DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya
MODUL KHUSUS FASILITATOR Pelatihan Madya 1
Memelihara dan Mengembangkan KSM
PNPM Mandiri Perkotaan
F29
Modul 1
Kegiatan 1:
Memetakan Kondisi KSM
1
Memahami KSM ideal
2
Kegiatan 2 :
Memetakan Kondisi KSM
3
Kegiatan 3 :
Analisa Pemecahan Masalah
5
Modul 2
Peran dan Strategi Pendampingan Fasilitator
28
Kegiatan 1 :
Diskusi Peran Fasilitator dalam Mendampingi KSM
29
Kegiatan 2 :
Merumuskan Strategi Pendampingan
30
Modul 1 Topik: Memetakan Kondisi KSM
1. Peserta mampu memahami kondisi KSM yang ideal (mandiri) 2. Peserta mampu memetakan kondisi KSM yang ada di wilayah dampingannya 3. Peserta mampu mengidentifikasi hal-hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan dalam mengembangkan dan memelihara KSM
Kegiatan 1 : Memahami KSM Ideal Kegiatan 2 : Memetakan Kondisi KSM Kegiatan 3 : Analisa Pemecahan masalah
4 Jpl ( 180 ’)
Bahan Bacaan 1. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 2. Kelayakan KSM (Peminjam) 3. Dinamika Kelompok dan Pengembangan Komunitas 4. Kelompok Tani Sri Bangun
• Kertas Plano, kuda-kuda untuk Flip-chart • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 1
Memahami KSM Ideal 1) Berilah penjelasan kepada peserta bahwa kita akan memulai proses belajar dengan memetakan kondisi KSM, sampaikan tujuan yang ingin dicapai dalam modul ini. 2) Jelaskan bahwa kita akan memasuki kegiatan 1, yaitu memahami KSM ideal. 3) Bagikan bahan bacaan KSM kepada peserta, ajaklah beberapa saat untuk membacanya. 4) Lakukan dialog dengan peserta mengenai, bagaimana sebaiknya peran dan fungsi KSM baik bagi anggotanya maupun masyarakat ? Tulislah seluruh jawaban peserta di dalam kertas plano. 5) Tanyakan kembali apa saja faktor-faktor suatu KSM dapat dikatakan KSM ideal (mandiri)? 6) Simpulkan bersama, berilah penguatan.
KSM merupakan kumpulan orang yang menghimpun diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.
Prinsip/nilai yang dianut KSM Kesetaraan Saling mempercayai dan saling mendukung / memperhatikan Bebas dalam membuat keputusan Bebas dalam menetapkan kebutuhan Mempunyai kewenangan / kebijakan sendiri Berpartisipasi nyata
Peran dan fungsi KSM Sarana mendorong proses perubahan sosial Wadah pembahasan dan penyelesaian masalah Wadah untuk menyalurkan aspirasi Wadah menggalang tumbuhnya saling percaya Sebagai sumber ekonomi
2
Dalam perjalanannya, tidak sedikit KSM mengalami kegagalan dalam membangun kelompok, sehingga tidak mampu bertahan lama. Adapun faktor – faktor yang menjadikan KSM mandiri, diantaranya sebagai berikut : a. Keorganisasian : • KSM memiliki tujuan dan program kerja yang jelas • Semua pengurus KSM mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara profesional • KSM memiliki AD/ART atau aturan main • Semua anggota melaksanakan kewajiban dan haknya dengan baik • Solidaritas antar anggota semakin kuat • KSM mampu mengambil keputusan secara mandiri dan demokratis b. Administrasi • KSM memiliki perangkat administrasi dan pembukuan yang lengkap • Pengurus KSM memiliki kemampuan dan trampil mengelola administrasi dan pembukuan • KSM memiliki laporan keuangan yang lengkap dan dilaporkan secara rutin ke anggota • KSM memiliki sistem informasi manajemen c. Permodalan • Tabungan/iuran KSM beragam dan terus meningkat • kSM mampu mengelola dana dari luar • Dana kelompok mampu memenuhi kebutuhan anggotanya d. Kegiatan • Kegiatan produktif anggota terus berkembang dan menguntungkan • Sarana kerja dan pelayanan semakin lengkap • KSM mampu membiayai operasional secara layak e. Keberadaan • Keanggotaan KSM terus meningkat baik jumlah maupun mutunya • Pengetahuan dan keterampilan anggota semakin berkembang • Kehadiran KSM semakin dikenal dan diterima masyarakat • KSM ikut menentukan dalam pengambilan keputusan tingkat desa/kelurahan.
8) lanjutkan ke kegiatan 2.
Memetakan Kondisi KSM 1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita memasuki kegiatan 2, yaitu memetakan kondisi KSM. 2) Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok berdasarkan Tim Fasilitator di lapangan, ajaklah setiap kelompok untuk memetakan KSM yang ada di wilayah dampingan dengan menggunakan teknik bagan kecenderungan dan perubahan (Gunakan Lembar Kerja – 1). Berilah penjelasan mengenai teknik bagan kecenderungan dan perubahan.
3
Bagan Kecenderungan dan perubahan adalah salah satu teknik yang bisa diterapkan untuk mengkaji tingkat perkembangan KSM, teknik ini digunakan untuk mengambarkan perubahan-perubahan keadaan KSM di wilayahnya dari waktu ke waktu, sehingga bisa dianalisa peningkatan atau penurunan kualitas perkembangan KSM, alasan-alasan dan upaya yang harus dilakukan apabila ada permasalahan
Jumlah KSM
Tingkat Pengembalian (RR)
300
120%
250
100%
200
80%
150
60%
100
40%
50
20%
0
0%
2004
2005
2006
2007
2004
Perempuan Yang menjadi anggota KSM
2005
2006
2007
KSM Melakukan pertemuan Rutin
60%
120%
50%
100%
40%
80%
30%
60%
20%
40%
10%
20% 0%
0% 2004
2005
2006
2004
2007
2005
2006
2007
Kepengurusan KSM masih Aktif
KSM Memiliki Tabungan Anggota 100%
60%
90%
50%
80% 70%
40%
60%
30%
50% 40%
20%
30%
10%
20% 10%
0%
0%
2004
2005
2006
2007
2004
2005
2006
2007
3) Sepakati terlebih dahulu, peserta akan memetakan KSM dari tahun berapa? (alangkah lebih baik pemetaan KSM dilakukan pada saat tahun pertama KSM-KSM mulai dibangun) 4) Berilah kesempatan beberapa waktu kepada peserta untuk mendiskusikannya. Amati proses diskusi kelompok dan berikan penjelasan apabila masih ada yang belum dipahami.
4
5) Berilah kesempatan kepada setiap wakil kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya. 6) Selanjutnya, ajaklah peserta untuk mendiskusikan hasilnya. 7) Lakukan diskusi kelas, apakah KSM yang ada di wilayahnya sudah sesuai dengan konsep KSM ideal ?, mengapa demikian?. 8) Simpulkan bersama, berilah penguatan. Saat ini banyak sekali KSM atau kelompok tradisional atau kelompok gotong royong di desa/kelurahan, tetapi sulit untuk menemukan kelompok mandiri, saat ini kebanyakan gotong royong tidak lagi secara otentik mencerminkan partisipasi dan solidaritas sosial masyarakat, melainkan sebagai bentuk mobilisasi suatu lembaga/pemerintah terhadap warganya untuk mendukung program-program pembangunan yang sudah dirancang sebelumnya. Untuk mengembangkan kelompok mandiri, diperlukan pendampingan yang intensif. Hasil pendampingan diharapkan mampu mewujudkan kelompok yang menjadi wahana proses pembelajaran anggota dan mempertajam perumusan masalah yang dihadapi anggotanya. KSM menjadi wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi pemecahan masalah bersama. KSM juga menjadi wadah mobilisasi sumberdaya anggota maupun luar anggotanya, serta lembaga penghubung dengan lembaga pelayanan dan kerjasama dengan pihak lain. Pada akhirnya diharapkan kelompok dan anggota-anggotanya mampu mempengaruhi komunitasnya dan menjadi agen perubahan.
Analisa Pemecahan Masalah 1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan memasuki kegiatan 3, yaitu Analisa Pemecahan Masalah. 2) Ajaklah peserta masih dalam kelompoknya masing – masing sesuai dengan kelompok pada kegiatan 2, untuk mendiskusikan : a. Apa yang harus diperbaiki dan ditingkatkan agar KSM yang ada diwilayahnya menjadi KSM yang ideal. b. Kegiatan apa saja yang harus dilakukan dalam rangka pengembangan KSM menuju KSM ideal? c. Apakah ada SDM yang dibutuhan ? apa saja? d. SDM yang ada seperti apa ? e. Bagaimana upaya untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
5
Untuk lebih memudahkan proses diskusi, gunakanlah tabel berikut ini :
No
Kegiatan Pengembangan KSM
Sumber daya manusia yang dibutuhkan
Sumber daya yang ada
Upaya Pemenuhan Kebutuhan
No
Kegiatan Pengembangan KSM
Sumber daya Lain yang dibutuhkan
Sumber daya yang ada
Upaya Pemenuhan Kebutuhan
3) Berilah kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya, serta fasilitasi terjadinya tukar pendapat dan pengalaman diantara peserta. 4) Lakukan diskusi kelas, siapa yang bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan KSM ini ?, untuk hal apa saja perannya ? 5) Simpulkan bersama hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas. 6) Tutup materi dan ucapkan terima kasih.
6
Memetakan Kelompok Swadaya Masyarakat 1. Lakukan perbaikan bersama hasil pemetaan kondisi KSM yang telah dilakukan oleh Fasilitator, dengan mengunakan teknik bagan kecenderungan dan perubahan. Bagan Kecenderungan dan perubahan adalah salah satu teknik yang bisa diteraokan untuk mengkaji tingkat perkembangan KSM, teknik ini digunakan untuk mengambarkan perubahan-perubahan keadaan KSM di wilayahnya dari waktu ke waktu, sehingga bisa dianalisa peningkatan atau penurunan kualitas perkembangan KSM, alasan-alasan dan upaya yang harus dilakukan apabila ada permasalahan.
Jumlah KSM
Tingkat Pengembalian (RR)
300
120%
250
100%
200
80%
150
60%
100
40%
50
20%
0
0%
2004
2005
2006
2007
2004
Perempuan Yang menjadi anggota KSM
2005
2006
2007
KSM Melakukan pertemuan Rutin
60%
120%
50%
100%
40%
80%
30%
60%
20%
40%
10%
20% 0%
0% 2004
2005
2006
2004
2007
2005
2006
2007
Kepengurusan KSM masih Aktif
KSM Memiliki Tabungan Anggota 100%
60%
90%
50%
80% 70%
40%
60%
30%
50% 40%
20%
30%
10%
20% 10%
0%
0%
2004
2005
2006
2007
2004
2005
2006
2007
7
2. Petakan dimana letak perbedaannya atau yang harus diperbaikinya. Apabila banyak perbedaannya, maka lakukan pemetaan kondisi KSM seperti yang telah dilakukan pada Fasilitator. 3. Buatlah bagan seperti gambar diatas, mengenai beberapa hal berikut ini : a. berapakah jumlah KSM dari tahun ke tahun ? b. berapa persen keterlibatan perempuan di dalam anggota KSM dalam setiap tahunnya? c. Berapa persen KSM memiliki tabungan/iuran anggota ? d. Berapa persen KSM yang masih melaksanakan pertemuan rutin KSM? e. Berapa persen tingkat keaktifan pengurus KSM dalam setiap tahunnya? f. Berapa banyak KSM yang sudah berhasil menjalankan kegiatannya ? g. Dll (silahkan ditambah sesuai dengan kebutuhan)
8
KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM) Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat akan menghadapi berbagai persoalan dimana persoalan tersebut bisa diselesaikan secara individu namun juga perlu diselesaikan secara bersama-sama. Ketika persoalan diselesaikan dengan banyak orang akan memunculkan banyak gagasan sehingga akan banyak alternatif pemecahan. Sebab pada dasarnya warga masyarakat mempunyai niat baik untuk membantu sesama, sehingga masalah yang dihadapi oleh orang-perorang akan dirasakan sebagai persoalan bersama jika dalam kelompok. Selain itu setiap orang mempunyai motivasi, pengalaman, serta potensi-potensi yang lain yang pada umumnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika dihimpun dalam kelompok maka potensi tersebut akan menjadi kekuatan besar yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ibarat seikat sapu lidi maka jika satu lidi potensi dan manfaatnya sangat kecil serta gampang dipatahkan. Namun ketika diikat menjadi sapu lidi maka menjadi lebih kuat serta lebih bermanfaat. Oleh karena itu ketika dalam bermasyarakat orang-perorang perlu menghimpun diri dalam kelompok ketika menghadapi masalah ataupun dalam mengembangkan potensi. Kelompok-kelompok yang tumbuh di masyarakat dikarenakan kebutuhan tersebut, sering disebut dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu kumpulan orang yang menghimpun diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu adanya Visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Dalam penanggulangan kemiskinan, visi yang menjadi ikatan pemersatu. Kelompok swadaya masyarakat (KSM) berorientasi pada penanggulangan kemiskinan sehingga harus dipastikan warga miskin terdaftar dan terlibat dalam kegiatan kelompok dan merupakan penerima manfaat primer sebagai kelompok sasaran dari program-program yang sudah dikembangkan dalam PJM Pronangkis. Manfaat yang dirasakan dapat berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan kualitas hidup seperti kualitas pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi, permukinan dan lainnya. Posisi KSM adalah independent, artinya KSM bukan bawahan BKM/LKM atau unit pengelola (UO). Hubungan KSM dan BKM/LKM dan UP merupakan hubungan kemitraan, karena itu pengembangan KSM tidak boleh berorientasi semata-mata mengakses dana yang ada di BKM/LKM, KSM harus mengembangkan kegiatan mandiri atau mengembangkan akses sumber daya sendiri. Semua ini dilakukan agar KSM dapat menjadi kelompok pemberdaya baik bagi anggota KSM maupun masyarakat umum. Pemberdayaan ini dilakukan melalui proses berbagi pengalaman, bertukar informasi dan mendiskusikan berbagai persoalan kemasyarakatan. Karena BKM/LKM menjalankan tugas dan fungsinya merupakan amanah (mandat) dari masyarakat untuk menjamin tercapainya kualitas kehidupan warga, khususnya warga miskin, maka KSM harus mampu berperan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja BKM/LKM, KSM juga mempunyai tanggung jawab untuk terlibat dalam keseluruhan siklus yang harus berlanjut dan difasilitasi oleh BKM/LKM sehingga dapat dijamin anggota KSM ikut dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam setiap tahapan siklus. Keberadaan KSM Di masyarakat pada umumnya telah ada banyak Kelompok Masyarakat baik yang oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak-pihak tertentu yang punya kepedulian. Ketika PNPM Mandiri Perkotaan juga menggunakan pendekatan kelompok maka PNPM Mandiri Perkotaan akan banyak membentuk KSM meski tidak menutup kemungkinan memaksimalkan kelompok-
9
kelompok yang sudah ada, sebab ada kemungkinan kelompok PNPM Mandiri Perkotaan agak berbeda dengan kelompok lain yang sudah ada karena KSM di PNPM Mandiri Perkotaan adalah KSM yang terdiri dari warga miskin dan manfaatnya langsung dirasakan oleh warga miskin. Munculnya KSM yang dibentuk PNPM Mandiri Perkotaan akan muncul di antara kelompokkelompok yang sudah eksis. Hal itu akan menambah dinamika di masyarakat karena antar kelompok akan bisa saling berinteraksi dan saling belajar. Bahkan sangat memungkinkan kelompok yang telah lama eksis dan mempunyai banyak pengalaman bisa memberikan banyak masukan, bimbingan dan dorongan kepada kelompok baru. Sebaliknya, kelompok yang sudah eksis juga bisa belajar dari kelompok PNPM Mandiri Perkotaan. Dengan demikian masing-masing kelompok bisa menggalang persatuan dan kekuatan untuk menanggulangi masalah kemiskinan. 2. Prinsip-prinsip KSM Agar KSM dalam PNPM Mandiri Perkotaan benar-benar menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota maka ada beberapa prinsip yang perlu sepakati, yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM, antara lain saling mempercayai dan saling mendukung. Sikap tersebut bisa membuat anggota mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. Setiap anggota KSM bebas mengungkapkan pemikiran dan pendapat serta mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya. a. Bebas dalam membuat keputusan. Kelompok bebas menentukan dan memutuskan menurut kesepakatan yang diambil oleh kelompok sendiri. Keputusan kelompok harus merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun dan dalam bentuk apapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangga sendiri sesuai dengan keputusan bersama, b. Bebas dalam menetapkan kebutuhan. Dalam rangka peningkatan dan penguatan kapasitasnya KSM meningkatkan dan menguatkan tingkat kemampuan para anggotanya seperti: peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan baik bersifat individu maupun kelompok. c. Berpartisipasi nyata. Setiap anggota wajib berkontribusi kepada kelompok sebagai wujud komitmen dalam rangka keswadayaan serta ikatan kelompok 3. Peran dan fungsi KSM Dalam berkelompok masyarakat bisa mengambil banyak manfaat darinya, karena KSM bisa memenuhi kebutuhan materil maupun psikologis. Oleh karena itu, KSM bisa berperan dan berfungsi dalam banyak hal antara lain: a. Sebagai sarana proses perubahan sosial. Proses pembelajaran yang terjadi dalam KSM adalah menjadi pendorong terjadinya perubahan paradigma, pembiasaan praktek nilai-nilai baru, cara pandang dan cara kerja baru serta melembagakannya dalam praktek kehidupan sehari-hari. b. Sebagai wadah pembahasan dan penyelesaian masalah. Setiap kegiatan yang dilaksanakan KSM haruslah mengambarkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, dan penyelesaiannya disepakati bersama c. Sebagai wadah aspirasi. Jika ada masalah, kepentingan, atau harapan yang berkembang di masyarakat maka untuk menerima, membahas dan menyalurkan, kepada pihak-pihak yang relevan dengan berpijak pada hak-hak warga d. Sebagai wadah menggalang tumbuhnya saling kepercayaan (menggalang social trust). Dalam kelompok anggota bisa saling terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan membagi tanggung jawab, Saling kepercayaan sosial ini dibangun melalui cara penjaminan, dan rekomendasi kelompok, Ketika kelompok membangun hubungan dengan pihak lain kepercayaan tersebut sebagai modalnya.
10
e. Sebagai sumber ekonomi. Jika masyarakat membutuhkan dana maka KSM bisa berfungsi sebagai sumber keuangan. Keuangan di KSM bisa saja bersumber dari pihak luar namun juga dari internal anggota sendiri. dengan cara iuran bersama. Iuran tersebut bisa menjadi modal usaha dan sekaligus menjadi salah satu bentuk ikatan pemersatu dan membangun kekuatan sendiri. 4. KSM Mandiri. Dalam perjalanannya, tidak sedikit KSM mengalami kegagalan dalam membangun kelompok, sehingga tidak mampu bertahan lama. Adapun faktor – faktor yang menjadikan KSM mandiri, diantaranya sebagai berikut : a. Keorganisasian : • KSM memiliki tujuan dan program kerja yang jelas • Semua pengurus KSM mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara profesional • KSM memiliki AD/ART atau aturan main • Semua anggota melaksanakan kewajiban dan haknya dengan baik • Solidaritas antar anggota semakin kuat • KSM mampu mengambil keputusan secara mandiri dan demokratis b. Administrasi • KSM memiliki perangkat administrasi dan pembukuan yang lengkap • Pengurus KSM memiliki kemampuan dan trampil mengelola administrasi dan pembukuan • KSM memiliki laporan keuangan yang lengkap dan dilaporkan secara rutin ke anggota • KSM memiliki sistem informasi manajemen c. Permodalan • Tabungan/iuran KSM beragam dan terus meningkat • kSM mampu mengelola dana dari luar • Dana kelompok mampu memenuhi kebutuhan anggotanya d. Kegiatan • Kegiatan produktif anggota terus berkembang dan menguntungkan • Sarana kerja dan pelayanan semakin lengkap • KSM mampu membiayai operasional secara layak e. Keberadaan • Keanggotaan KSM terus meningkat baik jumlah maupun mutunya • Pengetahuan dan keterampilan anggota semakin berkembang • Kehadiran KSM semakin dikenal dan diterima masyarakat • KSM ikut menentukan dalam pengambilan keputusan tingkat desa/kelurahan.
11
KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM) PEMINJAM Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Peminjam adalah KSM yang dibentuk oleh warga masyarakat dalam kepentingannya untuk memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri Perkotaan untuk kegiatan Pinjaman Bergulir. Disebut KSM Peminjam, karena KSM ini dibentuk hanya untuk kepentingan memperoleh pinjaman bergulir sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan mereka yang pada umumnya adalah warga masyarakat miskin. Untuk mencapai pemanfaatan tersebut secara optimal perlu dikaji persyaratan KSM Peminjam yang ideal, Proses pembentukannya, pengelolaan KSM serta pembinaan terhadap KSM baik yang dilakukan oleh BKM/LKM, UPK, maupun oleh relawan, fasilitator, Aparat Kelurahan, maupun PJOK Kecamatan. 1.
PERSYARATAN KSM PEMINJAM (IDEAL) Pada dasarnya KSM peminjam sama dengan KSM pada umumnya, hanya untuk keperluan tujuan pinjaman bergulir diperlukan tambahan beberapa persyaratan khusus, antara lain : a. KSM dibentuk hanya untuk tujuan penciptaan peluang usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat. b. Anggota KSM termasuk kategori keluarga miskin sesuai kriteria yang ditetapkan sendiri oleh BKM/LKM dan masyarakat (Anggota KSM termasuk dalam daftar warga miskin – PS2) c. Jumlah anggota KSM minimum 5 orang, maksimum 10 orang, minimum 30 % anggota KSM tersebut adalah wanita serta telah memiliki pengurus KSM minimal ketua dan sekretaris yang dipilih oleh anggota dan aktif melaksanakan tugas –tugasnya. d. semua anggota KSM menyetujui sistem tanggung renteng (bertanggung jawab bersama) terhadap pinjaman yang akan diterima KSM dan anggotanya serta dituangkan secara tertulis dalam pernyataan tanggung renteng. e. semua anggota sudah memiliki tabungan masing-masing minimum sebesar 5 % dari besar pinjaman bergulir yang diajukan dan disimpan di UPK atau bank diwilayah UPK. f. KSM sudah mempunyai pembukuan / pencatatan keuangan sederhana yang memadai sesuai kebutuhan. g. semua anggota KSM telah memperoleh pelatihan tentang pinjaman bergulir, pembukuan, rencana usaha, kewirausahaan dan pengelolaan ekonomi rumah tangga (PERT) dari fasilitator dan BKM/LKM, UPK.
2.
PEMBENTUKAN KSM PEMINJAM a. KSM dibentuk atas dasar kesepakatan anggota-anggotanya secara sukarela, demokratis, partisipatif, transparan dan kesetaraan; b. Keluarga miskin yang berada dalam satu lingkungan (RT/RW) difasilitasi oleh BKM/LKM mengadakan pertemuan dan diberi sosialisasi mengenai KSM, tujuannya, ketentuan dasar KSM, kegiatan dan tanggung jawab masing-masing anggota KSM. c. Berdasarkan sosialisasi tersebut kemudian BKM/LKM mengarahkan warga miskin tersebut untuk membentuk kelompok swadaya masyarakat. Pembentukan kelompok diserahkan kepada masyarakat untuk menentu kan sendiri berapa minimum jumlah anggota kelompok, siapa saja yang diterima menjadi anggota kelompok. d. Kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang sudah terbentuk ini kemudi an memilih sendiri pengurus KSMnya yang minimal terdiri dari Ketua dan sekretaris KSM. Tugas Ketua adalah memimpin KSM dalam setiap pertemuan, melakukan pencatatan/pembukuan KSM dan mengarahkan anggota-angotanya sesuai tujuan dibentuknya KSM. Tugas sekretaris adalah mencatat hasil kesepakatan pertemuan
12
anggota KSM, membantu Ketua dalam mengelola kelompok dan membuat aturan main kelompok. e. Hasil pembentukan kelompok dan pengurusnya ini kemudian dilaporkan kepada BKM/LKM untuk dibuatkan Berita Acara pembentukan KSM. 3.
PENGELOLAAN KSM PEMINJAM Agar KSM berfungsi sesuai dengan tujuan dibentuknya, maka KSM perlu dikelola dengan baik. Pengelolaan KSM dilakukan secara partisipatif oleh seluruh anggota KSM dipimpin oleh Pengurus KSM. Langkah-langkah pengelolaan KSM yang baik antara lain : a. Pengurus KSM membuat pembagian tugas antara Ketua dan Sekretaris. Ketua memimpin KSM dalam setiap pertemuan, melakukan pencatatan / pembukuan KSM dan mengarahkan anggota-angotanya sesuai tujuan dibentuknya KSM. Tugas sekretaris adalah mencatat hasil kesepakatan pertemuan anggota KSM, membantu Ketua dalam mengelola kelompok dan membuat aturan main kelompok. b. Pengurus membuat aturan main KSM antara lain : • Jadwal pertemuan rutin dan insidentil untuk membahas masalah usaha, pinjaman, tabungan dan tunggakan, • Kesepakatan tanggung renteng dan bentuk pelaksanaannya, • Peningkatan kemampuan dan ketrampilan usaha anggota, dll. c. Seluruh anggota diusahakan memahami seluruh aturan main yang ditetap kan KSM dengan melakukan tanya jawab untuk pemahaman dan pemberian penjelasan terhadap hal-hal yang masih belum dipahami. Apabila diperlukan dapat meminta BKM/LKM atau UPK untuk memfasilitasi dan memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum dipahami tersebut. d. Apabila seluruh anggota KSM sudah memahami aturan main KSM, diminta mereka mewujudkannya dengan mematuhi semua aturan main tersebut dalam bentuk : • Menghadiri setiap pertemuan yang diadakan KSM baik yang rutin maupun yang insidentil • Menandatangani pernyataan sepakat menanggung bersama (tang gung renteng) dan merealisasikan dalam bentuk saling mengingat kan kepada sesama anggota KSM tentang kewajian-2 yang harus dipenuhi dan menanggung bersama apabila terdapat anggota KSM yang menungak. • Senantiasa mengikuti kegiatan pelatihan maupun coaching yang diadakan oleh BKM/LKM/UPK/Fasilitator dalam rangka peningkatan kemampuan dan ketrapilan usaha mereka.
13
KSM & PANITIA 1. Apa KSM/Panitia itu ? Kelompok Swadaya Masyarakat disingkat KSM adalah kumpulan orang/masyarakat yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan PANITIA adalah sebutan bagi KSM yang mengelola kegiatan Lingkungan (pembangunan sarana dan prasarana) dalam program PNPM Mandiri Perkotaan. Panitia merupakan suatu kelompok kemasyarakatan yang ada di desa setempat, bukan di desa lain. Kelompok ini tumbuh dan berkembang serta diakui keberadaannya dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa. PANITIA ini dapat merupakan kelompok swadaya yang sudah tumbuh sejak lama atau baru dibentuk karena adanya kesamaan kepentingan dan kebutuhan dalam kelompok tersebut. Jadi bukan organisasi yang dibentuk karena mengejar keuntungan (finansial) dari melaksanakan kegiatan proyek PNPM Mandiri Perkotaan. 2. Mengapa PANITIA perlu dilibatkan dalam PNPM Mandiri Perkotaan? • Memberikan kesempatan kepada masyarakat ikut berpartisipasi dalam pembangunan prasarana di wilayahnya. • Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat baik dalam hal pengelolaan pembangunan yang bersifat teknis maupun dalam hal berorganisasi. • Menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap prasarana yang dibangun. • Memberikan peluang dan kesempatan berfungsinya gerakan keswadayaan modal masyarakat untuk turut serta di dalam proses pembangunan, seperti menyumbangkan tanah atau tanaman yang terkena proyek, sumbangan bahan/alat yang dibutuhkan, ikut bekerja langsung, dll. • Dalam rangka lebih mendaya gunakan dan melibatkan organisasi/lembaga kemasyarakatan yang ada terkait dengan pembangunan daerahnya (desa). 3. Apa peran PANITIA dalam Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur ? Peran PANITIA selaku pengelola/pelaksana kegiatan pembangunan sarana & prasarana dalam PNPM Mandiri Perkotaan, antara lain adalah : 1. Mensosialisasikan program PNPM Mandiri Perkotaan; 2. Menyiapkan Struktur Organisasi & Pengurus Pemanfaatan & Pemeliharaan Prasarana yang dibangun (termasuk aturan mainnya); 3. Mendorong masyarakat untuk berswadaya dalam pelaksanaan dan pemeliharaan sarana & prasarana yang dibangun diwilayahnya; 4. Menyusun Perencanaan Teknis Pembangunan sarana & prasarana; 5. Menyediakan tenaga lapangan yang paham bangunan seperti mampu membaca gambar kerja atau tahu masalah teknis bangunan (tukang, mandor, dll); 6. Menyediakan tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi. 7. Menyediakan Bahan/peralatan yang dapat digunakan. 8. Melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana fisik yang telah dipercayakan kepadanya. 9. Membuat laporan-laporan pelaksanaan kegiatan.
14
4. Siapa yang membentuk PANITIA ? KSM/PANITIA dibentuk oleh masyarakat dan beranggotakan masyarakat itu sendiri. Organisasi ini biasanya dibentuk berdasarkan kepentingan tertentu atau sebagai wadah bagi suatu kelompok yang ada dalam masyarakat. Organisasi kemasyarakatan ini misalnya, Lembaga Adat, Karang Taruna, PKK, Kelompok Tani, Kelompok Nelayan, Kelompok Pedagang dan sejenisnya yang sungguh – sungguh mengemban dan mengupayakan perwujudan kepentingan masyarakat desa. 5. Apa saja Kriteria bagi PANITIA sehingga terpilih menjadi pelaksana kegiatan ? Kriteria kelayakan Panitia selaku pelaksana kegiatan pembangunan sarana & prasarana, dapat dilihat dari dua aspek yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Aspek Organisasi :
1) Memiliki struktur organisasi pengurus, dan aturan main organisasinya serta sekretariat kantor atau alamat domisili yang jelas; 2) Struktur organisasi minimum mencangkup organisasi untuk pelaksanaan kegiatan, O&P, dan monitoring. Jumlah anggota minimum 5 orang yang dianggap mampu melaksanakan aturan main organisasi (struktur organisasi) 3) Mendaftarkan diri pada BKM setempat; 4) Mampu memberikan kontribusi swadaya masyarakat, seperti gotong-royong, hibah tanah/tanaman, bahan/alat, dll; 5) Merupakan Pemanfaat & Pemelihara Sarana & Prasarana yang dibangun; 6) Bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh kegiatan pembangunan prasarana yang menjadi tanggungjawabnya;
b. Aspek Manajemen dan Teknis Kegiatan :
1) Prasarana yang diusulkan tercantum didalam dokumen PJM-Pronangkis; 2) Penerima Manfaat adalah warga miskin dikelompok/wilayahnya (minimal = 60% adalah warga miskin) ? 3) Tidak bertentangan dengan Daftar Kegiatan Terlarang; 4) Tidak berpotensi menimbulkan Dampak Negatif (merusak) terhadap Lingkungan sekitarnya, seperti pencemaran air, tanah atau udara; 5) Jumlah Total dana BLM yang diajukan dalam proposal tidak boleh melampaui Rp. 30 Juta; 6) Mempunyai Rencana Pelaksanaan, seperti RAB, Jadwal, Organisasi & Tim Pelaksana Pekerjaan dan cukup ketersediaan tenaga kerja yang akan terlibat; 7) Mempunyai rencana Pemanfaatan dan Pemeliharaan termasuk RAB, Jadwal, Organisasi & Tim Pemanfaatan & Pemeliharaan dan cukup ketersediaan tenaga kerja yang akan terlibat. 8) Mempunyai rencana Monitoring Pelaksanaan termasuk RAB, Jadwal, Organisasi & Tim Monitoring Pelaksanaan dan cukup ketersediaan tenaga kerja yang akan terlibat 9) Mampu menyediakan tenaga kerja yang berpengalaman, mampu membaca gambar/rencana kerja atau ketrampilan teknis; 10) Desain/perencanaan, secara teknis harus aman dan dapat tahan lama (minimal 3-5 tahun); 11) Dapat dilaksanakan oleh Panitia (secara langsung atau melalui kerjasama dengan pihak ketiga); 12) Melakuan proses pengawasan terhadap proses pelaksanaan pekerjaan sejak tahap persiapan hingga akhir supaya sesuai dengan desain/perencanaan teknis yang telah diverivikasi. 13) Waktu pelaksanaan kegiatan dapat diselesaikan sesuai ketentuan program PNPM Mandiri Perkotaan; 14) Mempunyai potensi swadaya masyarakat baik untuk tahap pelaksanaan maupun tahap pemeliharaannya; 15) Prasarana yang akan dibangun tidak sedang dibangun oleh Pemerintah atau program lain; 16) Khusus, Untuk sarana dan prasarana yang bersifat kompleks atau berteknologi tinggi, maka pelaksanaan kegiatannya harus mendapat persetujuan Tim KMW atau instansi teknis terkait (seperti PU) didaerah setempat;
15
Dinamika Kelompok dan Pengembangan Komunitas Oleh: Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia, 2000
Dasar-dasar Dinamika Kelompok untuk Pengembangan Komunitas Pengembangan komunitas dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang sistematis terencana dan terarah untuk menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran serta atau partisipasi komunitas agar dapat memanfaatkan potensi yang ada, guna memecahkan sejumlah masalah yang dihadapi suatu komunitas tertentu. Dalam konteks kerja fasilitator, kegiatan ini dimaksudkan untuk menggali, meningkatkan, dan mengarahkan peran serta suatu kelompok komunitas yang pada gilirannya meningkatkan kemandirian komunitas. Kegiatan ini mengutamakan penggunaan potensi setempat. Prinsipnya adalah mendayagunakan “tenaga dalam” kelompok, yaitu kesetiakawanan sosial yang sehari-hari dikenal dengan gotong royong. Bentuk kegiatan yang berlandaskan gotong royong inilah yang dikembangkan lebih lanjut, sehingga dapat secara tepat diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah nyata kemiskinan dan pada gilirannya mampu mandiri dalam memecahkan masala-masalah tersebut. Kegiatan ini diupayakan untuk menggunakan, memanfaatkan, dan mengoptimalkan berbagai pranata yang sudah berjalan serta mengupayakan tercapainya daya guna dan hasil guna yang optimal. Kegiatan ini terencana karena bertujuan untuk meningkatkan derajat/kualitas komunitas dengan mengatasi masalah kemiskinan yang merupakan prioritas setempat. Kegiatannya diatur bersama antara Fasilitator dengan sejumlah anggota komunitas sasaran. Kegiatan ini merupakan serangkaian upaya yang terarah, dengan mengambil titik mulai dari aspek yang secara subjektif dirasakan oleh komunitas yang secara bertahap akan diarahkan ke upaya mengatasi masalah yang objektif. Aspek kebutuhan subyektif diperlukan untuk menumbuhkan rasa memiliki sehingga tumbuh partisipasi atau peran serta komunitas. Bila kebutuhan obyektif dikesampingkan, penanggulangan kemiskinan tentu tidak tercapai. Fasilitator wajib sacara bertahap mengarahkan peran serta komunitas tersebut kearah pemenuhan kebutuhan obyektif, yaitu mengatasi masalah kemiskinan yang sebenarnya. Upaya ini diharapkan dapat menyebar dengan cepat, untuk mengatasi masalah kemiskinan yang semakin akut, khusus dikalangan masyarakat miskin. Bertumbuh kembangnya jumlah dan kualitas fasilitator, menguatnya dukungan kebijakan dan menguatnya support system diharapkan dapat membantu perluasan upaya pembangunan bertumpu pada masyarakat. Sasaran-sasaran pengembangan komuinitas dapat dilihat dari berbagai dimensi bagi komunitas setempat, bagi Fasiliattor dan bagi perluasan penerapan model pembangunan ini. 1. Meningkatkan kemampuan komunitas setempat untuk melaksanakan diagnosis masalah (community diagnosis), merumuskan upaya penanggulangan (community prescription), melaksanakan kegiatan penanggulangan (community treatment) serta menilai dan mengembangkan kegiatan selanjutnya (community evaluation). 2. Mengatasi masalah kemiskinan setempat dengan menggunakan sumber daya setempat atau sumber daya dijangkau melalui tangan pihak lain. 3. Memperluaskan kelompok komunitas yang terlibat melalui dukungan teknis, politis, dan ekonomis dari pihak luar, terutama dari Fasilitator Kelurahan.
16
Dua sasaran yang pertama bersifat edukatif. Sedangkan yang terakhir merupakan upaya mempercepat penyebaran model pembangunan bertumpu pada kelompok komunitas. Dengan demikian, diharapkan terjadi percepatan laju peran serta komunitas dalam penanggulangan kemiskinan.
Kelompok Kelompok merupakan medium strategis yang dapat dipilih Fasiltator sebagai tempat untuk mengerahkan usahanya. Pilihan ini jauh lebih strategis daripada membangun komunitas secara umum atau menangani individu satu demi satu secara langsung. Kelompok memiliki karakteristik dan dinamika yang khusus. Penampilan kelompok akan jauh lebih besar daripada sekedar penjumlahan dari individu-individu anggotanya. Sebagaimana pepatah dari Afrika mengatakan: “Menyeberanglah sungai secara
beramai-ramai dan buayanya tidak akan memangsamu”.
Apa Itu Kelompok ? Pelbagai pengembangan tentang kelompok, pada umumnya mengandung paling tidak satu dari 4 ciri berikut: Persepsi Tujuan Motivasi dan Pemuasan kebutuhan Interaksi dan interdependensi antar anggota kelompok Secara sederhana dapat diajukan pengertian suatu kelompok adalah suatu kumpulan dua orang atau lebih yang saling berhubungan dan berinteraksi dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama. Kelompok memainkan fungsi yang penting paling tidak; karena 3 alasan: Pertama, kelompok sebagai agen kebudayaan. Dalam kelompok, seorang individu mendapat arahan tingkah laku berdasar pada nilai dan norma komunitas yang berlaku; dipihak lain, perubahan nilai dan norma komunitas selalu dimulai dari suatu kelompok. Kedua, kelompok menghubungkan kelompok individu dengan komunitasnya. Individu mampu memenuhi kebutuhan-kebuituhan sosialnya melalui keanggotaanya dalam suatu komunitas tertentu. Ketiga, kelompok lebih mudah dipelajari sehingga perubahan tingkah laku para anggotanya lebih mudah untuk diarahkan, lebih mudah dibanding dengan mempelajari dan merubah tingkah laku komunitas secara makro. Dalam kaitannya dengan komunitas kelompok merupakan pintu masuk menuju komunitas. Melalui pintu ini upaya pengembangan komunitas dimungkinkan. Lima hal berikut: menjelaskan kedudukan penting dari kelompok. Kelompok tidak bisa dan tidak akan berhadapan dengan masalah praktis yang sehari-hari ditemui anggotanya. Permasalahan-permasalahan anggota kelompok adakalanya mendorong timbulnya perubahan, namun kelompok senantiasa memberikan pengaruh sosio-psikologis terhadap anggotanya. Kehadiran kelompok adalah tidak terelakkan. Kodrat biologis manusia, kapasitasnya menggunakan bahasa dan kodrat lingkungannya terolah sedemikian rupa sehingga telah terbukti sejak ribuan tahun yang lalu, manusia hidup dalam kelompok. Walaupun perlu pula diberikan catatan bahwa mungkin saja manusia secara bersama hadir dalam kedekatan secara fisik tapi tidak berada dalam kelompok. Kelompok memiliki suatu daya rekat tertentu terhadap anggotanya. Berbagai penelitian mengenai kekompakkan kelompok (group cohessiveness) menunjukkan pengaruh tersebut. Penelitian klasik dan Seashore menunjukkan bahwa semakin kompok suatu kelompok semakin
17
rendah kadar kecemasan anggotanya. Secara umum, dapat disimpulkan, proses-proses dan kejadian-kejadian pada tingkat kelompok memberi pewarnaan pada kepribadian para anggotanya. Kelompok dapat mengahasilkan konsekuensi yang baik dan juga yang buruk. Dengan mempertimbangkan kedua sisi itu, akan didapat pemahaman yang lebih jelas mengenai kelompok dan upaya mengendalikan kelompok akan lebih terarah. Pemahaman yang tepat terhadap dinamika kelompok memberikan manfaat yang berarti dalam menangani dan mendorong kelompok ke arah yang dirugikan.
Mengapa Individu Bergabung dengan Suatu Kelompok? Tidak ada orang yang hidup tanpa pernah berkelompok. Keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok tampaknya terjadi begitu saja secara ‘alamiah’. Meskipun begitu, secara umum ada tiga alasan pokok yang menarik seseorang untuk bergabung dalam kelompok: Tertarik pada kegiatan kelompok Semakin besar minat seseorang pada kegiatan kelompok, maka semakin besar pula potensinya untuk berpartisipasi. Menyukai orang-orang di dalam kelompok tersebut Faktor ini selain merupakan faktor utama, juga membuat kelompok menjadi tempat seseorang menemukan pengalaman positif terhadap kelompok, yang pada gilirannya akan membuat orang tersebut memberikan andil bagi keberhasilan kelompok. Sebagai alat dan sarana untuk memenuhi kebutuhan. Meskipun kelompok tidak memenuhi kebutuhan secara langsung, namun seseorang dapat saja menganggap kelompok sebagai alat atau sarana untuk mencapai pemenuhan kebutuhannya. Daya tarik kelompok yang baru dikemukakan di atas tentu dapat ditemui pada kelompok yang berupaya menanggulangi kemiskinannya. Namun rupanya Fasilitator Kelurahan banyak mengabaikan dua aspek pertama dan hanya menekankan alasan ketiga saja, yakni kelompok sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan (“Marilah kita membentuk kelompok, supaya mudah mendapatkan kredit atau dana pemerintah”). Karena segi pemeliharaan kelompok diabaikan, minta orang untuk berkelompok lambat laun mendatar. Lalu hal apa saja yang mengikat anggota adalah untuk tetap berada di kelompoknya? Kelompok yang mampu mengikat anggotanya adalah kelompok yang dapat memenuhi kebutuhan sosiopsikologis anggotanya. Kelompok yang demikian memiliki sifat-sifat tertentu: 1. Daya tarik kelompok bagi anggota Ikatan seseorang pada kelompok semakin kuat, semakin ia menyukai anggota lainnya. Hal ini terutama berlaku pada kelompok dengan tingkat interaksi yang meninggi. 2. Kesamaan antar anggota Dua orang atau lebih akan tertarik satu sama lain apabila penilaian mereka tentang lingkungannya kurang lebih serupa. Dengan demikian daya tarik kelompok meningkat sejalan meningkatnya kesamaan antar anggota. 3. Tujuan kelompok Seseorang bergabung dengan suatu kelompok setelah mempertimbangkan tujuan kelompok (baik dalam hal isi, perumusan maupun cara untuk mencapai tujuan). Orang tertarik pada kelompok yang memiliki tujuan yang jelas dan sesuai dengan sikapnya. 4. Saling ketergantungan antar anggota kelompok Ada pendapat mengatakan bahwa orang akan saling tertarik satu sama lain apabila mereka bekerja sama. 5. Aktivitas kelompok Penilaian tentang aktivitas kelompok mempengaruhi minat anggotanya. Apabila aktivitasnya tidak menarik daya tarik kelompok akan melemah. 6. Pola kepemimpinan kelompok Daya tarik kelompok dipengaruhi oleh pola kepemimpinan kelompok. Kepemimpinan yang
18
membuka lebar partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan akan lebih menarik bagi anggotanya. 7. Struktur kelompok Struktur kelompok terlihat dari pola hubungan yang berlaku tetap antar anggota kelompok. Pola hubungan yang terbangun akan menciptakan tempat (posisi) bagi anggota kelompok. Jika seseorang merasa puas dengan posisi yang ia tempati, ia akan tetap tinggal dalam kelompoknya. 8. Iklim kelompok Iklim yang sesuai dengan ciri kepribadian anggotanya akan memberikan pengalaman yang positif dan menyenangkan. Demikian pula sebaliknya. 9. Ukuran kelompok Ketika ukuran kelompok makin membesar, semakin besar pula kemungkinan munculnya masalah, seperti tingkat drop-out yang tinggi dan konflik antar anggota. Berbagai masalah bermunculan manakala komunikasi tidak lagi lancar. Semakin besar kelompok semakin sulit pula membangun komunikasi antar pribadi yang lancar. Gejala drop-out pada kelompok akan ditentukan dalam pengalaman praktis kerja fasilitator nanti. Beberapa penyebab drop-out tentu dapat ditemukan pada sembilan ciri kelompok yang dikemukakan di atas. Memelihara keutuhan kelompok merupakan pekerjaan tersendiri bagi Fasilitator kelurahan. Berikut ini adalah tinjauan mengenai satu aspek penting dalam pemeliharaan kelompok : kekompakan kelompok (group cohesiveness).
Kekompakan Kelompok Kekompakan kelompok merupakan aspek menarik yang menempati tempat penting dalam teori tentang kelompok. Aspek ini banyak dibicarakan karena menentukan keutuhan suatu kelompok. Rumusan umum tentang kekompakan kelompok adalah perpaduan atau tarik menarik perlbagai kekuatan yang membuat seseorang tetap bertahan di dalam kelompok. Kekuatan-kekuatan yang dimaksud ditentukan bersama oleh sifat-sifat tertentu dari kelompok tersebut dan karakteristikkarakteristik tertentu para anggotanya. Secara sederhana terdapat dua kekuatan utama. Kekuatan pertama menahan seseorang untuk berada di kelompoknya dan yang kedua adalah membuat seseorang tertarik untuk bergabung dengan kelompok lain. Kekompakan kelompok berpengaruh kuat terhadap anggota-anggotanya untuk bertindak sesuai dengan harapan-harapan kelompok. Bila derajat kekompakan tinggi, anggota kelompok cenderung memberikan respon positif terhadap anggota lain dalam kelompoknya dan akan berusaha keras mencapai tujuan kelompok. Demikian pula sebaliknya. Jadi, kekompakan kelompok niscaya berkait erat secara positif dengan produktivitas kelompok dan kepuasan anggota. Kekompakan kelompok ditentukan oleh : 1. Berbagai perangkat kelompok, seperti tujuan, program, karakteristik anggota, cara menjalankan program, prestise, dan perangkat-perangkat lain yang mengikat dan memenuhi kebutuhan/motif anggota kelompok. 2. Kemampuan kelompok untuk memenuhi motif anggota kelompok, yang berupa kebutuhan berteman : rasa ingin tahu, rasa aman, uang, dan nilai-nilai lain yang bisa diperoleh dari kelompok. 3. Harapan anggota akan hasil-hasil yang akan diperoleh, yakni perkiraan subyektif anggota terhadap keuntungan atau kerugian berkelompok. 4. Daya tarik suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain, baik dalam hal proses yang dialami maupun hasil yang diperoleh anggota.
19
Bagan berikut ini memperlihatkan kaitan antar kelompok, penentu-penentu dan akibat-akibatnya.
Kekompakkan Kelompok Perpaduan atau resultante dari pelbagai kekuatan yang membuat seseorang tetap bertahan di dalam kelompok. Komponennya adalah ketertarikan terhadap kelompok dimana ia menjadi anggotanya dan ketertarikan untuk menjadi anggota kelompok lain
Penentu kekompakkan kelompok: Perangkat kelompok Motif untuk menjadi anggota Harapan akan perolehan hasil Perbandingan dengan kelompok lain
Hasil kekompakkan kelompok: Terpeliharanya keanggotaan Pengaruh kelompok terhadap anggota Kesetiaan dan partisipasi Rasa aman dan penghargaan diri
Kelompok yang kompak mudah dibedakan dari yang tidak. Karena kekompakan kelompok akan memberikan dampak berikut terhadap kelompok: 1. Kemampuan kelompok untuk mempertahankan anggotanya Aspek terpenting dari kekompakkan kelompok adalah kekuatan kelompok untuk mempertahankan anggotanya. Selama kekompakkan terpelihara selama itu pula anggota akan setia pada kelompok. 2. Pengaruh kelompok terhadap anggotanya Pada kelompok yang derajat kekompakannya tinggi anggotanya akan lebih mudah menerima keputusan, tujuan, dan tugas-tugas yang dibebankan kelompok. Semakin tringgi derajat kekompakan kelompok, semakin besar pula kecenderungan saling mempengaruhi di antara anggotanya, mengingat setiap anggota bersedia membuka driri untuk dipengaruhi yang lain. 3. Derajat partisipasi dan kesetiaan anggota kelompok Semakin tingi kekompakan, semakin besar kecenderungan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas kelompok. Seseorang yang merasa diterima di kelompok, lebih mungkin untuk berpartisipasi lebih banyak. 4. Hasil pada tingkat pribadi anggotanya Pada kelompok dengan kekompakan yang tinggi, terbangun pula hubungan inter-personal di antara anggotanya dan akan menumbuhkan pula rasa saling percaya, saling menerima, memberikan rasa aman, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan rasa percaya diri. Pengalaman lapangan memperlihatkan bahwa kekompakan kelompok ada pasang surutnya. Mengendurnya kekompakan kelompok ditujukan oleh berbagai gejala, seperti keengganan anggota kelompok menghadiri pertemuan, kelompok sulit mencapai kesepakatan kelompok, yakni : Ketidaksetujuan mengenai tujuan dan orientasi kegiatan. Perbedaan ini dapat menimbulkan konflik antar anggota. Menurunnya interaksi antar anggota. Menurunnya interaksi antar anggota dapat disebabkan besarnya ukuran kelompok. Dengan interaksimennurun, menrun pula kedekatan anggota satu sama lain. Pengalaman berkelompok yang tidak menyenangkan. Dalam aktivitas berkelompok tentu ada pengalaman bersama. Pegalaman yang tidak menyenangkan akan melemahkan kekompakan kelompok. Persaingan antar kelompok kecil. Persaingan yang berlangsung terus-menerus antar kelompokkelompok kecil akan menimbulkan frustasi. Keadaan yang demikian potensial memicu konflik sesama anggota kelompok.
20
Dominasi satu atau sebagaian anggota. Ada dominasi satu atau beberapa anggota kelompok biasanya pimpinan yang otoriter menghambat partisipasi anggota kelompok. Pada gilirannya hambatan untuk berpartisipasi akan menurunkan kekompakan kelompok.
Keanggotaan Ganda Secara alamiah seseorang pada saat bersamaan menjadi anggota beberapa kelompok. Seorang anggota kelompok mungkin selain bergiat di koperasi juga sekaligus menjadi anggota perkumpulan sepak bola. Setiap kelompok, dimana seseorang mengikatkan diri, senantiasa memiliki suatu karateristik yang mengikat dan memikat seseorang bergabung ke dalamnya. Bila keanggotaan di berbagai kelompok merupakan upaya komplementer untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, dan tidak terjadi persaingan antar kelompok anar atau konplik internal pada individu tersebut, keanggotaan ganda akan memperkaya individu tersebut. Keanggotaan ganda dapat menjadi sumber kreativitas dan inovasi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi individu tersebut maupun kelompok. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, kompetisi antar kelompok merupakan faktor yang menentukan kekompakan kelompok. Dapat dimengerti, misalnya, mengapa seseorang meninggalkan suatu kelompok lain, kebutuhan yang ia antisipasikan akan terpenuhi.
Tahapan Perjalanan Berkelompok Dalam kerja fasilitator akan banyak ditemukan masalah yang menyangkut keutuhan kelompok. Beberapa penyebabnya memang berkait dengan sifat dasar dari pembangunan perumahan yang berjangka wakatu lama, dan harus menempuh satu demi satu periode kritis untuk mendapatkan pendanaan, pengadaan tanah, dan lain-lain. Faktor lain yang mengganggu keutuhan kelompok adalah diabaikannya segi pemeliharaan kelompok, Padahal berbagai masalah dapat mengganggu keutuhan kelompok, baik ketika kelompok baru dibentuk hingga kelompok mencapai tahap perkembangan yang lebih lanjut. Ketika sejumlah orang bersama-sama bekerja untuk sebuah proyek atau aktivitas yang sama, mereka belum tentu merupakan sebuah tim yang produktif. Sebelum sebuah kelompok dapat berfungsi dengan baik, mereka harus melewati serangkaian tahapan. Tahapan tersebut meliputi : 1. Masa Pembentukan (Forming) 2. Masa Krisis atau Badai (Stroming) 3. Masa Normalisasi (Norming) 4. Masa Prestasi (Performing) Masa Pembentukan (Forming) Kelompok masih belum berupa kelompok, namun kumpulan individu-individu Individu ingin menetapkan identitas pribadi di dalam kelompok dan membuat kesan Partisipasi sebatas idividu-individu yang telah akrab dengan suasana, fasilitator dan individu lainnya. Individu mulai memusatkan pada tugas-tugas yang ada dan mendiskusikan tujuan Kelompok mulai membicarakan aturan-aturan dimana keputusan dan tindakan yang akan datang ditetapkan. Masa Krisis atau Badai (Storming) Dicirikan oleh konflik di dalam kelompok dan tidak adanya persatuan Aturan-aturan dasar awal tentang tujuan, kepemimpinan dan perilaku dilanggar Individu bisa saling bermusuhan satu sama lain dan mengekpresikan individualitasnya dengan mengajukan atau menonjolkan agenda pribadi
21
Perselisihan makin meningkat, aturan dilanggar, perbantahan terjadi Namun, bila berhasil diatasi, tahap ini akan mengarah pada suasana yang baru dan lebih realistik tentang sasaran, prosedur, dan norma.
Masa Normalisasi (Norming) Dicirikan oleh konflik di dalam kelompok dan tidak adanya persatuan Anggota kelompok menerima kelompok dan menerima masing-masing kekurangan anggota lain Persatuan kelompok berkembang dan kelompok terdorong untuk mempertahankannya Berkembang semangat kelompok keselarasan menjadi hal penting Masa Prestasi (Performing) Dicirikan oleh kematangan dan produktivitas maksimum Hanya dapat dicapai bilamana tiga tahap sebelumnya bisa dilampaui dengan berhasil Anggota-anggota mengambil peran untuk memenuhi aktivitas kelompok Energi kelompok disalurkan ke dalam tugas-tugas yang telah diidentifikasi Pemahaman, wawasan, dan solusi mulai muncul Dipandang dari dinamikanya, suatu kelompok lahir dan berkembang hingga mencapai keadaan puncak melalui empat tahapan. Bagan berikut ini menjelaskan tahapan tersebut beserta persoalan-persoalan yang dapat terjadi pada setiap tahap. SITUASI KELOMPOK Pembentukan
PERSOALAN DALAM STRUKTUR KELOMPOK Kekhawatiran muncul bersumber dari “situasi apa yang sedang dihadapi”, “apa yang bisa dilakukan pemimpin kelompok”, dan “tingkah laku apa yang tepat dan tidak tepat.”
Krisis
Konflik muncul antar sub-kelompok atau antar otoritas di dalam kelompok. Kemampuan pemimpin sedang diuji. Pendapat anggota terpecah. Anggota bereaksi menentang keputusan kelompok atau pemimpin yang berusaha mengendalikannya. Kelompok mulai menemukan keharmonisan, pengalamn berkelompok sudah menjadi modal kekompokan untuk pertama kalinya. Pegangan “apa yang telah dilakukan” sudah ditemukan mayoritas anggota. Konflik telah ditemukan pemecahannya. Telah muncul saling mendukung dalam kerja satu sama lain. Karateristik kelompok telah diterima secara sukarela dan tidak dipersoalkan lagi. Struktur kelompok sudah menjadi dasar pengerjaan tugas-tugas. Peran anggota satu sama lainnya dilihat sebagai cara mencapai tujuan. Dan, adanya toleransi terhadap perbedaan.
Normalisasi
Prestasi
22
PERSOALAN DALAM KEGIATAN KELOMPOK Belum jelasnya tugas kelompok, dimana anggota masih mencari jawaban dan pertanyaan-pertanyaan pokok tersebut, bersamaan dengan adanya pencarian tentang aturan dan metode apa yang akan digunakan. Penting nya suatu tugas dan kelayakan pelaksanaannya dipertanyakan oleh anggota. Anggota bereaksi secara emosional terhadap tuntutan tugas yang diberikan padanya. Kerjasama dalam bertugas mulai terbangun. Perencanaan dibuat dan kerja telah dijalankan berdasarkan standar yang disepakati komunikasi berbagai pandangan tercipta. Dan, sudah ada pengalaman berbagai emosi, baik dalam pekerjaan atau lainnya. Kerja kelompok sudah terlihat hasilnya. Kemajuan sudah dirasakan sebagai pengalaman bersama. Energi individu sudah dianggap sebagai energi kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Komposisi dan Peran-Peran dalam kelompok Pada saat kelompok bekerja sama, maka ia dapat mencapai tujuan bersamanya. Untuk melakukan hal tersebut kelompok harus memiliki anggota-anggota dengan cakupan keterampilan dan kemampuan. Semakin besar ukuran kelompok, tampak semakin luas beragam bakat. Keterampilan dan pengetahuan yang bisa ditampilkan. Kelompok yang terlalu kecil bisa jadi kurang efektif karena keterbatasan cakupan pengetahuan kolektifnya. Namun demikian bila kelompok terlalu besar, maka hambatan-hambatan proses belajar juga bisa akan bermunculan. Individu-individu makin sedikit yang berbicara dalam diskusi dan anggota yang lebih aktiflah yang akan mendominasi kelompok. Kelompok yang terdiri dari 5-7 orang lah yang umumnya bisa bekerja paling baik untuk mencapai partisipasi dan produktivitas optimun. Ukuran Kelompok dan Partisipasi Pengetahuan ilmiah tentang Dinamika Kelompok membuka pemahaman mengenai hubungan antara ukuran kelompok dan kualitas partisipasi. Ukuran Kelompok Kualitas Partisipasi 3 – 6 orang Setiap orang berbicara 7 – 10 orang Hampir tiap orang berbicara. Orang yang sangat pendiam berbicara sedikit, satu atau dua orang mungkin tidak berbicara sama sekali 11 – 18 orang 5 – 6 orang akan berbicara banyak 3 atau 4 orang akan bergabung kadang-kadang saja. 19 – 30 orang 3 atau orang mendominasi > 30 orang Kemungkinan partisipasi kecil Kapasitas individu-individu anggota kelompok tidak selalu menentukan penampilan baik dari kelompok tersebut. Kelompok yang terdiri dari individu-individu yang sangat cemerlang tidak selalu menghasilkan produktivitas terbaiknya. Fasilitator hendaknya bisa mengenali cakupan atau ruang lingkup yang diperlukan untuk menjadikan penampilan kelompok cukup bagus untuk mencapai tujuan-tujuannya. Dalam hal ini, melalui metode partisipasi. Adalah penting untuk memperhitungkan peran-peran pekerjaan atau tugas, yakni mereka yang membantu mencapai tujuan-tujuan kelompok dan peran-peran mempertahankan, mereka yang membantu dalam proses mencapai tugas-tugas tersebut. Tidak ada seorang pun yang sempurna dan karena itu setiap peran dan fungsi selalu ada sisi kelemahan atau kekurangan yang bisa diterima. Menghargai kekurangan yang bisa diterima tersebut menciptakan suasana keterbukaan di dalam kelompok. Individu anggota kelompok merasa lebih nyaman dan bisa menerima ketidaksempurnaan dan merasa dapat berkonsentrasi pada kekuatannya. Kelompok yang bagus adalah kelompok yang bisa menampung persenyawaan berbagai peran dan fungsi. Kelompok yang hanya terdiri dari satu jenis orang, betapapun hebatnya individu-individunya bisa menjadi sangat tidak efektif.
23
Kelompok Tani Sri Bangun Oleh Petrus Aprianto
“Di desa saya ini ada beberapa kelompok tani, baik itu kelompok tani pangan, maupun kelompok tani ternak. Kalau dihitung ada sekitar dua kelompok tani pangan dan dua kelompok tani ternak. Itu yang ada di desa kami, kalau di tingkat kecamatan mungkin sudah banyak. Misalnya saja kita pukul rata tiap desa itu ada tiga kelompok tani, sudah berapa ya, banyak itu. Padahal dalam satu kecamatan ada sekitar 10-15 desa. Munculnya kelompok di desa kami ini, ada yang merupakan bentukan dari pemerintah, ada juga yang atas inisiatif para petani sendiri. Kelompok tani di dusun kami berdasarkan hamparan dan domisili, merupakan suatu kelompok yang muncul dari inisiatif kami sendiri. Jika yang lain itu, ya paling hanya anjuran dari para penyuluh pertanian yang ada.” (Anggota Kelompok Tani, Cineumbeuy, Lebakwangi)
Cerita di atas, mengisyaratkan bahwa kelompok petani saat ini banyak bermunculan. Tetapi, kehadiran fenomena tersebut tidaklah cukup jika hanya memperhatikannya dari sudut pandang masyarakat petani itu sendiri. Perlu juga diperhatikan adanya momentum-momentum yang menjadi pendukungnya. Ada beberapa momentum yang mungkin atau bisa jadi dianggap berpengaruh munculnya kelompok petani.
Pertama, penerapan revolusi hijau tahun 70-an, yang dianggap sebagai suatu periode babak baru dalam pembangunan pertanian Indonesia. Peristiwa itu tidak bisa dipungkiri sangat berpengaruh pada kehidupan petani, baik di teknis pertanian ataupun budaya yang ada dalam kehidupan petani. Seperti yang diungkapkan Hefner (1999) revolusi hijau dikaitkan dengan pengenalan yang serba baru, tanaman yang tumbuh lebih cepat dan secara potensial dapat memberi hasil yang lebih tinggi. Keberhasilan bibit padi varietas baru bergantung pada pengendalian air dan penggunaan pupuk kimia dan pestisida besar-besaran. Maka, di seluruh negeri diperlukan usaha yang bersamaan, yaitu pembuatan irigasi dan penambahan distribusi bahan-bahan kimia dengan harga terjangkau. Pemerintah memberikan bantuan berupa kredit yang bertujuan menyediakan modal bagi para petani pada awal musim tanam, ketika sebagian besar di antara mereka kekurangan uang tunai, sehingga tidak mampu membeli bahan-bahan pertanian. Pada pertengahan tahun 1970-an, pemerintah membuat suatu program yang biasa disebut program Bimbingan Massal (Bimas), yang dijalankan di sebagian besar Jawa dan Bali untuk mendukung pelaksanaan revolusi hijau. Selama awal-awal tahun program Bimas, bibit dan pupuk tersedia hanya melalui kontak-kontak yang dibuat pemerintah, sehingga petani yang tidak mengikuti program pemerintah kesulitan mendapatkan pupuk.
Kedua, maraknya organisasi non-pemerintahan (LSM) yang memfokuskan program pada pemberdayaan petani atau pengembangan pedesaan yang terjadi tahun 80-an, bahkan sampai saat ini pun masih berjalan. Usaha yang dilakukan LSM berupa pengorganisasian petani dalam upaya melawan kebijakan-kebijakan negara yang dirasa merugikan petani dan menguntungkan para pemodal. Ketiga, adanya usaha dari para petani sendiri yang mencoba mengorganisir diri sebagai usaha memperjuangkan kesejahteraan hidup dari para pemilik modal dan kebijakan pemerintah yang merugikannya, terutama pada penyediaan sarana produksi dan hasil produksi. Mengapa para petani membentuk kelompok? Apa motivasi yang melatarbelakangi para petani masuk menjadi anggota kelompok? Kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan oleh kelompok tani?
24
Untuk menjawabnya, perlu memahami keberadaan kelompok tani sebagai suatu ekonomi moral ataukah rasionalitas petani, karena ada kelompok tani yang berdiri atas kemauan atau kehendak dari petani, tapi ada juga terbentuk karena program pemerintah. Sejarah kelompok tani Sri Bangun saya dapatkan dari seorang tokoh. Ia merupakan salah satu pendiri kelompok tani Sri Bangun. Sewaktu ia kembali dari Jakarta, ia berkeinginan menetap dan mengolah lahan yang sudah dibelinya sewaktu kerja di Jakarta. Ia sudah lama tinggal di Jakarta sebagai penjual rokok di bandara Kemayoran. Kurang lebih selama 25 tahun. Ia mantan pengurus Persatuan Orang Cinieumbeuy yang ada di Jakarta (Pekat). Pengalaman keorganisasiannya terbawa sampai di desa. Setelah melihat keadaan kelompok yang sebelumnya ada sudah macet maka ia bersama kerabat dan tetangga dekatnya membentuk arisan beras (talitihan) sebanyak 25 kg tiap selesai panen, sekedar untuk ngumpul dan bergotong-royong. Macetnya kelompok sebelumnya, karena ketergantungan pada satu tokoh, yaitu Kaur Ekbang. Kaur Ekbang merupakan pembina dan penggerak kelompok. Dikarenakan ketidakcocokan terhadap kebijakan desa, maka ia mengundurkan diri. Selanjutnya, kelompok tani yang ada di desa dipegang oleh penggantinya. Anggota merasa resah, karena kelompok hanya dijadikan alat untuk menurunkan bantuan saja oleh desa. Hal tersebut memunculkan ketidakpercayaan anggota pada pengurus, dan mempengaruhi kinerja kelompok itu. Dalam perkembangannya, kelompok itu mulai goyah dan akhirnya mandek. Petani yang merasa penting memiliki kelompok akhirnya meminta orang-orang yang ikut dalam arisan itu untuk membentuk kelompok tani baru, yang akhirnya dinamakan kelompok tani Sri Bangun. Dapat dikatakan bahwa ide pendirian kelompok ini berawal dari perbincanganperbincangan petani atau ide dari bawah yang merasa sebagai petani yang tidak mampu, seperti yang diungkapkan Tasdik, “Sejak KUD (Koperasi Unit Desa) tidak lagi melayani penjualan pupuk, petani di sini harus membeli pupuk di toko-toko pertanian yang harganya lebih mahal daripada di KUD, dan harus sebanyak limapuluh kilo atau empatpuluh kilo, dan harus kontan. Padahal kita tahu bahwa penghasilan petani di sini itu kecil, karena lahan yang dimiliki juga kecil, sekitar 350 bata atau sebahu. Jika ada kelompok, pupuk bisa dibeli oleh kelompok dalam jumlah yang besar, dan petani bisa hutang dulu, bayarnya menyicil setiap ada pertemuan. Belum lagi jika kita ingin menggunakan alat produksi seperti traktor atau semprotan hama jika ada kelompok kita bisa membeli secara gotong-royong. Setiap peminjaman ada biaya sewa, yang ditujukan untuk pengisian kas kelompok dan menambah modal kelompok. Penyediaan bibit dari kelompok juga bisa dibeli secara kredit. Jadi, kelompok itu sangatlah penting bagi petani kecil seperti kami ini.”
Sri Bangun berawal dari ide para petani yang tidak mampu mengusahakan kebutuhan sarana dan
prasarana produksi pertanian secara sendiri, maka mereka membentuk suatu kelompok agar lebih mudah mendapatkan barang ataupun jasa yang diperlukan dalam usaha pertaniannya. Kosim menambahkan, “Kelompok ini berdiri bukan karena ada dorongan atau bentukan pemerintah. Jika dibentuk pemerintah, anggota tidak punya rasa memiliki kelompok. Dan sulit untuk diajak maju, karena dalam situasi seperti itu, anggota hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah. Memang, harus diakui, mana ada orang yang menolak bantuan. Kebanyakan dari petani di sini jika mendapatkan bantuan akan kesulitan mengembalikan. Kesadarannya masih kurang. Namun jika kelompok itu adalah bentukan dari petani sendiri, bagaimanapun jika ada bantuan atau pinjaman, haruslah mengembalikan, karena akan semakin memperbesar modal kelompok dan kemajuan kelompok.”
Sri Bangun mendapat pengukuhan pada tanggal 31 Oktober 1996 oleh pemerintah desa dan BPP. Kepengurusan pada saat pengukuhan sudah lengkap, meliputi pelindung, penasehat, ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi (Pendidikan, Usaha, PHT, Humas, dan Pompanisasi). Jumlah
25
anggota pada awal berdiri sebanyak duapuluh orang dan terus berkembang, hingga saat ini beranggotakan sebanyak duapuluh delapan orang. Jumlah petani di Jagatamu sebanyak 212 KK, tetapi yang menjadi anggota hanya 28 saja, sehingga masih banyak petani yang belum menjadi anggota kelompok tani. Boma mengungkapkan, “Sebenarnya bisa saja merangkul petani masuk menjadi anggota, tetapi harus mempunyai kesadaran sendiri untuk masuk menjadi anggota, biar sama-sama merasakan, jangan hanya mau masuk ketika sudah maju saja.” Syarat menjadi anggota Sri Bangun adalah mempunyai simpanan pokok sebesar Rp. 15.000,membayar simpanan wajib Rp. 300,- perbulan, dan simpanan gabah sebanyak 25 kg tiap panen. Anggota Sri Bangun tidak hanya petani kecil, petani yang berlahan sempit, dan penggarap, namun juga ada petani yang memiliki lahan luas di desa. Bisa dikatakan, dia adalah patron dari para petani penggarap yang ikut dalam kelompok tersebut. Ada yang menarik, seorang penjahit ikut menjadi anggota. Menurutnya, ia menjadi anggota untuk mengetahui cara atau teknis pertanian, karena ia berkeinginan mengerjakan tanah orang lain. Berawal dari simpanan, menjadi modal awal jalannya Sri Bangun, dan saat ini modal mencapai Rp 2.500.000,- Simpanan pokok mulai tahun ini tidak berjalan lagi, karena ada dana yang berasal dari biaya administrasi penarikan listrik sebesar Rp. 250,- setiap pelanggan, baik anggota maupun nonanggota. Susunan pengurus sudah terbentuk. Pemilihannya berdasarkan musyawarah anggota. Semenjak awal berdiri hingga saat ini, belum pernah ada pergantian pengurus, walaupun tetuanya sudah merasa kecapekan. Selain karena masih dipercaya anggota, juga karena belum ada yang menggantikannya. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tidak ada, yang ada hanya kesepakatankesepakatan dalam bentuk notulen. Semuanya diputuskan melalui hasil musyawarah antara pengurus dan anggota. Pengurus tidak akan mengambil keputusan tanpa melalui rapat dahulu. Kekompakan mereka utamakan, baik pada kekompakan anggota dalam mendukung para pengurus, maupun antar-pengurus. Misalnya, ada keperluan tertentu sehingga pengurus yang membidangi tidak dapat menjalankan tugas, maka digantikan pengurus yang lain. Kekompakan anggota dapat terlihat pada keaktifan mereka dalam menghadiri pertemuan kelompok. Semua anggota hadir dalam setiap pertemuan. Laporan keuangan dilakukan setiap tahun, yaitu laporan tahunan. Ada pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu keuntungan usaha. Pembagian SHU mengikuti peraturan, yaitu 30 % untuk dana cadangan, 55% untuk anggota, 10% untuk pengurus, dan 5% untuk dana sosial. Dari perincian pembagian SHU tersebut, pengurus mendapatkan hasil atau gaji yang sedikit menguntungkan. Menurut mereka, ada keuntungan lain menjadi pengurus, yaitu menjadi lebih terkenal, karena dapat mengenal dan berhubungan dengan orang-orang di atas atau tokoh-tokoh, sehingga relasinya lebih luas. Uang dipegang dan diatur oleh bendahara, tetapi keputusan untuk pencairan harus diketahui ketua. Pertemuan rutin bagi seluruh anggota dilakukan 1-2 kali dalam setahun, yaitu setelah panen. Tujuannya memberikan informasi tentang teknis dan lain-lain untuk penanaman berikutnya. Apabila ada hal-hal yang mendesak, seperti misalnya ada masalah hama, dapat diadakan pertemuan. Bagi para pengurus setidaknya ada pertemuan setiap 2 bulan.
26
Usaha Sri Bangun dikembangkan ke arah perkoperasian yang mendukung peningkatan hasil usaha tani. Usaha yang sudah berjalan dengan baik adalah simpan-pinjam keperluan pertanian, yaitu benih dan pupuk. Selain itu, juga sebagai media pemberian informasi masalah teknis pertanian, tentang pola tanam, benih dan pemupukan yang baik. Adalah hak bagi anggota untuk mendapatkan pinjaman dari kelompok. Keuntungan diperoleh dari menaikkan harga bibit ataupun pupuk sedikit dan tidak mengambil bunga dari pinjaman. Apabila ada kemunduran waktu pelunasan hutang dari anggota, tidak ada uang sanksi atau hukuman, apalagi bunga, karena modal awal berasal dari uang anggota juga. Kecuali jika modalnya dari luar seperti KUT. Dalam acara pertemuan dan pemberian informasi, masalah teknis pertanian bisa dihadiri petani yang bukan anggota guna mendapatkan informasi. Mereka diberikan toleransi meminjam 1-2 hari, tapi pada umumnya, petani bukan anggota malu mengajukan pinjaman pada kelompok. Kegiatan lain, seperti halnya pemberantasan hama secara bersama dilakukan kadang kala saja, ketika ada hama seperti tikus dan wereng yang mengganas. Kegiatan Sri Bangun yang dilakukan untuk menanggulangi permainan harga tengkulak, adalah berusaha membeli hasil panen anggotanya. Tugas tersebut dilakukan oleh ketua seksi usaha. Hasil pembelian, langsung disetor pada Bulog, jadi harga yang diperoleh standar dengan kebijakan Bulog. Pemasaran hasil inilah yang biasa menjadi masalah bagi para petani kecil, namun setelah adanya kelompok tani, pemasarannya lebih mudah. Keuntungan maupun kerugian penjualan menjadi tangung-jawab kelompok, karena harga beli dari petani selalu lebih tinggi dari harga yang ditawarkan para tengkulak. * Petrus Aprianto, kelahiran Klaten, Jawa Tengah. Tamatan Jurusan Antropologi, UGM yang saat ini bekerja di Gramedia, Jakarta.
27
Modul 2 Topik: Peran dan Strategi Pendampingan Fasilitator
1. Peserta mampu memahami peran-peran fasilitator dalam mendampingi BKM/LKM, UP-UP dan relawan dalam mengembangkan dan memelihara KSM 2. Peserta mampu merumuskan strategi mengembangkan dan memelihara KSM
pendampingan
dalam
rangka
Kegiatan 1 : Diskusi Peran Fasilitator dalam Mengembangkan dan Memelihara KSM Kegiatan 2 : Merumuskan Strategi Pendampingan
3 JPL (125’)
Bahan Bacaan 1.
Tahapan Perkembangan Kelompok
2.
Penguatan KSM
3.
Pendampingan Kelompok Mandiri
4.
Membidik Mitra Strategis
5.
Semangat yang Tak Lapuk Dimakan Usia
6.
Paving Terbangun, Warga Miskin Tersenyum
• Kertas Plano, Kuda-kuda untuk Flip-chart • Metaplan, Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
28
Diskusi Peran Fasilitator dalam mengembangkan dan memelihara KSM 1) Berilah penjelasan kepada peserta bahwa kita akan memulai modul peran fasilitator dalam mengembangkan dan memelihara KSM, sampaikan tujuan yang ingin dicapai pada modul ini. 2) Sampaikan bahwa pada kegiatan sebelumnya telah dibahas mengenai kondisi KSM yang ada diwilayah dampingannya masing-masing. 3) Ajaklah peserta untuk mereview tugas dan kewajiban fasilitator yang terdapat dapat standar akuntabilitas fasilitator. Tanyakan apa saja tugas dan kewajiban fasilitator dalam mendampingi KSM?. 4) Tanyakan kepada peserta, mungkinkah fasilisator mendampingi seluruh KSM yang ada diwilayah dampingannya?, bagaimana caranya. Tulislah seluruh jawaban peserta di dalam kertas plano. 5) Lakukan dialog dengan peserta, peran apa yang seharusnya dilakukan fasilitator dalam mendampingi BKM/LKM dan UP-UP serta relawan agar mereka mampu mendampingi KSM. Bagikan kartu metaplan 3 warna (misalnya, biru, putih dan kuning), mintalah seluruh peserta untuk menuliskan jawabannya di dalam kertas plano, untuk BKM/LKM di metaplan warna putih, dan UP-UP di metaplan warna biru serta relawan di metaplan warna kuning. 6) Kumpulkan kartu metaplan yang sudah diisi sesuai dengan warnanya masing-masing, mintalah kepada setiap peserta untuk membacakannya terlebih dahulu. 7) Simpulkan hasil dari pendapat peserta. Peran fasilitator dalam mengembangkan dan memelihara KSM, adalah mendampingi BKM/LKM, UP-UP dan relawan agar mereka mampu untuk melakukan pendampingan pada KSM-KSM yang ada di desa/kelurahannya. Adapun peran tersebut diantaranya : a. Penguatan perangkat organisasi dan nilai-nilai, artinya penguatan organisasi adalah pengalihan kemampuan kepada BKM/LKM, UP dan relawan untuk bisa melakukan kegiatan pendampingan terhadap KSM b. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan berbagai kegiatan (kesehatan, pendidikan, ekonomi, sarana dan prasarana lingkungan, dan lain sebagainya) c. Menjadi mediator dalam mengembangkan jaringan dan kerja sama dengan pihak lain / kelompok peduli 8) Lanjutkan Ke kegiatan 2.
29
Merumuskan Strategi Pendampingan 1) Berilah penjelasan kepada peserta bahwa kita akan memasuki kegiatan 2, yaitu merumuskan strategi pendampingan. 2) Jelaskan kepada peserta, setelah kita memahami perannya fasilitator dalam mengembangkan dan memelihara KSM, agar KSM mampu menjadi KSM mandiri maka kita perlu merumuskan bersama strategi apa yang akan dilakukan dalam mengembangkan dan memelihara KSM. 3) Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok, ajaklah mereka untuk merumuskan “ Strategi Pendampingan agar BKM/LKM dan UP-UP mampu memelihara dan mengembangkan KSM baik dari sisi internal BKM/LKM maupun eksternalnya. 4) Berilah kesempatan Kepada setiap wakil kelompok untuk menyampaikan pendapatnya. 5) Dorong terjadinya dialog diantara peserta, agar strategi tersebut realistis untuk dilaksanakan di dalam melakukan pendampingan. 6) Simpulkan bersama, berilah penguatan. Penguatan KSM bisa dilihat dari dua sisi, yaitu penguatan secara internal dan penguatan secara eksternal. Penguatan Internal. Penguatan secara internal bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas BKM/LKM serta meningkatkan kapasitas UP-UP dalam hal kapasitas bagaimana membangun organisasi yang baik, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap KSM, membangun jejaring, manajemen Kelompok, dll. Disamping itu fasilitator harus membangun system monitoring dan evaluasi KSM, sehingga system ini akan terus melembaga dan dilaksanakan oleh BKM/LKM dan masyarakat. Penguatan eksternal Penguatan eksternal dilakukan melalui mendorong terbangunnya channeling. Dengan memfasilitasi penggalangan kerjasama antar lembaga atau dengan pihak lain terkait dengan komponen-komponen program secara berkelanjutan. Dengan demikian, penguatan secara maksimal tidak akan terealisasi jika gerakan penguatan hanya terjadi pada satu sisi. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan pemberdayaan yang holistik terhadap penguatan KSM penguatan secara internal dan eksternal harus berjalan berbarengan, disamping tingkat kesadaran dan partisipasi juga harus tumbuh dari KSM itu sendiri.
30
Tahapan Perkembangan Kelompok Ada empat tahap perkembangan kelompok yang wajib diketahui fasilitator/Pendamping. Setiap tahap perkembangan memiliki ciri-ciri dan bentuk-bentuk pendampingannya sendiri. Secara diagramatik, tahap perkembangan, ciri, dan pendampingan fasilitator dapat digambarkan sebagai berikut. Tahap Tahap Pertama: Perintisan
Ciri-ciri Umur kelompok masih sangat muda, bahkan ada yang belum berbentuk kelompok
Peran Pendamping dan Anggota Kelompok • • • •
Tahap Kedua : Penataan (Tumbuh)
Kejelasan tujuan, kegiatan, aturan kelompok, peran pengurus, adalah hal penting yang harus diperhatikan
• • •
Tahap Ketiga : Pengembangan (Berkembang)
Pada tahap ini keadaan rumah tangga kelompok sudah mulai tertata, sehingga kelompok perlu di fasilitasi untuk mengembangkan isi pertemuan kelompok, modal, usaha, dan kerja sama dengan pihak-pihak lain
•
• •
Tahap Keempat : Pemandirian
Peran fasilitator/pendamping mulai berkurang, sebaliknya peran pengurus & anggota dalam mengambil keputusan semakin banyak. Pembuatan rencana kegiatan dan evaluasinya dilakukan secara mandiri oleh kelompok.
•
Mengenali satu per satu anggota kelompok, apa kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mendorong kehadiran anggota dalam setiap pertemuan. Meyakinkan anggota masyarakat bahwa pertemuan kelompok itu penting. Jaga agar kehadiran anggota di pertemuan bukan dipengaruhi oleh adanya BLM. Menyepakati dan memahami tujuan dan citacita kelompok. Menyusun rencana kegiatan dalam waktu tertentu (3 bulanan, satu kalender musim tanam, tahunan). Menyusun aturan kelompok seperti hari dan tempat pertemuan, ketentuan pengadaan dan pengembangan modal kelompok dan administrasinya. Memperluas lingkup dan jangkauan progam yang dikembangkannya. Misalnya, jika awalnya hanya belajar tentang hama pada tahap ini kelompok di ajak untuk mengembangkan gagasan pengembangan pertanian yang bisa membawa hasil lebih banyak namun ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kesetaraan kedudukan dan peran perempuan di kelompok harus semakin diperkuat. Kerja sama dengan pihak lain baik itu pemerintah maupun swasta harus di perkuat. Beri kepercayaan penuh dan dorongan bahwa mereka mampu menangani urusan melalui proses latihan dan mencoba. Peran fasilitator/pendamping semakin berkurang, peran kelompok untuk mengelola pertemuan, rapat pengurus, dan kerjasama dengan pihak lain semakin besar.
31
Bagaimana Arah Pengembangan Kelompok? Upaya-upaya pendampingan yang diarahkan kepada pembangunan kelompok mandiri sekurangkurangnya terfokus kepada 2 hal penting. Penguatan ke dalam Kelompok Pertama, berorientasi kepada peningkatan pendapatan anggota dan kelompok. Dalam rangka ini perlu diupayakan terus-menerus pemahaman dan peningkatan kapasitas pengelolaan anggaran kelompok dan anggaran rumah tangga bagi anggota. Kapasitas ini terutama dalam hal pembentukan cadangan atau tabungan yang efektif, pemupukan modal swadaya dan pengembangan usaha-usaha produksi dan pemasaran. Kedua, penguatan organisasi kelompok. Hal ini ditandai oleh pertemuan yang teratur, rutin dan berkelanjutan. Sistem administrasi keuangan tertib dan transparan. Pemilihan pengurus dipilih dari dan oleh anggota, secara teratur melakukan program pendidikan anggota. Perencanaan program kelompok, pelaksanaan, dan evaluasinya dilakukan secara partisipatif. Ketiga, penguatan nilai-nilai dalam kelompok. Terutama menanamkan sikap keterbukaan di kalangan anggota terhadap hal-hal seperti peluang kerjasama dan teknologi-teknologi baru untuk mencapai skala usaha yang lebih besar. Selain itu juga menanamkan prinsip demokrasi dan partisipasi dalam kelompok, serta kesetaraan jender (laki-laki dan perempuan).
Penguatan ke tingkat Komunitas Pertama, penguatan kepemimpinan alternatif. Selama proses pendampingan kelompok diharapkan muncul personil-personil yang mampu menjadi alternatif kepemimpinan lokal (kepemimpinan informal). Mengapa disebut kepemimpinan alternatif? Karena di desa telah ada kepemimpinan formal (pemerintah desa) dan informal (tokoh agama, adat, ketokohan). Kepemimpinan alternatif ini diharapkan bisa muncul karena kualitas dan kemampuannya, serta kepeduliannya kepada persoalan dan masa depan masyarakat. Kedua, pengembangan kader-kader dan agen perubahan masyarakat. Kelompok, kepemimpinan kelompok, dan kader-kadernya yang kuat diharapkan menjadi agen perubahan di komunitasnya. Mereka menjadi kelompok dan personil-personil yang aktif, kritis, dan berpengaruh di komunitasnya sehingga berkembang dinamika baru. Kelompok-kelompok ini – termasuk individu-individu yang menjadi anggotanya – menjadi simpul komunikasi di dalam dan keluar komunitasnya. Pengaruh yang diharapkan dari kelompok dan anggota-anggota kelompok adalah suatu penguatan kerjasama, jaringan komunikasi dan pembelajaran yang lebih terbuka dan partisipatif. Ketiga, mendorong transformasi sosial dengan adanya penguatan organisasi, kepemimpinan lokal alternatif dan berkembangnya dinamika di masyarakat. Ini diharapkan terjadi karena kepemimpinan alternatif (demokratis, partisipatif, terbuka) menjadi pilihan baru ketimbang kepemimpinan tradisional (paternalistik, feodal). Model komunikasi pembangunan konvensional (penyuluhan, penerangan) diperkaya/digantikan dengan model komunikasi dialogis (musyawarah, lokakarya desa, forum warga, diskusi, dan sebagainya).
32
Penguatan KSM Kita akan mendapati banyak kelompok tradisional dan gotong royong di desa/kelurahan. Tetapi sulit untuk berharap menemukan kelompok yang mandiri, Saat ini kebanyakan gotong royong tidak lagi secara otentik mencerminkan partisipasi dan solidaritas sosial masyarakat desa/kelurahan, melainkan sebagai bentuk mobilisasi pemerintah atau lembaga tertentu tertahadp warganya untuk mendukung program-program pembangunan yang sudah dirancang sebelumnya. Seperti apa kelompok mandiri itu? Kelompok mandiri adalah kelompok-kelompok yang sudah matang, keanggotaannya diikat secara sukarela oleh kesamaan kepentingan dan aktivitas tertentu, memiliki kegiatan yang jelas dan berlanjut, memiliki aturan-aturan kelompok yang berfungsi efektif dan memiliki budaya demokratis dalam pengambilan keputusan. Agar KSM bertransformasi dan menjadi mandiri, diperlukan adanya pendampingan. Pendampingan dimaksudkan sebagai upaya memberdayakan masyarakat, melalui KSM, agar dapat mencapai keswadayaan (kemandirian), KSM mampu mewujudkan kelompok yang menjadi wahana proses pembelajaran bagi anggotanya dan mempertajam perumusan masalah yang di hadapi anggotanya. KSM menjadi wadah pengambilan keputusan untuk menentukan strategi pemecahan masalah bersama. KSM juga menjadi wadah mobilisasi sumberdaya anggota maupun luar anggota, serta media penghubung dengan lembaga pelayanan dan kerjasama dengan pihak lain. Pada akhirnya, diharapkan KSM mampu mempengaruhi komunitas dilingkungan sekitarnya dan menjadi agen perubahan. Dalam melakukan pendampingan ini diperlukan pendamping yang berperan sebagai pendorong (motivator) anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, sebagai pelancar (fasilitator) usaha kelompok dan penghubung (komunikator) dengan lembaga pemerintah, swasta, kelompok peduli, dll. Beberapa komponen yang dapat digunakan sebagai acuan penyelenggaraan KSM, yaitu : KSM perlu berorientasi pada peningkatan pendapatan. Dalam rangka ini perlu diupayakan secara terus menerus pemahaman dan peningkatan penyelenggaraan ekonomi rumah tangga yang efektif; pemupukan modal swadaya serta pengembangan ke arah usaha yang produktif. KSM perlu bersikap terbuka, yakni terbuka terhadap gagasan-gagasan baru serta terbuka terhadap kerjasama baru untuk mencapai tingkat skala usaha yang lebih besar. KSM perlu diselenggarakan dengan prinsip demokrasi dan partisipasi yang tinggi diantara anggotanya. Dalam rangka ini maka perlu didorong agar ada pertemuan anggota yang diselenggarakan secara terus-menerus setiap satu bulan atau satu minggu sekali; pengurus dipilih oleh, dari dan untuk anggota; keteraturan dan ketertiban administrasi dan manajemen terbuka; program pendidikan kader, adanya perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan secara partisipatif. Untuk mencapai keswadayaan itu diperlukan proses internalisasi di dalam KSM dengan tahap-tahap : Penggalian Motivasi, Pengembangan Sistem Dukungan Sumber Daya, Konsolidasi Organisasi, Penumbuhan dan Pengembangan Usaha, dan Pengembangan Kemandirian Kelompok.
33
Agar penyelenggaraan KSM berhasil optimal, maka diperlukan kegiatan pendampingan bagi KSMKSM dan ada 2 hal yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pengembangan KSM, yaitu : 1. Faktor internal Yaitu faktor kelembagaan kelompok yang menyangkut keanggotaan, kepengurusan, kegiatan kelompok, dan mekanisme kerja. Semakin berkembang anggota, baik kuantitatif maupun kualitatif, semakin tinggi dedikasi dan waktu yang tersedia serta kemampuan pengurus; semakin banyak kegiatan kelompok yang melayani kepentingan anggota dan semakin baik mekanisme kerja yang ada, maka semakin membuka peluang kelompok untuk berhasil. 2. Faktor eksternal Seperti faktor lingkungan sosial, ekonomi, dan politik, hubungan dengan aparat setempat, dukungan lembaga bisnis setempat, dan keterkaitan program pemerintah yang masuk untuk pengembangan wilayah dimana kelompok berada. Semakin besar potensi sosial-ekonomi yang mendukung perkembangan kelompok, semakin nyata dukungan lembaga bisnis setempat, dan semakin baik hubungannya dengan aparat maupun dukungan program pemerintah maka akan membuka peluang kelompok untuk berkembang.
34
Pendampingan Kelompok Mandiri Oleh : PIDRA Indonesia Pendampingan kelompok mandiri dilaksanakan melalui kegiatan pertemuan rutin kelompok dan pelatihan penguatan internal kelembagaan kelompok mandiri oleh fasilitator desa. Jadwal pertemuan rutin kelompok mandiri untuk masing-masing kelompok di desa dampingan tidaklah sama. Jadwal pertemuan ditentukan oleh kelompok sendiri yang disesuaikan dengan ketersediaan waktu yang luang pada masing-masing anggota kelompok. Pendampingan Melalui Pertemuan Rutin Dalam pendampingan kelompok mandiri menggunakan komponen internal kelompok sebagai indikator pendampingan, dimana komponen internal terdiri dari lima (5) Bidang Hasil Pokok yang terdiri dari (i) Organisasi; (ii) Administrasi; (iii) Permodalan; (iv) Usaha/ Kegiatan On - Farm atau Of - Farm; (v) Akseptasi/ Kesinambungan. Pembinaan lima (5) Bidang Hasil Pokok kepada kelompok mandiri dilaksanakan dalam setiap kegiatan pertemuan dan secara terperinci disampaikan sebagai berikut : 1. Organisasi. Kegiatan yang dilakukan adalah membimbing kelompok untuk melakukan pertemuan anggota serta menetapkan jadwal pertemuan setiap bulan atau setiap dua minggu sekali dan selanjutnya membahas fungsi, tugas dan tanggung jawab pengurus kelompok serta kewajiban dan hak baik pengurus maupun anggota. 2. Administrasi. Memberikan motivasi kepada anggota agar dapat menabung dalam rangka pengadaan buku-buku administrasi umum dan keuangan bagi dokumentasi kegiatan kelompok. Perangkat administrasi yang ada pada masing-masing kelompok : Buku Daftar Anggota Buku Kehadiran anggota Buku Simpan Pinjam Buku Tamu Buku Notulen Rapat Buku Kas Buku Induk Buku Bank 3. Permodalan. Kegiatan pendampingan yang dilakukan memberikan motivasi agar kelompok menghimpun modal berupa Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib Anggota sebagai ikatan bagi mereka dalam memperkuat kelembagaan kelompok sedangkan pemupukan modal secara eksternal (dari luar anggota) adalah usaha ekonomi, misalnya pembersihan lahan serta angkat pasir baik milik anggota kelompok maupun di luar anggota kelompok, dagang kios, usaha ternak, dan lain-lain. 4. Usaha On Farm, of Farm dan Non-farm. Memotivasi anggota kelompok untuk mampu menciptakan kegiatan usaha ekonomi sesuai dengan sumberdaya lokal dan potensi yang dimiliki. Pendekatan yang dilakukan dengan melakukan kegiatan identifikasi minat untuk mendapatkan masukan tentang minat yang diinginkan anggota kelompok, sehingga akan menjadi panduan dalam memberikan pelatihan teknis. 5. Akseptasi/Keberlanjutan. Dalam pendekatan pendampingan dilakukan dengan melakukan pengkaderan tenaga relawan yang berasala dari kelompok atau masyarakat desa setempat. Tujuannya adalah apabila proyek sudah berakhir maka relawan akan mampu menjadi pengganti fasilitator untuk mendampingi kelompok yang sudah ada. Disamping itu difasilitasi untuk membangun jejaring dengan pihak lain diluar kelompok agar pada gilirannya akan mampu memperkuat kelembagaan kelompok baik dari sisi usaha maupun permodalan.
35
Semarang, 25 Juli 2006
Membidik Mitra Strategis Banyak jalan menuju Roma, mungkin itu istilah yang tepat untuk menangkap peluang kemitraan. Kesempatan untuk melakukan kemitraan dengan berbagai pihak terbuka luas bagi BKM. Bahkan, pemerintah telah mendorong proses berjalannya kemitraan itu sendiri dengan mengeluarkan berbagai regulasi yang mengoptimalkan lembaga perbankan nasional maupun BUMN untuk berperan serta memberikan wadah bagi berjalannya kemitraan. Selama ini pemerintah menilai bahwa BUMN maupun perbankan dipandang memiliki peran strategis dalam membantu pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang dampaknya adalah mengatasi kemiskinan di masyarakat. Pihak BUMN dan perbankan sendiri ternyata menyambut baik adanya regulasi pemerintah, seperti Program Kredit Usaha Mikro Kecil yang menggunakan dana SUP 005 dan Keputusan Menteri BUMN No. 236 tahun 2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Karena, misi mereka selain membantu usaha kecil yang ada di wilayah kerjanya, juga untuk meningkatkan citra perusahaan yang mampu mengembangkan mitra binaan di sektor usaha inti maupun non-inti. Sekarang permasalahannya, sejauh mana BKM peka terhadap iklim kondusif yang diciptakan pemerintah dengan adanya program kemitraan yang terbuka luas ini. Hal tersebut memerlukan suatu strategi yang harus dimiliki BKM guna menangkap peluang tersebut. Keberadaan sebuah program kemitraan sebenarnya oleh BKM sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dielakkan. Karena, dalam perkembangannya BKM dituntut untuk mandiri. Sedangkan di sisi lain, perkembangan jumlah KSM menuntut BKM untuk mencari solusi dalam penambahan modal. Menggali Potensi dan Menjajaki Kemitraan Bagaimana kita bisa melakukan kemitraan tanpa mengenal terlebih dulu apa yang kita miliki dan siapa yang akan kita ajak bermitra, jawabnya tidak akan mungkin. Menggali potensi masyarakat dan mengenal lebih dulu siapa yang akan kita ajak bermitra adalah penting. Menggali potensi masyarakat ini dimaksudkan supaya kemitraan tersebut benar-benar tepat sasaran dan dibutuhkan oleh masyarakat. Jangan sampai terjadi, BKM sudah banyak melakukan kemitraan dengan pihak luar tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat karena kurang diminati dan kurangnya informasi. Sehingga, tidak bisa sesuai dengan tujuan untuk keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Seperti yang terjadi di BKM Tlogo Makmur, Semarang. Menurut Tulus Widodo (Koordinator BKM Tlogo Makmur), BKM ini telah mampu menggali potensi yang bisa dimanfaatkan untuk program penanggulangan kemiskinan di daerahnya sendiri. Banyaknya tenaga dokter yang ada di Kelurahan Telogosari merupakan potensi untuk bermitra dengan para dokter, dengan merencanakan membentuk klinik yang difasilitasi oleh BKM dan kelurahan. Sampai sekarang hasilnya memang positif, selain bertujuan melayani masyarakat—karena letak Puskesmas yang jauh—pihak BKM tidak perlu mencari mitra di luar kelurahan untuk program penanggulangan kemiskinan. Selain itu pentingnya informasi dalam forum-forum BKM yang intensif hingga berhasil dan dapat direalisasikan kepada pihak yang akan memberikan kerjasama. Karena, informasi yang diberikan oleh pihak-pihak luar yang ingin bermitra biasanya sering disampaikan dalam forum-forum bersama, karena dianggap lebih efektif dan sasarannya akan lebih luas. Kuncinya adalah Sosialisasi dan Kepercayaan Tidak serta merta BKM akan memperoleh mitra yang strategis seperti yang diharapkan. Khususnya dalam penambahan modal untuk program penanggulangan kemiskinan atau pengembangan KSM.
36
BKM perlu dikenal terlebih dulu, bukan hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh pihak yang akan bermitra. Dari berbagai pengalaman yang telah dilakukan oleh BKM-BKM yang berhasil melakukan kemitraan dengan dinas pemerintah, perbankan maupun BUMN, kemitraan diperoleh dari adanya kesadaran dan semangat pengurus BKM untuk melanjutkan program penanggulangan kemiskinan. Seperti yang dilakukan BKM Podosugih, Kota Pekalongan. Menurut Bapak Anton (pengurus BKM Podosugih), hasil kemitraan yang ada selama ini berawal dari sosialisasi terprogram yang dilakukan BKM. Bahkan, BKM sendiri mempunyai unit khusus yang bertugas untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan selalu hadir di forum RT atau RW sambil mengenalkan BKM dan programprogramnya. Maksud sosialisasi tersebut, agar masyarakat lebih merasa memiliki dan menumbuhkembangkan BKM. Sehingga, dengan ikatan yang erat antara BKM dan masyarakat, pihak luar yang ingin mengembangkan potensi di kelurahan akan dapat memanfaatkan BKM sebagai mitra untuk mengembangkan masyarakat. Begitu juga yang terjadi di BKM Sari Asih, Kelurahan Padang Sari, Semarang. Walaupun tidak ada unit khusus untuk melakukan sosialisasi seperti di Podosugih, strategi yang dilakukan BKM ini sama, yaitu mengenalkan KSM-KSM yang potensial. Cara tersebut lebih efektif, dengan mengadakan pasar rakyat secara rutin, bekerjasama dengan aparat kelurahan untuk memfasilitasi kegiatan tersebut. Hasilnya sangat memuaskan. Pasar rakyat tersebut ternyata mampu mencuri perhatian Pertamina dan BTN yang pada waktu itu memang sedang fokus mencari mitra binaan guna membantu perbankan dan BUMN menyalurkan pinjaman kepada pengusaha kecil. Langkah yang ditempuh oleh kedua BKM di atas setidaknya telah memberikan gambaran bahwa sebenarnya sosialisasi adalah kunci awal untuk meraih kemitraan. Menurut Pertamina UPMS Jateng dan DIY sebagai salah satu BUMN yang ikut serta mengembangkan mitra binaan, pihak Pertamina akan menyalurkan pinjaman ke usaha mikro kepada lembaga yang kegiatannya jelas dan dikenal oleh masyarakat luas. Sehingga, pihak Pertamina percaya akan kemampuan dari lembaga tersebut untuk mengelola dan mengembangkan usaha mikro sesuai dengan tujuan bersama, yaitu penanggulangan kemiskinan dan kemanfaatan bersama. Selain sosialisasi yang baik, hal lain yang perlu ditindaklanjuti dari kemitraan adalah menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pihak lain. Mungkin ini diperlukan konsistensi dari berbagai pihak. Baik pengurus maupun masyarakat sebagai pengguna hasil kemitraan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga harus tepat sasaran sesuai dengan keinginan masyarakat, dan sesuai dengan prosedur dari pihak pemberi mitra. Kemudian juga perlu dilakukan monitoring dan pembinaan KSM. Dengan adanya monitoring dan pembinaan KSM, resiko dari pemanfaatan dana kemitraan tidak tepat sasaran akan bisa diminimalisir. Monitoring dan pembinaan ini tidak saja dilakukan oleh BKM. Sebagian BUMN biasanya memiliki program-program monitoring dan pembinaan yang dilakukan secara rutin, karena mereka juga bertanggungjawab terhadap dana yang disalurkan tersebut. Dari kiat-kiat yang ada dalam menangkap peluang kemitraan, sekarang tergantung BKM untuk mengoptimalkan implementasinya. Mungkin masih banyak cara yang lebih kreatif untuk bisa memanfaatkan kemitraan dengan pemerintah, perbankan, BUMN atau dengan masyarakat sendiri. (Haz, Tabloid Swara Mandiri, Edisi 03 Februari – Maret 2006, KMW Propinsi Jawa Tengah; nina).
37
Magelang, 28 Februari 2008
Semangat yang Tak Lapuk Dimakan Usia Nama lengkapnya adalah Siti Khotijah. Orang biasa memanggilnya Bu Makruf, mengikuti nama almarhum suaminya. Ia lahir di Temanggung, tanggal 8 Agustus, 70 tahun silam. Meski sudah berusia banyak, nenek 16 cucu dan 6 putera ini masih aktif berperan sebagai seorang relawan P2KP di tempat ia tinggal, yakni Dusun Baron, Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Bu Makruf, yang hanya sempat mengecap bangku sekolah hingga setingkat SMP ini masih kelihatan sehat dan lincah. Giginya boleh saja hampir habis karena digerogoti usia, tapi semangat Bu Makruf untuk terjun ke masyarakat tidak pernah habis. Ia selalu aktif dalam kegiatan Muslimat setiap minggu, sampai dengan tingkat kecamatan, bahkan kabupaten. Tak heran, jika Bu Makruf dipercaya masyarakat untuk membina empat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yaitu Cendrawasih, Bunga Baron, Bunga Baron Melati dan Maju Lancar. Total jumlah anggota KSM tersebut adalah 38 orang. Usaha yang dikelola keempat KSM juga bervariasi. Mulai dari menjual ikan, tape, yangko, tempe, bakmi, dan membuka warung di rumah. “Tujuan saya beraktivitas di luar rumah hanya satu, yaitu ikut memajukan masyarakat di dusun sini yang kebanyakan susah untuk maju. Saya berharap warga yang tinggal di Dusun Baron bisa berkembang dengan adanya informasi-informasi yang diperoleh setiap pertemuan,” kata Bu Makruf, mengemukakan alasannya tetap terlibat dalam aktivitas penanggulangan kemiskinan bersama P2KP. Menurutnya, setiap bulan semua anggota KSM di Dusun Baron selalu mengangsur pinjaman dana bergulir tepat waktu. Kuncinya sederhana, satu minggu sebelum jatuh tempo masa angsuran, Bu Makruf selalu mengingatkan kepada seluruh anggota KSM bahwa waktu angsuran sudah dekat. Alhasil, setiap tanggal jatuh tempo, tidak ada satu orang pun yang menunggak. Setiap kali anggota KSM menitipkan uang kepada Bu Makruf, ia bergegas menuju rumah UPK untuk menyetorkan uang tersebut. Jarang sekali uang setoran itu mengendap sampai berhari-hari di tanggannya. Ia rela berjalan kaki menuju rumah Unit Pengelola Keuangan (UPK) atau sekretariat Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) untuk memberikan uang setoran, meski jaraknya jauh. Yang pasti, bagi Bu Makruf, sarana transportasi tidak menjadi hambatan untuk tetap beraktivitas di BKM. Setiap bulan, Bu Makruf menyetorkan angsuran sebesar Rp 1,2 juta dari empat KSM di dusunnya. Ia merasa senang bisa membantu saudara-saudaranya yang kurang mampu. Apalagi jika melihat usaha mereka mulai berkembang. Padahal, mereka hanya diberi kucuran dana Rp 250.000 - Rp 300.000 per orang.
38
Menurut Bu Makruf, di usia yang sudah senja ini, ia berusaha untuk berbuat baik sebanyakbanyaknya kepada seluruh masyarakat tanpa harus membedakan yang kaya dan yang miskin. “Saya menikmati sekali apa yang saya lakukan sampai saat ini. Meski kalau rapat BKM sering sampai larut malam. Bisa mulai jam 8 malam kemudian selesai jam 2 pagi,” kata Bu Makruf dengan mata berbinar-binar. (Yustina Tri Wahyuningsih, Tenaga Ahli Sosialisasi KMW XIII P2KP-2/Tim Sosialisasi KMP P2KP-2; Firstavina)
39
Blitar, 8 Mei 2008
Paving Terbangun, Warga Miskin Tersenyum ”Kami sangat bersyukur dan bahagia sekali, karena apa yang kami idam-idamkan benar-benar terwujud. Kalau malam hari, kami tidak perlu takut lagi lewat jalan ini, karena di sepanjang jalan ini masyarakat sekitar sudah memasang lampu penerangan jalan. Ini semua sejak paving terbangun.” Begitu ungkapan kebahagiaan yang disampaikan salah seorang warga miskin di Kelurahan Satriyan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, saat melihat pembangunan paving di wilayahnya telah terlaksana dengan baik.
Menurut (Unit Pengelola Lingkungan) UPL BKM Satriyan Saiful Adib, sebelum paving terbangun, kondisi lingkungan kurang sedap dipandang mata. Tidak hujan saja tanahnya becek. Tak ayal, jika hujan mengguyur, tanah di sekitar pun menjadi lembek. Padahal, jalan tersebut merupakan penghubung dua desa — Satriyan dan Karangsono — dan sering dilalui oleh warga miskin dari dua desa tersebut guna mencari nafkah. Kondisi jalan tidak nyaman dan rawan itu sangat berpengaruh terhadap kegiatan dan peningkatan ekonomi warga miskin. Program pembuatan paving merupakan salah satu kegiatan masyarakat di bidang lingkungan. Usulannya muncul dari hasil perencanaan partisipatif. Saat itu masyarakat di lingkungan RT 02/RW 01 melihat adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan. Warga di lingkungan tersebut pun sepakat membuat usulan kegiatan berupa pembuatan paving dengan cara membentuk KSM Lingkungan yang diberi nama KSM ”MARGO RUKUN” dengan jumlah anggota tujuh orang. Usulan yang disampaikan itu bukan hanya untuk memanfaatkan dana BLM PNPM saja, masyarakat juga telah memperhitungkan kemampuan swadaya yang mereka miliki. Dan, pada pelaksanaan pembuatan paving, masyarakat mampu membuktikan keswadayaan yang telah mereka rencanakan, dengan pengerjaan secara gotong-royong sekitar 10 hari tanpa diupah sedikitpun. Keswadayaaan masyarakat juga diwujudkan dengan memberikan bantuan material maupun konsumsi dari ibu-ibu untuk para bapak yang gigih membangun lingkungannya. Paving sepanjang 286 meter persegi itu menyerap dana BLM PNPM - P2KP sebesar Rp 9,6 juta, dan dana swadaya yang lebih besar, yakni Rp 14.739.000. Kini, masyarakat bisa berbangga diri dan merasakan betul manfaat dari pembangunan paving. Guna mengungkapkan rasa syukur, kebanggaan dan kebahagiaan mereka, masyarakat menggelar syukuran. Mereka mengundang lurah — yang sekaligus meresmikan bangunan paving, PJOK, BKM, KSM, tokoh masyarakat. Syukuran yang berlangsung dalam suasana hangat itu, dihadiri oleh hampir semua undangan. Tak heran jika warga sekitar yang hadir juga tampak bahagia.
40
Pada kesempatan itu, Lurah Satriyan memberikan apresiasi atau penghargaan yang tinggi kepada KSM dan warga RT 02/ RW 01 Dusun Satriyan, karena mampu melakukan kegiatan pembuatan paving dengan dukungan dana swadaya yang luar biasa. Lurah berjanji, jika kelak ada program lain di luar PNPM, tidak tertutup kemungkinan pihak kelurahan siap mengalokasikan dana kegiiatan tersebut kepada lingkungan yang ada. ”Dengan syarat, lingkungan tersebut berani menyediakan swadaya seperti yang dilaksanakan oleh warga RT 02/ RW 01 dalam pembuatan paving ini,” tegas lurah. Acara syukuran pun usai. Satu per satu tamu undangan berpamitan pulang. Masyarakat sekitar melepas satu sama lain dengan jabat tangan, memberi kesan yang begitu dalam. Malam semakin larut, suasana bertambah hening. Angin malam yang berhembus pelan membuat berat kelopak mata, membujuk tubuh untuk pulang melepas lelah dan menidurkan diri di pembaringan. Dalam tidur yang lelap, suasana khidmat acara barusan terbawa hingga ke alam mimpi. Keesokan pagi, ketika mentari baru muncul setinggi ibu jari, seorang warga miskin lekas bangun dari tidurnya dan terkagum melihat karya nyata saudaranya. Dalam kekagumannya ia berkata lirih, ”Kini aku dan sesamaku tidak sendiri. Lingkunganku rupanya masih peduli. Apa yang aku dan sesamaku idamkan telah terwujud nyata. Sungguh aku dan sesamaku menjadi haru. Jalanan paving telah terbangun, kini aku dan sesamaku bisa tersenyum..”
(Haris Yuniarsyah, Senior Fasilitator/Indra Budi Cahyanto, Faskel Teknik/Candra Ayu Kusumawati, Faskel CD/Heri Suyatno, Faskel Ekonomi/Tim Faskel 16 Kecamatan Kanigoro, Blitar, KMW XVI P2KP-2 Jawa Timur, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina) Informasi lebih lanjut tentang kegiatan BKM SATRIYA dapat menghubungi: BKM SATRIYA JL. Manukwari Kal. Satriyan – Kec. Kanigoro Kab. Blitar
41
Perkotaan
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya