FRATER CMM 1/15
| MENGALAMI PERSAUDARAAN DAN BELAS KASIH | MENGIKUTI JEJAK PARA FRATER | SANT’EGIDIO ANTWERP | PEMBINAAN MELALUI BELAS KASIH | KESATUAN DALAM KERAGAMAN
DAFTAR ISI
Wawancara dengan pemimpin umum
4
Tentang frater Andreas
5
Rumusan misi
Terbitan
Belas kasih berlaku di segala zaman dan di setiap tempat.
Frater CMM, {sebelumnya Ontmoetingen (Encounters)}, adalah majalah triwulan Kongregasi Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelas kasih (Frater CMM). Langganan gratis (dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini).
Belas kasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belas kasih meninggalkan jejaknya dalam sejarah. Pelbagai bentuk penampilan belas kasih merupakan ungkapan masyarakat tempat lahirnya belas kasih dan spiritualitas yang mendukungnya. Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelas kasih, berakar dalam semangat belas kasih Kristiani.
Staf Redaksi: Bpk. Rien Vissers (pemimpin redaksi), Fr. Edward Gresnigt, Fr. Ad de Kok, Nathalie Bastiaansen, Bpk. Peter van Zoest (redaktur pelaksana) Penerjemah: Sdr. Steve Wakidi, fr. Benyamin Tunggu Desain dan layout: Heldergroen www.heldergroen.nl Dicetak: Percetakan Avios, Ringroad Barat, Banyuraden - Gamping, Sleman Yogyakarta Kontak: Frater CMM Jalan Ampel 6/10, Papringan Yogyakarta 55281 E-mail:
[email protected] Website www.cmmbrothers.org Kontribusi sukarela untuk mengganti ongkos sangat dihargai dan silakan transfer ke: BCA KCU Yogyakarta no. rek.: 0375600990 a.n. Martinus Max Mangundap/Emarius Gule
Perumpamaan tentang anak yang hilang, Rembrandt
2
Foto depan: Mary Mboya (perawat), Gretty Fokker, Jacqueline Awino (sekretaris), Christine Atieno (ahli farmasi) dan anaknya perempuan dalam Proyek Terpadu Oyugis di Kenya. Lihat halaman 6-8. Foto belakang: Awan di langit senja, Limoges, Perancis (foto: Frater Ad de Kok).
MENGALAMI PERSAUDARAAN DAN BELAS KASIH
6
MENGIKUTI JEJAK PARA FRATER
9
SANT’EGIDIO ANTWERP
10
DARI staf REDAKSI Jika Anda belum memiliki rencana liburan, Anda harus menengok sebentar halaman 9. Sekarang Anda bisa melakukan ‘perjalanan inspirasional’ ke Kenya di bulan Oktober, dengan tema sentral: “Karya-karya Belas Kasih: Mengikuti Jejak Para Frater di Tilburg’. Perjalanan unik selama empat belas hari menyusuri Negara Afrika ini dikelola oleh Agen Travel Katolik VNB. Hal ini dipicu oleh pengalaman-pengalaman Gretty Fokker, yang bekerja selama tiga bulan dalam Proyek Terpadu Oyugis milik Para Frater CMM di Kenya. Dia melaporkan pengalaman-pengalamannya secara panjang lebar. Edisi ini mulai dengan sebuah feature baru: ‘Simbol’. Selama sidang umum tahun 2014 semua peserta diminta untuk mempresentasikan sebuah simbol yang mencerminkan pandangan mereka masingmasing akan masa depan Kongregasi, misi, atau kehidupan religius pribadi mereka. Hasilnya adalah kisah-kisah yang mengagumkan yang bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang merasa tertarik oleh karisma para Frater CMM. Seorang yang secara pribadi sangat terinspirasi oleh spiritualitas dan karya para frater adalah Joris de Wit. Selama magang ia menghabiskan waktu bersama De Vuurhaard di Udenhout, sebuah tempat untuk perlindungan sementara bagi para pengungsi. Kata ‘belas kasih’, sebuah konsep yang amat dijunjung tinggi oleh para frater, memiliki makna yang lebih dalam baginya. Dalam edisi kali ini dia melaporkan mengenai temuan-temuannya. Sejumlah anggota asosiasi mendapatkan inspirasi ekstra dari komunitas Sant’Egidio di Antwerp, sebagaimana biasa dibaca dalam laporan Christianne van de Wal. Singkatnya: edisi Frater CMM ini bisa disebut ‘inspiratif’.
PEMBINAAN MELALUI BELAS KASIH
12
FOTO-FOTO RUMAH PUSAT
KESATUAN DALAM KERAGAMAN
16
SUKACITA!
17
14
simbol
18
BERITA SINGKAT
19
In Memoriam
22
KASIH KARUNIANYA TELAH DEKAT
23 3
Wawancara DENGAN PEMIMPIN UMUM
Selama kunjungan saya ke berbagai tempat yang menjadi wilayah karya Kongregasi kita, saya bertemu dengan teman-teman frater yang mengalami hidup spiritualitas yang mendalam. Mereka adalah ikon hidup dalam hal persaudaraan dan belas kasih. Saya juga melihat bagaimana para frater muda meninggalkan kita. Oleh sebab itu saya bertanya kepada diri sendiri: bagaimana saya menghidupi kaul-kaul saya di saat –saat untung maupun malang? Bagaimana memperdalam pengalaman itu? Bagaimana tetap terus berjalan saat situasi menjadi sulit? Suatu dasar rohani yang kokoh amat dibutuhkan. Para frater muda mencari rumah di dalam Kongregasi, khususnya rumah dalam artian rohani dari kata tersebut. Ketika mereka tidak menemukan rumah tersebut, mereka pergi. Dalam pencarian tersebut kebutuhan rohani harus terus menjadi fokus perhatian. Bukan saja kehendak baik para frater muda yang menjadi sangat penting, namun juga kualitas pembinaan dan bimbingan juga sangat menentukan. Semua kebutuhan ini harus dipenuhi di dalam kehidupan yang penuh dengan sukacita! Sukacita dalam hal semua yang dialami. Kepada sukacita inilah Kitab Suci mengundang kita: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”. (Yeremia 17:7-8). Bagaimana kita tetap setia kepada panggilan kita ketika kita mengalami saat yang sulit? Untungnya ada orang-orang yang selalu menjadi sumber inspirasi, entah jauh maupun dekat, yang gaya hidupnya bisa menjadi teladan dan memberi kita dukungan kekuatan. Belum lama ini saya mengalami hal ini sendiri bersama rekan frater kita Frater Cristino Gemen, yang meninggal di Belo Horizonte pada tanggal 4 januari 2015, pada usia 78 tahun. Saya tinggal beberapa minggu di Brazil akhir tahun lalu. Saya menjenguknya 4
setiap hari. Frater Cristino dalam kondisi sakit parah, namun sampai akhir hayatnya ia tetap memegang komitmen dan penuh dengan sukacita. Meskipun dekat dengan kematian, ia memenuhiku dengan energi! Dalam edisi Frater CMM sebelumnya saya bicara mengenai pentingnya kehidupan komunitas. Ketika kita saling mendukung satu sama lain sebagai saudara, kehidupan komunitas akan berkembang menjadi saksi bagi Injil dan memberikan keuntungan bagi para frater sendiri dan lingkungan sekitar tempat mereka hidup dan berkarya. Pedoman Hidup kita memiliki kata-kata yang inspiratif untuk pembinaan para frater muda di dalam komunitas. Saya mengajak semua frater untuk terusmenerus menggali inspirasi dari dalamnya. Akhirnya formasi adalah proses sepanjang hidup. “Ikut serta dalam hidup sehari-hari di komunitas, memberi kesempatan khusus untuk berkembang di bidang rohani, dan membiasakan diri dengan cara hidup dalam komunitas kita. Sikap mereka yang hidup serumah dengan calon-calon sangat penting bagi frater dalam proses pembiasaan diri. Dalam diri sesama frater dia harus dapat mengalami makna keimanan yang asli serta inspirasi injili bagi perwujudan cita-citanya” (Konstituti I, 353-355). Pewawancara Rien Vissers
Tentang Frater Andreas
SI PEMARAH Tidak semua frater di Ruwenberg sesabar dan selembut Frater Andreas. Ambil contoh, misalnya, Frater Alexius Jansen, yang sedikit lebih tua dibandingkan Frater Andreas. Ia terkenal gampang marah dan sering diledeki karenanya oleh teman frater. Sejarah rumah frater memuat deskripsi rapi mengenai kepribadiannya yang ditulis oleh Frater Amatus Hosemans..
“Ia berperawakan pendek dan sebuah pepatah Inggris sangat pas untuknya: ‘A little pot is soon hot’ (Panci yang kecil cepat panas). Mudah marah saat bekerja, berapi-api saat berbicara, mudah terbakar emosi saat pekerjaan tidak berjalan lancar atau ketika sesuatu mengganggunya. Ia sendiri sangat sadar akan hal itu dan sesudah ledakan kemarahannya yang sangat gampang terjadi – ketika kami menertawakannya – ia menjadi orang yang tertawa paling keras. Ia pernah mengatakan: ‘Saya tidak tahu bagaimana orang bisa bersama anak-anak sepanjang hari dan tidak menjadi marah.’ Saat memperbaiki Gua Lourdes, Frater Prudentius, direktur, telah membuat sebuah kepala kambing
mencuat dari batu. Benar-benar tidak pada tempatnya, demikian kata Frater Alexius. Sama seperti kebanyakan dari kami ia pergi ke gua setiap pagi untuk mempersembahkan pekerjaannya hari itu kepada Maria, tetapi kepala kambing itu benar-benar membuatnya gusar. Suatu pagi aku melihatnya pergi ke gua. Dia tidak melihatku. Di tangan kananya ia memegang manik-manik rosasio. Itu normal. Tetapi di tangan kirinya ia memegang sesuatu yang tersembunyi di dalam jubahnya. Ketika tiba di gua ia memeriksa sekeliling. Tidak ada yang melihatnya, pikirnya. Dari dalam jubahnya ia mengeluarkan sebuah kapak, dengan kedua tangan ia memegangnya, mengayunkannya tinggi dan … kepala kambing itu melayang jatuh ke tanah. … Kami meledeknya habishabisan mengenai hal ini, khususnya ketika beberapa hari kemudian kepala itu tumbuh kembali.” “Teman, kau sudah berada di surga sekarang, sementara kami tertawa senang. Semoga kami bisa melawan kelemahan-kelemahan besar kami seperti engkau melawan kelemahankelemahanmu,” desah penulis sejarah. Hampir empat puluh tahun Frater Andreas dan Frater Alexius hidup bersama dalam komunitas yang sama. Mereka bersaing satu sama lain dalam memerangi kesalahan mereka. Bagaimana ‘frater suci’ dan ‘frater pemarah’ bisa hidup bersama-sama? Charles van Leeuwen Gua Lourdes Ruwenberg.
5
KENYA
MENGALAMI PERSAUDARAAN DAN BELAS KASIH Gretty Fokker (28), salah satu ‘Duta Persaudaraan Seluas Dunia’, Gerakan Pemuda CMM, pergi pada akhir September 2014 menuju Oyugis, Kenya, untuk bekerja selama beberapa bulan sebagai relawan di OIP (Proyek Terpadu Oyugis) Frater CMM. Proyek ini bertujuan untuk mencegah infeksi HIV / AIDS dan `untuk memberikan perawatan dan dukungan kepada orang-orang yang menderita penyakit tersebut. Gretty belajar untuk menjadi dokter umum. Dia bekerja di pusat kesehatan OIP, yang memberikan layanan perawatan kesehatan kepada masyarakat. Pertengahan Desember 2014 ia kembali ke Belanda. Bagaimana pengalamannya selama berada di Kenya?
Merasa terhubung
Gretty Fokker. Pada tahun 2007 saya bergabung dengan ‘Duta’, pertama-tama untuk perjalanan yang sangat istimewa mengikuti Hari Pemuda Sedunia di Sydney pada tahun 2008. Tetapi gerakan ini berjanji untuk memiliki begitu banyak program lagi. Persiapannya intens, instruktif, dan memperdalam spiritual serta memotivasi dan perjalanan itu sendiri sangat luar biasa. Dalam jangka waktu tiga minggu suasana persaudaraan yang erat berkembang dengan orang-orang dari seluruh dunia (Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia, dan Belanda). Persahabatan yang kuat tumbuh dengan orang-orang muda yang semula bahkan kami tidak tahu seperti apa rupa mereka. Kami merayakannya, kami bernyanyi, kami berbicara dan tertawa. Ikatan persahabatan terus berlanjut setelah perjalanan tersebut usai. Kami tetap berhubungan melalui email dan Facebook. Sejak saat itu saya telah ke Kenya beberapa kali, tetapi tidak lebih dari beberapa minggu setiap kali kunjungan. Persahabatan yang dikembangkan pada tahun 2008 terus bertumbuh dan teman-teman baru berdatangan. 6
Pada tahun 2014 saya sangat sibuk tenggelam dalam penelitian dokter saya. Sebuah momen refleksi ... dalam 18 bulan waktu saya akan menyelesaikan studi saya dan saya bisa mulai menetap sebagai dokter umum. Tapi gagasan yang membuatku memulai karier di bidang medis masih ada ... Saya juga senang bekerja di Afrika, atau setidaknya saya ingin mengalami sekali saja bagaimana rasanya bekerja di sana. Setelah berbicara dengan Pemimpin Umum Frater Huitema pada saat itu, aku tahu apa yang harus kulakukan: saya akan pergi ke Oyugis di Kenya untuk bergabung dengan tim di pusat kesehatan Frater CMM. Aku tiba di Nairobi Bandara pada tanggal 22 September dan disambut oleh seorang frater dan tiga duta. Perasaan terhubung segera muncul kembali dan dalam minggu-minggu berikutnya akan semakin menguat. Setelah seminggu pertemuan istimewa dan hangat dengan para duta, saya menuju Oyugis dan
Bangunan OIP.
Mary Mboya (perawat medis), Gretty Fokker, Jacqueline Awino (sekretaris), Christine Atieno (apoteker) dan putrinya di OIP. mengenal lebih dekat dengan proyek tersebut. Saya sangat kagum pada berbagai kegiatan: tata busana, dana sekolah dan perpustakaan, dukungan dari orangorang dalam berbagai cara, dan tentu saja departemen kesehatan. Saya bekerja di sana selama hampir tiga bulan.
Perawatan kesehatan Pusat medis melayani sebagian besar untuk mereka yang terinfeksi HIV. Tujuh belas persen dari populasi adalah HIV-positif. Di OIP orang dapat menjalani tes, menerima informasi mengenai HIV dan ketika mereka terinfeksi mereka bisa berpartisipasi dalam program pengobatan. Mereka menjalani tes rutin, mendapatkan perhatian pribadi dan pengobatan gratis. Mereka terlebih dahulu disaring oleh perawat, dan kemudian mengunjungi dokter yang memberikan resep dan jika perlu memutuskan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Lalu ada bagian pasien rawat jalan, tempat saya bekerja, tempat setiap orang dapat mengajukan permohonan untuk perawatan medis. Saya perhatikan bagaimana pasien menemukan pengobatan di sini menyenangkan dan terjangkau semua. Berbagai keluhan dan penyakit ditangani: malaria, tifus, influenza, sakit kepala, asma, tekanan darah tinggi, HIV, dan luka terbuka besar yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyembuhkannya; daftarnya bisa berlanjut. Perawatan kesehatan di Kenya sangat berbeda dengan yang ada di Belanda. Hampir tidak ada asuransi kesehatan, sehingga setiap kunjungan ke dokter, setiap uji laboratorium, setiap obat harus dibayar. Tapi banyak pasien tidak punya
uang. Hampir setiap pasien dikirim ke laboratorium, biasanya dites penyakit malaria dan tifus. Tes ini tidak semuanya handal, tapi tidak ada yang bisa kami lakukan tentang hal itu. Pemeriksaan fisik jarang dilakukan dan hampir setiap pasien diberikan antibiotik untuk infeksi bakteri atau untuk mencegahnya. Resistensi (terhadap antibiotik) yang mungkin dihasilkan dari praktik ini – yang sangat kami takutkan di Belanda – tidak diperhatikan di Kenya. Dari satu sudut pandang ini cukup dimengerti karena orangorang di sini jauh lebih rentan terhadap infeksi karena kondisi hidup secara keseluruhan. Anda tidak mudah meminta orang untuk datang kembali keesokan harinya untuk mengetahui bagaimana perkembangan yang sudah mereka alami. Tapi kadang-kadang itu sangat membuat frustasi dan menimbulkan diskusi yang tak terelakkan. Saya belajar banyak dari itu dan mudahmudahan mitra diskusi saya mendapatkan manfaat yang sama.
Kemiskinan Setiap hari kerja saya ada untuk menerima konsultasi bersama dengan seorang perawat. Dengan cara ini menjadi mudah untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan. Saya berharap bahwa beberapa hal yang saya usulkan akan diterima dan dilaksanakan. Saya jelas membawa pulang banyak hal yang saya pelajari. Hal yang paling sulit adalah kemiskinan. Menyakitkan untuk mendengar bahwa pasien tidak dapat membayar untuk pengobatan mereka atau tidak mampu mendapatkan satu euro untuk membayar uji laboratorium. Anda melihat pasien datang kembali yang tidak pergi ke rumah sakit 7
karena biaya, meskipun kami telah merujuk mereka ke rumah sakit untuk perawatan atau pemeriksaan. Dan kemudian Anda berupaya merawat mereka sendiri sebisa mungkin. Namun, setelah saya sendiri mengunjungi rumah sakit setempat, tampaknya lebih baik untuk tidak banyak membuat rujukan ke sana karena kondisi di sana yang menyedihkan.
Anak-anak dari lingkungan sekitar.
Belajar banyak hal OIP benar-benar merupakan bantuan besar untuk penduduk Oyugis karena proyek tersebut dimaksudkan sebagai sebuah pendekatan terpadu dan memberikan dukungan kepada seluruh penduduk di daerah terebut. Mereka yang bekerja di OIP mendorong orang untuk menjadi mandiri dan mereka mencoba untuk membentuk jaringan di kalangan penduduk untuk saling mendukung. Proyek ini membuat kontribusi penting untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Pusat perawatan kesehatan benar-benar membantu masyarakat jika dibandingkan dengan rumah sakit kabupaten yang memprihatinkan dan penuh sesak atau alternatif layanan kesehatan lain yang lebih mahal di
daerah tersebut. Saya telah belajar banyak baik dalam hal medis tetapi juga pada tingkat pribadi. Saya telah mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Kenya dan budayanya. Saya telah melihat bagaimana orang berhadapan dengan kemiskinan, bagaimana mereka harus berjuang keras untuk mendapatkan makanan yang cukup di atas meja, seberapa kuat mereka dapat bertahan dalam keadaan sulit dan bagaimana orang-orang mengatasi penderitaan. Saya juga telah melihat banyak hal yang indah: orang-orang yang benar-benar menikmati hidup dan menghidupi iman mereka dengan sukacita. Tinggal bersama dengan para frater juga berarti banyak untuk saya. Aku diizinkan untuk ikut perayakan dengan mereka: Ekaristi di pagi hari dan doa pada malam hari. Saya sudah bisa merasakan kehidupan mereka selama beberapa bulan. Ini telah memberi saya akar lebih kuat dalam iman saya dan membuat saya lebih kuat sebagai pribadi. Mereka benar-benar membuat saya merasa kerasan di rumah mereka. Selama seminggu saya bisa berbagi pengalaman saya di Kenya dengan orang tua saya. Dalam satu minggu mereka mengunjungi semua proyek Frater CMM di Kenya, sebuah perjalanan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada orang tua saya. Setelah mendengar pengalaman kami, di bulan Oktober 2015 VNB (Vereniging Nationale Bedevaarten - Asosiasi Nasional untuk Ziarah) menyelenggarakan sebuah ‘perjalanan inspirasional’ ke Kenya dengan tema: Karya Belas Kasih: Mengikuti Jejak Frater-Frater Tilburg’. Selama perjalanan ini banyak proyek dari para frater akan dikunjungi, termasuk OIP. Anda dapat menulis tentang pengalaman dalam kata-kata, atau membicarakannya, tapi mengalami sendiri pengalaman itu yang jauh lebih efektif. Gretty Fokker
Pertemuan akhir tahun para duta besar di novisiat Frater-Frater CMM di Sigona, Kenya. 8
KENYA
MENGIKUTI JEJAK PARA FRATER Biro perjalanan Katolik, VNB (Vereniging Nationale Bedevaarten, {Asosiasi Ziarah Nasional}) menyelenggarakan ‘perjalanan inspirasi’ ke Kenya, dari 9 sampai 23 Oktober, 2015 dengan tema: ‘Karya Belas Kasih: Mengikuti Jejak Pra Frater di Tilburg‘. Pengalaman Gretty Fokker memicu acara ini. Gretty adalah salah satu ‘Duta Persaudaraan Seluas Sedunia’, gerakan pemuda Frater CMM. Tahun lalu dia menjadi relawan untuk Proyek Terpadu Oyugis (OIP) dari Kongregasi di Kenya (lihat halaman 6-8). “Berkenalan dengan Kenya dengan cara yang sangat istimewa,” demikian tulisan di brosur VNB. “Ikuti perjalanan yang memberikan perhatian khusus pada karya-karya belas kasih di sebuah negara Afrika. Ini adalah negara dengan pemandangan yang luar biasa, budaya berwarna-warni, dan salah satu negara yang terus berkembang secara dinamis. Perjalanan ini lebih dari sekadar safari; kita akan merasakan bagaimana Kenya merayakan iman mereka, seperti apa kehidupan lokal mereka, dan bagaimana proyek-proyek membantu negara itu untuk terus bergerak maju.”
‘Pengalaman khusus’
Menjual pisang di dekat mobil..
Peserta akan mengunjungi komunitas-komunitas dan berbagai proyek Frater CMM. “Kita akan merayakan hidup dengan para frater dan penduduk setempat,” demikianlah dinyatakan oleh VNB. “Perjalanan ini juga akan mengunjungi sekolah-sekolah dasar dan
menengah, proyek kesehatan, perkebunan teh, dan rumah-rumah penduduk serta lingkungannya. Kita juga akan berbincang-bincang dengan para frater yang bekerja di penjara Kenya dan akan mengunjungi kuilkuil setempat dan kota-kota di Kenya. Ini akan menjadi perjalanan yang bermakna, penuh dengan pengalaman yang unik!” Kita akan melakukan perjalanan menggunakan bus selama di Kenya dan pada kesempatan-kesempatan tertentu menggunakan minibus. Malam hari kita akan menginap di hotel sederhana atau di rumah frater. Selama tiga hari pertama, misalnya, para peserta akan tinggal di novisiat Kongregasi di Sigona, tidak jauh dari ibukota Nairobi. Di Oyugis rombongan akan diajak mengenal proyek kesehatan yang dijalankan oleh kongregasi. Dari sana rombongan akan terus melakukan perjalanan ke sekolah-sekolah frater di Mosocho dan Sikri. Program ini, selain kunjungan wisata, juga antara lain akan mengunjungi komunitaskomunitas frater di Molo dan Nakuru. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di www.vnb.nl, ‘onze reizen’, ‘inspiratiereizen’.
Salah satu halaman dari brosur perjalanan VNB.
Peter van Zoest 9
BELANDA
Masuk ke bekas biara White Sisters (Suster Putih) di Kammenstraat di Antwerp, tempat Komunitas Sant’Egidio berada.
MENENGOK ‘DAPUR’ SANT’EGIDIO ANTWERP Anggota asosiasi Frits Aarts, Betty Karhof, Henk dan Trudy Mutsaers, Lex van der Poel, Nelleke Verstijnen dan Henk dan Christianne van de Wal, didampingi oleh Frater Niek Hanckmann dari dewan umum melakukan kunjungan ke komunitas Sant’Egidio di Antwerpen pada tanggal 22 November 2014. Christianne van de Wal melaporkan. Frater Niek Hanckmann mengenal beberapa relawan dari organisasi ini dan dengan demikian sudah mengubungi mereka sebelum kunjungan kami. Filip Wieers, rekan kerja Sant’Egidio sejak dari awal, menyambut kami dengan ramah di ruang tamu fasilitas megah ini. Dia berbicara tentang sejarah bangunan ini: biara tua White Sisters in Kammenstraat, yang telah digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain sebagai pusat Serikat St. Vinsensius a Paulo. Serikat ini masih menggunakan sebagian kecil dari bangunan ini. Namun, Filip menghibur kami terutama dengan penjelasannya yang menarik mengenai awal mula Sant’Egidio di Belgia.
Komunitas awam Komunitas Sant’Egidio adalah komunitas awam Kristen dengan 60.000 anggota, tersebar di lebih dari 70 negara di semua benua. Mereka bertemu untuk berdoa dan untuk menciptakan hubungan persahabatan dengan yang termiskin dari kota mereka sendiri. Sant’Egidio sedunia berkomitmen untuk mewujudkan dialog antar-agama dan resolusi damai dari konflik. Komunitas ini didirikan di Roma pada tahun 1968. Namanya berasal dari gereja kecil Sant’Egidio di lingkungan Trastevere, yang masih menjadi tempat beradanya kantor pusat dari komunitas tersebut. Antwerpen adalah pusat untuk Low Countries dan ada komunitas-komunitas di Amsterdam, Apeldoorn, Nijmegen dan Utrecht. Sebagai seorang mahasiswa muda Filip Wieers mendampingi Hilde Kieboom, pendiri cabang Sant’Egidio di Belgia, dan orang-orang lain yang berminat ke Roma dalam rangka untuk mengunjungi 10
komunitas-komunitas di sana. Tergerak oleh apa yang ia lihat dan alami di dalam gereja bersama orangorang muda dari seluruh dunia yang mendedikasikan diri mereka kepada orang miskin, memunculkan keinginan di dalam dirinya dan tujuh orang lainnya yang antusias untuk mulai mencari orang-orang yang terpinggirkan di kota mereka Antwerpen. Para pelopor ini bertemu banyak anak-anak yang ditinggalkan dan tak terawat di daerah pelabuhan kota mereka dan mengunjungi bangunan bobrok tempat orang-orang tua kesepian benar-benar ditinggalkan dan menjalani nasib mereka sendiri. Filip menyebut banyak tunawisma tersebut sebagai “orang kusta hari ini”, dan berbicara tentang sejumlah besar bangsa dan semua masalah yang mereka hadapi.
Injil Komunitas berawal di Belgia pada tahun 1994 dan segera komponen penting didirikan: ‘Kamiano’, restoran. Ke tempat ini, dua kali seminggu, orang miskin diundang untuk makanan hangat. ‘Kamiano’ adalah nama yang diberikan kepada Pastor Damian oleh orang-orang dari Molokai, salah satu dari Kepulauan Hawaii yang menjadi tempatnya bekerja di antara para penderita kusta. Restoran terbuka untuk banyak tunawisma dan orang miskin pada hari Rabu dan Sabtu dari pukul 16:30 sampai 19:30. Menakjubkan, 300 hingga 400 orang selalu disambut oleh para relawan, yang berusaha yang terbaik untuk menyenangkan para tamu. Selain itu mereka telah memperkenalkan ‘Kamiano Welcome Center, sebuah rumah terbuka, di mana orang-orang tunawisma dapat menemukan tempat untuk mandi,
mendapatkan secangkir kopi atau ngobrol di hari Senin, Selasa, Kamis atau Jumat pagi. Di sana mereka melakukan upaya mulia untuk mengembalikan mereka yang terpinggirkan kepada kemanusiaan yang layak setidaknya dengan memberikan mereka perasaan bahwa ada seseorang yang berada di pihak mereka. Ada layanan doa di malam hari di gereja Carolus Borromeus, agar Injil benar-benar menjadi bagian dari layanan bagi mereka yang membutuhkan. Selain itu, sebuah pusat penyambutan bagi warga jompo telah didirikan di Antwerp di salah satu bagian bangunan di Kammenstraat, yang disebut ‘Simon dan Hanna’. Ada delapan orang jompo tunggal menikmati ketenangan, perhatian dan kesadaran bahwa mereka diizinkan untuk mengisi tahun-tahun terakhir kehidupan mereka dengan hobi mereka, dengan ruang dan harta benda mereka sendiri, dengan makanan yang baik dan bersama teman-teman di sekitar mereka.
Relawan Filip memandu kami dalam mengunjungi bangunan tersebut dan kami sangat terkesan dengan semangat dan keramahtamahan sambutan mereka. Binar di mata, senyum, dan kegembiraan dari para senior yang hadir menegaskan pesona proyek ini. Benar-benar hampir ada sekitar seribu relawan yang terlibat dalam pekerjaan ini. Mereka bekerja di ‘Kamiano’ tetapi juga di ‘Sekolah Damai’, di sana anak-anak bisa datang setelah sekolah untuk mendapatkan bantuan dengan pekerjaan rumah mereka dan bisa mengikuti semua jenis kegiatan yang diselenggarakan untuk mereka. Filip membagikan banyak cerita dan anekdot dan kami terpesona ketika ia menjelaskan bagaimana menata semua hal terutama selama masa Natal. Masa Natal merupakan masa yang paling sibuk dalam setahun untuk urusan tunawisma. Ratusan (700 sampai 800!) tunawisma diundang untuk makan di meja-meja yang dihiasi dengan indah di sebuah gereja di Antwerp. Tetapi juga kunjungan untuk para tahanan: delapan puluh relawan mengubah kantin penjara secara ajaib menjadi ruang pesta Natal dan para tahanan diundang sekali setahun untuk jamuan makan khusus ini. Filip menegaskan bahwa komunitas mampu mengelola kondisi keuangan mereka melalui berbagai sumbangan dari lembaga, ordo dan kongregasi religius (misalnya Frater CMM), hibah dari kota Antwerpen (satu euro per makan) dan ‘Godparent Initiative’: orang dapat menjadi godfather atau godmother dengan cara memberikan donasi bulanan untuk makanan.
Menyingsingkan Lengan Baju Setelah penjelasan menarik oleh Filip, sekarang tiba giliran Pascale Bemelmans untuk menjelaskan kepada kami dan sekelompok mahasiswa teologi dari Nijmegen bagaimana ‘Kamiano’ dikelola dan bagaimana makanan disediakan. Dia juga memberitahu kami bagaimana kami sendiri harus menyingsingkan lengan baju dan terlibat dalam pekerjaan. Namun terlebih dahulu ia membawa kami melewati kapel di kompleks tersebut dan selain beberapa ikon di dinding kami juga melihat meja yang penuh dengan salib dari seluruh dunia dan sebuah buku yang memuat catatan nama-nama dan sifat-sifat pribadi dari tunawisma kesepian yang sudah meninggal. Fakta akan adanya perhatian, bahwa mereka tidak dilupakan, dihargai oleh banyak orang yang hidup sendirian. Pada tanggal satu bulan November nama-nama orang yang sudah meninggal dari tahun sebelumnya diperingati dan peringatan ini setiap tahunnya selalu menjadi momen yang emosional. Sekarang tiba waktunya untuk bertindak. Pertama kami diminta untuk memasukkan selimut ke dalam tastas di fasilitas penyimpanan. Tas-tas ini akan diberikan kepada para tunawisma dan miskin sebagai hadiah Natal. Kemudian kami berpasangan di ‘Kamiano’ untuk menyiapkan dan menghidangkan makanan, memilah sampah, bersih-bersih, dan bergaul dengan mereka yang hadir. Meja makan ditata lagi dan lagi untuk para tamu yang terus berubah. Sup disajikan, dengan pasta lasagna dan makanan pencuci mulut. Pekerjaan ini adalah puncak dalam sehari dan masing-masing dari kami terinspirasi oleh kehadiran para pemimpin yang unik dan penuh kehangatan dan pesona Sant’Egidio! Jika mereka memulai sebuah cabang di Tilburg kami tahu apa yang harus dilakukan!!
Penuh rasa syukur Setelah sore mengesankan kami kembali ke rumah. Setelah istirahat sejenak dan menikmati camilan hangat di St. Job in ‘t Goor, kami melanjutkan perjalanan kami ke Generalat di Tilburg. Di sana kami bergabung dalam menyambut para anggota dewan umum dari Indonesia. Tidak perlu dikatakan bahwa kami benar-benar berterima kasih kepada Frater Niek Hanckmann, berterima kasih kepada satu sama lain dan kepada Sant’Egidio untuk pengalaman yang luar biasa ini. Christianne van de Wal
11
BELANDA
Joris de Wit (kanan) dengan seorang pengungsi dari Benin dan relawan Yvonne Boers di De Vuurhaard.
PEMBINAAN MELALUI BELAS KASIH Joris de Wit, seorang mahasiswa di Fontys College di Tilburg, magang sejak November lalu di penampungan pengungsi komunitas De Vuurhaard di Udenhout. Ia juga terlibat dalam program ‘pop-in lunch’ (makan siang bagi pengunjung mendadak dan singkat) di komunitas frater Elim di Tilburg. Apa alasannya ia melakukan hal ini dan bagaimana perasaannya tentang ‘formasi dalam belas kasih’? Pada bulan Desember 2012 aku memasuki usia 29, memiliki pekerjaan yang baik, dan tidak ada alasan untuk mengeluh. Namun, saya melewatkan sesuatu dan perasaan ini terus menggerogoti saya; apa yang ingin saya lakukan dengan hidup saya? ‘Dilema tiga puluhan’ yang lazim. Saya selalu memiliki minat dalam hal agama dan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama serta keinginan untuk melayani bagi orangorang yang benar-benar membutuhkan bantuan. Ketika saya menemukan program studi konsultasi filosofis di Fontys College di Tilburg, saya tahu bahwa ini akan menempatkan saya di jalan yang benar. Program studi ini tidak secara eksklusif berorientasi kepada iman Katolik, tetapi juga berkaitan dengan agama dan filsafat lainnya yang pas dengan masyarakat modern yang multi-agama.
Sangat rumit Pada tahun 2013 saya mulai dengan alternatif paruh waktu dan mengombinasikannya dengan pekerjaan paruh waktu. Dalam magang saya di De Vuurhaard saya ingin menemukan apa artinya bekerja dari perspektif dan panggilan Katolik. Selain itu saya mendapatkan pengalaman dalam bekerja dengan kelompok sasaran yang saya sukai. Sebelum memulai 12
studi, saya melakukan perjalanan menyusuri Timur Tengah. Di Irak dan Israel saya belajar banyak tentang masalah-masalah yang ada di sana. Ketika saya memasuki De Vuurhaard saya awalnya terkejut oleh keadaan akan adanya banyak pengungsi yang proses hukumnya habis yang tinggal di Belanda. Orangorang ini, yang sering melarikan diri dari daerah yang dilanda perang, telah melalui begitu banyak gejolak, yang dibiarkan nasibnya di tangan mereka sendiri dan menjalani kehidupan di jalanan di negara makmur seperti Belanda. Terlalu menyederhanakan persoalan untuk menyalahkan birokrasi dan proses hukum yang tidak berkesudahan, karena selama beberapa bulan terakhir saya telah menemukan bahwa masalah pengungsi adalah masalah yang sangat besar dan rumit. Solusi mudah tidak tersedia. Untungnya ada rumah aman sementara untuk para pengungsi seperti De Vuurhaard. Di sini para pengungsi memiliki kesempatan untuk mengambil nafas dan mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya: memulai prosedur banding baru atau kembali ke tanah air mereka. Saya juga menemukan bahwa pekerjaan mulia ini tidak selalu mudah bagi para frater dan para relawan.
Dilema Penanganan para pengungsi berlangsung dalam kerja sama dengan Organisasi Pengungsi dan pengaturan yang jelas dibuat tentang durasi tinggal di De Vuurhaard. Namun, apa yang terjadi ketika seseorang tinggal melebihi batas waktu yang ditentukan dan tidak dapat menemukan tempat lain? Apa yang harus dilakukan ketika seseorang harus pergi dan tidak memiliki tempat untuk dituju, sebagian karena kelalaiannya sendiri untuk masa depannya? Di luar turun salju dan di suatu tempat pengungsi benarbenar tersesat di dalam birokrasi Belanda; lalu bagaimana sekarang? Ini adalah dilema yang sulit, tapi pada kesempatan yang sama saya menemukan bagaimana spiritualitas para frater memainkan peran dalam pekerjaan mereka. Apakah kita berani membuat keputusan untuk membiarkan orang muda keluar di jalanan sehingga ia dipaksa untuk memikul tanggung jawab untuk kesulitannya sendiri? Mungkin itu memang dorongan paksaan yang dia butuhkan. Atau apakah kita menerima suatu keadaan bahwa kita berhadapan dengan jiwa yang hilang yang tidak bisa mengelola hidupnya sendiri pada saat ini dan membutuhkan uluran tangan? Dengan melihat dilema dengan cara ini saya pikir kita melakukan keadilan kepada orang yang bersangkutan. Persoalannya berpusat pada apa yang terbaik baginya. Dibutuhkan waktu dan keberanian untuk membuat keputusan sulit. Kedua kualitas ini sering tidak ditemukan dalam masyarakat modern kita dan ini adalah apa yang membuat karya para frater menjadi berbeda.
Belas kasih Selain magang saya di De Vuurhaard saya juga terlibat dengan program ‘pop-in lunch’ komunitas Elim di Tilburg. Saya menemukan dunia paralel lain di Belanda: dunia kemiskinan dan kesepian. Para frater dari Elim, bekerja sama dengan paroki Peerke Donders memiliki kepedulian untuk merawat orang-orang ini, yang tanpanya mereka akan terabaikan. Baru-baru ini saya berani untuk menempatkan label ‘belas kasih’ pada pekerjaan ini. Sebuah kata yang saya tahu sebelumnya, tetapi tidak pernah benar-benar saya mengerti. Setiap Kamis para frater, pengungsi, dan relawan menyiapkan makan malam bersama di De Vuurhaard. Setiap orang dipersilakan untuk menikmati hidangan eksotis yang disiapkan oleh para pengungsi, para frater dan relawan. Setelah makan para tamu mendengarkan presentasi dari Frater Ad de Kok. Dia berbicara tentang isu-isu pengungsi dan kehidupan para frater. Dengan menggunakan tiga kata dia menjelaskan pada saat yang sama apa yang dimaksud dengan rahmat: melihat, tergerak, dan bertindak. Penjelasan ini adalah pembuka mata nyata bagi saya dan sangat penting dalam konteks studi saya.
Perhatian besar diberikan dalam studi ini kepada perjuangan untuk menemukan makna (atau ketiadaan makna) dalam hidup, bagaimana hal itu dialami oleh orang-orang. Menurut saya, hidup dan bekerja yang terinspirasi oleh belas kasihan adalah apa yang dapat memberikan makna itu.
Cerita pendek aya telah sangat terinspirasi dan termotivasi oleh belas kasihan dan gairah yang saya lihat dari para frater di De Vuurhaard dan komunitas Elim, tetapi juga oleh para pengungsi dan pengunjung ‘pop-in lunch’. Ada misalnya, pengungsi yang bertekad untuk mengikuti jejak ayahnya dan menghadapi ketidakadilan di negeri asalnya. Bukan melalui kekuatan bersenjata tetapi melalui aksi politik. Juga yang menginspirasi adalah pengunjung dari ‘pop-in lunch’ yang melawan penutupan ‘De Pollepel’ di Tilburg. Saat makan siang ia bangkit berdiri bersama teman-temannya sesama
Banner ‘pop-in lunch’ di depan komunitas Elim di Tilburg. pengunjung dan memohon dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan dukungan bagi mereka dalam melawan penutupan ‘restoran mereka untuk semua orang’. Saya berpikir bahwa cerita-cerita pendek ini mampu membangkitkan masyarakat kembali dan mampu menginspirasi orang untuk memberikan makna bagi kehidupan mereka. Saya mencoba untuk menempatkan cerita-cerita semacam ini dalam newsletter yang saya terbitkan dua mingguan untuk De Vuurhaard.
Masa mendatang Percakapan dan pertemuan saya sampai sekarang ini dengan sejumlah frater sangat membantu saya untuk menemukan jalan saya sendiri sebagai konsultan filosofis. Saya sangat berterima kasih atas kesempatan ini dan berharap bahwa setelah saya dan di samping saya akan ada banyak orang lain yang terinspirasi oleh spiritualitas yang merupakan fondasi dari karya Frater-Frater CMM. Joris de Wit 13
SITUASI RUMAH PUSAT
TIMOR LESTE: REGIONALAT Dua halaman berikutnya menunjukkan gambar rumah Frater di Dili. Regio Timor Leste dikelola dari rumah ini. Ini adalah tayangan kelima dari fitur yang dimulai pada tahun 2013 dan memperlihatkan pusat-pusat kongregasi di berbagai negara tempat para frater berkarya.
Patung Maria di kapel.
Taman halaman.
Ruang konferensi. 14
Ruang rapat.
Rumah frater di Dili.
Perpustakaan.
Taman.
Ruang makan.
Kapel. 15
KENYA Frater James Ochwangi Nyakundi.
KESATUAN DALAM KERAGAMAN ‘Agar kita semua menjadi satu.’ Tema ini mencerminkan hari-hari provinsi di Kenya. Diselenggarakan mulai tanggal 28 sampai 30 Desember 2014. Frater-frater dari berbagai tempat berkumpul di Nakuru untuk bertemu satu sama lain dan untuk mengalami inspirasi baru..
Frater James Ochwangi Nyakundi diangkat sebagai pemimpin provinsi Kenya pada bulan Agustus 2014. Dia berbicara pada hari penutupan pertemuan itu dan mengucapkan terima kasih untuk sejumlah besar pekerjaan yang dilakukan oleh para pendahulunya: Frater Leo van de Weijer, Athanasius Onyoni dan Andrea Sifuna. Dia menunjukkan: “Kepemimpinan Anda yang inspiratif memperkuat provinsi kita dan memungkinkannya untuk menghadapi masalah baru yang menghadang.” Selanjutnya provinsial menyebutkan tema pertemuan dan menggarisbawahi betapa pentingnya untuk memiliki solidaritas kongregasional di antara para frater di Kenya. “Kita tidak bisa melakukan pengelolaan tanpa satu sama lain. Kita perlu persatuan dan kolaborasi untuk tetap kuat.” Dia menunjukkan bahwa stabilitas provinsi CMM ini mengalami tantangan dan tekanan yang muncul akibat adanya frater-frater yang terlalu sering mengikuti cara mereka sendiri. Akibatnya hal ini melemahkan persaudaraan satu sama lain. Menurutnya, mengadopsi prinsip ‘kesatuan dalam keragaman’ sebagai panduan dasar membawa solusi
Suasana di kapel rumah frater Nakuru saat hari provinsi. 16
untuk menghadapi dan memecahkan masalahmasalah yang berkembang. “Kita semua tidak sama. Kita memiliki warna yang berbeda dan budaya yang berbeda. Kita semua berbeda tetapi kunci untuk mencapai kesatuan dapat ditemukan ketika kita melihat perbedaan-perbedaan ini, menghormatinya, mempelajarinya, dan tumbuh karena perbedaanperbedaan tersebut.”
Kehidupan komunitas Dalam kuliah tentang kehidupan komunitas, Pastor Angelus Njagi CM juga menekankan pentingnya persatuan bagi para frater. Dia berargumen: “Kehidupan seorang frater dalam komunitas menyatukan semua anggota satu sama lain sebagai sebuah keluarga yang unik di dalam Kristus. Orang bisa menggambarkannya sebagai sebuah keluarga yang saling mendukung untuk setiap individu, yang membantunya memenuhi panggilan uniknya sendiri.” Perayaan di kapel rumah frater di Nakuru selama harihari provinsi.
TAHUN HIDUP BAKTI
SUKACITA! Pada pertengahan Januari para frater dan anggota asosiasi Kongregasi menerima kiriman pertama bahan refleksi berkaitan dengan Tahun Hidup Bakti. Dalam setahun Kongregasi menyiapkan serangkaian bahan refleksi bulanan (setiap dua bulan). Bagian pertama dari ‘Joy’, yang merupakan judul untuk seri ini, muncul pada Hari Hidup Bakti Sedunia, pada tanggal 2 Februari 2015.. Dalam sebuah surat pengantar, Frater Lawrence Obiko menulis: “Kita, sebagai anggota Kongregasi, ingin memberikan perhatian khusus kepada seruan Paus Francis untuk lebih mengenali secara eksplisit panggilan religius unik kita demi misi persaudaraan dan belas kasih kita.” Kongregasi menggunakan logo khusus untuk tahun hidup bakti tahun ini, yang memasukkan desainnya yang unik. Bagian atas menampilkan kata ‘Joy’ (sukacita), yang mengacu pada seruan apostolik Evangelium Gaudium, Sukacita Injil, darinya para frater akan menemukan inspirasi sepanjang tahun. Materi inspirasional ini akan dipublikasikan dalam bahasa Belanda, Inggris, Indonesia, dan Portugis dan dapat ditemukan di situs web Kongregasi (www.cmmbrothers.org). Gereja Katolik seluruh dunia merayakan ‘Tahun Hidup Bakti’ dari tanggal 29 November 2014 sampai 2 Februari 2016. Paus Francis mengumumkan tahun khusus ini pada 29 November 2013 pada pertemuan dengan kaum religius di Roma. Dia menyerukan kepada ordo-ordo dan kongregasikongregasi religius untuk merenungkan arti penting kehadiran mereka bagi gereja dan masyarakat. Frater CMM juga akan merefleksikan panggilan dan misi mereka selama ‘tahun hidup bakti’ ini.
menjadi penuh.” (Yohanes 15:11). Berikutnya edisi ini memberikan kutipan dari beberapa kitab Perjanjian Lama yang berfokus pada sukacita. Delapan bagian dari seruan apostolik Evangelii Gaudium menjadi inti pembahasan. Pembaca diminta untuk membaca kutipan tersebut dengan seksama dan selanjutnya menggarisbawahi dua kalimat yang paling menarik baginya. Pembaca kemudian dapat membicarakannya dengan seseorang yang telah melakukan hal yang sama. Bahan refleksi meliputi ‘pertanyaan-pertanyaan untuk meditasi dan memberi pemahaman baru: “1. Refleksikan sumber sukacita dalam kehidupan pribadi Anda. Apa yang membuat hidup Anda bersukacita? 2. Dapatkah Anda menyebutkan beberapa peristiwa dimana Anda mengalami sukacita Injil dengan cara khusus? 3. Bagaimana Anda membagikan sukacita Anda kepada orang lain? Bagaimana orang lain berbagi sukacita mereka dengan Anda? 4. Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Apa kegembiraan yang Anda alami dalam pekerjaan dan kerasulan Anda?” Peter van Zoest
Kutipan Edisi pertama Joy! dibuka dengan empat kutipan mencolok. “Saya ingin mengatakan satu kata untuk Anda dan kata ini adalah sukacita. Dimana pun kaum religius berada, selalu ada sukacita!” (Paus Francis). “Sangat bersukacitalah di dalam Tuhan” (Vincent). “Bersukacitalah selalu, berdoalah terus-menerus, bersyukur dalam segala situasi: karena itulah kehendak Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (Konstitusi CMM, I, 183). “ Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu
17
SIMBOL
KACAMATA FRATER THEO ADAMS Kapitel Umum 2014 meminta semua peserta kapitel untuk mempresentasikan sebuah simbol yang mengungkapkan visi mereka tentang masa depan Kongregasi, misi mereka sendiri, atau salah satu dari kehidupan religius pribadi mereka sendiri. Ini menghasilkan sejumlah cerita yang menarik. ‘Frater CMM’ akan memublikasikan beberapa kisah yang terpilih dalam edisi-edisi mendatang. Edisi ini menyajikan kisah Frater Theo Adams. Dia berpartisipasi dalam kapitel sebagai wakil pemimpin regio Brasil. Orang yang mengalami gangguan penglihatan tahu arti penting dari kacamata. Untuk dapat melihat, terutama di tempat-tempat gelap, mereka membutuhkan lebih banyak cahaya dibanding orang sehat. Orang dapat menerapkan hal ini dari perspektif spiritual: “Firman datang kepada kita. Dalam Firman itu ada hidup dan hidup itu adalah terang bagi semua orang. Terang bersinar dalam kegelapan, dan kegelapan tidak menguasainya.” Saya tidak menyadari sungguh tentang hal ini ketika, sebagai anak laki-laki berusia enam tahun, saya punya kacamata pertama. Sesudah itu ada banyak kacamata. Saya punya kacamata yang kuat: -6 di satu sisi dan di sisi lain -9. Terakhir dengan -14 dan -18. Pada tahun 1969, ketika belajar di universitas, saya memutuskan untuk menggunakan lensa kontak (contact lenses). Lensa kontak ini membuat saya menangis, mengeluarkan air mata sampai akhirnya saya menjadi terbiasa. Sering saya kehilangan lensa kontak saya. Dua puluh tahun yang lalu saya berhenti mengemudi karena hampir menyebabkan beberapa kecelakaan. Beberapa waktu kemudian saya menjalani operasi mata, untuk meningkatkan penglihatan jarak 18
jauh saya. Sekarang saya menggunakan kacamata baca untuk membaca. Tapi Yesus menolong saya, tidak hanya untuk melihat; Dia memberikan terang; Dia mengirim saya ke kolam Siloam; Dia mencuci mata saya dan saya mulai melihat. Dia juga mengajari saya pembedaan roh; untuk melihat sesuatu dari semua sisi. Dia mengajar saya bagaimana untuk melihat dengan hati saya, bahkan dengan mata saya yang agak buta. Dia memberiku sebuah keluarga, yang memberi saya kacamata dan Kongregasi yang memberi saya lensa kontak. Dia menyediakan sebuah keluarga bagi saya yang mengajari saya bagaimana mencintai dan Kongregasi yang membantu saya untuk melihat dan membedakan rahmat. Kacamata bisa pecah dan lensa kontak bisa hilang. Saya mencoba untuk semakin memahami dan mempraktikkan cinta dan belas kasih, terhadap diri sendiri, keluarga saya, Kongregasi saya, orang miskin, dan anak-anak yatim piatu. Dengan cara itu saya mencoba untuk mengikuti Yesus, Maria dan Vincensius dan menjadikan mereka sebagai guru saya. Frater Theo Adams
BERITA SINGKAT
BELAS KASIH DI BLONGKO Para siswa Sekolah Dasar Frater Don Bosco Manado, Indonesia, berada di Blongko pada hari pesta Santo Vinsensius a Paulo tanggal 27 September 2014. Saat berada di sana mereka mengunjungi sekolah stasi Santa Maria. Frater Stefanus Lau memimpin ibadah dengan tema: ‘Berbelas kasihlah sebagaimana St Vinsensius a Paulo berbelas kasih’. Setelah ibadah, Frater Yasintus Seran, kepala sekolah, memberikan kata sambutan. Dalam kata sambutannya, ia mengucapkan terima kasih atas pertemuan para siswa yang penuh rasa persaudaraan itu. Ia mengatakan: “Dengan mengenal satu sama lain di sini kita dapat memperkuat persaudaraan satu sama lain. Membangun persaudaraan cukup sulit saat ini. Tapi kita bisa belajar dari Vinsensius a Paulo. Dia benar-benar berkomitmen untuk membangun persaudaraan di antara orang kaya dan miskin.” Sesudah ibadah setiap keluarga
di Blongko menerima dua kotak yang berisi beras, minyak kelapa, sabun dan barang lainnya. Stasi ini juga menerima Rp4.000.000 (€ 283) sebagai kontribusi untuk pembangunan gereja. Ini merupakan sikap peduli bagi kesejahteraan stasi misi tersebut. Pastor Paroki Kebangkitan Kristus, Fion Dianomo, menyampaikan rasa syukurnya atas kunjungan kepada umat parokinya ini di Blongko. Dia mengatakan: “Merupakan pilihan yang baik untuk mengunjungi umat di stasi misi ini karena mereka benar-benar membutuhkan perhatian dan bantuan. Umat Blongko bertahan hidup dengan menjadi nelayan. Kami berterima kasih, merasa positif, dan berharap bahwa melalui perhatian dan kebaikan hati Anda orang lain akan tersentuh dan mereka juga akan memberikan bantuan.” Setelah hadiah dan sumbangan diserahkan, ‘pertemuan’ berlangsung dengan cara yang lebih informal .
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN UMUM Tugas dan tanggung jawab untuk masing-masing anggota Dewan Pimpinan Umum dibagi pada saat rapat tanggal 10 November 2014. Frater Lawrence Obiko, sebagai pemimpin umum, adalah ketua dari Dewan Pimpinan Umum. Dia adalah koordinator dari semua hal yang berkaitan dengan Dewan Pimpinan Umum dan akan selalu berhubungan dengan pemimpin provinsi dan regio, dengan para frater dan anggota asosiasi, anggota staf, para penasihat, dan sponsor. Dia juga adalah koordinator dari semua pengembangan yang berkaitan dengan spiritualitas Kongregasi. Frater Benyamin Tunggu adalah wakil pemimpin umum dan prokurator. Dia mengkoordinasi penerbangan, aplikasi visa yang diperlukan untuk kunjungan kerja dan pertemuan internasional. Dia juga bertanggung jawab untuk mengkoordinir semua kegiatan berkaiatan dengan pembinaan religius dan profesional para frater. Koordinasi ziarah Vinsensian tahunan juga menjadi tugasnya. Frater Rofinus Banunaek adalah sekretaris dewan umum. Dia bertanggung jawab untuk pembukuan data penting. Frater Rofinus adalah pemimpin redaksi sari berita Informasi Dewan Umum (Information of the General Board). Anggota dewan Frater Niek Hanckmann mengurus arsip dewan umum dan arsip anggota Kongregasi. Dia juga adalah koordinator pertemuan internasional. Frater John H. Grever adalah bendahara umum. Dia bertanggung jawab untuk pengelolaan keuangan umum dan aset Kongregasi. Dewan umum. Dari kiri ke kanan: Niek Hanckmann, Lawrence Obiko, Benyamin Tunggu, Rofinus Banunaek. 19
BERITA SINGKAT
PERPISAHAN DENGAN TREES VERSTEEGEN Pada tanggal 11 Januari 2015 Trees Versteegen berpisah dengan umat. Selama lebih dari tujuh tahun ia telah menjadi pekerja pastoral di paroki Frater Andreas di Tilburg. Dalam hubungannya dengan tugas-tugas pastoral dia melakukan banyak pekerjaan kepemimpinan. Perayaan perpisahan di gereja paroki St Lucas dihadiri oleh cukup banyak orang. Banyak umat datang untuk berterima kasih dan mengharapkan yang terbaik untuknya dalam pekerjaan barunya: mendukung tugas pelayanannya di Keuskupan Agung Utrecht. Trees sudah dan masih akan terlibat bersama frater CMM. Misalnya, selama beberapa tahun dia secara pastoral aktif di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Dalam kerja sama erat dengan para frater dari komunitas Elim dia mengorganisir tugas pelayanan di Tilburg. Sebuah contoh penting adalah ‘pop-in lunch’ di komunitas ini. Dia masih terlibat sebagai konsultan dalam kegiatan panggilan provinsi CMM di Belanda.
Pemimpin Provinsi Belanda, Frater Jan Koppens, menyampaikan perpisahan kepada Trees Versteegen.
RAPAT PERIHAL KEBIJAKAN DEWAN UMUM DAN STAF Pada tanggal 16 Desember 2014 dan 20 Januari 2015 anggota dewan umum dan staf pekerja berkumpul bersama-sama secara berturut-turut di Poppel, Belgia dan Generalat di Tilburg untuk rapat kebijakan. Setelah pengenalan tentang ‘Harapan’ oleh sekretaris studi spiritualitas Charles van Leeuwen, Pemimpin Umum, Frater Lawrence Obiko berbicara di Poppel mengenai keinginannya yang mendalam bahwa motto Kapitel Umum 2014: ‘Penuh Harapan dan Kesetiaan di Jalan Persaudaraan dan Belas Kasih’, akan menjadi tema utama periode dewan tahun 2014 - 2020. Peserta mempelajari rekomendasi dari kapitel umum untuk enam tahun mendatang. Spiritualitas dan pembinaan menjadi topik yang sangat penting dalam pertemuan di Poppel. Pertemuan-pertemuan internasional,
Gambar pertemuan di Poppel. 20
program-program pelatihan, kursus-kursus musim panas dan bahan-bahan untuk refleksi penting untuk memusatkan seluruh perhatian pada karisma kongregasi dalam persaudaraan dan belas kasih. Selain itu, sangat penting bahwa Injil dihidupi dengan berani, bahwa para frater bekerja dengan semangat misi mereka dan bahwa mereka berbagi dengan murah hati spiritualitas mereka dengan sesama frater, anggota asosiasi dan karyawan. Tiga peristiwa khusus akan berlangsung selama masa periode dewan: 2015: ‘Tahun Hidup Bakti’, di dalamnya panggilan religius dan kaulkaul menjadi titik perhatian; 2017: Tahun Memperingati kehidupan dan kematian Frater Andreas van den Boer (1917); 2019: Peringatan 175 tahun Kongregasi berdiri. Topik utama rapat kebijakan di Generalat adalah diskusi tentang rekomendasi keuangan yang dibuat oleh kapitel umum dan anggota Komite Ekonomi Keuangan. Yang hadir dalam rapat ini: Frater John H. Grever, Frater Paul Damen, Bapak Jan Oerlemans, Bapak Jean Ramijsen dan Bapak Jos van Oss. Sebuah keputusan besar dari pertemuan ini adalah untuk terus memberikan dukungan keuangan untuk proyek-proyek inti Kongregasi, seperti Proyek Terpadu Oyugis Kenya, Gerakan Belas Kasih, Persaudaraan Seluas Dunia dan Kloosterhotel ZIN di Vught. Karena berkurangnya pendapatan kongregasi, dalam rapat juga berdiskusi tentang bagaimana provinsi dan regio dapat menjadi mandiri secara finansial dan bagaimana memanfaatkan hibah atau cara memperoleh dana.
BERITA SINGKAT
HADIAH INSENTIF UNTUK DE VUURHAARD Pada tanggal 14 Januari 2015, untuk keempat kalinya, ‘Gouwe Peerke’ dianugerahkan di Tilburg. Komunitas CMM De Vuurhaard (Perapian) di Udenhout adalah salah satu dari tiga nominasi. Hadiah dibuat pada tahun 2010 dan diberikan setiap tahun untuk inisiatif warga yang berkomitmen untuk tujuh karya belas kasih. Kali ini juri telah memilih: ‘Beri makan yang lapar’. Di De Vuurhaard para pengungsi dapat menemukan tempat berlindung sementara. Setiap Kamis rumah berubah menjadi sebuah restoran dengan kursi hingga untuk empat puluh tamu. Para pengungsi menyiapkan makanan mewah menggunakan resep-resep dari negara dari mana mereka berasal. Tamu makan bersama-sama dengan para frater dan para pengungsi; mereka saling bertukar informasi dan saling berkenalan. ‘Gouwe Peerke 2015’ akhirnya jatuh ke proyek makanan Tilburg ‘Tidak ada kelaparan di lingkungan Frater Ad de Kok dari De Vuurhaard menerima hadiah insentif. sekitar’, sebuah inisiatif dari paroki Frater Andreas yang memberikan bantuan bagi orang-orang yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan. Dalam Peerke Donders Pavilion di Tilburg Utara penggagas proyek ini menerima cek senilai seribu euro. De Vuurhaard dan ‘Het Kookpunt’ (Titik Didih) di Biest-Houtakker, yang juga masuk nominasi, diberi hadiah insentif dalam bentuk cek senilai € 250.
SELAMAT TINGGAL LOURDES Nelleke Verstijnen, anggota asosiasi Kongregasi, pergi beberapa kali dalam setahun dengan sekelompok relawan ke Lourdes selama hampir seperempat abad, untuk menemani orang sakit dan cacat. Suaminya Piet pergi bersamanya selama empat belas tahun. Perjalanan ini dimungkinkan oleh perusahaan asuransi kesehatan VGZ yang memberikan kesempatan kepada klien untuk berziarah ke tempat ziarah Maria di Perancis ini dengan harga yang jauh lebih murah. Yang kini telah berakhir. “September lalu, saya dan suami saya pergi bersama untuk terakhir kalinya,” kata Nelleke. “Pada tahun 1993 saya menulis pendek di ‘Buku Lourdes’ yang diterima oleh setiap peziarah dan relawan setelah perjalanan. Perasaan saya dan juga Piet tetap sama dan telah menjadi semakin kuat!” Naskah kontribusinya adalah sebagai berikut: “Sekali lagi saya pergi ke Lourdes untuk membantu para peziarah. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, saya sangat tersentuh oleh semua kebersamaan, keramahan dan rasa syukur. Sedari awal, ikatan mulai terbentuk yang menjadi semakin lebih kuat dalam perjalanan seminggu. Berdoa bersama, bernyanyi bersama, menangis, tertawa dan berbicara satu sama lain. Kemudian bersama-sama ke gua ... untuk Maria ... dekat satu sama lain, tanpa katakata. Dan kemudian sesuatu terjadi dalam diri Anda ... demikian kata peziarah... “Aku telah menjadi orang yang berbeda. Aku masih sakit, tapi aku bisa menanggungnya sekarang. Aku telah mampu mempercayakan kekhawatiran saya kepada-Nya. Aku bisa mengatasinya lagi untuk tahun-tahun mendatang.” Nelleke mendesah. “Sayang, sangat disayangkan bahwa VGZ Nelleke Verstijnen menyalakan lilin di tempat ziarah menghentikan perjalanan yang indah ke Lourdes ini! Maria di Lourdes, Perancis. Hatiku menangis!” 21
In Memoriam
Frater
Frater
Jan (J-B.A.) Damen
Cristino (H.J.F.) Gemen
Ia lahir di Amsterdam pada tanggal 13 Januari 1929 dan masuk Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1949. Dia mengikrarkan profesi seumur hidup pada 15 Agustus 1954. Dia meninggal pada tanggal 2 Januari 2015 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg dan dimakamkan di pemakaman frater di Estate Steenwijk di Vught, Belanda.
Ia lahir di ‘s-Hertogenbosch pada tanggal 27 April 1936 dan masuk Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1954. Dia mengikrarkan profesi seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1960. Dia meninggal pada tanggal 4 Januari 2015 di Belo Horizonte, Brasil dan dikuburkan di sana di makam Parque da Colina.
Frater Jan dibesarkan di Amsterdam. Sejak kecil, ia menunjukkan kesukaannya kepada musik. Dia suka merangkak di belakang piano untuk menikmati suara yang bisa muncul darinya. Sebuah panggilan untuk hidup religius mulai berkembang. Pada tahun 1949 ia meninggalkan Amsterdam dan bergabung dengan Frater-Frater CMM. Frater Jan benar-benar merasa kerasan di sebuah komunitas frater. Dia ada di sana untuk melayani. Dia diizinkan untuk mengembangkan bakat musiknya. Ia mendapatkan beberapa ijazah dan sertifikat, yang memungkinkan dia untuk mengajar piano dan pelajaran recorder. Dia mengambil spesialisasi dalam alat musik organ yang memungkinkannya melayani di kapel komunitas atau gereja parokinya. Hidupnya tidak bebas dari disonansi. Beberapa kali ia harus melalui episode malam gelap. Dia merasa dirinya mendapatkan dukungan dari banyak orang di masa-masa tersebut. Tahun-tahun terakhir hidupnya, yang ia habiskan di wisma lansia Joannes Zwijsen di Tilburg, ia berusaha untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kehidupan komunitas. Dia menikmati saat-saat kebersamaannya dengan sesama frater dan anggota asosiasi. Dalam kedamaian dan penyerahan diri, dalam rasa syukur dan keyakinan ia akhirnya menyerahkan hidupnya kembali kepada Sang Maha Pengasih.
22
Harrie lahir di ‘s-Hertogenbosch. Di sana panggilannya untuk hidup religius bertumbuh. Pada tahun 1954 sebagai seorang novis, ia mengambil nama religius Cristino. Setelah mendapatkan ijazah mengajar ia bekerja di berbagai sekolah di Tilburg. Dia berbakat menjadi seorang guru. Antusiasmenya pasti telah diperhatikan oleh Pemimpin Umum, yang mengundangnya pada tahun 1960 untuk pergi ke Brasil sebagai salah satu pelopor. Dia belajar bahasa: Portugis, mempelajari geografi dan menjadi guru di berbagai kota. Di Belo Horizonte ia jatuh cinta dengan Colégio Padre Eustáquio. Dia memperhatikan pendidikan anak-anak muda, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti sepak bola, drama dan paduan suara. Frater Cristino juga aktif dalam komunitaskomunitas iman di wilayah yang lebih luas. Dia suka dengan orang-orang Brasil, perayaan mereka dan ekspresi iman mereka. Dia memberikan perhatian khusus kepada yang lemah, terbuang dan yang membutuhkan. Kongregasi memintanya pada tahun 2002 untuk menjadi pemimpin regio. Dia menjalankan tugas itu selama dua belas tahun. Frater Cristino sakit parah dalam waktu yang cukup lama. Dokter dan perawat melakukan yang terbaik, rekan-rekan frater dan teman-teman selalu ada di sekelilingnya. Akhirnya ia harus menyerahkan hidupnya. Dia meninggal seperti ia telah hidup: penuh kepercayaan pada Tuhan dan berterima kasih kepada semua orang yang dekat dengannya. Kita tahu sekarang bahwa ia bersama Sang Maha Pengasih
JALAN YANG ANDA TEMPUH
‘RAHMATNYA AMAT DEKAT’ (DARI KONSTITUSI FRATER CMM)
Banyak yang dituliskan tentang perjalanan hidup manusia. Tentu tentang fase atau tahapan yang dapat dibedakan di jalan itu. Pada umumnya, orang mengalami tahap-tahap berikut: masa kanak-kanak - dewasa muda - dewasa - perubahan hidup (masa transisi) - usia pertengahan – dewasa akhir - awal dan akhir usia tua. Anda dapat melampirkan tanggal, tetapi tentu saja akan berbeda untuk setiap orang. Yang paling terkenal tentunya masa transisi sekitar usia empat puluh tahun. Bahkan jika semua berjalan dengan baik, pertanyaan-pertanyaannya adalah: Apakah ini semua nyata ada? Siapa aku sebenarnya? Sebenarnya semua ini tentang apa? Itu bisa menjadi masa yang sukar dengan banyak ketidakpastian, ketidakjelasan, hilangnya kemudaan. Kita tidak berbicara tanpa maksud apa-apa tentang krisis paruh baya. Untungnya, ini biasanya krisis pertumbuhan. Tapi ada orang-orang yang tetap terjebak di sini. Mereka kehilangan keinginan, selera untuk hidup. Anda juga dapat melihatnya sebagai sebuah perjalanan, berada di jalan, tiba di suatu tempat dan kemudian berangkat pergi melanjutkan lagi. Ketika Anda pergi, pandangan kadang-kadang jelas dan kadang-kadang Anda menemui kabut. Kadang-kadang Anda melihat suatu tujuan yang jelas dan kadang-kadang Anda tidak melihat tujuan apa-apa. Kadang-kadang Anda memiliki teman perjalanan dan kadang-kadang Anda sendirian. Anda tidak dapat menjalani ulang kehidupan Anda lagi. Tetapi Anda membawanya serta, terutama masa kecil Anda. Satu hal yang pasti: jalan tidak lurus dan Anda akan mengalami kerusakan. Anda juga dapat membagi hidup Anda atas dasar saat-saat yang telah Anda tetapkan untuk perjalanan hidup Anda: sebuah pertemuan, sebuah krisis, suatu pengalaman mendalam, sebuah pilihan yang mengubah hidup Anda, suatu penyakit atau kecelakaan, kematian orang yang dicintai, kelahiran pertama Anda anak. Naik dan turun. Sering jalan yang memilih Anda. Orang dan keadaan datang kepada Anda. Dan kemudian terjadilah, di bawah garis waktu yang dapat Anda tandai dengan fakta-fakta dan pertemuan-pertemuan dan pilihan-pilihan, suatu perkembangan yang nyaris tak terlihat: Anda tumbuh secara psikologis dan spiritual. Dari semuanya ini, Anda hanya melihat buah dalam kehidupan seseorang: kelembutan, ketenangan, kasih sayang dan kebebasan batin. Beberapa tahun lalu saya menarik diri selama sebulan ke sebuah biara. Saya merasa bahwa itu perlu saya
lakukan untuk melihat ke belakang dan ke depan dalam hidup saya. Setiap hari saya berjalan-jalan melalui hutan yang indah di sekitar biara. Seringkali, saya meninjau hidup saya: siapa yang berperan di dalamnya; apa yang paling saya ingat dari semuanya, bagaimana saya telah menjalaninya, apa yang memiliki pengaruh besar pada saya, pada waktu itu? Aku tersadar bahwa beberapa tahapan dalam hidup saya berlangsung singkat, tetapi memiliki dampak yang besar pada hidup saya. Misalnya saya bekerja selama tiga tahun di Henricus, Institut untuk orang buta di Grave. Tidak lama; ternyata ini sangat penting dalam hidup saya. Yang tidak kalah penting adalah karena pertemuan dengan Frater Theophaan Verhoeven, direktur Henricus. Bagi saya yang berumur dua puluh tiga tahun, dia adalah teladan. Setiap minggu saya berjalan-jalan dengan dia. Saya dapat merekomendasikan kepada Anda untuk diam dan merenungkan jalan yang telah Anda tempuh. Orang yang sudah tua memiliki kebutuhan untuk berbicara tentang hidup mereka dengan seseorang yang mengerti dan benar-benar mendengarkan. Hal ini juga membantu untuk berdamai dengan urusan yang belum selesai. Dan kita bahkan belum berbicara tentang apa yang telah membuat Anda tetap bertahan melalui semua tahapan kehidupan ini dan apa yang telah membantu Anda melalui masa-masa sulit ini. Doa Elim di komunitas Elim sangat saya sukai karena memang membantu saya untuk terus berjalan dengan keyakinan di jalan hidup saya: “Sumber kehidupan. Sumber cinta. Sumber komitmen. Sumber penghiburan. Sumber sukacita dan belas kasih. Sumber pertobatan. Sumber harapan. Sumber kewaspadaan. Sumber berbagi. Sumber ketenangan dan keberadaan. Tuntun pencarian kami, semoga Engkau menuntun kami dengan nama-Mu yang diberkati: SAYA AKAN DATANG “. Frater Wim Verschuren
23
Sebagai kongregasi kita harus berada di tengah-tengah kenyataan dan arus dunia ini. Di sana Tuhan menantikan kita. Rahmat-Nya amat dekat: tersembunyi, namun nyata. (dari Konstitusi Frater CMM)
Majalah Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelas kasih