Pengembangan Afektif Anak Usia Dini
BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI
A. Arti Kata Afektif Kata afektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2001) adalah berbagai perilaku yang berkaitan dengan perasaan, sedangkan dalam KBBI online dijelaskan bahwa afektif adalah: (1) Berkenaan dengan perasaan seperti takut, cinta; (2) mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi; dan (3) lingkungan mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan (tentang gaya bahasa atau makna). Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kata afektif berarti adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perasaan, seperti rasa cinta, benci, takut.
B. Taksonomi Ranah Afektif Taksonomi ranah afektif yang paling luas dipakai adalah hasil rumusan Krathwohl, Bloom dan Masia yang disusun pada tahun 1964 (Supratiknya, 2012). Taksonomi ini mengklasifikasikan emosi atau perasaan siswa terhadap aneka pengalaman belajar yang diperolehnya di dalam maupun di luar kelas atau cara siswa menanggapi orang, benda atau situasi dengan menggunakan perasaannya. Emosi atau perasaan yang dimaksud meliputi sikap, minat, perhatian, kesadaran, nilai, apresiasi, hierarkis mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks dan yang tercermin dalam aneka bentuk perilaku siswa. Taksonomi tujuan pengajaran ranah afektif dapat dilihat pada tabel 1.
1
Pengembangan Afektif Anak Usia Dini
Tabel 1. Taksonomi Tujuan Pengajaran Ranah Afektif (Krathwohl, Bloom dan Masia dalam Supratiknya, 2012)
Taraf Kemampuan
Uraian
Mau menginternalisasikan nilai-nilai (karakterisasi)
Mau menunjukkan perilaku yang dikendalikan oleh suatu sistem nilai
Memiliki suatu sistem nilai yang dijadikan pedoman berperilaku, sehingga perilaku menjadi konsisten, bisa diprediksikan dan yang terpenting menjadi ciri atau karakteristik pribadi yang bersangkutan (Internalizing Values)
Kata Kunci: bertindak, menunjukkan, memperaktekkan, memodifkasikan, mendengarkan, mengusulkan, mengajukan pertanyaan, memverifikasikan, memberikan layanan
Mau mengorganisasikan nilainilai
Mau mengorganisasikan nilai-nilai mengikuti urutan prioritas tertentu
Mengorganisasikan nilai ke dalam skala prioritas (mengurutkan dari yang paling penting/bernilai sampai yang paling kurang penting/kurang bernilai) dengan cara membandingkan berbagai nilai yang berbeda, mengatasi konflik-konflik yang terjadi antar nilai-nilai yang berbeda tersebut
Kata Kunci: menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menjelaskan, merumuskan, menggeneralisasikan, mengintegrasikan, memodifikasi,mengorganisasikan, menyintesiskan
2
Contoh: menunjukkan kemandirian saat mengerjakan sesuatu secara mandiri. Mampu bekerja sama dalam aktivitas kelompok. Menerapkan pendekatan sasaran (objective approach) dalam memecahkan masalah. Menunjukkan komitmen terhadap etika dalam praktik sehari-hari. Mau mengubah pendapat dan perilaku menyesuaikan diri dengan buktibukti baru. Meghargai orang lain apa adanya, bukan berdasarkan penampilan mereka.
Contoh: menyadari pentingnya menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab. Mau
Pengembangan Afektif Anak Usia Dini
dan akhirnya mampu menciptakan suatu sistem nilai yang khas bagi dirinya (Organization)
bertanggung jawab atas tindakannya. Menjelaskan fungsi perencanaan sistematis dalam pemecahan masalah. Mau menerima dan mengikuti aneka standar etika profesi. Mampu menyusun rencana masa depan selaras dengan kemampuan, minat dan keyakinan pribadi. Mampu mengatur waktu secara efektif untuk memenuhi kebutuhan belajar dan bermain dengan teman
Mau memberikan nilai/mau memandang bernilai, mulai dari sekedar menerima sesuatu sebagai bernilai sampai menunjukkan komitmen yang lebih kompleks. Kemampuan ini didasari oleh internalisasi terhadap serangkaian nilai-nilai spesifik tertentu (valuing)
Mau memberikan nilai pada sesuatu
Mau memberikan respon terhadap fenomena tertentu, meliputi mau berpartisipasi aktif, mau memberikan perhatian dan reaksi terhadap fenomena tertentu. Hasil belajar yang ditekankan : mau menjawab dan merasakan kepuasan dengan memberikan respon (Responding to Phenomena)
Mau berperan aktif dalam kegiatan belajar, berpartisipasi
Kata Kunci: menunjukkan, menjelaskan, mengikuti, mempersilakan, memberikan pembenaran, mengusulkan, memilih, mempelajari Contoh: menunjukkan keyakinan tentang keunggulan proses yang demoktratis. Peka terhadap keberagaman individu maupun budaya. Menunjukkan kemampuan memecahkan aneka masalah. Mau mengusulkan suatu rencana perbaikan kehidupan bersama dan mengikutinya dengan penuh komitmen
Kata Kunci: mau menjawab, memberikan bantuan, mau mengikuti perintah, memberi salam, mau membantu, mau melakukan, memilih Contoh: mau berpariispasi dalam diskusi kelas. Mau memberikan
3
Pengembangan Afektif Anak Usia Dini
presentasi di depan kelas. Mau mengajukan pertanyaan tentang aneka gagasan, konsep model yang baru di dengar untuk lebih memahaminya. Mengetahui aturan tentang kebersihan dan mau mematuhinya Mau menerima fenomena tertentu, yaitu mau menyadari, mau mendengarkan atau mau memberikan perhatian (Receiving Phenomena)
Mau menyadari, menunjukkan kemauan untuk mendengarkan Kata Kunci: bertanya, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan, menyebut nama, menunjuk, duduk, menjawab pertanyaan Contoh: mendengarkan guru atau teman dengan rasa hormat. Mendengarkan dan mengingat nama orang atau teman baru yang diperkenalkan
Taksonomi tujuan pengajaran ranah afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan Masia di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Taksonomi Ranah Afektif (Krathwohl, Bloom dan Masia, 1964)
4
Pengembangan Afektif Anak Usia Dini
Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa sikap bersifat eksplisit dalam arti kita sadar akan sikap mengenai hal tertentu, dan sikap ini membentuk keputusan berikut tindakan yang kita disadari serta dapat diukur menggunakan kuesioner laporan diri (self report). Sementara sikap-sikap lainnya bersifat implisit dalam arti kita tidak menyadarinya namun sikap ini memberikan pengaruh pada kita melalui cara-cara yang tidak kita kenali, dan biasanya diukur dalam berbagai cara pengukuran tidak langsung. Slameto (1995) mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain: a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik) b. Melalui imitasi (peniruan), yang dapat terjadi tanpa disengaja dapat pula dengan sengaja. Apabila peniruan terjadi dengan sengaja, individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap model yang diimitasi. Selain itu, diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru. Peniruan akan terjadi lebih lancar apabila dilakukan secara kolektif daripada perorangan c. Melalu sugesti (pengaruh), disini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tetapi semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya d. Melalui identifikasi, di sini seseorang melakukan peniruan atas dasar keterikatan emosional. Identifikasi didasari oleh kecenderungan untuk menyamai objek yang ditiru. Identifikasi seperti ini sering terjadi antara anak dengan orangtuanya. 2. Minat Hurlock (1995) mengatakan bahwa minat (interest) merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Apabila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat dan merasa puas. Akan tetapi, apabila kepuasan berkurang, minat juga berkurang. Pendapat lain dikemukakan oleh Slameto (1995) yang mengatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri 6