Menguatkan Rasa Cinta terhadap Al-Qur‟an (Khutbah ‘Idul Fithri) ============================== Muh. Azhar Syafrudin (STIE Muhammadiyah Cilacap)
ٔاىسالً عيٍنٌ ٗ زحَة هللا ٗ تسماج
هللا أمثس هللا أمثس الإىٔ إال هللا ٗ هللا أمثس هللا أمثس ٗ هلل اىحَد Jamaah shalat ‘Idul Fithri rahimakumullah, Marilah kita panjatkan puji serta syukur kepada Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita, sehingga pada pagi hari yang berbahagia ini, izin dari-Nya diturunkan pada kita. Udara yang segar, hempasan angin basah yang sepoisepoi, menembus tulang belulang hingga menusuk sumsum kita, terasa semakin menambah kedamaian suasana „Idul Fithri kali ini. Peristiwa alam seperti apapun adalah kehendak-Nya, yang tidak terdapat kesia-siaan padanya. Termasuk didalamnya dengan penciptaan alam beserta seluruh isinya. Bahkan, seandainya jika direnungi lebih dalam, justru hal ini dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wata‟ala buat manusia seluruhnya. Yakni, bagi orang-orang yang mau memikirkannya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman-Nya yang terdapat dalam surat Ali‘Imran (3) ayat 190 dan 191, Ibrahim (14): 32 dan Al-Qamar (54): 49. Misalkan seperti yang terdapat dalam surat Ali-‘Imran ayat 190-191 tersebut yang menjelaskan, 1
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” Berikutnya, jamaah shalat „Idul Fithri yang berbahagia, kita juga sudah seharusnya menyadari bahwa sejatinya Allah Subhanahu Wata‟ala telah mencurahkan kasih sayang-Nya dengan berlimpah kepada kita. Kasih sayang yang berwujud berbagai nikmat tersebut terhampar luas dari setiap apa yang ada dan menjadi bagian dari kehidupan kita, mulai dari yang sifatnya fisik (jism/ jawarih) sampai yang sifatnya non fisik (ruhani). Kemampuan fisik seperti beraktifitas, menghirup udara dan kesehatan diri merupakan contoh nikmat-Nya dari sisi fisik kita. Sedangkan dari sisi spiritual diantaranya adalah kemampuan memikirkan sesuatu atau berkontemplasi serta, terutama, nikmat beriman kepada-Nya sebagai nikmat yang paling sempurna. Ya! Jamaah yang berbahagia, sesungguhnya tanpa iman yang Allah Ta‟ala karuniakan kepada kita, seluruh nikmat yang ada menjadi tidak berarti sama sekali. Sebab, dialah yang menjadi penentu kebahagiaan kita di dunia ataupun (terutama) diakhirat nanti, insya Allah. Imanlah yang menjadi pembeda dari setiap manusia. Dengannya kita menjadi tahu perbedaan antara yang haq (benar) dan bathil (salah), antara jalan lurus yang diridlai-Nya dan jalan sesat yang dimurkai-Nya. Dengan itu pulalah, jamaah „Idul Fithri yang berbahagia, Allah Ta‟ala memberikan perbedaaan kedudukan kepada hamba-hamba-Nya di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an dengan nada bertanya menyebutkan dengan gamblang mengenai pernyataan ini: “Maka Apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus” (Al-Mulk/67:22). Jamaah shalat ‘Idul Fithri yang insya Allah disayangi-Nya, Hanya saja jamaah, sebagai manusia kita sering lupa terhadap beragam nikmat dan karunia Allah Ta‟ala tersebut, sehingga kita senantiasa mengeluh dengan problematika kehidupan kita. Keadaan ini sering menghinggapi kita baik secara sadar ataupun tidak sadar. Allah Subhanahu Wata‟ala sendiri juga mengemukakan hal ini, yakni sifat mengeluh merupakan tabiat dasar kita sebagai seorang manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’aarij (70) ayat 19-20, Allah Ta‟ala berfirman: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.” Padahal jika kita melihat ketentuannya-Nya juga, setiap manusia pasti akan merasakan ujian ataupun cobaan dalam mengarungi kehidupannya di dunia yang fana ini. Tetapi ujian tersebut, Jamaah yang berbahagia, jika dibandingkan dengan berbagai nikmat-Nya hanyalah sedikit saja. Allah Subhanahu Wata‟ala berfirman dalam Al-Qur’an yang menjadi penegas akan hal ini, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”(Al-Baqarah/ 2: 155). 2
Oleh karenanya, marilah kita menjadi seorang muslim yang senantiasa menyadari bahwa nikmat dari Allah Ta‟ala hakekatnya sangat banyak. Sehingga, begitu banyak nikmat-Nya tersebut, seorang manusia tidak akan sanggup menghitungnya. Al-Qur’an surat An-Nahl (16) ayat ke-18 memberikan penjelasan: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Jamaah yang berbahagia. Jika kita memikirkan ayat yang telah disebutkan, seharusnya kita juga semakin sadar bahwa, segala kelebihan dan kemudahan yang kita rasakan sekarang tidak lain hanya dikarenakan kasih sayang-Nya yang begitu melimpah. Tanpa santunan dari Allah Ta‟ala, manusia tidak mungkin mampu untuk bertahan hidup. Allah Subhanahu Wata‟ala berfirman mengenai hal ini dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl/ 16 ayat ke-53 yang menyebutkan: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” Demikian, penegasan Allah Subhanahu Wata‟ala tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa segala yang menjadi milik kita, beserta segala kemudahan yang sedang kita rasakan hanyalah dari Allah Ta‟ala. Selanjutnya, apabila kita merasakan kesulitan dalam mengarungi kehidupan, kita juga memohon kepada-Nya untuk diberikan kemudahan dan keluar dari kesulitan itu. هللا أمثس هللا أمثس الإىٔ إال هللا ٗ هللا أمثس هللا أمثس ٗ هلل اىحَد Jamaah shalat ‘Idul Fithri yang insya Allah senantiasa dilindungi-Nya, Kemudian, jamaah yang berbahagia, selain merasakan kebahagiaan dalam suasana „Idul Fithri yang agung pada hari ini, sebenarnya pada sisi yang lain dari diri kita juga merasakan kesedihan yang mendalam, yakni kita telah ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh berkah dan kemuliaan itu. Apalagi ditambah demikian banyaknya problematika yang menimpa umat Islam di seluruh dunia ini (do‟a tulus kami haturkan, semoga Allah Ta‟ala menerima puasa dan amalan lainnya yang telah jamaah dan umat Islam semuanya lakukan pada bulan kemulyaan tersebut, serta mengumpulkan kita di jannah-Nya kelak, amin). Tetapi, jamaah yang berbahagia, jangan sampai Ramadhan yang begitu istimewa tersebut meninggalkan kita tanpa kesan sama sekali. Bukankah kita telah diajarkan banyak hal pada bulan tersebut. Terutama pelajaran bahwa hakekat kita hidup dan beramal di dunia ini hanya terarah pada satu visi saja, yakni pengabdian yang total dan menyeluruh hanya kepada Allah Ta‟ala semata (Adz-Dzariat/51: 56). Bulan Ramadhan telah menempa kita dengan banyaknya amalan-amalan ibadah, yang biasanya secara kuantitas atau kualitas kurang menjadi perhatian kita. Di bulan tersebut, jamaah yang berbahagia, kita tiba-tiba menjadi mampu melakukannya bahkan dengan kadar yang dapat dikatakan sulit untuk dikerjakan di luar bulan Ramadhan. Beberapa contohnya antara lain: shalat wajib yang menjadi rajin berjamaah; qiyamullail setiap hari; sikap dermawan yang semakin meningkat; puasa terus menerus sebulan penuh; menghadiri atau mendengarkan pengajian setiap hari; menjaga lisan-pandangan dan anggota tubuh yang lain dari yang diharamkan-Nya; berdzikir dengan kalimat thayyibah setiap saat serta masih banyak amalan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini, termasuk amalan yang akan menjadi nasehat pokok dalam khutbah kali ini, yakni tilawah atau tadabbur Al-Qur’an. هللا أمثس هللا أمثس الإىٔ إال هللا ٗ هللا أمثس هللا أمثس ٗ هلل اىحَد 3
Jamaah shalat ‘Idul Fithri yang semoga dilapangkan rizkinya oleh Allah Ta’ala, Al-Qur’an, beserta Al-Hadis tentunya, merupakan satu-satunya pedoman yang dapat membuat kita hidup berbahagia, baik di dunia ini terlebih di akhirat nantinya. Oleh karenanya, khatib melalui nasehat dalam khutbah kali ini ingin menekankan kepada jamaah semuanya, termasuk terhadap diri khatib sendiri, bahwa bercengkrama dengan Al-Qur’an haruslah menjadi kebiasaan kita sehari-hari, supaya ia dapat menjadi pelita kita dalam mengarungi hidup ini. Bukan bisikan setan (Fatir/35: 6), dorongan hawa nafsu (Yusuf/12: 53) dan (atau) tradisi orang kebanyakan yang tidak memiliki dasar syar‟inya (Al-An’am/6: 116). Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Ajakan khatib kali ini, yakni untuk mempertahankan kedekatan dengan Al-Qur’an bukan tanpa dasar sama sekali. Bahkan Allah Ta‟ala sendiri telah mengemukakan hal ini. Dalam AlQur’an yang mulia Ia menegaskan hanya Kalam-Nya saja yang dapat menjadi pedoman dengan penetapan sebagai berikut, “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (Al-Israa’/17: 9). Demikian jamaah yang berbahagia, Allah Ta‟ala telah menetapkan bahwa satu-satunya yang dibenarkan dihadapan-Nya untuk menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan dunia ini hanyalah Firman-Nya, yakni Al-Qur’an. Ia telah dijadikan oleh-Nya untuk menjadi petunjuk kepada cahaya yang hakiki dan kehidupan yang hakiki pula. Ya! Jamaah yang berbahagia. Allah Ta‟ala telah menegaskan fungsi Al-Qur’an sebagai cahaya dan ruh (sumber kehidupan) dalam melalui perjalanan kehidupan di muka bumi ini. Dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syuura (42) ayat ke-52 Allah Subhanahu Wata‟ala menegaskan dengan kalimat-Nya, “Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” Jamaah yang berbahagia, ayat tersebut juga menjadi bukti bahwa setiap manusia yang tidak mau berdekatan dengan Al-Qur’an serta menjadikannya pedoman bagi kehidupannya akan berjalan di muka bumi ini dengan gontai dan sesat. Bayangkan saja, seseorang mengarungi kehidupan yang keras ini tanpa ruh dan cahaya petunjuk. Bagaikan, maaf, mayat hidup yang berjalan ditengah kegelapan yang pekat tanpa setitik cahaya sedikitpun berada di tangannya. Rasulullah Muhammad shallu‟alaih juga menegaskan tentang fungsi Al-Qur’an sebagai satu-satunya petunjuk menuju jalan yang lurus tersebut sebagaimana yang terdapat dalam sabdanya, ٍٔجسمث فٍنٌ أٍسٌِ ىِ جضي٘ا ٍا جَسنحٌ تَٖا محاب هللا ٗ سْة ّث
4
“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik). Oleh karenanya, jamaah shalat „Idul Fithri yang dimuliakan Allah Ta‟ala. Mari kita tingkatkan lagi kedekatan kita dengan senantiasa bercengkrama dengan Al-Qur’an yang mulia. Carilah jawaban seluruh problematika kehidupan kita di dalamnya. Agar kehidupan kita diberkahi dan senantiasa lurus jalannya. Tekunkan diri kita dengan seluruh aktivitas yang dituntunkan oleh syari’ah terhadap Al-Qur’an. Mulai dari membaca, memahami isinya, menyimak penjelasan para ahli Al-Qur’an, mengahafalkan lafadz-lafadznya, sampai berusaha mewujudkan kandungankandungannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk tertinggi dari aktivitas bercengkrama dengan Al-Qur’an. Insya Allah, dengan menekunkan diri dalam aktivitas yang demikian kita akan mendapatkan keberkahan yang berlimpah ruah. Sebab, siapapun yang berdekatan dengannya akan diberikan kemuliaan yang besar sebagai balasannya. Sebaliknya, siapapun yang menjauhinya, hanya kehinaan yang menyedihkan yang akan didapatnya. Mengenai hal ini, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, ٌِإُ هللا ٌسفع تٖرا اىنحاب أق٘اٍا ٗ ٌضع تٔ آخس “Sesungguhnya Allah meninggikan derajat seseorang dengan kitab ini (Al-Qur‟an) dan merendahkan seseorang yang lainnya dengannya pula” (HR. Muslim). Demikian jamaah, betapa mulianya Al-Qur’an, sehingga segala sesuatu yang disandingkan dengannya akan menjadi mulia juga. Contohnya, jamaah yang berbahagia: Bulan Ramadlan menjadi bulan spesial yang penuh keberkahan disebabkan pada bulan tersebutlah Al-Qur’an AlKarim diturunkan; Malam lailatul qadar disebut sebagai malam kemuliaan disebabkan pada malam itulah Al-Qur’an, lebih tepatnya diturunkan; Malaikat jibril menjadi malaikat yang paling mulia juga disebabkan dialah yang menyampaikan Al-Qur’an pada nabi pilihan-Nya yaitu nabi Muhammad shallu‟alaih; Bahkan kita juga menyaksikan dua buah kota istimewa yakni kota makkah dan madinah menjadi mulia karena disanalah kota diturunkannya Al-Qur’an. Para sahabat pun sebenarnya menjadi mulia juga disebabkan pengagungannya yang demikian tinggi terhadap Al-Qur’an hingga mencapai kadar yang susah ditandingi semangatnya. Untuk lebih memperkuat lagi argumen tersebut, yakni bahwa seseorang yang ingin meraih kemuliaan disisi Allah Ta‟ala hanya bisa diraih dengan berdekatan kepada Al-Qur‟an, khatib bawakan satu hadis lagi untuk mendukung penjelasannya. Rasulullah shallu‟alaih bersabda yang maknanya, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur‟an seperti buah utrujah, harum baunya dan lezat rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur‟an seperti buah korma, tidak beraroma tapi manis rasanya. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur‟an seperti buah raihanah, enak baunya tapi pahit rasanya. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur‟an seperti buah handzalah, tidak beraroma dan pahit rasanya” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis tersebut menjelaskan secara tersirat bahwa, bagi siapapun seorang muslim yang membaca ayat-ayat-Nya akan mendapatkan derajat yang tinggi dimata Allah Ta‟ala. Belum lagi jika kita berusaha memahami dan mengamalkan kandungan dari ayat-ayat-Nya tersebut. Tentu akan semakin bertambah kemuliaan diri kita dimata Allah Subhanahu Wata‟ala. Dan sudah semestinya setiap orang yang mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya hidupnya tidak akan terlunta dan dibiarkan terseok dalam kesusahan hidup, insya Allah. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Berikutnya, khatib sampaikan bahwa meraih manfaat dari Al-Qur’an dengan segala keberkahannya tentunya susah didapatkan jika kita tidak mau untuk membaca dan menggali makna-maknanya (menuntut ilmu) dengan baik. Sedangkan ilmu haruslah diraih dengan kesungguhan. Sebab, menuntut ilmu hakekatnya juga pelaksanaan dari salah satu perintah-Nya 5
yang wajib dan bahkan dapat memudahkannya untuk masuk pada jannah-Nya yang tinggi. Hadis Rasulullah shallu‟alaih menjelaskan hal ini dengan pernyataan beliau shallu‟alaih,
)طية اىعيٌ فسٌضة عيى مو ٍسيٌ (اتِ ٍاجة “Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim (muslimin ataupun muslimah)” (HR. Ibnu Majah). Selanjutnya, dinyatakan pula oleh beliau shallu‟alaih,
)ٌٍِ سيل طسٌقا ٌيحَس فٍٔ عيَا سٖو هللا ىٔ تٔ طسٌقا إىى اىجْة (زٗآ ٍسي “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim). Sebagai penegasan, hadirin jamaah shalat „Idul Fithri yang berbahagia. Dua hadis tersebut menyebutkan bahwa ilmu adalah sesuatu yang wajib dituntut oleh setiap muslim tanpa terkecuali. Sedangkan sebaik-baik ilmu yang dipelajari adalah segala sesuatu yang bersumber atau dirujukkan pada Al-Qur’an. Rasulullah, Muhammad shallallahu‟alaihi wasallam bersabda, َٔخٍسمٌ ٍِ جعيٌ اىقسآُ ٗ عي “Orang terbaik diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari). Demikian, jamaah, sebaik-baik kita adalah yang mempelajari Al-Qur’an. Ia adalah alat penimbang segala sesuatu. Bahkan termasuk di dalamnya menjadi penimbang segala ilmu yang dikembangkan oleh akal manusia dimuka bumi ini. Oleh karenanya, segala sesuatu akan menemukan relevansi kebenarannya manakala temuan-temuan atau prinsip-prinsip pengetahuan yang dikembangkan manusia tersebut, berbanding lurus (sesuai) dengan apa-apa yang ditegaskan oleh Al-Qur’an. Sebaliknya, segala sesuatu yang tidak sejalan dengannya tentu tidak mendapatkan persetujuan Allah Ta‟ala. هللا أمثس هللا أمثس الإىٔ إال هللا ٗ هللا أمثس هللا أمثس ٗ هلل اىحَد Jamaah shalat ‘Idul Fithri yang semoga dilapangkan rizkinya oleh Allah Ta’ala, Sebagai bagian akhir dari khutbah kali ini, khatib ingin mengetengahkan hadis rasul-Nya yang mulia, sebagai peneguh bagi iman kita, bahwa kemuliaan kita hanya bisa kita raih manakala kita mau bersanding dengan Al-Qur’an. Rasulullah Muhammad shallu‟alaih bersabda, ٌٍٖا اجحَع قً٘ فى تٍث ٍِ تٍ٘ت هللا جعاىى ٌحيُ٘ محاب هللا ٌٗحدازسّ٘ٔ تٌٍْٖ إال ّزىث عيٌٍٖ اىسنٍْة ٗغشٍحٌٖ اىسحَة ٗحفح )ٌاىَالئنة ٗذمسٌٕ هللا فٍَِ عْدٓ (زٗآ ٍسي “Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat” (HR. Muslim). Jamaah yang dimuliakan Allah Ta‟ala. Hadis tersebut oleh para ulama dikenal dengan istilah hadis arba‟ li arba‟ atau hadis, empat perkara yang mendatangkan empat perkara. Padahal kesemuanya hanyalah berpusat pada aktivitas kita dalam bercengkrama dengan Al-Qur’an. Empat aktivitas pertama itu adalah: Berkumpul; di Masjid; Membaca Al-Qur‟an; Mempelajari AlQur‟an. Selanjutnya, secara singkat, mari kita melihat karunia besar dari Allah Ta‟ala yang akan didapatkan sekelompok orang, jika mereka bercengkrama dengan Al-Qur’an. Pertama, orangorang tersebut akan mendapatkan ketenangan dari Allah Subhanahu Wata‟ala. Kedua, mereka akan mendapatkan rahmat atau kasih sayang dari Allah Subhanahu Wata‟ala. 6
Jamaah yang berbahagia, jiwa yang tenang sejatinya adalah modal berharga mengarungi kehidupan ini menuju kebahagiaan sejati. Apalagi jika ketenangan itu muncul bersamaan karunia lain yang berupa rahmat atau kasih sayang Allah Ta‟ala serta karunia keimanan yang dalam kepada-Nya. Ketiga, mereka diliputi oleh para malaikat. Dan yang keempat, mereka disebut-sebut namanya oleh Allah Ta‟ala di hadapan para malaikat-Nya. Dua hal ini, seharusnya membuat kita bergetar hatinya, jamaah. Sebab, tidak gampang untuk mencari perhatian Allah Ta‟ala. Apalagi sampai Allah Subhanahu Wata‟ala mau menyebut-nyebut nama kita. Sebuah penghargaan terbaik yang tidak akan pernah ada yang menandinginya. Pada sisi lainnya, malaikat-malaikat Allah Ta‟ala meliputi orang-orang tersebut. Dalam kaitan ini, khatib menjadi ingat ada penggalan sebuah hadis yang menguatkan pernyataan dalam hadis tersebut. Rasulullah shallu‟alaih bersabda, ٌإُ اىَال ئنة ىحضع أجْححٖا زضا ىطاىة اىعي “Sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayap mereka sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut ilmu” (HR. Abu Dawud). Jamaah yang berbahagia, salah satu makna yang khatib ketahui dari kalimat malaikat meletakkan sayap-sayapnya adalah, mereka berhenti terbang. Ya! Jamaah yang berbahagia, malaikat-malaikat yang sering disebut sebagai malaikat “pengembara” tersebut berhenti terbang, kemudian memanggil teman-temannya dan turun untuk mendoakan sekelompok orang yang berada dibawahnya dan sedang “bercengkrama” (tilawah dan tadarus) dengan Al-Qur’an. هللا أمثس هللا أمثس الإىٔ إال هللا ٗ هللا أمثس هللا أمثس ٗ هلل اىحَد Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Menutup khatbah kali ini, khatib sampaikan doa khusus kepada Allah Subhanahu Wata‟ala, semoga kita dikaruniakan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an. Dan semoga karena kecintaan kita kepada kalam-Nya tersebut menjadikan kita orang-orang yang dimudahkan kehidupannya dalam mengarungi berbagai ujian dimuka bumi ini, serta mengumpulkan kita semua di jannah-Nya yang tinggi, yakni jannah Al-Firdaus, amin. اىيٌٖ صو ٗسيٌ ٗ تازك عيى ّمحم ٗ عيى آىٔ ٗ أصحاتٔ ٗ ٍِ جثعٔ تاءحساُ إىى ًٌ٘ اىقٍاٍة اىيٌٖ اغفس ىيَسيٍَِ ٗ اىَسيَات ٗ اىَؤٍٍِْ ٗ اىَؤٍْات االءحٍاء ٌٍْٖ ٗ االءٍ٘ات إّل سٍَع قسٌة ٍجٍة اىدع٘ات Al-Hasyr/59:10 Al-Furqan/25:74 Ali-‘Imran: 8 Al-Baqarah:286 7
Al-Baqarah/2:201 زتْا جقثو ٍْا إّل أّث اىسٍَع اىعيٌٍ ٗجة عيٍْا إّل أّث اىح٘ب اىسحٌٍ عثاد هللا إُ هللا ٌاءٍس تاىعده ٗ االءحساُ ٗ إٌحاء ذي اىقستً ٗ ٌْٖى عِ اىفحشاء ٗ اىَْنس ٗ اىثغً ٌعظنٌ ىعينٌ جرمسُٗ فاذمسٗا هللا ٌر مسمٌ ٗاشنسٗا عيى ّعَٔ ٌزدمٌ ٗ ىرمسهللا أمثس
8