GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Menggapai Asa Menuai Prestasi
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
i
KATA PENGANTAR Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan
P
endidikan masyarakat merupakan suatu proses dimana pendidikan yang diprakarsai pemerintah diwujudkan secara terpadu dengan upaya penduduk setempat untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih bermanfaat. Pendidikan masyarakat merupakan upaya peningkatan kemampuan orang dewasa sebagai anggota masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan kapasitas masyarakat sebagai investasi masyarakat dalam proses pendidikan sepanjang hayat. Seiring kecenderungan perkembangan dan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, kebutuhan masyarakat terhadap layanan pendidikan nonformal semakin berkembang. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan satuan PNF lain berkembang pesat sesuai dengan keadaan geografis, sosial, dan budaya setempat. Berkembanglah PKBM yang berada di perkotaan, perdesaan, dan pesisir, tumbuh ditengah masyarakat pengirim tenaga kerja ke luar negeri, yang mengembangkan keterampilan potensi lokal, termasuk PKBM yang difungsikan juga sebagai balai belajar bersama. Keberadaan PKBM diikuti dengan adanya peran Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Rumah Pintar (RUMPIN), dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang merupakan bagian penting dalam layanan pendidikan nonformal dan peningkatan mutu pendidikan masyarakat. Lembaga pendidikan nonformal yang ditulis di buku ini adalah bagian kecil dari yang pernah ada, yang dipandang telah berkontribusi dalam memberikan layanan pendidikan nonformal dan telah diakui prestasi nya baik skala kabupaten/kota dan provinsi mapun tingkat nasional. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak atas kontribusi dan perannya dalam penyusunan buku ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Jakarta,
Agustus 2015 Direktur,
Dr. Erman Syamsuddin NIP195703041983031015
ii
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
iii
DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN ...................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. PENDAHULUAN ......................................................................................
ii iii iv 1
PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) ............................................. PKBM TIARA DEZY, Mengolah Potensi Menuai Prestasi ...................... PKBM KURANJI, Pengabdian dan Prestasi Tiada Henti ........................ PKBM AL FALAH, Pengabdian Berbuah Prestasi ................................... PKBM LUTFILLAH, Buah Kreatiftas dan Kemandirian ......................... PKBM GENERASI AMANAH, Mengemban Amanah Menuai Cita ...... PKBM WALIDAYNA , Pendidikan Dengan Semangat ............................ PKBM CENTELLA ASIATICA, Membekali Kecakapan Hidup Masyarakat PKBM AL HIJRAH, Hijrahkan Masyarakat dari Keterbelakangan .......... PKBM MALACCA, Pendidikan untuk Masyarakat Pinggiran ................ PKBM LUKMANUL HAKIM, Lapas bukan Hambatan untuk Mendapatkan Pendidikan ............................................................ PKBM BINA MANDIRI CIPAGERAN, Niat Ikhlas PKBM Berkembang Maju ....................................................................... PKBM BINA TERAMPIL MANDIRI, Lahirkan Entrepreneur Baru ...... PKBM GEGER SUNTEN, Mengais Asa Menjawab Kebutuhan Belajar Masyarakat ....................................................................... PKBM CITRA ILMU, Hijrah Membawa Hikmah ................................. PKBM DEWI FORTUNA: “Omah Wayang” menyemai Kepedulian Warga Pada Budaya Lokal ............................................................ PKBM ARRIDHO, Nyali Besar Membawa Nikmat Warga Silir ............. PKBM ANNISA, Kembangkan Divisi Agar Mandiri ............................... PKBM KRISNA, Rumah Belajar untuk Masyarakat ................................ PKBM ZAMZAM, Sumber Ilmu Menuju Kemulian Dunia Akhrat ........ PKBM INTERAKTIF, Memajukan Kemandirian Arek Bonek ............... PKBM BUNGA CENGKEH, Membangun Pendidikan Menyemai Kemakmuran ...............................................................................
6 7 11 15 18 22 25 28 32 36
iv
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
39 42 48 53 57 62 68 74 79 83 85
PKBM PANDAWA, terlanjur Mencintai Pendidikan Nonformal ............. PKBM PANTAI SELATAN, Memajukan Desa dengan Melek Internet ... PKBM SANDYKA, mencerakan Kaum terpinggirkan ............................. PKBM PERMATA SARI, Pemberi Cahaya dari Bungoro ......................... PKBM BATU TUJUA, Memberdayakan Warga Pedalaman ..................... PKBM MATTIROWALI, Pemberdayaan Masyarakat yang lebih Baik ..... PKBM SURYA MANDIRI, Didukung keluarga Kesultanan Gowa ......... TBM (Taman Bacaan Masyarakat) ............................................................. TBM PUBLIK RUMAH SAKIT DR. DORIS SYILVANUS, Membaca itu menyehatkan .......................................................... TBM BAKAU, Bersama Bakau Mimpi terjangkau .................................. TBM NAULI , Dari Koran Bekas Jadi ketahanan Nasional ...................... TBM SAUNG MANGGAR, Belajar dari Buku ...................................... TBM MELATI TAMAN BACA, Awal Membaca dari Garasi ................... TBM MATA AKSARA, Dari Buku Menjadi Karya .................................. TBM AL BIDAYAH SAPURAN, Membaca yang Mensejahterakan ........ TBM ISTANA RUMBIA: Jendela Dunia Bernama Istana Rumbia .......... TBM KAMPUNG BATJA, Museum Mini Peradaban ............................. TBM NEMU BUKU, Keren Itu Membaca Buku .................................... SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) ................................................................ SKB PURWOKERTO, Bawor Kekepan untuk Eksetensi SKB ................. SKB NGANJUK Memaksimalkan Pendidikan Kecakapan Hidup ........... SKB DENPASAR, Menghasilkan SDM Terampil Penunjang Pariwisat .... Rumah Pintar ............................................................................................ RUMAH PINTAR DOLPIHN, Menggapai Asa di Kalangan Prajurit Kemaritiman ....................... RUMAH PINTAR MUNTI GUNUNG, Tngkatkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Lifeskill ................ RUMAH PINTAR YASMIN, Energi Pendidikan Usia Dini di Kota Palu ..
91 93 97 101 103 105 108 110 111 115 119 123 125 127 131 137 141 144 148 149 154 157 160 161 164 167
87
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
v
PENDAHULUAN
P
endidikan Nonformal (PNF) pada hakikatnya merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur sekolah, baik yang berjenjang maupun tidak berjenjang, dilembagakan ataupun belum dilembagakan, berkesinambungan atau tidak berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hayat.
Salah satu ciri yang membedakan dengan pendidikan formal adalah nilai fleksibilitas atau keluwesan dalam beberapa hal seperti usia peserta didik, kualifikasi pendidik, waktu belajar dan tempat pembelajaran. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal awalnya dirancang untuk berfungsi sebagai pusat, tempat dan/atau ajang belajar masyarakat sehingga terbentuk masyarakat pembelajar (learning society). Kehadiran PKBM sebenarnya memiliki latar belakang yang cukup panjang, jauh sebelum UU Sisdiknas tahun 2003 diterbitkan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan formal dan sistem persekolahan ternyata tidak cukup untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, masih tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya. Dipihak lain, kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan menitikberatkan pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Perhatian pemerintah pada pendidikan nonformal dan informal memang masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran dan fasilitas maupun berbagai sumberdaya lainnya yang jauh lebih besar dicurahkan bagi pendidikan formal dan persekolahan. Upaya mendorong partispasi masyarakat dikonkritkan dengan gagasan mewujudkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau Community Learning Centre. PKBM bukanlah sepenuhnya merupakan suatu konsep yang baru sama sekali. Sebagai contoh di Jepang PKBM dikenal sejak tahun 1949 dengan nama Kominkan. Kominkan telah turut memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan kemajuan masyarakat Jepang. Sampai dengan tahun 2004 diperkirakan ada sekitar 18.000 Kominkan terdapat di seluruh Jepang.
vi
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
1
Gagasan ini mendapatkan sambutan cukup baik oleh masyarakat dimana pada awal tahun 1998 mulai tumbuh beberapa PKBM di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Sebagai contoh PKBM ALPA dan PKBM Buana Mekar di Bandung, PKBM RCC Garuda di Yogyakarta, PKBM Gajah Mada di Cirebon, PKBM Pionir di Solo, PKBM Giri Mukti di Balikpapan, PKBM Dahlia di Mataram, dan sebagainya. Sejak itu, PKBM semakin dikenal luas dan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dari sisi kuantitas. Pada tahun 2004 sudah terdapat lebih dari 3.000 PKBM di seluruh Indonesia, tahun 2006 terdapat hampir dari 5.000 PKBM, dan pada akhir tahun 2014 hampir 10 ribuan PKBM di Indonesia Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM yang dirintis sejak tahun 1998 ini kemudian memulai babak baru ketika kemudian dinyatakan sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal yang diakui pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan PKBM sebagai salah satu Satuan Pendidikan Nonformal. Keberadaan PKBM dalam konstitusi diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan belajar masyarakat yang mungkin belum dapat terpenuhi melalui satuan-satuan pendidikan lainnya. Peran serta pemerintah yang masih terbatas kemudian menumbuhkan berbagai peran serta dan partispasi masyarakat. Gerakan dalam penurunan buta aksara misalnya, menumbuhkan berbagai pendirian taman bacaan dan perpustakaan masyarakat di berbagai pelosok. Taman Bacaan Masyarakat lahir dari adanya keinginan untuk menyediakan bacaan untuk memberikan layanan kepada anak usia dini, melek aksara parsial, aksarawan baru, peserta didik pendidikan kesetaraan, dan masyarakat pada umumnya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keberaksaraan. Karenanya memang koleksi bacaan TBM lebih kepada bacaan praktis , kewirausahaan, kebangsaan, keagamaan dan buku anak-anak. Sebagian anggota masyarakat dengan inisiatif masingmasing tergugah untuk menyediakan sebagain
2
GELIAT GE G ELLIIAT IA ATT PENDIDIKAN PEEN NDI DD DIIKA KAN NONF NONFORMAL N ORMAL
fasilitas tempat tinggalnya bagi anggota masyarakat sekitarnya mengakses bahan bacaan atau tempat berkumpulnya sejumlaha anggota masyarakat membicarakan berbagai informasi yang berkembang. Tempat inilah yang dikemudian dikenal dengan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kehadiran TBM menjadi tempat yang kondusif untuk menggugah masyarakat membiasakan dirinya secara teratur. Dalam beberapata tahun memang pemerintah secara gencar mendorong agar masyarakat berpartisipasi secara luas untuk berperan serta dalam pendirian maupun pengembangan dan peningkatan penyelenggaraan TBM. Berkembangnya TBM di ruang fublik seperti mall, pasar, terminal, bandara, rumah sakit juga memberikan harapan agar TBM lebih dapat meluas dan diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk adanya gagasan TBM kreatif rekreatif yang secara serius digarap oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada jalur pendidikan nonformal keberadaan TBM dianggap sangat strategis dan merupakan ujung tombak dalam memasyarakatkan gemar dan kebiasaan membaca sehingga menjadi salah satu ciri kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya mengembangkan dan memberdayakan TBM sehingga menjadi wadah yang mampu menyediakan berbagai bahan belajar yang dibutuhkan masyarakat serta sekaligus sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar serta tempat untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan masyarakat. Oleh karena itu, TBM perlu dikelola oleh mereka yang memiliki dedikasi dan kemampuan teknis dalam mengelola dan melaksanakan layanan kepustakaan kepada masyarakat di samping menyediakan berbagai jenis bahan bacaan. TBM tdak lagi hanya sekedar menjadi tempat baca, tetapi sudah menjadi pusat pembelajaran dimana berbagai aktivitas dapat dilakukan di TBM. Sejalan dengan itu pemerintah berusaha memperjelaskan eksistensi perannya dalam pendidikan nonformal dengan membentuk UPT PNF yang dikenal dengan Sanggar Kegiatan Belajat (SKB). SKB merupakan salah satu wadah pendidikan nonformal yang dimiliki pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. SKB dapat berperan sebagai wadah untuk memenuhi
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
3
kebutuhan pendidikan yang tidak diperoleh masyarakat pada pendidikan formal, baik sebagai penambah, pelengkap, ataupun pengganti. SKB sebagai lembaga pendidikan nonformal menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang profesional. Didalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 tahun 1997 menegaskan tugas pokok SKB adalah melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian pelaksana program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga berdasarkan kebijaksanaan teknis Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga. Kemudian fungsi yang menjadi tanggungjawabnya adalah: (1) pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam pelaksanaan azas saling membelajarkan; (3) pemberian layanan informasi kegiatan pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga; (4) pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga; (5) penyusun dan pengadaan sarana belajar muatan lokal; (6) pengadaan sarana dan fasilitas belajar; (7) pengintegrasian dan penyinkronisasi kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga; (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar. Pelaksanaannya, SKB yang dimotori Pamong Belajar merumuskan rencana serta langkah-langkah strategis dalam rangka mengoptimalkan segala potensi yang ada, sehingga diharapkan penyelenggaraan pendidikan nonformal benar-benar dapat dirasakan peran dan manfaatnya oleh masyarakat sasaran, sehingga keberadaannya menjadi tolehan positif bagi pemerintah daerah setempat sehingga akan “diperhatikan dan dilibatkan baik dalam program pembangunan daerah maupun dukungan anggaran yang berhubungan dengan kesejahteraan. SKB memiliki peluang besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Sistem penyelenggaraan pendidikan yang bersifat fleksibel, multi exit dan multi entry, lebih mementingkan pengembangan kompetensi lulusan menjadi ciri khas SKB. Dengan demikian, SKB dalam kegiatan pendidikannya adalah mempersiapkan peserta didik melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan atau mempersiapkan peseta didik menjadi tenaga kerja yang mampu membuka usaha mandiri dan atau tenag kerja sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri dengan menggunakan pendekatan pendidikan nonformal. Rumah Pintar sebagai satuan PNF sejenis juga menjadi hal penting dalam perkembangan pendidikan nonformal dan informal di Indonesia. Dukungan pemerintah yang sangat gencar terutama dimotori SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet 4
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Indonesia Bersatu) turun memperluas keberadaan rumah Pintar di Indonesia. Dimulai pada pada tahun 2005, keinginan untuk turut berperan secara nyata dalam menyejahterakan bangsa, maka Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) menggagas Program Indonesia Pintar. Tujuan utama dari Program Indonesia Pintar adalah mewujudkan masyarakat berpengetahuan, masyarakat sejahtera (welfare society) dan masyarakat yang beradab (civilized society). Rumah Pintar sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dapat mewadahi berbagai kegiatan dimulai dari pendidikan anak usia dini, remaja, kaum perempuan juga kelompok lanjut usia. Diharapkan melalui Rumpin terbangun masyarakat cerdas, inovatif, kreatif, mandiri yang sejahtera. Dengan terbitnya Permendikbud No. 86/2014 tentang pendirian satuan pendidikan nonformal kian memantapkan keberadaan Rumah Pintar sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal yang diakui secara yuridis formal sehingga secara jelas dapat melaksanakan segala kegiatan pendidikan nonformal sebagaimana satuan pendidikan nonformal lannya. Rentang panjang perjalanan panjang pendidikan nonformal dengan berbagai kiprah lembaga pendidikan nonformal beberapa tahun terakhir telah menghasilkan sejumlah cerita keberhasilan. Kisah keberhasilan tentu saja amat potensial menjadi inspirasi bagi implementasi kegiatan sejenis. Kesuksesan tidak muncul seketika (instant) tanpa kerja keras dan konsistensi hingga menemukan pendekatan yang tepat dalam pendidikan dan pemberdayaan masyarakat . Kisah sukses tentang penyelenggaraan pendidikan nonformal dapat dipastikan diinisiasi oleh para penggiat PNF dalam memfasilitasi kegiatan dengan menggunakan strategi dan pendekatan yang akan berbeda tergantung kondisi geografis, sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Para penggiat pendidikan nonformal mengkombinasikan strategi pendidikan dan pemberdayaan dengan berbagai potensi lokal masyarakat. Terbukti memang berbagai program dan kegiatan pendidikan masyarakat telah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Banyak cerita dimana lembaga PNF telah menghasilkan lulusan yang menjadi kepala daerah, wirausahaan, kuliah di perguruan tinggi ternama dan lainnya, dan lembaga yang berhasil memberdayakan masyarakat miskin dan terpinggirkan. Disamping itu banyak lembaga yang telah mencatatkan prestasi dan mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dari Kementerian lain. Kegiatan dan kiprah berbagai lembaga pendidikan nonformal tentunya akan lebih bermakna manakala dapat menjadi sumber ide dan inspirasi, dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peran pendidikan nonformal dimasyarakat.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
5
PKBM TIARA DEZZY
PKBM
Mengolah Potensi Menuai Prestasi
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
T
ak terasa, hampir genap tujuh tahun PKBM Tiara Dezzy Kota Samarinda berdiri. Sebuah prestasi membanggakan akhir nya didapat, pada tahun 2014 PKBM Tiara Dezzy dianugerahi juara pertama PKBM Berprestasi tingkat Nasional pada puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) di KendariSulawesi Tenggara, yang dua tahun sebelumnya 2012 Juara pertama Pengelola PKBM PTKPAUDNI Berprestasi Provinsi Kalimantan Timur. Sebuah prestasi yang tentu saja tidak diraih secara instan, melainkan buah dari pengabdian dan proses yang cukup panjang.
Ketika memasuki lokasi PKBM Tiara Dezzy, bangunan yang tertata rapi, bersih dan dan dilengkapi dengan berbagai peralatan belajar serta keterampilan khususnya olahan makanan, dan menjahit, menunjukkan bahwa lembaga ini benar eksis memberdayakan masyarakat melalui pendidikan keterampilan bagi peserta didik. “Tak kurang dari seribu orang masyarakat warga belajar binaan kami telah dibelajarkan dan dilatih berbagai keterampilan di PKBM ini’ Siti Jumariah menjelaskan. “PKBM ini telah menjadi pusat pelatihan agar masyarakat menjadi berdaya” dia menambahkan. PKBM Tiara Dezzy yang terletak di Jalan Bugis Mugirejo No. 75 C Rt.02 Kelurahan Mugirejo, Samarinda, Kalimantan Timur ini didirikan Dra. Hj. Siti Jumariyah. Perempuan kelahiran Ambarawa, 48 tahun silam menceritakan bagaiman niat awal pendirian PKBM ini adalah untuk ikut berperan serta membantu pemerintah memberantas buta aksara ,dan menyediakan referensi bahan bacaan bagi masyarakat sekitar serta memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini.
6
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
7
Dalam kegiatannya PKBM Tiara Dezy berupaya memberdayakan masyarakat di sekitar dengan memberikan pelatihan keterampilan dengan bahan utama dari potensi lokal Provinsi Kalimantan Timur seperti rotan, batik kalimantan timur, limbah tempurung kelapa, kerajinan manik, olahan bawang tiwai/bawang dayak, serta budidaya ikan lele dan hasil olahan lele seperti nugget lele, bakso lele, kerupuk lele, stik lele, abon lele dan sebagainya. “Sejak tahun 2011 kami telah memiliki kolam budidaya perikanan air tawar seperti ikan lele sangkuriang, nila, patin, ikan mas dan gurami yang dibuat sebagai bahan baku unit usaha olahan berbagai jenis produk kerupuk ikan dan aneka keripik” Jumariah menjelaskan. Tidak hanya olahan ikan lele, tanaman bawang tiwai yang merupakan obat herbal turun temurun dari suku dayak, mulai dikembangkan di PKBM menjadi olahan makanan & minuman seperti cemilan stik tiwai, sirup, teh celup, instant, lulur serta es krim. Hasilnya cukup menggembirakan tingkat produksi olahan bawang tiwai yang makin meningkat, kini PKBM mengembangkan perkebunan bawang tiwai yang cukup luas. Sehingga produk yang dihasilkan diolah dari hasil perkebunan organik milik PKBM sendiri. “Alhamdulillah, olahan kami malah sudah mendapatkan perijinan dari balai POM dan label halal dari MUI untuk semua produk” ujar Jumariah. “Kami menyadari bahwa produk hasil olahan PKBM jika terus dikembangkan akan berdampak baik bagi peningkatan ekonomi warga dan kemandirian PKBM , sehingga kami terus berupaya meningkatkan kualitas produk dan mengembangkan banyak inovasi terbaru lainnya” tambahnya menjelaskan. Seiring semakin berkembangnya kegiatan dan program di PKBM, para pengurus PKBM Tiara Dezzy menyadari akan pentingnya penataan arsip dan dokumentasi lembaga. Sejak tahun 2014 lalu, PKBM Tiara Dezzy menciptakan inovasi yang dinamakan “Ruang Arsip” dimana manajemen pengelolaan arsip ini dirapikan dengan sebuah konsep berbasis IT dengan mengadopsi software perpustakaan. Berbagai arsip yang disusun dikelola dengan canggih dan masing-masing sudah bernomor barcode. Tidak hanya itu, sistem pengaturan arsip juga tersusun rapi dengan sistem penomoran rak penyimpanan yang tertata rapi. “Proses manajemen seperti ini mampu
8
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
memudahkan kinerja pengelola serta para tutor dan pendidik di PKBM Tiara Dezzy” ujar Siti Khadijah, salah seorang staf PKBM Tiara Dezzy. Untuk proses pengembangan tindak lanjut akan dikembangkan manajemen pengelolaan arsip ini menjadi digital dalam bentuk e-book (electronic book), sehingga kekhawatiran tentang arsip yang rusak atau hilang dapat diminimalisasi dengan manajemen seperti tadi. Inovasi lainnya dari program Taman Bacaan Masyarakat adalah Bioskop Literasi yaitu sebuah media literasi yang efektif untuk membangun budaya baca masyarakat. Bioskop Literasi adalah sebuah bahan pustaka unik dan kreatif yang mampu menjadi bahan pustaka dan media pembelajaran kreatif bagi semua tutor dan pendidik pada setiap program PKBM, berupaya membuat masyarakat menyenangi kegiatan membaca dengan cara yang menyenangkan. Dibuat dengan media yang menarik, serta dapat menampilkan gambar seperti proyektor dan bersifat mobile (mudah dibawa dan dipindahkan), maka bioskop literasi ini menjadi sarana media literasi yang orisinil dan efektif untuk membantu para tutor di setiap program PKBM dalam melakukan proses pembelajaran. Bioskop Literasi dipakai oleh para pendidik PAUD untuk berbagai kegiatan seperti mendongeng, pengajaran bahasa Inggris, dan sebagainya. Bagi para tutor Keaksaraan, Bioskop Literasi ini juga memudahkan dan menjadi media interaktif yang efektif untuk mempercepat proses pembelajaran calistung bagi para warga belajar. Bioskop Literasi juga dapat menjadi media untuk pembelajaran kursus dan keterampilan seperti tata kecantikan kulit, menjahit, anyaman rotan/handcraft dan sebagainya. Inovasi dalam mengembangkan TBM akhirnya mengantarkan TBM Tiara Dezzy memperoleh penghargaan pengelola TBM terbaik pertama pada apresiasi PTK PAUDNI berprestasi tahun 2015 di Medan. Sasaran warga belajar PKBM utamanya adalah mereka yang putus sekolah karena ketiadaan biaya mampu menjadi ‘setara” dengan masyarakat bersekolah lainnya dengan program pendidikan kesetaraan Paket A, B dan C dengan lifeskill/ keterampilan yang diperoleh di PKBM Tiara Dezzy ”. Selain itu, perekonomian
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
9
masyarakat terus ditingkatkan dengan berbagai keterampilan dan produk yang dihasilkan.
PKBM KURANJI Banjarbaru
Untuk mendukung pembiayaan kegiatan di PKBM dibentuk “Tiara Dezzy Mart” yang merupakan salah satu unit usaha PKBM menjual produk yang dihasilkan bekerja sama dengan Mall Giant, UKM centre, supermarket dan toko-toko lainnya.
Pengabdian & Prestasi Tiada Henti
Kegiatan expo, pameran di berbagai tempat baik tingkat lokal, propinsi dan nasional juga menjadi alternatif yang mampu meningkatkan hasil penjualan produk. Kegiatan kemitraan dengan Dinas Sosial, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dispora, BLKI, PNPM, BKM serta Disperinagkop semakin terjalin sehingga mampu mengembangkan program-program kegiatan di PKBM Tiara Dezzy
H
ari itu nampak keramaian yang lain dari biasanya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kuranji Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Ternyata di PKBM sedang kedatangan tim penilai pusat lomba posyandu nasional dari BKKBN Jakarta, untuk penilaian lomba posyandu. Rupanya posyandu di PKBM Kuranji yang sebelumnya terpilih sebagai posyandu terbaik di Kota Banjarbaru tahun 2014 masuk sebagai nominasi posyandu terbaik di Indonesia. Nampak hadir ketua TP PKK Provinsi Kalimantan Selatan, sekaligus isteri gubernur provinsi Kalimantan Selatan, BKKBBN Kalsel, Walikota Banjarbaru, ketua TP PKK Kota Banjarbaru, dan pejabat dari Pemerintah Kota Banjarbaru lainnya.
Tidak ada kata berhenti untuk berinovasi dan berkarya, PKBM Tiara Dezzy akan terus berusaha melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat agar mampu meningkatkan taraf hidup dan kemandirian warga. Tiara Dezzy Jalan Bugis Mugirejo No. 75 C Rt.02 Kelurahan Mugirejo, Samarinda, Kalimantan Timur
10
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Menurut Eva Febriany ketua PKBM kuranji, terpilihnya posyandu kuranji masuk nominasi nasional setelah sebelumnya menjadi posyandu terbaik Kota Banjarbaru 2104. Posyandu ini merupakan layanan PKBM, disamping kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bina Keluarga Balita (BKB), kursus tata rias pengantin, warung posyandu, pengelolaan kolam ikan, pengolahan abon ikan, dan pendidikan kesetaraan Paket B & C, pendidikan keaksaraan, dan taman bacaan masyarakat. Syamsul Bahri ketua RT.31 RW 5, Kelurahan Kuranji mengatakan warga sekitar sangat terbantu dengan ada kegiatan pendidikan dan posyandu di PKBM Kuranji. “Disini anakanak dapat belajar, memeriksakan kesehatan, dan berobat kapanpun diperlukan, warga juga dibimbing keterampilan seperti membuat abon ikan dan tata rias pengantin, karenanya warga masyarakat sini sangat senang dan mendukung keberadaan PKBM dan posyandu ini”.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
11
Posyandu PKBM Kuranji kemudian berhasil menjadi juara terbaik pelaksana posyandu kota tingkat nasional. Sebuah prestasi membanggga kan bukan saja bagi PKBM Kuranji, tapi juga bagi Kota Banjarbaru, dan Provinsi Kalimantan Selatan. PKBM Kuranji tidak hanya memberikan layanan pendidikan nonformal yang baik, tapi juga layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat sekitar. “Alasan kenapa saya menggeluti pendidikan nonformal karena saya berasal dari keluarga kurang mampu, dimana tidak bisa ikut kursus keterampilan karena tidak punya uang, saya tidak ingin masyarakat disekitar saya mengalami hal serupa dengan saya dulu” Eva menjelaskan. Sebagai warga pendatang dari Kota Bandung, diawal berdirinya PKBM februari 2008, masyarakat masih belum begitu percaya dan yakin dengan kehadiran PKBM Kuranji. “mungkin karena saya adalah pendatang/perantau bukan asli orang Banjar, sementara masyarakat di sekitar PKBM mayoritas adalah penduduk asli banjar, sehingga mereka meragukan saya” kenang Eva. Desa Kuranji dulunya memang terkenal sebagai daerah yang rawan dengan penyakit sosial seperti mabuk-mabukan, pencurian dan perampokan, bahkan pembunuhan. Berbekal keyakinan dan kemantapan hati didukung oleh keluarga terutama suami yang memberikan dukungan moril dan materiil akhirnya kegiatan di PKBM dapat berjalan, termasuk dukungan dari lurah dan tokoh masyarakat sekitar. “bangunan PKBM yang kita tempati awalnya adalah rumah pinjaman dari seorang pengusaha asal Bali bernama I Gede Suardana’ ujar Eva. Kata “Kuranji” sendiri adalah nama desa/ jalan dimana PKBM berdiri supaya masyarakat disekitar PKBM merasa memiliki PKBM tersebut. Pada awal PKBM berdiri, kegiatan yang dilakukan adalah pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan peserta didik berjumlah 14 orang, kursus elektronik berjumlah 10 orang, dan keterampilan tata rias pengantin sebanyak 10 orang. “Kegiatan tersebut dilaksanakan secara cuma-cuma alias gratis” kata Eva. Sarana prasarana saat itu tentu saja sangat terbatas dan seadanya, untuk APE PAUD banyak menggunakan limbah yang saya buat sendiri menjadi APE dalam untuk bermain anakanak” tambah Eva menjelaskan. Memulai sesuatu tentunya pasti terasa berat, sama halnya dengan PKBM Kuranji pada awal berdirinya, Dengan jemput bola, Eva datang mengunjung masyarakat di rumahnya dan berusaha meyakinkan warga untuk mengikuti kegiatan di PKBM.
12
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Remaja puteri dan ibu diyakinkan bahwa kursus tata rias pengantin di PKBM tanpa dipungut biaya, bahkan bagi yang serius akan diberi alat praktek. Bersamaan itu juga, didirikan posyandu di PKBM untuk melayani kesehatan balita dan ibu hamil masyarakat sekitar. Mulai saat itulah lambat laun keberadaan PKBM Kuranji dapat diterima masyarakat sekitar PKBM. Seiring berjalannya waktu, PKBM Kuranji menunjukkan kemajuan yang pesat, mulai berdiri hanya satu bangunan rumah tipe 36, sekarang sudah mempunyai tiga bangunan yaitu bangunan untuk ruang kantor dan toko untuk memasarkan hasil produksi, ruang posyandu, ruang pertemuan & ruang komputer, ruang kursus tata rias pengantin & menjahit, ruang pendidik, ruang terbuka untuk taman bacaan masyarakat & taman bermain. Bangunan lainnya untuk pendidikan anak usia dini terpadu, TK & kelompok bermain, yang juga dipergunakan untuk kegiatan BKB (bina keluarga balita). Bangunan terakhir adalah bangunan unit usaha/tempat produksi abon dan frozen food. Selain posyandu untuk balita dan lansia, hampir semua kegiatan pendidikan nonformal dilakukan seperti PAUD, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, taman bacaan masyarakat, program keterampilan dan pengembangan usaha produktif. Sejak tahun 2013, PKBM Kuranji merintis dan mengembangkan unit usaha pembuatan abon ikan patin, lele, gabus, belut dan sekarang berkembang dengan menambah usaha pembuatan frozen food: otak-otak , kaki naga dan siomay dari ikan patin. “Alhamdulillah, usaha ini sudah mulai berkembang dan dikenal masyarakat, bahkan PKBM Kuranji memperoleh penghargaan juara 3 pengolah ikan terbaik tingkat propinsi tahun 2014. kedepannya PKBM ingin mengembangkan sentra oleh-oleh bagi mayarakat yang ingin bepergian karena memang letaknya yang tidak jauh dari Bandar udara Banjarbaru” Eva menjelaskan. PKBM Kuranji juga mengembangkan 2 Pojok Baca di 2 RT, yaitu ada TBM Iqro 1 di RT 34 Guntung Harapan dan TBM Iqro 2 di RT 32 Pulau Beruang. Pendidikan nonformal di PKBM Kuranji telah menghasilkan lulusan dimana sudah 178 murid PAUD yang diluluskan, Program Paket B telah meluluskan 25 orang, dan Pendidikan keaksaraan 55 orang. Untuk program keterampilan dan magang usaha sudah ratusan orang yang mengikuti kegiatan di PKBM ini’ Eva menambahkan Menyadari pentingnya kemitraan dan kerjasama, Eva secara aktif melakukan rintisan kerjasama dengan instansi pemerintah, seperti dinas perikanan, disperindag, dinas koperasi, dinas kesehatan, dinas pendidikan, BPM-KB, BKKBN, termasuk dengan berbagai perusahaan seperti PT Antang Gunung Meratus,Telkom, Angkasa Pura dan
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
13
PKBM AL FALAH
Pengabdian Berbuah Prestasi M
emasuki Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) kita akan dhadapkan pada ruangan kantor yang tidak terlalu luas, tetapi tertata rapi dengan penataan arsip, dokumen, dan berbagai piala dan penghargaan yang diletakkan tertata rapi. Ternyata, walau terletak dipinggiran Kota Banjarmasin, PKBM Al Falah yang beralamat terletak Jalan Veteran Km, 6 Rt 5 No.35 Kelurahan Sungai Lulut ini ternyata memiliki prestasi yang cukup mentereng.
PT Jafpa, Hotel Novotel, Super Market GIANT. Kerjasama dilakukan dalam bentuk sebagai mitra binaan maupun pemasaran hasil produksi PKBM. Pada tahun 2011, PKBM Kuranji bahkan mendapatkan penghargaan sebagai Mitra Binaan Terbaik TW II dari PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area VI Kalimatan. Tak ada usaha yang sia-sia, setelah tujuh tahun mengembangkan PKBM Kuranji, akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014 memberikan apresiasi kepada Eva Febriani sebagai Juara ketiga lomba pengelola PKBM Tingkat Nasional. Pada tahun yang sama juga PKBM Kuranji menerima penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Juara Harapan Pertama PKBM berprestasi tingkat nasional. Sebuah prestasi yang merupakan hasil dari buah komitmen, keikhlasan dan kerja keras. PKBM Kuranji Jalan Ahmad Yani Km.28 Komp.Hasta Karya No.33 RT 31 RW05 Kel. Guntung Manggis Kec. Landasan Ulin Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan
14
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Pada tingkat nasional, tahun 2009 PKBM Al Falah pernah memperoleh penghargaan juara harapan satu lomba karya tulis pendidik KF. Pada tahun yang sama mendapatkan juara delapan Tutor KF Jambore PTK-PNFI tahun 2009, dan tahun 2013 mendapatkan penghargaan juara harapan satu Pengelola PKBM berprestasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di Provinsi Kalimantan Selatan, PKBM Al Falah termasuk lembaga pendidikan nonformal yang diunggulkan dengan prestasi juara pertama lomba Tutor KF Jambore PTK-PNF (2009), juara pertama TBM (2011), juara pertama lomba Pengelola PKBM (2013). Kota Banjarmasin, tahun 2013 pernah terpilih juara satu lomba Pengelola PKBM. Prestasi tersebut, menurut Dra. Habibah pendiri dan pengelola PKBM Al Falah melalui proses yang panjang dan tentu saja tidak mudah. Kiprah Habibah, dimulai sejak tahun 2006 dalam kegiatan kemasyarakatan melalui kegiatan majelis taklim, posyandu balita dan pemberantasan buta aksara. Dua tahun kemudian (2008) melayani pendidikan
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
15
anak usia dini yaitu program Satuan Paud Sejenis (SPS ) dengan sasaran anak Posyandu Balita dari usia 1 sampai 5 tahun yang dilaksanakan seminggu tiga kali pada hari jum’at, sabtu dan minggu, bertempat di teras rumah menampung anak sekitar 25 orang yang apabila hari hujan semua kegiatan anak-anak dipindahkan ke lantai dua rumah karena kebetulan lantai dua rumah tersebut biasa digunakan untuk pengajian ibu-ibu majelis taklim yang biasanya dilaksanakan seminggu sekali setiap malam sabtu dan Alhamdulillah berjalan sampai sekarang.
Selain akademik, keterampilan juga diberikan di PKBM ini seperti menjahit pakaian, “Mudaha-mudahan setelah ikut kursus menjahit di PKBM Al Falah saya bisa buka usaha dan tidak lagi menjadi tukang cuci pakaian, saya ingin merubah nasib saya supaya tidak selamanya menjadi buruh cuci pakaian” kata seorang ibu. Di PKBM Al falah ini juga diajarkan keterampilan cara membuat aneka kue bagi para remaja puteri dan para ibu di sekitar PKBM. “Disini lebih disukai mengajarkan keterampilan yang praktis dan disukai masyarakat sekitar seperti menjahit dan membuat kue” ujar Habibah.
Melihat antusias masyarakat yang sangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya, Habibah berinisiatif untuk membuka PKBM dengan maksud agar kegiatan tidak hanya PAUD, akan tetapi juga kegiatan lain seperti program pendidikan kesetaraan Paket A, B dan C, program pendidikn keaksaraan, dan kursus keterampilan. ‘Daerah PKBM adalah pinggiran Kota Banjarmasin ini memang masih banyak yang putus sekolah, bahkan masih ada yang buta aksara’ Habibah peraih juara empat PKBM berprestasi tingkat nasional tahun 2013 dan juara 4 tutor keasaraan tingkat nasional tahun 2010 ini menjelaskan.
Kegiatan di PKBM saat ini sudah berkembang pesat seperti Pendidikan Kesetaraan Paket B dan C, Program Keaksaraan Dasar dan Keaksaraan usaha Mandiri, Pendidikan Anak Usia Dini, Posyandu Balita, Posyandu Lansia dan kegiatan Bina Keluarga Balita khususnya orang tua dari anak Balita dan anak PAUD. “Kegiatan posyandu merupakan kegiatan yang tidak lepas dari PKBM sebagai layanan kesehatan selain pendidikan, karena memang lokasi PKBM berada dipemukiman penduduk yang padat’ kata Habibah. Posyandu di PKBM Al Falah pada tahun 2013 bahkan pernah mendapatkan penghargaan juara kedua lomba Posyandu Berintegrasi dan juara pertama Lomba Ketua Bina Keluarga Balita ( BKB ) Provinsi Kalimantan Selatan.
“Awalnya keluarga kurang mendukung karena dianggap tidak mampu dalam memimpin dan mengelola lembaga, apalagi waktu itu pendidikan saya cuma SMA dan pekerjaan hanya sebagai ibu rumah tangga’ kenang Habibah. Ternyata hal itu yang menjadi pendorong Habibah untuk serius dalam mengelola PKBM yang dia dirikan. Akhirnya dukungan keluarga dan masyarakat sekitar dan Lurah Sungai Lulut dan Ketua RT 5 dan Rt 6 sekitar lokasi PKBM menjadi hal yang terus memompa semangat Habibah “Modal pertama dalam mendirikan PKBM ini hanya uang lima juta rupiah, sarana prasarana meja belajar hanya 10 meja sumbangan dari SD terdekat yang sudah tidak terpakai lagi lalu kami perbaiki dan dicat sehingga kelihatan baru dan bias digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, kegiatan hanya dilakukan dengan lesehan karena saat itu belum mampu membeli kursi dan kelengkapan lainya” ujar Habibah. Berkat dukungan bantuan dana rintisan APBN kota Banjarmasin sebesar duapuluh lima juta rupiah akhirnya habibah memberanikan membeli tanah seluas 11 meter x 11 meter dan dengan biaya seadanya mendirikan bangunan seluas 9 x 9 meter dibagi dengan tiga ruang satu ruang untuk pengurus dan dua ruang untuk kegiatan pembelajaran. Di tempat inilah kegatan yang semula dilakukan di rumah dipindahkan dan dpusatkan Akhirnya setelah berjalan selama sekitar tujuh tahun melewati PKBM ini sudah mempunyai lima ruang dan di lantai dua ada dua ruangan dan semua itu digunakan untuk kegiatan pembelajaran KF, PAUD dan Paket C serta kegiatan keterampilan lainya.
16
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Sejak tahun 2013, PKBM Al Falah mendirikan “bank sampah” dengan tujuan agar masyarakat sekitar, warga belajar dan anak didik PAUD lebih peduli dengan kebersihan dan peduli lingkungan, kegiatan ini dengan transaksi setiap satu minggu sekali dan hasil dari penjualan sampah tersebut ditabung dan setiap saat warga bisa mengambil uangnya setiap bulan di PKBM. Pengelolaan Bank Sampah ini dilakukan bekerjasama dengan kecamatan Banjarmasin Timur dan Kelurahan Sungai Lulut, bahkan PKBM Al Falah pada tahun 2014 mendapatkan penghargaan juara pertama Lomba Bank Sampah tingkat Kota Banjarmasin. Sekarang PKBM Al Falah sedang melakukan perluasan bangunan ruang kelas baru di samping PKBM untuk menambah bangunan sebelumnya berlantai dua. “kami ingin setiap program mempunyai ruang kelas sendiri, supaya lebih memudahkan dalam penataan kelas” ujar Habibah menutup pembicaraan. PKBM Al Falah Jalan Veteran Km, 6 Rt 5 No.35 Kelurahan Sungai Lulut Kecamatan Banjarmasin Timur Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
17
PKBM LUTFILLAH
Kreativitas Berbuah Prestasi
K
ota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah adalah termasuk kota tertata rapi dengan jalan yang lebar, luas dan jarangterlihat kemacetan seperti kota besar pada umumnya. Namun, gambaran tersebut sangat berbeda ketika memasuki daerah Rindang Banua, lokasi dimana PKBM Luthfillah berada. Lokasi PKBM yang juga dikenal dengan sebutan Puntun terletak dipingiran sungai Kahayan adalah pemukiman padat dengan kondisi tempat tinggal yang terbuat dari kayu dalam bentuk rumah panggung, yang dapat dikategorikan sebagai pemukiman padat dengan akses jalan dalam bentuk jembatan kayu yang hanya dapat dilalui kendaran roda dua dan tiga saja. PKBM Lutthfillah memang berada di pinggir sungai Kahayan, tepatnya di kawasan pelabuhan Rambang Kota Palangkaraya. Jalan menuju ke PKBM Luthfillah adalah merupakan jembatan susun terbuat dari kayu Ulin yang berarti kayu besi. Rumahrumah warga pun adalah rumah panggung karena tanah yang ada di bawahnya merupakan rawa dan merupakan aliran air sungai Kahayan ketika pasang surut
Pemukiman padat di Rindang Banua ini sangat diminati masyarakat, dikarenakan letak geografisnya yang dekat dengan seluruh fasilitas umum seperti pasar, puskesmas, sekolah, dan tempat ibadah. Menurut Khairia Ulfah,S.Pd (ketua PKBM Lutfillah), kedekatan berbagai fasilitas tersebut tidak menjamin kesejahteraan masyarakat sekitar baik dalam hal pendidikan maupun kesejahteraan ekonomi. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan ketersediaan fasilitas, minimnya pemahaman bahwa pendidikan dapat menunjang kesejahteraan diri dengan kata lain kebutuhan pendidikan terkalahkan oleh kebutuhan perut. Mayoritas pekerjaan warga sekitar adalah penambak ikan, pedagang pasar, tukang becak
18
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
dan ada pula yang menjadi buruh pasar. Hal demikian membuat warga sekitar PKBM Luthfillah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan kadang melupakan betapa pentingnya pendidikan. Minimnya pendidikan dapat memicu perkelahian serta perbuatan kriminal lainnya yang dapat merugikan warga, serta lebih memprihatinkan lagi terdapat warga-warga yang tidak sama sekali peduli dengan pendidikan dengan tidak menyekolahkan anak-anaknya di bangku sekolah padahal kondisi ekonomi dapat dikatakan berkecukupan. “Kaum ibu-ibu warga sekitar lingkungan PKBM sebagian buta aksara, yang terlihat ketika hendak mengisi suatu formulir tertent” kata khairia ulfa. Atas dasar kondisi inilah, pada Juli 2004 tumbuh tekad dari sekelompok anak muda untuk mendirikan wadah belajar yang mampu memberikan kesempatan warga masyarakat sekitar Rindang Banua Kelurahan Pahandut Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah untuk memberikan layanan pembelajaran, ”Kelompok belajar ini beberapa tahun kemudian didirikan dalam bentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dengan nama ”Luthfillah” yang bermakna Kelembutan Allah SWT. diambil dari nama Tokoh Ulama Besar Indonesia Habib Luthfi” kata Ulfah. Pada awal berdirinya PKBM “Luthfillah” masih meminjam dan menempati bangunan milik Dinas Sosial. Namun, dengan semangat swadaya pada tahun 2005 akhir, PKBM ”Luthfillah” berhasil mendirikan sebuah bangunan semi permanen dengan luas 900m2 yang beralamat di jalan Rindang Banua Gg. Manggis No. 26-33 RT. 03 RW. XXVI Kelurahan Pahandut Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Dengan segala keterbatasan berkat dukungan masyarakat sekitar, PKBM Lutfillah terus mengembangkan berbagai layanan pendidikan. Layanan program pendidikan nonformal yang dilakukan setiap tahun antara lain PAUD, pendidikan keaksaraan telah diselenggarakan sejak berdirinya PKBM Luthfillah, dan pendidikan kesetaraan. Bagi masyarakat yang ingin menambah pengetahuan dapat memanfaatkan bacaan di TBM. Keberadaan TBM di PKBM Luthfillah sangat membantu bagi masyarakat lingkungan PKBM pada umumnya dan peserta didik pada khususnya untuk mendapatkan informasi tanpa mengeluarkan biaya. Menyadari perlunya dukungan tenaga pengajar yang baik dan bermutu. tenaga pendidik direkrut dengan latar pendidikan sebagaian besar sarjana dimana hampir semuanya telah mengikuti pelatihan tutor baik tingkat kota, provinsi dan regional. Untuk keterampilan dan kegiatan ekstrakuler seperti pramuka dan sanggar seni
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
19
didukung oleh tenaga pelatih yang secara khusus membina program tersebut. Untuk meningkatkan keterampilan peserta didik program pendidikan kesetaraan PKBM melakukan latihan pemanfaatan kain perca, daur ulang kertas, limbah gelas aqua dan botol plastic, komputer, service HP, tata kecantikan, tata boga, sulam pita, sablon digital. “Keterampilan hidup/ life skill sangat diutamakan di PKBM kami, karena peserta didik lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi mereka baik secara fisik maupun materi”. Kata Ulfah” Jenis keterampilan yang dilaksanakan disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik namun tetap diberikan batasan yaitu jenis keterampilan yang mengarah pada unggulan lokal dan pemeliharaan lingkungan”.tambahnya menjelaskan. Untuk memasarkan hasil produk peserta didik, dilakukan kerjasama dengan berbagai mitra antara lain LKP Pratama Mulia, LKP El Tibiz, dan LKP Duta Komputer untuk keterampilan komputer bagi peserta didik, Play Group Day Care sebagai pelanggan tetap untuk pembuatan seragam, Barama Intercity sebagai mitra untuk magang peserta didik dalam keterampilan komputer, TPA Ainul Haq, TBA Ananda dan TBA Cerdas Mandiri sebagai pelanggan tetap untuk membuat seragam, Percetakan Sajati Murni sebagai mitra untuk magang peserta didik dalam keterampilan komputer dan sablon digital, Kantin Nahdhatul Ulama, untuk menjual kue hasil buatan peserta didik, dan Toko Denis, mitra yang menerima titpan produk sulam pita dan pemanfaatan limbah. Untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan peserta didik agar tidak tidak hanya tergantung untuk bekerja pada orang lain, maka dikembangkan kegiatan usaha antara lain; perbaikan service HP, percetakan mini, kafe Jus, jual makanan ringan dan kue, pelayanan jasa menjahit, penjualan pulsa elektrik secara partai dan eceran, dan penjualan aksesories hasil sisa limbah, dan jasa loundry. “untuk jasa laundry kami mempunyai outlet sendiri dimana para ibu peserta program keaksaraan yang mencuci dan menyetrika pakaian”, jelas Ulfa selanjutnya. PKBM Lutfillah mempunyai unit usaha, yaitu tambak ikan sungai dimana hampir rata-rata setiap 5 s.d 6 bulan sekali melakukan panen. Petugas pemelihara tambak ini direkrut dari warga belajar PKBM Luthfillah dimana warga mendapatkan pembagian hasil serta pengalaman tentang memelihara tambak ikan sungai. Hingga sampai dengan saat ini PKBM Luthfillah memilki sembilan unit tambak keramba ikan, 20
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
dan outlet pelatihan dan penjualan handycraft dari kain flanel, kain perca, lampu botol bekas. Outlet keterampilan untuk display barang hasil keterampilan peserta didik serta menjual dan menerima pesanan produk dari kain flanel, acrelic, limbah koran. Outlet ini beralamatkan Jl. Bali (Ujung) Kav. 16-18 (Komp. Pertokoan Jl. Bali/Batam-Seberang Hotel Serasi). Tidak akan ada pekerjaan dan usaha yang sia-sia. Berbagai program yang telah dilaksanakan akhirnya banyak mendapatkan apresiasi baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, antara lain, Juara pertama manajemen PKBM tingkat provinsi Kalteng tahun 2008, Juara favorit lomba PKBM berprestasi tingkat nasional di Batu Malang tahun 2009, Juara I lomba KF tingkat kota Palangkaraya tahun 2009, Penghargaan Walikota Palangkaraya Pendidikan Masyarakat Kreatif 2012, Penghargaan Gubernur Kalimantan Tengah Pelopor Pendidikan 2012, Juara I Pengelola PKBM PTK-PAUDNI Tk. Kalimantan Tengah 2013, Juara I Tutor KF PTK-PAUDNI Tk. Kalimantan Tengah 2013, Juara II Pengelola TBM PTKPAUDNI Tk. Kalimantan Tengah 2013. Yang paling membanggakan bagi PKBM Luthfillah adalah pada bulan September 2012, pada puncak peringatan Hari Aksara Internasional ke-47 di Palangkaraya, PKBM Lutfillah mendapat penghargaan sebagai Juara pertama PKBM Berprestasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan pada tahun 2015, baru-baru ini mendapatkan penghargaan juara Kedua Pengelola PKBM terbaik tingkat nasional Apresiasi PTK PAUDNI Berprestasi tahun 2015 di Medan. Kedepannya, para pengurus dengan segala semangatnya bercita-cita ingin menjadikan PKBM “Lutfillah” sebagai lembaga yang mandiri, bermutu dan berdaya saing tinggi. Dengan manajemen PKBM yang menganut sistem “full day and full time to service” artinya tak ada kata libur untuk melayani masyarakat yang memerlukan, cita-cita tersebut akan cepat terwujud. Embrio kreativitas dan kemandirian telah tumbuh, tinggal bagaimana memelihara dan mengembangkannnya. Kemandirian adalah kata kunci dari kehidupan. Jika kemandirian lembaga telah tumbuh, lembaga PKBM tidak akan mudah layu dan mati, semoga….. PKBM Lutfillah Jalan Rindang Banua Gg. Manggis No. 26-33 RT. 03 RW. XXVI Kelurahan Pahandut Kec Pahandut Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
21
PKBM GENERASI AMANAH
Mengemban Amanah Menuai Cinta
P
enduduk di wilayah Pasir Hitam, Desa Sampali, selama puluhan tahun terkenal sebagai masyarakat “penglaju”, yakni penduduk yang tinggal di pinggiran Kota Medan, Sumatera Utara, dan mencari nafkah ke dalam kota. Dulu, sebelum kredit motor mudah didapat, berbondong-bondong penduduk Desa Sampali tiap pagi mengayuh sepeda menuju Kota Medan untuk bekerja sebagai tukang cuci, lalu pulang kala senja tiba. Jangankan memikirkan pendidikan anak, bahkan untuk belajar membaca pun tak lagi dipedulikan. Kondisi ini membuat masyarakat di pinggiran Kota Medan banyak yang mengalami buta aksara. Indra Prawira, ST, saat itu bekerja sebagai dosen di LP3I, ingin mengubah kondisi masyarakat. Bersama istrinya, Arie D. Ningsih, ST, mereka mengambil keputusan untuk membuat PAUD. Kebetulan, program ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Lewat PAUD, pikir Indra, merupakan satu langkah awal menyusun berbagai program memberdayakan masyarakat.
Sang ayah yang menjadi supir Angkutan Kota (Angkot) Kenari mendukung niat Indra. Di tahun 2006, garasi di rumah kemudian ‘disulap’ menjadi PAUD “Generasi Amanah”. Awalnya tak mudah, hanya ada tujuh anak belajar di PAUD yang dibina istrinya, Ningsih. Sebagai dosen, Indra lalu mencari informasi program bantuan dari berbagai perusahaan. PT Telkom saat itu sedang mengalakkan program Speedy, jaringan internet hingga ke desa-desa, tertarik dengan proposal yang dikirim Indra. Akhirnya turunlah dana bantuan dari PT Telkom sebesar Rp 5 juta. Di tahun 2007, PT Telkom kembali meluncurkan program bantuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Indra kembali melakukan lobi agar dana itu bisa turun ke wilayahnya bermukim. Ia bahkan membuatkan blog untuk para pengusaha kecil agar bisnis mereka berkembang.
22
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PT Telkom kembali merestui niat Indra menyejahterakan pengusaha di daerahnya. Kredit lunak diterjunkan, ada sekitar 43 pengusaha yang mendapat bantuan. Mulai dari pedagang burung, pedagang lonton peternak, serta berbagai jenis usaha jasa. Kecerdasan Indra memanfaatkan kesempatan dengan membangun jaringan usaha, membuahkan berbagai bantuan dari PT Telkom. Termasuk mengenalkan internet pada masyarakat. PT Telkom mendirikan rumah internet di berbagai pelosok. Setiap Kecamatan mendapat fasilitas dua buah komputer yang terhubung ke internet serta satu buah printer. Sayang, program pembelajaran internet bagi masyarakat harus terhenti, karena biaya operasional yang menjadi tanggung jawab masyarakat terasa berat. Akhirnya semua perangkat kembali ditarik. Namun Indra tak menyerah, setidaknya sudah ada satu langkah lebih maju terbina di masyarakat, yakni mendidik generasi muda agar melek internet.
Dicintai Masyarakat Berbagai peran Indra di lingkungan membuat masyarakat ‘jatuh hati’ dengannya. Saat diumumkan ada bantuan sebesar Rp 10 juta dari PT Telkom untuk perbaikan saluran air (drainase), warga Pasir Hitam dengan suara bulat menyatakan, “Kami siap!” Siang-malam semua warga bekerja bersama memperbaiki drainase, mendirikan gapura, serta memperbaiki mushalla. Sebagian warga yang harus mencari nafkah dari pagi sampai sore, datang saat malam dan ikut bergotong-royong. Di tahun 2012 Generasi Amanah memutuskan untuk membangun gedung baru, pindah dari garasi ayah Indra. Salah satu alasan adalah agar masyarakat semakin banyak yang berminat mendaftarkan anaknya masuk PAUD, serta menjadikan tempat berkumpul masyarakat yang ingin membangun kampungnya. “Maklum, pola pikir masyarakat di sini masih melihat gedung. Semakin bagus gedungnya, makin berminat mereka daftarkan anak masuk,” ujar Era Ferina Zahara selaku relawan Generasi Amanah. “Dan benar dugaan Pak Indra, semenjak pindah ke gedung baru jumlah murid PAUD bertambah,” imbuhnya. Di tahun 2015, jumlah murid PAUD terdaftar 50 orang. PAUD juga berkembang memiliki dua kelas dan empat tenaga pengajar.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
23
Seorang kepala dusun yang mendengar rencana Indra membangun gedung baru, dengan sukarela mengirim beberapa sak semen. “Padahal tingkat ekonomi kepala dusun itu susah,” cerita Era Ferina. Masyarakat sekitar juga ikut membantu, mereka mengumpulkan uang untuk membeli bahan-bahan material. Tepat 2 Mei 2012 bangunan baru Generasi Amanah diresmikan. Seminggu sebelumnya, 1200 undangan disebar untuk warga serta pejabat Kecamatan. Sebenarnya rencana peresemian tanggal 1 Mei malam hari. Namun sehari menjelang persemian, Camat memberi informasi ingin datang pagi hari tanggal 2 Mei. Indra yang dibantu Era Ferina kalang-kabut. Semua undangan ditarik dan tanggal peresmian diganti. “Akhirnya kami ubah konsep malam itu juga. Bayangkan, ada 1200 undangan dan tenda sudah siap dipasang sepanjang jalan di depan gedung,” kenang Era Ferina. Sekelumit duka di Generasi Amanah tak menyurutkan niat Indra terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar. Program Keaksaraan Fungsional (KF) kembali digalakkan hingga pelosok di Percut Sei. Sebuah trik sederhana berhasil menyadarkan penduduk agar mau belajar membaca. “Banyak ibu-ibu yang jadi tukang cuci di Medan, mereka disebut ‘Bibi-Bibi Medan’. Caranya menggugah minat baca mereka, langsung saja kami tanya, ‘Ibu kerja nyuci di Medan, kalau nggak bisa baca kek mana? Di Medan sekarang banyak rambu-rambu, papan iklan, semua bisa dimengerti kalau bisa membaca,’” urai Era Ferina. Demikian juga program kewirausahaan ubi rambat untuk warga dusun. Karena mereka belum bisa membaca, maka terkendala saat mau membaca resep. “Makanya kami kasih mereka pertanyaan, ‘Ibu, sekarang kita mau buat kue. Ini ada resepnya. Kalau tak mau baca kek mana?’ Dengan cara itu lumayan sekarang makin banyak penduduk yang mau belajar baca.” Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak peran untuk membantu sesama. Selama niat yang tulus tetap jadi tujuan utama, semakin banyak pula kemudahan terhampar di depan mata. Generasi Amanah, sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Desa Sampali telah membuktikan, saat amanah terjaga, maka puluhan jalan kemudahan terbuka. PKBM Generasi Amanah Alamat: Jl. Irian Barat/Pasar Hitam, Gg. Tawon, Dusun 18 No. 21, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kab Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara
24
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM WALIDAYNA
Mendidik Dengan Semangat 45
W
arna-warna pastel, merah muda, kuning, dan hijau menjadikan rumah tempat PKBM Walidayna terlihat penuh keceriaan. Suara anak-anak usia prasekolah terdengar riuh ketika jam istirahat tiba. Ada yang bermain ayunan, berendam di kolam bola, atau berkejaran. Semua penuh tawa. Namun menjadi serius ketika pelajaran tiba. Terbata mengeja huruf sudah biasa, asal semangat tetap menyengat. Berdiri di Jl. PLTGU No 73A, Komplek PLN Paya, Pasir Lingkungan 33, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Sumatera Utara, PKBM ini menjadi bagian dari pengemban amanat Amandemen UUD 45 ke IV, Pasal 31 ayat 1, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Bagian depan PKBM Walidayna memang terlihat hanya sebagai PAUD. Walau di dinding luar tertera “Welcome to PKBM Walidayna”. Siapa sangka bangunan ini memanjang ke belakang. Terdapat sedikitnya empat kelas. Selain untuk PAUD, kelas-kelas untuk pembelajaran Paket A,Paket B, dan Paket C. setara tingkat SD, SMP, juga SMA. Elita Yusra, Spd (53 tahun) mengembangkan sentra pendidikan ini di lingkungannya tergerak karena aktif bergabung di PKK Kecamatan sejak 1995. Saat itu pemerintah mendorong masyarakat ikut terjun di bidang pendidikan serta kesejahteraan masyarakat, Elita dan lima rekannya mendirikan PAUD. Karena rekan-rekannya sibuk dengan dunia kerja mereka, Elita hanya menangani PAUD sendiri. Untunglah sejumlah ibu-ibu di PKK membantu mengajar. Sang suami, Ir. Muldani (59) juga mendukung kiprahnya. Pelan-pelan bangunan baru berdiri di samping rumah menjadi kelas-kelas untuk kegiatan belajar-mengajar. Awalnya, siswa PAUD Walidayna harus belajar di teras depan rumah. “Sempat mendapat bantuan dana dari Perusahaan Gas Negara (PGN) kami gunakan untuk membangun. Tapi tidak cukup, jadi kami keluarkan dana pribadi. Misalnya pasang lantai keramik, walau semampu kami. Maklum suami saya sudah pensiun,” tutur Elita. Bangunan untuk PKBM, PAUD, dan TBM sekarang terlihat apik. Puluhan murid PAUD mendaftar di sini setiap tahun. Tak berarti tugas Elita di bidang pendidikan selesai. Perhatiannya kemudian tertuju pada anak-anak yang tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, Marelan.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
25
Dari hasil pendataan Elita, sekiranya terdapat 160 anak di bawah umur yang terpaksa bekerja di antara tumpukan sampah menggunung. Banyak dari mereka yang hidup sendiri, sementara orang tua di kampung. Inilah potret baru anak jalanan di Medan, selain berkeliaran di terminal, ada yang menggantungkan nasib jadi pemulung mencari barang bekas yang masih layak dijual, demi sesuap nasi. Dari 160 anak pemulung, baru 40 anak yang mau mengambil Paket A, Paket B, atau Paket C di PKBM binaan Elita. Itu pun tak semua rajin datang untuk belajar. “Jangankan keluar uang untuk pendidikan, buat makan sehari-hari aja mereka susah,” keluh Elita. Menjadi masalah bila musim Ujian Nasional (UN) tiba. Peserta paket diwajibkan memakai sepatu agar bisa mengikuti ujian. Bukan hanya anak-anak pemulung yang kalang-kabut, Elita pun harus mengatur agar di antara peserta mau meminjamkan sepatu bagi mereka yang ikut UN. Suatu ketika, seorang anak pemulung tidak datang di hari pertama UN. Elita sibuk mencari keberadaan anak tersebut. Ternyata sedang kesusahan karena ban motor yang dipinjam dari teman bocor. Elita memberi uang pinjaman sebesar Rp 25.000 untuk pergi ke tukang tambal ban. Dengan syarat, esoknya si anak harus hadir ujian. “Anak itu bilang, ‘Saya nggak punya sepatu, bu’ dan saya bilang ke temantemannya, tolonglah pinjamkan sepatu untuk kawanmu ini. Bahaya kalau besok ada pemeriksaan,” cerita Elita. Ia juga tidak mempermasalahkan apakah anak itu mau mengganti uang yang dipinjamnya atau tidak, yang penting harus datang ujian. “Sayang kan sudah belajar paket dan giliran ujian tidak datang, jadi nggak lulus.” Hati Elita sudah tertambat pada anak-anak pemulung di TPA Terjun tersebut. Segala daya ia lakukan untuk membekali mereka dengan pendidikan, penuh harapan agar masa depan menjadi lebih baik. Ketika PGN memberi kesempatan wisata melihat Bandara Kualanamu, Elita mengajak sebanyak mungkin anak-anak pemulung pergi. 60 anak yang mau ikut mendapatkan pengalaman melihat bandara yang megah. Sambil melihat pesawatpesawat yang parkir, Elita memberi mereka motivasi. “Di sana saya ceritakan pada anak-anak, enak jadi orang kaya, kan? Karena itu belajarlah. Cuma orang yang mau sekolah bisa seperti orang-orang berduit itu,” ujar Elita menceritakan caranya membangkitkan semangat anak-anak pemulung mau belajar.
“Harga satu nasi bungkus sekitar Rp 15.000 dikalikan 30 anak yang ikut. Untung saya waktu itu bawa uang,” kisahnya sambil tertawa mengenang pengalaman tersebut. Para anak pemulung yang belajar di PKBM Walidayna juga jarang yang bisa membayar biaya pendidikan. Elita mengakalinya dengan subsidi silang. Untunglah, pengalamannya sebagai penjual kue di saat muda bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha tata boga, bagian dari Program Pemberdayaan Masyarakat di PKBM miliknya. Sebagian hasilnya disisihkan untuk keberlangsungan hidup PKBM, sekaligus biaya pendidikan Paket A, Paket B, dan Paket C bagi anak-anak pemulung yang tak mampu. Elita mempunyai lima binaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di seputaran Marelan, yakni bergerak di bidang kerajinan, budidaya jamur, telur asin, sabun cair, serta bandeng presto. Lahan di belakang rumah dijadikan kolam ikan bandeng. Setiap panen, ibu-ibu yang tergabung di usaha ini tidak langsung menjualnya ke pasar, melainkan diolah dahulu menjadi bandeng presto. “Kalau sudah jadi bandeng presto, nilai jualnya kan lebih tinggi,” ujarnya memberi alasan. Elita juga kerap mengajar membuat beragam panganan olahan bagi ibu-ibu di lingkungan perumahannya. Hasilnya dijual dan kerap diikutkan dalam berbagai acara yang digagas Pemerintah Daerah Medan. Lewat ajang pameran tersebut, ia berupaya terus mengenalkan produk-produk hasil UMKM yang dibinanya. “Sekarang ini kami punya produk unggulan. Pernah coba jus anti galau?” tanyanya, lalu menjelaskan cara membuatnya. Bahannya mudah, hanya nenas yang digiling halus kemudian ditambahkan gula dan daun sawi. Rasanya sangat segar. Mungkin karena efek ketenangan setelah mengonsumsinya, sehingga mendapat julukan jus anti galau. Mengalami pasang-surut dan getirnya mengelola PKBM, mengingat usia Elita yang menuju senja, apakah pernah mengalami rasa galau dan lelah? “Anak saya ada tiga, semua perempuan. Dua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Yang bungsu sebentar lagi tunangan. Kalau nanti di antara mereka yang nggak bisa tinggal di sini jadi penerus PKBM ini, saya akan serahkan pada ibu-ibu anggota lain. Jadi nggak usah kuatir dengan hal itu,” tutur Elita. “Tapi saya nggak merasa capek. Justru makin tua begini, makin semangat. Karena di sana itu....,” ucapannya terputus saat ia berdiri dan menunjuk ke arah TPA Terjun di kejauhan. “Di sana masih banyak masalah belum terselesaikan...saya sekarang fokus ke anak-anak TPA.”
Di lain hari, Elita kembali mengajak anak-anak pemulung melihat Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU). Beberapa anak pemulung yang berasal dari Nias disuruhnya belajar mengenal kampung halaman dengan mempelajari rumah adat, pakaian adat, serta budayanya.
Mata Elita terlihat berkaca-kaca. Bening air mata yang mengambang merefleksikan kepedihan memikirkan nasib para anak pemulung yang begitu keras hidupnya. Namun, getar suaranya menguarkan semangat, laksana sekam yang tak pernah padam, penuh gairah berjuang untuk sebuah dunia pendidikan.
Begitu semangatnya Elita memberi motivasi, sampai lupa kalau acara PRSU sampai malam. Tak mungkin anak-anak itu dijejali berbagai pengetahuan kalau perut kosong. Akhirnya Elita merogoh kocek pribadi membelikan nasi bungkus buat mereka.
PKBM Walidayna Alamat Jl. PLTGU No 73A, Komplek PLN Paya, Pasir Lingkungan 33, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Sumatera Utara
26
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
27
PKBM CENTELLA ASIATICA
Membekali Kecakapan Hidup Masyarakat
C
entella Asiatica adalah tanaman merambat bahan dasar vitamin yang menstimulasi kecerdasan otak. Itu sebabnya, Nuniek Yustutia menamai Pusat Kegiatan Belajar Mengajar yang dibangunnya dengan nama Centella Asiatica.
Dengan nama ini, ibu dua anak alumni Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ini berharap PKBM yang didirikannya bisa ikut mencerdas kan masyarakat Bengkulu. Perempuan kelahiran Bengkulu 28 Mei 1978 ini pun berharap kelak PKBM Centella Asiatica bisa memberi nutrisi kepada masyarakat untuk bisa belajar sepanjang hayat. PKBM Centella Asiatica merupakan lembaga yang melaksanakan program pendidikan nonformal bagi masyarakat yang berasal dari kondisi sosial ekonomi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Ada banyak alasan dibangunnya PKBM ini. Satu di antaranya yang menyentuh Nuniek adalah ketika seorang penjual sapu keliling yang tinggal di sebelah rumahnya akan melangsungkan pernikahan. Lelaki ini kelagapan ketika diminta untuk membacakan taklid nikah oleh sang penghulu. Ia, ternyata, tak bisa baca tulis. Nuniek kemudian mengajak sang pengantin pria ini untuk belajar membaca. Gayung pun bersambut. Bukan Cuma lelaki si tukang sapu yang berkenan untuk belajar, masyarakat sekitar pun tak malu atau gengsi untuk belajar membaca walau usianya sudah tua. Pada sekitar tahun 2001 Nuniek Yustutia yang juga alumni S2 Teknologi Pendidikan Universitas Bengkulu ini mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, terutama kaum perempuan yang hanya jadi masyarakat penggosip. “Saya terketuk untuk mengubah budaya masyarakat yang cuma kumpul-kumpul saja menjadi masyarakat yang produktif,” tuturnya.
28
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Dari pemikiran kisah tukang sapu dan masyarakat penggosip inilah PKBM ini bermula memberdayakan masyarakat. Meski begitu, menurut Nuniek, jiwa berbaginya bisa saja telah dipupuk ketika ia masih di bangku kuliah saat menjalankan salah satu Tridarma Perguruan Tinggi yakni Pengabdian Masyarakat saat melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saat ini PKBM Centella Asiatica yang resmi berbadan hukum pada 10 Januari 2003 ini telah menyelenggarakan program-program Pendidikan Nonformal (PNFI) berupa: Program Pembelajaran yang meliputi Keaksaraan Fungsional, Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA, PAUD, Bimbingan Belajar (Bimbel). Sedangkan untuk Program Kelompok Belajar Usaha (KBU) meliputi kerajinan tangan (handycraft), pembuatan makanan tradisional khas Bengkulu, Bidang Pertanian, Bidang Perbengkelan, Kursus/Magang meliputi kurus komputer dan kursus bahasa Inggris, Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG), Aksara Kewirausahaan, dan Multikeaksaraan Berbasis Teknologi. Sasaran program pembelajaran yang dilaksanakan PKBM Centella Asiatica adalah warga belajar dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah dan yang secara ekonomi termasuk kategori kurang mampu. Saat ini sarana dan prasarana PKBM Centella Asiatica boleh jadi sudah cukup memadai dengan menempati bangunan ukuran 36 X 12 meter yang berdiri di atas tanah milik orang tua Nuniek di Perum Cimanuk Indah No 5, Kelurahan Padang Harapan, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu. Dulu, pada tahun 2001 Nuniek hanya menempati garasi rumah orang tuanya untuk menggerakkan PKBM Centella Asiatica. Tempat ini ia gunakan hingga tahun 2008. Hingga kemudian ia dan Joni Hendri suami yang menikahi Nuniek pada 2006, mendapat modal Rp 70 juta dari menggadaikan sertifikat rumah orang tuanya pada 2008. Uang ini dipergunakan untuk membangun bangunan PKBM ini. Jatuh bangun Nuniek lakoni dalam membangun PKBM ini. Sebelum menikah pada 2006, ia menjalankan PKBM dengan sepenuhnya membiayai dari honor yang ia peroleh dari mengajar. Beruntung dukungan orang tuanya kepada Nuniek tak pernah berhenti, apalagi dengan membolehkan bagian dari rumahnya dipergunakan untuk kegiatan PKBM.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
29
Meski pada awal pendirian PKBM ini tidak mendapatkan bantuan dari pihak kelurahan misalnya, namun kegiatan PKBM tidak dihambat. “Mereka ada datang ke kami cuma tanya ini lembaga apa. Cuma begitu saja. Begitu pula dengan warga belajar, tidak ada yang merepotkan,” kata ibu dua anak ini. Rata-rata peserta didik/warga belajar PAUD sekitar 21-25 orang dan yang Paket sekitar 11-12 orang. Hingga kini sudah ratusan alumni dari PKBM Centella Asiatica. Warga belajar yang telah menyelesaikan Paket B dan C banyak yang bekerja di PKBM ini untuk menyiapkan PAUD. “Banyak relawan di sini juga hasil didikan dari lembaga ini pula. Sedangkan untuk pendanaan, kami melakukan subsidi silang dari kegiatan produktif Outlet Kewirausahaan, selain juga Kursus Otomotif misalnya. Intinya kami selalu sinergilah,” ujar Nuniek. PKBM Centella Asiatica membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan/atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan program pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan, diharapkan akan mampu membangun jiwa kewirausahaan, dalam arti mampu mendirikan, mengolah, dan mengembangkan usahanya. Bahkan warga belajar yang dibina diharapkan berani untuk memulai dan mewujudkan usaha baru sehingga dapat membuka lapangan kerja baru. “Itu sebabnya, program pembelajaran di PKBM Centella Asiatica lebih berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang bertumpu pada potensi dan kebutuhan masyarakat,” kata anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Hendra Prajitno dan Nurhijjah ini. Itu sebabnya, untuk mengatasi permodalan dengan skala kecil misalnya, PKBM ini membuat semacam Koperasi Simpan Pinjam ala PKBM Centella Asiatica. Untuk menumbuhkan kepercayaan, kegiatan yang bermotif ekonomi di PKBM ini dilakukan dengan sistem syariah. “Kami melakukan bagi hasil kepada masyarakat yang menjual produknya di Outlet Kewirausahaan di PKBM ini. Kami melakukan secara 30
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
transparan, dengan menerapkan sistem secara syariah. Diketahui berapa harga pokok produksi untuk membuat suatu produk, harga jualnya berapa sehingga diketahui berapa keuntungannya. Itulah yang dibagi,” tuturnya. Kelak, menurut Nuniek, ia akan menjadikan outlet kewirausahaan di PKBM ini untuk menjalin jaringan antar PKBM di daerah lain, baik di propinsi Bengkulu atau bahkan propinsi lain. PKBM Centella Asiatica telah menerima bantuan berupa program yakni Multikeaksaraan Berbasis Teknologi, Permagangan Manajemen PKBM, dan Keaksaraan Usaha Mandiri. “Meski jumlahnya kecil Rp 460 ribu per orang selama enam bulan, kami senang karena bisa ikut membantu pemberdayaan masyarakat,” ujar Nuniek. Sejak berdirinya, PKBM Centella Asiatica telah mendapat beberapa penghargaan, di antaranya adalah PAUD Inovatif Harapan I Nasional pada 2006, Kesetaraan pada 2011, dan PKBM Berprestasi Nasional pada 2013. Bagi Nuniek tak ada resep jitu untuk sukses dalam mengelola PKBM. Di Bengkulu sendiri ada PKBM yang tumbuh tapi juga ada PKBM yang tidak bisa berlangsung kegiatannya. “Menurut saya, jika tidak memiliki jiwa sosial jangan mengelola PKBM karena PKBM itu adalah lembaga sosial. Itu saja. Insya Allah, jika memiliki jiwa sosial, PKBM akan maju dan berkembang,” katanya. Bagaimana dengan kendala? “Kendala nyaris tak ada. Kalaupun muncul persoalan di sana sini, itu hal biasa. Itu adalah bagian dari proses membelajarkan masyarakat dan juga memasyarakatkan belajar,” katanya. “Dulu, ketika mengawali kegiatan PKBM tidak ada yang protes, ketika menikah juga suami tak protes, tapi sekarang anak sudah mulai protes, mulai bertanya kok ibu sibuk sekali sampai tak punya waktu belikan pensil,” tutur Nuniek tersenyum PKBM Centella Asiatica Perum Cimanuk Indah No 5, Kelurahan Padang Harapan, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
31
PKBM AL HIJRAH
Hijrahkan Masyarakat dari Keterbelakangan
S
ecara bahasa hijrah mempunyai arti meninggalkan. Seseorang dikatakan hijrah jika telah memenuhi syarat, yaitu ada sesuatu yang ditinggalkan dan ada sesuatu yang dituju (tujuan). Kedua-duanya harus dipenuhi oleh seorang yang berhijrah.
Gayungpun bersambut. Tapi di mana kegiatan harus dilakukan? Atas izin dan dukungan Safril Pattimbang, sang suami, kegiatan boleh dilakukan di rumahnya. Dari kegiatan seperti inilah kemudian ia mengajak ibu-ibu yang masih buta huruf untuk ikut dalam pembelajaran baca tulis, hingga pada program kelompok belajar paket A-B-C. Namun, ia tak langsung mendirikan PKBM lengkap dengan bangunan yang memadai. Ia memulai dengan menjadi tutor di lembaga orang. Bagaimana dengan warga belajarnya? “Saya nebeng di lembaga orang. Dengan menjadi tutor di lembaga orang saya pun menitipkan warga belajar,” kata anak pertama dari tiga bersaudara ini. Sambil menambah jam terbang manajerial lewat menjadi tutor di lembaga lain, Marlin juga belajar dari lembaga lain yang dinilai telah maju pada tahun 2003. “Saya belajar ke Jakarta, Bandung, dan Karawang, seperti apa sih PKBM yang bagus itu. Padahal ketika itu harus mengeluarkan uang hingga Rp 3 juta dengan menumpang bus,” kenangnya.
Hijrah bisa dimaknai meninggalkan segala hal yang buruk atau negatif menuju keadaan yang lebih yang lebih baik.Itu sebabnya, Dra. Marlin H.Naray M,TPd menamai Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKB) yang didirikannya dengan nama Al Hijrah. Marlin, perempuan kelahiran Manado 6 Maret 1967 itu mengajak masyarakat di sekitar tempat tinggalnya untuk meninggalkan keterbelakangan, keterpinggiran, dan kebodohan untuk menuju kepada kehidupan yang lebih baik. “Saya ingin menghijrahkan warga belajar di PKBM Al Hijrah untuk menjadi lebih maju dan meninggalkan keterbelakangan,” katanya. Marlin, pada tahun 2002 mulai jatuh hati pada program pembelajaran masyarakat karena disuguhi pemandangan yang membuatnya risih jika tak berbuat. “Di daerah saya, ketika itu masih banyak ibu-ibu muda yang menikah muda dan tidak lulus sekolah dasar. Dan banyak pula di antaranya yang tidak bisa baca tulis,” tutur alumni Jurusan Tata Busana IKIP Manado ini. Pekerjaan ibu rumah tangga di daerah sekitar tempat tinggalnya itu saban hari hanya mencari kutu dan ‘ngerumpi’. Nyaris tak ada kegiatan yang produktif, apalagi bisa menghasilkan secara ekonomi. Pelan-pelan Marlin ikut membenahinya. Caranya? Ia tak langsung mengajak ibu-ibu ituuntuk langsung belajar membaca misalnya. Marlin ikut nimbrung kegiatan mereka mencari kutu. Sambil ngobrol, Marlin kemudian mengajak ibu-ibu itu belajar membuat kue dan membuat baju secara gratis.
32
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Setelah bekal ilmu dirasa cukup, kegiatan menumpangkan warga belajar di lembaga orang lain pun dihentikan, ia berupaya mandiri pada tahun 2004. Ketika pertama kali PKBM Al Hijrah dibuka jumlah peserta didik/warga belajar mencapai 30-an orang. Atas dukungan suami, PKBM Al Hijrah memulai kegiatan dari rumahnya yang berlantai dua dengan lima kamar. Dari salah satu kamar itulah kegiatan dilaksanakan.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
33
Pada tahun 2004 itu Marlin tidak punya modal sama sekali saat membangun PKBM Al Hijrah. Namun sang suami akhirnya merelakan daftar gajinya untuk digadaikan ke bank guna menjadi penjamin mendapatkan pinjaman. Dari pinjaman bank ini kemudian Marlin membenahi bangunan untuk PKBM Al Hijrah. Selain suami, orang tua angkat Marlin ketika dulu menjadi mualaf, ikut membantu mengembangkan PKBM Al Hijrah. Saat masih belum melembaga, orang tua angkatnya memberi saran untuk membuat lembaga dan membuat yayasan. Bagi Marlin, nyaris tak ada kendala atau persoalan ketika pertama kali membangun PKBM Al Hijrah. Tidak adanya dukungan Pemda dan Dinas Pendidikan juga tak menjadi kendala buat Marlin. “Pokoknya berbuat saja, lakukan apa yang kita bisa,” tegasnya. Bahkan, cerita Marlin, kegiatan PKBM Al Hijrah oleh masyarakat bisa dipandang bersaing dengan Ibu Kepala Desa. Masyarakat kerap tak mau diajak berkegiatan oleh Ibu Kepala Desa. “Bagi mereka, Ibu Kepala Desa merasa seperti pejabat. Anggapan masyarakat pun telah terbentuk bahwa pejabat itu tidak mau gaul dengan mereka,” tuturnya. Sebaliknya, Marlin justru mudah mengajak mereka untuk melakukan kegiatan karena ia langsung terjun membaur dengan masyarakat, nyaris tak ada jarak. Dalam keseharian Marlin juga apa adanya, juga suaminya. Meski sejak tahun lalu ia juga menjadi anggota KPU Bengkulu Tengah dan sebelumnya 2010 hingga 2012 menjadi Panwas Pemilu, ia tak sungkan menjadi supir dengan mengenakan daster saat megantar gas pesanan pelanggan. Jika waktu suami lowong, ia juga mengajak suami untuk mengantarkan gas. ”Mengapa mesti malu,” katanya. Itu sebabnya, bagi Marlin, PKBM yang dikelolanya tidak pernah mengalami kemunduran. Bagi dia, PKBM Al Hijrah selalu mengalami kemajuan. Apalagi PKBM Al Hijrah pernah menyabet penghargaan Lomba Kesetaraan Tingkat Nasional Harapan IV pada tahun 2010 di Malang. Selain piala PKBM Al Hijrah mendapat hadiang Rp 4 juta. “Bukan uangnya, tapi adanya pengakuan itu yang bikin saya bahagia,” katanya. Saat ini PKBM Al Hijrah menyelenggarakan program pendidikan non formal, program PAUD, Keaksaraan Dasar, Paket A-B-C, Pemberdayaan Perempuan dan Pemuda, TBM Aura Ilmi, dan Taman Pengajian Anak. PKBM Al Hijrah bealamat di Jalan Raya Pondok Kelapa KM 16, Kabupaten Bengkulu Tengah hingga kini telah menelurkan ratusan alumni yang jadi satpam guru, dua orang menjadi sarjana, dan ada yang jadi anggota DPRD. Menurut Marlin, keunggulan PKBM Al Hijrah ini pada kegiatan keterampilan yang selalu melihat trend. Ada beraneka macam keterampilan yang diajarkan seperti pembuatan
34
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
gantungan kunci, pembuatan bunga dari bahan kantung plastik (tas kresek), pembuatan manik-manik, dan kerajinan dari batu akik. “Semua keterampilan itu diberikan dengan melihat trend yang terjadi di masyarakat. Pokoknya dengan melihat peluang pasar seperti sekarang ini sedang demam batu akik. Sehingga pendidikan keterampilan hampir tidak sama pada setiap periode,” tutur Marlin. PKBM Al Hijrah pernah mendapat bantuan senilai Rp 460 ribu per orang untuk selama enam bulan. “Jumlahnya kecil kalau dihitung per bulan, tapi sangat membantulah,” jelasnya. Marlin berharap Pemerintah Daerah aktif melakukan pembinaan karena selama ini memang belum ada pembinaan. Yang terjadi, cerita Marlin, seringkali kegiatan PKBM yang sudah berjalan sering diklaim oleh berbagai pihak. “Pemda kurang jemput bola. Alangkah lebih baik Pemda melakukan pembinaan terhadap PKBM,” katanya. Marlin mengimbau, PKBM lain untuk bisa sukses tidak harus bergantung pada pemerintah. “Yang penting berbuat terus, gaul ke masyarakat, dan belajar terus menerus. Selain ingin terus maju dan berkembang, jangan lupa untuk terus membuat jaringan, membuat networking,” katanya. Kesibukan Marlin kerap mengorbankan waktu privat dengan keluarga. Bagi Marlin, suaminya bisa mengerti dan selalu mendukung kegiatannya dalam mengelola PKBM Al Hijrah, selain kesibukan sebagai pejabat publik menjadi Anggota KPU. Sikap suaminya itu amat melegakan Marlin. Bagaimana dengan anaknya? Anak pun ikut mendukung, namun ia pernah terpekur ketika sang anak yang sedang menimba ilmu di Jawa ia tanya buat apa sekolah. Sang anak menjawab,”Biar kalau sudah lulus bisa bekerja dan banyak uang.” Marlin pun menanyakan,”Buat apa uangnya? “Buat membeli waktu Mama!” Marlin terdiam. Ia berjanji kelak ketika Pilkada serentak pada Desember 2015 mendatang telah terlewati, Marlin akan menghabiskan waktu untuk keluarga dan fokus hanya mengelola PKBM Al Hijrah; melaksanakan program pendidikan Nonformal bagi masyarakat yang berasal dari kondisi sosio ekonomi menengah ke bawah. PKBM Al Hijrah Jalan Raya Pondok Kelapa KM 16, Kabupaten Bengkulu Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
35
PKBM MALACCA
Pendidikan untuk Masyarakat Pinggiran
M
emasuki ruangan PKBM Malacca tampak para ibu ibu berkumpul sedang membuat hiasan kalung dan anting dengan asesoris batu-batu. Bertepatan dengan itu PKBM Malacca sedang menerima kunjungan Shereen Akhter dari Unesco Dhaka Banglades didampingi staf Ditbindikmas yang ingin melihat secara langsung lembaga pendidikan nonformal di Indonesia. PKBM Malacca memang seringkali mendapatkan kunjungan dari dalam dan luar negeri untuk melihat keberadaan dan kiprah lembaga pendidikan nonformal dalam memberdayakan masyarakat sekitar
Tampak ketua PKBM, Syamsinar dan sejumlah pengurus PKBM menerima kunjungan tersebut. Kebetulan hari itu sedang berlangsung proses pembelajaran pembuatan kerajinan kulit telur dan cinderama perhiasan yang dilakukan pra kelompok belajar ibuibu masyarakat sekitar tersebut.“Kegiatan membuat cinderamata merupakan pembelajaran berbasis keterampilan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan ekonomi keluarga pembelajaran,”kata Ny. Syamsinar. “disamping keterampilan, program pendidikan kesetaraan adalah kegiatan regular yang dilakukan PKBM Malacca’ tambah Syamsinar. Menempati bangunan ruko dua lantai, setiap dua kali seminggu Syamsinar bersama dengan tutor relawan mengajarkan anak-anak putus sekolah, mula dari tingkat SD, SMP hingga SMA. Hasilnya, kini sudah sekitar 2000 an anak putus sekolah sudah dapat mengenyam pendidikan. Bahkan tidak sedikit yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. “Saya bersyukur kini tidak ada lagi anak putus sekolah,”kata Syamsinar. PKBM Malacca dirintis dari sebuah kelompok belajar keterampilan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Ibu Syamsinar (Ketua PKBM) untuk ibu-ibu rumah tangga belajar keterampilan seperti menjahit, merajut dan membuat kue-kue tersebut diikuti oleh sekitar 50 orang ibu-ibu rumah tangga yang mayoritas adalah pengrajin kantong kertas pembungkus makanan dan penjaja kue keliling. Awalnya PKBM Malacca menempati ruang belajar di Pos RW setempat, namun karena daya tampung ruang yang digunakan tidak lagi memadai PKBM Malacca menyewa bangunan di sekitar Kelurahan Kota Bambu Selatan pada 2005 sebagai sekretariat serta meminta dukungan tokoh-tokoh masyarakat dan lurah setempat agar dapat menggunakan ruang serbaguna di Kantor Kelurahan untuk dijadikan tempat kegiatan belajar. Kegiatan belajar di ruang serbaguna Kelurahan ini berlangsung lebih kurang 7 tahun. Pada tahun 2012 PKBM Malacca menyewa sebuah ruko diseberang kantor Kelurahan Kota Bambu Selatan. Lantai 1 digunakan sebagai gerai pajang (galeri) produk-produk komunitas yang dihasilkan oleh PKBM Malacca serta ruang Administrasi, lantai 2 digunakan sebagai ruang belajar dan Perpustakaan (Taman Bacaan Masyarakat). Meski begitu, lanjut Syamsinar, dari komunitas masyarakat sekitar berbagai inovasi dikembangkan. Salah satunya
36
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
37
pelatihan membuat aneka produk kerajinan dari barang-barang bekas. Maklum, saat itu di sekitar lembaga, yang kebetulan dekat dengan tempat pembuangan sampah, banyak barang bekas yang tidak terpakai. Seperti kantung plastik bekas, bungkus kopi bekas, hingga tutup botol dan barang bekas lainnya. Syamsinar bersyukur kegiatan pelatihan itu mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat. Banyak para ibu rumah tangga yang mengikuti pelatihan pembuatan aneka produk dari barang bekas. Selain itu, Syamsinar juga memberikan pelatihan pembuatan aneka kue. Tidak hanya itu saja, Syamsinar juga memberikan pendidikan gratis kepada anakanak putus sekolah di wilayah Kelurahan Kota Bambu. “Saat itu banyak anak-anak yang putus sekolah,”kata Syamsinar. “PKBM kami terletak di daerah padat penduduk. Kami berupaya memberdayakan ibu-ibu di sekitar sini, yang sebagian besar adalah masyarakat miskin,” ucap Feri, tutor PKBM Malacca menjelaskan Hingga saat ini program pemberdayaan di PKBM Malacca telah membelajarkan lebih 2000 an orang. Sebagian besar telah terserap diberbagai lapangan pekerjaan, melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan tidak sedikit pula yang mendirikan usaha mandiri. PKBM Malacca juga menerima pesanan hantaran/mahar perkawinan, kue kering. Selain itu hasil produk keterampilan tersebut sudah di jual di mall mall yang ada Batam dan Riau. Rencana Pada bulan Juli 2015 yang akan datang ibu Syamsinar akan ke luar negeri untuk bekerjasama antar negara (Ekspor-Import) terkait dengan hasil keterampilannya. Kemdagri juga menawarkan kepada Syamsinar untuk melanjutkan pendidikan dan kursus bahasa asing diluar negri secara gratis tetapi ia tidak bersedia karena dia pikir dengan keadaan seperti ini sudah cukup dan saya bersyukur dapat menularkan ilmunya kepada remaja dan ibu ibu sekitar atau siapa saja yang ingin bergabung untuk membuat keterampilan-ketrampilan yang diajarkan dapat datang ke PKBM Mallaca. Berkah kiprah Syamsina, PKBM Malacca mendulang prestasi Juara Pertama Tutor Paket C pada tahun 2010, Juara Pertama Lomba Cinderamata Betawi (2010), Juara Kedua Lomba Hantaran (2008). Bagi Syamsinar prestasi dan penghargaan bukanlah tujuan, harapannya adalah ingin meningkatkan tarap hidup masyarakat seluas-uasnya khususnya yang berada di Kelurahan Bambu Selatan. “Saya ingin keberadaan saya dan PKBM ini menjadi manfaat buat masyarakat sekitar’tutupnya. PKBM MALACCA Alamat: jalan Kota Bambu Selatan V No.49 RT.011/006 Kota Bambu Selatan Palmerah Jakarta Selatan
38
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM LUKMANUL HAKIM
Lapas Bukan Hambatan untuk Mendapatkan Pendidikan
D
iamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 Pasal 31 Ayat 1 disampaikan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selain itu juga pada Pasal 31 Ayat 2 disampaikan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. Serta pada Ayat 3 diamantkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat UUD tahun 1945 tersebut menjadi dasar bahwa setiap warga negara berhak dan wajib mengikuti pendidikan tanpa adanya diskriminasi. Pada tahun 2004 dengan adanya penandatanagan perjanjian kerja sama (MoU) antara Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan, mulailah diberlakukannya pendidikan non formal dengan menempatkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di setiap Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk menyentuh anakanak kurang beruntung.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
39
PKBM Khusus Lukmanul Hakim salah satu lembaga pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta. Bekerja sama dengan seksi pembinaan dan seksi bimbingan kerja, PKBM Khusus Lukmanul Hakim melaksanakan kegiatan pembelajaran kesetaraan, serta keterampilan tematik. Ketua PKBM, Kamto mengatakan menjadi suatu kehormatan baginya dapat membantu anak-anak kurang beruntung dapat mengenyam pendidikan. “Melakukan kegiatan pembalajaran di sini lebih banyak sukanya dari pada dukanya, karena bisa membantu anak-anak kita untuk mendapatkan pendidikan yang sudah menjadi hak mereka,” tutur Kamto saat ditemui di kantornya. Sistem pembelajaran yang diterapkan oleh PKBM di Lapas adalah “Learning by Doing”. Sistem pembelajaran seperti ini mengajak para peserta didik di Lapas untuk lebih kreatif dan terarah. Sarana pembelajaran di Lapas pun di dukung dengan keberadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang menyediakan berbagai buku bacaan yang dapat digunakan para peserta didik. Luar biasa, proses pembelajaran di Lapas pun menuai hasil. Pada tahun 2006 PKBM Khusus Lukmanus Hakim melalui program Kesetaraan Paket C telah meluskan satu orang peserta didik. Selanjutnya pada tahun 2009 berhasil meluluskan dua orang peserta didikan program Kesetaraan Paket C, dan satu orang program Kesetaraan Paket B. Sedangkan pada tahun 2013 berhasil meluluskan satu orang peserta didikan Paket C. Kamto mengakui ini menjadi sesuatu yang membanggakan bagi dirinya dapat membantu anak kurang beruntung menyelesaikan pendidikannya hingga Paket C setara dengan Sekolah Menengah Atas. “Saya punya pengalaman mengharukan, salah satu peserta didik Paket C ketika ia lulus, orang tuanya menyambutnya dengan haru dan meneteskan air mata karena putranya bisa lulus sekolah,” kata Kamto dengan haru. Beranjak ke tahun 2014, berbahagia PKBM Khusus Lukmanul Hakim melahirkan bintang yang menjadi inspirasi bagi peserta didik lainnya. Antonius salah satu peserta didik PKBM berhasil meraih juara tiga lomba Cerita Pendek (Cerpen) tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta. Kamto menyampaikan rasa bangganya karena peserta didik yang iya damping hasil karyanya berhasil mengalahkan 400 karya yang telah terkumpul di Balai Bahasa Provinsi D.I. Yogyakarta selaku penyelenggara. Bagi Yohanes statusnya sebagai tahanan tidak menjadi hambatannya untuk berkarya. Ia pun memiliki bakat menulis, dan bakatnya tersebut terus dioleh dengan didampingi Tutor di PKBM. Yohanes mengungkapkan bahwa ia akan terus
40
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
mengasah kemampuannya menulisnya, sehingga seusai selesai masa tahanan pun ia akan memiliki tujuan yang hendak ia capai. Peserta didik lain pun terus diasah kemampuan menulisnya. Lomba menulis pun juga di selenggarakan di Lapas dengan kategori menulis Cerpen, puisi, dan resensi buku. Para peserta didik pun, kata Kamto, menyambut baik dengan adanya perlombaan menulis yang diselenggarakan setiap tahun. Selain menulis menjadi andalan program pembelajaran, kerajinan menyablon baju pun menjadi pembelajaran yang digemari para peserta didik. Pada tahun 2013, PKBM Khusus Lukmanul Hakim mendapatkan bantuan dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat yang digunakan untuk membeli sarana dan prasarana penyablonan baju, seperti alat cap, mesin printer sablon, alat pendukung set lengkap, computer, mesin pembuat kaos, dan sebagainya. “Kerajinan sablon ini menjadi kegemaran peserta didik selain kerajinan membuat sangkar burung, karena bisa menjadi bekal mereka nantinya ketika masa tahanan selesai,” ungkap Kamto. Kerajinan sablon ini disampaikan Kamto, selain memproduksi baju-baju yang ada ditahanan, juga diluar tahanan yang memesan baju sablon hasil karya peserta didik. Hal ini bisa menjadikan semangat bagi peserta didik untuk terus belajar dan berkarya. “Saya bangga para peserta didik bisa menghasilkan sesuatu, dan saya akan terus membimbing mereka. Saya selalu menekankan kepada para peserta didik untuk Yuk Belajar.” Beranjak ke tahun 2015, Peserta didik program Kesetaraan Paket C berhasil mengirimkan 3 peserta didik untuk mengikuti ujian nasional, dan satu orang mengikuti ujian nasional program Kesetaraan Paket B. Semangat untuk membantu anak-anak kurang beruntung perlu terus ditanamkan dalam diri setiap orang. “Dalam kondisi apapun harus tetap mencari ilmu. Prinsip kita kalau mencari ilmu sampai akhir hayat, dan saya yakin hidupnya akan berguna kedepannya,” ucap Kamto. Menjalankan pembelajaran di Lapas, Kamto mengatakan tidak terlepas dari hati nurani ingin membantu anak-anak kurang beruntung mendapatkan pendidikannya. Ia berharap pembelajaran pendidikan non formal di Indonesia tetap terus diselenggarakan, karena tidak semua anak-anak Indonesia bisa mendapatkan pendidikannya melalui pendidikan formal. ”Saya ingin terus di PKBM ini memiliki banyak program dan kegiatan, agar kelak peserta didik kami bisa menjadi orang yang berguna di masyarakat,” pungkas Kamto. PKBM Khusus Lukmanul Hakim Lapas Jalan Taman Siswa No. 6 Yogyakarta
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
41
PKBM BINA MANDIRI CIPAGERAN
Niat Ikhlas PKBM Berkembang Maju
T
idak terbayang sebelumnya kalau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang didirikan 14 Februari 2002 silam ini akan berkembang maju seperti sekarang ini. “Emak ngga pernah bermimpi kalau PKBM ini bisa maju seperti sekarang in,” seloroh Emak Aan saat dijumpai beberapa waktu lalu. Dari awalnya menggunakan sebagian ruang belajar bagian dari tempat tinggal Aan dan keluarga, sejak 2015 ini semua proses belajar mengajar dan kegiatan kreativitas lainnya sudah menggunakan gedung sendiri milik PKBM Bina Mandiri berlantai tiga. Letaknya hanya beberapa meter saja dari lokasi sebelumnya.
Bangunan yang sungguh representatif karena selain nyaman, lebih luas, juga dilengkapi dengan sarana prasarana yang lebih memadai. Di bangunan baru ini juga ada Taman Bacaan Masyarakat, yang koleksi bukunya cukup membantu warga belajar untuk memperlancar bacaan dan menambah pengetahuan umum. Adalah Aan Anasih Nawakarana, MPd, pensiunan guru SD yang mencoba menggugah dan memberdayarakan masyarakat Desa Cipageran yang ketika itu masih sepi dan banyak anak-anak usia sekolah yang putus sekolah. Begitu juga orang dewasa yang buta huruf dan tidak bekerja. Di usianya yang sudah menginjak 70 tahun, emak Aan – begitu biasa perempuan yang kini aktif menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung ini dan Ketua Forum Komunikasi Tutor Keaksaraan Indonesia, masih tetap sehat bugar dan memiliki semangat untuk membangun pendidikan bagi masyarakat sekitar Desa Cipageran dan Bandung umumnya. Sebab, mereka yang mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan yang diberi nama ‘PKBM Bina Mandiri Cipageran’ ini bukan hanya masyarakat sekitar Cipageran, tapi juga dari sejumlah daerah di Bandung, baik Kota Bandung, Bandung Utara maupun Bandung Barat. PKBM Bina Mandiri Cipageran, didirikan berawal dari situasi dan kondisi masyarakat Kelurahan Cipageran yang sebagian besar tidak sekolah, putus sekolah SD-SLTA, bahkan sebagian besar orang dewasa di daerah ini buta aksara. Mayoritas penduduk Cipageran tidak lain bermata pencaharian buruh pabrik, buruh tani sayuran, kuli bangunanpeternak dan sedikit PNS dan wiraswasta yang tentunya masih memiliki tingkat pendidikan relatif terbatas. Dalam pusaran peristiwa berdarah kudeta 1965, kampung di ujung utara Kota Cimahi ini dikenal luas sebagai salah satu basis PKI (Partai Komunis Indonesia), partai yang secara resmi dipersalahkan oleh pemerintah. “Untuk bisa membujuk warga kampung agar mau belajar di PKBM, saya harus mengajak tentara. Dulu kan belum ada PKBM, tapi kegiatan belajar sudah berlangsung,” kata Aan. Emak Aan merasa terpanggil untuk memberikan layanan pendidikan. Ia berpikiran bahwa pendidikan itu hak semua warga masyarakat, serta menjadi tanggung jawab semua pihak untuk memberikan layanannya. Dari pola pikir yang cukup sederhana dan terpanggil sebagai pendidik, Emak Aan mulai menggerakkan semua potensi yang ada di lingkungan Kelurahan Cipageran untuk merancang wadah yang dapat memberikan layanan pendidikan.
42
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
43
Hasil penggalangan potensi yang ada dan bermusyarawarah dengan masyarakat dan tokoh setempat dibentuklah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diberi nama Bina Mandiri. Lokasi kegiatannya beralamat di Jl. Kolonel Masturi Km. 3 Kampung Cimenteng RT 01 RW 11 Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Tujuan dari pendirian PKBM Bina Mandiri adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan usaha kepada anak putus sekolah serta warga masyarakat yang menjadi warga belajar program Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI), serta belajar keterampilan agar pengetahuan, keterampilan dan sikap mental warga belajar lebih meningkat kualitas hidupnya. Dengan adanya sasaran program PNFI yang ada diwilayah kerja PKBM Bina mandiri, maka Aan dan para pengurus lainnya secara simultan melakukan pendeketan pada kelompok sasaran dan tokoh masyarakat. Pengelola PKBM pada tahap awal melakukan pendataan di sekitar kampung cimenteng dan lingkungan pabrik sehingga diketahui data saran program serta potensi yang bisa dikembangkan untuk menlaksanakan program PNFI tersebut. Dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan masyarakat akan pentingnya pendidikan, pengelola mengalami beberapa kendala baik dari calon sasaran ataupun masyarakat setempat. Tentu saja upaya yang dilakukan bukan berjalan mulus, tapi sejumlah kendala menghadang. Namun kendala tersebut secara perlahan dapat diselesaikan dengan pendekatan pada kelompok sasaran oleh pengelola, karena pengelola yang direkrut dalam kepengurusan PKBM telah diberikan bekal pendidikan dan pelatihan serta berada dalam lingkungan dimana sasaran tersebut berada. Kelompok masyarakat yang kurang beruntung dalam bidang pendidikan tersebut secara perlahan dilayani dengan program PNFI seperti : Program keaksaraan fungsional, kelompok bermain (PAUD), Paket A, B dan C, program pendidikan kecakapan hidup (life skill), Kelompok Belajar Olah raga (KBO) dan Taman Bacaan Masyarakat. Dalam mendukung pembelajaran dari setiap program PNFI tersebut pengelola berupaya untuk mencari dukungan baik financial maupun teknis pengelolaan sehingga pencapaian program dapat dicapai secara utuh. Dalam mengembangkan program yang ada di PKBM, pengelola berupaya untuk koordinasi atau melakukan kemitraan dengan berbagai pihak seperti: Dinas 44
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Pendidikan Kota Cimahi, Kecamatan Cimahi Utara, Kelurahan Cipageran, UPTD SKB Kota Cimahi, UKM Kota Cimahi, PKK Kel. Cipageran, Kader-kader Posyando Kelurahan Cipageran, Dinas Pemberdayaan Daerah, Disnakertrans, Dinsos dan Dinas lainnya secara tidak langsung. Dari pelaksanaan program yang sedang dan telah dilakukan tersebut pengelola PKBM tidak terlepas dari masalah baik teknis pembelajaran maupun manajerial pengelolaan PKBM. “Seringkali kendala ini membuat pesimis pengelola, tapi karena niatnya tulus demi anak-anak dan orang tidak mampu, kita jalani saja seperti air mengalir,” ujar Aan. Aan mengakui, pada tahap awal terkendala oleh minimnya sarana untuk pendukung pembelajaran atau gedung, sehinga perlu adanya pembagian jadwal pembelajaran untuk setiap satuan PNFI yang diselenggarakan. Disamping itu, belum seluruh pengelola memahami cara pengelolaan PKBM yang sesuai dengan standar minimal pengelolaan sehingga pada tahap awal masih berjalan apa adanya. Mengatasi hal ini, Aan selaku ketua PKBM melakukan pendekatan pada berabagai pihak untuk dapat meminimalisir permasalahan seperti kurangnya tempat belajar dapat dipecahkan dengan swadaya membangun kelas tambahan, sedangkan bagi pengelola yang belum memahami PKBM diberikan kesempatan untuk ikut pelatihan pengelolaan PKBM pada tingkat kabupaten atau provinsi. Alhasil, semua pengelola yang juga termasuk para tutor dengan sendirinya mereka mendapat pengalaman tambahan. “Tidak hanya puas sampai disitu, pengelola PKBM Bina Mandiri juga melakukan studi banding ke PKBM yang sudah lebih maju sehingga hal-hal yang bisa diinovasikan dapat dilaksanakan di PKBM Bina Mandiri”, ucap Aan. Setelah PKBM ini berkiprah cukup lama maka banyak prestasi yang diraih baik secara kelembagaan, satuan program ataupun personal WB. Gambaran hasil prestasi yang diperoleh: Juara Harapan 1 Lomba Keteladanan PKBM tingkat Propinsi Jawa Barat tahun 2003, tempat PPL bagi Mahasiswa STKIP Siliwangi dan UPI jurusan PLS sejak tahun
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
45
2003, Rangking 2 Tutor KF dlm Pelatihan Tingkat Propinsi Jawa Barat tahun 2005 di Pusdai Sumedang, Peringkat 1 Ketua Penyelenggara pada pelatihan Penyelenggara Tk. Propinsi Jawa Barat tahun 2005, Peringkat 2 Tk. Nasional Diklat Teknis Pendidikan KF di Unggaran Semarang tahun 2006, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat Paket B se-Kota Cimahi tahun 2006, Juara 2 Lomba Cerdas Cermat Paket B seKota Cimahi tahun 2006, Perwakilan Pemuda Pelopor Kel.Cipageran ke tingkat Kota Cimahi tahun 2006, Peserta Pelatihan Tutor Terbaik pada Pelatihan Tutor Kesetaraan Desember 2007, Peringkat 1 Warga Belajar pada pelatihan Komputer se-Kota Cimahi tahun 2007, dan Peserta Terbaik pada Pelatihan Tutor Tk. propinsi yang diselenggarakan oleh forum PKBM Nasional tahun 2007. Semua prestasi yang diperoleh tersebut bukan tanpa perjuangan panjang dan kepiawaian para pengelola PKBM yang sudah dikenal masyarakat Bandung ini. Bahkan, Aan mengakui bekerhasilan PKBM ini tidak terlepas dari peran serta seluruh komponen yang ada baik pendidik maupun tenaga kependidikan. “Semua komponen yang terlibat dalam PKBM bekerjasama dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga prestasi demi prestasi dapat diraih,” kata Aan, yang selain sibuk menahkodai PKBM Bina Mandiri, ia juga aktif menjadi dosen di sebuah STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan) di Bandung, juga menjadi pembicara ditingkat nasional.
Produk Unggulan Nama besar Aan dan PKBM Bina Mandiri seakan tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Bagi masyarakat Bandung, khususnya Cimahi, nama Emak Aan identik PKBM Bina Mandiri. Begitu juga sebaliknya, yang jelas semua itu terjadi akibat perjuangan panjang dan kiprah pemberdayaan lembaga pendidikan nonformal dan informal yang satu ini, yang berdiri atas niat ikhlas pada awalnya. “Orang mungkin boleh mencibir, boleh bangga dengan PKBM Bina Mandiri, semua wajar-wajar saja. Yang jelas, Emak mah jalanin aja yang penting halal, dan ngga melanggar aturan. Emak berani ‘ngamen’ sana-sini bukan untuk sendiri, tapi untuk warga belajar. Kalau untuk makan Emak kan punya pensiun, ada honor ngajar dan pembicara,” ucap Aan sambil tertawa khasnya. Keunggulan yang sekarang dimiliki oleh PKBM Bina Mandiri adalah adanya produk unggulan hasil keterampilan warga belajar seperti rajutan yang telah ikut serta dalam berbagai pameran baik provisni maupun nasional. Kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan produk unggulan ini adalah kerjasama dengan Deperindag sehingga pengelola akan mendapat bimbingan teknis baik dalam melakukan proses rajutan ataupun proses jalinan kemitraan dalam pemasaran produk.
46
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Produk unggulan PKBM ini antara lain rajutan, dan berbagai jenis pernak-pernik yang terbuat dari campuran mote-mote, yang disulap menjadi berbagai jenis bahan hantaran. Produk sepatu rajutan laku keras, baik yang datang ke PKBM maupun pesanan. “Ini sepatu khas PKBM ini, makanya laris dan sudah dijual di mal-mal dengan harga terjangkau,” kata Aan. Berbagai produk yang dihasilkan PKBM Bina Mandiri, diakui Aan muncul karena adanya program pemerintah Direktorat Pendidikan Pembinaan Masyarakat, yang menggelontorkan program usaha mandiri. Di PKBM ini, program Keaksaraan Dasar baru dirintis sejak 2005. Lima tahun kemudian, izin menjalankan program KUM turun. Dalam kurun tujuh tahun tersebut, tidak kurang dari 400 orang buta aksara, mayoritas perempuan, telah dibina. Mereka datang dari keluarga tidak mampu di Kelurahan Cipageran dan sekitarnya dengan pekerjaan sebagai buruh tani, peternak, atau ibu rumah tangga. “Penuntasan buta aksara harus dilanjutkan dengan pembekalan keterampilan hidup agar tidak ‘kambuh’ lagi. Karena itulah, program KUM menjadi demikian strategis,” kata Mak Aan. Bersama lima tutor, Mak Aan secara serius mengembangkan materi pembelajaran KUM. Selain kelompok seni calung dan pemberian modal beternak domba, PKBM juga mengajarkan keterampilan merajut. Sebuah toko kecil di Jalan Paberik Aci, Kota Cimahi, disediakan sebagai tempat memajang dan menjual karya tangan warga binaan. PKBM juga membentuk koperasi simpan-pinjam untuk memutus rantai ketergantungan mereka pada tengkulak. PKBM Bina Mandiri, satu-satunya PKBM di Jawab Barat yang dari sisi manajemen terbaik. Karena itu, tidak salah bila pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2014 lalu menilai PKBM asuhan Aan Anasih Nawakarana sebagai juara pertama bidang manajemen PKBM tingkat nasional. Mengingat kualitas dan kuantitasnya selama ini, PKBM Bina Mandiri seringkali menjadi rujukan dan studi banding tutor bahkan PKBM dari berbagai daerah, tidak hanya di sekitar Bandung, Jawa Barat, tapi juga daerah atau provinsi lainnya. Mereka seringkali belajar bagaimana manajemen dan keberhasilan PKBM ini. “Yang jelas, tiap tahun pasti ada saja. Yang lebih jelas lagi, tiap tahun PKBM kami selalu menjadi objek penelitian mahasiswa baik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, STKIP Bandung maupun perguruan tinggi lainnya,” ujar Aan. PKBM Bina Mandiri Cipageran Jl. Kolonel Masturi Km. 3 Kampung Cimenteng RT 01 RW 11 Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
47
PKBM BINA TERAMPIL MANDIRI
Lahirkan Entrepreneur Baru
B
agi Asep Saepul Achyar, tidak pernah terpikirkan hidupnya akan sepenuhnya mengabdikan diri kepada masyarakat. Sebab, pria jebolan fakultas hukum salah satu perguruan tinggi di Bandung ini bercita-cita ingin bekerja di kantor pemerintahan, tapi suratan nasib menentukan lain. Asep terdampar di Desa Kertawang, salah satu desa yang terletak di kaki Gunung Burangrang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Desa yang berada di ketinggian sekitar 700-800 meter di atas permukaan laut ini memiliki potensi alam yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian, seperti berbagai jenis sayuran maupun bunga, bahkan ternak. Sayangnya, kesadaran warga masyarakat di desa ini akan pentingnya pendidikan masih sangat kurang. Berkali-kali melamar pekerjaan belum jodoh. Kendati pernah ada yang menerima tapi akhirnya Asep tidak betah dan akhirnya keluar. Tidak putus asa, pria ini mencoba dan terus mencoba melamar pekerjaan, tapi lagi-lagi gagal. Hingga suatu ketika dia kepincut seorang gadis di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Cimahi, dan lamaran pun diterima. Gelar Sarjana Hukum (SH) yang disandangnya kandas dan sejak menikah Asep bergelut dengan pertanian, yang kebetulan milik keluarga istrinya. Hari berganti hari, berganti minggu, berganti bulan, bulanpun berganti tahun dan tidak terasa sudah beberapa tahuh Asep bergelut dengan tanaman, pupuk, kebun dan sawah. Semua itu ia nikmati bak air mengalir. Tak terasa Asep hidup di lingkungan masyarakat yang kurang beruntung. Betapa tidak? Banyak anggota masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, putus sekolah dan buta huruf. Anak-anak usia sekolah banyak yang tidak sekolah karena untuk ke SMP saja jauh. Alhasil, banyak anak putus sekolah SD, SLTP dan SLTA. Di sisi lain, banyak orangtua yang buta huruf. Hingga suatu saat terbersit keinginan untuk membantu masyarakat Desa Kertawangi, sebuah desa di kaki Gunung Burangrang. Asep berpikir bagaimana anak-anak putus sekolah dan orang dewasa yang tidak memiliki keterampilan dan buta huruf bisa mengenyam pendidikan. Pada tahun 2003 ia membuka layanan pendidikan gratis komputer dan bahasa Inggris, dan setahun kemudian membuka bimbingan belajar.
48
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Selang beberapa bulan peminat makin banyak, yang semula layanan pendidikan di salah satu ruangan di rumahnya, akhirnya berpikir untuk mengembangkan layanan pendidikan bagi masyarakat yang jauh dari perkotaan ini, baik ke Cimahi maupun ke Lembang. “Saya melihat makin hari kok makin banyak anak yang mau belajar disini. Karena itu, saya mulai berpikir lagi untuk memberikan layanan pendidikan yang lebih. Saya ingin anak-anak ini tidak hanya belajar komputer, tapi juga belajar lainnya. Apalagi, mereka ada yang drop out (DO) SD. Mau jadi apa mereka kelak,” ujar Asep saat dijumpai di kantornya. Kondisi ini mengetuk Asep dan beberapa tokoh masyarakat di Desa Kertawangi untuk mendirikan sebuah lembaga yang berkiprah dalam bidang pendidikan. Sebab, dua jenis kursus yang telah berjalan dirasa kurang menampung kebutuhan atau ‘kehausan’ masyarakat sekitar akan pendidikan yang sesuai dengan minatnya. Satu Agustus 2005 Asep dan beberapa tokoh setempat mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, yang diberi ‘PKBM Bina Terampil Mandiri’ di Desa Kertawangi, beralamat di Jl. Mekartani No. 164 Desa Kertawangi, Kec. Cisarua Kab. Bandung. Lahirnya PKBM yang menempati lahan seluas 855 meter persegi dengan bangunan kantor 40 meter persegi, tidak terlepas dari kesadaran pendirinya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan masyarakat khususnya di Desa Kertawangi. PKBM Bina Terampil Mandiri menawarkan pendidikan luar sekolah sebagai alternatif dalam memperbaiki taraf hidup masyarakat melalui kegiatan pembelajaran yang berbasis pada kecakapan hidup (life skill). “Pada awal berdirinya, PKBM Bina Terampil Mandiri lebih memusatkan kegiatan pendidikan dalam bentuk kursus komputer dan bahasa Inggris. Namun melihat kebutuhan warga yang banyak tidak melanjutkan sekolah karena alasan ekonomi, akhirnya PKBM Bina Terampil Mandiri memutuskan untuk membuka program Paket A, B, dan C,” jelas Asep. Belakangan ini PKBM Bina Terampil Mandiri menambah garapan programnya dalam bentuk Kelompok Belajar Usaha (KBU) dalam bidang pertanian dan keterampilan berupa budi daya tanaman hebras, asparagus, jamur, dan merajut. Bahkan, dalam sekala kecil-kecil membuat insektisida yang ramah lingkungan dari bahan herbal yang ada di sekitar PKBM. Setelah mendapat kunjungan dan pengarahan dari Penilik Diklusemas/PLS Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Cisarua, disarankan untuk menyelenggarakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang didalamnya mencakup semua aspek pendidikan dan keterampilan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Asep mengakui, pendirian PKBM yang sejak memang difokuskan untuk membantu dan memberdayakan masyarakat sekitar. Karena itu, misinya mewujudkan Program Pendidikan Luar Sekolah yang berbasis pada masyarakat luas dan berorientasi pada kecakapan hidup (Life Skill), memasyarakatkan belajar dan membelajarkan masyarakat.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
49
“Cita-cita saya, keberadaan PKBM ini dapat dirasakan manfaatnya. Karenanya, kami ingin meningkatkan kualitas intelektual dan Kecakapan Hidup (Life Skill) masyarakat atau warga belajar melalui program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan, yang kami sediakan,” tegas Asep. Cita-cita Asep untuk mengembangkan dan memberdayakan masyaarakat Desa Kertawangi atau Kecamatan Cisarua, Bandung ini tercapai. Terbukti banyak warga masyarakat baik usia PAUD, SD, SLTA dan SLTA bahkan dewasa atau orangtua yang menaruhkan nasibnya untuk belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan. Tidak hanya itu, di PKBM ini pula mereka dapat mengembangkan minat dan bakatnya di bidang seni. “Di PKBM ini mau belajar apa silahkan saja. Mau merangkai bunga, keterampilan merajut, pertanian, membuat jamur, mau belajar musik juga ada. Yang penting asal ada kemauan silahkan,” ujar Asep. Alhasil banyak lulusan PKBM ini yang sudah bekerja di perusahaan, baik di sekitar maupun di luar Cisarua. Bahkan, ada juga yang sudah mandiri. Misalnya, mereka yang pernah belajar menjahit, ada yang sudah membuka usaha sendiri.
Untuk mewujudkan visi tersebut telah dilaksanakan berbagai program oleh PKBM Bina Terampil Mandiri yang lebih fungsional dan konteksual sehingga langsung dapat dirasakan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara itu penyelenggaraan PNF bersipat luwes dalam hal tempat, waktu dan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani baik tingkat usia, tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan lingkungan hidup warga belajar. PKBM Bina Terampil Mandiri dijadikan tempat pelatihan dan magang pendidik dan tenaga kependidikan serta masyarakat. Hampir tiap tahun menjadi tempat magang mahasiswa UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dan STKIP Siliwangi, termasuk objek penelitian program S1, S2 dan S3.
Program Pembelajaran Dalam menjalankan aktivitasnya PKBM Bina Terampil Mandiri melakukan identifikasi masyarakat, sehingga diketahui keberadaan masyarakat sekitar, terutama yang berada di Desa Kertawangi. Hasil pendataan di Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua: buta aksara sebanyak 872 orang, dropout SD 145 orang, dropout SMP 423 orang, dan masyarakat belum punya pekerjaan sebanyak 1.038 orang Berdasarkan hasil Identifikasi, selanjunya PKBM Bina Terampil Mandiri mengadakan beberapa program di antaranya : pendidikan keaksaraan dasar, pendidikan anak usia dini, pendidikan kesetaraan Paket A setara SD, pendidikan kesetaraan Paket B setara SMP, pendidikan kesetaraan Paket C setara SMA, dan pendidikan kecakapan hidup. Asep mengakui dalam dalam menjalankan kegiatannya PKBM Bina Terampil Mandiri tidak terlepas dari kendala. Diakui kendala utama dalam proses kelembagaan dan pembelajaran di PKBM Bina Terampil Mandiri adalah biaya operasional sehari-hari.
Labsite Pusat Pengembangan P2PAUDNI Jayagiri, Bandung PKBM Bina Terampil Mandiri, terpilih sebagai salah satu laboratorium Pusat Pengembangan PAUDNI Regional I, Jayagiri, Bandung. Dalam upaya perluasan dan pengembangan layanan pendidikan Nonformal dan Informal yang dilaksanakan oleh PKBM Bina Terampil Mandiri, layanan pendidikan yang relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, perencanaan program yang diharapkan mampu memberikan jawaban dalam pemecahan di bidang pendidikan khususnya pendidikan Nonformal dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Program yang dirancang dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih luas, terbuka bagi masyarakat yang memilih pendidikan Nonformal sebagai pendidikan alternatif dan/atau mereka yang belum mendapatkan layanan kebutuhan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan visi dan misi PKBM Bina Terampil Mandiri.
50
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Sama halnya dengan PKBM yang lain, PKBM Bina Terampil Mandiri tidak memungut biaya terhadap warga belajar. Hampir dapat dipastikan sumber dana yang selama ini dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional tersebut dari bantuan Direktorat di lingkungan Ditjen PAUDNI, dinas pendidikan, dan P2PAUDNI. Dana yang dikeluarkan sangatlah insidental, sedangkan kebutuhan yang harus dipenuhi bersifat kontinyu. Sementara ini, pembelajaran dilakukan di beberapa ruangan rumah pengelola dan ruang kelas yang sudah di blok-blok. Bahkan, dilakukan kelas di luar diantara sarana pembelajaran yang menyatu dengan alam sehingga terasa sejuk dengan udara terbuka. Pemecahan masalah pendanaan, dilakukan pengelola dengan swadaya masyarakat (pembangunan sarana) dengan urunan uang, membawa alat bangunan yang dipunyai anggota masyarakat untuk membangun tempat pembelajaran. Alhasil, terbentuk sebuah ruang pembelajaran dan TBM yang posisinya di tengah kebun hebras. Dilakukan juga pencarian bantuan melalui desa, kecamatan dan kabupaten lewat dinas pendidikan, P2PAUDNI Jayagiri, dan Direktorat Jenderal PAUDNI
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
51
Untuk mengatasi pendanaan yang tidak berlanjut, pengelola PKBM mengantisipasinya dengan membentuk beberapa kelompok belajar usaha, dengan beberapa pembagian hasil yang dapat dimanfaatkan untuk dana operasional PKBM. Di sisi lain, mengingat PKBM ini sudah memiliki produk pertanian, seperti hasil kebun berupa sayuran, jamur, pembibitan jamur merang, juga insektisida, semua itu bisa menunjang pendanaan. “Tentu saja saya bedakan mana yang terkait dengan usaha pribadi sebagai pemasukan keluarga, tapi juga mana yang hasil karya warga belajar. Sebab, banyak juga hasil warga belajar yang menghasilkan uang, dan yang bagian ini menjadi dana untuk operasional lembaga. Dana yang dihasilkan dari warga belajar kembali lagi untuk kegiatan warga belajar,” kata Asep. Swadaya masyarakat masyarakat sekitar untuk pengadaan prasarana dan minta bantuan dari pemerintah atau lembaga yang lainnya juga dilakukan. Untuk tenaga pendidikan, dengan pelatihan pembinaan sendiri dengan pendidik yang ada di lembaga PKBM sendiri. Pelatihan dilakukan dengan mengikut sertakan pendidik ke dinas pendidikan, SKB, P2-PAUDNI dan lembaga yang lainnya. Dilakukan juga sharing antar tutor dan pengelola dalam setiap bulannya. Melalui kegiatan ini diharapkan terjadinya proses tukar pengalaman dan wawasan pada masing-masing unsur. Beberapa dosen diundang untuk mengadakan pelatihan tutor di intern PKBM. Pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan, di antaranya mendatangkan dosen STKIP Siliwangi. Berperan aktif dalam wujud keikutsertaan dalam mengikuti pelatihan tutor yang diselenggarakan SKB, Dinas Kabupaten, P2PAUDNI, dan tingkat pusat (Jakarta). Untuk memperkuat program dilakukan terobosan dengan memperbanyak jaringan kemitraan sesuai dengan program yang diselenggarakan antara lain: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Cisarua, P2PAUDNI Jayagiri, Politeknik Bandung, Dinas Sosial, Dinas Pertanian, Pemerintahan Desa Kertawangi, dan Dunia Usaha. PKBM Bina Terampil Mandiri Jalan. Mekartani No. 164 Desa Kertawangi, Kec. Cisarua Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat
52
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM GEGER SUNTEN
Mengais Asa Menjawab Kebutuhan Belajar Masyarakat
S
ulitnya masyarakat Desa Suntenjaya, Lembang, Bandung Barat mendapatkan pendidikan membuat miris sekaligus mengusik rasa kemanusiaan Yusuf Hadik, pensiunan Departemen Kehutanan di Samarinda, Kalimantan Timur ini melihat masyarakat tidak mengenyam pendidikan. Betapa tidak! Banyak anak usia sekolah tidak bisa sekolah, terlebih lagi lulusan SD dan SLTP yang saat itu terpaksa harus tidak melanjutkan ke pendidikan SLTP atau SLTA karena jauhnya sekolah. Wajar kalau pendidikan sangat mahal bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata, Maribaya.
Di samping, jaraknya yang jauh karena harus naik angkutan umum atau naik ojek untuk bisa sampai ke SLTP atau SLTA. Kondisi alam yang berbukit-bukit, asri dengan hutan, serta faktor ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, semakin memperparah kondisi masyarakat. Sementara mengandalkan hasil pertanian harus menunggu beberapa bulan. Karena itu, Yusuf Hadik, pria setengah baya ini mencoba mengatasi masalah yang tengah dihadapi masyarakat Desa Suntenjaya. Ia kemudian membuka kursus komputer di rumahnya. Namun mengingat banyaknya anak-anak yang putus SD, akhirnya membuka paket A setara SD dan paket stara SMP. Seiring dengan perjalanan waktu dan animo warga yang haus belajar makin banyak. Akhirnya Yusuf bersama beberapa tokoh masyarakat dan aparat desa setempat membentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Geger Sunten pada 2005. Pembentukan ini juga karena adanya informasi dari Dinas Pendidikan Setempat yang menganjurkan membuka lembaga yang dikenal PKBM.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
53
Saat pembentukan dan pendirian PKBM yang kemudian diberi nama dengan nama desa yaitu ‘Geger Sunten’. Pria kelahiran Bandung ini didaulat menjadi ketuanya. Sangat sederhana, karena dasar pembentukan lembaga ini pun untuk memenuhi kebutuhan layanan pendidikan masyarakat di sekitarnya. Keberadaan PKBM Geger Sunten pun bagi masyarakat Suntenjaya, sangat berarti. Kesempatan untuk kembali mengenyam bangku sekolah tidak lagi mimpi. “Mereka yang putus sekolah kembali memperoleh hak belajar. Jadi, setelah ada PKBM anak-anak mulai banyak yang belajar, bahkan seperti sekolah formal menggunakan seragam,” ujar Yusuf. Seiring dengan perkembangan jumlah peminat dan jenis pendidikan, selain membuka program paket A, dan B, kemudian membuka paket C, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan keaksaraan atau keaksaraan fungsional (KF), Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills), dan pengarusutamaan gender. “Sekitar 80 persen, masyarakat Desa Suntenjaya bermatapencaharian pertanian. Kondisi suhu, cuaca, dan kegemburan tanah menjadikan mereka nyaman dalam bertani dan bercocok tanam. Kondisi ini, lambat laun berdampak terhadap perkembangan program yang ada di PKBM. Kebanyakan dari mereka minta dilatih keterampilan”, lanjut Yusuf. Atas permintaan masyarakat tersebut, pada tahun kedua, Geger Sunten mulai merambah pada pelatihan vokasional, terutama dalam bidang pertanian. Beberapa program seperti Kursus Wirausaha Desa (KWD) atau Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) pun mulai dilaksanakan. Apresiasi masyarakat terhadap keberadaan PKBM semakin meningkat. Kebutuhan mereka terjawab dengan pemenuhan kebutuhan belajar tentang keterampilan. “Kami selalu ‘mengawinkan’ program belajar dengan keterampilan” aku Yusuf. Memang PKBM Geger Sunten mengintegrasikan pembelajaran dengan pendidikan kecakapan hidup. Hal ini lebih didasarkan selain mendapat fasilitas pengetahuan umum, masyarakat juga memperoleh kemampuan life skill yang sangat bermanfaat untuk keberlangsungan hidupnya. Masyarakat merasakan langsung manfaat dari belajar. Sampai saat ini, telah terbentuk kelompok-kelompok belajar usaha (KBU) yang terbentuk atas inisiasi kreatif PKBM. Kebermanfaatan KBU ini sangat berdampak positif pada ekonomi keluarga di Masyarakat Gegersunten. Angka pengangguran dan keterbelakangan ekonomi, setidaknya dapat ditepis.
54
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Di sekitar lingkungan PKBM telah terbentuk laboratorium-laboratorium keterampilan. Jangan heran, ketika kita berkunjung ke lembaga ini, selain tempat belajar yang berbentuk kelas, kita juga akan menjumpai saung-saung yang berisikan tanaman anggrek, kaktus, dan strawberi. Bukan hanya hasil pertanian, kita juga akan melihat budidaya kambing dan kelinci. Tidak sendiri, prestasi yang kini terus diukir PKBM dibantu dengan jalinan kemitraan dengan beberapa lembaga pemerintah, seperti Direktorat di lingkungan Ditjen PNFI, P2-PNFI Regional I Bandung, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, dan Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Bandung Barat. Sementara itu, untuk optimalisasi pembelajaran keterampilan, lembaga menggaet beberapa dunia usaha yang berada di sekitar Kecamatan Lembang. Sebut saja “Usaha Pak Rizal” kelompok usaha yang sering kali membeli hasil pertanian dan peternakan dari PKBM. Inovasi pembelajaran yang dilakukan PKBM, tidak hanya dilakukan di bangku belajar. PKBM memfasilitasi kegiatan belajar yang dilaksanakan setelah program selesai dilaksanakan. Inovasi yang dimaksud pola pendampingan terhadap alumni peserta didik. Ketika proses pembelajaran selesai, peserta didik diberikan modal awal untuk memulai inovasi usaha. Kemudian, alumni peserta didik akan diarahkan untuk bekerja secara mandiri dan bekerja secara kelompok. Baik secara mandiri atau kelompok, pihak penyelenggara (PKBM) bersama beberapa instruktur akan tetap terus memantau dan mendampingi alumni peserta selama beberapa bulan pasca pelatihan. Untuk mengukur keberhasilan program, alat ukur yang digunakan PKBM cukup bervariatif dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Coba kita lihat, salah satu program yang ada di Pendidikan Keaksaraan. Secara kualitatif, mereka memiliki kemampuan calistung dan dapat mempertahankan kemampuan calistung, sehingga tidak buta huruf kembali. Keberhasilan integrasi vokasionalnya, mereka memperoleh kesempatan untuk meningkatkan keterampilan fungsional untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kemampuan budidaya dalam bidang pertanian dan peternakan. Sementara itu, secara kuantitatif mereka memperolah legalitas dalam bentul SUKMA dan STSB. “Kami memang belum optimal, tapi inilah yang telah kami perbuat,” itulah kesehajaan Yusuf Hadik. Beberapa kiprahnya dalam memelekkan masyarakat terhadap pendidikan, sudah cukup diperhitungkan.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
55
PKBM Geger Sunten Jadi Labsite Labsite adalah tempat dan atau lokasi pelaksanaan pengkajian, pengembangan dan penyelanggaraan proses belajar mengajar PAUDNI, tempat pelatihan dan magang bagi pendidik dan tenaga kependidikan, serta masyarakat, yang dipilih dan ditetapkan oleh P2PAUDNI Jayagiri. Dalam upaya perluasan dan pengembangan layanan pendidikan Nonformal dan Informal yang dilaksanakan oleh PKBM Geger Sunten, layanan pendidikan yang relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, perencanaan program yang diharapkan mampu memberikan jawaban dalam pemecahan di bidang pendidikan khususnya pendidikan Nonformal dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Program yang dirancang dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih luas, terbuka bagi masyarakat yang memilih pendidikan Nonformal sebagai pendidikan alternativ dan/atau mereka yang belum mendapatkan layanan kebutuhan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan visi PKBM Geger Sunten “Membangun masyarakat Religius, Gemar Belajar dan Produktif ” dengan misi (1) meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat, (2) mengembangkan keterampilan hidup masyarakat (3) memperluas kesempatan belajar untuk segala lapisan masyarakat dan untuk semua usia, dan (4) memperkuat fasilitas belajar untuk proses belajar berkelanjutan Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah dilaksanakan berbagai program oleh PKBM geger sunten yang lebih fungsional dan konteksual sehingga langsung dapat dirasakan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara itu penyelenggaraan PNF bersipat luwes dalam hal tempat, waktu dan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani baik tingkat usia, tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan lingkungan hidup warga belajar. PKBM geger Sunten mulai merintis Labsite mulai tahun 2009 dengan program percontohan, Pendidkan Kesetaraan Paket B, dan pada tahun 2010 PKBM Geger Sunten mendapatkan penghargaan juara 2 Tingkat Nasional di Bali, pada tahun 2011 dan 2012 PKBM Geger Sunten Masih dipercaya PP-PNFI Sebagai Labsite dengan Program Pendidikan Keaksaraan, Pendidikan Kesetaraan dan Kewirausahaan Masyarakat. PKBM Geger Sunten dijadikan tempat pelatihan dan magang Pendidik dan tenaga Kependidikan serta masyarakat, dari tahun 2005 sampai dengan 2011, PKBM Geger sunten telah dikunjungi oleh 31 Negara dengan berbagai tujuan. PKBM Geger Sunten Kampung Cibodas, Suntenjaya, lembang- Bandung Barat Provinsi Jawa Barat
56
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM CITRA ILMU
Hijrah Membawa Hikmah
B
angunan bergaya minimalis terletak di jalan Brigadir Jenderal Sudiarto, No. 42, Ungaran Semarang, adalah potret kesuksesan Moch Isman sebagai pendiri sekaligus pengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Citra Ilmu. Terletak di kawasan utama Kota Ungaran, PKBM Citra Ilmu sejak tahun 2001 telah menghasilkan ratusan hingga ribuan warga belajar yang kini telah menjadi wirausaha, karyawan hingga pegawai kantoran serta menularkan virus “melek internet”, melek “baca” dan “melek media sosial” dengan mendirikan komunitas blogger, komunitas taman bacaan dan memancarkan sinyal “hotspot” yang bisa dijangkau warga sekitar PKBM. Tidak heran, bila Citra Ilmu ditetapkan sebagai salah satu percontohan di Jawa Tengah yang telah banyak dikunjungi berbagai lembaga dan instansi dari dalam dan luar negeri untuk melaksanakan studi banding. Namun, dibalik kesuksesan Moch Isman - yang kini telah menyiapkan putra pertamanya M. Farid Fitriyanto untuk meneruskan tongkat estafet - dalam mengelola Citra Ilmu ada cerita suka dan duka ketika merintis usaha dari nol hingga menjadi besar dan melewati berbagai tantangan yang menguji kesabaran. Moch Isman bukan penduduk asli Ungaran. Merantau dari Jombang, Jawa Timur pada pertengahan tahun 1970 ke Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. “Prinsip saya, tinggal di kampung halaman bersama keluarga besar akan makin susah. Maka tidak ada jalan lain, harus mencari peluang kerja ke kampung orang,” kata pria paruh baya lulusan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 Jombang.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
57
Kala itu, Isman belum membawa keluarganya hingga ketika merasa tabungan sudah cukup kemudian membawa serta istri dan dua anaknya yang masih kecil, yakni Farid Fitriyanto kelas IV SD dan Siti Rochayani kelas III SD. Sementara, belum ada jaminan pekerjaan tetap di Ungaran sehingga langkah pertama mencari kontrakan untuk tempat tinggal keluarganya. “Saat itu, saya hanya berpikir untuk siap melakukan pekerjaan apa saja asal halal dan bisa menghidupi anak dan istri sehingga bekerja serabutan pun saya jalani, termasuk memberikan pelajaran agama berbekal ilmu dari PGAN”.
diperoleh Isman dari hasil lelang perusahaan bank yang mengalami kebangkrutan pada saat terjadi krisis moneter di Indonesia sekitar tahun 2008. “Saya bisa dapat komputer bekas dari hasil lelang yang kemudian mengisi ruang di rumah kontrakan”.
Di sisi lain, sejak awal kedatangan ke Ungaran, Isman berupaya meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti kursus di Efendy Harahap Institute Kota Semarang yang dimiliki kerabatnya. Berkat ketekunan dan kegigihannya, Isman diterima kerja di lembaga pendidikan tersebut dan bekerja selama 14 tahun dari tahun 1976-1990. Meski sudah memperoleh pekerjaan tetap, Isman dan istrinya Aminatuz Zuhriyah tetap berupaya mencari peluang, yakni dengan membuka kursus menjahit sesuai dengan keahlian yang dimiliki istrinya.
Secara bertahap kemudian Isman membangun ruang demi ruang untuk menampung berbagai kegiatan kursus. Namun dengan berjalannya waktu, isman dan keluarga melihat masyrakat di sekeliling banyak yang tidak melanjutkan pendidikannya karena berbagai alasan. Di samping itu, Ia pun melihat banyak lembaga pra sekolah (preschool) yang menetapkan tarif relatif tinggi sehingga semakin sedikit peluang bagi anak yang berasal dari ekonomi lemah untuk mengenyam pendidikan pra sekolah.
“Saya masih belum merasa puas dengan usaha kursus yang dijalani istri kemudian saya mencari pinjaman untuk modal membeli mobil bekas yang awalnya digunakan untuk usaha antar jemput sekolah. Kemudian, tahun 1991 saya tertarik mengembangkan untuk usaha kursus stir mobil tetapi sebelumnya saya mengikuti kursus stir mobil di tempat lain untuk mempelajari ilmunya. Dengan bermodalkan satu mobil saya bisa mengembangkan modul belajar untuk stir mobil. Kemudian saya buatkan promosinya dan saya tawarkan dari rumah ke rumah, “kisahnya. Ketekunan Isman dan kesabaran Aminatuz, sedikit membuahkan hasil dengan bertambahnya mobil yang digunakan untuk kursus stir sehingga semakin meyakinkan masyarakat yang ingin belajar stir. “Secara ekonomi keluarga kami jauh dari berkecukupan. Sampai 25 tahun usia pernikahan kami masih mengontrak berpindah-pindah” . Di rumah kontrakan, Isman dan istrinya mengembangkan usaha kursus menjahit, kursus stir mobil dan bertambah dengan kursus komputer. unit-unit komputer 58
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Melihat, usaha kursus yang terus berkembang, Isman mulai berpikir untuk mencari tempat yang lebih luas untuk menyatukan seluruh kegiatan dalam satu atap dengan harapan semakin banyak minat masyarakat untuk mengambil kursus di tempatnya. Isman akhirnya menemukan sebidang tanah seluas 1200 meter di kota Ungaran yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya yang seorang pejabat kepolisian berasal dari kota Bandung. “Dengan modal “nekat “ dan berbekal informasi minim saya mencari pejabat polisi yang ternyata sudah pensiun itu ke Bandung hingga akhirnya bertemu dan saya sampaikan maksud tujuan membeli tanah tersebut untuk tujuan membangun kegiatan pendidikan. Saat mengetahui akan diigunakan untuk kepentingan pendidikan, bapak polisi itu bersedia menjual namun minta penegasan dan kejujuran saya. Saya sampaikan apa adanya, akhirnya beliau melepas dengan harga yang relatif miring”.
“Saya sangat peduli pada pendidikan karena saya an istri tidak berkesempatan pendidikan tinggi. Karena itu, anak-anak saya utamakan untuk bisa meraih pendidikan tinggi meski banyak pengorbanan tetapi kedua anak kami lulusan dari perguruan tinggi negeri (PTN). Berkaca dari pengalaman kami orang tuanya, maka saya bertekad untuk membantu anak-anak dan warga yang ingin melanjutkan sekolahnya tetapi memiliki keterbatasan ekonomi dengan mendirikan program Pendidikan anak usia Dini (PAUD) dan program pendidikan kesetaraan Paket B dan paket C”. Dua program yakni PAUD dan Pendidikan Kesetaraan semakin melengkapi program kursus yang sudah berjalan baik sehingga kemudian perkembangan tersebut yang mendorong Moch Isman untuk mewadahi berbagai kegiatan tersebut dalam lembaga Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) pada tahun 2001. “Untuk membalas nikmat Allah, kami sudah sepantasnya menolong kaum marginal. Yang tidak sekolah bisa sekolah yang tidak punya pekerjaan bisa dapat pekerjaan. Dan saya selalu memotivasi mereka melalui berbagai tulisan yang ditempel didinding. Dengan demikian warga belajar terpacu untuk mencapai prestasi terbaik,” tambahnya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
59
Lulusan Dipesan PKBM Citra Ilmu saat ini menyelenggarakan beberapa kegiatan, yakni kursus menjahit dengan dukungan 50-an mesin hight speed, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kesetaraanPaket B (SMP) dan Paket C (SMA), kursus komputer, kursus menyetir mobil, memproduksi Alat Peraga Edukasi (APE), memproduksi berbagai cindera mata berbahan baku limbah dan usaha konveksi berupa pesanan pakaian seragam, kaos, jaket, tas, dan topi dari perorangan dan perusahaan dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia. “Target belajar bagi peserta kursus di PKBM Citra Ilmu bukan sertifikat tapi kemahiran. Ukurannya, sampai mereka bisa. Tentu saja kalau dihitung secara ekonomi merugikan pengelola. Tapi itulah namanya membantu, tidak semata berhitung untung-rugi. Kalau sekadar mengejar target untuk mendapat sertifikat, mungkin kursus menjahit dalam waktu singkat sudah bisa lulus. Tapi kami tidak terlalu kaku mengenai waktu. Intinya, kami mendidik mereka sampai benar-benar bisa menciptakan pakaian siap pakai. Ratusan peserta kursus menjahit lulusan Citra Ilmu sudah langsung dipesan perusahaan-perusahaan garment yang tumbuh pesat di Ungaran. Dari sisi tenaga pengajar, Moch Isman tidak asal rekrut tetapi didukung sumber daya dengan latar belakang sarjana, meski mayoritas mereka hanya menerima honor yang sangat kecil.
sebagai contoh program kesetaraan Paket C dengan jumlah siswa 160-an, dilayani 13 tutor, semua bertitel sarjana (S-1). Untuk tiga tenaga pengajar PAUD adalah calon sarjana yang berasal dari lulusan Paket C. Sedangkan iga pengajar untuk kursus komputer minimal lulusan D1.
Berbasis IT Seolah tidak ingin ketinggalan mengikuti perkembangan teknologi informasi yang tumbuh pesat , PKBM Citra pun kemudian memfasilitasi berbagai kegiatan diskusi yang bertumpu pada pengetahuan seputar pemanfaatan jaringan internet, pengetahuan tentang blogspot dan media sosial sosial lainnya. Apalagi Moch Isman kini mulai mempercayakan kegiatan pengembangan jaringan informasi teknologi di PKBM-nya kepada anak sulungnya Farid Fitriyanto agar bisa berdaya guna bagi amsyrakat sekitar terutama generasi muda yang biasanya haus teknologi tetapi sering kali salah dalam memanfaatkannya. “Kami buka pintu ruangan Citra Ilmu untuk berbagai kegiatan diskusi bagi anakanak muda di Kota Ungaran. Sebab kami ingin dari kota kecil ini lahir generasi muda berkualitas dan terarah, pintar tetapi berakhlak,” ungkapnya. Isman yang menjabat Ketua Forum Komunikasi (FK) PKBM Jawa Tengah mengakui Citra Ilmu mendapat banyak dukungan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta, seperti Pemprov Jateng dan juga Dinas di Kabupaten Semarang serta sejumlah perusahaan swasta yang secara berkala menjadi PKBM-nya sebagai sarana menyalurkan tanggung jawab sosial perusahaan. Bagi Moch Isman dalam mengelola pendidikan nonformal dan informal melalui PKBM berprinsip pada “MASINIS”. Masinis adalah pengemudi kereta dan pendidikan luar sekolah diibaratkan sebuah kereta. Seorang lulusan PKBM harus mempunyai MUTU dan AMANAH . Tinggal bersediakah kita menjaga, memelihara, menumbuhkan dan menanamkan dalam jiwa dengan keikhlasan melalui sikap SABAR. Ketika kita berada di dunia Pendidikan Nonformal sabar adalah salah satu kunci selanjutnya. INOVASI. “Kita tidak dapat menjaga atau menengadahkan tangan kepada pemerintah untuk memberdayakan masyarakat. Karena, tak selamanya pemerintah mendukung atau menyetujui program-program kita. Solusinya adalah inovasi dalam program dan tetap menjaga silaturrahmi yang mendatangkan rejeki danm memanjangkan umur. PKBM Citra Ilmu Jalan Brigjen Sudarto Desa Karanganyar No.32 RT.2 RW.2 Kelurahan Ungaran, Provinsi Jawa Tengah
60
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
61
PKBM DEWI FORTUNA
“Omah Wayang” Menyemai Kepedulian Warga Pada Budaya Lokal
D
usun Jombor, Desa Danguran Kabupaten Klaten berjarak kurang lebih satu kilometer dari jalan utama (Jogja-Solo). Di dusun tersebut terletak Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) “Dewi Fortuna” yang kondang karena “Omah Wayang”-nya. Menyusuri jalan desa disambut hamparan sawah dan jajaran pohon pelindung yang menjadi ciri khas suasana pedesaan ketika akhirnya disambut sebuah gapura kayu menandai pintu masuk ke kompleks PKBM Dewi Fortuna. Kompleks yang dibangun di atas tanah seluas lebih dari 800 meter tersebut memiliki beberapa bangunan sederhana dan panggung pertunjukan seni budaya . Di atas tanah tersebut, Kristian Apriyanta mendirikan PKBM Dewi Fortuna sebagai lembaga satuan pendidikan nonformal berbasis seni dan kewirausahaan bersama seniman Ki. R.Tmg.Suwito Dipuro, S.Kar, dosen Ki Drs. Nuryanto, M.Hum sekaligus bersama-sama menggagas “Omah Wayang”, sebuah pusat studi seni tradisional. PKBM Dewi Fortuna tepatnya beralamat di jalan Arimbi, Jombor, Danguran, Klaten Selatan kini berkembang menjadi pusat studi budaya, pendidikan keaksaraan, pembuatan wayang, penjualan cinderamata, pelatihan dalang, pelatihan kesenian Kethopak, dan masih banyak kegiatan pendidikan bagi masyarakat. Lelaki kelahiran Klaten 24 April 1980 yang ditemui di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga honorer di Pemerintah Kabupaten Klaten mengisahkan ketertarikannya
62
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
mendirikan pusat pendidikan nonformal itu berawal dari keprihatinannya terhadap masih banyaknya warga di lingkungan tempat tinggalnya yang putus sekolah dan sebagian lainnya tidak memiliki kemampuan keaksaraan, yakni baca dan tulis. Kehadiran Dewi Fortuna lama kelamaan dikenal masyarakat sekitar karena telah menjadi kebutuhan, bahkan banyak warga belajar datang dari kota-kota dan provinsi lain terutama untuk belajar kesenian, seperti mendalang, sinden dan membuat wayang. “Program-program kami mungkin dinilai lebih variatif, keterampilan berbasis lokal yang kental, fleksibel, dan tanpa batas usia sehingga menjadi pilihan bagi masyarakat, terutama mereka yang gagal mengenyam pendidikan secara formal,” ujar Kristian. Kristian, ayah berputra satu ini mengawali kegiatan pendidikan nonformal dengan memyelenggarakan pendidikan kesetaraan Paket B dan Paket C pada tahun 2004, dan pada tahun 2007 berkembang menjadi PKBM Dewi Fortuna yang menyediakan beberapa layanan pendidikan nonformal, meliputi keaksaraan fungsional (KF), pendidikan kejar Paket B dan Paket C serta kursus seni dan budaya. Pusat studi budaya “Omah Wayang” dikukuhkan pada tahun 2010 yang kemudian melambungkan nama PKBM Dewi Fortuna menawarkan kegiatan yang meliputi pembuatan wayang, cinderamata, pelatihan dalang, pelatihan ketoprak. “Kegiatan seni dan budaya tidak hanya sekadar meramaikan kegiatan di PKBM tetapi cukup berhasil dalam memberdayakan masyarakat sekitar dan meningkatkan pendapatan penduduk sekitar ,” ujar Kristian. Dengan berbagai kegiatan tersebut masyarakat sekitar sangat mendukung dan bahkan beberapa bangunan milik warga sering digunakan untuk mendukung kegiatan Omah Wayang, seperti kegiatan “outbound” siswa siswi PAUD, sekolah dasar (SD) hingga SMA dari wilayah Klaten dan kota-kota sekitarnya seperti Salatiga, Yogyakarta, menampung wisatawan yang akan menginap, menjadi pemandu wisata dan tuan rumah bagi wisatawan asing yang ingin mengenal keseharian kehidupan masyarakat dan memproduksi kerajinan wayang kulit.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
63
Pelajaran Wayang Semakin Punah Ketertarikan Kristian untuk mengembangkan kursus seni budaya dan pertunjukan wayang karena melihat potensi yang ada di lingkungannya serta keinginan membekali siswa warga belajar dengan kterampilan ketika selesai mengikuti pendidikan di PKBM itu “Saat ini semakin sedikit lembaga atau instansi pendidikan yang memberikan pengetahuan tentang seni dan budaya yang spesifik seperti wayang, mendalang dan sebagainya, termasuk, PKBM yang menawarkan bidang ketrampilan seni dan budaya jumlahnya masih terbatas. Kami melihat adanya dukungan potensi sumber daya manusia di lingkungan kami sehingga kemudian “Omah wayang” dikukuhkan menjadi kegiatan yang kini menjadi daya tarik utama dari kegiatan PKBM”, katanya. Kristian mencoba menawarkan program pengenalan, pendalaman, pelatihan dan apresiasi seni budaya jawa dengan segala aspeknya (wayang, karawitan, kethoprak, seni tari) secara “live in”, selain juga layanan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini diharapkan akan mampu memperkaya dan memberi kontribusi untuk membangun ketahanan seni budaya tradisional Jawa Upaya memperkuat promosi “Omah Wayang” karena banyak orang ingin melihat bagaimana membuat wayang kulit, belajar mendalang dengan gaya khas Klaten sekaligus ingin menonton pertunjukan seni di kompleks tersebut karena memang perajin wayang kulit jumlahnya sudah semakin sedikit, terutama wayang kulit dengan ciri khas gaya “Cak Klaten” yang sudah semakin langka. “Wayang kulit merupakan salah satu kekayaan Bangsa Indonesia yang diakui dunia melalui UNESCO. Jenis kebudayaan ini memperoleh penghargaan sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage Humanity pada April 2003. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kami berkomitmen dan eksis di bidang keterampilan pembuatan wayang kulit,” ujar Kristian. Selain itu, Kristian mengungkapkan saat ini materi tentang kesenian wayang sudah jarang diselipkan pada pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah. “Setelah program pendidikan kesetaraan Paket B dan Paket C berjalan lancar. Saya dan para pendiri PKBM kemudian berembug untuk mempersiapkan kursus seni dan budaya yang dikemas dalam Omah Wayang”. Jenis kursus yang pertama kali ditawarkan adalah kursus dalang dengan tiga orang tenaga pengajar berasal dari masyarakat setempat yang merupakan dosen ISI Surakarta, ISI Yogyakarta dan seorang lulusan sarjana seni. “Secara kebutulan ketiganya belum memiliki ikatan dengan salah satu instansi atau perusahaan sehingga kami bersamasama mendirikan kursus dalang yang diawali untuk dewasa dan kemudian diikuti kursus dalang bagi anak-anak”.
64
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Antusiasme masyarakat untuk belajar mendalang memang bukan ditunjukkan dari sisi kuantitas tetapi peminat bukan hanya berasal dari warga belajar Paket B dan Paket C tetapi juga berasal dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari tukang becak, hingga pejabat tinggi, dari usia anak-anak hingga dewasa, laki-laki dan perempuan memiliki ketertarikan tinggi untuk memahami wayang, khususnya “Cak Klaten”. Dalang dewasa dan dalang anak untuk pertama kalinya dikukuhkan pada tahun 2010 dan hingga kini sudah ada meluluskan empat angkatan hingga Tahun 2013. Melihat minat masyarakat di Kabupaten Klaten terhadap seni dan budaya lokal, kemudian Kristian bersama pengelola “Omah Wayang” mengembangkan kursus sinden, kursus seni karawitan, seni tari dan kursus ketrampilan tatah sungging wayang kulit. Bahkan, dua tahun berturut-turut, yakni 2012 dan 2013, Dewi Fortuna menggelar Festival Dalang Anak Klaten yang didukung Pemerintah Kabupaten Klaten. Selain itu, PKBM ini juga dipercaya menangani kegiatan tahunan Festival Kethoprak Pelajar 2010 - 2013. “Program kursus seni dan budaya telah mendongkrak popularitas PKBM kami dan menjadi daya tarik tersendiri sehingga kegiatan di kompleks kami selalu ramai sejak pagi hingga malam hari”.
Memberdayakan Masyarakat Bila ada anggapan mendirikan PKBM untuk mencari keuntungan, maka pendapat tersebut tidak tepat, sebab bagi Kristian Apriyanta, program pendidikan kesetaraan, dan berbagai kursus seni dan budaya justru bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar. “Tanggung jawab memberikan pendidikan tidak mutlak hanya melalui pendidikan formal sebab pada kenyataannya masih banyak dari masyarakat kita yang belum beruntung berkesempatan mengenyam pendidikan karena berbagai alasan,” ujarnya. Karena itu, kemudian diimbangi dengan kehadiran pendidikan nonformal berbasis masyarakat yang didirikan karena kebutuhan untuk mengakomodasikan warga masyarakat yang masih ingin melanjutkan pendidikan pada jenjang Setara SMP (Paket B) dan SMA (Paket C) tanpa kenal usia. “Selama masih memiliki semangat untuk sekolah maka faktor usia, status sosial, jenis kelamin bukan menjadi halangan untuk meraih pendidikan pada jenjang yang diinginkan. Karena itu, kami memperluas akses layanan pendidikan non formal bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat di wilayah PKBM kami berdiri,” katanya. Saat ini, PKBM Dewi Fortuna menyediakan layanan pendidikan non formal, meliputi pendidikan kesetaraan Paket B (setara SMP) & Paket C (Setara SMA), kursus Keaksaraan Jawa, kursus pedalangan, kursus sinden, kursus tatah Sungging wayang kulit, kursus kesenaian kethoprak, serta Program Wisata dan Studi Budaya , meliputi : Wayang Goes To School, Pengenalan Wayang Pada Anak Usia Dini serta Teater dan Komposisi.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
65
Kristian bersama para pengelola PKBM terus berkreasi agar program-program yang ditawarkannya. mampu memberdayakan warga belajar dan masyarakat sekitarnya. Bukan secara edukatif semata, tetapi juga secara ekonomis dan kultur. Kenyataan di lapangan, Dewi Fortuna bukan saja dikenal oleh warga pelaku pendidikan nonformal, tetapi juga masyarakat luas, termasuk mereka yang memiliki minat dalam bidang kebudayaan Jawa. “Jika sekadar mengandalkan pengelola dan sarana fisik, Dewi Fortuna tidaklah mungkin berkembang. Para pengelola PKBM kami adalah relawan yang tidak digaji. Selain itu, kami dibantu 10 orang relawan yang ditunjuk sebagai pengurus. Sedangkan tutor yang terlibat sebanyak 26 orang. Mereka harus mampu memberdayakan potensi Dewi Fortuna sehingga selain menjalankan fungsi pelayanan sekaligus bisa menghasilkan secara ekonomi,” katanya. Omah Wayang juga memiliki “bengkel kerja” untuk pembuatan wayang kulit yang ditampilkan secara langsung oleh para perajinnya dan juga dalam bentuk visaul berupa poster-poster yang menggambarkan tahapan proses pembuatan wayang kulit. Proses demi proses pembuatan wayang mulai dari selembar kulit hingga menjadi sebuah wayang kulit yang berseni tinggi ditatah dengan alat khusus dan membutuhkan ketekunan dan konsentrasi tinggi sehingga menghasilkan tokoh-tokoh wayang, seperti Gatotkoco, Arjuna, Bima, dan Arimbi dan Punakawan. Hasil karya para perajin yang sebagian adalah lulusan warga belajar dari program kesetaraan paket B dan Paket C dan penduduk sekitar dapat dilihat di ruang pamer dan toko cinderamata. Para pengunjung yang ingin membawa oleh-oleh produk kerajinan tinggal menentukan pilihan baik jenis barang maupun harga yang bervariasi. 66
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Harga termurah untuk produk berbahan dasar kulit sapi atau kerbau yang diolah menjadi gantungan kunci, pembatas buku, tempat lilin bermotif tokoh-tokoh wayang dengan berbagai ukuran dipatok mulai harga Rp15 ribu hingga puluhan ribu Rupiah. Sedangkan produk berupa lukisan wayang kulit dijual dengan harga ratusan ribu hingga jutaan Rupiah per bingkainya. Sejak tahun 2013, “Omah Wayang” dengan percaya diri menawarkan berbagai program di kompleks PKBM tersebut sebagai salah satu tujuan wisata pendidikan budaya. Program wisata pendidikan budaya dirancang untuk memperkenalkan pada masyarakat bagaimana sejarah wayang, proses pembuatan wayang sampai dengan menikmati pertunjukan wayang kulit secara langsung yang dikemas dalam durasi pendek. Kristian dan para pengelola PKBM dengan brand Omah Wayang boleh berbangga karena program ini banyak diminati anak-anak usia dini hingga mahasiswa. Tak jarang pula Omah Wayang menjadi tujuan kunjungan beberapa rombongan turis mancanegara yang tanpa sungkan berbaur dan menyatu dengan kondisi pendesaan yang sederhana. “Kami beberapa kali menerima kunjungan turis yang ingin mempelajari seni dan budaya , baik belajar membuat wayang, karawitan, gamelan, dan seni tari. Sebenarnya, kami belum siap menerima kedatangan para wisatwan mancanegara karena keterbatasan sarana dan fasilitas yang kami miliki”, ujarnya. Kristian menyadari bila turis mancanegara umumnya sangat memperhatikan soal kebersihan, mulai fasilitas toilet, makanan dan minuman serta ketersediaan kamar inap yang bersih bila ada yang ingin tinggal untuk beberapa hari. “Sementara ini fasilitas seperti yang diharapkan biro perjalanan yang memandu turis memang belum sanggup kami penuhi. Aapalagi ketersediaan tempat menginap bagi turis yang ingin tinggal beberapa waktu. Ke depan akan berharap bisa mewujudkan pembangunan fasilitas untuk menerima tamu-tamu baik domestik maupun mancanegara dengan berharap dukungan dari pemerintah kabupaten dan perhatian swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan ,” katanya. Ibarat madu yang dikerumuni lebah, dalam kondisi keterbatasan sarana dan fasilitas seperti saat ini, PKBM Dewi Fortuna mampu menarik minat warga masyarakat dan wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung. Bila Pemerintah Kabupaten Klaten lebih jeli, maka potensi wisata yang dimiliki “Omah Wayang”, dapat digarap dengan lebih baik sehingga mampu memberi dampak positif baik secara ekonomi maupun sosial bagi masyarakat sekitar dan warga Kabupaten Klaten pada umumnya. PKBM Dewi Fortuna Alamat: Sraten368 Trunuh Klaten Selatan, Provinsi Jawa Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
67
PKBM ARRIDHO
Nyali Besar Membawa Nikmat Warga Silir
S
ilir dan Kenteng adalah dua perkampungan kumuh di wilayah kelurahan Semanggi Kecamatan Pasarkliwon Kota Surakarta yang dahulunya adalah tanah rawa-rawa yang dilewati Sungai Bengawan Solo. Kawasan tersebut dikenal luas bukan karena prestasinya, tetapi karena citra buruk yang melekat sebagai daerah “lampu merah” alias lokasi prostitusi yang lebih dikenal dengan sebutan “ Silir”. Sebagian besar penghuni Silir adalah pendatang dari berbagai kota di Provinsi Jawa Tengah, seperti Wonogiri, Sragen, Sukoharjo sehingga wilayah tersebut dalam waktu
singkat berkembang pesat dan semakin banyak penghuninya. Penduduk lokal dan pendatang yang menempati Kampung Kenteng memiliki berbagai tujuan yang berujung pada usaha untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari berkembangnya prostitusi di Kampung Silir tersebut, mulai dari menyewakan rumah untuk kegiatan prostitusi, jasa cuci setrika, usaha rumah makan, tukang parkir, jasa keamanan dan berbagai usaha penunjang lainnya yang menegaskan Silir sebagai “kampung prostitusi”. Apalagi setelah Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 1962 menetapkan tempat tersebut sebagai resosialisasi untuk para pekerja seks komersial dengan menampung sejumlah mucikari yang berasal dari beberapa kampung di Kota Solo bersama para pekerja-nya. Selama puluhan tahun hingga tahun 1980-an Kampung Silir menyandang kesan “angker” dan dicap sebagai sarang maksiat dan penuh kekerasan sehingga membuat siapa saja yang melintas di kawasan itu ingin cepat-cepat menjauh, terutama anak gadis dan kaum perempuan. Kalau masyarakat di luar penghuni Kampung silir dan Kampung Kenteng saja sudah merasa “gerah” berada di kawasan itu. Bagaimana dengan sebagian penghuni Kampung Silir yang terjebak dalam cap negatif yang sudah melekat pada nama kampung mereka? Sebab tidak semua warga penghuni Silir mencari nafkah dengan mengandalkan pendapatan dari kegiatan prostitusi itu. Masih ada segelintir warga Silir yang ingin mendobrak belenggu kemiskinan dan menghapus citra buruk kampungnya. Salah satunya adalah Sarjoko, lelaki berusia 48 tahun, yang tumbuh di lingkungan Silir. Ia telah merasakan manis pahitnya kehidupan kampungnya yang dikenal karena cap buruknya dan ditakuti orang. “Mayoritas penduduk memang sudah seperti terhipnotis oleh situasi lingkungan yang telah memberikan penghasilan bahkan mereka tidak berpikir lagi soal halal dan haram, yang penting ada masukan uang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dikatakannya tidak satu pun warga masyarakat Silir yang menentang aktivitas prostitusi. Karena masyarakat memiliki ketergantungan dari berkembangnya kegiatan itu sehingga siapa yang menentang dianggap sebagai lawan,” kata Sarjoko, anak tukang batu dan penjual daun yang telah berhasil membebaskan Kampung Silir dari kegiatan prostusi dan tindakan maksiat lainnya menjadi sebuah kampung sehat, ramah dan terbuka bagi siapa saja. Sarjoko bersama istri dan ketujuh anaknya memang harus memiliki nyali lebih bahkan siap bertaruh nyawa saat memulai tekadnya untuk mengajak warga Silir untuk keluar dari lembah kelam.
68
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
69
Demo dan Ancaman Parang Teringat pesan orang tua agar selalu berusaha mencari kehidupan halal, maka ketika beranjak dewasa, Sarjoko, lelaki kelahiran Surakarta, 23 Maret 1967 memilih bekerja di luar Kampung Silir .”Pekerjaan kasar dan keras mulai dari buruh, kenek bus hingga sopir taksi sudah saya jalani. Yang penting halal sehingga bisa langgeng dan bermanfaat bagi keluarga”. Dari ketekunannya Sarjoko bisa mengumpulkan modal untuk menikah dan memberikan usaha bagi istrinya yang berasal dari kampung yang sama. “Pada tahun 1989 saya menikah dan ketika anak-anak sudah waktunya harus bersekolah. Saya mulai berpikir karena banyak anak-anak di kampung ini yang tidak sekolah atau putus sekolah karena alasan malu dan tidak tahan terhadap ejekan kawan-kawan di sekolah dan masyarakat di luar kampung yang memandang rendah warga kampung kami. Mereka menyamaratakan bahwa anakanak kampung ini adalah anak dari pekerja seks atau kalau anak gadis dan bujang dianggap sebagai anak haram dan sebagainya”. Melihat keterbatasan yang dihadapi anak-anak, remaja yang masih memiliki masa depan, Sarjoko dan istri kemudian secara bertahap mulai merangkul warga yang mulai menyadari kesalahan dan ingin keluar dari pekerjaan haram tersebut. “Usaha yang saya kembangkan berupa toko bangunan dan warung telekomunikasi (wartel) yang dikelola istri dan anak-anak, menjadi perhatian sejumlah warga terutama ibuibu dan anak gadis yang melihat keberhasilan saya mencari pekerjaan dari luar”. Sarjoko dan istri kemudian mengadakan arisan rutin dan membuka pintu rumahnya untuk masyarakat sekitar yang ngobrol atau sekadar membaca buku-buku yang tersedia di perpustakaan kecilnya. “Saat arisan, kami isi dengan kultum mengenai ajaran agama. Memang tidak mudah mengajak masyarakat terutama ibu-ibu dan remaja kampung untuk berkumpul apalagi ketika mulai ada sebagian pekerja seks yang ingin bergabung. Karena kebanyakan mereka takut ancaman dari para mucikari dan penjag-penjaganya serta sebagian besar warga yang tidak senang akan upaya yang kami lakukan”. 70
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Sarjoko dan keluarga dianggap sebagai lawan dan musuh bagi penduduk Kampung Silir. Hingga suatu hari, rumah keluarga Sarjoko didatangi puluhan warga Kampung Silir yang merasa keberatan dengan kegiatan yang dilakukan. “Warga kampung bersama para mucikari, penjaga, tukang parkir beramai-ramai mendemo kami dengan disertai ancaman dengan menyebut keluarga kami munafik, sok suci dan berbagai tudingan yang sesungguhnya karena mereka merasa terancam akan mempengaruhi kegiatan maksiat itu.” Intimidasi dan ancaman kepada keluarga Sarjoko tidak hanya terjadi satu kali tetapi berkali-kali, misalnya dengan membuat keributan, sengaja membunyikan motor keras-keras di depan rumahnya hingga mendatangi sambil mengacung-acungkan parang untuk membuat rasa takut agar Sarjoko bungkam dan tidak mempengaruhi warga untuk bertobat. “Saya yakin bisa mengubah Silir menjadi lebih baik, jadi saya dan keluarga tidak gentar menghadapi ancaman-ancaman itu. Saya tidak melawan, tetapi kegiatan pertemuan rutin saya lakukan terus ,” katanya. Dengan berbekal tekad dan keyakinan serta semangat yang kuat, Sarjoko mulai melakukan perubahan pada Silir, hingga perjuangannya kemudian mengundang simpati banyak pihak sehingga pada tahun 1985 berdirilah sebuah masjid di kampung itu sebagai pengganti langgar yang sebelumnya sudah berhasil dibangun dan diberi nama yaitu Masjid Al Kautsar. Selain dukungan mulai mengalir dari donatur perorangan dan pihak swasta, perhatian mulai diberikan oleh pemerintah desa, hingga pemerintah kota dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat berbagai kegiatan, untuk membuka ketertutupan kampung yang selama ini untuk masuk harus melewati portal dan dikenakan biaya. Usaha dan kerja keras Sarjoko untuk mengajak warga kampung Silir untuk berlaih profesi mulai terlihat hasilnya ketika pada tahun 2000 akhirnya pemerintah Kota Surakarta melakukan penutupan lokalisasi di Kampung Silir dengan memulangkan seluruh pekerja seks dan mucikari ke daerah asalnya masing-masing. Bersamaan dengan tahun penutupan lokasisasi tersebut, kelompok sosial “Amalillah” membangun sebuah gedung Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang berfungsi sebagai sarana belajar agama bagi anak-anak di kampung tersebut.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
71
Pada tahun 2005 Sarjoko meneruskan pembangunan gedung TPA tersebut menjadi sebuah Taman Kanak-Kanak Islam Ar Ridho yang diresmikan oleh Walikota Surakarta Joko Widodo saat itu. Selanjutnya pada tahun 2006 berbagai kegiatan di bawah naungan Yayasan Ar Ridho dikukuhkan menjadi Pusat kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Ar Ridho. PKBM tersebut kini memiliki serangkaian program kegiatan, yakni Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang kini memiliki tiga kelas dan tidak hanya menerima murid dari kampung Silir dan Kampung Kenteng saja tetapi sudah banyak warga dari Kota Solo yang menitipkan anak-anaknya untuk belajar di tempat itu. Gedung tempat belajar telah menjadi gedung yang layak dan pantas bagi tempat kegiatan bermain dan belajar diperoleh dari bantuan Bank Mandiri. Sarjoko menyatakan pengelola PKBM Ar Ridho sangat bersyukur karena bantuan selalu datang saat dibutuhkan. “Ketika saya ingin membangun gedung untuk PKBM, tawaran darang dan saya tidak berharap diberikan tunai. Biarkan saja pemberi bantuan yang akan membangun dan kami tinggal menempati”. Selain gedung untuk kegiatan PAUD, pada sore hari ruangan tersebut digunakan untuk pendidikan kesetaraan Paket B (SMP) dan Paket C (SMA) yang dikuti warga belajar dari kawasan sekitar dan wilayah Surakarta lainnya. “Banyak juga dari penduduk kampung yang dulu putus sekolah dan bahkan belum pernah sekolah karena kisah masa lalu di kampung kami, kini mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional dan pendidikan kesetaraan”, ujar Sarjoko. PKBM tersebut juga memiliki ruang untuk berlatih kewirausahaan menjahit yang mesinnya diperoleh dari bantuan sejumlah perusahaan konveksi untuk melatih para mantan pekerja seks untuk membuka usaha jahitan. “Secara rutin kami pun mengadakan kegiatan bina masyarakat antara lain pengajian, taman bacaan masyarakat (TBM) dan pemberdayaan perempuan melalui kursus memasak yang pesertanya adalah warga sekitar. Dan kami juga membantu untuk membuka usaha lain, seperti ayam potong, pengepul barang bekas, menjahit dan perdagangan lain. Kini Kampung Silir sudah berubah, bukan lagi kompleks pelacuran,” tambahnya.
72
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Peduli Sesama Beberapa puluh tahun silam, kampung Kenteng dan Kampung Silir seperti layaknya menara gading yang tidak tersentuh karena dikuasai oleh para mucikari, para jagoan dan pelaku maksiat lainnya. Niat baik untuk bertobat selalu disalahartikan dengan kecurigaan dan tudingan miring. Kini kondisi tersebut sudah berakhir, karena warga kedua kampung tersebut telah membuka diri dengan bertobat dan melakukan aktivitas normal setelah adanya kepedulian dari sejumlah warga yang dimotori Sarjoko untuk mengubah wajah kampungnya. “Berkembangnya berbagai kegiatan di kampung kami sangat dibantu oleh keberadaan PKBM sehingga sudah banyak warga sekitar yang memiliki ketrampilan menjahit, memasak dan mengaji. Hasil belajar tersebut salah satunya dibuktikan dengan kepedulian terhadap korban letusan Gunung Merapi”, kata Sarjoko. Saat terjadi letusan Gunung Merapi, dari warga kami, yakni sebanyak 25 mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) di sekitar Kampung Kenteng, Silir, menjadi relawan juru masak di lokasi pengungsian letusan Gunung Merapi di gedung Pemerintah Kabupaten Klaten selama bebrapa waktu. Mantan pekerja seks tersebut sebelumnya sudah dibekali keterampilan memasak oleh PKBM Ar-Ridho sehingga mereka tidak canggung lagi untuk memasak di dapur umum dan keinginan untuk menjadi relawan merupakan kemauan dari para PSK, katanya. Selain mengirimkan relawan, Ar-Ridho juga memberikan beberapa perlengkapan kebutuhan wanita, minyak telon untuk anak-anak, susu formula, 900 pasang sandal jepit, serta pakaian bekas dari dari beberapa warga di Kampung Kenteng, Silir, Solo. SNT (nama inisial), seorang mantan PSK saat ditemui mengisahkan saat itu dirinya bersama kawan-kawan lainnya tergerak membantu dengan menjadi relawan juru masak lain di pengungsian dan meringankan beban para pengungsi. “Saya ingin menunjukkan bahwa pelatihan yang sejak beberapa waktu lalu diajarkan dari yayasan bisa diterapkan sekaligus sebagai wujud kepedulian sesama”. Siapa yang mengira lelaki berusia 48 tahun, yang dulu sempat membanting tulang bekerja sebagai sopir dan buruh dapat mengubah satu desa yang kelam karena prostitusi kini kondisi Kampung Silir sudah jauh berbeda. Silir telah menjadi suatu daerah pemukiman baru yang mulai diminati oleh warga kota Surakarta PKBM Ar Ridho Jl. Kentheng Silir No. 17 RT04 RW07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
73
PKBM ANNISA
Kembangkankan Divisi Agar Mandiri
T
ak banyak lembaga pendidikan masyarakat yang mampu hidup dan mengoperasikan roda lembaga secara mandiri. Satu di antaranya adalah PKBM Annisa Cilacap. Lembaga yang dikembangkan Anik Ananingsih bahkan mampu menjadi sumber penghidupan bagi 70 karyawannya. Di dunia pendidikan masyarakat, tak sedikit lembaga yang hanya menggantungkan operasional lembaga dari bantuan baik dari pemerintah maupun pihak swasta. Sampai-sampai ada istilah “on-off”, ya lembaga akan menyelenggarakan program saat ada bantuan tapi setelah bantuan habis, ya lembaga tak ada kegiatan. Bagi PKBM Annisa Cilacap, stigma dan pandangan stereotipe demikian itulah yang harus dilawan. Pola pikir membangun lembaga pendidikan masyarakat dibalik, bukan menggantungkan batuan tetapi bagaimana mencari sumber pendapatan yang mampu menggerakkan roda organisasi PKBM. Demikianlah prinsip serius yang dikembangkan pendiri sekaligus pengelola PKBM Annisa, Anik Ananingsih S.SosI. Dengan dukungan suami, Mualim S.Ag dan kedua putrinya Ida Zulaiha dan Inayatul Latifah, Anik mampu mewujudkan PKBM yang mandiri dan bahkan mencatatkan diri sebagai PKBM terbaik di tingkat Provinsi Jawa Tengah dan tahun 2014 lalu menjadi juara pertama PKBM tingkat nasional pada Jambore PTK PAUDNI. “Prestasi tersebut merupakan hasil dari semangat, perjuangan dan kerja sama dengan karyawan dan guru,” ujar Anik yang dengan prestasi itu berkesempatan studi banding beberapa tempat pelayanan pendidikan formal dan nonformal di Singapura dan Malaysia.
74
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Strategi Divisi Menyambangi PKBM Annisa, hirukpikuk kegiatan memang sangat terasa. Suasana begitu hidup karena PKBM tak pernah sepi dari aktivitas, dari pagi hingga malam menjelang. Plus ketika berbicara aktivitas di PKBM Annisa, Anik tidak tampil sendiri tetapi didampingi suaminya yang juga turut menjadi pengelola PKBM dan lima kepala divisi di PKBM Annisa. Mengembangkan PKBM melalu konsep divisi memang menjadi jalan bagi Anik agar roda lembaga bisa berjalan lebih dinamis dan terarah. Divisi sendiri merupakan akronim dari “dinamis via sinergi”. “Konsep PKBM Annisa dari tahun 2003 hingga sekarang menerapkan strategi divisi pengelolaan, yakni Divisi PAUD, Divisi Kesetaraan, Divisi Kursus, Divisi KBU, Divisi TBM. Semua divisi berjalan dengan pengurus yang berbeda dan di bawah satu koordinasi di bawah manajemen PKBM,” katanya. Dengan demikian, lanjut Anik, klaborasi dan sinergi semua divisi ini mampu membuat roda PKBM berjalan. Semua divisi saling mendukung dan bahkan mampu melakukan subsidi silang terhadap program yang memang tidak bisa menjadi profit. Tak hanya itu, Anik menyatakan, melalui konsep “dinamis via sinergi” kinerja PKBM juga terus memabaik. Dari jumlah peserta didik yang terlayani, dari 40 orang pada tahun 2003 terus meningkat hingga pada tahun 2014 mencapai 250. “Meningkatnya jumlah peserta didik tentu harus diimbangi dengan sarana dan prasarana. Alhamdlillah dari sisi program, yang tadinya 4 layanan menjadi 13 layanan, ruang belajar 4 lokal menjadi 26 lokal, gedung dari 1 rumah menjadi 6 rumah, alat peraga edukatif (APE) out door dari 3 unit menjadi 21 unit, dan APE in door dari 5 set menjadi 20 set,” terang Anik. Sementara kerja sama dengan mitra kerja juga turut terkerek naik, dari hanya bekerja sama dengan 5 lembaga pada tahun 2003 hingga kini mencapai 35 mitra kerja, di antaranya PT Holcim, Pertamina, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi, Dinas Kesehatan, PT Pelindo, Pemkab Cilacap, dan tentu saja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Yang jelas dengan menerapkan strategi divisi ini, yang kami rasakan adalah terwujudnya peningkatan SDM, mencetak usia emas, membentuk insan mandiri, dan meningkatkan taraf hidup. Selain tentu saja mitra kerja bertambah banyak dan kemandirian PKBM juga tercapai,” katanya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
75
Ihwal kemandirian, Anik menambahkan, PKBM Annisa juga mengembangkan Koperasi Karyawan Annisa. Selain menyediakan kebutuhan seharihari dan ATK, koperasi juga menyediakan fasilitas simpan-pinjam bagi seluruh karyawan (pengajar dan tenaga pendukung) yang berjumlah 70 orang. “Ya meski kecil, tapi cukup membuat roda usaha berjalan,” katanya.
Perkembangan program dan layanan pendidikan masyarakat itu pada akhirnya mengantarkan LPK Annisa menjadi PKBM Annisa pada tahun 2003. Sejak tahun itulah PKBM Annisa melayani pendidikan masyarakat mulai dari pertama, KB (kelompok bermain) usia 3-6 tahun, TPA (taman penitipan anak) usia 1-8 tahun, SPS (Satuan PAUD Sejenis), Pos PAUD 1-6 tahun; kedua, Kursus dan Pelatihan Menjahit meliputi bordir, sulam pita, hantaran, smook, aksesories, souvenir; ketiga, kesetaraan, kejar paket A, kejar paket B, kejar paket C, keaksaraan fungsional; keempat, jasa menerima jahitan pria dan wanita, menata hantaran, pesanan souvenir, melayani APE, Outdoor & Indoor.
Berawal dari Kursus
“Selain itu, kami juga menyelenggarakan program magang PAUD. Karena salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan program PAUD adalah pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas,” kata Anik. Karena itu, lanjutnya, sejalan dengan tumbuh pesatnya penyelenggaraan lembaga PAUD di masyarakat, sebagai konsekuensinya diperlukan banyak tenaga pendidik yang memadai baik kualitas maupun kuantitas. “Berangkat dari pemikiran tersebut, PKBM Annisa menyelenggarakan kursus Pendidik PAUD yang mempunyai kompetensi, profesional, personal dan sosial,” terangnya.
Keterlibatan Anik dalam mengebangkan pendidikan masyarakat sejatinya dimulai ketika pada tahun 1990 membuka lembaga pendidikan keterampilan (LPK) Annisa. “Pendirian LPK ini lebih sebagai kepedulian saya ingin turut mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya anakanak putus sekolah,” jelas Anik. LPK Annisa, lanjut Anik, membuka kursus menjahit pakaian wanita dan anak-anak yang memang merupakan keterampilan yang dikuasai Anik. Peserta rata-rata adalah perempuan yang putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. “Target saya ketika membuka LPK Annisa agar mereka yang putus sekolah memiliki keterampilan sebagai bekal mereka dalam mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri,” katanya. Ia menambahkan LPK Annisa berjalan atas dasar izin dari Dinas Pendidikan Kecamatan Cilacap Tengah tahun 1995 dengan nomor 229/103/L/95. Begitu izin keluar, untuk memperluas cakupan dan layanan LPK, Anik membuka cabang di Kecamatan Kesugihan. LPK Annisa pun makin berkembang dan diminati masyarakat dan membuat Anik memperluas tempat kursusnya pada tahun 1999. Sementara untuk menampung peserta kursus yang sudah terampil, pada tahun 2000, Anik kembali membuka usaha konveksi kecil-kecilan yang didukung oleh para siswa kursus. “Dengan demikian, selain meningatkan kemahiran, peserta juga bisa mendapat penghasilan,” katanya. Makin berkembang, Anik pun menambahkan kegiatan dengan membuka kursus bordir. Sama dengan kursus menjahit, bordir pun dibanjiri peminat. Dan pada akhirnya, bukan saja membuka kursus yang hanya berorientasi pada pemenuhan keterampilan tetapi juga pengetahuan dengan membuka kursus bahasa Inggris dan komputer serta menjadi pusat kegiatan masyarakat yang meliputi Kelompok Bermain Anak dan Penitipan Anak Qurrota A’yun, TPA Hidayatush Shibqon, TK Qurrota A’yun, Kejar Paket An-Nur, Kelompok Pemuda Kreatif Tunas Harapan, Taman Bacaan Masyarakat Idaifa, dan KBU Mandiri.
76
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Anik lebih jauh menjelaskan, dalam pengembangan PAUD, visi PKBM Annisa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya anak-anak sebagai aset berharga dan generasi penerus bangsa. Sementara untuk misi sekolah yaitu mendidik anak sejak dini secara terarah, menyalurkan bakat serta talenta, membantu anak mengekspresikan dirinya sesuai dunianya dan membawa anak-anak untuk selalu menjadikan Al Qur’an sebagai pegangan hidup. Dengan komitmen dan keseriusan mengelola pendidikan nonformal dan informal, Anik dengan dukungan SDM di PKBM Annisa, kini telah mampu mewujudkan lembaga pendidikan masyarakat unggulan dan menjadi rujukan. “Alhamdulillah, impian saya mampu berkontribusi bagi dunia pendidikan terwujud,” katanya. Ya, Anik dan keluarga memang lebih memilih menggeluti dunia pendidikan. Mereka pun rela kehilangan pendapatan puluhan juta dari bisnis indokes yang mereka sulap menjadi ruang belajar. “Semua kamar indeko kami fungsikan untuk ruang belajar, sampai rumah tinggal kami pun mengalah sampai ke bagian belakang,” kata Mualim, menegaskan komitmen sang istri tercinta.
“Demi Pendidikan Lebih Baik” Ingin menjadi insan yang mampu memberikan kontribusi nyata dalam dunia pendidikan. Inilah hal mendasar yang melatarbelakangi Anik Ananingsing terjun dan fokus mengembangkan pendidikan masyarakat. Syukurnya, niat baik itu mendapat dukungan penuh dari suaminya, Mualim S.Ag dan kedua anaknya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
77
Lantas, mengapa pendidikan nonformal dan informal yang dikebangkannya? Ini juga bukan tak beralasan. Menurut Anik, ia melihat masih banyaknya masyarakat, khususnya di Kabupaten Cilacap yang belum bisa mengakses layanan pendidikan formal. “Banyak hal memang yang menyebabkannya, di antaranya keterbatasan dan ketidakmampuan keluarga padahal memiliki keterampilan melalui lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” jelas Anik saat dikunjungi di PKBM Annisa di Jalan Gatot Subroto 115, Cilacap. Maka, tak heran jika Anik yang lahir di Ambon, 6 April 1966 ini dikenal sebagai pelopor dan penggiat pendidikan masyarakat bukan saja di Cilacap tetapi juga di tingkat provinsi dan bahkan tingkat nasional berkat prestasi yang ditorehkannya. Keseriusan Anik dan keluarga memang luar biasa, untuk mewujudkan tekadnya, ia awalnya merelakan sebagian rumahnya digunakan untuk kegiatan PAUD untuk anak usia 2-6 tahun. PAUD dengan nama Qurrota A’yun itu juga dilengkapi ddengan Taman Penitipan Anak usia 1-4 tahun yang ternyata mendapat sambutan dari masyarakat di Cilacap, terutama para pegawai/ karyawan. Aktivitas di dunia pendidikan masyarakat juga makin lengkap karena Anik juga mengembangkan semua pendidikan nonformal dan informalnya itu di bawah naungan PKBM Annisa yang juga berhasil menjuarai lomba PKBM tingkat Provinsi Jawa Tengah dan Tingkat Nasional. Keberhasilan tersebut jelas menjadi butki keseriusan perempuan alumnus S2 Unisri Surakarta ini dalam mengelola pendidikan masyarakat. Bahkan komitmen itu diperkuat dengan mengembangkan pendidikan keaksaraan dalam rangka berperan memberantas buta aksara di wilayah Cilacap. Mengembangkan pendidikan nonformal dan informal, Anik juga sadar akan tuntutan kemandirian lembaga yang dikembangkannya. Karena itu, ia menggelar beragam program yang pada akhirnya mampu menerapkan subsidi silang. Program yang dikembangkannya antara lain Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang melayani bidang konveksi, sablon, menjahit, bordir, hingga pembuatan keripik sukun. Hasil dari KBU itu pun dipasarkannya melalui Pusat Jaringan Informasi Masyarakat. Hingga kini, setidaknya Anik sudah berkecimpung di dunia pendidikan nonformal dan informal selama 22 tahun. Namun baginya tak ada kata puas. “Mengembangkan pendidikan masyarakat jangan sampai berhenti, bahkan sampai saya tidak ada PKBM Annisa harus terus ada,” kata Anik serius. PKBM Annisa Alamat: Jalan Gatot Subroto 115, Cilacap Provinsi Jawa Tengah
78
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM KRISNA
Rumah Belajar untuk Masyarakat
S
enyum ramah mengembang di bibir Sugiarti saat ditemui di rumahnya yang disesaki lembaran kain, mesin jahit, gulungan benang, dan contoh baju, serta bajubaju yang terlipat rapi di etalase. Di sepotong pagi pada pertengahan Oktober, perempuan 39 tahun itu tengah tekun mengerjakan pesanan baju pelanggannya. Wajah tirus Sugiarti terlihat cerah. Namun bukan karena banyaknya order jahitan yang membuat senyumnya terus mengembang. Warga Desa Todanan Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora Jawa Tengah ini sedang bungah karena anak semata wayangnya akan segera diwisuda menjadi sarjana. Sugiarti pantas bungah. Perjuangannya selama hampir 12 tahun berbuah manis. Apalagi, untuk meraih itu tidak mudah. Seperti kebanyakan perempuan lain di desanya, ia menikah saat usianya masih belia, 13 tahun. Tanpa bekal pendidikan yang memadai, Sugiarti menjalani rumah tangga tidak mudah. Ketergantungan pada suami membuatnya harus menabung kesabaran meski kerap mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Sugiarti mulai bangkit setelah melihat banyak warga di sekitarnya yang merintis usaha menjahit pakaian setelah belajar di PKBM Krisna. Maka, di sela kesibukannya menggarap sawah, ia belajar Paket B dan keterampilan menjahit di PKBM.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
79
Rupanya di PKBM ia tak hanya diajari cara menulis, membaca, menghitung, dan menjahit. Di tempat tersebut ia juga diajari memulai usaha. Bahkan, ia mendapatkan pinjaman modal untuk membuka usaha. Di ruang tamu rumahnya, ia merintis usaha menjahit. “Awalnya lebih sering mengerjakan order jahitan dari PKBM,” kenangnya. Berkat ketekunannya, usahanya berkembang. Selain menerima order jahitan, ia juga mengembangkan usaha kulakan kain dan toko keperluan menjahit. Kerja kerasnya tidak sia-sia. Melihat catatan pembukuan yang dibuatnya, dalam setahun ia menghasilkan Rp168 jutaan. Setelah dikurangi modal usaha, ia memeroleh penghasilan bersih rata-rata Rp7,2 juta setiap bulannya. Dengan penghasilan yang terbilang besar itulah ia menyekolahkan anaknya hingga sarjana. Bahkan ia juga mampu menopang perekonomian keluarganya. Cerita sukses juga lahir dari Yarni, masih di Desa Todanan. Ibu rumah tangga dari keluarga petani ini menjadi penjahit setelah belajar selama 6 bulan di PKBM. Berkat keahliannya membuat baju seragam sekolah dan seragam guru, ia mampu menopang kebutuhan keluarga dan membiayai pendidikan anak-anaknya hingga sarjana. Di kampung tersebut, ternyata bukan cuma Sugiarti dan Yarni yang mampu mandiri setelah belajar keterampilan di PKBM Krisna. Setidaknya ada belasan ibu rumah tangga lainnya yang berhasil menjalankan usaha menjahit. Keberhasilan yang diraih warga belajar PKBM Krisna sejatinya merupakan buah kejelian pengelola PKBM dalam membaca kebutuhan masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Ketua PKBM Krisna Elisa Krisnawati, program pendidikan masyarakat yang diselenggarakan di PKBM dapat berkembang karena melihat kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, ketika hasil pendataan menunjukkan masih ada warga yang belum bisa membaca, menulis dan menghitung, maka pengelola berinisiatif menyelenggarakan program keaksaraan fungsional. Pun ketika melihat fenomena
80
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
pernikahan dini yang masih marak, PKBM merancang program pemberdayaan bagi para ibu rumah tangga melalui program pelatihan keterampilan dan kewirausahaan. “Dengan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, PKBM mampu menyelenggarakan programprogram pembelajaran yang diminati oleh masyarakat,” ujarnya. Selain kejelian dalam membaca kebutuhan warga, pola-pola pendampingan juga penting untuk mendorong keberhasilan usaha yang merintis warga belajar. PKBM yang juga memiliki unit usaha menjahit, memberikan order kepada lulusan yang sedang merintis usaha. Selain itu, PKBM juga mencegah persaingan tidak sehat di antara warga belajar. Caranya, mendorong lulusannya mengembangkan keunggulan masing-masing. Maka meski di satu kampung ada belasan penjahit, mereka memiliki langganan masingmasing. Hal ini terjadi karena masing-masing memilih spesialisasi yang berbeda. Misalnya spesialis seragam, baju pesta, permak, hingga khusus kebaya. Cara pendampingan lainnya dengan membentuk forum komunikasi warga belajar. Melalui forum ini, warga belajar PKBM yang merintis usaha dikumpul kan untuk berbagi pengalaman. Tidak di forum ini pula, disepakati harga bagaimana mengembangkan usaha melalui pola-pola kerja sama yang saling menguntungkan. Misalnya saja, menentukan besaran ongkos jasa menjahit. Bahkan tidak jarang juga menjadi ajang berbagi order. Berkat forum komunikasi ini pula, PKBM kemudian mendirikan koperasi yang mereka namai Koperasi Wanita Mandiri. Melalui organisasi ini, warga belajar PKBM yang hendak merintis usaha, akan menerima bantuan berupa pinjaman modal usaha dan peralatan usaha. Sebagai anggota, bantuan modal pinjaman tersebut harus mereka kembalikan secara mencicil setiap bulannya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
81
Dengan menerapkan prinsip kepercayaan dan kekeluargaan, koperasi dapat berkembang. Setelah 10 tahun berjalan, jumlah anggota koperasi mencapai 100 orang lebih dengan perputaran uang mencapai Rp200 juta lebih. Menurut Elisa, setiap bulan koperasi ini sedikitnya menyalurkan pinjaman Rp15 juta bagi anggotanya. Uniknya, tidak ada persyaratan yang rumit apalagi jaminan.“Asas koperasinya sangat kami pegang. Jadi kami hanya mengandalkan kepercayaan, tidak ada jaminan, semua benar-benar mengusung asas gotong-royong dan kekeluargaan,” tambahnya.
PKBM ZAM ZAM Malang
Sumber Ilmu Menuju Kemuliaan Dunia Akhirat
Totalitas Membangun PKBM Bermula di teras rumah, kegiatan PKBM yang awalnya sebatas menyelenggarakan pelatihan menjahit, terus berkembang. Berbagai layanan pendidikan masyarakat disediakan di PKBM yang terletak di pinggir jalan Todanan Raya ini. Mulai kegiatan PAUD, Paket A, B, dan C, TBM, KBU, koperasi, hingga berbagai kursus keterampilan, seperti menjahit baju, membuat tas dari kain perca, dan komputer. Dari sisi penampilan, PKBM ini memiliki fasilitas yang meyakinkan. Bangunan dua lantai, lengkap dengan sarana pembelajaran dan pelatihan keterampilan membuat lembaga ini meraih kepercayaan masyarakat. Lihat saja, meski berada sekitar empat puluhan kilometer dari pusat kabupaten, namun untuk urusan teknologi, PKBM ini tak mau ketinggalan. Buktinya, jaringan internet mengalir lancar. Bahkan, buku-buku Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang disediakan, sebagian besar sudah dalam bentuk e-book, sehingga dapat dinikmati melalui jaringan internet. Khusus untuk fasilitas ini, pengelola sudah mengalokasikan dana untuk menambah koleksi e-book di TBM. Totalitas pengelola serta manajemen pengelolaan PKBM, membuat lembaga ini mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat sekitar. Tak mengherankan, atas pencapaiannya ini, PKBM Krisna meraih berbagai penghargaan. Salah satunya menjadi Pemenang III PKBM Berprestasi tingkat Nasional, pada peringatan ke-49 Hari Aksara Internasional, tahun 2014. Meski meraih berbagai penghargaan, namun Elisa tak menampik beberapa persoalan yang dihadapi lembaganya. Salah satunya, belum optimalnya kaderisasi pengelola PKBM. Ia menyebutkan, layaknya sebuah organisasi, PKBM membutuhkan penyegaran dari sisi manajemen maupun pimpinan. “PKBM membutuhkan kader baru yang memiliki pemikiran baru yang sesuai dengan perkembangan masa kini. Memang tidak mudah, tapi itu harus dilakukan,” ungkapnya. PKBM Krisna Jalan Raya Todanan No.26 Blora Jawa Tengah
82
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
P
KBM Zam Zam berdiri dengan dilatarbelakangi dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat Kota Malang, khususnya di wilayah Polowijen. Sebagai pendidik, Bapak Abdillah Hanafi tergerak untuk mendirikan PKBM yang tidak hanya memberikan pendidikan non formal saja, tetapi terdapat kandungan agama Islam di dalamnya, dan ingin membentuk suatu kondisi “masyarakat gemar belajar” (the learning society). Nama PKBM ini, Zam Zam, terinspirasi dari “air zam zam” yang merupakan salah satu mukjizat nabi Ismail AS. Sedangkan filosofi nama zam zam ini adalah untuk mengingat dan melambangkan sumur zam zam yang tiada pernah surut dalam memberikan manfaat bagi ummat. Melalui visi PKBM yaitu menjadi lembaga sumber kemaslahatan ummat menuju kehidupan sejahtera, bahagia, dan mulia di dunia dan akhirat, PKBM Zam Zam berupaya mencipatakan masyarakat gemar be;ajar melalui wahana pembelajaran yang memungkinkan warga masyarakat saling belajar dan saling berbagi sumber untuk meningkatkan pengetahuan, kecakapan hidup, dan spiritualitas yang diperlukan dalam melaksanakan kehidupan yang bermakna dan sejahtera. Adapun ruang lingkup kegiatan PKBM Zam Zam diantaranya adalah pembinaan keagamaan, pendidikan anak, pendidikan remaja dan orang dewasa, pengembangan ekonomi syariah, pelestarian lingkungan hidup dan kesehatan, dan layanan informasi & multimedia. Untuk kegiatan pembinaan keagamaan, terdapat aktifitas seputar agama Islam, seperti kajian Al-Quran dan bimbingan manasik haji dan umrah. Untuk pendidikan anak, kegiatan nya antara lain taman pengasuhan anak, taman pendidikan Al-Quran, kelompok bermain (KB) dan taman kanak-kanak (TK). Untuk kegiatan pendidikan non formal dan informal yang telah dilaksanakan antara lain: PAUD, Pendidikan Kesetaraan (Paket A, B, C), Pelatihan Kecakapan Hidup dan Kursus bagi remaja dan orang dewasa. MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
83
Dalam tujuh tahun pengabdiannya kepada masyarakat, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Zamzam telah menyumbang banyak hal untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Untuk mencapai misi utama menggerakkan masyarakat untuk saling berbagi dalam menggapai kehidupan yang bertakwa, sehat, cerdas, sejahtera, berkah dan bermartabat, lembaga ini mewadahi masyarakat dalam beberapa ruang lingkup kegiatan. Tiga di antaranya ialah pembinaan keagamaan, pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan remaja dan dewasa. “Selain PAUD dan pembinaan keagamaan yang meliputi pelatihan umrah, pengajian tafsir dan semacamnya, kami juga menekuni Pendidikan Remaja dan Dewasa (PRD) yang berkonsentrasi pada pemberdayaan masyarakat sekitar,” terang Direktur PKBM Zamzam, Abdillah Hanafi M Pd, saat ditemui di kantornya di Jalan Cakalang. Salah satu program PRD, yaitu Pelatihan Kecakapan Hidup (PKH), dikatakannya saat ini PKBM Zam Zam memiliki banyak kegiatan yang manfaatnya sudah dapat dirasakan masyarakat. Di antaranya ialah pelatihan kerumahtanggaan, kewirausahaan (pelatihan jamur, dll), bimbingan belajar, ketenagakerjaan, dan digital literacy. Selain itu ada juga pendidikan kesetaraan (Paket A, B, C) dan pelatihan kader pemberdayaan masyarakat. Abdillah mengungkapkan, seluruh program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup baik dunia maupun di akhirat. Untuk unit produksi, PKBM Zamzam sudah memiliki bengkel las dan kerajinan kayu dengan produk utama Alat Peraga Edukatif (APE). Produk yang dihasilkan sudah dipakai di PAUD Zam Zam dan masyarakat luas. Bapak Abdillah juga mengungkapkan, masih ada banyak program yang sifatnya lanjutan maupun baru untuk diperjuangkan. Misalnya, penyaluran hewan kurban, pengasuhan anak prasejahtera, mengembangkan taman baca, keaksaraan fungsional, dan pelatihanpelatihan. Sedangkan untuk program yang baru digagas, Bapak Abdillah mengatakan tengah memprakarsai penghijauan lingkungan bermain dan belajar anak. “Saat ini, anak sudah banyak kehilangan tanah lapang untuk lahan bermain. Itulah yang tengah kami gagas,” tandas Abdillah mengakhiri pembicaraan. PKBM Zam Zam Alamat Jl. Cakalang No. 209A Malang Provinsi Jawa Timur
84
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM INTERAKTIF
Memajukan Kemandirian Arek Bonek
P
KBM Interaktif lahir dilatarbelakangi karena masih tingginya anak putus sekolah di wilayah Sukomanunggal, kota Surabaya. PKBM ini berawal dari sebuah Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) Interaktif pada awal tahun 2000-an. Dengan berjalannya waktu, LBB berkembang menjadi PKBM di tahun 2007 untuk lebih memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. Adalah Ibu Tutik Hidajati yang merupakan pendiri PKBM Interaktif ini, menginginkan agar warga masyarakat kota Surabaya lebih mandiri dan meningkat taraf perekonomiannya. Berbagai program telah dijalankan oleh PKBM Interaktif sejak awal pendiriannya sampai sekarang ini, mulai dari pendidikan kesetaraan (Paket A, B, C), PAUD, taman bacaan masyarakat (TBM), homeschooling, pendidikan keterampilan mulai dari otomotif, tata rias, sulam pita, sprei, sampai sablon kaos. Semua program dilaksanakan demi kemajuan kehidupan dan kemandirian warga belajar PKBM Interaktif dan warga Surabaya pada umumnya. “Saya tidak mau anak didik lulusan PKBM Interaktif menganggur setelah lulus dari sini. Mereka harus bisa mandiri” ucap ibu Tutik. Sebagai bentuk kepeduliannya pada warga Surabaya, Ibu Tutik juga memfasilitasi pelatihan sablon gratis untuk para bonek (sebutan supporter klub sepakbola Persebaya Surabaya) yang berada di sekitar lingkungan PKBM Interaktif. Rupanya Ibu Tutik ingin memajukan kehidupan perekonomian para bonek sekaligus mengubah kegiatan negatif bonek yang dianggap selalu anarkis menjadi kegiatan positif. “Tidak mudah merangkul mereka. Bonek itu semaunya sendiri, butuh pendekatan khusus untuk mengajak mereka untuk berubah” ucap perempuan kelahiran 22 Juli 1960 ini.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
85
Ide pelatihan sablon ini juga berasal dari masukan arek-arek bonek yang didukung sepenuhnya oleh Ibu Tutik karena menurut beliau modal tidak terlalu besar, namun pasarnya masih sangat terbuka.
PKBM BUNGA CENGKEH
Membangun Pendidikan Menyemai Kemakmuran Tidak hanya berhenti pada pelatihan sablon gratis saja, Ibu Tutik menginginkan agar para bonek dapat lebih mandiri dan mendapat hasil yang maksimal melalui keterampilannya tersebut. Tidak tanggung-tanggung, ibu Tutik juga mengirim bonek untuk mengikuti pelatihan wirausaha. Dan kini akan terdapat sebuah distro di PKBM Interaktif untuk menampung hasil produksi sablon warga binaannya ini. Walaupun distro ini terletak di PKBM, namun seluruh operasional termasuk design dan pengelolaan distro diatur oleh para bonek. Pihak PKBM hanya sebagai pengawas, yang membantu untuk memberikan modal, sedangkan seluruh keuntungan atau laba sepenuhnya menjadi hak warga binaannya. Saat ini, kaus produksi bonek yang diberi merek “Like Us” ini telah memulai di jual ke berbagai tempat di Surabaya. Sistem MLM (mulut lewat mulut) adalah trik yang dipakai untuk pemasarannya, yaitu penjualan online melalui media sosial facebook dan blackberry messenger (BBM) ke teman-teman sesame bonek. Strategi pemasaran ini rupanya berhasil diterapkan mereka. “Alhamdulillah setiap produksi langsung ludes” ucap Hendro salah satu bonek yang aktif terlibat dalam produksi Like Us. Kedepannya, PKBM Interaktif akan lebih mensupport kegiatan ini dalam memproduksi kaus secara massal. Untuk menekan biaya produksi, pengerjaan akan dilakukan secara manual, walaupun tingkat kesulitan pengerjaannya lebih tinggi dibandingkan jika mengerjakan melalui mesin. Namun disinilah letak edukasi yang diinginkan oleh pihak PKBM, yaitu agar para bonek ini terus berlatih agar hasil sablon manualnya dapat lebih baik dari hari ke hari. Sesuai dengan motto PKBM Interaktif yaitu “Jangan takut gagal sebelum mencoba. Orang yang sukses adalah orang yang berani mencoba.”
U
sman Ali adalah anak daerah yang beruntung. Ia berhasil menempuh pendidikannya hingga bergelar sarjana hukum. Namun ketika dirinya menyadari bahwa banyak keluarga sekelilingnya tak pandai beraksara, membaca dan menulis. Hati nurani Usman seperti tercabik hingga dirinya merasa terpanggil untuk membenahi pendidikan khususnya meretas permasalahan buta aksara dan keseteraan di tanah kelahirannya, Tolitoli, Sulawesi Tengah. Pria berbadan tegap ini sebenarnya secara tidak sengaja bersinggungan dengan pendidikan khususnya keaksaraan fungsional dan kesetaraan. Usman sebenarnya memulai karirnya di Tolitoli sebagai aktivis pemberdayaan masyarakat sejak 2001. Dua tahun kemudian untuk lebih mengarahkan langkahnya, lembaga swadaya pun ia dirikan yang memilki misi memberdayakan masyarakat . Dari situlah Usman menjadi tahu bahwa banyak permasalahan pendidikan yang harus dicarikan solusinya. “Setelah saya banyak bergaul dengan masyarakat. Ternyata pendidikan adalah yang diharapkan masyarakat di sini,” ujar Usman. Menurut Usman di Kabupaten Tolitoli banyak anak putus sekolah. Hal itu karena sekolah belum menjadi budaya bagi kebanyakan keluarga di kabupaten penghasil cengkeh ini. Orang berpendidikan tinggi juga masih jarang, apalagi sekembalinya dari menuntut ilmu administrasi perusahaan di sebuah lembaga pendidikan di Bandung ia mendapatkan kenyataan masih banyak anak putus sekolah.
PKBM Interaktif Jl. Raya Suko Manunggal 177/60 Surabaya Provinsi Jawa Timur
86
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
87
Ditambah lagi, setelah menikah ia baru menyadari kedua orangtuanya yang beraktivitas sehari-hari sebagai petani dan mertuanya, tidak lancar baca dan tulis. Demikian halnya dengan saudara-saudara dekat lainnya. Karena kurang pendidikan Usman jadi mengetahui bahwa hal itu yang menyebabkan banyak orangtua tidak bisa memotivasi anaknya meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Perlu kerja keras dari semua unit yang mendukung PKBM. Terutama unit yang ada di PKBM Bunga Cengkeh seperti Pendidikan Aksara Fungsional, Taman Bacaan Masyarakat, Kesetaraan dan berbagai kursus keterampilan yaitu komputer, menjahit , serta desa vokasi ( tanam jagung, batu bata, beternak ayam potong) dengan pihakpihak terkait.
Sebagai anak daerah yang punya wawasan luas, Usman mencari tahu bagaimana mencarikan jalan keluarnya. Hingga akhirnya ia menemukan program pendidikan non formal program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang saya beri nama Bunga Cengkeh itu yang saya rasa pas dengan apa yang ingin saya lakukan dibidang pendidikan,” ucap Usman.
“Jadi juara itu ada senang tapi ada sedihnya. Senangnya dapat piagam, piala penghargaan dan penggantian transportasi Rp426.000. Sedihnya, apresiasi yang diberikan oleh pemerintah tidak seperti yang kami harapkan,” tutur Usman.
Usman juga yakin dengan meningkatkan pendidikan bisa memberikan dampak positif. Dengan pendidikan mimimal bisa menambah wawasan dan keterampilan. Ia tidak memungkiri bahwa keterampilan bisa membantu masyarakat sekitarnya untuk berada pada kehidupan yang lebih baik. Itu sebabnya di PKBMnya langsung diadakah kursus-kursus kecakapan hidup seperti menjahit. Pendidikan keterampilan diperlukan bagi mereka yang putus sekolah yang ingin memiliki keahlian untuk memperbaiki kehidupannya. Sementara untuk memajukan budaya bersekolah, Usman mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Maka di PKBM Bunga Cengkeh, lengkaplah pilihan bagi masyarakat yang ingin menjadi warga belajar di PKBM tersebut, ada PAUD, ada kursusnya, dan juga ada kesetaraan dan keaksaraan fungsional. Usman yang pernah menjadi honorer DPRD Tolitoli dari 1999-2007 ini pun kemudian mantap memajukan PKBMNya dengan membuat badan hukum bagi PKBMnya pada 2009. Sejak itu ia berupaya memajukan PKBMnya hingga tahun 2015 ini. Selama itu Usman telah menorehkan banyak prestasi. Dan yang paling baru adalah ia memenangkan Lomba Apresiasi PTK PAUDNI Berprestasi 2015 tingkat provinsi. PKBM Bunga Cengkeh berhasil menyabet juara I kategori pengelola PKBM. Karena keberhasilannya itu PKBM Bunga Cengkeh, mewakili Sulawesi Tengah mengikuti lomba yang sama tingkat nasional di Medan. Menjurai lomba bukan pertama kalinya, namun bagi Usman memenangkan saja tidak cukup untuk mempertahankan nama Bunga Cengkeh tetap berdiri tegak sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat Tolitoli.
88
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Meski demikian, meratap tanpa melakukan sesuatu juga tidak akan memberikan jalan keluar. Oleh karena sikap optimis Usman adalah dengan tetap menjalankan roda PKBMnya setahap-demi setahap. Ia yakin dengan usaha yang dilakukannya suatu saat ia akan memanen jerih payahnya. Menurutnya, mengapa PKMB Bunga Cengkeh berhasil menjadi juara pengelola PKBM terbaik se Sulawesi Tengah, itu karena pimpinan PKBM berhasil bermitra dengan dunia usaha dan dunia industri sehingga usaha yang dijalankan masyarakat bisa tumbuh pesat. “PKBM kami juga membuat koperasi serba usaha dan sekarang anggota yang sudah bergabung sebanyak 40 orang. Nama koperasinya sama yaitu Koperasi Serba Usaha atau KSU Bunga Cengkeh. Dengan koperasi ini kami mendirikan usaha jasa rental mobil, juga membuat home industry, dan TV Kabel,” jelas Usman. Dengan menggandeng sebanyak 20 mitra dunia usaha dan dunia industri Usman terus berkarya memajukan PKBMnya. “Bermitra dengan DuDi, kami berupaya untuk mencukupi kebutuhan PKBM. Sebab mengandalkan dana dari pemerintah tentu tidak cukup,” ungkap Usman. Ia menyontohkan kebutuhan buku dan pensil untuk menyediakan sarana belajar pada keaksaraan fungsional bisa PKBM Bunga Cengkeh dapatkan dari perusahaan mitra. “Kami ini menjalankan kegiatan sosial, sehingga kami bisa ajukan dana CSR dari perusahaan,” cetus Bapak tiga anak ini. Keberhasil Usman menjalin kerja sama dengan dunia usaha mengilhaminya untuk bisa menjalin silaturahim dari lulusan paket C. Usman bercerita, banyak alumni pendidikan kesetaraan PKBM Bunga Cengkeh yang membantu PKBM untuk mengajar mata pelajaran tertentu. “Ada relawan kami yang juga adalah lulusan Paket C PKBM ini. Sekarang alumni itu mau membantu kami mengajar PKN. Sebab alumni itu sekarang menjadi advokad,” ucap Usman dengan senyum bangga.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
89
Banyak keberhasilan yang ia peroleh selama menangani PKBM Bunga Cengkeh, membuat Usman yakin PKBM adalah jalan hidupnya yang paling pas. Banyak manfaat yang didapatkannya, demikian halnya manfaat juga dirasakan keluarga dan teman-teman Usman. Bagi Usman, PKBM adalah ladang baginya untuk selalu bisa berbuat dan bermanfaat bagi orang lain. Itu sebabnya ia ingin membesarkan lagi PKBM Bunga Cengkeh. Majunya PKBM Bunga Cengkeh sama artinya memajukan dunia pendidikan di Tolitoli. “Pendidikan sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup. Tantangan hidup itu termasuk usaha yang sedang kami rintis. Ke depannya saya ingin program yang lintas sektoral sehingga alumninya bisa siap kerja,” tandasnya. Dengan adanya 102 peserta kesetaraan Paket C yang ikut ujian tahun 2015 ini, adanya 20 orang warga yang mengikuti keaksaraan fungsional, dan 30 murid PAUD Bunga Cengkeh seolah juga membuktikan bahwa Usman berhasil mengubah pandangan masyarakat sekitar PKBM Bunga Cengkeh akan pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan di PKBM Bunga Cengkeh, Usman berupaya mengantarkan masyarakat sekitarnya agar lebih sejahtera. Sejahteranya masyarakat Tolitoli akan membawa daerah ini menjadi maju dan modern. Tolitoli akan sangat memerlukan kiprah Usman lebih banyak lagi. Sebab anak daerah yang berotak cemerlang ini sedang menorehkan riwayat suksesnya melalui pendidikan. Saat ini ia masih ditertawakan oleh rekan-rekannya yang telah sukses. Berbeda dengan sukses materi yang dimiliki rekannya, sukses yang ingin diraih Usman adalah tidak ada lagi putra daerah yang rendah pendidikan, rendah tingkat ekonominya. Itulah peran seorang Usman Ali SH yang diamanatkan Tuhan. Selamat berjuang. PKBM Bunga Cengkeh JL. Kelapa II No. 9 Kelurahan Tuweley Kecamatan Baolan Kab. Toli-Toli, Sulawesi Tengah
PKBM PANDAWA
Terlanjur Mencintai Pendidikan Nonformal
S
ekitar tahun 1990an menjadi langkah awal bagi Ni Nyoman Elly Setiawati, SS, M.MP mengenal pendidikan nonformal dan informal, hal tersebut ia dapatkan ketika membantu salah seorang sahabatnya yang terlebih dahulu mendirikan kegiatan kursus dan pelatihan, pendidikan anak usia dini serta kegiatan sejenisnya.
Seringnya ibu dari dua orang anak yang akrab dipanggil Elly terlibat dan berkecimpung pada lembaga milik sahabatnya, memunculkan kecintaan dan hasrat untuk mendirikan lembaga yang serupa dengan sahabatnya tersebut. Jika orang lain bisa meningkatkan kualitas dan taraf pendidikan dilingkungannya mengapa saya tidak bisa, ujar perempuan yang kesehariannya berpofesi sebagai Guru Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar 1 Cakranegara. Karena baginya pendidikan pada jalur nonformal dan informalnya merupakan jawaban yang tepat, terutama pada masyarakat yang tidak sempat terlayani jalur pendidikan formal. Meskipun diakui oleh dirinya tantangan yang dialami pendidikan nonformal jauh lebih berat, jika dibandingkan dengan pendidikan formal. Karena pada pendidikan non formal dan informal, kami harus pandai-pandai melakukan kreatifitas dan menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik kami. Sehingga lembaga kami bisa diterima masyarakat, ujar putri ketiga dari lima bersaudara pasangan bapak Made Suwandi dan ibu suprapti. Berbeda ketika saya melakukan kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar atau formal, saya tidak perlu repot-repot mencari dan memperkenalkan tempat lembaga saya bekerja untuk menjaring peserta didik, karena siswa sendiri yang mencari lembaga tempat ia belajar atau bersekolah. Itulah sebabnya ia melakukan pendekatan secara perorangan saat mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), sehingga di tahun 2003 tepatnya 22 Desember ia berhasil membentuk sebuah kelompok belajar dilembaganya yang diberi nama Pandawa, meskipun peserta didiknya baru berjumlah 15 orang saja.
90
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
91
Karena beratnya kondisi sosial masyarakat ditempat lembaganya berdiri, dimana mayoritas kaum perempuannya yang notabene ibu-ibunya senang melakukan judi, sehingga tak ayal lagi peserta didiknya yang sedang belajar dilembaganya tersebut mendapatkan hasutan dari masyarakat. Padahal ketika lembaga tersebut berdiri, Elly menggunakan sebagian dari tempat tinggalnya menjadi lokasi kegiatan belajar dan sarana penunjang kegiatan seperti buku-buku, meja belajar dll, ia menggunakan dana pribadi yang di sisihkan dari penghasilannya menjadi seorang SD guna menunjang sarana dan prasana belajar. Namun saya yakin jika kita sudah memiliki komitmen untuk memajukan pendidikan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka tantangan tersebut bisa dilalui dengan baik, apalagi ketika suami dan para sahabat ikut serta membantu maka semangat itu semakin bertambah. Seiring dengan berjalannya waktu PKBM Pandawa mulai dikenal di masyarakat, berbagai program sudah bisa diterima masyarakat antara lain : Program kejar paket A, paket B dan paket C, pendidikan anak usia dini. Serta program Taman Bacaan Masyarakat dan juga pemberdayaan perempuan yang menekankan pada bidang keterampilan seperti menganyam, dan membatik. Termasuk SPA dan kecantikkan, meskipun hingga saat ini kondisi yang dimiliki lembaga masih terbatas dan minim guna menunjang kegiatan tersebut. Untuk meningkatkan kualitas lembaga, PKBM Pandawa selalu mengikuti perkembangan baik secara formal maupun informal. Termasuk pelatihan-pelatihan dan juga menjaring kemitraan baik dengan pemerintah maupun swasta, hal itu dilakukan lembaga guna meningkatkan mutu peserta dan tenaga pendidiknya. Prestasi demi prestasipun diraihnya seperti : masuk nominasi lomba karya tulis tutor paket B yang diselenggarakan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007, juara 1 lomba dongeng tutor PAUD sekota mataram tahun 2007, juara II lomba karya tulis tutor paket B yang diselenggarakan Dinas Pendidikan, Pemuda dan olah raga Provinsi NTB tahun 2008 dan juga mengikuti berbagai ajang lomba baik tingkat regional dan nasional.
PKBM PANTAI SELATAN
Memajukan Desa dengan Melek Internet
L
unyuk adalah sebuah pemukiman penduduk yang secara geografis berada di wilayah Kabupaten Sumbawa yang paling ujung selatan, dengan jarak tempuh (3,5 - 4 Jam) 98 kilometer dari ibu kota kabupaten Sumbawa, dan dari ibukota provinsi kurang lebih selama 14 jam perjalanan melalui darat dan laut. Wilayah Lunyuk juga merupakan salah daerah yang terpencil berdasarkan SK. Gubernur Prov. NTB, namun dibalik keterpencilan, keterisolasiannya, Lunyuk banyak menyimpan potensi – potensi yang cukup menjanjikan bagi kesejahteraan rakyat, hasil bumi (pertanian/perkebunan, perikanan) serta potensi alamnya. Kecamatan lunyuk, salah satu wilayah yang menyumbangkan angka buta huruf yang cukup tinggi, angka dropout dan angka melanjutkan yang sangat rendah sekali (sumber: BPS Sumbawa tahun 1990), salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan saat itu. Kondisi jalan menuju ibukota sering terjadi longsor, akses transportasi masih menggunakan truck, sehingga penduduk usia sekolah (13-17 tahun) 50 % yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Dengan kondisi demikian masyarakat wilayah kecamatan lunyuk angka melanjutkan pendidikan masih sangat rendah, disamping angka putus sekolah juga cukup tinggi mengingat jarak antara pemukiman dengan sarana pendidikan cukup jauh, sarana pendukung transportasi masih belum ada, sementara angka buta
Dalam perkembangannya seperti halnya PKBM lainnya, PKBM Pandawa berharap peran serta pemerintah dalam membangun pendidikan formal tidak hanya menekannkan pada besarnya jumlah nominal bantuan yang diberikan kepada lemabag, tetapi juga melakukan dorongan seperti pelatihan-pelatihan dan pembinaan secara intensif sehingga lembaga bisa lebih mandiri. PKBM Pandawa JL. Merdeka XVII BTN Pepabri Pagesangan Kota Mataram NTB
92
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
93
huruf cukup tinggi, khususnya masyarakat yang mengikuti program transmigrasi, sebab wilayah kecamatan lunyuk adalah salah satu daerah lokasi transmigrasi . Dengan kondisi yang cukup memprihatin sekali, alumni IKIP Mataram berinisiatif untuk memberikan solusi terhadap kondisi masyarakat khususnya di pendidikan nonformal, dan melalui yayasan Pemberdayaan Pemuda Pedesaan ( YLP3 ) Lunyuk, memprakarsai mendirikan dan membentuk sebuah lembaga yang bergerak dibidang pendidikan nonformal. Dengan dibantu pihak Penilik PLS serta Tenaga Lapangan Dikmas ( TLD ) Kecamatan Lunyuk serta masyarakat pada tanggal 13 April 1999 sepakat mendirikan lembaga yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ( PKBM ) dengan nama “ PKBM PANTAI SELATAN “ Lunyuk, dengan memanfaatkan sarana gedung kantor KCD Diknas Kecamatan Lunyuk , dengan kondisi sarana dan prasarana lembaga PKBM yang serba kekurangan. Dikatakan Burhannudin, “Perlahan tapi pasti, dengan memegang prinsip kebersamaan, kami seluruh Pengurus beserta masyarakat di sekitar PKBM Pantai Selatan Lunyuk, bahu membahu mensosialisasikan tentang Visi dan Misi PKBM, tujuan PKBM, serta fungsi PKBM itu sendiri. Selama kurang lebih 2 tahun Burhanudin bersama rekan-rekannya berjuang untuk menyakinkan semua pihak – pihak terkait terutama Pemerintah Daerah Provinsi NTB melalui Dinas Dikpora, serta dinas Diknas Kabupaten Sumbawa. Pada tahun 2002, PKBM Pantai Selatan Lunyuk memulai kiprahnya dengan melaksanakan berbagai jenis program Pendidikan Luar Sekolah ( PLS ) yaitu Program Pemberantasan Buta Aksara (GETAS AKSARA), Program Pendidikan Kesetaraan Paket A Setara SD, Pakat B Setara SMP serta program Kelompok Usaha Bersama berbasis mata pencaharian serta mendirikan Program Pendidikan Anak Dini Usia. Berkat adanya komunikasi yang intens dengan pihak Dinas Dikpora Prov. NTB dan Dinas Diknas Kabupaten Sumbawa, PKBM Pantai Selatan Lunyuk, mulai diberikan kepercayaan untuk melaksanakan program pendidikan nonformal dan informal, antara lain: (1). Program Keaksaraan Fungsional; (2). Program Kelompok Usaha Bersama; (3).Program Magang, (4) Program Kursus Komputer; (5). Program Kursus Wirausaha Pedesaan ( KWD); (6) Program Akses/ Tutor Kunjung; (7). Program PKBM Pembina; (8) Program PAUD Percontohan Tingkat Kecamatan; (9) Program Akreditasi Lembaga.
94
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Program yang dilaksanakan cukup mendapatkan tantangan yang cukup berat, sebab dalam kurun waktu antara tahun 2002 s.d 2006, karena pada saat itu dana bantuan seluruhnya masuk ke rekening lembaga PKBM, ada beberapa kelompok masyarakat yang memandang sebelah mata/negatif tentang lembaga PKBM yang menyoroti dana – dana yang masuk ke rekening PKBM. “kami tetap berkeyakinan dengan kebersamaan dan satu visi dan misi kami seluruh Pengurus PKBM Pantai Selatan Lunyuk, menganggap kritikan dan sorotan tersebut adalah cambuk bagi kami untuk lebih berkiprah dan mengelola dana – dana yang masuk ke lembaga agar lebih transparan maka kami setiap dana yang masuk ke rekening lembaga, selalu kami informasikan ke masyarakat melalui Papan Pengumumuan yang dapat di akses oleh masyarakat umum” kata Burhannudin. Berkat komitmen dan kebersamaan pengurus PKBM Pantai Selatan Lunyuk, prestasi demi prestasi mulai diraih, yang walaupun lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk masuk dalam katagori daerah terpencil, tapi dengan keterpencilan menjadikan sebuah asset dan potensi untuk berkiprah. Ditegaskan oleh Burhannudin, “kami memegang pronsip bahwa kami memang terpencil tapi kami tidak mau dikucilkan, prinsip inilah yang membawa kami termotivasi, bersemangat untuk memperjuangkan hakhak masyarakat kami yang belum terakses khususnya dibidang pendidikan nonformal dan informal”. Pada tahun 2008 PKBM Pantai Selatan Lunyuk, mendapat bantuan program perluasan akses melalui sepeda motor pembelajaran, sehingga PKBM dengan memanfaatkan sepeda motor sebanyak 4 unit, mampu memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di daerah pemukiman transmigrasi, dengan jumlah binaan program paket A setara SD sebanyak 30 orang dan paket B setara SMP sebanyak 40 orang dan program Keaksaraan Fungsional sebanyak 50 orang. serta memberikan pelayanan TBM Keliling Sepeda Motor Pembelajaran, kepada anak anak sekolah Dasar ( SD ) formal. Pada tahun 2010, lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, mencoba menggagas program melalui program kemitraan, dan saat itu memasukan lamaran sebagai peserta Pengelola Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang bekerjasama dengan Kemkominfo melalui PT. Lintasarta Jakarta, dan tahun 2011 , Layanan internet yang dikelola langsung oleh PKBM Pantai Selatan Lunyuk, sedikit demi sedikit mulai di kunjungi oleh masyarakat khususnya yang ingin mengakses internet, sehingga sampai saat ini hampir setiap hari PKBM Pantai Selatan Lunyuk selalu dikunjungi rata-rata 15 orang per hari, sejak tahun 2011 hingga saat ini
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
95
Pada tahun 2011, lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, mampu meraih prestasi sebagai peserta Jambore PTK PAUDNI di Tingkat Nasional mewakili Prov. NTB dan berhasil meraih prestasi sebagai Juara 2 Tingkat Nasional di Mataram dengan mengusung konsep/Tema: Tutor Kunjung Melalui Sepeda Motor Pembelajaran. Dengan mengembangkan konsep program terpadu dan mandiri, lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, menawarkan program – program unggulan kepada lembaga mitra seperti: Kemendikbud, PT. Newmont Nusa Tenggara, Kemenkominfo, PNMP GSC dan lembaga Pendidikan Formal baik siswa maupun tenaga pendidik /Guru ( SD/SMP/SMA/SMK ) .
PKBM SANDYKA
Mencerahkan Kaum Marginal
Konsep program terpadu dan mandiri,membawa dampak positif terhadap perkembangan dan kemandiri lembaga PKBM Pantai selatan, dimana PKBM Pantai Selatan Lunyuk banyak menerima bantuan baik berupa sarana dan prasarana maupun bantuan dalam bentuk lainnya seperti bantuan narasumber teknis dari SMK Sumbawa yang melatih para warga belajar tentang Pengelasan dan Menjahit . Lewat Program Kemitraan Terpadu dan Mandiri, lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, juga meraih prestasi dan penghargaan sebagai Pengelola PLIK Terbaik I Provinisi NTB, dan juga dipercayakan sebagai narasumber pada acara Expo ICT USO di Makassar pada tahun 2012, serta sebagai narasumber pada acara Media Gathering yang dihadiri oleh para wartawan media massa seluruh indonesia di Mataram. Disamping itu pula Pengelola PKBM Pantai Selatan Lunyuk, merupakan salah satu Pelatih Nasional Program PPAUD (Master Of Trainner PPAUD), yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan di Tingkat Nasional selama 700 Jam. Kondisi lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, pada awalnya menumpang di kantor KCD Diknas Kecamatan Lunyuk sejak tahun 2000 s/d 2003, dan tahun 2003 s/d 2005 menggunakan sarana gedung Pengamat Pengairan Kecamatan Lunyuk, dan sejak tahun 2005 sampai dengan saat ini telah memiliki gedung sendiri dan lahan milik Pengelola PKBM Pantai Selatan Lunyuk dengan ukuran lahan: 50 m x 100 m. Lahan tersebut telah di hibahkan ke PKBM Pantai Selatan Lunyuk. Saat ini lembaga PKBM Pantai Selatan Lunyuk, telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai walaupun masih sederhana tapi dapat di nikmati fasilitasnya oleh masyarakat Desa Lunyuk. Saat ini pengelola PKBM Pantai Selatan bercita-cita dan mencoba memperjuangkan menjadikan Desa Lunyuk menjadi Desa Digital. PKBM Pantai Selatan Kabupaten Sumbawa NTB
96
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
D
aeng Salma (31 tahun) punya aktivitas baru sejak awal tahun 2012. Setelah mengurus anak dan suami, lalu kemudian menjalankan tugasnya sebagai tukang cuci pakaian, hampir setiap hari ia mampir di sebuah rumah petak, tempat Rintisan Balai Belajar Belajar Bersama (RB3). Lokasinya hanya berjarak sepelemparan batu dari Kompleks Kantor Bupati Gowa. Namun suasana lingkungan setempat ibarat berbanding terbalik dengan kemegahan kantor bupati. Di gang sempit di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan itulah bermukim ratusan keluarga pra sejahtera, termasuk Daeng Salma. Bangunan yang mirip dua kamar kos-kosan masing-masing berukuran 3 X 4 meter itu, belakangan ini memang menjadi ruang publik bagi warga sekitar. Halaman depannya yang kira-kira memadai untuk sebuah lapangan bulu tangkis baru saja dipermak menjadi semacam ruang serba guna. Jadilah halaman dan rumah petak itu saling melengkapi. Rumah petak adalah sarana pembelajaran non formal yang merupakan pengembangan dari layanan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sandyka. Dengan berdirinya RB3 tersebut, maka program dan layanan yang sudah digiatkan oleh PKBM Sandyka sekitar tujuh tahun silam, makin mengakar di masyarakat marginal. Kehadiran RB3 seolah menjawab kebutuhan masyarakat yang tak terjangkau layanan formal akibat berbagai kendala sosial, ekonomi, dan budaya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
97
Sebelumnya, PKBM Sandyka sendiri sudah eksis sejak tahun 2005 dengan sederet kegiatan. Bersekretariat di belakang Istana Balla Lompoa, Sungguminasa, PKBM ini menyasar masyarakat dari beragam latar belakang sosial dengan beragam program. Sebutlah misalnya, layanan/program Kelompok Bermain/ TK atau lazim disebut pendidikan anak usia dini (PAUD), taman penitipan anak, kursus-kursus keterampilan (life skill), Kesetaraan (A,B, dan C), Keaksaraan Fungsional, hingga Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Peserta didik PKBM Sandyika terus bertambah, dari puluhan menjadi ratusan, termasuk warga yang berdiam di sekitar RB3 tadi.
Membawa perubahan sosial Hadirnya fasilitas RB3 yang antara lain memanfaatkan biaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sekitar Rp 200 juta tersebut telah mengubah pola aktivitas warga setempat. Terjadi perubahan ritme. Waktu luang yang semula diisi dengan ngerumpi antartetangga, kini menjadi lebih produktif. Daeng Salma, misalnya, mengisi waktu luangnya dengan mengenyam pendidikan keterampilan merias dan menjahit. Pembelajaran yang dirangkaikan dengan keaksaraan fungsional tersebut ia lakoni di sela tugas rutinnya sebagai tukang cuci pakaian. Begitu suaminya, Daeng Siala (40 tahun) telah berangkat menarik angkutan kota atau buruh serabutan, Salma pun telah menyiapkan waktu luang untuk menyambangi RB3. Kehadirannya di RB3 bermakna ganda. Selain mengenyam keterampilan merias dan menjahit, ia sekaligus menunggui dua anaknya, yakni Ririyanti (5 tahun) dan Rustam (3 tahun ) yang ikut layanan PAUD. Aktivitas Salma diikuti tetangga-tetangganya, seperti Daeng Pati (41 tahun) dan Daeng Bollo (39). Suami para perempuan tersebut rata-rata tidak memiliki penghasilan tetap. Suami mereka bekerja sebagai sopir angkutan kota, tukang becak, dan buruh bangunan. Keterbelakangan sosial ekonomi ditambah minimnya wawasan dan edukasi membuat mereka nikah di usia rata-rata selepas SD-SMP. Akibat impitan sosialekonomi, di antara mereka tak jarang terdengar kisah kekerasan dalam rumah tangga.
tidak perlu repot-repot memanggil juru rias dari salon untuk mendandani anak-anak remaja yang berperan sebagai pagar ayu. Ibu-ibu tersebut sudah cukup piawai merias anak-anak remaja, dan diri mereka sendiri. Kecakapan menjahit perlahan dicoba dengan mempermak baju dan celana suami mereka. Kehadiran RB3 juga bermakna multidimensi. Selain menjadi sarana pembelajaran non formal, juga menjadi ruang publik baru bagi beragam aktivitas masyarakat setempat. Halaman yang kini diatapi kanopi berfungsi sebagai aula serba guna bagi warga. Di situlah beragam aktivitas komunitas dihelat, mulai dari pengajian, rapat antarwarga, pos yandu, hingga resepsi pernikahan. Mencermati interaksi positif antara warga belajar dengan pengelola tentu tak lepas dari komitmen figur pengelola PKBM Sandyka, di bawah pimpinan Darminah.
Suka Duka Merintis PKBM Darminah sendiri yang berlatar belakang guru memang sosok yang suka bekerja di lapangan tanpa terjebak orientasi struktural. Setelah mengabdi hampir 30 tahun sebagai guru SD, ia tak silau dengan peluang karier menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah. Mantan guru SD di Kecamatan Sombu Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, ini malah memilih pensiun dini dari pegawai negeri sipil. Darminah memilih pensiun dini lima tahun lebih awal sejak 2005 karena terpanggil untuk mendirikan dan mengurus secara serius PKBM Sandyka. Menjadi guru sejak 1974, Darminah merasa belum puas mendidik masyarakat jika hanya melulu melalui lembaga persekolahan. Ia ingin menjangkau warga marginal untuk maju dan mandiri melalui pendidikan non formal. Padahal, waktu itu, pendidikan luar sekolah seolah masih dipandang sebelah mata karena telanjur tenggelam oleh pendidikan persekolahan. Itulah sebabnya, saat rekan sesama guru tidak melirik tawaran menjadi penilik pendidikan luar sekolah (PLS) di Sombu Opu, Darminah justru mengajukan diri. Di sinilah ia mengenal pendidikan non formal yang melayani pemberantasan buta aksara bagi warga dewasa yang miskin.
“Anak kami harus pintar melalui pendidikan yang kelak memberi bekal kecakapan. Cukuplah kami yang cuma bisa tamat sampai SD, ujar Salma. Ucapan perempuan itu langsung diamini oleh Daeng Pati dan Daeng Bollo.
Niat Darminah mendirikan lembaga pendidikan non formal bukan berarti berjalan mulus tanpa hambatan. Awalnya ia sempat bingung karena tak punya tempat. Permohonannya untuk memanfaatkan salah satu ruang di Gedung Pemuda Gowa ditolak oleh pemerintah daerah.
Para perempuan di sekitar RB3 umumnya sudah mulai terampil merias dan sedikitsedikit menjahit pakaian. Paling tidak, saat ada hajatan atau pesta nikahan, mereka
Namun, seperti kata pepatah, “ada niat, ada jalan”, akalnya pun berputar. Dicobanya menjaminkan surat pengangkatan PNS-nya untuk mendapatkan pinjaman dari bank
98
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
99
senilai Rp 40 juta. Kredit dari bank itu dipakai untuk merenovasi rumahnya agar bisa menampung beragam kegiatan PLS atau pendidikan nonformal, mulai dari kelompok bermain, taman penitipan anak, keaksaraan fungsional, kesetaraan A, B, dan C (setara SD, SMP, dan SMA), hingga kursus kecantikan. ”Saya merasa ada ’jiwa’ di sini, menolong orang tak mampu agar mendapat pendidikan. Saya cari anak-anak di jalanan atau orang tak mampu. Saya ajak ikut pendidikan nonformal di PKBM. Tak bayar tak masalah asal mau belajar,” ujar Darminah yang menjadi guru inpres sejak 1974. Demi mewujudkan panggilan hati itu, ia mengajukan pensiun dini. Pilihan yang melawan arus di tengah peluang membaiknya kesejahteraan guru itu tak pernah disesalinya. Darminah menuturkan, ada kepuasan batin yang tak terkira ketika melihat kebahagiaan warga miskin yang bisa menikmati pendidikan. ”Saya ingat, seorang tukang becak yang senang luar biasa karena anaknya bisa ikut pendidikan di kelompok bermain secara gratis,” katanya. Selama ini tukang becak itu sering mengantarkan anak-anak orang berada ke TK, termasuk tempat Darminah. Si tukang becak sering memandangi anak-anak yang tampak riang menikmati pendidikan anak usia dini. Darminah menghampiri tukang becak itu. Ia menawarkan sekolah gratis. Tak hanya itu, ia juga memberikan seragam untuk dua anak tukang becak tanpa bayaran. Di depan Darminah, dua anak tukang becak yang berusia lima dan enam tahun itu berputar senang memakai seragam baru. Sang ayah yang bahagia bisa membuat anaknya bersekolah itu membawa kedua anaknya berkeliling kampung. Ia kadang tak yakin bisa mengantar jemput darah dagingnya ke sekolah tanpa khawatir soal biaya. Sejak itu Darminah gencar mengumumkan bahwa PKBM-nya terbuka bagi warga tak mampu yang ingin belajar. Jika ada anak yang terlihat bersemangat belajar di sekolah formal, Darminah pun tak ragu memberikan uangnya demi membiayai pendidikan si anak itu. Ia juga menemukan banyak anak usia sekolah yang berkeliaran di pasar. Mereka menawarkan jasa mengangkut belanjaan atau menjual tas plastik. Darminah menawarkan diri untuk mengajar 20 anak buta aksara itu menghitung, membaca, dan menulis. PKBM Shandyka kemudian membuka pendidikan kesetaraan Paket A agar mereka mempunyai ijazah setara SD. PKBM Syandika Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Provinsi Provinsi Sulawesi Selatan
100
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM PERMATA SARI
Pemberi Cahaya dari Bungoro
P
usat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Permatasasi seakan menjadi penerang yang memberi cahaya bagi sebagian masyarakat dalam memandang cakrawala lebih luas. Masa emas anak usia dini telah memperoleh rangsangan pendidikan, ibu-ibu yang buta huruf mulai mengenal aksara dan angka, anak-anak nelayanpun tak lagi hanya menghabiskan waktu menangkap ikan di laut. Bermula tahun 2010, waktu itu belum ada wadah untuk pembelajaran bagi sebagian warga masyarakat. Kenyataan itu menggugah nurani Hj Aminah bersama suami, H Arifin Dia, hati kecil pasangan suami istri ini tersentuh. Keduanya tak tega melihat realitas masyarakat yang kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri, meski sebatas kemampuan dalam mengembangkan kompetensi paling dasar. Aminah kemudian menyediakan lahan kediamannya untuk beraktivitas bagi masyarakat. Bangunan bekas tempat usaha yang berada di halaman depan rumah itu dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran. Selain pembinaan anak usia dini, di lokasi itu juga menjadi tempat ibu-ibu buta aksara dikenalkan huruf dan angka. Di situ pula ibu-ibu yang minim ketrampilan belajar hidup mandiri dengan berlatih menjahit. Untuk mewadahi aktivitas tersebut, dibentuk PKBM Permatasari. Sebelum PKBM didirikan, anak-anak yang bermukim di sekitar kediaman Aminah sulit memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar. Masalahnya, tidak mudah bagi orang tua untuk setiap hari membawa anak-anak mereka belajar ke lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang hanya ada di Kota Pangkajene dengan jarak kurang lebih 3 kilometer. Tak ada pilihan lain. Anak-anak usia dini dibiarkan tumbuh alami. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan rangsangan pendidikan yang minim.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
101
Inilah yang mendorong Aminah mendirikan Kelompok Bermain (KB) di halaman rumahnya. Pagi hari anak-anak belajar dan bermain di tempat itu, sedikitnya 20 anak usia dini yang datang belajar, dididik dua pengajar. Sore hari diadakan kegiatan pendidikan Alquran ditempat yang sama. Berbeda dengan kelompok bermain yang semuanya anak usia dini, pendidikan Alquran menampung anak hingga siswa kelas III SD. Saat hampir bersamaan dibuka pendidikan keaksaraan. Warga yang buta aksara dikenalkan huruf dan angka. Sekitar 30 orang yang datang belajar, semuanya perempuan. Usia rata-rata 40-an tahun. Pembelajaran dilakukan berkelompok. Tiga kali dalam sepekan mereka berkumpul dan belajar bersama dengan bimbingan tutor. “Dia sendiri yang baku panggil,” Aminah mengisahkan awal kehadiran warga belajar itu. Enam bulan mengikuti pembelajaran, ibu-ibu itu sudah mulai bisa membaca. Sekadar bisa membaca dan menulis saja dirasakan belum cukup untuk meningkatkan taraf kehidupan. Menyadari kebutuhan itu, dibuatlah kursus menjahit untuk memberikan bekal ketrampilan kepada ibu-ibu agar bisa produktif dalam mengisi hari-hari mereka. Benar saja. Seperti dituturkan Aminah, “Sekarang sudah ada yang menerima pesanan jahitan.” Seiring perjalanan waktu, langkah PKBM Permatasari semakin menapak lebih jauh, memasuki wilayah kecamatan lain. Anak-anak nelayan diKassi Kebo Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep ternyata banyak yang putus sekolah. Masalah utamanya, sekolah lanjutan cukup jauh dari kediaman mereka. Mau tidak mau anak-anak itu lebih banyak mengisi waktu dengan ikut membantu orang menangkap ikan di laut. Di desa ini kemudian dibuat pendidikan kesetaraan. Anak-anak yang hanya tamat sekolah dasar dikelompokkan dalam pembelajaran Paket B, lulusan sekolah menengah pertama mengikuti program Paket C. Tidak kurang dari 40 anak belajar Paket B (setara SMP), Paket C (setara SMA) sekitar 50 orang. Proses belajar mengajar dilakukan secara berkelompok dengan bimbingan tutuo yang datang ke tempat mereka. Waktu pembelajaran disesuaikan dengan kesempatan peserta didik, tanpa mengganggu aktivitas keseharian mereka. “Alhamdulillah, sekarang ada yang sudah kuliah,” Aminah berucap syukur. Sejak 2011 PKBM Permatasari mulai mengenalkan internet kepada masyarakat lewat TBM Permata yang berada di lokasi tempat rekreasi masyarakat Pankep. Jaraknya bersebelahan jalan dari kediaman Aminah, tempat pembelajaran masyarakat. Di TBM itu disediakan dua unit komputer yang tersambungan jaringan internet. Masyarakat yang datang rekreasi bisa berselancardi dunia maya di taman bacaan itu. PKBM Permata Sari di Jalan Andi Mappe Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan
102
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM BATU TUJUA
Memberdayakan Warga Pedalaman
U
paya menanggulangi kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen dan komponen masyarakat. Pemerintah Pusat tentunya tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan pemerintah daerah (kota/kabupaten), juga komunitas, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat serta stakeholders lainnya. Jargon pengentasan kemiskinan pun terus berubah tiap kali. Sejak puluhan tahun lalu, pemerintah mencanangkan program nasional penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada pola pemberdayaan masyarakat. Salah satu tujuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Program PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PNPM-P2KP dan PKBM) dalam menggerakkan partisipasi masyarakat adalah menumbuhkembangkan partisipasi kaum perempuan, agar aktif mengambil peran dalam melaksanakan program dimaksud, dengan pertimbangan banyak kaum perempuan diindikasikan terkena dampak langsung dari masalah kemiskinan. Kesadaran ini terpatri dalam sosok seorang guru perempuan di Bulukumba, Sulawesi Selatan dengan membuat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Perempuan paruh baya yang senantiasa bersemangat memberdayakan kaum perempuan didesanya itu bernama Hj Sumarni. Untuk menjumpai ibu tiga anak yang menjadi wanita Perjalanan ke Bulukumba, menuju PKBM Batu Tujua yang beralamat di Jl Mangga No 227 Kelurahan Tanet Kecamatan Bulukumba, Sulawesi Selatan. Perjalanan ke Bulukumba ditempu dengan menggunakan angkutan umum dari Terminal Bus Kota Makassar selama empat jam. Penulis sampai di Kota Bulukumba, tepat pukul 12.15 WIB.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
103
PKBM Mattirowali PKBM Batu Tujua dikelola oleh Dra Hj Sumarni AM, SPD, beliau merupakan Guru Mandrasah Ibtidaiyah Negeri Balangpesoang, Kabupaten Bulukumba. Kondisi PKBM ini sangat baik yang menempati lahan lebih 1000 M2 dengan kondisi cukup baik dan aktivitas kegiatan berjalan secara mandiri. Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di lembaga ini antara lain; KF Dasar, Keakasaraan Usaha Mandiri, Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Keaksaraan, Taman Bacaan Masyarakat dan Pendidikan Kursus. PKBM ini berdiri sejak 30 Juni 1999. Dan menjadi PKBM percontohan di Kabupaten Bulukumba. Kaum perempuan di Kabupaten Bulukumba sangat kurang mendapatkan akses di berbagai bidang/aspek dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun politik. Mendapati hal tersebut, dia berinisiatif menggerakkan berbagai organisasi/lembaga perempuan di Kabupaten Bulukumba, seperti PKK, IWAPI dan sejenisnya, yang kesemuanya bertujuan memberdayakan kaum perempuan dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pemberdayaan Masyarakat yang Lebih Baik
S
elama ini banyak orang menilai kerja pemberdayaan masyarakat banyak dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non Goverment Organization (NGO). Sesungguhnya, sejumlah pihak dengan menggunakan berbagai bentuk organisasi, komunitas dan lembaga pendidikan juga melakukan hal serupa. Salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM merupakan satuan pendidikan sejenis persekolahan, kampus, pesantren atau lembaga pendidikan lainnya yang dibuat oleh dan untuk masyarakat.
Terkait penguatan ekonomi masyarakat, usaha yang telah dirintisnya antara lain usaha simpan pinjam, pengolahan makanan, dan pelatihan teknologi tepat guna. Suharni pun bersyukur, ada sebuah program seperti P2KP dan PKBM di Kabupaten Bulukumba, yang sangat diharapkanakan mampu menjawab tantangan dan memecahkan persoalan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat.
Tidak sedikit para pendiri dan pengelola PKBM berasal dari LSM atau Yayasan. “Saya lebih dari 15 tahun aktif di LSM. Namun LSM yang saya geluti itu bergerak di bidang lingkungan dan politik. Namun, semenjak saya mengenal PKBM, saya keluar dari PKBM. Soalnya saya menilai kerja sosial buat masyarakat di PKBM lebih banyak manfaatnya,” ujar pendiri PKBM Mattirowalie, Tuppu Bulu Alam.
“Contohnya dapat dilihat kegiatan yang ada di desa melalui bantuan dana stimulan (BLM-P2KP dan PKBM), kaum perempuannya kini berhasil menjadikan desanya sebagai sentra kerajinan tas dari bahan baku Resam sejenis gulma dari pohon Karet,” ungkapnya.
PKBM Mattirowalie terletak di Jalan Sultan Hassuddin No 22 Desa Bojo, Kecamatan Mallutasi, Kabupaten Barru. Perjalanan menuju Barru ditempuh dengan menggunakan angutan umum.
PKBM Batu Tujua Jalan: Mangga No 227 Kelurahan Tanet Kecamatan Bulukumba, Sulawesi Selatan
104
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
105
Pengelola PKBM, Ir Tuppi Bulu Ala merupakan aktivisi LSM yang bergerak dibidang lingkungan hidup dan kemudian beralih menjadi pengelola PKBM yang telah membantu pemerintah Kabupaten Barru mendapat anugerah kota terbersih alias Kalpataru dari Presiden. “Saya terkesan dengan teman-teman di PKBM, mereka lebih kongkrit dalam membangun pemberdayaan masyarakat. Sehingga upaya membangun masyarakat lebih nyata dibanding apa yang saya lakukan dulu di LSM,” ujarnya.
Banyaknya lahan pertanian yang dibuka mengundang suku setempat untuk datang. Mereka adalah suku Mandar, Bugis, dan Toraja. Namun, dominasi Jawa di Wonomulyo tersebut tidak bisa dielakkan. Buktinya, hampir semua infrastruktur bangunan menggunakan filosofi Jawa. Misalnya pendapa kecamatan, kelurahan, dan desa yang bergaya joglo. Rumah-rumah di perkampungan jugabanyak yang menyentuh tanah dan beratap genting. Sebagai program serius, ditegaskan, materi Aksara Kewirausahaan diberikan secara komprehensif. Di antaranya mulai dari cara memproduksi, mengemas produk, hingga berdagang dan memutar keuangannya. Alhasil, sudah banyak hasil-hasil produksi yang mereka kerjakan, seperti makanan bajek atau golla kambu semacam wajik, bolu susu, rempeyek, lontong, keripik pisang, hingga pecel. “Kalau penganan semacam ini kebanyakan pesertanya perempuan, tapi kalau yang laki-laki biasanya menekuni produksi tahu, tempe kursi karet, dan batako,” tambahnya. Meski demikian, bukan berarti Aksara Kewirausahaan menjadi satu satunya program di PKBM, tetapi ada juga beberapa program lain yang dilaksanakan, yakni PAUD, Kesetaraan, Taman Bacaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Kewirausahaan sebagai program yang paling banyak diminati peserta didik. PKBM Mattirowalie Jalan Sultan Hassuddin No 22 Desa Bojo, Kecamatan Mallutasi Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan
PKBM Mattirowalie di bentuk pada tahun 2004, dengan sejumlah aktivitas kegiatan pemberdayaan masyarakat beragam mulai dari PAUD, Kesetaraan, Keaksaraan, Kewirausahaan dan Taman Bacaan Masyarakat. PKBM ini juga bermitra dengan sejumlah lembaga dan piranti sosial lainnya. Kemandirian lembaga ini cukup baik. Membelajarkan kewirausahaan menjadi jalan bagi warga masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya. Ini pula yang ditempuh oleh PKBM bahkan dengan mendatangkan ahlinya untuk mengajari peserta didik. Wonomulyo, demikian satu dari 15 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Barru. Ada yang unik di kecamatan ini, yakni terdapatnya sebuah kampung yang bernama Kampung Jawa yang memang sebagian penduduknya warga keturunan Jawa dengan bahasa dan adat-istiadat yang “njawani”. Mereka hidup rukun dengan warga asli setempat. 106
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
107
PKBM SURYA MANDIRI
Didukung Keluarga Kesultanan Gowa
B
agi sebagian besar masyarakat Bugis dan Makassar, keberadaan kesultanan merupakan simbol kebesaran sejarah dan marwah bagi hadirnya komunitas masyarakat disekitarnya. Kesultanan Makassar merupakan kesultanan Islam di Sulawesi bagian selatan pada abad ke-16 Masehi yang pada mulanya masih terdiri atas sejumlah kerajaan kecil yang saling bertikai. Daerah ini kemudian dipersatukan oleh kerajaan kembar yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo menjadi Kesultanan Makassar. Cikal bakal Kesultanan Makassar adalah dua kerajaan kecil bernama Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo ini terletak di semenanjung barat-daya Sulawesi dengan kedudukan strategis dalam perdagangan rempah-rempah. Seperti yang terjadi di bandar rempah-rempah lainnya, para pedagang muslim juga berupaya menyebarkan ajaran Islam di Makassar. Kini setelah lebih 400 abad, bangsawan dari Kesultanan Gowa masih mendapat tempat di hati masyarakat. Sejumlah anggota keluarga dan kerabat kesultanan saat ini, cukup banyak yang terlibat dalam kegiatan sosil dan pemberdayaan masyarakat baik. Mereka mendirikan sejumlah lembaga pendidikan, rumah sakit, klinik, panti sosial dan sejumlah usaha sosial kemasyarakat lainnya. Salah satunya adalah PKBM Surya Mandiri di Kabupaten Gowa. Sejumlah kalangan keluarga kesultanan memberikan support serta bantuan bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat.
108
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
PKBM Surya Mandiri terletak di Jl Poros Pelita Anagowa Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. “Saya bersyukur kami mendapat dukungan dari keluarga kesultanan. Mereka banyak membantu kegiatan sosial dan kemasyarakat yang dilakukan di PKBM,” ujar ibu Ramdani, pengelola PKBM Surya Mandiri. Ibu Ramdhani merupakan aktivis pegiat PKK dan telah mengelola lembaga ini lebih dari 12 tahun. “Saya berteman baik dengan sejumlah kerabat kesultanan karena samasama aktif di PKK dan juga darma wanita. Mereka banyak ingin tahu tentang kegiatan di PKBM,” katanya. PKBM ini merupakan salah satu PKBM percontohan di Kabupaten Gowa dan aktivitas serta sejumlah kegiatannya pernah mendapat liputan sejumlah media cetak dan elektronik di Makkasar. PKBM didirikan untuk melayani masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan untuk sekolah formal dengan berbagai alasan. Alasan biaya yang paling mendominasi mengapa banyak masyarakat yang tidak sempat mengikuti sekolah formal. Adapula karena faktor usia, lokasi yang jauh, harus bekerja, atau karena drop out dari sekolah formal dan alasanalasan lainnya. PKBM dapat menjadi solusi memperoleh pendidikan dengan biaya terjangkau, waktu yang fleksibel dan tak terbatas usia. Sejak didirikan tahun 2004, PKBM telah banyak meluluskan warga belajar dari berbagai jenjang pendidikan. Dalam satu tahun Ujian Nasional Program Paket A, B dan C diadakan dua kali, yaitu bulan Juli dan Oktober. Jika dalam sekali ujian terdapat rata-rata 50 orang dari berbagai jenjang, maka tidak terasa selama 7 tahun PKBM telah meluluskan tidak kurang dari 700 orang sampai saat ini. Maka dari itu PKBM dianggap turut membantu warga belajar untuk memperbaiki kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat. Mereka seolah-olah telah mendapatkan kesempatan kedua untuk menata kehidupannya kembali. Tak heran jika setelah mengikuti pendidikan di PKBM dan telah mendapatkan ijazah banyak warga belajar yang mampu meningkatkan karir kepegawaian, punya kesempatan dalam pengangkatan CPNS di lingkungan kantor pemerintahan PKBM Surya Mandiri Kab Gowa Provinsi Sulawesi Selatan
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
109
TBM
TBM RUANG PUBLIK RSUD Dr. Doris Sylvanus
Membaca itu Menyehatkan
Taman Bacaan Masyarakat
K
etika anda berada di RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangkaraya, di lantai 2 area poliklinik, tampak 2 orang perawat sedang serius membaca buku, rupanya disela kesibukannya, mereka menyempatkan untuk membaca buku yang ada di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tersebut. “Disamping membaca untuk mengisi waktu luang, kadangkali kami memanfaatkan jaringan internet (wifi) di TBM sini untuk mencari bahan-bahan tugas kuliah’ mereka menjelaskan. TBM Ruang Publik ini memang menyediakan sarana untuk mengakses internet gratis dengan sarana sofa, kursi dan ruangan AC. Layaknya perpustakaan, Di TBM ini terdapat buku-buku mengenai ilmu pengetahuan, hiburan, life style dan buku anak anak yang disediakan secara gratis untuk dibaca, bukan saja untuk perawat dan pegawai di Rumah Sakit tersebut tapi dapat dimanfaatkan ketika sedang sakit, opname, berobat atau sedang menjenguk keluarga di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. TBM ini buka dan melayani hampir tiap hari dari hari Senin s.d Sabtu pukul 08.00 -13.00 WIB.
110
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
111
TBM Ruang Publik @RSUD dr. Doris Sylvanus ini sebenarnya terbilang baru yang berdiri pada tanggal 24 Juni 2013 dikelola oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al-Alim Kota Palangkaraya. Model TBM ini dkenal dengan sebutan TBM Ruang Publik yang dulunya diawali dengan TBM @Mall dimana keberadaan TBM @Mall ini berada di Mall. TBM Ruang Publik berkembang dengan pesat dengan adanya TBM Ruang Publik di tempat umum seperti rumah sakit, pasar, terminal, stasiun, puskesmas induk dan rumah ibadah. TBM Ruang Publik yang berada di tengah kota Palangkaraya Kalteng ini keberadaannya sangat didukung oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Tengah dan Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus dengan program KaltengHarati (Kalimantan Tengah Cerdas) dan Ayo Pintar dengan B5 (Buku, Buka, Baca, Budaya, Bisa). “TBM Publik ini mendapatkan area/space dari RSUD dr. Doris Sylvanus Poliklinik lantai dua dengan luas 4m x 8m secara gratis” kata Hafis Akbar Tamimi, ketua PKBM Al Alim sekaligus pengelola TBM ini menjelaskan. TBM ini membudayakan masyararakat untuk membaca dan menulis dalam keadaan waktu senggang, saat sedang sakit, berobat atau menunggu keluarga yang sedang dirawat’ dia menambahkan Perkembangan TBM ini karena kreatifitas yang dilakukan pengelola dalam mengembangkan berbagai kegiatan untuk mensosialisasikan keberadaan TBM Ruang
Publik ini. “Dalam rangka sosialisasi keberadaan TBM agar dikenal masyararakat, kami bekerjasa sama dengan PKBM dan PAUD mengadakan Festival Drum Band Anak PAUD dimana diacara ini kami menyisipkan materi keberadaan TBM Ruang Publik ini’ Kata Khairia Ulfa Ketua Forum TBM Kalteng yang ikut membina TBM tersebut. Kegiatan yang bertempat di Aula Disdik Provinsi Kalteng tersebut berjalan sukses dimana mampu menghadirkan 660 anak dan orang tua, dan guru yang berlomba dan pendamping. Undangan yang hadir mencapai 1.400 orang. Acara ini menjadi agenda tahunan dimana TBM Ruang Publik membuat piala bergilir yang menjadi icon eksistensi TBM Ruang Publik. Kebanyakan TBM di Indonesia pengelolaannya masih sederhana, dan jarang dikelola penuh waktu dan memiliki pengalaman dalam mengelola perpustakaan sehingga layanan yang diberikan belum maksimal. TBM ini walaupun dikelola oleh masyarakat namun diupayakan dikelola secara professional. “TBM Ruang Publik @ RSUD dr. Doris Sylvanus buka setiap hari Senin s.d Sabtu pukul 08.00 – 13.00 WIB dan ada petugas yang sudah dilatih untuk melayani pegunjung secara baik’ kata Hafis menjelaskan. Sistem pengelolaan TBM ini dioptimalkan secara profesional. ‘Sementara menunggu aplikasi/program dari Kemendikbud tentang tata kelola manajemen buku di Taman Bacaan, kami memakai Aplikasi Perputakaan 3.0 dari Bamboomedia untuk memudahkan manajemen di TBM Ruang Publik. Ujarnya menambahkan. Penggunaan aplikasi ini sangat membantu pengelola dan kru baik dalam transaksi peminjaman maupun mengembalian buku, terlebih dapat mencetak kartu anggota dan rekap buku secara online melalui email. Software Perpustakaan 3.0 memiliki fitur-fitur yang sangat bagus dan praktis yang sangat bermanfaat di TBM Ruang Publik. “Kami dapat mencetak kartu anggota TBM lewat aplikasi ini, bahkan aplikasi ini dapat mengetahui bahan bacaan yang paling disenangi pengunjung ketika meminjam” kata……….menjelaskan Layaknya kantor, TBM ini menggunakan mesin absensi sidik jari untuk petugas, untuk mengoptimalkan kinerja petugas dalam menjalankan tugasnya sebagai kru di TBM Ruang Publik. Hal ini juga memudahkan pengelola untuk mengontrol jam operasional layanan TBM Ruang Publik serta proses administrasi Dalam rangka memberikan layanan yang baik, ada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengelola TBM ini diantaranya program Take n’ Give Book, sebuah program dimana para kru TBM Ruang Publik menawarkan buku ke bangsal/ruangan opname. Setiap hari para kru TBM Ruang Publik membawa sebanyak 50 buku tentang kesehatan dan novel untuk dipinjamkan ke pasien atau pengunjung pasien yang ada di bangsal, biasanya para kru membuat jadwal untuk berkunjung ke bangsal.
112
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
113
Program Come Here ini merupakan salah satu cara sosialisasi keberadaan TBM Ruang Publik khusus kepada pengunjung/pasien RUSD dr. Doris Sylvanus yang berada di lingkungan poliklinik. Para kru biasanya membagikan brosur kepada pengunjung/pasien yang sedang beobat serta membawakan beberapa buku tentang kesehatan dan majalah kesehatan. Menyadari kenyaman ruang baca di rumah sakit menjadi hal yang penting, kebersihan dan keramahan petugas amat diutamakan Pengeloa dan para kru TBM Ruang Publik sebelum memulai aktifitas diwajibkan membersihkan seluruh inventaris yang ada di TBM Ruang Publik. Para kru juga diwajibkan mengetahui seluruh isi bahan bacaan agar memudahkan pengujung sewaktu menanyakan bahan bacaan. Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) bahkan sudah dikenalkan melalui Asean Corner/ Pojok Asean, termasuk membranding pojok yang ada di TBM dengan slogan AEC, buku pengetahuan, bendera, budaya, dan grafik ekomoni Asean, serta membuat x-banner yang kami tempatkan di lingkungan RSUD dr. Doris Sylvanus. Eksestensi lembaga yang pengelolanya oleh masyarakat biasanya amat tergantung dengan pendanaan. Banyak lembaga yang awalnya bagus kemudian menjadi layu, kering dan mati karena habisnya sumber dana. TBM ini amat menyadari hal itu sehingga ada berbagai upaya yang telah dilakukan dalam menjaga keberlangsungan TBM ini. “TBM Ruang Publik ini memang membutuhkan dana operasional yang terus kami pikirkan untuk menjaga keberlangsungan layanan’ kata Hafiz. Pengelola TBM ini terus memikirkan agar lembaga bisa mandiri dengan memiliki suatu unit usaha. Gayungpun bersambut, ketika TBM mendapatkan tawaran untuk menerima jasa laundry pakaian pasien atau penunggu pasien. Usaha laundry ini ternyata dirasa cukup bagus karena jasa laundry sangatlah diperlukan ketika seseorang dalam keadan sakit maupun para penunggu pasien yang tidak ada waktu untuk mencuci pakaian. Pengelola menerima pakaian untuk dicuci tetapi pengerjaan laundry ini dikerjakan di rumah lalu pakaian yang telah selesai dilaundry diantarkan ke pelanggan/pasien yang memakai jasa kami. Para pekerja jasa usaha laundry ini adalah dari kru TBM Ruang Publik ini sendiri, setelah pulang dari bekerja di TBM Ruang Publik. Usaha jasa laundry ini hanya untuk pasien dan penunggu pasien. Sistem pembagian keuntungan sentra usaha jasa laundry ini dengan cara system pembagian hasil dimana untuk kru yang mengerjakan mendapatkan 30% dari keuntungan, 20% untuk pembelian atau “update” bukubuku, 10% untuk pengelola dan 40% untuk operasional TBM Ruang Publik. TBM Ruang Publik @RSUD dr. Doris Sylvanus Jalan Tambun Bungai No. 1 Lantai 2 Area Poliklinik RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah
114
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
TBM BAKAU
Bersama Bakau Mimpi Terjangkau
A
krab sebagai pegiat lingkungan dan sosial, Ismail S. Hut, MA menjadi lebih peka melihat kondisi di wilayah tempat tinggalnya, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Di desa tetangga, anak-anak nelayan banyak yang putus sekolah. Mereka lebih senang bekerja di pelelangan ikan karena cepat mendapat uang. Alhasil, buta aksara lazim ditemui di perkampungan nelayan pesisir timur Sumatera itu. Sebagai anggota PILAR Indonesia (Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada program-program pendidikan, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan lingkungan dan pelestarian alam), Ismail tergerak memutus rantai keterbelakangan pada masyarakat nelayan di Percut. Sasaran ismail terpusat pada anak-anak yang putus sekolah, agar mau kembali ke bangku pendidikan. Langkah awalnya dengan mendirikan sebuah Taman Bacaan Masyarakat. Niat sudah bulat, dukungan dana dari PILAR siap di tangan. Nyatanya, upaya Ismail tak semudah membalik telapak tangan. Di benaknya, taman bacaan yang ingin ia buat tak hanya sekadar perpustakaan tempat anak-anak membaca. Sejalan dengan visi dan misi PILAR, ia harus membuat sebuah ‘rumah’ yang menjadi pusat kegiatan mendidik, memberdayakan masyarakat, sekaligus melestarikan lingkungan. Pria kelahiran 14 Oktober 1980 ini mulai berkeliling di perkampungan nelayan membicarakan idenya dengan penduduk, terutama para pemuda. Dari kedai ke kedai, berbicara dari hati ke hati, sambil membelikan kopi atau teh manis. Tak cukup sekali, Ismail datang lagi di lain hari. Tak jarang, ada pula yang menanyakan jenis ‘bendera’ yang diusung Ismail. Maklum, seringkali bantuan atau pemberdayaan masyarakat terkait dengan program sebuah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
115
partai yang ujung-ujungnya menggalang suara dukungan. Ismail harus berulangkali datang, berbicara, memberi buku, hingga akhirnya beberapa pemuda tertarik bergabung menjadi relawan.
Hingga sekarang sudah 51 anak nelayan ikut menabung di RBB. Masing-masing punya buku tabungan dari Bank Sumut dan disimpan di kantor RBB. “Orang tua pun ada yang ikut nabung,” timpal salah satu relawan.
8 Juli 2012 sebuah taman bacaan yang diberi nama Rumah Baca Bakau (RBB) akhirnya resmi berdiri. Letaknya di samping sebuah masjid. Tak disangka, tanggapan masyarakat penuh antusias. Sekitar 100 anak membanjiri RBB di hari pembukaan.
Dulu, setiap Idul Fitri menjelang, masyarakat sibuk menjual perabotan di rumah agar ada uang saat Hari Raya. Dengan gerakan menabung, sedikit demi sedikit kebiasaan itu bisa dikurangi.
Hari-hari berikutnya selalu terdengar suara riuh-rendah dari bilikbilik rak buku di RBB. Anak-anak nelayan mulai keranjingan membaca. Untunglah menjelang taman bacaan itu beroperasi, Ismail gencar meminta bantuan lewat jejaring sosial. Ratusan buku pun berdatangan dari berbagai penjuru Tanah Air, hasil sumbangan para sahabat.
Rugi Puluhan Juta dan Ditipu
RBB juga mulai melaksanakan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Di bidang pendidikan, dibuatlah tiga kelas pembelajaran, yakni Kelas A untuk anak usia pra-sekolah. Mereka diajarkan mengenal huruf sambil berinteraksi langsung dengan alam.
“Dulu kami sering kasih mereka ongkos pulang. Soalnya datang ke Bakau naik angkot tapi tak punya uang untuk pulang,” tutur Ismail berkisah. Kisah getir kembali dialami Ismail dan tim saat ingin mengajak peran serta warga menjalankan program-program RBB. Misalnya prospek tambak kepiting. Tanah dan tambak sudah disiapkan, seorang warga yang rumahnya tepat di samping tambak diminta jadi penjaga sekaligus mendapat penghasilan tambahan dari usaha budidaya tersebut. Tak disangka, setelah beberapa bulan tak ada panen didapat, semua kepiting di tambak habis. Rupanya warga yang diserahi tanggung jawab malah mencuri secara diam-diam.
“Bahan dari buku, cari visualnya di luar. Misalnya dalam buku belajar tentang kata ‘p-o-h- o-n’ maka kita bawa keluar, melihat pohon,” papar Ismail. Untuk Kelas B yang diisi anak usia sekolah, 6-12 tahun, pengetahuan lebih dikembangkan dengan menjelaskan tentang pokok bahasan tertentu. Misalnya saat belajar tentang sungai, maka semua buku-buku referensi tentang sungai jadi bahan acuan untuk menambah pengetahuan saat anak-anak dan pengajarnya berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan Kelas C karena diisi remaja usia SMP dan SMA, pengembangannya lebih kepada kreativitas, belajar bercerita (story telling), hingga pembinaan potensi diri (self development). Anak-anak yang kerap berkumpul di RBB juga diajak menabung, programnya disebut “Nyambung” singkatan dari Anak Nelayan Membaca dan Menabung. “Soalnya anak-anak itu kalau datang ke tempat pelelangan saja setiap hari bisa kumpulkan 20 sampai 50 ribu. Tak heran di sini kecil-kecil banyak yang belajar merokok, atau berjudi seperti orang tuanya. Makanya kami ajarkan cara manajemen uang lewat menabung,” ujar Ismail.
116
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Upaya meningkatkan kesejahteraan warga nelayan tidak selamanya berhasil sesuai konsep awal. RBB tak ubahnya gelombang laut, ada masa pasang dan surut. Ismail dan tim sudah tiga kali memindahkan lokasi taman bacaan mereka. Sejak awal tahun 2014, RBB pindah ke tempat yang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari tempat pelelangan ikan. Berarti semakin dekat dengan sasaran target masyarakat di perkampungan nelayan. Berbeda dengan lokasi pertama yang jauh, hingga anakanak harus naik angkot untuk belajar dan membaca.
Modal awal untuk tambak puluhan juta lenyap begitu saja seperti uap. Padahal uangnya diperoleh dari hasil tabungan Ismail dan tabungan RBB. Tak jera dengan pengalaman pertama. Program berikutnya digelontorkan lagi, yakni membeli sampan sebagai bentuk perpustakaan keliling di laut. Ismail dan tim kembali menabung sedikit demi sedikit, hingga akhirnya mampu membeli sebuah perahu bekas. Mimpi mereka kembali kandas. “Warga yang dipercaya ternyata ingkar,” kenang Ismail. Program Perahu Baca yang diimpikan tak berjalan, perahu yang dibeli kini rusak dan menyisakan onggokan kayu lapuk. “Namun saya masih terus bermimpi suatu saat nanti punya perahu baca. Kita sudah berbicara dengan beberapa dosen di USU (Universitas Sumatera Utara) dan mereka tertarik. Kita ingin perahu tersebut bisa mencapai Kabupaten Langkat, untuk anakanak nelayan di berbagai daerah pesisir timur Sumatera,” harapnya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
117
TBM NAULI Bersama PILAR, Ismail juga melestarikan lingkungan dengan program menanam bibit mangrove (bakau) di pesisir Percut Sei. Ke depan, berbagai konsep menyejahterakan penduduk di kampung nelayan sudah dipikirkan. Rencananya akan ada pelatihan bagi ibu-ibu untuk mengolah buah mangrove menjadi selai dan sirup. Ismail, yang selama ini mendapat bantuan dana dari teman-teman di luar negeri sesama pecinta lingkungan secara pribadi, juga ingin membuat bisnis wisata berbasis social business (usaha milik rakyat). Beberapa kawan di Singapura siap datang membantu mengajar keterampilan menjahit. Seorang kawan yang sering membawa wisatawan asal Singapura mengunjungi berbagai obyek wisata di Indonesia, juga pernah melakukan uji coba kunjungan wisata ke hutan bakau di tempat Ismail dan RBB mengabdi. “Kita ingin bangun agro wisata di sini. Bukan hanya kuliner berupa ikan laut yang nanti jadi andalan, tapi banyak hal. Akan ada outbond, minum teh daun bakau di tengah hutan, dan nantinya turis yang datang menginap di rumah-rumah penduduk, home stay. Jadi kita melibatkan masyarakat guna kesejahteraan mereka juga,” papar Ismail lebih jauh. Investasi ratusan juta tidaklah sedikit. Mimpi-mimpi itu masih dijalin satu-persatu. Apalagi RBB selama tiga tahun beroperasi hanya sekali mendapat dana bantuan dari pemerintah, saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mohammad Nuh pernah datang mengunjungi RBB dan memberi donasi Rp 12 juta, itu pun dipotong pajak. Selama ini dana roda operasi RBB hanya datang dari PILAR, lalu kawan-kawan pribadi Ismail di luar negeri, serta kocek pribadi. Meski menjabat direktur di USAID, ia kerap menjadi konsultan biogas dari kotoran sapi ke berbagai daerah. “Gaji tiap bulan saya serahkan semua ke istri. Hanya sedikit yang saya minta. Makanya, hasil honor sebagai konsultan atau proyek di luar kantor bisa saya salurkan untuk membayar upah relawan tetap di Bakau ini. Kalau uang kas tinggal lima juta, lalu saya hubungi teman-teman minta bantuan dana tapi nggak ada yang memberi, ya dari uang pribadi saya harus siap nombok,” ceritanya. “Jadi nggak ada dana bantuan dari pemerintah. Kita memang nggak mengharapkan itu, kok.” TBM Bakau Pesisir Desa pecut Kab Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara
118
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Dari Koran Bekas Jadi Ketahanan Nasional
N
orman Batubara, lelaki kelahiran Muaratais Padang Sidempuan itu, mencoba peruntungan untuk menjadi pedagang cengkeh di Lampung pada tahun 1985. Selama tiga tahun ia menaiki dan menuruni bukit-bukit tempat tanaman cengkeh ditanam, namun akhirnya ia menyerah. “Tak kuat aku jadi pedagang cengkeh, capek karena harus menaiki bukit-bukit dan hasilnya tak seberapa,” katanya. Norman lantas merantau ke Bengkulu pada 1988. Bukan lagi menjadi pedagang cengkeh, karena kehabisan modal ia mencoba berjualan rokok di kios yang terletak di kaki lima. Selain berjualan rokok, lelaki kelahiran 3 Maret 1947 itu menggantungkan 30 eksemplar koran, 10 di antaranya adalah koran lawas. Di kiosnya ia siapkan tiga bangku kayu memanjang. Ada beberapa orang membeli koran di kiosnya. Beberapa di antaranya ada yang melihat-lihat dan mencoba membacanya sambil duduk di bangku. Norman tak acuh, dibiarkannya orang membaca koran yang digantungkannya.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
119
Usai membolak-balik halaman koran dan membacanya, mereka meninggalkan kiosnya. Norman tak memerhatikannya. Ternyata beberapa orang – entah siapa yang memulai – meninggalkan uang receh yang digeletakkan di kursi. Kebiasaan meninggalkan uang receh usai membaca koran berlanjut terus saban hari. Norman tentu senang. Kendati dagangan korannya tak habis terjual, tapi ‘uang sewa’ baca koran tetap ada. Suatu ketika datang serombongan anak sekolah, beberapa di antaranya ikut membaca koran. Seorang di antara anak sekolah itu menawarkan kepada Norman untuk membeli novel bekas karya Freddy S. “Dari sinilah Taman Bacaan Nauli bermula,” kata Norman. Novel bekas yang ia beli juga diminati dibaca orang yang singgah di kiosnya, terutama anak sekolah. Akhirnya ayah 11 anak itu memberanikan diri untuk mengeluarkan koleksi sisa novel dan komik yang ia miliki ketika masih SMA di kampung halaman. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Salah Asuhan, Siti Nurbaya, dan buku Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai pun diminati. Norman kemudian memberanikan diri menambah koleksi buku dan komik di kiosnya dengan berbelanja buku-buku terbaru di toko buku. Hingga kemudian koleksinya makin bertambah banyak, juga koleksi majalah-majalah terbaru dan lama. Niat semula Norman yang ingin berdagang koran akhirnya terkalahkan oleh penyewaan buku hingga kemudian ia menjadikan kiosnya sebagai Taman Bacaan Nauli. “Taman bacaan ini juga bagian dari ketahanan sosial masyarakat,” tegas Norman. Mungkin ini jalan nasib, tapi Norman menduga mungkin kebiasaannya ketika masih duduk di bangku SMA membantunya memudahkan dalam mengelola taman bacaan. Saat SMA ia tergolong kutu buku, buku apa saja dibacanya termasuk komik, hingga kemudian ia menjadi kolektor komik. Pernah, cerita Norman, pada tahun 1974 di kampungnya yang subur di Muaratais Padang Sidempuan terserang hama tikus. Semua tetangganya tak bisa lagi menghasilkan dari hasil pertanian. Ketimbang stres memikirkan hama tikus, Norman memberanikan menyewakan komik karya Ganesh TH. “Siapa tahu, masyarakat di kampungnya terkurangi stres dengan membaca komik,” pikirnya. Betul saja. Komik-komik koleksinya banyak disewa. “Mungkin pengalaman itu menuntun saya memudahkan membuat TBM di Bengkulu ini,” ujarnya tersenyum.
120
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
TBM Taman Bacaan Nauli yang akhirnya berhasil didirikannya dan kemudian mendapat Izin Diknas pada 2008 itu bukan tak pernah punya persoalan. Norman mengaku ada saja satu dua orang tua yang mengomel karena anak mereka lebih betah nongkrong di Taman Bacaan Nauli ketimbang langsung pulang. “Namun lebih banyak orang tua yang bahkan meminta kepada saya untuk memberikan semua buku yang akan disewa anaknya,” tuturnya. Dalam sehari ratarata ada sekitar 100 penyewa, 50 masyarakat umum 50 orang siswa sekolah. TBM Taman Bacaan Nauli berkembang pesat hingga ia mampu menyekolahkan 11 anaknya, tiga di antaranya malah telah menjadi sarjana. Di tengah masa jaya TBM Taman Bacaan Nauli pun pernah digelayuti masalah. Pada tahun 1999, dari ribuan buku, majalah, dan komik miliknya, diketahui ternyata ada bagian tengah yang disobek atau digunting oleh penyewa. “Jika yang digunting komik serial hingga 10 buku, bisa dibayangkan ada konteks cerita yang hilang. Artinya, satu komik disobek 10 komik tak bisa dibaca. Setelah dihitung ternyata 75 persen koleksi komik kami ada bagian yang digunting,” ujarnya. Belum lagi majalah yang bagian halamannya digunting karena ada foto atau artikel yang disukai. Setelah dikumpulkan, Norman terlonjak. “Ada lebih satu ton atau setara 1,5 colt diesel tak bisa disewakan. Terpaksa saya jual menjadi kertas kiloan,” katanya pelan. Tahun berikutnya pada tahun 2000 Norman menikmati masa kegemilangan. “Penghasilan saya sehari mencapai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu,” katanya. Drs.Rewanzori dari Forum PKBM Propinsi Bengkulu, mengatakan bahwa ketika masa sekolah dulu adalah salah satu orang yang kerap menyambangi Taman Bacaan Nauli. “Iya, saya ketika SMA dan masa kuliah sering ke kiosnya Pak Norman,” katanya bangga. Kesuksesan Norman, boleh jadi, kemudian menginspirasi dua anaknya dan seorang menantunya untuk membuat taman bacaan. Secara kebetulan ketiga taman bacaan itu mengalami perkembangan bagus. Empat Taman Bacaan itu menjadi empat sekawan di Kota Bengkulu. Namun, karena tergerus oleh perkembangan teknologi, juga mungkin minat baca yang menurun, tiga Taman Bacaan tiga anak menantunya itu tutup. Kini di Kota Bengkulu hanya tersisa TBM Taman Bacaan Nauli sendirian. Itupun kelangsungannya mulai kembang kempis.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
121
“Ini kombinasi dari perkembangan teknologi yang semakin maju dengan kegiatan ekskul yang menggerus minat baca hingga terjadi penurunan. Itu sebabnya, taman bacaan jadi kurang diminati,” keluh Norman Batubara.
TBM SAUNG MANGGAR
Sudah satu bulan ini Norman tak bisa belanja buku, komik, atau novel baru yang biasanya mencapai Rp 700 ribu per minggu (rata-rata 10 buku). “Entah ampai kapan ini akan berlangsung, beli bukupun tak bisa,” keluh Norman.
Belajar dari Buku
Untuk itu, ia harus menciptakan berbagai kiat untuk menyiasatinya. Dulu, ketika masih berjaya, Norman menerapkan harga sewa buku, novel, atau komik sebesar 10 persen dari harga beli buku. Kini, ia terpaksa menerapkan sewa untuk 3-4 hari sebesar 20 hingga 30 persen dari harga buku. Itupun Norman sudah menyiasatinya dengan melakukan bundel atau paket tiga komik menjadi satu, sehingga pelanggannya bisa langsung sewa tiga buku sekaligus. “Sekarang sehari Cuma dapat Rp30 dampai Rp 50 ribuanlah,” katanya. Jika pada masa jayanya pelanggannya sehari bisa 100 orang, kini paling banyak lima orang. TBM Taman Bacaan Nauli yang sekarang berada di Jalan Iskandar 3 No 78 RW 04 Tengah Padang, Kota Bengkulu itupun dalam sebulan mendatang bakal bergeser agak ke belakang dari yang ditempatinya itu. “Tak sanggup lagi bayar sewa. Beruntung anak saya punya tanah dan sedang membangunkan rumah, jadi terpaksa pindah,” katanya enteng. Meski begitu Norman tetap bangga karena ia pernah menyabet Piala Juara Ketiga TBM Kreatif-Rekreatif Hari Aksara Internasional ke 48 pada Tahun 2013. TBM Taman Bacaan Nauli, cerita Norman, pernah mendapat bantuan Rp 30 juta dari Kemendikbud berupa paket yang harus dibelikan untuk kelengkapan taman bacaannya seperti untuk membeli buku dan peralatan seperti laptop. Meski taman bacaannya sedang memasuki masa suram, namun Norman berpantang menyerah. “Saya mau meneruskan Taman Bacaan ini sampai kelak Tuhan memangggil saya,” tuturnya lirih. TBM NAULI Jalan Iskandar 3 No 78 RW 04 Tengah Padang, Kota Bengkulu
122
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
B
erawal dari Ibu Sumiati Puji Lestari yang akrab dipanggil Ibu Puji melihat kegiatan Ibu Upi tetangga satu komplek sering mengumpulkan anak-anak pemulung di rumahnya untuk memberi kesempatan belajar dan membaca buku di teras rumahnya, sekaligus mewujudkan keinginan warga Rw 11 Kelurahan Pondok kelapa Jakarta Timur untuk memberikan kemudahan kepada warga sekitar komplek untuk memperoleh buku bacaan, mengingat masyarakat sekitar agak sulit untuk mendapatkan buku bacaan, buku buku pelajaran yang harganya relatif mahal dan sekaligus menggalakan minat membaca dan menulis agar budaya baca tumbuh di masyarakat komplek. Akhirnya Ibu Puji (mantan Pegawai Jasaraharja) tergugah hatinya untuk mengajak ibu Upi membuka TBM. Dengan biaya seadanya, ke dua ibu tersebut membangun TBM yang berada di taman di tengah komplek karena tempat tersebut dipandang strategis untuk dibangun TBM sekaligus di taman tersebut memang tempat bermain dan berkumpul anak anak. Melihat niat baik ke dua ibu tersebut sepontan para warga komplek turut membantu pembiayaan pembangunan TBM tersebut. Atas kesepakatan bersama warga TBM diberi nama TBM Saung Manggar di lokasi Taman Blok G6 RW.11 Kapling PTB DKI Pondok kelapa Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur..
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
123
Keberadaan TBM dalam taman komplek memberikan nuansa berbeda karena taman tersebut memiliki berbagai fungsi yaitu: menjadi tempat interaksi warga, olahraga, bermain anak anak dan remaja, arisan ibuibu/bapak bapak, rapat warga, pengajian juga resepsi pernikahan dengan konsep garden party sehingga TBM yang ada di dalam taman tersebut akan menjadi pusat belajar (learning center) bagi masyarakat sekitar. Kegiatan yang diselenggarakan dalam TBM Saung Manggar antara lain: pengajian ibu ibu sekitar Komplek, Layanan TBM dan Bimbingan Belajar, pemutaran film hiburan/edukasi, keterampilan membuat kue untuk ibu ibu sekitar komplek, Latihan Tari Tradisonal sehingga kegiatan TBM full selama satu minggu. TBM Saung Manggar telah banyak memperoleh penghargaan dan juara antara lain: Dengan adanya TBM tersebut sangat membantu anak anak sekitar komplek untuk bisa meluangkan waktunya untuk membaca. Dengan seriusnya ibu puji membina TBM Saung Manggar banyak sekali prestasi yang sudah diraihnya seperti: Juara Pertama Perpustakaan Masyarakat/TBM pada hari Jakarta Membaca DKI Jakarta, 2011, Anugrah TBM Kreatif dan Reaktif dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013 dan lain lain membuat Ibu Puji lebih konsen lagi untuk membina TBMnya. Kunci sukses Puji dalam mengelola TBM Saung Manggar: Konsisten, iklas, pantang menyerah dalam mengelola TMB. Kedepannya Puji ingin sekali mengembangkan TBM menjadi PKBM karena ibu beranak satu ini prihatin melihat anak anak di belakang komplek adalah anak jalanan/gelandangan banyak yang tidak sekolah dan buta huruf, dengan semangat yang tinggi Ibu Puji dibantu dengan para anggota TBMnya untuk lebih memajukan TBM nya supaya anak anak gemar membaca terutama untuk para anak anak di belakang kompleknya sekaligus ingin membantu ibu ibunya yang masih buta huruf dan memberikan keterampilan yang dapat dijadikan bekal untuk kehidupannya. TBM Saung Manggar Taman Blok G6 RW.11 Kavling PTB DKI Pondok Kelapa Kelurahan Pondok Kelapa, Kec. Duren Sawit, Jakarta Timur
124
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
TBM MELATI TAMAN BACA
Awal Membaca dari Garasi
B
erawal dari hobi membaca, virgina veriyastuti dan temen teman kampusnya mengumpulkan sisa buku bacaan semasa kami kecil mereka dulu. Mereka berkeliling dari satu taman ke taman lain di hari libur (sabtu – minggu) dimana banyak anak yang bermain, di taman tersebut mereka membacakan cerita/dongeng dengan suara keras sehingga membuat anak anak sekitar tertarik dan mendekat untuk mendengarkannya. Akhirnya atas kesepakatan tementeman kampusnya diawali 5 orang mereka membuka Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang didirikan pada bulan Agustus 2005, beralamat di jalan Ampera II No. 17A RT 005/09 Jakarta selatan. Awalnya TBM bertempat di garasi rumah dan baru pada tahun 2015 mulai menetap mengontrak rumah tidak jauh dari tempat yang lama. Kegiatan regular adalah menyediakan bacaan untuk dibaca/dipinjamkan kepada anak anak Tk dan SD yang tinggal di sekitar TBM, selain itu sebagai sarana untuk mendekatkan akses bacaan kepada masyarakat bagi anak anak remaja dan memberikan pembelajaran menggambar, bermain musik juga memberikan keterampilan kepada anak anak remaja dengan menggunakan barang bekas dan memberikan keterampilan memasak kepada ibu ibu sekitar.
Jumlah buku buku yang tersedia di TBM terdiri dari buku bacaan anak, ilmu pengetahuan, politik, sastra, umum, CSR, Kebencanaan, novel, ensiklopedia, hukum dll. Selain memberikan pelayanan Taman Bacaan Masyarakat, juga mempunyai beberapa jejaring seperti dengan masyarakat layang layang Indonesia sehingga dapat mengajak anak anak untuk mendapatkan pengalaman diacara Jakarta Internasional kite festifal pada tiap tahunnya, berjejaring dengan komunitas 1001 buku, sahabat museum, Komunitas Historia Indonesia dan forum Indonesia membaca. Selain itu Taman Bacaan
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
125
Masyarakat Melati juga menjadi event organizator sebagai cara mendapatkan support dana, beberapa klien kami antara lain: Madina Islamic School Jakarta, Chinatrust Bank, Tokio Marine Insurance Company dll. Taman Bacaan Masyarakat telah membuktikan bahwa anak anak sekitar mampu meraih prestasi antara lain: juara II mewarnai Olimpiade Taman Baca 1001 buku untuk kelas 1-3 SD ( Sasha) th 2006, juara II lomba menggambar olimpiade Taman Baca 1001 buku kelas 4-6 SD (Vera) 2006, juara II Lomba menggambar Hari Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Flora dan Fauna Indonesia untuk anak SD (Sindi) 2006, dan Pentas Seni Teater di World Book Days-Forum Indonesia Membaca Maret 2016 dll Dalam beberapa lomba mewarnai ada salah satu gambar buatan salah satu anak yang dibeli oleh orang asing sehingga ini merupakan kebanggaan TBM yang telah berhasil dalam memberikan bimbingan pada anak anak yang rajin untuk berkunjung ke TBM Melati. Selain menyelenggarakan Taman Bacaan Masyarakat, juga menjadi tempat diskusi para pengunjungnya seperti dalam pengerjaan PR sekolahnya atau ada masalahnya dengan sekolahnya, contoh: ada satu anak yang biasa membaca di TBM tersebut sempat terkendala dengan biaya sekolahnya karena orangtuanya sakit, karena TBM mempunyai banyak relasi sehingga pengelola TBM mencoba mencarikan orang tua asuh untuk anak tersebut sehingga sekolahnya dapat terus lanjut hingga ke perguruan tinggi. Menyadari perlunya jejaring dan kemitraan dalam mengembangkan program nya, sejak tahun 2007 Melati Taman Baca bekerjasama dengan Masyarakat Layang-Layang Indonesia mengajak anak-anak di taman baca mendapatkan pengalaman di acara Jakarta International Kite Festival setiap tahunnya. Jejaring kerjsama juga dilakukan dengan komunitas 1001 buku, sahabat museum, komunitas Historia Indonesia, dan Forum Indonesia Membaca. Upaya menjadikan lembaga yang mandiri, Melati Taman Baca juga menjadi event organizer sebagai cara untuk mendapatkan dana speerti Ternyata keberadaan TBM sangatlah membantu para pengunjung dan masyarakat sekitar, sehingga diharapkan kegiatan kegiatan yang ada di TBM Melati dapat terus berkembang dan berkesinambungan. TBM Melati Taman Baca jalan Ampera II No. 17A RT 005/09 Jakarta selatan
126
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
TBM MATA AKSARA
Dari Buku Menjadi Karya
B
erawal dari perpustakaan keluarga, Heni Wardayur Rohman istri dari Bapak Nuradi Indra Wijaya pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Aksara melebarkan sayapnya memperkenal kepada masyarakat tentang asiknya membaca buku. Pemikiran gemilang Heni membukakan wawasan masyarakat sekitar, dan menanamkan konsep bahwa buku tidak hanya di baca, dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan saja, tetapi buku dapat juga digunakan untuk menghasilkan karya nyata. Pemikiran inilah yang memunculkan konsep baru “Dari Buku Menjadi Karya” yang menjadi pegangan Heni dalam berkarya menanamkan gemar membaca dalam masyarakat.
“Saya selalu gelisah ketika ada orang berbicara mengenai minat baca masyarakat Indonesia rendah. Kita jangan dahulu berbicara seperti itu, tetapi kita harus berbuat untuk mengajak mereka mencintai buku, dan memanfaatkan buku untuk menghasilkan karya” demikian disampaikan Heni yang mengawali pemikirannya untuk mendirikan Mata Aksara pada tahun 2010, berlokasi di Sleman, DI. Yogyakarta. Sudah tradisi keluarga Heni menjadikan toko buku sebagai tujuan utama saat mengajak keluarga untuk berekreasi. Tahun 2009, Heni bersama suami menata koleksi buku yang dimilikinya. Saat itulah baru tersadarkan bahwa koleksi buku yang dimilikinya sudah mencapai 600 judul buku. Heni beranggapan dengan jumlah koleksi buku yang dimiliki keluarganya itu akan sia-sia saja bila hanya disimpan menjadi koleksi dirumah. Ketika itulah Heni dan keluarga, khususnya putri sulung yang sebagian besar pemilik buku, meniatkan koleksi yang dimiliki dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, dan didirikannya Mata Aksara pada tanggal 9 Juli 2010. Sejak itu Heni bersama suaminya melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk menawarkan koleksi bukunya dapat dipinjam diperpustakaan masing-masing sekolah tersebut.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
127
Awal kiprah Mata Aksara sebelum menjadi Taman Bacaan Masyarakat, dikenal dengan Perpustakaan Kabupaten. Pada tahun 2011, perpustakaan daerah berkunjung ke Mata Aksara dan memberikan bantuan dengan menambahkan koleksi sebanyak seribu buku. Sambil tetap meminjamkan buku di perpustakaan di sekolah, Mata Aksara juga membuka perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain mendapatkan bantuan seribu buku, Mata Aksara pada tahun 2011 juga mendapatkan bantuan motor tiga roda limpahan dari musibah Gunung Merapi. Rak atau box dari motor tersebut dimodifikasi kembali sehingga dapat memuat buku lebih banyak dari sebelumnya. Dengan keberadaan motor tersebut Mata Aksara dapat berkeliling, dan memperkenalkan buku lebih luas lagi ke masyarakat di Provinsi DI. Yogyakarta. Ditahun yang sama, Perpustakaan Daerah Kota Sleman memperkenalkan program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) kepada Mata Aksara. Heni melihat program TBM ini sesuai dengan misi dan visi yang dimilikinya. Sejak itulah Mata Aksara menerapkan konsep TBM, dan mulai bergabung dalam Forum Komunikasi TBM Provinsi DI. Yogyakarta. “TBM yang saya kenal tidak melulu menjadikan buku sebagai benda mati yang dipajang dalam rak lemari, tetapi menjadikan buku lebih dekat dengan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang mengedepankan pendidikan,” tutur Heni menyambut baik adanya program TBM. Dengan adanya motor roda tiga, TBM Mata Aksara membuat program motor keliling. Antusiasme masyarakat ternyata sangat luar biasa tinggi. Dalam satu minggu, terdapat tiga pos motor keliling, dan setiap pos tersebut tercatat minimal 60 buku yang diakses oleh masyarakat dengan usia dan latar belakang pengunjung yang bermacam-macam. 128
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
TBM Mata Aksara memiliki dua kelompok pembaca, yaitu anggota tetap dan pembaca sambil lalu. Anggota tetap TBM Mata Aksara sampai dengan bulan September 2013 tercatat berjumlah 973 orang. Sedangkan sampai saat ini ditahun 2015 jumlah pengunjung Mata Aksara mencapai sekitar 1300 orang. Eksistensi TBM Mata Aksara ini menjadi gerbang dan peluang Heni untuk memasukan konsep yang ia miliki yaitu memperkenalkan bahwa buku tidak hanya dibaca dan memberikan ilmu saja, tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan karya. Bentuk implementasi konsep tersebut Mata Aksara membuat program Pengenalan dan Pelestarian Budaya, seperti membatik. Membatik ini tidak sekedar langsung membatik, tetapi peserta didik diajak terlebih dahulu membaca buku referensi membatik, kemudian di pahami dan diterapkan. Materi yang diajarkan mulai dari membuat desain, pola, mencating, mewarnai, dan nglorod yang disampaikan oleh instruktur yang telah berpengalaman dibidangnya. Selain itu juga TBM Mata Aksara melakukan kegiatan pelatihan menulis, dengan latar belakang profesi peserta yaitu guru, mahasiswa, dan para orang tua. Setelah pelatihan menulis ini berlangsung, hasil yang didapatkan adalah tulisan dari beberapa peserta berhasil dimuat di surat kabar. Tidak hanya itu, para peserta pun sepakat menerbitkan buku dengan tema “Keluarga Menulis dan Menulis Keluarga”. Kegiatan kreatif dengan konsep dari buku menjadi karya lainnya, TBM Mata Aksara menyelenggarakan wahana praktek perikanan dan pertanian sebagai rintisan usaha. Praktek perikanan dan pertanian tersebut Mata Aksara mengajak peserta untuk menerapkan hasil membaca buku untuk mengoptimalisasi sentra perikanan lele, dan pembangunan sentra pertanian vertikulture. “Kami juga melakukan pendampingan terhadap petani salak didaerah tempel Sleman. Ada buku tentang pupuk, dan dekomposer, kemudian kita ajak mempraktekan hasil
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
129
yang telah dibaca dalam buku, dan sudah kami laksanakan selama 2,5 tahun,” jelas Heni. Kegiatan TBM Mata Aksara untuk ibu-ibu, mengajak mereka untuk mengimplementasikan hasil membaca buku dengan membuat karya, seperti membuat tas rajutan, kaos yang diaplikasi fanel, tas resleting, dan bros. Selain itu juga terdapat kegiatan pembuatan mug atau pin bergambar. Semangat dan dorongan Heni untuk terus berjuang meningkatkan peran buku adalah keinganannya untuk menghadirkan banyak orang, dan membuat masyarakat supaya lebih dekat dengan buku. Ia pun berpesan jika tidak dimulai dari niat dalam diri sendiri untuk menyelenggarakan TBM dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan totalitas maka tidak akan bisa mengalami perkembangan yang pesat untuk kemajuan TBM. Ketika mampu menyelenggarakan dan direspon baik oleh masyarakat, disitulah kepuasan diri sendiri dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Dengan berbagai upaya mendekatkan buku kepada masyarakat dengan konsep “Dari Buku Menjadi Karya” inilah membawakan TBM Mata Aksara kepada berbagai prestasi gemilang, diantaranya pada tanggal 16 September 2012 puncak peringatan Hari Aksara Internasional ke-47, Mata Aksara memperoleh anugerah TBM Kreatif dan Rekreatif dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Selain itu juga pada tahun 2012, TBM Mata Aksara mendapatkan anugerah dari Pustaka Bhaktitama dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY. Selanjutnya, pada tahun yang sama Mata Aksara meraih juara I lomba minat baca se-Kabupaten Sleman.
TBM AL-BIDAYAH SAPURAN
Membaca yang Mensejahterakan
D
ari awal hanya ingin menggelorakan semangat membaca, TBM Al-Bidayah kini mampu hadir sebagai salah satu institusi yang menawarkan perubahan bagi anggota dan masyarakat sekitarnya. Dengan program yang berorientasi pada pemberdayaan dan potensi lokal, TBM ini pun makin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Jumat, pukul 9 pagi, awal Mei 2015 lalu, hawa sejuk terasa masih melingkupi kawasan Sapuran, Wonosobo, Jawa Tengah. Di tengah udara yang segar pagi itu, ada enam orang anak tengah asyik di depan komputer berselancar menikmati media sosial. Sementara beberapa anak seumuran siswa sekolah menengah pertama lainnya, menunggu giliran sambil membaca buku.
Kemudian juga, pada tahun 2013 Mata Aksara pada meraih juara II Apresiasi PTK-PNFI DI. Yogyakarta, Balai Pengembangan Kegiatan Belajar DIY, pada tahun 2013 Mata Aksara meraih juara I lomba bercerita tingkat SD/ MI se-DIY. Ditahun yang sama Mata Aksara Mata Aksara juga meraih juara I pemilihan Raja dan Ratu buku Se-Daerah Istimewa Yogyakarta. TBM Mata Aksara Jalan Kaliurang km. 14. Sleman DIYogyakarta
130
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
131
Itulah sekilas suasana di Taman Bacaan Masyarakat Al-Bidayah yang berada tak jauh dari alun-alun Kecamatan Sapuran, Wonosobo. Menurut Dimas Ari Pamungkas, ketua TBM Al Bidayah, pengunjung ke TBM memang selalu ramai. “Lebih ramai seperti hari libur ini, mereka senang ke sini karena ada fasilitas bagi mereka untuk membaca dan memakai internet. Sementara kalau hari sekolah, biasanya anak-anak mulai dari SD hingga SMA datang untuk tugas sekolah,” terang Dimas. Lokasi TBM Al-Bidayah sejatinya tidak terlalu mencolok. Harus masuk gang dan melewati beberapa rumah penduduk. Namun ketika sampai, pengunjung dapat melihat gapura sederhana yang menandakan lokasi TBM. Bangunan yang pertama kali kentara pun sebuah warung. Nah, apa hubungannya dengan TBM? Usut punya usut, warung tersebut ternyata menjadi salah satu unit usaha yang dikembangkan di TBM Al Bidayah. Warung tak seperti minimarket memang, namun tampak menjual berbagai macam makanan ringan dan kebutuhan rumah tangga. Ada juga pernak pernik dan kerajinan tangan lainnya. “Warung ini memang unit usaha yang Alhamdulillah makin berkembang,” ujar Dimas. Unit usaha berupa warung, lanjut Dimas, memang menjadi salah satu penopang jalannya TBM yang dikembangkannya. “Saya sadar bahwa untuk bisa berjalan, TBM harus memiliki dukungan dana. Nah, dari sinilah kami bisa melakukan subsidi silang untuk menjalankan TBM dan program lain yang ada di dalamnya,” katanya. Ia menambahkan, selain menjual kebutuhan rumah tangga dan makanan ringan, warung juga menjadi sarana memajang hasil kerajinan masyarakat binaan TBM yang mengikuti unit usaha. Menariknya, sebagaimana dituturkan Dimas, warung tersebut dikembangkan secara mandiri dengan modal hanya Rp50 ribu. Sekarang laba dari penjualan, sudah mencukupi pembelanjaan buku dan operasional TBM setiap bulan,” kata Dimas.
Mengubah Kebiasaan Masyarakat Melihat perkembangan TBM Al-Bidayah yang terus menunjukkan peran pentingnya bagi masyarakat di Puntuksari, Sapuran, tentu tak terbayang bagaimana awalnya TBM ini didirikan. Menurut penuturan Dimas, latar belakang mendirikan TBM sendiri karena ia melihat banyak masyarakat di Sapuran yang kurang memanfaatkan waktu. Dimas bersama beberapa temannya pun berinisiatif membangun pojok baca. Kenapa tempat baca, menurut Dimas, karena kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan membaca. Kebiasaan membaca akan dapat lebih meningkat apabila didukung oleh kemampuan atau keterampilan berbahasa atau membaca yang tinggi di samping tersedianya dan terjangkaunya buku-buku.
132
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
“Sebaliknya juga bahwa setinggi apa pun kemampuan dan ketrampilan membaca seseorang tidak akan berfungsi atau banyak manfaatnya apabila tidak didukung oleh ketersediaan buku-buku bacaan secara memadai,” terang Dimas . Ia juga menjelaskan, untuk dapat memperoleh informasi dan belajar dengan baik, kemampuan membaca perlu ditingkatkan sehingga tidak hanya dapat membaca aksara, kata, dan kalimat saja, tetapi terampil memahami makn ayang tersurat dan tersirat secara cepat dan tepat. Dengan semakin tingginya angka partisipasi dan retensi anak usia sekolah serta semakin tingginya tingkat pendidikan sebagian masyarakat akan memberikan peluang untuk memiliki keterampilan membaca yang baik. “Semakin terampil masyarakat membaca, maka masyarakat akan semakin merasakan manfaat dan kenikmatan dari hasil membaca sehingga menjadi gandrung dan candu membaca. Perilaku yang seperti inilah yang menjadi salah satu ciri masyarakat gemar dan berbudaya membaca, yang menjadi angan-angan ketika saya mendirikan TBM ini,” ujar Dimas. Tekad Dimas untuk mengembangan TBM juga dipacu keyakinan bahwa membaca adalah hal yang sangat fundamental dalam proses belajar dan pertumbuhan intelektual. Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat memaksimalkan potensinya. Salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca. “Apalagi kondisi awal yang terjadi pada masyarakat di sekitar adalah masyarakat sibuk memanfaatkan waktu luang disela kegiatan kesehariannya. Saya anggap kegiatan masyarakat di waktu luang itu adalah dengan hal-hal yang kurang berguna,” kata Dimas. Ia mencontohkan, banyak tetangganya yang lebih memilihnya kegiatan melamun, merokok maupun mengobrol hal yang tidak perlu daripada membaca di waktu senggang. “Dengan kata lain, keberadaan buku yang belum menjadi kebutuhan keseharian. Anak-anak yang meluangkan waktunya dengan kegiatan bermain secara tidak terarah sehingga masih menganggap membaca adalah beban, serta para pemuda yang sedang atau telah menyelesaikan belajar dibangku sekolah tidak lagi mengasah kemampuan membacanya.” Dari kondisi demikian, lanjut Dimas, ia merasa tergerak untuk melakukan kegiatan yang dapat memberikan manfaat dan kepuasan masyarakat dalam menjalani waktuwaktu senggang dengan hal-hal yang baik. Dimas ketika itu bertekad agar ada suatu kegiatan yang efektif efisien tepat guna agar kebiasaan masyarakat Sapuran terutama di kampung Puntuksari yang lama sedikit demi sedikit berubah menjadi kebiasaan yang baik.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
133
“Semua itu saya rasa bisa dilakukan melalui penyelenggaraan TBM yang bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan budaya baca masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan TBM sangat penting sebagai sarana belajar masyarakat,” terangnya. Merujuk definisi Kemdikbud, Dimas menyatakan, TBM yang diselenggarakannya bertujuan untuk memberi kemudahan akses kepada warga masyarakat untuk memperoleh bahan bacaan. Di samping itu, TBM berperan dalam meningkatkan minat baca, menumbuhkan budaya baca dan cinta buku bagiwarga belajar dan masyarakat. Secara khusus TBM dimaksudkan untuk mendukung gerakan pemberantasan buta aksara yang antara lain karena kurangnya sarana yang memungkinkan para aksarawan baru dapat memelihara dan meningkatkan kemampuan baca tulisnya.
Berangkat dari Kebutuhan Masyarakat Mendirikan TBM Al-Bidayah-sebagai salah satu jawaban yang menawarkan perubahan bagi masyarakat, khususnya di wilayah Sapuran, Dimas mengembangkan TBM yang telah dimulai sejak tahun 2007 dengan penuh kesabaran. Tentu saja tampilnya TBM Al-Bidayah pertama kali hingga berhasil adalah tidak semudah membalik telapak tangan melainkan dihadapkan pada permasalahan yang ada. TBM ini menjadi pemenang Lomba Perpusdes/ Kel Tingkat Nasional tahun 2011 dan menjadi TBM Kreatif Tingkat Nasional tahun 2014 pada ajang Hari Aksara Internasional. “Namun semua tantangan yang dialami tidaklah membuat surut cita-cita saya dalam mengembangkan budaya minat baca. Setelah melakukan banyak kegiatan minat baca akhirnya, nuwun sewu, saya menemukan ide cemerlang guna meningkatkan budaya baca yaitu dengan mengenali potensi maupun keinginan masyarakat setempat yang berawal dari apa kebutuhan yang diperlukan masyarakat Sapuran yang dapat berdaya guna dari kegiatan membaca,” jelas Dimas.
134
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Berangkat dari pemikiran itulah, Dimas mencoba meningkatkan budaya minat baca melalui layanan yang beragam dari pengadaan buku yang disesuaikan kebutuhan masyarakat setempat sampai kepembentukan kelompok minat baca yang berguna untuk mengaplikasikan serta merangsang pembaca untuk berkreasi. “Kreasi yang telah diciptakan dikembangkan dalam kegiatan perekonomian dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan maupun usaha-usaha baru dengan arahan pengembangan usaha yang cocok dengan potensi lokal,” terangnya. Selain itu, lanjut Dimas, mengangkat potensi lokal yang berguna untuk menipiskan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang terlaksana dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Secara utuh, ide dan gagasan Dimas yang dikembangkan melalui TBM Al-Bidayah adalah pelaksanaan program INEKSOS yang memiliki kepanjangan dari Informasi Layanan, Ekonomi, dan Sosial yang menitik beratkan pada pemanfaatan dari kemampuan serta kebutuhan masyarakat setempat. Pemilihan strategi program INEKSOS berbasis potensi lokal, adalah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Sapuran dengan alasan bahwa TBM bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca sehingga tercipta masyarakat yang cerdas; menjadi sebuah wadah kegiatan belajar masyarakat; dan mendukung peningkatan kemampuan aksarawan barudalam rangka pemberantasan buta aksara sehingga mereka telah “melek huruf ” tidak menjadi buta aksara kembali. Alasan lain, katanya, antara lain untuk memfasilitasi anak-anak sekolah agar belajar serta trampilmembaca dan menulis; terciptanya peluang usaha dari kelompok minat baca yang ada pada TBM Al-Bidayah sebagai hasil dari membaca sehingga dapat terwujud potensi masyarakat dengan usaha mandiri; memberikan fasilitas yang menarik berupa koleksi yang disesuaikan kebutuhan masyarakat baik remaja, orangtua maupun bacaan yang disesuaikan dengan tingkatan usia ataupun gender sehingga masyarakat dapat menikmati fasilitas secara terjangkaudan murah; memberikan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan/potensimasyarakat sekitar; serta menjadi penyatu serta solusi wadah bagi penampungan serta penyaluran kegiatan sosial masyarakat. Hingga kini, menurut Dimas, program INEKSOS diterapkan secara bertahap sejak tahun 2011. Sehingga TBM Al-Bidayah semakin dekat dengan masyarakat terutama dengan agenda unggulan dari informasi layanan TBM Al-Bidayah yaitu dengan kegiatan Pengajian remaja serta Taman Pendidikan Al-Quran Baiturrahman yang semakin hari semakin diminati masyarakat dan menambah wawasan keagamaan.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
135
TBM ISTANA RUMBIA Lebih jauh mengenai INEKOS, Dimas menjelaskan subtansi kolaborasi yang ingin diwujudkannya di TBM Al-Bidayah. Dari segi Informasi Layanan, TBM Albidayah telah memberikan banyak variatif layanan, mulai dari pengadaan koleksi yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat sampai kepada pembentukan kelompok minat baca yang dapat bertujuan sebagai sarana komunikasi dan tukar pendapat yang pada akhirnya tercipta suatu kegiatan membaca yang produktif. Dari segi Ekonomi, tampak terlihat budaya membaca tidak hanya dirasakan untuk penambahan wawasan akan tetapi dapat menciptakan peluang-peluang usaha yang mandiri dan kreatif yang akhirnya dapat memberikan kontribusi yang yang dengan banyaknya masyarakat tumbuh terampil dan berdaya guna serta meningkat dari strata perekonomian. Sebagai contoh usaha makan ringan dari buku berbagai macam pembuatan makanan, pertukangan dari buku pertukangan, sablon dari buku keterampilan sablon, dan lainnya. Sementara dari segi sosial banyak kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain santunan anak yatim setiap bulan ramadhan, pojok sosial berupa penampungan dan pendistribusian pakaian pantas pakai, serta santunan warga kurang mampu. semua kegiatan sosial ini dilaksanakan oleh pengelola dengan dukungan para donatur warga, maupun pembaca yang mampu. Kini, dengan mengembangkan INEKOS, TBM Al-Bidayah memang telah menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengembangkan diri. Apalagi potensi lokal yang digali juga cukup komprehensif, termasuk warisan budaya lisan mendongeng dengan materi cerita asli Sapuran. Hingga kini, belasan judul dongeng lokal hasil anggota TBM telah dibukukan, baik hasil daur ulang cerita dari para leluhur maupun hasil kajian literasi. “Yang jelas, ini menjadi wujud kepedulian kita dalam membangun generasi yang sadar akan budaya dan warisan bangsa,” terang Dimas. TBM Al Bidayah Sepuran Wonosobo Provinsi Jawa Tengah
136
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Jendela Dunia Bernama Istana Rumbia
B
erada di pedalaman Wonosobo, Jawa Tengah, TBM Istana Rumbia hadir membawa pencerahan bagi warga sekitar. Meski ada di perkampungan kecil dan jauh dari keramaian, mereka mampu “melihat” dunia lebih luas melalui berbagai bacaan dan aktivitas yang digelar Istana Rumbia. Jalan berbatu dan menanjak menuju Desa Lipursari, Kecamatan Leksono, Wonosobo, langsung menyambut. Dari pertigaan kilometer 20, jalan raya WonosoboBanjarnegara, hanya ada ojek angkutan umum yang tersedia. Itu pun hanya tersedia tak lebih dari lima pengojek yang siap mengantar. Namun tak perlu khawatir, siapapun tak akan “nyasar” karena nama TBM Istana Rumbia sudah begitu akrab bagi masyarakat sekitar. Apalagi jika merujuk nama besar, pendiri sekaligus pengelola TBM, Siti Mariam alias Mari Bo Niok, sastrawan berlatar belakang seorang tenaga kerja wanita sekaligus pejuang buruh migran Tanah Air. Berjarak sekitar 4 Km dari jalan raya, jalan menuju Lipursari turun-naik karena merupakan daerah berbukit. Sepi menyergap selama perjalanan, pun demikian ketika memasuki perkampungan, kesan daerah yang belum tersentuh infrastruktur memadai begitu terasa. Namun justru di sanalah letak keistimewaan kehadiran TBM Istana Rumbia karena hadir menjadi “oase” bagi masyarakat sekitar, untuk bisa mengkases pendidikan melalui berbagai sarana bacaan dan teknologi internet yang tersedia, belum lagi berbagai kegiatan yang mampu meningkatkan bukan saja pengetahuan tetapi juga keterampilan masyarakat sekitar.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
137
Dalam perkembangannya, TBM Istana Rumbia yang dimotori Bo Niok, suami dan anaknya ini, mengembangkan beragam kursus & pelatihan, hingga mengeyelenggarakan program radio streaming. Dan bahkan kegiatan pun bukan saja melibatkan masyarakat sekitar tetapi juga melibatkan pihak luar, misalnya dari komunitas sastra, buruh migran, hingga forum TBM nasional. “Dalam konsep yang saya kembangkan, Istana Rumbia, memang ingin berkembang bersama masyarakat sekitar dengan mampu menjadi sarana mengakses beragam ilmu pengetahuan. Sebagai komunitas, kita tentu harus mampu bersosialisasi dengan dunia yang ada di luar sana,” ujar Bo Niok yang ketika disambangi baru saja usai menjadi pembicara pada forum buruh migran di Yogyakarta. Yang lebih menarik lagi, TBM Istana Rumbia ternyata awalnya berdiri atas inisiatif Bo Niok yang ingin memberikan sarana baca bagi anak-anaknya. “Saya sangat ingin anak-anak saya di kampung bisa membaca dan mendapatkan sarana belajar yang baik seperti anak-anak majikan saya saat bekerja di Hongkong,” terangnya. Untuk mewujudkan mimpinya itu, Bo Niok pun menggalang dukungan sesama pekerja migran untuk menyumbangkan buku dan dikirim langsung ke kampung halamannya. Beruntung, upaya itu pun berhasil meski awalnya tentu hanya terbatas buku-buku pelajaran. “Ada juga majalah Indonesia yang saya koleksi, dikirim juga ke kampung,” katanya.
TBM Kreatif-Rekreatif Berawal tahun 2006, tepatnya 1 Januari, Istana Rumbia menggelar buku bacaan di rak buku yang ada di ruang tamu rumah kecil Bo Niok. Ukuran ruang tamu hanya 4 x 4 meter pun tampak lebih sempit. Namun, bukubuku yang tersedia tak serta merta dibaca penduduk sekitar. Maklum saja minat baca belum muncul saat itu, termasuk ketika mencoba mengundang anak-anak SD untuk memanfaatkan ruang baca di rumahnya. “Waktu itu anak-anak takut untuk membaca. Mereka menyengtuh buku pun susah karena ini menjadi sesuatu
138
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
yang baru bagi mereka. Saya pun mencoba berbagai cara dan akhirnya anak-anak mau juga membuka buku meski awalnya hanya gambar yang mereka lihat. Tapi tak apa, itu jalan awal yang bagus,” ujar Bo Niok mengenang awal TBM Istana Rumbia dikunjungi anak-anak sekolah. Tentu itu cerita usang, karena kini dengan membangun rumah dan memberikan ruang TBM Istana Rumbia hampir seluruh ruang tengah dan ruang tamu rumahnya, pengunjung akan lebih leluasa. Anak-anak dan pengunjung umum banyak yang aktif membaca atau meminjam buku. “Bagi para orangtua yang belum mampu membaca, kami juga kerap mengajari mereka membaca dan menulis. Bagi anak-anak ada juga kegiatan menggambar sekaligus menjadi penulis,” katanya. Ia menegaskan, kegiatan harian selalu terbuka untuk umum seperti membaca, simpan pinjam buku, bedah buku, hingga English for kids. Sebagai penulis yang lahir dan besar berkat pengalaman hidup (Bo Niok tidak seperti penulis kenamaan yang berlatar pendidikan tinggi), mengembangkan minat menulis memang menjadi agenda tersediri bagi Bo Niok. Dengan moto “Datang Tersenyum, Pulang Membawa Ilmu”, ia ingin benar-benar TBM Istana Rumbia memang memberi kebermanfaatan bagi siapa saja yang datang. Dengan tips “nulis yo nulis wae”, Bo Niok seakan ingin menularkan bahwa menulis bukanlah hal yang sukar. Siapa pun bisa menjadi penulis hebat dengan menulis apa saja yang mereka rasakan, temukan, dan lihat. Pengalaman akan mengajarkan lebih jauh, begitu tegasnya. Maka, bagi anak-anak anggota TBM Istana Rumbia, Bo Niok pun serius menyelenggarakan pelatihan menulis. Tak hanya digelar di TBM, pelatihan juga secara reguler digelar di luar ruang. “Saya ajak anak-anak ke tempat wisata, seperti kebun teh di Sapuran misalnya. Di sana mereka melakukan pengamatan dan observasi lapangan dan menuliskan apa saja yang ada di benak mereka,” jelasnya. Hebatnya, untuk kegiatan rekreatif dan pelatihan menulis ini, Bo Niok tak ambil pusing
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
139
mengenai biaya pelaksanaannya. Ia merogoh kocek sendiri, maklum saja kebanyakan anak-anak di Lipursari merupakan anak dari keluarga tidak mampu. “Bagi saya menjadi kebahagiaan ketika melihat mereka bisa bergembira bersama. Apalagi mereka juga berhasil menulis apa yang mereka rasakan dan nikmati ketika melakukan kegiatan wisata itu,” tegas Bo Niok. Dalam mengembangkan literasi, Bo Niok memang sangat serius. Tak hanya kegiatan bagi masyarakat Lipursari, tetapi juga melibatkan berbagai komunitas penggerak literasi di tingkat kabupaten dan bahkan tingkat nasional. Sejauh ini, Istana Rumbia yang bergerak di jasa pendidikan dan literasi dengan dasar hukum akte notaris No.165/2013, setidaknya telah melaku kan tiga kali kegiatan besar yang diberi judul “Gebyar Literasi”. Kegiatan besar ini digelar pada tahun 2009, 2011, dan 2013. Dalam gebyar tersebut, berbagai kegiatan besar antara lain performance (panggung rege dan literasi), wisata kreatif, bedah buku, hingga cerdas cermat manula. Mengenai cerdas cermat manula, Bo Niok menjelaskan, karena buta aksara tidak hanya dialami di usia anak-anak namun juga di usia tua pun masih ada yang buta aksara. “Bagaimana caranya mengetahui bahwa si mbah-mbah bisa baca tulis atau tidak? Ya salah satunya melalui cerdas cermat aksara itu,” jelasnya. Maka wajar jika pada perhelatan peringatan Hari Aksara Internasional 2014 lalu, Istana Rumbia mendapat penghargaan sebagai TBM Kreatif Rekreatif . Keberadaan Istana Rumbia sebagai salah satu TBM di Wonosobo memang mempuyai nilai plus yang dapat dipetik dan dikembangkan di TBM lain. Semangat membara yang dikobarkan Maria Bo Niok menginspirasi pengelola lain. Maklum saja, dengan kepeduliannya terhadap lingkungan masyarakat pedesaan, Istana Rumbia menjadi tempat mengakses buku bagi anak-anak yang putus sekolah dan kehilangan hak untuk mengenyam pendidikan. “Jadi, bagi siapa pun, Istana Rumbia sangat terbuka. Datang tersenyum, pulang membawa ilmu, dan akses terhadap buku itu adalah hak bagi semua orang,” papar Bo Niok. TBM Istana Rumbia Alamat: Pasunten, 03/02, Lipursari, Kec. Leksono, Wonosobo Provinsi Jawa Tengah
TBM Kampung Batja
Museum Mini Peradaban
T
aman Bacaan Masyarakat Kampung Batja memiliki program “ngota”. Tak semata membaca dalam arti harfiah, tetapi juga punya program membaca dalam arti luas. Maka, di TBM ini, yang belajar bukan saja anak-anak, tetapi juga remaja, mahasiswa, guru, dan tentu saja pegiat literasi. Taman Baca Masyarakat (TBM) yang terdapat di Jalan Nusa Indah VI-7 Jember, Jawa Timur, ini memang bukan taman baca biasa. Bukan taman baca yang menyajikan rak-rak dengan buku lusuh yang sepi peminat. TBM Kampung Batja justru lebih menjadi sebuah lokasi tempat para pegiat literasi beraktivitas. Ya, mulai dari membaca, berdiskusi, berolah rasa membaca puisi, belajar melukis, dan bahkan menggelar beragam pelatihan keterampilan. Yang juga membuat menarik, TBM Kampung Batja bukan saja memiliki beragam kegiatan tetapi juga memang menyajikan suasana yang nyaman sehingga membikin betah para pengunjungnya. Menciptakan TBM yang mampu “menggoda” masyarakat, memang menjadi target yang dipancang oleh pendirinya, Iman Suligi, seorang pensiunan guru PNS di SMK. Maka, tak heran jika TBM seluas 450 meter persegi yang berada tepat di tengah permukiman padat penduduk itu dirancang khusus dengan dilengkapi sejumlah fasilitas berupa perpustakaan, kebun, tempat bermain yang dapat dinikmati secara gratis oleh para pengunjung yang datang. “TBM bisa dimanfaatkan baik oleh murid PAUD yang melakukan jalan-jalan bersama guru pengasuhnya, mahasiswa, dan masyarakat umum. Termasuk mereka yang berminat mendalami seni rupa,” ujar Imam yang juga mengajar seni rupa ini.
140
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
141
Membangun Budaya Baca Konsep TBM Imam Suligi yang tampil beda tersebut tentu tak hanya menyedot perhatian masyarakat sekitar. Para aktivis literasi dan juga pegiat yang tergabung di Forum TBM kerap berkunjung ke Kampung Batja. Ketua Forum TBM Gol A Gong bahkan mengungkapkan ketakjubannya ketika berkunjung ke Kampung Batja. “Saya tidak percaya, ketika Rabu 3 September 2014, memasuki labirin gang di kampung Kreongan, Jember Lor, Jalan Nusa Indah, Jember, tiba-tiba saja terbentang sebuah ‘oase’. Ada kebun seluas 600 M2 milik pensiunan guru SMKN 3 Jember, yaitu Imam Suligi (64 tahun). Kebun itu pada 2009 dinamakan ‘Kampoeng Batja’ oleh pemiliknya. Di areal kebun itu ada perpustakaan dengan koleksi 2000 buku, mushola, rumah pemilik, wisma tamu, tempat bermain, kantin, mushola, dan galeri. Ada lahan kosong seluas 112 M2 yang nanti akan dibuat untuk teater terbuka,” demikian Gong menggambarkan begitu detail fasilitas yang ada di Kampung Batja. Maka wajar, TBM Kampung Batja yang memiliki lebih dari 2.000 koleksi buku ini, tak sekadar menjadi taman baca biasa tetapi juga menjadi taman wisata literasi di wilayah Jember. Menurut Imam, saat berbincang dengan AKSARA sebelum menerima Anugerah Aksara pada puncak peringatan ke-49 Hari Aksara Internasional di Kendar, 20 September 2014, ia ingin benar-benar membuka wawasan masyarakat tak hanya lewat membuka buku tetapi juga berbagai pengetahuan lain yang sebisa mungkin ditampilkannya di sekitar TBM. Namun, apa latar belakang Imam membangun TBM? Pertanyaan ini terlontar karena Imam tampaknya memang “habis-habisan” mengembangkan TBM. Menurut Imam, semua didasari karena ketertarikannya dalam dunia membaca. Sejak kecil, lanjutnya, sang ayah yang sepulang bekerja hampir selalu membawa koran dan majalah. “Jadi saya terbiasa membaca. Alasan lainnya, ini sebagai bentuk kepedulian saya ketika mengetahui minat baca generasi saat ini belum tumbuh bahkan menurun serta masih tingginya angka buta aksara di Kabupaten Jember,” katanya. Imam melanjutkan, bersentuhan dengan dunia membaca juga bukan saja karena sang ayah yang “menjejalinya”dengan beragam bahan bacaan, tetapi ketika sekolah dan di bangku kuliah, ia menjadi perpustakaan. “Saya nggak ngerti juga, kenapa waktu SMA dan kuliah diminta mengurusi perpustakaan,” katanya sambil tersenyum. Maka ketika memiliki kesempatan dan waktu yang benar-benar luang, yakni selepas purnatugas, Imam pun berkhidmat serius membangun perpustakaan yang memang telah diidamkan sejak lama. Kampoeng Batja yang menyelenggarakan TBM berbasis IT dan eletronika mengandalkan kegiatannya melalui 3 jalur, jalur taman baca dengan penyediaan bacaan, fasilitas berupa ruang di dalam maupun di luar, jalur radio dengan
142
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
menyelenggarakan siaran rutin setiap Jumat di Pro-1 RRI Jember, dan jalur media sosial dengan berbagai akun facebook untuk penyebaran gagasan, tulisan dan karya puisi. “Saya bangga bisa mewujudkan impian membangun perpustakaan. Alhamdulillah uang pensiun saya bisa dimanfaatkan untuk khalayak,” kata Imam yang juga mendapat sokongan dari pertemanannya di jejaring sosial, terutama Katrine May Hansen dari Denmark. Imam menambahkan, Kampung Batja diharapkan menjadi sebuah pusat media belajar tak hanya untuk kegiatan membaca, tetapi bisa menjadi semacam museum mini yang menyajikan berbagai budaya tradisional yang nyaris terlupakan, semacam berbagai jenis kemasan, alat-alat rumahtangga, serta replika budaya agraris ataupun seni tradisional yang dapat berguna bagi generasi mendatang. Untuk mengoptimalkan peran tersebut, Imam mengungkapkan, TBM Kampung Batja memperkaya diri dengan berbagai media pembelajaran. Untuk bisa memiliki ragam media, kata Imam, bukan hal yang sulit bahkan sangat berlimpah baik media cetak, elektronik maupun internet merupakan peluang bagi Taman Bacaan Masyarakat (TBM) untuk mengoptimalkan perannya. “Jadi, kami tidak hanya berkutat pada kegiatan di areal taman baca saja tetapi juga merambah ke media massa baik cetak, radio, atau media sosial,” katanya. Imam mencontohkan, untuk media sosial Facebook, Kampung Batja memiliki 7 grup facebook yang berkaitan dengan literasi atau pendidikan. Di antaranya Kampoeng Batja On Air, Taman Putra, Poetry Postcard, Museum Literasi, Berbagi Dongeng, Ketika Anak Bertanya, It takes A Village To Raise A Child, dan beberapa lagi. “Kami juga rutin setiap Jumat pukul 10.00 – 11.00 siaran literasi di Pro-1 RRI Jember. Sampai saat ini program ini sudah mengudara sebanyak 35 episode dengan jangkauan seluruh Indonesia bahkan Singapura,” katanya. Membangun Kampung Batja bagi Imam bukan saja butuh dedikasi, tetapi juga kreativitas yang tak berujung. “Saya akan mengembangkannya lebih baik lagi, meski itu harus membiayai “Kampoeng Batja” dari uang pensiun saya,” ujarnya serius. TBM Kampoeng Batja Jalan Nusa Indah VI-7 Jember, Jawa Timur
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
143
TBM NEMU BUKU
Keren Itu Membaca Buku
N
ama Nemu Buku sepertinya nama yang tak biasa untuk sebuah Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang biasa memakai nama bunga atau seperti layaknya nama formal lainnya. Sejatinya Nemu Buku memang diperuntukkan bukan semata membaca buku oleh sang empunya bernama lengkap Muhammad Isnaeni Muhidin atau biasa disapa Neni Muhidin ini.
Kesenangan mengoleksi buku dan gemar membaca tak dipungkiri Neni terinspirasi saat dirinya menuntut ilmu di Bumi Parahyangan, Bandung yang banyak diisi dengan berkomunitas dan bergabung dengan pers mahasiswa. Kegiatan yang semakin mendekatkanya pada literasi, dunia membaca dan menulis, sebuah kebiasaan berpikir yang diikuti dengan proses membaca yang meneguhkan menjadi Neni seperti sekarang ini yakni seorang aktivis perpustakaan. Ketika dirinya lulus dari jurusan Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung, 2001, Neni juga tak langsung pulang kampung. Melanglang buana merasakan hidup di kota besar termasuk di Jakarta dan kota-kota lainnya menambah pengalaman hidupnya, juga pengalamannya dalam membaca dan menulis. Barulah pada 2007, ia kembali ke Palu dan langsung membuka perpustakaan mini. Neni kemudian melanjutkan hidupnya bersama Nemu Buku di Palu dengan segala dinamika yang dirasakannya.
“Buku hanya sebagai penarik saja tapi untuk jadi referensi apa saja,” cetus pria pendiri Nemu Buku, Neni Muhidin kepada tim penulis yang menyambanginya di perpusatakaannya di Jalan Pramuka, kota Palu.
Menempati ruangan depan rumahnya, Nemu Buku oleh Neni juga diberi sentuhan perpustakaan modern ala kota besar, yaitu perpustakaan yang dilengkapi dengan warung kopi ala café. “Tapi café ini cuma bertahan satu tahun. Tidak ada yang mengelolanyanya,” tukas pria yang selalu membiarkan rambutnya tergerai hingga menyentuh bahu ini.
Neni lebih senang menyebut TBM dengan perpustakaan mini yang memiliki koleksi buku bacaan sebanyak 600 buku ini. Sebagian bukunya merupakan buku pribadi yang dibeli dari koceknya sendiri, sebagian lagi adalah donasi dari berbagai kolega atau komunitas buku yang dikenalnya.
Banyak hal yang dibaca Neni semakin banyak pula yang menjadi perhatiannya. Pengalamannya menjadi jurnalis kampus membuat bapak dua anak ini pun rajin menuangkan pemikirannya dalam tulisan. Tak heran jika Neni juga menjadi aktivis blogg pribadinya.
Masih seputar nama, mengapa ia menamakan Nemu Buku dengan menggunakan gaya bahasa tak baku itu. Menurut Neni kata nemu memiliki makna mendapatkan sesuatu atau bertemu dengan sesuatu yang dapat membawa kesenangan. Dengan kata itu ia berharap, bagi yang mengunjungi perpustakaan mininya bisa mendapatkan kebahagiaan lewat buku, dengan membaca. Sama halnya seperti dirinya yang menemukan banyak makna dari buku-buku yang telah dibacanya. Dari kesenangannya membaca buku, lama kelamaan bukunya bertumpuk. Daripada tidak termanfaatkan, Neni kemudian menata buku-bukunya itu dan sejak 2007 ia secara jelas membuka perpustakaannya bagi siapa saja yang berminat baca. Akan senang hatinya jika ada yang berkunjung ke perpustakaannya dan menemukan kesenangan dengan membaca. “Kalau ada yang datang membaca, berati saya bertemu dengan orang yang sama hobinya,” tutur Neni bersemangat. 144
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Dari pengamatannya pula, Neni sangat tak setuju adanya anggapan minat baca orang Indonesia rendah. “Masyarakat Indonesia kalau disediakan perpustakaan yang keren pasti peminat baca akan tetap tumbuh. Contoh, Surabaya, pemerintah kotanya sangat mendukung budaya baca dengan membuat perpustakaan yang menarik dan modern,” tutur Neni yang Maret 2015 mengeluarkan buku bertajuk Selfie ini. Kecintaannya pada buku juga memberinya keyakinan bahwa internet dan gadget tidak bisa menyaingi keasyikan membaca sebuah buku. “Buku yang bisa didapatkan dari internet tidak sama dengan buku fisik.Gadget juga bukan saingan buku, karena alat itu tidak memberikan kesan sedang membaca buku,” tandasnya. Dinamika perpustakaan mini yang dikelolanya salah satunya adalah saat Neni berjuang sendirian dalam mengembangkan TBM di Palu. Karena itu ia dituntut kreatif untuk menciptakan kegiatan-kegiatan agar banyak orang lebih menoleh dan mendatangi perpustakaanya. Meski kini Neni didaulat sebagai Ketua Forum TBM
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
145
Palu, namun banyaknya kepentingan yang berada di dalam komunitas ini terkadang menjadi kendala dalam mengembangkan perpustakaan. Sementara itu, ada keinginan lainnya yang ingin dicapai Neni dengan perpustakaan mininya itu. “Saya mau mengubah pola pikir anak muda Palu untuk masuk pada budaya literasi. Saya yakin, dengan membaca akan menumbuhkan kreativitas. Karena itu saya ingin membangun budaya: Gak Keren Kalo Gak Baca,” jelas Neni yang perpustakaannya itu pernah dinobatkankan sebagai TBM Kreatif dan Rekreatif tahun 2014 lalu. Jika itu berhasil, Neni juga yakin dampaknya bisa mengubah kota kelahirannya itu. “Kota Palu akan lebih baik dalam hal menumbuhkan budaya literasi di tempat lain. Akan banyak kegiatan kreatif yang diinisiasi oleh anak muda. Kota yang kreatif akan lebih manusiawi,” tuturnya. Keinginan besar itulah yang mendorongnya bertahan membuka perpustakaannya bagi warga Palu. Meski untuk itu, ia rela mengeluarkan koceknya sendiri Rp 1 juta per bulan untuk kebutuhan perawatan buku-bukunya. Hingga saat ini Neni mengaku belum pernah mendapatkan bantuan pendanaan dari pihak lain, Baginya dana memang penting, namun ia menilai komitmen jauh lebih penting. Beruntung, Neni memiliki keterampilan menulis. Dari hasil menulisnya itu ia gunakan untuk menyambung keberlangsungan perpustakaannya. Berkutat dengan perpustakaan yang belum berdiri seperti yang diharapkan terkadang membuat Neni jenuh. Jika itu yang dirasakan, maka ia pun bergegas merencanakan perjalanan untuk menyegarkan raga dan jiwanya. “Biasanya pulang dari bepergian, saya punya energi lagi,” ucapnya.
Apa saja asal senang Untuk lebih menggairahkan keberadaan perpustakaannya, beberapa kegiatan telah dilaksanakan Nemu Buku, di antaranya nonton film bersama yang rutin diselenggarakan Nemu Buku. Neni juga telah memberikan ilmu menulisnya dalam kelas Palu Menulis. Beberapa angkatan menulis telah dilahirkan dan membuatnya semakin senang berbagi ilmu. Selain bisa membaca di perpustakaan mini, Nemu Buku tentu juga meminjamkan buku. Tidak hanya buku, DVD juga bisa dipinjam di sini. Namun menurut Neni, perpustakaannya itu masih sangat kekurangan buku bacaan anak-anak. Kebanyakan koleksi bukunya adalah karya-karya nonfiksi. Karya sastra, seperti novel paling banyak dicari pengunjungnya. “Buku tips-tips juga paling banyak dicari di sini,” ujarnya.
146
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Dalam menumbuhkan suasana enak membaca, Neni membuat pekarangan sampingnya senyaman mungkin. Sehingga bagi yang tidak ingin membaca, bisa mengerjakan apa saja seperti berdiskusi, atau mengerjakan tugas kampus. Suasana enak harus dibangun Neni karena ia memang ingin memberikan rasa yang berbeda dengan perpustakaan yang ada di Palu. “rasakan atmosfernya dan dapatkan aktualisasinya,” ujar Neni berpromosi. Agar lebih tertib dalam membaca atau meminjam buku, Neni melakukan pembuatan katalog untuk semua bukunya. Ia juga melakukan keanggotaan. Semua itu dilakukan Neni semata agar semua yang datang memiliki rasa yang sama terhadap buku-buku yang ada di Nemu Buku. “Saya membangun persamaan kepada semua yang datang ke perpustakaan mini ini yaitu rasa memiliki buku. Saya menanamkan rasa memiliki kepada semua yang datang ke sini,” ujarnya. Dua relawan pun ia perlukan agar Neni memiliki ruang untuk berpikir dalam mengembangkan perpustakaannya ketimbang ia sendiri yang menjadi penjaga perpustakaannya. Dengan adanya relawan, pengunjung yang ingin membaca dan meminjam buku bisa dilayani mulai pukul 16.00 hingga tengah malam. Jatuh bangun Neni dalam membesarkan nama perpustakaan Nemu Buku. Persoalan birokrasi dengan ditolaknya proposal Neni oleh dinas pendidikan tak membuat Neni patah semangat. Nyatanya keadaan itu menjadikannya lebih kreatif. Hal itu bisa dengan dikeluarkannya sebuah buku yang diberi judul Selfie - Sewindu Catatan dari Palu, Maret 2015 lalu. Menurut Neni Selfie, dipilih oleh Neni Muhidin sebagai judul yang dirasa cocok untuk menerangkan atau mewakili seisi bukunya yang berisikan sejumlah esai pribadinya. Esai-esai mengenai Kota Palu tersebut dikumpulkan selama delapan tahun terakhir. Saat menyampaikan sambutan dalam peluncuran bukunya itu Neni berujar, mungkin ini naif membayangkan sebuah kota, dan menjadikan literasi untuk memudahkan pemaknaan terhadap suatu harapan, yaitu kebudayaan membaca dapat menjadi keseharian kita. “Saya bisa tetap keren walau hanya membaca, saya bisa tetap keren dengan membaca, saya tidak sosial, namun saya begitu yakin perubahan akan menjadi lebih bermakna dengan bacaan. Mungkin buku tidak bisa seperti peluru yang cepat mengubah apaapa, tetapi saya yakin bahwa perubahan akan jadi lebih bermakna dengan adanya buku,” ujar Neni seperti dikutip dari salah satu media sosial. TBM Nemu Buku Jalan Pramuka, Kota Palu. Sulawesi Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
147
SKB Sanggar Kegiatan Belajar
SKB PURWOKERTO
Bawor Kekepan untuk Eksestensi SKB
D
alam beberapa tahun terakhir, perjalanan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) seakan berada di tengah situasi serba sulit. Namun, SKB Purwokerto mampu bertahan dan bahkan menunjukkan peran pentingnya dalam memberikan pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. Pada tahun 2014, SKB yang dikepalai oleh Slamet Sularto ini bahkan menjadi juara harapan I tingkat nasional.
Era otonomi daerah ternyata tak selalu membawa angin segar bagi semua kalangan. Ya, setidaknya bagi keberadaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), otonomi daerah seakan menjadi simalakama. Pasalnya, lembaga yang merupakan UPT Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dimana keberadaannya mengacu pada UU OTODA yang di diimplementasikan melalui PP. 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Namun dalam kenyataannya, SKB juga menjalankan peran pelayanan pendidikan. Dengan demikian, keberadaan sekaligus keberlangsungan SKB sepenuhnya berada pada daerah. Artinya, seberapa besar lembaga ini akan berkiprah, semua bergantung pada komitmen kepala daerah. Di sisi lain, karena berada di bawah Dinas Pendidikan daerah, SKB juga tak bisa mengakses dukungan dari Kemendikbud, dalam hal ini Direktorat Jenderal PAUDNI. Kondisi inilah pula yang terjadi selama ini, mayoritas SKB seakan hidup segan mati tak mau, karena dukungan dari pemerintah daerah sangat minim. Namun, di antara itu, tentu ada beberapa SKB yang tetap menunjukkan kompetensi dan kapabilitasnya sebagai lembaga yang mampu menyelenggarakan pelayanan PAUDNI. Ya SKB Purwokerto salah satunya. Dan bahkan, pada ajang peringatan Hari Aksara Internasional di Kendari pada tahun 2014 lalu, SKB Purwokerto mendapat penghargaan sebagai Juara Harapan I Tingkat Nasional dari Kemendikbud
148
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
149
Konsisten Menjalankan Peran
Ragam Tantangan
Lantas, apa yang mampu membuat SKB Purwokerto mampu menunjukkan eksistensinya dan bahkan menjalankan peran di tengah keterbatasan dukungan? Menurut Kepala SKB Purwokerto Drs. Slamet Sularto, M.Si, di antaranya karena SKB konsisten menjalankan visi SKB yakni “Terwujudnya Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal dan Informal yang Terjangkau, Berkualitas, Berdaya Saing untuk Mewujudkan Masyarakat Mandiridan BerpenghasilanTetap serta Layak.”
Meski mampu menjalankan peran dengan baik, SKB Purwokerto yang berlokasi di Jalan Prof. HR Bunyamin N0. 574 Purwokerto ini bukan tanpa menghadapi tantangan. Sebagaimana dikemukakan Slamet Sularto, persoalan yang dihadapi SKB Purwokerto saat dirinya ditunjuk menjadi kepala SKB, selain status dan berkurangnya dukungan akibat otonomi daerah, adalah kondisi infrastruktur SKB itu sendiri.
“Dengan begitu, apa pun kondisinya, SKB Purwokerto harus mampu menunjukkan keberadaannya memberikan layanan pendidikan berkualitas kepada masyarakat,” tegas Slamet. Ia menambahkan, visi tersebut selanjutnya direalisasikan dengan mengembangkan misi SKB, yakni melaksanakan program-program PAUDNI melalui pembuatan percontohan dan pelayanan bagi masyarakat yang berpendidikan rendah, miskin dan terbelakang; mendorong proses pemberdayaan masyarakat melalui interaksi antara dinamika pembangunan daerah dengan kebijakan nasional; mengembangkan jaringan strategis dalam rangka menguatkan sektor kerakyatan melalui pendayaguna-an, pengembangan dan pemasyarakatan.
Meski demikian, secara pasti, Slamet dan seluruh SDM di SKB Purwokerto pun berbenah. Beragam persoalan yang mereka hadapi diurai satu persatu sekaligus dicarikan penyelesaiannya. Langkah yang dilakukan antara lain mempercepat pemenuhan segala kekurangan yang masih ada pada lembaga, menjaga dan meningkatkan komitmen kerja untuk mencapai tujuan lembaga secara optimal, meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan mengembangkan program secara kreatif dan inovatif, mengembangkan dan meningkatkan kerja sama dan kemitraan dengan masyarakat lingkungan, dan organisasi mitra, dan memanfaatkan anggaran sesuai skala prioritas.
“Selain itu, misi SKB Purwokerto adalah memberdayakan masyarakat sesuai dengan kondisi masyarakat Kabupaten Banyumas melalui pengembangan program pemberdayaan masyarakat, mengembangkan kelembagaan sebagai profesional institusi sebagai kancah aktivitas pemberdayaan masyarakat; dan mengembangkan SDM melalui pelatihan baik sumber daya dan masyarakat yang membutuhkan peningkatan keterampilan dan kesiapan dalam memasuki dunia usaha dan dunia kerja,” jelas Slamet.
Dengan pembenahan yang komprehensif, lanjut Slamet, SKB Purwokerto makin eksis dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat yang setidaknya berada dalam wilayah kerja SKB Purwokerto. Wilayah kerja SKB Purwokerto sendiri meliputi 9 (sembilan) kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan sebanyak 101, yaitu Kecamatan Purwokerto Utara (7 kelurahan),Purwokerto Selatan (7), Purwokerto Timur (6), Purwokerto Barat (7),Karanglewas (13), Kedungbanteng (14 Baturaden (12) Sumbang (19), dan Kembaran (16).
Slamet juga menyatakan, pengembangan misi SKB tersebut pada akhirnya akan bermuara pada tujuan lembaga yakni memberikan pelayanan secara prima dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal untuk mewujudkan “masyarakat pembelajar dan berusaha mandiri.”
Peran tersebut dapat dilaksanakan, ungkap Slamet karenasebagai institusi milik Pemerintah Daerah di bawah Dinas Pendidikan Kab. Banyumas, SKB memiliki Tugas Pokok Pelaksana sebagian Kegiatan Teknis Operasional Dan/Atau Kegiatan Teknis Penunjang di Bidang Pendidikan Nonformal Pada Wilayah Kerjanya.
150
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Kondisi tersebut, lanjut Slamet, adalah 50 persen kondisi gedung/ruang belajar kondisinya sudah tua, belum ada pegawai yang mampu menjelaskan kondisi aset dengan benar; belum ada pegawai yang memiliki kemampuan diplomasi dan pendekatan personal serta institusional dalam argumen program serta anggaran; pegawai Tata Usaha masih PNS baru dan sebagian besar belum menyadari dan menghayati kerja di UPT Pendidikan Nonformal. “Tantangan yang juga dihadapi ketika itu adalah terlalu cepatnya rotasi dan mutasi jabatan di jajaran Dinas Pendidikan sehingga perlu upaya yang lebih dalam hal membangun komunikasi. Belum lagi jumlah Pamong Belajar yang terbatas hanya 9 orang dan 75 persen berusia menjelang masa pensiun,” ujar Slamet.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
151
Karena itu, dalam menjalankan perannya, sebagaimana ditegaskan Slamet, SKB Purwokerto melaksanakan pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; memberikan Layanan Informasi layanan Pendidikan Nonformal secara terstruktur kedinasan dan terbuka.
sinergi, dan untuk dapat membuat sebuah perencanaan harus dapat mengidentifikasi dan menelaah berbagai faktor secara sistematis yang meliputi Keadaan yang ada, Keadaan Seharusnya, Pemenuhan secara internal dan eksternal sehingga dapat diperoleh gambaran posisi SKB yang ada dan yang akan datang.
“Kami juga memperluas penyediaan sarana dan fasilitas belajar untuk masyarakat, melaksanakan inovasi dan pembaruan program, mengintegrasikan penyelenggaraan dan pelaksanaan program dengan berbagai sektor, serta memberikan layanan yang bermutu dan terjangkau.”
Kedua, lanjut Slamet, hasil yang didapat dari implementasi Startegi “Bawor Kekepan”, adalah eksistensi lembaga semakin nyata, sehingga masyarakat di wilayah kerja dapat mudah memperoleh pelayanan pendidikan yang murah dan bermutu. Ketiga, kendala yang dihadapi dalam implementasi Startegi “Bawor Kekepan”, lebih didominasi oleh kemampuan pegawai dalam berdiplomasi dan bernegosiasi, komitmen kerja di UPT Pendidikan Nonformal, serta rotasi jabatan yang terlalu cepat.
Strategi Bawor Kekepan Secara umum, untuk menghadapi seluruh persialan yang diahadapi SKB, Slamet dalam mengelola SKB Purwokerto mengembangkan Strategi “Bawor Kekepan” yang telah dilaksanakan sejak 7 Mei 2011. Alasan penggunaan strategi ini adalah bahwa untuk menuju ke Pengelolaan SKB yang efektif memerlukan sebuah perencanaan dan pengelolaan yang sinergi. Untuk dapat membuat sebuah perencanaan harus dapat mengidentifikasi dan menelaah berbagai faktor secara sistematis yang meliputi Keadaan yang ada, Keadaan Seharusnya, Pemenuhan secara internal dan eksternal sehingga dapat diperoleh gambaran atau kondisi SKB. “Faktor yang menjadi fokus identifikasi dan telaah meliputi (1) Kelembagaan, (2) Ketenagaan, (3) Sarana dan Prasarana, (4) Program, (5) Anggaran, (6) Layanan Informasi, dan (7) Kerjasama,” jelasnya. Strategi “Bawor Kekepan”, ungkap Slamet, pada dasarnya merupakan cara mengenali atau mengidentifikasi berbagai kondisi yang menjadi basis atau dasar bagi penyusunan perencanaan pengelolaan SKB. ” Bawor Kekepan” adalah alat Bekerja Sama dengan Warga Masyarakat/Warga Belajar dan Organisasi Mitra (Dinas, Instansi lainya) untuk dapat mengatasi Keadaan yang ada, Keadaan seharusnya, dan Pemenuhan. Slamet menyatakan, konsep Bawor Kekepan juga dikembangkan untuk mengikis kesenjangan antara keadaan yang ada dan keadaan yang seharusnya. “Kesenjangan yang dimaksud adalah tentang perbandingan Standar Minimal Kantor dan Program yang berlaku dengan Kondisi Yang Ada ( Kondisi Saat itu ), maka sebagai pemimpin harus memiliki konsep dan kemauan untuk dapat secepatnya memenuhi Standar Minimal Kantor dan Program yang berlaku agar dapat melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi dengan baik, sehingga Tujuan lembaga dapat tercapai,” jelas Slamet. Ia menambahkan, kondisi seharusnya atau ideal adalah kondisi minimal yang ditetapkan berdasarkan Standar Minimal Kantor dan Juknis/Juklak/NSPK Program. Dengan terpenuhinya Standar minimal tersebut maka kita dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi lebih lancar dan pencapaian Visi dan Misi lembaga dapat tercapai. Jadi, dari implementasi Strartegi “Bawor Kekepan” dapat dikatakan bahwa untuk menuju ke Pengelolaan SKB yang efektif memerlukan sebuah perencanaan dan
152
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Keempat, implementasi Startegi “Bawor Kekepan” didukung oleh: (1) Kebijakan Pemerintah Daerah yang berpihak kepada Pendidikan Nonformal; (2) Kualifikasi pendidikan pegawai sebagian besar Sarjana; (3) Motivasi tinggi dari sebagian besar pegawai yang mau berubah ke arah kemajuan; (4) Motivasi langsung dari Bupati, Wakil Bupati, DPRD Banyumas, Kepala Dinas Pendidikan beserta jajaran pejabat struktural; (5) Peran serta masyarakat dan organisasi mitra dalam penyelenggaraan program. Namun yang jelas, menurut Slamet, keunggulan Konsep Bawor Kekepan adalah mampu mendeteksi secara sistematis Keadaan yang ada, Keadaan Seharusnya, Pemenuhan secara internal maupun eksternal, dalam rangka penyusunan perencanaan sebagai bagian dari pengelolaan sebuah lembaga. Dengan konsep “Bawor Kekepan” yang telah dilakukan di SKB Purwokerto, menurut Slamet, ke depan akan menjadi lebih baik jika SKB diarahkan kembali menjadi satuan pendidikan. Di lain pihak, lanjutnya, sebagai aparatur sipil daerah tidak ada masalah jika SKB ke depan menjadi satuan pendidikan yang tentu akan lebih eksis. “Perlu dicatat bahwa posisi SKB saat ini adalah UPT Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota dimana keberadaannya mengacu pada UU OTDA yang di implementasikan melalui PP. 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Jadi, jika memang Pemerintah Pusat menginisiasi SKB menjadi Satuan Pendidikan, saya berharap dikeluarkan Keputusan sebagai dasar hukum Bupati/Wali Kota mengambil kebijakan. saya berharap seluruh Pimpinan di Direktorat PAUD dan DIKMAS harus memiliki kesamaan pandang tentang SKB, yang sejatinya dilahirkan oleh Pemerintah Pusat. Perlakuan terhadap SKB mestinya tidak beda dengan Direktorat lain terhadap UPT Daerah yang dulunya dilahirkan oleh Pusat,” tegasnya. SKB Purwokerto Alamat di Jalan Prof. HR Bunyamin N0. 574 Purwokerto Provinsi Jawa Tengah
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
153
SKB NGANJUK
Memaksimalkan Pendidikan Kecakapan Hidup
P
endidikan penguatan kecakapan hidup memiliki peran penting dalam membangun masyarakat mandiri. Langkah ini pula yang menjadi perhatian serius Sangar Kegiatan Belajar Kabupaten Nganjuk. Peserta didik pun silih berganti mengembangkan kemampuan diri.
Turut memeriahkan pameran Pendidikan Nonformal di lapangan MTQ, Kendari, Sulawesi Tenggara, Stan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Nganjuk menyajikan peragaan pembuatan kue. Stan itu pun dikerubuti ibu-ibu. Pengunjung begitu antusias menggali bagaimana membuat aneka kue bolu termasuk bagaimana menghiasnya. Dengan telaten, anggota SKB memberikan penjelasan beragam pertanyaan. Di sudut lain, aneka karya konveksi peserta didik juga dipajang, menggambarkan hasil karya penguatan program life skill atau kecakapan hidup yang digelar di SKB Nganjuk. Menurut Kepala SKB Nganjuk, Elok Wahyu Widayatri, yang dipaerkan hanya sebagian kecil dari hasil atau contoh program yang digelar di SKB Nganjuk. “Meski demikian, ini juga menggambarkan program yang kami lakukan. Untuk program pendidikan nonformal dan informal memang penguatan pada kecakapan hidup menjadi unggulan,” ujar Elok yang juga turut menjaga stan. Penguatan kecakapan hidup memang menjadi bagian penting dalam mengembangkan pendidikan nonformal dan informal di SKB Nganjuk. Menurut Elok, hal ini tak lain karena orientasi target peserta didik rata-rata berada di usia produktif. Untuk kategori kelompok ini, lanjut Elok, mengapa pendidikan bukan menjadi prioritas karena mereka lebih mengedepankan memenuhi kebutuhan ekonomi. Dengan demikian, untuk menarik minat belajar masyarakat, ya tak lain jalan yang harus dikembangkan adalah menyelenggarakan program pendidikan yang menawarkan peningkatan kecakapan hidup.
154
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
“Dengan demikian, peserta didik yang ada di dalam rentang usia produktif baik untuk pendidikan kesetaraan maupun keaksaraan, mereka bisa mengembangkan kemampuan dan setelah menempuh pendidikan bisa diandalkan meningkatkan kemandirian dan tentu saja bisa berusaha dengan kecakapan yang mereka miliki,” ujar Elok. SKB Nganjuk sebagai satuan pendidikan nonformal tentu saja menyelenggarakan program pendidikan yang mengakomodasi semua lapisan masyarakat. Karena itu, lanjut Elok, di SKB Nganjuk program layanan dimulai dari PAUD, Program Kursus, Pendidikan Kesetaraan, dan Pendidikan Keaksaraan. Untuk Pendidikan Keaksaraan yang sedang berjalan, lanjut Elok, saat ini ada satu kelompok Keaksaraan Dasar dan Keaksaraan Usaha Mandiri. “Untuk program KUM yakni pembuatan pakan ternak kambing dari limbah. Limbah dan sampah daun difermentasi menjadi pakan kambing,” ujar Elok. Menurut Elok, kambing juga dikelola oleh kelompok peserta didik. “Kami belikan kambing untuk penggemukan, pakannya sendiri ya dari usaha fermentasi tadi sehingga selain membuat pakan, peserta didik juga memelihara kambing,” ujarnya. Ia mengatakan, hasil dari penggemukan kambing ini akan bergulir bagi kelompok lainnya. “Satu kelompok, yakni 10 orang memelihara 5 kambing,” tambahnya. Pilihan penggemukan kambing dan fermentasi pakan ternak, lanjut Elok bukan tanpa alasan. Hal ini dipilih karena potensi limbah dan daun di sawah sangat melimpah. “Yang juga penting adalah, dengan mengembangkan fermentasi pakan ini masyarakat jadi sadar bahwa banyak potensi di sekitar lingkungannya yang bisa dikembangkan. Selain bisa dijual, menjadi pakan kambing sendiri, dan banyak yang tertarik untuk belajar,” katanya. Untuk program yang berkaitan dengan potensi alam sekitar, Elok menyatakan, SKB juga sebelumnya telah melaksanakan beberapa kegiatan. Di antaranya Program Kecakapan Hidup budidaya ayam potong yang dilakukan pada tahun 2003, diikuti 25 peserta didik, dilaksanakan di Dusun Prayungan, Desa Selorejo, Kecamatan Bagor. “Ada juga kegiatan budidaya dan penyulingan nilam yang dilakukan pada tahun 2005, diikuti 25 petani nilam berasal dari Kecamatan Prambon, Kecamatan Tanjung anom, Kecamatan Rejoso, Kecamatan Sukomoro, Kecamatan Bagor, dan Kecamatan Baron. Kami juga bahkan menyelenggarakan kegiatan budidaya lobster air tawar,” terang Elok. Penguatan kecakapan hidup lainnya, Elok mengungkapkan, SKB Nganjuk juga menyelenggarakan unit usaha konveksi. Unit usaha ini dikembangkan dari program pelatihan sebelumnya yakni menjahit. Menurut Elok, mereka yang aktif di unit usaha konveksi ini merupakan peserta didik yang dulu dilatih menjahit dan bordir.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
155
“Mereka membentuk kelompok di rumah, tapi ada juga yang secara resmi bergabung di SKB. Unit usaha ini sekarang berjalan karena banyak order. Sepanjang bisa ditangani pegawai di unit usaha, setiap order ditangani sendiri. Namun kalau ada pesanan banyak, nah di sinilah kami melibatkan kelompokkelompok yang ada di rumah-rumah tadi, kata Elok. Ia menambahkan, pesanan meningkat biasanya saat pergantian tahun pelajaran. “Banyak pesanan seragam dari sekolah-sekolah, baik tingkat seragam PAUD, SD, hingga SMP,” jelasnya. Potensi unit usaha konveksi ini menurut Elok sangat besar. Apalagi untuk mengembangkan pasar, SKB Nganjuk menggunakan jalur jaringan di SKB dan memperluas pesanan lewat pertemanan. “Kami juga membuat blog dan sejauh ini pesanan selalau ada. Hasil dari usaha ini ya dikelola oleh kelompok dan mereka bisa hidup atau setidaknya bisa mengandalkan usaha ini untuk menambah penghasilan keluarga,” terang Elok. Tak hanya konveksi, usaha lain yang dikembangkan SKB Nganjuk adalah unit usaha bakery. “Yang lainnya adalah kursus masak, jahit, dan bordir,” kata Elok. Pendidikan kecakapan hidup tersebut yang pesertanya dari Pendidikan Kesetaraan dan Keaksaraan tersebut, lanjut Elok, menjadi pelengkap program SKB Nganjuk selain tentu saja PAUD. PAUD sendiri, ungkap Elok, merupakan program yang diperuntukkan bagi anak-anak usia 2-4 tahun atau sebelum masuk Taman Kanak-kanak. “PAUD juga menjadi perhatian kami karena kita tahu, PAUD sangat penting karena usia 0 - 4 tahun merupakan periode emas bagi perkembangan anak,” ujar Elok. Karena itu, SKB Nganjuk menyelenggarakan PAUD yang dilaksanakan di beberapa tempat. Misalnya di Tapas Nurul Ulum di PKBM Nurul Ulum Desa Gondanglegi, Kecamatan Prambon, Tapas Al Hikmah di PKBM Al Hikmah Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Tapas Al Amin di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, Kelompok Bermain terintegrasi TPQ di Desa Jekek Kecamatan Baron, dan PAUD Insan Mulia di Kampus SKB. SKB Nganjuk Alamat: Jl. Mastrip II/2Nganjuk, Jawa Timur
156
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
SKB KOTA DENPASAR
Menghasilkan SDM terampil Penunjang Pariwisata
P
ariwisata, seni dan budaya bukanlah sekadar bisnis bagi masyarakat Bali yang menjadi sumber pendapatan daerah, tapi lebih daripada itu telah menjadi industri yang mampu menopong roda perekonomian nasional. Maka sangat tepatlah ketika Pemerintah Daerah (Pemda) provinsi Bali mengedepankan sektor dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) agar menguasai keterampilan dan kecakapan hidup guna menunjang tumbuhnya industri ekonomi kreatif di Pulau Dewata.
Diantaranya Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Denpasar yang berlokasi di tengah-tengah keramaian kota. Laksana kawah candradimuka yaitu sebuah lembaga pendidikan non formal dan informal yang membina masyarakat setempat agar berkualitas mampu bersaing dan mandiri. “Kecakapan hidup (lifeskill) dan keterampilan bagi masyarakat sini adalah sumber uang, makanya kami siap melayani bagi mereka yang mau belajar lewat kursus-kursus kearifan lokal,”kata Ni Made Sugiantini S,Pd.,M.Pd.H, Kepala SKB Kota Denpasar. Pengelola sangat menyadari kemampuan rata-rata warga Denpasar yang mengandalkan kreatifitas seni dan budaya untuk memperoleh pendapatan. Produk berupa karya seni maupun jasa berupa keterampilan seperti merias, mendekorasi, menganyam dan sebagainya merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki SDM di sebuah pulau yang menjadi salah satu obyek pariwisata dunia. Karenanya kursus keterampilan seperti dekorasi janur, rias pengantin, seni pembuatan tempat ibadah sekaligus perlengkapannya, kursus menjahit busana daerah, dan kursus computer merupakan paket favorit di SKB yang berdiri sejak lama dan aktif kembali 2001.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
157
“Pesertanya bukan lagi anak putus sekolah atau kurang mampu, tapi juga lulusan SMA bahkan yang sudah bekerja supaya lebih bagus lagi (profesional) sehingga nanti pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan sendiri, bahkan para ibu rumahtangga pun banyak juga yang mengikuti kegiatan belajar di tempat kami”kata Ni Made Sugiantini yang sudah banyak mendapatkan penghargaan. Sederet prestasi menjadi bukti begitu piawainya SKB ini dalam menghasilkan SDM berkualitas di bidang seni sehingga pantas ketika 2013 lalu memperoleh predikat SKB Terbaik Harapan Pertama Tingkat Nasional yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Prestasi lain yang membanggakan adalah juara dekorasi janur tingkat provinsi Bali pada 2015. Sebelumnya Ni Made Sugiantini berhasil meraih juara I lomba karya nyata antara SKB se-Provinsi Bali dan apresiasi PTK PAUDNI Provinsi Bali 2014 mewakili Kota Denpasar, dengan karya nyatanya yang berjudul ‘Peran Kemitraan untuk Peningkatan Kemitraan Program SKB yang Efektif dan Mendukung Optimalisasi Program PAUDNI di Kota Denpasar. Prestasi yang diraih para pamong atau pendidik di SKB mendapatkan juara III atas nama I Gusti Made Senjaya S.Ag dengan karya tulis yang berjudul ‘Penggunaan Media Permainan dan Simulasi Untuk Pembelajaran Tutor Pendidik Kesetaraan yang Efektif.’ SKB yang sejak 2008 ini tidak lagi memperoleh bantuan dari APBN dan hanya mengandalkan APBD yang dinilai terbatas dibandingkan antusiasme masyarakat setempat untuk menimba ilmu. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya yang berminat mengikuti kursus komputer, padahal persediaan komputer terbatas. “Meskipun kita terbatas, kita tetap terus berupaya memenuhi keinginan masyarakat untuk mengembangkan diri, seperti kursus komputer di sini walaupun hanya memiliki sekitar 20 komputer padahal yang mau daftar sampai seratus orang dari anak yang baru selesai SMA sampai ibu-ibu dan bapak-bapak. Soalnya di sini kalau mau kerja di kantoran syarat pertama yaitu bisa mengaplikasikan komputer,”kata Ni Made Sugiantini sambil memperlihatkan puluhan piala prestasinya di lemari kaca ruang kerjanya. Saat ini lebih dari 80 peserta Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) mengikut kegiatan di SKB dengan mayoritas mengambil dekorasi dan tata rias karena sangat mendukung aktivitas mereka dalam industri ekonomi kreatif dan wisata.
Pendidikan Kesetaraan Disamping menyelenggarakan PKH dan kursus, SKB Kota Denpasar memiliki program utama yaitu pendidikan kesetaraan Paket B (setara 158
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
SMP) dan Paket C (setara SMA) yang masing-masing memiliki 88 dan 230 siswa. “Hampir semua ruangan kelas terpakai kalau untuk kegiatan kesetaraan, termasuk ruang pendidikan anak usia dini,”jelasnya. Mengantisipasi membludaknya peserta, pihak SKB membagi tiga kelas untuk Paket B, sementara untuk Paket C dibagi tiga kelas dengan sub kelompok A dan B (menjadi enam kelas). Begitu juga pembelajaran bagi Paket B yaitu Senin, Selasa, Rabu dan Paket C sisa harinya. Pada awalnya penyelenggaraan pendidikan ini hanya di emperan di samping gedung tersebut dan baru menyelenggarakan Paket A setara SD, tapi sejak 2013 program tersebut ditiadakan seiring berkurangnya peserta mendaftar atau barangkali seiring membaiknya angka partisipasi aktif di SD untuk Provinsi Bali. Demi tercapai proses pembelajaran yang berkualitas dan penguasaan materi sesuai standarisasi nasional pendidikan. Pamong atau pendidik yang berkualitas namun juga berdedikasi tinggi terhadap SKB, karena sebagaiman diketahui anggaran yang disediakan sangat terbatas kalau tidak mau dibilang minim. Awal Berdirinya tahun 1969 dengan nama lembaga Pusat Latihan Pendidikan Masyarakat Kesiman (PLPM) dipimpin Drs I Gusti Ngurah Widura yang beralamat Jalan Supratman No.166 Kesiman Denpasar yang saat ini menjadi kantor Kelurahan Kesiman. Pada tahun 1978 berganti nama menjadi SKB Kesiman dikarenakan pembentukan SKB dari Pemerintah pada 23 Juni 1978 berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.206/o/1978 tentang susunan organisasi dan tata kerja SKB. SKB di bentuk mengalihkan fungsi Kursus Penelitian dan Pendidikan Masyarakat (KPPM), dan Pusat Pembinaan Generasi Muda (PPAGM) dibawah bimbingan I Gusti Ngurah Oka. Kemudian lembaga tersebut terus berjalan silih berganti pimpinan yang pada 2001 sempat mengalami vakum sampai memasuki masa Otda 2001, selanjutnya berjalan kembali meskipun dengan fasilitas yang ada, pada akhirnya berada dibawah pimpinan Ni Made Sugiantin yang dilantik tanggal 30 Januari 2012, dengan nama SKB. Dinas Dikpora Kota Denpasar. Ni Made Sugiantini, merupakan satu-satunya pimpinan perempuan dimana sebelumnya para pimpinan merupakan para pria. Namun terpilihnya Ni Made Sugiantini bukan dikarenakan kebetulan, hal ini dibuktikan berkat kerjakerasnya banyak sudah lulusan SKB-nya yang sudah pandai berkarya dan bisa menjadi orang yang mandiri. SKB Denpasar Alamat: Jalan Trengguli I Tembau – Penatih Kecamatan Denpasar Selatan Provinsi Bali
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
159
RUMAH PINTAR DOLPHIN
Rumah Pintar
Menggapai Asa Dikalangan Prajurit Kemaritiman
B
agi masyarakat umum, keberadaan Rumah Pintar Dolphin mungkin tidak terlalu dikenal. Namun bagi setiap prajurit Koarmatim, keberadaan rumah pintar ini begitu dikenal. Dengan letaknya yang sangat strategis, berdiri diantara bangunan perumahan flat prajurit, akan memudahkan setiap prajurit Koarmatim untuk melihatnya. Fasilitas yang dimiliki rumah pintar tersebut dapat dikatakan sangat lengkap untuk menunjang pendidikan anak usia dini. Disitu ada taman bermain, ruang bermain, panggung pentas untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), ruang kriya untuk aktivitas Ibu-ibu yang mengantar putraputrinya dan ruang baca perpustakaan. Sebagai ketua Rumah Pintar Dolphin, tugas Pak Gede tidak hanya mengurus PAUD. “PAUD hanya salah satu kegiatan di rumah pintar. Kegiatan lainnya adalah sentra kriya, panggung, kegiatan bermain, latihan komputer, dan perpustakaan.” kata pria yang lahir 9 September itu. Sentra kriya menampung berbagai kegiatan. Misalnya, kerajinan tangan, memasak, salon, dan pelatihan lainnya. Bidang pertanian dan lingkungan juga masuk sentra kriya. Lewat kegiatan tersebut, dia berhasil membuaturban farming di kompleks flat di koarmatim. Saat ini dia punya 12 lokasi urban farming. Sebelum ada rumah pintar, flat di lokasi tersebut terlihat gersang. Lahan kosong hanya dibiarkan. Dia pun berinisiatif memanfaatkan lahan tidur itu. Gede meminta bantuan Dinas PU Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Surabaya untuk menguruk lahan tersebut dengan tanah got.
160
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
161
Lalu, dia bekerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya untuk menyiapkan pupuk bagi tanaman yang akan ditanam. Selain lahan dan pupuk sudah siap, dia meminta bantuan Dinas Pertanian Surabaya untuk ikut andil menyumbang tanaman. Lokasi tersebut akhirnya hijau dengan berbagai sayuran dan tanaman produktif. ”Setelah enam bulan, kami bisa panen raya,” kata dia. Hasil pertanian itu juga diolah ibu-ibu. Sawi dan bayam, misalnya, diolah menjadi keripik. Begitu pula cabai yang diolah menjadi manisan. Bahkan, para ibu kian aktif membuat olahan tersebut. Mereka juga berani menerima pesanan. Tidak hanya aktif di pertanian, ibu-ibu yang ikut sentra kriya juga sering mengadakan pelatihan kerajinan tangan. Misalnya, membuat selubung galon air mineral, wadah tisu, tutup nasi, dan tutup lainnya. Menurut Gede, barang itu sudah dijual di berbagai daerah; Madiun, Kediri, dan Blitar. Keaktifan Rumah Pintar Dolphin pun membuah kan penghargaan. Pada 2011, lembaga itu meraih juara pertama lomba rumah pintar seSurabaya dan se-Jatim. Ia juga mendapat peringkat III lomba rumah pintar tingkat nasional. Selain itu, pihaknya berhasil menjadi juara pertama lomba perpustakaan tingkat Surabaya. Melalui sentra kriya, Rumah Pintar Dolphin juga menjadi peserta Surabaya Green and Clean. Kali pertama ikut, pihaknya meraih juara best of the bestkategori pemula pada 2012. Tahun berikutnya, kampung Gede menjadi best of the best kategori berkembang. Tahun ini rumah pintar tersebut juga juara pertama lomba pengelolaan sampah yang diadakan Unilever. Prestasi itu menarik minat berbagai pihak untuk berkunjung ke tempat tersebut. Pemda Bukit Tinggi datang untuk studi banding. Siswa dari Korea Selatan juga datang untuk melihat urban farming. ”Siswa Australia juga pernah ke sini,” kata pria yang mencintai pertanian itu.
162
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Satu lagi gebrakan Pak Gede adalah membuat kampung wisata bahari. Program yang diperuntukkan siswa sekolah itu dibuka sejak Januari. Kegiatan tersebut dikemas dengan kunjungan ke beberapa tempat. Yaitu, berkunjung ke kapal perang, lalu ke Monumen Jalesveva Jayamahe (Monjaya), dan ke Rumah Pintar Dolphin. Di situ, siswa diajak bermain outbound. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenalkan kelautan kepada anak. Selama ini banyak anak yang tidak tahu dan tidak paham bentuk kapal perang. Aktivitas di Rumah Pintar Dolphin membuat Gede menjadi koordinator Paguyuban Rumah Pintar se-Jatim. Dia bertugas memberikan arahan dan dorongan bagi rumah pintar yang lain untuk berkembang. Dia juga harus blusukan ke daerah-daerah untuk memberikan penyuluhan. Selama beberapa hari dia harus tidur di rumah warga untuk melihat kondisi masyarakat di sekitar rumah pintar. Rata-rata, kata dia, kendala yang dihadapi rumah pintar adalah kurangnya kerja sama dengan pemerintah setempat. Memang status rumah pintar tidak dikenal secara resmi oleh pemerintah daerah. Karena itu, pemerintah tidak berbuat apaapa. Yang perlu dilakukan, pengurus rumah pintar harus mengetahui kebutuhan masyarakat setempat kemudian mengajak pemerintah daerah untuk bekerja sama. “Rumah Pintar haruslah menjadi fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat di segala bidang. Baik pendidikan, pertanian, lingkungan, maupun perekonomian. Semua bergantung pada apa yang dibutuhkan masyarakat” begitu penjelasannya mengenai harapan ke depan untuk Rumah Pintar Dolphin ini. Rumah Pintar Dolphin Alamat Jl. Hangtuah DBAL Ujung. Kota, Surabaya Provinsi Jawa Timur
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
163
RUMAH PINTAR MUNTI GUNUNG
Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Lifeskill
B
erawal dari ide dan pemikiran Ibu Negara untuk turut berperan dalam mensejahterakan bangsa maka Ibu Negara bersama Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) mengagas program Indonesia Pintar yang mempunyai tujuan utama mewujudkan masyarakat berpengetahuan, masyarakat sejahtera (Welfare Society) dan masyarakat yang beradab (Civillized Society). Adapun salah satu kegiatan Indonesia pintar adalah program Rumah Pintar.
Program ini merupakan pusat pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat sejahtera. Rumah pintar mewadahi berbagai kegiatan dimulai dari pendidikan anak usia dini, remaja, kaum perempuan juga kelompok lanjut usia. Dengan demikian melalui Rumah Pintar terbangun masyarakat cerdas, inovatif, kreatif, mandiri yang sejahtera. Seperti halnya Rumah Pintar Munti Gunung terletak di Banjar Dinas Munti Gunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Rumah Pintar Munti Gunung dibangun oleh Pemda Kabupaten Karangasem di atas lahan seluas 10 are. Rumah Pintar Munti Gunung merupakan program rintisan dengan bangunan disediakan oleh daerah, sedangkan perlengkapannya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dikelola oleh PKK Kabupaten Karangasem. Sasaran daerah untuk program Indonesia Pintar adalah daerah padat penduduk, daerah bencana, daerah konflik, daerah buta aksara tinggi dan daerah kurang sarana pendidikan. Rumah Pintar Munti Gunung yang dikelola oleh Ni Nengah Sari SPd MAg mempunyai visi mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pengetahuan dan keterampilan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya hasil karya di sentra kriya yaitu berbagai macam jenis kerajinan tangan yang menarik dan bermanfaat. “Banyak karya siswa di sini, diantaranya kerajinan tangan dari daun lontar yaitu berbentuk anyaman yang bisa dibentuk dibuat keranjang, tatakan gelas, penutup botol dan piring yang dibuat dari batangnya,”kata Ketua Pengelola Rumah Pintar Ni Nengah Sari yang mengakui seringkali kewalahan menghadapi pesanan. Dikatakan Ni Nengah Sari kegiatan ini sudah sesuai dengan misi Rumah Pintar Munti Gunung yaitu mengembangkan keterampilan masyarakat berbasis potensi lokal. Namun sayangnya penjualan kerajinan tersebut setiap bulannya bisa mencapai pesanan sampai ratusan bahkan sudah ada pesanan rutin dari Jakarta. Namun diakui dirinya masih kerepotan mengurusnya dikarenakan belum mempunyai tenaga marketing yang khusus mengurusi pemasaran. Selain itu Rumah Pintar Munti Gunung mempunyai misi meningkatkan minat baca masyarakat dengan diadakannya sentra baca yang dielengkapi dengan buku sebanyak 4.000 eksemplar yang merupakan donator dari SIKIB. Dimana buku-buku tersebut lebih banyak berkaitan dengan ilmu untuk meningkatkan kecakapan hidup, seperti buku yang isinya cara membuat manisan buah, cara membuat dodol, cara membuat kerajinan tangan, cara bercocok tanam, beternak dan sebagainya.
164
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
165
Dari pembelajaran buku tersebut kemudian diaplikasikan dalam pembelajaran di lembaga tersebut dengan cara praktek langsung. Seperti pembuatan dodol dan perlengkapan upacara adat, semua ini dilakukan dalam upaya mengembangkan keterampilan masyarakat berbasis potensi lokal.”Setiap hari di sini selalu ada kegiatan dimulai dari belajar nari, bercocok tanam di kebun belakang, memelihara lele, kerajinan tangan, sampai praktek pembuatan dodol, meskipun saat ini kita mengadakan baru sebatas orderan tapi nanti ke depannya akan masuk ke toko-toko dan supermarket,”kata Ni Nengah Sari yang mengaku sudah ada supermarket yang meminta hasil karya peserta didiknya. Selain itu dalam rangka melestarikan budaya setempat, maka seni tari pun dikembangkan di rumah pintar tersebut, seperti diadakan latihan tari-tarian daerah, seni tabuh gong dan sebagainya. Bahkan pernah mengadakan lomba Tari Genje seKecamatan berjalan lancar dan sukses sehingga pada akhirnya diminta untuk mengisi acara Tari Genje di tingkat SMA untuk mewakili ke provinsi. Disamping menyelenggarakan berbagai pendidikan kecakapan hidup dan kesetaraan, Rumah Pintar Munti Gunung juga membentuk koperasi bagi pengelola dan peserta didik. Koperasi yang diberi nama Koperasi Dana Karti ini mempunyai puluhan anggota dengan biaya iuran pokok Rp 20 ribu dan iuran wajib Rp 500 ribu perorang atau setiap anggota minimum memiliki satu lembar saham senilai Rp100 ribu. Sedangkan untuk meningkatkan teknologi dan informasi, rumah pintar yang mempunyai sasaran kelompok masyarakat yang terdiri dari anak-anak, remaja, kaum perempuan dan lansia, selain ada sentra bermain, sentra buku juga mengadakan sentra komputer. Namun penggunaan komputer tersebut juga seringkali digunakan bagi sekolah-sekolah lain yang ingin melakukan praktek. “Jadi komputer-komputer ini sering juga dipinjam sama sekolah lain, tapi bukan cara dibawa komputernya tapi mereka yang datang ke tempat kita,”kata Ni Nengah Sari. Dengan banyaknya kegiatan bagi para peserta didik diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan dapat mengaplikasikannya di rumah. Untuk itu dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaganya pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan studi banding ke Bandung Jawa Barat. “Nanti kita akan melakukan studi banding ke Bandung,”kata Wakil Ketua Pengelola, I Ketut Nerima S.Pd.,M.Si. Rumah Pintar Gunung Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
166
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
RUMAH PINTAR YASMIN
Energi Pendidikan Usia Dini di Kota Palu
B
erawal dari harapan untuk membantu meningkatkan pendidikan anak-anak di Sulawesi Tengah. Zulfiah bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Perempuan Fatayat NU mendirikan Rumah Pintar Yasmin. Sokongan dana pada waktu itu dari pemerintah sebanyak Rp 200 juta yang dikucurkan pada Desember 2012 melapangkan Zulfiah menghadirkan pendidikan yang terbagi beberapa sentra. Hingga kini Rumah Pintar Yasmin yang berlokasi di Jalan Asam I Nomor 10 Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat Kota Palu ini masih menjalankan kegiatan dalam mencerdaskan anak bangsa. Dan menjadi satu-satunya rumah pintar di kota Palu. Spanduk berukuran besar bertuliskan Rumah Pintar Yasmin juga masih tertempel di dinding seolah mengajak siapa saja yang membacanya untuk masuk dan menikmati sarana yang ada di dalam Rumah Pintar Yasmin. Daya tarik berupa permainan anak-anak sengaja diletakkan di pekarangan depan. Anakanak usia di bawah lima tahun pasti tak tahan melihat sarana bermain seperti ayun-ayun. Dan nyatanya memang banyak anakanak usai pulang sekolah yang melintas di depan Rumpin Yasmin sengaja melangkahkan kakinya dan langsung memanfaatkan sarana bermain tersebut.
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
167
Jika mau masuk ke dalam Rumah Pintar Yasmin, banyak lagi aneka mainan yang menyenangkan bagi anaka-anak. Rumpin Yasmin memang menyediakan aneka mainan bagi anak usia dini yang mau menyambangi rumah yang dikelola oleh Zulfiah, S Ag, Mhi bersama pengelola Rumpin Yasmin lainnya yang seluruhnya berjumlah 10 orang ini. Rumpin Yasmin menyelenggarakan beberapa sentra seperti Sentra PAUD, Sentra Komputer, Sentra Baca, Sentra Bermain, Sentra Kriya, Sentra Mengaji dan Sentra Audio Visual. Semua kegiatan tersebut dijalankan Rumpin Yasmin di atas areal seluas 600 meterpersergi. Sentra-sentra tersebut merupakan magnet bagi anak-anak. Sesuai namanya Rumah Pintar, diharapkan anak-anak yang bisa memanfaatkan sarana di Rumpin bisa menjadi anak yang pintar. Jika ingin pintar komputer maka di Rumpin Yasmin ini menyediakan empat perangkat komputer yang bisa digunakan. Rumpin Yasmin juga menyiapkan isntruktur yang memahami komputer, sehingga anak-anak bisa datang belajar komputer seminggu tiga kali. “Kami di sini memberikan pelajaran komputer mulai dari pengenalan dasar komputer. Alhamdulillah waktu anak-anak ke sini, mereka belum tahu bagaimana mengoperasikan kompter. Sekarang mereka sudah bisa buat exel,” tutur Zulfiah. Menurut Zulfiah, sekitar 50 anak tiap harinya menghampiri Rumpin Yasmin. Saat pagi hari dipenuhi oleh anak-anak PAUD yang jumlahnya mencapai 31 anak. Setelah PAUD selesai, anak-anak yang pulang dari sekolah dasar biasanya mampir untuk sekadar bermain, atau belajar komputer. Sentra audio visual juga bisa dimanfaatkan anak-anak untuk memutar film anakanak atau pendidikan berbasis teknologi informasi seperti pengenalan bahasa Inggris, berdoa sambil bernyanyi . Seminggu sekali anak-anak PAUD juga memanfaatkan fasilitas audio visual untuk belajar berdoa ataupun menyanyi.
168
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL
Zulfiah bercerita saat orangtua menunggu anaknya belajar di PAUD, para orangtua bisa membaca-baca buku koleksi Sentra Bacaan yang mimiliki 500 judul bacaan ini. Selain itu bisa terlibat dalam Sentra Kriya dengan unggulan kriyanya yaitu kain perca dan bawang goreng. PAUD Rumpin Yasmin memiliki empat tenaga pendidik yang sudah meluluskan satu angkatan. Untuk membiayai kebutuhan mengajar di PAUD, Zulfiah mengatakan menarik iuran dari peserta didiknya sebesar Rp50.000 per anak. Biaya itu menurut Zulfiah digunakan untuk membeli seragam dan peralatan belajar di PAUD. Sejak pukul 07.00 pagi hari, Rumpin Yasmin mulai bergeliat dengan suara-suara anak usia dini. Aktivitas mulai berangsur menurun ketika Sentra Mengaji, yang dipenuhi anak-anak usia sekolah dasar telah selesai sekitar pukul 16.00. Berdiri sejak Desember 2012, Rumpin Yasmin mengembangkan dirinya menjadi sebuah sarana menimba pengetahuan bagi anak-anak usia dini di sekitar lingkungannya. Setiap Senin hingga Jumat Rumpin Yasmin dipenuhi anak-anak yang ingin bermain maupun yang ingin menambah wawasan. Menginjak tahun ketiga Rumpin Yasmin, Ketua Pengelola Rumpin Yasmin Zulfiah mengutarakan suka dukanya. Layaknya sebuah organisasi lainnya yang membutuhkan banyak biaya agar Rumpin Yasmin tetap menjalankan aktivitasnya, berbagai terobosan juga dilakukan Zulfiah dan Sekretaris Pengelola Salawati, S.Ag dalam menyiasati kebutuhan anggaran pendidikannya. Beruntung Zulfiah dan Salawati juga aktif di organisasi perempuan NU, sehingga Rumpin Yasmin masih tegak berdiri karena Zulfiah banyak dibantu oleh koleganya dari Fatayat NU tersebut. “instruktur komputer misalnya, kebetulan dari Fatayat NU ada yang bersedia membantu di Rumpin kami,” ucap Zulfiah. Demikian juga guru mengajinya adalah rekan-rekan yang ia kenal di Fatayat NU. Zulfiah mengaku harus berpikir keras lagi dalam mengembangkan Rumpin Yasmin. Banyak kegiatan yang belum terlaksana karena keterbatasan dana. Juga dalam hal kesejahteran tenaga pendidik PAUD. Malahan untuk menekan biaya, Zulfiah terpaksa memberikan honor guru PAUD seadanya. “Uang iuran yang kami tarik dari anak-anak PAUD digunakan untuk kebutuhan belajar. Sisanya baru kami berikan kepada guru. Jadi tidak tentu honornya, kadang dapat Rp100.000 per guru per bulan. Tapi sebagian guru PAUD kami perbolehkan menginap di sini,” jelas Zulfiah mengenai minimnya honor bagi guru PAUDnya
MENGGAPAI ASA MENUAI PRESTASI
169
Zulfiah juga menjelaskan, PAUDnya pernah mendapatkan dana rintisan PAUD dari dinas setempat senilai Rp7.500.000. Setelah itu ia dan pengelolanya berdikari dalam menjalankan PAUD di Rumpin Yasmin ini. Bukan hanya PAUD yang menjadi perhatian Zulfiah, sentra lainnya yang berada di Rumpin Yasmin juga menuntut perhatiannya. Seperti Sentra Kriya, ketika banyak ibu-ibu yang mengantarkan anak-anaknya mengenyam pendidikan di PAUD Rumpin Yasmin, Zulfiah dan Salawati melibatkaan ibu-ibu tersebut untuk mengembangkan Sentra Kriya. “Bawang goreng yang kami jual lumayan buat tambahan pemasukan Rumpin. Kita sudah bisa menjual sampai 20 kilogram bawang goreng. Bawang goreng itu kita tawarkan pada rekan-rekan organisasi yang mengunjungi Rumpin. Buat oleh-oleh saja,” tutur Salawati. Menurut Salawati, yang menjadi rekan kerja Zulfiah di Rumpin Yasmin ini, Sentra Kriya tidak hanya membuat bawang goreng. Saran dan masukan dari ibu-ibu orangtua PAUD kadang bisa juga diwujudkan, seperti membuat aneka panganan dari resep yang diberikan oleh ibu-ibu tersebut. “Kami ini punya impian untuk mengembangkan Sentra Kriya, yaitu bisa membuat toko oleh-oleh khas Palu. Tapi sampai sekarang belum kesampaian. Banyak sekali yang kami ingin majukan di Rumpin ini,” tutur Salawati. Zulfiah menambahkan sebagai langkah pengembangan Rumpin, ia dan pengelola lainnya ingin membuat Tempat Penitipan Anak (TPA). Ia menilai kota Palu sudah seharusnya punya banyak TPA karena banyak orangtua yang bekerja yang membutuhkan TPA. “Untuk membuat TPA butuh persiapan matang. Kami optimis jika ada TPA di Rumpin, tidak hanya membantu orangtua yang bekerja, tapi bisa membantu Rumpin ini menjadi lebih baik,” ungkapnya. Meski demikian Zulfiah dan Salawati bersemangat untuk menjadikan Rumpin ini tumbuh besar. Mereka yakin dengan perhatian yang tercurah pada peningkatan kualitas dan sarana prasarana, Rumpin Yasmin akan menjadi referensi orangtua di kota Palu untuk mempercayakan pendidikan anak usia dini. Area Rumpin Yasmin yang masih mungkin dikembangkan menjadi salah satu alasan mengapa Zulfiah dan Salawati optimis ke depannya Rumpin Yasmin bisa lebih maju. Yang dibutuhkan adalah kerja sama dengan semua pihak yang juga ingin melihat Rumpin Yasmin tumbuh besar. Dan menjadi sarana bagi warga masyarakat meningkatkan pendidikannya sejak usia dini. Rumah Pintar Yasmin Alamat: Jalan Asam I Nomor 10 Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat Kota Palu Sulawesi Tengah
170
GELIAT PENDIDIKAN NONFORMAL