Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
MENENTUKAN BESARNYA NILAI SEWA PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN M. Suparmoko Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Budi Luhur Email:
[email protected]
Silvana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ABSTRAK Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sektor di luar kehutanan yang berperan meningkatkan produksi barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlahnya semakin banyak serta penghasilan dan kebutuhannya juga semakin meningkat, maka kebutuhan untuk menggunakan kawasan hutan sebagai ajang kegiatan ekonomi di luar sektor kehutanan juga terus meningkat. Pemerintah menyadari bahwa kebutuhan untuk menggunakan kawasan hutan yang selalu meningkat itu sangatlah penting, tetapi mempertahankan kawasan hutan pada luasan tertentu (minimum 30% luas pulau atau luas Daerah Aliran Sungai) merupakan suatu keharusan demi menjaga keberlanjutan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Dengan analisis yang telah dilakukan, maka layak kalau tarif pinjam pakai kawasan hutan ditigkatkan dari nilainya sekarang yang sekitar Rp.1.500/Ha/tahun. Kalau dianggap 30% dari rente ekonomi dapat ditangkap oleh Pemerintah sebagai sumber penerimaan negara bukan pajak, maka nilai pinjam pakai kawasan dapat ditentukan sekitar 30% dari harga kayu gergajian per meter kubik (m3). Kata Kunci: Nilai Sewa, Hutan Indonesia ABSTRACT In order to meet the needs of sectors outside of forestry that play a role in increasing the production of goods and services to meet the needs of the growing community, as well as the need to use forest areas as an arena for economic activities outside the forestry sector also continues to increase. The Government recognizes the need to use the everincreasing forest area is very important, the minimum forest area of a certain area (minimum 30% of the islands or the area of the watershed) is a unity in order to maintain the sustainability of the forest function as a buffer for life. With the analysis, rate of borrowing use of forest area is boosted from the present value which is around Rp.1.500 / Ha / year. If 30% of the economic rents can be captured by the Government as a source of non-tax state revenues, then the value of the use of the area can be determined about 30% of the price of sawn timber per cubic meter (m3). Keyword: Rent Value, Indonesian Forest
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 113
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
memfokuskan
PENDAHULUAN Konsep pembangunan berkelanjutan
pembahasannya
pada
sumberdaya alam hutan sebagai salah satu
sebagai kendaraan yang akan membawa
modal
setiap insan Indonesia ke taraf hidup yang
penunjang kehidupan. Sejak awal tahun
lebih baik (materiil dan spirituil) belum
1970-an hutan Indonesia di samping sektor
dapat
pertambangan
terealiasasikan
dengan
baik.
alami
yang
berperan
telah
sebagai
benar-benar
Kesadaran akan perlunya pembangunan
dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan
berkelanjutan yang sesungguhnya adalah
pembangunan nasional dan hasilnya cukup
sejalan dengan konsep ekonomi hijau
menggembirakan.
mencakup
Hutan memiliki multi fungsi baik sebagai
keseimbangan
pembangunan
3
dimensi
berkelanjutan
yaitu
penyedia pangan, air
dan obat-obatan,
keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial
maupun sebagai sumber jasa lingkungan
dan keberlanjutan lingkungan (khususnya
seperti penyedia sistem transportasi air,
hutan). Keseimbangan dan sinergi di antara
konservasi keanekargaman hayati, tanah
ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan
dan air, pencegah banjir, perosot CO2
tersebut
sebagai
merupakan
jeruji
roda
salah satu
gas
rumah
kaca;
pembangunan berkelanjutan. Apabila salah
sehingga kalau keberadaa hutan terganggu
satu atau lebih
sampai batas tertentu, maka fungsi hutan
jeruji pembangunan
berkelanjutan tersebut lemah dan tidak
tersebut
berdaya,
menimbulkan gangguan kehidupan bagi
maka
berkelanjutan
roda tidak
pembangunan akan
mampu
akan
menurun
dan
dapat
semua makhluk termasuk manusia.
menggelinding dengan baik, yang berakibat
Hasil penelitian tentang peranan kehutanan
sasaran
berkelanjutan
bagi sektor-sektor lain di Indonesia oleh
Indonesia yaitu masyarakat adil, makmur
Nur Arifatul Ulya (2008); Arifatul Ulya dan
dan sejahtera tidak akan tercapai.
Syariful Yunardy, menunjukkan bahwa
pembangunan
Dalam melaksanakan pembangunan
peranan sektor kehutanan dalam menunjang
harus disadari bahwa ada 4 macam modal
pertumbuhan sektor-sektor non-kehutanan
pembangunan yang terlibat di dalamnya
berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan
yaitu
trend yang mula-mula tinggi, kemudian
modal
manusia,
modal
buatan
manusia, modal alami atau modal ciptaan
menurun dan sedikit meningkat kembali.
Tuhan, dan modal sosial. Makalah ini akan
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 114
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Sektor-sektor lain di luar sektor kehutanan
yang
turut
(lahan kompensasi) paling tidak 2 x (dua
memanfaatkan
kali) luas kawasan yang akan digunakan
kawasan hutan untuk kegiatan produktif
sebagai pinjam pakai kawasan hutan.
antara lain adalah sektor pertanian termasuk
Dalam
sektor perkebunan dan sektor peternakan,
mendapatkan
sektor
pertambangan,
pinjam pakai kawasan hutan, sehingga
jalan,
sektor
sektor
mudah
kompensasi
untuk
ditempuhlah jalan lain yaitu dengan cara
permukiman. Dalam rangka pemenuhan
semacam ganti kerugian yaitu menyerahkan
kebutuhan sektor di luar kehutanan yang
sejumlah uang sebagai pengganti kawasan
berperan meningkatkan produksi barang
yang harus disediakan dalam rangka pinjam
dan
pakai
guna
masyarakat
dan
lahan
tidaklah
sektor
jasa
perlistrikan
prasarana
kenyataannya
memenuhi
yang
kebutuhan
jumlahnya
kawasan
kepada
Kementerian
semakin
Kehutanan.
Uang
banyak serta penghasilan dan kebutuhannya
kompensasi
atas
juga semakin meningkat, maka kebutuhan
kawasan
untuk menggunakan kawasan hutan sebagai
penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
ajang kegiatan ekonomi di luar sektor
atas penggunakan kawasan hutan (PKH)
kehutanan
atau PNBP-PKH.
juga
terus
meningkat.
Pemerintah menyadari bahwa kebutuhan
hutan
Sejak
tahun
pengganti
sebagai
dipinjam-pakainya tersebut
2008,
merupakan
Kementerian
untuk menggunakan kawasan hutan yang
Kehutanan telah memberlakukan pungutan
selalu meningkat itu sangatlah penting,
PNBP-PKH. Tetapi dengan berkembangnya
tetapi mempertahankan kawasan hutan pada
waktu dan perkembangan perekonomian,
luasan tertentu (minimum 30% luas pulau
PNBP-PKH -2008 dirasakan sudah saatnya
atau luas Daerah Aliran Sungai (DAS))
untuk direvisi, karena tarif dan penerimaan
merupakan suatu keharusan demi menjaga
PNBP-PKH tersebut sudah tidak memadai
keberlanjutan
lagi baik sebagai sumber pendapatan negara
penyangga
fungsi
hutan
kehidupan
maupun
sebagai
disebutkan di muka.
kegiatan
ekonomi.
Dalam rangka mempertahankan fungsi
dirasakan
lingkungan hutan tersebut, setiap usaha
penyesuaian
yang memerlukan kawasan hutan sebagai
mekanisme pemungutan PNBP-PKH oleh
ajang
kegiatan ekonomi dan sosial di luar sektor
kegiatannya,
seperti
sebagai
diwajibkan
telah
untuk
menyediakan kawasan hutan pengganti
perlunya
instrumen Oleh untuk
terhadap
tarif
pengatur sebab
itu
melakukan maupun
kehutanan.
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 115
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
TINJAUAN PUSTAKA
peminjam pakai kawasan hutan sudi
Filosofi Pungutan Lingkungan
melakukan rehabilitasi kawasan tersebut
Pada umumnya setiap jenis pungutan,
yang
meliputi
reklamasi
lahan
dan
termasuk pajak, retribusi dan tarif pinjam
revegetasi lahan yang terganggu atau yang
pakai kawasan hutan memiliki fungsi ganda
rusak
yaitu
Oleh karena itu dalam (PP No. 2/2008)
fungsi
anggaran
atau
budgeter
akibat
kegiatan
(budgetary function) dan fungsi pengaturan
terkandung
(regulatory function). Fungsi anggaran dari
pemrakarsa kegiatan non-kehutanan untuk
sebuah pungutan adalah bahwa pengenaan
melaksanakan tuntutan Undang-Undang
pungutan
No.
merupakan sumber keuangan
41
unsur
non-kehutanan.
Tahun
negara bagi Pemerintah Pusat atau sumber
mengembalikan
keuangan
terganggu
daerah
bagi
Pemerintah
insentif
1999 kondisi
mendekati
bagi
guna
segera
hutan
kondisi
para
yang semula.
Kabupaten/Kota dan Provinsi. Di samping
Dengan kata lain (PP No. 2/2008) lebih
itu pengenaan pungutan juga memiliki
menekankan kepatuhan dalam pelaksanaan
fungsi untuk mengatur atau mengalokasikan
peraturan perundang-undangan dan kurang
kegiatan dalam perekonomian.
memberikan tekanan pada aspek anggaran sebagai sumber keuangan negara. Sebagai contoh adalah tarif PNBP
Pungutan sebagai insentif Mengenai mana fungsi pungutan
untuk area kawasan hutan yang terganggu
yang akan diutamakan tergantung pada
secara
filosofi yang dianut oleh Pemerintah
pertambangan batu bara sehingga tetap
negara yang bersangkutan. Sebagai alat
merupakan cekungan / lubang tanah yang
untuk mengatur pungutan dapat bersifat
ternganga (sebagai void) (L3), diberikan
memberikan insentif dan dapat ula bersifat
bobot pengenaan tarif PNBP yang relatif
dis-insentif.
ringan (bobot - 2) karena secara teknis
Sebagai
contoh
dalam
permanen
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
memang
2008 (PP No. 2/2008) tentang jenis dan
dilakukan reklamasi.
tarif
peneriman
negara
bukan
pajak
oleh
benar-benar
Demikian
pula
kegiatan
tidak
dapat
untuk
lahan
(PNBP) yang berasal dari kawasan hutan
terganggu tipe L1 yaitu area kawasan
untuk kepentingan pembangunan di luar
hutan yang terganggu oleh penggunaan
kegiatan kehutanan terkandung filosofi
kawasan hutan untuk sarana - prasarana
tentang kepatuhan melaksanakan tuntutan
penunjang yang bersifat permanen seperti
peraturan perundang-undangan agar pihak
untuk
jalan,
perumahan,
dan
sarana
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 116
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
pengolahan dikenai beban tarif yang paling
Fungsi pungutan yang kedua adalah
ringan (bobot - 1) karena memang tidak
sebagai
akan direhabilitasi menjadi hutan kembali
penerimaan negara di samping fungsinya
selama masa penambangan beroperasi.
sebagai alat pengatur. Pada umumnya
Untuk area bukaan tambang akan selalu
untuk negara sedang berkembang sifat
ada karena akan selalu ada tambahan areal
pungutan
lebih
sebagai
sumber
yang dibuka untuk ditambang, akan tetapi
penerimaan
negara
dibanding
dengan
untuk setiap areal
fungsinya sebagai alat pengatur. Dalam hal
bukaan tambang
sumber
pendapatan
atau
umumnya bersifat jangka pendek (1 – 2
pajak
tahun)
karena akan segera diurug atau
sebagai pungutan yang dipaksakan oleh
direklamasi. Oleh karena itu areal bukaan
negara kepada wajib pajak dengan balas
tambang akan ditemukan sepanjang jangka
jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk,
waktu
namun
misalnya seperti pajak penghasilan dan
berubah-ubah
pajak perseroan dibayar oleh wajib pajak
tergantung pada penambahan areal bukaan
bukan atas dasar jasa yang diberikan oleh
dan kegiatan reklamasi lahan di kawasan
pemerintah. Sedangkan retribusi adalah
tersebut. Karena itu untuk areal bukaan
pungutan yang balas jasanya langsung
tambang juga dikenai bobot tarif yang
dapat ditunjuk seperti retribusi pasar,
cukup ringan (bobot -1).
retribusi
penggunaan
dengan
luasan
kawasan,
yang
Kemudian untuk area terganggu tipe L2 yaitu area terganggu akibat penggunaan
misalnya,
jalan,
pajak
retribusi
didefinisikan
parkir
dan
sebagainya. Untuk pungutan tarif pinjam pakai
kawasan hutan yang bersifat temporer dan
kawasan
yang
dilakukan
pungutan itu adalah pendapatan negara
penimbunan
bukan pajak (PNBP), jadi balas jasanya
material (waste dump) dikenai bobot tarif
harus jelas dan dapat langsung ditunjuk,
yang relatif berat (bobot - 4) agar supaya
yaitu karena meminjam pakai kawasan
rehabilitasi
hutan milik negara, maka perlu dikenakan
secara
reklamasi
teknis
seperti
lahan
dapat area
(reklamasi
dan
revegetasi) di areal waste dump tersebut segera dilaksanakan untuk menghindari pungutan tarif PNBP yang relatif mahal.
sudah
ditegaskan
bahwa
pungutan retribusi. Dalam keadaan di mana negara sangat
membutuhkan
dana
untuk
membiayai kegiatannya, lebih-lebih yang Pungutan sebagai sumber keuangan
anggarannya selalu mengalami defisit
negara dan insentif/disinsentif
seperti
APBN
kita
sekarang
ini
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 117
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
(2012 dan masih akan berlanjut lagi) yang
jasa lingkungan yang dimiliki oleh hutan
selalu ditutupi dengan penambahan utang
harus dikembalikan pula.
negara,
maka
pertimbangan
pungutan
Bagi kawasan hutan terganggu yang
sebagai salah satu sumber penerimaan
dapat
negara adalah wajar dan perlu.
insentif dengan pungutan yang bobotnya
(PP No. 2/2008) tentang jenis dan
direhabilitasi
harus
diberikan
relatif ringan (bobot 1-4) dan bagi luasan
tarif atas PNBP dari penggunaan kawasan
hutan
hutan untuk kegiatan di luar sektor
direhabilitasi dikenakan disinsentif atau
kehutanan,
semacam hukuman
sebenarnya
tidak
hanya
terganggu
yang
tidak
dapat
(pungutan dengan
menekankan pada pengaturan dan insentif,
bobot relatif berat, yaitu bobot – 5 dan
namun
bobot > 5). Dengan demikian reklamasi
sebagai
juga
tetap ada
sumber
pertimbangan
penerimaan
negara
diharapkan
akan
cepat
dilaksanakan,
walaupun aspek penerimaan negara tidak
sehingga
tersingkap dengan tegas, sehingga akan
perlu dikenai pungutan yang tinggi (bobot
menghasilkan penerimaan negara yang
- 4) agar
relatif lebih kecil, terutama pada lahan
luasan area yang tidak dapat direkllamasi
terganggu tipe L3 yang luasnya relatif
(void) akan dipersempit.
tetap dan untuk waktu yang lama. Dalam penggunaan
rangka kawasan
segera direklamasi, sehinga
Unsur
penertiban hutan
areal penimbun waste dump
yang
pungutan
lain
dalam
retribusi
pengenaan
adalah
jasa/pelayanan atau pengorbanan
besarnya yang
berkelanjutan, baik unsur budgeter dan
diberikan oleh negara atau Pemerintah
unsur regulasi sebaiknya diakmodasikan
kepada si pembayar retribusi. Dalam kasus
dengan sebaik-baiknya. Unsur budgeter
retribusi
dimaksudkan agar pengenaan pungutan
usaha perdagangan, layanan kesehatan
menghasilkan penerimaan negara yang
pada PUSKESMAS dan rumah sakit
cukup berarti atas dasar jasa/pelayanan
pemerintah
pemerintah yang diberikan seperti dalam
dipungut sesuai dengan nilai jasa yang
hal perijinan pinjam pakai kawasan hutan
diberikan oleh negara kepada pembayar
untuk kegiatan non-kehutanan. Namun
retribusi. Dalam kasus pinjam pakai
disisi lain supaya kondisi hutan pada
kawasan hutan,
kawasan
Pemerintah
tersebut
relatif
dapat
pelayanan parkir, kios untuk
dan
sebagainya,
retribusi
jasa yang diberikan berupa
pengorbanan
dikembalikan seperti semula maka unsur
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 118
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
kawasan hutan yang semestinya masih
prinsipnya
berbentuk hutan yang mempunyai fungsi
lingkungannya
sebagai pendukung kehidupan dengan
sehingga siapa yang menggunakannya
semua jasa lingkungan dan sumberdaya
harus mengembalikannya pada saat pinjam
alam yang ada didalamnya diubah menjadi
pakai
lahan
memberikan
terbuka
pertambangan
untuk
kegiatan
atau penggunaan lain
hutan
harus
disetujui
penyangga kehidupan hilang. Dengan jasa
hutan.
yang berupa pengorbanan tersebut, maka pemrakarsa
jasa
dengan
cara
pengganti
atau
membayar dana tertentu demi untuk mempertahankan
kalau
semua
dipertahankan,
baik
lahan
sehingga semua fungsi hutan sebagai
layak
dan
Pada
hutan
prinsipnya
dan
kawasan
untuk
sektor
pinjam-pakai
kehutanan sudah ada ketentuan pungutan
kawasan hutan dikenai pungutan pinjam –
hutan yang disebut dengan Provisi Sumber
pakai kawasan hutan sebagai PNBP. Jadi
Daya Hutan (PSDH) yang dikaitkan
kalau
diberikan
dengan hasil eksploitasi sumberdaya alam
selamanya (kasus void tambang misalnya)
di kehutanan, dan Dana Reboisasi (DR)
karena
dapat
yang dikaitkan dengan revitalisasi jasa
dikembalikan ke dalam kondisi yang
lingkungan hutan. Oleh karena itu jumlah
mendekati
lahan
dari kedua jenis pungutan tersebut harus
diganggu, maka pungutan yang tinggi
sesuai dengan nilai sumberdaya alam dan
(bobot > 5) layak pula dikenakan pada
jasa
pemrakarsa pinjam pakai kawasan hutan
eksploitasi hutan.
pengorbanan
lahan
hutan
keadaan
itu
tidak
sebelum
lingkungan
yang
hilang
akibat
tersebut. Rente ekonomi Penentuan
Besarnya
Tarif
PNBP
Pinjam Pakai Kawasan Bagaimana menentukan pungutan
Nilai sumberdaya hutan yang masih ada di tempatnya disebut dengan rente ekonomi. Berdasarkan
data
perhitungan
rente
atau tarif terkait dengan eksploitasi di
ekonomi kayu hutan sejak tahun 1989
lahan hutan yang dipinjam pakai untuk
sampai dengan tahun 2010.
kegiatan di luar kegiatan kehutanan? Pada
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 119
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Tabel 1. Rente Ekonomi Beberapa Daerah Studi, 1989-2010 No.
Unit Rent (Rp) % 102.594 40,56% 1.010.610 35,98% 303.183 35,98% 229.632 33,66% 1.017.000 35,96% 547.659 33,66% 228.000 32,57% 128.000 21,33% 428.000 47,55% 476.503 31,07%
Tahun Studi 1989 2004 2004 2005 2005 2005 2004 2004 2004 2002
13,06%
2006
10,33%
2006
43,55%
2006
53,92%
2006
33,38%
2006
31,47%
2006
56,86%
2006
53,92%
2006
39,50%
2006
40,32%
2006
39,50% 26,35%
2006 2010 790,48% 35,93% 36,92% 10,33% 56,86%
Lokasi Studi Jenis kayu Harga (Rp) 1 Indonesia Campuran 252.905 2 Konawe Jati 2.809.000 3 Konawe Kayu rimba 842.700 4 Batanghari Kayu rimba 682.261 5 Blora Jati 2.828.311 6 Blora Campuran 1.627.150 7 Berau Meranti 700.000 8 Berau Keruing 600.000 9 Berau Bangkirai 900.000 10 Madina Kayu rimba 1.533.720 Bolaang 11 Mangondow Meranti 720.000 94.103 Bolaang Kayu 12 Mangondow rimba 875.000 90.400 Bolaang 13 Mangondow Kayu indah 1.390.000 605.400 Bolaang 14 Mangondow Rotan 937.500 505.555 Minahasa 15 Selatan Meranti 900.000 300.422 Minahasa Kayu 16 Selatan rimba 875.000 275.422 Minahasa 17 Selatan Kayu indah 1.390.000 790.422 Minahasa 18 Selatan Rotan 937.500 505.555 Tapanuli 19 Selatan Meranti 1.450.000 572.889 Tapanuli Kayu 20 Selatan rimba 1.225.000 483.992 Tapanuli 21 Selatan Kayu indah 1.350.000 533.379 22 Bantaeng Campuran 600.000 158.101 Jumlah unit rent sumberdaya hutan (dlm %) Rata-rata arithmatic unit rent SDA Hutan Rata-rata tertimbang Unit Rent 25.426.047 9.386.821 Terendah Range Unit Rent Tertinggi
Sumber: Perhitungan PDRB Hijau di masing-masing kabupaten oleh Pusat Perencanaan Kehutanan, Baplan, Departemen Kehutanan.
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 120
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Diperoleh rata-rata (arithmatic mean)
karena
nilai
rente
ekonomi
itu
angka rente ekonomi per unit produk kayu
mencerminkan nilai sumberdaya hutan
bulat sekitar 35,93% dari nilai kayu bulat
yang masih ada di tempatnya atau yang
dan
disebut
dengan
rata-rata
terimbang (weighted average).
Angka
value). Dengan menggunakan data hasil
nilai
perhitungan dari 21 penelitian di berbagai
sumberdaya hutan yang hilang akibat
tempat dan untuk berbagai tahun seperti
penebangan hutan untuk pembukaan lahan
pada Tabel 1 didapatkan
pertambangan
ekonomi berkisar
rente
sekitar
36,92%
ekonomi
ini
merupakan
yang harus dibayarkan
kepada pengelola hutan yaitu pemerintah,
dengan nilai tegakan (stumpage
nilai rente
pada 35,93% sampai
36,92% dari harga kayu bulat.
Tabel 2: Struktur Biaya Produksi Kayu Gergajian, Kabupaten Bantaeng, 2012 URAIAN
2008
2009
(Rp)
(Rp)
2.010 Rp
%
1
Harga Kayu gergajian
796.348
869.850
900.000
1,00
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Biaya Produksi Kayu Biaya Umum Biaya Pembinaan Hutan Biaya Sarana dan Prasarana Biaya Eksploitasi Hutan Biaya Pemasaran Biaya Penyusutan Biaya Lain-lain Biaya penggergajian Biaya total (baris 2 + baris 10) Laba kotor (baris 1 - baris 11) Laba layak 15% dari biaya total (Skenario I)
352.163 113.258 128.300 21.236 61.938 15.927 7.079 4.424 218.668 570.831 225.517 85.625
384.667 123.712 140.143 23.196 67.655 17.397 7.732 4.833 238.851 623.518 246.332 93.528
398.000 128.000 145.000 24.000 70.000 18.000 8.000 5.000 247.130 645.130 254.870 96.770
,44 ,14 ,16 ,03 ,08 ,02 ,01 ,01 ,27 ,72 ,28 ,11
14
baris 11 Rente ekonomi (Skenario I)
139.892
152.804
158.101
,18
15 16
Laba layak 25 % dari biaya total (Skenario II) Rente II)I) ekonomi (Skenario II)
142.708 82.809
155.880 90.453
161.283 93.588
,10
17 18
Laba layak 30 % x biaya total (Skenario III) Rente ekonomi (Skenario III)
171.249 54.268
187.055 59.277
193.539 61.331
,07
Sumber: Bapeda dan BPS Kabupaten Bantaeng, Hasil Bimbingan Teknis Penyusunan PDRB Hijau, Makasar April – Juni 2012. Catatan: Rente ekonomi per unit di Kabupaten Bantaeng sekitar 17,57% bila dihitung dari harga kayu gergajian, dan 25,67% bila dihitung dari harga kayu bulat. *) Harga kayu bulat atas dasar perkiraan yaitu mengurangkan biaya penggergajian dari harga kayu gergajian.
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 121
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Tetapi berhubung data harga kayu
26,35%)
x
17,57%
=
23,96%.
Ini
gergajian bulat untuk tahun 2012 tidak
merupakan skenario I. Jadi nilai rente
tersedia dan yang ada adalah data harga
ekonomi kayu hutan rata-rata sebesar
kayu gergajian, maka nilai rente ekonomi
23,96% dari harga kayu gergajian. Skenario
harus dihitung berdasarkian data harga kayu
II dengan asumsi laba layak sebesar 25%
gergajian. Dengan menggunakan data harga
dari biaya produksi, akan mengakibatkan
kayu gergajian
nilai
produksi
dengan struktur biaya
rente
ekonomi
menjadi
sebesar
yang terdapat di Kabupaten
(35,93% : 26,35%) x 10% = 13,63%; dan
Bantaeng, ditemukan nilai rente ekonomi
skenario III dengan asumsi laba layak 30%
kayu di Kabupaten Bantaeng.
dari biaya produksi akan membuat nilai
Sebesar 17,57% dari harga kayu gergajian (Lihat Tabel 2).
Karena dari
rente ekonomi menjadi sebesar (35,93% : 26,35%) x 7% = semuanya dihitung dari
perhitungan rente ekonomi berdasar atas
harga kayu gergajian.
harga kayu bulat di Kabupaten Bantaeng
Dengan data harga kayu gergajian pada
ditemukan setinggi 26,35% dari harga kayu
tahun 2012 seperti yang tampak pada Tabel
bulat, maka nilai rente ekonomi setinggi
3 di bawah ini, maka akan dapat diperoleh
35,93% dari harga kayu bulat harus
nilai rente ekonomi masing-masing jenis
disesuaikan menjadi atas dasar harga kayu
kayu
gergajian dengan cara berikut: (35,93% :
tampak pada Tabel 4.
dalam nilai rupiah seperti yang
Tabel 3. Daftar Harga Kayu Gergajian di Indonesia Per m3 (Juli 2012) No.
Ukuran
Merbau
Bangkirai
Keruing
1
5 x 7 x 400 cm
4.500.000
5.600.000
4.500.000
2
6 x 20 x 400 cm
7.000.000
7.600.000
3
8 x 12 x 400 cm
6.000.000
7.000.000
5.300.000 KRUING4.900.000
4
8 x 20 x 400 cm
7.000.000
7.600.000
5.300.000
Sumber: Pusat Kayu Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Sumatera. Secara kasar harga kayu rata-rata Rp 6.025.000/m3
Atas dasar data sampel harga kayu
4.500.000 = Rp 1.078.200 sampai dengan
pada Tabel 3.a, dapat disimpulkan bahwa
23,96% x p. 7.600.000 = Rp 1.820.000 per
rente ekonomi kayu hutan berdasarkan atas
meter
Skenario I berkisar antara 23,96 x Rp.
tengahnya menjadi Rp 1.449.100/m3 kayu.
kubik (m3) atau
diambil
titik
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 122
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Tabel 4. Rente Ekonomi Kayu di Indonesia per m3 (Juli 2012) Skenario I (Laba layak 15% dari biaya produksi) dalam Rupiah No.
Ukuran
Merbau
Bangkirai
Keruing
1
5 x 7 x 400 cm
1.078.200
1.341.760
1.078.200
2
6 x 20 x 400 cm
1.677.200
1.820.960
1.269.880
3
8 x 12 x 400 cm
1.437.600
1.677.200
1.174.040
4
8 x 20 x 400 cm
1.677.200
1.820.960
1.269.880
Sumber: Dihitung dengan mengalikan persentase rente ekonomi per unit (23,96%) dengan harga masingmasing jenis kayu. Lihat: Pusat Kayu Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Sumatera.
Tabel 5. Skenario II (Laba layak 25% dari biaya roduksi) No.
Ukuran
Merbau
Bangkirai
Keruing
1
5 x 7 x 400 cm
613.350
763.280
613.350
2
6 x 20 x 400 cm
954.100
1.035.880
722.390
3
8 x 12 x 400 cm
817.800
954.100
667.870
4
8 x 20 x 400 cm
954.100
1.035.880
722.390
Sumber: Dihitung dengan rente ekonomi 13,63%
Tabel 6. Skenario III (laba layak 30% dari biaya produksi per m3) No.
Ukuran
Merbau
Bangkirai
Keruing
1
5 x 7 x 400 cm
429.750
534.800
429.750
2
6 x 20 x 400 cm
668.500
725.800
506.150
3
8 x 12 x 400 cm
573.000
668.500
467.950
4
8 x 20 x 400 cm
668.500
725.800
506.150
Dengan Skenario III (Tabel 6), rente
akan berkisar menjadi 40 x Rp 577.775
ekonomi berkisar antara Rp 429.750/m3
=Rp 23.111.000 /tahun. Perlu diketahui
sampai Rp 725.800/m3 dan diambil titik
bahwa rente ekonomi ini baru berdasarkan
tengahnya dipeoleh angka Rp 577.775/m3.
atas volume kayu yang ditebang tanpa
Dengan perkiraan produksi kayu 40 m3/Ha,
memperhatikan nilai jasa lingkungan hutan.
maka total rente ekonomi per hektar hutan
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 123
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
antara
Nilai Jasa Lingkungan Hutan Hutan
disamping
menghasilkan
lain
menahan
adalah banjir,
kemampuan kemampuan
hutan hutan
sumberdaya alam seperti kayu dan produk
memberikan tata air, mengkonservasi tanah
hutan non-kayu, hutan juga menghasilkan
dan air, merosot karbon, sebagai wadah
jasa lingkungan yang walaupun tidak
keanekaragaman hayati, dan masih banyak
mengenal transaksi pasar, mengenal nilai
lagi jasa lingkungan lainnya. Perhatikan
jasa
Tabel
lingkungan.
Dengan
ditebangnya
7
yang
menyajikan
berbagai
hutan, maka tidak hanya kayu hutan yang
sumberdaya alam dan jasa lingkungan
hilang, tetapi juga jasa lingkungan hutan
hutan baik pada hutan primer maupun hutan
turut
sekunder dan hutan lindung.
hilang.
Seperti
telah disebutkan
sebelumnya bahwa jasa lingkungan hutan
Tabel 7: Rata-rata Nilai Jasa Hutan (US$/ha/thn), 2005 Nilai Jasa Hutan
Jenis Nilai Jasa Hutan yang Dihasilkan
Hutan Lindung
Hutan Primer
Hutan Sekunder
Nilai Ekonomi Total
4.266,60
2.703,28
2.621,15
Atas dasar penggunaan
4.035,22
2.579,51
2.523,21
Nilai penggunaan langsung
2.531,96
1.416,35
1.200,65
786,31
787,01
692,79
1,98
2,03
2,03
367,54
621,83
500,34
Konsumsi air
1.376,13
5,49
5,49
Nilai penggunaan tak langsung
1.503,25
1.163,16
1.322,56
536,73
536,73
517,88
Penyerap karbon
70,67
84,81
353,37
Pencegah banjir
687,44
333,22
316,56
Transportasi air
74,86
74,86
74,86
Keanekaragaman hayati
133,56
133,56
59,90
Atas dasar bukan penggunaan
231,38
123,76
97,94
97,83
43,90
38,04
133,56
79,87
59,90
Kayu Kayu bakar Produk hutan non-kayu
Konservasi air dan tanah
Nilai opsi Nilai keberadaan
Sumber: Data Bintang Simangunsong dan NRM dimodifikasi oleh Suparmoko, 2005
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 124
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Dengan menggunakan rasio antara
bersifat terlalu sulit dipahami oleh para
nilai jasa lingkungan yang ditunjukkan
ahli di luar bidang ekonomi.
oleh nilai penggunaan tidak langsung
Jadi kalau
saja, tampak bahwa nilai jasa lingkungan
gergajian yang ada di pasaran kayu
atau nilai penggunaan tidak langsung
berasal dari hutan primer, maka nilai
setinggi 191% dari nilai kayu bulat untuk
rente ekonomi ditambah dengan nilai jasa
hutan lindung dan hutan sekunder, serta
lingkungan akan tampak seperti pada
148% untuk hutan primer. Angka ini
Tabel 8 di bawah ini.
diasumsikan
semua kayu
tidak memasukkan nilai non-guna, karena
Tabel 8. Nilai Royalty Kayu dan Non Kayu di Indonesia per Ha dalam Rupiah (Juli 2012) No.
Ukuran
Merbau
Bangkirai
Keruing
1
5 x 7 x 400 cm
106.868.949
132.992.470
106.868.949
2
6 x 20 x 400 cm
166.240.588
180.489.781
125.867.874
3
8 x 12 x 400 cm
142.491.932
166.240.588
116.368.411
4
8 x 20 x 400 cm
166.240.588
180.489.781
125.867.874
Sumber: Hasil perhitungan dan sudah memasukkan nilai rente ekonomi sumberdaya hutan dan nilai jasa lingkungan atau nilai guna tidak langsung hutan.
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai
ekonomi
hutan
yang
dikembalikan pada alam antara
Rp
harus
adalah berkisar
106.868.949
sampai
Ha hutan; atau diambil nilai tengahnya akan sama dengan Rp 143.679.365/Ha area hutan.
Rp
Walaupun angka rente ekonomi dan
180.489.781 per Ha hutan berdasarkan
nilai
angka-angka harga kayu dan non-kayu
mencerminkan nilai hutan per hektarnya,
tahun 2012 dan menurut Skenario I dengan
dan semestinya nilai tersebut dibayar oleh
asumsi setiap hektar lahan hutan dapat
pengusaha yang membuka lahan hutan,
dipanen
sebanyak
40
m3 kayu
dan
tetapi
jasa
lingkungan
dalam
hutan
kenyataannya
benar
pungutan
pengusaha menerima balas jasa investasi
lingkungan tersebut belum pernah dapat
sebesar 15% dari biaya produksinya, maka
ditangkap seluruhnya oleh Pemerintah,
nilai pungutan yang semestinya
karena
dibayar
selalu
oleh peminjam pakai kawasan hutan antara
Pemerintah
Rp 106.868.949 sampai Rp 180.489.781 per
menentukan
ada dan
tarik
ulur
pengusaha pungutan
antara dalam hutan
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 125
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
yang harus dibayar oleh para pengusaha
seperti yang disinggung di atas. Bahkan
yang meminjam pakai kawasan hutan.
pengalaman di Cameroon terkait dengan
Dodik Nurokhmat mencatat bahwa IMF
rente ekonomi diusulkan agar margin laba
pernah mendorong Pemerintah Indonesia
yang layak tidak setinggi suku bunga kredit
untuk dapat menangkap 60% dari nilai rente
bank yang berlaku di pasar, melainkan
ekonomi yang seharusnya, sehingga nilai
sebesar 50% untuk kayu bulat dan 70%
rente ekonomi tersebut dapat ditangkap
untuk produk olahan termasuk premi risiko
sebesar 60% x Rp 143.679.365 = Rp 86 207
perusahaan dan ini harus dibahas bersama
619 .
antara pemerintah dan para pengusaha.. Dalam kenyataannya telah diterapkan
PSDH 10% dari harga jual kayu dan DR
Nilai SDA (tambang) di bawah kawasan
sebesar US$ 16/m3 kayu atau Rp. 144.000
hutan
pada kurs US$ Rp. 9.000 untuk disetor ke
Umumnya ada tumpang tindih antara
kas Negara. Maka nilai pungutan PSDH
kawasan hutan dan lokasi bahan tambang.
dan
dapat
Hutan dikelola oleh Kemeterian Kehutanan
(Rp
dan bahan tambang meskipun terrletak di
1.449.100/m3 x 40 m3) + (40 m3 x Rp
dalam tanah di bawah kawasan hutan
144.000) = Rp 5.796.400 + Rp 5.760.000 =
dikelola oleh Kementerian Pertambangan.
Rp 11.566.400/Ha luas areal hutan pinjam
Eksploitasi bahan tambang juga harus
pakai. Dengan demikian masih ada celah
dikenakan pungutan pajak dan retribusi
untuk mengenakan pungutan tambahan
yang semuanya harus sesuai dengan nilai
dalam bentuk PNBP pinjam pakai kawasan
rente
hutan untuk penggunaan di luar sektor
tambang ditambah dengan nilai kerusakan
kehutanan sebesar Rp 86.207.619 – Rp
fungsi lingkungan terkait dengan kegiatan
11.566.400/Ha = Rp
Rp 74.641.219
pertambangan. Karena eksploitasi bahan
menurut Skenario I. Angka ini sangat tinggi
tambang berada dibawah ranah pengelolaan
bila dibandingkan dengan tarif pinjam pakai
oleh Kementerian Pertambangan, maka
kawasan hutan menurut (PP No. 2/2008)
pembayaran pajak dan retribusi termasuk
yang nilai dasarnya hanya sebesar Rp
pungutan lainnya yang terkait dengan bahan
3.120.000/Ha.
tambang dan harus masuk kedalam PNBP
DR
untuk
diperkirakan
mencapai
Sebenarnya ekonomi
tahun
yang
143.679.365/Ha
2012 10%
besarnya tercantum masih
x
nilai sebesar
rente RP
tetap
ekonomi
menjadi
masing-masing
wewenang
bahan
Kementerian
Pertambangan.
diperdebatkan Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 126
Vol. 5 No. 2 Oktober 2017 ISSN: 2252-6226
Oleh sebab itu, maka tarif pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan lain di luar
sektor
kehutanan
memperhitungkan bahan
tambang
tidak
kekayaan yang ada
perlu
termasuk di
dalam,
Pembangunan di Luar Kehutanan, Jakarta, 2008
Kegiatan
Kementerian Kehutanan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,Jakarta 1999/
meskipun berada dalam areal hutan yang Nurrochmat, Dodik Ridho, Strategi Pengelolaan Hutan: Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
dipinjam pakaikan.
KESIMPULAN Dengan analisis di atas, maka layak kalau tarif pinjam pakai kawasan hutan ditigkatkan dari nilainya sekarang yang
PDRB Hijau Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, BAPEDA Kabupaten Bantaeng
sekitar Rp.1.500/Ha/tahun. Kalau dianggap 30% dari rente ekonomi dapat ditangkap oleh
Pemerintah
sebagai
sumber
penerimaan negara bukan pajak, maka nilai
Salim, HS. H, Hukum Pertambangan, PTRajaGrafindo
Persada,
Jakarta,
2010
pinjam pakai kawasan dapat ditentukan sekitar 30% dari harga kayu gergajian per meter kubik (m3).
Daftar Pustaka Kementerian Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 (PP No. 2/2008) tentang Jenis dan Tarif Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berasal dari Kawasan Hutan Untuk Kepentingan
Suparmoko, M. dan Dodik Nurrochmat, “Jenis-jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Sektor Kehutanan”, Jurnal Ekonomi Lingkungan, Volume 12/No 1, halaman 65-83. Ulya, Nur Arifatul, ”Analysis Keterkaitan Sektor Kehutanan dengan Sektor Perekonomian Lainnya”, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Volume 5 Nomor 1, Maret 2008
Jurnal Ekonomika dan Manajemen | 127