MENGURAI KEJAHATAN KESUSILAAN MELALUI PENAFSIRAN EKSTENSIF DAN STUDI KASUS
MENGURAI KEJAHATAN KESUSILAAN MELALUI PENAFSIRAN EKSTENSIF DAN STUDI KASUS
Hwian Christianto
Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus oleh Hwian Christianto Hak Cipta © 2017 pada penulis
Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; 0274-882262; Fax: 0274-889057; E-mail:
[email protected]; Web: www.mediaakademi.com Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Tajuk Entri Utama: Christianto, Hwian Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus/Hwian Christianto − Edisi Pertama. Cet. Ke-1. − Yogyakarta: Suluh Media, 2017 xviii + 260 hlm.; 25 cm Bibliografi.: 221 - 232 ISBN : E-ISBN : 1. ...............
I. Judul .........
Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini
kupersembahkan buku ini kepada istriku tercinta, Ervin Dyah Ayu Masita Dewi
KATA PENGANTAR
K
ejahatan kesusilaan merupakan kejahatan yang mendapatkan perhatian dari masyarakat. Setiap kasus kejahatan kesusilaan terjadi, masyarakat akan membicarakannya di berbagai media sambil menunggu respon dari penegak hukum dalam memberikan keadilan. Penanganan kejahatan kesusilaan pada prakteknya tidak semudah menangani kejahatan lainnya, permasalahan pokok yang dihadapi penegak hukum bertumpu pada pemahaman sejauh mana norma kesusilaan telah dilanggar. Pro dan kontra bermunculan mengingat perbedaan penilaian dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Pemahaman akan norma kesusilaan menjadi penting sehingga harus diperjelas kedudukannya sebagai dasar pemberian kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat sesuai konteks masyarakat Indonesia sendiri. Penafsiran ekstensif menawarkan solusi hukum bagi perdebatan ukuran norma kesusilaan baik secara teoritis maupun praktis. Penafsiran ekstensif menolak hukum terjebak dalam positivistik hukum yang cenderung bersifat mekanis namun juga tidak melekat pada hukum yang terlalu bebas dalam mengakomodasi nilai masyarakat. Penggunaan penafsiran ekstensif juga tidak melanggar asas legalitas sebagai asas fundamental dalam hukum pidana akan tetapi memberi tantangan bagi penegak hukum untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Keunikan lain dari penafsiran ekstensif diperoleh dari model pendekatan hukum yang konsisten memegang teguh maksud rumusan Undang-Undang dengan tetap membuka diri pada perkembangan masyarakat.
viii
Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus
Buku ini merupakan buku referensi yang digunakan pada Mata Kuliah Hukum Pidana, Kapita Selekta Hukum Pidana, Kejahatan seksual dan hermeneutika hukum yang dilengkapi dengan pembahasan kasus kejahatan kesusilaan. Selain sebagai buku referensi bagi mahasiswa Sarjana (S1) dan mahasiswa Magister (S2), buku tersebut dapat digunakan sebagai referensi bagi penegak hukum dalam menangani perkara kejahatan kesusilaan. Penulis mengucapkan terima kasih kepadaDP2M Dikti yang telah mendukung penulisan naskah buku ini dalam Hibah Penulisan Buku. Begitu pula kepada semua pihak yang terlibat, Dr. Yoan Nursari Simanjuntak, S.H., M.Hum. yang memberikan semangat luar biasa, Dr. Elfina L. Sahetapy, S.H., LL.M., Dr. Suhartati, S.H., M.Hum., Dr. Go Lisanawati, S.H., M.Hum. dan Anton Hendrik S., S.H., M.H. rekan- rekan Laboratorium Hukum Pidana. Prof. Wahyu Wibowo (Unas Jakarta), seorang guru yang telah memotivasi dalam penulisan dan penerbitan buku ini. Akhirnya kepada Penerbit Ghalia Ilmu yang bekerjasama dalam penerbitan buku, saya ucapkan terimakasih. Semoga hadirnya buku ini dapat memperkaya referensi hukum pidana, secara khusus kejahatan kesusilaan yang saat ini masih sangat langka.
Surabaya, 6 Februari 2017 Penulis, Hwian Christianto
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR BAGAN DAFTAR TABEL BAB I 1.1
1.2
1.3
xv xvii
PENDAHULUAN
1
Kesusilaan: Nilai, Norma, dan Hukum 1.1.1 Kesusilaan sebagai Nilai Keberadaban 1.1.2 Kesusilaan sebagai Norma Ajeg dan Berkembang 1.1.3 Kesusilaan sebagai Standar Perilaku yang Dilarang oleh Hukum Kesusilaan : Pasca modern dan Ilmu Hukum Pidana 1.2.1 Perkembangan Konsep Hukum Pidana 1.2.2 Hukum Pidana dan Tantangan Relativitas 1.2.3 Hukum Pidana Pasca modern dan Penafsiran Ekstensif Kedudukan Norma Kesusilaan dalam Hukum Pidana Kontemporer 1.3.1 Norma Kesusilaan sebagai Dasar Keberlakuan Ketentuan Hukum Pidana 1.3.2 Norma Kesusilaan sebagai Norma yang Bersifat Publik
1 2 5 7 10 11 20 20 22 22 23
x
Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus
1.3.3 BAB II 2.1 2.2
2.3 2.4
Norma Kesusilaan dalam Bingkai Kebijakan Hukum Pidana Nasional
PENGATURAN KEJAHATAN KESUSILAAN DAN PERMASALAHANNYA Arti Penting Pengaturan Kejahatan Kesusilaan Kejahatan Kesusilaan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Permasalahannya 2.2.1 Menampilkan Materi Asusila di depan Umum 2.2.2 Tindakan Pergundikan (overspel) 2.2.3 Tindakan Percabulan 2.2.4 Tindakan Perkosaan 2.2.5 Tindakan Asusila terkait Pengguran kandungan atau pencegahan Kehamilan 2.2.6 Tindakan Melanggar Kesopanan Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Khusus 2.4.1 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Film 2.4.2 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi 2.4.3 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran 2.4.4 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 2.4.5 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers 2.4.6 Kejahatan Kesusilaan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
BAB III PENAFSIRAN EKSTENSIF DAN METODE PENEMUAN HUKUM 3.1 3.2
Penafsiran Ekstensif sebagai Metode Penafsiran Hukum Tahap Perkembangan Penafsiran Ekstensif
29 41 41 43 44 47 52 58 63 64 65 73 74 76 77
83 85
87 95 95 104
Daftar Isi
xi
3.2.1
3.3 3.4 3.5
Metode Penafsiran Ekstensif Menurut Bunyi Undang-undang 3.2.2 Metode Penafsiran Ekstensif Menurut Nilai-nilai yang Hidup di Masyarakat 3.2.3 Metode Penafsiran Ekstensif dengan Perluasan Makna Seimbang Penafsiran Ekstensif sebagai Upaya Penemuan Hukum “Sobural” Parameter Penafsiran Ekstensif sebagai Penemuan Hukum Penafsiran Ekstensif bukan Penemuan Hukum secara Progresif
110 112 115 118 123 135
BAB IV BATASAN PENAFSIRAN EKSTENSIF DALAM HUKUM PIDANA 143 4.1
4.2
BAB V 5.1
5.2 5.3
Asas Legalitas dalam Hukum Pidana 4.1.1 Sejarah Asas Legalitas 4.1.2. Konsep dan Rumusan Asas Legalitas 4.1.3. Tujuan Pemberlakuan Asas Legalitas 4.1.4 Makna Asas Legalitas dan Penafsiran Ekstensif Ruang Gerak Penafsiran Ekstensif dalam Perkara Pidana 4.2.1 Penafsiran Ekstensif yang Berpegang pada Rumusan Undang-Undang 4.2.2 Batas Tipis Penafsiran Ekstensif dan Analogi PENAFSIRAN EKSTENSIF PADA PERKARA PIDANA ADAT KESUSILAAN Prinsip Penafsiran Ekstensif 5.1.1 Penafsiran Ekstensif menempatkan Penafsir sebagai Subyek 5.1.2 Penafsir Harus Mencari Makna dari Rumusan Ketentuan Hukum Pidana Pendekatan Kasus Pidana Kesusilaan secara Menyeluruh Penemuan Nilai-Nilai Hukum dalam Perkara Kesusilaan Adat 5.3.1 Ciri-ciri Hukum Adat 5.3.2 Tantangan Penggalian Nilai Hukum Adat melalui Penafsiran Ekstensif
143 143 147 149 158 175 175 176 181 181 182 184 185 186 186 189
xii
Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus
5.4
Pengutamaan Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Perkara Adat 5.4.1 Kepastian Hukum dalam Perkara Adat 5.4.2 Keadilan dalam Perkara Adat
BAB VI STUDI KASUS PENAFSIRAN EKSTENSIF DALAM PERKARA KESUSILAAN 6.1
6.2
6.3
6.4
Kasus Tindakan Persetubuhan Anak dengan melakukan Tipu Muslihat 6.1.1 Pemahaman Unsur “Persetubuhan dengan tipu muslihat” 6.1.2 Penafsiran Ekstensif terhadap unsur “tipu muslihat” Kasus Tindakan Persetubuhan Anak akibat Kesalahan Sendiri 6.2.1 Pemahaman Unsur “kesalahan” dalam Persetubuhan secara Paksa 6.2.2 Penafsiran Hukum Progresif dalam Pertimbangan Putusan Hakim Kasus Persetubuhan Anak secara Berlanjut 6.3.1 Pemahaman Unsur “tipu muslihat” 6.3.2 Penafsiran Ekstensif pada Unsur “Tipu muslihat” Kasus Tindakan Persetubuhan Anak secara Paksa yang Diputus sebagai Tindakan Percabulan Anak 6.4.1 Pemahaman Unsur “persetubuhan” pada Anak 6.4.2 Kemunduran Penafsiran terhadap Unsur “persetubuhan”
190 191 194 203 204 205 207 208 210 211 213 215 215 216 217 218
DAFTAR PUSTAKA
221
GLOSARIUM
233
DAFTAR INDEKS
253 -oo0oo-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perempuan dalam Iklan Komersial Gambar 2.2 Perempuan dan Produk Kecantikan Gambar 2.3 Perempuan dan Produk Perlengkapan Rumah Tangga
-oo0oo-
80 81 82
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Bagan 1.2 Bagan 1.3 Bagan 1.4 Bagan 1.5 Bagan 1.6 Bagan 1.7 Bagan 2.1 Bagan 2.2 Bagan 3.1 Bagan 3.2 Bagan 3.3 Bagan 3.4 Bagan 3.5 Bagan 3.6
Hubungan Moral, Etika dan Hukum Kesusilaan sebagai Nilai Keberadaban Dasar Pemikiran Hukum Pidana Klasik Dasar Pemikiran Hukum Pidana Modern Dasar Pemikiran Hukum Pidana Pasca modern Hubungan Antar Kebijakan menuju Kesejahteraan Masyarakat Hubungan Social Policy dan Criminal Policy menurut Mokhammad Najih Ilustrasi Tindakan Pergundikan Ruang lingkup Pornografi menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pornografi Metode Penafsiran Ekstensif Hubungan Isi Kaidah Sedikit/Umum dan Ruang Lingkup Kaidah yang Luas Hubungan Isi Kaidah Banyak/Rinci dan Ruang Lingkup Kaidah yang Sempit Metode Penafsiran Ekstensif dan Isi Kaidah Penafsiran Ekstensif menurut Bunyi Undang-Undang Metode Penafsiran Ekstensif menurut Nilai-nilai yang Hidup di Masyarakat
3 4 12 15 19 33 34 51 67 101 102 103 104 111 115
xvi
Mengurai Kejahatan Kesusilaan Melalui Penafsiran Ekstensif dan Studi Kasus
Bagan 3.6
Metode Penafsiran Ekstensif menurut Perluasan Makna yang Seimbang 117 Bagan 3.7 Penafsiran Ekstensif dengan Pendekatan “sobural” sebagai Penemuan Hukum terhadap Unsur “memaksa” dalam Kejahatan Perkosaan 123 Bagan 3.8 Prosedur Penemuan Hukum menurut Sudikno Mertokusumo 129 Bagan 3.9 Penemuan Hukum oleh Hakim menurut Muchammad Zaidun 131 Bagan 3.10 Penemuan Hukum dengan Penafsiran Ekstensif 132 Bagan 3.11 Hubungan Penafsiran Ekstensif, Hukum Progresif, dan “sobural” 139 Bagan 4.1 Metode Analogi 157 Bagan 4.2 Pendapat van Hattum mengenai “ aturan perundangundangan” 164 Bagan 4.3 Pendapat Pompe mengenai “Undang-Undang Pidana” 166 Bagan 4.4 Pendapat Simons tentang pengertian ”Undang-Undang Pidana” 167 Bagan 4.5 Pemahaman Asas Legalitas secara Materiil menurut Barda Nawawi Arief 169 Bagan 4.6 Asas Legalitas secara Formil dan Materiil menurut Muladi 171 Bagan 4.7 Pemahaman Asas legalitas secara Formil-Materiil 174 Bagan 4.8 Penafsiran Ekstensif berdasarkan Maksud Undang-Undang 177 Bagan 5.1 Perbandingan Posisi Penafsir dalam Penafsiran Ekstensif dan Penafsiran Historis 183 Bagan 5.2. Penafsir dalam Pencarian Makna 184 Bagan 5.3. Pemahaman Kasus Pidana secara Menyeluruh melalui Penafsiran Ekstensif 186 Bagan 6.1. Kasus Tindakan Persetubuhan Anak dengan Tipu Muslihat 205 Bagan 6.2 Kasus Persetubuhan Anak akibat Kesalahan Sendiri 209 Bagan 6.3. Kasus Persetubuhan Anak secara Berlanjut 214 Bagan 6.4. Kasus Tindakan Perkosaan Anak yang dianggap Tindakan Percabulan Anak 217 -oo0oo-
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Ketentuan Hukum yang Mengatur Norma Kesusilaan Tabel 2.1 Bentuk Tindakan Percabulan dalam KUHP Tabel 2.2. Perbandingan Persentase Beberapa Kejahatan tahun 2010 dan 2011 di Jakarta Tabel 2.3 Bentuk perkosaan dalam KUHP Tabel 2.4 Bentuk Tindakan Asusila terkait Pengguguran Kandungan atau Pencegahan Kehamilan Tabel 2.5 Tindakan Melanggar Kesopanan Tabel 2.6. Bentuk Kejahatan Pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Tabel 2.7. Pengaturan Kesusilaan dalam P3SPS Tabel 2.8. Perbandingan UU No. 21 Tahun 1982 dan UU No. 40 Tahun 1999 Tabel 2.9 Bentuk Kejahatan Kesusilaan menurut UUPTPPO Tabel 3.1 Perbandingan Unsur pasal 378 KUHP dan Unsur Peristiwa Hukum Tabel 3.2 Kesamaan Penafsiran Ekstensif dan Pendekatan”sobural” Tabel 3.3 Perbandingan Paradigma Penafsiran Ekstensif dan Paradigma Hukum Progresif Tabel 4.1. Perbandingan Penafsiran Ekstensif dan Analogi Tabel 6.1. Perbandingan Unsur Pasal 81 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 dan Tindakan Tf -oo0oo-
27 53 59 61 63 64 68 78 86 88 108 121 138 157 208
BAB I
PENDAHULUAN
B
anyaknya kasus kesusilaan yang muncul di masyarakat sebenarnya menimbulkan tanda tanya besar terhadap efektivitas kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Sebagai sebuah tantangan bagi pemberlakuan nilai kesusilaan di satu sisi ataukah sebuah tindakan “protes” atas lapuknya standar kesusilaan. Kasus video porno mirip artis dengan tersangka Ar dan My sangat menyentak masyarakat mengingat kedua tokoh merupakan figur publik yang seharusnya menjadi teladan. Selain kasus ini kasus pornografi melalui video asusila yang dilakukan secara sengaja oleh para pelajar Indonesia baik siswa SMP, SMA, maupun mahasiswa semakin marak terjadi. Hal yang sangat mengejutkan ketika melihat realita perbuatan tersebut dilakukan oleh anak-anak (berusia kurang dari 18 tahun) dan secara sengaja dilakukan dengan motif mencari sensasi atau dokumentasi pribadi. Kondisi tersebut sekali lagi mengetuk pintu nurani dari setiap masyarakat Indonesia untuk menilai sejauh mana nilai kesusilaan itu dipahami dan dimaknai.
1.1 KESUSILAAN: NILAI, NORMA, DAN HUKUM Pemahaman kesusilaan sebagai langkah pertama terkait erat dengan nilai, norma, dan hukum ketika dipahami dari sisi keberlakuannya di masyarakat. Pengaturan hukum di bidang kesusilaan merefleksikan adanya norma kesusilaan yang diberlakukan di masyarakat yang mengakui adanya tatanan nilai kesusilaan tentang apa yang dianggap baik dan tidak baik.