MENCIPTAKAN HUBUNGAN HARMONIS DI PERGURUAN TINGGI Lisdawati Muda IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK Organisasi perguruan tinggi memiliki tiga komponen utama yang terdiri dari dosen, pegawai dan mahasiswa yang direkrut dari latar belakang yang berbeda sehingga berpotensi untuk mengalami permasalahan/konflik dalam organisasi. Untuk itu diharapkan kepada masing-masing komponen perguruan tinggi memiliki kompetensi dalam menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama agar lebih mudah dalam mengemban tugas dan fungsinya dengan baik. Kata kunci: hubungan, harmonis, perguruan tinggi College organization has three main components consisting of faculty, staff and students are recruited from different backgrounds, so the potential to experience problems / conflicts within the organization. For it is expected that each college has the competence component in creating a harmonious relationship between the members make it easier to carry out its duties and functions well. Keywords: relationships, harmonious, college
A.
Pendahuluan Kualitas pendidikan yang menitik beratkan pada tercapainya tujuan pendidikan di perguruan tinggi sangat ditentukan oleh terciptanya hubungan yang harmonis antara dosen, pegawai dan mahasiswa. Segala bentuk pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari peran ketiga unsur tersebut yang dikenal dengan peran civitas akademika. Tidak dapat dipungkiri pengembangan kampus, hidup matinya proses pelak-sanaan kegiatan kampus yang meliputi tiga unsur pokok yaitu: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan segala bentuk proses pelaksanaan dan dukungan ketersediaan berbagai sarana dan fasilitas penunjang kegiatan hanya akan berjalan lancar sesuai harapan dan keinginan, jika diwujudkan melalui hubungan yang baik antar semua elemen/ komponen yang ada di perguruan tinggi/ kampus. Hubungan yang harmonis antar civitas akade-mika merupakan kegiatan yang berangkai sehingga menjadi proses dan oleh oleh sebab itu hubungan antara ketiganya mudah berubah dan berkembang yang pada akhirnya menjadi hubungan yang bervariasi dan kompleks. Kenyataan menunjukkan bahwa dosen, pega-wai dan mahasiswa senantiasa diperhadapkan pada kebutuhan untuk saling melengkapi. Mahasiswa butuh dosen, pegawai begitupula sebaliknya sehingga dalam hal ini hubungan dan ketergantungan di antara ketiganya dirasakan dan berjalan secara lumrah dan alamiah. Sepertinya hubungan tersebut dirasakan cukup mudah dan tidak terlalu sulit untuk dijalani, sehingga banyak di antara mereka yang mengabaikan betapa pentingya membangun hubungan harmonis dengan orang lain sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kurang
mampu menjalin hubungan yang harmonis antar civitas akademika. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka hendaknya disadari bahwa membangun hubungan harmonis merupakan salah satu unsur penting yang tidak boleh diabaikan dalam kehidupan sebuah organisasi perguruan tinggi, karena kerjasama dan hubungan harmonis senantiasa tetap diperlukan dalam mencapai visi dan misi di perguruan tinggi. Tanpa adanya hubungan yang harmonis proses kerjasama tidak akan terbangun dan berbagai kegiatan organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Oleh sebab itu dalam upaya mewujudkan bentuk kerjasama menggapai keinginan, harapan dan citacita sebuah perguruan tinggi khususnya dalam pelaksanaan ketiga unsur tugas pokok dan fungsi perguruan tinggi sebagai salah satu upaya yang dapat diambil dan diterapkan bersama adalah menciptakan hubungan harmonis antar sesama civitas akademika yang berarti dosen,pegawai dan mahasiswa hendaknya menyadari bahwa ketiga unsur tersebut saling membutuhkan karena adanya saling ketergantungan dalam upaya mengembangkan kampus yang mampu membawa perubahan besar menuju terciptanya kualitas organsisasi yang siap bersaing secara sehat di tengah-tengah kemajuan arus infor-masi, teknologi dan tuntutan zaman yang semakin canggih dan modern. B. Dosen, Pegawai dan Mahasiswa sebagai Civitas Akademika 1 Menurut Lisdawati Muda (2004:12) , 1
Lisdawati Muda, 2004 Tesis. Pendapat Civitas Akademika terhadap Perilaku Rektor dalam Memimpin dan Meningkatkan Mutu Pendidikan di IKIP Negeri Gorontalo,
57
perguruan tinggi sebagai komunitas ilmiah dan organisasi ilmiah, memiliki kompenen-komponen manusia yang dikenal dengan istilah Civitas Akademika yang artinya, tiga komponen yang dimiliki oleh perguruan tinggi yaitu: dosen, pegawai dan mahasiswa. Dosen adalah tenaga pendidik yang mengabdi pada perguruan tinggi. Dalam menjalankan tugasnya, dosen menghadapi peserta didiknya yang disebut mahasiswa. Dosen sangat berperan dalam upaya meningkatkan potensi peserta didik, antara lain: kreati-vitas, inovatif, antisipatif, tanggung jawab dan kepriba-dian. Namun di samping itu pula kesuksesan ataupun kelancaran organisasi perguruan tinggi/ kampus tidak terlepas dari peranan para pegawai yang tersebar pada masing-masing bidang di lingkungan perguruan tinggi. Peranan pegawai sangatlah besar dalam membantu segala proses kegiatan yang berlangsung di lingkungan kampus maupun di luar kampus. Mahasiswa adalah komponen perguruan tinggi yang memiliki jumlah sangat besar dalam lingkungan kampus. Mahasiswa juga merupakan peserta didik yang menuntut ilmu dan memperoleh ilmu serta menjalankan kegiatan lainnya di lingkungan internal maupun ekternal kampus. Para mahasiswa tersebar pada berbagai keilmuan yang merupakan pilihan dari mahasiswa itu sendiri. Dosen, pegawai dan mahasiswa memiliki perbedaan perilaku yang mencerminkan peran dan tugas masing-masing. Seorang dosen tentu saja berpe-rilaku bersahaja, berwibawa, berkarakter intelektual dan dituntut mampu menjalin hubungan yang baik dengan semua pihak. Namun yang paling menonjol dari perilaku mereka adalah menjalin hubungan dengan mahasiswa. Menghadapi mahasiswa dengan berbagai macam karakter bukanlah hal yang mudah bagi seorang dosen. Sehingga sikap tegas, disiplin sebaiknya menjadi ciri utama bagi mereka terhadap mahasiswa. Peran yang diemban seorang dosen bukanlah peran yang mudah untuk menghasilkan mahasiswa yang berprestasi di berbagai bidang. Tidak hanya itu, seorang dosen juga memiliki tanggung jawab kepada atasan mereka. Oleh karena itu mereka akan cenderung membangun hubungan yang baik dengan atasan, rekan sejawat, pegawai dan semua komponen yang ada di kampus. Sementara itu perilaku pegawai akan selalu berusaha melaksanakan peran-peran yang menjadi tanggung jawab mereka. Untuk itu mereka lebih banyak berkoordinasi atau berhubungan dengan para atasan mereka sebagai pemberi tugas dan pengambil kebijakan, namun bukan berarti mereka mengabaikan koordinasi ataupun hubungan dengan komponen lainnya seperti dosen dan mahasiswa. Tidak sedikit di antara para pegawai
Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
58
diberikan tanggung jawab dan tugas-tugas yang seringkali terkait dengan bidang di luar bidang yang mereka kerjakan. Perilaku mahasiswa juga merupakan perilaku yang kompleks. Jumlah mahasiswa yang sangat besar, mencerminkan karakter yang beragam pula. Sebagai mahasiswa selain membangun hubungan yang baik dengan dosen mereka juga terlibat dengan para pegawai. Selain itu, perilaku mahasiswa yang khas adalah membangun hubungan dengan sesama rekan-rekan mereka. Mereka juga terlibat dengan berbagai macam aktivitas organisasi kampus sebagai wadah untuk menyalurkan minat,bakat dan kemampuan mereka. Meskipun masing-masing komponen tersebut memiliki ciri tersendiri, namun yang paling penting adalah saling ketergantungan di antara ketiganya. Kesuksesan dan kelancaran sebuah organisasi tidak akan terwujud tanpa peran dan kerjasama serta hubungan yang baik antar komponen. C.
Patalogi yang Merusak Hubungan Harmonis di Perguruan Tinggi dan Penyembuhannya Patologi atapun penyakit yang seringkali muncul dalam setiap organisasi termasuk di kampus/ perguruan tinggi merupakan penyakit yang mengakibatkan hancurnya hubungan antar sesama civitas akademika. Tidak heran ada dosen yang membenci mahasiswa ataupun sebaliknya, sesama dosen, dosen dan pegawai atau sebaliknya maupun sesama pegawai, dan sesama mahasiswa. Penyebabnya diakibatkan tumbuhnya penyakit/patologi yang dibiarkan berlarut-larut tanpa ada upaya untuk menyembuhkan penyakit tersebut sehingga berdampak yang kurang bagus terhadap jalannya kegiatan di dalam organisasi. Terdapat dua penyakit yang sangat mempengaruhi hubungan masyarakat kampus (dosen, pegawai dan mahasiswa) yaitu: 1. Penyakit hati Penyakit hati merupakan penyakit yang sangat sulit diobati. Jika seseorang dihinggapi penyakit seperti ini maka sulit bagi dirinya untuk menumbuhkembangkan segala potensi yang dimiliki. Penyakit hati bukan saja berdampak tidak baik bagi orang yang menderita penyakit tersebut, namun terlebih lagi akan membawa pengaruh yang sangat buruk bagi orang lain di sekitarnya. Dalam sebuah organisasi penyakit hati memberikan efek yang negatif khususnya pada hubungan sesama anggota organisasi. Jika penyakit hati merasuki setiap anggota organisasi maka sudah dapat dipastikan hubungan harmonis antar sesama anggota tidak akan pernah terjalin. Yang ada adalah perasaan tidak senang sehingga berpengaruh tidak baik seperti menurunnya kinerja organisasi Penyakit hati yang biasanya muncul di setiap organisasi antara lain: a. Penyakit iri hati/dengki Penyakit iri hati/dengki adalah rasa atau sikap tidak senang atas kesuksesan/keuntungan dan keberhasilan yang diperoleh orang lain. Orang yang menderita penyakit iri hati/dengki selalu berusaha
untuk menghilangkan kenikmatan tersebut dari orang lain yang telah berhasil, meskipun pelakunya tidak sanggup meraih keberhasilan yang sama seperti yang diiri tersebut. Rasa iri hati yang dialami sebuah organisasi lebih khusus lagi pada organisasi perguruan tinggi/kampus biasanya dirasakan antar sesama mahasiswa, sesama dosen, sesama pegawai atau sebaliknya bahkan sesama pejabat yang lebih jelasnya dijabarkan menurut komunitas manusia sebagai berikut: 1) Komunitas manusia dewasa. 2 Menurut Makmur (2007:50) jenis keirihatian yang timbul pada komunitas manusia golongan dewasa berbeda warna dan intensitasnya dengan manusia yang tergolong anak-anak. Intesitas keirihatian bagi manusia dewasa frekuensi keirihatian rendah, tetapi derajatnya dapat dikatakan sangat tinggi. Telah dipahami bersama bahwa akibat daripada keirihatian manusia dewasa termasuk masyarakat kampus dapat menciptakan konflik dan menciptakan keresahan manusia lainnya atau masyarakat di sekitanrya. Untuk menanggulangin keirihatian bagi manusia dewasa ini, diperlukan secara dewasa pula dengan materi yang lebih banyak mengarah kepada moralitas dan rasionalitas ketimbang bujukan atau rayuwan yang tidak memiliki makna yang berarti dalam dunia manusia dewasa. 2) Komunitas manusia orang tua. Berdasarkan pengalaman di kalangan komuitas manusia yang disebut orang tua menunjukkan bahwa intensitas keirihatian yang sifatnya terselubung lebih tinggi frekuensinya dibandingkan dengan intensitas keirihatian yang sifatnya terang-terangan. Secara umum orang tua dalam melakukan interaksi dengan sesama manusia biasanya serba hati-hati, tetapi keirihatian terhadap seseorang tidak dapat terhindarkan dan bahkan derajatnya sangat tinggi walaupun secara realitas frekuensinya tidak terlalu tinggi. Untuk mengobati orang tua yang mengidap penyakit seperti ini dalam suatu proses kerjasama pada sebuah organisasi tentunya harus dilakukan secara hati-hati karena mungkin saja terjadi tujuan menerapi tapi hasil yang dicapai adalah virus patologi yang memungkinkan labih ganas daripada virus sebelumnya. 3) Komunitas manusia pegawai. Komunitas manusia yang telah dijelaskan sebelumnya lebih bersifat umum, tetapi manusia pegawai negeri atau pegawai swasta intesitas keirihatian terhadap sesama pegawai di mana setiap hari berinteraksi dan memahami kondisi dan kualitas masing-masing mendorong terciptanya keirihatian dengan frekuensi dan derajatnya meningkat atau 2
Makmur. 2007. Patologi serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung: Refika Aditama
dengan kata lain sangat kuat. Kondisi seperti ini juga senantiasa menciptakan konflik antar mereka apabila keirihatian sangat tinggi. Celakanya juga dengan keirihatian ini bisa saling menjatuhkan di mata pimpinan sebagai pengambil keputusan, mengadu domba antara pegawai yang satu dengan yang lainnya. mengobati penyakit pada komunitas pegawai tentunya dapat dilakukan dengan cara penegakkan disiplin hendaknya dilakukan kemudian diikuti dengan pemberian sanksi yang tegas dan adil. 4) Komunitas manusia pejabat. Secara fenomenologis komunitas manusia sebagai pejabat dalam sebuah organisasi, memiliki kemiripan dengan manusia sebagai pegawai. Keirihatian sebagai pegawai dapat memberikan dua sasaran tembak, pertama, iri terhadap bawahannya karena memiliki kelebihan, pejabat yang bersangkutan kemungkinan tidak akan memberikan peluang kepada bawahannya itu untuk lebih berkembang, kedua, adalah keirihatian terhadap bawahan dan tindakan kolonialisme juga semakin tinggi dan derajatnya kemungkinan juga sangat tinggi karena di satu pihak sebagai pendindas dan di lain pihak sebagai tertindas. Virus penyakit iri hati yang menyerang bagi komunitas manusia sebagai pejabat terapinya adalah menciptakan kekuatan moralitas dan menyandarkan dalam wawasan keimanan dengan meningkatkan rasa kasih sayang kepada sesama manusia. Dalam semua komunitas manusia jenjang dan bentuk apapaun tidak akan dapat terhindar dari penyakit iri hati, karena memang manusia adalah tempat bersemedinya bakteri patologi iri hati mulai dari anggota keluarga,, anggota organisasi termasuk perguruan tinggi sampai kepada warga masyarakat. Bakteri penyakit seperti ini sulit disembuhkan karena memang merupakan suatu dinamika kehidupan manusia itu sendiri. Penyakit iri hati sesungguhnya tidak selamanya dipandang negatif dan menakutkan tetapi juga bisa mendatangkan suatu hal yang positif, asalkan saja setiap orang mengetahui bagaimana cara menyikapi penyakit tersebut. Kemauan dan perubahan dalam menyikapi bakteri patologi iri hati pada diri manusia yang ada di sekitar kita dan sasaran utamnya kepada kita tidak dapat dituntaskan dalam waktu singkat. Kemauan untuk menghindari suatu virus/bakteri tersebut sesungguhnya dapat dibentuk melalui proses yang panjang dari pengalaman-pengalaman dan perjalanan hidup masing-masing manusia. Oleh sebab itu metode untuk mengobati penyakit iri hati yang sedang diderita manusia bersangkutan adalah berbeda antara satu dengan yang lainnya, sangat tergantung kepada jenis dan kualitas serta sasaran dari bakeri patologi tersebut. b. Penyakit Fanatisme Keteguhan dalam pendirian dan ketangguhan dalam pemikiran adalah sesuatu hal yang sangat mengganggu dalam suatu aktivitas, baik aktivitas diri sendiri, aktivitas keluarga, kelompok maupun aktivitas organisasi di mana manusia yang bersangkutan bekerja. Sebagai contoh dalam
59
organisasi kampus sebagian dosen, pegawai maupun mahasiswa selalu beranggapan bahwa pendapat merekalah yang selalu benar, ataupun merasa bahwa organisasi merekalah yang terbaik, jauh dari kesalahan dan lain sebagainya. Mereka tidak ingat lagi bahwa keteguhan pemikiran dan keteguhan dalam pendirian serta kematangan dalam tindakan yang berlawanan dengan perubahan secara alamiah sebenarnya dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga, kelompok dan mungkin saja kehidupan organisasi kampus secara luas. Hal inilah yang dimaksudkan dengan penyakit fanatisme, sangat sulit menerima perubahan meskipun perubahan yang membawa ke arah yang lebih baik. Penyakit fanatisme memang sangat merugikan suatu organisasi, apalagi pada organisasi perguruan tinggi, disebabkan organisasi perguruan tinggi/kampus merupakan suatu wadah berkumpulnya orang-orang cerdas dan memiliki disiplin keilmuan yang berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga biasanya menimbulkan perbedaan pendapat dan menghasilkan konflik yang sulit diselesaikan. Untuk meminimalisir penyakit fanatisme di kampus bisa dikembangkan melalui cara membangun kerjasama tim yang efektif. Juni Pranoto dan Wahyu Suprapti 3 (2006:17) menuliskan bahwa membangun tim dapat dilakukan melalui unsur-unsur sebagai berikut: 1) Menyatakan secara jelas visi, misi dan tujuan organisasi Visi adalah gambaran akan datang yang merupakan cita-cita organisasi, visi ini digambarkan dalam bentuk misi. Suatu organisasi ataupun tim yang dinamis hendaknya mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam tujuan-tujuan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa memiliki tujuan yang jelas tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah, sehingga akan terombang-ambing oleh tiupan angin. Tujuan dan sasaran ini sebaiknya dipahami oleh seluruh anggota tim sebab hal ini akan meningkatkan komitmen di antara mereka. Dan diharapkan semua pemimpin yang ada di perguruan tinggi di masing masing lembaga mulai dari lembaga kemahasiswaan, lembaga kepegawaain dan dosen dan semua unsur stakeholder terkait. 2) Beroperasi secara kreatif Dalam pelaksanaan kerja tim sangat kreatif dan dinamis memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam melakukan sesuatu. Tidak takut menghadapi kegagalankegagalan dan selalu mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik atau metode yang baru. Bersikap luwes dan kreatif dalam memecahkan masalah. 3) Memfokuskan pada hasil 3
Pranoto, Juni dan Wahyu Suprapti. 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building) Jakarta: LAN RI
60
Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim/organisasi secara terus menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas dan mutu “Produktivitas optimum” yang merupakan tujuan bersama. 4) Memperjelas peran dan tanggung jawab Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas. Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan darinya, dan mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu memperbarui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan tuntutan, sasaran dan teknologi. 5) Diorganisasikan dengan baik Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas, tim juga menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota tim. 6) Dibangun di atas kekuatan individu Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga pemimpin tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena itu peran pembinaan sangat diharapkan. Pemimpin tim sangat memperhatikan pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi anggota tim. 7) Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain Dalam tim yang dinamis kepemimpinan dibagi antara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pemimpin yang mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin dalam tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam tim dinamis menghargai keunikan setiap individu. 8) Mengembangkan iklim tim Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara antusias bekerjasama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi (bersinergi) 9) Menyelesaikan ketidak sepakatan Perbedaan persepsi yang diakbibatkan penyakit fanatisme akan terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu wahana untuk hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka melalui teknik kolaborasi. 10) Berkomunikasi secara terbuka Pembicaraan secara asersi yakni bicara yang lugas, jujur tetapi tidak melukai perasaan orang lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara timbal balik dan untuk kepentingan bersama. 11) Membuat keputusan secara obyektif Dalam pemecahan masalah menggunakan pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui consensus. Setiap anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. anggota kelompok bebas mengutarakan pendapat
dan ide-idenya d an mendukung rencana yang telah ditetapkan. 12) Mengevaluasi efektifitasnya sendiri Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk melihat bagaimanakan pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah kinerja, mereka bisa segera memecahkannya sebelum menjadi masalah yangs serius. Berdasarkan penjelasan sebalumnya dapat diketahui bahwa unsur-unsur membangun tim dapat membangun rasa kebersamaan dalam tim yang lebih efektif. Untuk membangun rasa kebersamaan dalam tim yang efektif maka setiap anggota tim atau anggota organisasi hendaknya mampu menerima keragaman anggota tim lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian dan penting untuk dipahami bersama oleh karena setiap tim/anggota organisasi terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, pendidikan, perilaku dan pengalaman yang berbeda. Semua manusia yang dilahirkan pasti memiliki perbedaan yang menjadi ciri khas setiap individu. Atas dasar alasan tersebut, membangun tim/membangun organsisasi terutama di perguruan tinggi tidak melihat pangkat, suku, golongan, dan issue sara lainnya dan fanatisme terhadap sesuatu yang diketahui/dimiliki tanpa memperhatikan pendapat orang lain. Tim atau organisasi akan menjadi lebih efektif dan tumbuh berkembang lebih baik bila sesama anggta tim saling menghargai, saling percaya, dan tidak fanatik terhadap pendapat sendiri. 2. Penyakit administrasi 4 menuliskan bahwa Makmur (2007:63) penyakit atau patologi administrasi adalah suatu fenomena sosial yang tingkah lakunya bertentangan dengan kaidah-kaidah, norma-norma, moralitas, dan rasionalitas yang dipersyaratkan oleh administrasi itu sendiri. Di dalam pelaksanaan administrasi (kerjasama) terdapat berbagai kenikmatan yang memungkinkan bagi setiap orang untuk menikmatinya, perebutan perolehan kenikmatan dalam administrasi memiliki aturan permainan yang sangat jelas, karena memang administrasi menciptakan kondisi pengaturan dan keteraturan, tetapi dalam kenyataannya sekarang ini yang berkembang dalam dunia admnistrasi termasuk di perguruan tinggi, tidak sedikit orang yang merebut kenikmatan itu tapi tidak sesuai dengan aturan permainan. Dengan pengaruh sedemikian besar, kenikmatan terhadap orang-orang yang memiliki kesempatan meraihnya, aturan permainan dalam administrasi (kerjasama) diputarbalikkan sehingga pengaturan dan keteraturan berubah menjadi pengacauan dan perusakkan. Jika kondisi administrasi seperti ini berarti administrasi tengah menderita penyakit yang kompleksitasnya sangat tinggi, dan pengobatannya pun memerlukan konsultan spesialis pada setiap jenis penyakit yang diderita oleh sebuah 4
Makmur. 2007. Patologi serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung: Refika Aditama
organisasi termasuk perguruan tinggi/kampus. Berbagai macam penyakit adminsitrasi yang diderita organisasi perguruan tinggi meliputi : penyakit KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), keserakahan, dan egoisme tingkat tinggi. Penyakit seperti ini misalnya dapat dilihat dari adanya upaya menempatkan orang-orang yang bukan ahli di bidangnya atau merekrut pegawai negeri tidak didasarkan pada kebutuhan organisasi secara umum melainkan berdasarkan kepentingan individu atau golongan tertentu. Salusu (2000:297) menuliskan, salah satu strategi memperkecil kelemahan jajaran pegawai, pejabat adalah dengan mengangkat karyawan atau pejabat terbaik melalui perekrutan dengan sisitem kompetisi terbuka. Dari penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwa untuk perekrutan pegawai dan dosen di lingkungan kampus perlu memperhatikan keahlian, disiplin ilmu dan kebutuhan kampus. Demikian pula halnya dengan pengangkatan pejabat struktural di lingkungan pegawai maupun pengurus BEM, HMJ dan organisasi kemahasiswaan lainnya hendaknya disesuaikan dengan keahlian dan keterampilan masing-masing individu yang akan menduduki jabatan. Sebenarnya sistim kompetisi terbuka sudah lama menjadi semboyan yang baik dan bahkan sudah dilaksanakan dalam kebanyakan organisasi publik termasuk organisasi kampus/perguruan tinggi, tetapi baru setengah terbuka. Akbibatnya pegawai yang diterima seringkali bukan yang terbaik. Konsekuensi berikutnya adalah pengaruhnya bagi kinerja organisasi, yaitu organisasi belum mampu memberi pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya/ konsumennya. Terlebih lagi perekrutan pegawai atau pengangkatan pejabat yang tidak mempertimbangkan keahlian, keterampilan dan kemampuan bekerja yang baik bisa merusak hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Orang yang merasa dirinya memiliki keterampilan merasa diabaikan jika tidak diberi kepercayaan dalam melaksanakan tugas sehingga tidak menutup kemungkinan mereka tidak lagi percaya kepada penilaian atasan terhadap kinerja mereka atau menimbulkan kecemburuan sosial antar sesama pegawai dan semua elemen organisasi. Sistim perekrutan yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan hendaknya bertumpu pada kebutuhan organisasi. Analisis kebutuhan organisasi dengan demikian sangat diperlukan demi mencegah ketidakcocokkan antara lowongan yang tersedia dan tenaga yang diterima. Kompetisi terbuka juga dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama bagi semua anggota masyarakat yang senantiasa mendambakan keadilan. Sistim penerimaan mahasiswa baru di lingkungan perguruan tinggi negeri, sepanjang krdibilitasnya dapat dipertahankan, adalah salah satu contoh yang baik dalam sistim perekrutan. Kompetisi terbuka tidak hanya diterapkan pada saat perekrutan, tetapi juga selama pegawai atau anggota organisasi melaksanakan tugasnya. Kompetisi di sini adalah dalam berpenampilan dan berkarya lebih baik dalam memberikan pelayanan terbaik pada
61
konsumen tempat di Kompetisi disediakan baik.
sehingga nama organisasi memperoleh hati pelanggan/konsumen dan klien. serupa ini hanya akan berhasil bila penghargaan bagi yang berkarya lebih
D.
Menciptakan Hubungan Harmonis antar sesama Civitas Akademika Terjalinnya hubungan yang harmonis pada sebuah organisasi perguruan tinggi dapat memberikan efek yang sangat baik kepada semua komponen kampus/perguruan tinggi. Mutu atau kualitas pendidikan sesuai dengan visi dan misi organisasi akan lebih mudah dicapai apabila setiap individu yang termasuk dalam komponen civitas akademika mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama. Hubungan harmonis diketahui dapat membawa perubahan pada diri setiap komponen/anggota organisasi seperti menimbulkan . rasa betah menimba ilmu di perguruan tinggi bagi mahaiswa, demikian pula untuk dosen dan pegawai yang mampu menjalin hubungan yang baik dengan komponen lainnya dapat membuat rasa betah dan selalu ingin bersama anggota organisasi lainnya sehingga berimbas pada peningkatkan kinerja serta nyaman menjalankan berbagai tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Untuk menjalin hubungan yang harmonis antar sesama anggota organisasi/komponen organisasi (citas akademika) selain mengobati bakteri patologi yang merusak hubungan harmonis dalam organisasi dapat pula dilakukan melalui dua pendekatan/metode yaitu: 1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar pribadi. 5 menuliskan Lisdawati Muda (2004:66) bahwa komunikasi antar pribadi memainkan peran dalam menciptakan suasana kampus yang harmonis. Setiap pribadi tergantung pada orang lain dalam perasaan, pemahaman, informasi, dukungan, dan berbagai bentuk komunikasi yang yang mempengaruhi citra pribadi. Setiap individu di perguruan tinggi/kampus memerlukan hubungan antar personal terutama untuk dua hal, yaitu perasaan dan ketergantungan perasaan yang berpedoman pada inrteraksi secara emosional intensif. Sedangkan ketergantungan mengacu pada penilaian perilaku antar individu, misalnya memerlukan pertolongan, membutuhkan persetujuan dan kesepahaman serta mencari kedekatan. Komunikasi antar individu yang terjalin di perguruan tinggi memberikan manfaat besar terhadap peningkatan hubungan manusiawi (human relation), menghindari dan meminimalisir konflik pribadi,mengurangi ketidakpastian sesuatu serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antarpribadi dalam komponen 5
Muda, Lisdawati. 2004 Tesis. Pendapat Civitas Akademika terhadap Perilaku Rektor dalam Memimpin dan Meningkatkan Mutu Pendidikan di IKIP Negeri Gorontalo, Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
62
perguruan tinggi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan sesama civitas akademika. Dalam hidup bermasyarakat setiap individu diharapkan untuk dapat membangun komunikasi dengan manusia lainnya terutama dengan rekan kerja (seprofesi) agar memperoleh kemudahan-kemudahan dalam menjalani berbagai aktivitasnya karena memiiliki banyak sahabat. Demikian halnya bagi segenap civitas akademika sebaiknya dapat membangun komunikasi dan kerjasama yang lebih baik, oleh karena setiap dosen, pegawai dan mahasiswa memang saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam mencapai apa yang diharapkan. 2. Menerapkan prinsip-prinsip etika organisasi. Prinsip etika dalam setiap organisasi dibuat dan diterapkan tidak lain untuk memberikan pemahaman kepada seluruh anggota organisasi dalam melakukan aktivitas di tempat mereka bekerja. Terkait dengan menciptakan hubungan harmonis di peguruan tinggi maka penerapan etika organisasi memberikan peranan yang besar dalam menggapai harapan dimaksud. Desy Fernanda (2009:7) menjabarkan enam prinsip dasar yang dapat dijalankan oleh masing-masing organisasi antara lain: a) Prinsip keindahan (beauty) Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Banyak filsuf mengatakan bahwa hidup dan kehidupan manusia itu sendiri sesungguhnya merupakan keindahan. Dengan demikian berdasarkan prinsip ini, etika manusia adalah berkaitan atau memperhatikan nilai-nilai keindahan. Itulah sebabnya seseorang memerlukan penampilan yang serasi dan indah atau enak dipandang mata sehingga membuat orang betah dalam bekerja. b) Prinsip persamaan (equality) Hakekat manusia menghendaki adanya persamaan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. setiap manusia yang terlahir ke dunia memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Pada dasarnya adalah sama dan sederajat. Konsekuensi dari ajaran persamaan ras juga menuntut persamaan di antara beraneka ragam etnis di bumi ini memang berlainan, namun kedudukannya sebagai kelompok masyarakat adalah sama. Allah SWT juga telah menciptakan manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta bentuk fisik yang berlainan, namun secara hakiki di antara keduanya membutuhkan persamaan dalam pengakuan atas hak-hak azasi mereka, dan kedudukannya di mata Tuhan YME adalah sama. Etika yang dilandasi oleh prinsip persamaan (equality) ini dapat menghilangkan perilaku diskriminatif, yang membeda-bedakan dalam berbagai aspek interaksi manusia. Bukan saatnya lagi dalam kehidupan kampus seorang mahasiswa memilih teman yang hanya didasarkan pada persamaan suku, golongan ataupun status sosial. Dosen membeda-bedakan perhatian atau penilaian kepada mahasiswa yang bersifat subyektif, maupun pegawai yang mendahulukan kepentingan kelompok-nya ataupun strategi kerja lain yang dilandasi oleh kepentingan
individu/golongan dan lain sebagainya. c) Prinsip kebaikan (goodness) Apabila orang menginginkan kabaikan dari suatu ilmu pengetahuan, misalnya maka akan mengandalkan obyektivitas ilmiah, kemanfaatan pengetahuan, rasionalitas dan sebagainya. Jika menginginkan kebaikan tatanan sosial seperti hubungan harmonis dengan orang lain maka yang diperlukan adalah sikap-sikap sadar hukum, saling menghormati dan berperilaku yang baik (good habits), dan sebagainya. Jadi lingkup dari ide atau prinsip kebaikan adalah bersifat universal. Kebaikan ritual dari agama yang satu mungkin berlainan dengan agama yang lain. Namun kebaikan agama yang berkenaan dengan masalah kemanusiaan, hormat menghormati di antara sesama, berbuat baik kepada orang lain serta menebarkan kasih sayang dan perilaku baik lainnya merupakan kebaikan yang sudah pasti diterima. Dalam organisasi perguruan tinggi, tujuan menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama civitas akademika pada dasarnya mewujudkan kebaikan dan perbaikan bagi seluruh komponen perguruan tinggi dan masyarakat lainnya. 3. Prinsip keadilan. Keadilan merupakan kemauan yang kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya. 4. Prinsip kebebasan Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasan untuk bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri kecuali jika pilihan tindakan tersebut melanggar kebebasan yang sama dari orang lain. Maka kebebasan manusia mengandung pengertian: (i) kemampuan untuk menentukan sendiri, (ii) kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan, (iii) syaratsyarat yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihannya beserta konsekuensi dari pilihan itu. Oleh karena itu, tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, dan begitu pula tidak tanggung jawab tanpa kekebasan. Semakin besar kebebasan yang dimiliki seseorang, semakin besar pula tanggung jawab yang dipikulnya. 5. Prinsip kebenaran Ide kebenaran biasanya dipakai dalam pembicaraan mengenai logika ilmiah, sehingga dikenal kriteria kebenaran dalam berbagai cabang ilmu, misalnya matematika, ilmu fisika, biologi, sejarah dan juga filsafat. Namun ada pula kebenaran dengan keyakinan, bukan dengan fakta yang ditelaah oleh teologi dan ilmu agama. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan kepada masyarakat agar masyarakat merasa yakin akan kebenaran itu. Untuk itu kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran (truth in mind) dengan kebenaran dalam kenyataan (truth in reality) atau kebenaran yang terbuktikan. Betapa pun doktrin etika tidak selalu dapat diterima oleh orang awam apabila kebenaran yang terdapat di dalamnya belum
dapat dibuktikan. E.
PENUTUP Hubungan harmonis antar sesama civitas akademika mutlak dibangun dan tidak boleh dipisahkan dari realita kehidupan masyarakat kampus/komponen perguruan tinggi. Terutama dalam mewujudkan visi dan misi organisasi di bidang pendidikan dalam menghadapi tantangan global, hubungan harmonis yang terjalin di antara civitas akademika dapat berfungsi sebagai alat atau media yang ampuh dalam menciptakan kebersamaan dan kepedulian sehingga dapat meningkatkan kinerja bagi dosen dan pegawai serta menumbuhkan minat belajar yang tinggi bagi mahasiswa. Hubungan harmonis di perguruan tinggi yang dibangun berdasarkan prinsip dan komitmen bersama diyakini dapat memberikan nuansa yang berbeda dan menjamin terciptanya keindahan, kebaikan,keadilan dan kebenaran terlebih lagi bisa membangun kebersamaan, kepedulian dan kasih sayang bagi setiap komponen di perguruan tinggi dalam hal ini dosen, pegawai dan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Fernanda, Desi. 2006. Etika Organisasi Pemerintah. Jakarta: LAN RI Makmur. 2007. Patologi serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung: Refika Aditama Muda, Lisdawati. 2004 Tesis. Pendapat Civitas Akademika terhadap Perilaku Rektor dalam Memimpin dan Meningkatkan Mutu Pendidikan di IKIP Negeri Gorontalo, Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Pranoto, Juni dan Wahyu Suprapti. 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building) Jakarta: LAN RI Stein, Steven J dan Howard E. Book. 2004.. Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa Tuloli, Nani. 2001. Pengembangan Pendidikan, Sumberdaya Manusia,Budaya, Agama, Ilmu Pengetahuan. Gorontalo: Damhil
63