Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
MENCINTAI RASULULLAH SAW DENGAN MENGETAHUI NAMA-NAMANYA [caption id="attachment_210" align="alignleft" width="150"]
Cinta Rasul[/caption] Oleh: Faizah Nur Salsabila* Saudaraku! Pernah dalam suatu pengajian saya duduk diantara jama’ah yang hadir, dalam muqaddimahnya al-Ustadz menyampaikan, “Segala puji bagi Allah, Sang Pengatur alam raya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada utusan Allah yang paling mulia, Nabi Muhammad yang ummî namun terpercaya dan juga kepada keluarga dan sahabatnya.”[1] Sesungguhnya perkataan paling jujur adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, seburuk-buruk sesuatu adalah mengada-ada, setiap yang mengada-ada adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah kesesatan, dan setiap yang sesat adalah di neraka tempatnya. Cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu adalah ibadah, cinta kepadanya adalah ketaatan yang wajib, cinta kepadanya adalah keimanan yang mendapatkan diri seorang hamba kepada Yang Maha Esa.[2] Selanjutnya, al-Ustadz melanjutkan pengajiannya dengan mengajukan sebuah pertanyaan, “Apakah kita mencintai Rasûlullâh shalallâhu a’alaihi wa ssalam?” Setiap orang mesti mengajukan pertanyaan seperti ini kepada dirinya sendiri, akan tetapi dia tidak boleh tergesagesa menjawab, “Pasti! Saya mencintai Rasûlullâh. Mana mungkin seorang Muslim tidak mencintai Rasûlullâh?” Sebab dengan menjawab ‘pasti’ atau ‘iya’ (saya mencintai Rasûlullâh), ada beberapa kewajiban yang harus mesti dipenuhi. Sebelum seseorang mengikrarkan cintanya kepada Rasûlullâh, dia harus tanya dulu kepada dirinya sendiri: Apakah saya selalu mengingat dan menyebut Nabiku? Sudahkah saya melaksanakan perintahperintahnya? Sudahkah saya mempelajari sejarah hidupnya yang harum? Apakah urusan Nabi Muhmmad sudah mendominasi pikiran dan mengalahkan hawa nafsuku? Saudaraku! Tahukah anda bahwa begitu seorang Muslim bershalawat dan mengirim salam kepada Rasûlullâh, maka Allah akan mengembalikan ruh beliau dan menjawab salam itu, di mana pun dan kapan pun. Hal inilah yang disampaikan oleh Rasûlullâh, “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang berkeliling dimuka bumi dan mereka menyampaikan salam umatku kepadaku.”[3]
1/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dengan demikian, ketika anda mengatakan ‘shallallâhu ‘alaihi wa sallam’ maka ada malaikat menghadap Rasûlullâh dan melaporkan, si Fulan putra Fulan mengirimkan salam padamu. Begitulah seharusnya hubungan yang terjalin antara seorang Muslim dan Nabinya, sebuah hubungan yang amat kuat dan kukuh. Rasûlullâh bersabda, “setiap kali seorang Muslim mengirimkan shalawat dan salam kepadaku, Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku bisa menjawab salamnya.”[4] Saudaraku! Tidakkah anda ingin mendapatkan salam balik dari manusia paling mulia di muka bumi ini? Teruslah anda mengucapkan shalawat dan menyampaikan salam kehadirat Nabi Muhammad shalallâhu ‘alaihi wa ssalam. Insya Allah syafaat dari Allah akan menyapa anda di hari penghisaban. Saudaraku! Supaya rasa cinta kita tumbuh dalam hati, lisan, dan perbuatan kita, mari kita lebih mendekat kepada Rasulullah shalallâhu ‘alaihi wa ssalam. Mari kita mengenalnya lebih dekat lagi. Kenalilah nama-namanya dan makna-makna indah yang dikandungnya. Muth’im radhiyallâhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa ssalam bersabda, “Sesungguhnya aku memiliki beberapa nama. Aku adalah Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mâhi (yang menghapus) karena Allah mengahapus kekafiran melalui diriku. Aku adalah al-Hâsyir (yang mengumpulkan) karena seluruh manusia akan berkumpul dibawah kakiku. Aku adalah al-Âqib (yang mengakhiri) karena tidak ada lagi nabi setelahku. (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Malik)[5] Lantas apa arti nama-nama ini? Saudaraku! Mari kita telusuri makna di balik nama-nama ini
Nama Pertama: Muhammad Muhammad, berarti terpuji, berasal dari akar kata hamd (pujian). Pujian diberikan dan dipersembahkan pada beliau. Muhammad adalah sebuah nama bagi orang yang melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan agung, sehingga dia berhak mendapatkan pujian atas perbuatannya, dan orang akan terus memujinya. Tak sekali pujian, tetapi terus-menerus; berkaliberkali. Inilah makna nama pertama beliau.[6] Muhammad, namanya saja sudah mulia, apa toh lagi orangnya. Sungguh kemuliaan itu terpancar dari nama yang melekat pada dirinya. Muhammad memang sudah sepatutnya mendapatkan pujian sebagaimana Allah telah memuliakan dia dengan beberapa keutamaan yang melekat padanya. Tidak ada manusia yang paling mulia di muka bumi ini melainkan sosok agung Muhammad yang telah Allah kehedaki untuk di muliakan.
Nama Kedua: Ahmad
2/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Ahmad adalah bentuk superlatif dari kata hamd, berarti “orang yang paling memuji kepada Allah”. Beliaulah orang yang paling memuji kepada Tuhannya. Muhammad berarti manusia yang paling banyak mendapatkan pujian dari manusia, sedangkan Ahmad adalah orang yang paling banyak memuji Allah. Tidak ada orang yang paling banyak memuji Allah dibandingkan beliau. Beliau adalah orang yang paling banyak pujiannya dibandingkan orang-orang yang memuji (ahmad al-hamidin). Karena itu, beliau bersabda ihwal pemberian syafaat pada Hari Kiamat, Saudaraku! Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa ssalam bersabda, “Aku lalu didatangi. Aku mengatakan: aku yang berhak memberikannya. Aku lalu berangkat dan meminta izin kepada tuhanku. Aku pun diberi izin. Aku lalu berdiri di hadapan-Nya. Aku memujinya dengan pujian yang sekaran aku tidak mampu mengarakannya. Allah mengilhamkan hal tersebut padaku. Setelah itu aku lalu bersimpuh sambil bersujud kepada-Nya. Lalu dikatakan padaku: Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Katakanlah, kata-katamu akan didengarkan. Mintalah, permintaanmu akan dikabulkan dan berilah syafaat, kamu akan diberi syafaat.” (HR Muslim)[7]
Nama Ketiga: al-Mâhi’ Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Aku adalah al-Mâhi” (yang menghapus). AlMâhi berarti nama yang dengannya Allah menghapus kekafiran. Setiap nabi diutus Allah untuk mengajak umatnya beriman, dan diantara mereka ada yang beriman. Setelah beberapa lama mereka kembali lagi menyembah selain Allah. Begitulah yang terjadi kepada setiap nabi Allah, mulai Nabi Nuh, Ibrahim, dan seterusnya. Hingga akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad shalallâhu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu menghapus kekafiran dan menghapus penyembahan berhala. Nabi Muhammad shalallâhu ‘alaihi wa sallam di utus kemuka bumi tidak lain adalah untuk menghapus segela bentuk penyembahan pada selain pada Allah, menyempurnakan atau menghapus risalah-risalah sebelumnya. Meskipun al-Mâhi’ sudah tidak bersama dengan kehidupan sekarang, namun dakwah menghapus kekafiran itu masih tetap berlangsung sampai detik ini,
Nama Keempat: al-Hâsyir Rasûlullâh shalallâhu ’alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah al-Hasyir” (yang mengumpulkan). Artinya, manusia dikumpulkan di belakang beliau. Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam adalah orang pertama yang dibukakan surga. Orang pertama yang memberi sekaligus diberi syafaat. Orang pertama yang menggandeng tangan kita ke surga dan orang pertama yang dikaruniai taman surgawi pada Hari Kiamat.
3/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Renungkanlah! Saudaraku! Renungkanlah, betapa kita sangat membutuhkan Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam agar bisa menyelamatkan kita dari berbagai kegelisahan yang terjadi pada hari kiamat. Hari kiamat, tahukan Anda apa hari kiamat itu? Hari kiamat adalah jeda yang amat panjang, amat menyeramkan dan menakutkan. Panas begitu menyengat. Dahaga begitu mencekik. Saat itu, setiap orang ingin minum agar terbebas dari dahaga. Setiap orang ingin berteduh dari sengatan terik matahari. Di tengahtengah kegalauan masal itu, Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam lalu berseru kepada TuhanNya, “Hai, Tuhanku, Umatku, umatku!” Allah pun berfirman, “Berangkatlah kamu dan keluarkan (dari api neraka) umatmu yang hatinya menyimpan iman, meski sebesar gandum.” Aku lalu berangkat dan melakukan (perintah Tuhanku). Aku kembali lagi dan memuji-Nya. Aku bersimpuh dan bersujud kepada-Nya. Kemudian dikatakan kepadaku, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Katakanlah, kata-katamu akan didengarkan, mintalah, permintaanmu akan dikabulkan, dan mohonlah syafaat, kamu akan diberik syafaat.” Aku lalu menjawab, “Hai, Tuhanku. Umatku, umatku.” Tuhan berfirman, “Berangkatlah kamu dan keluarkan (dari api neraka) umatmu yang di dalam hatinya ada iman meski sebesar biji sawi. Keluarkan ia dari api neraka”.aku lalu berangkat dan melakukan (apa yang diperintahkan Tuhanku).” (HR Bukhari)[8] Saudaraku! Renungkanlah, pada suatu saat, tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang itu sepertinya baru kali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasûlullâh menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah kebahagian demi kebahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasûlullâh, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasûlullâh menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasûlullâh dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Ku-haramkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad yang telah berada di dalamnya,” kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
4/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasûlullâh mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin mendekat dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasûlullâh pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajalnya,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasûlullâh mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyatnya maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.“ Badan Rasûlullâh mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Ûshîkum bis shalati, wa mâ malakat aimânukum –peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasûlullâh yang mulai kebiruan. “Ummatî, ummatî, ummatî?” - “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa bârik ‘alâ Muhammad wa sallim ‘alaihi. Saudaraku! Dalam riwayat tersebut di atas, sangat besar cinta Rasûlullâh kepada umatnya, sampai-sampai Rasûlullâh menyebutnya berulang-ulang. Bukankah kita umat beliau Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam? Yang selalu menyebut-menyebut umatnya saat malaikat maut menjemput beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Marilah dengan mengetahui nama-namanya, membaca sirahnya dan lain sebagainya kita mencintai beliau Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam melebihi dari segalanya termasuk diri kita.[]
Marâji’
Amru Khalid dan Aidh al-Qarni. 2006. Hubb al-Rasûl. Cairo: Dâr Ibn Hazm. Edisi Terj., Kangen Sama Rasul. Jakarta Selatan: Zaman Aidh Abdullah al-Qarni. 1423 H. Al-Misk wa al-Anbar fî Khuthab al-Minbar. tkp: Maktabah al-‘Abikin. Edisi Terj., 2006. Sentuhan Spiritual Aidh al-Qarni. Jakarta: Al-Qalam Imam Tirmidzi. 2007. al-Syamil Muhammadiyyah. Cairo: Darul Hadits, tt. Edisi Terj., Syamil Muhammad saw: Kumpulan Hadits Sosok Agung Muhammad. Jakarta Pusat: Pena Pundi Aksara Sunan al-Nasâ’î, kitab ‘al-Sahw’ hadits No. 1265 Sunan Abû Dâwud, kitab ‘al-Manâsik’ hadits No. 1745
5/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Shahih Muslim, kitab Al-Iman, hadits No. 286 Shahih al-Bukhari, kitab ‘al-Tauhid’, hadits No. 6956
* Mahasiswi Teknik Industri angkatan 2009 dan Asisten Lab IPO
[1] Sebenarnya tulisan ini bukan dari hasil mendengarkan kajian atau pengajian, namun di kutip dari karya Amru Khalid dan Aidh al-Qarni, Hubb al-Rasûl, (Cairo: Dâr Ibn Hazm, 2006), Edisi Terj., Kangen Sama Rasul, (Jakarta Selatan: Zaman, 2008), hlm. 3. Penulis mencoba untuk menarasikan dalam bentuk dialog supaya nyaman dalam membaca dan memhaminya.
[2] Aidh Abdullah al-Qarni, Al-Misk wa al-Anbar fî Khuthab al-Minbar, (tkp: Maktabah al-‘Abikin, 1423 H), Terj., Kuwais, Sentuhan Spiritual Aidh al-Qarni, (Jakarta: Al-Qalam, 2006), hlm. 375
[3] Sunan al-Nasâ’î, kitab ‘al-Sahw’ hadits No. 1265
[4] Sunan Abû Dâwud, kitab ‘al-Manâsik’ hadits No. 1745
[5] Shahih al-Bukhari, kitab Tafsir Al-Qur’an, hadits No. 4517, dan lihat dalam Imam Tirmidzi, al-Syamil Muhammadiyyah, (Cairo: Darul Hadits, tt), Edisi Terj., Syamil Muhammad saw: Kumpulan Hadits Sosok Agung Muhammad, (Jakarta Pusat: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 411
6/7
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[6] Amru Khalid dan Aidh al-Qarni, Hubb al-Rasûl, (Cairo: Dâr Ibn Hazm, 2006), Edisi Terj., Kangen Sama Rasul, (Jakarta Selatan: Zaman, 2008), hlm. 6
[7] Shahih Muslim, kitab Al-Iman, hadits No. 286
[8] Shahih al-Bukhari, kitab ‘al-Tauhid’, hadits No. 6956
7/7 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)