PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU: " 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT " KARYA ROB VAN KESSEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Nyabang Sudaryanto NIM: 101124037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU: " 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT " KARYA ROB VAN KESSEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Nyabang Sudaryanto NIM: 101124037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU : " 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT ", KARYA ROB VAN KESSEL
Oleh : Nyabang Sudaryanto Nim : 101124037
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Dr. C. Putranto, SJ.
Tanggal 26 Agustus 2016
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU : " 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT ", KARYA ROB VAN KESSEL
Dipersiapkan dan ditulis oleh Nyabang Sudaryanto Nim : 101124037
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23 September 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI Nama
Tanda tangan
Ketua
: Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed.
............
Sekretaris
: Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd.
............
Anggota
: 1. Dr. C. Putranto, SJ.
............
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ.
............
3. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed. . . . . . . . . . . . .
Yogyakarta, 23 September 2016 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan,
Rohandi., Ph.D
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamatku
Kedua orang tuaku tercinta : Bapak Ambrosius Nyurung dan Alm. Ibu Indah Ruminingsih S.Ag Saudaraku : Agita Ajeng Puspa Ningrum Tanteku : Dwi Conny Setya S.Ag sahabatku : De'Kill dan Angkatan 2010 Kalian adalah alasanku untuk tetap bertahan dan terus berjuang sampai saai ini.
teman-teman seperjuanganku, para pewarta kabar gembira, dan semua pihak yang telah ikut membantu, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkembang selama menjalani proses pendidikan hingga selesai di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
" Tidak perlu baik untuk sesuatu yang baik, karena sesuatu yang baik tidak harus berasal dari sesuatu yang baik " ( Dheva )
" Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman " ( So Dosin )
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Agustus 2016 Penulis
Nyabang Sudaryanto
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Sanata Dharma : Nama
: Nyabang sudaryanto
Nomor Mahasiswa
: 101124037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Unuversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU : 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT KARYA ROB VAN KESSEL”, beserta perangkat yang diperlukan. Demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk perangkat data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 24 Agustus 2016 Yang menyatakan
( Nyabang Sudaryanto )
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah “MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT DARI BUKU : 6 TEMPAYAN AIR POKOK-POKOK PEMBANGUNAN JEMAAT KARYA ROB VAN KESSEL”. Judul ini dipilih oleh penulis bertitik tolak dari pantauan di lapangan bahwa masih banyak para pemuka jemaat kita yang kurang memahami secara utuh dari alur organisasi, hak dan tugas dalam melayani umat. Dengan kurangnya memahami hal tersebut maka pendampingan dan pelayanan terhadap umat juga menjadi kurang maksimal. Isi dari buku ini mau membantu kita para pemuka jemaat baik itu katekis, prodiakon, serta perangkat pendukung lainnya untuk semakin memahami tugas dalam pendampingan dan pelayanan terhadap umat, baik itu didalam komunitas, kelompok kecil dan pribadi sekalipun. Di dalamnya disajikan enam butir pokok bahasan tentang pembangunan jemaat. Dasarnya adalah mukjizat Yesus yang pertama pada pesta perkawinan di Kana, ketika Ia mengubah air menjadi anggur dalam enam tempayan. Kita sebagai jemaat Allah hanya mampu menyediakan tempayan dan air, sementara yang mampu mengubah menjadi anggur adalah rahmat Allah. Keenam butir berikut melambangkan keenam tempayan itu: Keberadaan manusia dan identitas kristiani; Kehidupan dan kematian dengan penekanan pada arti pelayanan kepada kehidupan; Pertemuan dengan Allah sebagai dasar hidup manusia menjadi masalah bagi manusia dewasa ini; Tindak komunikatif: semua orang terlibat secara bebas dan sederajat; Arti Gereja dan hubungan Gereja dengan negara (Gereja orang miskin dan hak orang miskin); Kegiatan pokok jemaat paroki sebagai perwujudan gereja universal. Buku ini selain menjadi pegangan para pemuka jemaat dalam menjalankan tugasnya, juga diperuntukkan bagi para mahasiswa dan dosen teologi pastoral. Dengan harapan ini semua akan semakin memperkuat pemahaman dan menjadi pegangan dalam menjalankan tugas pendampingan serta pelayanan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT This thesis entitled “FATHOMING COMMUNITY BUILDING FROM THE BOOK: 6 JARS OF WATER CORES OF COMMUNITY BUILDING BY ROB VAN KESSEL”. This title is chosen by the author based on the observation on the field that there are still many of our leaders who less understand the purpose of organizing, also rights and duties in serving people. With of the lack of understanding that the guidance and services to the people become less maximum. This book‟s contents is helping for the leaders, which are catechists, prodeacons, and also any other leaders to be more understanding the duties in guiding and serving people, which in a community, a small group, and personally. This book contains six subject points of community building. It is based on Jesus‟ first deed at wedding party in Cana, while He transforming water into wine in 6 jars. We are, as the people of God only be able to provide the jars and water, meanwhile Grace of God is the one which be able to change it into wine. These six points symbolize those six jars: Human existance and christian identity; Life and death with emphasis in the meaning of services for life; Meeting with God as the life principal of human beings become problem on this day; Communicative act: everyone involved equal and free; The meaning of the Church and its relationship with the nations (The Church of the poor and the rights of the poor); Main activity of the parishian as a manifestation of universal church. This book, beside being a guidance for the leaders in doing the duties, it is also for the students and pastoral theological lecturer. After all, the author hopes that the leaders streghten their understanding and be a guide in duties of guidance and sevices.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhusan Pendidikan Agama Katolik.
Adapun judul skripsi ini adalah MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT
DARI
BUKU
:
6
TEMPAYAN
AIR
POKOK-POKOK
PEMBANGUNAN JEMAAT KARYA ROB VAN KESSEL. Diwarnai dengan berbagai macam hal baik itu yang menghambat maupun yang memperlancar, serta dorongan dari berabagai pihak secara langsung maupun tidak, dengan semua proses ini akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu atas kerjasama yang baik hingga terselesaikannya penuisan skripsi ini, dengan rendah hati penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Segenap staf Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan PAK-USD, yang telah mendidik dan mendampingi selama proses belajar, khususnya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. C. Putranto, SJ sebagai Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mendampingi dan membimbing dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam penuliusan skripsi ini. 3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, sebagai dosen penguji II yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Serta selalu membantu dalam berbagai kesulitan yang dihadapi oleh penulis. 4. Drs. FX. Heryatno Wonowulung SJ,. M.Ed., sebagai dosen penguji III yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini. Serta memberikan berbagai kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak, Alm. Ibu, adikku yag setia dan penuh cinta mendampingi serta memberikan semangat dalam menyelesaikan studi di PAK-USD ini. 6. Veronica Demitia Sandhy Parestu yang selalu mendampingi dan menjadi penyemangat bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini. 7. Anselma Fidelia Aji Susanti Windarwanti yang menjadi penyemangat dan motovasi bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini. 8. Teman-teman De‟Kill 2010 yang selalu menjadi motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman 2010 yang menjadi keluarga besar bagi penulis dan selalu menjadi penyemangat bagi penulis. 10. Teman-teman Club Petarung Bebas Yogyakarta yang selalu menjadi motivasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelsaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari sempurna sehingga masih memerlukan banyak kritik dan saran yang membangun dimasa depan guna perbaikan yang lebih baik bagi skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pelayan umat dimana pun berada karena kontribusinya sebagai pewarta kabar gembira dan menjadi teladan bagi umat dalam kehidupan sehari-hari.
Yogyakarta, 24 Agustus 2016 Penulis
Nyabang Sudaryanto
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ...............................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................
ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii MOTTO ............................................................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... vii ABSTRAK ......................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .......................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang Penulisan .......................................................................
1
B. Upaya Menanggulangi ............................................................................
6
BAB II. PENGHAYATAN KENYATAAN, PENEBUSAN DAN PEMBEBASAN .................................................................................................
9
A. Penghayatan Kenyataan .........................................................................
9
1. Cara Keberadaan Kita ......................................................................
9
2. Proses Sekularisasi ........................................................................... 10 3. Teologi ............................................................................................. 12 a. Komponen yang Pertama adalah Teologi Dialektis .................... 12 b. Komponen yang Kedua adalah Personalitas yang berasal dari Filsafat Eksistensi ............................................................... 13 c. Komponen yang Ketiga adalah Teologi Harapan ...................... 13 4. Etik ................................................................................................... 14 5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 18 B. Penebusan dan Pembebasan ................................................................... 19 1. Hidup dan Kematian ........................................................................ 19 2. Proses Penebusan ............................................................................. 21
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Ibadat Liturgi .................................................................................... 22 4. Pelayan Pemeliharaan, Perjuangan, Pengampunan .......................... 23 5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 25 BAB III. ALLAH, PEWAHYUAN DAN KOMUNIKASI IMAN ................... 27 A. ALLAH .................................................................................................. 27 1. Gambaran-gambaran Allah ............................................................... 27 2. Analisis Penelitian ............................................................................ 29 3. Dilema .............................................................................................. 29 4. Perjumpaan dengan Allah ................................................................ 31 5. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 32 B. Pewahyuan dan Komunikasi Iman ......................................................... 33 1. Bertindak Strategis dan Bertindak Komunikatif .............................. 33 2. Tiga Alur Komunikasi ...................................................................... 34 3. Iman di Alur Kebenaran ................................................................... 37 4. Iman di Alur Etik ............................................................................. 37 5. Iman di Alur Kesungguhan .............................................................. 39 6. Pembangunan Jemaat ....................................................................... 43 BAB IV. GEREJA DAN MASYARAKAT, FUNGSI DAN JABATAN .......... 47 A. Gereja dan Masyarakat ........................................................................... 47 1. Eklesiologi ........................................................................................ 47 2. Kerajaan Allah dan Umat Allah ....................................................... 47 3. Gereja dalam Proses Sekularisasi ..................................................... 50 4. Gereja dan Masyarakat Pasar ........................................................... 52 5. Gereja Orang Miskin ........................................................................ 55 B. FUNGSI DAN JABATAN .................................................................... 56 1. Kehadiran Kristus ............................................................................. 56 2. Fungsi dan Jabatan ........................................................................... 58 3. Motif ................................................................................................. 62 BAB V. USULAN PROGRAM ......................................................................... 64 A. Pemikiran Dasar Pendampingan ............................................................ 64 1. Latar Belakang Situasi ..................................................................... 64
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Alasan diadakannya Pendampingan ................................................. 65 3. Tujuan Pendampingan ...................................................................... 66 4. Pemilihan Materi dan Pertimbangannya .......................................... 66 B. Program Pendampingan Prodiakon ....................................................... 67 1. Pemikiran Dasar Program ................................................................ 67 2. Program Pendampingan Prodiakon .................................................. 69 C. Kumpulan Satuan Pendampingan .......................................................... 73 1. Satuan Pendampingan I .................................................................... 73 2. Satuan Pendampingan II .................................................................. 86 3. Satuan Pendampingan III ................................................................. 94 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 109 A. Kesimpulan ........................................................................................... 109 B. Saran ...................................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 111
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Dalam kehidupan Gereja dan dalam Teologi Praktis istilah Pembangunan Jemaat merupakan pengertian yang isinya padat. Isi itu sendiri berasal dari harapan-harapan jemaat sendiri. Umat Kristiani dewasa ini ditantang serta diancam oleh proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti modrenisasi dan sekularisasi. Umat kristiani ditantang untuk berpartisipasi kreatif dalam perkembangan zaman, tetapi umat juga mengalami efek-efek negatifnya. Pembangunan Jemaat menawarkan berbagai macam-macam usaha yang diharapkan dapat menanggani proses tersebut dengan tepat. Pembangunan Jemaat ingin menyediakan program yang menginspirasikan sebuah harapan. Tujuan sentral yang digambarkan dalam penjelasan tentang Pembangunan Jemaat disebut vitalisasi karena fokusnya pada kehidupan yang baru, pemancaran yang baru, dan daya tarik yang baru. Pembangunan Jemaat mau ikut membangun Gereja dimana orang dengan semangat yang baru mau berdiam dan bekerja. Harapan-harapan itu mempunyai dasar yang dalam. Banyak orang mengalami transisi yang terjadi dalam Gereja dan masyarakat. Mereka merasa gelisah dan kurang aman. Di satu pihak, semakin banyak orang beriman menyadari kesulitan gereja-gereja yang berada dalam situasi di mana rupanya politik lebih penting daripada iman. Dewasa ini sebagian orang mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bahwa Gereja tidak perlu sebagai institusi, bahwa cukuplah apabila manusia berpedoman pada iman, harapan dan cinta kasih sebagai anugrah dari Allah. Tugas dari Pembanguan Jemaat tidak hanya dipegang oleh para klerus, melainkan juga dipegang oleh semua warga Gereja. Warga Gereja merupakan bagian tidak terpisahkan dari keanggotaan gereja. Dimana warga Gereja memiliki ciri, sifat, perkembangan, dan mengalami langsung semua proses yang terjadi sebagai anggota dari warga Gereja. Di mana ada keyakinan bahwa ke depan Gereja dengan anugrah Allah yang terletak pada tangan kita, manusia, dan bahwa Pembanguna Gereja tergantung pada tanggung jawab dan jerih payah kita. Warga Gereja termasuk di Paroki Santa Perawan Maria diangkat ke Surga Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi pada saat ini sedang masuk kedalam taraf pembenahan dan pendewasaan. Di mana sebagai anggota Gereja yang luas terkadang mengalami krisis atau persoalan-persoalan yang cukup berat. Krisis yang seperti ini biasa terjadi karena adanya sebab akibat yang tentunya fatal bagi warga Gereja itu sendiri. Warga Gereja di Paroki Santa Perawan Maria dingkat ke Surga juga mengalami banyak krisis dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai anggota Gereja. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain kurangnya perhatian dari Gereja, Pastor Paroki, dan juga masyarakat sekitar. Sedangkan persoalan yang menuntut perhatian lebih saat ini adalah pola berpikir yang masih kaku, pembedaan perlakuan, keinginan untuk mendapatkan yang terbaik, yang terbaik yang dimaksud misalnya, pendapat yang harus didengar, berusaha mendapatkan
peluang-peluang
dan
posisi-posisi
yang
strategis
didalam
kepengurusan jemaat. Situasi seperti ini juga semakin berkembang dengan subur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
manakala anggota Gereja sendiri belum memiliki kesadaran untuk berperan secara penuh dalam melaksanakan perannya seebagai anggota Gereja. Berbagai kegiatan keagamaan yang ada di paroki dan diikuti hanya sebagai tameng dan penunjang aktivitas yang tentunya menjadi kebutuhan sekunder. Dalam berkegiatan juga tidak
jarang orang berpikir untuk
mempertimbangkan jarak, waktu dan estimasi biaya yang dikeluarkan. hal ini yang sering kali menjadi penghambat dari pembangunan jemaat itu sendiri. Seperti di Paroki Santa Perawan Maria di Angkat ke Surga, masih sedikit sekali pemahaman akan keanggotaanya dalam Gereja. Bisa dilihat dalam kegiatan yang ada. Misalnya dalam koor, di mana ini menjadi tanggung jawab dari seluruh jemaat stasi, wilayah, ataupun lingkungan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak jemaat yang tidak ambil bagian didalamnya. Contoh lainnya adalah kegiatan doa lingkungan, dimana hanya sebagian kecil jemaat yang ambil bagian didalamnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini, biasanya adalah tempat dimana kegiatan doa ini dilaksanakan, konsumsi apa yang akan diberikan, hal mendasar seperti ini yang bisanya terjadi. Hal lain yang mungkin lebih serius adalah bagaimana perhatian dari pastor di Paroki yang bersangkutan. Terkadang perhatian yang diberikan oleh para klerus dirasakan kurang merasa terhadap seluruh anggota jemaatnya di tempat itu. Membuat jemaat terkadang merasa malas dalam berperan dan ambil bagian dalam berbagai kegiatan yang ada di paroki tersebut. Juga adanya berbagai kesibukan yang dilakukan oleh jemaat membuat hubungan antara jemaat dan para klerus semakin renggang. Ditambah dengan adanya sikap egois yang masih kental, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kebutuhan ekonomi yang cukup tinggi membuat sisi kehidupan rohani jemaat terabaikan. Dalam sebuah proses memang demikian adanya, hal yang harus diingat dan harus selalu diingat adalah mereka harapan. Harapan Gereja di masa sekarang dan masa depan. Mereka tulang punggung Gereja dan masyarakat, oleh karena itu sangat diperlukan pendampingan terhadap mereka, siapa saja. Pendampingan juga harus sungguh-sungguh agar tercapai suatu pendewasaan iman sehingga mampu bertanggung jawab penuh dalam tugas-tugas dan perutusan Gereja. Salah satu yang bisa ditempuh adalah dengan pendampingan iman yang nantinya akan bermuara pada Pembangunan jemaat yang baik dan berhasil. Pendampingan iman merupakan salah satu bentuk pelayanan bagi perkembangan iman Kristiani, sebagai salah satu usaha untuk menemani orang lain atau kelompok agar iman akan Kristus sungguh-sungguh akan tumbuh. Tidak hanya tumbuh tetapi juga dapat berkembang guna wujud nyata perbuatan dalam rangka menyongsong masa depan. Jemaat harus didampingi dengan cara peningkatan pendampingan, misalnya melalui katekese. Dengan ketekese diharapkan dapat memberikan pengaruh lebih besar kepada jemaat, juga melalui kegiatan katekese semua orang beriman baik secara pribadi maupun bersama dapat menghayati iman dalam situasi konkret. Dan jemaat bisa berkembang menajadi manusia kristiani. Bertolak dari hal ini penulis ingin mengajukan suatu sumbangan pemikiran bagi usaha peningkatan pendampingan jemaat, yang bertujuan untuk Pembangunan Jemaat. Sebagai upaya menanggulagi saya meringkas sebuah buku dengan
maksud
mecari
inspirasi
agar
bisa
melakukan
pendampingan
Pembangunan jemaat dari sebuah buku “6 Tempayan Air Pokok-pokok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Pembangunan Jemaat”
karangan karya Rob Van Kessel, demikian buku ini
seterusnya menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengambil dan menjadikan buku ini menjadi acuan penulis dikarenakan Prof. Dr. Rob Van Kessel adalah orang yang ahli dibidangnya. Prof. Dr. Rob Van Kessel lahir 1929 di Jakarta, menjadi profesor dalam teologi Praktis di Universitas Utrecht. Beliau menuliskan refleksi teologis yang cukup fundamental bagi Pembangunan Jemaat. Sudah ada banyak literatur mengenai iman dan gereja yang juga mengenai problem-problem pastoral. Pembangunan Jemaat pun lama-kelamaan tidak asing lagi sebagai vak yang membekali para petugas pastoral, baik imam, pendeta, maupun awam. Rob Van Kessel ingin bertolak dari teologi modern dan makin lama mengkhususkan diri pada Pembangunan Jemaat. Beliau mencoba membangun kader serta memberikan perspektif teologis normatif bagi Pembangunan Jemaat dalam konteks masyarakat masa kini. Tidak disangkal lagi bahwa konteks masyarakat di banyak negara dunia ketiga terkena oleh modernitas sebagai kultur baru. Di Indonesia kesadaran akan hal itu semakin kuat. Mungkin upaya Rob Van Kessel ini bagi kalangan pembaca tertentu terkesan terlalu idealistis, terlalu radikal, atau terlalu abstrak. Namun, Rob Van Kessel mengharapkan supaya buku ini dapat memberi inspirasi untuk bertolak dari iman yang mendalam dan berkerja demi gereja yang vital dan yang betulbetul bersifat kristiani. Demikian sedikit tentang biografi Prof. Dr. Rob Van Kessel yang memang dalam hidupnya mendedikasikan diri untuk pembangunan Jemaat. Oleh dasar itulah penulis menjadikan buku karya Rob Van Kessel ini sebagai buku acuan utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Upaya Menanggulagi Saya meringkas sebuah buku dengan maksud mecari inspirasi agar bisa melakukan pendampingan pembangunan jemaat dari buku berjudul " 6 Tempayan Air Pokok-pokok Pembangunan Jemaat ”. Buku Rob Van Kessel menunjukkan kepada kita bahwa Pembangunan Jemaat masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Buku ini ditulis khusus bagi para Pembangun Jemaat. Dengan menunjukan dan menjelaskan butir yang penting bagi pembangunan Jemaat. Pembangunan Jemaat salah satu kunci sukses untuk bisa menyatukan seluruh warga Gereja. Adanya pembanguan jemaat bisa membantu kinerja dari semua pihak, ini juga akan berjalan dengan baik apabila ada dukungan dari semua unsur Gereja yang ada. Pembangunan Jemaat adalah suatu proses dimana ini masa yang menentukan perkembangan hidup manusia dalam berbagai aspek yaitu fisik, intelektual, emosional, sosial dan juga spiritual. Aspek ini harus dikembangkan dengan baik demi terwujudnya Pembangunan Jemaat yang baik. Berkaitan dengan kehidupan Gereja yang kita bicarakan adalah keberadaan manusia dan menanyakan dimanakah letak identitas kristiani kita didalamnya. Apakah manusia mengalami kehadiran Allah dalam keadaan dunia yang harus diterima saja atau dalam kebebasan yang tentunya bertanggung jawab atas dunia ini. Apakah kita akan akan beranjak dari tanggung jawab itu dan membiarkannya menjadi mati. Buku ini mengajak dan menunjukkan bahwa kita bisa memilih untuk hidup dengan bertanggung jawab penuh atasnya. Berbagai alasan sering muncul mengapa anggota gereja sekarang ini jarang sekali yang berani ambil bagian di dalam kegiatan mengereja. Pada saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
saya melihat adanya budaya sungkan yang berlebihan dari semua anggota Gereja, dimana orang menjadi tidak peduli karena alasan yang sangat mendasar yaitu tidak enak. Di sisi lain juga ada yang bertabrakan dengan waktu, masih ada pekerjaan, dan masih banyak yang lainnya. Padahal hidup sebagai anggota gereja berarti bisa dan harus ambil bagian didalamnya. Maka dengan demikian baru akan tampaklah iman di dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan kepada sesama yang berada di sekitar kita. Melihat banyaknya masalah yang belum terpecahkan dan teratsi maka Rob Van Kessel lewat buku ini berusaha memberikan solusi kepada jemaat dan seluruh anggota Gereja, khususnya para Pembangun Jemaat untuk bisa melakukan pendampingan kepada seluruh anggota Gereja guna terwujudnya Pembangunan Jemaat yang baik. Secara khusus ini terlihat bagaimana maju dan mundurnya Gereja tidak akan terlepas dari kreatifitas dan tanggung jawab warga Gereja dimasa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENGHAYATAN KENYATAAN, PENEBUSAN DAN PEMBEBASAN
A. Penghayatan Kenyataan 1. Cara Keberadaan Kita Segala yang hidup ditempatkan dan menempatkan diri dalam ruang dan waktu. Manusia di dalam menempatkan diri terjadi dengan kesadaran, secara berbeda-beda dan dalam hubungan timbal-balik antara pengalaman dan pilihan; antara pengamatan dan penentuan diri. Dengan pasti kita selalu akan ditempatkan, berulang-ulang di tengah-tengah yang sudah ada dan yang tidak kita pilih. Fakta tidak bisa kita lawan dengan berbagai macam cara. Lingkungan yang di dalamnya terdapat fakta yang menentukan kita dan yang tidak kita pilih. Kita dapat memilih sesuka hati kita, tetapi dengan kebebasan dan kebebasan itu pun bersyarat karena kemungkinan untuk kita memilih juga terbatas dan yang kita pilih itu tidaklah sempurna. Ada batasan yang kita kenal sebagai ruang dan waktu. Ruang mempunyai bermacam-macam wujud. Contoh dari ruang adalah alam, dunia, situasi. Ruang adalah kesatuan dalam keanekaragaman. Dan ruang sendiri mempunyai mempunyai berbagai macam fakta yang saling berkaitan. Semuanya itu kita kenal sebagai hukum dan struktur. Dimensi ruang sendiri dilintasi oleh dimensi waktu. Waktu ialah aliran perubahan yang terus-menerus terjadi dalam ruang, dari masa lalu melewati masa kini dan akan berjalan menuju masa depan. Fakta selalu berulang di setiap waktu. Keberadaan kita manusia ditentukan secara mendasar oleh perputaran waktu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
yaitu siang dan malam, musim hujan dan musim kering, dan yang paling utama kelahiran, kedewasaan dan kematian. Meskipun demikian, struktur dalam ruang dan siklus itu tidak bersifat mutlak dan memungkinkan untuk mempengaruhi, dengan cara mengubahnya. Kalau manusia memperoleh pengertian mengenai ruang dan waktu maka ia dapat mengendalikan proses tersebut ke arah tujuan yang ditentukannya. Dengan kata lain manusia membuat dunia kita, situasi kita, dan sejarah diri sendiri. Dan kita juga bertanggungjawab atas perbuatan kita yang baik dan buruk. Kenyataan oleh orang Kristiani disebut Allah. Dalam pengalaman dan pendapat tentang pengalaman itu, orang beriman berkaitan juga dengan Gereja dan dimotivasikan untuk berpartisipasi dalam kehidupan Gereja. KEHARUSAN RUANG
KEBEBASAN
Tata & tatanan (yang sudah Struktur (yang dapat diubah) ada/ ditentukan)
WAKTU
Perputaran/ siklus (menurut tata Proses alam)
(yang
dapat
dikendalikan)
Dapat dikatakan bahwa orang yang mengalami bahwa keberadaan mereka akhirnya dikendalikan oleh keharusan, oleh nasib, oleh fakta yang sudah ditentukanterlebih dahulu akan mengalami ruang serta waktu sebagai peraturan/ tatanan dan perputaran/siklus. Sedangkan mereka akhirnya menyadari diri sebagai manusia dalam kebebasan serta tanggungjawab akan memahami ruang serta waktu tertutama sebagai struktur dan proses. 2. Proses Sekularisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dalam kesepakatan biblis kristiani menganai perjanjian, pembebasan, dan harapan akan kedatangan Kerajaan Allah, maka dalam bidang pengalaman kedua (pembebasan) secara tuntas menerangkan siapakah Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Di dalam Kitab Suci pengakuan Allah sebagai pencipta tidak primer. Yang primer adalah pengalaman dengan Allah yang mengasihi manusia dan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan. Dalam misteri Kristus, kematian dikalahkan. Jika demikian, makan bukan nasib, bukan pengalaman alamiah, bukan pengalaman perbatasan, serta pengalaman tentang jalan hidup manusialah yang terutama berbicara tentang Allah, melainkan pengalaman tentang harapan dan kasih yang membebaskan. Tidak mungkin meringkas refleksi dan argumentasi teologis di sini. Tetapi yang mempunyai mata, telinga, dan hati terhadap apa yang dikatakan orang tentang Keterakhiran, mereka akan memahami dan mengenali perbedaan antara keharusan dan kebebasan di dalam banyak pendapat dan pengungkapan yang kadang-kadang sangat nyata. Dalam iman banyak umat, pola keharusan sangat menonjol, namum pola itu ternyata sering disilangkan oleh unsur-unsur dari pola pembebasan. Keterkaitan Allah dengan hati dan suara batin, yaitu dengan kebebasan manusia, sangat berakar dalam tradisi kristiani umat beriman. Menurut Rob Van Kessel proses sekularisasi adalah proses dimana manusia semakin tepat untuk memahami dunia ruang dan waktu mereka sebagai tempat yang ditentukan terlebih dahulu untuk diciptakan kembali. Proses ini sudah dimulai jauh sebelum perhitungan tahun masehi ketika manusia mulai menguasi dunia melalui pertanian, pertukangan dan pembangunan kota. Juga beberapa abad sebelum kristus ada dimana manusia belum berpikir akan dirinya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Akan tetapi terdapat banyak ambiguitas (dua pengertian). Ambiguitas ini terdapat dalam tradisi pewartaan gerejawi dan dalam teologi. Khususnya tampak dalam pewartaan dan teologi mencari makna dan arah kebebasan dan tanggung jawab dan juga sekaligus atas nama Allah untuk mencari makna kejahatan konkret yang tidak dapat dikalahkan dan tidak dapat dihindari. Dalam proses sekularisasi, manusia semakin tetap mulai memahami dunia ruang dan waktu mereka sebagai tempat yang ditentukan terlebih dahulu untuk diciptakan kembali. Ini dapat diartikan kembali, bumi ini sebagai tenpat yang kacau oleh manusia ditata kembali untuk dijadikan alam semesta yang tertata. Maka manusia harus mengubahnya menjadi dunia yang bermakna dan dapat dijadikan tempat tinggal. Proses ini dimulai sejak zaman purba, manusia mulai menguasai dunia melalui pertanian, pertukangan dan sekarang adalah pembangunan kota. Hal ini diwariskan kepada kita, seperti yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian Lamatentang manusia sebagai Citra Allah yang dipanggil untuk menaklukkan alam dan membawa kepada tujuan yang diimpikan manusia. Kesadaran ini terus bertumbuh dalam teologi Kristiani abad pertengahan dan merambat ke Renaisans, Humanisme, dan Pencerahan. Namun, manusia tidak mengambil peran utama dalam penghayatan diri, sehingga ambiguitas tetap ada dalam sejarah. Proses sekularisasi dalam arti positif seolah-olah menjadi barang mewah bagi kalangan budayawan yang merupakan golongan orang atas. Tetapi bagi orang yang tertawan oleh perjuangan demi mencari uang untuk hidup sehari-hari. Proses sekularisasi ini membatasi diri pada orang yang mempunyai kuasa untuk mewujudkan masyarakat lewat kepemimpinan, ekonomi, sosial dan politik. Dalam Keterakhiran-Nya, Ia hanya dapat diimani dan dikasihi sebagai Yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
memanggil kita untuk mengembangkan diri sesuai dengan identitas kita, yaitu sebagai manusia yang bebas dan bertanggungjawab atas hidup dalam ruang dan waktu. 3. Teologi Kesadaran akan identitas ini menjadi ciri teologi modern, yaitu Allah mau dipahami sebagai Yang imanen (berada dalam kesadaran atau dalam akal budi). Allahlah yang mewajibkan kita secara mutlak dan tanpa syarat untuk memilihi pembebasan dan tanggung jawab atas dunia dan sejarah. Di dalam teologi politis, orang berpikir tentang Allah kita tetapi dengan berbagai macam tekanan. Orang berbicara tentang Allah kita dalam berbagai macam bentuk teologi kemerdekaan. Dalam hal ini pembangunan jemaat mau dilihat dalam konteks teologi yang memerdekakan, dimana orang tidak lagi ingin merasa berada dalam tekanan tetapi merasakan suatu kebebasan. Komponen-komponen Historisnya ada dua, sebagai berikut: a. Komponen yang pertama adalah teologi dialektis. Disebut demikian karena mempertemukan antara religi dan agama yang akan diolah. Di dalamnya mempertentangkan pendapat antara ilahi-sakral mengenai fakta-fakta yang seakan-anak ditentukan terlebih dahulu secara alamiah, dengan pengabdian kepada Allah, sebagaimana allah telah mewahyukan diri dalam diri Yesus Kristus. Muncullah peperangan Allah yang benar yang mengasihi manusia melawan ilah-ilah yang membelenggu manusia. Dalam konteks ini, Gereja yang vital adalah Gereja yang dapat menemukan ilah-ilah di zaman sekarang dan membasminya dengan sekuat tenaga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
b. Komponen yang kedua adalah personalitas yang berasal dari filsafat eksistensi. Ini merupakan jiwa pembaruan Gereja Katolik sebelum, selama, dan sesudah konsili Vatikan II. Teologi ini lebih menekankan pada arti unik setiap manusia sebagai subjek di hadapan Allah dan dalam relasinya dengan sesama manusia. Menjadi manusia berarti mewujudkan diri sambil memilih yaitu memilih orang yang mengajak dan menantang kita serta mengembalikan kita kepada diri kita sendiri dalam paguyuban, perjanjian, dialog, pertanggungjawaban dan kasih. Gereja yang vital dalam konteks ini adalah jemaat beriman yang terdapat orang, berdasarkan hubungan yang sama dengan Allah yaitu saling memberi diri dan saling menerima. Komunikasi itu terjadi dalam kesetimbalan yang terus-menerus antara kata dan jawaban, antara pelayanan dan balasan. c. Komponen yang ketiga adalah teologi harapan. Teologi ini lahir di tahun enam puluhan, ketika orang sadar akan ketidakhadiran Allah dalam kesenangan kesengsaraan di Dunia Ketiga yang semakin bertambah, di dalam ancaman perang, dan pengrusakan lingkungan. Teologi ini mencari jawaban atas hilangnya makna hidup di tengah-tengah keadaan dunia moderan yang tidak jelas. Gereja yang vital adalah jemaat beriman yang dalam masa yang gelap dewasa ini memelihara dan melestarikan makna hidup serta impian kebebasan lewat usaha untuk mewujudkan kemanusiaan yang benar di dunia ini sekarang. Dapat dikatakan bahwa ketiga pembaruan spiritual yang terjadi dalam penghayatan iman serta kenyataan kristiani menyatu dalam teologi politis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
teologi pembebasan. Ketiganya merupakan aliran yang mengkritik kenyataan moderen secara tajam, namun dalam prinsipnya menyetujui inti pokok proses sekularisasi sebagai kristiani. Teologi masa kini cenderung mencoba mengolah kritik itu di dalam pandangan-pandangan tindak-tanduk. Politik di sini berarti bahwa ruang dan waktu, dunia serta sejarah dimengerti sebagai totalitas yang terdiri atas struktur-struktur dan proses yang harus dan dapat diubah secara berulang-ulang menuju janji Allah dan maksud Allah dengan manusia. Gereja yang vital menurut konteks ini adalah, jemaat beriman yang melihat secara nyata, dengan berani, dan dengan memahami kenyataan, tanpa pamrih mengikuti Yesus. Kemudian secara nyata berusaha dan berjuang demi keadilan, demi perdamaian, demi kehidupan manusia dan juga berguna bagi manusia yang lain. Gereja seperti ini dalam berbagai hal dan secara berulang-ulang akan melihat dengan membandingkan dengan slogan murahan dan dengan nilai serta norma yang berlaku dalam bidang ekonomi, politik, dan ideologi masyarakat yang modren. 4. Etik Yang dimaksud model etis adalah keseluruhan yang konsisten yang terdiri dari norma-norma kelakuan yang oleh masyarakat dijadikan keharusan bagi anggotanya agar mereka sebagai persekutuan bisa bertahan dan berkembang. Pada kenyataannya pewartaan moral Gereja tidak pernah sama maka ada beberapa model pendapat yang pernah diakui. Penyebanya adalah karena Gereja-gereja merupakan bagian dari masyarakat tertentu dan juga selalu juga dalam pewartaannya ikut mengungkapkan kesadaran moral yang berlaku. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
adanya beberapa model etis yang berlaku bersamaan, kita juga menemukan kembali ambiguitas tentang Keterakhiran bagi manusia. Model pertama, model ini yang paling tua. Alamlah yang dianggap sebagai keseluruhan yang lebih besar. Dalam model ini, alam atau seluruh kenyataan jagad raya ini yang terdiri dari makhluk hidup dan yang tidak hidup dengan keteraturannya dalam ruang dan waktu dianggap sebagai hal yang diatur dengan baik dan diciptakan serta dikehendaki oleh Allah. Dalam model ini, tugas para penguasa dan pemimpin gerejawi ialah untuk menghormati hukum alam sebagai Sabda Allah Pencipta dalam undang-undang. Model ke dua, yang menjadi pokok adalah bangsa yang menjadi keseluruhan yang besar dan kudus. Manusia hanya berarti sedikit saja. Keseluruhan bangsa itu dianggap mempunyai asal usul ilahi. Lapisan-lapisan masyarakat yang ada di dalamnya dianggap pula sebagai yang dikehendaki oleh Allah. Sentral dalam model etis ini adalah norma. Manusia harus mengerti tempatnya dan mengabdikan tenaganya kepada kepentingan keseluruhan. Gereja yang menggunakan model ini termasuk Gereja Katolik yang diatur secara Hierarkis. Ada juga Gereja nasional yang memberikan legitimasi religius kepada raja dan perundangan dalam negara yang menggunakan model ini. Di dalam sejarah hal ini dikenal sebagai persekutuan antara tahta dan mezbah. Dapat diambil kesimpulan bahwa kedua model ini telah kehilangan legitimasinya bagi manusia modern. Model pertama, karena semakin tidak dimutlakkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan alam, medis, dan teknik yang berusaha semakin mengalahkan penderitaan dan kemiskinan manusia melalui penguasaan alam. Jadi secara etis respek terhadap alam dikalahkan oleh respek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
terhadap manusia serta penugasannya untuk berjuang demi keberadaan manusia yang wajar. Untuk model yang ke dua, karena pengalaman yang berabad-abad lamanya dengan peperangan antar bangsa, negara dan agama, dengan kediktatoran dan penindasan bangsa, golongan, suku dan jenis kelamin. Model ke tiga, ini berpola dua karena di satu pihak, bertolak dari hak dasar bagi setiap individu untuk bertindak sebagai subjek dengan kebebasan penuh. Di lain pihak model itu menekankan kesederajatan semua orang dalam satu kemanusiaan yang universal. Untuk itu umat manusia diwakili oleh pemimpinnya mempunyai kewajiban untuk memungkinkan kebebasan dan kesamaan bagi semua orang lewat mewujudkan hidup manusiawi yang layak. Kekurangan model ketiga yang sesungguhnya ialah ambiguitas mengenai cita-cita kebebasan karena di satu pihak, kebebasan terlalu dimengerti sebagai ruang untuk mengejar kepentingan individual, dan di pihak lain, kebebasan kurang bersifat pribadi dan terlalu bergantung pada struktur sosial ekonomis. Model keempat, yang menjadi pusat adalah hak orang lemah. Dalam model ini manusia yang menderita mempunyai hak etis akan pembebasan oleh orang lain. Di dalamnya juga ada kenyakinan bahwa dalam ketaatan kepada apel yang datang dari manusia yang menderita terletak jalan kepada kebebasan dan pembebasan yang benar. Ini memberikan bentuk bagi tradisi belas kasihan manusiawi yang mengagumkan. Legitimitas model ini berulang kali dibantah dengan berbagai argumen yaitu bahwa model ini melawan alam, bersifat adikodrati, melarikan diri dari dunia, tidak efisien, tidak sehat, lemah, dan berbahaya. Model ini juga merupakan batu sandungan karena pengakuan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Yang tersalib adalah Tuhan dunia ini memang merupakan batu sandungan bagi yang kuat dan yang bijak. Dibawah ini apakah yang termasuk dalam terang pertimbanganpertimbangan disebut Gereja yang vital? Pada model yang pertama dan ke dua, Gereja vital ialah Gereja dalam nama para anggotanya harus berpegang teguh pada ketentuan moral yang dirumuskan oleh kuasa ajaran Gereja tentang tindakan alamiah dan tindakan yang melawan alam. Di dalamnya juga terdapat ketentuan tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota gereja agar disebut Kristiani. Jika diperlukan kesalehan di mana orang mencari kekuatan pada Allah untuk dapat menanggung nasibnya dan untuk memenuhi kewajiban tugasnya seperti yang digariskan oleh moral tersebut. Pada model ke tiga, Gereja adalah vital jika memperjuangkan hak-hak asasi manusia di bidang ekonomi, sosial-politik, dan kultur. Perjuangan ini dapat dilakukan lewat kegiatan-kegiatan yang sangat sekuler. Akan tetapi, diperlukan kesalehan fundamental di mana hormat terhadap setiap manusia sebagai citra Allah menjadi sentral. Model ke empat, Gereja adalah vital dan mempunyai identitas kalau anggota dan pemimpin membuka mata, telinga, dan hati terhadap penderitaan di sekelilingnya, konkret dekat dan lebih jauh, dan kalau dalam keikutsertaan pada Nabi mencurahkan kekuatannya untuk membebaskan manusia dari penderitaan. Fokusnya pada pemeliharaan dan perjuangan demi orang yang tidak diberi tempat dan waktu dalam tatanan yang ada. Kesalehan yang diperlukan adalah kesalehan yang melihat, merasakan, dan mengerti kehadiran Allah dalam orang yang mengalami penderitaan dan ketidakadilan; dalam mereka yang walaupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menderita mempunyai keberanian dan harga diri untuk tetap mau hidup secara manusiawi. Itulah kesalehan yang mengabdikan dirinya kepada manusia yang tersalib. 5.
Pembangunan Jemaat Pembangunan Jemaat menjalankan dan memprogramkan tindakan-
tindakan macam itu mengandaikan pengakuan iman yang tidak ambigu atau mengandung makna lebih dari satu tentang kebebasan dan pembebasan. Pembangunan jemaat bertitik tolak dari tanggung jawab semua orang yang bersangkutan terhadap keberadaan dan pembentukan jemaat kristiani dalam situasi ruang dan waktu mereka. Program ini muncul dari pandangan politistologis atas Gereja di dunia masa kini. Dengan demikian, program itu berpartisipasi dalam usaha kebebasan dan kesamaan yang merupakan inti proses sekularisasi. Kiranya sikap berpegang pada cara berpikir teologis dan etis yang tidak lagi dapat dipertahankan dalam Gereja terancam jatuh pada pinggiran dan di luar ruang zaman modern. Mereka yang mengusahakan pembangunan jemaat dapat terbentur pada ketidakpahaman dan penentangan di dalam Gereja-gereja. Tujuan paling penting dari pembangunan jemaat adalah bagaimana struktur, perubahan struktur, dan perwujudannya dilalui dengan berbagai macam proses. Dimana tentu pembanguan jemaat bertitik tolak dari tanggung jawab semua orang yang bersangkutan terhadap keberadaan dan pembentukan jemaat kristiani dalam situasi ruang dan waktu mereka. Pembangunan jemaat harus bekerja dengan nilai dan norma model ketiga, maka pembangunan jemaat dengan tetap memperjuangkan demokrasi, dialog dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
hak untuk ikut berbicara, hak-hak sosial, kesederajatan laki-laki dan wanita, ekumene, dan hormat bagi keyakinan masing-masing orang dalam kebebasan yang pluriformuntuk memiliki pandangan hidupnya sendiri. Namun, legitimitas model ketiga oleh banyak orang kristiani modern dianggap sebagai hal yang begitu biasa sehingga pembangunan jemaat terlalu mudah mencari mitranya. Betapa pun benarnya usaha pembangunan jemaat untuk memperkenalkan nilainilai model ketiga, namun bagi pembangunan jemaat, spiritualitas kristiani menurut model keempat perlu, karena merupakan dasar latar belakang. Kalau terlalu mudah mengidentifikasikan dirinya dengan model ketiga maka pembangunan Jemaat dapat terjerat dalam ketegangan antara cara berpikir liberalistis
dan
sosialistis
yang
nyata,
tanpa
kemungkinan
untuk
memprofilasikandi dalam identitas etis sendiri. Oleh karena itu, kiranya perlu memberikan perhatian mendalam kepada model etis ke empat.
B. Penebusan Dan Pembebasan 1. Hidup dan Kematian Kata penebusan berasal dari tradisi kristiani, kata ini dianggap sama saja dengan dengan istilahseperti dosa dan rahmat, keselamatan, pertobatan, pengampunan, perdamaian, dan kebangkitan dari antara orang yang mati. Dalam riwayat terjadinya Alkitab, sedikit-sedikit berkembanglah pengertian ganda tentang hidup. Ada paham hidup dalam arti biologis dan psikologis, yaitu hidup alamiah di bumi dengan bentuk serta relasinya. Hidup itu akn berakhir pada kematian, dalam religi dan filsafat, hidup dalam arti ini bermakna ilahi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
menentukan hidupnya di akhirat maka tidak ada yang lebih berharga dan suci bagi manusia daripada keberadaannya sebagai makhluk hidup. Arti hidup ini cocok dengan model etis pertama yaitu hidup ini keramat, tidak boleh disentuh, manusia tidak boleh memperlakukannya dengan cara yang bertentangan dengan alam. Maka kelestarian dan pertumbuhan hidup alamiah merupakan nilai dasar dan persekutuan dasar dari setiap bangsa. Dalam kerangka berpikir itu, kelahiran, kedewasaan, dalam mana perkawinan mengatur kesuburan secara kodrati merupakan puncak. Kematian dianggap suci karena berbicara tentang Allah yang memberikan dan mengambil hidup. Dalam etik ini diteguhkan hakdasar setiap manusia atas hidup, atas integritas fisik dan psikis, juga atas kesehatan dan pemeliharaan akan kesehatan. Akan tetapi, titik tolaknya tidak lagi kesucian hidup itu sendiri, melainkan respek atau rasa hormat terhadap syarat-syarat yang mutlak perlu bagi manusia agar dapat mengembangkan diri sebagai pribadi bebas. Tanpa hati dan suara batin, manusia bisa hidup namun dalam kenyataan ia mati dan membuat mati. Tanpa hati dan suara hati manusia bisa berada, namun kenyataannya ia bukan manusia. Manusia baru benar-benar menjadi manusia jika dalam dirinya telah berkembang hidup yang lain. Hidup menurut citra Yahwe yang melihat kesusahan manusia dan mendengar keluhan mereka. Untuk benar-benar menjadi manusia diperlukan kehidupan kembali akan hidup dimana mata benar-benar melihat, telinga benarbenar mendengar, Kelahiran kembali yang mampu berbicara dan bertindak demi pembebasan. Tradisi gerejawi kemudian mengisi paham hidup itu dengan kata hidup dalam rahmat, hidup mamnusia baru, hidup adikodrati, hidup kekal, hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dalam Roh. Dalam tradisi ini, kebangkitan berarti kelahiran kembali menjadi manusia yang benar dan Paskah merupakan pesta besar yang merayakan keluaran menuju kehidupan yang benar dalam kebebasan dan kasih. 2. Proses Penebusan Betapapun hidup dalam kebebasan dan kasih mempunyai nilai lebih yang ilahi, namun hidup itu mengekpresikan diri dan membenarkan diri terhadap kepribadian terhadap hidup alamiah dan wajar bagi semua orang secara bersama dan perorangan. dalam keseluruhan proses pembebasan manusia memang dapat dan harus dibeda-bedakan macam-macam dimensi, namun tidak boleh dipisahkan yang satu dari yang lainnya. Dalam proses pembebasan manusia, kelompok, bangsa dan seluruh umat manusia, teologi pembebasan membedakan tiga dimensi. Pertama, pembebasan dari kemiskinan menurut segala segi, ekonomis, sosial, politik, fisik, dan psikologis. singkatnya pembebasan dari hal yang tidak pantas. Kedua, pembebasan dalam arti eksistensial, pembebasan dari perbudakan batiniah, penyadaran akan harkat manusia dan keberanian untuk menentukan nasibnya sendiri. Ketiga, pembebasan manusia untuk saling berbagi hidup dalam hubungan solider sambil mewujudkan persekutuan menurut hukum roh. Bisa terjadi bahwa manusia mengembangkan arah pemikiran atau strategi mulai dengan dimensi pertama (kemiskinan) melalui dimensi kedua (perbudakan batiniah) ke dimensi ketiga (pembebasan yang satu untuk yang lain). Arah ini terpengaruh oleh pengalaman bahwa kesejahteraan minimal merupakan syarat bagi proses pembebasan manusia selanjutnya. Namun, arah pemikiran ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
cenderung menyepelekan dimensi pembebasan ketiga yaitu hidup berbagi dalam pesekutuan yang solider. Kelompok basis itu kaya akan kelompok ketiga, keterkaitan solider, sedangkan orang kaya justru miskin dalam dimensi ini. Berhubungan dengan vitalitas gerejawi, pertimbangan di atas tampaknya membenarkan tiga kesimpulan. Kesimpulan pertama, dimensi pembebasan serta hidup yang wajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Berarti bahwa perpisahan antara gereja dan masyarakat atau negara dunia tidak dapat dipikirkan dengan sederhana. Gereja yang hidup tidak boleh menutup mata dan telinga serta matanya akan penindasan sesama manusia. Karena orang miskin adalah orang yang pertama masuk surga (Mat. 5:3). Kesimpulan ke dua, gereja tanpa kultur pembebasan adalah gereja yang tidak memiliki kredibilitas. Dalam hal ini ada ketergantungan dari dari orang yang tertindas terhadap sesuatu hal yang lebih kuat, disini yang lebih kuat adalah gereja. Dalam pengertian sebagai umat Allah ketergantungan adalah
ketergantungan dalam
kasih
dimana
yang kuat
mengulurkan tanggan kepada yang lemah. Kesimpulan ketiga, Gereja menjadi sumber hidup dan pelayanan terhadap hidup. Setiap proses pembebasan dimulai dengan pembentukan persekutuan yang solider, kelompok manusia yang saling bertemu dalam arti yang benar, dan bersedia untuk berkorban demi kepentingan bersama. Hal ini lahir dari kesadaran mistik akan kehadiran Allah dalam Yesus yang tersalib demi penghapusan dosa. 3. Ibadat – Liturgi Dalam gereja yang dimaksud dengan liturgi adalah perayaan dan kenangan akan misteri Kristus, yaitu tentang Allah yang menyelamatkan manusia. Pesta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Paskah sebagai kenangan akan kematian dan kebangkitan Yesus secara kristiani yang mengulang kembali kisah perpindahan dari hidup yang tidak benar berubah menjadi umat Allah. Dimana peralihan akan hidup itu semuanya berarti hidup yang lebih baik. Hari minggu bagi orang kristiani tidak hanya diartikan sebagai hari istirahat, tetapi juga sebagai hari Sabat, pesta Taurat, hukum roh, dan pesta yang merayakan hidup baru bersama-Nya. Dalam perayaan paham akan kenangan kembali, dimana beriman berati tidak melupakan, tidak membiarkan hidup mengalir kedalam dunia semu yang penuh dengan kepalsuan, melainkan kembali mengenangkan kebaikan Allah yang berarti berani kehilangan hidup lama demi hudup baru yang lebih baik. Orang kristiani dalam pertemuannya untuk merayakan perjamuan senantiasa mengadakan anamnese, yaitu kenangan akan hidup, kematian, dan kebangkitan yang tersalib. Kenangan akan pembebasan itulah yang menjadi fokus dalam pertemuan umat. Akan tetapi kenangan ini harus di olah dengan baik, karena akan mengambil diri kita dari cara hidup yang mudah. Kenangan ini akan menimbulkan konflik antara kita dan kuasa-kuasa yang memerintah dan dengan pendapat serta tindakan murahan yang bisa kita lakukan di dalam maupun di luar diri kita. 4. Pelayanan Pemeliharaan, Perjuangan, dan Pengampunan Masih ada tuntutan lain terhadap liturgi, ibadat yang benar hanya mungkin terjadi sebagai pangan dan ekspresi serta penegasan dari sebuah spiritualitas. Dimana dalam arti fisik, kematian ada dimana saja manakala manusia tidak dapat mengembangkan keberadaanya secara penuh karena penderitaan, kemiskinan, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
ketidakberdayaan. Di saat manusia mengalamai kesusahan seperti itu, disana tumbuh iman, harapan dan kasih yang akan berbuah pada pelayanan. Pelayanan itu disebut sebagai diakonia, pemberian pertolongan demi pemeliharaan manusia. Pelayanan ini disebut inti vitalitas Gereja. Kematian yang terus menerus ada juga yang dalam arti eksistensial, dimana manusia tidak hanya menderita begitu saja, melainkan oleh karena penderitaan
itu
yang
disebabkan
oleh
kemiskinan,
penyakit,
serta
ketidakberdayaan yang membuat orang menjadi ragu akan makna hidupnya. Dalam arti itu kematian ada sejak permulaan keberadaan kita. Kematian itu dialami dimana saja kita terbentur pada ketidakmampuan, kemustahilan, perpisahan. Dalam semua bentuk itu, kematian ditentukan terlebih dahulu dan kita tidak dapat mengalahkannya. Saat ada kehidupan tentu akan ada masa peralihan yang disebut dengan kematian. Disaat masa peralihan akan hidup ini kematian menjadi
syarat
utama
untuk
hidup,
sebagai
syarat
pertumbuhan
dan
perkembangan menurut perumpamaan benih yang harus mati demi menghasilkan buah. Karenanya kita mengenal rahasia kasih yang juga mengenal kematian, namun sebagai jalan menuju hidup dan dalam iklim kebebasan. Dalam kitab suci, kasih lebih kuat daripada kematian maka kemudian kasih itu disebut hidup kekal. Kekal karena dalam penderitaan yang tidak dapat kita kalahkan itu kita masih tetap membuka hari depan yang positif, yaitu kemungkinan untuk hidup terus secara bermakna. Menjadi bermakna apabila kita melakukan perjuangan untuk tetap dapat melakukannya. Perjuangan itu pertama-tama mengenai kekurangan akan kebutuhan yang paling penting bagi orang banyak. Kedua ialah perang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
persenjataan yang semakin membunuh dan menghancurkan kesejahteraan. Ketiga adalah pengrusakan lingkungan dan pengurasan yang memiskinkan dan mengancam masa depan umat manusia. Ketiga hal ini menjadi perhatian dalam proses konsilier demi keadilan, perdamaian, dan keutuhan cipta. Ketidakbebasan dan ketidaksamaan yang dipertahankan kelompok penguasa yang memiliki kepentingan tertentu sehingga orang lain dirugikan. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi juga di sekeliling kita dalam bentuk kemiskinan dan diskriminasi. Orang miskin bukanlah orang yang lemah, tetapi orang yang selalu dibuat miskin, dimana ada orang yang kaya dan kuat yang memanfaatkan itu semua. Dimana tugas gereja? Hal ini banyak dipertanyakan, tugas gereja adalah terletak pada kehadiran gereja sebagai inti vitalitas yang mengalahkan kematian, yaitu dengan pelayanaan kepada perjuangan demi keadilan. Di kalangan Katolik, pelayanan kepada hidup ini mengalami impase. Termasuk hidup gerejawi dulu yang praksis pengakuan dosa, dimana sekarang praksis ini sedang menghilang. 5. Pembangunan Jemaat Pelayanan tiga tahap dalam hidup yaitu pemeliharaan, perjuangan, dan pengampunan yang bersifat esensial bagi gereja vital karena merupakan hakikat identitas kristiani. Dalam liturgi jemaat beriman, ketiga aspek itu harus diekspresikan sebagai jawaban akan sabda, sebagai penghayatan kenangan akan yang tersalib dan telah bangkit, sebagai perayaan kehadirannya di tengah-tengah jemaat. Yang menjadi masalah adalah tiga pelayanan tersebut tidak boleh dicampuradukan. Dimana perjuangan diperlukan disitu, pemeliharaan tidak boleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
menyelimuti problemnya. Pada akhirnya semuanya itu bergantung pada pertanyaan apakah program kristiani ini tentang hidup dan kemenangan akan kematian?, dari situ kita akan masuk pada suatu tujuan bahwa semuanya tentang Allah dan penghayatan kita tentang Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III ALLAH, PEWAHYUAN DAN KOMUNIKASI IMAN
A. Allah 1. Gambaran-gambaran Allah Pertanyaannya adalah dengan pengalaman manakah, dan dengan gambaran manakah orang beriman yang membicarakan tentang Allah. Dengan berbagai macam cara orang memperoleh pengalaman berjumpa dengan Allah. Dapat diartikan bahwa oleh seseorang pengalaman tersebut dianggap berharga walaupun tanpa ada saksi dari orang lain. Faktor yang mempengaruhi orang memperoleh pengalaman yang bermakna adalah bagaimana orang belajar untuk menginterpretasikan pengalamannya menurut sudut pandang yang dalam. Tantangan yang mendasar bagi gereja adalah bagaimana menginterpretasikan pengalaman. Yang menentukan pembentukan identitas kristiani bukanlah pengalamanpengalaman yang terjadi, melainkan pengalaman mengenai pembebasan dalam kasih, keadilan dna perdamaian atau pengalaman yang terkait pelayanan kepada hidup. Seperti yang diungkapkan dalam Kitab Suci di mana Allah disebut Allah kasih dan keadilan, Allah murah hati dan perdamaian, Allahnya orang miskin dan tertindas. Hanya gambaran yang sebagai gambaran Keterakhiran ini yang membangkitkan hara pan dan kasih melawan kuasa-kuasa kejahatan yaitu gambaran yang berbicara tentang hidup. Gambaran Allah yang paling nampak adalah dalam Sabda yang telah menjadi Manusia yaitu Yesus Kristus. Pentinglah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
bagi pembangunan jemaat supaya memperhatikan aspek-aspek seperti di atas ini dan memulai proses-proses perbaikan. Memperhatikan dan memperbaiki belum cukup, karena gambaran, bayangan dan pengertian itu hanya menjelaskan bagaimana orang berpikir tentang Allah. 2. Analisis Penelitian Penelitian empiris yang banyak dipakai akhir-akhir ini menggolongkan jawaban atas pertanyaan bagaimanakah Allah hadir pada manusia. Hasilnya ialah 4 macam jawaban atau pernyataan.
Ada Allah yang mempedulikan kita masing-masing secara pribadi
Pasti ada semacam kekuasaan yang lebih tinggi yang menguasai kehidupan
Saya tidak tahu apakah ada Allah atau kekuasaan yang lebih tinggi
Tidak ada Allah dan tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi Penggolongan ini dapat dikritik karena bagi orang kristiani keempat
pernyataan tersebuat bisa berlaku sama. Namun jawaban atas pertanyaan itu bisa relevan. Di dalam negara modren, semula orang setuju dengan pernyataan a, tetapi semakin lama dapat berubah seiring dia mengenali diri sendiri sesuai dengan ketiga pernyataan tersebut. Pergeseran pernyataan dari a ke b,c dan d terjadi pada orang muda. Ada negara modren di mana persetujuan orang muda dengan pernyataan a sudah minim sekali. Kebanyakan orang yang setuju dengan pernyataan a adalah orang yang aktif dalam kegiatan gereja. Tetapi pendapat ini tidaklah mutlak, karena bisa saja orang yang setuju dengan pernyataan b-d itu orang yang aktif di kegiatan gereja. Akan tetapi gambaran menyeluruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
menunjukkan bahwa keanggotaan Gereja telah mengalami jatuh bangun dengan adanya pengalaman tentang Allah menurut pernyataan a. Persetujuan dengan pernyataan a berkurang sebanding dengan umur orang yang semakin muda. Dilihat dari teologis praktis, masalahnya tidak lagi hanya mengenai gambaran-gambaran Allah. Jika kita membayangkan data secara proses maka yang sesungguhnya terjadi adalah pergeseran dalam hal pengakuan akan Allah sendiri dari relasional ke objektif, kemudian dari kebimbangan ke penyangkalan. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ciri pernyataan a yang berlaku untuk anggota Gereja yang aktif berlaku juga untuk orang beriman tradisional maupun yang beriman modern. Jadi, keakifan dalam Gereja tidak bergantung pada gambaran
Allah
yang
berbeda
dalam
aliran
tradisional
dan
modern.
Kesimpulannya bahwa setiap gereja mempunyai pola masing-masing yang berbeda satu sama lain, sehingga ditemukan gambaran-gambaran Allah tertentu menurut mereka. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan. Yang menentukan ialah apakah pergaulan dengan Allah dalam doa dianggap sebagai praktek yang bermakna. Semua ini
dapat diambil kesimpulan yaitu Gereja
kehilangan inti daya hidup karena proses sekularisasi, sehingga doa menjadi hilang dari hidup orang. Krisis Gereja dewasa ini adalah krisis doa. Jadi, dalam pembangunan jemaat sebagai prioritas utama perlu diusahakan budaya untuk berdoa yang baru yang mempunyai kepercayaan yang besar dari umat. 3. Dilema Hidup gerejawi menjadi asing bagi mereka yang tidak dapat melihat doa sebagai peristiwa yang bermakna. Mengapa peristiwa doa itu bermakna?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Berbicara tetang Allah dianggap cocok bagi orang beriman yang fundamentalis, tetapi tidak bagi manusia modern. Ada orang kristiani yang merasa lebih baik kalau tidak berbicara tentang Allah dengan terus terang dan tidak berdoa kepada Allah di muka umum. Situasi ini mengalami kerumitan di mana kaum kristiani merupakan minoritas yang harus toleran dan harus menjaga kerukunan antaragama. Dengan cara ini orang kristiani merahasiakan hubungan intim mereka dengan Allah yang seakan-akan mereka hidupkan kembali. Dari proses perubahan budaya yang disebut sekularisasi, ada dua jalan buntu yang bagi orang kristiani menimbulkan kesulitan untuk berbicara tentang Allah. Kesulitan pertama disebabkan oleh pengalaman penderitaan, ketidakadilan dan kematian. Jika Allah itu mahakuasa, maka Allah yang menyebabkan semua itu. Dilema ini membawa orang ke penyangkalan terhadap Allah. Dilema ini bisa membawa kepada praktek magis. Dalam prakteknya di negara yang modern tidak bisa berjalan. Dalam dilema ini, banyak orang merasa lebih baik tidak bicara tentang Allah atau dengan Allah positivistis. Yang ke dua, bagi banyak orang tidak mungkin lagi mengalami relasi dengan Allah karena mereka mengalami kebebasan yang berbeda dengan hukum yang ditetapkan oleh penguasa Gereja atau penguasa lain atas nama Allah. Pengalaman akan Allah sebagai pesaing yang mengakibatkan revolusi dan evolusi selama berabad-abad melawan struktur dan proses yang disanksikan dengan nama Allah. Perjuangan demi pembebasan, maka iman akan Allah ditafsirkan sebagai proyeksi orang dan kelompok orang yaitu sebagai kreasi manusia yang karena alasan tertentu membutuhkan seorang Allah yang tidak membebaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dilema-dilema di atas mempunyai hubungan dengan model etis. Manusia menentang model etis pertama dan ke dua. Sebabnya adalah kedua model itu dapat menampilkan diri dengan wajah seorang dewa dan dipakai untuk menginterpretasikan
pengalaman
keharusan
sebagai
pengalaman
tentang
Keterakhiran. Gereja mengambil reaksi terhadap proses sekularisasi, yaitu tetap berpegang pada kedua model etis itu untuk menginterpretasikan Injil. Dengan demikian, proses sekularisasi semakin ditampilkan sebagai proses ateistis yang menyangkal Allah. 4. Perjumpaan dengan Allah Secara nyata, dilema-dilema itu baru dapat diatasi setelah makna perjumpaan dengan Allah dialami dengan jelas. Mengapa kita menganggap bahwa menyambah Allah bermakna? Ini tidak dapat dibuktikan secara teori. Dapat dijelaskan, bahwa manusia dan kelompok manusia dari dirinya sendiri tidak pernah dapat mencapai Allah, apalagi membuat Allah atau mereka-reka Allah. Iman akan Allah terletak di luar lingkup keharusan yang alamiah. Maka, iman akan Allah mengatasi, mentransendensikan semua definisi makna yang dapat diverifikasikan. Maka iman akan Allah seakan-akan hilang ditelan oleh pandangan Keterakhiran yang tidak dapat diungkap. Mereka menggambarkan pengalaman perjumpaan, melewati bentuk, ruang dan waktu. Di dalam pengalaman perjumpaan itu, orang sampai pada penyerahan diri yang utuh kepada Allah. Oleh karena itu, melalui pengalaman perjumpaan terjadilah pembalikan dari yang semu menjadi yang nyata. Pengalaman yang mistik itu secara etis membawa kepada pengakuan bahwa dalam kisah peyaliban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
terletak kebenaran, yaitu hak penuh atas orang lemah atas yang kuat dan pembalikan hukum alam secara radikal. Maka, dua hambatan bagi penyembahan Allah menghilang, yaitu dilema Allah sebagai Penyaing manusia dan Alah sebagai penyebab penderitaan. Betapa pun tidak logis dan tidak praktis, banyak orang beriman mengalami pengalaman dan berpegang pada sejak masih muda. Terkadang perjumpaan dengan Allah terulang dan terjadi di dalam situasi yang biasa saja. Mereka yang belajar berdoa, selalu rindu kepada jemaat beriman yang berdoa, seperti orang yang merindukan rumahnya. 5. Pembangunan Jemaat Yang menjadi masalah dalam pengbangunan jemaat adalah bagaimana orang dapat dan harus berdoa. Simbol serta semua sarana komunikasi lain dalam mana bisa terjadi perjumpaan dengan Allah bagi orang beriman. Ada doa permohonan, keluhan, kegembiraan, ucapan syukur, pujian dan penyembahan. Semua bentuk doa mempunyai ciri masing-masing dalam hal berbicara dengan Allah. Kelebihan doa permohonan yang sering disebabkan oleh karena manusia tidak berdaya untuk mengungkapkan kebutuhan, kesediaan, dan kemarahan secara terus terang. Membentuk budaya doa merupakan kejadian yang menyeluruh dalam semua aktivitas gereja. Pembentukan budaya ini tidak dapat dilakukan hanya dalam liturgi dan dalam praktek doa jemaat saja, tetapi memerlukan belajar dan perwujudan dalam pelayanan kepada kehidupan. Dan juga ditemukan metode baru melalui workshop doa dan pelatihan doa untuk meditasi. Yang paling penting adalah menolong anggota Gereja yang bertanya bagaimana mereka dapat berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dalam lingkup hidup mereka dalam berelasi di masyarakt dan keluarga. Di dalam penelitian ini yang belum diberi perhatian adalah bahwa di dalam masyarakat modern yang terpengaruh oleh proses sekularisasi, pengakuan akan Allah bisa bergeser dari relasional ke objektif. Kemudian dari kebimbangan menuju ke panyangkalan.
B. Pewahyuan dan Komunikasi Iman 1. Bertindak Strategis dan Bertindak Komunikatif Tindakan strategis adalah segala macam praktek dalam nama manusia, kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu dan lembaga-lembaga masyarakat yang ingin mencapai tujuan dengan mengorbankan orang lain. Tindakan strategis di sini berarti tindakan manipulasi dengan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Ini biasanya berlaku di dunia politik dan ekonomi. Melalui manipulasi ideologis, sistem-sistem tersebut memiliki kebenarannya sendiri dan memproduksi pengertian tentang kenyataan dan tentang cara bertindak benar dan efektif dengan tidak tepat. Tindakan strategis adalah tindakan komunikatif, yang dimaksud adalah semua tindakan yang tujuan dan sarananya ditentukan dengan berunding dalam kebebasan dan kesederajatan orang yang bersangkutan. Ciri-cirinya adalah keterbukaan dan kesungguhan, hak berbicara yang sama untuk semua orang yang bersangkutan, dialog, hubungan yang simetris, pengambilan keputusan yang demokratis dan konsensus mengenai motif dan norma bertindak. Kebenaran dalam tindakan komunikatif ini berlaku karena kebenaran itu dibentuk sesuai dengan hak asasi manusia dengan memperhatikan harkat pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
manusia dan oleh karenanya sah dan efektif dalam proses pembebasan manusia. Terutama pada sektor publik banyak ciri tindakan komunikatif hampir tidak ada secara nyata. Semuanya dikuasi oleh objektifitas tanpa subjek. Syarat mutlak ialah bahwa gereja-gereja memperbaharui di dalam diri mereka sesuai dengan ciri-ciri bertindak komunikatif. Dapat dikatakan bertindak komunikatif merupakan sudut pandang bagi pembangunan jemaat. Pembangunan jemaat ini ingin mencapai tujuannya lewat cara/metode yang efisien dan oleh karenanya pembangunan jemaat berpikir dan bertindak secara rasional dan berpandangan luas. Jika tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan tentang pembangunan jemaat ini, tidak senantiasa ditanyakan maka pembangunan jemaat akan menyimpang/menyeleweng menjadi kolonisasi dan menjadi
teknologi
kuasa
dari
pemimpin
gereja
dan
kelompok
yang
berkepentingan. 2. Tiga Alur Komunikasi Temanya adalah mengenai pemahaman bahwa kita dalam situasi budaya masa kini tidak lagi dapat berbicara tentang kebenaran secara seragam. Muncul perbedaan dialektis antara objektif dan subjektif. Istilah ini mengungkapkan bahwa manusia menempatkan diri di hadapan fakta yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini menunjukkan jarak kritis antara iklim keharusan dan iklim kebebasan yang berkembang dalam kesadaran manusia. Dapat dibedakan alur komunikasi menjadi tiga. Pertama, mencari pengetian yang sah mengenai fakta yang ditentukan terlebih dahulu, yakni mengenai objektifitas. Diskusi-diskusi yang diadakan di alur guna menetapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
keabsahan pengertian disebut discors teoritis. Ini mempunyai metode dan kriteria sendiri yang dikembangkan dalam ilmu pengetahuan modern. Kedua, komunikasi mengenai nilai dan norma bagi tindakan manusia dan mengenai kenyataan yang harus diwujudkan secara sosial dan atarmanusiawi atau disebut discours praktis. Cirinya adalah dilakukan secara kritis-rasional dan argumentatif. Agar diskusi ini boleh disebut tindakan komunikatif, maka perlu dicapai konsensus melalui argumen yang rasional mengenai struktur dan proses hidup bersama manusia serta mengenai pilihan etis yang harus dibuat. Ketiga, pengertian yang sah mengenai identitas itu berkembang dalam diskusi tersendiri yaitu discours identitas yang terjadi lewat pertukaran ekspresi diri secara terus menerus serta lewat saling mengajukan pertanyaan. Keabsahan ungkapan diuji secara kritis-reflektif. Di sini terjadilah penyadaran manusia akan subjektivitasnya sendiri yang unik. Terjadi juga pertumbuhan hati nurani pribadi sehingga orang mengerti akan kebebasan dan tanggungjawabnya terhadp keberadaan serta pengembangan dirinya. Paham kebenaran bagi orang modern hanya mengenai keabsahan pernyataan tentang objektivitas yang terjadi dalam discours teoritis. Pada alur kedua, berbicara tentang ketetapan atau nilai dan ketentuan norma. Sedangkan pada alur ketiga, berbicara tentang kesungguhan untuk menyatakan bahwa pemahaman diri serta ekspresi diri tertentu merupakan ungkapan yang sah dari pertanyaan siapakah saya. Pada alur ketiga, tadi ada pengertian yang dinodai oleh pemikiran dan tindakan strategis. Dan terjadilah kebenaran semu, ketetapan semu, dan kesungguhan semu. Kalau menggabungkan tema kedua dengan tema pertama yaitu tentang tindakan strategis dan komunikatif, tampaklah pentingnya discours
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
praktis bagi kedua discours lainya. Di mana komunikasi, hak asasi manusia tidak dihormati secara dasariah maka disitu baik usaha mencari kebenaran objektif maupun usaha mewujudkan identitas pribadi dan kesungguhan akan keluar dari jalurnya. Perbedaan antara tindakan strategis dan tindakan komunikatif serta pengertian kolonisasi oleh tindakan strategis itu menunjukan hubungan langsung dengan perbedaan teologis-dialektis antara religi dan iman. Pada tema pertama, dikenal kembali penolakan teologi modern terhadap model etis pertama dan kedua. Juga diperoleh penegasan terhadap prioritas proses penebuasan dan pembebasan. Di dalam paguyuban, melalui komunikasi yang terbuka dan sederajat, ditemukan kebebasan yang eksistensial serta kesadaran diri dan dapat dijalankan perang melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Akan tetapi, dasar utama bagi kedua tema ini adalah distingsi/ perbedaan antara objek dan subjek. Distingsi merupakan ciri teologi modren dalam perhatiannya terhadap keunikan, keutuhan, dan perwujudan diri setiap orang sebagai subjek di hadapan Allah yang hidup. Allah tidak memaksa siapapun. Dia bukan Allah yang objektif yang merendahkan manusia. Karena perhatian di teologi modern ini maka dalam hidup Gereja pentingnya discours-identitas, kejujuran, dan kesungguhan di dalamnya sangat menonjol. Karena pertanyaan siapa saya dalam perjanjian dan perjumpaan dengan Allah berhubungan langsung dengan nama yang dipakai Allah untuk menyatakan diri-Nya, yaitu Yahwe, Aku adalah Aku, Aku adalah Yahwe.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3. Iman di Alur Kebenaran Di dalam Kiatab Suci, mengenal Allah yang benar berarti juga melakukan kebenaran dalam kemanusiaan yang sungguh-sungguh. Kebenaran dalam Kitab Suci merupakan pengertian menyeluruh yang tidak hanya berkaitan dengan deskripsi objektif yang sah. Paham kebenaran itu sendiri berubah. Di dalam Kitab Suci dan budaya kristiani hanyalah benar sebagaian saja menurut arti modern sebagai ungkapan kenyataan yang objektif sah. Sudah menjadi pengalaman sehari-hari dalam pewartaan dan katekese bahwa demi pengertian yang benar tentang teks Kitab Suci yang diwahyukan dan tentang tradisi kristiani, maka ketiga alur perlu dibeda-bedakan. Salah satu penyebabnya
yang penting adalah bahwa
dengan
perkembangan ilmu
pengatahuan alam yang modern selama berabad-abad akhir-akhir ini dan dengan penaklukan alam yang semakin maju. Pengetahuan itu menjadi jiwa kemajuan teknologi dan dengan demikian juga jiwa kemajuan sistem ekonomi. Sistem pendidikan dewasa ini mempunyai arah untuk memperoleh pengetahuan objektif. Perkembangan ilmu pengetahuan ini merupakan aspek yang hakiki dari proses sekularisasi oleh karena melalui proses ini sudah dan sedang diperoleh kemajuan yang pesat bagi kebebasan serta hidup manusiawi yang wajar. 4. Iman di Alur Etik Kegagalan apologetika, hampir spontan namun dengan pengertian yang mendalam, pembaharuan Gereja mengatakan ortopraksis. Adalah melakukan kebenaran sebagai inti iman akan Allah yang sesungguhnya. Pada waktu itu bangkilah perhatian baru terhadap sakramen. Gereja dalam pengakuannya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Allah lebih menekankan alur keduak, yaitu discours-praktis yang berhubungan dengan nilai dan norma. Yang menjadi pokok pertanyaan adalah “apa yang dapat disumbangkan oleh tradisi kristiani secara khas kepada discours ini?” Dengan terlalu mudah, ilmu pengetahuan dapat disalahgunakan oleh para pemegang ekonomi, sosial, dan politik yang kemudian lebih dari sebelumnya bisa membunuh kebebasan dan kehidupan. Teknologi modern dapat menjadi berkat dan juga bisa menjadi bencana. Di dalam masyarakat yang selalu mengagungkan dunia yang berharap akan kebebasan, keunggulan discours-teoritis sedang bergeser kepada discours-praktis. Kesadaran akan Keterakhiran ikut bergeser. Kemudian, di dalam Gereja arti iman akan Allah bergeser ke pada iklim etik. Di dalam gereja pergeseran itu berakibat radikal. Pertama, perhatian bergeser dari Allah sebagai pencipta kepada Allah yang menyatakan diri-Nya dalam Israel dan dalam Yesus dari Nazaret sebagai Allah yang mengasihi manusia. Terjadi pembelokan kristosentris, yaitu kepada Yesus dari Nazaret sebagai model untuk hidup, menurut nabi-nabi yang besar. Kedua, tumbuh perhatian bagi tanggung jawab sosial. Muncul juga kekawatiran etis terhadap pewartaan moril Gereja yang didasarkan pada model etis pertama dan kedua. Model-model ini semakin tidak mungkin untuk menggabungkan iman kristiani dengan aspirasi kebebasan modren dalam discours-praktis betapapun objektif tampaknya penentapan norma-normanya. Orang beriman dan pemimpin Gereja yang karena tindak-tanduknya memperoleh penghargaan etis yang besar dari lapisan yang luas mungkin menimbulkan pengertian tertentu terhadap makna pergaulan dengan Allah itu. Dengan pelayanannya kepada kehidupan, Gereja dapat memperoleh goodwill bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
pengakuannya. Akan tetapi kedua hambatan yang berhubungan dengan pengalaman akan Allah itu ternyata begitu besar sehingga pelayanan Gereja juga di dalam Gereja sendiri, belum dapat menyakinkan orang bahwa berdoa merupakan tindakan bermakna. 5. Iman di Alur Kesungguhan Akhir-akhir ini orang berbicara tentang hipertrofit yaitu hati nurani dan penekanan serta pembebanan kesadaran moril secara berlebihan. Manusia harus sempurna. Dipandang dari model etis yang pertama dan kedua dikatakan bahwa kesusilaan mulai longgar. Dalam perjuangan demi kebebasan dan otoritas, memang bermacam-macam kode kelakuan dan pola peran dari zaman dulu dibongkar. Tetapi, pihak lain didalam proses ini menaruh beban yang tinggi pada hati nurai pribadi. Pada umumnya harapan akan kualitas moril itu semakin tinggi, baik pada sesama orang maupun pada diri sendiri. Hal itu tampak dalam fakta bahwa relasi yang intim semakin jarang terjadi, seperti pernikahan, keluarga dan sahabat. Discours-praktis pada akhirnya tidak dapat meniadakan ketegangan dan pertentangan antara hukum dan kebebasan. Penderitaan dan ketidakadilan juga tidak dapat diatasi, apalagi penderitaan yang ada karena pertanyaan tentang makna kenyataan hidup. Tema-tema yang sudah dikemukakan terlebih dahulu adalah politik dan mistik. Tema-tema itu berkaitan dengan diskusi tentang dukungan dan tantangan sebagai polaritas dalam pengembangan diri manusia. Tetapi dalam pengakuan akan Allah sebagai Bapa Yesus Kristus maka kristianitas juga mengenal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
gambaran Allah sebagai ibu yang mengukir nama kita di telapak tangan-Nya, Allah yang tidak melupakan pekerjaan tangan-Nya. Gambaran Allah sebagai ibu juga terdapat dalam Kitab Suci, dalam Mazmur, dalam tulisan profetis. Setelah pembelokan etis, terjadilah pembelokan-pembelokan yang lainnya dimunculkan oleh pengertian bahwa keterjaminan tidak bertentangan dengan kebebasan, melainkan merupakan unsur yang hakiki daripadanya bahwa mungkin intinya. Dapat diambil kesimpulan, semua bentuk dasariah ketergantungan yang menentukan model etis pertama dan kedua harus ditinggal. Tetapi dari perpisahan itu, dari kematian itu tumbuh kedewasaan yang di samping bercirikan hati nurani yang terbuka dan kemampuan untuk mengasihi, juga bercirikan kesadaran diri yang fundamental. Keterjaminan adalah kepastian dalam Keterakhiran. Tentang kepastian itu,orang miskin menjadi saksi yang paling dapat dipercaya. Kepastian ini dan kesadaran diri ini tidak bersifat politik, melainkan mistik. Kepastian itu tidak diberikan secara alamiah kepada manusia. Kesadaran diri dalam kebebasan ini adalah inti discours-identitas. Fokusnya pengertian yang meneguhkan tentang subjektivitas manusia yang tidak terasing. Pokoknya adalah mengerti secara subjektif mengenai kepribadiannya sendiri. Padahal keabsahan pribadi itu secara objektif tidak dapat dibuktikan dengan pasti dan juga tidak dapat dijadikan benar secara tuntas lewat tindakan. Keberadaan kita sebagai subjek itu, kita terima pada kelahiran kita sebgai manusia, tetapi keberadaan itu baru menjadi nyata dalam ekspresi diri kita kepada orang lain. Dalam pernyataan diri tersebut di mana diri kita memberikan diri kepada orang lain untuk dikenal. Singkatnya, manusia menjadi dirinya sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sejauh ia utuh, yaitu keluar, tidak menyembunyikan apa-apa, dan ke dalam tidak menekankan apa-apa, atau sejauh ia dengan kepastian batin sanggup menghadapi segalanya yang ia jumpai, yaitu segala yang secara mendalam mengingatkan dia akan kenyataan dirinya sendiri. Pada alur kejujuran, kesungguhan, serta subjektifitas, dan dalam situasi budaya dewasa ini, pertama-tama harus dimengerti pewahyuan Allah tentang diriNya sendiri. Dialah Allah yang tidak dapat dibuktikan secara objektif, juga bukan Allah yang menuntut, melainkan Allah yang sebagai Aku ada menanyakan kepada saya. Perjumpaan itu adalah peristiwa yang maknanya tidak dapat dibuktikan secara meyakinkan baik secara objektif maupun secara etis. Verifikasinya adalah bahwadalam perjumpaan dengan Allah, manusia dengan lebih mendalam belajar mengenal diri, bisa mengidentifikasikan diri, dan dikembalikan kepada dirinya sendiri dengan lebih fundamental dari pada yang terjadi sebelumnya. Allah sebagai Allah yang benar yang mengasihi manusia dan yang memberikan hidup. Pengalaman itu senantiasa sepenuhnya subjektif, namun sekaligus juga transenden terhadap subjek karena tiga alasan yang fundamental. Pertama, karena orang beriman mengalami pergaulan dalam doa itu sebagai intersubjektif, sebagai perjumpaan dengan Dia. Kedua, karena yang lain diketahui dan dikenali sebagai Dia yang dibicarakan oleh kitab Suci dan oleh tradisi serta liturgi gereja. Ketiga, karena Yang Lain itu subjektifitasnya yang absolut dipahami sebagai dasar dan makna terakhir dari semuanya yang benar, baik, dan indah. Dalam pergaulannya doa dipahami bahwa kata yang terakhir dalam kenyataan ini bukan berada tetapi Aku Ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Allah berdiam secara transenden dalam inti kebebasan kemanusiaan dan nama-Nya berdiam dalam nama setiap orang, di sana di mana kita sebagai pribadi yang hadir pada orang lain dan pada diri kita sendiri. Akhirnya, pengalaman penderitaanhanya dapat dihayati secara bermakna dalam subjektifitas penemuan serta penentuan diri yang bebas. Komunikasi iman dialur kesungguhan ini berarti saling membagi kepastian, kebimbangan, kecemasan, kesedihan, dan kegembiraan kita dan pengalaman tentang bagaimana Allah beserta kita di dalamnya. Saling membagi iman berarti sama-sama mengelilingi rahasia kehadiran Allah dalam diri kita masing-masing. Inti komunikasi itu akan ikut berbicara dalam percakapan pribadi dan bersama-sama dengan Dia. Ditemukanlah tiga konklusi teologis praktis. Pertama, kebenaran objektif maka pengalaman dengan Allah akan terbentur pada dilema-dilema pertanyaan penderitaan dan pertanyaan kebebasan yang teoritis yang tidak dapat diatasi. Sementara kepercayaan kepada kekuasaan yang lebih tinggi dapat bertahan. Kedua, kalau iman akan Allah yang objektif ini dipertahankan maka jurang dengan tradisi doa Yahudi-kristiani akan membuat orang beriman makin jauh dari Gereja dan lambat laun juga akan membawa kebimbangan iman dan kehilangan iman, karena disini pun dilema di sekitar penderitaan dan kebebasan tidak dapat diatasi. Ketiga, kalau objektifitas iman terus ditekankan maka kebimbangan serta kehilangan iman merupakan akibat yang pasti terjadi. Karena berdasarkan Kitab Suci Allah mewahyukan diri-Nya, yaitu Abraham, Ishak, Yakob adalah Allah Yang Lain, Allah yang hanya dapat dijumpai dalam kesungguhan yang subjektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Demikianlah, pergeseran dari relasional kepada hilangnya iman sebgai efek proses sekularisasi dapat secara teologis dan dalam iman dipahami sebagai proses pemurnian identitas kristiani dan sebagai karya Roh Kudus sendiri yang memurnikan. Secara teologis boleh dikatakan bahwa dalam pergeseran ini, Allah sendiri ingin menyatakan diri-Nya tidak sebagai pesaing dengan kebebasan manusia, juga tidak sebagai sebab yang objektif dari penderitaan dan kejahatan. Kebenaran yang terakhir ini bersifat ternsenden, artinya mengatasi objektivitas yang dapat dikenal secara teoritis. Kebenaran itu diperkenalkan kepada kita melalui pewahyuan diri ilahi dalam nama :Aku ada. 6. Pembangunan Jemaat Jika kita menghubungkan kedua tema yang sudah dibicarakan maka pembangunan jemaat agaknya dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut: perubahan bentuk hidup gerejawi menjadi tindak-tanduk komunikatif dalam iman melalui pengembangan budaya kesungguhan dan spiritualitas perjumpaan. Gereja mulai berada di mana orang dari dirinya sendiri dengan jujur dan dalam kesungguhan menceritakan kisah perjumpaannya dengan Allah dan bersama-sama mengungkapkan diri dalam doa dengan menggunakan kata dan gambar yang dipakai dalam kisah mereka tersebut. Iman itu diberikan melalui apa yang oleh tradisi kristiani disebut pewahyuan. Perantaraan iman yang sesungguhnya dan pengalaman iman bersama hanya mungkin terjadi melalui pernyataan diri yang subjektif. Lewat teologi masa lalu, pastor lebih dibentuk sebagai fungsionaris kebenaran daripada manusia. Banyak pastor dan aktivis Gereja belajar bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dalam karya gerejawi banyak tergantung pada pribadi serta iman mereka sendiri; dan bahwa anggota Gereja secara kritis mendengarkan apa yang sesungguhnya mereka pikirkan dan imani. Anggota Gereja berharap bahwa pastor dan para aktivis adalah memanusiakan manusia, pergaulan yang nyata dengan Allah, keakraban batiniah dengan saksi-saksi besar. Kerahasiaan ini kadang-kadang melatarbelakangi kecenderungan orang menganggap bahwa pekerjaan gerejawi terutama yang dilakukan oleh pejabat gereja itu merupakan pekerjaan profesional dalam lingkup publik. Akan tetapi banyak pekerja gerejawi mengalami bahwa mereka memperoleh kewibawaan dan hak untuk berbicara justru kalau juga mengutarakan keringkihan, keterbatasan, kebimbangan, dan kekurangan iman mereka. Yang penting bagi orang beriman dalam Gereja ialah apa yang sudah mereka sendiri alami dari perjumpaan dengan Allah, yaitu bahwa perjumpaan itu mengingatkan mereka akan apa yang manusiawi dalam diri mereka. Tanda yang baik bagi Gereja yang vital ialah kalau orang beriman secara intensif ingin diingatkan akan diri mereka sendiri. Empat indikasi mengenai cara untuk mengadakan peringatan adalah, pertama adalah makna cerita. Cerita sebagai modus bahasa bagi ekspresi diri sebagai cara untuk mengungkapkan diri. Kitab Suci merupakan cerita dan Yesus sendiri dalam Injil sebetulnya merupakan cerita mengenai Allah. Lewat cerita itu dapat diberi perhatian yang lebih besar kepada bahasa non-verbal, gambar dan simbol lebih membantu dalam pemahaman orang dalam membacanya. Kedua, arti saksi dan kesaksian bagi vitalitas Gereja. Saksi adalah mereka yang mempunyai cerita dan yang dapat berbicara dengan rendah hati dan kesungguhan tntang perjumpaan mereka dengan Allah. Mereka adalah orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dipercaya jika berbicara tentang pertobatan. Secara sakramental dihadirkan apa yang mnjadi hambatan dalam pengakuan kristiani, adalah bahwa di dalam diri Yesus Kristus yang Tersalib, telah dinyatakan rencana kepenuhan Allah. Ketiga, disebut hospitalitas atau kesediaan menerima tamu. Ciri Gereja yang Vital adalah bahwa semua orang dengan pengalaman, cerita serta kesaksiannya boleh masuk; dan mereka didengar dengan sungguh-sungguh dan dipandang dengan serius. Ini sangat berhubungan dengan kemampuan mendengar, dengan kesediaan untuk bersama-sama menanggung perbedaan pendapat, dan untuk tidak saling melepasnya dalam konflik. Gereja yang vital ialah perumpamaan tetang perjamuan perkawinan di Kanna. Tidak ada situasi dalam mana diskriminasi bagitu merusak kehidupan gerejawi selain situasi dalam mana kita secara sakramental mengenangkan Putra Allah yang dibuang. Keempat, ialah arti pesta. Pesta yang sesungguhnya merupakan pengalaman yang mengelilingi Keterakhiran Allah. Pesta merupakan perayaan kehadiran mereka yang kita cintai. Pesta ada di sana dimana orang dapat saling mengeluarkan isi hatinya dengan aman dan di mana mereka dapat mengalami bahwa sungguh indah untuk hidup dan mengasihi. Pada pesta itu dapat dan harus ada tempat bagi orang yang tidak diperhitungkan dalam masyarakat dan yang tidak diberikan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perayaan Hari Tuhan yang sungguh-sungguh, hari kebangkitan serta hari manusia baru merupakan peristiwa sakramental yang paling utama di mana Gereja dapat dan harus menjadi Umat Allah yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Kesimpulannya, cerita, kesaksian, hospitalitas, pesta dimaksudkan untuk menunjukkan
persepektif
sebagai
sarana
ditransformasikan kepada tindakan komunikatif.
bagi
umat
kristiani
untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV GEREJA DAN MASYARAKAT, FUNGSI DAN JABATAN
A. Gereja dan Masyarakat 1. Eklesiologi Eklesiologi yaitu ajaran tentang Gereja, yang menjadi pusat penting dalam pewartaan serta teologi pada abad terakhir ini. Namun, sampai sekarang kita tidak mengikuti jalan pemikiran itu melainkan untuk membahas Gereja sebagai tema terakhir sesuai dengan tradisi teologi yang besar. Alasannya ialah bahwa banyak omongan yang sekarang terjadi tentang Gereja hampir tidak menjernihkan esensiesensi keberadaan kristiani, melainkan lebih menunjukkan ketegangan di dalam Gereja daripada menyatakan iman, harapan, dan kasih. Dari sudut ekumenis dan mondial sekarang ini, eklesiologi sedang mengalami pergumulan ideologis raksasa untuk melegitimasi struktur-struktur Gereja yang lama atau yang baru atau yang lain dalam tradisi gerejawi dan dalam iman kristiani akan Allah. Gereja mengenal bermacam-macam struktur, namun itu tidaklah netral dan juga tidak semua struktur itu dapat dibenarkan. 2. Kerajaan Allah dan Umat Allah Yang pertama adalah gambaran Kerajaan Allah. Gambaran itu disukai oleh Yesus sebagai gambaran bagi dunia yang lain dari pada dunia ini yaitu kasih, keadilan, dan damai. Dunia itu hidup dalam idam-idaman umat manusia yang paling dalam tentang masa depannya. Kerajaan Allah yang dilukiskan dalam Injil merupakan gambar penguji yang sah bagi Gereja. Salah satu contoh ialah ajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
tentang kedua kerajaan yang dipakai terutama oleh pihak reformasi untuk menggambarkan hubungan antara Gereja dan Negara. Gereja dan Negara keduanya memiliki segala sarana untuk mewujudkan tujuannya di dunia ini. Gereja lalu dianggap sebagai Kerajaan Allah, sedangkan negara dan masyarakat adalah kerajaan manusia. Gereja dan masyarakat tidak dapat dipertentangkan dengan cara itu. Gereja hanya dapat berada sebagai paguyuban yang berada dalam keseluruhan masyarakat. Teologi modern memurnikan gambaran Gereja. Gereja dianggap sebagai saksi Kerajaan Allah di mana Gereja membela mereka yang tidak mempunyai kuasa. Gereja sendiri merupakan paguyuban orang yang tidak mempunyai kuasa, namun mengenal kasih di antara mereka satu sama lain. Kerajaan Allah merupakan pengertian berkontras. Artinya bahwa kehendak Allah memihak pada hak orang KLMTD. Dalam rangka proses sekularisasi, gambaran itu memperoleh dua perluasan baru yang berbeda. Yang pertama, di mana pengertian bangsa diartikan sebagai masyarakat demokratis yang berdaulat dalam mana pada perinsipnya semua orang sama derajatnya. Model ini sesuai dengan deklarasi universal mengenaihak-hak asasi manusia. Model demokratis ini berkontras dengan model gerejawi yang hierarki sejauh hubungan-hubungan kuasa dalam model hierarkis itu sering dicirikan oleh aspek feodal-absolutis, yang merupakan ciri model etis kedua. Dalam negara-negara yang peka terhadap perkembangan demokratis dan dalam Gereja-Gereja di mana kaum awam mulai menyadari diri sebagai Gereja, gambaran tersebut menjadi program pembaharuan Gereja. Program ini berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
agar kaum awam berdampingan dengan para imam dan uskup ikut memikul tanggung jawab dan mempunyai hak untuk ikut berbicara dalam perwujudan hidup gerejawi. Perluasan yang kedua, yaitu dalam kelompok basis gerejawi dunia ketiga. Umat diartikan sebagai kelas bangsa tertentu, hampir mirip dengan proletariat atau setingkat dengan buruh. Gereja Umat Allah berbarti Gereja orang miskin. Dengan demikian paham Umat Allah mempunyai kaitan langsung dengan gambaran Yesus tentang Kerajaan Allah. Ini dapat dibedakan menjadi tiga macam aliran. Aliran pertama, mengisi gambaran Umat Allah secara tradisionalistis. Aliran itu tetap bereaksi terhadap sekularisasi. Orang berpegang pada model etis kedua tentang bangsa untuk Gereja dan masyarakat. Aliran kedua, adalah aliran tengah yang lebar. Di situ, gambaran Umat Allah diisi dengan norma dan ideal masyarakat kelas demokratis yang modern. Orang berpikir, Gereja dengan menggunakan pengertian kedaulatan rakyat. Aliran ketiga, adalah aliran yang dari sudut kritik masyarakat mempunyai kesamaan dengan kelompok-kelompok basis Dunia Ketiga. Ketiga pengisian gambaran Gereja sebagai Umat Allah ini tidak dapat sepenuhnya mengklaim keabsahan secara teologi. Ada perbedaan pandangan mengenai relasi antara imam dan awam. Di dalam model etis kedua, para imam dianggap sebagai kelas yang ditentukan terlebih dahulu secara ilahi dan karena itu lebih tinggi dan lebih kudus daripada kedudukan awam. Paham ordo yang yuridis teologis ini mendapat perhatian di sini. Totalitas yang kudus itu dalam arti spesifik diterapkan pada Gereja sebagai Umat Allah. Perbedaan antara imam dan awam di dalamnya dianggap secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
esensial sebagai ditentukan terlebih dahulu dan diadakan oleh Kristus. Kemudia ordo rohani yang lebih tinggi ini dalam Gereja Katolik dilengkapi dengan simbol status yang khas bahwa hanya laki-laki yang tidak kawin dapat diangkat ke dalam ordo itu. Oleh teologi, wanita ditunjukkan sebagai makhluk yang lebih rendah. Dengan menghubungkan imamat dengan selibat oleh hukum Gereja maka status tidak kawin demi Kerajaan Surga sebagai karisma pelayanan semakin kurang jelas. Yang lebih penting daripada syarat penerimaan adalah penghayatan kenyataan yang mendasarinya. Dalam penghayatan manusia modern, jabatan dapat dipahami sebagai fungsi khusustetapi tidak sebagai keberadaan yang lebih tinggi. Anggapan tradisional tentang perbedaan antara imam dan awam yang digarisbawahi oleh syarat penerimaannya yang sah semakin berfungsi sebagai penolakan
simbolis
terhadap
proses
sekularisasi
sendiri
dan
terhadap
perjuangannya agar manusia bebas menjadi subjek. 3. Gereja dalam Proses Sekularisasi Proses sekularisasi sering dipandang sebagai proses zaman kita karena baru dalam abad ke -20 ini berpengaruh umum pada masyarakat walaupun akarnya sudah sangat tua. Akarnya adalah dari lapisan bawah penduduk yang agraris berkembanglah pertukangan dan perdagangan, dan terjadilah masyarakat kota dengan berbagai macam profesi dan jabatan yang baru. Terbentuk bangsabangsa yang saling memerangi untuk mempertahankan diri. Tradisi biblis dan gereja perdana seolah-olah merupakan satu sejarah besar tentang penolakan dan pembebasan dari mitologi berhala ini. Para martir menjadi saksi Allah yang hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dan yang mengasihi manusia justru dalam perjuangan mereka melawan pendewadewaan negara dan kekaisaran. Agaknya setelah peristiwa warga Gereja bisa menjadi pejabat negara, Gereja kurang konsekuen mengenangkan kesaksian para martirnya, apalagi kesaksian Yesus sendiri yang mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Sejajar dengan ekonomi pertukangan dan perdagangan yang semakin meluas, berkembanglah perjuangan pembebasan dalam proses sekularisasi. Hal itu harus terjadi pada pasaran politik di mana warga negara memilih penguasa mereka dan melalui kontrak menentukan tugas dan wewenangnya. Kekuasaan politik bergeser dari bawah ke atas. Dalam masyarakat modern, model pasaran bebas menjadi sah baik bagi bidang ekonomis maupun bagi bidang politik yang meliputi kuasa publik dan yuridis. Tidak heran kalau Gereja-gereja akibat ketertarikannya dengan raja-raja dan bangsawan dahulu tidak berhenti menentang sekularisasi dan demokratisasi. Pada perinsipnya berlaku hak dasar politis atas kebebasan, yaitu kebebasan untuk menjalankan ilmu pengetahuan, kebebasan untuk membentuk partai serta hak suara terhadap pembentukan tatanan hukum publik, dan kebebasan untuk membentuk relasi, mengungkapkan pendapat serta pandangan hidup pada level subjektif. Kebebasan-kebebasan ini tidaklah tanpa masalah dan sebagaiannya juga belum terealisasi. Namun, pembentukkan kuasa yang mengkolonisasikan itu juga selalu membawa pemberontakan dan konflik. Di zaman modern, kita menyadari arti positif dari konflik dalam tindakan komunikatif sejauh konflik-konflik itu tidak membawa kepada penindasan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
baru. Kita juga dapat melihat ambiguitas prinsip pasaran bebas, yaitu di satu pihak pasaran bebas mengandaikan dan memberikan kebebasan untuk memilih. Permainan bebas antara kekuatan alam akan selalu berlaku dan juga bertentangan dengan Injil. Dan kemenangan dimiliki oleh orang yang kuat. Di sini muncul kompromi dalam abad terakhir, yaitu di mana kesamaan kekuatan tidak ada maka dalam negara hukum modern diharapkan bahwa pemerintah menciptakan kesamaan itu melalui peraturan hukum. Dalam perkembangan ini, berangsur-angsur menonjol bahwa negara modern sebagai kuasa politik diharapkan bisa mengamankan kebebasan dan kesamaan warga negara disemua bidang kehidupan. 4. Gereja dan Masyarakat Pasar Apakah yang menjadi ruang, fungsi, dan makna Gereja dalam konteks pasar bebas dan negara hukum serta pemeliharaan yang demokratis? Ada beberapa aspek, yang pertama, bahwa hubungan antara Gereja dan negara berubah. Keduanya tidak lagi merupakan kesatuan yang dapat diperbandingkan. Dalam tatanan hukum modern, Gereja dan negara dipisahkan. Gereja yang memegang monopoli di negara dan negara yang menerima keabsahan serta identitas kolektifnya dari Gereja sudah lenyap. Negara menjamin kebebasan beragama bagi individu dan juga kebebasan untuk mengungkapkan pendapat agama dan juga untuk berkumpul. Masyarakat sekarang tidak lagi diikat oleh keyakinan religius, melainkan oleh tatanan hukum sekular dan prinsip pasar bebas, pertukaran bebas secara ekonomis, politis, dan kultur. Ilmu pengetahuan modern, negara modern pun tidak dapat mendasarkan pada proses sekularisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
bahwa negara tidak boleh mengidentifikasikan diri dengan Gereja atau agama tertentu. Aspek yang kedua, ialah bahwa di dalam tatanan hukum negara modern itu, Gereja-gereja berada dalam pasar bebas yang kultural ideologis. Artinya, bahwa gereja-gereja tidak hanya satu sama lain berada dalam posisi persaingan, tetapi bahwa mereka mengalami konsekuensi juga dari bermacam-macam aliran dan pandangan hidup yang religius. Nyatanya bisa demikian tanpa peduli apakah ia mengidentifikasikan diri dengan ajaran dan praktek Gereja Katolik. Orang modern semakin menginginkan kebebasan untuk memilih. Muncul syarat sosial dan gerejawi bagi penghayatan iman sebagai pilihan identitas yang bebas oleh manusia sebagai pribadi dan subjek. Beriman sekarang menjadi masalah pilihan pribadi, hati nurani, dan keyakinan. Pengalaman pastoral menunjukkan bahwa dalam modernitas sekarang ini, ada banyak orang di dalam Gereja maupun di luar Gereja, yang hidup dalam batin yang tertutup. Aspek ke tiga, bahwa di pasar bebas, Gereja sangat ditentukan oleh permainan permintaan dan penawaran, produksi dan konsumsi, serta harga yang harus dibayar. Dalam perkembangan Gereja sekarang ini dapat dipahami sebagai kehilangan partisipasi dalam pasaran karena kekurangan dalam hal penawaran atau hambatan dalam produksi atau harga yang terlalu tinggi. Produksi terhambat kalau bagian umat kristiani yang menawarkan kurang terampil untuk melaksanakan tugasnya. Dan harga menjadi terlalu tinggi di mana orang dituntut pengurbanan yang tidak bermakna dan masuk akal. Mereka memahami bahwa mereka harus semakin menjadi pembangun jembatan, yitu instansi penghubung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Karena gereja-gereja berkembang sebagai jemaat komunikatif penuh dengan pengertian dan harapan yang sangat pluriform pada anggotanya yang kritis dan dewasa. Oleh karenanya, bagi penyadaran mengenai pembangunan jemaat, ada fase lain yang amat penting. Banyak orang tidak suka mengaku diri sebagai orang beriman dan orang Gereja karena mereka mengira bahwa partisipasi gerejawi harus dibayar dengan rasa bersalah, yang bertentangan dengan hati nurani. Aspek ke empat, bahwa pasaran bebas, pihak Gereja menawarkan mengalami perubahan dalam ciri susunannya. Ada yang ingin menjadi produsen dalam kehidupan gerejawi. Walupun perbedaan formal antara pejabat dan awam tetap berlaku. Struktur hierarkis Gereja Katolik pun dalam hubungan ini dipertanyakan sebagai masalah kuasa. Bagi pembangunan jemaat, refleksi atas segi mistik ini tidak kalah pentingnya dengan segi politik. Gereja hanyalah sungguh-sungguh gereja bila orang yang menderita, mereka dalam mana Kristus hadir di tengah-tengah kita. Hal esensial bagi Pembangunan Jemaat ialah pertanyaan apakah mereka yang aktif dalam Gereja sebagai pejabat ataupun sebagai awam juga dilihat oleh jemaat sendiri sebagai saksi iman yang sungguhsungguh. Aspek ke lima, yaitu distingsi antara anggota inti Gereja, anggota Gereja biasa, anggota pinggiran, dan mereka yang di luar Gereja. Yang dimaksud dengan anggota biasa ialah mereka yang dekat dengan hidup Gereja dan secara teratur berpartisipasi di dalamnya, namun tidak menjadi produsen. Anggota gereja yang aktif terutama mereka yang profesional sering memiliki begitu banyak kualitas, wibawa, dan kepakaran sehingga hanya oleh karena itu saja mereka a-priori tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menjadi saksi Injil yang paling meyakinkan. Mereka yang dapat memberikan hati kepada Gereja yang vital tidak selalu berada di pusat. Andai kata, mereka menginginkannya maka mungkin mereka akan mulai dengan mengusir pedagang dan orang farisi dari Bait Allah. Injil memang tidak terutama milik mereka dan bagi mereka yang memiliki uang dan kekuasaan lebih daripada orang lain. 5. Gereja Orang Miskin Penghayatan Gereja modern dicirikan oleh pengandaian yang di atas dibicarakan sehubungan dengan aspek politis dari proses sekularisasi, yaitu pembelokan dalam hubungan antara individu dan masyarakat. Diantaranya terletak perbatasan antara pendangan tentang bangsa yang tradisional dan liberalitas hak-hak asasi manusia yaitu universal. Di dalam tatanan hukum modern, Gereja merupakan perkumpulan sebagai perserikatan yang didirikan oleh manusia. Merasa bertanggungjawab merupakan spiritualitas yang dominan dalam pembaruan Gereja yang modern dan juga dalam pembangunan Jemaat. Menurut pandangan tradisional, Gereja sudah ada sebelum orang beriman ada atau dapat ada dalam pribadi Yesus Kristus yang terlebih dahulu diberikan kepada kita. Bukan orang berimanlah yang membuat Gereja, melainkan Gereja yang membuat manusia menjadi orang beriman, anak-anak Allah yang dimasukkan dan ditata ke dalam Gereja sebagai tubuh mistik Kristus. Masa kini dan masa depan Gereja, pada akhirnya berada di tangan Allah sedangkan hubungan duniawinya ditangani secara primer oleh mereka yang menurut jabatan apostolis dan imamatnya menghadirkan Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Dari segi tradisi kristiani, berlaku dua premis. Pertama, bahwa Allah mendahului manusia. Kedua, diantara manusia, orang miskin mendahului orang kaya dan bahwa orang lemah mendahului orang kuat. Kedua hukum dasar kasih ini saling berkaitan satu sama lain dalam pengakuan bahwa yang Tersalib adalah Tuhan dunia dan sejarah. Asal mula dan hari depan Gereja berasal dari Allah. Dalam tradisi umat itu, Yesus dari Nazaret pada akhirnya menjadi nabi untuk semua bangsa dan dengan itu dalam Dia terdapat permulaan Gereja. Namun, bersamaan dengan kematian-Nya, oleh Yesus sendiri, pembentukan Gereja secara fundamental digantungkan kepada jawaban yang diberikan oleh manusia kepada-Nya. Gereja menjadi vital di mana hukum dasar ini berlangsung oleh kuasa Roh Kudus. Gereja masih belum merupakan umat Allah dengan cara seperti yang menurut para teolog pembebasan di Dunia Ketiga dimaksudkan dalam kelompok-kelompok basis.
B. Fungsi dan Jabatan 1. Kehadiran Kristus Di samping gambaran Kerajaan Allah dan Umat Allah, eklesiologi mengenal gambaran paulinis yang lama tentang Gereja sebagai Tubuh Kristus. Gambaran Tubuh Kristus ini memperlihatkan hubungan dan kaitan satu sama lain. Jiwa yang melatar belakangi gambaran ini ialah keyakinan Paskah bahwa Kristus selalu hidup dalam Gereja melalui Roh yang satu dalam kita semua. Kiranya bagi hidup Gereja, ada empat eksistensial yang memiliki makna yang mendasar adalah:
Kehadiran Kristus dalam praksis hidup yang disebut keikutsertaan pada Kristus atau mengikuti Kristus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Kehadiran Kristus dalam penghimpunan orang beriman
Kehadiran Kristus dalam orang miskin
Kehadiran Kristus dalam Sabda (pewartaan) dan Tanda (sakramen) Yang penting bagi tujuan bab ini adalah pengelolaan lebih rinci mengenai
hubungan antara eksistensial tersebut. Keikutsertaan berarti bahwa kita menjadi murid, bahwa kita mendengarkan Sabda, bahwa kita mendengarkan dan melihat orang miskin, dan bahwa kita dihimpun dalam jemaat beriman. Keikutsertaan adalah praksis hidup kristiani akibat pertobatan yang selalu diperbarui. Pertobatan ini merupakan akibat dari perjumpaan ganda yang terus menerus. Akhirnya, juga akibat perjumpaan dengan orang kristiani dan dengan jemaat-jemaat beriman yang mewujudnyatakan keikutsertaan. Praksis hidup keikutsertaan itu dapat dipahami sebagai efek atau output dari ketiga eksistensial yang lain. Kedua aspek ini yaitu Kristus dalam Sabda serta Tanda, dan Kristus dalam orang miskin tidaklah saling berhadapan tanpa ketegangan. Sabda dan Tanda adalah Injil, Kabar Gembira, Kerugma, harapan dalam dunia yang absurd. Maka, ada kontras antara kedua aspek kehadiran Kristus ini, kontras antara harapan dan penderitaan, seperti kontras antara siang dan malam dan antara langit dan bumi. Senyatanya merupakan sumber rezeki bagi keikutsertaan dan bagi pelayanan kepada kehidupan. Dari perjumpaan dengan kedua cara presensi Kristus ini, lahirlah jemaat beriman. Gereja bertumbuh di mana orang berhimpun atau dihimpunkanuntuk ikut dalam perjumpaan ganda ini. Orang berhimpun menjadi gereja, Tubuh Kristus, Umat Allah. Mereka dipanggil untuk keluar guna menjalankan kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pelayanan dan untuk membawa dunia dan sejarah lebih dekat kepada tujuannya, yaitu keadilan dan perdamaian Kerajaan Allah. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diringkas dalam model jemaat beriman yang disebut dengan model yang dimanis. Yang pokoknya ialah gerakan-gerakan Roh yang meskipun dijaminkan kepada Gereja namun sering dengan bermacam-macam cara yang menakjubkan dan tidak terduga menjiwai hidup jemaat beriman. 2. Fungsi dan Jabatan Setiap jemaat memerlukan organisasi, begitu pula dengan Gereja. Demi kesinambungan dan efektifitas perlu dibuat struktur lewat pembatasan fungsi, tanggung jawab, dan tugas. Ada permasalahan di sekitar jabatan gerejawi, terutama terletak di dua bidang. Yang pertama, terletak di bidang percakapan ekumenis yang berbicara tentang bermacam-macam struktur jabatan yang berbeda-beda. Gereja yang berbeda-beda, dan tentang mungkin tidaknya untuk saling mengakui pelayanan jabatan itu. Yang kedua, terletak di sekitar pelayanan mengenai persyaratan untuk masuk jabatan di dalam Gereja-gereja sendiri dan tidak sedikit pula dalam Gereja Katolik. Keikutsertaan pada Kristus, pelayanan kepada kehidupan dalam pemeliharaan, perjuangan, dan pengampunan merupakan penugasan dan sekaligus identitas dari cara hidup kristiani sendiri. Maka tugas yang lebih cocok bagi jemaat beriman ialah pelayanan pemeliharaan, perjuangan, dan pengampunan, intern dan extern, mempunyai intensitas dan efektifitas yang maksimal, sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam jemaat. Bahwa banyak pemeliharaan serta perjuangan pastoral dan diakonal yang disediakan bagi jemaat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
jemaat oleh pemimpin dan aktivis, jika dilihat dari sudut teologis bersifat laikal sebagai perwujudnyataan keikutsertaan pada Kristus. Sabda dalam Kitab Suci serta tradisi adalah norma identitas kristiani, dan Tanda-tanda (sakramen) adalah peristiwa mistik-ritual dalam orang beriman berulang-ulang mengaitkan diri dengan Yang Tersalib Yang Bangkit beserta misiNya. Karena Dialah tujuan akhir yang ilahi berkehidupan bagi Gereja. Kehadiran Kristus dalam orang miskin sejak zaman para rasul menerima bentuk pelayanan tersendiri dalam jabatan diakon. Tugas diakon ialah membawa keluhan dan tuduhan orang yang berada dalam kesusahan dan ketidakadilan ke tengah-tengah jemaat. Di tengah-tengah jemaat, diakon menjadi wakil, pembela, dan saksi orang miskin. Bagi pembangunan jemaat kiranya penting menghindari dua macam salah paham. Salah paham yang pertama, ialah mengenai kecenderungan untuk melihat diakon terutama sebagai orang yang melaksanakan bermacam-macam pelayanan pemeliharaan dan perjuangan atas nama jemaat. Diakon bukannya pertama-tama ada untuk melaksanakan diakonia, melainkan untuk menginspirasi seluruh jemaat untuk berdiakonia. Salah paham yang kedua, mengenai kecenderungan yang sudah sangat tua dalam Gereja Katolik untuk memandang tugas diakon sebagai pembantu imam dalam perayaan Sabda dan Sakramen. Tugas diakon ialah untuk menghadirkan orang miskin dalam penghimpunan anggota jemaat, termasuk dalam ibadat liturgis. Dia kemudian harus dan jika perlu memperlengkapi jemaat dan memberikan wujud organisatoris bagi jawaban yang oleh umat akan dilaksanakan dalam rangka keikutsertaan. Ini berarti bahwa dalam setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
penghimpunan liturgis, diakon harus diberi kesempatan untuk berbicara. Maksudnya ialah bahwa diakon dalam interaksinya dengan pelayanan imam. Diakon adalah orang yang seperti diutus dari lapisan bawah masyarakat dan dari pojok-pojok kesusahan manusia, berulang-ulang memasuki jemaat lokal supaya jemaat itu tidak kehilangan hubungan dengan kenyataan yang merupakan kenyataan Allah. Pengertian sakramentalitas tidak boleh dipandang sebagai pengangkatan ke dalam tatanan yang lebih tinggi. Yang hakiki adalah pengertian pengutusan. Pengutusan juga dimaksudkan dengan pengertian hierarki. Hierarki berarti bahwa jabatan-jabatan tersebut berasal dari apa yang suci bagi gereja, yaitu presensi Kristus yang historis yang dikaruniakan kepada kita dalam Roh melalui Sabda dan Tanda dan dalam wajah orang miskin. Karena sama seperti Baptisan dan Perjamuan Malam, bagi Gereja dalam Roh Kudus merupakan representasi dan kenangan simbolis dari Yang Tersalib Yang Bangkit. Inilah makna inti semua sakramen. Fungsi seperti mengantar orang masuk ke dalam jemaat melalui katekese dan pelayanan pembaptisan sebagai inisiasi kristiani. Fungsi itu juga adalah mempertemukan anggota gereja satu dengan yang lain di dalam jemaat, yaitu membuka mereka yang satu terhadap yang lain dan membangkitkan komunikasi iman satu dengan yang lain. Usaha mempertemukan itu terwujud lewat bermacam-macam kegiatan kelompok dan pembinaan, dan dalam bermacammacam kegiatan organisasi dan pembangunan masyarakat. Esensi dalam penghimpunan ini adalah doa bersama, maka kebaktian doa tertentu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
termasuk fungsi ini. Singkatnya, semua usaha di atas secara bersama dapat disebut fungsi koinonia. Fungsi koinonia itu dilaksanakan lewat tugas-tugas yang bertujuan untuk membentuk jemaat beriman yang sungguh-sungguh. Fungsi ini merupakan fungsi khusus lain, yang melaksanakan fungsi ini di Gereja-gereja setempat dapat disebut pator menurut gambaran Injil seorang gembala yang menggembalakan dan mengumpulkan kawanan domba. Perebutan para pastor dan pendeta menunjukkan betapa pentingnya fungsi koinonial ini bagi umat kristiani. Yang menonjol ialah bahwa Hukum Gereja Katolik tidak melihat pembangunan jemaat sebagai tugas imam. Namun, orang profesional koinonial ini tidak perlu menjadi imam atau pendeta atau diakon. Ada kemungkinan struktural yang lain. Di pihak Katolik sedang berkembang jabatan laikal, yaitu petugas pastoral. Jenis kepemimpinan gerejawi diharapkan terarah kepada pengembangan komunikasi. Perlu mengembangkan bahasa iman dan lapangan bahasa di mana anggota Gereja secara pribadi dapat mengenali diri sebagai orang kristiani. Memberi dan menerima motivasi dan pembinaan untuk keikutsertaan pada Kristus. Maka, perlu secara dialogal, memajukan kisah, kesaksian, pelayanan, dan perayaan sehingga dengan itu akan terjadi keterbukaan terhadap apa yang terdengar, seperti dari luar melalui perantaraan jabatan imam dan diakon. Di banyak tempat sedang dikembangkan tim pastoral yang terdiri atas imam, diakon, dan petugas pastoral. Fungsi dan jabatan ini perlu dibagi-bagi maka perlu juga pembagian bentuk-bentuk kerja dan bentuk-bentuk penghayatan yang tradisional, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
merayakan, belajar dan melayani. Orang belajar tidak hanya dari Sabda dan Tanda tetapi juga dari apel orang miskin yang diantarai oelh fungsi diakonal. Dan juga kurang diperhatikan bahwa di dalamnya terjadi pembentukan persekutuan, yaitu fungsi koinonial. Kotbah dapat berfungsi ganda karena dapat merupakan penjelasan tentang Kitab Suci, tentang Sabda dan tradisi (keimanan). Dapat juga merupakan penjelasan mengenai kebutuhan dan masalah tertentu (diakonal), atau juga dapat dimaksudkan untuk mempertemukan anggota Gereja dalam iman mereka. Atau untuk memotivasi mereka melakukan aktivitas bersama-sama (koinonial). Melayani tidak hanya menunjukkan sikap yang harus meresapi semua tugas jabatan dan juga tidak dikhususkan untuk fungsi diakon, melainkan menunjukkan sifat khas keberadaan kristiani yang dalam seluruh keikutsertaan pada Yesus dalam menjalankan pelayanan terhadap kehidupan. Maka, melayani tidak merupakan salah satu tugas jabatan gerejawi, melainkan sikap hidup yang harus dimiliki oleh semua anggota Gereja sebagai orang yang dibaptis tanpa membeda-bedakan jabatan. Pada poros yang satu, kita mencantumkan, imami, diakonal, dan koinonial dan pada poros yang lain: merayakan, belajar, dan melayani sebagai sarana untuk menggambarkan vitalitas dan untuk mengidentifikasi segi-segi kuat dan lemah dalam umat kristiani yang konkret. 3. Motif Kebebasan hanya bisa terlaksana dalam tanggung jawab. Dalam hatinya, manusia modern mencurigai dan menolak segala otoritas yang memakai kuasanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
untuk membatasi kebebasan dan tanggung jawab sampai di bawah ukuran hati nurani sendiri. Dalam perjuangan demokratis sesuai dengan hak-hak asasi manusia, hanya ada satu bentuk otoritas yang diakui di bidang-bidang ini, yaitu otoritas yang berdasarkan pengetahuan rasional dan profesional, serta kemampuan dan kompetensi. Tipe otoritas ini sebetulnya juga diharapkan dari pejabat gerejawi, walupun bagi kepemimpinan gerejawi tidak mencukupi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V USULAN PROGRAM DAN SARAN
A. Pemikiran Dasar Pendampingan 1. Latar Belakang Situasi Dalam merencanakan program pendampingan, sasaran tujuan saya adalah pendampingan prodiakon di Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga, Nanga Pinoh, Melawi. Para prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga begitu aktif. Rata – rata yang menjadi prodiakon adalah pensiunan. Paroki senantiasa membuka kaderisasi dan pada kesempatan ini terdapat prodiakonprodiakon baru. Prodiakon lama memiliki kebiasaan mengadakan katekese namun dianggap terlalu monoton, kurang mengena namun sebenarnya apa yang ingin disampaikan begitu dalam. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu pembaharuan, berupa pemahaman yang lebih mendalam dan penguatan akan kedudukan sebagai prodiakon awam. Juga semakin mendorong sisi kreatif dari para prodiakon, sehingga acara yang dibawa tidak membosankan. Para Prodiakon diharapkan mampu menjadi Pembawa Warta Gembira, hendaknya senantiasa membawa kegembiraan itu dalam setiap langkah hidupnya dan dalam pewartaan terhadap umat baik dalam pendalamaan iman maupun kegiatan-kegiatan rohani yang ada di lingkungan umat. Kegembiraan itu bersumber dari Yesus Kristus sendiri sebagai teladan hidup mereka. Seluruh hidupnya hendaknya dipersatukan dengan Yesus sehingga hidup Yesus sungguh nyata dalam diri seorang prodiakon baik dari kisah pelayanannya maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pewartaannya. Pewartaan Kabar Gembira tak lepas juga dari beberapa hal berkaitan dengan penyadaran dan pemantaban diri seorang prodiakon sebagai pewarta sehingga ia mampu membawakan pewartaan itu sendiri dengan sepenuh hati, pikiran dan tindakannya. Selain itu para prodiakon juga diharapkan memperhatikan hal-hal praktis mengenai model-model katekese, hal dasar katekese umat, dan penerapan beberapa model katekese yang ada di tengah umat menyesuaikan situasi dan kondisi umat setempat. Oleh karena itu, saya menentukan tema yang sekiranya cocok untuk menanggapi kebutuhan di lapangan. Saya memilih tema pokok “ Pembangunan Jemaat Melalui Prodiakon Pembawa Warta Gembira” Dari tema ini saya mengembangkan dalam beberapa sesi (3 sesi) yakni : hal – hal dasar katekese umat, persiapan dan pengembangan katekese biblis dan spiritualitas prodiakon sebagai pewarta. Tema yang saya pilih ini berkaitan dengan topik kehadiran Kristus tang terdapat pada halaman 99. Melalui kegiatan ini diharapkan para prodiakon semakin mampu mempersiapkan serta memandu pertemuan pertemuan katekese dengan baik sesuai kondisi serta kebutuhan umat di Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga. 2. Alasan diadakannya pendampingan Dalam banyak kegiatan pembinaan dan pendampingan iman umat, umat sangat mengharapkan prodiakon mendampingi umat karena mungkin adanya kemampuan yang jauh lebih unggul dalam hal hidup menggereja, dalam memimpin
kegiatan
umat
dan
mempunyai
keahlian
dalam
mewartakan/berkatekese. Sebenarnya setiap umat beriman perlu membangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
kesadaran bersama tentang pentingnya keterlibatan setiap pribadi dalam mengembangkan penghayatan hidup beriman umat.Melalui kegiatan ini diharapkan para prodiakon semakin mampu mempersiapkan serta memandu pertemuan pertemuan katekese dengan baik sesuai kondisi serta kebutuhan umat di Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga. Sehingga dengan pendampingan ini, mereka juga dapat semakin yakin, berani dan percaya diri dalam memberikan pewartaan sesuai dengan harapan Gereja. 3. Tujuan Pendampingan Agar dapat membantu para prodiakon dilapangan untuk semakin memahami hal-hal dasar katekese umat, persiapan dan pengembangan katekese biblis dan spiritualitas prodiakon sebagai pewarta sehingga paham dan semakin mampu dalam mempersiapkan serta memandu pertemuan-pertemuan katekese di Paroki St. Perawan Maraia diangkat ke Surga. 4. Pemilihan Materi dan Pertimbangannya Dalam usaha mempersiapkan sebuah kegiatan pendampingan, perlu mengetahui keadaan awal, situasi konkret serta kebutuhan dan keprihatinan peserta yang hendak didampingi. Dari keadaan awal, melihat situasi konkret serta kebutuhan dan keprihatinan tersebut, saya berusaha merancang suatu kegiatan pendampingan untuk menjawab kebutuhan sesuai dengan situasi konkret hidup peserta, tidak hanya para peserta namun juga para mendamping. Oleh sebab itu, materi yang hendak diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan peserta yang berkenaan dengan pewartaan sebagai tugas prodiakon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Pemilihan materi-materi ini saya sesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia selama proses kegiatan pendampingan. Melihat alokasi waktu yang ada, saya berusaha memilih materi yang kiranya sungguh dibutuhkan oleh peserta, materi-materi yang kami tempatkan dalam sesi-sesi yang sesuai dengan perhitungan situasi dan keadaan peserta. B. Program Pendampingan 1. Pemikiran Dasar Program Pada umumnya para prodiakon dipercayai oleh umat untuk mendampingi umat yang ada di lingkungan. Biasanya mereka dipilih karena mampu dan aktif dalam hidup menggereja serta memiliki kemampuan untuk membawakan pendalaman iman. Dengan kepercayaan umat ini mereka pun berusaha mendampingi umat tetapi sebatas pengalaman dan kemauan saja sementara umat sangat mengharapkan
prodiakon mampu melayani secara kreatif agar umat
semakin aktif dalam kegiatan doa-doa lingkungan. Untuk menanggapi hal ini maka sangat perlu diadakan pendampingan agar prodiakon, pengurus lingkungan dan tim kerja bidang pewartaan mempunyai pengetahuan dan bekal dalam mendampingi umat. Demikian pula halnya di paroki, mereka diharapkan mampu terlibat secara aktif dalam berbagai bentuk kegiatan pendampingan iman umat, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bidang pewartaan sabda Allah (katekese). Oleh karena itu, para prodiakon sangat perlu menerima pendampingan sebagai bekal bagi mereka untuk mampu menjadi pemimpin dan pendamping umat dalam pewartaan. Sehingga dengan pendampingan ini, mereka dapat semakin yakin, berani dan percaya diri dalam memberikan pendampingan sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dengan harapan umat maupun Gereja.Harapannya adalah agar melalui kegiatan pendampingan ini sungguh mereka siap diutus menjadi pewarta Kabar Gembira bagi setiap orang yang mereka jumpai baik ditingkat lingkungan, stasi maupun paroki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Program Pendampingan Prodiakon PROGRAM PENDAMPINGAN BAGI PARA PRODIAKON DI PAROKI SANTA PERAWAN MARIA DI ANGKAT KE SURGA NANGA PINOH, MELAWI Tema
: Pembangunan Jemaat Melalui Prodiakon Pembawa Warta Gembira
Tujuan : Agar dapat membantu para prodiakon untuk semakin memahami sejarah dan tugas sebagai prodiakon, , hal – hal dasar katekese umat, model – model katekese, katekese biblis, persiapan dan pengembangan katekese biblis dan spiritualitas prodiakon sebagai pewarta sehingga semakin mampu mempersiapkan serta memandu pertemuan pertemuan katekese di Paroki St. Perawan Maria di Angkat ke Surga Nanga Pinoh, Melawi. No
Pelaksana
1
Nyabang Sudaryanto
Judul Pertemuan Kegiatan awal
Tujuan Uraian Materi Pertemuan Agar pendamping Pengantar dan dan peserta saling sapaan awal mengenal satu Doa Pembukaan sama lain dan Perkenalan dari membangun masing keakraban dalam proses pertemuan, dengan harapan proses ini berjalan dengan baik sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan
Metode
Sarana
Sharing Ceramah
Teks doa, Laptop, LCD, Speaker, Power Point
Sumber Bahan
Waktu
Pengalaman peserta selama menjadi prodiakon
30 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
2
Nyabang Sudaryanto
Sesion II Hal – hal dasar katekese umat
Agar para prodiakon dapat memahami pengertian katekese umat sehingga dapat membedakan pengertian katekese umat dan ibadat.
Pengalaman peserta mengenai kegiatan karya katekese yang telah dilakukan Perbedaan katekese dan ibadat Pengertian katekese umat menurut PKKI II Peserta, Tujuan dan Unsur Katekese Umat Menurut PKKI II
Informasi Tanya jawab Sharing pengalaman
Laptop LCD Handout
Rm. Marno, Diktat PPL PAK Paroki. Rm. Yosep Lalu, Pr. Katekese Umat.
90 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
3
Nyabang Sudaryanto
Sesi V : Cara - Peserta Membuat memahami Persiapan pentingnya Katekese membuat satuan Umat dengan persiapan Model Biblis pertemuan - Mengetahui cara persiapan Katekese Model Biblis sehingga dapat membuat persiapan Katekese dengan baik
- Ceramah Pentingnya - Tanya Jawab membuat persiapan katekese Unsur-unsur persiapan yang baik Menemukan dan menentukan tema dalam Kitab Suci Tugas membuat persiapan Katekese Biblis
- Laptop - Hand Out
- Rm. Marno, 120 Diktat PPL menit PAK Paroki. - Rm. Yosep Lalu, Pr. Katekese Umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
4
Nyabang Sudaryanto
Session VI Spiritualitas Prodiakon sebagai pewarta
Menggali pengalaman peserta sejauh mana mereka berperan sebagai pewarta. Melalui spiritualitas Kristiani para bapak/ibu prodiakon menjadi semakin bersemangat dalam tugas pewartaan.
Pengertian spiritualitas Pewartaan Kristiani Tugas Pewartaan Kristiani Film inspirasi “Pohon Tumbang” Spiritualitas Prodiakon
Sharing Pengalama n Nonton Informasi Tanya Jawab
Hout out Laptop LCD DCD Film Inspirasi
Menggali Pengalaman peserta Diktat “Spiritualita s Kristiani” (Romo Darminta, SJ) “Kopendium Tentang Prodiakon” Kitab Suci
90 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
SATUAN PENDAMPINGAN I A. IDENTITAS PERTEMUAN 1.
Judul Pertemuan
: Hal-hal Dasar Tentang Katekese Umat
2.
Tujuan
: Agar para prodiakon dapat memahami pengertian katekese umat sehingga dapat membedakan pengertian katekese umat dan ibadat.
3.
Peserta
: Prodiakon paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
4.
Tempat
: Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR Surat Anjuran Apostolik “Evangelii Gaudium” yang diserukan oleh Paus Fransiskus mengenai sukacita Injil, namun keprihatinan-keprihatinan yang disampaikan mengenai keprihatinan kondisi hidup beriman dunia dan Gereja masih selalu menjadi hal yang aktual dikarenakan sangat sesuai dengan keadaan konkret yang terjadi saat ini. Bahaya-bahaya yang menghantui Gereja dapat menyebabkan orang semakin bertindak menjauh dari apa yang diimani. Dengan menyadari dan memahami keprihatinan-keprihatinan yang diungkapkan Paus Fransiskus, membantu kita untuk menyadari adanya keprihatinan yang besar terhadap iman yang terjadi sekarang. Evangelisasi merupakan hakikat dan tugas Gereja. Perutusan Gereja untuk senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Tugas gereja selanjutnya dalah merawat, menjaga dan mendampingi agar semua umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Proses ini disebut formatio iman. Perlunya formatio iman tidak terlapas dari anjuran apostolik Paus Fransiskus, yang mana dalam salah satu artikelnya mengajak kita semua yang dipanggil untuk mewartakan kesaksian eksplisit akan kasih Tuhan. Oleh karena itu seorang pembawa warta kabar gembira (prodiakon) diperlukan pengetahuan hal-hal dasar tentang Katekese umat, agar apa yang menjadi tujuan dalam pewartaan dapat tercapai. Hebatnya seorang pembawa warta gembira (prodiakon) bukan terletak pada pengetahuan yang dimiliki semata, namun kemampuan dan ketrampilannya dalam mewartakan kabar gembira itu. Bahan yang sederhanapun bila disampaikan dengan cara yang menarik akan membuahkan hasil yang baik pula sehingga umat tidak akan merasakan kebosanan. Sebaliknya ketika kita membawakan materi yang bagus, bila dalam penyampaiannya kurang menarik atau kurang mampu membawa umat kepada pokok yang kita bawa, umat akan merasa bosan dan tidak mendapat apa-apa dari pewartaan kita. Sebagai pembawa warta gembira, dalam pelayanan ditengah umat prodiakon dituntut untuk kreatif dalam berfikir sehingga mampu untuk menciptakan hal-hal baru, tetapi kenyataanya tidaklah demikian. Di Paroki St. Perawan maria diangkat ke Surga, gaung formatio iman cenderung kurang terdengar. Hidup beriman masih dihayati sebatas aktif dalam ibadat dan dalam kegiatan katekese. Pengetahuan dan penghayatan umat mengenai pokok-pokok iman masih minim. Ketika prodiakon memimpin katekese,terkadang kesannya membosankan bahkan banyak umat yang kurang terlibat karena katekese yang dibuat itu, kurang menarik simpati umat. Salah satu penyebabnya karena kurang mampu untuk menciptakan hal-hal baru, dan kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
memahami perbedaan antara katekese dan ibadat, sementara itu disisi lain umat sungguh mengharapkan adanya upaya pembaharuan dalam menghantar mereka mengembangkan iman menuju kedewasaan rohani. Karena hidup beriman adalah proses yang berkelanjutan sepanjang hidup ini, mulai dari bagaimana individu menanggapi wahyu Tuhan, mengamininya hingga bertumbuh dalam iman. Pertumbuhan dalam iman tidak dapat dipisahkan dari lingkungan umat beriman, maka posisi seorang prodiakon sebagai pembawa warta gembira sangat strategis dalam formatio iman. Dengan demikian betapa pentingnya seorang calon pembawa warta gembira mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai hal-hal dasar tentang katekese umat agar sungguh-sungguh dapat membantu mengembangkan iman umat yang dilayani. Dengan memiliki pemahaman yang cukup tentatang hal-hal dasar dalam berkatekese akan membantu kita sebagai prodiakon pembawa warta gembira kepada sesama, sehingga dapat membawa umat kepada iman akan Yesus Kristus. Sebagai pembawa warta gembira secara khusus sebagai prodiakon dan yang nantinya akan bergelut dengan pewartaan, kita perlu membekali diri dalam banyak hal. Juga dalam hal pengetahuan akan hal-hal dasar tentang katekese umat. Diharapkan dari pertemuan ini peserta memahami hal-hal dasar tentang katekese umat sebagai bagian dari formation iman, sehingga termotivasi untuk ikut ambil bagian dalam karya katekese. C. MATERI 1. Pengalaman peserta mengenai kegiatan karya katekese dilakukan
yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2. Pengertian,sifat dan peranan formatio iman 3. Perbedaan katekese dan ibadat 4. Pengertian katekese umat menurut PKKI II 5. Peserta, Tujuan dan Unsur Katekese Umat Menurut PKKI II D. SUMBER BAHAN. 1. Pengalaman hidup peserta 2. Dokumen penerangan KWI.2014. Evangelii Gaudium.Jakarta 3. Rm. Marno,Diktat PPL PAK Paroki. E. METODE 1. Sharing 2. Ceramah 3. Tanya jawab F. SARANA. A. Laptop B. LCD C. Handout G. PROSES PENDAMPINGAN A. Pembuka 1. Pengantar Bapak,ibu yang terkasih dalam Tuhan, pada sore hari ini kita diajak untuk bersama-sama merenung serta menggali mengenai pengertian,sifat dan peran formation iman yang berkaitan dengan hal-hal dasar tentang Katekese Umat. Karena sebagai prodiakon pembawa warta gembira kita selalu berhadapan dengan umat dan segala macam situasi yang mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
alami, maka dengan demikian kita diharapkan untuk menjadi pelaku pembawa warta gembira
terhadap semua orang yang kita jumpai.
Kehadiran kita sebagai pembawa warta gembira kepada sesama dan menjadi pemandu dalam pendalaman iman atau katekese. Untuk menjadi seorang prodiakon kita semestinya mengetahui dunia katekese teristimewa hal-hal dasar Kateksese Umat,agar kita dapat memahami pengertian Katekese umat sehingga kita mampu untuk membedakan pengertian katekese umat dan ibadat, sehingga ketika kita menjadi pemandu katekese dapat melaksanakannya dengan penuh kayakinan diri yang didasari cinta kasih Tuhan. 2. Panduan pertanyaan untuk Sharing Pengalaman Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman hal-hal dasar tentang katekese umat. Peserta diajak untuk berbagi pengalaman tentang keterlibatannya dalam mengikuti katekese di wilayah/lingkungan. Panduan pertanyaannya sebagai berikut:
Kegiatan apa saja yang dilaksanakan untuk membantu umat di paroki untuk memperdalam imannya? dan bagaimana kedudukan katekese di paroki?
Apakah
Katekese
mendapat
tempat
yang
baik
di
wilayah/lingkungan dan kegiatan apa saja yang biasa dilakukan dalam katekese? Dan bagaimana situasi yang terjadi saat katekese itu berlansung? 3.Uraian Materi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1. Pengertian dan sifat dan peranan Formatio Iman a. Pengertian Formatio Iman Evangelisasi sebagai tugas sekaligus jatidiri Gereja, membawa seseorang pada pertobatan awal dan iman. Sedangkan tugas untuk menjaga, merawat dan mendampingi agar semua umat Kristiani bertumbuh dalam Kristus menjadi tugas Gereja selanjutnya. Segala hal yang berkaitan dengan pelayanan iman, seperti liturgi, pewartaan, pelayanan dan paguyuban yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah dibaptis dapat disebut formatio iman. Formatio iman dapat disamakan dengan katekese. Katekese bertujuan agar orang Kristiani semakin dewasa dalam iman. Dengan demikian terdapat unsur pewartaan,
pengajaran,
pendidikan,
pendalaman,
pembinaan,
pengukuhan serta pendewasaan iman dalam formation iman. b. Sifat Formatio Iman
Fundamental Formatio merupakan tugas yang harus dilaksanakan Gereja, tugas primer Gereja! Menjadi baru dalam Kristus merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup. Tanpa usaha itu, benih iman dapat mati atau tidak tumbuh.
Ekklesial Selain tugas Gereja, formatio iman adalah tugas semua oran beriman yang diarahkan untuk semua anggota Gereja. Anggota Gereja dapat bertindak sebagai formandi (yang didampingi) sekaligus formator (yang mendampingi) iman sesamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Total Formatio iman diarahkan kepada semua orang beriman, mulai dari bayi (atau sejak orang menjadi Katolik) sampai lansia; dengan metode yang mengikuti jenjang usia dan konteks hidup mereka. Sifat total juga berarti kesungguhan dalam menjalankan, yaitu dalam cara-cara, langkah dan semangatnya. Totalitas juga terjadi ketika seorang makin kreatif dan inovatif dalam karya.
Integral Formatio iman adalah tanggung jawab bersama. Keluarga, sekolah dan paroki menjadi total community catechesis. Masing-masing komunitas menjadi tempat subur bagi bertumbuh dan berkembangnya iman.
c. Peranan Formatio Iman
Peran Kerygmatis Formatio iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu mewartakan Injil. Bukan hanya Gereja yang menjalankan formatio, tetapi Allah yang melalui Gereja memberikan Sabda dan hidup-Nya. Kitab Suci menjadi media utama dalam formatio iman. Terhadap pewartaan, umat beriman diajak untuk memberikan tanggapan dengan bebas berupa penyerahan diri kepada Allah dan menerima sebagai kebenaran wahyu yang diakruniakan oleh-Nya. (DV 5)
Peran Edukatif Melalui formatio iman, umat semakin penuh pemahamannya terhadap kebenaran yang diwahyukan. Formatio iman menjadi pendidikan iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
sepanjang hidup manusia. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan sikap iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidup Kristen.
Peran kuratif Memelihara iman umat agar bertumbuh dan berkembang dengan menjalankan tugas Gereja yang meliputi pewartaan sabda,doa, persekutuan,kesaksian,sharing,dan pelayanan serta keterlibatan yang memberdayakan. Dalam kebersamaan,orang akan terpelihara dan terjaga pertumbuhan imannya serta terbukti dayanya. Peran kuratif inilah yang mendorong pentingnya katekese beradasrkan keadaan umat yang kita lihat,di mana krisis dan bahaya iman sedang mengancam dunia.
Peran transformatif Membarui hidup atas dasar iman. Tidak hanya pengajaran
tetapi
mengubah. Perubahan itu meliputi unsur kognitif, afektif dan operatif serta kreatif. Iman membantu orang menjadi kritis. Formatio iman mendorong orang untuk bertindak benar dan membawa kebaikan bersama. Formatio iman, dalam ilmu kateketik dikenal dengan istilah “katekese.”
Katekese
adalah
karya
Gereja
yang
mendasar.
Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu disadari oleh tugas perutusan dari Yesus sendiri kepada murid-Nya. Katekese selalu berpusat pada Kristus. Sehubungan dengan peran kerygmatis, formatio iman sebagai katekese dipandang sebagai pembinaan iman anak-anak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar
para
pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Sedangkan peran kuratif, dapat menjadi jawaban atas krisis yang melanda Gereja dan dunia saat ini. Maka katekese (=formatio iman) penting untuk dilaksanakan. 2. Hal-hal Dasar tentang Katekese Umat 1. Perbedaan Katekese dan Ibadat 1) Ibadat (secara umum)
Pemimpin aktif, umat pasif.
Bersifat satu arah (pemimpin ke umat)
Terdapat tata perayaan ibadat atau liturgi (urutannya pasti)
Terdapat kalender liturgi untuk menentukan bacaan Kitab Sucinya atau bacaan Kitab Suci disesuaikan dengan tema ibadatnya
Doa-doa yang disusun adalah doa “resmi” .
Nyanyian ibadat/liturgi disesuai dengan tema dan fungsinya.
Terdapat petugas-petugas yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu.
Suasana khidmat
Tema perayaan sudah ada
Kitab suci diwartakan hanya lewat homili
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Waktu pelaksanaan : setiap minggu dan atau setiap hari
2) Katekese
Pemimpin dan umat sama-sama aktif (multi arah)
Acara dan urutannya bisa fleksibel
Tidak memiliki penanggalan khusus
Doa-doa disusun sangat variatif sesuai kebutuhan
Nyanyian katekese tidak terikat
Pemimpin katekese sebagai fasilitator,kedudukannya sama dengan umat yang hadir
Suasana rileks,santai,bisa juga sambil lesehan
Tema katekese berdasarkan keadaan aktual
Kitab Suci : digali dan disharingkan
Waktu pelaksanaan : menyesuaikan dengan kebutuhan
2. Katekese Umat Sebagai Komunikasi Iman dalam PKKI II PKKI II di Klender merumuskan arti dan makna Katekese Umat sebagai berikut: a. Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat/kelompok. melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masingmasing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam Katekese Umat
penekanannya
terutama
pada
penghayatan
iman,
meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan adanya perencanaan. b. Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, Pengantara Allah yang berbicara kepada kita dan Pengantara kita menanggapi Sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci,khususnya dalam Perjanjian Baru,yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya. 3. Peserta Katekese Umat,Tujuan Katekese Umat dan Unsur-unsur Katekese Umat menurut PKKI II 1) Peserta Katekese Umat Menyangkut peserta Katekese Umat PKKI II mencatat : a) Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman, yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus ; Kristus menjadi pola hidup pribadi juga menjadi pola kehidupan kelompok ; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompokkelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekarang. Penekanan peranan Umat pada katekese ini sesuai dengan peranan Umat pada pengertian Gereja itu sendiri. b) Katekese Umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalm iman yang sederajat,yang saling bersaksi tentang iman mereka.Peserta berdialog dalam suasana terbuka,ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus-menerus. 2)
Tujuan Katekese Umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Dalam hubungannya dengan Katekese Umat, PKKI II menegaskan; Tujuan komunikasi iman itu ialah: a)
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalamanpengalaman kita sehari-hari.
b)
Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
c)
Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita.
d)
Pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta.
e)
Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.
3) Unsur-unsur dalam Katekese
Unsur dan proses menyadari pengalaman/praktek hidup
Unsur dan proses menyadari komunikasi pengalaman iman dalam terang Kitab Suci.
Unsur dan proses menyadari komunikasi dengan tradisi kristiani.
Unsur dan proses menyadari arah keterlibatan baru.
Penutup Bapak, ibu yang terkasih, kita telah sampai memahami tugas prodiakon sebagai pembawa warta gembira. Tugas itu menjadi tugas kita bersama. Semoga pertemuan ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya menyadarkan kita semua akan pentingnya
mengetahui formatio iman yang berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dengan hal-hal dasar katekese. Dan menyadarkan kita penting menjadi pembawa warta gembira bagi sesama.Sehingga Bapak/Ibu semakin termotivasi untuk mencari cara menjaga dan menumbuhkembangkan iman melalui pewartaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
SATUAN PENDAMPINGAN II A. IDENTITAS 1. Judul Pertemuan
: Membuat Persiapan Katekese Umat dengan Model
Biblis 2. Tujuan
: - peserta dapat memahami pentingnya membuat satuan persiapan pertemuan - peserta dapat mengetahui
cara persiapan
Katekese Model Biblis sehingga dapat membuat persiapan Katekese dengan baik 3. Peserta
: Prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke
Surga 4. Tempat
: Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR Peserta para prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga kiranya masih ada yang kurang mengalami atau mengetahui bagaimana berkatekese secara langsung dengan beberapa model terkhusus model katekese biblis, langkah-langkah dalam katekese unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam satuan katekese, bagaimana dalam penggunaan sarana, apa saja yang diperlukan selama proses katekese dan sebagainya. Dalam melaksanakan suatu kegiatan terutama berkatekese terlebih dahulu membuat satuan pertemuan yang bertujuan untuk mempersiapkan diri dalam berkatekese.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Menanggapi permasalahan dalam berkatekese dengan bahan berkatekese yang banyak, sebagai pendamping katekese perlu memahami langkah-langkah dalam membuat persiapan dalam berkatekese agar tidak tergantung pada teks buku panduan. Perlu juga menyiapkan bahan dan materi yang akan disampaikan untuk peserta melalui satuan pertemuan. Melalui satuan pertemuan ini dapat membantu pemandu untuk menyiapkan materi katekese yang menarik dan kontekstual. Oleh karena itu pemaparan mengenai persiapan katekese dalam hal ini sangat diperlukan agar para peserta dapat mengalami bagaimana proses katekese itu berlangsung dengan baik. Maka melalui sesi membuat persiapan katekese biblis ini diharapkan para peserta merasa terbantu dalam melaksanakan tugasnya dalam memandu suatu katekese di tempat atau di lingkungan masing-masing. Akhirnya diharapkan nanti para peserta dapat menjalankan tugasnya tersebut dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan diri. Bahkan dengan adanya pembahasan singkat, peserta akan semakin mendapatkan pengalaman yang sangat berguna dalam hal berkatekese. Para peserta juga dapat belajar dari proses pendampingan tersebut mana yang sudah baik dan mana yang masih perlu diperhatikan sehingga pada akhirnya dapat memperbaikinya secara bersama-sama. C. MATERI 1. Pentingnya membuat persiapan katekese 2. Unsur-unsur persiapan yang baik 3. Menemukan dan menentukan tema dalam Kitab Suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
4. Tugas membuat persiapan Katekese Biblis D. SUMBER BAHAN 1. Rm. Marno, Diktat PPL PAK Paroki. 2. Rm. Yosep Lalu, Pr. Katekese Umat. E. METODE 1. Ceramah 2. Tanya jawab F. SARANA 1. Hand out 2. LCD 3. Laptop 4. Power Point 5. Kitab Suci G. PROSES PENDAMPINGAN 1. Pembukaan Selamat Siang Menjelang Sore Bapak Ibu, Berkah Dalem. Hari ini kita belajar mengenai cara membuat persiapan katekese biblis. Dalam sesi ini, bersama-sama kita memahami bagaimana cara membuat satuan persiapan dan pentingnya
membuat
satuan pertemuan sebelum
berkatekese.
Diharapkan setelah sesi ini, sebagai pendamping katekese kita dapat mengetahui mengapa harus membuat satuan pertemuan katekese sebelum berkatekese bersama umat di lingkungan. 2. Sharing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman pentingnya membuat satuan persiapan pertemuan, berikut panduan pertanyaan untuk sharing: a. Apa yang dilakukan penari sebelum pentas ? b. Apa yang biasanya Bapak/ibu lakukan sebelum pelaksanaan BKSN atau memandu katekese? Mengapa memerlukan persiapan? 3. Penyampaian Materi a. Pentingnya membuat persiapan katekese 1) Apabila tanpa membuat persiapan Katekese: a) Tanpa persiapan tertulis ada bahaya pendampingan menjadi tak terarah karena pikiran manusia mudah kemana-mana atau meloncat-loncat. Pendampingan menjadi lebih apa adanya, mengalir tanpa adanya tujuan yang jelas. b) Tanpa persiapan tertulis pendampingan cenderung menjadi pelaksana ide sesaat sehingga kesinambungan sulit terjadi. Pendampingan hanya berdasarkan ide-ide yang terjadi pada saat itu, dan cenderung pendampingan menjadi membosankan. c) Tanpa ada persiapan tertulis, sulitlah bagi pengganti untuk membantu bila pendamping yang biasanya melayani berhalangan. 2) Apabila membuat persiapan katekese a) Dengan menggunakan persiapan tertulis pendamping dapat melaksanakan katekese yang terarah dan tidak kemana-mana. Pendamping dapat melaksanakan katekese secara beruntut dan dapat mempermudah dalam pendampingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
b) Pendamping dapat melaksanakan katekese dengan ide-ide yang berkesinambungan.
Sehingga
mudah
dipahami
dan
dapat
melaksanakan katekese yang dapat saling menyambung serta berhubungan satu dengan yang lain. c) Persiapan tertulis dapat membantu pendamping pengganti apabila pendamping yang biasanya berhalangan hadir. Persiapan tertulis yang demikian dapat memudahkan koordinasi maupun persiapan pendampingan apabila pendamping yang melayani berhalangan hadir. d) Dalam persiapan mengolah buku panduan dengan kritis, tanpa hanya membaca buku panduan yang telah disiapkan oleh tim KAS. 4. Unsur-unsur persiapan yang baik Untuk semakin memahami unsur-unsur mempersiapkan katekese dengan baik. Marilah kita mendalami unsur berikut: 1) Membuat identitas Terdiri dari: a) Tema Tema menjadi satu kunci keberhasilan dari kegiatan yang akan dilakasanakan. Syarat-syarat tema yang baik: Jelas, maksudnya arah dari tema yang mau didalami tidak berbelit-belit. Memperhatikan kebutuhan dan situasi peserta. Tema menggambarkan situasi masyarakat.
yang aktual di tengah-tengah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91 Memperhatikan tradisi Gereja, yakni Kitab Suci dan refleksi para teolog. Memperhatikan tahun liturgi: Bacaan-bacaan hari Minggu, atau bacaan dalam buku panduan BKSN. Tema hendaknya dirumuskan secara terbatas, terarah dan tidak terlalu luas Bulat, dalam kesatuan arti yang tidak terpotong-potong. Menarik dan menantang b) Tujuan Tujuan penting untuk menentukan arah yang akan dilakukan dan menentukan bagaimana cara atau tahap-tahap yang akan dilakukan dalam suatu kegiatan. Cara menentukan tujuan dengan baik: Sesuai dengan tema yang diangkat Kesadaran bersama umat Sikap Kristiani tertentu yang hendak diolah Arahnya jelas dan operasional Lebih pada pengalaman c) Tempat Dimana tempat katekese biblis akan dilaksanakan. Terutama lingkungan mana yang akan dilaksanakan katekese
d) Pelaksanaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Berisi nama yang melaksanakan katekese biblis. e) Hari/ Tanggal/ Waktu 2) Metode Metode yang baik adalah metode yang dapat menggerakkan peserta katekese Kitab Suci atau metode yang menarik. Misalnya: Sharing, diskusi, Tanya jawab, refleksi, permainan, nonton film, menyusun puzzle Kitab Suci dll. 3) Sarana Yang perlu diperhatikan adalah kelengkapan sarana yang digunakan agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan, atau pemborosan waktu dalam menggunakan sarana. Sarana-sarana itu misalnya: berupa simbol, cerita bergambar, video, kaset, film, laptop, dsb. 5. Menemukan dan menentukan tema dalam Kitab Suci Alkitab adalah buku pengalaman (iman), maka setiap orang yang punya pengalaman pasti akan mengerti Alkitab sesuai dengan kemampuan yang diberikan kepadanya. Kita akui juga cukup banyak bagian Alkitab yang sulit dimengerti. Berikut ini adalah beberapa cara menemukan dan menentukan tema bacaan Kitab Suci: 1) Konteks dari peristiwa yang diceritakan dalam Kitab Suci Orang akan lebih mengerti kotbah Yesus tentang kabar Gembira Kerajaan Allah jika melihat situasi pada zaman itu. 2) Memperhatikan jenis sastra dalam Kitab Suci Ada banyak jenis sastra yang ditemukan dalam Kitab Suci; kisah/cerita, sejarah, perumpamaan, dsb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
3) Mendalami maksud pengarang Kitab Kita dapat menggunakan buku tafsir yang disesuaikan dengan pengalaman serta konteks hidup umat zaman ini. Pada intinya, pemilihan tema berdasarkan Kitab Suci hendaknya memperhatikan pengalaman para peserta sehingga suatu teks berbicara kepada situasi peserta. Kitab Suci sangat kaya dengan pengalaman iman yang sangat analogik dengan pengalaman hidup peserta katekese umat. 6. Tugas membuat persiapan Katekese Biblis Peserta dibentuk ke dalam kelompok (2-3 orang) kemudian membuat persiapan bersama sesuai prosedur persiapan Katekese Biblis. Setelah selesai semua maka peserta atau beberapa kelompok akan memplenokan hasilnya dan dibahas bersama-sama. 7.
Penutup Bapa ibu yang terkasih dalam Kristus, setelah kita tadi bersama-sama belajar mengenai pengertian, unsur-unsur dan langkah-langkah yang perlu dipersiapkan sebelum berkatekese. Semua persiapan itu sangat penting supaya proses katekese dapat berjalan dengan baik dan lancar, selain itu peserta dapat memahami tentang materi serta proses dan hal-hal tekhnis lainnya yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan katekese. Sekiranya itu semua dapat diperhatikan sehingga kita mampu menjembatani umat agar menemukan pokok iman dalam kitab suci sesuai pengalaman hidupnya sehari – hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
SATUAN PENDAMPINGAN SESSION III A. IDENTITAS 1. Judul Pertemuan
: Spiritualitas Prodiakon Sebagai Pewarta
2. Tujuan
: Agar Prodiakon semakin memahami dan sadar bahwa mereka mempunyai semnagat yang berasal dari
kristus
sendiri
dalam
menghayati
dan
melaksanakan tugasnya sebagai pewarta kabar gembira. 3. Peserta
: Prodiakon Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
4. Tempat
: Aula Paroki St. Perawan Maria diangkat ke Surga
B. PEMIKIRAN DASAR Para pelayan pastoral, secara khusus prodiakon,memiliki tanggung jawab yang besar dalam membina dan menumbuhkan pengetahuan serta penghayatan iman umat. Tentu saja Romo tidak mampu untuk melayani semua wilayah untuk seluruh kegiatan peribadatan yang di diadakan umat di setiap wilayah/ lingkungan. Oleh karena itu Gereja membutuhkan prodiakon untuk membantu meringankan tugas imam dalam pewartaan dan pelayanan. Untuk mewartakan dan melanyani umat di
wilayah/lingkungan-lingkungan. Tugas sebagai prodiakon
adalah tugas pengabdian yang membutuhkan semangat dan kegigihan untuk senantiasa melayani umatnya. Mereka hadir di tengah umat,dan diyakni sebagai orang
yang
mempunyai
peranaan
yang
penting
dalam
membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
memperkembangkan iman umat. Berdasarkan kenyataan ini,Gereja meletakan tugas ini dalam dan melalui para prodiakon, dalam mengembangkan karya Gereja. Sebagai seorang rasul awam (prodiakoan) dalam mengemban tugas ini,mereka harus memiliki spiritualitas yang mendalam, mampu hidup dalam roh Tuhan.Kesadaran akan tugas panggilan mereka sebagai prodiakon tidak terbatas pada pelayanan komuni suci namun tugas perutusan yang lebih luas lagi dalam bidang pewartaan. Oleh karena itu, spiritualitas mereka mencakup suatu motivasi yang baru dan khusus, suatu panggilan kepada kesucian hidup. Berbagai harapan dan cita-cita secara bersama yang disadari oleh umat tidaklah senantiasa terwujud sesuai dengan kenyataan hidup konkrit umat. Kadang kala kurang bersemangat dan mudah putus asa bila pelayanannya tidak atau kurang ditanggapi umat. Agar semangat pelayanan tetap berkobar maka spiritualitas tetap dihidupi dari waktu ke waktu. Teristimewa prodiakon baru, yang baru saja dilantik menjadi prodiakon, melihat kenyataan ini, mereka membutuhkan spiritualitas pewarta sabda agar mereka menjadi lebih bersemangat dan berkobar-kobar dalam tugas pelayanannya di lingkungan-lingkungan mereka masing-masing. Maka diharapkan dalam pendampingan session VI ini para bapak dan ibu prodiakon menjadi bersemangat dalam tugas karya pewartaanya sebagai seorang prodiakon. Dan Pertemuan ini diharapkan agar dapat membantu para prodiakon dalam mendalami spiritualitasnya sebagai pelayan Allah. C. TUJUAN PERTEMUAN 1. Menggali pengalaman peserta sejauh mana mereka berperan sebagai pewarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
2. Melalui Spiritualitas kristiani para bapak ibu prodiakon menjadi semakin bersemangat dalam tugas pewartaan. D. MATERI 1. Pengertian Spiritualitas 2. Pewarta Kristiani 3. Tugas Pewarta Kristiani 4. Film Inspirasi „’Pohon Tumbang’’ E. SUMBER BAHAN 1. Menggali pengalaman peserta 2.Diktat “ Spiritualitas Kristiani” (Romo Darminta,SJ) 3.Kompedium Tentang prodiakon. 4.Kitab Suci F. METODE 1. Shring pengalaman 2. Nonton 3. Informasi 4. Tanya jawab G. SARANA 1. Hand out 2. LCD – Laptop 3. VCD Film inspirasi “Pohon Tumbang” 4. Gambar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97 5. Teks lagu “ Jangan Lelah” H. PROSES PENDAMPINGAN 1. Pengantar Bapak ibu prodiakon yang terkasih dalam Tuhan selamat sore. Sejak tadi kita bersama telah mendalami tentang model katekese biblis. Untuk lebih mendalaminya lagi saya mengajak kita sekali lagi untuk menggali
bersama tema “Spiritualitas
Prodiakon
Sebagai
Pewarta”.Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin yang diperlukan bukan hanya mengandalkan kemauan dan juga tenaga melainkan diperlukan kemampuan dalam hal berpikir dan mengambil keputusan yang tepat. Spiritualitas ini sebagai penggerak dan pendorong serta penyemangat bagi kita dalam hal melaksanakan tugas pewartaan.Bagaimana hal itu dapat menjadi milik kita. Semoga sesi ini bermanfaat bagi kita semua dan marilah kita bersama membuka pertemuan ini dengan menyanyikan lagu dan gerak ” Jangan Lelah” Jangan lelah, bekerja di ladang-NYA Tuhan Roh Kudus yang bri‟ kekuatan Yang mengejar dan menopang Tiada lelah, bekerja bersama-Mu Tuhan Yang selalu mencukupkan… akan segalanya Ratakan tanah yang berlubang Menjadi siap dibangun di atas dasar iman 2X
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
2. Panduan pertanyaan untuk Sharing Pengalaman Untuk membantu peserta masuk dalam pemahaman dan pengertian spiritualitas prodiakon sebagai pewarta, tiga orang diajak untuk berbagi pengalaman tentang keputusannya untuk menjadi prodiakon paroki serta pengalaman mereka
dalam menjalankan tugas sebagai prodiakon.
Panduan pertanyaannya sebagai berikut:
Apa yang mendorong bapak / ibu menjadi prodiakon?
Apa yang membuat bapa/ibu bisa bertahan menjadi prodiakon?
Apa yang menyemangati bapa/ibu untuk menjadi prodiakon?
3. Uraian Materi a. Pengertian Spiritualitas Spiritualitas berasal dari bahasa Latin:“Spirits” yang berarti “Roh”. Kata Roh dalam bahasa Indonesia: jiwa, badan, halus, semangat jiwa sesuatu yang hidup yang berakal dan berperasaan, namun tidak berbadan jasmani, misalnya: malaikat, roh halus. Kata “Spiritualitas”. Spirit atau Roh tetap berhubugan dengan “semangat jiwa dipengaruhi oleh Roh Allah”untuk orang-orang kristiani, kata Spirit/Roh dapat ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya dalam KSPL, “Roh”sering muncul sebagai “RUAKH”, yang berarti semua yang mendorong. Jadi kata Spiritualitas adalah Roh Allah yang mampu memotovasi dan menyemangati, memberikan kekuatan dan membimbing, menjiwai serta meneguhkan seseorang agar tidak mudah putus asa dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggungjawabnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Sebagai pemimpin pada intinya adalah tugas pengabdian. Dia ada bukan demi dirinya sendiri,melainkan demi orang lain. Dia dipanggil bukan untuk memuaskan hobi pribadi,melainkan demi tercapainya tujuan dan cita-cita bersama. Pemimpin adalah orang yang tahu apa yang mau dicapai,mengerti jalan menuju ke sana,dapat menunjukkan tujuan dan jalan yang harus ditempuh,itu kepada orang lain dan bersedia menempuh jalan itu bersama mereka yang dipimpinnya. Untuk semua ini maka seorang pemimpin perlu dalam dirinya memiliki spiritualitas atau semangat sebagai seorang pemimpin Kristiani. Semangat atau spiritualitas sebagai seorang pemimpin kristiani adalah berani berkorban,dedikasi,merangkul,melindungi, mengenal dan dikenal oleh orang yang dipimpinnya.Semangat ini kita timba dari Yesus sebagai Gembala Yang Baik. Hal ini termuat dalam Kitab Suci yang dapat kita renungkan. b. Spiritualitas menurut Evangelii Gaudium Evangelisasi sebagai satu cara untuk menyentuh hati manusia menyadarkan kita akan makna Gereja sebagai seorang ibu yang senantiasa membuka hatinya kepada setiap orang. Evangelisasi berbicara tentang semangat yang menjiwai pewarta, yang bersumber pada perjumpaan dengan relasi pribadi yang intim dengan Yesus. Inti dari misi pewartaan Gereja adalah membawa terang, berkat, penyembuhan, kebangkitan, kebebasan, dan bahkan kehidupan bagi orang lain, kendati dalam kenyataannya kegiatan evangelisasi terkadang justeru membuat kecewa, membosankan, melelahkan, dan putus asa, yang apabila tidak disikapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dengan tepat dapat melumpuhkan usaha-usaha misi dalam Gereja. Pertumbuhan hidup rohani dan pengalaman iman pribadi perlu mendapat perhatian serius. Selain
itu,
Paus
Fransiskus
juga
menekankan
bahwa
mempraktekkan cinta kasih dan keadilan yang konkrit lebih berpengaruh daripada berkhotbah, rahmat lebih kuat daripada hukum, Kristus lebih kuasa daripada Gereja, dan Sabda Tuhan harus lebih banyak dibicarakan ketimbang tentang Paus. Karena itu, dalam evangelisasi, kita harus lebih berbicara tentang cinta kasih dan keadilan, tentang rahmat, tentang Kristus, dan Sabda Tuhan, karena semua itu jauh lebih meyentuh sampai ke dalam lubuk hati/nubari manusia ketimbang segala ajaran dan khotbah tetang hukum, Gereja, dan Paus. Paus Fransiskus menginginkan penampilan Gereja sebagai kehadiran cinta kasih yang membawa sukacita, pembebasan, pengharapan dan kehidupan bagi kaum miskin dan terbuang. Beliau mengajurkan kita untuk membawa perubahan dan pembaharuan bagi dunia lewat kesaksian hidup kita. Dalam mengembangkan semangat evangelisasi, hendak menampilkan sebuah Gereja yang akan membuat anda, saya dan kita semua berkata “ Adalah baik bahwa kita berada di sini.” Lewat kata-kata, sikap, tindakan, himbauan, nasehat dan hidupnya, Paus Fransiskus hendak mengajak kita kaum beriman untuk bersatu dan berpikir bersama Gereja, merasakan dan berprihatin bersama Gereja, mencintai Gereja-Nya sambil berbagi kasih, damai dan sukacita penebusan dan penyelamatan Tuhan yang telah kita terima kepada sesama dan seluruh dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
c. Spiritualitas pemandu KU Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan. Spiritualitas tidak tumbuh begitu saja, melainkan memerlukan waktu dan pergumulan untuk mencapai bentuk dan cara yang sempurna. Dasar spiritualitas seorang Pembina KU adalah spiritualitas umum. Dapat disebut mengikuti jejak Kristus. Spiritualitas kemuridan Yesus, yaitu keterlibatan pada dunia demi membangun kerajaan Allah. Hidup Yesus terobsesi pada kerajaan Allah, terobsesi pada pengabdian pada Allah dan kepada manusia. Semangat dan roh pengabdian kepada Allah dan sesama diwariskan Yesus kepada muridmurid dan pengikut-pengikutnya (Gereja). Roh Kristus ini masih terus berhembus dalam Gereja sepanjang masa. Seorang pemandu memiliki spiritualitas yang bersumber pada spiritualitas kemuridan Yesus, yang terobsesi pada pengembangan kerajaan Allah. Atau dengan kata lain, spiritualitas pemandu adalah kedekatan dan keterlibatan kepada Allah dan keselamatan manusia. Lokakarya pembinaan Pembina katekese umat yang berlangsung di Wisma Kinasih, tanggal 16 februari sampai dengan 21 februari 1998 merumuskan spiritualitas pemandu sebagai Roh (semangat) membantu sesama (peserta katekese) melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama mampu mewujudkan kerajaan Allah, karena kepedulian terhadap Allah dan sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Spiritualitas seorang pemandu bersumber pada katekis ulung dan sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya:
Kesetiaan terhadap Sabda Allah Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya. Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi muridmurid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh. 8:31-32).
Sabda dan kehidupan Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi seorang katekis. Para katekis hendaknya tahu bagaimana memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk mewartakan Sabda Allah.
Guru dan Pembina Iman Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan katekis/guru agama hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan Kristiani di kekuarga dan pelajaran agama.
Seperti Air dan Api
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Air : Air itu dingin, yang berarti memberikan kesejukan bagi semua. Dengan kesejukan itu semua orang merasa nyaman. Dengan demikian terciptalah sikap krasan bagi peserta. Api: Api mempunyai sifat panas, ini berarti sebagai seorang katekis kita diharuskan mampu untuk memberikan sikap hangat kepada umat. Dengan sifat api yang panas tersebut maka umat akan mewarisi pancaran panas yang dipancarkan kepada umat. Pancaran tersebut tidak lain adalah semangat cinta kasih Yesus Kristus.
Pendengar dan Pelaksana Sabda Berdasarkan surat Yakobus 1:17-27, umat beriman didorong untuk tidak
sekedar
menjadi
penikmat
sabda,
namun
mampu
melaksanakan apa yang dibaca. Hal ini sesuai dengan amanat Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, bahwa sukacita yang dibawa oleh Injil yang diwartakan mendorong setiap orang untuk “keluar” dan ikut bersemangat berbuat kasih. d. Spiritualitas Pewarta Krisstiani Karya pewartaan dan pelayanan demi pembangunan iman umat dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, bersumber pada Yesus dalam membentuk spiritualitas pewarta, khususnya sebagai pendamping Katekese Umat, sebagai pelayanNya. Seorang pemandu KU harus menghidupi spiritualitas, dasar spiritualitas berhubungan seorang pribadi dengan Tuhannya. Seorang pemandu KU juga harus bersumber pada spiritualitas kemuridan Yesus (Gereja) yang terobsesi pada pengembangan Kerajaan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Dengan kata lain bahwa spiritualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemandu Katekese Umat adalah: -
Mengandalkan seluruh hidupnya pada Tuhan
-
Dijiwai oleh Roh Kudus dan mengandalkan karya Roh Kudus
-
Bersemangat melayani dan menghargai sesama
-
Memilki kepekaan terhadap keprihatinan masyarakat
-
Memiliki semangat untuk mengembangkan orang lain
-
Mengutamakan orang miskin
-
Memilki kerelaan berkorban (mau rugi demi orang lain)
-
Memiliki ketekunan dalam menghadapi tantangan
-
Bersemangat pembaharuan terus menerus
e. Spiritualitas Prodiakon:
Tetap hidup sebagai awam dan anggota keluarga Kristiani Seorang prodiakon bukan diakon tertahbis,seorang prodiakon tetap awam dan diharapkan tetap hidup tetap awam. Gereja mengajarkan bahwa awam bukanlah warga Gereja kelas dua. Baik awam maupun klerus sama mengambil bagian dalam satu-satunya imamat Yesus Kristus meski dengan cara yang berbeda (bdk. LG 10). Itulah sebabnya seorang prodiakon tidak perlu mengubah sikap, pola dan gaya hidupnya sebagai awam. Ia tidak perlu berupaya memangun ritmus kehidupan seperti imam atau kelompok religius.Tidak perlu berpenampilan seperti romo atau imam,ia harus tetap seorang bapak atau ibu dalam keluarga.Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
mencintai pasangan hidupnya dan anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya.Demikianlah prodiakon diharapkan sanggup membangun keluarga kristiani yang dapat menjadi teladan bagi keluarga kristiani yang lain.
Semangat pelayanan dan kerajasama Seorang prodiakon diangkat dan ditugaskan resmi oleh uskup melalui pastor paroki.Maka seorang prodiakon paroki, perlu memiliki semangat pelayanan dan kerja sama dengan hirarki, terutama imam atau pastor parokinya.
Memiliki kualitas kerohanian yang mendalam dan liturgis Prodiakon memiliki tugas utama sebagai pembantu imam dalam menerimakan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi seperti liturgi sabda, mengirim komuni pada orang sakit dan di penjara, dan dalam mengirim ibadat non sakramental. Adapun yang menjadi dasar spiritualitas terdalam para awam dan prodiakon yakni hidup dalam kesatuan dan penyerahan diri kepada Allah melalui Kristus dengan cara setia pada pimpinan Roh Kudus. karena berkaitan dengan pelayanan doa dan hal-hal suci, para prodiakon harus akrab dengan Tuhan. Ia harus seorang pendoa yaitu orang yang suka berdoa, bukan hanya suka berbicara tentang doa dan hidup dari doa, terutama doa tersebut diungkapkan melalui Perayaan Ekaristi.Selain itu seorang prodiakon harus rajin menerima Sakramen Pengampunan Dosa,rajin membaca Kitab Suci, mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam tugas, bukan hanya siap dalam segi fisik, keterampilan dan penguasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
tugas tetapi terutama hati yang suci dan murni melalui doa persiapan yang cukup.
Tanggap terhadap kebutuhan umat sesuai tuntutan zaman Seorang prodiakon harus selalu peka terhadap kebutuhan umat beriman sesuai dengan tuntutan zaman terutama segala kejadian yang menuntut spontanitas pelayanan.Kepekaan yang dimaksud adalah adanya keterbukaan untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tantangan umat menurut situasi dan kondisi.Maka diharapkan sikap fleksibel dan luwes dalam menjalankan tugas pelayanannya.
Semangat keterbukaan dan rendah hati Prodiakon perlu memiliki semangat keterbukaan diri dan kerendahan hati. Semangat keterbukaan menunjuk kepada kesediaan diri untuk dibentuk, diarahkan dan dipimpin serta belajar terus menerus. Sebab godaan terbesar bagi para petugas adalah sikap berpuas diri sehingga tidak mau belajar lagi.Padahal,liturgi dan pewartaan yang menjadi tugasnya
selalu
berkembang
dan
terus
memperbaharui
diri.
Kerendahan hati untuk belajar dan menerima kritik orang lain merupakan keutamaan penting bagi kemajuan pelayanan prodiakon yang berkualitas. f. Kita menyaksikan sebuah Video “ Pohon Tumbang”
Intisari Film: Dari film Pohon Tumbang adalah sebuah cerita yang mengisahkan tentang sebuah pohon yang tumbang merintangi jalan raya. Akibatnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kendaraan macet dan pengguna jalan emosi. Pengguna jalan hanya melihat dan tidak bertindak untuk mengatasi situasi. Yang mereka lakukan hanya memaki dan membunyikan klakson. Seorang anak kecil melihat pohon itu dan berinisiatif untuk menyingkirkannya. Dia perlahan-lahan mendorong pohon, namun tidak sanggup. Apa yang diperbuatnya meski tidak berhasil, namun menginspirasi orang lain untuk ikut menyingkirkan pohon tersebut. Beramai-ramai orang-orang mendorong pohon dan akhirnya berhasil
Cerita didalami dengan pertanyaan sebagai berikut: -
Bagaimana kesan bapak ibu setelah menyaksikan film tadi?
-
Manfaat apa yang diperoleh setelah menyaksikan film tadi?
Pendamping merangkum jawaban peserta Dalam film tadi kita melihat bagaimana usaha seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai cara dan usaha ditempuh apapun resikonya agar sesuatu yang dicita-citakan dapat terwujud. Melalui film kita diajak untuk melihat bahwa segala sesuatu yang diharapkan dapat tercapai karena bukan hanya mengandalkan kekuatan jasmani melainkan mengerahkan seluruh pikiran dan tidak mudah menyerah terhadap tantangan dan godaan yang dijumpai serta setia kepada komitmen awal. Demikian halnya bagi kita sebagai pemandu, hendaknya semangat dan perjuangan yang dimiliki anak kecil tadi juga menjadi milik kita bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
g. Penutup Peneguhan Bapak/ibu yang terkasih dalam Kristus, demikianlah beberapa hal yang perlu kita ketahui sehubungan dengan pelayanan kita sebagai pembawa warta gembira di tengah masyarakat, dalam tugas dan pelayanan kita sebagai seorang prodiakon yang mana nantinya bapak/ibu akan menjalankan tugas sebagai pewarta. Dalam sesi ini tadi kita telah belajar dan melihat bersama apa dan bagaimana spirirtualitas kepemimpinan Kristiani hendaknya kita miliki. Kita menyadari bahwa untuk menjadi seorang pemimpin Kristiani yang sejati tidak mudah, untuk itu diperlukan ketekunan dan kesetiaan dalam berproses. Sebagai seorang prodiakon kita terpanggil untuk melayani umat, oleh karena itu hendaknya kita menghidupi gaya kepemimpinan model kepemimpinan Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian pustaka, dapat disimpulkan bahwa buku "6 Tempayan Air Pokok-Pokok Pembangunan Jemaat" karya Rob Van Kessel ini adalah sebuah sebuah buku yang memang ditujukan dan diperuntukan bagi para pemerhati dan pembangun jemaat dilapangan. Karena isi dari buku ini mengaju pada pemnbangunan jemaat, selain itu juga berisi pokok-pokok yang menjadi inti sari dari pembangunan jemaat. Buku ini mau mengajarkan banyak hal yang oleh pembangun jemaat terkadang belum terpikirkan. ada banyak proses yang mau mengajarkan kita untuk menjadi paham bagaimana menjadi pembangun jemaat di tengahtengah tantangan masa kini yang sangat besar. Rob Van Kessel ingin mengajak kita untuk bertolak dari teologi modern dan makin lama mengkhususkan diri pada Pembangunan Jemaat. Beliau mencoba membangun kader serta memberikan perspektif teologis normatif bagi Pembangunan Jemaat dalam konteks masyarakat masa kini. B. Saran Berdasarkan saran di atas maka penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna dalam meningkatkan kepekaan dari para pembangun jemaat dilapangan, agar kehidupan mengereja dan karya penyelamatan semakin dapat berkembang dan bertumbuh. beberapa saran dari penulis sebagai berikut: 1. Bagi para mahasiswa ada baiknya buku ini menjadi salah satu buku pegangan pokok dalam perkuliahan dan dalam penerapan dilapangan. Karena di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
buku ini sebenarnya sudah tersedia dengan sangat lengkap apa yang bisa menanggulangi kesenjangan dalam pembangunan jemaat di masa depan. 2. Ada baiknya apabila buku ini bahasanya lebih disederhanakan lagi dan di cetak dam versi kedua yang lebih sederhana, karena penulis yakin apabila bahasa buku ini diosederhanakan lagi makan akan sangat banyak orang yang ingin membacanya, karena mereka bisa memahami isi dari buku ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
DAFTAR PUSTAKA Van Kessel, Rob. (1997). 6 Tempayan Air: Pokok-pokok Pembangunan Jemaat. Yogyakarta. Kanisius Sumarno Ds., M. (2006). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki IPAAK, USD. Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Komisi Kateketik KWI. Jakarta: KWI