PENDIDIKAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF PENGEMBANGAN MORAL ANAK Suliswiyadi Mahasiswa Pascasarjana Program Doktoral Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang Abstraksi
Berbicara tentang moral atau etika berarti berbicara tentang sesuatu yang bertalian dengan baik buruknya perilaku manusia. Ketika moral dikaitkan dengan subjeknya yaitu manusia, maka akan semakin terasa derajat urgensi atau kepentingannya, apalagi ketika moralitas manusia cenderung mengarah ke perilaku amoral. Perlu usaha proaktif dan inovatif untuk mengembangkan dan membentuk perilaku yang bermoral. Moral manusia tidak berkembang dengan sendirinya. Moral berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan biologis, psikologis dan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral baik intern maupun ekstern. Pendidikan adalah salah satu faktor ekstern yang dapat mempengaruhi perkembangan moral. Tulisan ini mencoba menawarkan sebuah solusi dalam membangun moralitas manusia melalui pendidikan agama. Kata Kunci: Moralitas, Pendidikan Moral, Pendidikan Agama
seseorang itu berhak, maka sesuatu
LATAR BELAKANG Meminjam
Bertens
perbuatan atau keadaan bisa dibenarkan
ini
dunia
secara moral. Hak makin diterima
baru
yakni
sebagai justifikasi moral yang utama.
pluralisme moral, yang sering disebut
Hal semacam ini tentu saja akan
sebagai salah satu ciri khas jaman.
membuat tatanan moral menjadi kacau
Fenomena baru ini bisa timbul karena
karena
pendekatan moral yang kian dominan
dijungkirbalikkan
adalah pemikiran tentang hak. Ketika
mena.
(1996)
bahwa
menghadapi
istilah dewasa
fenomena
1
hukum
kodrat dengan
telah semena-
Fenomena
keseharian
yang
persekolahan, dalam jangka panjang,
terjadi di masa kini khususnya di
tentu
kalangan remaja, problem sosial moral
instrument
itu antara lain berwujud semakin
moral anak sebagai-mana Ballantine
meningkatnya perkelahian antar pelajar
memiliki keyakinan bahwa sekolah
(tawuran),
meningkatnya
penyalah-
dapat dijadikan sebagai tempat untuk
gunaan
narkoba,
merosotnya
melatih anak-anak dalam memahami
penghargaan siswa terhadap guru dan
nilai-nilai sosial yang penting agar
orang tua, rendahnya kepedulian sosial.
tatanan sosial dapat ditegakkan. Secara
Munculnya perilaku yang meyimpang
lugas
dikalangan
mengatakan:
remaja
(juvenile
ternyata juga dilakukan oleh orang dewasa yang sebenarnya justru lebih tindakan
pencurian
dan perampokan tidak hanya dilakukan oleh orang miskin, namun banyak pula dilakukan oleh orang kaya (korupsi),
yang
menggambarkan
semuanya indikasi
mampu
itu
bobroknya sekarang,
tentu
saja
sebagai
dan
13)
memang
menjadi
pendidikan
instrumen
dalam
kegagalan dalam membangun moralitas
masyarakat
masyarakatnya? Lantas apa kesalahan
menimbulkan
instrumen
(1993:
pendidikan yang telah berlangsung
pendidikan selama ini? Tulisan ini
suatu pertanyaan. Bisakah pendidikan digunakan
mengembangkan
sekian lama ini menunjukkan indikasi
merosot
moralitas
sebagai
mengembangkan moral anak, mengapa
kegagalan
tercapainya tujuan pendidikan. Semakin
untuk
Ballantine
Kalau
kolusi, nepotisme, tindak kekerasan, terror,
dimanfaatkan
A primary function of schools is the passing on of the knowledge and behaviors necessary to maintain order in society. Since children learn to be social beings and develop appropriate social values through contact with others, schools are an importans training ground.
deliquence) yang membahayakan ini,
membahayakan,
dapat
mencoba menawarkan sebuah alternatif
bagi
pendidikan
upaya mengembangkan moral anak?
yang
dapat
mengembangkan moralitas anak.
Tentu secara teoritik jawabnya bisa. Pendidikan, yang salah satu kegiatannya
terletak
KONSEP DAN PERKEMBANGAN
pada
MORAL ANAK
2
Dari
segi
etimologi,
moral
berasal dari kata mores (latin) yang
Adapun Santrock (2003: 380)
berarti dapat kebiasaan atau cara hidup,
mendefinisikan moral yaitu:
sedangkan nilai dari kata value yang
The intra-personal dimension regulates a person’s activities when she or he is not engaged in social interaction. The interpersonal dimension regulates people’s social interactions and arbitrates conflict”.
berarti
harga.
Nilai
inilah
yang
dikatakan Newcomb (1985) sebagai suatu
keyakinan
yang
mendorong
seseorang untuk bertindak atas dasar pilihannya. (1983)
Sedangkan
menyatakan
Moral
Kupperman
nilai
dalam
standar
indah-tidak psikologis serangkaian
indah
merupakan proses
psikis
anak
Piaget berpikir
perkembangannya. Heteronomous morality is the first stage of moral development in Piaget’s theory, occurring at 4 to 7 years of age. Justice and rules are conceived of as unchangeable properties of the world, removed from the control of people. Authonomous morality, the second stage of moral development in Piaget’s theory, is displayed by older children (about 10 years of age and older). The child becomes aware that rules and laws are created by people, and that, in judging an action, one should consider the actor’s inentions as well as the consequences. (Santrock, 2003: 381)
wilayah
hasil
bahwa
salah.
moral, tergantung pada kematangan
baik-buruk,
pada
dan
dengan dua cara yang berkaitan dengan
untuk bertindak. Oleh karena itu, benar-salah,
benar
mengatakan
menentukan
pilihannya di antara berbagai alternatif
keputusan
adalah
bagaimana remaja berpikir tentang
sebagai
patokan normatif yang mempengaruhi seseorang
Thought
dari yang
mengarahkan seseorang pada suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan keyakinannya. Apa yang dimaksud dengan perkembangan moral? Walker (1996), Walker & Pitts (1998) menyebutkan moral sebagai berikut: Moral Development involves thoughts, feelings, and behaviors regarding standars of right and wrong. Moral development has an intrapersonal dimension (a person’s basic values and sence of self) and an interpersonal dimension (a focus on what people should do in their interactions with other people).
Moral Feelings adalah perasaan moral, konsep ini dikembangkan oleh psycho-analytic theorists, teknik aturan pengasuhan anak, empati, dan peran emosi dalam perkembangan moral.
3
Moral
Behavior
adalah
mendapatkan hadiah, apakah tindakan
bertingkah laku secara aktual dalam
tersebut
keadaan
tindakan moral atau tidak?
tertentu
mempertimbangkan
dengan
proses
dasar
dapat
dipandang
Berkenaan
dengan
sebagai
itu,
munculnya tingkah laku dan altruism
Kleinberger (1982) seorang filosof,
(mementingkan
mengidentifikasi tiga tipe dari teori
kepentingan
orang
lain).
etika (ethical) dalam hubungannya Persoalan
muncul
konseptual
pun
dengan masalah ini. Tipe pertama ialah
tindakan
atau
tipe rasionalis, yaitu seorang etis
mengenai
tingkah laku moral (moral behavior).
murni,
Apakah
diwakili oleh Immanuel Kant dan
suatu
tindakan
dapat
yang
menurut
dipandang sebagai tindakan moral, jika
Kohlberg.
tindakan
pernah
penalaran moral itu sebagai suatu
dipikirkan oleh pelakunya? Banyak ahli
keharus serta mencukupi bagi lahirnya
filsafat moral ataupun mereka yang
suatu tindakan moral. Tipe kedua
menganalisis bahasa moral, kompetensi
adalah tipe naturalistis, yaitu seorang
tentang
pertimbangan
moral
etis yang bertanggung jawab yang
merupakan
suatu
(atau
menurut Kleinberger diwakili oleh
bagi
Aristoteles dan John Dewey. Tipe ini
lahirnya tindakan moral. Sebelum suatu
berpandangan bahwa penalaran moral
tindakan dapat dipandang sebagai suatu
itu
tindakan moral, alasan atau motivasi si
keharusan, akan tetapi tidak mencukupi
pelaku melakukan tindakan tersebut
untuk melahirkan suatu tindakan moral.
harus terlebih dahulu diuji. Sokrates
Tipe ketiga ialah tipe behavioristik
bertanya,
di
sosial, yang memandang perbuatan
sungai dapat dinilai sebagai suatu per-
yang lahir sejalan dengan nilai moral
buatan yang berani atau perbuatan
yang telah diterima, sebagai suatu
konyol?” Apabila seseorang melompat
kondisi yang mencukupi bagi lahirnya
ke
menyelamatkan
moralitas suatu tindakan atau badan
seseorang yang hendak tenggelam,
(Kurtines, William M. & Jacob L.
akan tetapi motifnya adalah untuk
Gerwitz 1993: 89)
mungkin
tersebut
tidak
keharusan
dipandang
“Bilamana
sungai
untuk
cukup)
menyelam
4
Tipe
memang
ini
Kleinberger
memandang
merupakan
suatu
Dalam pandangan ini, moralitas
rencana
Alami.
Tahapan-tahapan
dapat ditentukan tanpa merujuk kepada
perkembangan moral dalam bayangan
pola pikiran sang pelaku. Salah seorang
Mc Dougall ini dipandang sejalan
tokoh yang memperkenalkan adanya
dengan tahapan-tahapan perkembangan
tahapan
fisik, yang pada biologi di abad
moral
adalah
Lawrence
Kohlberg (1995) yang lekat dengan
sembilan
teori
cukup
kognitive-developmental
belas pesat.
telah
berkembang
Mengenai
tahapan-
structural. Menurut beliau ada 3
tahapan perkembangan, Mc Dougall
tingkat perkembangan moral anak yang
(1908) dalam Kurtines, William M. &
terbagi dalam enam tahap (Kurtines,
Jacob
William M. & Jacob L. Gerwitz 1993:
menjelaskan lebih lanjut:
383).
L.
Gerwitz
(1993:
383)
Kita dapat membedakan empat Secara rinci dapat dijelaskan
tahapan
sebagai berikut:
perbuatan
(moral),
yang
masing-masing dilalui setiap orang sebelum ia dapat meraih tahapan berikutnya yang lebih tinggi. Keempat tahapan tersebut ialah: (1) tahapan perilaku naluriah, yang hanya dapat dipengaruhi oleh rasa sakit dan senang yang
dialami
kebetulan,
seseorang
dalam
rangka
secara kegiatan
naluriahnya; (2) dalam tahapan kedua ini cara beroperasinya gejolak naluriah dimodifikasi melalui pengaruh hadiah dan hukuman yang kurang lebih secara sistematis dialaminya dari lingkungan sosialnya; (3) dalam tahapan ketiga, Adapun William McDougall memandang
manusia
dikukuhkan
perbuatan
seseorang
dikendalikan
oleh
terutama
antisipasi
akan
dengan naluri moral, yang secara
kemungkinan mendapatkan pujian dan
bertingkat
celaan; (4) dalam tahapan tertinggi ini
berkembang
menurut
5
perbuatan diatur oleh suatu pengaturan
atau ilmu pengetahuan ialah yang
ideal yang memungkinkan seseorang
menyelidiki,
merenungkan
bertindak selaran dengan apa yang
gejala-gejala
perbuatan
dipandangnya
dari
Istilah ini berasal dari kata Paedagogia
persoalan, apakah ia akan mendapatkan
(Yunani) berarti pergaulan dengan
pujian atau celaan dari lingkungan
anak-anak. Sedangkan yang sering
sosial yang terdekat”.
digunakan istilah paedagogog, yaitu
benar,
lepas
Berkembangnya
moral
tentang mendidik.
seorang pelayan (bujang) pada jaman
seseorang dari suatu tahap ke tahap
Yunani
berikutnya
dari
mengantar dan menjemput anak-anak
perkembangan fisiknya atau biologis,
ke dan dari sekolah. Paedagogos
psikologis (kognisi dan emosi), dan
berasal dari kata paedos (anak) dan
sosialnya, yang disebut faktor intern.
agoge
Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor
memimpin). (Purwanto, 1985: 1).
sangat
tergantung
Kuno
yang
(saya
lingkungan, misalnya keluarga, teman
Dalam
pekerjaannya
mem-bimbing,
definisi
maha
luas
sebaya, sekolah, budaya/adat istiadat,
pendidikan adalah hidup. Pendidikan
media massa, lingkungan sosial yang
adalah
disebut faktor ekstern. Faktor ekstern
berlangsung dalam segala lingkungan
ini terjadi baik secara sengaja melalui
dan
proses
adalah
sosialisasi,
ataupun
tidak
segala
sepanjang segala
pengalaman
hidup. situasi
yang
Pendi-dikan hidup
yang
sengaja melalui proses enkulturisasi
mempengaruhi pertumbuhan individu.
dan akulturasi.
Definisi
sempit
pendidikan
adalah
sekolah. Pendidikan adalah pengajaran PENDIDIKAN AGAMA: SEBUAH
yang
diselenggarakan
di
sekolah
HARAPAN
sebagai lembaga pendidikan formal
Ada dua istilah yang hampir
(Mudyahadjo, 2001: 3-6). Definisi
sama dan sering digunakan dalam
alternatif atau luas terbatas pendidikan
dunia pendidikan, yaitu: Paedagogie
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
dan paedagogiek. Paedagogie berarti
keluarga, masyarakat, dan pemerintah,
pendidikan
melalui
sedangkan
paedagogiek
artinya ilmu pendidikan. Paedagogiek
pengajaran,
6
kegiatan dan
bimbingan, latihan,
yang
berlangsung sekolah
di
sepanjang
mempersiapkan dapat
sekolah
hayat,
peserta
memainkan
dan
didik
peranan
luar
jasmani
untuk
agar
masyarakatnya yang diharapkan demi
dalam
menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan terakhir). Sementara
(Mudyahadjo, 2001: 11).
itu
Al-Ghazali
seperti yang dikutip oleh Abidin Ibnu
Ki Hajar Dewantara, tokoh nasional,
pendidikan
dan
kepribadian individunya dan kegunaan
tepat di masa yang akan datang
hakekat
oleh
untuk
berbagai ling-kungan hidup secara
pendidikan
(fisik),
Rusn dalam bukunya Pemikiran Al-
merumuskan
tentang
pendidikan
usaha
merumuskan pendidikan adalah proses
orang tua bagi anak-anak dengan
memanusiakan manusia sejak masa
maksud untuk menyokong ke-majuan
kejadiannya sampai akhir hayatnya
hidupnya
memperbaiki
melalui berbagai ilmu pengetahun yang
rohani
disampaikan dalam bentuk pengajaran
dalam
tumbuhnya
sebagai
Ghazali
arti
kekuatan
dan
jasmani yang ada pada anak-anak.
secara
Pendidikan juga dimaksudkan untuk
pengajaran itu menjadi tanggungjawab
menuntun segala ke-kuatan yang ada
orang tua dan masyarakat menu-ju
agar masyarakat mencapai keselamatan
pendekatan diri kepada Allah sehingga
dan
menjadi manusia sempurna (Ibnu Rusn,
kebahagiaan
yang
setinggi-
tingginya (Darmaningtyas, 1999: 4)
bertahap,
dimana
proses
1998).
Zuhairini, dkk. (1982: 150)
Dari beberapa pendapat di atas
mengutip pendapat John S. Brubacher
tentang pendidikan dapatlah dimengerti
mengemu-kakan
bahwa pendidikan
bahwa
pendidikan
meliputi
semua
diartikan sebagai proses timbal balik
perbuatan atau usaha dari generasi tua
dari
untuk
setiap
pribadi
manusia
penyesuaian
dirinya
dengan
alam,
pengetahuannya,
dengan
alam
kecakapan serta ketrampilannya kepada
semesta. Pendidikan merupakan pula
generasi muda, sebagai usaha untuk
perkembangan yang terorganisasi dan
menyiapkan
kelengka-pan
memenuhi
dengan
teman,
dan
dari
semua
dan
potensi-
potensi manusia, moral, intelektual dan
mengalihkan
mereka fungsi
(melimpahkan) pengalamannya,
agar hidupnya
jasmaniah maupun rohaniah.
7
dapat baik
Pendidikan salah
satu
usaha
juga
merupakan
dalam melakukan hal-hal yang terpuji
mengembangkan
menjadi satu kebiasaan sebagai wujud
moral anak yang mencakup dua proses
adanya internalisasi nilai moral;
sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal
(4) membimbing anak untuk selalu
ini
harmonis
ada
empat
pilar
pendidikan
dengan
lingkungannya,
UNESCO (Delor, 1997) yang dapat
karena sebagai bagian dari masyarkaat
dijadikan pedoman dalam mendidik
mereka hidup selalu bersinggungan
moral; meliputi learning to know
dengan orang lain. Oleh karena itu,
(belajar mengetahui), learning to do
untuk menjaga keharmonisan itu anak
(belajar
be
perlu dibiasakan untuk menampilkan
(belajar menjadi diri sendiri) dan
perilaku-perilaku yang baik dan benar,
learning live together (belajar hidup
sehingga dapat hidup bahagia bersama
bersama) merupakan pijakan yang kuat
dengan
bagi orang tua untuk mengajarkan dan
merugikan.
berbuat),
learning
to
mendidik moral anak (Andayani, 2004: 3).
Dari
empat
pilar
orang
Sejalan
pendidikan
prioritas
yang
lain
tanpa
dengan
penentuan
pembangunan,
lebih-lebih
tersebut maka pendidik memiliki peran
pada bidang material dalam rangka
penting sebagai berikut:
menyesuaikan diri dengan kemajuan
(1) mem-perluas wawasan pengetahuan
teknologi, maka ada pema-haman yang
anak
keliru
mereka
tentang dapat
nilai-nilai,
sehingga
memberikan
tentang
pendidikan,
yaitu
alasan-
menjejalkan ilmu pengetahuan yang
alasan moral (moral reasoning) yang
berhubungan dengan bidang material
tepat sebelum mereka mewujudkannya
itu sebanyak-banyaknya kepada anak.
dalam tindakan;
Kecende-rungan
(2) membimbing anak agar terampil
bertujuan baik tetapi bahan-bahan yang
melakukan suatu tindakan dari apa
diberikan umumnya bersifat ekstren
yang
nilai
dari inti kepribadian manusia, sehingga
kebenaran, kebaikan dan keindahan;
pendidikan yang diberikan hanyalah
(3) mengarahkan anak agar memiliki
bersifat
sifat-sifat baik yang melekat, agar
mengembangkan
konsistensi, intensitas, dan frekuensi
manusia.
diyakininya
sebagai
8
ini
pengajaran
sebenarnya
yakni
usaha
intelektualitas
Kegagalan pendidikan nasional
Oleh karena itu pendidikan
itu disebabkan oleh penerapan konsep
harus diarahkan untuk membangun
pen-didikan yang sedikit banyak telah
kesadaran kritis peserta didik tentang
mengabaikan pendidikan watak dan
berbagai
kemampuan bernalar atau dengan kata
moral, hak asasi manusia, kebenaran,
lain telah mengabaikan pendidikan
keadilan,
moral. Pendidikan seharusnya tidak
demikian,
saja mengedepankan aspek kognisi atau
menyadari bahwa menyontek, tawuran,
mengejar
target
dan menganiaya orang lain itu tidak
bermuatan
materi-materi
kurikulum
yang
“kognitif”,
hal,
termasuk
dan
nilai-nilai
kejujuran.
peserta
Dengan
didik
akan
baik.
tetapi diarahkan untuk membangun
Selama
ini
pendidikan
di
watak bangsa dan “moral feeling”.
Indonesia
Peserta didik diarahkan untuk mampu
memberikan sebuah pengertian saja
memadukan akal dan perasaan untuk
kepada
menimbang baik dan buruk suatu
memfasilitasi
perbuatan sehingga peserta didik akan
Tidak
cenderung
pendidikan
untuk
berbuat
baik,
cenderung
peserta
dapat di
didik,
hanya
tanpa
bisa
pembentukan
watak.
dipungkiri
bahwa
Indonesia
terlalu
bermoral mulia, disertai kemampuan
didominasi oleh lingkaran kognitif.
untuk berinovasi, kreatif, produktif,
Konsep-konsep,
dan mandiri (Widyana, 2004: 2).
nilai agama serta adat isitiadat banyak
norma-norma,
dan
Pendidikan nasional tidak akan
dibaca dan dihapalkan saja, tetapi
berarti apa-apa kalau hanya dapat
sedikit sekali terefleksi untuk direnungi
melahirkan orang-orang yang pintar,
apa sesungguhnya isi dan maknanya
tetapi rakus dan tamak. Penumbuhan
yang terkandung di dalamnya sehingga
cipta, rasa dan karsa yang optimal
pengimple-mentasiannya
merupakan
kehidupan
condition
sine
quanon
sangat
jauh.
dalam Tujuan
(syarat mutlak) bagi keberhasilan anak
pendidikan nasional pada dasarnya
dimasa depan, karena sosok manusia di
menekankan pada sistem nilai namun
masa
yang
implementasi kurikulum di sekolah
profesional, kompetitif, interdisipliner
belum dapat mengakomodasi tujuan
depan
adalah
sosok
dan berbudaya.
9
pendidikan nasional sebagaimana yang
disertai kemampuan untuk berinovasi,
dikehendaki.
kreatif, produktif, dan mandiri. Apabila
Apabila implementasi sistem
peserta didik Indonesia telah bermoral,
pendidikan tetap dibiarkan seperti itu,
maka mereka akan mampu mengikis
para peserta didik yang kelak menjadi
ketamakan,
pemimpin dan pewaris bangsa ini
keangkuhan, dan ketergantungan pada
hanya mampu membuat pidato-pidato
orang lain. Anak-anak masa depan
atau rencana-rencana yang hanya enak
akan lebih beradab, bermoral dan
didengar
terpuji
tanpa
mampu
kekasaran,
sehingga
kebrutalan,
mereka
akan
mengimplementasikannya. Nilai moral
menjadikan manusia yang berdedikasi
hanya sebatas imperatif saja yang tidak
bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan
menyentuh pergulatan manusia sehari-
negara.
hari.
Mereka
tidak
akan
mampu
Mengingat
pentingnya
memadukan akal dan perasaan untuk
penanaman moral bagi peserta didik,
menimbang baik dan buruk suatu
ada beberapa usulan agenda pendidikan
perbuatan atau keputusan yang akan
bermuatan moral yang harus segera
diambil.
Mereka
direalisasikan:
banyak
bergantung
cenderung pada
akan
Pendidikan
harus
pendapat
berdasarkan nilai-nilai agama, budaya,
orang lain tanpa mampu menyaringnya
dan adat istiadat bangsa yang bernilai
terlebih dahulu sehingga mereka tidak
luhur.
Nilai-nilai
ini
akan mampu mandiri.
(diinternalisasikan)
ke
Agenda pendidikan masa depan
peserta
didik
ditanamkan dalam
harus
diri secara
harus mulai mengutamakan pendidikan
komprehensif dan melekat dalam setiap
yang mampu menciptakan manusia
mata pelajaran. Dalam setiap mata
bermoral, yaitu manusia yang mampu
pelajaran seharusnya ada pesan nilai
menggunakan akal dan perasaan untuk
dan moral tersebut untuk kemudian
menimbang baik dan buruknya sesuatu
dihayati
dengan berlandaskan nilai-nilai luhur,
kehidupan sehari-hari.
norma-norma agama, dan adat-istiadat
dan
Islam
dipraktikan
selalu
dalam
mendorong
dalam kehidupannya. Manusia yang
umatnya untuk menggunakan akal dan
mampu untuk berbuat baik, bermoral,
menuntut
10
ilmu
pengetahuan,
agar
dengan
demikian
dapat
tugas kenabian yang diemban oleh
membedakan mana yang benar dan
Rasul Allah SAW, yang terungkap
mana yang salah, dapat menyelami
dalam pernyataan beliau:
hakekat
“Sesung-guhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia mencapai akhlak yang mulia” (Hadits).
alam.
mereka
Islam
mewajibkan
kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam,
pendidikan
adalah
Faktor kemuliaan akhlak dalam
juga
pendidikan Islam dinilai sebagai faktor
merupakan kebutuhan hidup manusia
kunci dalam menentukan keberhasilan
yang mutlak harus dipenuhi untuk mencapai
kesejahteraan
pendidikan, yang menurut pandangan
dan
Islam berfungsi menyiapkan manusia-
kebahagiaan dunia dan akhirat.
manusia
Oleh karena itu untuk mencapai
kehidupan
berkepribadian muslim menghendaki
sehingga
sampai
sedemikian
rupa
ketingkat
yang
takwa,
akhirat
(Jalaluddin
&
Dengan demikian tujuan akhir pendidikan yang dikehendaki Islam adalah terbentuknya manusia yang
dikehendaki Allah SWT. sendiri, yang sebenar-benarnya
menata
Usman Said, 1994: 38).
adanya pendidikan. Pendidikan itu dilakukan
mampu
kehidupan yang sejahtera di dunia dan
tingkat takwa atau manusia yang
harus
yang
sempurna yaitu manusia yang beriman
seperti
dan
firmannya dalam Surah Ali Imran: 102;
bertaqwa
atau
berkepribadian
muslim. Kepribadian muslim adalah
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
suatu istilah yang abstrak dan sulit untuk menentukan siapa dan kapan seseorang telah mencapai keadaan itu, karena penentuan siapa-siapa diantara hambanya
Tujuan pendidikan Islam yang
yang
kesempurnaan
sejalan dengan misi Islam itu sendiri,
Allah.
yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak
itu
Namun
mencapai
merupakan demikian
hak tujuan
pendidikan islam adalah identik dengan
hingga mencapai tingkat akhlak al-
tujuan
karimah. Tujuan itu sama dan sebangun
hidup
manusia,
tercantum dalam Al-Qur'an:
dengan target yang terkandung dalam
11
seperti
“Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya menyembahKu”(QS. Adz-Dzariyat: 56). “Dan mereka tidak disuruh melainkan agar menyembah Allah dan dengan ikhlas beragama kepadanya”. (QS. Bayyinah ayat: 5). Dengan
demikian
jelaslah
Hal ini selaras dengan pendapat M. Arifin dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) bahwa
pendidikan
agama
yang
diberikan dilingkungan sekolah tidak hanya
menyangkut
proses
belajar
bahwa
mengajar yang berlangsung di dalam
tujuan hidup manusia adalah untuk
kelas melalui intelegensia (kecerdasan
menjadi
otak)
hamba
Allah
yaitu
juga
menyangkut
proses
mempercayai dan menyerahkan diri
internalisasi nilai-nilai agama melalui
hanya kepadaNya. Kepribadian seperti
kognisi, konasi, dan emosi, baik di
inilah yang disebut kepribadian muslim
dalam mupun diluar kelas (Arifin,
(taqwa) dan ke sinilah arah dan tujuan
1993: 216).
terakhir dari pendidikan Islam. Di begitu
Hal tersebut berarti juga bahwa
sini
terlihat
pendidikan
pendidikan tidak hanya menyangkut
penting
dalam
membentuk
aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif
kepribadian
termasuk
moral.
Hal
dan psikomotor. Oleh karenanya, beban
tersebut akan semakin nyata jika
tanggungjawab yang diberikan kepada
sekolah sebagai lembaga pendidikan
guru agama lebih berat, sehingga dalam
berupaya
dan
rangka terwujudnya tujuan pendidikan
mengembangkan moral anak dengan
yang dikehandaki maka perlu adanya
melalui pendidikan agama.
kerjasama antara guru agama dengan
menanamkan
Namun pendidikan agama yang
guru lain.
diajarkan di sekolah hendaknya tidak
Zakiyah Daradjat (1991:112)
hanya berupa pemberian pengetahuan
dalam bukunya ilmu jiwa agama,
agama. Akan tetapi lebih luas daripada
menyatakan bahwa pendidikan agama
itu yaitu menggugah perasaan/emosi
sesungguhnya jauh lebih berat daripada
anak, sehingga nilai-nilai agama akan
pengajaran pengetahuan umum apapun.
lebih tertanam dan dihayati oleh anak
Beratnya tidak terletak pada ilmiahnya,
didik.
akan
tetapi
pada
isi
pendidikan itu sendiri.
12
dan
tujuan
Pendidikan
agama ditujukan kepada pembentukan
ke
sikap, pembinaan akhlak, atau dengan
didikan-didikan dan perlakuan, mula-
ringkas
pembinaan
mula dari ibu bapaknya kemudian dari
pembinaan
anggota
dikatakan
kepribadian
disamping
pengetahuan
agama
anak.
dunia,
mulailah
keluarga
ia
menerima
lainnya
yang
Dengan
semuanya ikut memberikan dasar-dasar
demikian pendidikan yang ditujukan
pembentukan moral anak. Sehingga
kepada anak adalah secara keseluruhan
kebiasan
atau seutuhnya, mulai dari pemberian
sebagian
pengetahuan, pembinaan sikap, dan
pendidikan keluarga.
yang
dimiliki
besar
anak-anak
terbentuk
oleh
pribadinya, sampai kepada pembinaan
Bayi yang baru lahir merupakan
tingkah laku (akhlak) sesuai dengan
mahkluk yang tidak berdaya namun ia
ajaran agama.
telah dibekali potensi yang bersifat
Dalam
agama
Islam,
bawaan yang memiliki kemampuan
tanggungjawab pendidikan tidak hanya
untuk
terletak di pundak guru atau pendidik
menyebabkan
formal di sekolah, tetapi merupakan
pemeliharaan,
tanggungjawab bersa-ma antara orang
bimbingan yang serasi dan sesuai agar
tua, guru dan masyarakat. Ini berarti
pertumbuhan dan perkembangannya
bahwa yang dimaksud pendidik itu
dapat berjalan baik dan benar. Disini
adalah orang tua, guru dan orang
keluarga
dewasa lainnya yang harus dapat
pendidikan
membawa anak kearah kehidupan yang
pendidiknya adalah kedua orang tua
sesuai dengan ajaran Islam.
sebagai pendidik kodrati ibu dan bapak
Sebagaimana yang kita ketahui pendidikan
tidaklah
dimulai
berkembang.
Kondisi
manusia
memerlukan
pengawasan
merupakan yang
ini
dan
lingkungan
pertama,
dan
diberikan anugerah oleh Allah SWT
dari
berupa naluri orang tua. Karena naluri
sekolah, akan tetapi dari rumah tangga.
itu timbul rasa kasih sayang para orang
Sulit untuk mengabaikan peran kelurga
tua kepada anak-anak mereka, sehingga
dalam pendidikan. Anak-anak sejak
moral
masa bayi hingga memasuki usia
tanggungjawab
sekolah memiliki lingkungan tunggal
mengawasi
yaitu keluarga. Sejak anak dilahirkan
membimbing keturunan mereka.
13
keduanya
dan
merasa untuk
terbeban
memelihara,
melindungi
serta
Begitu besar fungsi dan peran orang
tua
sehingga
ia
tua yang lain menye-kolahkan anaknya
mampu
pada sekolah-sekolah umum, yang jelas
membentuk moral anak-anak mereka.
lembaga
Setiap bayi yang dilahirkan membawa
memberi pengaruh dalam membentuk
membawa potensi beragam, namun
moral anak tersebut.
bentuk perilaku yang akan muncul tergantung
dari
pendidikan
tersebut
akan
Zakiah Daradjat (1995: 129)
bimbingan,
dalam bukunya Kesehatan Mental,
pemeliharaan dan pengaruh orang tua
mengungkapkan
mereka.
agama dalam sekolah penting untuk
Sehingga
dikatakan
tepatlah
pendidikan
merupakan
kalau
keluarga
pendidikan
dan
pendidikan
penyempurnaan
bagi
pertumbuhan kepribadian anak didik,
pembentukan moral anak. Pendidikan
karena pendidikan agama mempunyai
tersebut
dua aspek terpenting. Kedua aspek
kemudian
dasar
pembinaan
bahwa
ditambah
dan
disempurnakan di sekolah. Sekolah pendidikan
tersebut adalah: (1) Aspek pertama dari
sebagai
adalah
pendidikan
lembanga
pelanjut
keluarga.
pendidikan
dari
ditunjukkan
agama kepada
adalah
yang
jiwa
atau
Karena
pembentukan kepriba-dian. (2) Aspek
keterbatasan orang tua untuk mendidik
kedua dari pendidikan agama itu adalah
anak-anak
yang ditujukan kepada pikiran yaitu
mereka,
maka
mereka
serahkan anak-anaknya ke sekolah
pengajaran agama itu endiri.
sejalan dengan kepentingan dan masa
Memang
depan anaknya.
mengungkapkan
Maka
dalam
hal
ini
sejauhmana
sulit
untuk
secara
tepat
pengaruh
pengetahuan dan penentuan sekolah
agama
yang tepat bagi anak dalam rangka
pendidikan
membentuk
moral anak. Namun demikian besar
dan
mengembangkan
melalui
pendidikan
terhadap
perkembangan
moral anak adalah sangat penting.
kecilnya
Mungkin
tergantung pada berbagai faktor yang
saja
yang
berasal
dari
pengaruh
kelembagaan
anak
sangat
keluarga yang taat beragama akan
sangat
menyekolahkan anaknya pada sekolah-
memahami nilai-nilai agama. Seperti
sekolah agama, dan sebaliknya orang
sejauhmana perencanaan pendidikan
14
memotivasi
tersebut
untuk
agama yang diberikan di sekolah,
Peserta didik hendaknya diberi
kompetensi guru dalam mendidik dan
kesempatan untuk belajar, bahkan saat
ilmu pengetahuan yang dimiliki, materi
pendidik sedang mencoba mengajar
yang disampaikan, fasilitas sekolah
mereka. Masalah “watak, penjelasan
yang tersedia, kerjasama antar guru,
nilai-nilai, dan perkembangan akhlak”,
keluarga
serta
selama ini terlalu sering disajikan
lingkungan disekitarnya yang kondusif
sebagai jalur satu arah, anak harus
dan sebagainya.
mendengar sebagaimana sebaiknya dan
dan
masyarakat,
Perbaikan proses pembelajaran
harus menangkap maksud tersebut.
dan evaluasi yang seimbang antara
Paradigma ini mulai sekarang saatnya
aspek
dirubah.
kognitif
dan
afektif
perlu
Dalam
situasi
keluarga
dilakukan. Para pengajar jangan hanya
maupun dalam ruang kelas, anak-anak
menyuruh
peserta
untuk
dilibatkan dalam percakapan, saling
membaca
atau
mengingat-ingat
menanggapi dan saling belajar (Coles,
didiknya
pelajaran, tetapi berikan kesempatan
R., 2000).
kepada peserta didik untuk melakukan refleksi,
untuk
merenungi
Lebih dari itu sekolah sebagai
apa
penyelenggara
pendidikan
formal
sesungguhnya yang telah dibaca dan
diharapkan mampu mengubah sistem
dipelajari tersebut, dan mendorong
pengajaran yang lebih menekankan
mereka
pada
dalam
mengimplementasi-kannya kehidupan.
Hasil
evaluasi
aspek
pengajaran
kognitif, yang
sistem
seimbang
antara
peserta didik yang tercantum dalam
kognitif,
rapor juga harus mempertimbangkan
Perpaduan ketiga aspek tersebut akan
unsur nilai dan moral. Memang masih
memberikan bekal kepada siswa untuk
sulit tampaknya untuk menentukan
hidup dalam masyarakat. Penggarapan
seberapa
yang
aspek afektif (sikap, minat, sistem nilai,
dimiliki peserta didik. Akan tetapi, hal
apresiasi, motivasi, harga diri) akan
itu
berdampak positif terhadap perilaku
dapat
besar
nilai
dibuat
moral
indikator
yang
disepakati bersama antara lembaga
afektif
ke
dan
psikomotor.
anak didik.
penyelenggara pen-didikan, keluarga,
Selain sekolah, masyarakat juga
dan masyarakat.
merupakan lapangan pendidikan yang
15
turut
mempengaruhi
perkembangan
perbuatannya.
anak didik. Corak ragam pendidikan
dikemukakan
yang dialami anak dalam masyarakat
(1991: 159) mengutip pendapat Amru
banyak sekali yang meliputi segala
bin ’Atabah dalam bukunya cara
bidang, baik pembentukan kebiasaan-
mendidik anak dalam Islam, bahwa
kebiasaan, pembentukan pengetahuan,
hendaklah tuntutan perbaikan bagi
sikap dan minat, pembentukan kesu-
anak-anak, dimulai dari perbaikan anda
silaan, nilai-nilai dan keagamaan.
terhadap diri sendiri. Karena mata dan
Keserasian
oleh
yang Umar
sama Hasyim
lapangan
perhatian mereka selalu terikat kepada
pendidikan yakni keluarga, sekolah dan
anda. Mereka menganggap baik segala
masyarakat akan membawa dampak
yang
yang positif terhadap perkembangan
menganggap jelek segala yang anda
moral anak. Disinilah terlihat hubungan
jauhi.
yang
erat
antara
ketiga
Hal
tiga
pendidikan
tersebut.
dibesarkan
dalam
anda
lingkungan anak
kerjakan,
Peserta
yang
dan
didik
mereka
harus
mendapatkan contoh atau keteladanan
lingkungan
dari
nilai-nilai
pendidikan
yang
masyarakat santri tentu akan lebih
diterimanya dalam lingkungan tempat
membawa
terhadap
mereka berada. Tidak adalagi jarak
perkembangan moral anak dibanding
antara apa yang dipelajari di sekolah
lingkungan masyarakat lainnya.
dan
pengaruh
Selanjutnya
realitas
kehidupan
di
dalam
kegiatan
keluarga dan masyarakat. Terlebih lagi
pendidikan yang dilaksanakan dalam
waktu keberadaan mereka di sekolah
upaya mengem-bangkan moral anak
sangat
akan lebih mudah terwujud apabila
mereka berada di lingkungan keluarga
seseorang pendidik menyadari bahwa
dan masyarakat sangat banyak. Sekolah
ia harus mampu menjadi teladan yang
dan
ideal bagi anak didiknya baik dalam
saling mengisi dalam pendidikan ini.
perkataan,
tingkah
lingkungan
sedang-kan
masyarakat
waktu
harus
dan
Pemberian contoh dan teladan
perbuatannya, disamping itu hendaknya
dari pendidik tentang penerapan moral
mampu meng-amalkan ilmunya, agar
dalam
ucapannya
diperlukan. Peserta didik tidak hanya
tidak
laku
terbatas,
mendustai
16
kehidupan
nyata
sangat
dijejali dan diperkenalkan konsep-
terbina didalamnya nilai agama, yang
konsep
sedangkakan
akan menjadi pengendali perbuatannya.
pendidiknya tanpa merasa bersalah dan
Dengan pengembangan moral melalui
tanpa sadar telah menjerumuskan anak
pendidikan maka akan tercipta suatu
diriknya
dengan
perilaku-perilaku
manifestasi riil dan tercermin dalam
‘amoral’
yang
dilakukan
perilaku.
moral,
dan
ditunjukkan kepada anak didik. Teori behavioris
khususnya
teori
Sayyid Sabiq (1981: 52) dalam
belajar
bukunya Unsur-unsur Dinamika dalam
sosial (social learning theory) dari
Islam, mengatakan bahwa orang yang
Bandura
yang
memfokuskan
berpegang
perilaku
aktual
anak-anak,
pada seperti
pada
agama,
senantiasa menjaga hatinya untuk tidak
berbohong, mencuri, membantu orang
menuruti
dan sebagainya. Munculnya berbagai
cenderung
perilaku
anak
teguh
hawa
nafsu,
terhadap
senantiasa
sesuatu
yang
merupakan
hasil
diridhai Tuhan; bersih dari noda dan
tingkah laku
yang
dapat membawa dirinya kepada lebih
dilakukan oleh orang disekitarnya,
takwa. Lebih jauh Zakiyah Daradjat
keluarga, guru, teman sebaya, media
(1977: 15) dalam bukunya Membina
masa dan lingkungan masyarakat.
Nilai-Nilai
modeling dari
Moral
di
Indonesia
Dalam kaitan ini Allah SWT,
berpendapat bahwa apabila keyakinan
dalam surah al-Baqarah: 44 dengan
beragama itu betul-betul telah menjadi
tegas menyatakan;
bagian
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca AlKitab (taurat)? Maka tidakkah kamu berfikir?”.
seseorang, maka keyakinan itulah yang akan
integral
mengawasi
dari
segala
kepribadian
tindakan,
perkataan bahkan perasaannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat perlu dan penting diberikan
Jadi melalui pendidikan agama kita
kepada
dapat mengembangkan moral anak dan akhirnya
dimana
segala
anak
dalam
mengembangkan moral
sikap,
tindakan, perbuatan, dan perkataannya akan dikendalikan oleh pribadi yang
17
rangka
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sekarang merupakan saat yang tepat
untuk
memulai
Andayani, Tri Rezeki. (2004). “Moral, Tak Hanya Sebuah Nilai” Makalah Seminar Nasional, Yogyakarta, 4 September. Arifin. (1993). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). , Jakarta: Bumi Aksara. Ballantine, J. (1993). The Sociology of Education, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Coles, R. (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Crain, W. (1992). Theories of Development: Consepts and Applications. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Daradjat, Zakiyah. (1977). Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. _______________. (1991). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang _______________. (1995). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung. Darmaningtyas. (1999). Pendidikan Pada dan Setelah Krisis (Evaluasi Pendidikan di Masa Krisis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Agama RI., 1983/1984, Qur’an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, Pelita III Hasyim, Umar. (1991). Cara Mendidik Anak Dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu. Ibnu Rusn, Abidin (1998). Pemikiran Al-Gazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
memformat
kembali pola pendidikan yang sudah berjalan. Rencana dan realisasinya bukan semata-mata beroritentasi pada materi
pelajaran
dan
kognisi,
melainkan juga perhatian dan stimulasi terhadap asfek non kongnisi antara lain berupa, kecerdasan moral, emosi dan spiritual. Pendidikan agama yang diberikan kepada
anak
hendaklah
secara
keseluruhan atau seutuhnya, mulai dari pemberian pengetahuan, pembinaan, sikap, dan kepribadi-annya sampai kepada
pembinaan
tingkah
laku
(akhlak) sesuai dengan ajaran agama. Dengan
pendidikan
agama
ini
diharapkan tercipta suatu menifestasi riil yang tercermin dalam perilaku bermoral. Agama menjadi kepribadian anak dimana segala sikap, tindakan, perbuatan,
dan
perkataannya
akan
dikendalikan oleh pribadi yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan menjadi
pengendali
perbuatannya.
Inilah yang dinamakan insan yang bertaqwa.
18
“Menatap Pendidikan Moral Masa Depan” Makalah Seminar Nasional Yogyakarta, 4 September 2004 Zuhairini, dkk. (1992). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksar.
Jalaluddin & Usman Said. (1994). Filsafat Pendidikan Islam : Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kupperman, JJ., (1983). The Foundation of Morality. London: George Allen & Unwin Kurtines, William M. & Jacob L. Gerwitz. (1993). Moralitas Perilaku Moral, dan Perkembangan Moral (Penerjemah M.I Soelaeman), Jakarta: Universitas Indonesia Press Lickona, Thomas. (1976). Moral Development and Behavior: Theory, Reseach, and Social Issues. New York: Holt, Rinehart and Winston Miller, Patricia H. (1993). Theories of Development Psychology, New York: W.H. Freeman and Company. Mudyahadjo, Redja, (2001). Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Radja Grafindo Persada Newcomb, T., (1985). Psikologi Ssosial (penerjemah: Joesoef Noorjirwan, dkk). Bandung: CV. Diponegoro Purwanto, M.Ngalim, (1985.Ilmu Pendidikan-Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Karya. Sabiq, Sayyid (1981), Unsurunsur Dinamika dalam Islam. Jakarta: Santrock, John W. (2003). Adolescence, 9th editon, New York: McGraw Hill Companies, Inc Widyana, Rahma. (2004).
19