Membiayai Perlindungan Sosial dalam Membangun Asia: Sekarang dan di Masa Mendatang 1 MUKUL G. AS HER PROFESSORIAL FELLOW, NATIONAL UNIVERSITY O F SINGAPORE; AND COUNCILOR, T A K S H A S H I L A INSTITUTION, B A N G A L O R E
27 Mei 2013 -Dipersiapkan untuk Forum Kebijakan Publik Asia tentang Kemiskinan, Kesenjangan dan Perlindungan Sosial, Jakarta, Indonesia, 28-30 Mei 2013.
ORGANISASI 2
Konteks Pilihan Pembiayaan dan Masalahnya Kata Penutup
RINGKASAN Demografi Asia yang tengah berkembang, menunjukkan trend penuaan secara cepat meskipun kecepatannya beragam. Fenomena ini, seiring dengan kebutuhan untuk memperluas cakupan sistem perlindungan sosial, kemungkinan besar akan meningkatkan pengeluaran sektor publik dan swasta dalam perlindungan sosial, terutama pensiun dan perawatan kesehatan. Makalah ini menganalisa kemungkinan pembiayaan tambahan. perlindungan sosial di berbagai negara di Asia, serta dampaknya terhadap gabungan pembiayaan yang melibatkan sektor publik dan swasta. Indikasinya adalah seiring dengan keseluruhan sumber daya yang dikhususkan bagi perlindungan sosial meningkat, baik dukungan anggaran pemerintah (membutuhkan ruang fiskal), dan pembiayaan rumah tangga individu juga meningkat. Makalah ini akan mengkaji berbagai hal tersebut termasuk kemungkinan efisiensi yang didapat dari peningkatan profesionalisme organisasi dana simpanan dan pensiun di Asia. Makalah ini juga akan membahas secara singkat kemungkinan peran pensiun sosial di Asia.
Konteks /1 4
Perlindungan Sosial menjadi masalah kebijakan publik penting yang makin banyak diperhatikan di Negara-negara berkembang Asia (secara luas tidak termasuk negara berpenghasilan tinggi seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, Brunei, Taiwan dan Hong Kong).
Konteks /2 5 Istilah perlindungan sosial tidak mempunyai arti analitis yang tepat. Istilah ini dipakai oleh berbagai analis yang berbeda sesuai dengan pertanyaan kebijakan yang tengah diajukan. Pengertian yang terluas diberikan oleh UNRISD (Badan Penelitian Perserikatan bangsa-Bangsa untuk Pembangunan Sosial). Istilah ini juga dipakai untuk menjelaskan istilah termasuk "... kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan dengan cara meningkatkan pasar tenaga kerja secara efisien, mengurangi paparan orang terhadap risiko, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengelola risiko ekonomi dan sosial, seperti pengangguran, pengecualian, penyakit, kekurangan fisik, dan lanjut usia (UNRISD, 2010.) Pensiun lanjut usia atau pembiayaan untuk purna bakti, dan pelayanan kesehatan merupakan sebagian dari komponen terbesar belanja sosial di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang di Asia. Untuk banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, pengeluaran untuk jaring pengaman sosial untuk mengatasi bencana alam dan bencana lainnya juga signifikan.
Konteks /3 6 FAKTOR:
Trend Demografis
Dinamika Pasar Tenaga kerja Urbanisasi Internal dan Mobilitas Tenaga kerja Lintas Batas Peningkatan Standar Hidup Integrasi Global
TREND DEMOGRAFIS-
tercermin dalam penurunan angka kelahiran dan peningkatan angka harapan hidup, tanda penuaan cepat. (Tabel 1a sampai 1c) Antara 2011 dan 2030, peran berbagai negara berkembang Asia terhadap jumlah populasi dunia akan sedikit menurun (dari 45.5 % menjadi 43.6%) , namun proporsinya terkait umur lansia dunia (di atas 60 dan di atas 80) akan meningkat relatif tinggi (dari 39.4 % menjadi 46.4%, dan dari 28.8 % menjadi 35.3 % secara berurutan). Ini lebih berimplikasi pada penuaan secara cepat dibandingkan bagi dunia secara keseluruhan.
Tabel 1A: Membangun Asia: Indikator Demografi Terpilih, 201 dan 2030
2030
Populasi penduduk berumur 60 tahun atau lebih (dalam juta jiwa) 2011 2030
Populasi penduduk berumur 80 tahun atau lebih (dalam juta jiwa) 2011 2030
6974.0 (100.0)
8321.4 (100.0)
783.7 (11.2)
1378.9 (16.6)
110.3 (1.6)
195.4 (2.3)
3166.0 (45.4)
3624.1 (43.6)
308.3.39,3
637.6 (46.2)
31.5 (28.6)
68.5 (35.1)
14.3 (0.5) 1341.3 (42.4) 1224.6.38,7 242.3.7,7
17.4 (0.5) 1393.0 (38.4) 1523.4 (42.0) 279.7 (7.7)
0.9 (6.4) 165.1 (12.3) 92.6 (7.6) 20.2 (8.3)
1.9 (10.9) 340.0 (24.4) 187.7 (12.3) 43.9 (15.7)
0.0 (-)a 18.2 (1.4) 8.1 (.7) 1.9 (0.8)
0.2 (0.8) 39.0 (2.8) 18.2 (1.2) 4.5 (1.6)
6.3.0,2 28.9 (0.9) 48.3.1,5
7.8 (0.2) 37.3 (1.0) 54.3 (1.5)
0.4 (6.0) 2.3 (8.0) 4.0 (8.2)
0.8 (9.7) 5.5 (14.7) 8.2 (15.1)
0.0 (-) 0.2 (0.6) 0.4 (0.8)
0.0 (-) 0.5 (1.4) 0.6 (1.1)
6.8 (0.2) 94.9 (3.0) 69.5 (2.2) 88.8 (2.8)
10.1 (0.3) 126.3 (3.5) 73.3 (2.0) 101.5 (2.8)
0.3 (4.6) 5.6 (5.9) 9.2 (13.3) 7.7 (8.6)
0.7 (7.0) 12.6 (10.0) 17.8 (24.3) 18.5 (18.3)
0.0 (-) 0.4 (0.5) 1.2 (1.7) 1.1 (1.3)
0.0 (-) 1.1 (0.9) 2.4 (3.2) 2.0 (1.9)
Negara
Total Populasi (dalam juta jiwa)
Tahun
2011
Dunia Negara Berkembang Asia Kamboja China India Indonesia Republik Demokratik Rakyat Laos Malaysia Myanmar Papua Nugini Filipina Thailand Vietnam
Sumber: Population Division of the Department of Economic and Social Affairs of the United Nations Secretariat, World Population Prospects: The 2010 Revision,http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm, Diakses pada 28 Februari 2013 dan 20 Mei 2013. Persentase total populasi dunia Persentase Negara Berkembang di Asia Persentase populasi dunia yang bersangkutan Persentase total populasi negara a '-'berarti dapat diabaikan Catatan: Angka untuk China, India, Papua Nugini dalah untuk tahun 2010, 2030
7
Konteks /4 8
Jumlah penduduk lanjut usia di tiga Negara berkembang, China, India dan Indonesia.
Ini berarti bahwa cara ketiga negara ini mengatasi masalah pembiayaan (dan berbagai tantangan lainnya) dalam menghadapi populasi lansia
akan menjadi penentu utama bagaimana Negara-negara berkembang di Asia akan menyikapi tantangan terkait masalah demografi secara keseluruhan. Sampai 2030, di hampir seluruh Negara Berkembang Asia, Total Angka Kelahiran (TFR) akan lebih rendah daripada angka kelahiran dunia.
Untuk kurun waktu 2010-2015, angka harapan hidup pada umur 60 tahun di negara berkembang Asia diramalkan akan lebih rendah daripada rerata dunia (dengan pengecualian Vietnam, dimana angkanya lebih tinggi baik untuk laki-laki dan perempuan, dan di Thailand, dimana angkanya lebih besar untuk laki-laki)
Tabel 1B: Angka Kelahiran, Harapan Hidup dan Nilai Tengah Umur di Berbagai Negara Berkembang Asia Angka harapan Nilai Tengah hidup saat usia 60 Umur tahun (2010-15) 2025-2030 laki-laki perempua 2030 n 2010
Kelahirana
Angka harapan hidup saat lahir
2025-2030
2010-2015
Negara
Jumlah Angka
Tahun
2010-2015
Dunia
2,5
2,3
69,3
72,4
18,0
22,0
29,2
34,1
Kamboja
2,4
1,9
63,7
69,5
16,0
17,0
22,9
31,3
China India
1,6 2,5
1,6 2,2
73,8 66,0
76,4 69,9
18,0 16,0
21,0 18,0
34,5 25,1
42,5 31,2
Indonesia 2,1 Republik Demokratik Rakyat Laos 2,5 Malaysia 2,6 Myanmar 1,9
1,8
70,0
74,3
17,0
19,0
27,8
35,1
1,9 2,2 1,7
67,9 74,6 66,0
72,4 77,1 71,1
16,0 18,0 16,0
18,0 20,0 18,0
21,5 26,0 28,2
30,2 31,7 35,9
Papua Nugini
3,8
3,1
63,3
68,0
14,0
17,0
20,4
24,5
Filipina Thailand Vietnam
3,1 1,5 1,8
2,6 1,5 1,6
69,2 74,4 75,5
72,5 76,8 78,0
16,0 19,0 20,0
19,0 22,0 23,0
22,2 34,2 28,2
27,1 41,8 38,5
Sumber: Population Division of the Department of Economic and Social Affairs of the United Nations Secretariat, World Population Prospects: The 2010 Revision,http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm,http://unstats.un.org/unsd/demographic/products/socind, diakses pada 25 Februari 2013 dan 20 Mei 2013 aCatatan: Rerata angka anak merupakan angka hipotesis kohor perempuan yang pada akhir usia produktif mereka jika dianggap hidup sepanjang angka kelahiran pada kurun waktu tertentu dan jika mereka tidak meninggal. Ini dihitung sebagai jumlah anak per perempuan.
9
Konteks /5 10
Nilai Tengah Umur akan menunjukkan adanya campuran trend dengan lima negara sampel yang menunjukkan rerata yang lebih tinggi dari rerata dunia, dan enam negara lainnya justru lebih rendah. Rasio ketergantungan lanjut usia dan hubungannya (jumlah orang dalam usia aktif secara ekonomi yang menanggung tiap warga lanjut usia) di Negara Berkembang Asia akan menunjukkan trend campuran dengan tiga negara pada 2030 menunjukkan nilai ODR yang lebih tinggi dibandingkan dengan rerata dunia.
Table 1C: Trend Rasio Ketergantungan Warga Lansia di Negara Berkembang Asia 2010 dan 2030 Negara
Rasio Ketergantung warga lanjut usiaa
Tahun
2010
2030
Dunia
11.6 (8.6)
18.0 (5.6)
Kamboja China India Indonesia Republik Demokratik Rakyat Laos
5.9 (16.9) 11.0 (9.1) 8.0 (12.5) 8.2 (12.1)
10.2 (9.8) 24.0 (4.2) 12.0 (8.3) 15.1 (6.6)
6.3 (15.9) 7.4 (13.6) 7.4 (13.5) 6.0 (16.8) 5.0 (20.0) 12.6 (7.9) 8.5 (11.7)
9.1 (11.0) 15.7 (6.4) 14.1 (7.1) 10.4 (9.6) 7.0 (14.3) 26.1 (3.8) 18.3 (5.5)
Malaysia Myanmar Filipina Papua Nugini Thailand Vietnam
Sumber: Population Division of the Department of Economic and Social Affairs of the United Nations Secretariat, World Population Prospects: The 2010 Revision,http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm, Diakses pada 4 Maret 2013 dan 20 Mei, 2013 a Angka dalam kurung menunjukkan pada rasio tanggungan populasi yang diartikan sebagai orang dengan usia antara 15-64 yang secara potensial mungkin menanggung mereka yang berusia di atas 65; dihitung sebagai kebalikan rasio ketergantungan warga lanjut usia
11
Konteks /6 12
DINAMIKA PASAR TENAGA KERJA-
menunjukkan berlangsungnya jumlah tenaga kerja informal dankontrak yang tinggi di pasar tenaga kerja. (Tabel 2)
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa antara 2010 dan 2030, Negara Berkembang Asia perlu pertumbuhan sebesar 35 persen dari penghidupan secara global, dengan India saja sudah mencatatkan 27 persen.
Tantangan penciptaan penghidupan akan menjadi tantangan yang sangat besar di India, Indonesia dan Filipina sementara China diperkirakan akan menunjukkan penurunan jumlah tenaga kerja (Tabel 2).
Tabel 2: Negara Berkembang Asia, Potensi Penghasil Penghidupana berdasarkan wilayah (2010-2030) Negara
Jumlah (Juta)
% Total Dunia
% Negara Berkembang Asia
Dunia
913,2
100,0
-
Negara Berkembang Asia 318,9
34,9
100,0
China India Kamboja Indonesia Republik Demokratik Rakyat Laos
-10,4 244,5 3,0 32,3
26,7 0,3 3,5
76,7 0,9 10,1
1,6 6,0 5,1 24,7 2,4 0,6 9,1
0,2 0,7 0,6 2,7 0,2 0,1 1,0
0,5 1,9 1,6 7,7 0,8 0,2 2,9
Malaysia Myanmar Filipina Papua Nugini Thailand Vietnam
Sumber: Dihitung dari Population Division of the Department of Economic and Social Affairs of the United Nations Secretariat, World Population Prospects: The 2010 Revision,http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm , diakses pada 28 Februari 28, 2013 dan 21 Mei , 2013. Catatan: Ini diartikan sebagai jumlah orang yang aktif secara ekonomi, yang diartikan sebagai mereka yang berumur antara 15 sampai 64 tahun di suatu wilayah, di mana penghidupannya didapat dari sektor formal atau informal antara 2010 dan 2030. a
13
Konteks /7 14
Rasio kesempatan kerja di India (53,6) jauh lebih rendah dibandingkan dengan rerata dunia (60,3), (Tabel 3), yang memiliki potensi untuk berkembang lebih cepat jika hal tersebut mampu meningkatkan rasio ini. Namun ini akan membutuhkan kondisi lingkungan yang lebih kondusif bagi penciptaan kesempatan kerja dan penghidupan. Penekanan serupa juga dibutuhkan di Indonesia dan Filipina.
Tingkat partisipasi tenaga kerja pada populasi menua di Negara Berkembang Asia (dengan pengecualian China dan Vietnam) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rerata dunia. Sehingga warga lanjut usia di banyak Negara Berkembang Asia banyak yang telah terjun ke pasar tenaga kerja.
Tabel 3: Kesempatan kerja dan Tingkat Partisipasi Tenaga kerja di Negara Berkembang Asia
Negara
Angka partisipasi Rasio Kesempatan tenaga kerja kerja berbanding populasi berumur populasib,2011: total 15-64 c(%),2010
Angka partisipasi tenaga kerja populasi berumur 65+ d(%),2010
Perubahan angka partisipasi tenaga kerja populasi berumur 15-64 (%),2000- 20
Perubahan angka partisipasi tenaga kerja populasi berumur 65+ (%), 2000-2-
Dunia
60,3
69,9
19,5
-0,5
0,9
Kamboja China India Indonesia Lao PDR Malaysia Myanmar Papua Nugini
81,2 71,1 53,6 62,8 76,8 58,6 75,7
81,3 80,4 57,7 70,4 80,9 64,7 74,8
44,0 19,4 28,6 52,7 34,6 23,8 60,0
-1,0 -4,3 0,1 1,1 -1,6 -1,2 -3,3
14,3 -0,6 -6,4 10,4 4,0 0,8 2,9
Filipina
70,5 60,0
73,3 65,5
53,9 37,4
0,5 -1,1
-1,2 -5,7
Thailand Viet Nam
71,2 75,3
77,4 77,3
30,6 13,0
-0,1 -1,3
2,0 -4,0
Sumber: International Labour Organization, Key Indicators of the Labour Market database,2011 Seventh Edition (tersedia di http://www.ilo.org/empelm/pubs/ WCMS114060/lang--en/index.htm), diakses pada 1 Maret 2013 dan 22 Mei 2013 dan Laporan World Social Security,2010-11.
Tabel didasarkan atas data terakhir yang tersedia Proporsi populasi usia kerja yang bekerja. Bagi sebagian besar negara, populasi usia kerja diartikan sebagai orang berimur 15 tahun atau lebih, meskipun kebijakannya berbeda pada tiap negara. cAngka partisipasi tenaga kerja pada populasi berusia 15-64 tahun (%) = populasi ekonomis aktif berusia 15-64 antara / Populasi berusia 15-64 tahun d Angka partisipasi tenaga kerja populasi berusia 65 tahun atau lebih (%) = populasi ekonomis aktif berusia antara 65 tahun atau lebih/ populasi berusia 65 tahun atau lebih Catatan: Kesempatan kerja bagi rasio populasi di India, China dan Papua Nugini adalah untuk tahun 2010. a
b
15
Konteks /8 16
Sejak informalisasi tenaga kerja diperkirakan terus meninggi di Negara Berkembang Asia, usaha untuk memperluas perlindungan sosial bagi mereka akan menjadi tantangan besar.
Ini tercermin pada rendahnya cakupan efektif atas tenaga kerja (Tabel 4).
Bagi pensiun, kontribusi aktif sesuai persentase populasi usia kerja secara global hanya sekitar seperempatnya. Sehingga, tiga perempat dari populasi usia kerja tidak memiliki jaminan pensiun.
Di berbagai Negara Berkembang Asia, kecuali di Malaysia dan Filipina, cakupan jaminan pensiun berada di bawah rerata dunia.
Konteks /9 17
Namun, cakupannya tidak serta merta berarti adanya risiko mitigasi atau tingkat manfaat yang memadai.
Seiring dengan meningkatnya permintaan atas perlindungan sosial, maka cakupannya termasuk tingkat manfaat, juga perlu ditingkatkan.
Bahkan, ILO dan HelpAge International (http://www.helpage.org/) serta berbagai lembaga lainnya bersikeras akan perlunya pengadaan perlindungan sosial secara global; sementara UNRISD menyeimbangkan kebutuhan perlindungan sosial dengan perhatian yang lebih konvensional terhadap pertumbuhan dan pengelolaan makroekonomi.
Sehingga, kebutuhan pembiayaan diperkirakan akan meningkat.
Tabel 4: Tanggungan resmi dan yang efektif atas beberapa cabang jaminan sosial terpilih di Negara Berkembang Asia, 2010-11
Negara
Perkiraan pertanggungan Kontributor Perkiraan tanggungan aktif terhadap resmi kecelakaan resmig bagi warga lanjut skema pensiun kerjag (% populasi yang aktif secara usia (% populasi usia (% populasi a ekonomi kerja) usia kerja)b Pertanggungan Wajib)c
Rasio: (penyebab kecelakaan kerja atau orang yang dilindungi (% populasi yang aktif secara ekonomi)d
Perkiraan pertanggungan pengangguran g (% dari populasi yang aktif secara ekonomi)e
Persentase pengangguran yang tidak menerima bantuan pengangguranf
Duniah
-
26,4
-
-
-
84,6
Kamboja China India Indonesia Lao PDR Malaysia Myanmar Papua Nugini
25-50 25-50 Kurang dari 25 Kurang dari 25 25-50 -
22,4 6,4 14,1 0,7 63,8 -
31,9 7,5 23,7 7,3 67,6 -
15,7 18,8 48,6 -
Tidak ada Kurang dari sepertiga Kurang dari sepertiga Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
100 87,1 * 100 100 100 100
Filipina Thailand
Kurang dari 25 50-75 50-75
54,7 21,3
11,5 50,4 27,5
62,7 21,3
100,0 100 85,3
Viet Nam
Kurang dari 25
12,4
23,7
15,5
Tidak ada Tidak ada Antara sepertiga dan dua pertiga Kurang dari sepertiga
100
Sumber: Diambil dari World Social Security Report, 2010-11. Sumber berdasarkan kolom diambil dari: a Tabel 16,Halaman 208, bTabel 21, Halaman 240, c Tabel 17, Halaman 216, d Tabel 23, Halaman 253, e Tabel 18, Halaman 223, f Tabel 22a, halaman 245 = Data tidak tersedia; g Pertanggungan resmi berbeda dengan pertanggungan efektif. Kelompok populasi dapat dinyatakan telah tertanggung secara resmi jika memang ada ketentuan resmi bahwa kelompok tersebut harus ditanggung dengan asuransi sosial untuk cabang jaminan sosial, atau akan mendapatkan manfaat khusus sesuai kondisi tertentu, misalnya, bagi pensiun warga lanjut usia setelah mencapai usia 65, atau bagi bantuan pendapatan (termasuk pensiun sosial warga lanjut usia) jika pendapatan berada di bawah ambang batas tertentu; h Perkiraan nilainya di daerah ditentukan berdasarkan populasi *Catatan: Persentasi pengangguran yang tidak menerima bantuan pengangguran: "Tunjangan Pengangguran" mulai diberikan pada 2005 pada skema Perusahaan Asuransi Negara bagi Pegawai', yang mencakup sakit dan persalinan; serta petanggungan 24 persen dari seluruh yang didapat pekerja di sektor formal, atau 2 persen dari seluruh angkatan kerja.
1 8
Konteks /10 19
• Kebutuhan yang lebih besar dan harapan yang lebih tinggi yang muncul untuk adanya perlindungan sosial yang lebih baik (membutuhkan fokus perubahan kebijakan dari pendapatan mutlak menjadi pendapatan relatif) karena: Urbanisasi sudah lebih dari setengah populasi Asia adalah urban, dan jumlahnya terus meningkat),
Mobilitas tenaga kerja internal dan lintas batas secara luas,
Integrasi lebih dalam pada Negara Berkembang Asia dan ekonomi dunia secara keseluruhan
Peningkatan standar hidup
(dipelopori dengan berbagai kesepakatan ekonomi dan perdagangan bilateral, sub-regional dan multilateral).
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /1 20
Penting untuk membedakan antara pendanaan secara ekonomi dan pembiayaan, misalnya campuran instrumen atau metode asuransi sosial terutama yang didanai dari kontribusi, pembiayaan anggaran, simpanan wajib atau sukarela, dll. Campuran pembiayaan ini dapat secara luas dibagi menjadi sektor publik dan swasta. Untuk pensiun, pengumpulan data dilakukan secara nasional dan internasional dalam artian belanja publik dan sehingga termasuk belanja swasta. Untuk pelayanan kesehatan, telah ada usaha untuk memperkirakan belanja kesehatan nasional dan memisahkan antara bagian publik-swasta.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA / 2 21
Konsep pembiayaan ekonomi didasari oleh premis bahwa sumber utama ketahanan ekonomi baik untuk warga muda dan lanjut usia adalah ketergantungan atas PBD terkini dan trend tingkat pertumbuhannya.(Barr dan Diamond, 2008) Sehingga pengaturan campuran pembiayaannya harus diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan (atau setidaknya tidak menghilangkan) angka inti pertumbuhan ekonomi. Bagian PDB yang lebih besar yang ditujukan bagi warga lanjut usia idealnya berasal dari pengurangan konsumsi seluruh populasi dan pemerintah dan bukan dari pembelanjaan investasi.
Hal di atas berarti bahwa mengharuskan adanya simpanan wajib untuk kepentingan purna bakti tidak serta merta berarti pendanaan secara ekonomi.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /
3
22
Sampai sejauh mana kebutuhan pembiayaan bagi perlindungan sosial di masa mendatang di Negara Berkembang Asia? Jelas ini akan tergantung pada apa yang disertakan dalam paket perlindungan sosial - misalnya. Jika pro pengembangan keterampilan disertakan dengan pensiun dan pelayanan kesehatan, maka akan butuh pembiayaan tambahan. Ini bukan pertanyaan yang mudah ditanggapai tidak seperti bagi negara anggota OECD, belum ada penelitian sistematis mengenai pembiayaan pensiun dan pelayanan kesehatan di Negara Berkembang Asia. IMF(2011) telah meramalkan pembiayaan pensiun publik (bukan total) sebagai berikut: (Lampiran Tabel 4, hal.53) Rerata dunia akan meningkat dari 7.0 persen PDB pada 2010 menjadi 8,1 persen pada 2030 dan 9,7 persen pada 2050. Angka yang sama untuk negara maju adalah 8.4, 9.6 dan 11.0
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /4 23
Dan untuk berbagai negara yang mulai maju, angkanya mulai dari 5.6, 6.5 dan 8.3 Di antara Negara Berkembang Asia, capaian China akan meningkat dari 3.4 pada 2010 menjadi 6.7 pada 2030 dan 9.2 pada 2050. Ini berarti butuh ruang fiskal sebesar 5.8 persen dari PDB antara 2010 dan 2050. Jika pengeluaran swasta untuk pensiun ditambahkan, maka dibutuhkan porsi PDB yang lebih besar untuk pembiayaan lanjut usia. Perlindungan Sosial juga melibatkan perawatan kesehatan, dan berbagai program lainnya. Mengingat rendahnya pertanggungan populasi, pendanaan anggaran, pensiun sosial tanpa kontribusi, sumber daya teruji atau yang universal makin disarankan. Biaya fiskal bagi pensiun tersebut tergantung pada rancangan , termasuk tingkat manfaat dan pengawasan pembuatan indeks.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /5 24
• Jika pengeluaran atas hal ini diperhitungkan dan diharapkan ada pertanggungan yang lebih luas (misalnya melalui pensiun sosial), ruang fiskal dan tambahan sumber daya masyarakat dibutuhkan agar populasi lanjut usia makin besar. •Perkiraan biaya fiskal pensiun sosial telah diringkas dalam Asher (2012). > Di Selandia Baru, biaya fiskal pada 2009-10 sebesar 4.persen dari PDB; diperkirakan meningkat menjadi 8 persen PDB pada 2050. > Di Australia, biaya fiskal rerata pensiun teruji adalah 2.7 persen PDB pada 2009; diperkirakan menjadi 3.9 persen pada 2050. >ILO memperkirakan bahwa pensiun sosial terendah pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah akan berkisar antara 1 persen PDB; namun perkiraan untuk paket perlindungan sosial secara penuh berkisar antara 3.7 persen sampai 10.6 persen PDB.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA / 6 25
• Bahkan 1 sampai 1.5 persen biaya akan membutuhkan reformasi keuangan di bidang sistem pajak yang menghasilkan pendapatan antara 10 sampai 15 persen PDB. • Terlebih lagi, ada temuan yang tidak serius yang menyatakan bahwa pegawai mengumpulkan pajak seperti keringanan pajak dari individu dan bisnis, namun tidak memasukkannya ke bendahara negara, sehingga tidak disertakan dalam ukuran pajak penghasilan konvensional. Dampaknya adalah beban pajak nyata secara analisis mungkin akan jauh lebih tinggi. Ini mungkin dapat mengurangi cakupan untuk peningkatan lebih lanjut atas beban pajak tidak nyata.
• Bahkan tanpa proyeksi biaya keuangan yang matang, Negara Berkembang Asia akan perlu mengembangkan ruang fiskal yang memadai untuk membiayai perlindungan sosial.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA / 7 26
• Ruang fiskal dapat diartikan sebagai "pembiayaan yang tersedia bagi pemerintah sebagai akibat tindakan kebijakan nyata untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya, dan reformasi yang dibutuhkan untuk mengamankan pemerintahan, lembaga dan lingkungan ekonomi bagi berbagai tindakan kebijakan agar dapat berjalan efektif untuk serangkaian sasaran pembangunan. (Roy, Heuty dan Letouze ,2007). • Definisi di atas secara gamblang menyebutkan bahwa jika ada pengeluaran anggaran tambahan, termasuk untuk perlindungan sosial tidak dikeluarkan secara produktif dengan orientasi hasil, maka dampak yang diinginkan tidak akan tercapai.
• Bisa dibantah bahwa tanpa adanya reformasi atas sistem formal yang ada, dan menyadari bahwa tabungan sumber daya nyata, tambahan ruang fiskal (dan pembiayaan swasta) akan sulit diciptakan tanpa terjadinya distorsi yang signifikan di tempat lain.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA / 8 27 Sehingga perlu untuk melakukan rekonsiliasi pandangan keuangan secara sempit dan pandangan pengembangan perlindungan sosial.
Pasca 2008, masalah fiskal lingkungan dunia dan kesinambungan hutang perlu segera diatasi dengan lebih menyeluruh dan lebih serius agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas di kawasan Negara Berkembang Asia (Ferrarini dkk. 2012). Terdapat beberapa jalan untuk menghasilkan ruang fiskal dan keuangan dan mendanai pengeluaran perlindungan sosial. 1. Ada tabungan sumber daya ekonomi yang dapat diambil melalui profesionalisme yang lebih besar dalam merancang, mengelola, dan mengubah dana simpanan dan pensiun, sistem pelayanan kesehatan, dan lainnya.
9
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA / 28
Sebagai contoh, Filipina SSS (Sistem jaminan sosial) menunjukkan biaya administratif antara 7 sampai 9 persen dari iurannya, sementara EPF (Dana Simpanan Pegawai) Malaysia menunjukkan 3 persen. Segala bentuk pengurangan biaya pada SSS akan meningkatkan manfaat. Sehingga dana biaya administratif dan kepatuhan di negara-negara seperti India, Indonesia dan Filipina masih tetap tinggi. Pada 2004, Undang-undang SJSN Indonesia kurang memiliki kejelasan tentang pembiayaan, manfaat, dll., dan tidak secara memadai membahas mengenai kebutuhan struktur insentif organisasi yang memadai. Ini akan menyebabkan tanggungan fiskal kontinjensi. Ada keterbatasan untuk peningkatan angka iuran jaminan sosial di beberapa negara (misalnya, China, India, Malaysia, Vietnam karena nilainya sudah relatif tinggi (Tabel 5.)
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /
10
29
2. Peningkatan kompetensi untuk menghasilkan sumber daya dari berbagai sumber lain non-konvensional, seperti pemanfaatan aset negara, termasuk tanah, hak atas properti seperti wilayah udara, dan minyak dan sumber daya pertambangan secara lebih lengkap dan lebih produktif.
3. Menjalin koordinasi yang lebih baik antara pensiun dan sektor pelayanan kesehatan untuk menghemat sumber daya dan untuk koherensi kebijakan yang lebih besar. (Bali dan Asher, 2012).
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /
11
30
4. Reformasi atas pajak yang konvensional, meningkatkan tingkat kepatuhan dan efisiensi. 5. Penggunaan Dana Kekayaan Negara (SWF), surplus pendapatan yang ada dan kekayaan selama beberapa generasi. China telah memakai cara ini. 6. Inovasi keuangan, terutama pada tahap pembayaran merupakan skema akumulasi. Praktik konvensional yang mengandalkan pada anuitas tidak akan memadai mengingat keterbatasan instrumen keuangan untuk mengatasi panjangnya risiko, dan karena ketidakpastian trend keberlangsungannya karena ketidakapastian dalam terobosan teknologi kedokteran.
Inovasi seperti itu, yang dapat menurunkan biaya transaksi pemberian layanan dan berbagi risiko dengan lebih baik antara perusahaan asuransi, dan individu, serta pemerintah akan dibutuhkan.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /
12
31
7. Beberapa negara berpenghasilan tinggi telah berusaha untuk membiayai warga lanjut usia dengan mengembangkan instrumen yang dapat mengubah real estate menjadi sumber konsumsi purna bakti. Namun keberhasilan mereka relatif kecil. 8. Di Negara Berkembang Asia, individu dan rumah tangga harus menanggung jumlah yang lebih besar atas peningkatan biaya yang ditujukan untuk membiayai warga lanjut usia. Meningkatkan kebijakan dan peraturan lingkungan yang aman dan stabil untuk tabungan jangka panjang bagi individu harus dianggap menjadi instrumen penting untuk pembiayaan warga lanjut usia. Namun ini perlu dilakukan tanpa harus menciptakan tanggungan kontinjensi atau risiko fiskal.
9. Dengan makin panjangnya umur seseorang, maka biaya pelayanan kesehatan akan mendapatkan signifikansi yang lebih besar sehingga peningkatan produk dan kebiasaan yang lebih sehat harus menjadi bagian dari kebijakan publik yang dirancang untuk menurunkan kebutuhan pengeluaran kesehatan bagi warga lanjut usia.
PILIHAN PEMBIAYAAN DAN ISUNYA /
13
32
Untuk mencapai sasaran sistem yang lebih mantap di setiap negara dibutuhkan struktur kombinasi pilihan yang disesuaikan dengan konteks dan kapasitasnya. Kesimpulan utama yang muncul dari pembahasan di atas adalah bahwa ada kebutuhan yang mendesak atas profesionalisme yang lebih besar dalam merancang, mengimplementasikan, mengelola, dan menyesuaikan teknologi modern dan struktur pengelolaan sistem perlindungan sosial dan organisasinya di Negara Berkembang Asia. Pergeseran dari pendekatan berorientasi kesejahteraan menjadi pendekatan berorientasi hasil dengan perbandingan penting.
Tabel 5: Negara Berkembang Asia, Tingkat Kontribusi Program Jaminan Sosial, 2010 (dalam persen) Negara
Warga Lanjut Usia, kekurangan fisik, dan survivor (pensiun) Orang tertanggung Atasan Total
Semua program jaminan sosial a
China d
8,0
20,0
28,0
11,0
29.0f,g
40.0c
India d
12,0
17,6
29,6
13,7
22,3
36,1
Indonesia
2,0
4,0
6,0
2,0
7.24d
9,2
5.0b
9.5b
4,5
5,0
9,5
Republik Demokratik 4.5b rakyat Laos c
Orang tertanggung Atasan
Total
Malaysia c
11.5b
13.5b
25.0b
11,5
14,8
26,3
Myanmar c
0,0
0,0
0,0
1,5
3,5
5,0
Papua Nugini
6,0
8,4
14,4
6,0
8.4f
14,4
Filipina c
3.3b
7.1b
10.4b
4,8
8.8d
13,6
Thailand c
3.0b
3.0b
6.0b
5,0
5,2
10,2
Viet Nam c
7,0
13,0
20,0
9,5
2.1d
30,5
Total mungkin tidak sesuai karena pembulatan Sumber: Dirangkup dari Program Jaminan Sosial Dari Seluruh Dunia: Asia dan Pasifik, 2012, tersedia di:http://www.ssa.gov/policy/docs/progdesc/ssptw/20122013/asia/ssptw12asia.pdf a.Termasuk warga lanjut usia, dengan kekurangan fisik dan survivor; warga sakit dan bersalin; kecelakaan kerja; pengangguran; dan Tunjangan Keluarga. Di beberapa negara, angkanya mungkin tidak mencakup seluruh program. Pada beberapa kasus, hanya kelompok masyarakat tertentu, seperti yang bekerja yang tercatat. Angka kontribusi bervariasi, baik berupa rerata atau angka terendah yang digunakan. b.Juga termasuk angka kontribusi untuk program lainnya. c.Kontribusi diberiikan sampai plafon atas pada beberapa tunjangan. d.Atasan membayar total atau sebagian besar biaya tunjangan kecelakaan kerja. e.Pemerintah membayar total biaya pensiun warga lanjut usia dan disabilitas. f.Atasan membayar total atau sebagian besar biaya tunjangan kecelakaan kerja. g.Atasan membayar seluruh biaya tunjangan sakit dan persalinan.
33
KESIMPULAN PENUTUP/1 34
Hal yang paling menonjol dari perlindungan sosial beserta pembiayaannya adalah sebagai sebuah isu kebijakan publik, hal tersebut akan makin membesar di masa medatang karena berbagai faktor, seperti demografi dan trend pasar tenaga kerja, urbanisasi, mobilitas tenaga kerja internal dan lintas batas, peningkatan standar hidup dan integrasi global. Sementara database dan proyeksi pengeluaran terkait umur di masa mendatang tidak terlalu kuat di Negara Berkembang Asia, kesenjangan yang harus diatasi pada tingkat masing-masing negara dan pada tingkat regional adalah jelas bahwa membangun sistem perlindungan sosial yang lebih kuat akan membutuhkan ruang fiskal serta pendanaan swasta. Database yang lebih kuat untuk penetapan harga produk asuransi dibutuhkan seiring dengan peningkatan peran asuransi Setiap negara perlu melakukan gabungan pilihan fiskal dan hal lainnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan.
KESIMPULAN PENUTUP/2 35
Dibutuhkan reformasi besar sistem forma untuk sistem perlindungan sosial yang berkelanjutan dan adil. Berbagai pilihan tersebut tidak boleh dipahami secara sempit hanya sebagai kontribusi atau pajak belaka, namun secara lebih luas melibatkan wilayah tersebut untuk lebih meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan sumber daya dari berbagai sumber yang tidak konvensional dan melakukan penghematan sumber daya melalui profesionalisme yang lebih besar, koherensi kebijakan dan koordinasi organisasi. Pajak konvensional terhadap rasio PDB tidak sepenuhnya mewakili beban pajak dalam kasus analitis. Aspek pembiayaan juga butuh dikaitkan dengan integrasi yang lebih besar terhadap warga lanjut usia di masyarakat, termasuk dengan menciptakan lingkungan yang mampu mendukung potensi ekonomi mereka. Presentasi ini belum membahas tentang tantangan ekonomi politik dan manajemen politik di dunia dalam melakukan kombinasi metode dan instrumen pembiayaan yang sesuai. Namun, berbagai tantangan tersebut sangat rumit dan dibutuhkan usaha penelitian yang lebih besar untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.
RUJUKAN 36
Asher, M G, "Social Pensions for the Elderly in Asia: Fiscal Costs and Financing Methods". In Social Protection for Older Persons: Social Pensions in Asia, ed. S. W. Handayani & B. Babajanian. Manila: ADB, 2012. 23 pp
Bali, A., dan Asher, M.G. , 2012, Coordinating Healthcare and Pension Policies: An Exploratory Study, Tokyo : Asian Development Bank Institution Working Paper No. 374, http://www.eaber.org/sites/default/files/documents/2012.08.16.wp374.coordinating.h ealthcare.pension.policies.pdf, diakses pada 21 Mei 2013.
Barr, N. , dan Diamond, P. , 2008, Reforming Pensions: Principles and Policy Choices, New York : Oxford University Press, http://econ.lse.ac.uk/staff/nb/Barr Diamond crr.pdf , diakses pada 23 Mei 2013.
Clements, B. dan Coady, D. , 2011, The Challenge of Public pension Reform in Advanced and Emerging Economies, Washington, D.C. : International Monetary Fund, Fiscal Affairs Department.
Ferrarini, B., Jha, R.,& Ramayandi, A. (eds.) (2012). Public Debt Sustainability in Developing Asia. New York: Routledge.
RUJUKAN 37
Roy, R., Heuty, A., and Letouze, E. , 2007, Fiscal Space For What? Analytical Issues from a Human Development Perspective, UNDP Paper for the G-20 Workshop on Fiscal Policy, Istanbul, 30 Juni - 2 Juli.
UNRISD, 2010, Combating Poverty and Inequality: Structural Change, Social Policy and Politics, Geneva: UNRISD, http://www.unrisd.org/publications/cpi , diakses pada 23 Mei 2013.