MEMPERTAHANKAN IDEALISME PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT DAN DI PUSKESMAS Drs. Hendra Samudrasono, MSi, Apt. (Konsultan Farmasi Klinik Keliling Puskesmas) Perubahan pola berpikir dalam memandang masa depan apoteker tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan kita, karena sejarah masa lalu memang sangat berperan terbentuknya pola berpikir seperti sekarang ini. Untuk itu, sangat diperlukan perubahan yang mendasar sebagai berikut ( saya batasi sesuai dengan bidang Farmasi Klinik) : 1. Kurikulum pendidikan yang berorientasi apoteker ke depan dapat bersentuhan dengan pasien atau tenaga kesehatan lain (untuk calon apoteker masa depan). 2. Bagi lulusan produk masa lalu, diperlukan penyegaran dengan pendidikan berkelanjutan yang merupakan tanggung jawab terutama Fakultas Farmasi dan ISFI serta organisasi dibawahnya seperti Hisfarsi atau Hisfarma. Dan ini bersifat wajib dengan pemberian sertifikasi (sudah mulai dilaksanakan dan diharapkan frekuensi lebih banyak, yang akhir-akhir ini cenderung menurun). Perubahan memang tidak mudah dan harus dimulai kesadaran kepedulian pada profesi kita dari diri kita sendiri. Hal ini yang terjadi pada diri saya setelah merasakan adanya kekurangan pada diri saya dengan pertanyaan “apa yang bisa saya perbuat yang dapat dirasakan oleh masyarakat langsung terkait dengan obat”. Ternyata selama ini dalam sejarah karir saya terutama sebagai PNS saya merasakan banyak didominasi masalah Manajemen Obat mulai dari Gudang Farmasi sampai dengan Rumah Sakit dan sangat sedikit bersentuhan dengan pasien, selain itu, karena pekerjaan dominasi pada manajemen sehingga menyebabkan persepsi bahwa apoteker tidak lebih hanya pengelola obat yang bertugas mencukupi kebutuhan obat terutama “pesanan dokter terkait dengan gencarnya promosi detailer” dan alat untuk menyusun perencanaan obat saja. Berdasarkan seperti ini saya berpikir (dan mungkin tenaga kesehatan lain serta para structural baik di RS maupun di Dinas bahkan di Pemerintah daerah) bahwa pekerjaan seperti di atas bukan spesialisasi apoteker karena tenaga umumpun relative bisa melaksanakan, sehingga ada perasaan krisis kebanggaan dan jati diri sebagai apoteker. Dengan adanya pelatihan Farmasi Klinik di UGM dan melihat perkembangan Farmasi Klinik di Negara tetangga lebih maju, maka saya menemukan keinginan saya untuk dapat bersentuhan secara langsung dengan pasien, ternyata dengan ijin Allah, Direktur RS (dr Teguh) bisa saya yakinkan dan saya diberi beasiswa SPP untuk belajar Farmasi Klinik (S2) di UGM tahun 2002 dan bisa saya selesaikan tahun 2004. Permasalahan berikutnya
adalah tugas Farmasis Klinik menimbulkan sebagian dari dokter merasa terapi dimonitoring bahkan diambil alih, sehingga membutuhkan waktu untuk menjelaskan bahwa Farmasis klinik bagian dari tim yang menunjang peningkatan kualitas hidup pasien. Sosialisasi berhasil dengan adanya remunerasi untuk konsultasi dokter dan pasien kepada apoteker. Sembari sosialisasi, saya membangun infrastruktur yang dapat memudahkan menjalankan Asuhan Kefarmasian dengan mendirikan depo farmasi di ruangan melalui manajeman Sistem Revolving Fund dengan didukung Komite Medik. Selama proses ternyata tidak mudah karena ada halangan dari manajemen yang masih berpandangan apoteker “tukang cari duit manajemen” serta adanya intrik politik internal RS dimana para pejabat structural merasa hal yang abu-abu saya buat transparan dengan tujuan untuk pengembangan Revolving Fund, sehingga permasalahan klaim obat askes terlambat (hampir semua RS) dijadikan alasan untuk memindahkan ke Dinas Kesehatan (BKD sebenarnya tidak mau tetapi dipaksa RS) dan digantikan apoteker baru yang masih CPNS (permintaan saya tambahan apoteker untuk mengembangkan Asuhan Kefarmasian). Di Dinas Kesehatan saya mengajukan diri di Puskesmas untuk mengembangkan Farmasi Klinik walau sifatnya sederhana dan saya ditugaskan sebagai Konsultan Farmasi Klinik untuk beberapa Puskesmas. Di Puskesmas lebih mudah untuk menjalankan Farmasi Klinik yang diawali dengan Konseling kepada pasien. Yang jadi permasalahan adalah obat yang tersedia sangat terbatas. Tetapi dengan rasionalisasi obat muncul obat yang sebenarnya relative dapat diganti dengan obat dengan efek samping lebih kecil, tetapi masukan peninjauan ulang obat yang berada di Puskesmas diabaikan (item obat tidak berubah sejak saya di Gudang Farmasi tahun 1993). Usulan penambahan wawasan tenaga farmasi untuk saya beri bekal Farmakoterapi sederhana sehingga mereka dalam perencanaan maupun dalam pelayanan kefarmasian bisa lebih baik bahkan dapat melaksanakan KIE dengan benar, tetapi diabaikan. Kendala berikutnya yang memprihatinkan adalah “babat alas” saya pertama kali apoteker di puskesmas tidak mendapat dukungan sejawat apoteker senior baik di Gudang Farmasi maupun di Dinas Kesehatan yang kebetulan sebagai penilai angka kredit dengan mengurangi nilai saya sehingga pangkat saya tertunda dengan alas an apoteker di puskesmas pekerjaannya sama dengan asisten apoteker. Padahal saya menarik garis jelas bahwa apoteker secara aktif dalam konseling dan menjadi konsultan dalam adminstrasi yang dilaksanakan asisten apoteker. Demikan gambaran sekilas perjalanan proses perubahan pada diri saya dan hambatan yang saya jumpai (seakan-akan berjuang sendiri, bahkan temanteman dokter spesialis lebih mendukung daripada sejawat apoteker sendiri).
Pengalaman tersebut diatas memberikan kesimpulan yang relative sebagai berikut :
KOMPETENSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS 1. Mempunyai bekal pengetahuan yang cukup dalam manajemen obat dalam mendukung pelaksanaan Asuhan Kefarmasian. 2. Mempunyai minimal pengetahuan Farmakoterapi untuk “bisa nyambung dengan dokter”. 3. Mempunyai prinsip yang cukup kuat untuk tetap dalam idealisme apoteker. 4. Jika ada apoteker lebih dari satu harus bersatu dan saling mendukung agar eksistensi apoteker dihargai oleh profesi lain. Dan satu sama lain memahami kompetensi lebih sejawatnya. 5. Apoteker di Puskesmas sudah waktunya berperan tetapi harus menunjukkan kompetensi yang jelas berbeda dengan asisten apoteker. 6. Perlu pengembangan pendidikan Farmasi Klinik praktis pada apoteker di Puskesmas oleh apoteker di RS, dimana apoteker di Puskesmas mendapat wawasan tambahan mengingat kasus di RS lebih kompleks. Sekaligus membangun persepsi yang sama dalam mewujudkan Apoteker yang bermartabat.
USULAN KEPADA FAKULTAS FARMASI UNAIR UNTUK LEBIH MENYIAPKAN LULUSAN YANG SIAP KERJA DI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS 1. Porsi manajemen praktis diperbanyak, dengan catatan lebih focus ke manajemen farmasi. 2. Porsi farmakoterapi dikembangkan termasuk penunjangnya seperti farmakologi dan patofisiologi. 3. Penambahan materi Farmasi Klinik dan studi kasusnya.
4. Jika memungkinkan sebagian staf pengajar materi diatas sebagian besar dari apoteker yang kompeten dibidangnya. 5. Sejak dini minat sudah jelas. 6. Porsi magang di lapangan lebih banyak. 7. Jika ada penjurusan Farmasi komunitas, Industri dan sebagainya, sebaiknya jumlah yang ditempung di tiap jurusan di prosentase sesuai keaadaan realitas di lapangan. 8. Dipertajam kemampuan berkomunikasi, tidak hanya teori saja. 9. Adanya tambahan materi Dinamika Kelompok untuk mengasah bekerja dalam tim dan dapat menghargai teman sejawatnya. 10. Tetap uptodate pada materi terkait obat.
Demikian sekelumit sumbang saran saya selaku alumni Fakultas Farmasi Unair, semoga tetap dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kata-kata yang tidak berkenan di hati.
Terima kasih, Hidup Fakultas Farmasi Unair !
JASA PROFESIONAL APOTEKER Hambatan Internal berasal dari Apoteker itu sendiri : 1. Apoteker tidak ingin mengelola apotek secara penuh (datang seminggu cukup 1 atau 2 hari saja) 2. Apoteker ingin sekedar mendapat gaji tambahan karena sudah bekerja ditempat lain atau sebagai pegawai negeri dll Hambatan External : 1. Pemilik modal / Investor/PSA inginnya hanya pinjam nama saja artinya apoteker tidak perlu datang tiap hari tetapi cukup seminggu sekali atau 2 kali saja, syukur kalau apotekernya jarang datang dan gaji dikirim dirumah.
SOLUSI : I. Hambatan internal sudah terjadi dan mengakar di masyarakat Pengurus ISFI maupun Hisfarma (bila sudah terbentuk) harus mampu memberikan contoh kepada anggotanya (bukan hanya bicara teori tetapi mempraktekkannya sendiri), II. Sedangkan Hambatan secara eksternal adalah masalah Modal dan jiwa enterprener : .Perlu kita akui bahwa tidak semua apoteker bisa menjadi enterprener, sedangkan untuk menjadi apoteker sejati seorang apoteker harus dapat melakukan praktek secara mandiri diapotek tanpa adanya intervensi pihak lain ini bisa dilakukuan bila apoteker tersebut memiliki apotek sendiri, namun tidak menutup kemungkinan bisa melakukannya bila apotek tersebut milik koperasi, yayasan, BUMN atau swasta . Untuk apoteker yang bekerja sama dengan pihak lain, kenyataan dilapangan masih ada apoteker yang di gaji setara dengan Upah Minimum Propinsi (UMP). Luar biasa (memprihatinkan)… Ini menunjukkan betapa rendahnya posisi tawar apoteker tsb. Ada dua kasus digaji seperti tersebut diatas : 1. Apoteker tersebut sebagai APA namun sama sekali tidak pernah di apotek dan dia tidak mempermasalahkan hal tersebut diatas karena dia sudah mendapat gaji ditempat lain. (ini yang sangat memprihatinkan yang dapat berdampak pada krisis moral apoteker) ISFI harus tegas dalam hal ini. 2. Apoteker sebagai Apoteker pendamping tetapi digaji setingkat AA (biasanya ini terjadi disekitar Perguruan Tinggi baik negeri / Swasta yang banyak meluluskan apotekernya. Ini yang perlu kita perjuangkan … PROGRAM TATAP : 1. TATAP yang sebenarnya adalah pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian di mana saat apotek buka harus ada apotekernya artinya bila tidak ada apotekernya otomatis apotek tersebut harus tutup. Artinya bila apotek tersebut buka jam 08.00 s/d jam 21.00 maka apotek tersebut harus menyediakan minimal 2 apoteker. 2. TATAP Modifikasi artinya apoteker harus menginformasikan kepada masyarakat kapan hari dan jam dia berada di apotek (ditunjukkan dengan Jam praktek/Jam konsultasi) ini akan sangat membantu bagi pasien yang ingin berkonsultasi & memerlukan apoteker. Aagar bisa dengan mudah dilihat oleh masyarakat ukuran papan konsultasi minimal 40 x 60 cm berisi nama apoteker, logo Isfi dan jam konsultasi/praktek. Jasa profesional apoteker di wilayah Jawa Timur ditetapkan oleh ISFI sebesar - Jasa Profesi 1.500.000,- per/bulan Gaji Diterima sebanyak 14 kali gaji termasuk THR dan Akhir Tahun - 1 – 1,5% Omzet - Kenaikan jasa pengelolaan apotek - Tunjangan Kesehatan - Kenaikan jasa pengelolaan apotek secara berkala disesuaikan dengan inflasi
Untuk menerapkan jasa professional apoteker seperti tersebut diatas diperlukan perjuangan bagi ISFI atau apoteker untuk meyakinkan investor dalam bernegosiasi . Karena masih banyak PSA/Investor yang berpikir pola lama seperti dalam pernyataannya “saya hanya pinjam nama saja” ini bukan hal yang baru agar dapat menggaji apoteker dengan gaji rendah , padahal sebenarnya ini sangat menyakitkan bagi apoteker karena secara tidak langsung profesinya dilecehkan dan dapat diperjualbelikan. Ini harus kita tolak Sedangkan usulan sejawat drs. Dani Pratomo, Apt ? http://www.apotekkita.com/ agar jasa profesional apoteker ditetapkan lebih menantang. Misalnya minimal Rp. 5.000.000 per bulan. Ini perlu kita telaah bersama, apakah usulan tersebut kondusif bagi investor atau apoteker sendiri? Kalau kondusif .. ok Kalau tidak kondusif .. bagaimana jalan keluar dan resikonya … Hisfarma dalam hal ini organisasi yang berada dibawah payung ISFI yang membidangi tentang perapotikan akan banyak berperan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut karena anggotanya lebih Homogen, hampir semuanya praktisi perapotikan … apa dan bagaimana kegiatannya mari kita datang dalam acara Temu Ilmiah dan Organisasi Hisfarma Tgl 1-3 Agustus 2008 lihat di http://www.apotekerindonesia.blogspot.com/
BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Pembangunan Kesehatan Nasional di titik beratkan pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Peningkatan Mutu PelayanananKesehatan terkait dengan kualitas Sumber Daya Manusia( SDM ) yang mampumemberikan pelayanan secara profesional. Profesionalisme menjadi tuntutanutama bagi teenaga kesehatan untuk melaksanakan tugas profesi. Sementara itumasyarakat berkembang menjadi semakin kritis dalam menyikapi pelayanankesehatan secara nasional. Sebagai salah satu Mata rantai pelayanan kesehatannasional, tenaga kesehatan Asisten Apoteker dituntut profesional dalam bekerja.Dalam melaksanakan tugas profesinya, Asisten Apoteker bekerja berdasarkanstandar profesi, kode etik Dan peraturan disiplin profesi yang telah ditentukan.Melalui Profesionalisme diharapkan Asisten Apoteker mampu memberikan perlindungan kepada para pengguna jasa kesehatan, diantaranya
pasienmendapatkan pelayanan dengan baik.Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara danmeningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yangoptimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yangdilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsepkesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitaskesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas. Puskesmas yang merupakan salahsatu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsiutama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien.
E T I K A P R O F E S I D A N I L M U K O M U N I K A S I 3 BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianA. Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat atau disingkat Puskesmas adalah suatukesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangankesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disampingmemberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok(Depkes, 1992).Puskesmas sebagai tempat dilakukannya pelayanan kesehatan yangterdepan sesuai dengan visi misinya dituntut untuk memberikan pelayanankesehatan yang optimal dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk mewujudkan hal tersebut, tenaga farmasi sebagai tenaga kesehatan yang memilikikeahlian dalam menyediakan obat yang bermutu di puskesmas merupakan bagianyang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada semua lapisan masyarakat.Kenyataannya pelayanan kefarmasian di puskesmas saat ini masih bersifatkonvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian obat, bukan berorientasi pada pasien yang bertanggung jawabterhadap pelayanan obat sampai pada dampak yang diharapkan yaitumeningkatnya kualitas hidup pasien (Samano, 2009). Tuntutan pasien danmasyarakat akan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas mengharuskanadanya perubahan pelayanan dari paradigma lama yang bersifat drug oriented ke paradigma baru yang bersifat patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Hal ini menuntut adanya seorang tenagakefarmasian yang memiliki keahlian dan berkompeten dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai dengan filosofi tersebut yaitu seorang apoteker atauAsisten Apoteker . BAB IVANALISIS HASIL 4.1 Standar Profesi Tenaga Teknis Kefarmasian dalam PelayananKesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, standar profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian
secara baik. Standar Profesi TenagaTeknis Kefarmasian adalah standar minimal bagi Tenaga Teknis Kefarmasian diIndonesia dalam menjalankan tugas profesinya sebagai tenaga kesehatan di bidang kesehatan.Program pembangunan kesehatan nasional dititik beratkan pada peningkatanmutu pelayanan kesehatan. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan terkaitdengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu memberikan pelayanan secara profesional. Profesionalisme menjadi tuntutan utama bagi tenagakesehatan dalam menjalankan profesi. Sementara itu masyarkat, berkembangmenjadi semakin kritis dalam menyikapi pelayanan kesehatan secara nasional.Mengingat hal tersebut maka kebutuhan akan pelayanan prima di bidangkesehatan menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Kesehatan merupakan hak azasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalamkesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapatkankesehatan yang baik. Pelayanan kesehatan terdiri dari sub sistem pelayanan medis,sub sistem pelayanan keperawatan dan sub sistem pelayanan kefarmasian sertasub sistem dari profesi kesehatan lainnya. Pelayanan kesehatan dilakukan olehunit pelayanan kesehatan yaitu tempat dimana diselenggarakan upaya kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakanoleh pemerintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat.Lingkup pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai keputusan MenteriKesehatan nomor 679/MENKES/SK/V/2003 pada Bab III pasal 8 ayat 2 meliputi:1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resepdokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obatdan obat tradisional.2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukandi bawah pengawasan Apoteker/Pimpinan Unit atau dilakukan secaramandiri sesuai perundang-undangan yang berlaku.Lingkup hak dari pekerjaan kefarmasian meliputi:1. Hak untuk mendapatkan posisi kemitraan dengan profesi tenagakesehatan lain.2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum pada saat melaksanakan praktek sesuai dengan standar yang ditetapkan.3. Hak untuk mendapatkan jasa profesi sesuai dengan kewajiban jasa profesional kesehatan.4. Hak bicara dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan untuk memberikan keamanan masyarakat dalam aspek sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya 5.Hak untuk mendapatkan kesempatan menambah/meningkatkan ilmu pengetahuan baik melalui pendidikan lanjut (S1), pelatihan maupunseminar. 6.Hak untuk memperoleh pengurangan beban studi bagi yang melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Farmasi.Sebagai salah satu anggota mata rantai pelayanan kesehatan nasional, tenagakesehatan Tenaga Teknis Kefarmasian dituntut profesional dalam bekerja. Dalammelaksanakan profesinya, Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja sesuai denganstandar profesi dan kode etik profesi yang telah ditentukan. Melalui profesionalisme diharapkan Tenaga Teknis Kefarmasian mampu memberikan perlindungan kepada para pengguna tenaga kesehatan,
diantaranya adalah pasienyang memerlukan pelayanan yang baik. Untuk menumbuhkan citra yang baik dimasyarakat ,tentu para Tenaga Teknis Kefarmasian harus banyak belajar untuk menambah pengetahuan dan kemampuannya.Meskipun telah ditetapkannya suatu standar profesi, masih banyak saja pelaku profesi yang melakukan pelanggaran terhadap standar yang telahdiberikan. Sehingga tidak jarang malah menimbulkan kekeliruan yang semakinlama dijadikan suatu kebiasaan dan tidak ada peneguran secara tegas. Pelanggarantersebut tidak hanya dijumpai di apotek-apotek tetapi pelanggaran tersebut jugadapat ditemui di apotek milik pemerintah, seperti apotek-apotek yang terdapat diPuskemas.Berdasarkan hasil survey kami di Apotek Puskesmas Bukit Hindu punterdapat ada beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Tenaga TeknisKefarmasian 4.2Pelanggaran Kode Etik di Apotik Puskesmas Bukit Hindu Standar Profesi Tenaga teknis kefarmasian adalah standar minimal bagiTenaga Teknis Kefarmasian dalam menjalankan tugas profesinya sebagaitenaga kesehatan di bidang kefarmasian. Terdapatnya Standar ProfesiTenaga Teknis Kefarmasian digunakan sebagai pedoman bagi peningkatanmutu pelayanan kesehatan bidang kefarmasian di Indonesia dan diharapkan pedoman ini dapat menjadi bagian dari program pembangunan kesehatan Nasional. Standar Profesi Asisten Apoteker tercantum dalam Kepmenkes 573tahun 2008 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di apotek yang bersangkutan didapatada beberapa pelanggaran yang dilakukan yaitu : 1. Permasalahan: Kebanyakan Tenaga Teknis Kefarmasian di apotek tersebut tidak menjelaskan kepada pasien tentang informasi obat yang diberikan,Kajian pelanggaran berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku : KEPMENKES Nomor 573/ MENKES/ SK/ VI/ 2008Standar Profesi Asisten Apoteker Kode Unit AA.FK.15.15 yaitumelakukan komunikasi. UU Nomor 23 tahun 1992 tentang KesehatanYang menyatakan bahwa : Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatantermasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atasresep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahanobat, dan obat tradisional. Solusi: Sebaiknya seorang TTK dapat menjelaskan dengan baik kegunaan danefek dari obat yang diberikan, sehingga pasien dapat memahami dalam hal pemakaian obat tersebut, seorang TTK mempunyai kewajiban untuk memberi edukasi pada pasien tentang penyakit dan terapinya. Dalam halini, apoteker juga dapat langsung kepada pasien memberikan edukasi dankonseling atau secara tidak langsung memberi informasi dan konsultasitentang semua aspek obat kepada pasien oleh TTK, berdasarkan informasidan konsultasi dari apoteker kepada TTK. Penderita dikonseling tentangobatnya guna meningkatkan kepatuhannya Informasi obat kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.Untuk penderita penyakit kronis tertentu dan penyakit degeneratif
yangmembutuhkan pengobatan seumur hidup seperti cardiovaskuler, diabetes,TBC, dan ashma apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 2. Permasalahn: Pelanggaran ini dilakukan ketika seorang Apoteker tidak berada diApotek. Dan hanya ada TTK yang melayani resep dari dokter . TTK tersebut melakukan pelayanan terhadap resep dokter tanpa menghiraukanstandar profesinya sebagai seorang TTK. Tentu hal ini sangat jauh darisikap profesional seorang Asisten Apoteker dan merupakan sebuah pelanggaran.Kajian pelanggaran berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pada BAB II tentangPenyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21 ayat 2 yang isinya:” Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker”. Berdasarkan KEPMENKES Nomor 573/ MENKES/ SK/ VI/ 2008Tentang Standar Profesi Asisten Apoteker Kode Unit AA.FK.08.08 “Meracik sedian farmasi dibawah pengawasan Apoteker/Pimpinan unit” Solusi : Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut yaitu sebagai berikut :Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasiandi apotek haruslah sesuai dengan standar profesi yang dimilikinya. Dimana seorang Asisten Apoteker dituntut oleh masyarakat pengguna obat (pasien)harus bersifat professional dan baik.Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian danstandar profesi. 3.Permasalahan: Seringkali seorang TTK dalam hal pelayanan resep mengerjakan segalasesuatunya sendiri, mulai dari penerimaan resep, peracikan,menyiapkanresep, memberi aturan pakai hingga penyerahan resep kepada pasien. Halini memperbesar frekuensi kesalahan resep yang diterima oleh pasienkarena tidak adanya rekan kerja yang mengoreksi.Kajian pelanggaran berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku :Berdasarkan KEPMENKES Nomor 573/ MENKES/ SK/ VI/ 2008Tentang Standar Profesi Asisten Apoteker Kode Unit AA.FK.08.08 “Meracik sedian farmasi dibawah pengawasan Apoteker/Pimpinan unit” Solusi :Sebaiknya seorang TTK dalam bekerja harus ada rekan yang sama-samaTTK atau seorang Apoteker, agar ada yang melakukan pengecekanterhadap apa yang disiapkan. Sehingga pelayanan terhadap pasien menjadisemakin efektif dan teliti. 4.Permasalahan: Dalam penyediaan resep sehari-hari, ketika TTK mengambil sediaanfarmasi dari tempatnya, kurang memperhatikan bahkan tidak mencatatkartu stok. Hal ini dapat menyebabkan sediaan barang dengan jumlahkartu stok berbeda. Jika ada pemeriksaan dari BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) maka jumlah obat yang kurang dari kartu stok akandipertanyakan.Kajian pelanggaran berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku : Berdasarkan KEPMENKES Nomor 573/ MENKES/ SK/ VI/ 2008Tentang Standar Profesi Asisten Apoteker Kode Unit AA.FK.01.01 ”Mencatat ketersediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di unit kerja” Solusi: Sebaiknya seorang TTK setiap kali mengambil sediaan farmasi daritempatnya harus selalu mencatat sediaan yang diambil, agar jumlah barangsediaan selalu sesuai dengan data pencatatan (kartu stok). Pelanggaranadministrasi ini sering kali terjadi di sebuah apotek dengan sistem manual,sistem komputerisasi adalah solusi terbaik untuk mengantisipasi hal ini. 5.Permasalahan: Sampai saat ini masih ada beberapa TTK yang kurang ramah dalammelayani pasiennya, sedangkan tujuan seorang TTK harus mampumenjadi suri tauladan di tengah masyarakat. Sikap dan perilaku seorangTTK sangat mempengaruhi dalam hal pelayanan kesehatan bagi pasien,apa jadi nya kalau pelayanan tersebut tidak dapat terpenuhi? Yang adahanya akan membuat pasien tidak percaya lagi kepada sarana kesehatantersebut. Solusi: Persepsi konsumen terhadap pelayanan apotek yang buruk akan merugikanapotek dari aspek bisnis karena konsumen akan beralih ke tempat lain. dampak yang timbul tidak saja kepada konsumen yang bersangkutantetapi kesan buruk ini akan diceritakan kepada orang lain sehingga citraapotek, terutama para petugasnya, termasuk apoteker, akan negatif/buruk.Oleh karena itu, persepsi konsumen yang baik terhadap layanan harusditumbuhkan terus menerus dan berkesinambungan dengan orientasikepada pelanggan itu sendiri . Sebaiknya TTK mulai merubah sikaptersebut atau Apotekernya sendiri yang menegur TTK agar tidak terjadi penyimpangan dalam Apotek tersebut. 6 .IS KALAU ADA TAMBAHAN PERMASALAHAN TOLONGTAMBAHKAN LAH,,,, DAN CARI SOLUSINYA,,kalaunya ada kaitkandengan uuD ATAU Permenkes 573Salah satu misi dari praktek farmasi adalah menyediakan obat-obatan, produk perawatan kesehatan lainnya, memberi pelayanan serta membantu penderita danmasyarakat, dan mengupayakan penggunaan yang terbaik dari sediaan produk tersebut (Siregar, Charles J.P ; 164-165).Pelayanan yang bermutu selain mengurangi risiko terjadinya medicationerror , juga memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat sehingga masyarakatakan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek. Telah ada kesepakatan bahwa mutu pelayanan kesehatan dititikberatkan pada kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa yang berkaitan dengan kepuasan pasien sebagai konsumen 3.Pelayanan yang bermutu selain berdasarkan kepuasan konsumen juga harus sesuaidengan standar dan kode etik profesi. Semakin pesatnya perkembangan pelayanan apotek dan semakin tingginya tuntutan masyarakat, menuntut pemberi layananapotek harus mampu memenuhi keinginan dan selera masyarakat yang terus berubah dan meningkat.
BAB IIIPENUTUP 4.1 Kesimpulan Puskesmas sebagai tempat dilakukannya pelayanan kesehatan yang terdepansesuai dengan visi misinya dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimaldalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk mewujudkan hal tersebut, tenagafarmasi sebagai tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dalam menyediakan obat yang bermutu di puskesmas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanankesehatan puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepadasemua lapisan masyarakat. Dalam pelaksanaan pelayanan di Puskesmas pasti akanmenghadapi berbagai kendala, antara lain sumber daya manusia/tenaga farmasi diPuskesmas, kebijakan manajemen Puskesmas serta pihak-pihak terkait yangu mumnya masih dengan paradigma lama yang “melihat” pelayanan farmasi diPuskesmas “hanya” mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja. Oleh karena itu, dalam pelayanan farmasi di Puskesmas harus meningkatakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, antara lain : praktek KIE, monitoring penggunaan obat. 4.2 Saran 1. Dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian TTK tidak hanyamengandalkan olah pikiran tapi juga dalam olah rasa,agar Pasienmendapatkan Pelayanan kesehatan yang baik.2. Melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan Etika Profesi TTK akan mewujudkan Peningkatan Pembangunan Kesehatan Nasional. .