SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA
MENGOPTIMALKAN POTENSI, MEMPERKUAT RESILIENSI
PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA
JAKARTA, 22 NOVEMBER 2016
Daftar Isi Salam Pembuka................................................................................................................................
1
Pendahuluan.....................................................................................................................................
2
Perkembangan Ekonomi Global..................................................................................................
3
Perkembangan Ekonomi Domestik...........................................................................................
6
Tantangan dan Arah Kebijakan Ekonomi..................................................................................
12
Potensi Perekonomian...................................................................................................................
14
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan...........................................................................................
17
Arah Kebijakan Bank Indonesia...................................................................................................
24
Koordinasi Kebijakan.......................................................................................................................
32
Penguatan Internal Bank Indonesia..........................................................................................
34
Prospek Perekonomian..................................................................................................................
34
Penutup...............................................................................................................................................
36
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Agus D.W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia Sambutan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Jakarta, 22 November 2016
Yang kami muliakan dan kami banggakan, • Presiden Republik Indonesia, Kepala Pemerintahan, dan Kepala Negara Kesatuan RI: Bapak Joko Widodo Yang kami hormati, • Para Pimpinan Lembaga Negara: MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial • Para Menteri Kabinet Kerja, Pimpinan Lembaga Pemerintah • Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung dan Ketua KPK • Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Komisioner OJK • Ketua dan Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan • Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi XI DPR RI • Para Gubernur Kepala Daerah dari Seluruh Indonesia • Para Pendahulu kami sebagai Gubernur Bank Indonesia • Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia • Para Pimpinan Perbankan dan Korporasi Non-Bank • Para Akademisi, Pengamat Ekonomi, Pemimpin Media Nasional • Undangan lain yang kami hormati
1
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Assalamualaikum Wr. Wb., Salam Damai Sejahtera untuk kita semua, Om Swastiastu, Namo Buddhaya,
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas perkenan-Nya kita dapat berkumpul, dalam keadaan sehat dan baik, di “Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016”. Dengan segala kerendahan hati, kami menghaturkan terima kasih atas kehadiran Bapak Presiden dan juga seluruh tamu undangan di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016. Kehadiran Bapak Presiden dan para hadirin memberikan makna penting dalam upaya menegakkan komitmen bersinergi, untuk membangun perekonomian negeri, menuju kemakmuran dan kesejahteraan bangsa yang berkeadilan. Suatu komitmen yang diharapkan mampu mendorong optimalisasi berbagai potensi dan memperkuat resiliensi ekonomi, untuk membawa perekonomian menjadi lebih efisien, produktif, dan berdaya saing. Pada pertemuan malam ini, perkenankan kami menyampaikan pemikiran Bank Indonesia tentang kondisi ekonomi terkini dan prospek ke depan, yang dirangkum dalam paparan bertema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi”. Tema yang menurut kami sangat relevan sebagai respons terhadap risiko ekonomi global yang masih belum akan kondusif, serta menyikapi ekonomi domestik yang mulai kembali melangkah maju.
2
Perkembangan Ekonomi Global
Perkembangan Ekonomi Global Asesmen kami yang terakhir berkesimpulan bahwa pelemahan ekonomi global masih berlangsung, diikuti harga komoditas yang masih rendah, dan aliran modal ke negara berkembang yang kembali turun. Momentum perbaikan ekonomi global yang semula kita harapkan mulai terjadi pada tahun ini, masih belum tampak dan terlihat melemah di beberapa bagian. Pertumbuhan ekonomi global 2016 kami perkirakan sekitar 3,0%, lebih rendah dari capaian 2015 sebesar 3,2% (Grafik 1). Di negara maju, Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi global, dalam perkembangannya sampai semester I-2016 masih belum solid. Pemulihan di Eropa dan Jepang juga belum kuat. Referendum Brexit yang membawa Inggris keluar dari zona ekonomi Eropa,
Grafik 1. PDB Dunia dan Harga Komoditas Global
bahkan berpotensi menurunkan prospek ekonomi Eropa dalam jangka menengah. Ekonomi negara berkembang juga perlu terus mendapat perhatian. Tiongkok, sebagai salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, masih melakukan konsolidasi dan menyesuaikan sumber-sumber pertumbuhan ekonominya. Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2016 masih belum kuat, meskipun sudah membaik dan tumbuh 6,6%, namun capaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan beberapa tahun sebelumnya yang mencapai pertumbuhan di atas 7% (Grafik 2). Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi India yang dalam beberapa periode sebelumnya cukup mengesankan, sepertinya mulai kekurangan tenaga di beberapa periode terakhir. Sementara itu,
Grafik 2. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
% yoy
% yoy
6
40
5
30 20
4
10
3
0
2
-10
1
-20
% Kontribusi 9
8,1
8
3
1 0
2016p
2014
2012
2010
2008
2006
I 2004
7,7 7,4 7,5 7,1 7,2 7,0 7,0 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7
2
-40
2002
7,9
5
-30
2000
7,6
4
-1
Harga Komoditas Migas dan Non-Migas (Skala Kanan)
8,1 7,9
6
0
PDB Dunia
7,6 7,5
7
II III 2012
IV
I
Industri Primer
II III 2013
IV
I
II III 2014
Industri Sekunder
IV
I
II III 2015
IV
Industri Tersier
I
II III 2016 PDB yoy
Sumber: National Bureau of Statistics of China
p) Proyeksi Bank Indonesia Sumber: World Economic Outlook Database
3
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Grafik 3. Aliran Modal ke Negara Berkembang
Grafik 4. Output Potensial Negara Berkembang
Miliar Dolar AS
%
Krisis Finansial Global pada 2008
600
Aliran Keluar dalam Skala Besar Sejak 2015
8
400
7
200
6
0
5
-200
4
-400
Total Factor Productivity (TFP)
3
-600 -800
1995
1998
2001
2004
2007
2010
2013
2016p
2
Tenaga Kerja
1
Kapital
Output
0 2006-07
2008-10
2011-12
2013-14
p) Proyeksi IIF April 2016 Sumber: Institute of International Finance (IIF)
Sumber: World Economic Outlook Database
kinerja Brasil dan Rusia juga tetap perlu mendapat perhatian, meskipun tekanan penurunan sudah mulai berkurang.
Ekonomi global yang belum solid dan antisipasi kenaikan Fed Fund Rate pada gilirannya kembali berdampak pada masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Pelaku pasar masih terus diliputi ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate yang sampai November 2016 tetap dipertahankan pada level 0,25-0,50%. Belum lagi dampak ketidakpastian geopolitik, termasuk pemilu presiden di AS. Berbagai ketidakpastian tersebut kemudian berdampak pada menurunnya aliran modal ke negara berkembang dan diikuti volatilitas perpindahan dana global (Grafik 3).
Sebagaimana tahun lalu, ekonomi global yang masih belum solid memberi dampak kepada masih rendahnya harga komoditas global. Kami memperkirakan harga komoditas ekspor non-migas Indonesia tahun 2016 hanya sedikit naik dari level tahun 2015. Sementara itu, harga minyak dunia masih dalam tren menurun dipengaruhi besarnya pasokan dari OPEC dan AS. Harapan positif baru terlihat pada batubara dan minyak nabati (CPO) yang dalam beberapa bulan terakhir mulai meningkat. Namun, kenaikan harga tersebut lebih dominan dipengaruhi penurunan produksi ketimbang akibat kenaikan permintaan.
4
Berbagai dinamika ekonomi global tahun 2016 tersebut menurut pengamatan kami semakin memperkuat indikasi adanya permasalahan struktural di ekonomi global. Permasalahan yang dalam pandangan kami berkontribusi pada turunnya produktivitas ekonomi di banyak negara dan kemudian
Perkembangan Ekonomi Global
Grafik 5. Produk Domestik Bruto VS World Trade Volume
Grafik 6. Perkiraan PDB Dunia
% yoy
% yoy
20
5,5
15 5,0
10 5
4,5
0 4,0
-5 -10
3,5
-15 -20 2000
3,0 2002
2004
2006
PDB Dunia
2008
2010
2012
2014
2016*
World Trade Volume
*) s.d. Agustus 2016 Sumber: Bloomberg, CPB, diolah
menurunkan kapasitas produksi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara berkembang (Grafik 4). Satu permasalahan struktural ekonomi global yang perlu kita catat dan berpengaruh ke negara berkembang, termasuk Indonesia, ialah berkurangnya pengaruh pertumbuhan ekonomi global terhadap perdagangan dunia. Data menunjukkan hubungan PDB dunia dengan volume perdagangan dunia tidak lagi sekuat tahun-tahun sebelumnya (Grafik 5). Elastisitas pertumbuhan ekonomi dunia terhadap perdagangan dunia yang sejak awal tahun 2000 berada pada angka sekitar 1,3 melemah dan dalam lima tahun terakhir elastisitas yang terjadi hanya sekitar 0,9. Berbagai studi berargumen bahwa beberapa faktor berpengaruh pada kondisi ini. Salah satunya mengatakan bahwa fenomena ini dikontribusikan
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Realisasi
WEO April 2015
WEO April 2016
WEO Oktober 2016
2017
2018
2019
2020
WEO Oktober 2015
Sumber: World Economic Outlook Database
secara langsung oleh investasi global yang menurun dan isu proteksionisme perdagangan dunia yang meningkat. Selain itu, global value chain (GVC) yang menurun, antara lain akibat proses maturing, penguasaan teknologi dan proses reshoring, juga membuat hubungan keduanya menjadi semakin berkurang. 1 Permasalahan global yang bersifat struktural pada gilirannya memang perlu terus kita cermati karena berimplikasi pada proses penyelesaiannya, yang tentu tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Dengan kata lain, kita masih akan menghadapi kelesuan ekonomi global dalam waktu lebih lama, yang bahkan berisiko menjalar ke negara berkembang, termasuk Asia. Pertumbuhan ekonomi global sampai dengan tahun 2020 diperkirakan masih akan di bawah 4% (Grafik 6).
Proses maturing produksi di beberapa negara utama, seperti di Tiongkok dan AS, adalah akibat penguasaan teknologi yang memungkinkan substitusi barang input asing oleh input domestik. Sementara proses reshoring terutama terjadi di AS dipicu oleh dampak meningkatnya biaya tenaga kerja sektor manufaktur di luar AS dan turunnya biaya energi di dalam negeri AS. 1
5
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Grafik 7. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 8. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Kawasan Regional
% yoy
% yoy 8
8 6
6
4
4
2
2
0
0
-2 -2 -4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Permintaan Domestik (Exclude Inventori)
Ekspor Netto
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perkembangan Ekonomi Domestik Sebagai suatu negara dengan perekonomian terbuka, perekonomian kita tidak terisolasi dari kondisi global yang belum kondusif tersebut. Namun, sejauh ini kami melihat ekonomi nasional masih cukup lentur menyesuaikan dan merespons berlanjutnya risiko ekonomi global. Ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2016 masih bertumbuh 5,02% (yoy), meningkat dibandingkan dengan capaian 2015 (Grafik 7). Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 akan berada di sekitar 5%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan awal kami di penghujung tahun 2015, yaitu sekitar 5,2-5,6%, sebagai dampak ekonomi global yang ternyata bertumbuh lebih rendah dari perkiraan semula.
6
-4 2014 Brasil India Afrika Selatan
2015
Q2 2016
Indonesia* Malaysia* Rusia Thailand Turki Vietnam*
*) Data Triwulan III 2016 Sumber: CEIC, diolah
Namun, angka tersebut tetap mengesankan bila dibandingkan dengan capaian negara lain yang masih perlu berusaha keras mendorong pertumbuhan ekonominya (Grafik 8). Data menunjukkan kelenturan ekonomi kita banyak dipengaruhi oleh permintaan domestik. Sampai dengan triwulan III-2016, permintaan domestik masih dalam tren meningkat sehingga dapat meminimalkan dampak menurunnya kinerja sektor eksternal. Bahkan, konsumsi rumah tangga non-makanan sudah dalam tren meningkat sejak 2011. Sejalan dengan itu, peran kredit rupiah sebagai sumber pembiayaan domestik juga dalam tren meningkat. Secara regional, ada beberapa provinsi yang sudah bertumbuh di atas 6%, seperti di wilayah Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara (Grafik 11). Kondisi ini dipengaruhi dampak positif transisi perekonomian di wilayah tersebut,
Perkembangan Ekonomi Domestik
dari sebelumnya banyak tergantung pada komoditi mentah kepada komoditi yang bernilai tambah melalui pembangunan smelter dan industrialisasi sektor pertanian. Kendati demikian, beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan dan Papua masih tumbuh di bawah 4% sehingga perlu terus mendapat perhatian.
Lenturnya perekonomian nasional dalam merespons perlambatan ekonomi global setidaknya didorong dua aspek. Pertama, konsistensi dalam menjaga stabilitas ekonomi. Buah konsistensi ini tercermin pada inflasi yang rendah dan stabil, nilai tukar rupiah yang terkendali, defisit transaksi berjalan (Grafik 10) dan defisit APBN 2016 yang berada dalam level yang sehat, serta ketahanan perbankan dan sistem keuangan yang kuat. Selain faktor konsistensi tersebut, stabilitas ekonomi juga dikontribusikan oleh situasi politik yang stabil dan keamanan yang kondusif, berkat dukungan legislatif dan pihak keamanan.
Inflasi juga terjaga dalam tingkat yang rendah dan stabil. Kami memperkirakan inflasi 2016 akan berada pada kisaran 3,0-3,2%, lebih rendah dari capaian 2015 sebesar 3,4% (Grafik 9). Inflasi yang rendah ini tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter dan koordinasi dengan Pemerintah untuk mengendalikan harga kelompok volatile food dan komoditas strategis. Perkembangan inflasi secara spasial juga rendah, dengan wilayah Jawa, beberapa daerah di Indonesia Timur dan Lampung mencatatkan inflasi di bawah 3% (Grafik 12). Sementara itu, tekanan inflasi yang tinggi terutama terjadi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang tercatat di atas 5%.
Stabilitas ekonomi yang terjaga dan risiko ekonomi yang terkendali pada gilirannya memberikan basis keleluasaan gerak yang positif bagi pelaku ekonomi untuk merespons kondisi yang ada. Faktor kedua adalah pengaruh kebijakan countercyclical yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia. Stimulus fiskal yang besar,
Grafik 9. Inflasi dan Komponen Disagregasinya
Grafik 10. Defisit Transaksi Berjalan
% yoy
% yoy
50
20
% PDB 5 4
40
16
30
12
20
3 2 1
8 10 4
0
0 -1 -2
0
Inflasi IHK (Skala Kanan) Harga Diatur Pemerintah
Inti
2016*
2014
2012
2010
2008
2006
2004
2002
2000
-10
-3 -4
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016*
*) s.d Triwulan III 2016 Sumber: Bank Indonesia
Bergejolak
*) s.d Oktober 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
7
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Grafik 11. Pertumbuhan Ekonomi Regional 2016 (Kumulatif s.d Triwulan III 2016)
Aceh 2,9 Kalimantan Utara 2,5
Sumatera Utara 5,1 Kepulauan Riau 4,9
Riau 2,0
Sumatera Barat 5,4
Jambi 3,7
Bengkulu 5,2
Sumatera Selatan 4,9
4,0% < gPDRB ≤ 6,0% 6,0% < gPDRB ≤ 8,0%
Lampung 5,2 Banten 5,2
gPDRB > 8,0% Sumber: Badan Pusat Statistik
termasuk melalui belanja infrastruktur, mendukung sektor yang berhubungan langsung dengan pemerintah, seperti investasi bangunan. Langkah deregulasi dan debirokratisasi Pemerintah melalui berbagai paket kebijakan, sebagai bagian dari upaya reformasi struktural, juga berkontribusi positif meningkatkan keyakinan untuk berusaha di Indonesia.
8
Kepulauan Bangka Belitung 3,6
Kalimantan Barat 5,4
Kalimantan Tengah 5,6 Kalimantan Selatan 3,8
Jakarta 5,7
gPDRB ≤ 0,0% 0,0% < gPDRB ≤ 4,0%
Kalimantan Timur -0,8
Jawa Barat 5,6
Jawa Tengah 5,2 Jawa Timur 5,6 DI. Yogyakarta 5,0
Bali 6,3
Nusa Tenggara Barat 7,5
Pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia turut mendorong perbaikan permintaan domestik. Dalam setahun terakhir, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan hingga 150 bps dan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga 150 bps. Pelonggaran kebijakan moneter juga bersinergi dengan
Perkembangan Ekonomi Domestik
Sulawesi Utara 6,0
Gorontalo 6,4
Maluku Utara 5,5
Papua Barat 4,3
Sulawesi Tengah 12,0 Sulawesi Barat 5,7
Sulawesi Tenggara 6,1
Sulawesi Selatan 7,4
Maluku 5,9
Papua 4,9
Nusa Tenggara Timur 5,2
kebijakan makroprudensial melalui relaksasi Loan to Value (LTV) untuk kredit properti dan Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti, serta peningkatan batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM)-Loan to Funding Ratio (LFR) dari semula 78% menjadi 80%.
Sebagai catatan, pada tahun 2016 ini kami juga menempuh kebijakan reformulasi kerangka operasi kebijakan moneter dengan mengganti suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate pada 19 Agustus 2016. Langkah ini ditempuh untuk memperkuat efektivitas transmisi
9
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Grafik 12. Inflasi Regional 2016 (s.d Oktober 2016)
Aceh 3,7 Kalimantan Utara 4,5
Sumatera Utara 7,4 Kepulauan Riau 3,9
Riau 3,9
Sumatera Barat 6,1
Jambi 5
Bengkulu 5,7
Sumatera Selatan 4,2
3,0% ≤ Inf < 4,0% Inf < 3,0%
Lampung 2,9 Banten 3,1
Sumber: Badan Pusat Statistik
kebijakan moneter dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Kami bersyukur berkat dukungan, koordinasi, dan kepercayaan berbagai pihak, implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan baik. BI 7-day Reverse Repo Rate saat ini berada pada level 4,75%, yang kami pandang konsisten
10
Kepulauan Bangka Belitung 5
Kalimantan Barat 3,6
Kalimantan Tengah 2,2 Kalimantan Selatan 4,2
Jakarta 2,7
Inf ≥ 5,0% 4,0% ≤ Inf < 5,0%
Kalimantan Timur 3,1
Jawa Barat 2,8
Jawa Tengah 2,8 Jawa Timur 2,8 DI. Yogyakarta 2,7
Bali 3,6
Nusa Tenggara Barat 2,9
dengan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas makroekonomi secara keseluruhan. Kelenturan ekonomi domestik di tengah situasi ekonomi global yang belum kuat, diakui oleh beberapa lembaga pemeringkat global. Fitch
Perkembangan Ekonomi Domestik
Sulawesi Utara 0,78
Gorontalo 2,3
Maluku Utara 2,9
Papua Barat 3,2
Sulawesi Tengah 2,3 Sulawesi Barat 3,1
Sulawesi Tenggara 4
Sulawesi Selatan 3,2
Maluku 2,6
Papua 4,4
Nusa Tenggara Timur 2,9
Ratings, Moody’s Investors Service, Japan Credit Agency, dan Rating and Investment Information Inc. pada tahun 2016 mempertahankan posisi Indonesia pada investment grade karena tetap mampu tumbuh solid, ditopang peran permintaan
domestik yang tetap besar. Dari sisi iklim investasi, kami mengapresiasi keberhasilan upaya pemerintah untuk meningkatkan peringkat Ease of Doing Business dari peringkat 106 ke peringkat 91.
11
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Tantangan dan Arah Kebijakan Ekonomi Prospek kondisi ekonomi global yang belum akan pulih dan berbagai risiko lain yang mengikutinya di harga komoditas dan pasar keuangan, masih akan menjadi tantangan bagi perekonomian kita ke depan. Tantangan yang perlu kembali kita carikan solusi yang lebih mendasar agar pengaruh kondisi global tersebut tidak berdampak signifikan ke ekonomi domestik. Kami memandang tantangan global menjadi semakin perlu dicermati dampaknya ke perekonomian nasional, karena kita masih menghadapi berbagai tantangan jangka pendek dan tantangan struktural domestik yang belum terselesaikan dan berpotensi menghambat proses pemulihan ekonomi. Tantangan jangka pendek berasal dari pengaruh stimulus fiskal yang belum secara merata dapat menarik peran swasta untuk berinvestasi, khususnya investasi non-bangunan.
Grafik 13. Suku Bunga Deposito dan Kredit
Sampai dengan triwulan III-2016, investasi non-bangunan masih rendah. Asesmen kami menunjukkan kondisi ini tidak terlepas dari pengaruh sektor swasta yang masih melakukan konsolidasi usaha yang ditempuh dengan melakukan efisiensi, baik dalam kegiatan produksi maupun dalam mengelola pinjaman. Pengaruh pelonggaran kebijakan moneter ke perbankan juga belum tertransmisi secara merata. Pengaruh penurunan suku bunga kebijakan ke suku bunga kredit tercatat lebih kecil dibandingkan dengan penurunan suku bunga deposito. Penurunan suku bunga kredit dari awal tahun sampai dengan September 2016 baru mencapai 60 bps, lebih rendah dari penurunan suku bunga deposito yang sudah mencapai 108 bps (Grafik 13). Kondisi sektor swasta yang masih melakukan konsolidasi dan industri perbankan yang masih menahan penurunan suku bunga kredit, pada gilirannya berdampak pada pertumbuhan kredit yang tidak sekuat perkiraan. Pertumbuhan kredit
Grafik 14. Pertumbuhan Kredit dan NPL
%
% yoy
16 14 12
30
% 4,0
25
3,5
20
3,0
15
2,5
10
2,0
10 8 6 4 2010 2011 Deposito
2012 Kredit
*) s.d September 2016 Sumber: Bank Indonesia
12
2013
2014
2015
2016*
5 2010 2011 2012 Pertumbuhan Kredit *) s.d September 2016 Sumber: Bank Indonesia
1,5 2013 2014 NPL (Skala Kanan)
2015
2016*
Tantangan dan Arah Kebijakan Ekonomi
perbankan sampai dengan triwulan III-2016 baru mencapai 6,5% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2015 sebesar 10% (yoy). Kredit yang belum kuat juga dipengaruhi sikap perbankan yang lebih selektif dalam memberikan kredit, merespons Non Performing Loan (NPL) yang dalam tren meningkat (Grafik 14). Jika didalami dari sisi regional, wilayah Kalimantan tercatat memiliki pertumbuhan kredit yang paling rendah dibandingkan wilayah lain dan diikuti NPL yang tertinggi (Grafik 15). Hal ini dipengaruhi kinerja sektor pertambangan dan manufaktur di wilayah tersebut yang belum pulih. Di wilayah lain, perlambatan kredit antara lain dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran kredit ke sektor perdagangan. Sementara itu, tantangan struktural domestik berkaitan erat dengan beberapa aspek di sektor riil, khususnya di sisi suplai, dan di sektor keuangan.
Dari sektor riil, kita mencatat tantangan terkait komposisi produk ekspor yang banyak bergantung pada produk sumber daya alam, struktur pasar dan tata niaga yang perlu lebih efisien, dan peran industri pengolahan yang terus menurun. Dari sektor keuangan, tantangan masih terkait dengan pembenahan struktur pembiayaan domestik yang masih belum beragam, struktur dana perbankan yang belum seimbang, serta pasar keuangan yang masih belum dalam. Di tengah kondisi global yang masih belum menentu, adanya tantangan jangka pendek dan struktural tersebut menuntut kita untuk terus mencari strategi, yang secara simultan dapat mengoptimalkan potensi domestik yang ada sekaligus mereduksi berbagai tantangan yang masih mengemuka. Dengan pertimbangan itu maka menjadi relevan bila arah kebijakan kita ke depan ditujukan untuk mengoptimalkan berbagai potensi domestik yang ada untuk memperkuat resiliensi perekonomian nasional.
Grafik 15. Perkembangan Kredit dan NPL secara Regional Pertumbuhan Kredit (% yoy)
NPL (%)
25
6
20
5
15
4
10
3
5
2
1
0 I
II
III 2014 Sumatera
IV
I
II
III 2015 Jawa
IV
I
II 2016
III
I
II
III
IV
2014 Kalimantan
I
II
III
IV
I
2015 Sulampua
II
III
2016 Balinusra
Sumber: Bank Indonesia
13
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Penguatan dan optimalisasi potensi domestik tidak bermakna bahwa kita menarik diri dari konstelasi global. Aspek ini mengandung makna bahwa kita perlu membenahi dan mempersiapkan diri di berbagai lini dengan memanfaatkan potensi domestik yang ada, sehingga di kemudian hari dapat menjadi basis yang kuat untuk mengungkit ekonomi domestik saat ekonomi global kembali bangkit. Dari sektor domestik, kita perlu terus membangun industri domestik yang kuat sehingga saat ekonomi global bangkit kita tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dari sektor eksternal, kita perlu menyiapkan berbagai sektor unggulan yang berdaya saing di pasar global. Daya saing yang ditopang oleh produktivitas, bukan semata dari faktor nominal seperti nilai tukar. Penguatan dan optimalisasi potensi domestik tersebut secara tidak langsung kemudian diarahkan juga untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Potensi tersebut termasuk potensi sumber pembiayaan dari domestik yang ternyata luar biasa besar, seperti yang terindikasi dari hasil program Pengampunan Pajak. Optimalisasi sumber pembiayaan dapat memperkuat ketahanan ekonomi dari aspek kesinambungan fiskal, ketahanan sektor korporasi, dan ketahanan sektor eksternal berupa menurunnya ketergantungan terhadap
14
utang luar negeri. Kami meyakini ketahanan ekonomi akan semakin kuat bila dibarengi efektivitas implementasi deregulasi kebijakan yang dapat menuntaskan berbagai permasalahan struktural yang menjadi tantangan kita selama ini.
Potensi Perekonomian Kami mencatat setidaknya terdapat 3 (tiga) potensi ekonomi yang perlu dioptimalkan untuk menopang ketahanan ekonomi Indonesia. Potensi pertama adalah kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya. Kami meyakini bahwa prestasi capaian program Pengampunan Pajak tidaklah mungkin diraih, bila tidak didorong oleh kepercayaan yang tinggi terhadap arah kebijakan pemerintah dan prospek ekonomi Indonesia ke depan. Kedisiplinan pengelolaan kebijakan makroekonomi, termasuk pengelolaan kebijakan fiskal dengan target yang realistis dan bervisi jangka menengah panjang, serta kebijakan moneter yang berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi, dalam pandangan kami menjadi salah satu penopang utama kepercayaan dan keyakinan para pelaku ekonomi tersebut. Di samping itu, keyakinan pelaku ekonomi didorong pula oleh berbagai kebijakan reformasi struktural pemerintah yang telah dilakukan selama ini.
Potensi Perekonomian
Potensi kedua yang mengemuka dan perlu mendapat catatan khusus pada 2016 ialah munculnya sumber pembiayaan ekonomi yang luar biasa. Kami menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah yang berhasil menyingkap potensi ini melalui program Pengampunan Pajak. Sampai 14 November 2016, program tersebut berhasil mengumpulkan tebusan pajak sebesar Rp94,8 triliun, dengan dana repatriasi sebesar Rp142,7 triliun dan dana deklarasi sebesar Rp3.773,2 triliun. Prestasi yang patut diapresiasi karena merupakan keberhasilan program Pengampunan Pajak terbesar di dunia dari berbagai program sejenis yang sebelumnya pernah dilakukan oleh negara-negara lain. Kami melihat potensi ini dapat menjadi momentum kuat bagi Pemerintah untuk mempercepat reformasi perpajakan di Indonesia. Perluasan basis pajak yang dicapai melalui program Pengampunan Pajak diharapkan diikuti intensifikasi pajak guna semakin meningkatkan peran pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Di Indonesia, peran pajak dalam pembiayaan pembangunan baru mencapai 11% dari PDB di tahun 2015, lebih rendah dibandingkan capaian berbagai negara kawasan seperti Singapura dan Malaysia yang mencapai sekitar 14% dari PDB. Kami meyakini intensifikasi pajak dengan
memanfaatkan basis pajak yang lebih luas, akan menjadi modal penting bagi upaya memperlebar ruang fiskal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, tanpa mengganggu prospek kesinambungannya. Potensi ketiga ialah potensi teknologi digital yang berkembang pesat. Pada tahun 2016 ini kita melihat kegiatan sharing economy dan digital economy meningkat pesat sebagaimana terlihat dari aktivitas fintech dan e-commerce. Perkembangan positif ini bila dimanfaatkan dengan tepat akan dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung kegiatan ekonomi domestik. Ketiga potensi yang mengemuka pada tahun 2016 tersebut bila diberdayakan dengan efektif dan optimal, tentu akan semakin memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi sumber daya domestik yang sebelumnya sudah ada, yakni sumber daya manusia dan sumber daya alam. Berkenaan dengan potensi sumber daya manusia, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi pasar yang besar dalam menopang permintaan domestik melalui konsumsi rumah tangga. Tidak berhenti di sana, potensi pasar yang besar tersebut akan siap menjadi penghela penciptaan nilai tambah yang lebih besar, bila kemudian diikuti peningkatan kegiatan produksi domestik.
15
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Dalam kaitan ini pula, bonus demografi yang direpresentasikan dengan populasi penduduk usia produktif yang lebih besar dari penduduk usia lanjut dan anak-anak akan menjadi potensi dari sisi tenaga kerja, sekaligus basis konsumen yang tebal sejalan dengan meningkatnya kelas menengah di Indonesia. Bonus demografi ini jika dikelola dengan tepat akan memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjadi lebih sejahtera. Namun perlu dicatat, bonus demografi yang akan mencapai puncaknya dalam lima belas tahun ke depan akan mulai kehilangan momentum setelah periode tersebut, sejalan dengan tingkat ketergantungan penduduk yang mulai meningkat (Grafik 16). Sebagai konsekuensinya, kita berkejaran dengan waktu dalam memanfaatkan setiap aspek dari potensi ini.
Grafik 16. Rasio Ketergantungan
Masih terkait dengan potensi sumber daya manusia, kami secara khusus mencatat pentingnya partisipasi wanita dalam pembangunan ekonomi. Populasi wanita di dunia saat ini lebih dari setengah populasi dunia, namun kontribusinya pada perekonomian masih jauh di bawah potensinya. Banyak kajian yang menunjukkan ketika potensi wanita di pasar tenaga kerja dimanfaatkan dengan baik, kinerja perekonomian akan meningkat. Upaya meningkatkan partisipasi wanita dalam perekonomian juga menjadi tantangan di Indonesia. Data menunjukkan partisipasi tenaga kerja wanita dibandingkan tenaga kerja pria di 2016 menurun dan di bawah negaranegara tetangga (Grafik 17). Angka ini menjadi tantangan kita bersama karena potensi wanita Indonesia untuk berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian sangat besar, khususnya dalam menghidupkan sektor riil.
Grafik 17. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Wanita
% 100
Rasio terhadap Laki-laki 1,00
90 80 70
0,90
60 50
0,80
40 30 20
0,70
10 0
Usia Lanjut
Anak-Anak
2100
2075
2050
2025
2000
1975
1950
0,60
Total
Sumber: Hayes, Adrian dan Diahhadi Setyonaluri. 2015. “Taking Advantage of The Demographic Dividend in Indonesia: A Brief Introduction to Theory and Practice”. Jakarta. Policy Memo UNFPA Indonesia. Halaman 4
16
0,50 2011 Indonesia
2012 Thailand
2013
2014
Malaysia
Sumber: WEF - Global Competitiveness Report
2015 Filipina
2016 Vietnam
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan
Gambar 1. Vicious Circle Risiko Meningkat
PDB Melambat
Arus Keluar Modal
Kredit Menurun
Depresiasi Nilai Rupiah
NPL Meningkat
Survei World Bank (2016) menyebutkan rasio kepemilikan usaha wanita di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan rasio yang sama di tingkat dunia, terutama untuk usaha mikro dan kecil. Survei juga menemukan, sebagian besar lembaga keuangan bank dan non-bank mempersepsikan bahwa usaha yang dimiliki wanita menguntungkan (Grafik 18). Namun, pembiayaan bagi usaha mikro dan
Grafik 18. Persepsi terhadap Nasabah Wanita Indonesia
Kinerja Korporasi Menurun
kecil yang dijalankan oleh wanita tersebut masih terbatas.
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan Kedepan kita perlu terus memperkuat pertumbuhan ekonomi. Hal ini untuk menghindari munculnya pusaran risiko (vicious circle). Perlambatan ekonomi berisiko mempengaruhi kinerja sektor korporasi dan keuangan, sehingga perlu direspons dengan penguatan resiliensi perekonomian (Gambar 1).
% 100
80
33
24
67
76
60
40
20
0 Bank Memberi Keuntungan
Non-Bank Netral
Optimalisasi berbagai potensi domestik untuk memperkuat resiliensi perekonomian harus dikembalikan kepada tiga fungsi dasar kebijakan publik, yaitu (i) fungsi stabilisasi, (ii) fungsi alokasi, (iii) fungsi distribusi. Ketiga fungsi tersebut perlu didukung penguatan regulasi dari pemangku kebijakan.
Sumber: World Bank
17
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Dalam konteks ini pula berbagai kebijakan yang bertujuan mengalokasikan sumber daya dapat didayagunakan sebagai instrumen stabilisasi perekonomian melalui kebijakan countercyclical dan juga sebagai piranti mendorong pemerataan hasil pembangunan. Kami mendukung langkah Pemerintah menjaga keseimbangan antara penguatan peran belanja pemerintah sebagai instrumen kebijakan countercyclical dengan upaya pemeliharaan kesinambungan fiskal. Dalam konteks ini, kami memandang langkah yang dilakukan untuk tetap meningkatkan komposisi belanja modal, khususnya proyek infrastruktur, tetap perlu dipertahankan. Langkah ini merupakan langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian, sekaligus memastikan efisiensi alokasi sumber daya yang dimiliki. Dalam jangka pendek, proyek infrastruktur akan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, termasuk kelompok lapisan bawah, karena kegiatan ini dapat menyerap banyak tenaga kerja. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan vokasi untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja pada proyek infrastruktur maupun
18
industri secara luas, juga perlu diperkuat. Dalam jangka menengah panjang, kami meyakini penekanan pada belanja infrastruktur akan positif meningkatkan efisiensi dan produktivitas perekonomian. Dengan semangat yang sama untuk menjaga stabilitas dan mendorong alokasi sumber daya yang efisien, belanja untuk memperkuat kebijakan jaring pengaman sosial melalui pemenuhan kebutuhan dasar bidang kesehatan dan pendidikan juga perlu terus dilanjutkan. Kebijakan ini tentu akan dapat menopang daya beli lapisan masyarakat menengah ke bawah. Sejalan dengan ini, kami meyakini penguatan institusi-institusi yang menjalankan program jaring pengaman sosial akan mendukung upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial. Berbagai langkah di atas akan semakin berkualitas bila disertai dengan kebijakan mendorong distribusi yang akan dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan memperluas daya serap tenaga kerja. Saat ini, indikator kesenjangan Rasio Gini sudah melandai dalam beberapa tahun terakhir sehingga menjadi tantangan bagi kita untuk menurunkan ke level yang lebih rendah (Grafik 19).
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan
Masih terkait dengan distribusi hasil pembangunan, selain tingkat kesenjangan yang masih tinggi, daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja juga masih rendah. Data menunjukkan daya serap perekonomian terhadap tenaga kerja semakin turun dari tahun ke tahun (Grafik 20). Dalam kaitan ini, reformasi struktural, khususnya yang berupaya untuk meningkatkan produktivitas perekonomian, menjadi sangat penting untuk membawa perekonomian ke tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja yang tersedia.
perlu diselaraskan dengan kekhasan setiap daerah mengingat potensi yang dimiliki setiap daerah akan berbedabeda (Gambar 2).
Senada dengan upaya meningkatkan distribusi hasil pembangunan, Bank Indonesia menyambut baik inisiatif Pemerintah untuk menggali sektorsektor yang menjadi keunggulan bangsa dan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang luas, baik dari sisi sektor maupun spasial, akan menciptakan buffer bagi perekonomian secara keseluruhan. Dari sisi spasial, pembangunan daerah
Transaksi berjalan yang beberapa tahun ini mengalami defisit juga disumbang oleh defisit neraca jasa, khususnya berasal dari jasa transportasi laut (Grafik 22). Jika ditarik lebih jauh, berbagai faktor yang menyebabkan defisit tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu dukungan infrastruktur pelabuhan dan pengembangan industri perkapalan yang masih belum kuat.
Grafik 19. Rasio Gini
Grafik 20. Rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja
Rasio
Secara sektoral, satu sektor unggulan yang saat ini didorong ialah sektor maritim mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Arah kebijakan untuk mendorong sektor ini memang merupakan tantangan tersendiri, karena sampai saat ini kontribusi subsektor maritim non-migas masih sangat kecil dibandingkan negara kepulauan lain (Grafik 21).
Ribu Tenaga Kerja (Penyerapan Tenaga Kerja per 1% PDB)
0,45
700
0,43
600
0,41
rata-rata 2010-2012
500
0,39
400
0,37 0,35
300
0,33
200
0,31
rata-rata 2013-2016
100
0,29
0
0,27
-100
0,25
Q1 2000
2002
2004
Sumber: Badan Pusat Statistik
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Q3
2010
Q1
Q3
2011
Q1
Q3
2012
Q1
Q3
2013
Q1
Q3
2014
Q1
Q3
2015
Q1 2016
Sumber: Badan Pusat Statistk, diolah
19
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Gambar 2. Potensi Daerah SUMATERA • Pengembangan industri maritim dan perkapalan • Optimalisasi kapabilitas dan pengolahan industri perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi) • Penguatan industri timah, batubara, dan minyak bumi • Pengembangan potensi industri biomassa
JAWA • Peningkatan daya saing industri manufaktur (otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, makanan-minuman, kimia, agroindustri, kertas) • Pengembangan industri kreatif dan kerajinan tangan, serta peningkatan daya saing UMKM • Pengembangan kota besar menuju smart city
KALIMANTAN • Pengembangan industri petrokimia (minyak bumi) • Pengembangan industri dan gasifikasi batubara • Peningkatan nilai tambah mineral dan hasil hutan • Peningkatan daya saing industri kelapa sawit
BALINUSRA • Pengembangan industri perikanan dan peternakan • Penguatan infrastruktur pariwisata • Pengembangan industri kreatif (termasuk kerajinan) • Hilirisasi mineral (tembaga, emas, mangan)
Keterangan:
20
Perkebunan Kopi atau Kakao
Minyak Bumi atau Gas Bumi
Maritim dan Perkapalan
Industri Kreatif
Kelapa Sawit
Karet dan Olahannya
Tambang Mineral
Industri Tekstil dan Produknya
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan
SULAMPUA • Pengembangan industri perikanan • Pengembangan industri pariwisata • Optimalisasi industri perkebunan (kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi) • Hilirisasi mineral (tembaga, nikel, emas) • Peningkatan daya saing industri gas alam
Sumber: Bank Indonesia disarikan dari Kajian Ekonomi & Keuangan Regional (KEKR) seluruh Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Tingkat Provinsi
Industri Otomotif
Tambang Batubara
Perikanan dan Hasil Laut
Industri Makanan dan Minuman
Tanaman Bahan Makanan
Perkebunan Kelapa
Peta potensi daerah ini hanya mengambil salah satu contoh potensi daerah yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
21
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Dengan melihat potensi sektor maritim ini, Bank Indonesia mendukung langkah Pemerintah untuk memperkuat industri kapal secara integratif bersama dengan pengembangan pelabuhan. Perkembangan industri kapal yang berhasil akan mempunyai dampak pengganda yang sangat besar, dimulai dari industri baja, sebagai pemasok bahan baku mesin dan perlengkapan kapal, hingga dukungan kepada sektor perikanan, pariwisata, serta industri pelayaran penangkap ikan, kapal pesiar, dan kapal pengangkut lainnya.
terakhir. Hal ini tergambar dari jumlah pengguna internet yang semakin bertambah dan nilai investasi dalam bidang telekomunikasi yang cukup tinggi, terutama di Asia (Grafik 23 dan Grafik 24). Di samping mampu mendorong efisiensi perekonomian, pemanfaatan teknologi digital secara cepat juga dapat menggantikan cara berbisnis konvensional. Sebagai contoh, penerapan teknologi digital dan robotik di negara-negara maju saat ini, berdampak pada menurunnya competitive advantage tenaga kerja murah di negara berkembang.
Penguatan sektor maritim semakin bermakna jika industri kapal dan infrastruktur pelabuhan sebagai enabler dapat dipadukan dengan sebuah ekosistem kawasan ekonomi yang saling terkoneksi.
Kondisi ini pada gilirannya menyebabkan model export-led manufacturing growth di negara berkembang menjadi kurang relevan. Fenomena semacam ini perlu terus kita cermati agar kita bisa memaksimalkan manfaatnya sekaligus meminimalkan ekses negatifnya melalui kebijakankebijakan yang efektif.
Sektor lain yang juga perlu mendapat perhatian karena dapat mendorong percepatan reformasi struktural ialah pemanfaatan ekonomi digital. Ekonomi digital mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dua dasawarsa
Grafik 21. Pangsa Sektor Maritim
Grafik 22. Defisit Neraca Jasa
% PDB
Miliar Dolar AS
30
28
0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
21
-4
20
-5
-4,8
15 -8 10 5
-10
4
-12
-8,3 -9,8
-9,8
Indonesia Sumber: CEIC, diolah
Filipina
-10,0 -10,6
-14
0
22
2016*
-2
25
-12,1
Jepang *) s.d Triwulan III 2016 Sumber: Bank Indonesia
Fungsi Dasar dan Prinsip Kebijakan
Sementara itu, sejalan dengan penguatan fungsi regulasi, perkenankan kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah yang telah mengoptimalkan fungsi regulasi dengan mengeluarkan 14 paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi. Kebijakan tersebut kami yakini akan memperkuat langkah percepatan reformasi struktural, terlebih apabila aspek-aspek regulasi di sisi mikro, seperti peraturan di tingkat teknis, dapat diharmonisasi dan disinergikan. Untuk menjalankan ketiga fungsi dasar kebijakan publik di atas dan memperkuat fungsi regulasi, kita perlu berpegang pada tiga prinsip pengelolaan kebijakan, yaitu prinsip kesinambungan, prinsip konsistensi, dan prinsip sinergi. Dalam konteks prinsip pertama, suatu kebijakan harus diarahkan untuk horizon waktu lebih panjang, agar ekonomi dapat tumbuh secara
Grafik 23. Perkembangan Pengguna Internet
seimbang dan berkesinambungan. Pada prinsip kedua, kebijakan perlu selaras dengan landasan filosofis yang mendasarinya agar kebijakan tersebut konsisten antar waktu, antar sektor, konsisten antara kebijakan pusatdaerah, serta antar kebijakan daerah. Pada prinsip ketiga, sinergi antar pemangku kebijakan baik di pusat maupun di daerah perlu dilaksanakan agar memberikan dampak positif berganda kepada kebijakan yang ditempuh. Kami meyakini bahwa sinergi dan koordinasi di berbagai pemangku kebijakan tersebut, selain berdampak positif meminimalkan risiko terhambatnya implementasi di lapangan, juga akan membuat kegiatan ekonomi menjadi lebih efisien dan efektif. Dalam hal ini, perkenankan kami kembali mengingatkan bahwa berbagai kebijakan ekonomi yang ditempuh perlu selaras dan didukung Pemerintah Daerah.
Grafik 24. Investasi di Sektor Telekomunikasi
Juta Orang
Juta Dolar AS
3.000
4.000
2.500
3.500
2.000
3.000 2.500
1.500
2.000 1.000
1.500
500
1.000
0
500 0 2009
2010
Asia Pasifik Amerika Latin
2011 Eropa
2012
2013 Amerika Utara
Timur Tengah dan Afrika
2014
2015
2000
2002
Indonesia
2004 Filipina
2006
2008
Malaysia
2010
2012
2014
Thailand
Sumber: World Development Indicators
Sumber: eMarketer
23
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Perbaikan perekonomian secara nasional akan dapat dicapai bila masing-masing Pemerintah Daerah juga dapat meningkatkan penggunaan dana perimbangan daerah lebih efektif dan efisien. Dalam ekonomi yang sedang membutuhkan stimulus, pemanfaatan dana Pemerintah Daerah dapat mengisi ruang kosong yang belum dapat dimanfaatkan Pemerintah Pusat. Aspek sinergi juga terkait dengan perlunya harmonisasi kebijakan antar otoritas dalam merumuskan suku bunga, seperti suku bunga kebijakan moneter, suku bunga deposito, dan imbal hasil obligasi pemerintah. Perumusan kedua suku bunga yang terakhir sebaiknya dapat selaras dengan suku bunga kebijakan moneter yang ditujukan untuk menjaga kondisi makroekonomi yang kondusif, sehingga dapat meminimalkan risiko ketidakjelasan di pasar yang dapat memicu distorsi saat terjadi proses penyesuaian likuiditas di perekonomian.
Arah Kebijakan Bank Indonesia Dalam nuansa semangat untuk bersinergi, kami di Bank Indonesia juga akan mengoptimalkan bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas perekonomian, yang pada gilirannya tentu dapat mendukung fungsi alokasi dan fungsi distribusi.
24
Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan secara konsisten mengarahkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Kami memandang stabilitas ekonomi yang terjadi akan memegang peran penting dalam menopang daya beli masyarakat dan mengalokasikan sumber daya secara efisien. Kami juga akan terus mendorong efisiensi pasar keuangan dan sistem pembayaran guna memberikan fondasi yang kuat bagi peningkatan efisiensi dan daya saing perekonomian. Arah kebijakan tersebut akan kami tempuh dengan mengoptimalkan tiga pilar kebijakan utama Bank Indonesia yakni kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Kebijakan moneter tetap difokuskan pada upaya memelihara stabilitas makroekonomi yang sudah tercipta. Fokus kebijakan moneter ini akan kami sinergikan dengan kebijakan makroprudensial yang diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah akan tetap kami tujukan untuk meningkatkan efisiensi perekonomian serta mendukung berjalannya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial dengan baik. Berbagai kebijakan tersebut tentu saja akan kami perkuat dengan koordinasi yang semakin erat baik dengan Pemerintah Pusat dan Daerah maupun otoritas lain yang terkait agar tercipta
Arah Kebijakan Bank Indonesia
suatu kebijakan pengelolaan ekonomi nasional yang harmonis. Dari kebijakan moneter, Bank Indonesia secara konsisten akan menempuh kebijakan untuk mengendalikan inflasi agar sesuai dengan sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang aman. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan yang ditempuh, kebijakan moneter tersebut didukung dengan penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar, serta pendalaman pasar keuangan. Dalam kaitan dengan strategi operasi moneter, kami memandang tersedianya ruang fleksibilitas pengelolaan likuiditas bagi bank akan dapat membantu bank untuk menyerap temporary liquidity shock sehingga tidak menimbulkan fluktuasi suku bunga yang berlebihan. Untuk itu, Bank Indonesia akan mulai memperkenalkan sistem Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging pada tahun 2017. Berbeda dengan sistem GWM yang saat ini berlaku, sistem GWM Averaging hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM dalam satu maintenance period. Dengan kelonggaran ini, kami berharap transaksi antar bank akan semakin aktif, gejolak suku bunga dapat lebih terkendali, dan transmisi kebijakan moneter semakin kuat.
Penguatan kerangka operasi moneter juga dilakukan dengan optimalisasi utilisasi Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen moneter. Sebagai amanat UU Bank Indonesia dan UU Perbendaharaan Negara, serta upaya untuk meningkatkan partisipasi bank di pasar uang, Bank Indonesia akan melakukan penggantian Sertifikat Bank Indonesia dengan SBN sebagai instrumen moneter secara gradual. Kebijakan pengelolaan nilai tukar tetap ditempuh secara berhati-hati dan terukur, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Untuk mendukung kebijakan nilai tukar dan menjembatani pengembangan pasar valas domestik, Bank Indonesia menginisiasi transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia yang mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi USD dan non-USD. Upaya lain yang akan ditempuh untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS adalah melalui kerja sama bilateral, terutama dengan negara kawasan. Kerja sama bilateral tersebut ditujukan untuk mendorong setelmen transaksi di pasar keuangan domestik dengan menggunakan local currency pada transaksi perdagangan dan investasi internasional. Bank Indonesia juga akan menempuh sejumlah inisiatif prioritas untuk mengakselerasi pendalaman pasar keuangan. Pertama, pengembangan
25
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
instrumen pasar uang, pasar valas, dan penguatan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pengembangan instrumen pasar modal, antara lain infrastructure bonds. Kedua, perluasan basis pelaku pasar keuangan, khususnya melalui peningkatan penggunaan transaksi repo oleh lembaga keuangan bank dan non bank. Ketiga, pengembangan infrastruktur dalam rangka mengurangi segmentasi dan memperkuat mitigasi risiko dalam transaksi keuangan. Guna mendukung inisiatif prioritas tersebut, Bank Indonesia akan mendorong percepatan tindak lanjut dua isu strategis pendalaman pasar keuangan yang memerlukan dukungan koordinasi dari otoritas terkait. Pertama, penyelarasan ketentuan perpajakan yang mengatur instrumen pasar keuangan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan. Kedua, penyelarasan inisiatif pengembangan pasar keuangan dengan implementasi praktik kehatihatian lembaga keuangan. Bank Indonesia memandang bahwa kedua isu tersebut sangat strategis mengingat bahwa lembaga keuangan tidak cukup hanya sehat dan aman, namun juga harus berkembang secara wajar melalui peningkatan aktivitasnya pada pasar keuangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya komitmen bersama dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk bersama-sama
26
menyatukan visi pengembangan pasar keuangan di dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPK). Kebijakan makroprudensial di 2017 akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem keuangan. Selain pengaturan makroprudensial terhadap perbankan, Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan pemantauan (surveilans) terhadap seluruh pelaku sistem keuangan, tidak hanya lembaga jasa keuangan namun juga pengguna jasa keuangan seperti korporasi. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi dan grup korporasi non-keuangan. Hasil asesmen kami menunjukkan pelemahan kinerja korporasi nonkeuangan dapat menimbulkan potensi risiko terhadap sistem keuangan, khususnya perbankan. Untuk itu, perlu penguatan surveilans makroprudensial guna mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan dan keterkaitan risiko korporasi non-keuangan dengan pelaku sistem keuangan lainnya, terutama perbankan. Pemantauan risiko di luar perbankan juga menjadi semakin penting seiring perkembangan financial technology (fintech). Dalam hal ini, Bank Indonesia akan mendalami potensi dan mitigasi risiko dari fintech sebagai masukan konstruksi asesmen makroprudensial untuk mengantisipasi sumber risiko
Arah Kebijakan Bank Indonesia
baru dari aktivitas fintech. Dengan demikian, diharapkan aktivitas fintech sebagai opsi pembiayaan masyarakat tetap berada dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat asesmen makroprudensial melalui penggunaan pendekatan National dan Regional Balance Sheet untuk memperkuat asesmen risiko sistemik dan identifikasi ketidakseimbangan sistem keuangan, sebagai masukan perumusan opsi kebijakan. Pendekatan tersebut diharapkan dapat memperkuat pengukuran risiko di setiap elemen dan risiko interkoneksi antar elemen sistem keuangan serta memperkuat pemetaan vulnerabilitas dan sumber gangguan sistem keuangan daerah. Penerbitan UU PPKSK menjadi momentum untuk meningkatkan kapasitas pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan memperkuat sensitivitas dan kalibrasi early warning indicators dan potensi opsi kebijakan dalam konteks Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia di bidang moneter dan nilai tukar, sistem pembayaran, dan makroprudensial. Selanjutnya, dengan semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia dan untuk memperkecil kesenjangan level playing field dengan
regional, Bank Indonesia memandang semakin terdapat urgensi untuk mendorong aksi korporasi perbankan agar diperoleh manfaat yang optimal dari sistem keuangan yang terintegrasi. Aksi korporasi ini kami yakini akan dapat meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi perbankan Indonesia, sehingga peran intermediasi perbankan diharapkan dapat lebih optimal dan daya saing industri perbankan nasional dapat meningkat. Selanjutnya, dengan adanya langkahlangkah strategis dan mendasar termasuk aksi korporasi yang dilakukan bank maka Bank Indonesia akan menata kembali hubungan operasional bank dengan Bank Indonesia, termasuk dalam konteks perizinan yang terkait dengan bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, maupun Makroprudensial. Dalam upaya mendukung akselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, sebagai pelengkap ekonomi konvensional, Bank Indonesia akan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi dan keuangan syariah pada akhir Desember 2016. Program difokuskan di sisi penguatan sektor keuangan sosial syariah (islamic social finance) maupun pendalaman pasar keuangan syariah. Di sisi penguatan sektor keuangan sosial syariah, yang diharapkan akan memperkuat social safety net maupun pemenuhan dana untuk pembiayaan
27
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
infrastruktur, Bank Indonesia akan fokus pada peningkatan peran Islamic Social Finance seperti zakat dan wakaf dan melanjutkan inisiasi pendirian Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai centre of excellence sektor keuangan syariah global. Sementara itu di sisi pendalaman pasar keuangan syariah, Bank Indonesia akan mendorong implementasi Sukuk Linked Wakaf. Untuk itu, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Wakaf Indonesia, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan status sertifikasi bagi tanah-tanah wakaf yang ada, sehingga pemanfaatannya dapat lebih optimal. Selain itu, Bank Indonesia juga akan menyempurnakan kajian-kajian terkait dengan penerbitan instrumen pasar uang syariah berdasarkan underlying Surat Berharga Syariah Negara, menyempurnakan mekanisme transaksi, serta melengkapi infrastruktur pasar keuangan syariah lainnya. Bank Indonesia juga akan memperkuat aliansi strategis dengan kementerian dan otoritas terkait pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam wadah Komite Nasional Keuangan Syariah.
28
Sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan melalui semakin luasnya tingkat partisipasi ekonomi, Bank Indonesia juga memberikan perhatian khusus kepada pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Makna yang penting dan relevan dari perluasan tingkat partisipasi ekonomi saat ini, adalah untuk memberikan kesempatan serta merangkul masyarakat luas dengan skala ekonomi yang beragam, termasuk UMKM, agar semakin berperan aktif dalam mendorong kegiatan ekonomi bersama-sama dengan Pemerintah. Seperti yang kita ketahui bersama, UMKM memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia dimana sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia (Grafik 25). Namun, dukungan pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM di Indonesia hanya mencapai 7,2% dari PDB, paling rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, Korea, dan Kamboja (Grafik 26). Dalam kaitan ini, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui dua pendekatan utama, yaitu mendorong peran intermediasi perbankan kepada UMKM dan peningkatan kapasitas ekonomi UMKM.
Arah Kebijakan Bank Indonesia
Grafik 25. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja
Grafik 26. Perbandingan Pembiayaan UMKM %
4.0 % 5.7 %
3.3 %
87.0 %
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Korea
Kamboja
Indonesia
Malaysia
Thailand
Rasio Kredit Usaha Kecil-Menengah terhadap PDB Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Sumber: Kementerian Koperasi & UMKM (Tahun 2014)
Salah satu upaya Bank Indonesia dalam meningkatkan intermediasi perbankan kepada UMKM adalah dengan mewajibkan Bank Umum memenuhi target rasio kredit UMKM terhadap total kredit secara bertahap. Target tersebut yaitu 10% di tahun 2016, 15% tahun 2017, dan 20% tahun 2018, dengan tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian. Selain itu Bank Indonesia akan melanjutkan program perluasan dan pendalaman infrastruktur kredit UMKM guna mengurangi kendala assymmetric information yang disebabkan adanya kesenjangan antara kapasitas UMKM dan kapasitas pembiayaan Perbankan. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengembangkan skema pembiayaan kepada unbanked people menggunakan pendekatan konsep Value Chain Financing (VCF), serta mendorong digitalisasi layanan keuangan yang memfasilitasi pelaku UMKM bertransaksi secara non tunai khususnya pada komoditas strategis.
Pangsa Kredit Usaha Kecil-Menengah terhadap Total Kredit Kepemilikan Akun Sumber: ADB, WB Global Index (Tahun 2014)
Sementara itu, untuk meningkatkan kapasitas ekonomi UMKM, Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan program penciptaan aktivitas ekonomi baru di daerah dan desa melalui pengembangan UMKM unggulan dengan pendekatan ekonomi lokal/ Local Economic Development (LED). Terkait dengan upaya pengendalian harga, khususnya volatile food, Bank Indonesia akan mendorong perluasan dan pengembangan klaster pengendalian inflasi berbasis UMKM dengan pendekatan hilirisasi. Klaster pengendalian inflasi ini juga menjadi salah satu instrumen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Di samping itu, Bank Indonesia juga memfasilitasi sarana pencatatan transaksi keuangan UMKM guna meningkatkan kapasitas manajemen UMKM. Untuk mendukung pengembangan UMKM yang semakin intensif, Bank Indonesia tengah menyusun blueprint dan roadmap strategi pengembangan UMKM
29
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
sebagai acuan Bank Indonesia dalam program pengembangan UMKM dan akses keuangan UMKM ke depan. Salah satu upaya untuk mendorong peningkatan peran usaha mikro dan kecil dalam perekonomian, adalah pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat secara efektif. Bank Indonesia mendukung program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) skema baru yang dijalankan Pemerintah sejak Agustus 2015. Namun demikian, kami memandang masih terdapat ruang penyempurnaan untuk lebih mengarahkan KUR agar tepat guna dan tepat sasaran. Diantara beberapa hal yang kiranya perlu menjadi perhatian adalah adanya kecenderungan shifting debitur usaha kecil bank umum, BPR, Koperasi, serta lembaga keuangan non perbankan lainnya ke program KUR. Terjadinya shifting ini dapat mengakibatkan tujuan KUR dalam memberikan kemudahan akses keuangan kepada usaha mikro yang belum memperoleh kesempatan pembiayaan dari bank menjadi tidak terealisasi dengan sepenuhnya. Selain itu, kami juga mencatat distribusi KUR perlu diupayakan lebih merata agar tidak terkonsentrasi hanya pada beberapa bank, wilayah dan sektor tertentu saja. Sejalan dengan itu, perlu pula dipertimbangkan
30
adanya refocusing penyaluran KUR seperti pada debitur startup dan sektor industri kreatif, serta penyaluran KUR skim Supermikro dengan target penerima wanita menggunakan pendekatan kelompok. Kebijakan lainnya yang diperlukan adalah kebijakan yang meminimalisir penyaluran KUR kepada debitur yang telah mendapatkan kredit komersial dari perbankan. Pemanfaatan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) juga perlu dioptimalkan untuk meminimalisir redundancy penerimaan penyaluran kredit program Pemerintah. Selanjutnya untuk lebih mengoptimalkan penyaluran KUR skim baru dan tetap sejalan dengan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia memandang bahwa rencana penurunan suku bunga efektif KUR oleh Pemerintah seyogyanya dilakukan secara bertahap. Ini diperlukan untuk meminimalkan dampak pada bank kecil non penyalur KUR. Sementara itu, untuk menjaga sustainabilitas KUR serta menjaga kualitas KUR dalam jangka panjang, perlu diformulasikan skim yang memungkinkan suku bunga KUR dapat dijaga rendah, tanpa terus menerus diberikan subsidi bunga.
Arah Kebijakan Bank Indonesia
Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia akan diwujudkan dalam langkah-langkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik serta mendorong inklusi keuangan. Pelaksanaan arah kebijakan tersebut akan berpijak pada misi menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen, guna mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Terkait penguatan kelembagaan dan infrastruktur, kami akan mengambil beberapa inisiatif. Pertama, mengimplementasikan aturan terkait Penyelenggara Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP) yang berlaku bagi seluruh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), termasuk pelaku fintech. Kedua, untuk mendorong perkembangan fintech secara sehat, kami akan memastikan Fintech Office dan fungsi regulatory sandbox yang telah dibentuk pada 14 November 2016 berjalan secara efektif dan produktif. Ketiga, kami juga akan mempercepat pembentukan lembaga yang akan mengoperasikan fungsi-fungsi pengelolaan National Standard of Indonesian Chip Card Specification (NSICCS) yang kami targetkan berdiri selambat-lambatnya 30 Juni 2017.
Keempat, kami akan mengakselerasi National Payment Gateway (NPG), yang saat ini sudah melalui uji konsep dan dalam proses engagement dengan pelaku utama di industri. Kelima, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi keuangan di domestik, menempatkan data di domestik, menyimpan dana di perbankan nasional, menggunakan central bank money, dan mematuhi kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, terkait dengan upaya mendorong inklusi keuangan, kami akan terus memperluas akses keuangan dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non tunai elektronik dalam program dan layanan Pemerintah. Strategi kebijakan akan kami arahkan dengan perluasan skema Government to People, yaitu bantuan sosial secara non tunai yang disalurkan melalui sistem keagenan Layanan Keuangan Digital, dan pengembangan People to Government, yaitu program smart city yang antara lain mencakup pembayaran retribusi dan layanan publik oleh masyarakat. Di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR), kami akan mendorong clean money policy hingga ke wilayah terpencil dan terluar melalui masterplan Centralized Cash Network Plan (CCNP). Dalam waktu dekat, kami juga akan menginisiasi penerbitan uang Rupiah emisi baru untuk seluruh denominasi secara serentak.
31
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Berbagai kebijakan yang kami uraikan di atas akan kami topang dengan penguatan peran Bank Indonesia sebagai mitra strategis bagi Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan meningkatkan kualitas jaringan dan kapabilitas dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia di tingkat provinsi maupun kota, guna meningkatkan value proposition yang dimiliki, khususnya dalam menjalankan tugas di bidang moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Guna mendukung peran sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah, kami akan terus meningkatkan kualitas riset sehingga dapat menghasilkan formulasi rekomendasi kebijakan yang lebih tepat dan relevan bagi daerah. Terkait bidang makroprudensial, kami akan mendorong KPwDN untuk secara lebih aktif melanjutkan penguatan fungsi Regional Financial Surveillance (RFS) guna memahami kekuatan dan kerentanan ekonomi regional, memperkuat proses identifikasi dan asesmen terhadap financial imbalances dan risiko sistemik di daerah. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia akan memperkuat pengawasan on-site dan off-site sektor Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di daerah secara komprehensif, terarah, dan efisien. Selanjutnya, di bidang pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia akan
32
memperkuat infrastruktur perkasan dan perluasan coverage jaringan distribusi uang agar dapat menyediakan Uang Layak Edar (ULE) secara merata dan menjangkau daerah terpencil di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Koordinasi Kebijakan Kami menyadari sepenuhnya, kesamaan pandang dan gerak langkah yang harmonis sangat dibutuhkan untuk menggapai cita-cita kita bersama. Senada dengan hal itu, berbagai kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia tentunya akan disinergikan dan dikoordinasikan dengan berbagai pemangku kebijakan, baik di pusat maupun di daerah, agar terlaksana dengan efektif. Koordinasi yang sudah terjalin baik selama ini akan terus kami tingkatkan dalam berbagai bentuk media koordinasi seperti Round Table Policy Dialogue (RTPD), Rapat Koordinasi BI – Pemerintah Pusat/Daerah, Tim Pengendalian Inflasi (TPI), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI). Khusus di bidang stabilitas sistem keuangan, dalam konteks implementasi UU PPKSK, koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan difokuskan pada
Koordinasi Kebijakan
penetapan Systemically Important Bank (SIB) dan mekanisme koordinasi penyediaan pinjaman likuiditas jangka pendek. Sementara itu, koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan difokuskan pada penanganan permasalahan solvabilitas bank terkait penjualan SBN milik Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia. Dalam konteks asesmen internasional, Bank Indonesia berkoordinasi erat dengan otoritas terkait dalam pelaksanaan Financial Sector Assessment Program (FSAP) yang menilai stabilitas dan perkembangan sektor keuangan di Indonesia secara komprehensif.
pemerintah di luar negeri untuk memastikan efektivitas kegiatan tersebut. Dalam rangka meningkatkan peran Indonesia di tataran internasional, Bank Indonesia berkomitmen penuh mendukung penyelenggaraan sidang tahunan IMF-World Bank di Bali pada Tahun 2018 dengan tag line yang telah disepakati bersama dengan pemerintah, yaitu “Voyage to Indonesia”. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia telah menyusun suatu program kerja yang terstruktur dan komprehensif, untuk mendukung penyelenggaraan sidang tahunan IMF-World Bank 2018 tersebut.
Dalam tatanan internasional, Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan pemerintah guna mengamankan kepentingan nasional dan meningkatkan peran Indonesia di kancah internasional. Selain itu, Bank Indonesia akan terus mendukung Pemerintah dalam upaya mendorong perbaikan Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia, termasuk memastikan terciptanya persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia.
Bank Indonesia juga akan senantiasa terlibat aktif dan mendukung pemerintah untuk mendorong kerja sama di bidang pembiayaan pembangunan, termasuk yang bersifat kerja sama internasional. Bentuk kerja sama internasional ini antara lain dalam pembentukan Islamic Investment Infrastructure Bank atau World Islamic Investment Bank (WIIB) yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia.
Dalam hal ini, Bank Indonesia berkomitmen penuh untuk terus memperkuat peran Investor Relation Unit (IRU) dan akan terus meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat, daerah, maupun dengan perwakilan
Lebih lanjut, dukungan kepada Pemerintah juga dilakukan dalam kaitannya dengan inisiatif agenda investasi dan infrastruktur dalam fora kerja sama G20 Global Infrastructure Connectivity Alliance, yang ditujukan
33
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
untuk memfasilitasi konektivitas pembangunan infrastruktur lintas negara dengan melibatkan pula negara non-anggota G20.
Penguatan Internal Bank Indonesia Di sisi internal, sebagai respon terhadap berbagai dinamika yang ada dan untuk mendukung kontribusi Bank Indonesia yang lebih optimal, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas internal yang difokuskan pada penguatan empat aspek. Pertama, penyempurnaan organisasi dan sumber daya manusia antara lain melalui pembentukan dua departemen baru, yaitu Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, dan Departemen Pengembangan Pasar Keuangan. Selain itu, telah dibentuk pula Departemen Operasional Treasuri dan Pinjaman yang merupakan penggabungan dari beberapa fungsi yang telah ada di Bank Indonesia. Kedua, penguatan fungsi riset dan statistik serta penguatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di dalam negeri, antara lain melalui implementasi teknologi big data untuk mendukung proses pengambilan keputusan, dan penyempurnaan regional office handbook guna mendukung peran
34
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di dalam negeri sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah. Ketiga, penguatan sistem informasi dengan menetapkan Information System – Enterprise Architecture (IS-EA) dan memperbaiki tata kelola sistem. Keempat, penguatan tata kelola dan manajemen risiko. Di tahun 2017, penguatan internal akan diarahkan untuk mendukung implementasi bauran kebijakan dan percepatan transformasi di Bank Indonesia. Berbagai program strategis telah direncanakan, antara lain untuk memperkuat implementasi sistem manajemen sumber daya manusia, meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di kantor pusat dan kantor perwakilan, mengembangkan inisiatif khusus untuk mengantisipasi cyber attack, dan mengawal implementasi road map IS-EA.
Prospek Perekonomian Tantangan ekonomi, potensi domestik, serta sinergi kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia, tentu akan mewarnai prospek perekonomian kita ke depan. Perekonomian global yang belum kuat serta upaya kita untuk membangun fondasi perekonomian domestik agar lebih berketahanan dan berkesinambungan, akan
Penguatan Internal Bank Indonesia Prospek Perekonomian
mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka menengah, kami berkeyakinan ekonomi kita akan tumbuh lebih cepat karena ditopang struktur ekonomi yang lebih kuat dan berkualitas. Pada tahun 2017, kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,0-5,4%, dengan struktur perekonomian yang lebih banyak ditopang permintaan domestik. Pemanfaatan berbagai potensi yang kami sampaikan sebelumnya akan mempengaruhi keyakinan dan gairah swasta untuk beraktivitas. Keyakinan swasta untuk kembali bergairah di tengah masih lemahnya perekonomian global akan menjadi penentu bagi pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat. Sementara itu, inflasi akan berada dalam kisaran targetnya sebesar 4,0±1% di tahun 2017, sejalan dengan komitmen Bank Indonesia mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya. Dengan prospek perekonomian tersebut, kami memperkirakan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada tahun 2017 dalam kisaran 9-11%, kredit dan pembiayaan perbankan dalam kisaran 10-12%. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan intensifnya proyek-
proyek infrastruktur, namun tetap pada level yang sehat di bawah 3%. Dengan resiliensi yang lebih kuat, perekonomian di tahun 2017 akan menjadi titik balik pertumbuhan ekonomi yang lebih kokoh. Implementasi reformasi struktural akan menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang semakin solid pada jangka menengah. Reformasi struktural yang berjalan akan meningkatkan produktivitas sehingga perekonomian meningkat ke tingkat yang lebih tinggi. Pertumbuhan yang tinggi dan struktur yang lebih baik tersebut pada gilirannya akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan menghindarkan perekonomian dari middle income trap. Dengan landasan tersebut, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada periode 2018-2021 akan berada dalam lintasan yang meningkat, hingga mencapai kisaran 5,9-6,3% pada 2021 dengan ditopang inflasi yang rendah. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diharapkan akan berada pada lintasan yang menurun dan tetap berada pada level yang sehat di bawah 3%. Kami berkeyakinan sinergi kebijakan dalam mempercepat transformasi ekonomi dapat membawa perekonomian tumbuh lebih sehat, berimbang, dan inklusif, serta berkelanjutan.
35
Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016
Penutup Demikian pemikiran dan arah kebijakan Bank Indonesia Tahun 2017 yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Secara khusus kami ingin menyampaikan penghargaan, rasa terima kasih dan bangga kami kepada seluruh Anggota Dewan Gubernur dan Pegawai Bank Indonesia, atas segenap sumbangsih, dedikasi, dan kerja keras yang selama ini diberikan, sehingga Bank Indonesia dapat secara konsisten menjalankan mandatnya dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Sekian dan terima kasih Wassalamualaikum Wr. Wb.
Agus D.W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia
36
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 www.bi.go.id