MENGOPTIMALISASIKAN PENGEMBANGAN MORAL AGAMA ANAK USIA DINI
MERIYATI
Abstrak Usia dini merupakan masa keemasan, dimana anak mudah dibentuk. Seiring dengan berkembangnya termasuk berkembangnya bahasa mereka, diharapkan dapat lebih memahami aturan dan norma yang berlaku. Objek dari tulisan ini adalah bagaimana mengembangkan moral agama anak usia dini supaya optimal. Usia dini merupakan saat yang paling baik bagi guru Pendidikan Anak Usia Diniuntuk meletakkan dasar-dasar pendidikan nilai, moral dan agama kepada mereka. Dengan diberikannya landasan pendidikan moral dan agama kepada mereka, anak usia dini dapat belajar membedakan perilaku yang benar dan salah. Mendidik anak untuk bermoral dan beragama sesuai dengan tuntunan agama tidaklah mudah, tetapi kita juga memerlukan kerjasama antara orang tua dan guru.Perlu juga memperkenalkan kepada anak pendidikan multikultural sehingga anak dapat memahami keaneka ragaman budaya bangsa serta menyikapi perbedaan tersebut dengan arif dan bijaksana.
Kata Kunci: Moral Agama
A. Pendahuluan Pendidikan Anak usia Dini merupakan awal pembentukan strategis bagi pembentukan nilai-nilai moral dan agama pada anak, dengan harapan anak tersebut menjadi anak yang kuat, terbiasa dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Pendidikan nilai moral dan agama merupakan pondasi yang penting jika hal tersebut telah tertanam pada anak sejak usia dini merupakan awal yang baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Mengoptimalkan perkembangan moral agama pada anak sangat penting, menurut Sjarkawi (2006:34) moral merupakan nilai kebaikan manusia sebagai manusia. Lebih lanjut Henderson (1964:112) menyatakan bahwa moralitas menunjukkan perbuatan pada diri sendiri atau orang lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir manusia yaitu kehidupan yang baik.
Menurut Durkheim (1990:5) moralitas akan mencegah seseorang individu agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang. Setiap orang tentunya menginginkan memiliki anak yang bermoral baik, untuk memiliki moral yang diinginkan tersebut tentunya tidak terlepas dari peran orang tua dan orang-orang yang berada di sekitar anak, Allah berfirman dalam Al qur’ansurat at-tahrim ayat 6 yang artinya “Hail orang-orang yang beriman peliharalah (didiklah) dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Hadits Rasulullah juga menyatakan “Tiada suatu pemberi ampunan yang lebih utama dari orang tua kepada anak-anaknya, selain pendidikan (akhlak) yang baik”. (H.R. Baihaqi) Pendidikan moral agama merupakan pondasi yang sangat penting, jika hal tersebut telah terpatri dalam kehidupan manusia sejaak dini, meupakan awal yang terbaik untuk menjalani ke jenjang berikutnya. Secara yuridis pendidikan anak usia dini memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar dapat menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang berdemokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 Undang-undang republic Indonesia Nomor 20 Tahun 2003). Tujuan pendidikan nasional sudah jelas untuk menannamkan dan mengembangkan nilainilai moral agama pada peserta didik, meskipun kenyataannya masih kita menemukan beberapa penyimpangan yang terjadi di Indonesia yang tidak jarang dilakukan oleh manusia terdidik. Tidak dipungkiri kasus-kasus pelanggaran yang terjadi tersebut sudah tersemai sejak usia dini meskipun muncul kepermukaannya setelah remaja atau dewasa. Isu moral yang sering terjadi dikalangan pelajar seperti sering menyontek, kurang bertanggung jawab pada aturan, tidak jujur. Bernt (2000 : 64) menyatakan bahwa salah satu persyaratan jujur dalam setiap situasi adalah control diri. Control diri telah muncul pada usia prasekolah. Control diri merupakan persyaratan paling penting dalam perilaku moral, anak-anak harus diajarkan untuk patuh terhadap moral agama sejak usia dini.
Pentingnya mengajarkan moral agama pada anak usia dini didasarkan pada pertimbangan anak usia dini sangat mudah mempelajari sesuatu karena lima puluh persen kemampuan belajar seseorang dikembangkan pada empat tahun pertamanya. Menurut pendapat Kohlberg (1976 : 115) salah satu cara mengembangkan kompetensi pertimbangan moral pada anak adalah dengan melakukan diskusi isu-isu moral. Berk (2006 : 480) menyatakan perilaku moral diperoleh anak dengan cara yang sama dengan respon-respon lainnya yaitu melalui modelling dan penguatan. Model-model yang efektif adalah sesuatu yang hangat, kuat dan pertunjukan yang konsisten antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan sehingga melalui model modeling
ini
berbagai perilaku moral prososial dan aturan-aturan lainnya dapat diterapkan. Cara yang sederhana dapat dilakukan oleh orang tua dan yang berada di sekitar anak adalah dengan menenalkan, mengajarkan dan membentuk sikap dan perilaku anak mulai dari sikap dan cara menghadapi orang lain, cara berpakaian, berpenampilan, cara makan. Dapat dikatakan bahwa upaya penanaman dan pengembangan perilaku moral agama yang dilakukan orang tua pada anak tidak dapat dipisahkan dari proses sosialisasi yang terjadi antara mereka.
B. PEMBAHASAN Pada usia dini anaka telah memiliki pola moral agama yang harus dipertimbangkan dan dipelajari dalam rangka mengoptimalisasikan pengembangngan moralnya. Orientasi moral diindentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu : sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu nilai moral didasari oleh cognitive aspects dan affective motivation aspects. Pengembangan moral pada anak usia dni di fokuskan pada pengenalan kehidupan pribadi anak sebagai bentuk sosialisasi dengan orang lain seperti pengenalan perbedaan di lingkungan tempat anak hidup dan saling menghargai perbedaan tersebut, anak juga dilatih untuk mengembangkan kesadaran akan hak dan tanggung jawabnya. Tujuan yang diharapkan dari pengembangan moral agama bagi anak-anak ini adalah adanya keterampilan afektif anak berupa keterampilan untuk merespon orang lain serta
pengalaman yang baru dan memunculkan perbedaan-perbedaan yang dari perbedaan tersebut mereka belajar untuk saling melengkapi dan memahami. Sebenarnya jika kita menyimak lebih rinci lagi permasalahan yang penting dalam pendidikan moral bagi anak adalah : bagaimana upaya yang dilakukan oleh kita sebagai guru agar perbedaan-perbedaan yang muncul dapat diarahkan kepada materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya dan sudah selayaknya jika menyisipkan pendidikan multikultural sejak usia dini agar mereka lebih memahami makna keberanekaragaman. Tahapan pekembangan moral pada diri seseorang menurut Dewey melewati tiga fase yaitu :premoral, conventional, autonomous. secara teori anak akan berada pada pase pertama dan kedua tersebut sehingga pendidik perlu memperhatikan kedua karakteristik tersebut. Menurut Piaget, anak berfikir tentang moralitas dalam dua tahapan yaitu : cara heteronomous yaitu usia 47 tahun dimana anak menganggap keadilan dan segala aturan sebagai sifat dunia yang tidak berubah serta lepas kendali manusia. Cara autonomous yaitu usia 10 tahun ke atas, pada usia tersebut anak sudah menyadari bahwa aturan-atauran dan hokum itu diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral pada anak menunjukkan pada level atau tingkat yang paling dasar yaitu penalaran moral prakonvensional dimana anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral karena petimbangan moral baru didasarkan pada akibat yang bersifat fisik dan hedonistik. Penanaman moral agama pada anak usia dini disarankan menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasive, demokratis, keteladanan, informal dan agama. Sedangkan pembelajaran sambil bermain yang dapat diterapkan dalam rangka mengoptimalkan moral pada anak adalah melalui bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak dan program pembiasaan lainnya. Adapun moralitas anak usia dini dan perkembangannya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi) 2. Cara berpakaian dan berpenampilan 3. Sikap dan kebiasaan makan 4. Sikap dan perilaku anak yang mempelancar hubungannya dengan orang lain.
Segala potensi yang ada pada anak seyogyanya harus kita kembangkan, bukan hanya dari segi bahasa, daya piker, keterampilan dan jasmanai saja tetapi aspek pengembangan agamapun hendaknya menjadi prioritas yang harus dikembangkan di pendidikan usia dini. Sesuai dengan fungsi pendidikan di pendidikan usia dini yaitu sebagai fungsi adaptasi, pengembangan serta bermain. Penyelenggaraan pendidikan bagi merekapun harus sesuai dengan enam prinsif yang harus dilaksanakan yaitu : pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsif keterkaitan dan keterpaduan. Berbagai macam pendekaan dan metode untuk pengembangan moral anak usia dini diantaranya melalui : 1) Bercerita Untuk meneruskan warisan budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya dan melalui cerita yang menarik kita dapat menanamkan nilai-nilai moral agama pada anak. Bercerita mempunyai makna yang penting bagi anak, karena melalui cerita kita dapat a.
Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya
b.
Menanamkan etos kerja, etos waktu, dan metos alam
c.
Membantu mengembangkan fantasi anak
d.
Membantu mengembangkan dimensi kognitif anak
e.
Membantu mengembangkan dimensi bahasa anak
Beberapa tekhnik yang dapat dikemukakan guru dalam bercerita yaitu : 1.
Teknik bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita Teknik ini tepat jika guru ingin menanamkan pesan moral yang akan disampaikan melalui puisi ataupun prosa. Pesan yang disampaikan dapat ditangkap anak misalnya dengan memahami bahwa perbuatan itu salah dan ini benar
2.
Teknik bercerita dengan menggunakan illustrasi dari buku Bercerita akan lebih menarik jika guru menggunakan ilustrasi gambar sebagai media yang membantu untuk menyampaikan pesan-pesan moral. Pemanfaatan illustrasi gambar akan lebih manarik anak, karena pusat perhatian anak tidak hanya tercurah pada pendengaran saja tetapi visual anak di rangsang untuk berkembang. Illustrasi gambar dimaksudkan juga untuk memperjelas pesan-pesan yang di tuturkan, juga untuk mengikat perhatian anak pada jalannya cerita.
3.
Teknik menceritakan dongeng Mendongeng merupakan teknik bercerita yang sangat kuno tetapi masih tetap dipertahankan sampai sekarang karena daya tarik yang ditimbulkan untuk menarik perhatian anak. Guru pandidikan anak usia dini dapat memanfaatkan dongeng dengan mengkreasikannya untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang diinginkan.
4.
Teknik bercerita dengan bermediakan papan flannel Guru dapat bercerita dengan memanfaatkan papan flannel sebagai medianya, dimana guru dapat bercerita sambil menempelkan tokoh-tokoh yang dimaksud di kain planel yang di sediakan, tokoh yang dimaksud tersebut dapat juga dibuat dari kain planel yang digunting-gunting dan di tempelkan.
5.
Teknik bercerita dengan bermediakan boneka Bercerita dengan boneka dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti boneka cerita jari, boneka wayang dan lainnya. Guru dapat menggunakan beberapa boneka untuk bercerita sesuai dengan tokoh yang diperankan seperti : ayah, ibu, kaka, nenek, kakek dan lainnya.
Salah satu contoh tujuan dalam menerapkan kegiatan bercerita yaitu :
Menanamkan kepekaan dan ketanggapan terhadap penderitaan orang lain
Menanamkan kesukaan menolong orang lain
Menanamkan kecintaan kepada orang lain.
2) Karyawisata Ada beberapa tujuan yang dapat dikembangkan dengan karyawisata bagi anak usia dini yaitu : pengembangan kognitif, bahasa, kreativitas, emosi dan kehidupan bermasyarakat serta penghargaan pada karya dan jasa orang lain. Anak dibawa untuk berkaryawisata mengamati dunia sekitarnya disesuaikan dengan kenyataan yang ada secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Melalui karyawisata ini anak dapat mengkaji secara langsung dan mengamati, memperoleh informasi dari sumber yang asli. Metode ini sangat baik digunakan jika kita tidak dapat menghadirkan secara langsung benda yang dimaksud di dalam kelas seperti : berbagaimacam bentuk hewan, transportasi, tempat-tempat bersejarah dan lainnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru pada saat menentukan sasaran karyawisata antara lain : Menentukan
sasaran
karyawisata
yang
diprioritaskan
untuk
lebih
menunjang
pengembangan aspek perkembangan anak usia dini Menentukan kriteria yang kita gunakan untuk memilih sasaran karyawisata misalnya yang dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan anak, menantang anak, menarik, mudah dijangkau, resiko bahaya kecil serta tidak melelahkan anak Menentukan sasaran karyawisata yang dapat mengembangkan rasa kagum dan keingintahuan yang besar, menggerakkan anak untuk menentukan sesuatu, berfikir, menalar dan membuat kesimpulan serta generalisasi.
3) Bernyanyi Setiap anak senang mendendangkan sesuatu, sebab bernyanyi dan anak adalah dua sisi yang tidak terpisahkan, melalui bernyanyi guru berupakan membangkitkan nilai-nilai estetika yang ada pada anak.Pesan moral dan agama dapat guru sampaikan melalui bernyanyi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lagu untuk anak usia dini yaitu : Syair/kalimatnya tidak terlalu panjang Mudah dihapal oleh anak Ada misi pendidikan Sesuai dengan karakter dan dunia anak Nada yang diajarkan mudah dikuasai oleh anak. Pergeseran pesan moral agama pada lagu anak-anak pada masa sekarang tanpaknya sudah mulai bergeser, hal tersebut kita dapat lihat pada tayangan di televisi.Anak berpenampilan seperti orang dewasa baik dari segi gerak maupun tampilan dandanya sehingga lebih menonjolkan eksploitasi anak dari pada pendidikan. 4) Sajak Sajak memiliki kesamaan dengan syair (dalam Bahasa Arab), mengandung makna kumpulan kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (ritme) terutama pada akhir baris.Melalui
pendekatan ini anak dibawa ke suasana hati yang indah, halus serta menghargai arti sebuah seni dan secara nilai dan moral anak memiliki kemampuan untuk menghargai perasaan, menghargai karya dan kemampuan dan keberanian mengungkapkan sesuatu melalui sajak sederhana. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka proses perkembangan moral pada anak-anak yaitu : a) Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkahlaku yang benar dan salah atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. b) Identifikasi, yaitu : dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya seperti orang tua, guru, atau artis orang dewasa lainnya. c) Proses coba-coba (trial and error) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan tata tingkah laku yang mendatangkan hukuman akan dihentikan. Perkembangan nilai-nilai moral keagamaan pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) Faktor pembawaan Perbedaan manusia dengan hewan terletak pada akalnya, akal pikiran ini diharapkan akan mampu membawa manusia kea rah yang lebih baik. Manusia lahir telah membawa potensi fitrah keagamaan, tugas orang di sekitar anak terutama orang tua mengarahkan potensi tersebut kearah yang lebih baik. 2) Faktor lingkungan Pendidikan agama yang telah diberikan di lingkungan keluarga harus di dukung pula oleh lingkungan, karena lingkungan sangat besar potensinya untuk mempengaruhi pembentukan moral keagamaan pada diri seseorang. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai keagamaan pada anak yaitu : aspek usia, aspek fisik, serta aspek psikis anak. Perlu diperhatikan juga faktor pemicu timbulnya perbedaan moral pada manusia yaitu : 1. Kenyataan
Kepada anak usia dini kita harus memberi pengertian kepada mereka bahwa penuh dengan keberagaman dengan adat istiadat yang beranekaragam, tetapi dari perbedaan tersebut kita harus membangun saling pengertian, kerjasama dan toleransi. 2. Tantangan Seseorang yang memiliki kemampuannya untuk merefrensikan dirinya pada berbagai identitas relative lebih toleran terhadap orang di luar dirinya. 3. Harapan Tantangan ke depan bagi guru anak usia dini sangat tinggi, mereka dapat membangun persepsi di kalangan anak didiknya bahwa setiap perbedaan yang ditimbulkan dapat diarahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Harus disadari oleh guru maupun orang tua serta orang yang berada di lingkungan anak, bahwa mereka akan menjadi sosok yang ditiru, karenanya perilaku mereka hendaknya menjadi contoh tauladan bagi anak. Mengingat anak masih dalam tahap perkembangan, maka apa yang mereka lihat itu akan menjadi cermin bagi mereka. Mengoptimalisasikan perkembangan moral agama anak sangat tergantung pada orang tua, guru serta orang-orang yang berada di sekitar anak. C. KESIMPULAN Perkembangan moral agama pada anak dapat tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak sejalan dengan pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya sejak dini. Anak yang terbiasa hidup dalam keluarga, masyarakat dan sekolah yang mendukung perkembangan moral agamanya, maka anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama. Berbeda dengan anak yang jauh dari agama, keluarga, sekolah, masyarakat di lingkungannya tidak mendukung perkembangan moral agamanya, maka anak akan tumbuh dan berkembang jauh dari perilaku nilai-nilai moral dan tuntunan agama. Masalah urgen berkaitan dengan mengoptimalkan perkembangan moral agama pada anak usia dini adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang di sekitar anak dapat mengarahkan bahwa setiap perbedaan perlu kita sikapi dengan pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya.
Tugas untuk menanamkan moral agama pada anak bukan hanya menjadi tugas guru saja tetapi orang tua dan masyarakat juga harus menjadi pendukung dalam menanamkan moral keagamaan pada anak, Sudah selayaknya jika anak mulai diperkenalkan dengan pedidikan multicultural, sehingga mereka sudah terbiasa untuk memahami perbedaan dan menyikapi perbedaan tersebut secara arif bijaksana dan memahami satu dengan lain
DAFTAR PUSTAKA Bernt, Thomas J. Child Development, Medison, Brown & Bencmark, 2000 Berk, Laura E, Child Development, Boston Pearson Education, 2006 Durkheim, Ernile, Pendidikan Moral Suatu Studi dan Aplikasi Sosiologi pendidikan, Terjemahan Lukas Ginting, Jakarta : Erlangga, 1990 Henderson, Stella Van Petten, iIntroduction to Philosophy Of education, Chicago, The University Of Chicago Press, 1964 Kohlberg, Lawrence, Moral Stages and Moralization The Cognitive Developmental Approach” dalam Thomas Lickona Ed, iMoral Development and Behavioour Theory, Research and Social Issues. New York : Holt Rinehart and Winston, 1976. Otib Satibi Hidayat, Metode Pengembangan Moral Dan Nilai-Nilai Agama, Universitas Terbuka, 2007 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan social sebagai Wujud Integritas membangun Jati Diri, Jakarta Bumi Aksara, 2006 Tadkiroatun, Musfiroh. Cerdas Melalui Bermain, Cara Mengasah Multiple Intelligences pada Anak Sejak Usia Dini. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.