MENGATASI PERUBAHAN DENGAN BELAJAR SEPANJANG HAYAT BERBASIS BELAJAR KREATIF DARI MASALAH KEHIDUPAN NYATA Oleh : M. I. Suhifatullah Program Studi PLS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. K.H. Sholeh Iskandar KM 2 Bogor 16165 Jawa Barat Indonesia mmuis@ymail,com Abstrak Kehidupan dalam berbagai aspeknya tidak pernah berjalan di tempat, melainkan terus mengalami perubahan baik dengan cara revolusioner ataupun evolusioner. Baik hal itu dilakukan dengan sengaja direncanakan ataupun berjalan secara alamiah. Kendati demikian, dampak dari suatu perubahan tidak selalu bersifat positif, ada di antaranya yang bersifat negatif terhadap kualitas kehidupan. Untuk mendapatkan manfaat positif dari suatu perubahan, diperlukan kemampuan beradaptasi secara bijak dan cerdas berbasis pada nilai-nilai moral inti, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang terus berkembang. Terkait dengan hal tersebut, maka proses belajar sepanjang hayat merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kemampuan beradaptasi dalam menghadapi dinamika perubahan yang terus berlangsung sepanjang kehidupan. Hal tersebut berarti perlu ada upaya inovasi untuk mengembangkan budaya belajar sepanjang hayat pada masyarakat. Melalui studi literatur, makalah ini bermaksud untuk memperkenalkan proses belajar sepanjang hayat berbasis belajar kreatif dari masalah kehidupan nyata. Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih adaptif terhadap perubahan yang terjadi dan dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Kata Kunci : Perubahan, belajar sepanjang hayat, belajar kreatif dri masalah kehidupan nyata. ABSTRACT Life in its various aspects never walked anywhere, but continues to change either by means of a revolutionary or evolutionary. Well it was done intentionally planned or go naturally. Nevertheless, the impact of a change is not always positive, none of them have highly negative impact on quality of life. To get the positive benefits of a change, the necessary adaptability wisely and intelligently based on the core moral values, knowledge and skills are growing. Related to this, the process of lifelong learning is the only way to acquire the ability to adapt in the face of the dynamics of change that continues throughout life. This means there needs to be innovative efforts to develop a culture of lifelong learning in the community. Through the study of literature, this paper intends to introduce a lifelong learning process based creative study of real-life problems. Through the process is expected to society can be more adaptive to changes that occur and can improve the quality of life. Keywords: Changes, lifelong learning, creative learning from real-life problems. A. Pendahuluan Disukai atau tidak kehidupan akan terus berubah dalam berbagai aspek dan dimensinya, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun karena disengaja oleh suatu kebijakan lokal, nasional dan global. Untuk dapat bertahan, apa lagi untuk keluar sebagai pemenang, maka tidak
ada pilihan lain kecuali berupaya mengembangkan kemampuan terbaik yang dimiliki agar dapat beradaptasi terhadap berbagai perubahan. Hal ini seperti diungkapkan Charles Darwin bahwa: “bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang, melainkan yang adaptif, yaitu mereka yang selalu hidup menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan.”(1) Hal yang sama diungkapkan Muhammad Iqbal dalam syairnya: “Berhenti, tak ada tempat di jalan ini. Sikap lamban berarti mati. Mereka yang bergerak, merekalah yang maju ke muka. Mereka yang menunggu, sejenak sekalipun pasti tergilas.” (2) Salah satu ciri yang membedakan antara masyarakat maju dengan masyarakat yang belum maju adalah dalam hal kemampuan adaptasinya terhadap perubahan yang terus terjadi sepanjang kehidupan dalam berbagai aspeknya. Pada masyarakat maju mereka cenderung lebih antisipatif dan aktif memahami perubahan melalui proses belajar sepanjang hayat yang secara kreatif berusaha memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata. Terdapat banyak fakta, bahwa pengetahuan akademis sering kali tidak berdaya dalam mengatasi masalah kehidupan nyata yang kompleks. Mereka yang belajar kreatif dari masalah kehidupan nyata justru sering kali lebih mampu untuk beradaptasi terhadap perubahan. B. Isi Kajian 1. Perubahan Ciri dari suatu kehidupan adalah perubahan, bahkan dapat dikatakan bahwa perubahan merupakan satu-satunya ciri yang melekat pada kehidupan. Perubahan meliputi berbagai aspek kehidupan, bukan hanya dalam penggunaan teknologi, metode, dan sistem-sistem baru, tetapi juga merubah cara berfikir dan berperilaku. Jadi, tidak ada yang kekal di muka bumi ini, kecuali perubahan. Mulai dari hal kecil sampai hal-hal besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak pasti akan selalu megalami perubahan. Sehingga bisa dibilang bahwa sebuah perubahan adalah kekal adanya. Abad 21 merupakan era perubahan global yang sangat cepat dan penuh tantangan, hal ini sebagai akibat dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Robert B. Tucker dalam Bandono (2007) mengindentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu: 1). Kecepatan (Speed), 2). Kenyamanan (Convinience), 3). Gelombang generasi (Age Wave), 4). Pilihan (Choice), 5). Ragam gaya hidup (Life style), 6). Kompetisi harga (Discounting), 7). Pertambahan nilai (Value added), 8). Pelayanan pelanggan (Customer service), 9). Teknologi sebagai andalan (Techno age), 10). Jaminan mutu (Quality control). (3) Dalam lingkup negara-negara ASEAN, Indonesia telah memasuki suatu perubahan besar, khususnya dalam kehidupan ekonomi yang diatur melalui suatu kebijakan global dengan nama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang berarti berlakunya sistem perdagangan bebas di antara negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Adanya kebijakan tersebut akan mendorong terjadinya perubahan dalam perilaku ekonomi masyarakat ASEAN, khususnya dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Perubahan ini di satu sisi akan membuka peluang besar bagi pelaku usaha barang dan jasa, namun di lain sisi hal tersebut akan memicu kompetisi atau persaingan yang semakin tajam antar negara di kawasan Asia Tenggara. Dalam menyongsong berbagai perubahan, tidak ada pilihan lain kecuali harus mampu beradaptasi dengan perubahan, jika tidak ingin menjadi bangsa yang tergilas oleh perubahan. In the past, hard work and loyal service led to a secure future. Today, employers and third-party
payers place a premium on those who continually acquire skills and knowledge and who have the resilience and flexibility to adjust to the evolving needs of the global labor market. Thus, the ability to engage in lifelong self-directed learning is the single most important competence that people must possess.(4) Atas dasar pernyataan tersebut, maka perilaku belajar sepanjang hayat perlu dtumbuhkan pada masyarakat Indonesia agar tidak tergilas perubahan sekaligus dapat berkompetisi atau bersaing dalam pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN. 2. Belajar Sepanjang Hayat Terkait dengan perubahan di abad 21 ini. In late 1997, the Commission for a Nation of Lifelong Learners, made up of leaders in business, labor, education, government, and philanthropy, presented its recommendations in “A Nation Learning: Vision for the 21st Century” (5) The Commission defined lifelong learning as “a continuously supportive process which stimulates and empowers individuals...to acquire all the knowledge, values, skills and understanding they will require throughout their lifetimes...and to apply them with confidence, creativity, and enjoyment in all roles, circumstances, and environments.” (6) Dalam sepanjang hidupnya manusia terus mengalami perubahan, baik yang menyangkut perubahan internal dirinya maupun perubahan lingkungan kehidupan yang dihadapinya. Perubahan internal yang terjadi pada manusia tidak terlepas dari aktivitasnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang juga terus mengalami perubahan. Interaksi manusia dengan lingkunganya yang kemudian menghasilkan pengalaman berupa perubahan perilaku inilah yang oleh teori behavior disebut proses belajar. Hal ini berarti, manusia akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan kehidupannya, apabila berhenti atau kurang aktif melakukan proses belajar. Karena itu manusia harus secara simultan melakukan aktivitas belajar sepanjang hayat agar dapat beradaptasi terhadap perubahan, sekaligus mampu bersaing atau berkompetisi dalam pasar yang terus mengalami perubahan. Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep yang menempatkan kegiatan belajar sebagai aktivitas hidup sehari-hari dalam usaha menjawab rasa ingin tahu atau rasa ingin bisa berbuat sesuatu atau rasa ingin merubah sikap tertentu terkait dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sebagai akibat dari perubahan yang berkelanjutan. Hal ini menegaskan bahwa proses belajar tidak boleh berhenti setelah seseorang menyelesaikan seluruh jenjang pendidikan formalnya di sekolah atau di perguruan tinggi. Bahkan dapat dikatakan, seseorang boleh putus sekolah tetapi tidak boleh putus belajar. This definition emphasizes lifelong learning as (a) continuous (it never stops); (b) supportive (it isn’t done alone); (c) stimulating and empowering (it’s self-directed and active, not passive); (d) incorporating knowledge, values, skills, and understanding (it’s more than what we know); (e) spanning a lifetime (it happens from our first breath to our last); (f) applied (it’s not just for knowledge’s sake); (g) incorporating confidence, creativity, and enjoyment (it’s a positive, fulfilling experience); and (h) inclusive of all roles, circumstances, and environments (it applies not only to our chosen profession, but to our entire life) (7) Seseorang tidak boleh berhenti belajar, karena sepanjang kehidupannya terus menghadapi masalah yang cenderung berbeda seiring dengan terus terjadinya perubahan, baik dalam sekala mikro maupun makro. Namun demikian tidak semua kebutuhan belajar manusia dalam sepanjang hidupnya dapat dipenuhi oleh lembaga pendidikan formal atau sekolah. Hal ini berarti proses belajar sepanjang hayat baik melalui pendidikan non formal, informal maupun belajar mandiri langsung dari kehidupan nyata secara aktif menjadi sangat penting bagi setiap orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan konsep tersebut, maka belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning). Melalui proses belajar sepanjang hayat, seseorang dapat memperbaharui pengetahuan, keterampilan dan sikap-
sikap yang diperlukan dalam rangka penyesuaian diri terhadap perubahan, sehingga tidak tertinggal zaman dan tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya. Lifelong learning has emerged as one of the major challenges for the worldwide knowledge society of the future. A variety of events support this claim: (a) 1996 was the “European Year of Lifelong Learning”; (b) the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) included “Lifetime Education” as one of the key issues in its planning; and (c) the G7-G8 group of countries named “Lifelong Learning” as a main strategy in the fight against unemployment. (8) Pendidikan bukanlah sebagai proses persiapan kehidupan, tetapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Education is not a preparation of life. It’s life itself. Ini adalah pendapat ahli pendidikan John Dewey, seorang ahli pendidikan dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, ia percaya bahwa satuan pendidikan yang disebut sekolah lebih dipandang sebagai satu institusi sosial. Dengan demikian, bagi John Dewey, proses pendidikan sesungguhnya lebih merupakan satu proses sosial, satu proses belajar dalam hidup dan kehidupan. Sekali lagi, John Dewey menyatakan bahwa, “education is a process of living and not a preparation for future living”.(9). Pendidikan yang dipersiapkan untuk masa depan cenderung bersifat akademis dan sering kali tidak menyentuh persoalan dalam kehidupan nyata yang sedang dihadapi. Kehidupan di masa depan sering kali tidak secara tepat dapat diantisipasi sebagai acuan dalam merumuskan kurikulum pendidikan formal. Bahkan kurikulum yang telah dirumuskan untuk masa depan, sering kali tertinggal oleh perubahan. Karena itu belajar dalam kontek belajar sepanjang hayat adalah aktivitas memecahkan masalah kehidupan nyata melalui proses belajar kreatif. The challenge for lifelong learning is to fundamentally rethink learning, teaching, and education for the information age in an attempt to change mind-sets. Lifelong learning involves and engages learners of all ages in acquiring and applying knowledge and skills in the context of authentic, self-directed problems. (8) Proses belajar sepanjang hayat dapat digambarkan sebagai berikut: Dinamika Kehidupan
Masalah Kehidupan Nyata
Individu Lahir
Proses Belajar Sepanjang Hayat
Perubahan Perilaku (Pengetahuan, Keterampilan, dan sikap yang diperlukan)
Kualitas Hidup
Masalah Kehidupan Nyata
Dinamika Kehidupan
Gambar 1 : Proses Belajar Sepanjang Hayat
Tujuan akhir kehidupan Individu
Gambar 1. dapat diartikan, bahwa belajar sepanjang hayat merupakan aktivitas dalam merespon masalah kehidupan nyata sebagai akibat adanya dinamika kehidupan yang terus mengalami perubahan sepanjang kehidupan, sehingga melahirkan perubahan perilaku berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk untuk meningkatkan kualitas hidup sampai akhir kehidupan. 3. Belajar Kreatif dalam Mengatasi Masalah Kehidupan Nyata Untuk mewujudkan generasi yang unggul yang mampu bersaing dalam kehidupan global, maka setiap individu harus terlibat dalam aktivitas belajar sepanjang hayat melalui proses belajar kreatif. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yang secara eksplisit mencantumkan kreativitas siswa menjadi salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa kegiatan belajar harus mampu mengembangkan individu yang kreatif. Kreativitas penting dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak. Alasan pertama, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Kedua, kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Pemikiran kreatif perlu dilatih, karena membuat anak lancar dan luwes (fleksibel) dalam berpikir, maupun melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu melahirkan banyak gagasan. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan individu. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. (10) Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang baru. Creativity is core of all the competencies of your organization because creativity is what makes something better or new. (11) Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubah di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreatif. Implikasinya ialah bahwa kmampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan. (10) Jadi kreativitas merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun produk baru yang efektif dan bersifat imajinatif, fleksibel, suksesi, dan diskontinuitas, serta berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah. Dapat pula dikatakan bahwa kreativitas adalah keterampilan seseorang untuk mengaktualisasikan diri dengan alam dan orang lain, serta mewujudkan potensi diri, menghasilkan gagasan baru, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang tidak dipikirkan orang lain yang mencakup kelancaran, keluwesan, dan tingkat intelegensi. Sedangkan yang dimaksud belajar kreatif adalah semua kegiatan baik fisik maupun mental/spiritual untuk memperoleh pengalaman atau perubahan perilaku melalui proses interaksi dengan lingkungan secara imajinatif, fleksibel, diskontinuitas dalam mengaktualisasikan diri dengan alam dan orang lain, serta dalam mewujudkan potensi diri untuk menghasilkan gagasan baru dan menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang mungkin tidak atau belum dipikirkan orang lain. Terkait hal ini Tornace dan Myres dikutip oleh Triffinger (1980) mengungkapkan, bahwa belajar kreatif adalah menjadi peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidak-harmonisan dan sebagainya. Mengumpulkam informasi yang ada, membataskan kesukaran, atau menunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah dan mengujinya, menyempurnakan dan akhirmnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya. (12)
Proses belajar kreatif dapat diidentifikasi dari adanya: kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan-kemungkinan baru, menyisihkan, memecahkan yang tidak berhasil, salah dan kurang baik, memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estesis, mengkonunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain. (12) Belajar kreatif dapat diartikan sebagai kemampuan individu menciptakan hal-hal baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan informasi yang diperoleh dari sumber belajar berupa pengetahuan sehingga dapat membuat kombinasi yang baru atau berbeda dalam belajarnya, bahkan dapat mengembangkan sendiri aktivitas belajarnya sesuai dengan apa yang ingin diketahui dalam belajarnya untuk mengatasi masalah nyata yang sedang dihadapinya. Ini berarti tujuan belajar harus benar-benar dipahami oleh setiap individu yang melakukan kegiatan belajar. The learner’s involvement in goals setting is a prerequisite to motivated and self-regulated learning (13,14) Jadi, aktivitas belajar sepanjang hayat merupakan perilaku seseorang yang tumbuh dari rasa tanggung jawab dan adanya motivasi untuk mengatasi masalah kehidupan nyata dalam rangka meningkatkan kualitas hidup secara berkesinambungan seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan kehidupannya. C. Penutup/Simpulan Dinamika kehidupan senantiasa melahirkan berbagai perubahan baik yang berlangsung secara alami maupun yang direncanakan. Perubahan terus berlangsung sepanjang kehidupan dan selalu memuculkan masalah atau ketidak seimbangan serta mengancam kemapanan apalagi yang belum mapan. Hanya ada satu cara dalam menghadapi perubahan yang terus berlangsung sepanjang waktu, yaitu melalui proses belajar sepanjang hayat berbasis belajar kreatif dari masalah kehidupan nyata. Proses belajar sepanjang hayat harus menjadi gerakan masyarakat baik dilakukan dengan cara sendiri-sendiri maupun secara kolektif atau bersama dengan membangun sentra-sentra kegiatan belajar di tiap Rukun Warga (RW). Ini dapat dilakukan apabila ada inisiatif kuat dari kepala desa atau kepala kelurahan dengan melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi atau dengan lembaga-lembaga lain yang dapat menyediakan sumber belajar, misalnya Sanggar Kegiatan Belajar atau sumber belajar perorangan dari relawan pendidikan masyarakat. Melalui sentra-sentra kegiatan belajar yang digerakan oleh pengurus RW dan RT. diharapkan dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk belajar berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mengatasi masalah kehidupan yang dirasakan atau dihadapinya secara nyata. Untuk mendukung gerakan masyarakat dalam belajar sepanjang hayat, maka perlu ada tenaga pendamping yang diangkat oleh pemerintah pusat maupun daerah baik sebagai tenaga honorer atau tetap yang dapat mengelola program-program pendidikan non formal di tiap desa. Hal ini sangat mungkin apabila keberadaan dana desa dapat pula digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia desa yang mampu bersaing dalam menghadapi pasar global, melalui sentra-sentra kegiatan belajar masyarakat. Daftar Pustaka: 1. Rhenald Kasali, Change, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007 2. Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1966 3. Bandono, Tantangan Perguruan Tinggi dalam Era Global. Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 45 dan Wisuda Sarjana Universitas PGRI Yogyakarta, 2007
4. KnowlesMS. Learning to learn across the life span. San Francisco, Calif: Jossey-Bass, 1990. 5. Commission for a Nation of Lifelong Learning. A nation learning: vision for the 21st century. Washington, DC: Commission for a Nation of Lifelong Learning, 1997. 6. Jannette Collins, Lifelong Learning in the 21st Century and Beyond, From the Department of Radiology, University of Wisconsin Hospital and Clinics, E3/311 Clinical Science Center, 600 Highland Ave, Madison, WI 53792-3252. Received July 10, 2008. 7. DuyffRL. The value of lifelong learning: key element in professional career development. J Am Diet Assoc1999; 99(5): 538–543. CrossRef, Medline 8. FischerG. Lifelong learning and its support with new media: cultural concerns. In: Smelser NJ, Baltes PB, eds. International encyclopedia of the social & behavioral sciences. Oxford, England: Elsevier, 2001. 9. http://suparlan.com/4/pendidikan-sepanjang-hayat. 10. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 11. Jeff DeGraff & Khaterine (2002) dalam http://guru pembaharu.com/home/mengembangkankreativitas-siswa-dalam- pembelajaran/ diakses, tgl.01/ 12/2014 12. Conny Semiawan dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia, 2004. 13. GredlerM, Schwartz L, Davis M. The effect of goal-setting instruction on self-regulated learning. Presented at the Annual Meeting of the American Educational Research Association, New York, NY, 1996. 14. ZimmermanBJ. A social cognitive view of self-regulated academic learning. J Educ Psychol1989; 81 (3): 329–339. CrossRef