Mencintai dengan Sempurna... Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adaah kesempatan. Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan. Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan dari film yang Mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil" Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang Yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak... Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna saat aku melihatmu..aku takut tuk mengenalmu . 'saat aku menyukaimu .' aku takut tak dapat memilikimu . "saat aku memilikimu ... aku takut kalau harus kehilangan dirimu sayang.....
Aku Diam Bukannya tak Cinta Alai ilir, 2006 Lewat pandangan mata ada yang ingin kungkapkan padamu Namun entahlah, begitu sulit tertutur Padahal kuingin kau tahu bahwa sekeping hati menantimu... Jika memang cinta itu dad Mengapa keberanian itu tak terwujud Aku diam bukannya tak mau Aku diam bukannya tak cinta Yang sesungguhnya hati ini kecewa melihat sikapmu... Tabu bagi seorang aku Untuk memulainya terlebih dahulu Aku hanya bisa menunggu, kalau tak ingin dikatakan murah olehmu Kapankah kau mengerti akan diriku? Tuhan jika dia bukan milikku Jauhkanlah rasa dambaku atas kehadiran dirinya Karena aku tak mau hidup dalam bayang mimpi semu...
Mengapa Dikau Pergi? Alai Ilir, 2006 Lewat lembaran ini izinkanlah aku untuk mencoba Merangkai kata, merajut rasa agar tercipta rasa berjuta makna Yang pernah berbagi rasa denganku Dari pelataran hampa ini kuuntai senyum Walau kutahu senyum itu jauh darimu Mestinya bulan ini saat-saat terindah yang seharusnya kita lalui bersama Saat-saat kebahagiaan menyelimuti hatimu, kasih... Saat-saat ceria menghiasi senyum manismu, kebanggaan atas ketulusanmu Tapi mengapa hal buruk itu harus kita lalui? Mungkin ini salahku aku terlalu egois, aku terlalu...ah entah apalagi yang mesti aku lakukan aku bingung, bimbang apa yang harus aku perbuat aku tidak ingin harus ada yang tersakiti diantara kita dan egoisku tak ingin semua berlalu begitu saja mungkinkah kita akan bersama kembali? Setelah Sepuluh Purnama kita jauh berpisah? Dari lubuk hatiku yang paling dalam aku menyayangimu Hanya kau yang terindah yang pernah aku miliki Biar kupeluk erat bayangmu meski dalam mimpi Walau sadar ku hanya anak manusia yang tak mampu hadirkan kebahagiaan Dihatimu Mungkin hanya rasa sakit hatimu saja yang mungkin takkan terobati...
Bukanlah Purnama Alai Ilir, Agustus 2006 Ternyata dirimu bukanlah purnama Hanya rembulan yang terkadang hadir Dan kadang hilang tertelan gelapnya malam Disaat memberi terang, sesaat kemudian engkau biarkan aku meraba Dalam kelam dan gelapnya malam... Tak sedikitpun kau peduli Anginpun enggan menyibak awan Hingga akupun seakin tak mengerti Karena dirimu telah bertekad menyimpan rasa hati sampai mati... Kemanakah aku harus mencari Arti akan teka-teki hatimu? Dikala itu ka tawarkanku Kau sodorkanku Kau berikan ketenangan dan kedamaian Namun sesaat kemudian kau bentangkan jalan penuh duri Yang teramat sulit aku lewati... Bila semua sebabku khilafku, ajarilah aku merengguk segala kelegaan suci Ulurkan tanganmu tuk selalu membimbingku setiap waktu... Asaku sungguh begitu besar untuk hadirkan disetiap sudut relung hatimu Suatu ketenangan dan kedamaian sejati Tapi, suatu saat nanti...
Kata itu.. Alai Ilir, 6 November 2006 Ketika aku menatap mata kedepan Aku melihat harapan terhampar disana Seolah kemilaunya cahaya surya Melabrak rubuhku untuk segera menghampirinya Lalu menyapa, tolong dengar kata-kataku ini” Maafkan Aku..” Entah apa lagi yang akan ku ucap Seakan lidah ini kaku Mulut terasa kelu Dijahit, dtusuk, dirajang sakit...jangan sungguhn sakit sesaat lalu secercah sinar mentari tiba diufuk barat hembusan angin senjanya itu tlah menuntun mendorong serta menghipnotis ego yang melukai pikiranku lukanya begitu besar hingga melebar, gatal, sakit, dan busuk mulai berangsur pulih harapan yang aku lihat kini terselimuti awan hitam disekelilingnya jiwaku mulai bimbangn keraguan terus mengiringi setiap jejak langkahku namun namun cahaya rembulan yang kadang hadir terkadang hilang ditelan gelapnya malam telah berganti menjadi purnama sejati memberi terang tanpa pamrih memberi segala yang dia punyai memberi ketenangan yang mesti diresapi tanpa pengecut iapun berkata”Maafkanlah arjun..!layaknya cahayaku yang menerangi isi bmi tanpa perbedaan” ku kulum senyum dalam hati ternyata purnamapun mengerti harapan itu semakin jelas semakin dekat semakin terlihat oleh cahaya purnama malam ini namun hingga mentari terjaga harapan untuk mendengar kata itu lepas dari bibirmu “Arjun engkau telah aku maafkan,
Kini engkau perbaiki, Cobalah engkau resapi, Juga pikirkan lagi, sebelum kau bernyali Dan jangan kau ulangi lagi..!” MUSNAH begitu saja Sedetik lagi kucoba untuk balik kanan dan meninggalkan harapan itu Namun kau terlebih dahulu telah Bentangkan jalan penuh duri goreskan luka penuh arti Sekali lagi Harapan untuk dimaafkan Kata itu “MAAFKAN AKU KASIH...”
Genderang Perang Alai Ilir, 8 November 2006 Tolong jangan bunuh aku! Tapi, braaaak, ceeess... Putus Tidak, sekali lagi tidak Kejam, engkau begitu kejam! Nasi tlah menjadi bubur Dengan kelancaanganmu Beringas Tlah mengguncang Mendobrak paksa pintu nuraniku yang terkunci rapat Hingga perlahan bocor dan tak tertahan lagi Byuur krasak krasak bug.. Coba bendungnya dengan kesabaran, Ketabahan, Keikhlasan serta do’a bermunajat kepada sang esa Namun, genderang perangbegitu terngiang semakin jelas Nyata didepan mata Terbelalak, terkejut juga kaget Begitu teganya Engkau paksa aku untuk berperang, Engkau tarik lenganku dengan beringas, Engkau pancing lalan pikiranku hingga gejolak emosiku memuncak, Tidak, terpaksa aku berkata tidak “aku mengalah saja..” Jika harus berperang denganmu; Jika harus melepuhkan tubuhmu; Jika harus melumpuhkan tanganmu Jika harus bergulat, merampas senjatamu; Jika harus, entah apalagi... Namun kau tetap tidak setuju, beringas! Kau kesurupan setan mana? Tidak kah kau pikirkan akibatnya? Kelak juga kau masuk neraka!
Sadarlah Cobalah engkau lebih bersikap hati-hati Sekali lagi Jangan ajak aku untuk berperang Tahan pena hitam senjatamu! Simpan kertas putih sebagai perisaimu! Aku tak mau semua ini terjadi Kawan...aku tahu jalan pikiranmu Gejolak jiwamu Kata hati nuranimu Serta tangisan batin yang terus mengalir Lalu adakah secercah harapan untuk ku? Mendekte, dan menjelaskan semua yang telah menggores sisi ruang hatimu.
HARUSKAH AKU MENGALAH Alai Ilir, November 2006 Permohonan mengiringi penyesalan Tak terasa detik-detik mulai bernyanyi Lantunan gitar cukup mengobati Hanya mengingat syair-syair dariku Disaat dunia mulai terbalik Sebab akulah yang dahului Mengawali...membohongi…mendustai Hingga akulah yang dahului Mengawali … membohongi … mendustai Hingga akulah juga yang menodai Lembaran putih yang baru tertulis Persyaratan… Awal saling mengerti… Awal pendewasaan… Awal pegamalan… Awal pengenalan karakter… Namun engkau begitu kejam Aku cuma menyesal dengan semua itu Luncurkan seutas kata maaf dariku Aku sadarkan di hadapmu Lewat puisi...Lewat isyarat Entah lewat apalagi Namun tuluskah hatimu…? Bolehkah aku mengalah denganmu…? Tapi luka itu sungguh sakit Jika engkau coba ingatnya Mungkin obat itu tiada aku dapati Hingga engkau terbujur lemah Tak berdaya… menangis… menyesal !!! Terlintas hasrat cari model Sembari engkau berondongkan Timah panas sejurus tepat di dadaku Lewat olahan kata manismu
“ Mengapa kamu lakukan itu semua? apa tujuannya? “ tidakkah engkau pikir akibatnya? Arjun jawablah ?” namun haruskah aku mengalah? terdorong sudah aku ke jurang salam terakhir coba aku “ ngiangkan “ “ Kawan jika engkau mau dengar kata penjelasku kau akan temukan arti yang sebenarnya, dengar salam terakhirku…” Namun haruskah aku mengalah ?
Apa Maksudnya..? Alai Ilir, November 2006 Mimpi mulai merayap hingga Pagi –pagi di awal subuh Dingin Aku menggigil Gemertak gigi ini terasa Mengawali hari –hari yang penuh dosa Kesalahan berbagai kesalahan lagi Dan, Apa maksudnya? Coba dirikan salat bermunajat
Njaluk ketenangan hati ketentraman jiwa Kemudahan dalam sesuatunya Namun, Apa maksudnya? Jiwa pecundangku mulai menjulang Melibas… menghantam… menyerang Dengan sebilah puisi pada siang itu Tapi, Apa maksudnya? Lalu merayu… memohon… meminta Hingga aku bersujud… berlutut Di hadapanmu Tetesan air mata ini ikut mengiringinya Mengalir perlahan basahi relung pipi ini Tapi tak kau hiraukan itu Rasa penyesalan semakin mendalam Sampai saat ini, esok, lusa Namun tidak jugakah engkau mengerti? Sadar dan ingatlah kenangan –kenangan indah itu … Apa maksudnya..? Kau lakukan itu kepadaku
Asa Yang Tersisa Alai Ilir, 19 Desember 2006 Begitu tangan ini akan menggapaimu Untuk ku rengkuh dalam pelukan Betapa besar keinginanku untuk melihat kelebat Wajahmu yang telah lama kunantikan Betapa kelu lidahku memendam untaian kata yang tak sempat terlontarkan Tapi kau seperti terbenam di dasar bumi paling dalam Yang tak mampu keangkat Seperti burung camar yang terbang tinggi melintasi samudra Seperti terpaan angin yang tak bisa di bendung Tapi masih ada setitik harapan yang tak pernah pudar Sebait syair kerinduan yang tak pernah terlupakan Segores Tanya yang tak pernah terjawab Adakah kau tahu ada sepotong hati yang Terluka menantikanmu … ?
Nada Sambung Itu Alai Ilir, Desember 2006 Kereta api itu dari arah Timur kota ini Sungguh begitu cepatnya, bak kilat di musim penghujan Lia putri cantik sosok masinis yang kejam Kereta api itu telah tabrak raga dan jiwaku Sungguh kejamnya engkau Namun kini tak akan pernah terjadi Karena rel kereta api di kotaku telah tiada Sungguh aneh, memory yang tersisa hanyalah Kenangan manis yang tak akan pernah aku lupakan Aku juga teringat suara aneh Yang aku dengar dari Hp mu tut … tut … tut …. ! Aku coba untuk tekan nomor sahabatku 0813 6691 1236 Di seberang sana aku dengar nada sambungnya Sheila On seven , berhenti berharap … !! Ah tidak nsp ini tidak cocok dengan suasana hatiku Lalu aku” pencet “ lagi nomor pemberian darimu 085266xxx terdengan dari sana “Jika Memang Diriku Bukanlah Menjadi Pilihan Hatimu mungkin sudah takdir nya kau dan aku tak kan mesti bersatu “ Ah nsp ini tidaklah mampu tuk obati Luka yang telah engkau torehkan Usai sudah kini asaku mulai pudar Lewat nada sambung yang ingin aku buat Namun kekuatan itu muncul kembali Mendorong, menuntun menarik jalan pikiranku Akhirnya aku niatkan tekad Tuk melalang buana, mencari, mencium, meraba Serta mencontek nada sambung itu 111070 itulah kodenya ”Apa kita mau menerima yang kita punya
apa adanya sanggupkah kita saling memendam ataukah hanya saling memaafkan ataukah hanya saling menjadikan akhirnya kita temukan pahitnya persimpangan kan harus kita tetapkan arah tujuan” mungkin sebait lagu inilah yang mampu mengobati memberi keterangan hati ini …
Gadis Manis Alai Ilir, 21 January 2007 Ketika ku mantap bulan malam ini Sedang bintang-bintang menghiasi di sekelilingnya Hamparan langit yang maha sempurna Ikut memancarkan sinar-sinar yang mempesona Menerangi alam semesta ini Serta sejukkan kehidupan di hati Ketika itu pula gadis manis pujaanku Hadir di sana terbang melayang melintasinya Mengulurkan jari-jemarinya hingga Ia pun menarik lenganku Mengajak membela serta mencoba Mencium dinginnya angina malam ini gadis manis itu telah bawa aku kealam keindahan yang ia miliki alam yang amat terindah untukku melebihi alam mimpiku “Gadis Manis“ ucapku perlahan kau begitu baik, kau begitu cantik kau begitu santun, indah, entah apalagi sanjungan yang pantas aku persembahkan untuk mu hingga mampukah aku untuk hadirkan keindahan yang telah engkau berikan untukmu dan yang aku takutkan adalah kau teramat kecewa jika aku mengambil sepotong hati yang aku titipkan di relung hatimu
Kata Berbatas Kata Alai Ilir, 21 Januari 2007 Terhempas kehidupan begitu larut, Mencoba meniti tirai hidupmu Mematikan kesunyian di saat ku sendiri Menggapai keindahan kiranya kau cipta Meraih kedamaian mestinya kau beri Terhempas kehidupan begitu larut, Masuki hidup dan kehidupanmu Mencari naungan serta sandaran Mengikuti langkah hati dan asa ini Memberikan untaian kata kasih Untukmu dan untukku… Terhempas kehidupan begitu larut, Rasa sayang terangnya bintang Rasa benci pucatnya suratan Rasa cinta berbatas sakit Rasa rindu berbatas temu Kata hanyalah kata Rasa untuk mencintai juga sama Keindahan serta kedamaian akan tercipta Kiranya tak abaikan hakikat Cinta dan kasih sayang Itulah awal dan akhir dari sebuah rasa
Penghianatan Cinta Alai Ilir, 24 Januari 2007 Ketika mata memandang jauh Rona wajahmu terukir di sana Tersenyum bahagia, tertawa, Ah..hanya bisa ku untai senyum Walau ku tahu senyum itu jauh darimu Hanya bisa ulur tangan Walau aku tahu tak mungkin kau sambut Engkau masih tetap berpaling Dariku, untukku, dan bersamaku Maaf, mungkin hanya ini yang bisa aku kata Engkau penghianat, aku juga penghianat Engkau pendusta, aku juga pendusta Engkau ingkar, aku juga ingkar Engkau terluka, aku juga terluka Aku bangga atas ketulusanmu Engkau bahagia dengan terciptanya keindahan serta kedamaian di hatimu Aku salut atas rasa kasihmu Engkau sakit atas kata dustaku Ah … Penghianat Hanya bisa berikan luka Hanya mampu untuk nodai hati Hanya bisa berkhianat… Penghianat..! Engkau takkan luluh dengan kataku Engkau takkan bisa pahami hatiku Engkau tlah nodai persahabatan ini Dengan cintamu dengan kasih sayangmu Dengan keanggunanmu dengan Ah..Aku juga takkan luluh dengan katamu Aku takkan mengerti dengan kata hatimu Aku tlah ternodai olehmu Dengan seyumanmu dengan matamu
Dengan perasaanmu dengan Ah..Penghianat cinta..! Aku salah atas dirimu Engkau salah atas diriku Aku ucap maaf untukmu Engkau beri maaf untukku Aku menyesal dengan salahku Engkau tertawa dengan senyumanmu Aku mati dengan cintamu Engkau hidup dengan cintaNya Aku akan bunuh diri Dan mengapa engkau juga ikut bunuh diri?
Kado Ulang Tahun Alai Ilir, 5 Februari 2007 Kau bagaikan mentari Yang dulu tertutup mendung Tapi kini bersinar lagi dan menerangi hidupku Hidupku yang dulu sempat beku dan hampa kini mulai terisi dengan kehadiranmu di sisiku kau kini membuat hidupku tulus tak bersyarat suci tak terbagi Dan satu selalu dalam hatiku Yang tak akan pernah tergantikan Oleh siapapun dan kapanpun Aku mencintaimu dalam hidup dan matiku secercah sinar mentari Sesejuk embun pagi Begitulah dirimu dalam hari-hariku Seakan hidupku tak berarti Tanpa dirimu di sini Kuingin kau ulurkan tanganmu Tuk selalu membimbingku Setiap waktu Tuntunlah aku ke istana cintamu Dan biarkan aku mencintaimu Sampai batas waktuku
Yamato Alai Ilir, 5 Februari 2007 Kita semua telah menatap, merasakan Telah kenang riwayat hidup pahit Juga kenang sejarah lalu menyedihkan Kisah setengah abad telah lewat Antara penindasan dan kebebasan Oleh karenanya Mari kita ucap “Selamat Tinggal Hijau...“ Tamatlah riwayatmu, hidupmu Lambaian tangan –tangan manismu Di bumi pertiwi ini Di bumi kedamaian Di bumi perjuangan Oleh lumuran darah pejuang kami Oleh semangat juang para proletar Oleh sobekan tentara para komando Kini engkau Wahai Yamato Tertuntut sebagai saksi bisu Tentang merdekanya negri ini Tentang hilanganya MERAH, PUTIH, HIJAU Lambang bangsa terkutuk Lambang bangsa penjajah Di atas tubuhmu wahai Yamato Hari yang terikat bukan milik Kolonial Tetapi milikku … Milik bersama para pejuang, rakyat jelata Abang-abang kuli , mas-mas tukang bangunan Semarang lihatlah di atas sana Telah tergantikan oleh benderaku
Bendera merah putih Lambang kebanggaan negeriku INDONESIAKU Itulah seruan para pejuang kita
Merah Putih Alai Ilir, 5 Februari 2007 Kami ingin terbang bawa bendera Merah putihku Menyiarkan cinta kasih Melambangkan kedamaian Kami hendak hidup damai di bumi ini Dengan segala manusia di atas dunia Jangan sangka kami perusuh Jangan kira kami musuh Biarkan kami terbunuh dengan senjatamu Dengan mesiumu Namun jangan kau ambil cinta kasihku Pada benderaku “ Merah Putih “
Yamatoku Yamatomu Beda Alai Ilir, 7 Februari 2007 Terdamparku dipembaringan malam Terawang mata ini tembus langit-langit Sungguh apa yang terpikirkan olehku? Sungguh apa yang terucap olehku? Itu yang aku kalutkan perempuan! Terputas sendok digelas susu Disana masih teringat ocehanmu Tertidur sampai terbawa mimpi juga masih terngiang Kata pasanmu ”Mas, Yamatomu palsu...! Mas, Nyontek ya...?” Sungguh kau tak tahu nikmat yang Tuhan curahkan Untuk semesta alam tanpa kurang, tanpa perbedan Sekarang coba jawab Siapa itu Yamato..? Apa itu Yamato..? Dimana dia berada..? Apa yang kita ingat tentang dia..? Perempuanku,, Itu Yamatoku, bukan aku tipu juga bukan dari buku! Bukan tulis palsu, juga bukan dustaku! Itu ide indah dari bapakku yang aku torehkan di Malam minggu
Inikah Rasa Hidup Alai Ilir, Februari 2007 Kebingungan terus ada dalam hati Rasa kesal terus saja terjadi Hingga hari terus berganti Siang, malam, pagi, sore … Rasa itu terasa pahit sekali Tak berbeda walau ku tlah mencobanya Ketika ku ingin makan Kepahitan ini selalu iringi setiap langkah Mengapa harus aku yang masak? Mengapa harus aku yang bersih piring? Mengapa harus aku yang lakukan itu? Sementara perutku terus berteriak Lapar, lapar dan lapar Sungguh inikah rasa hidup? Pulang sekolah harus masak dulu Jika tidak , akan makan apa aku ? Hingga siang terlewat untuk sekedar cicipi makan Begitu juga pagi Sesuap nasi atau sepotong rotipun tidak Hanya secangkir air putih, cukup… Dan, Bagaimana ketika ingin mandi? Mengapa harus bersih pakaian dulu? harus isi bak dulu? Terus, Mengapa harus tidur dengan keadaan seperti ini? Hanya alas tanah lembaran tikar? Mengapa ini semua harus terjadi pada ku? Mengapa aku harus mengalaminya? Sungguh inikah rasa hidup Yang selama ini aku rasakan Begitu pahit, gemir dan entahlah
Ya allah … Tolong aku dengan kekuatanmu Tegarkan aku untuk jalani hidup ini Yang penuh dengan kepahitan Dan kekejaman zaman
Kini Cintaku Alai Ilir, 17 Februari 2007 Kini cintaku telah musan Hilang bersama rasa kasih serta sayang yang ku ucap Demi cintaku dua hati tlah tersakiti Karena cinta ini hanya untukmu juga untukku Namun sayang tlah salah ku mencinta Aku telah salah pilih Aku tlah salah jalan Tuhan tolonglah aku Ternayata rasa sayangku kali ini Hanya berbatas persahabatan Rasa cintaku saat ini Hanya terhenti karena ikatan sahabat Engkau telah pilih persahabatan dari pada cinta Karena engkau telah milik sahabatku Dan aku tak ingin hancurkan rasa di hatiku Juga aku tak ingin hancurkan persahabatanku Kau memulai dua cinta yang kau jalani Hingga aku harus memilih Dan memang harus kupilih siapa belahan jiwaku Siapa sahabat baikku Aku mengalah Aku mundur Biarlah aku menjadi embun pagi di hatimu Namun ku takkan bisa posisikan hati ini untuk dirimu Ku padamkan cinta di hati ini!
Risau Hatiku Alai Ilir, 17 Februari 2007 Sayatan luka semakin terasa sakit, perih Rasa bersalah semakin menyiksa dia Rasa berdosa begitu jelas bersarang dalam hati Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus perbuat kasih Dulu ada keraguan di jiwaku Saat kau katakan engkaulah satunya untukku Namun itu hanya sesaat Aku telah campakkan cinta suci itu Hingga engkau menangis karena terluka Aku juga menangis karena bersalah Atas dirimu karena dirinya Keresahan terus melanda jiwa dan hati ini Serta pikiranku … Mengapa hal ini harus terjadi Satu hati telah ku sakiti Satu cinta telah ku nodai Satu raga telah ku selami Telah berkali aku rasakan Ada dua hati yang telah tumbuh di dalam hatiku Selain kau yang telah terluka Teman dari dia, temanmu itu Juga dari teman baikku Karena semua ini aku rasakan Ada terbesit kebimbangan siapa cintaku Memang aku harus memilih Satu di antara dua Walau akhirnya satu hati tergores lagi Satu cinta telah ternodai Satu jiwa telah tercampakkan Dan kini dua hati tlah ku sakiti
Dua cinta tlah ku nodai Demi berharap untaian kata cinta darimu Kasih, kau di hatiku selalu kupuji Engkau yang terindah yang aku rasakan Rasa sayang di jiwaku ada Janjiku kan selalu ada buat kamu Kasih, jangan kau ragukan aku rasakan Rasa sayang di jiwaku ada Janjiku kan selalu ada buat kamu Kasih, jangan kau ragukan cintaku kali ini Namun untaian kata indah serta Alunan nada-nada darimu Hanya sebuah nostalgia saja Dua cinta telah sirna demi engkau kasih Tapi sayang engkau telah memulai Dua cinta yang kau jalani Dan aku tak akan bisa berharap cinta darimu Tak akan bisa ku raih cinta kasihmu Tak akan bisa ku gapai kesempurnaan cinta seperti dulu kala
Keberadaan Cinta Alai Ilir, 20 Februari 2010 Cinta sejati telah dimilikinya Cinta yang tulus telah dilaluinya Cinta yang pahit telah dirasakannya Begitu juga akibat dari cinta telah di arunginya Keberadaan cinta sungguh merata Menyeluruh di segala penjuru ruang hidup ini Dalam ruang rindu ruang benci ruang sayang Juga ada di ruang di mana aku hidup Ruang di mana aku berada Ruang di mana aku lalui kerikil-kerikil rintangan Jika keberadaan cinta dalam ruang rindu Cinta telah bersemayam dalam hati Orang yang mengagungkan cinta Jika keberadaan cinta dalam ruang benci Cinta telah nodai satu hati Orang yang kehilangan cinta Dan jika keberadaan cinta dalam ruang sayang Cinta telah selimuti satu hati, satu jiwa Satu insan yang di lindungi cinta juga keberadaan cinta
Sepi Alai Ilir, 20 Februari 2007 Aku diam bukan berarti aku bisu Tapi … ! aku berdendang dengan bayang kelabu Merenungi apa yang harus ku jalani Sepi … ! Di tengah keramaian aku merasa sepi Karena aku tidak bisa merasakan Dinginnya hembusan sayang Hangatnya bila bersamamu Jauh terlihat jauh Di balik awan hitam kita bertatapan
Patah Alai Ilir, 20 Februari 2007 Ranting kering Terdiam kaku Berjamur seribu Sepi Ketika semut itu Kehilangan panorama embun pagi hari Patah ranting patah asa Semakin jauh ia kehilangan Lalu ia menjerit keras sekali Karena angin pun enggan berkisar lagi
Dewi Alai Ilir, 02 Maret 2007
Kau jiwa yang sedang hidup di hati Karena kau yang terindah di antara bunga-bunga Kau telah sejukkan kehidupan di hati Karena kaulah panorama embun di pagi hari Kau telah hembuskan hawa suci di hari ini Karena kau bagai angin di waktu senja Kau begitu indah tercipta di dunia ini Karena kau hadir hanya untukmu Kau bagai lentera di sisiku Karena tanpa sinarmu aku akan meraba mencari cintamu Kau sebagai mentari yang hidup Kini kau tlah bersahabat dengan alam Angin tlah melengkapkan catatan Hujan tlah belah dadaku Sunyinya malam tlah potong pikiranku Aku tetap akan selalu melindungimu Kau sebagai mentariku Di saat kesunyian tempati keindahan khayal ini Terasa terbawa terbang oleh suasana Membuat ku terjaga Sesaat ku tersentuh awan Renungkanlah aku Dari rasa yang aku miliki Sayang dan atau cinta yang sebenarnya
Ada Satu Rasa Alai Ilir, 6 Maret 2007 Ada satu rasa hidup dalam tubuh ini Ada satu rasa yang sedang bersemayam Juga ada satu rasa yang telah hinggap Melebihi rasa yang telah aku rasai Melebihi rasa senang sang kupu-kupu Dengan madu bunga yang telah ia rasai Rasa ini kering kerontang begitu sejuk begitu menyakitkan Juga begitu menyenangkan Lengkaplah semua Aku juga bimbang dengan rasa ini Akan ku kemanakan satu rasa ini … ? Apakah di sebuah catatan kecil? tidak Apakah di sebuah tempat sampah? tidak perlu Apakah di sebuah hati kecil ini? itu tidak boleh Apakah di sebuah sisi lidah? bukan itu jalannya Lalu dimanakah seharusnya rasa itu bertempat? Dan apa sebenarnya rasa yang telah terjadi itu …? Rasa mencintai… ! Begitu kering jika, ah… Begitu sejuk jika, ah… Begitu menyakitkan jika tak terbalaskan Begitu senang jika saling mencinta Begitu indah jika kau pahami aku … Rasa mencintai sebenarnya Tidak bertempat pada khayalan tulis Tidak berbaur dengan sampah Juga tidak bertempat pada hati Serta tidak terwujud hanya dengan lidah Rasa mencintai sebenarnya Akan hadir jika kita pernah bersalah
Akan muncul jika kita merasakan pahitnya hidup Akan tetap bersemayam pada insan yang kejam Karena aplikasi cinta melebihi teroris Tidak juga untuk di ucapkan Satu rasa inilah yang tidak terucap Karena cinta telah mengajarkan kepadaku Bahwa tidak ada yang abadi Dan sekali lagi tidak ada yang abadi kecuali tuhan
Kebimbangan Sang Dewa Alai Ilir, 11 Maret 2007 Wahai dewa mentari, Mengapa engkau begitu enggan untuk terjaga Enggan untuk tebarkan sinarmu hari ini Enggan untuk terangi seisi kehidupan hati Hingga engkau biarkan dewa petir berteriak Engkau biarkan rintikan air terjatuh di atas atap Tapi kenapa engkau biarkan kegersangan terjadi Kegersangan? bukankah kau telah biarkan hujan turun? Bukankah engkau tlah sirami kehidupan di bumi Dewa pagi, Sudahkah kau memohon izin pada dewa dewi Bahwa hari ini adalah hari terindahku Hari kemenanganku yang telah hancurkan musuhmu Andai kau telah memohon Hingga tak ada tetesan air yang jatuh Aku akan hidup dengan nafas sejuk Dengan ketentraman hati yang kurasakan Namun sejuknya panorama embun pagi tercemar Oleh mush-musuh yang tersibak Wahai dewa dewi, Mengapa engkau bimbang dengan kehadiranku? Dewa malam, Dewa pagi, dewa sejagat! Mengapa engkau terdiam dikala aku diam? Dewi pagi, Dewi malam, Dewi senja, Dewi embun Mengapa engkau tak menghiraukanku? Ketika ku berucap? Padalah engkau adalah embun di pagi hari sejukkan hati Engkau adalah purnama di malam hari terangi jiwa Engkau adalah dinginnya angin saat senja tiba Engkau adalah air mata yang selalu ku bawa Ketika ku membayang kisah kita berdua Wahai demi yang telah hidup
Engkau adalah alasan mengapa duniaku ada Engkau adalah penopang kehidupanku Engkau adalah cintaku Seperti bintang yang mencintai malam Sungguh aku menginginkanmu Ku kan beri seluruh jiwaku hanya untukmu Kan berterima kasih kepadamu yang telah beri ketenangan Wahai dewi terjagalah engkau Bahwa aku sangat mengharapkan kasih sayangmu Janganlah kau terdiam di saat ku tlah terjaga untukmu Wahai Dewi mengertilah Bahasa isyarat yang ku tunjukkan untukmu
Cinta Alai Ilir, 24 Maret 2007 Butuh waktu untuk menghimpun cinta Yang pernah hilang Butuh waktu untuk mengumpulkan keping-keping cinta Yang pernah ku rasakan Berilah waktu untuk mengumpulkan benih-benih cinta yang pernah tercecer Karena aku adalah manusia lemah dan jika Semuanya tak terpenuhi Maka tidaklah engkau menangis demi rasa ini Saat kau terjaga sampai kau terlelap Karena aku akan pergi ! Karena kau tlah termiliki ! Karena kau bukan untukku ! Cinta … Jangan kau tangisi kepergianku Selamat tinggal cinta
Lukisan Ini Alai Ilir, Maret 2007 Wahai dewa taukah engkau Kau ku sapa dewa ? Karena aku adalah dewimu Wahai dewa taukah engkau Cahaya apa di atas mu ? Itulah tanda kehidupan mu sesungguhnya Wahai dewa taukah engkau Apa yang telah terjadi ? itulah rasa tumbuh dalam hattiku Wahai dewa taukah engkau Dimanakah letak bintang ? Itulah cita-cita yang kan kau raih Wahai dewa taukah enggkau Tulisan ini terlukis? Karena ini adalah kekuatanmu Wahai dewa lihatlah aku Karena itu bangkitlah engkau Adalah aku menunggumu Wahai dewa ucapkanlah cintamu Sebab ada rasa itu di hatiku Dewaku … Akulah dewimu yang terus menunggu
Senyum Cinta Alai Ilir, 25 April 2007 Engkau bahagia Adalah harapanku Membuatmu tersenyum Itu adalah khayalanku Aku tak tahu apakah aku pantas untuk mencitai Cinta… aku menunggu senyummu Aku mencintaimu Karena aku menginginkanmu bahagia denganku Aku ingin engkau tersenyum Memberikan Senyuman cinta untukku
Kasih Di sana Alai Ilir, 23 Mei 2007 Kasih, Di saat malam mulai beranjak Jantungku mulai berdebar Mengundang kegelisahan di hati mengusik keterangan di jiwa Kasih, Masih adakah perasaanmu Perasaan yang sama dengan diriku Yang selalu merindukanmu. Yang selalu menunggu kedatanganmu Kasih, Masih adakah seberkas cahaya Cahaya cinta dari lubuk hatimu untuk menerangi hidupku Yang bisa menuntunku dari kegelapan hati dan jiwaku Kasih, Akankah dirimu kembali Kembali kepangkuanku kembali kepelukanku Agar bisa ku rasakan indahnya cinta dan kasih sayang Juga bisa terasakan ada kedamaian di jiwa . semoga
Kasih Disana 2 Alai Ilir, 24 Mei 2007 Terkadang cinta bisa membuat kita tertawa Terkadang bisa senang, sedih dan bahkan terluka Dalam gelisah kurangkai rindu Dalam setiap kata aku rangkai do’a Kasih, Seandainya kau mengerti perasaanku Aku menangis karenamu Kapan kau dan aku bisa bersatu Kasih, seandainya airmataku bisa kurangkai maka, akan kujadikan kalung berlian untukmu Kasih, Rindu dan sayangku teramat sangat Seandainya setiap kata kerinduanku bisa tercipta Maka, akan kujadikan puisi yang indah Kasih, Tahukan engkau malam ini bulan bersinar begitu indah Seandainya saja kau ada disampingku Ku ingin kau berjanji akan selalu menemaniku Tiap malam purnama tiba Sembari menatap bintang-bintang nan indah diangkasa Namun sayang, semua impian itu begitu jauh Jauh sekali Dan aku, aku akan selalu menantimu.
Mundur Alai Ilir, 25 Mei 2007 Malam ini Masih saja seperti 356 hari yang lalu Aku masih saja di sekap oleh semua hal tentang mu Sebenarnya aku memakluminya Karena ini adalah konsekuensi dari semua belas kasih Mundur Agar kau menyadari aku tulus menyayangimu Menyakitkan sekali terlalu sakit bahkan Seharusnya kau mesti melihat bagaimana Ini adalah tulus dalam hidupku Dan kini ku coba Mebiasakan diri dengan tanpamu di sisiku Mebiasakan diri untuk tak lagi mengenangmu Membiasakan bibirku untuk tak lagimenyebut namamu Membiasakan ragaku untuk tak lagi memeluk Di saat perih menyiksaku Kau tau Ini adalah sebuah siksaan untuk sesuatu Yang bernama cinta atau kasih sayang Sebagai pembuktian bahwa aku memiliki rasa yang terdalam untukmu Perasaan yang terlalu indah untuk dijelaskan dengan kata-kata Terlalu sakit untuk diungkapkan dengan kalimat makian Terlalu pedih untuk dirasakan dengan kemunafikan Belahan jiwaku tempo hari ketika bulan sabit hadir dipekatnya malam Aku membiakkan namamu (D-e-w-i) Mengeja kata-kata yang tak terucap Kepada bunga-bunga malang yang tertiup angin malam Kepada bintang-bintang yang selama ini kujadikan penenang Kepada sang bulan walau tak menerangi malam Semua itu sebagai ramuan Untuk buang rasa ini terhadapmu Belahan jiwaku
Kau tak pernah hilang dari hidupku Wahai Dewiku, Engkau adalah air mata yang selalu kubawa Ketika aku membayang kisah kita berdua Engkau adalah alasan mengapa duniaku ada Engkau adalah penopang kehidupanku Engkau adalah cintaku Seperti bintang yang mencintai malam Sungguh aku menginginkanmu Ku kan berterima kasih kepadamu yang Telah beri ketenangan di hati Wahai Dewiku, Aku mohon kepadamu agar Engkau pahami dirimu dan rebungkanlah Jangan kau tangisi kepergianku kali ini Izinkanlah aku mencari jalan hidupku yang baru Izinkanlah aku agar ku hidup tenang di sana wahai dewiku Selamat jalan
Aufklarung Padang, 3 Juli 2007 Lima jam tercurahkan untuk mengejar keindahan Melirik eloknya kampung-kampung nan asrinya Rasa sejuk hembusan anggin senja, Teriakan burung-burung, Tarian rerumputan, Itu semua membuat hati dan jiwa tentram Layaknya luka yang terobati Dan lihatlah kearah timur sana Mentari begitu semangat menyinari penduduk bumi Menyibakkan kabut pekat Memaksa embun pagi turun di dedaunan Bersemayam tenang Panorama alam di sana masih terlukis dibola mata Pepohonan, rerumputan, bebatuan, bukit-bukit Tanam-tanaman bercorak Barisan rumpun padi, jagung, kacang tanah, pohon nyiur tertata rapi Gemericik air mata menjelma menjadi gemuruh senyum yang mengembang Pasang surut gelombang tak lagi berpengaruh pada pondasi Untuk hengkang terkagumi kuasa penata alam Ketika senja tiba, Awal mulai berhenti berkejaran Pepohonan mulai enggan melambaikan tangan Semua terdiam bisu Menghormati indahnya panorama malam bersama bintang Inilah auflarung Auflarung untukku.
Maaf Alai Ilir, 5 Agustus 2007 Maafkan kasih Kini ku tak bisa bersamamu lagi Walau dulu aku pernah ikrarkan cinta Tapi kini ku sadari Ini salah, ini jalan sesat Ini perbuatan maksiat Ku belum mengerti makna cinta Ku belum paham apa itu kasih sayang Karena memang itu belum pantas untuk ku jalin Selama ini aku buta Selama ini aku hidup dalam kegelapan Kini ku temui jalan itu Cahaya yang membuatku tegar dan dapat berfikir Perbuatan itu tlah sirna Kegelapan tlah terang Tapi yakinlah cinta takkan hilang Suatu saat cinta akan datang Membuat hati puas dan senang Tapi itu butuh waktu Memang cinta seindah langit biru Tapi harus melewati jalan buntu Mencintai dan dicintai membuatku malu-malu karena cinta Yang belum pantas tak kuburu Kutahu mencintai dan di cintai wajar tak terjadi Tapi itu ada saatnya nanti Di saat ku mengerti arti hidup ini Maafkan aku kasih karena tak bisa menerima jalan yang kau beri ku memilih jalanku sendiri Yang membuat mandiri dan berbudi
Ketika Satu Hati Pergi Alai Ilir, 25 Desember 2007 Betapa aku sadari bahwa aku Bukanlah seorang malaikat yang mampu memberi Kedamaian di hatimu Mungkin inilah yang dapat aku berikan untukmu Untaian kata kasih Cinta putihku Lontaran kata sayangku untukmu Hingga kini aku harus pergi jalani Hari-hariku dengan tanpamu disisi Aku merasa menang karena aku mampu Bubuhkan nestapa di hatimu bahkan di kehisupanmu Bening matamu tak seperti dulu lagi Mulai berair, menetes di pipimu Sesali hari-hari yang lalu Menangis, menjerit sembari kau ucapkan Kasih jangan kau tinggalkan aku Kuatkan hatimu wahai perempuanku! Aku hanya bisa menatap dan tebarkan senyum untukmu Namun tak mungkin aku menghampirimu lagi Merajut cinta dan kasih sayang seperti dulu Sementara aku benar-benar harus melangkah pergi Jauh tinggalkan dirimu sendiri Aku sadari ini sungguh menyakitkan Untuk sebuah kata cinta Untuk sebuah untaian kasih sayang Dan tak terbayangkan berapa banyak canda tawa yang terlupakan Berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk tetap bertahan Namun inilah adanya
20 November Alai Ilir, 19 November 2007 Paparan waktu yang telah tersaji dalam selimut hari Tetesan embun pagi menyatu dalam cermin cahaya Hamparan langit bercorak biru Sang mentari memancarkan sinarnya menghangatkan wajah bumi Guratan merah saat hari mulai senja Terlihat senyum cinta sang rembulan Riuh tawa bintang-bintang yang membahana Ketika malampun tiba Namun kini? tidak Bunga-bunga yang menghijau indah Gemuruh senyum yang mengembang Embun pagi, langit biru, bintang-bintang, sang rembulan turut menghiasi indahnya jagat raya Menjelma menjadi gemercik air mata Merobek pusaran hati genangan perasaan Kicau burung, Hembusan angin sepoi-sepoi Yang mempolesi dinding hati dunia Kini, di lumurinya dengan genangan air mata Memporak-porandakan pilar-pilar hari tersusun rapi Dan inilah realita Terkadang bertabur senyuman cinta Di sisi lain harus meresapi, menjejali getirnya hidup Hitungan musim bergulir silih berganti Semoga kuncup hari esok lebih hijau Dari hari ini dan hari kemarin
Sahabat Alai Ilir, 14 Desember 2007 Ibarat bintang, Yang selalu terangi gelapnya malam Tak setiap saat bisa di lihat Tapi mereka selalu ada Ibarat cinta, Yang datang secara tak terduga Dan menghilang tanpa bayang Tapi, akan selalu lekang dikenang Ibarat kelebihan dan kekurangan, Saling mengisi dan menutupi Tanpa peduli caci maki Sahabat sejati selalu berbagi tangis dan tawa Akan selalu ada dihati ini Hingga ajal menanti Kenanglah dia Sahabat sejati Yang tak pernah ingkari janji
Inginku Punya Pacar Alai Ilir, 5 Juli 2008 Gelisah, cemas dan ah… Acap kali menghampiri malam-malamku Ketika termenung sejenak Mulai terlintas dibenak ini Siapa labuhan perasaan cintaku? Dimana kan ku sandarkan hati ini? Kapan ku punya pacar? Ku hanya pasrah terdiam membisu Menerawang ke atas jauh diangkasa Adakah jawaban itu? Mungkinkah ini terus terjadi padaku? Ah, bodoh..! Ku terlalu bodoh untuk hidup Apa tak berperasaan, apa tak ramah Apa ego besar, apa kecil nyali Menelangsa dan ternganga Kemana ku harus mencari penjelasan Tentang arti semua ini Kapan ku punya pacar lagi Agar dapat hidup kembali rasa Yang terkubur mati Mungkin inilah asaku Yang telah terputus dan tak ada harapan Tuk bangkit dan dapatkan cinta sejati itu walau sebenarnya inginku punya pacar
Apalah Arti Cinta Alai Ilir, 27 Juli 2008 Apalah sesungguhnya arti cinta Jika ku harus menderita Ketika ku tlah melihat ada bias cinta di wajahmu Di saat itu pula kau mencoba tuk bunuh Mencabik-cabik dan tergoreslah hati ini Cinta yang berusaha tuk hidup dihatimu Cinta yang berlari tuk dapat menggapai tanganmu Cinta yang berkorban tuk bisa singgah di sisi ruang hahtimu Cinta yang terus berharap agar kau bisa beri kesempatan ini untukku Namun inilah adanya Kau berpaling dariku tanpa sebab yang pasti Meski ku tahu ini semua bukan maumu Tapi, kita harus merelakannya Demi cinta kita bersama Kasih, Dapatkah engkau dengar rintihan hatiku Mampukah engkau rasakan getaran cintaku Kuharap kau mau jalani hari-harimu bersamaku Kasih, Sekali lagi kumohon engkau mengerti Akan kegelisahan di hatti ini Tanamkanlah benih-benih cintamu di hatiku Dan biarkan kusirami ketika kerinduan melanda