MENDIDIK DENGAN MANTRA, BUKAN DENGAN HUKUMAN Oleh : SUGITO, S.T
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju kepribadian yang utama. Dan menurut Prof. Dr. Suharyadi, pendidikan bukanlah semata “produk” yang diberikan institusi pendidikan berbagai tingkat, dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Bukan hanya sesuatu yang dirumuskan lembaga pendidikan dalam bentuk kurikulum. Menurut beliau, pendidikan adalah nilai holistik yang kita peras dari kehidupan. Tapi di sisi sekolah ada elemen-elemen pembentuk lain: pendidikan di dalam rumah, teladan orang tua, nilai-nilai agama, pengalaman hidup yang secara alamiah telah dihidangkan kepada anak. Pendidikan adalah pengarahan dengan maksimum daya serap individu terhadap nilai-nilai yang berkeliaran sepanjang hidupnya. Jadi,
pendidikan
dapat
diartikan
sebagai
usaha
untuk
membina
kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimana pun sederhananya suatu peradaban, di dalamnya pasti berlangsung apa yang disebut dengan proses pendidikan. Di samping pendidikan sangat penting bagi umat manusia, pendidikan juga merupakan bagian terpenting bagi negara maupun pemerintah. Pendidikan menjadi cita-cita setiap orang yang mencintai perbaikan karena pendidikan merupakan salah satu media dalam mengangkat
kualitas masyarakat dan
menyadarkan mereka untuk dapat menuju kebahagiaan dan kesempurnaan kehidupan. Keberhasilan dari proses pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pendidik atau guru. Sebab, guru adalah figur manusia yang memegang peranan penting dalam kegiatan proses belajar-mengajar. Guru merupakan orang yang bertanggung jawab dalam mencetak generasi muda, khususnya murid dan siswa yang profesional. Akan tetapi, sampai saat ini masalah guru dalam dunia pendidikan menjadi topik yang aktual sehingga 1
problem pendidikan membutuhkan penanganan karena semakin bertambahnya penduduk dan semakin cepat lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membuat sulitnya mengatasi masalah-masalah tersebut. Fakta
di
lapangan
menunjukkan
banyaknya
kasus-kasus
yang
berhubungan dengan guru yang menjadi korban kekerasan. Pertama,
kasus
seorang guru SMK Negeri 2 Makassar, Drs. Dasrul (45), dihajar orang tua salah satu siswa. Orang tua bernama Adnan Achmad (38) itu tak terima anaknya di tempar oleh Dasrul, Rabu (10/8/2016). (Sumber: sindonews.com) Yang kedua, kasus seorang guru SMP swasta di Sidoarjo yang dilaporkan ke polisi dan diseret ke Pengadilan Negeri Sidoarjo atas dugaan penganiayaan. Dan siswa yang dicubit tersebut adalah anak anggota TNI AD. Orang tua tersebut tidak terima anaknya dicubit guru, lantas melapor ke polisi atas dugaan penganiayaan. Dan guru yang dilaporkan bernama Sambudi (45), warga desa Bogem Pinggir, Balongbendo, Sidoarjo. Sambudi merupakan guru matematika. Sidang
perdananya
dimulai
pada
hari
Selasa
(28/6/2016).
(Sumber:
beritateratas.com) Kedua kasus tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, mulai dari rasa simpati dan marah, geram, dan masih banyak lagi. Apalagi untuk kasus yang pertama mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. “Apapun yang dilakukan di sekolah, siswa jangan sampai menyakiti guru,” ujarnya ditemui usai berbincang dengan Redaksi MNC Media di Kantor Sindo, Jakarta, Kamis (11/8/2016). Dan sebelumnya, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menyatakan sikap untuk mendukung Guru Dasrul dan menginginkan agar pelaku, yakni orangtua dan siswa diproses secara hukum. Pasalnya, tindakan penganiayaan tersebut dinilai melecehkan profesi dan martabat guru. “Kami marah dan kecewa atas tindakan orangtua tersebut. Kok sekarang banyak masyarakat tertentu melecehkan profesi dan martabat guru. Kami ingin agar keduanya dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucap Plt Ketua Umum PGRI, Unifah Rasidi. (Sumber: BeritaPrima.com) Jika flashback ke masa lalu, cara mendidik kedua guru pada kasus tersebut merupakan hal yang biasa bagi guru-guru zaman dahulu. Pada tahun 60-an hingga 80-an para guru menganggap hukuman fisik merupakan salah satu cara 2
mendidik siswa agar mengerti dengan kesalahannya. Banyak diantaranya yang menganggap apa yang telah dilakukan oleh guru-guru zaman dahulu mendidik dengan kekerasan kini menghasilkan sesuatu, contohnya saja para pejabat pemerintahan, presiden RI, dokter, dsb. Mereka semua adalah produk dari guru zaman dahulu. Mereka yang saat ini telah menjadi orang penting baik itu di pemerintahan maupun tempat lain adalah mereka yang dulu sekolah di zaman tahun 60-an hingga 80-an, yakni zaman dimana mendidik dengan kekerasan merupakan sesuatu yang wajar. Namun di zaman sekarang ini, mendidik dengan cara kekerasan termasuk sesuatu
yang
dianggap
melanggar
hukum.
Banyak
kasus-kasus
yang
bermunculan menyangkut tindakan guru pada siswanya yang disalahkan, dihukum, dan dipenjarakan hanya karena cara guru tersebut mendidik sedikit keras, misalnya dengan mencubit atau memukul. Hal ini dikarenakan negara Indonesia adalah negara hukum dan sudah tercantum pada Peraturan Menteri Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Di pasal 1 menjelaskan bahwa “Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka atau cedera, cacat dan bahkan sampai kematian.” Banyak para guru yang menganggap cara mendidik dengan kekerasan lebih berhasil dalam menciptakan orang-orang hebat, padahal faktanya tidak semua produk guru masa lalu itu berhasil, tidak sedikit pula hasil didikan dengan kekerasan yang menjadi biang keterpurukan bangsa ini. Contohnya: sampai saat ini Indonesia masih menjadi Negara dengan tingkat korupsi yang sangat tinggi, Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Tama S Langkun, mengatakan Semeter pertama 2014, terdapat 308 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 659 orang. Sedangkan kerugian negara sebesar Rp3,7 triliun. Sedangkan semester kedua, terdapat 321 kasus korupsi dengan 669 orang tersangka, serta kerugian negara sebesar Rp1,59 triliun (www.hukumonline,com). (ANTARA News) Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan total kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi sepanjang 2015 mencapai Rp31,077 triliun . Anggota 3
dewan yang berkelahi saat persidangan, pejabat yang melakukan tindak kekerasan pada istri maupun asisten rumah tanganya, oknum polisi dan TNI yang berkelahi, guru saat yang masih mendidik dengan menggunakan kekerasan. Mereka semua juga produk guru era 60-an hingga 80-an namun termasuk dalam produk gagal, karena mendidik dengan kekerasan dan tidak pada proporsinya akan melahirkan orang yang keras dan tidak memiliki perasaan dan kemanusiaan terhadap perasaan orang lain. Masih banyak guru yang berpandangan hukuman dengan kekerasan tetep boleh dilakukan sebagai langkah terakhir, dalam mengingatkan siswa untuk patuh dan disiplin. Walaupun mereka sebenarnya sudah faham bahwa mendidik dengan menggunakan kekerasan akan menghasilkan siswa yang setiap melakukan sesuatu hanya karena takut dihukum, jadi apa yang akan dilakukan tidak berdasarkan kesadaran pada diri mereka masing-masing. Contohnya kecil saja pemakaian helm, pada dasarnya memakai helm merupakan langkah untuk keselamatan diri, beda dengan masyarakat Bangsa Indonesia, memakai helm karena takut untuk ditilang. Seandainya saja tidak ada hukuman jika tidak memakai helm, dapat dipastikan tidak akan ada yang memakai helm. Mindset seperti itu tumbuh karena di sekolah mereka di didik untuk selalu mematuhi perintah guru jika mereka tidak patuh maka akan mendapat hukuman, dari sini lah mental untuk melakukan sesuatu itu terpaku hanya karena takut hukuman bukan karena kesadaran mereka sendiri. Seharusnya di sekolah membangun kesadaran bukan mnciptakan ketakutan. Untuk mengatasi masalah tersebut, harus adanya perubahan pola didik dari hukuman menjadi penyadaran, sudah bukan zamannya lagi menyuruh peserta didik melakukan sesuatu dengan ancaman hukuman. Guru tidak perlu memberi hukuman fisik seperti memukuli, mencubit, menampar dan sebagainya. Karena sebenarnya
guru
memiliki
senjata
ampuh
yang
bisa
digunakan
untuk
menyadarkan siswa. Senjata tersebut adalah melalui mantranya. Mantra berasal dari bahasa sansekerta yakni “mantra” atau “manir” yang merujuk pada kata-kata yang berada di dalam kitab Veda, yaitu kitab suci umat Hindu. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah atau kekuatan gaib. Disini yang dimaksud mantra yaitu segala ucapan yang dapat membuat,
4
mengubah, serta meluluhkan hati para siswa agar dapat mematuhi semua perkataan guru. Mantra yang akan digunakan oleh guru dapat berlandaskan kaidah, prinsip, dan etika komunikasi dalam Islam. Landasan tersebut berasal dari Al-Quran dan Hadist yang ditemukan dalam lafazh “Qaulan” (perkataan). Dalam Al-Quran terdapat macam-macam qaulan (perkataan), diantaranya : 1. Qaulan Karima Dilihat dari segi bahasa, karima berasal dari kata karuma yakrumu karman karimun yang bermakna mulia. Al-Quran mengingatkan kita untuk menggunakan bahasa yang mulia, yakni perkataan yang memuliakan, enak didengar, lemah lembut
dan
memberi
penghormatan
kepada
orang
yang
diajak
bicara
sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut: ا يَوِ َهل هَ َا َل اَ ُم َهل َْ َل َم َو َُ َه َلاهُ َق َا َل ٍّ ُ ف ُ اَ ُم َهل َْلُ َق اَ َل “... janganlah kamu mengatakan ‘ah’ kepada mereka (orang tua), jangan pula kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia!” (Q.S. Al-Isra` [17]: 23) Berdasarkan pengertian Qaulan Karima, maka guru diwajibkan untuk mendidik siswanya dengan perkataan-perkataan yang mulia. Qaulan karima diperlukan oleh guru dalam menasehati siswa, perkataan yang enak didengar, lemah lembut akan mudah diterima dan merasuk kedalam hati siswa. Perkataan yang mampu merasuk kedalam hati akan selalu diingat dan dijalankan oleh siswa. Contoh disini dalam menasehati siswa yang nakal, dalam menasehati siswa yang nakal jangan pernah menggunakan kata-kata kasar karena kata-kata kasar tidak akan pernah diterima oleh siswa, gunakanlah kata yang lemah lembut yang bisa meluluhkan hati siswa. 2. Qaulan Ma’rufa Ma’rufa identik dengan kata urf atau budaya. Menurut M. Quraish Shihab, ma’ruf secara bahasa artinya baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Qaulan ma’rufa berarti perkataan yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu, Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga 5
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).. Dalam Al-Quran dijelaskan: ءََ َمل َس َُُْ ُْات َا َل تو ُوهُا َُ َم هيَِل َهل اَ ُا َم تاهتل ُ ََلَ َق تاتْيا ٍَّ َه َاتاَ ُا ُم تا ا ُ َه َل ُوااَل هَ َا َل اَ ُم َم َات َا َ ءا َُ َه َاهُااُات ايِ َمل َا “Dan janganlah kamu menyerahkan harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (anak yatim) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan! berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik!” (Q.S. An-Nisa [4]: 5) Berdasarkan pengertian Qaulan Ma’rufa, maka seorang guru hendaknya berutur kata yang santun, yang pantas dan jangan pernah perkataan guru menyakiti perasaan siswa. Siswa yang pernah tersakiti oleh perkataan guru akan membekas selamanya, yang nantinya bisa menimbulkan balas dendam terhadap guru tersebut. Ada pepatah yang mengatakan luka badan bisa diobati sedang luka hati karena perkataan akan dibawa sampai mati. Qaulan ma’rufa mengajarkan kepada guru supaya tidak mudah memvonis siswa, sering terjadi di sekolah dengan mudahnya guru memvonis siswa. Contoh siswa yang belum bisa mengerjakan soal ulangan, guru akan mudah berkata kamu itu “goblok”. Selain goblok, vonis yang sering terlontar dari guru adalah nakal.
3. Qaulan Sadida Sadida berarti jelas, jernih, terang. Dalam Al-Quran dijelaskan: ل ءديِدَت َا َا َِلُااُاتهَ َا َل تاهتلَ اَ َه َِْتلُات َْهَ َِ يم َم يَلاُات ي َ َ ا َللاَل يُ ي فوِترَ ي ََه يَ يم َم يه ََّ ْ ََو ُاات اَ َا تاتييََِّ َا َا َِ َي “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa [4]: 9) ءديِدَت َاهُااُاتهَ َا َل تاهتلَ تْتلُات اَ َهلُات تاتييََِّ ٍَِّا َمل َِل َ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” Dari kedua konteks ayatnya, qaulan sadida merupakan perkataan yang jelas, tidak meninggalkan keraguan, meyakinkan pendengar, dan perkataan yang benar tidak mengada-ada atau bukan tuduhan tanpa bukti. 6
Berdasarkan
pengertian
Qaulan
Sadida,
maka
guru
harus
selalu
mengatakan kebenaran. Berkata jujur atau benar mutlak harus dilakukan oleh guru, karena apapun yang dikatakan guru akan selalu diikuti oleh siswanya, jika siswa sering mendengar guru berkata tidak jujur bisa dipastikan kelak siswa juga akan berkata tidak jujur.Guru harus berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
4. Qaulan Baligha Terhadap kelompok oposisi atau kaum munafiq kita diminta menggunakan bahasa yang komunikatif (qaulan baligha). Baligha itu sendiri berarti sampai. Dalam konteks ayatnya (QS an-Nisa [4]: 63), َ َِْ يهِلَل ٍّ َ َلَُ يء يم َهلَ َا َل ياا اَ ُم َم َاهُ َق ي َأ هُهُا يِ يم َم ياا َهل تاهتل ُ َِ َلهَ ُم تاتييََِّ ٍُّااََيو َ م ُم َم َا َْ َل ُم َم اَضَْ يَو “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” Berdasarkan pengertian Qaulan Baligha, guru harus komunikatif artinya apabila berkomunikasi dengan menggunakan pola pikir, perasaan, dan posisi lawan bicara. Ia sangat menyadari kebutuhan, perasaan, dan apa yang tengah terjadi dalam jiwa siswanya sehingga komunikasinya terasa bermakna dan menyenangkan bagi lawan bicara. Ia tidak suka mencela atau mencap siswa dengan cap yang buruk, tetapi sebaliknya, ia selalu berusaha membuat siswa bersikap dan berpikir positif.
5. Qaulan Maysura Maysura artinya mudah. Qaulan Maysura berarti perkataan yang mudah. Dalam konteks ayatnya (Q.S. Al-Isra` [17]: 28), ا تَّ َا يم تهل ُ َِ ) َه۲٨ َ ء َ اوت اَ ُم َهلَ َا َل اَلُ َق ْ ََو َُاََل َوِفيوَ يه ََّ َوةَ َه ُر ت َِْيلَل َس َْ َل ُم ُم ْ ُ َل يو “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.” Imam al-Maraghi mengartikannya sebagai ucapan yang lunak dan baik atau ucapan janji yang tidak mengecewakan. Sedangkan Imam Ibnu Katsir menyebutkan maknaqaulan maysura dengan perkataan yang pantas dan ucapan janji yang menyenangkan. Kedua pendapat tersebut identik, yakni ucapan yang 7
keluar
dari
mulut
kita
hendaknya
menyenangkan
orang
dan
tidak
mengecewakannya. Berdasarkan pengertian Qaulan Maysura, maka seorang guru dalam berkata, berkataannya harus menyenangkan siswa. Siswa paling tidak suka dengan guru yang perkataanya tidak sesuai dengan perbuatannya. Guru sering menegur siswa yang telat masuk kelas, tetapi dia sendiri juga sering telat. Apa yang diucapkan oleh guru harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, jangan sampai guru berkata “A” tetapi prilaku yang dilakukan “B”. Guru menjadi teladan siswa dari perkataan dan perbuatan.
6. Qaulan Layyina Secara bahasa layyina artinya lemah lembut. Qaulan layyina bisa bermakna sebagai strategi dakwah. Pasalnya, konteks qaulan layyina (QS Thaha [20]: 44) َ َُِ َيخَي ٍَّ َا ََِْيَ تا ُو اَِفيلَلاَلَهتلُ اَ ُملَ َا َل اَل ال “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Berdasarkan pengertian Qaulan Layyina, maka seorang guru harus berkata yang lemah lembut. Berlaku lemah lembut memiliki tujuan agar membuat siswa tertarik dan tidak menjauh dari gurunya. Dengan menggunakan 6 Qaulan tersebut akan tercermin karakter seorang guru melalui komunikasi, sikap, atau tutur kata kepada muridnya. Berinteraksi menggunakan pedoman 6 Qaulan di atas akan membuat guru menjadi seseorang yang selalu dirindukan dan dinantikan kehadirannya, karena ia mampu menjadi sosok pribadi penuh solusi serta membawa perubahan dan perkembangan yang lebih baik bagi siswanya maupun orang-orang disekitar. Selain menggunakan pedoman Qaulan, adapun cara yang dapat dilakukan oleh guru mendidik tanpa kekerasan, yakni dengan mengambil hati siswa. Mengambil hati siswa bertujuan untuk membuat guru lebih dekat dengan siswanya serta membuat siswa merasa lebih diperhatikan. Berikut yang dapat dilakukan untuk dapat mengambil hati siswa: Pertama, guru harus menghargai murid. Karena murid adalah manusia biasa yang selalu ingin dipuji, diakui, didengarkan, dan dihormati. Jadi untuk menghargai murid cukup dengan memberi penghargaan dan pengakuan atas 8
kontribusi mereka. Guru sangat perlu memberikan pujian kepada muridnya, berikut manfaat yang didapat dengan memberikan pujian:
Menunjukkan penghargaan atas upaya murid-murid
Memastikan bahwa perilaku yang baik terus berulang
Membangun hubungan yang lebih dekat dan komunikasi yang lebih positif
Memberikan contoh pada murid-murid lain agar mengikuti perilaku yang baik Kedua, guru harus menjadi sosok yang berbeda-beda. Maksudnya adalah,
guru harus mampu memposisikan diri dihadapan siswanya, guru tidak hanya menjadi satu sosok guru saja, tetapi jga bisa menjadi orang tua bagi muridmuridnya,
orang
tua
yang
mampu
mengayomi
siswanya,
membantu
menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi orang tua. Guru juga harus bisa jadi sahabat yang menyenangkan bagi siswanya, karena hanya dengan sahabat seseorang bisa mengungkapkan segala yang dialaminya, maksudnya disini jika guru mampu menjadi sahabat siswa maka siswa tidak akan segan lagi diskusi dengan guru jika mengalami masalah dalam pelajaran, selain itu jika guru menjadi sahabat siswa maka akan lebih mudah bagi guru untuk menasehati, memberi masukan dan memotivasi siswa. Sosok guru yag bersahabat akan selalu dirindukan siswa di sekolah. Ketiga, Pada saat mengajar tidak membuat siswa takut. Rasa takut adalah emosi negatif yang menimbulkan rasa cemas yang meresahkan hati. Reaksi setiap orang berbeda-beda terhadap rasa takut. Reaksi tersebut biasanya ditandai oleh rasa gelisah, waswas, tidak tenteram, dan panik. Sering kali cemas menimbulkan keluhan fisik seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, sakit kepala, mual-mual, dan histeris. Perlakuan yang menimbulkan rasa takut yang dialami anak dapat memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Anak yang mengalami rasa cemas akan mengalami gangguan psikologis seperti kurang percaya diri, rendah diri, dan merasa tidak berarti dalam lingkungannya sehingga tidak termotivasi untuk mewujudkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Kesimpulan Masa depan Bangsa ini tergantung generasi muda sekarang yang masih duduk di bangku-bangku sekolah, bisa diartikan pula kalau masa depan bangsa 9
Indonesia tergantung bagaimana proses pendidikan yang ada di sekolah. Jika proses pendidikan di sekolah mampu menanamkan karakter-karakter bangsa dengan baik, maka tidak ada yang dikhawatirkan dengan masa depan bangsa ini, namun sebaliknya jika di sekolah tidak mampu menanamkan karakter bangsa kepada peserta didik masa depan bangsa Indonesia berada diujung tanduk kehancuran. Guru sebagai salah satu ujung tombak dalam proses pendidikan harus mampu mendidik siswa menjadi siswa yang berkarakter bangsa. Guru harus mampu menjadi sosok yang menyenangkan dan menjadi panutan bagi peserta didik, karena guru yang menyenangkan dan mampu menjadi teladan akan selalu dirindukan siswa, beda halnya dengan guru yang selalu menampilkan wajah tidak menyenangkan akan membuat siswa menjauh. Kalau siswa sudah menjauh atau tidak senang terhadap guru, maka apapun yang diperintahkan oleh guru akan diabaikan, pengabaian dari siswa ini nantinya akan memicu kemarahan guru sampe pemberian hukuman berupa kekerasan pada siswa, padahal hukuman dengan kekerasan tidak akan berdampak perbaikan diri siswa, malah akan berdampak psikologi siswa yang menjadi siswa yang senang menyelesaikan sesuatu dengan kekerasan. Belum lagi adanya orang tua yang tidak terima karena anaknya dihukum dengan kekerasan, yang nanti akan berujung ke pengadilan. Padahal sebenarnya untuk mendidik siswa, guru memiliki senjata ampuh yang bisa digunakan, senjata tersebut adalah “MANTRA”, dengan mantra guru akan mampu mendidik siswa-siswanya menjadi siswa yang berkarakter. Dengan mantra-mantra yang diucapkan guru yang berlandaskan 6 Qaulan (Qaulan Karima, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Maysura, Qaulan Layyina), tidak akan terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan tindak kekerasan, dan ada lagi orang tua yang melaporkan guru karena melakukan tindak kekarasan. Dan nantinya akan muncullah generasi-generasi unggul berkarakter dari bangsa Indonesia yang akan membawa Indonesia menjadi Negara paling hebat.
Harapan Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak untuk menuntut ilmu, tidak ada lagi kekerasan terhadap anak dan tidak ada lagi guru yang masuk penjara karena dilaporkan oleh orang tua murid dengan tuduhan 10
telah melakukan kekerasan terhadap anak. Guru tidak menjadikan hukuman fisik sebagai senjata untuk mendisliplinkan siswa,
tetapi guru menjadikan mantra-
mantra sebagai senjata untuk mendidik anak. Karena bagaimanapun pendidikan yang dilakukan dengan kekerasan akan menghasilkan generasi beringas, yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Dengan mantra-mantra yang diberikan oleh guru akan membuat siswa dalam melakukan suatu tindakan dengan kesadaran bukan karena takut dengan hukuman.
11
Daftar Pustaka Ashari, R. Thohir. 2011. Jalan Mencari Guru Mursyid. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Endah, Alberthiene. 2012. Mendidik Dengan Hati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Komarudin, Ukim. 2015. Arief Rachman: Guru. Penerbit Erlangga Susanto, Herman. 2014. Menemukan Potensi Orang-Orang Yang Sulit Diatur. Jogjakarta: Flashbooks. Wahyono, Joko. 2012. Cara Ampuh Merebut Hati Murid. : Penerbit Erlangga Ren “Penganiayaan Guru Dasrul, Ini Komentar Mendikbud”. 7 November 2016. http://beritaprima.com/penganiayaan-guru-dasrul-komentar-mendikbud/ Nag “Tidak Terima Anak Ditampar, Orangtua Siswa Hajar Guru” 7 November 2016. http://daerah.sindonews.com/read/1130166/192/tidak-terima-anak-ditamparorangtua-siswa-hajar-guru-1470815802 “Miris.....!! Nasib Tragis Guru yang Mencubit Anak Pejabat Militer, Ternyata Muridnya Seperti Ini.......” 7 November 2016. http://www.beritateratas.com/2016/07/miris-nasib-tragis-guru-yang-mencubit.html “ICW: Jumlah Tersangka Kasus Korupsi Ribuan di Periode 2014” 12 November 2016. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54febb754288e/icw--jumlahtersangka-kasus-korupsi-ribuan-di-periode-2014 Wibisono Kunto B “ICW: korupsi 2015 rugikan negara Rp31,077 triliun”. 12 November 2016. http://www.antaranews.com/berita/546929/icw-korupsi-2015rugikan-negara-rp31077-triliun yuri abiena “ Macam-macam Qaulan dalam Al-Qur’an“. 12 November 2016. http://menjadihebat.blogspot.co.id/2013/02/macam-macam-qaulan-dalam-alquran.html
12
13