MENGENAL KAYU BITTI ((Vitex cofassus) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT KAPAL PHINISI Ary Widiyanto dan Mohamad Siarudin Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis Email:
[email protected]
Kapal phinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa Bira kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Phinisi sebenarnya merupakan nama layar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Phinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang, tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia (Anonim, 2014a). Dewasa ini, phinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri, dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk wisata bahari. Kapal phinisi juga menjadi lambang untuk gerakan WWF yaitu #SOSharks, program pelestarian ikan hiu dari WWF dan pernah digunakan sebagai logo perusahaan oleh satu bank pemerintah di Indonesia (Anonim, 2014a). Kapal phinisi sebagian besar terbuat dari kayu yang berasal dari pohon khas sulawesi yaitu bitti (Vitex cofassus). Pohon ini juga dikenal dengan nama lokal sassuwar, gofasa, bitum, gupasa, dan bana. Pohon ini telah ditetapkan sebagai flora identitas provinsi Gorontalo dengan nama gupasa atau gofasa. Di beberapa tempat seperti di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pohon gupasa ditanam sebagai hutan rakyat (Anonim, 2014a). Penyebaran tanaman ini di Sulawesi Selatan terdapat di Kab. Bantaeng, Enrekang, Bone, Bulukumba, Sidrap dan Selayar (Prasetyawati, 2013).
1
Daun dan bunga pohon bitti (Vitex cofassus) (sumber: http://www.pngplants.org) A. Ciri umum pohon Pohon gofasa atau bitti termasuk dalam famili
Verbenaceae, genus Vitex dan
spesies: Vitex cofassus Reinw. ex Blume. Pohon ini berukuran sedang hingga besar dan dapat mencapai tinggi hingga 40 meter. Batangnya biasanya tanpa banir dan diameternya dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika dan kayu basah beraroma seperti kulit (Anonim, 2014b). Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu halus pada sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, di mana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior). Buah berdaging, bulat hingga lonjong, dengan diameter 5-12 mm yang saat masak berwarna ungu tua. Terdapat 1 – 4 biji dalam setiap buahnya (Anonim, 2014b). Pohon bitti mengguguran daunnya pada musim kemarau dan musim berbuah sangat tergantung pada tempat tumbuhnya. Di Sulawesi Selatan, musim berbunga biasanya terjadi pada musim hujan dan berbuah antara bulan Agustus sampai November. Secara umum jenis ini hampir selalu berbunga setiap tahun setelah berumur 5 (lima) tahun dengan penyerbukan dibantu oleh serangga, kemungkinan besar lebah (Orwa, 2009).
2
Batang kayu bitti (Vitex cofassus) (foto: M. Siarudin) Jenis pohon ini termasuk mudah tumbuh, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan termasuk tanaman yang mempunyai kecepatan pertumbuhan sedang. Jenis ini tahan terhadap kebakaran, bila terbakar akan segera bertunas kembali. Oleh karena itu jenis ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu jenis andalan yang unggul (Prasetyawati, 2013). Menurut Burley et al (2011), karena sifatnya yang mudah tumbuh, pohon ini dikenal sebagai pohon suksesi awal, selain angsana (Pterocarpus indicus) dan kenari (Canarium indicum). B. Penyebaran dan tempat tumbuh Kayu bitti tumbuh tersebar secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. Habitat pohon ini adalah di hutan dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Pohon dapat tumbuh baik pada tanah berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir dan dapat dijumpai di daerah dengan musim basah dan kering yang nyata (Anonim, 2014b).
C. Manfaat dan kegunaan Kayu bitti biasanya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah, kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring. Ekspor kayu dalam jumlah cukup besar
3
berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan Pulau Solomon, terutama ke Jepang (Anonim, 2014b).
Proses pembuatan kapal phinisi dengan kayu bitti di PT Semesta Phinisi Bulukumba, Kab Bulukumba, Sulawesi Selatan (foto: M. Siarudin)
D. Struktur anatomi dan sifat fisik-mekanik kayu bitti Struktur anatomi dan sifat fisik-mekanik kayu bitti dirangkum dalam Tabel 1. Tabel 1.Struktur anatomi dan sifat fisik-mekanik kayu bitti (Vitex cofassus) SIFAT
NILAI 11,17 – 17,88%
A.Anatomi
Proporsi pembuluh 57,49 – 70,32% Proporsi serabut 10,74 – 19.30% Proporsi jari-jari 5,40 – 8,98% Proporsi parenkim 0,86 – 1,44 mm Panjang serat 17,81,– 20,59 µm Diameter serat 11,93 – 13,86 µm Diameter lumen 2,61 – 4,02 µm Tebal dinding serat 59,32 – 110,22%
B. Sifat fisik
Kadar air segar
4
9,66 – 20,82% Kering udara Berat jenis segar/ kering udara/ kering tanur
Penyusutan radial/tangensial/longitudinal/ rasio T/R (Segar-Kering tanur) Pengembangan radial/tangensial/longitudinal/ rasio T/R (Kering tanur- Segar)
C. Sifat mekanik
Keteguhan lengkung static/ MOE /MOR (kg/cm2) Keteguhan tekan sejajar serat/ tegak lurus serat (kg/cm2)
0,44 – 0,70/ 0,48 – 0,75/ 3,64 – 7,44%/ 1,79 – 4,32%/ 0,18 – 0,49%/1,42 – 2,03 3,673 – 4,374%, 1,155 – 3,179%, 0,238 – 0,493% dan 1,32 – 3,26% 460,37 – 803,17/ 67,75 –97,22/ 634,13–1046,39 331,59–529,95/ 62,51 – 136,84
Sumber: Hapid (2014)
Penulis di tengah proses pembuatan kapal phinisi dengan kayu bitti di PT Semesta Phinisi Bulukumba, Kab Bulukumba, Sulawesi Selatan (foto: M. Siarudin/A.Widiyanto) E. Upaya pengembangan benih unggul pohon Bitti Pohon bitti memiliki kelemahan tanaman yaitu bebas cabangnya yang rendah dan percabangannya banyak. Sehingga untuk mendapatkan kayu bitti dengan kualitas batang yang bagus, lurus dan bebas cabangnya tinggi, perlu dilakukan kegiatan pemuliaan (Prasetyawati, 2013). Salah satu upaya pemuliaan pohon ini telah dilakukan oleh BPK
5
Makassar, yang melakukan kegiatan eksplorasi koleksi benih unggul pohon bitti. Kegiatan koleksi benih bitti dilakukan di Kab. Bulukumba dan Kab. Bone. Eksplorasi dipilih pohon induk yang memenuhi syarat, yaitu bebas cabang tinggi, bebas dari hama dan penyakit serta pohon induk mempunyai penampakan yang relatif lebih bagus dibanding pohon bitti di sekitarnya. Jarak antar pohon induk adalah 50-100 m untuk menjaga pengambilan benih dari hasil perkawinan kerabat. Koleksi benih bitti di kab. Bulukumba dilaksanakan pada bulan Juli 2011, sedangkan di Kab. Bone dilaksanakan pada bulan September 2011. Ada perbedaan musim panen bitti antara di kab. Bulukumba dan kab. Bone. Buah bitti diambil yang sudah masak secara fisiologis, berwarna hitam dan masak serempak. Hasil eksplorasi pohon induk bitti di Kab. Bone, diperoleh 25 pohon induk dan di Kab. Bulukumba diperoleh 24 pohon induk. Selanjutnya, hasil dari koleksi materi genetik disemaikan di persemaian dan diamati pertumbuhannya.
REFERENSI Anonim.
2014a Kapal pinisi. .http://id.wikipedia.org/wiki/Pinisi. Diakses tanggal 12 Pebruari 2014. Anonim. 2014b. Detil data Vitex cofassus Reinw. ex Blume. http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?docsid=862. Diakses tanggal 13 Pebruari 2014. Hapid, A. 2014. Struktur anatomi dan sifat fisika-mekanik kayu bitti (Vitex cofassus Reinw) dari hutan rakyat yang tumbuh di Kabupaten Bone dan Wajo Sulawesi Selatan. http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act= view&typ=html&buku_id=48565&obyek_id=4. Diakses tanggal 13 Pebruari 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Orwa, S. 2009. Vitex cofassus.. World Agroforestry Center (ICRAF). Agroforestry database V.4. Bogor. Prasetyawati, C.A. 2013. Eksplorasi Benih Bitti (Vitex Cofassus) di Sulawesi Selatan http://balithutmakassar.org/eksplorasi-benih-bitti-vitex-cofassus-di-sulawesi-selatan/. Diakses tanggal 12 Pebruari 2014. Burley, A. L, N.J. Enright and M.M. Mayfield. 2011. Demographic response and life history of traditional forest resource tree species in a tropical mosaic landscape in Papua New Guinea. Journal of Forest Ecology & Management. Sep2011, Vol. 262 Issue 5, p750-758. 9p
6