3 Kementerian ini membimbing dan mengawasi : a. Taman Kanak-Kanak b. Pendidikan anak laki-laki terdiri atas Sekolah Dasar 6 tahun Sekolah Menengah Pertama 3 tahun Sekolah Menengah Atas 3 tahun c. Pendidikan anak perempuan (seperti jenjang pendidikan anak laki-laki) d. Pendidikan swasta bagi anak laki-laki dan perempuan (seperti jenjang pendidikan anak laki-laki) e. Pendidikan Tahfizh Al-Qur’an f. Pendidikan Orang Dewasa dan Pemberantasan Buta Huruf g. Pendidikan kejuruan h. Pendidikan asing (sekolah asing yang ada di kerajaan) Tujuan Pendidikan 4 : a. Taman Kanak-Kanak adalah disesuaikan dengan kebutuhan anak pada umurnya dengan mengembangkan kepribadiannya sebagai persiapan memasuki sekolah dasar. b. Sekolah Dasar adalah mengembangkan kepribadian anak melalui pendidikan Islam yang konprehensif dalam perkembangan akhlak, phisik, pikiran, bahasa, dan loyalitas kepada umat Islam, dengan penekanan pada kemahiran dasar (bahasa, matematik, dan psikomotorik) c. Sekolah Menengah adalah menanam akidah islamiyah sebagai pedoman dalam tingkah laku dan kegiatan lain, menambah wawasan keilmuan, ketrampilan yang sesuai dengan usia anak didik, sebagai persiapan untuk memasuki jenjang pendidikan di sekolah menengah atas. d. Sekolah Menengah Atas adalah penguatan akidah islamiyah sebagai pedoman dalam memandang jagat raya, manusia, kehidupan dunia dan akhirat. Mengembangkan kemampuan anak didik sesuai
3 4
Muhammad bin Mu’jib al-Hamid, al-Tathawwur al-Tarikhi li nidzam al-Ta’lim, hal 41 Musthafa Abdul Qadir, Siyasah al-Ta’lim fi al-Mamlakah, hal 63 38
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
dengan umurnya dengan penekanan pada pengembangan cara berpikir, kemampuan meneliti, mengadakan eksperimen, dan kebiasaan mengikuti metode ilmiah. e. Pendidikan Tinggi adalah mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir ilmiah dalam berbakti kepada bangsa dan negara dibawah bimbingan akidah islamiyah dan prinsip Islam, melaksanakan penelitian ilmiah, menulis buku dan menghasilkan penemuan ilmiah. Materi yang diajarkan pada : Halaqah di masjid adalah pelajaran agama, sastera (arab), dan sejarah dalam berbagai jenjang pendidikan sesuai dengan kemampuan pengajar. Bagi anak didik dapat memilih halaqah yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Kuttab adalah cara membaca dan menghafal Al-Qur’an secara musyafahah (praktek). Mempelajari al-Hadits, mukaddimah berhitung dan khat. Materi pelajaran pada Sekolah Tahfizh Al-Qur’an sesuai dengan jenjang5 : Ibtidaiyah : a. Al-Qur’an al-Karim diajarkan 10 s/d 15 jam,kelas 1 s/d kelas 6. b. al-Tajwid diajarkan 1 jam , kelas 3 s/d kelas 6. c. al-Tauhid diajarkan 1 jam, kelas 1 s/d kelas 6. d. al-Fiqh diajarkan 1 jam , kelas 1 s/d 6. e. al-Hadits diajarkan 1 jam, kelas 5 s/d 6. Mutawassithah a. Al-Qur’an al-Karim diajarkan 9 s/d 10 jam, kelas 1 s/d 3. b. al-Tauhid diajarkan 2 jam, kelas 1 s/d 3. c. al-Tafsir diajarkan 2 jam, kelas 1 s/d 3. d. al-Hadits diajarkan 1 jam, kelas 1 s/d 3. e. al-Tajwid diajarkan 2 jam, kelas 1 s/d 3. f. al-Fiqh diajarkan 2 jam, kelas 1 s/d 3. Tsanawiyyah a. Al-Qur’an al-Karim diajarkan 5 jam, kelas 1 s/d 3. b. al-Qiraat diajarkan 3 dan 4 jam, kelas 1 s/d 3. c. Ulumul Qur’an diajarkan 3 jam pada kelas 1 saja. d. Tafsir al-Qur’an al-Karim diajarkan 2 jam, kelas 1 s/d 3. e. al-Hadits dan Tsaqafah Islamiyah diajarkan 1 jam, kelas 1 s/d 3. f. al-Tauhid diajarkan 1 jam, kelas 1 s/d 3. g. al-Fiqh dan al-Faraidh diajarkan 1 jam , kelas 1 s/d 3. h. Ushul Fiqh diajarkan 3 jam pada kelas 3. i. Ulumul Hadits diajarkan 2 jam pada kelas 2. Sekolah Dasar adalah6: a. Pendidikan Islam mencakup Al-Qur’an, tajwid, fiqh, akhlak dan al-Hadits sebanyak 9 jam untuk setiap kelas (1-6 th)/tahun. b. Bahasa Arab mencakup membaca, menulis, mahfudzah, imlak, ta’bir, qawaid diajarkan dalam 9 sampai 12 jam dimulai dari kelas 3 kecuali membaca dan menulis untuk setiap kelas. 5 6
Nabil Abdul Khaliq Mutawalli, Andzimah Ta’limiyah dzatu Ahdaf Naw’iyah, hal 224. Nabil Abdul Khaliq Mutawalli, Andzimah Ta’limiyah dzatu Ahdaf Naw’iyah, hal 94 39
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
c. Kemasyarakatan (ijtima’iyah) mencakup sejarah dan ilmu bumi diajarkan dalam 2 jam dimulai pada kelas empat untuk setiap kelas. d. Berhitung diajarkan dalam 2 sampai 5 jam untuk setiap kelas/tahun. e. Ilmu alam diajarkan dalam 1 sampai 3 jam untuk setiap kelas/ tahun. f. Pendidikan kesenian diajarkan dalam 1 sampai 2 jam untuk setiap kelas/tahun. g. Pendidikan kebangsaan diajarkan 1 jam dimulai pada kelas empat/tahun. h. Pendidikan Jasmani diajarkan 2 jam untuk setiap kelas/tahun. - Kelas 1 sampai kelas 2 jumlah jam pelajaran 28 jam pelajaran. - Kelas 3 sampai kelas 6 jumlah jam pelajaran 31 jam pelajaran. Sekolah Menengah Pertama a. Pendidikan Islam mencakup Al-Qur’an, al-Hadits, tafsir, tauhid, dan fiqh diajarkan 1 sampai 2 jam pelajaran. b. Bahasa Arab mencakup qawaid, membaca, teks arab, ta’bir, dan imlak diajarkan 2 jam untuk qawaid dan materi yang lain diajarkan 1 jam pelajaran. c. Ilmu Kemasyarakatan (ijtima’iyah) mencakup sejarah dan ilmu bumi diajarkan 2 jam pelajaran. d. Ilmu alam diajarkan 4 jam pelajaran. e. Matematika diajarkan 4 jam pelajaran. f. Pendidikan kesenian diajarkan 2 jam pelajaran. g. Pendidikan kebangsaan hanya untuk murid laki-laki diajarkan 1 jam pelajaran. h. Pendidikan Jasmani untuk murid laki-laki diajarkan 1 jam pelajaran. Untuk murid perempuan diganti dengan materi ketrampilan perempuan. Jumlah jam pelajaran kelas 1 sampai 3 adalah 18 jam pelajaran/kelas. Sekolah Menengah Atas Terbagi atas jurusan agama, jurusan administrasi dan kemasyarakatan, jurusan ilmu pengetahuan alam, dan jurusan teknik. a. Pendidikan Islam mencakup Al-Qur’an, al-Hadits, tafsir, tauhid, dan fiqh diajarkan 1 sampai 2 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. b. Bahasa Arab mencakup nahwu dan sharaf, balaghah dan kritik sastera, sastera, muthala’ah, insya’ diajarkan 1 sampai 2 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. c. Ilmu Administrasi mencakup ilmu administrasi, ilmu ekonomi, dan akutansi diajarkan 1 sampai 2 jam pada jurusan administrasi dan kemasyarakatan th 2 dan 3 . d. Ilmu Kemasyarakatan (ijtima’iyah) mencakup sejarah, ilmu bumi, ilmu jiwa, sosiologi. Sejarah dan ilmu bumi diajarkan 1 sampai 2 jam pada jurusan agama, jurusan administrasi dan kemasyarakatan. Ilmu jiwa dan sosiologi diajarkan 1 jam pada jurusan administrasi dan kemasyarakatan th 1 s/d 2. e. Scain mencakup fisika, kimia, biologi, dan ilmu pertambangan diajarkan 4 jam pada jurusan ilmu pengetahuan alam. f. Matematika diajarkan 5 jam pelajaran pada tahun pertama untuk semua jurusan, diajarkan 4 jam pelajaran pada jurusan agama, jurusan administrasi dan kemasyarakatan, diajarkan 6 jam pelajaran pada jurusan ilmu pengetahuan alam dari 1 s/d 3. g. Bahasa Inggris diajarkan 4 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. h. Penelitian diajarkan 1 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. i. Pendidikan Jasmani diajarkan 1 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. j. Pendidikan Kewargenegaraan diajarkan 1 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3. k. Ketrampilan diajarkan 1 jam pelajaran pada semua jurusan th 1 s/d 3.
40
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Sekolah Menengah Atas terbagi atas laki-laki dan perempuan. Materi diatas untuk anak didik laki-laki, sedangkan untuk anak didik perempuan sebagai berikut. Jurusan yang tersedia bagi anak didik perempuan adalah jurusan IPS dan IPA. Materi yang diajarkan : a. Pengetahuan Agama tahun pertama dan kedua diajarkan 4 jam pelajaran dan tahun ketiga diajarkan 3 jam pelajaran pada setiap jurusan. b. Bahasa Arab diajarkan 9 jam pelajaran pada kelas 1 , pada kelas 2 dan 3 jurusan IPS diajarkan 11 jam dan IPA diajarkan 4 jam. c. Ilmu Kemasyarakatan diajarkan 4 jam pada kelas 1. Pada kelas 2 dan 3 hanya diajarkan pada jurusan IPS 8 jam pelajaran. d. Matematika diajarkan 5 jam pada semua jurusan. Pada kelas 2 dan 3 diajarkan 7 jam pada jurusan IPA. e. Sains diajarkan 6 jam pada kelas 1. Pada kelas 2 hanya diajarkan pada jurusan IPA 7 jam pelajaran. f. Bahasa Inggris diajarkan pada semua jurusan dan tingkat sebanyak 4 jam. g. Ekonomi Rumah Tangga dan Pendidikan Kesenian diajarkan pada kelas 1 dan 2 jurusan IPA dan IPS. h. Kepustakaan diajarkan 1 jam pada kelas 1 dan pada kelas 2 hanya diajarkan 1 jam jurusan IPS. Jumlah jam pelajaran kelas 1 sampai 3 adalah berkisar antara 28 dan 35 jam pelajaran/kelas . Beberapa kendala dalam penerapan pendidikan dan pengajaran pada 7 : Taman Kanak-Kanak a. Kurang kerja sama antara wali murid dengan pihak taman kanak-kanak. Wali murid mengantar anaknya ke taman kanak-kanak karena kesibukan mereka sehari-hari. Wali murid merasa lepas tanggung jawab karena telah menitip anaknya pada pihak taman kanak-kanak. b. Lemah manajemen dan proses belajar mengajar pada taman kanak-kanak. Sekolah Dasar8 a. Putus sekolah yaitu anak didik setelah belajar beberapa tahun pada sekolah dasar keluar dari sekolah karena tidak ada bimbingan dari orang tua dan atau merasa berat mengikuti pelajaran karena guru mengajar dengan cara yang tidak benar menurut ilmu pendidikan. b. Anak tinggal kelas yang berakibat kepada rasa jenuh dalam belajar pada kelas yang sama. c. Ada guru yang tidak layak menjadi pengajar di sekolah dasar. Sekolah Menengah Pertama a. Ada buku ajar yang kurang cocok dengan perkembangan kepribadian anak didik. b. Akidah islamiyah belum mampu membimbing anak didik untuk berkepribadian muslim c. Guru belum memberi teladan dalam berprilaku islami kepada anak didik d. Lemah manajemen dan proses belajar mengajar. Sekolah Menengah Atas a. Sekolah belum berhasil mendidik anak didik untuk menghayati dan membela akidah islamiyah b. Sekolah belum berhasil membina anak didik untuk loyal kepada negara dan bangsa c. Sebagian guru mengajar materi ajar dengan metode yang tidak dapat mengembangkan cara berpikir anak didik, dengan istilah sekarang belum PAKEM. d. Sebagian anak didik yang drop out dari sekolah akan menjadi penganggur dan pengacau keamanan.
7 8
Nabil Abdul Khaliq Mutawalli, Andzimah Ta’limiyah dzatu Ahdaf Naw’iyah, hal 95 Badran bin Juwai’id al-‘Utaibi, Musykilat al-Ta’lim, hal 229 41
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Pendidikan Agama Islam di Serambi Mekkah
Para saudagar Arab menjalankan dua fungsi dalam kegiatan mereka berpindah dari jazirah Arab ke tempat-tempat yang lain. Fungsi pertama dan merupakan tugas suci adalah menyebarkan ajaran Islam, mengikuti jejak Rasul saw yang pernah berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Fungsi kedua dan nyata adalah mencari nafkah, mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka yang suka berpindah dari suatu tempat ke tempat di sebelah utara pada musim panas, ke tempat di sebelah selatan pada musim dingin. Para saudagar Arab ketika sampai di tanah Aceh bergaul dengan anak negeri dengan mempergunakan senjata yang ampuh yaitu akhlak yang mulia, mereka dapat mengambil hati penduduk Aceh. Mereka membangun tempat shalat berjamaah mengikuti petunjuk Rasul saw “ Jika kamu bertiga angkatlah salah seorang dari kamu menjadi imam.” Sesudah shalat berjamaah mereka mengajar dasardasar agama di suatu sudut tempat shalat yang merupakan cikal bakal bagi sebuah model pendidikan Islam. Mereka kawin dengan anak negeri dan membuat rumah untuk keluarga kecil dan keluarga besar. Di rumah ini diperuntukkan sebuah tempat bagi pengajian agama untuk murid-murid yang ingin memperdalam ilmu agama. Pengajian di masjid dan rumah ulama dilakukan secara gratis, karena sang guru mengajar demi memperoleh pahala dari Allah. Adapun para murid memberikan sedekah kepada sang guru, bukanlah imbalan dari pengajian itu tetapi merupakan sebuah penghormatan belaka.9 Peran dayah dalam kehidupan umat Islam sebagai lembaga pendidikan untuk membina generasi muda yang mempunyai ilmu pengetahuan agama Islam, berakhlak mulia , dan dapat merespon masalah kehidupan duniawi di bawah ajaran Al-Qur’an , al-Hadits, ijma’ dan qiyas.Metode pengajaran yang dterapkan di Dayah lebih dominan metode Targhib dan Tarhib. Metode Ini menitik beratkan pada kesadaran keinginan terhadap kekuatan, kenikmatan, kesenangan hidup dan kehidupan abadi yang baik serta ketakuan akan kepedihan, kesengsaraan dan kesudahan yang buruk. 10 Dayah memiliki peran dalam membangun akhlak umat, sekaligus sebagai benteng pertahanan akhlak. Disamping itu, dayah berperan dalam membina para pejuang muslim dalam mempertahankan aqidah dan tanah air. Dayah telah berjaya menciptakan para pejuang yang berakidah islamiyah, berakhlak mulia seperti Tgk Chik Tanoh Abee, Tgk Chik Ditiro, dan Tgk Cot Plieng. Pada masa Kerajaan Islam Darussalam dayah telah menawarkan tiga tingkatan pengajaran 11: a. Rangkang (yunior) b. Bale (senior) c. Dayah manyang (fakultas) Materi yang diajarkan berkisar pada kitab kuning. Kitab kuning berisi materi pelajaran meliputi : a. Al-Qur’an (tajwid, tafsir, dan ilmu tafsir) b. Al-Hadits c. Aqidah/Tauhid d. Akhlak/Tasawuf e. Fiqh f. Bahasa Arab (nahwu, sharf, balaghah) g. Mantiq h. Tarikh (sejarah islam) Pola umum pendidikan di dayah sebagai berikut : a. Adanya hubungan yang akrab antara teungku dengan murid. Tgk Faisal Ali, Dayah Salafi, dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, hal 315 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam dalam keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, hal. 410 11 Azman Ismail dan Syukrinur, dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, Hal 93 9
10
42
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
b. c. d. e. f. g. h.
Tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang murid terhadap teungku. Pola hidup sederhana. Kemandirian dan independensi. Berkembangnya iklim dan tradisi tolong menolong dan suasana persaudaraan. Disiplin ketat. Berani menderita untuk mencapai tujuan. Kehidupan dengan tingkat relegius yang tinggi.
Para Santri tidak membayar uang pendidikan dan semacamnya karena Ilmu pengetahuan agama tidak boleh diperjualbelikan dengan uang.12 Dayah dan masyarakat tidak dapat dipisahkan daripada hubungan persaudaraan Islam. Persaudaraan ini atas dasar keilmuan, ketaqwaan serta keikhlasan untuk memperkokoh hubungan silaturrahmi antara teungku chik, teungku rangkang dengan murid, guru dengan orang tua murid serta dayah dengan imam setempat.13 Dayah adalah lembaga pendidikan tertua di Aceh. Dayah Cot Kala adalah dayah pertama muncul di Aceh, setelah itu muncul dayah-dayah yang bertebaran di tanah Aceh seperti Dayah Serele dibawah pimpinan Teungku Syekh Sirajuddin, Dayah Blang Priya dipimpin oleh Teungku Ya’cob, Dayah Batu Karang dipimpin oleh Teungku Ampon Tuan, dayah Lam Keuneuen dibawah pimpinan Teungku Syekh Abdullah Kan’an. Kan’an adalah nama sebuah kota di Jazirah Arab. Dayah-dayah tersebut berkembang sebelum tahun 1225 M ( abad ke 13 M). 14 Pendidikan dayah sesudah itu merosot karena para pimpinan dayah terlibat dalam peperangan melawan Belanda dan Jepang. Baru kemudian pada abad ke 20 M dayah muncul lagi kepermukaan dengan adanya Dayah Kreung Kalee. Dayah berkembang dibawah pimpinan Teungku H. Muhammad Hasan Kruengkalee setelah beliau belajar di Mekkah. Sesudah itu muncul pula Dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Teungku Haji Muhammad Muda Waly al-Khalidy. Beliau memimpin dayah ini setelah menimba ilmu di Mekkah. Dayah-dayah yang muncul kemudian kebanyakan dipimpin oleh teungku yang merasa cukup belajar agama dari teungku-teungku yang telah menimba ilmu di Mekkah.15 Teungku Abdul Hamid yang kemudian dikenal dengan Ayah Hamid adalah seorang pemuda Aceh yang pernah mengecap ilmu pengetahuan agama di dayah. Dia tidak puas dengan ilmu yang diajarkan oleh teungku di dayah adalah suatu persamaan antara dia dengan Teungku Haji Muhammad Muda Waly al-Khalidy. Dia melanjutkan petualangannya untuk menuntut ilmu di Mekkah. Ayah Hamid mendapat ide untuk mendirikan Madrasah Diniyah sebagai model dari pengembangan dayah. Dia mendirikan Madrasah Masakinah di Tanjungan Samalanga dan Madrasah Diniyah di Tufa Jeunieb. Ulama-ulama yang sepaham dengannya mendirikan Madrasah Sa’adah Abadiah di Sigli, Madrasah Al-Muslim di Peusangan, Al-Madeni di Idi, Djadam di Montasik, dan AlIslah di Kuta Blang. Kurikulum dari madrasah-madrasah tersebut diatur sesuai dengan keahlian dan keinginan pimpinan madrasah atau yayasan yang menaunginya. 16 Baru pada tahun 1939 kurikulum madrasah (sekolah agama) di seluruh Aceh dipersatukan dengan lama belajar di sekolah agama 7 tahun. Setelah merdeka sekolah-sekolah agama dinegerikan dengan keluarnya Qanun pada tanggal 1 November 1946. Sekolah agama pada waktu itu bernama Sekolah Rendah Islam Negeri (SRIN) dengan kurikulum sebagai berikut : Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, 1994, hal. 19 Tasnim Idris, Penerapan Metode Targhib dan Tarhib dalam Pendidikan Islam, Progam Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry, 2005, hal 2 14 Fazzan, Prospek Dayah di Aceh, Pascasarjana IAIN Ar-Raniry;2010, hal 4 15 Tgk Faisal Ali, Dayah Salafi, dalam Refleksi setengah Abad Pendidikan Aceh, hal 317 16 Sri Rahayuningsih dan Nurchaili, Madrasah Ibtidaiyah, dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, hal 27 12 13
43
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
a. Agama mencakup : Al-Qur’an, Ibadah/Fiqh, Tauhid, Tafsir/Hadits, Tahzib/Akhlak, dan Tarikh Islam. b. Bahasa Arab mencakup : Muhadasah, Muthalaah, Qawaid, Insyak, dan Imlak. c. Umum mencakup : Bahasa Indonesia, Berhitung, Menulis, Menggambar, Seni suara, Bersenam(olah Raga), Pekerjaan Tangan, Ilmu Bumi, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Sejarah. Dalam perkembangan Pendidikan Agama Islam dizaman modern ini para ahli merumuskan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yan beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Adapun ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia,hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.Sedangkan bahan pelajaran pendidikan Agama Islam meliputi: Al-Quran,Aqidah, Syari’ah, Akhlaq dan Tarikh.17 Sekolah Rendah Islam Negeri (SRIN) berada dibawah asuhan Departemen Agama Republik Indonesia dengan Penetapan Menteri Agama No. 43 tanggal 24 Desember 1952. Sekolah Rendah Islam Negeri (SRIN) berubah nama menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dengan Keputusan Menteri Agama No. 104 tahun 1962, dan lama belajar berubah pula dari 7 tahun menjadi 6 tahun. Jam pelajaran 218 jam berubah menjadi 251 jam. Perbandingan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama berbanding 66:34 menjadi 68:32. Pada saat perubahan ini jumlah MIN sebanyak 210 buah dan MIS (Madrasah Ibtidaiyah Swasta) sebanyak 175 (tahun 1962). Dalam tempo 3 tahun jumlah MIN bertambah 120 buah. Ini berarti kepercayaan umat Islam di Aceh kepada MIN bertambah kuat. Akibatnya pembentukan filial MIS kepada MIN bertambah pada setiap kabupaten/kota, seperti terlihat dalam tabel berikut: Tabel 1. Departeman Agama Propinsi D.I Aceh No Wa/I/PP.00.4/97/1987 No
Kabupaten /Kota
Jumlah MIS
1
Aceh Besar
14 madrasah
2
Banda Aceh
9 madrasah
3
Aceh Timur
12 madrasah
4
Pidie
31 madrasah
5
Aceh Utara
46 madrasah
6
Aceh Barat
42 madrasah
7
Aceh Selatan
25 madrasah
8
Aceh Tengah
20 madrasah
Total
199 madrasah
Ketika bumi Aceh dilanda musibah Tsunami tanggal 26 Desember 2004 banyak gedung sekolah (MI) yang rusak sebanyak 199 buah atau 37,06 % dari total 537 MI. Sebelumnya ketika status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) banyak sekolah dibakar sebanyak SD/MI 494 buah.
Analisis 17
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cetakan 4, 2005, hal,22 44
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Ketika kita telusuri perkembangan sekolah agama di Saudi Arabia dan di Aceh terdapat titik persamaan yaitu : a. Mekkah dan Serambi Mekkah dua wilayah yang dianggap oleh penduduknya mempunyai keistimewaan, walaupun demikian dua daerah itu tetap menerima pengaruh dari daerah lain. Sebagai contoh pendidikan halaqah di masjid telah ada pada masa sahabat Rasul saw , namun demikian perkembangan zaman mendorong masyarakat kedua wilayah ini untuk memilih model pendidikan modern yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Pengajaran atau Kementerian Agama. Jadi masjid menjadi pusat kegiatan umat pada masa lalu sudah diambil sebagian perannya oleh dinas atau kementerian pada masa sekarang. b. Pengelolaan pendidikan agama melalui dua jalur : resmi dan swasta tetap berlaku pada dua wilayah ini (Mekkah dan Serambi Mekkah). Walaupun sudah ada pendidikan resmi, masyarakat tetap saja mempertanyakan : Apakah pendidikan swasta lebih berbobot dari pendidikan resmi atau sebaliknya ? Masyarakat rela membayar mahal kepada pendidikan swasta bila mutunya lebih berbobot. Masyarakat lebih tenteram hatinya ketika mereka mengantar anak-anak mereka ke dayah atau sekolah terpadu karena anak-anak mereka terpelihara dari bahaya narkoba dan bahaya globalisasi yang lain. c. Karena hati sebagian masyarakat terikat dengan dayah salafi dan dayah terpadu, kiranya dayah harus berusaha untuk mengikuti perkembangan zaman, karena lulusan dayah telah mendapat kepercayaan untuk menjadi pejabat eksekutif atau anggota legislatif. Bila lulusan dayah tidak pernah mempelajari materi pendidikan umum seperti hukum positif dan administrasi kepegawaian, maka seorang pejabat eksekutif akan mengeluarkan pernyataan yang menertawakan. d. Pengurus dayah berhutang budi kepada pelopor pendidikan agama di daerah Aceh seperti Teungku Haji Muhammad Hasan Kreung Kalee, Teungku Haji Syekh Muhammad Wali al-Khalidy dan Teungku Abdul Hamid Samalanga , ketiga teungku ini telah bersedia meninggalkan tanah rencong untuk meudagang menuntut ilmu di Mekkah. Kiranya semangat ini perlu ditiru oleh pengelola dayah pada masa kini. e. Ketiga lulusan pendidikan agama di Mekkah ini telah berani mengeluarkan pendapatnya untuk kemajuan pendidikan Islam di Aceh. Teungku Haji Muhammad Hasan Kreung Kalee dengan gagah berani menghidupkan kembali semangat untuk belajar di dayah. Sementara Teungku Haji Syekh Muhammad Wali al-Khalidy telah merubah sistem pembelajaran di dayah dari sistem halaqah dengan sistem kelas dengan mempertimbangkan umur murid pada setiap kelas. Aneuk beut di dayah digelar dengan kaum ija krong diperbolehkan memakai celana panjang dengan fatwa beliau. Teungku Abdul Hamid Samalanga meneruskan inisiatif Teungku Haji Syekh Muhammad Wali alKhalidy dalam hal sistem kelas sehingga muncul madrasah. Akibatnya lulusan dayah dan lulusan madrasah sama-sama dalam membela Syariat Islam di Aceh tidak perlu dibedakan lagi dalam berkiprah di tengah masyarakat. f. Pada masa sekarang ini sangat diperlukan fatwa atau terobosan baru dari pimpinan dayah seperti transaksi dengan perbankan setelah mereka membuka diri untuk belajar di luar negeri atau memanfaatkan kunjungan para ulama ke luar negeri yang dikelola oleh Badan Pemberdayaan dan Pengembangan Dayah Aceh. g. Materi pendidikan agama harus diperbanyak pada madrasah, sebab dalam kenyataannya materi agama terus berkurang dari perbandingan 66:34 menjadi 68:32. Materi pelajaran agama lebih banyak berbahasa Arab bukan berbahasa Indonesia atau berbahasa Jawo (Malim Jawo)
Penutup
Demikian tulisan tentang pendidikan agama di Mekkah dan Serambi Mekkah yaitu meliputi pendidikan di dayah dan di madrasah sebagai pertanda kecintaan penulis kepada proses pendidikan di kedua institusi ini dan penulis telah meneliti dan menulis tentang dayah di skripsi pada saat menyelesaikan studi pada strata satu dan tesis di saat menyelesaikan studi pada strata dua. Allahul muwaffiq ila ahsanit thariq. 45
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Daftar Pustaka
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung: Diponogoro, 1996. Azman Ismail dan Syukrinur, Peran DAYAH, Perkembangan dan Tantangan Masa Depan dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, Menjenguk Masa Lampau, Menjangkau Masa Depan, Majelis Pendidikan Aceh, 2010. Badran bin Juwai’id al-‘Utaibi, Musykilat al-Ta’lim, ar-Riyadh: Dar ar-Rasyid, 2007 Fazzan, Prospek Dayah di Aceh, Program Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2010. Muhammad bin Mu’jib al-Hamid, al-Tathawwur al-Tarikhi li nidzam al-Ta’lim ar-Riyadh: ar-Rasyid, 2007 Mustafa Abdul Qadir, Sirayasah al-Ta’lim fi, al-Mamlakah Nabil Abdul Khaliq Mutawalli, Andzimah Ta’limiyah dzatu Ahdaf Naw’iyah, ar-Riyadh: Dar ar-Rasyid, 2007 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam : Jakarta, Kalam Mulia, 2005. Salim bin Ali al-Wahhabi, al-Ta’lim fi al-Mamlakah, Mekkah, Maktabah ‘Ubaikan, 2007 Sri Rahayu Ningsih dan Nurchaili, Madrasah Ibtidaiyah dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, Menjenguk Masa Lampau, Menjangkau Masa Depan, Majelis Pendidikan Aceh, 2010. Tasnim Idris, Penerapan Metode Targhib dan Tarhib dalam Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana IAIN ArRaniry, Banda Aceh, 2005. Tgk Faisal Ali, Dayah Salafi dalam Refleksi Setengah Abad Pendidikan Aceh, Menjenguk Masa lampau, Menjangkau Masa Depan, Majelis Pendidikan Aceh, 2010.
46
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Implementasi Praktik Kerja Industri Dalam Meningkatkan Tenaga Kerja Siap Pakai Pada Smk Negeri 2 Kota Banda Aceh Nirmawati
Mahasiswi Program Studi Magister Aministrasi Pendidikan Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Jln. Tgk Pante Kulu 7 Darussalam Banda Aceh 2311 Telepon : (0651) 7551881, 7410426. E- mail penulis:
[email protected] Abstrak : Praktik kerja industri adalah salah satu kegiatan Pendidikan Sistem Ganda untuk meningkatkan ketrampilan siswa pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi praktik kerja industri pada Program Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan, antara lain; pelaksanaan praktik kerja industri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, waka humas, ketua program kompetensi keahlian teknik kendaraan ringan, guru pembimbing dan DU/DI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) ProgPram prakerin pada program kompetensi keahlian teknik kendaraan ringan dilaksanakan setiap tahun, namun dalam melaksanakan pengelolaannya belum sesuai dengan standar administrasi.(2) Strategi pelaksanaan prakerin menerapkan pola block release, diikuti oleh siswa kelas XII semester 5 selama tiga bulan, (3) Sistem pemberian nilai prakerin berdasarkan kriteria yang berlaku, di kemas dalam buku rapor dan disertai pemberian setifikat dari DU/DI. (4) Keberhasilan Program prakerin didukung oleh guru-guru produktif yang memiliki kualifikasi keahlian sesuai bidangnya, (5) Kendala yang dirasakandalam melaksanakan prakerin yaitu dukungan internal dan eksternal sekolah belum optimal sebagaimana yang diharapkan, dan minimnya dana yang tersedia untuk program prakerin. Kata Kunci: Praktik Kerja Industri dan Tenaga Kerja Siap Pakai
Pendahuluan
Sebagaimana diamanatkan dalam pem-bukaan UUD 1945; tujuan didirikan Negara Republik Indonesia antara lain adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini menuntut agar pendidikan di Indonesia pada umumnya harus dapat menghasilkan sumber daya manusia yang handal sesuai perkem-bangan zaman, demikian pula pendi-dikan kejuruan harus dapat meng-hasilkan tenaga kerja yang profesional sesuai kebutuhan pasar kerja Sebagaimana diketahui bahwa program Depdiknas pada tahun 2015 perbandingan SMK dan SMA adalah 70 : 30 baik untuk jumlah sekolah maupun jumlah siswa. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) berupaya mendekatkan pendidikan kejuruan de-ngan dunia kerja, melalui kebijakan link and match dengan konsep pendidikan system ganda (PSG/Dual Base System). Praktik kerja industri adalah bagian dari implementasi Pendidikan Sistem Ganda tersebut. Implementasi pendidikan sistem ganda telah berjalan sejak tahun 1994/ 1995 hingga sekarang, namun dalam kenyataannya tidak semua lulusan dapat diterima di lapangan kerja, apa lagi menciptakan lapangan kerja secara mandiri. Hal ini membuktikan bahwa terjadinya kesenjangan antara mutu pendidikan dengan tuntutan dunia kerja, oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk memilih judul implementasi praktik kerja industri dalam meningkatkan tenaga kerja siap pakai pada Program Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana implementasi, praktik kerja industri pada Program Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 2 Kota Banda 47
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Aceh, dan sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberi konstribusi ilmu dalam pengembangan ilmu administrasi pendi-dikan khusus sekolah menengah keju-ruan. Depdiknas secara khusus telah menetapkan tentang konsep pendidikan menengah, khususnya tentang konsep pengembangan pendidikan kejuruan sesuai yang disampaikan oleh Murniati AR (2009: 27): Pertama, jenis program diklat harus dikembangkan atas dasar tuntutan kebutuhan dunia kerja (maket driven atau demand driven), kedua program pembelajaran harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis kompetensi Competency based/CBT) yang terstandar, sehingga lulusan pendidikan kejuruan merupakan lulusan yang siap memasuki lapangan kerja dalam bidang tertentu untuk untuk kebutuhan nasional maupun kebutuhan inter-nasional. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan SMK dilaksanakan dengan Konsep Link & Macth atau Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Konsep ini merupakan salah satu bentuk strategi pendidikan yang efektif dan efesien untuk pendidikan kejuruan yang berbasis kompetensi dan berorientasi pada dunia kerja, yang artinya ada keterkai-tan kuat dan kesepadanan antara kompetensi lulusan lembaga pendidikan dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Praktik Kerja Industrin (Prakerin) merupakan konsep pendidikan yang diterapkan di SMK, melibatkan dunia usaha atau dunia industri sebagai mitra, beroreantasi pada pasar tenaga kerja, pelaksanaannya memerlukan pengorga-nisasian yang dikelola dengan mana-jemen yang handal. Manajemen pendidikan dapat di katakan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk me-wujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan inspiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah ilmu atau seni mengelolapendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif, efisien. Murniati AR (2008: 60) mengemukakan “Manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistem dalam matik mencakup perencanaan pengorganisasian, pe-ngarahan tindakan dan pengendalian untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efesien.” Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa manajemen sekolah adalah proses pemberdayaan sumber daya sekolah secara sistematik, efektif dan efesien. Koontz, Donnel dan Weihich (Sukmadinata 2006: 37) menyebutkan ada lima fungsi manajemen yaitu: Planning ,Organizing, Staffing Leading, and Controlling. Pada dasarnya, pencanaan (planning) merupakan penentuan kepu-tusan berkenaan dengan proses pemi-lihan tindakan-tindakan atau kegiatan yang akan kerjakan dikerjakan oleh suatu organisasi atau perusahaan dan bagian-bagiannya. Pengorganisasian (or-ganizing) merupakan pembentukan stru-ktur peran-peran yang mendukung pencapaian tujuan yang akan di ma-inkan oleh orang-orang dalam organisasi atau perusahaan. Penyusunan staf (sta-ffing) merupakan kegiatan pemilihan dan penempatan orang-orang pada posisiposisi yang tepat sesuai dengan kemampuan dan keahliannya dalam organisasi. Pengarahan (leading) meru-pakan kegiatan mempengaruhi orang agar mereka dengan penuh semangat berusaha sekuat tenaga mencapai tu-juan-tujuan organisasi. Pengendalian (controlling) merupakan kegiatan menilai dan memberikan perbaikan-perbaikan terhadap kinerja bawahan untuk men-jamin bahwa kegiatan tersebut terla ksana sesuai dengan rencana. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan-keg-iatan yang akan dikerjakan dalam manajemen organisasi pendidikan mencakup lima aspek yaitu 1) perencanaan (planning), 2) pengorganisasian (oeganizing), 3) penyusunan staf (staffing), 4) pengarahan (leading), 5 Pengendalian (Controlling). Untuk lebih jelasnya kutipan diatas akan diuraikan pada Gambar 1 diagram alur kerja program parakerin.
48
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Gambar 1. Diagram Alur Prakerin Sumber (Bimtek Peningkatan Mutu SMK seri Pelaksanaan Prakerin SMK 2008: 3)
Direktorat Pembinaan
Perancangan program prakerin tidak terlepas dari implementasi silabus kedalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai dengan peran-cangan program prakerin perlu dilaku-kan analisis terhadap kemampuan-ke-mampuan yang harus dikuasai peserta didik berdasarkan tuntutan standar yang tertera dalam silabus. Eksistensi pihak terkait dalam hub-ungan kerja sama sebagai mitra SMK dan tersedia sumber daya sarana serta prasarana yang baik merupakan meru-pakan faktor-faktor pendukungn dalam meningkatkan SDM melalui program prakerin.
Metode Penelitian
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Kota Banda Aceh pada Program Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan. Sekolah ini terlertak di jalan Sultan Malikul Saleh desa Lhong Raya Banda Aceh. Kegiatan penelitian atau peng-umpulan data empiris pada objek pen-elitian berlangsung selama satu bulan yaitu mulai tanggal 22 juni sampai dengan 23 juli 2011. Subjek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kepala sekolah, waka humas, waka kurikulum, ketua program keah-lian, ketua prakerin, guru pembimbing, dunia usaha/dunia industri bidang Teknik Kendaraan Ringan. SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh. Instrument penelitian yang digu-nakan dalam peneliti adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Pelaksanaan Uji Kredibilitas den-gan menggunakan triangulasi untuk mendukung kebenaran fakta sehingga tidak terjadi bias dalam menerjemahkan informasi sumber data. Peneliti berupaya melakukan komunikasi kepada sumber data sehingga data lebih terjamin kebenarannya Teknik pengumpulan data: melalui observas, wawancara dan studi doku-mentasi. Teknik analisisa data dalam pene-litian ini dilakukan dengan mengikuti prosedur yaitu: (1) reduksi data; (2) display data; dan (3) mengambil keputusan dan verifikasi 49
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
Hasil
Hasil penelitian menggambarkan bahwa Kepala SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh dalam melaksanakan tugas orga-nisasinya dibantu oleh kepala tata usaha, lima wakil, ketua program keahlian, guru dan guru pembimbing prakerin, masing-masing wakil membantu kepala sekolah dalam bidangnya yaitu: manajemen mutu, kurikulum, hubungan dengan ma-syarakat kesiswaan, dan sarana dan prasarana Program Kompetensi keahlian TKR banyak diminati dan menjadi kompetensi keahlian favorit, karena tamatan program keahlian ini dapat membuka lapangan kerja sendiri atau bekerja pada DU/DI. Sehubungan dengan keterbatasan sarana dan prasarana pada kompetensi keahlian teknik kenderaan ringan, khususnya peralatan untuk praktik siswa, maka banyak para pendaftar yang tidak tertampung/diterima pada program keahlian ini. Struktur organisasi program keahlian teknik kendaraan ringan terdiri dari: 1) Ketua Program studi Keahlian/Ketua Program Kompetensi Keahlian 2) KepalaUnit Produksi, 3) Kepala Bengkel Engine .Elektrika,4) Kepala Bengkel Chasis, 5) Team Teaching Elektrikal, 6) Team Teaching Engine, 7) Team Teaching Chasis. Program kompetensi keahlian ini memiliki sembilan orang guru produktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan program prakerin suda dilaksanakan, namun masih belum sesuai dengan yang diharapkan dimana perencanaan prakerin dilakukan oleh pihak sekolah, sedangkan pihak industri masih sebatas koordinasi, yang maksudnya menyambut saja program prakerin yang sudah disusun oleh sekolah, walaupun demikian DU/DI dalam melaksanakan program prakerin tetap menyambut dengan baik. Pelaksanaan prakerin diikuti oleh siswa kelas XII semester 5 selama tiga bulan, macam-macam kompetensi keahlian yang di praktikan dalam prakerin sudah sesuai (sinkron) dengan kompetensi keahlian yang ada pada silabus program keahlian teknik kenderaan ringan, yang di terima siswa selama 3 bulan prakerin. di DU/DI, sebagai berikut: Aspek teknis 1) Tune up, 2) Overhul Deksel, 3) Stell klep, 4) Servive rem, 5) Perbaiki temeng belt.Aspek non teknis 1) Disiplin, 2) Kerja sama, 3) Inisiatif, 4) Tanggung Jawab 5) Kerajinan Pemberian nilai prakerin kepada siswa secara langsung dilakukan oleh pembimbing DU/DI dan guru pembimbing dari sekolah sebagai mediator. Selain mendapat nilai prakerin, siswa yang berhasil melaksanaan program prakerin juga memperoleh penghargaan berupa sertifikat dari DU/DI. Pengendalian/Controling dalam Pelaksanaan Prakerin pada Program Kompetensi Keahlian Teknik Kenderaan Ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh dilaksanakan dengan koordinasi yang baik terhadap berbagai pihak yang berwenang. Be-gitu pula pengawasan terhadap penggunaan dana oprasional sekolah dan prakerin telah dilakukan secara baik dan dirasakan efektif. Keberhasilan program prakerin merupakan kunci kesuksesan program pendidikan sistem ganda, dalam hal ini peran dunia usaha/dunia industri sangat terkait dengan kesuksesan program prakerin. Dunia usaha/dunia industri harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap program-program sekolah menengah kejuruan, terutama pada program prakerin. Program prakerin pada SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh program keahlian teknik kenderaan ringan sudah terlaksana dengan baik, walaupun disisi lain seperti sumber daya manusia yang terkait dalam pelaksanaan terutama eksternal sekolah seperti Kadin, industri belum berperan secara optimal, karena pihak industri belum berperan sebagai mitra sekolah dalam merancang pendidikan kejuruan lebih baik, selama ini industri berperan sebagai tempat pelaksanaan siswa prakerin, dan pihak Kadin yang menjembatani antara pihak sekolah dengan dunia usaha dirasakan perannya belum optimal Sarana dan prasarana ruang praktik dan unit produksi dapat dimanfaatkan secara optimal sejalan dengan pengembangan program prakerin Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh gambaran bahwa sarana dan prasarana yang digunakan siswa baik praktik di sekolah maupun prakerin di industri secara kualitas sudah baik, namun secara kuantitas masih perlu penambahan, dalam mengoprasikan alat
50
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
praktik pihak sekolah terutama guru dan siswa terlihat peduli terhadap perawatan dan pemeliharaan alat, hal ini juga dapat dilihat pada kegiatan siswa prakerin di industri.
Pembahasan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan yang dilakukan belum maksimal, artinya dalam manajemen prakerin belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan, perencanaan masih mempunyai kelemahan yaitu tidak melibatkan pihak eksternal terutama DU/DI. Rendahnya partisipasi pihak eksternal terutama dunia usaha/dunia industri dalam perencanaan prakerin, mengakibatkan perencanaan kurang tepat sasaran, karena ada gagasan-gagasan, ide-ide cemerlang untuk kemajuan prakerin yang diharapkan lahir dari pihak eksternal terutama DU/DI dan Kadin tidak muncul, akibatnya perencanaan kurang efektif dan perkembangan prakerin menjadi lamban. Keterpaduan dalam perencanaan pengembangan prakerin hanya dapat diperoleh jika didukung oleh kemampuan profesional pendidikan baik dari internal maupun eksternal. Dengan perencanaan terpadu pengembangkan prakerin, memungkinkan terjadinya perubahan prilaku,dari prikaku diajak menjadi mengajak yang lebih responsif, interaktif, dinamik yang akhirnya memberikan konstribusi pada peningkatan produktifitas pembelajaran produktif bagi peserta didik. Analisa hasil penelitian menunjukkan manajemen administrasi prakerin pada program kompetensi keahlian teknik ken-deraan ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh dilaksanakan belum maksimal, hal ini didasari oleh sistim pelayanan administrasi yang belum maksimal dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan serta belum terdokumentasi data prakerin secara optimal. Analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa sebelum mengikuti prakerin diberi pembekalan ketrampilan agar siswa memahami etos kerja budaya industri dan menjaga nama baik sekolah. keluarga dan dirinya sendiri. Proses pelaksanaan prakerin pada dasarnya belum maksimal dilakukan, karena DU/DI tidak menerapkan prinsip kepentingan terbaik kepada siswa, lebih kontras lagi DU/DI tidak menerapkan memberikan kelonggaran waktu pada peserta prakerin untuk beradaptasi dengan dunia luar (dunia remajanya) yang masih membutuhkan perhatian, bimbingan dari orang lain, sehingga prakerin terkesan seperti praktik eksploitasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi dalam prakerin, di undang untuk bekerja di DU/DI, hal ini nenunjukkan bahwa tujuan prakerin untuk meningkatkan kertampilan siswa sekaligus menyiapkan tenaga kerja siap pakai. dapat dicapai sesuai dengan yang apa yang diharapan atau dengan kata lain melalui program prakerin program kompetensi keahlian teknik kenderaan ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh melahirkan tenaga kerja professional/siap pakai. Hasil penelitian menunjukkan ba-hwa program prakerin pada program kompetensi keahlian teknik kendaraan ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh sudah terlaksana dengan baik, hal ini terindikasi dari dukungan SDM guru-guru produktif yang memiliki kualifikasi keahlian sesuai dengan bidangnya, memiliki DU/DI yang relevan dan berstandar nasional/internasional.
Kesimpulan
Program prakerin merupakan salah satu komponen strategis dalam menentukan efektifitas kegiatan belajar mengajar di SMK, Melalui program prakerin siswa menguasai kompetensi keahlian yang dituntut kurikulum dan dapat mengenal lebih dini dunia kerja sebagai persiapan tenaga kerja siap pakai. Oleh karena itu pelaksanaan prakerin perlu dikelola dengan baik, Prakerin dapat terlaksana secara optimal apabila dikelola dengan manajemen yang handal, Substansi manajemen tersebut meliputi: 1) Perencanaan, (planning); 2) Pengorganisasian, (organizing); 3) penyusunan staf (staffing); 4) Pengarahan (leading); 5) Pengendalian (controlling) leading); 5) Pengendalian (controlling) Pelaksanaan prakerin pada program kompetensi keahlian teknik kendaraan ringan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh, menerapkan pola block release, diikuti oleh siswa kelas XII semester 5 selama tiga bulan, Sebelum prakerin dimulai, siwa diberikan pembekalan (matrikulasi). Sistem pemberian nilai 51
ISSN: 1693 - 7775 Jurnal Pencerahan Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Juli 2012
Majelis Pendidikan Daerah Aceh
prakerin berdasarkan kriteria yang berlaku. Selain memperoleh nilai prakerin siswa juga memperoleh penghargaan berupa setifikat dari DU/DI. Guru-guru produktif mendukung program prakerin dengan member pelatihan ketrampilan kepada siswa melalui kegiatan PBM sesuai dengan bidang keahliannya dan tuntutan dunia kerja. Namun peran internal & eksternal sekolah, terutama DU/DI belum menempatkan sekolah sebagai mitra. dan peran Kadin belum berfungsi secara optimal, karena masih sebatas dalam hal menjembatani sekolah dengan dudi dalam kegiatan uji kompetensi, kegiatan LKS.
Daftar Pustaka Direktorat Pembinaan SMK Bimtek Peningkatan Mutu SMK seri Pelaksanaan Prakerin. 2008 Murniati AR (2008). Manajemen Sekolah Menengah Kejuruan yang Efektif Dalam Meningkatkan Lulusan Berdaya saing tinggi Jurnal lmu Pendidikan. 1.(1),27-37. Murniati AR.(2009). Strategi Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan Jurnal Ilmu Pendidikan.2.(16),126-134. Sukmadinata,Jami`atdanAhman.(2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrument)
52