MAKNA SAINS DIBELAJARKAN PADA AUD DAN IMPLIKASINYA DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI BELAJAR ANAK Oleh: Ida Fiteriani, M. Pd E-mail :
[email protected] Abstrak Dalam membelajarkan sains pada AUD, banyak urgensi manfaatnya bagi perkembangan potensi belajar anak. Pembelajaran sains yang desain secara menarik dan menantang curiosity anak dapat menumbuhkan minat dan semangat (motivasi) anak dalam belajar sains. Ketika kebiasaan belajar seperti ini terus berlanjut hingga anak dewasa, maka karakter sifat selalu “haus” terhadap ilmu pengetahuan akan menjelma menjadi kepribadiannya. Fiqur anak seperti ini yang sangat diharapkan sebab dapat mewujudkan cita-cita terciptanya ilmuwan-ilmuwan (cendikiawan) muslim sains yang memiliki keluasan ilmu, terampil eksperimen sains, dan memiliki kedalaman spritual agama. Kualitas SDM seperti ini bisa menjadi generasi penerus bangsa yang mampu berkonstribusi positif terhadap pembangunan bangsa dan negara. Kata Kunci: makna sains, potensi belajar, dan AUD A. PENDAHULUAN Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam kegiatan belajar, pada hakikatnya setiap manusia memiliki fitrah (potensi) untuk belajar, sebab manusia sebagai makhluk homo-sapiens, memiliki kemampuan untuk berfikir. Karena itu, manusia sebagai makhluk pedagogik, artinya makhluk yang dapat dididik dan mendidik, atau homo educandum, memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam tinjauan agama, kemuliaan manusia dipandang dari kemampuannya untuk mengoptimalkan fitrah kemanusiaannya tersebut yaitu kemampuan berpikir. Terkait dengan pengoptimalan potensi belajar di tingkat AUD, maka sains di AUD berperan penting memgembangkan kemampuan berpikir AUD guna proses menumbuhkan kecintaan pada ilmu pengetahuan (sains) sejak mereka masih kecil. Sebagaimana layaknya pada mata pelajaran lain, selalu memiliki makna hakiki terdalam yang menyebabkan mata pelajaran itu sangat penting harus diajarkan dari sejak dini. Menurut berbagai kajian penulis, bicara makna, maka kita bicara tentang kandungan, esensi, substansi, maupun konsep/pengertian terdalam mengenai sesuatu yang menyebabkan sesuatu itu sangat berharga/penting. Misalkan saja, analogi sederhana, apa makna pendidikan agama dibelajarkan 1
pada anak sejak kecil, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Dalam menjawab pertanyan ini, banyak alasan logis atau argumen konstruktif yang dikemukakan untuk mendeskripsikan pertanyaan ini, diantaranya sebagai bekal agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah, berbakti pada orang tua, dan ketika mereka dewasa nantinya dapat berguna dalam pembanguanan bangsa dan negara. Oleh karenanya, sama halnya dengan pengajaran sains ini, maka dalam konteks ini, kita membicarakan makna filosofis urgensitasnya yang menjadi latar belakang nalar analistis kita dalam mengajarkan sains ini pada anak, khususnya pada AUD yang kaitannya untuk mengoptimalkan potensi belajar mereka, sehingga ke depannya anak diharapkan dapat menjadi generasi muda yang unggul yang dapat melestarikan, melindungi dan mempergunakan alam dengan segala isinya secara arif dan bijaksana demi kesejahteraan seluruh umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
B. Pembahasan 1.
Pengertian Sains : Tinjauan etimologi dan terminologi Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti ”pengetahuan”. Terus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan istilah Ilmu Pengetahuan Alam. IPA mengandung arti merujuk pada rumpun ilmu benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum. Kemudian dalam Webster New Collegiate Dictionary, dijelaskan pula bahwa sains adalah “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum – hukum alam yang terjadi, misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah”. Terkait definisi ini, untuk memperkuat pengertian di atas, berikut secara terminologis Carin dan Sund (1985) mendefinisikan sains sebagai “sistem pengetahuan alam semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan eksperimen.” Lalu, Powler menyatakan bahwa sains merupakan “ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen. Merunut pada uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sains adalah sebuah ilmu pengetahuan yang dimulai dari rasa ingin tahu manusia terhadap gejala2
gejala dan fenomena alam yang muncul dalam lingkungan sekitar. Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, maka manusia berusaha menggambarkan dan menjelaskan fenomena– fenomena yang terjadi di alam tersebut dengan melakukan proses pengamatan secara cermat dan eksperimen secara ilmiah. Tujuannya agar hasil pembuktian dan pengujian kebenarannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, empiris, dan objektif. Pada hakikatnya sains merupakan salah satu cabang ilmu yang objek dan persoalannya mengkaji tentang fakta-fakta/kenyataan yang terkait dengan semua gejala alam dan peristiwa yang dapat diindera dan diukur. Dalam konteks objek dan material sains dibedakan menjadi tiga, yaitu Ilmu Biologi (life science) yang mempelajari tentang kehidupan makhluk hidup meliputi anatomi, fisiologi, zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi. Ilmu Fisik (physical sciences) yang mempelajari tentang astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, dan Ilmu Bumi yang mempelajari tentang benda-benda langit dan bumi. Pada lingkup materi biologi, sains mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan dengan fenomena makhluk hidup pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan. Untuk lingkup materi fisika, sains memfokuskan pada benda tak hidup, mulai dari benda yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan dan logam. Sedangkan, pada lingkup materi ilmu bumi, sains memfokuskan pada benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem galaksi. Dengan mempelajari ketiganya yaitu ilmu biologi, ilmu fisika, dan ilmu bumi anak dapat mengkaji secara simultan sehingga menghasilkan konsep utuh yang menggambarkagn konsep-konsep dalam kajian Sains. Adapun sifat empiris materi sains di atas menjadikan pembelajaran sains tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa sains sebagai suatu materi pembelajaran perlu disampaikan secara nyata melalui serangkaian kegiatan ilmiah yang mampu melatih ketrampilan proses anak terkait bagaimana cara sains itu ditemukan. Dalam hal ini, berupa langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Rangkaian kegiatan ilmiah tersebut, diantaranya melakukan pengamatan, pengelompokkan, pengukuran, prediksi, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau 3
penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; membuat kesimpulan sementara, evaluasi, dan penarikan kesimpulan. Pembelajaran sains yang dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan ilmiah sebagaimana diuraikan di atas bertujuan agar anak memahami proses. Dalam artian, anak mampu berfikir logis, kritis, dan sistematis terhadap gejala alam yang terjadi di lingkungannya. Hal ini bertujuan pula agar anak mampu melakukan analisis terhadap apa yang dipelajari, cermat dan teliti dalam mengambil keputusan, serta mampu menalar hubungan suatu peristiwa/gejala alam yang satu dengan yang lainnya sehingga mampu menciptakan pola pikir ilmiah yang kritis sejak dini. Selain itu pula, dari serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan anak tersebut bertujuan untuk melatih mereka menanamkan sikap-sikap ilmiah atau karakter saintis layaknya para ilmuwan sains ketika mereka melakukan eksperimen sains. Sikap sains yang dibiasakan, seperti memiliki rasa ingin tahu yang besar, tidak pantang menyerah, sabar, jujur, mendahulukan bukti, terbuka pada pendapat orang lain, cermat, teliti, dan mampu bekerjasama dalam tim., Dari paparan di atas, Sains (IPA) dapat dipandang sebagai produk pengetahuan, sebagai proses, dan sebagai pembentukan karakter ilmiah. Sains sebagai produk (pengetahuan) adalah hasil temuan-temuan para ahli saintis, berupa pengetahuan tentang ilmu biologi, ilmu fisika, dan ilmu bumi. Sains sebagai proses adalah serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan para ahli saintis (ilmuwan) dalam menemukan pengetahuan sains tersebut sebagai implikasi adanya keingintahuan terhadap kejadiankejadian atau peristiwa-peristiwa alam. Kemudian, sains sebagai pembentukan karakter saintis yang mana harus melekat dan menjadi kepribadian layaknya seorang ilmuwan sains, seperti Albert Einstein, dll. Dalam implementasinya, ketiganya menjadi satu kesatuan yang utuh yang membentuk pemahaman dan kepribadian anak tentang sains.
2.
Makna Sains pada AUD dan Implikasinya Pertanyaan korelatif, apa signifikansi sains dibelajarkan pada AUD dengan pengoptimalan potensi belajar anak ?. untuk memulai nalar analitis ini, dapat dilakukan dengan mentelaahnya dari tahapan perkembangan berpikir AUD. Pada usia AUD merupakan masa
Golden Age, maksudnya anak berada dalam masa emas 4
perkembangan otaknya. Ciri yang paling menonjol diantaranya memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar untuk mengenali lingkungannya. Mengingat potensi belajar anak yang begitu besar tersebut dan sesuai hakikat sains adalah penemuan, maka selayaknya pendidikan sains yang diberikan mampu mengoptimalkan potensi belajar sains anak dengan menumbuhkan semangat rasa ingin tahu anak untuk mengenal dan memahami sains guna menghasilkan penemuan-penemuan ilmiah di bidang sains. Dari makna ini, pengajaran sains pada AUD bertujuan untuk memupuk rasa ingin tahu dan minat anak terhadap sains. Sebab dimulai dari rasa ingin tahu yang tinggi ini dapat menumbuhkan minat belajar yang tinggi pula dalam diri anak untuk memahami dan menguasai lebih jauh tentang sains yang membuatnya penasaran. Tentunya, anak yang berminat akan termotivasi untuk belajar lebih banyak. Anak yang belajar lebih banyak, maka wawasan pengetahuannya lebih luas, keterampilan proses sains semakin terasah, dan sikap ilmiahnya menjadi lebih baik. Ini sejalan dengan pendapat Bimo Walgito yang menyatakan “motivasi merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan bertindak dan berbuat”. Hal sama juga dikemukakan oleh Sardiman bahwa “ motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar”. Dari definisi ini, maka anak yang memiliki motivasi belajar sains yang tinggi lebih memiliki keterlibatannya yang besar dalam proses belajar, diantaranya banyak membaca buku atau referensi-referensi sains, sering berdiskusi, mengutarakan pertanyaan-pertanyaan, hingga berusaha merancang kegiatan eksperimen/percobaan sains. Lebih jauh, sebagaimana dikatakan di atas anak yang termotivasi belajar sains akan berusaha merancang kegiatan eksperimen sains. Sebenarnya, ketika anak melakukan percobaan, anak berlatih untuk berpikir secara logis dalam menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber dengan praktek langsung. Oleh karenanya ketika anak praktek, mereka dituntut bisa terampil melakukan proses-proses ilmiah, seperti mengamati (observing), mengelompokkan (classifying), mengukur (measuring), melakukan eksperimen (experimenting), dan mengkomunikasikannya (communicating). Hal ini 5
sama dengan pendapat Paolo & Marten mengutarakan sains untuk anak-anak, adalah sebagai: (1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Pembelajaran sains yang dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan ilmiah sebagaimana diuraikan di atas bertujuan agar anak terampil dalam memahami proses. Sebagaimana maknanya, terampil berarti kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar, seorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi tidak benar tidak dapat dikatakan terampil demikian pula apabila seseorang melakukannya dengan benar tetapi lambat belum dapat dikatakan terampil. Ketrampilan proses sains di sini tidak tumbuh dan bekerja secara otomatis, tetapi perlu dilatih agar tumbuh dan berkembang baik dalam diri anak. Melalui kegiatan-kegiatan sains yang dilakukan, anak akan menghayati proses ilmiah. Guru dapat merencanakan berbagai kegiatan belajar aktif, yang dapat mengembangkan ketrampilan prosesnya. Begitu pentingnya keterampilan proses ini dipahami siswa, maka itulah salah satu alasan mengapa dalam proses pembelajaran sains lebih diorientasikan pada penemuan ilmiah (scientific inquiry). Sebab beranjak dari penemuan ini akan tersibak rahasia alam yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia . Dengan begitu, dari pengalaman bergumul keras untuk menyibak rahasia alam guna memecahkan/menemukan solusi terhadap persoalan dalam sains tersebut maka sebenarnya anak secara langsung telah berlatih beberapa sikap ilmiah dalam dirinya, misalnya bersikap gigih, tekun, dan tidak putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan, bahkan semakin ulet dan tertantang ingin mendalami dan terus mencoba dan mencoba hingga berhasil. Dalam usahanya menjawab permasalahan, anak pasti membuka diri terhadap masukan, saran, dan kritikan dari teman maupun guru guna menemukan ide-ide gagasan. Nah dari sini, sebenarnya anak melatih sikap ilmiahnya yaitu berpikir logis, kreatif, inovatif, dan kaya akan inspirasi. Dari kegiatan eksperimen itu pula, anak belajar untuk bersikap sportiftivitas dengan tidak boleh menyembunyikan suatu kegagalan. Artinya, berlapang dada menerima kebelumberhasilan. Dari sini anak berlatih memiliki mental positif, berpikir logis, dan urut (sistematis). Selain itu, anak 6
juga melatih bagaimana cara menggunakan lima inderanya secara efektif untuk mengenal berbagai gejala alam. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru dari hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal untuk bersikap cermat yang sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan eksperimen. Dengan demikian, singkatnya dari kegiatan eksperimen yang dilakukan, anak banyak belajar dan berlatih memiliki sikap-sikap layaknya seorang saintis yang sejati. Dengan demikian, untuk mencapai terlaksananya pembelajaran sains yang efektif maka dalam kegiatan belajar anak harus memadukan scientific knowledge, scienific process, scientifik attitued. Dalam hal ini sangat dibutuhkan kreativitas guru dalam membelajarkan siswanya. Seperti kecerdasan guru dalam mentelaah kurikulum, menyusun silabus dan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) sesuai kurikulum 2013 di TK, menggunakan strategi, metode, dan media (APE) yang tepat, serta mengelola kelas yang menyenangkan. Persiapan belajar tersebut penting, sebab di kehidupan masa mendatang, anak PAUD akan hidup di zaman yang lebih penuh kompetisi, perubahan, dan ketidaktentuan. Menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat yang semakin maju dan dinamis, maka anak perlu dibekali pengetahuan/wawasan, keterampilan, dan sikap saintis yang unggul. Dalam konteks ini, pembelajaran sains yang bermutu berkonstribusi luar biasa memberikan pemecahan masalah pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitar anak, sehingga akan menjadikan mereka semakin melek, mengerti dan memahami tentang pemanfaatan sains untuk kehidupan manusia. Dapat dikemukakan secara singkat, pendidikan sains mempunyai potensi yang sangat besar dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berperan penting dalam pembangunan bangsa sekaligus berguna mengangkat martabat bangsa, sebab kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan anak bangsa itu dalam bidang sains dan sains merupakan dasar teknologi untuk memperlancar proses terjadinya pembangunan di segala aspek kehidupan. C. Kesimpulan 7
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sains yang dibelajarkan sejak anak usia dini dapat membawa pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan potensi belajar siswa untuk semangat meraih prestasi belajar. Hal ini dikarenakan sains menjadi motivasi belajar siswa untuk lebih tekun, giat, dan tidak cepat putus asa dalam belajar. Dalam proses kegiatan pengenalan sains untuk anak prasekolah sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Guru hendaknya tidak menjejalkan konsep sains kepada anak, tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut. Teori Experimental Learning dari Carl Roger mengisyaratkan pentingnya pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anak. Menurutnya anak secara alamiah dengan kapasitas dan kemauan untuk belajar. Fungsi pendidik hanyalah memfasilitasi dan membantu agar anak dapat belajar secara optimal. Menurut Piaget (1972) anak prasekolah usia 4-6 tahun berada pada fase perkembangan pra operasional dan menuju konkret operasional. Untuk itu kegiatan sains sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan karakterstik anak tersebut. Memperkenalkan sains pada anak sejak dini merupakan pilihan yang tepat untuk menumbuhkan berbagai sikap ilmiah yang akan sangat membantunya kelak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi di masa mendatang, terlebih untuk menghadapi tantangan globalisasi yang luar biasa saat ini. Secara tidak langsung pembelajaran sains pada anak usia dini akan membentuk mental anak untuk menjadi pribadi yang tangguh sekaligus siap dalam menghadapi tantangan globalisasi dengan berbagai kemajuan-kemajuan teknologi yang pesat
REFERENSI Baharuddin dan Moh. Makin. Pendidikan Humanistic (Konsep, teori, dan aplikasi praksis dalam dunia pendidikan).Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007 Depdiknas. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas, 2007 M. Iskandar, Srini. Pendidikan IPA. Bandung: Maulana, 2001 Standar Isi Permendiknas No.22 tahun 2006 Sudirman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar (Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru), Jakarta: Rajawali, 2001 Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta : Indeks, 2008 Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003 8
Winaputra, Udin S. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka(UT) 1992.
9