Mendorong Integritas Bangsa untuk Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-17 10 Januari 1998 – 10 Januari 2015
15 Januari 2015 Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina
Oleh: Bima P. Santosa Deputi Rektor - Universitas Paramadina Managing Director – Paramadina Public Policy Institute
Januari 2015 Universitas Paramadina
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
1
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Selamat datang di kampus Universitas Paramadina. Terima kasih kepada Pengurus Yayasan Wakaf Paramadina yang berkenan menghadiri acara Dies Natalis Universitas Paramadina yang ke-17. Terima kasih kepada Rektorat Universitas Paramadina yang telah memberikan kepercayaan dan kehormatan bagi saya untuk berbicara di depan civitas academica dan Senat Universitas Paramadina yang terhormat ini. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang berkenan meluangkan waktu untuk hadir mengikuti sidang terbuka rapat senat Universitas Paramadina dalam rangka memeringati Dies Natalis ke-17 Universitas Paramadina1. Tema Dies Natalis ke-17 ini adalah “Mendorong Integritas Bangsa untuk Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”. Usia ke-17 merupakan salah satu kejadian penting (milestone) dalam perkembangan seseorang. Seringkali usia ke17 diidentikkan dengan usia memasuki ambang kedewasaan bagi seseorang. Tetapi, bagi institusi seperti Universitas, usia ke-17 terhitung sangatlah muda, masih banyak tantangan yang masih harus dilalui. Meskipun demikian, kita harus bersyukur atas kemajuan yang telah dicapai oleh Universitas dalam usia yang relatif masih sangat muda bagi suatu institusi seperti Universitas. Tema integritas adalah tema yang sangat relevan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga isu yang penting di tingkat organisasi dan juga di tingkat individu. Perkenankan saya untuk mengeksplorasi sekaligus meresonansikan orasi ini sebagai pesan kepada para sahabat-sahabat Universitas yang kini dipercaya memegang amanah mengelola Negara ini. Rekan-rekan civitas academica Universitas Paramadina… Saya akan mulai pidato ini dengan sedikit kilas balik ketika saya mulai bekerja sebagai auditor. Saya pernah menemukan kasus yang cukup menarik ketika memproses seseorang yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena menggunakan uang yang bukan haknya meskipun nilainya relatif tidak signifikan. Teknik yang digunakan untuk mengambil uang adalah dengan melakukan lapping, yaitu menyalahgunakan penerimaan kas untuk sementara waktu atau permanen. Hal ini terjadi karena tidak adanya pemisahan tugas antara penerimaan dan pencatatan piutang pelanggan. Penyebab kasus tersebut antara lain adalah karena lemahnya pengendalian internal organisasi selain tentu juga ada isu integritas di tingkat individu. Selanjutnya, selang beberapa tahun kemudian, saya juga ditugaskan untuk melakukan audit investigasi di salah satu Bank yang memperoleh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang antara lain menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi tahun 1998. Apabila dilihat jumlah kerugian negaranya, sangatlah fantastis bahkan dengan nilai uang sekarang. Apabila ditelisik lebih jauh, penyebab dari kasus tersebut juga antara lain adalah lemahnya pengendalian tetapi tidak hanya di tingkat organisasi tetapi juga di tingkat sistem pengawasan perbankan nasional. Selain masalah pengendalian juga ada isu integritas di tingkat organisasi. Terima kasih kepada Totok A. Soefijanto dan Wijayanto Samirin atas masukan terhadap draft awal tulisan ini. 1
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
2
Setelah hampir dua puluh tahun berlalu, seringkali pengalaman tersebut sekilas terngiang kembali di dalam pikiran saya. Isu integritas tidak hanya menjadi isu di tingkat individu, tetapi juga di tingkat organisasi, dan juga di tingkat nasional. Orasi ini akan mencoba melihat isu integritas di tingkat organisasi dan di tingkat nasional. Terlebih menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada bulan Desember 2015, Indonesia menghadapi peluang sekaligus tantangan untuk meraih keuntungan dari MEA. Belum ada cerita sukses dari Indonesia terkait dengan MEA (ASEAN, 2014). Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2014 dari Transparency International, Indonesia menduduki peringkat ke-5 di ASEAN di bawah Singapura, Malaysia, Philipina, dan Thailand. Keempat negara tersebut memiliki Gross National Income (GNI) per kapita di atas Indonesia kecuali Philipina untuk tahun 2013. OECD (2014) menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara persepsi korupsi dengan tingkat produksi yang merupakan bukti pengaruh negatif korupsi terhadap penciptaan nilai (value creation). Sehingga, perlu upaya serta strategi bagi pemerintahan baru untuk memerangi korupsi guna meningkatkan produksi serta mendorong penciptaan nilai bagi perekonomian Indonesia. ASEAN awalnya dibentuk terutama untuk tujuan politik guna mendukung perdamaian dan stabilitas regional. Dalam perkembangannya, ketegangan regional menurun intensitasnya sehingga ASEAN lebih fokus kepada tujuan ekonomi. Menurut Worldbank (2014), pada tahun 2013 ekonomi ASEAN memiliki kontribusi 6 (enam) persen terhadap PDB global, yang menjadikan ASEAN blok ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17%), China (16%), dan India (7%). Indonesia dengan penduduk hampir setengah dari populasi ASEAN dan 40% dari PDB ASEAN merupakan pemangku kepentingan kunci dalam proses yang sedang berlangsung ini. Salah satu ketakutan dalam menghadapi MEA adalah bahwa Indonesia akan dibanjiri oleh pekerja terampil dari negara ASEAN yang lain. Global Migration Database dalam Worldbank (2014) menyebutkan bahwa tahun 2007 Singapura dan Malaysia menerima lebih banyak pekerja terampil dari Indonesia dibandingkan sebaliknya. Hampir 11.000 pekerja terampil Indonesia pindah ke Singapura dan sekitar 6.500 ke Malaysia, sementara hanya sekitar 100 warga negara Singapura dan kurang dari 400 warga negara Malaysia pergi ke Indonesia. Sehingga tantangan Indonesia adalah justru bagaimana menyerap tenaga kerja terampil dan tidak terampil di Indonesia. Untuk menyediakan lapangan kerja bagi 126 juta angkatan kerja diperlukan percepatan pertumbuhan ekonomi (Worldbank, 2014). Pemerintahan Indonesia yang baru memiliki target pembangunan yang cukup ambisius seperti pembangunan infrastruktur dan program-program sosial. Perlambatan pertumbuhan dalam negeri, perlambatan ekspor akibat penurunan harga komoditas merupakan tantangan yang harus diselesaikan. Sehingga untuk merealisasikan target-target yang ambisius tersebut pemerintah harus mendorong penerimaan negara yang lebih besar serta membelanjakannya dengan lebih baik. Mendorong penerimaan negara dan membelanjakannya dengan lebih baik memerlukan perubahan mendasar dalam mengelola kehidupan bernegara dan berbangsa.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
3
Widodo (2014) menulis tentang “Revolusi Mental” di dalam harian Kompas sebelum Pemilihan Presiden tahun 2014. Joko Widodo, saat ini Presiden Joko Widodo, menyatakan “Agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, dan sesuai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur, kita perlu melakukan revolusi mental”. Pertanyaan selanjutnya memang dari mana kita mulai. Beliau juga menyampaikan bahwa “Jawabannya dari masing-masing kita sendiri, dimulai dengan lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal serta lingkungan kerja dan kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara.” Joko Widodo menyebutkan satu kata kunci yaitu integritas. Apabila dilanjutkan, pertanyaan berikutnya adalah “Bagaimana?”. Pidato ini setidaknya mencoba untuk menjawab pertanyaan bagaimana melaksanakan revolusi mental tersebut.
Apakah yang Dimaksud dengan Integritas? Integritas menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran; Integritas Nasional adalah wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara”. Integritas merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris “integrity”. Menurut kamus Merriam-Webster integrity berarti “the quality of being honest and fair” atau “the state of being complete or whole”. Van Dooren (2009) memberikan definisi integritas dalam konteks organisasi adalah “kualitas dari perilaku yang sesuai dengan nilai moral, norma, dan peraturan yang diterima oleh anggota dalam organisasi dan juga pemangku kepentingannya”. Integritas adalah kualitas atau karakteristik dari perilaku individu atau organisasi. Integritas dapat pula dianggap sebagai kebajikan (virtue) individu atau organisasi. Integritas dikaitkan dengan keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Adapun yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa institusi tidak boleh bias terhadap kepentingan satu kelompok pemangku kepentingan saja, tetapi harus menjamin agar seluruh pemangku kepentingan mendapatkan manfaat secara adil mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Transparansi adalah proses penyusunan dan pengambilan kebijakan dalam berbagai level institusi menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas adalah para pengambil kebijakan dalam institusi dapat dimintai pertanggungjawaban atas keputusan yang diambil, sesuai dengan otoritas yang dimilikinya, dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku. Sedangkan efisiensi adalah institusi memanfaatkan segala sumber daya dan dana yang dimiliki se-efisien mungkin untuk memaksimalkan manfaat bagi para pemangku kepentingan. Keempat nilai integritas tersebut perlu diterapkan secara seimbang untuk menjamin integritas institusi. Dalam praktiknya, keempat nilai tersebut harus diinternalisasikan baik itu di tingkat organisasi maupun di tingkat individu. Menarik melihat integritas juga dikaitkan dengan efisiensi. Efisiensi terutama di sektor publik tidaklah mudah untuk dirumuskan. Banyak ‘output’ dari pemerintah berupa barang yang tak berwujud (intangible) seperti perlindungan atas kebebasan beragama atau perlindungan terhadap kebebasan dalam
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
4
menyampaikan pendapat. Bagaimana ‘menghitung’ efisiensi perlindungan atas kebebasan beragama tentulah tidak mudah. Kita dapat membayangkan dalam satu ‘penggaris’. Pada satu ujung adalah integritas yang mencakup nilai keadilan dan equity untuk mempromosikan kepentingan publik, transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Sedangkan di ujung yang lain adalah vulnerabilities (kerentanan). Integritas merupakan isu yang sama di berbagai belahan dunia, baik negara kaya maupun negara miskin. Kemiripan masalah juga sama antara lain yaitu adanya benturan kepentingan karena pemberian hadiah, nepotism, dan moonlighting (sampingan). Meskipun solusi dapat berbeda tetapi permasalahannya relatif sama. Sehingga, solusi untuk masalah benturan kepentingan harus disesuaikan dengan konteks negara tertentu, masyarakat, dan budaya (Johnston, 2009).
Kerangka Sistem Manajemen Integritas Memberantas korupsi merupakan pertempuran yang tidak ada akhirnya karena korupsi merupakan gejala bukan penyebab. Penyebab utama korupsi adalah tidak hadirnya integritas. Sehingga, perlu dicari solusi untuk menghadirkan integritas di dalam tingkat individu, organisasi, dan juga nasional. If you can not measure you can not manage. Bagaimana mengukur sesuatu yang intangible? Saat ini, kita hidup di zaman yang semuanya tidak terhindarkan lagi untuk terbuka, mulai dari Indeks Persepsi Korupsi sampai dengan Islamicity Index, indeks yang mencoba mengukur sejauh mana tingkat “keislaman” suatu negara. Indeks yang mengukur tingkat korupsi sebagian merupakan hasil survei kepada para ahli, pelaku bisnis, dan juga warga negara yang selanjutnya memeringkat dalam satu dimensi yaitu “lebih” atau “kurang” korupsi. Indeks semacam ini baik untuk meningkatkan kesadaran dari masyarakat tentang kecenderungan korupsi tetapi tidak banyak membantu untuk aksi selanjutnya. Bagaimana korupsi di sektor-sektor tertentu dan bagaimana melakukan perbaikannya? Bagaimana mengukur perkembangan perbaikan yang telah dilakukan? Bagi manajemen di tingkat organisasi, indeks persepsi korupsi tidaklah banyak membantu organisasi untuk memperbaiki proses internal organisasi. Integritas dianggap sebagai nilai positif yang berada di ujung lain. Tujuan dari kerangka manajemen integritas tidaklah untuk memeringkat tingkat integritas tetapi untuk memiliki alat bagi pemimpin organisasi untuk mengidentifikasi masalah dengan cukup akurat dan bermanfaat untuk tindak lanjut berikutnya. Menarik untuk melihat mengapa perlu ada ‘sistem’ untuk mengelola integritas. Sementara sebagian berpendapat sistem dapat hadir untuk proses yang sistematis sementara apabila kita bicara integritas maka sulit untuk disistemkan. Ada pula yang berpendapat integritas perlu disistemkan agar dapat berkelanjutan dan dapat diukur dan dimonitor untuk meningkatkan tingkat integritas dalam organisasi. Kerangka manajemen integritas merupakan titik awal dalam pengembangan manajemen integritas. Gambar 1 memberikan ilustrasi kerangka manajemen integritas menurut OECD. Beberapa hal yang perlu dibedakan adalah “manajemen integritas” merupakan aktivitas yang bertujuan untuk
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
5
meningkatkan atau menjaga integritas. Sedangkan “integritas” merupakan outcome yang ingin dicapai dari proses manajemen integritas. Gambar 1. Kerangka Manajemen Integritas OECD
Sumber: OECD (2009) Kerangka manajemen integritas terdiri dari tiga pilar dan dua komponen. Pilar pertama adalah instrumen. Instrumen bertujuan untuk mendorong dan menegakkan integritas serta mencegah korupsi dan pelanggaran integritas lainnya dalam organisasi. Pilar kedua adalah proses, yaitu proses yang berkelanjutan untuk menegakkan instrumen agar bekerja. Sedangkan pilar ketiga adalah struktur, yaitu organisasi dari manajemen integritas. Dalam kerangka juga memisahkan adanya dua komponen dalam kerangka manajemen integritas. Komponen pertama adalah komponen utama (core) yaitu komponen yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan integritas dalam organisasi. Sedangkan komponen pelengkap (complementary) tidak memiliki tujuan utama untuk meningkatkan integritas tetapi memengaruhi integritas organisasi. Manajemen personalia, manajemen keuangan, dan manajemen kontrak merupakah contoh komponen pelengkap. Sedangkan faktor kontekstual juga memiliki peran yang terdiri dari konteks dalam (inner) dan konteks luar (outer). Konteks dalam adalah yang terkait dengan faktor intra-pemerintah (intra-governmental) sedangkan konteks luar adalah yang terkait dengan kecenderungan perubahan sosial yang mungkin memiliki pengaruh terhadap integritas dan persepsi atas integritas. Sehingga untuk membangun integritas di tingkat institusi, tidak dapat terlepas dari kerangka manajemen integritas dan juga konteks lingkungannya.
Bagaimana Menerapkan Sistem Manajemen Integritas? Rekan-rekan civitas academica Universitas Paramadina… Saya tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan kerangka sistem manajemen integritas. Saya dan beberapa rekan pernah terlibat dalam melakukan kajian tentang implementasi sistem manajemen integritas di dua institusi pemerintah yang memiliki peran strategis dalam isu pemberantasan
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
6
korupsi dan reformasi birokrasi. Bagi institusi-institusi yang memiliki peran strategis dalam pemberantasan korupsi, menegakkan integritas dalam organisasi tentu merupakan salah satu prioritas utama organisasi. Salah satu tantangan pertama dalam implementasi adalah memiliki bahasa yang sama tentang integritas. Meskipun sudah ada definisi integritas dalam organisasi, para staf memiliki pemahaman sendiri-sendiri atas apa yang dimaksud dengan integritas. Untuk menyamakan bahasa tersebut, organisasi perlu memetakan proses bisnisnya. Analisis risiko atas proses bisnis harus dilakukan untuk mengetahui titik-titik mana yang menjadi perhatian organisasi untuk memastikan terdapat pengendalian yang memadai atas risiko tersebut. Semakin berkembang dan besar suatu organisasi tentu akan semakin sulit untuk mengendalikan semua proses dalam organisasi. Perlu ada pendekatan semacam ‘accupressure’ untuk mengendalikan titik-titik tertentu yang memiliki pengaruh luas terhadap sistem tubuh secara keseluruhan. Misalkan untuk suatu organisasi yang terkait dengan penegakan hukum atau pemberantasan korupsi maka salah satu titik yang punya risiko tinggi adalah proses untuk menentukan apakah suatu kasus perlu dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi misalkan penyelidikan atau penyidikan lebih jauh. Selanjutnya, perlu adanya kesepakatan tentang kode etik dan juga kode perilaku dalam organisasi. Bagaimana kondisi yang menyebabkan adanya benturan kepentingan, bagaimana menghadapi situasi apabila terjadi benturan kepentingan. Hal-hal ini tentu tidaklah dapat sekedar hanya menyalin dari luar tetapi perlu ada penyesuaian dengan konteks lingkungan organisasi. Setelah adanya instrument, misalkan berupa dokumen selanjutnya hal yang menantang adalah bagaimana isu integritas menjadi bagian dari perilaku seharihari dalam organisasi. Tidak hanya cukup dengan pernyataan atau deklarasi seperti penandatanganan pakta integritas. Deklarasi merupakan titik penting tetapi tidak berhenti di pernyataan saja tetapi juga perlu secara berkala ada pelatihan dan juga fasilitas konseling agar orang dapat berkonsultasi atau tempat bertanya apabila menemukan kondisi yang berpotensi adanya benturan kepentingan. Tahap yang kita sebagai bangsa perlu lebih konsisten dalam melakukannya adalah menegakkan ketentuan. Bagaimana proses investigasi dan penerapan sanksi harus ditegakkan tanpa melihat siapa yang melakukan pelanggaran. Hal ini merupakan sinyal organisasi kepada lingkungan sejauh mana serius dalam menegakkan integritas organisasi. Selain instrument, proses yang berkelanjutan untuk memastikan instrument bekerja sesuai dengan siklus PDCA-Plan, Do, Check, Act. Konsistensi dalam melakukan siklus PDCA ini memerlukan komitmen dan energi pimpinan dan organisasi. Sebagaimana sistem yang lain, perlu ada perencanaan untuk mengenali peluang serta merencanakan perubahannya. Selanjutnya, melaksanakan perubahan tersebut dengan skala terbatas. Review terhadap perubahan diperlukan untuk memperoleh tidak hanya apa yang berhasil tetapi juga tidak kalah pentingnya adalah apa yang tidak berjalan sesuai rencana. Tahap terakhir adalah eksekusi untuk mengimplementasikan dengan skala yang lebih luas. Apabila perubahan tidak berhasil maka harus kembali ke awal siklus.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
7
Tentu tidak kalah pentingnya adalah actor atau unit yang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan integritas organisasi. Perlu ada struktur formal dalam organisasi yang secara khusus mempunyai tugas dan tanggung jawab menegakkan integritas dalam organisasi. Menurut Binhadi (2007) organisasi yang mempunyai lebih dari 5.000 orang karyawan sudah seharusnya memiliki unit integritas tersendiri yang khusus bertujuan menegakkan integritas organisasi. Pembentukan unit khusus yang menangani integritas tentu memerlukan pembenaran manfaat atas biaya yang harus dikeluarkan. Organisasi harus dapat memberikan keyakinan yang memadai atas manfaat yang dihasilkan. Organisasi Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki peran strategis dalam penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan penerimaan negara sudah saatnya perlu membangun sistem manajemen integritas organisasi. Beberapa K/L sudah memulai dengan menambahkan tugas tersebut kepada Inspektorat Jenderal atau bagian kepatuhan internal. Rekan-rekan civitas academica Universitas Paramadina… Pertanyaan berikutnya adalah bagaiman pengarusutamaan (mainstreaming) integritas dalam organisasi. Cara yang paling mudah dalam menerapkan sistem manajemen integritas adalah teladan atau contoh dari pimpinan. Integritas dari pimpinan merupakan prasyarat dari integritas staf. Hasil survei dari salah satu K/L menyebutkan hampir 80% staf menyatakan pimpinan sudah memberikan contoh perilaku yang menghadirkan integritas. Dari 80% staf yang menyatakan pimpinan sudah memberikan teladan, 57% menyatakan perilaku tersebut sudah memadai dan sangat memadai serta 58% menyatakan sudah memadai dan sangat memadai bahwa perilaku pimpinan dapat mencapai tujuannya. Hasil ini merupakan modal dalam organisasi untuk mendokumentasikan dan mendiseminasikan perilaku-perilaku pimpinan sebagai contoh. Hal ini berpotensi tidak dapat berkelanjutan karena tergantung dari aktor, sehingga perlu ada sistem yang mencoba melembagakan atau membuat praktik-praktik yang baik tersebut menjadi bagian dari perilaku organisasi. Manajemen integritas di tingkat organisasi dapat dipengaruhi melalui tiga cara. Pertama, instrument berdasarkan peraturan (rule based). Orang mematuhi peraturan akibat dari perhitungan rasional. Biaya dari adanya potensi sanksi lebih besar dari manfaat dari pelanggaran peraturan integritas. Kedua, manajemen integritas berdasarkan nilai (value based). Integritas yang dihasilkan tidak berdasarkan perhitungan rasional, tetapi karena nilai yang sudah terinternalisasi. Ketiga bauran antara pendekatan rule-based dan value-based memiliki pengaruh positif terhadap perilaku etis dari anggota organisasi, dan juga pengaruh dari value based lebih kuat. Menyeimbangkan pendekatan nilai dan pendekatan peraturan merupakan hal yang tidak ada akhirnya. Bagaimana pentingnya tergantung dari kenyataan konteks sosial, politik, dan administrasi dan juga sejarah perilaku dari organisasi terkait (OECD, 2009). Pemerintah sudah mempunyai inisiatif untuk menerapkan sistem manajemen integritas dalam pemerintahan. Inpres 9/2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi mengamanatkan semua pegawai negeri sipil di K/L untuk menandatangani pakta integritas. Selanjutnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terakhir melalui Permen PAN/RB 52/2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
8
kerja yang diusulkan sebagai Zona Integritas menuju IntegritasSetelah Menuju unit Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan WBK/WBBM ditetapkan, maka hal yang selanjutnya dilakukan rencana adalah Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah berupaya menindaklanjuti aksimenentukan tersebut. Peraturan ini merupakan upaya lebih lanjut untuk membumikan komponen-komponen yang harus dibangun. Terdapat dua pakta integritas menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari K/L. Gambar 2 jenis komponen yang harus dibangun dalam unit kerja terpilih, yaitu menunjukkan model Kementerian PANRB dalam menginstitusionalkan integritas komponen pengungkit dan komponen hasil. Di bawah ini adalah gambar dalam K/L. yang menunjukkan hubungan masing-masing komponen dan indikator pembangun Gambar 2. Modelkomponen. Penerapan Integritas Kementerian PANRB P E N G U N G K I T
( 6 0 % )
H A S I L
( 4 0 % )
Peningkatan Pelayanan Publik
Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN
P E R B A I K A N
D A N
P E M B E L A J A R A N
Sumber: Permen PANRB 52/2014
Melalui model tersebut dapat diuraikan bahwa program Manajemen
Perubahan,
Penataan
Tatalaksana,
Penataan
Manajemen
SDM,
Apabila menelisikAkuntabilitas lebih jauh modelKinerja, implementasi Permen PANRB tersebut dan Penguatan Penguatan Pengawasan, terdiri dari komponen pengungkit dan komponen hasil. Komponen pengungkit Peningkatan Kualitas PelayananPerubahan, Publik merupakan komponen pengungkit terdiri dari: 1) Program Manajemen 2) Penataan Tatalaksana, 3) Penataan Manajemen dapat SDM, 4) Penguatan Akuntabilitas Kinerja, 5) Penguatan yang diharapkan menghasilkan sasaran pemerintahan yang bersih Pengawasan, dan 6) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Selanjutnya keenam dan bebas KKN serta peningkatan kualitas pelayanan publik. komponen pengungkit tersebut diturunkan menjadi 23 (dua puluh tiga) sub Penilaian terhadap setiap program dalam komponen pengungkit komponen. Selain 6 (enam) komponen pengungkit juga terdapat 2 (dua) komponen hasil yanghasil akandiukur diukur melalui yaitu 1) Pemerintah yang Bersih Bebas dan komponen indikator-indikator yangdan dipandang KKNmewakili dan 2) Kualitas Pelayanan Publik. Model penerapan Kementerian PANRB program tersebut. Sehingga dengan menilai indikator tersebut mencoba mengukur hubungan antara aktivitas-aktivitas komponen pengungkit diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian yang langsung dengan outcome yaitu pemerintah yang bersih dan bebas upaya KKN serta kualitas pelayanan publik. Selanjutnya dapat diperoleh skor dengan memberikan berdampak pada pencapaian sasaran. bobot 60% komponen pengungkit dan 40% komponen hasil. Peraturan ini dijadikan pedoman bagi K/L dalam membangun zona integritas. Sampai sejauh ini, Penulis belum berhasil memperoleh laporan hasil evaluasi pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di K/L yang sudah mulai sejak tahun 2011. Perlu Komponen ... adanya kerangka sistem integritas yang menjadi panduan dalam penerapan Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
9
sementara implementasi bisa jadi tergantung dari konteks masing-masing K/L. Hal ini disebabkan karena beberapa K/L tidak langsung melayani publik tetapi lebih cenderung kepada membuat kebijakan atau melakukan koordinasi. Inisiatif lain yang sudah berjalan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai sejak tahun 2007 melakukan survei Integritas Sektor Publik. Survei Integritas Sektor Publik dilakukan dalam rangka mengukur kualitas layanan publik dari sudut pandang pengguna layanan. Indeks diperoleh dari rata-rata pengalaman integritas yaitu merefleksikan pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya (berdasarkan pengalaman personal responden) dan potensi integritas yaitu merefleksikan faktor-faktor yang berpotensi penyebab terjadinya korupsi oleh responden (mengindikasikan keberadaan faktor-faktor yang memungkinkan berkorelasi dengan terjadi korupsi di masa mendatang). Rata-rata Indeks integritas unit layanan tahun 2014 adalah 7,22 yang diperoleh dari rata-rata indeks rata-rata potensi integritas (6,83) dan indeks rata-rata pengalaman integritas (7,41) untuk skala 1-10. Survei ini mengambil sampel 40 unit layanan dengan 30 responden per unit layanan sehingga jumlah responden adalah 1.200 responden. Kriteria unit yang menjadi sampel adalah layanan publik pada K/L strategis yang menjadi fokus Renstra KPK, terkait dengan kepentingan nasional, dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Upaya pengukuran ini perlu diapresiasi meskipun dari sisi kerangka masih ada ruang untuk perbaikan. Survei ini merupakan salah satu upaya dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012 – 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sebagaimana diamanatkan Perpres 55/2012. Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa dalam jangka panjang akan disusun suatu Sistem Integritas Nasional. Bagaimana langkah selanjutnya untuk meningkatkan tingkat integritas dalam organisasi belum dapat dijawab oleh survei semacam ini. Kerangka Manajemen Integritas berupaya menjawab kebutuhan manajemen untuk secara sistematis menginstitusionalkan integritas dalam organisasi. Apabila secara bertahap organisasi K/L sudah menerapkan sistem manajemen integritas di tingkat organisasi, selanjutnya bagaimana di tingkat nasional?
Sistem Integritas Nasional Rekan-rekan civitas academica Universitas Paramadina… Tugas dan tanggung jawab memerangi korupsi tidak dapat dan tidak mungkin dibebankan kepada satu institusi penegak hukum atau satu hukum saja. Institusionalisasi integritas melalui beberapa institusi dan hukum dipercaya dapat membatasi korupsi di masyarakat. Integritas dalam konteks Sistem Integritas Nasional merupakan kombinasi antara integritas individu, integritas institusi dan integritas hubungan antar institusi. Sistem Integritas Nasional didefiniskan sebagai sistem yang melibatkan kerjasama seluruh komponen bangsa, yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat sipil; yang diikat oleh peraturan, etika, dan kesamaan tujuan, untuk mewujudkan dan menjaga integritas dalam kehidupan keseharian bangsa
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
10
Indonesia. Kembali ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integritas Nasional adalah wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Akuntabilitas merupakan salah satu nilai integritas yang harus diperhatikan dalam membangun Sistem Integritas Nasional. Keberadaan akuntabilitas mendorong semua komponen untuk melakukan tugas sesuai dengan fungsi dan perannya. Sistem akuntabilitas tidak bisa lepas dari sistem bernegara yang dianut. Walaupun demikian untuk sistem bernegara yang sama pun, akan terdapat variasi yang cukup lebar dikarenakan masing-masing negara bersifat unik akibat beberapa faktor diantaranya faktor budaya, sejarah, dan geopolitik. KPK dalam dokumen Road Map KPK 2011-2023 menjelaskan peran strategis KPK dalam pembangunan Sistem Integritas Nasional. Selanjutnya, turunan roadmap KPK 2011-2023 tertuang dalam Rencana Strategis KPK 2011-2015. Salah satu fokus area sasaran strategis adalah pembangunan pondasi Sistem Integritas Nasional. Indikator keberhasilan dari sasaran tersebut adalah % (persentase) pelembagaan Sistem Integritas Nasional. Gambar 3. Hubungan KPK, Kementrian dan Lembaga (K/L), dan Civil Society Organisation (CSO) dalam Membangun Sistem Integritas Nasional
Sumber: Road Map KPK 2011-2023 Gambar 3 memberikan ilustrasi bangunan Sistem Integritas Nasional Indonesia. Ilustrasi bangunan diadopsi KPK dari Pope (2011) dalam membangun konstruksi Integritas Nasional. Integritas Nasional yang diilustrasikan dalam gambar 3 bertujuan menopang tatanan hukum, pembangunan berkelanjutan, dan kualitas hidup. Bangunan tersebut ditopang oleh pilar-pilar organisasi yaitu: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Layanan Publik, Penegak Hukum, Penyelenggara Pemilu, Ombudsman,
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
11
Lembaga Audit, KPK, Partai Politik, Media, Masyarakat Sipil, dan Swasta/Bisnis. Pilar-pilar tersebut berdiri di atas pondasi Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Setiap pilar dalam bangunan integritas nasional memiliki tiga dimensi, yaitu pertama peran/kontribusi (role), yaitu memastikan setiap pilar menjalankan tupoksi-nya secara berintegritas dengan berbasiskan keunggulan masing-masing untuk selanjutnya dikolaborasikan dengan pilar lainnya dalam pembangunan Sistem Integritas Nasional. Kedua, transparansi dan akuntabilitas (governance), intinya setiap pilar harus menerapkan akuntabilitas dan transparansi dalam bentuk implementasi sistem integritas, baik komponen utama maupun komponen pendukung. Ketiga, kapasitas (capacity), agar dapat membangun sistem integritas dan menjalankan perannya secara berintegritas, maka masingmasing pilar harus memiliki kapasitas untuk menjalankan hal tersebut. Penjelasan tiga dimensi peran pilar menjelaskan perlunya kolaborasi antar pilar dan pentingnya implementasi sistem integritas di tingkat organisasi (pilar). Prasyarat agar Sistem Integritas Nasional dapat ditegakkan adalah adanya sistem integritas di tingkat organisasi. Metafora bangunan kuil Yunani mensyaratkan adanya pondasi yang kuat dari sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Secara implisit juga mengasumsikan masing-masing pilar memiliki peran yang setara dalam menopang atap berupa integritas nasional. Pope mengenalkan pertama kali terminologi Sistem Integritas Nasional. Sistem Integritas Nasional diilustrasikan dengan menggunakan bangunan kuil Yunani. Bangunan kuil didirikan di atas pilar-pilar yang setidaknya secara teoritis tidak ada kesepakatan terkait dengan jumlah atau pun institusi tertentu. Metafora menggunakan pilar dan bangunan ini mengasumsikan bahwa masing-masing pilar mempunyai kekuatan dan kapasitas yang sama guna menopang atap bangunan. Hal yang perlu penjelasan lebih jauh adalah bagaimana mekanisme dan hubungan antara pilar ini. Pilar-pilar tersebut harus memiliki kekuatan yang sama untuk menopang atap bangunan. Sementara integritas institusi seringkali lemah dan fleksibel. Kekuatan dari sistem integritas berasal dari simpul dan jalinan yang membangun kekuatan saling mendukung antar institusi. Beberapa pertanyaan terkait dengan metafora bangunan kuil antara lain adalah: Berapa banyak pilar yang diperlukan untuk menegakkan bangunan? Mengapa ada satu institusi berupa pilar tersendiri, sementara beberapa institusi digabungkan menjadi satu pilar? Institusi eksekutif dijadikan satu pilar. Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat 163 K/L, 34 provinsi, dan 491 kabupaten/kota tersebar dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Darimana memulai? Apakah dilakukan bersamaan atau berdasarkan kesukarelaan berpartisipasi masing-masing institusi? Bagaimana memfasilitasi institusi swasta/bisnis serta masyarakat madani (civil society) dalam menegakkan Sistem Integritas Nasional? Beberapa negara memfokuskan kepada integritas terhadap pegawai negeri sipil, sementara ada juga yang fokus kepada sektor privat. OECD (2009) menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya perlu fokus kepada pegawai negeri sipil yang artinya juga fokus kepada institusi publik. Mengapa masing-masing pilar memiliki ukuran yang sama sedangkan bisa jadi memiliki peran yang berbeda dalam menegakkan bangunan Sistem Integritas Nasional? Institusi pemerintah sangat beragam, mulai dari yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap penerimaan negara sampai dengan institusi yang Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
12
keluarannya adalah kebijakan yang tidak langsung melayani masyarakat. Bagaimana menentukan skala prioritas institusi dalam penerapan Sistem Integritas Nasional? Bagaimana pola hubungan antara pilar? Pope menjelaskan bahwa memang pilar dalam setiap konteks masyarakat bisa berbeda-beda. Beberapa diantaranya memiliki peran yang kuat sementara yang lain mungkin lebih lemah. Metafora kuil bertujuan untuk memberikan ilustrasi sederhana terhadap Sistem Integritas Nasional yang relatif kompleks. Sampford et.al. (2005) memberikan alternatif metafor berupa “sarang burung” guna mengilustrasikan Sistem Integritas Nasional. Gambar 4 memberikan ilustrasi Sistem Integritas Nasional berupa sarang burung. Ilustrasi sarang burung ini dapat menggambarkan bagaimana hubungan antar institusi. Sistem integritas dipandang sebagai sistem yang terbuka sehingga konsep ekologis semacam sarang burung dapat menggambarkan konsep integritas. Gambar 4. Sistem Integritas ‘Sarang Burung’
Sumber: Sampford et.al. (2005) Sarang burung dibangun secara bertahap dengan menggunakan material yang tersedia dan secara individu merupakan material yang lemah. Meskipun demikian, apabila dikombinasikan maka akan efektif dalam menyangga sesuatu yang rapuh seperti telur burung atau dalam metafora ini merupakan integritas. Alam memberikan contoh bagaimana ‘’keteraturan terdapat di dalam ketidakteraturan (order in disorder)”. Apabila beberapa ranting patah atau dipindahkan , maka sarang burung mungkin memiliki kelemahan, tetapi ‘telur’ (integrity) tersebut tetap dapat aman karena tetap ditopang oleh sistem secara
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
13
keseluruhan. Sarang burung seperti sistem integritas memerlukan perawatan dan penguatan secara berkala dengan menambahkan material yang tersedia (Brown et.al., 2005). Sampford et.al. (2005) menjelaskan bahwa dengan adanya keanekaragaman sarang burung, dapat memberikan analogi bahwa tidak ada satu sistem yang sempurna atau ideal, apalagi sistem yang dapat dipindahkan. Dalam sistem yang berbeda dan institusi berbeda yang meskipun menjalankan tugas yang serupa tetap akan akan memengaruhi sistem integritas yang dibangun. Setiap negara dan yurisdiksi sampai tingkat tertentu telah memiliki Sistem Integritas Nasional apapun kondisi dan tantangannya. Institusi yang dalam suatu negara tidak memiliki peran penting, mungkin dalam konteks negara yang berbeda memiliki peran yang sangat penting. Sampford secara spesifik menyatakan bahwa mungkin institusi yang berlandaskan religius memiliki peran yang penting dalam konteks Indonesia. Secara garis besar, untuk mewujudkan Sistem Integritas Nasional yang kokoh diperlukan pembangunan sistem di tingkat nasional serta di tingkat masingmasing institusi. Sistem integritas di tingkat institusi merupakan faktor penting mengingat institusi-institusi merupakan simpul-simpul dimana integritas nasional ditopang. Masing-masing simpul berkolaborasi menunjang Sistem Integritas Nasional. Kendatipun keduanya mempunyai tingkatan yang berbeda (tingkat nasional dan institusi), tetapi proses pengembangannya hanya bisa dilakukan secara simultan. Metafor sarang burung dapat menggambarkan Sistem Integritas Nasional yang merupakan suatu sistem yang hidup dan berkembang. Sistim Integritas Nasional hanya akan terwujud apabila masing-masing institusi berperan dalam membangun integritas dalam konteks eksternal. Terdapat simpul-simpul institusi integritas inti (core) yang merupakan simpul utama struktur sarang burung. Institusi integritas inti yang memiliki peran kunci dalam membangun Sistem Integritas Nasional. Dalam konteks Indonesia saat ini, institusi penegak hukum, institusi terkait dengan pemberantasan korupsi, Ombudsman, serta institusi yang bertanggung jawab atas penerimaan negara bisa jadi institusi prioritas pertama dalam strategi institusionalisasi integritas. Di luar institusi integritas inti, terdapat institusi integritas yang didistribusikan (line agencies), yaitu institusi yang turut menopang struktur sarang burung. Anyaman ikatan antara institusi berlandaskan pada tiga anyaman, yaitu: konstitusi, kebijakan, dan operasional. Pertama, anyaman konstitusional atau akuntabilitas yaitu hubungan akuntabilitas termasuk di dalamnya adalah hubungan di mana institusi berbeda dapat saling melakukan pengecekan baik horizontal maupun vertikal. Misalkan, independensi kekuasaan yudisial, lembaga oversight untuk mengawasi institusi-institusi kunci, serta jaminan terhadap pengaduan publik, akses terhadap informasi publik. Sehingga, keberadaan anyaman konstitusional semacam itu dapat menguatkan Sistem Integritas Nasional. Kedua, anyaman hubungan kebijakan yang dibutuhkan untuk menciptakan koherensi dan konsistensi dalam mengelola integritas lintas sektor dan lintas organisasi. Anyaman kebijakan membutuhkan koordinasi kebijakan secara rutin oleh pemerintah. Sehingga perlu adanya keseimbangan di satu sisi penegakan hukum yang tegas dan di sisi yang lain berupa kepemimpinan dan
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
14
perubahan organisasi dan budaya. Ketiga, anyaman operasional yaitu hubungan teknis operasional sehari-hari dalam menjalankan tugas institusi yang melibatkan institusi lain. Sebagai contoh adalah hubungan antara tahap penyelidikan, penyidikan, sampai dengan penuntutan merupakan contoh hubungan teknis operasional misalkan antara kepolisian dan kejaksaan. Sehingga perlu ada ketentuan yang mengatur mekanisme koordinasi. Dalam konteks Indonesia mungkin pula diperlukan anyaman keempat yaitu komunikasi baik formal maupun informal. Banyak hal yang dapat diselesaikan apabila terdapat komunikasi yang baik antar institusi. Dalam rangka membangun integritas baik dalam konteks internal maupun eksternal, prinsip capacity (kapasitas organisasi dan staf untuk memahami konsep dan penerapan integritas), coherence (koherensi antar sesama kebijakan internal, antar sesama kebijakan eksternal serta antara kebijakan eksternal dan internal institusi), dan consequence (apabila dinilai ada kekurangan ataupun kesenjangan, maka perlu dilakukan perbaikan dalam bentuk capacity building untuk staf dan organisasi maupun upaya membangun coherence antar kebijakan yang ada) perlu selalu dipegang. Apabila penerapan sistim integritas di tingkat institusi maupun nasional dirasa kurang maksimal, perlu analisa terkait dengan kapasitas pelaku serta koherensi kebijakan antar institusi. Hasil analisa berupa kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang menimbulkan konsekuensi bagi masing-masing institusi untuk melakukan perbaikan. Langkah awal membangun Sistem Integritas Nasional adalah dengan melakukan pemetaan kondisi saat ini terkait dengan institusi dan lingkungannya. Sistem Integritas Nasional seringkali diasosiasikan dengan sektor publik atau pun pemerintahan. Idealnya, Sistem Integritas Nasional meliputi lintas sektor baik di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat madani.
Penutup Indonesia memiliki peluang untuk memperoleh manfaat dari terbukanya pasar serta perpindahan barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga terampil di ASEAN. Tantangan bagi Indonesia adalah menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah untuk menyerap tenaga-tenaga terampil di negaranya sendiri. Semakin terbatasnya sumber daya mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan serta membelanjakannya dengan lebih baik. Sementara, pemerintahan baru memiliki target yang relatif ambisius. Untuk mencapai target tersebut diperlukan ‘revolusi mental’ tidak hanya dari institusi pengelola negara tetapi juga dari institusi masyarakat madani serta institusi pasar/bisnis. Korupsi merupakan musuh utama dalam peningkatan produksi dan juga penciptaan nilai bagi perekonomian suatu negara. Memerangi korupsi merupakan perang yang tidak ada akhirnya apabila tidak menyelesaikan sebab utamanya yaitu ketidakhadiran integritas baik di tingkat individu, organisasi, dan nasional. Indonesia harus melakukan investasi untuk membangun Sistem Integritas tidak hanya di tingkat individu tetapi juga di tingkat organisasi dan juga di tingkat nasional. Investasi dalam Sistem Integritas tidak dapat dinikmati dalam jangka pendek sehingga memerlukan perspektif jangka panjang untuk memulai dan menjaga Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
15
serta merawatnya. Sistem Manajemen Integritas di tingkat organisasi harus dimulai dari atas, tone from the top serta teladan dari pemimpin merupakan prasyarat untuk hadirnya integritas di staf. Teladan atas perilaku pimpinan yang berintegritas harus secara bertahap diinstitusionalkan. Organisasi tidak dapat bergantung kepada individu pimpinan tetapi harus mulai membangun sistem sehingga apabila pimpinan berganti maka sistem tetap dapat berkelanjutan untuk mempertahankan integritas di tingkat organisasi dan juga di tingkat nasional. Sistem Manajemen Integritas tidaklah bertujuan untuk memeringkat derajat integritas suatu institusi tetapi bertujuan untuk memberikan alat bagi manajemen institusi untuk mengelola integritas di tingkat institusi. Indeks yang mencoba mengukur persepsi korupsi suatu negara penting untuk memberikan awareness kepada publik tentang ‘lebih’ atau ‘kurang’ korupsi, tetapi bagi institusi indeks semacam ini tidak banyak membantu untuk memperbaiki proses internal. Apabila institusi sudah memiliki kerangka untuk menerapkan sistem integritas langkah selanjutnya adalah bagaimana menerapkannya di tingkat nasional. Pada prinsipnya tidak ada Sistem Integritas Nasional yang seragam dan dapat disalin dari negara lain seutuhnya. Masing-masing masyarakat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Justru dari keberagaman tersebut dapat memperkaya Sistem Integritas Nasional. Alam memberikan contoh bagaimana menemukan adanya keteraturan dalam ketidakteraturan. Sarang burung yang dibangun dari materi yang relatif lemah dapat kuat menahan telur karena adanya saling kait mengkait, adanya anyaman antar institusi, sehingga saling menjaga dan memperkuat Sistem Integritas Nasional. Sistem Integritas Nasional terlalu penting dan tidak mungkin hanya bergantung dan diserahkan kepada satu institusi saja atau satu ketentuan atau undangundang saja. Institusionalisasi integritas melalui kait-mengkait antar institusi dan antar peraturan justru dapat memperkuat integritas. Memerangi korupsi adalah perang yang tidak ada akhirnya karena korupsi adalah gejala bukan penyebab, sehingga institusionalisasi integritas merupakan pilihan untuk memulai revolusi mental. Goethe mengatakan “to rule is easy, to govern is difficult”. Sulit bukanlah berarti tidak mungkin. Saat ini adalah saat yang tepat karena masyarakat tidak pernah terlibat secara aktif dalam proses politik sebelumnya. Ada rasa memiliki yang tinggi tetapi di sisi lain juga ada harapan yang tinggi kepada pemerintahan baru. Kombinasi kedua ini dapat menjadi modal untuk membangun Sistem Integritas di tingkat institusi dan juga di tingkat nasional. Keterlibatan institusi masyarakat madani dan juga institusi bisnis sangat diperlukan untuk mengakselerasi hadirnya integritas di kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah waktunya kita bekerja sama dan sama-sama bekerja, tidak hanya membebankan kepada pemerintah tetapi isu integritas juga merupakan bagian dari kita baik di tingkat individu, organisasi, dan juga nasional. Madjid (1992) menyebutkan bahwa kerja, amal, atau praktis adalah bentuk keberadaan manusia. Sehingga manusia tidak akan memperoleh sesuatu apa pun kecuali yang ia usahakan sendiri.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
16
Semoga orasi ini memberikan kontribusi untuk meresonansikan bagaimana memulai ‘revolusi mental’ membangun Sistem Manajemen Integritas di tingkat organisasi dan juga Sistem Integritas Nasional. Suatu sistem bisa jadi kompleks dalam konsep dan rencana tetapi harus sederhana dalam proses menyampaikannya kepada para pemangku kepentingan. Terima kasih atas perhatian Ibu dan Bapak, semoga Tuhan membimbing kita dalam membangun Universitas Paramadina dan menjalani kehidupan dengan berintegritas. Wassalamualaikum. Wr.Wb. Bima P. Santosa
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
17
Referensi Association of Southeast Asian Nations. (2014). ASEAN Economic Community Handbook for Business, dalam http://www.asean.org/communities/asean-economic-community , 29 Desember 2014. Binhadi. (2007). Materi Pelatihan Lembaga Komisaris dan Direksi. Jakarta: LKDI. Brown, A.J., & Uhr, J. (2004). “Integrity Systems: Conceiving, Describing, Assesing”. Refereed paper to Annual Conference and Mutual Accountability of the Australasian Political Studies Association, Adelaide, Sept. 2004. Brown, A.J., Uhr J., Shacklock A. and Connors, C. (2005). Chaos or Coherence? Strengths, Opportunities and Challenges for Australia’s Integrity Systems. Report of the National Integrity System Assessment, Griffith University and Transparency International Australia. Johnston, Michael. (2009). Components of Integrity: Data and Benchmarks for Tracking Trends in Government. Paris: OECD. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014). Survei Integritas Sektor Publik Tahun 2014. Jakarta: KPK. _______________. Roadmap KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Tahun 2011-2013. KPK. Jakarta. Madjid, N. (1992). Islam, Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina. Pope, J. (2011). An Ethics-Based Approach to Containing Corruption. Makalah Pra Konvensi KPK. Jakarta: KPK. Republik Indonesia. 2011. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Sekretariat Negara. Jakarta. _______________. 2012. Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. _______________. 2014. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah. Sekretariat Negara. Jakarta. Sampford, C., Smith R. & Brown A.J. “From Greek Temple to Bird’s Nest: Towards a Theory of Coherence and Mutual Accountability for National Integrity Systems” Australian Journal of Public Administration 64 (2): 96-108. The Organisation for Economic Co-operation and Development. (2009). Towards a Sound Integrity Framework: Instruments, Processes, Structures and Conditions for Implementation. Paris: OECD. _______________. (2014). Issue Paper on Corruption and Economic Growth, dalam http://www.oecd.org/g20/topics/anti-corruption/ , 6 Januari 2015.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
18
Transparency International. (2015). Corruptions Perceptions Index 2014, dalam http://www.transparency.org/cpi2014/results, 6 Januari 2015. Van Dooren, W. (2009). Integrity in Government: Towards Output and Outcome Measurement. Paris: OECD. Widodo, Joko. (2014). “Revolusi Mental” dalam http://nasional.kompas.com/read/2014/05/10/1603015/Revolusi.Ment al, 16 Desember 2014. Worldbank. (2014). Indonesia Economic Quarterly. Membawa Perubahan. Edisi Desember 2014. Jakarta: Worldbank. _______________. (2015). World Development Indicators, dalam http://databank.worldbank.org/data/views/reports/tableview.aspx# ,6 Januari 2015.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
19
Biodata Penulis Bima Priya Santosa (Bima) adalah Deputi Rektor Administrasi, Operasional, dan Keuangan Universitas Paramadina serta Managing Director Paramadina Public Policy Institute, sebuah think-tank independen di bawah Universitas Paramadina. Bima menyelesaikan program akuntan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan Master di bidang Manajemen Keuangan dari Universitas Melbourne, Australia dengan beasiswa AusAid. Bima aktif mengajar di program sarjana dan program magister Universitas Paramadina untuk mata kuliah Manajemen Risiko dan Keuangan Stratejik. Bima memulai karir sebagai auditor dan konsultan selama 10 tahun sebelum bergabung dengan Universitas Paramadina. Bima menikah dengan Rina dan dikaruniai satu puteri Alia. Bima dapat dihubungi di email:
[email protected] atau twitter @bimapsantosa.
Orasi Ilmiah Dies Natalis XVII, Universitas Paramadina
20