PROFESI
46
46 - 47 profesi.indd 46
MEI 2011
Menanti Payung Hukum Profesi Penilai Untuk mengatur profesi penilai dibutuhkan landasan hukum yang kuat. Kementerian Keuangan sudah mengajukan RUU Penilai ke DPR. Kepastian hukum dan eksistensi penilai menjadi harapan.
istimewa
E
ksistensi profesi penilai sepertinya bakal makin jelas tahun ini. Pasalnya, jika tidak ada aral melintang, Rancangan Undang-undang Penilai akan diajukan ke DPR oleh pihak Kementerian Keuangan sebagai usulan dari pemerintah. Ada tiga institusi yang terlibat dalam penyusunan draf RUU Penilai. Yakni Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Keka yaan Negara. Menurut Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kemenkeu Langgeng Subur, untuk mengatur profesi penilai sebagai sebuah sistem yang baik dibutuhkan landasan hukum yang kuat. Dia membandingkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Malaysia. Profesi jasa penilai diatur dengan peraturan setingkat UU. Dengan begitu, sangat penting untuk mengembangkan profesi jasa penilai. Apalagi, profesi ini mengambil peranan penting dalam kegiatan perekonomian negara. Langgeng mengharapkan regulasi setingkat UU ini dapat menempatkan profesi ini dengan sebenarnya. Para pengguna jasa dan masyarakat secara umum dapat memperoleh perlindungan dan kepastian hukum. Hal ini diperlukan karena profesi jasa penilai memiliki banyak persinggungan dengan kepentingan masyarakat. Misalnya, kepentingan pemegang saham atas nilai keka yaan suatu badan usaha, kepentingan masyarakat terhadap nilai ganti rugi atas tanah dan bangunan yang diambil alih untuk kepentingan umum, kepentingan individu akan nilai pajak properti, dan kepentingan investor atas nilai properti yang dijadikan underlying assets bagi pengajuan pinjaman ke bank. Untuk itu lanjutnya, penyusunan RUU Penilai harus memperhatikan segala kepentingan yang berkaitan dengan praktek penilaian. Dengan demikian ruang lingkup kegiatan
Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kemenkeu Langgeng Subur
yang diatur dalam RUU itu tidak ha nya terbatas pada penilaian atas obyek tanah atau bangunan (properti), akan tetapi juga obyek-obyek lain. Selain itu, dengan adanya RUU Penilai diharapkan dapat menjadi payung hukum yang mencakup semua jenis kepentingan dan profesi penilai di Indonesia serta tidak ada lagi mengkotak-kotakkan profesi ini. Saat ini, RUU Penilai sedang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan diharapkan dapat dimasukkan ke DPR pada awal tahun depan. Ketua Umum Masyarakat Penilai Indonesia Yusuf Hamid menjelaskan profesi jasa penilai membutuhkan payung hukum berupa UU. Tujuannya,
agar ada standardisasi dan penyatuan kelompok profesi penilai sehingga memudahkan tugas penilaian. Pasalnya, tambahnya, profesi penilai tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa payung hukum. Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah dan DPR segera melahirkan UU Penilai. Dia menjelaskan ketika perekonomian Indonesia melaju dengan pertumbuhan 6,40% hingga Maret 2011, keberadaan payung hukum Penilai Publik dalam bentuk UU sangat vital. Jika tidak diatur, bagaimana hasil penilaian itu dipertangungjawabkan di depan publik. Yusuf menambahkan keberadaan UU itu menjadi lebih penting karena Warta BPK
6/24/2011 4:18:35 PM
Warta BPK
46 - 47 profesi.indd 47
nantinya bisa mengatur sanksi bagi pemilik aset yang menolak diperiksa.
betapa pentingnya Penilai dipayungi dengan UU. Apalagi, setelah peristiwa IPO (Initial Public Offering) Krakatau Steel beberapa waktu lalu, yang Validitas Penilaian kabarnya terjadi dugaan adanya pengPendapat serupa jug dilontarkan hilangan aset negara. Namun, persoaanggota Komisi Keuangan DPR Ahsalan tersebut hingga kini belum diketanul Qosasi. Dia meminta pemerintah hui berapa nilainya dan bagaimana memperhatikan dengan cermat semekanisme penghilangannya, termatiap aspek profesi penilai dalam RUU suk apakah benar terjadi penghilangan aset. Kalau pun itu memang benar terjadi, berdasarkan apa penilaiannya. diketaSeperti hui, profesi penilai pertama kali diatur dengan Keputusan Menteri Keungan Nomor 1.677/1976 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Perseroan Terbatas dalam Rangka Penjualan Saham-sahamnya di pasar Modal. Selanjutnya pada 1977, terbit Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 161/1977 tentang Ketentuan Perizinan Ketua Umum Masyarakat Penilai Indonesia Yusuf Hamid Usaha Penilai. Bleid ini menjadi awal payung hukum beroperasinya perusaitu. haan penilai di Indonesia. Mantan praktisi perbankan ini Selanjutnya pada 1996, terbit juga mengingatkan pentingnya vaKeputusan Menteri Keuangan No. 57/ liditas hasil penilaian. Sebab, hasil 1996 tentang Jasa Penilai. Keputusan penilaian mempengaruhi banyak hal Menkeu ini mengatur mengenai izin berkaitan erat dengan kepentingan penilai yang melekat pada pribadi rakyat. Misalnya, keinginan pemidan penilai harus bersertifikat. lik modal untuk menambah saham pada 2002 kembali terbit Kepudi bank, juga melihat hasil penilaian tusan Menteri Perindustrian dan tersebut. Perdagangan No. 594/2002 tentang Ahsanul meminta tim penyusun Ketentuan Perizinan Usaha Jasa PeRUU memikirkan mekanisme sanksi nilai. Namun, kini para penilai patut bagi penilai jika hasil penilaiannya bersyukur. Sebab, berbagai lembaga tidak benar. “Termasuk kemungkinan negara tengah menyusun draf RUU sanksi pidana meski ini akan menjadi Penilai. Diharapkan, tahun ini sudah perdebatan panjang,” katanya. masuk program legislasi nasional Dekan Fakultas Universitas IndoDPR. nesia Firmanzah juga memandang bw istimewa
tahun depan, dunia akuntansi Indonesia telah menggunakan sistem fair value, dengan diterapkannya IFRS (International Financial Reportir Standar) yang dalam laporan keuangannya wajib dilakukan penilaian. Selama ini sektor-sektor yang sa ngat erat dengan penilaian adalah perbankan dan pasar modal. Dalam dunia perbankan, pentingnya pera nan penilai publik berkaitan dengan nilai agunan debitur. Demikian pula di pasar modal tak bisa lepas dari kegiatan penilaian. Selama ini, lanjutnya, terdapat dua kategori penilai berpraktek sehari-hari. Penilai pemerintahan yang menaksir kekayaan negara dan penilai swasta yang menaksir nilai aset nonpemerintah. Penilai sektor privat, yang tergabung dalam organisasi Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) jumlahnya sekitar 2.000 orang. Namun, dari jumlah itu baru 316 yang sudah mengantongi izin dari Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, Yusuf menegaskan pentingnya pengesahan segera RUU Penilaian. Menurut dia, UU harus memuat klausul pembentukan Dewan Standar Penilai. Dewan ini merupakan gabungan profesi penilai pemerintah dan swasta. Kewenangan Dewan adalah membuat kriteria penilaian dan sertifikasi penilai. Hasil sertifikasi penilai ini direkomendasi kepada Menteri Keuangan untuk disahkan. Untuk itu, Mappi meminta RUU mengatur persyaratan minimum seorang dapat menjadi penilai secara profesional Yusuf juga menyoroti masalah akses penilai kepada pemilik aset. Pasalnya, saat ini tidak ada aturan hukum yang dapat membuat penilai memaksakan tindakan penilaian. Jika pemilik aset menolak diperiksa atau memberi data, proses penilaian pun batal dilakukan. “Ternyata banyak pihak yang asetnya tidak ada apa-apa alias bodong. Itu yang menyebabkan kerugian bank selama ini,” jelasnya. Jadi, dia berharap RUU Penilai
MEI 2011
47
6/24/2011 4:18:36 PM
ROAD TO WTP
48
MEI 2011
48 - 49 ROAD TO WTP.indd 48
Sleman Terus Kerja Keras Capai WTP Meski tahun lalu sejumlah wilayah di Kabupaten Sleman terkena dampak erupsi Gunung Merapi, akan tetapi Bupati Sleman Sri Purnomo tetap optimistis mampu menjadi salah satu kabupaten termaju di seluruh Indonesia.
warta bpk-rianto
D
engan bekal sejumlah prestasi yang telah dicapai di antaranya sebagai kabu paten dengan Indeks Pem bangunan Manusia (IPM) tertinggi dan PDRB yang terus meningkat, Sleman bertekad menjadi kabupaten yang terbaik. Kini Pemkab Sleman terus berupaya mengembangkan pembangunan di berbagai sektor demi kemajuan dan peningkatan ke sejahteraan masyarakat. Bila dilihat dari data keuangan se cara keseluruhan, hingga 2009 masih terjadi defisit. Namun, jika dicermati lagi, dari tahun ke tahun menunjuk kan tren yang membaik. Sangat wa jar bila akhirnya BPK, sejak 2008, memberikan Opini WDP (Wajar De ngan Pengecualian) terhadap lapo ran keuangan Kabupaten Sleman. Berdasarkan data BPK, pendapa tan Kabupaten Sleman pada 2009 mencapai Rp946,48 miliar, atau me ningkat 14,72% dibandingkan de ngan tahun sebelumnya Rp825,00 miliar. Sumbangan peningkatan tertinggi berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat 31,73%, yaitu dari Rp120,66 miliar menjadi Rp140,63 miliar. Meskipun secara proposional dana perimbangan tetap menjadi sumber pendapatan daerah terbesar, akan tetapi dari tahun ke tahun ter jadi kecenderungan semakin menu run, dari 79,33% pada 2004 menjadi 72,79% untuk 2009. Sebaliknya, pada periode yang sama porsi PAD terha dap pendapatan daerah semakin me ningkat yaitu dari 12,25% menjadi 14,86%. Sementara itu, realisasi belan ja pada 2009 mencapai Rp906,61 miliar. Terdiri dari belanja operasi sebesar Rp770,76 miliar, dan belanja modal Rp98,39 miliar, dan belanja transfer Rp37,15 miliar . Realisasi belanja ini naik 20,54% dari tahun sebelumnya Rp752,11 miliar. Di APBD 2010, pendapatan Ka bupaten Sleman mencapai Rp1,096 triliun dengan total belanja sebesar Rp1,244 triliun sehingga terjadi de
Bupati Sleman, Sri Purnomo
fisit sebesar Rp147,387 miliar. Sehubungan dengan adanya nota kesepahaman antara Pemprov, Pemkab/Kota Daerah Istimewa Yog yakarta dengan BPK, Sri Purnomo mendukung sepenuhnya. Menurut dia, kerja sama itu akan semakin memperjelas hubungan Pemkab Sle man dengan BPK. Bahkan, tambahnya, jauh-jauh hari Pemkab Sleman sebenarnya me mang telah berusaha mempersiapkan semua sarana, termasuk sumber daya manusia (SDM), yang intinya sejalan dengan isi MoU dengan BPK itu. Dia mencontohkan beberapa ta hun ini pihaknya secara tepat waktu selalu menyiapkan dengan sebaik-
baiknya dan sesempurna mungkin laporan keuangan. Bahkan, selain menyangkut masalah pelaporan keuangan, juga selalu melaporkan masalah kelembagaan serta peruba han mindset birokrasi. “Seperti juga yang telah dilakukan oleh Pemprov DIY, yang pertamatama kami persiapkan adalah SDM,” jelas Sri Purnomo yang didampingi wakilnya Yuni Setia Rahayu belum lama ini. Hal ini penting karena SDM meru pakan salah satu kunci keberhasilan. Oleh karena itu, tambahnya, dari wak tu ke waktu pihaknya selalu memper siapkan SDM agar mumpuni sehingga tidak tertinggal dari perkembangan Warta BPK
6/24/2011 4:19:28 PM
Kendala SDM dan Aset
Namun, Sri Purnomo mengakui pengembang semua itu membutuh kan dana yang tidak sedikit. Selain mempersiapkan SDM yang mumpuni, pihaknya juga harus menyiapkan ang garan yang tidak sedikit untuk mengup grade peralatan yang ada serta memberikan proteksi yang memadai, mengingat data ini sangat penting tapi rentan. Menyinggung kewenangan BPK di bidang pengawasan, Sri Purnomo menegaskan belakangan ini Pemkab Sleman selalu mendapat bimbingan dari BPK, termasuk BPK pusat. “Di lingkungan kantor, penekanan disiplin ada tiga yaitu waktu, peker jaan, dan anggaran. Dengan demiki an anggaran yang kita keluarkan itu benar-benar anggaran yang berbasis kinerja. Pelaporan yang kita susun juga harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sehingga pada saat hasil kinerja kita itu dilaporkan ke publik dan media, kita sudah siap dan dapat melakukan semua itu dengan baik,” ujarnya. Dia yakin dengan kerja keras yang sudah dilakukan selama ini Sleman pasti mendapatkan opini WTP. Kendala lain yang selama ini sering menjadi catatan BPK, secara terus te Warta BPK
48 - 49 ROAD TO WTP.indd 49
rang Sri Purnomo menunjuk masalah aset. Sekalipun sejak 5 tahun yang lalu pembenahan perhitungan aset negara di mulai, tapi hal ini masih sering men jadi kendala . Sri Purnomo mengaku setiap ta hun memperbaiki laporan tentang aset dengan mencari dan mengumpulkan dokumen pendukung sehingga asetaset yang ditemukan itu benar-benar murni menjadi milik Sleman. Hasil nya, setiap tahun pasti ada temuan se hingga pelaporan keuangannya terus membaik. Dia juga mengakui kendala lain yang sering terjadi adalah adanya per bedaan penafsiran. Namun, hal itu se lalu bisa diatasi dengan cara mendis kusikan dengan BPK dan mengurai persoalan itu sampai sejelas-jelasnya. Sebagai pelaku lapangan yang mengerjakan dari A sampai Z, ter kadang pihaknya merasa apa yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan. Namun, BPK menganggap belum se penuhnya benar. Bila terjadi seperti ini pemecahannya dapat dibawa ke dinas yang muaranya ke inspektorat, BPKP, dan juga dikonsultasikan ke BPK . “Jadi salah satu kuncinya adalah diskusi. Dengan adanya MOU ini kami akan selalu selalu berkonsultasi dan
bekerjasama dengan BPK untuk men cari pemecahan agar cara menghi tungnya sama dan sesuai dengan per aturan.” Apakah bencana yang sering me nimpa Sleman tidak menjadi kendala tersendiri? “Bencana alam ini bukan kita yang meminta dan kita juga tidak dapat menolaknya. Antisipasi memang selalu dilakukan. Namun, tetap saja ada kerugian yang semuanya harus kita pertanggungjawabkan dengan baik,” katanya. Cara mengatasinya adalah setiap ada bencana pihaknya segera turun ke lapangan untuk menginventarisir kerusakan dan kerugian. Selajutnya dilaporkan ke pemerintah pusat, di nas/departemen terkait, termasuk ke BPK. “Seperti pada 2006, terjadi gempa besar di Yogyakarta selatan. Wilayah kita yang benar-benar mengalami kerusakan ada di dua kecamatan. Di Kalasan, setengah wilayah kita luluh lantak. Di Depok, seperempat wilayah hancur. Karena sejak awal kita sudah berkoordinasi dengan BPK, sehingga bisa ikut langsung mengawasi dan semua laporan keuangan bisa kami pertanggungjawabkan secara benar dan tepat,” jelasnya. bd
warta bpk-rianto
pemerintah pusat maupun dari dae rah lain. Dalam hal e-audit, Pemkab Sle man juga terus menerus menggen jot tenaga TI serta menyiapkan pe rangkatnya. Bahkan, belakangan ini Pemkab Sleman mengirimkan bebe rapa tenaga TI mempelajari masalah jaringan, termasuk mendorong se jumlah karyawan agar mengambil jenjang pendidikan S2, karena Pem kab Sleman meyakini untuk ke de pannya masalah TI akan menjadi tu lang punggung pemerintahan. “Dalam hal peningkatan SDM kami juga telah merekrut para sarja na akuntansi, terutama yang pengua saan komputernya mumpuni agar sinergi dengan BPK atau dengan in stansi lain semakin lancar,” katanya.
Usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPK dengan Pemda se-provinsi DIY.
MEI 2011
49
6/24/2011 4:19:29 PM
BPK DAERAH
B
PK Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan perwakilan pertama dan tertua di Indonesia. Oleh karena itu, seiring sejarah perjalanan BPK, perwakilan ini mengalami perubahan peranan, nama, serta jumlah entitas yang menjadi wilayah pemeriksaannya. Pada akhir periode 1978-1983, berdasarkan Surat Keputusan BPK No 20/SK/K/1979 telah ditetapkan satu Perwakilan Kantor BPK di Jogjakarta dengan lingkungan pemeriksaan meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Te ngah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta BUMD yang ada di Provinsi-provinsi tersebut. Namun, setelah terakhir terjadi beberapa kali penyempurnaan dalam tubuh organisasi, ditetapkan dengan Keputusan saat ini Perwakilan BPK di DI Yogyakarta hanya memiliki enam entitas yaitu Provinsi DI Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman,
50
MEI 2011
50 - 51 bpk daerah revisi judul.indd 50
Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. “Kami melihat hasil laporan pe ngelolaan keuangan negara yang dilakukan pemprov pemkab/kota di provinsi DI Yogayakarta terus membaik. Selain laporan itu sistematis, juga selalu tepat waktu, sehingga sangat wajar bila mereka berharap tahun ini opini bisa naik kelas dari WDP ke WTP,” ujar Kepala Perwakilan BPK Provinsi DI Yogyakarta Sunarto, belum lama ini. Dia menuturkan sejak dia menjabat sebagai Kepala Perwakilan tahun lalu, tidak mengalami kesulitan berarti. Selain hubungan antarinstansi pemprov, pemkab/kota cukup sinergi, setiap entitas juga memiliki SDM yang mumpuni. Alhasil, semua laporan sudah tertata dengan baik dan tepat waktu. “Terus terang, DI Yogyakarta ini wilayahnya tidak terlalu luas. Sementara anggarannya juga tidak terlalu
besar. Jadi untuk mempertanggungja wabkannya tidak terlalu pelik. Harus diakui terkadang masih ada saja perbedaan persepsi antara kita sebagai pemeriksa dan pemda sebagai auditee. Namun, pada umumnya semua itu bisa kita diskusikan dan diselesaikan dengan baik,” ungkapnya. Tahun ini, lanjutnya, semua laporan keuangan bisa dikategorikan sudah bagus. Namun, yang paling belakang menyerahkan laporan adalah Kabupaten Sleman. Alasannya, mereka menginginkan masalah aset yang selama ini selalau menjadi kendala benar-benar bisa selesai. “Ini wajar karena Sleman memiliki obsesi mengejar WTP. Yang jelas, laporan itu diserahkan kepada BPK tidak melewati batas waktu yang ditetapkan.” Lantas apa rencana tahun ini, Sunarto menjelaskan pihaknya akan melaksanakan rencana strategi (Renstra) yang telah ditetapkan BPK PuWarta BPK
6/24/2011 7:20:36 PM
sat. Inti dari Renstra itu salah satunya meningkatkan kualitias sumber daya manusia dan kualitas hasil audit. Untuk itu, pihaknya telah menyelenggarakan berbagai pendidikan dan latihan (Diklat) yang menyangkut hal-hal teknis. Misalnya, meningkatkan kemampuan TI guna penanganan masalah administrasi, masalah pela poran, protokuler, pendokumentasian, termasuk mempersiapkan pelaksanaan e-audit. “Saat ini, kita akan mempersiapkan para ahli. Belakangan ini kita ba nyak diminta oleh instansi lain guna menjadi ahli, baik dalam persidangan atau pada peristiwa lainnya. Oleh karena itu, selain melakukan pembinaan secara intensif kepada para ahli yang ada di BPK, kita juga akan menyiapkan ahli-ahli dari disiplin ilmu lain yang berada di luar BPK guna membackup tugas dan kewenangan BPK,” tegasnya. Menurut dia, keberadaan para ahli dari luar BPK sangat penting. Pasalnya, pekerjaan yang dilakukan BPK tak hanya sekadar melakukan audit keuangan, akan tetapi terkadang berkaitan dengan hal-hal teknis pada disiplin ilmu lain. Misalnya, ahli teknik yang mampu menghitung konstruksi jembatan, pembuatan dan pengaspalan jalan, serta konstruksi bangunan. Bentuk latihan lain dilakukan melalui simulasi persidangan dalam menghadapi satu kasus. Dia menjelaskan dari hasil evaluasi diketahui kendala yang dihadapi adalah minimnya pengalaman sidang. “Kalau dibandingkan dengan para penegak hukum lain, ahli dari BPK ini memang sangat jarang tampil di muka persidangan. Akibatnya, pengetahuannya tidak bisa disampaikan dipersidangan secara maksimal.” Sunarto menjelaskan guna menambah pengalaman itu ada beberapa solusi yang tengah ditempuh. Pertama, pihaknya harus sering-sering melakukan simulasi. Kedua, setiap BPK Pusat mengadakan pelatihan peradilan semu, secara bergilir mereka akan disertakan dalam kegiatan itu. Warta BPK
50 - 51 bpk daerah revisi judul.indd 51
Ketiga, mengundang instansi penegak hukum lainnya untuk memberikan semacam pembekalan menyangkut apa dan bagaimana tugas, wewenang serta kedudukan Ahli dalam suatu perkara. “Saya menekankan saksi ahli, karena kehadiran BPK itu biasanya diminta sebagai Ahli terkait dengan pengetahuannya. Jadi memang harus jelas sebatas apa saja yang boleh disampaikan dan menjadi kewenangan BPK untuk disampaikan ke pengadilan,” tegasnya. Sebagai contoh, ada instansi yang memiliki kewenangan dalam penyidikan meminta BPK untuk menetapkan jumlah korupsi dari hasil penyidikan yang mereka lakukan. Hal ini ditolak karena di luar wewenangnya. “Kalau penyidikan itu merupakan tindak lanjut dari hasil temuan kami, pasti permintaan itu kami penuhi. Namun, kalau kami hanya diminta jadi stempel tentu akan ditolak,” katanya. Menanggapi usulan seharusnya setiap pemeriksaan ahli BPK menyangkut kinerja pihak luar seperti pemerik saan sampel dan pemeriksaan laboratorium, disertai dengan berita acara, Sunarto mengatakan bahwa hal itu memang prosedur audit yang bagus. Namun, tak bisa dipungkiri kadang-kadang ada pemeriksa BPK yang lupa bila semua pemeriksaan itu harus disertai berita acara yang tidak hanya ditandatangani dari BPK seba gai pemeriksa, tetapi juga harus diikuti tanda tangan orang yang melakukan pekerjaan tersebut, termasuk petugas lapangan, dan auditee.
Lemah e-audit
Menyangkut e-audit, Sunarto mengakui pihaknya masih lemah karena e-audit merupakan hal baru dan membutuhkan keahlian khusus. Namun, secara umum semua entitas yang berada di bawah lingkungan pemeriksaannya sudah mulai mencoba untuk membangun akses data dengan BPK. Sejak beberapa bulan lalu, tuturnya, kami sudah keliling ke provinsi, kabupaten/kota DI Yogyakarta untuk meyakinkan dan melaku-
kan koordinasi tentang implementasi e-audit. “Kita mulai dari provinsi dan kota DI Yogyakarta dengan membawa tim ahli dan biro hukum. Setelah melakukan paparan, ternyata mereka sangat mendukung. Akhirnya, kita lanjutkan ke Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul,” paparnya. Jadi, sekalipun waktu itu draf dari BPK Pusat belum ada, dirinya minta dikirimkan tenaga TI dan Biro hukum, dengan draf MoU dari Provinsi Banten sebagai acuan. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya semua kepala daerah menye tujui. Sekarang ini, Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul menyatakan sudah siap. Sementara itu, Bantul dan Kulon Progo yang semula masih sedikit ada gangguan, sekarang juga sudah siap. Untuk kesiapan SDM, secara mentalitas dan moralitas sangat bagus dan anggaran juga tidak terlalu besar. Oleh karena itu, laporan keuangan juga cukup bagus. Bahkan saat ini, hasil laporan keuangan Kota Yogyakarta sudah mendapatkan opini WTP. Sementara semua kabupaten mendapatkan WDP. “Hampir semua kabupaten memiliki catatan yang sama yaitu soal aset. Namun, pada tahun ini mereka sudah mulai memperbaiki,” tegasnya. Sunarto berharap dengan SDM yang memadai semoga tiap tahun laporan keuangan di wilayah Provinsi DI Yogyakarta semakin baik. Apalagi, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X sudah memberikan contoh bahwa pengelolaan keuangan yang baik tujuan akhirnya adalah mensejahterakan masyarakat. “Jadi tata kelola keuangan yang tertib, dan taat pada peraturan perundang-undang merupakan modal bagi pemerintah setempat untuk memberikan pertanggungjawaban keua ngan kepada masyarakat. Sehingga opini BPK bisa dikatakan merupakan cermin kinerja pemprov, pemkab/ kota yang memiliki nilai strategis. Oleh karena itu, mereka selalu berlomba dan berusaha untuk memperbaiki laporan,” tegasnya. bd MEI 2011
51
6/24/2011 7:20:36 PM
AKSENTUASI
D
i negara manapun, tidak ada jabatan publik yang diraih dengan gratis. Di negara maju maupun negara berkembang, sami mawon. Yang membedakan adalah bagaimana biaya politik itu didapat. Presiden Amarika Serikat Barack H. Obama mengumpulkan dana kampanye melalui konvensi penggalangan dana yang melibatkan konstituen. Para pendukungnya juga berkesempatan menyumbang meski US$5. di Indonesia lain lagi. Konstituen justru mengharapkan kucuran dana atau saweran dari calon pejabat. Itu sebabnya, begitu terpilih menjadi penjabat public yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan modal yang telah dikucurkan. Ini terjadi baik di legislatife maupun di eksekutif. APBN atau APBD menjadi sasaran utama dan pertama. Pejabat public yang terkena kasus pidana hampir sebagian besar urusannya terkait dengan anggaran. Ini sudah menjadi pengetahuan public. Rupanya bukan hanya anggaran yang menjadi ajang bancakan. Aset Negara atau daerah juga tidak luput dari penjarahan baik secara halus atau terang-terangan. Di sejumlah daerah penjarahan asset dilakukan melalui mekanisme tukar guling.
Dasar hukum
Proses penjarahan asset melalui tukar guling atau ruislag memang tidak mudah dideteksi karena secara formalitas telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun bila ditelisik lebih dalam akan tampak jejak permainan yang mereka lakukan. Ketentuan mengenai pengelolaan barang negara atau daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6/2006 yang terakhir diubah dengan PP Np. 38/2008. Pada dasarnya, barang milik negara/daerah harus dikelola berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan
52
52 - 54 akentuasi.indd 52
MEI 2011
Merampok aset daerah melalui ruislag
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengelolaan asset tersebut meliputi: a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b. pengadaan; c. penggunaan; d. pemanfaatan; e. pengamanan dan pemeliharaan; f. penilaian; g. penghapusan; h. pemindahtanganan; i. penatausahaan; j. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Dalam PP tersebut jelas semangat dalam pengelolaan barang Negara atau daerah adalah bagaimana memaksimalkan manfaat bagi Negara. Namun yang sering terjadi justru sebaliknya. Banyak daerah yang berusaha mengambil keuntungan untuk kepentingan dirinya atau orang lain melalui rekayasa nilai. Modus yang paling banyak
dipakai adalah tukar menukar atau biasa disebut tukar guling atau ruislag. Modus ini lebih disenangi karena mereka bisa menangguk dua kali keuntungan yaitu mengecilkan nilai asset pemerintah dan meninggikan nilai asset swasta yang akan ditukar. Dalam PP No. 6/2006 qq PP No. 38/2008, nilai barang yang akan ditukar harus dilakukan penilaian untuk mendapat nilai wajar, dengan estimasi terendag menggunakan NJOP (nilai jual objek pajak). Penilaian dapat dilaksanakan oleh penilai independen, yang ditunjuk oleh gubernur, bupati atau walikota tergantung siapa pemilik asset tersebut. Namun penilaian asset oleh penilai independen sekalipun sering kali terasa aneh dan cenderung menguntungkan swasta. Berikut salah satu contoh nyata bagaimana penilaian asset untuk keperluan tukar guling dilakukan oleh pemerintah kota dan swasta. Nama kota dan nama swasta disamarkan. Warta BPK
6/24/2011 4:21:49 PM
I. Tanah A milik Pemkot. No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
103.000
18.100
Rp1.864.300.000
Harga Wajar naik
88,86%
2.
Penilai Independen
194.530
18.000
Rp3.521.000.000
II. Tanah B milik Pemkot No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
160.000
45.190
Harga wajar naik
3,12%
45.190
Rp7.230.400.000
2.
Penilai Independen
164.992
Rp7.456.000.000
III. Tanah C milik Pemkot No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
243.000
60.675
Harga wajar naik
2,88%
60.675
Rp14.744.025.000
2.
Penilai Independen
250.003
Rp15.169.00.000
IV. Tanah D milik Pemkot No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
243.000
43.260
Harga Wajar naik
2,88%
43.260
Rp10.512.180.000
2.
Penilai Independen
250.000
Rp10.815.000.000
V. Tanah E milik Swasta No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
64.000
204.816
Rp13.108.224.000
Harga wajar naik
2.
Warta BPK
52 - 54 akentuasi.indd 53
Penilai Independen
110.509 72,67%
204.816
Rp22.634.000.000
MEI 2011
53
6/24/2011 4:21:49 PM
AKSENTUASI Berdasarkan kalkulasi tersebut maka: 1. Aset Pemkor dinilai 2. Aset Swasta
Rp36.961.000.000 Rp22.634.000.000
Kewajiban swasta setor ke APBD Rp14.327.000.000
I. Tanah A
Pertanyannya, mengapa harga wajar yang dipakai penilai independen untuk asset pemkot naiknya sangat rendah? Masing-masing naik 88,86%, 3,12%, dan 2,88%. Sementara harga wajar milik swasta naik sangat tinggi yaitu semua naik 72,67%. Jika nilai wajar asset milik Pemkot disamakan dengan milik swasta maka nilainya menjadi:
No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
103.000
18.100
Rp1.864.300.000
2.
Nilai Wajar
II. Tanah B
177.850
18.000
Rp3.201.300.000
No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
160.000
45.190
Rp7.230.400.000
2.
Nilai Wajar
III. Tanah C
276.272
45.190
Rp12.484.731.680
No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
243.000
60.675
Rp14.744.025.000
2.
Nilai Wajar
IV. Tanah D
419.588
60.675
Rp25.458.501.900
No.
Dasar Perhitungan
Harga/m2
Luas (m2)
Taksiran harga
1.
NJOP 2007
243.000
43.260
Rp10.512.180.000
2.
Nilai Wajar
419.588
Dengan Pola Penghitungan sederhana ini maka asset yang dipertukarkan tersebut sbb: 1. Nilai asset Pemkot
Rp59.285.910.460
2. Nilai aset Swasta
Rp22.634.000.000
Sehingga yang harus disetor ke APBD
Rp36.661.910.460
Secara sederhana saja tampak bahwa pemkot mengalami
54
52 - 54 akentuasi.indd 54
MEI 2011
43.260
Rp18.151.376.880
kerugian hingga Rp22 miliar. Belum lagi kalau melihat kondisi fisik tanahnya. Tanah milik pemkot berada di tengah kota dan berupa lahan kering, sementara tanah milik swasta adanya di tepi laut berupa tambah. Dengan demikian seharusnya nilai wajar tanah pemkot secara presentase naik lebih tinggi dibanding tanah milik swasta. Jadi meski secara formal ruislag tersebut bisa dipertanggungjawabkan, namun secara material perlu diuji lebih lanjut. wit
Warta BPK
6/24/2011 4:21:49 PM
INMEMORIAL
Selamat Jalan Pak Herman Innalillahi wa inaillaihi roji’un.... Hari ini, Indonesia berduka...seperti hati kita yang diselimuti kesedihan yang mendalam atas kepergian Bapak Herman Widyananda pagi tadi.. Belum terpikir oleh saya, bagaimana BPK tanpa kehadiran beliau, karena peristiwa ini begitu mendadak dan jauh di luar rencana kita sebagai manusia biasa yang hanya berencana.... (Ketua BPK Hadi Poernomo)
P
ada hari Senin (20/6) lalu, sekitar pukul 06.30 WIB, Wakil Ketua BPK Herman Widyananda menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Jakarta. Sudah beberapa lama, beliau menderita kanker hati. Herman Widyananda wafat pada usia 51 tahun. Meninggalkan keluarga terkasih, sang istri Susi Satriana, dan tiga anak yakni Diani Nabila Widyaputri, Ahmad Alfinur Aldi Widyaputra, dan Ahmad Antanur Aldi Widyaputra. Jenazah disemayamkan di kediamannya, Jalan Denpasar 17 Blok C.3, Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 09.00 WIB. Sekitar pukul 13.00 WIB dibawa ke Kantor Pusat BPK untuk disalatkan di Masjid Baitul Hasib BPK. Lalu, pada pukul 14.00 disemayamkan di Auditorium BPK untuk dilakukan upacara pelepasan jenazah. Sekitar pukul 14.30 WIB, jenazah almarhum dimakamkan di TPU Karet Bivak, Pejompongan, Jakarta Pusat. Almarhum Herman Widyananda lahir di Kota Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada 28 Mei 1960. Beliau menjabat sebagai Anggota BPK sejak 2007. Anggota IV BPK Bidang Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur, periode 2007-2009. Kemudian pada periode kepemimpinan Ketua BPK Hadi Poernomo (2009-2014), beliau menjabat sebagai Wakil Ketua. Sebelum menjadi Anggota BPK, Herman pernah menjadi anggota DPR pada dua periode 1993-1999 dan 2003-2007. Saat menjadi anggota Komisi XI DPR, mulai menggeluti keuangan negara. Modal yang cukup penting untuk terjun di kepemimpinan BPK. Pada periode pertamanya sebagai anggota DPR, pada 1998, beliau salah satu inisiator hak angket dan pimpinan panitia khusus kasus Bank Bali. Pengalamannya lengkap. Bukan hanya sebagai politisi. Namun, di bidang pendidikan, dia menjadi pengajar di Warta BPK
55 - in memorial.indd 55
beberapa perguruan tinggi. Bahkan, pernah menjadi direktur utama di dua perusahaan konsultan. Tak hanya itu, selama di bangku kuliah, Herman aktif dalam berorganisasi. Mulai dari aktivis kampus, hingga organisasi mahasiswa nasional. Tampuk pimpinan organisasi mahasiswa nasional pun pernah dia jabat Dengan sedemikian banyak kegiatan yang dilakukannya, tak heran jika banyak tokoh yang mengenal beliau. Saat jenazah beliau disemayamkan di rumah duka dan kantor pusat BPK, tak kurang beberapa tokoh politik dan pejabat pemerintahan melayat. Mulai dari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, sejumlah anggota DPR, dan kalangan lainnya. Semoga apa yang telah dikerjakannya mendapat imbalan yang setimpal. Semoga Arwahnya diterima di sisi Allah SWT. Semua dari Allah, dan semuanya kembali kepada Allah... and/bw Selamat Jalan Pak Herman. Riwayat Pendidikan:
• Insinyur Teknik Arsitektur ITS lulus 1986 • Sarjana Ekonomi Universitas Terbuka lulus 1995 • Magister Sains Perencanaan Lingkungan, Universitas Indonesia, lulus 1995 • Doktor IPB, Program Keteknikan dan Teknologi Informasi, lulus 2006
Riwayat Organisasi: Ketua Senat Mahasiswa Jurusan Arsitektur ITS periode 1982- 1983 Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (FPSP) ITS, 1983-1984 Ketua Umum PB HMI, 1988-1990 Ketua DPP KNPI, 1990-1993 Departemen Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar, 1998- 2004 Sekretaris Jenderal Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), 1999-2004 Anggota Dewan Kehormatan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo), 2006-2010 Riwayat Pekerjaan/Jabatan Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Tarumanegara, 1986- 1988 Dosen Jurusan Arsitektur ISTN, 1986-2011 Direktur Utama PT. Meksa Matra Jasatama, 1988-1993 Anggota DPR RI, 1993-1999 Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Pancasila, 1995-2011 Direktur Utama PT. Tridaya Cipta Pertama Konsultan, 1999- 2003 Anggota DPR RI, 2003-2007 Anggota BPK RI, Bidang Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur, 2007-2009 Wakil Ketua BPK RI, 2009-2011 MEI 2011
55
6/24/2011 8:52:34 PM