MEMBENTUK PRIBADI MUSLIM YANG SHALIH Oleh : Abdul Kodir, S.Ag
Manusia adalah makhluk Allah swt yang paling mulia dan paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk yang lain. Hal ini disebabkan karena di samping memiliki keindahan betuk fisik, manusia juga punya kalbu, nafsu dan akal yang tidak dimiliki secara sempurna oleh makhluk Allah yang lain. Malaikat misalnya, mereka tidak memiliki nafsu, sehingga wajar jika mereka tidak pernah maksiat kepada Allah. Sebaliknya, binatang hanya memiliki nafsu dan tidak dilengkapi dengan akal serta kalbu, sehingga pantas kalau mereka tidak diberi beban (taklif) oleh Allah swt. Sehubungan dengan lengkapnya unsur-unsur rohaniyah yang dimiliki oleh manusia, -yakni adanya kalbu, nafsu dan akal—maka setiap saat di dalam diri manusia selalu terjadi “pergolakan” atau “peperangan” antara kekuatan nafsu yang selalu mendorong pada hal-hal negatif, dengan kekuatan kalbu yang senantiasa mendorong pada hal-hal yang positif. Jika dalam “peperangan” tersebut kalbu seseorang lebih dominan, maka nafsu dan akal pikirannya diarahkan pada hal-hal yang positif. Sebaliknya jika nafsu seseorang lebih dominan, maka kalbunya menjadi tumpul sedangkan akal pikirannya mengarah kepada hal-hal yang negatif. Dari sini dapat diketahui, bahwa kemuliaan manusia bukan didasarkan pada kesempurnaan bentuk fisik, kecerdasan akal pikiran, harta kekayaan yang berlimpah atau status sosial yang dimilikinya, akan tetapi semata-mata terletak pada sejauh mana potensipotensi ruhaniah yang dimiliki manusia tersebut mau mengikuti petunjuk-petunjuk Allah swt sehingga mendorong jasmaninya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya untuk mencapai derajat muttaqin. Tujuan Penciptaan & Tugas Manusia Sebagai orang yang beriman kita wajib yakin dan percaya, bahwa Allah swt tidak akan menciptakan suatu makhluk sekecil apapun kecuali pasti ada maksud dan tujuannya. Mustahil Dia menciptakan sesuatu tanpa ada maksud dan tujuan, sehingga sia-sia belaka. Demikian pula halnya dengan penciptaan manusia, maka kita wajib meyakini sepenuh hati bahwa Allah swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling mulia dan sempurna dengan tujuan dan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Menurut ajaran agama Islam, salah satu tujuan diciptakannya umat manusia di muka bumi ialah agar mereka benar-benar menjadi hamba Allah (abdullah).
ِوَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ اﻟْﺠِﻦﱠ وَاﻹﻧْﺲَ إِﻻ ﻟِﯿَﻌْﺒُﺪُون “Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi dan beribadah kepada-Ku”.( QS. Al Dzariyah [51]: 56)
ِوَﻣَﺎ أُﻣِﺮُوا إِﻻ ﻟِﯿَﻌْﺒُﺪُوا اﻟﻠﱠﮫَ ﻣُﺨْﻠِﺼِﯿﻦَ ﻟَﮫُ اﻟﺪِّﯾﻦَ ﺣُﻨَﻔَﺎءَ وَﯾُﻘِﯿﻤُﻮا اﻟﺼﱠﻼةَ وَ ُﯾﺆْﺗُﻮا اﻟﺰﱠﻛَﺎةَ وَذَﻟِﻚَ دِﯾﻦُ اﻟْﻘَﯿِّﻤَﺔ “Dan mereka tidak disuruh melainkan agar menyembah kepada Allah, dan dengan ihlas beragama kepada-Nya”.( QS. Al Bayyinah [98]: 5) 2. Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi. Sebagai makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna, --yang dilengkapi dengan kalbu, nafsu dan akal di samping anggota badan- manusia diberi amanat oleh Allah untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai khallifah, tugas manusia adalah mengolah, memanfaatkan dan menjaga alam ini dengan baik, sehingga terdapat lestari dan tidak menimbulkan kerusakan serta bencana. Sebagaimana telah difirmankan dalam al-Qur'an:
ًوَإِذْ ﻗَﺎلَ رَﺑﱡﻚَ ﻟِﻠْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔِ إِﻧﱢﻲ ﺟَﺎﻋِﻞُ ﻓِﻲ اﻷَرْضِ ﺧَﻠِﯿﻔَﺔ “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”. ( QS. Al Baqarah [2]: 30)
وَﻻَ ﺗُﻔْﺴِﺪُوا ﻓِﻲ اْﻷَرْضِ ﺑَﻌْﺪَ إِﺻْﻼَﺣِﮭَﺎ “Dan jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya” (QS. Al A'raf [7]: 56)
Pribadi yang Shalih Dalam bahasa arab, shalih berasal dari kata 'shaluha' yang berarti ' baik', lawan kata dari fasada (rusak). Kata ini juga bermakna 'sesuai', dan 'damai'. Sedangkan kata yang lahir dari akar kata ini selain kata shalih antara lain adalah maslahat, yaitu 'suatu keadaan yang baik' yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kemaslahatan. Manusia yang saleh berarti manusia yang perilakunya sesuai dengan tugas dan peraturan yang ditetapkan Allah Sang Pencipta. Muslim yang saleh berati muslim tingkah lakunya sesuai dengan ajaran Islam. Warga negara yang saleh artinya warga negara yang sesuai dengan hukum dan perundangan yang ditetapkan negara. Demikian pula pegawai yang saleh tak lain adalah pegawai yang melaksanakan tugas sesuai yang ditugaskan kepadanya. Jadi, amal saleh (perbuatan baik) adalah wujud dari kesalihan seseorang.
Dalam Islam, isitlah amal saleh biasanya dikaitkan dengan keimanan, di mana keimanan didefinisikan sebagai pembenaran dengan hati, yang diikuti dengan ucapan dan dibuktikan melalui perbuatan (amal). Oleh sebab itu, dalam al-Qur'an kata 'iman' hampir selalu diikuti oleh kata 'amal saleh’ karena amal saleh merupakan dimensi kasar dari keimanan. Selain itu, dikenal pula adanya trilogi Iman-Islam-amal saleh. Iman adalah pengakuan dari hati, kemudian dilembagakan dalam bentuk Islam, dan direalisasikan melalui amal saleh. Dengan demikian, kesalehan (kesalihan) merupakan sifat dari seseorang yang senantiasa melakukan amal saleh, yakni perbuatan-perbuatan baik sesuai yang diperintahkan oleh Allah, baik berupa ibadah yang sifatnya ritual (mahdlah) seperti shalat, puasa, haji, dzikrullah, dan lain-lain maupun ibadah yang bersifat muamalah (sosial ghairu mahdlah) seperti zakat, sedekah, tolong-menolong, menuntut dan menyebarkan ilmu, bekerja mencari nafkan, dan lain-lain. Ruang Lingkup Kesalihan 1. Kesalihan terhadap diri pribadi. Yaitu berbuat baik terhadap diri sendiri dengan memenuhi hak dan kebutuhan sesuai dengan proporsinya serta mendidik dan mempergunakannya dalam kepatuhan kepada Allah SWT. Kesalehan pribadi ini diwujudkan dengan menghiasi diri dengan berbagai ibadah dan perilaku-perilaku terpuji (al-akhlaq al-karimah) seperti tidak berlebih-lebihan, syukur, jujur, ikhlas, khusyu', tadharru' (rendah hati), adil, pemaaf, sabar, qana'ah, 'iffah (kebersihan diri), dan lain-lain. seperti ditegaskan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi berikut:
َوَﻛُﻠُﻮا وَاﺷْﺮَﺑُﻮا وَﻻ ﺗُﺴْﺮِﻓُﻮا إِﻧﱠﮫُ ﻻ ﯾُﺤِﺐﱡ اﻟْﻤُﺴْﺮِﻓِﯿﻦ "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan". (QS. Al A'raf [7]: 31)
ِوَﻣَﻦْ ﯾَﺸْﻜُﺮْ ﻓَﺈِﻧﱠﻤَﺎ ﯾَﺸْﻜُﺮُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﮫ "Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri" (QS. Luqman [31]: 12)
إن ﻟﻨﻔﺴﻚ ﻋﻠﯿﻚ ﺣﻘﺎ وإن ﻟﺠﺴﺪك ﻋﻠﯿﻚ ﺣﻘﺎ وإن ﻟﺰوﺟﻚ ﻋﻠﯿﻚ ﺣﻘﺎ وإن ﻟﻌﯿﻨﻚ ﻋﻠﯿﻚ (اﻟﺒﺨﺎري
)رواه
ﺣﻘﺎ
"Sesungguhnya jiwamu mempunyai hak (yang harus kau penuhi), ragamu mempunyai hak (yang harus kau penuhi), suami/istri-mu mempunyai hak (yang harus kau penuhi) dan kedua matamu mempunyai hak (yang harus kau penuhi)". (HR. Bukhari)
ﻋﻠﯿﻜﻢ ﺑﺎﻟﺼﺪق ﻓﺈن اﻟﺼﺪق ﯾﮭﺪي إﻟﻰ اﻟﺒﺮ وإن اﻟﺒﺮ ﯾﮭﺪي إﻟﻰ اﻟﺠﻨﺔ )رواه اﻟﺒﺨﺎري
"Kalian harus bersikap jujur karena kejujuran membawa pada kebaikan, sementara kebaikan membawa kepada surga". (HR. Bukhari)
Kesalihan terhadap diri sendiri juga diwujudkan dengan memeliharanya dari mara bahaya yang mengancam eksistensinya. Firman Allah:
ِوَﻻ ﺗُﻠْﻘُﻮا ﺑِﺄَﯾْﺪِﯾﻜُﻢْ إِﻟَﻰ اﻟﺘﱠﮭْﻠُﻜَﺔ "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan" (QS. Al Baqarah [2]: 195)
َوَاﺳْﺘَﻌِﯿﻨُﻮا ﺑِﺎﻟﺼﱠﺒْﺮِ وَاﻟﺼﱠﻼةِ وَإِﻧﱠﮭَﺎ ﻟَﻜَﺒِﯿﺮَةٌ إِﻻ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﺨَﺎﺷِﻌِﯿﻦ "Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya yang demikian itu teramat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'" (QS. Al Baqarah [2]: 45) 2. Kesalihan terhadap sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia harus berlaku salih terhadap sesamanya untuk mencapai kemaslahatan bersama. Kesalihan ini diwujudkan dalam bentuk berbagai ibadah dan perilaku-perilaku terpuji (al-akhlaq alkarimah) seperti zakat, tolong-menolong, amanah, dermawan, menghormati orang lain, bersikap
adil
dengan
memberikan
hak-hak
orang
lain,
mengembangkan
ilmu
pengetahuan, saling mngingatkan (amar ma'ruf nahy munkar) dan sebagainya, sebagaimana ditegaskan oleh ayat-ayat al-Qur'an dan hadits berikut:
َإِنﱠ اﻟﻠﱠﮫَ ﯾَﺄْﻣُﺮُﻛُﻢْ أَنْ ﺗُﺆَدﱡوا اﻷﻣَﺎﻧَﺎتِ إِﻟَﻰ أَھْﻠِﮭَﺎ وَإِذَا ﺣَﻜَﻤْﺘُﻢْ ﺑَﯿْﻦَ اﻟﻨﱠﺎسِ أَنْ ﺗَﺤْﻜُﻤُﻮا ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْلِ إِنﱠ اﻟﻠﱠﮫ ﻈﻜُﻢْ ﺑِﮫِ إِنﱠ اﻟﻠﱠﮫَ ﻛَﺎنَ ﺳَﻤِﯿﻌًﺎ ﺑَﺼِﯿﺮًا ُ ِﻧِﻌِﻤﱠﺎ ﯾَﻌ "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An Nisa [4]: 58) "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran".(QS. Al Maidah [5]: 2) Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukahri, Muslim dan Ibnu Majah :
ﻣﻦ ﻓﺮج ﻋﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻛﺮﺑﺔ ﻓﺮج اﷲ ﻋﻨﮫ ﻛﺮﺑﺔ ﻣﻦ ﻛﺮب ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ
"Barang siapa melepaskan seorang muslim dari sesuatu kesukaran, maka Allah SWT akan melepaskannya pula dari sesuatu kesukaran di hari kiamat." (H.R. Bukhari-Muslim dari Ibnu Majah). "Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. Al Taubah [9]: 122) Termasuk dalam kesalihan terhadap sesama ini adalah kesalihan terhadap keluarga. Kesalihan terhadap keluarga bahkan harus diutamakan sebelum seseorang berperilaku saleh kepada orang lain. Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka." (QS. Al Tahrim [66]: 6)
اﺳﺘﻮﺻﻮا ﺑﺎﻟﻨﺴﺎء ﺧﯿﺮا ﻓﺈﻧﻜﻢ أﺧﺬﺗﻤﻮھﻦ ﺑﺄﻣﺎﻧﺔ اﷲ واﺳﺘﺤﻠﻠﺘﻢ ﻓﺮوﺟﮭﻦ ﺑﻜﻠﻤﺔ اﷲ:ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ "Nabi Bersabda: Berwasiatlah (bersikap dan berprilakulah) kepada kaum wanita dengan baik. Karena sesungguhnya engkau sekalian mengambil (menikahi) mereka atas dasar amanat Allah dan dihalalkan menggauli mereka atas dasar kalimat Allah".
ﺧﯿﺮﻛﻢ ﺧﯿﺮﻛﻢ ﻷھﻠﻲ وأﻧﺎ ﺧﯿﺮﻛﻢ ﻷھﻠﻲ "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik (perilakunya) terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kamu terhadap keluargaku" 3. Kesalihan terhadap lingkungan. Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu tugas manusia sebagai khalifah adalah memelihara danmemakmurkan bumi dan bahkan alam raya. Maka kesalihan terhadap lingkungan berarti merenungkan, mengeksplorasi, dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan manusia serta memelihara dan melestarikannya agar tidak rusak. Ini ditegaskan oleh ayat-ayat al-Qur'an dan sabda Nabi berikut: "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya". (QS. Hud [11]: 61) “Dan jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya.” (QS. Al A'raf [7]: 56) "Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan" (QS. Al Rahman [55]: 33)
ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﯾﻐﺮس ﻏﺮﺳﺎ أو ﯾﺰرع زرﻋﺎ ﻓﯿﺄﻛﻞ ﻣﻨﮫ ﻃﯿﺮ أو إﻧﺴﺎن أو ﺑﮭﯿﻤﺔ إﻻ ﻛﺎن ﻟﮫ ﺑﮫ ﺻﺪﻗﺔ ()رواه اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ "Tiada seorang muslim yang menanam tanaman atau menumbuhkan tumbuhan, kemudian ada burung, manusia atau binatang yang mengambil makanan darinya, kecuali hal itu menjadi sedekah bagi orang muslim itu". (HR. Bukhari)
------------------------------------