Laporan YLBHI No. 9, November 2005
“MEMBEDAH SESAT PIKIR RUU RAHASIA NEGARA”
LAPORAN PEMANTAUAN DAN ANALISA RANCANGAN UNDANG-UNDANG RAHASIA NEGARA
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
Jalan Diponegoro No. 74 Jakarta 10320, INDONESIA Tel. 62-21-314 55 18 Fax. 62-21-319 30 140 Email:
[email protected] URL: http://www.ylbhi.or.id
0
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Seri Laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini dimaksudkan untuk memberikan analisa atau kajian-kajian terhadap isu-isu mamupun persoalan-persoalan yang berhubungan dengan hak asasi manusia, demokrasi, civil society, perburuhan, pertanahan dan isu-isu politik kontemporer serta analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan oleh para pengambil kebijakan. Seri laporan YLBHI ini diterbitkan secara berkala namun tidak berdasarkan tenggat waktu tertentu, melainkan dikeluarkan sesuai kebutuhan terhadap suatu persoalan atau isu di seputar yang disebutkan diatas. YLBHI adalah lembaga non-pemerintah yang didirikan pada 28 Oktober 1970 dengan tujuan memberikan bantuan hukum kepada masyarakat – terutama kepada mereka yang miskin dan dimarjinalkan secara ekonomi, sosial dan politik – dan memperjuangkan konstitusionalisme yang belandaskan keadilan sosial dan kebebasan masyarakat di Indonesia. Laporan nomor ini ditulis A. Patra M. Zen, berdasarkan hasil-hasil pemantauan yang dilakukan Tim Monitoring Rancangan Undang-undang, Yayasan LBH Indonesia.
Penghargaan Program Monitoring Rancangan Undang-undang Rahasia Negara yang dilakukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), didukung pendanaannya oleh the Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI). Dibawah program security law reform ini, dua RUU lain yang juga dimonitor YLBHI yakni RUU Peradilan Militer dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Banyak pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini. Haturan terima kasih disampaikan kepada M. Fadli, Maheri, Tim Monitoring RUU, YLBHI; Sakidi, Giyono dan Ola Siahaan. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Bapak H.S. Dillon, Bapak Adrianus Meliala. Bapak Marcellus Rantetana, Bapak Sofyan Lubis dari PGRI.
i
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Daftar Singkatan
BAP Dephan DPR DRN KMIP Polda ICCPR LBH LSN Ornop Prolegnas RUU UU UUD YLBHI
: Berita Acara Pemeriksaan : Departemen Pertahanan : Dewan Perwakilan Rakyat : Dewan Rahasia Negara : Kebebasan Memperoleh Informasi Publik : Kepolisian Daerah : Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik : Lembaga Bantuan Hukum : Lembaga Sandi Negara : Organisasi Non-Pemerintah : Program Legislasi Nasional : Rancangan Undang-Undang : Undang-Undang : Undang-Undang Dasar : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
2
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
MEMBEDAH SESAT PIKIR RUU RAHASIA NEGARA A. Patra M. Zen
Pengantar
Dasar (UUD) 1945. Dinyatakan dalam penjelasan, dinyatakan:
Rancangan Undang-undang (RUU) Rahasia Negara
“Undang-undang
Dasar
Negara
merupakan salah satu RUU yang menjadi prioritas
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
untuk dibahas berdasarkan dokumen Program
pasal 28F, mengamanatkan bahwa
Legislasi Keputusan
Nasional
(Prolegnas),
dimuat
dalam
setiap
Dewan
Perwakilan
Rakyat
(DPR)
berkomunikasi
orang
berhak dan
memperoleh
Republik Indonesia No. 01/DPR-RI/III/2004-2005.
informasi
Paper ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran,
pribadi dan lingkungan sosialnya,
analisis
serta
rekomendasi
terhadap
serta
proses
untuk
untuk
berhak
mengembangkan untuk
mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan,
penyusunan dan substansi/materi RUU ini, dengan menggunakan perspektif hukum hak asasi manusia (HAM). Dalam paper ini dokumen yang digunakan
mengolah,
dan
informasi
dengan
menyampaukan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia”
adalah RUU Rahasia Negara versi Departemen Pertahanan (Dephan) – selanjutnya disebut RUU
Dengan menggunakan pengetahuan dan praktik
Rahasia Negara dan RUU Kerahasiaan Negara versi
HAM, pembatasan yang dilakukan – dalam hal ini
21 Oktober 2005 – selanjutnya disebut RUU
oleh UU Rahasia Negara – dapat dirumuskan secara
Kerahasiaan Negara. Pembahasan terhadap kedua
tidak bertolak belakang, bertentangan bahkan
RUU ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan
menegasikan jaminan hak dalam pasal 28F tersebut.
wacana
perubahan-perubahan
Karenanya, tidak beralasan untuk tidak memberi
rumusan pasal. Analisa yang dimuat dalam paper ini
peluang diskursus HAM mengambil tempat dalam
juga sekaligus menunjukkan sesat pikir yang
perdebatan mengenai substansi dan materi RUU ini.
dikandung dalam rumusan rancangan.
Sebaliknya, pernyataaan pejabat yang melulu
dan
sejumlah
berargumen ekonomi-politik dengan mengabaikan Penggunaan perspektif norma dan standar HAM
argumen hak asasi manusia pada dasarnya
bukan mengada-ada. Penjelasan RUU Kerahasiaan
bertentangan dengan semangat dan nafas yang
Negara bahkan diparagraf paling awal mengutip
mendasari dan menghidupi proses penyusunan
pasal yang menjamin HAM dalam Undang-Undang
perundang-undangan Rahasia Negara.
2
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Sejumlah
Organisasi
Non-Pemerintah
(Ornop),
mengusulkan rancangan, Lembaga Sandi Negara
termasuk
Yayasan
Lembaga Bantuan
Hukum
(LSN) – lewat dokumen yang ditandatangani Ketua
Indonesia (YLBHI) memberikan perhatian kepada
LSN Narchowi Ramli – pernah merekomendasikan
proses penyusunan RUU ini untuk memastikan pada
untuk merubah judul RUU Rahasia Negara menjadi
saatnya nanti, menjadi UU yang tidak mengancam
RUU Sandi Negara saat Rapat Kerja Komisi I DPR
“kebebasan masyarakat” (civil liberties) dan “keadilan
pada 24 Februari 2005. 2 Usulan lembaga ini,
sosial” (social justice). Secara regular, YLBHI
kemudian sudah ditolak dalam kesimpulan rapat,
senantiasa
dan
dengan alasan RUU sudah masuk kedalam
evaluasi kritis terhadap para pembuat kebijakan
Prolegnas serta perubahan judul RUU akan
(decision makers) yang terkait dalam pembahasan
berdampak pada perubahan substansi.
mengajukan
gagasan-gagasan
RUU ini, termasuk meminta Pemerintah dan DPR untuk bersikap terbuka dan membuka seluas-luasnya
Mengenai materi yang dimuat dalam RUU, selain
partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
diatur dalam sebuah UU paling tidak terdapat usulan
RUU ini. 1
yang berkembang: (1) materi dimuat menjadi bagian dari RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik
Berdasarkan hasil pemantauan Tim Monitoring YLBHI
(KMIP); (2) dimuat dalam peraturan perundang-
terhadap proses penyusunan RUU Rahasia Negara,
undangan yang jenis dan hierarkinya dibawah
diketahui bahwa rancangan ini per 11 Oktober 2005
Undang-undang, seperti Peraturan Pemerintah. Dari
masih dalam proses pembahasan di Dephan oleh
aspek pembahasan, juga terdapat usulan: RUU
panitia antar Departemen. Diperkirakan draf awal
“Rahasia Negara” diusulkan dibahas setelah RUU
direncanakan akan selesai pada bulan November
KMIP ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU).
2005 dan selanjutnya diajukan kepada DPR RI.
Usulan yang agak unik juga pernah dikemukakan AM Hendropriyono – saat itu menjabat sebagai Kepala
Terdapat sejumlah perubahan dan usulan mengenai
Badan Intelijen Negara, yang merekomendasikan
judul RUU ini. Draft RUU awal yang memuat 25 pasal
pembahasan RUU Rahasia Negara dengan 2 UU
diberikan judul “Rahasia Negara”, selanjutnya RUU
lainnya yakni RUU KIMP dan RUU Intelijen.
versi 21 Oktober 2005 diberi judul “Kerahasiaan Negara”. Salah satu lembaga Pemerintah yang
Lihat antara lain Kompas. 16 September 2005. “Pemerintah Diminta Bersikap Terbuka”; Sinar Harapan Online, 12 November 2004. “Pembahasan RUU Rahasia Negara dan KMIP. DPR Mesti Prioritaskan Perlindungan Publik”. Setidaknya, sejak tahun 2002, Yayasan LBH Indonesia telah aktif melakukan monitoring terhadap rencana penetapan UU tentang Kerahasiaan Negara. Lihat antara lain Kompas. 19 Maret 2002. “RUU Rahasia Negara Berpotensi Melindungi Kejahatan Korupsi”.
1
Kompas. 25 Februari 2005. “Lembaga Sandi Usulkan Judul RUU Rahasia Negara Diubah” 2
2
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 A. Rahasia
Negara
dalam
Norma
dan
menjelaskan
Standar Hukum Hak Asasi Manusia
Negara
seringkali
gagal
untuk
menunjukkan pelaksanaan peraturan perundangundangannya yang disusun untuk membatasi hak asasi yang dijamin dalam pasal 12 ayat (1) dan (2)
Soal rahasia Negara dalam hukum internasional hak
telah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 12 ayat
asasi manusia, berkaitan setidaknya dengan 2 pasal
(3). Selanjutnya Komite menyatakan, penundaan
Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik
pemenuhan hak setiap orang yang dijamin dalam
(ICCPR), yakni pasal 12 dan pasal 19. 3
pasal 12 harus berdasarkan pada aturan hukum yang jelas (clear legal grounds) dan memenuhi prinsip
Pasal 12 ICCPR memuat ketentuan obligasi
“keperluan” (necessity) dan prinsip proporsional
(kewajiban) Negara untuk menjamin hak setiap orang
(proportionality). Kondisi ini tidak dapat dilanggar,
memilih tempat tinggal dan kebebasan untuk
sebagai
berpergian didalam maupun ke luar negeri atau
meninggalkan Negaranya hanya dengan alasan
sebaliknya, memasuki Negara asalnya. Walaupun
bahwa dirinya menyimpan “rahasia Negara” (“state
ada ketentuan restriksi, jaminan ini hanya dapat
secrets”) atau jika seseorang dilarang bepergian
ditunda pemenuhannya jika ada unsur “keperluan”
didalam negeri karena tidak memiliki izin khusus.
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 4
Pembatasan dapat dilakukan, seperti larangan
Pembatasan dapat dilakukan, sebagai contoh untuk
memasuki zona militer atau pembatasan memasuki
keperluan
wilayah yang didiami oleh komunitas masyarakat
menjaga
kemanan
nasional
atau
contoh,
jika
seseorang
dilarang
kemaslahatan masyarakat.
adat.
Penjelasan mengenai pasal 12 ICCPR tersebut dapat
Pasal 19 ICCPR juga berkaitan erat dengan soal
ditemukan
(General
“rahasia Negara”. Pasal ini memuat ketentuan
Comment) No. 12 yang disusun Komite Hak-hak Sipil
jaminan hak asasi setiap orang untuk berpendapat;
dan Politik (CCPR). 5 Dalam paragraf 16, Komite
berekspresi, termasuk kebebasan untuk mencari,
dalam
Komentar
Umum
menerima,
dan
menyebarkan
informasi
dan
ide/gagasan secara lisan maupun terlulis. Sama
Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Kovenan ini diadopsi Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa lewat Resolusi 2200A (XXI), 16 Desember 1996, untuk selanjutnya berlaku sebagai perjanjian internasional pada 23 Maret 1976. Kovenan internasional ini sudah diratifikasi Indonesia melalui persetujuan DPR dan Presiden di Sidang Paripurna DPR pada 30 September 2005. 4 Lihat art. 12 (2) ICCPR. 5 UN doc. CCPR/C/21/Rev.1/Add 9. General Comment No. 27: Article 12 (Freedom of movement). Sixty-seventh session (1999). 3
halnya, dengan pasal 12, jaminan hak ini hanya dapat ditunda atau dibatasi hanya jika memenuhi prinsip “keperluan” (necessity) dan prinsip proporsional (proportionality). Penundaan hak ini, juga diwajibkan diatur dalam peraturan perundang-undangan dan aturan hukum yang jelas.
3
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Berkaitan dengan pasal 19 tersebut, Komite Hak-hak
Ali Muchtar Ngabalin, anggota Komisi I DPR sempat
Sipil dan Politik memberikan penjelasan bahwa jika
menyatakan proses pembahasan RUU kerahasiaan
Negara melakukan pembatasan atau penundaan
Negara perlu dicermati agar nantinya aturan ini malah
tidak boleh membahayakan keseluruhan pemenuhan
mengekang mengekang kebebasan memperoleh
hak-hak ini. 6
informasi bagi masyarakat. Menurutnya, “RUU Kerahasian Negara perlu terus dicermati karena
YLBHI mempunyai perhatian serius terhadap proses
jangan sampai jadi peraturan untuk menyembunyikan
dan substansi RUU Rahasia Negara terutama
sesuatu, yang sebenarnya justru perlu diketahui dari
berkaitan dengan jaminan hak asasi dan kebebasan
masyarakat”. 7
dasar sebagaimana dimuat dalam norma dan standar hak asasi manusia tersebut. Kiranya, soal ini juga mendapatkan perhatian dari banyak pihak.
6 Lihat UN doc. CCPR. General Comment No. 10: Article 19 (Freedom of opinion). Nineteenth session (1983)., para. 4.
Acehkita Online. “RUU Rahasia Negara Potensi Salahgunakan Kekuasaan”. 7
4
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 B. Apakah Kekhawatiran Kita Mengada-ada?
Klaim Rahasia Negara dibidang pertahanan dan keamanan negara
Sebelum masuk untuk membahas dan menganalisis
1. Pihak
kepolisian
pernah
melakukan
RUU versi Departemen Pertahanan, dibagian ini akan
penggeledahan
dideskripsikan sejumlah peristiwa, kasus dan perkara
Pertahanan dan Studi Strategis pimpinan
menyangkut penyalahgunaan “rahasia Negara”.
Suripto,
Bagian ini bertujuan agar para pembuat kebijakan
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
(decision makers) yang sedang dan nantinya
Saat
membahas RUU boleh bertanya dan sekaligus
Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya
menjawab pertanyaan: apakah kekhawatiran UU ini
Komisaris Besar Anton Bachrul Alam
mengancam kebebasan dan hak-hak fundamental
menyampaikan
warga
dimaksudkan untuk mencari bukti dokumen
Negara
dan
masyarakat
merupakan
kekhawatiran yang mengada-ada?
itu,
kantor
mantan Kepala
Lembaga
Sekretaris Dinas
Studi
Jenderal Penerangan
penggeledahan
rahasia Negara. 8 Namun, polisi sendiri belm dapat menentukan rahasia Negara apa yang
Jika rajin mendokumentasikan dan membaca berita,
dijual oleh Suripto. Polisi kemudian hanya
perkara yang mengatasnamakan “rahasia Negara”
membawa hasil laporan mingguan dan
tidak sekali terjadi di negeri ini. Pejabat Negara, baik
bulanan yang disusun lembaga ini. Suripto
parlemen maupun pemerintah cenderung tidak
sempat menjalani pemeriksaan intensif
sayang mengeluarkan pernyataan yang berkaitan
selama kurang lebih 24 jam pada 2 dan 3
dengan tema “rahasia negara”. Obral klaim rahasia
Mei 2001. Suripto kemudian ia diizinkan
Negara tidak saja diajukan pejabat Pusat melainkan
meninggalkan Polda setelah pemeriksaan
juga pejabat di daerah. Fakta menarik, individu atau
karena jaminan dari sejumlah anggota DPR
pihak yang dituduh “membocorkan rahasia Negara”
antara lain Suminto Markono – saat itu
tidak pandang bulu. Dari aspek isu, tuduhan
anggota Komisi II DPR, Mashadi dan
“pembocoran
tema.
Mutammi’ul Ula – keduanya dari Fraksi
Karenanya perlu dipikir masak-masak merumuskan
Reformasi. Prof Dr Juwono Sudarsono,
substansi UU ini, tidak menutup kemungkinan para
pendiri lembaga ini juga sempat menjamin
pejabat yang sekarang ini terlibat secara langsung
bahwa tidak ada informasi rahasia sedikit
maupun tidak langsung dalam perumusan dan
pun yang dijual lembaga itu ke Negara
Negara”
dapat
beraneka
pembahasan RUU ini kelak merasakan dampaknya,
Kompas. 3 Mei 2001. “Dijamin Anggota DPR, Suripto Tinggalkan Polda. Belum Pasti “Rahasia Negara” yang Dijual”; Mengenai kasus ini lihat juga Kompas. 3 Mei 2001. “Lembaga Studi yang Dituding Jadi Mata-mata”; Kompas. 4 Mei 2001. “Mabes Polri Bentuk Tim Pendukung Penyelidikan Suripto”. 8
terutama setelah ia tidak lagi duduk sebagai pejabat Negara. Dibawah ini sejumlah contoh dapat dikemukakan sebagai ilustrasi:
5
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 asing. 9
Habibie dan Andi Ghalib – pada saat itu
2. Juwono Sudarsono juga pernah mendapat
sebagai Presiden dan Jaksa Agung pernah
teguran dari Komisi I DPR karena dianggap
diindikasikan bersifat “rahasia Negara”. Kala
membocorkan kesepakatan pembicaraan
itu pejabat Menteri Penerangan sempat
yang diklaim berklasifikasi rahasia Negara.
menyatakan
Wakil Ketua Komisi I Effendi Choriri
rahasia
menyatakan “Kami sangat mengharapkan
menyebarkan rekaman pembicaraan telepon
Menhan
dalam
Habibie – Ghalib, maka media Panji
memberikan pernyataan yang menyangkut
Masyarakat dan beberapa media, dapat
masalah-masalah yang sudah disepakati
dikenai delik pers. 12 Sempat juga Jenderal
sebagai persoalan confidential dan tidak
TNI Wiranto, kala itu menjabat Menteri
mudah melakukan tindakan yang bisa
Pertahanan
dikategorikan sebagai pembocoran rahasia
(Menhankam)/Panglima
Negara”. 10 Adapun “rahasia negara” yang
Bersenjata Republik Indonesia – sekarang
dimaksud yakni pernyataan Menhan kepada
Tentara Nasional Indonesia –menyatakan
media masa perihal penyediaan dana
siap mengusut kasus bocornya rekaman
Pemerintah sejumlah Rp 5,4 trilyun untuk
pembicaraan Habibie dan Ghalib, sebab
operasi
Fraksi
“secara otomatis ABRI selalu siap dan
Kebangkitan Bangsa (FKB) ini berpendapat
terpanggil untuk menyelidiki segala hal
bahwa Malaysia sudah memperisapkan diri
menyangkut bocornya rahasia negara”. 13
untuk berperang dalam perebutan blok
2. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal
Ambalat,
lebih
berhati-hati
Ambalat.
karenanya
Politikus
DPR
jika
Negara
terbukti dengan
dan
menyebarkan cara
ikut
Keamanan Angkatan
berinisiatif
Sofjan Jacoeb pernah berpendapat bahwa
mengajukan dukungan dana operasi yang
penjelasan mengenai materi Berita Acara
usulan pengajuannya dinyatakan rahasia
Pemeriksaan (BAP) bukanlah pembocoran
agar pihak Malaysia tidak mengetahuinya. 11
rahasia Negara. Menurutnya, jika terjadi penyerahan BAP kepada wartawan, baru
Klaim Rahasia Negara dibidang proses penegakan
dapat diklasifikasikan membuka rahasia
hukum
Negara. 14
Pernyataan
ini
merupakan
bantahan dirinya atas tudingan bahwa ia 1. Kasus pembicaraan telepon antara B.J. Lihat Bernas Online. 25 Februari 1999. “AA. Baramuli “Muntir”. Mathori: Habibie Bisa Kena "Impeachment". 13 Dikutip dari Kompas. 20 Februari 1999. “Kasus Penyadapan Telepon Habibie-Ghalib. Cermin Politik Sangat Kisruh”. 14 Kompas Online. 11 Desember 2001. “Sofjan Jacoeb Bantah Bocorkan BAP Tommy Soeharto” 12
Kompas. 3 Mei 2001. Ibid. Kompas Online 29 Maret 2005. “DPR Peringatkan Menhan Juwono Sudarsono”. 11 Kompas Online 29 Maret 2005. “DPR Peringatkan Menhan Juwono Sudarsono”. 9
10
6
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 telah ia telah membocorkan BAP atas
duta besar, mulai dari pengusulan oleh pemerintah,
Hutomo Mandala Putra kepada pers,
proses pemberian pertimbangan oleh DPR, hingga
termasuk pernyataan Tommy Soeharto soal
diberikan persetujuan (agreement) oleh negara
dana Rp 15 milyar yang masuk ke yayasan
penerima, dapat dikategorikan sebagai rahasia
milik mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah. 15
Negara.
3. Pengatasnamaan “rahasia Negara” sempat
Untuk
mendukung
klaimnya,
menyampaikan:
juga dialami advokat dari Lembaga Bantuan
“kerahasiaan proses ini merupakan
Hukum (LBH) Medan yang menjadi pembela
suatu
dan kuasa hukum dari Sherlow Prasad (62
internasional (international customary
aturan
hukum
Indonesia,
keduanya terpidana hukuman mati. Advokat
sebagaimana
Pengesahan
dan waktu pelaksanaan eksekusi dengan
Konvensi
mengenai
Hubungan
alasan hal ini merupakan rahasia Negara.
beserta
Protokol
Pihak
mengenai
berencana
tertuang
dalam UU No 1 Tahun 1982 (tentang
pada LBH Medan tidak diberitahu tempat
Medan
kebiasaan
law) yang telah menjadi hukum positif
tahun) dan Namsog Sirilak (32 tahun),
LBH
untuk
Hak
Wina
Diplomatik, Opsionalnya Memperoleh
menghadiri pelaksanaan eksekusi mati
Kewarganegaraan
terhadap kedua kliennya, namun permintaan
maupun UU No 37 Tahun 1999
ini ditolak pejabat Kepala Kejaksaan Negeri
(tentang Hubungan Luar Negeri).” 17
Medan
Farid
Harianto
SH
Umar
Tahun
1961)
karena Klaim Rahasia Negara dibidang ekonomi
menurutnya, tempat dan waktu eksekusi termasuk “rahasia Negara”. 16
Ancaman membocorkan rahasia Negara pernah Klaim
Rahasia
Negara
dibidang
disorong kepada Kwik Kian Gie – saat itu menjabat
hubungan
sebagai
internasional
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan/Ketua
Badan
Perencanaan
Dalam surat pembaca di media, Umar Hadi, Media
Pembangunan Nasional (Bappenas). Kwik berencana
Relations Departemen Luar Negeri menyesalkan dan
memberikan data kepada advokat kepailitan dan
menyampaikan keberatan atas penyebutan nama
menghimbau agar perkumpulan advokat kepailitan
calon, Negara tujuan dan penilaian anggota DPR
mengorganisir tuntutan hukum kepada Dana Moneter
terhadap calon-calon duta besar yang tengah
Interansiona (IMF). Data yang akan diserahkan
mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan
antara lain kesalahan IMF yang merugikan Indonesia,
Komisi I DPR. Klaim dari Umar, proses pencalonan
seperti proses penjualan Bank Central Asia (BCA).
Ibid. Tempo Interaktif. 28 September 2004. “Rencana Eksekusi Terpidana Mati Diterima Kuasa Hukum”.
17
15
Dikutip dari Kompas. 1 Maret 2003. “Pencalonan Dubes Rahasia Negara”
16
7
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Dalam kasus ini, kepemilikan pemerintah atas bank
pemerintah. Edi menyatakan “tidak semua
BCA dijual hanya senilai Rp 5 trilyun padahal BCA
anggaran harus diumumkan ke publik
sendiri mempunyai tagihan kepada pemerintah senilai
karena ada juga rahasia-rahasia Negara
Rp 60 trilyun. 18 Dalam hal ini, pembeli BCA yang
yang perlu dijaga. Karena itu, perlu ada
mendapat saran IMF secara otomatis meraup
pengaturan mana anggaran yang boleh
keuntungan tanpa harus melakukan tindakan apapun.
diumumkan dan tidak”. 20
Data mengenai kasus-kasus semacam inilah yang
3. Rudi Resnawan pada saat menjabat Walikta
sempat akan dibeberkan oleh Kwik kepada publik.
Banjar Baru dalam sambutan tertulis pada apel gabungan jajaran pemerintahannya
Klaim Rahasia Negara oleh Pejabat, instansi dan
mengingatkan
aparat Negara
membocorkan dokumen dan surat rahasia
agar
aparatnya
tidak
Negara, “bagi yang terbukti membocorkan 1. Pada April 2005, Bambang Sudibyo, Menteri
dokumen maupun surat kepada pihak lain
Pendidikan Nasional sempat mengancam
bakal mendapat sanksi sesuai ketentuan
melakukan tuntutan hukum kepada sebuah
yang berlaku" 21
media
karena
pemberitaan
Rencana
4. Kasus
tragis
berkaitan
dengan
Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan
mengatasnamakan “rahasia Negara” dialami
Nasional (Depdiknas) Tahun 2005 – 2009.
juga oleh Istu Prayogi, seorang guru honorer
Bambang
pemberitaan
yang juga penjual buku panduan soal-soal
mengenai isi draft Renstra Depdiknas ini
tes Pegawai Negeri Sipil (PNS). 22 Pada 24
sebagai
November 2004, saat Prayogi bersama
menyatakan tindakan
pembocoran
rahasia
Negara. 19
anaknya
Fidinia
Hastuti
(12
tahun)
2. Lain lagi Edi Siswadi, Kepala Dinas
menggelar dagangan bukunya di Balai
Pendidikan Kota Bandung yang pernah
Rakyat Depok II, ia ditangkap anggota
menyatakan bahwa tidak semua perincian
kepolisian dan dibawa ke Kepolisian Resor
anggaran
masyarakat.
(Polres) Depok. Kala itu, polisi yang
Menurutnya, transparansi seluruh anggaran
menangkapnya menuduh Prayogi telah
dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
membocorkan rahasia Negara. Sempat juga
ingin
dapat
mengganggu
dilihat
dan
menekan Kompas. 30 April 2005. “Pertanggungjawaban Dana KAA Tidak Transparan” 21 Dikutip dari Banjarmasin Post Online. 19 April 2002. “Bocorkan Rahasia Kena Sanksi” 22 Tentang kasus ini, lihat Elshinta online. 30 November 2004. “Karena Merasa Dirugikan Oknum Polisi Penjual Buku Panduan Masuk PNS Mengadu ke Mabes Polri”; Lihat juga Kompas. 1 Desember 2004. “Lho....., Polisi kok Nodong Warga?” 20
Lihat Kompas. 29 Juli 2002. “Kwik Kian Gie Imbau Pengacara Tuntut IMF” 19 Kompas. 15 April 2005. “Kebijakan Pendidikan Bukan Rahasia Negara. Pernyataan Mendiknas Sebuah Tragedi bagi Keterbukaan Informasi”. Lihat juga Kompas. 14 April 2005. “Pembagian Jalur Pendidikan Kaya Miskin Hanya Wacana” 18
8
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 terjadi, polisi mengarahkan senjata api ke kepala Prayogi, hanya dengan jarak kurang lebih 1 meter. Ironisnya, Prayogi telah berdagang buku panduan semacam ini kurang lebih 1 tahun lamanya. merasa
dirugikan,
Prayogi
Karena meminta
pembelaan kepada LBH Jakarta.
9
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 C. Soal Pokok dalam RUU Rahasia Negara
Dalam RUU sangat jelas dimuat kepentingan state
dan Jaminan Hak Asasi Manusia
security (kemanan Negara) yang diterjemahkan dalam istilah kerahasiaan Negara. Dengan kata lain
•
tidak diketemukan perspektif kemananan manusia
Paradigma
dan masyarakat (human and community security) dalam konsideran “menimbang” RUU ini. Tabel 1 Perbandingan Konsideran Menimbang RUU Rahasia Negara (versi UI dan Dephan) dan RUU Kerahasiaan Negara (versi 21 Oktober 2005). RUU Rahasia Negara
RUU Kerahasiaan Negara (versi 21 Oktober 2005)
Konsideran Menimbang
Bahwa untuk terwujudnya sistem hukum
Bahwa kedaulatan, keutuhan dan keselamatan
nasional yang bersumber pada Pancasila dan
Negara harus dijaga guna tercapainya tujuan
Undang-Undang Dasar 1945, maka dianggpa
nasional, yakni melindungi segenap bangsa
perlu untuk mewujudkan secara hukum adanya
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dana
kerahasiaan Negara sebagai sarana untuk
untuk
memantapkan terciptanya kehidupan bangsa
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
dan Negara Indonesia yang aman dan tentram
melaksanakan
dalam mencapai tujuannya;
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
memajukan
kesejahteraan
ketertiban
umum,
dunia
yang
dan keadilan sosial dengan berlandaskan Pancasial dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Bahwa belum adanya aturan yang mengatur
Bahwa guna terwujudnya kepemerintahan
kerahasiaan Negara maka perlu diadakan
yang
atauran yang mengatur secara hukum tentang
penyelenggaraan Negara yang adil sesuai
kerahasiaan Negara;
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
baik
keamanan
dan
dan
akuntabel
keteriban
diperlukan
umum
suatu
masyarakat demokratis; Bahwa aturan hukum tentang kerahasiaan
Bahwa guna menjamin kepastian hukum
Negara perlu diwujudkan dalam bentuk
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
undang-undang
maka
perlu
adanya
pengaturan
dan
perlindungan terhadap kerahasiaan Negara; Bahwa penyelenggaraan kerahasiaan Negara harus
diarahkan
dengan
terwujudnya
kepemerintahan yang baik dan akuntabel Bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang kerahasiaan Negara.
10
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Pendekatan state security, bahkan dapat saja
menjadi ketentuan karet, yang selanjutnya menjadi
berubah menjadi pendekatan government security
tirai besi bagi lembaga-lembaga Negara, termasuk
atau sebagai tameng pemerintah yang berkuasa.
birokrasi untuk menutup informasi perihal dugaan
Peluang disalahgunakan, dapat dilihat dari rumusan
korupsi dan kejahatan lainnya didalam lingkungan
pasal ketentuan pidana dalam RUU Rahasia Negara.
lembaga dan instansi yang bersangkutan. Rumusan
Pasal 21 RUU ini menyatakan:
“melar” semacam ini tentu saja membahayakan
“Barang siapa melakukan tindak
jaminan
pidana kegiatan mata-mata yaitu
berbangsa dan bernegara. 24 Definisi sebaiknya
kegiatan
melawan
untuk
dirumuskan tidak hanya terbatas mempertimbangkan
memiliki,
menguasai,
meneruskan
aspek “keamanan Negara”, melainkan juga aspek
atau
hukum
memberikannnya
langsung
Negara
dalam
kehidupan
community security). 25
organisasi yang melawan pemerintah Rahasia
hukum
keamanan manusia dan masyarakat (human and
maupun tidak langsung kepada … sesuatu
kepastian
dalam
Secara singkat, pengaturan secara ketat definisi
bidang keamanan, pertahanan, politik, diancam
rahasia Negara, dapat menghindarkan aturan ini
dengan hukuman pidana mati atau
digunakan untuk kepentingan-kepentingan melanggar
pidana paling lama dua puluh tahun” 23
hukum, seperti melindungi kejahatan korupsi atas
ekonomi
dan
diplomasi
nama “rahasia Negara”. 26 Definisi yang longgar dapat Tentu saja dalam RUU Rahasia Negara tersebut tidak
dilihat dari rumusan RUU Rahasia Negara, sebagai
diketemukan definisi organisasi yang melawan
berikut:
pemerintah, apakah sifatnya oposisi politik atau
“…bahan keterangan dan benda-benda
organisasi bersenjata. Sebagai ilustrasi, jika semua
yang berkaitan dengan keselamatan
anggaran pendapatan dan belanja dari sebuah
Negara yang tidak dapat atau tidak boleh
instansi pemerintah diklaim sebagai Rahasia Negara,
dimiliki
dan
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
maka pengawasan masyarakat dan prinsip-prinsip
berhak” 27
akuntabilitas mendapat ancaman yang serius.
•
diketahui,
Definisi dan Ruang Lingkup Lihat RUU Kerahasiaan Negara, Penjelasan I Umum, para 5. 25 Lihat Kompas. 1 September 2005. “Prinsip HAM Harus Dijunjung dalam Pembahasan RUU” 26 Lihat Kompas. 19 Maret 2002. “RUU Rahasia Negara Berpotensi Melindungi Kejahatan Korupsi”; lihat juga Lihat Kompas. 10 Juni 2003. “RUU Rahasia Negara Dikhawatirkan Hambat Pemberantasan Korupsi” 27 RUU Rahasia Negara, pasal 1 huruf (a). 24
Materi RUU termasuk definisi “rahasia Negara” jika tidak diatur secara jelas, rinci dan ketat, berakhir RUU Rahasia Negara, paasl 21. Garis bawah oleh penulis. 23
11
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Bahan keterangan yang dimaksud dapat berbentuk
penyelenggaraan Negara, sumber daya nasional atau
dan berwujud kebendaan dan bukan kebendaan. 28
ketertiban umum” 35
Selanjutnya RUU memuat bahan keterangan yang berupa “kebendaan”, mencakup antara lain: tulisan,
Dari
peta, rekaman, denah dan peralatan militer. 29
perbedaan kategori “sangat rahasia” dan “rahasia”
Sedangkan “bukan kebendaan” mencakup antara
terletak pada penggunaan istilah “sangat peka” dan
lain: kesepakatan dan pembicaraan. 30
“peka” serta penggunaan kalimat “mengancam
rumusan
RUU
Rahasia
Negara,
maka
keselamatan Negara” dan “menggangu keselamatan RUU Rahasia Negara dan RUU Kerahasiaan Negara
Negara”. Sementara, letak perbedaan klasifikasi
menentukan 2 jenis kategori rahasia Negara, yakni
“Sangat Rahasia dan “Rahasia” dalam RUU
dengan klasifikasi “sangat rahasia” dan “rahasia”. 31
Kerahasiaan
RUU Rahasia Negara merumuskan kategori “Sangat
ancamannya.
Negara,
terletak
pada
kualitas
rahasia” sebagai “rahasia yang sangat peka terhadap bahaya kebocoran yang mengancam keselamatan
Selanjutnya, dalam penjelasan pasal 9 lingkup
Negara” 32 . Perbedaannya, dengan RUU Kerahasiaan
“ancaman pada keselamatan Negara” jika kebocoran
Negara,
kalimat
rahasia Negara dapat mengakibatkan terancamnya:
keutuhan
(1) Negara Kesatuan RI; (2) persatuan dan kesatuan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau
bangsa; (3) keutuhan wilayah Negara Kesatuan RI.
keselamatan bangsa”. 33
Sementara, gangguan terhadap keselamatan Negara,
terletak
“membahayakan
pada
penambahan
kedaulatan
negara,
dalam penjelasan pasal 10 RUU dinyatakan jika Sementara, dalam RUU Rahasia Negara, klasifikasi
kebocoran
“rahasia” mempunyai makna “rahasia Negara yang
“terganggunya
peka terhadap bahaya kebocoran yang mengganggu
nasional.”
rahasia
Negara
mengakibatkan
kesinambungan
pembangunan
keselamatan Negara”. 34 Sedangkan dalam RUU Kerahasiaan Negara, rumusan ancaman dielaborasi
Dalam RUU Kerahasiaan Negara, muncul istilah
lagi dengan manyatakan “apabila rahasia Negara
kerahasiaan Negara, selain istilah rahasia Negara.
tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat
Kerahasiaan Negara didesifnisikan sebagai “segala
mengakibatkan
sesuatu yang berkaitan dengan rahasia Negara”. 36
terganggunya
fungsi
Selanjutnya definisi rahasia Negara dalam RUU ini dirumuskan sebagai berikut: Ibid, pasal 7. Ibid, Penjelaan pasal 7. 30 Ibid, Penjelasan pasal 7. 31 Ibid, pasal 8; RUU Kerahasiaan Negara, pasal 6. 32 Ibid, pasal 9. 33 RUU Kerahasiaan Negara, pasal 7. 34 RUU Rahasia Negara, pasal 10.
“…segala sesuatu yang secara resmi
28 29
ditetapkan dan perlu dirahasiakan
35 36
12
RUU Kerahasiaan Negara, pasal 8. Ibid, pasal 1 angka (1).
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 untuk mendapat perlindungan melalui
Negara, yakni: (1) pertahanan dan keamanan
mekanisme
sesuai
Negara; (2) hubungan internasional; (3) proses
dengan ketentuan yang diatur dalam
penegakan hukum; (4) ketahanan ekonomi nasional;
kerahasiaan
Undang-undang
ini
yang
apabila
(5) sistem persandian Negara; (6) system intelijen
diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat
membahayakan
keutuhan,
Negara; (7) sistem intelijen Negara, dan; (7) aset vital
kedaulatan,
keselamatan
Negara.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia; serta dapat mengakibatkan terganggunya
Selanjutnya, rumusan klasifikasi konfidensial dan
fungsi
Negara,
terbatas, dalam pasal 9 RUU Kerahasiaan Negara,
sumber daya nasional atau ketertiban
semestinya dihapus. Dalam pasal 9 ayat (1)
umum” 37
dinyatakan, “(t)idak termasuk klasifikasi Rahasia
penyelenggaraan
Negara…terdiri dari klasifikasi: (a) konfidensial; dan Tidak
RUU
(b) terbatas.” Kedua klasifikasi ini dinyatakan
Kerahasiaan Negara sudah memasukan definisi
merupakan rahasia instansi dan masa retensinya
istilah-istilah “informasi Negara”, “benda rahasia
ditentukan oleh instansi pemilik. 39
Negara”, “aktivitas rahasia Negara”, “pemilik rahasia
konfidensial mempunyai makna “segala sesuatu yang
Negara”, “pengelola rahasia negara” dan “pengguna
apabila diketahui orang yang tidak berhak dapat
rahasia
seperti
RUU
Rahasia
Negara,
negara”. 38
Klasifikasi
mengakibatkan gagalnya pelaksanaan tugas dan fungsi instansi”, 40 sementara klasifikasi terbatas,
Definisi yang longgar tersebut, sebenarnya dapat
dalam RUU ini dirumuskan “segala sesuatu yang
dibatasi
negatif,
apabila diketahui oleh orang yang tidak berhak dapat
misalnya, “…segala sesuatu yang secara resmi
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan
ditetapkan dan perlu dirahasiakan diluar perihal
fungsi instansi”. 41 Dalam RUU Kerahasiaan Negara,
dugaan
dicontohkan yang menjadi rahasia instansi yakni
dengan
korupsi
menggunakan
dan
frasa
pelanggaran
hak
asasi
manusia…”.
naskah soal Ujian Akhir Nasional yang belum dikeluarkan pada pelaksanaan Ujian.
Definisi negatif tersebut perlu dimuat, antara lain disebabkan ruang lingkup rahasia Negara, seperti
Terdapat sejumlah alasan mengapa rumusan pasal 9
dinyatakan dalam pasal 5 RUU Kerahasiaan Negara
tidak relevan dan perlu dihapus, diantaranya: (1)
juga memberikan peluang penyalahgunaan karena
rumusan ini secara negatif merupakan ancaman
elastisitasnya. Pasal 5 RUU Kerahasiaan Negara
terhadap prinsip-prinsip pelayanan publik; (2) lagi-lagi
memuat 7 bidang yang menjadi ruang lingkup rahasia
membuktikan adanya keinginan untuk seluas-luasnya Lihat Ibid, pasal 9 ayat (2) dan (3). Ibid, Penjelasan pasal 9 ayat (1). 41 Ibid, Penjelasan pasal 9 ayat (2). 39
Ibid, pasal 1 angka (2). 38 Ibid, pasal 1 angka (4), (5), 9), (10) dan angka (11). 37
40
13
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 membatasi akses masyarakat terhadap informasi
tujuan dengan asas kerahasiaan Negara. 45 Dalam
atau dengan kata lain menjadi ancaman prinsip
RUU Kerahasiaan Negara dijelaskan tujuannya
“maximum disclosure and limited exemption” dan
“untuk memberikan perlindungan terhadap rahasia
rumusan aturan yang “berlebihan” 42 ; (4) dokumen-
Negara”, dengan berdasarkan 6 asas, yakni: (1)
dokumen
guna
legalitas; (2) kepentingan nasional; (3) ketertiban
pelaksanaan pembangunan semestinya dirumuskan
umum; (4) keamanan; (5) akuntabilitas, dan; (6)
secara
personalitas.
yang
disusun
transparan
dan
oleh
instansi
melibatkan
partisipasi
mayarakat seluas-luasnya. Selanjutnya, (4) mengenai contoh pembocoran naskah soal Ujian Akhir
Merujuk pada perumusan fungsi, tujuan dan asas
Nasional, pada dasarnya selama ini sudah diatur
RUU Rahasia Negara dan RUU Kerahasiaan Negara,
dengan ketentuan dan ancaman pidana seperti
maka asas “maximum disclosure and limited
termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
exemption” tidak mendapat tempat dalam kedua
dan juga sudah diatur dalam Undang-undang Nomor
rancangan UU ini. Karenanya, untuk memastikan
7/1971 tentang Kearsipan, sehingga tidak perlu
bahwa, tidak terjadi penyalahgunaan norma hukum
secara khusus dimasukan dalam RUU yang
ini, asas “kepentingan dan keamanan masyarakat”
mengatur tentang rahasia/kerahasiaan Negara.
perlu dimasukkan kedalam RUU ini.
•
•
Fungsi, Tujuan dan Asas UU Rahasia Negara/Kerahasiaan Negara.
Otoritas dan kewenangan: siapa yang menentukan rahasia atau bukan rahasia?
Merujuk pada RUU Rahasia Negara, dinyatakan
Menentukan otoritas yang berhak menentukan
bahwa “rahasia negara” berfungsi “melancarkan
sebuah informasi, dokumen, data dan seterusnya,
pelaksanaan tugas bagi setiap instansi dalam rangka
diklasifikasikan sebagai “rahasia” atau “bukan
keselamatan negara”. 43 Selanjutnya “penetapan
rahasia” penting untuk dirumuskan secara tegas, agar
rahasia
menjaga konsitensi dan kewibawaan Negara. Jika
Negara”
bertujuan
“sebagai
upaya
pencegahan terhadap kebocoran rahasia Negara
tidak
terdapat
otoritas
tunggal,
maka
dalam rangka menjamin keselamatan negara”. 44
konsekwensinya, tiap lembaga atau instansi dapat mengeluarkan kebijakan sendiri-sendiri. Sinyal ini
Berbeda dengan versi RUU Rahasia Negara, yang
dapat dibuktikan dengan keluarnya Instruksi Menteri
menggandengkan tujuan dengan fungsi Rahasia
Dalam Negeri (Mendagri) No. 7 tahun 2004 mengenai
Negara, RUU Kerahasiaan Negara menggandeng
Penegakan Tata Tertib Kerja Aparatur Departemen Dalam Negeri. Dalam Instruksi ini, dimuat ketentuan,
Ibid, Penjelasan Bagian I Umum, para. 4. RUU Rahasia Negara, pasal 2. 44 Ibid, pasal 3. 42
Lihat Ibid, Bagian Kedua, pasal 2 dan 3, bandingkan dengan RUU Kerahasiaan Negara, Bab II, pasal 2 dan 3.
43
45
14
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 seluruh pegawai Depdagri menjaga dan tidak
Selanjutnya,
kewenangan
menetapkan
membocorkan atau memanfaatkan rahasia negara
Negara dimuat dalam pasal 12 RUU Rahasia Negara,
yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk
yakni dimiliki oleh pimpinan lembaga-lembaga
kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. 46
Negara, pimpinan lembaga pemerintah (departemen
Menurut Ujang Sudirman, Kepala Pusat Penerangan
dan non-departemen) pimpinan BUMN, dan pimpinan
Departemen Penerangan Dalam Negeri (Depdagri),
Badan-badan lain yang ditunjuk Pemerintah. Dalam
rahasia negara yang dimaksud adalah berbagai
pasal ini juga dinyatakan, seorang pimpinan dapat
dokumen yang tidak boleh diketahui masyarakat
mendelegasikan
sebelum waktunya. Pertanyaan lanjutan yang bisa
dibawahnya. 48
diajukan: siapa yang menentukan berbagai dokumen
Kerahasiaan
yang dimaksud?
menentukan
kewenangan Dalam
kepada
rahasia
eselon
perkembangannya,
RUU
memuat
yang
Negara
sejumlah
aturan
otoritas
dalam
penyelenggaraan kerahasiaan Negara dalam Bab V, Sebagai tambahan, tidak jarang, sebuah dokumen
sebagai berikut:
RUU atau Naskah Akademiknya yang tengah dibahas
1. Lembaga Sandi Negara bersama-sama dengan
di stempel cap “R A H A S I A”. Fakta ini juga
instansi terkait menentukan kebijakan umum
menyebabkan, perlunya sebuah otoritas yang
Rahasia Negara; 49
menentukan kategori “rahasia”.
2. Masing-masing Kepala Instansi menetapkan kebijakan teknis mengenai Rahasia Negara; 50 3. Pengelola
Mengenai siapa yang memiliki otoritas untuk
Rahasia
Negara
merupakan
menentukan rahasia atau tidak rahasianya sebuah
individu/pihak yang mengelola rahasia Negara,
“bahan keterangan dan benda-benda”, RUU Rahasia
yang mana telah memiliki sertifikasi keahlian
Negara menyatakan ditentukan dan diselenggarakan
dalam pengelolaan dan perlindungan Rahasia
oleh Aparat Negara dan Pemerintahan Republik
Negara
Indonesia yang bertugas di lembaga-lembaga
Sertifikasi yang dimaksud, dikeluarkan oleh
Negara, lembaga Pemerintah baik Departemen,
Lembaga Sandi Negara; 52
serta
berkompeten
dibidangnya. 51
Tentara Nasional Indonesia, Badan Usaha Milik Negara dan Badan-badan lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia. 47 Dalam penjelasan RUU Rahasia Negara tidak diketemukan penjelasan mengenai “badan-badan lain yang ditunjuk oleh Pemerintah”. Ibid, pasal 12 ayat (2). RUU Kerahasiaan Negara, pasal 13 ayat (2). 50 Ibid, pasal 14 ayat (2). 51 Ibid, pasal 16 ayat (1) dan (2). 52 Ibid, pasal 16 ayat (3). 48 49 46 Lihat Kompas. 28 Oktober 2004. “Instruksi Menteri Dalam Negeri: Dilarang Bocorkan Rahasia Negara”. 47 RUU Rahasia Negara, pasal 5.
15
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Gambar 1 Contoh dokumen RUU yang diklasifikasikan Rahasia: RUU Intelijen Negara
4. Setiap instansi yang memuat atau memiliki
Rahasia Negara dan menentukan kebijakan
rahasia Negara merupakan Pemilik Rahasia
terpadu untuk mencegah meluasnya kebocoran
Negara yang mempunyai 2 wewenang pokok
serta upaya mengatasi dampak akibat kebocoran
untuk menentukan: Klasifikasi Rahasia Negara
rahasia Negara. 55
dan Pengguna Rahasia Negara; 53 5. Kepala Instansi mempunyai kewajiban untuk melakukan
terhadap
untuk membentuk sebuah lembaga baru dalam
sementara
jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU – yang
pengawasan teknis disemua instansi wajib
nantinya ditetapkan - diundangkan: Dewan Rahasia
dilaksanakan Lembaga Sandi Negara; 54
Negara (DRN). 56 Dewan ini nantinya terdiri dari
pengelolaan
pengawasan Rahasia
umum
RUU Kerahasiaan Negara memunculkan aturan
Negara,
6. Dewan Rahasia Negara bertugas menentukan
anggota tetap dan tidak tetap, yang diketuai oleh
kebijakan mengenai Rahasia Negara serta
Menteri Pertahanan, bersidang secara ad hoc dan
mempunyai wewenang: (1) memperpanjang
secara langsung bertanggungjawab kepada Presiden.
masa retensi Rahasia Negara; (2) memberi
Anggota Tetap DRN yakni: Menteri Pertahanan;
persetujuan atau penolakan kepada Hakim untuk
Menteri Dalam Negeri; Menteri Luar Negeri; Menteri
mengetahui Rahasia Negara dalam proses
Hukum dan HAM; Menteri Komunikasi dan Informasi;
peradilan, dan; (3) menyatakan bocornya Lihat Ibid, pasal 24 jo. Pasal 25. Mengenai Dewan Rahasia Negara, lihat Ibid, pasal 22 – 25. 55
Ibid, pasal 1 angka (9) jo. Pasal 19. 54 Ibid, pasal 21 ayat (1) dan (2). 53
56
16
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Jaksa Agung; Panglima TNI; Kepala Polri; Kepala
sangat jelas memberikan “cek kosong” lewat
Badan Intelijen Negara, dan; Kepala Lembaga Sandi
Peraturan Pemerintah untuk mengatur tentang rincian
Negara.
kewenangan dan soal pendelegasian pimpinan kepada eselon dibawahnya. 57
Dalam konteks otoritas dan kewenangan, tentu saja perlu diatur perihal otoritas wakil rakyat, anggota DPR
Berbeda dengan RUU Rahasia Negara, RUU
dalam penyelenggaraan Rahasia Negara, terutama
Kerahasiaan Negara sudah memuat masa retensi.
berkaitan dengan penggunaan Rahasia Negara.
Dalam RUU ini, masa retensi klasifikasi Sangat
Sudah sewajarnya, parlemen juga mempunyai hak
Rahasia ditentukan selama 30 tahun dan klasifikasi
untuk melihat “Rahasia Negara” untuk kepentingan
Rahasia mempunyai masa retensi 20 tahun. 58 Namun
pengawasan kebijakan pemerintah (eksekutif), yang
demikian,
tentu saja prosedur dan mekanismenya perlu diatur
perpanjangan masa retensi tanpa batas waktu,
dalam UU ini.
seperti dinyatakan dalam pasal 10 ayat (4), dengan
RUU
ini
juga
membuka
peluang
pertimbangan, jika dianggap: (1) membahayakan •
Retensi: Jangka waktu informasi rahasia
keselamatan Negara; (2) adanya keadaan perang
dapat diketahui publik
atau kondisi darurat; dan/atau; (3) membahayakan kepentingan umum yang lebih besar.
Pada dasarnya Negara melayani masyarakat. •
Sehingga informasi rahasia dapat diatur jangka waktu
Masalah penghapusan dan pengamanan
kerahasiaannya, untuk selanjutnya informasi ini dapat diketahui masyarakat. Pembatasan jangka waktu ini
Perihal “pengamanan”, terdapat perbedaaan rumusan
juga berguna untuk kepentingan sejarah. Problemnya
antara RUU Rahasia Negara dan RUU Kerahasiaan
RUU Rahasia Negara tidak memuat dengan tegas
Negara. Dalam RUU Rahasia Negara, dimuat secara
daluwarsa rahasia Negara.
eksplisit rumusan pengamanan Rahasia Negara 59 , sedangkan
RUU
Kerahasiaan
Negara
tidak
RUU Rahasia Negara hanya menyatakan bahwa
menggunakan istilah “pengamanan”. Dalam RUU
masa berlakunya rahasia Negara ditentukan oleh
Kerahasiaan
pejabat yang berwenang”. Jika merujuk pada pasal 5
pengelolaan Rahasia Negara melalui tahapan
Negara,
dirumuskan
tahap-tahap
jo. Pasal 12 RUU ini, maka lewat waktu rahasia Negara
dapat
berbeda-beda,
ditentukan
dan
bergantung pada pada pejabat di lembaga-lembaga Negara, lembaga pemerintah, Badan Usaha Milik
Lihat RUU Rahasia Negara, pasal 12 ayat (1) dan (2). Lihat RUU Kerahasiaan Negara, pasal 10 ayat (1) dan (2). 59 Lihat RUU Rahasia Negara, Bagian Ketiga, pasal 15 – 17. 57 58
Negara atau badan-badan lain yang ditunjuk oleh Pemeritah. Masalah lanjutan, RUU Rahasia Negara
17
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 perencanaan,
pelaksanaan,
pemeliharaan,
dan
Koalisi ini, sebaiknya RUU Rahasia Negara disatukan
penghapusan. 60
materinya dalam RUU Kebebasan Informasi (KI) – sekarang KMIP. 62 Penolakan ini pada dasarnya,
Tahapan “penghapusan” dalam RUU Kerahasiaan
didasarkan pada kekhawatiran materi dalam RUU RN
Negara semestinya ditiadakan dan diganti dengan
bertentangan dengan materi RUU KI.
tahapan “pengamanan”. Hal ini disebabkan praktik “penghapusan” bertolak belakang dengan norma
Keperluan singkronisasi dalam pandangan YLBHI
masa retensi.
bertujuan agar kedua RUU ini dapat menjamin kepentingan publik: hak asasi dan kebebasan dasar
Satu masalah yang relevan dengan pasal 12
masyarakat. 63 Sinkronisasi ini juga diperlukan agar
Kovenan
Sipol)
prinsip keterbukaan maksimal dan pengecualian
sebagaimana telah dinyatakan dibagian awal, dimuat
terbatas (maximum disclosure and limited exemption)
dalam penjelasan pasal 16 ayat (1) perihal
dapat terpenuhi.
Hak
Sipil
dan
Politik
(Hak
pengamanan fisik yang berupa “pengamanan orang”. Untuk melakukan pelarangan terhadap orang untuk
Singkronisasi dapat dilakukan setelah RUU KMIP
bepergian, perlu dilakukan dengan prosedur yang
ditetapkan menjadi UU, atau dilakukan secara
ketat dan tidak melanggar hukum.
bersamaan. Jika boleh memilih, maka ideal jatuh pada cara pertama: RUU Rahasia Negara mengikuti kaidah RUU KMIP. Selain RUU KMIP, terdapat RUU
•
Singkronisasi dengan R(UU) lain: R(UU)
lain yang rumusannya dicoba untuk memasukkan hal
Kebebasan Memperoleh Informasi Publik
“rahasia Negara”. Sejumlah Ornop mengkritik adanya
(KMIP) dan R(UU) Kitab Undang-Undang
rumusan melar karet “rahasia Negara” dalam RUU
Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan
KUHP.
Perundang-udangan lainnya Perlu juga dicatat, ketentuan pidana mengenai tindak Di awal tahun 2002, Koalisi Kebebasan untuk
kejahatan penyalahgunaan Rahasia Negara juga
Informasi – beranggotakan sejumlah Ornop, termasuk
telah diatur oleh KUHP dan UU tentang Kearsipan
YLBHI – pernah menyampaikan penolakan rencana
(lihat Lampiran). Boleh dikatakan, rumusan yang
pembahasan RUU Rahasia Negara (RN). 61 Menurut
memenuhi kaidah “kepastian hukum” dalam RUU
Lihat RUU Kerahasiaan Negara, pasal 18 ayat (1). 61 Koalisi ini beranggotakan antara lain Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indonesian Corruption Watch (ICW), Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Lembaga Studi Pers
dan Pembangunan (LSPP), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). 62 Detik.com Online. 18 Maret 2002. “UU Rahasia Negara Ditentang Sejumlah LSM”. 63 Sinar Harapan. 12 November 2004. “Pembahasan RUU Rahasia Negara dan KMIP. DPR Mesti Prioritaskan Perlindungan Publik”
60
18
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Kerahasiaan Negara, hanya dapat ditemukan dalam Bab VII yang memuat pasal-pasal mengenai ketentuan pidana. 64
Lihat RUU Kerahasiaan Negara, terutama bagian tindak pidana dibidang rahasia Negara, pasal 26 – 30. 64
19
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 D. Usulan
Umum
dan
Redaksional
untuk
Ketentuan UU Rahasia Negara
mendapat
kepentingan
“Rahasia
persidangan,
Negara”
untuk
apabila
hakim
memerlukan keterangan lain guna menambah keyakinannya Sebagai
penutup,
umum
dalam
rangka
pengambilan
keputusan. Dalam RUU akan diatur dalam
merekomendasikan
Peraturan Presiden; 66
perubahan paradigma dan keseluruhan rumusan pasal-pasal dalam RUU Rahasia Negara, RUU
3. Kebijakan umum Rahasia Negara, yang dalam
Kerahasiaan Negara, atau RUU versi pihak mana
rumusan RUU Kerahasiaan Negara akan diatur
pun, dengan memperhatikan paling tidak 5 prinsip
oleh Peraturan Presiden; 67 4. Pedoman pengelolaan Rahasia Negara yang
pokok: (1) aturan hukum yang jelas (clear legal
meliputi
grounds) ;
pemeliharaan
perencanaan, dan
pelaksanaan,
penghapusan
Rahasia
(2) prinsip “keperluan” (necessity);
Negara, dalam RUU Kerahasiaan Negara,
(3) prinsip proporsional (proportionality);
pengaturannya diserahkan pada Presiden lewat
(4) perlindungan
keamanan
masyarakat
(human
manusia and
Peraturan Pemerintah; 68
dan
community
5. Organisasi dan tata kerja Dewan Rahasia
security);
Negara, yang akan diatur dengan Peraturan Presiden. 69
(5) keterbukaan maksimal dan pengecualian terbatas (maximum disclosure and limited
Kepentingan untuk membahas ke-5 materi tersebut
exemption)
berguna untuk mencegah adanya intervensi dan Selanjutnya, jika DPR bersikeras untuk mengatur
pengaturan yang berlebihan pihak eksekutif terhadap
materi “Rahasia Negara” didalam sebuah UU, maka
lembaga-lembaga
perlu “wakil rakyat” ini mengatur sejumlah rumusan,
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (MK).
dengan
Alasan lain, agar peraturan yang ditetapkan Presiden
tidak
perumusannya
menyerahkan diatur
perundang-undangan Dalam
RUU
dalam dibawah
Kerahasiaan
jenis
wewenang peraturan
nantinya
Undang-undang. Negara,
tidak
Negara
bertetangan
lain
seperti
dengan
DPR,
peraturan
perundang-undangan diatasnya baik UU maupun
terdapat
UUD 1945. Karenanya, lebih baik substansi materi ini
setidaknya 5 materi yang perumusannya diserahkan
sudah dimuat dalam Undang-undang.
kepada Pemerintah, yakni: 1. Perihal
pedoman
pengelolaan
Berkaitan dengan substansi, perumusan materi dan
Rahasia
Negara; 65 Ibid, pasal 11 ayat (7). Ibid, pasal 13 ayat (3). 68 Ibid, pasal 18 ayat (18). 69 Ibid, pasal 22 ayat (3). 66
2. Prosedur dan mekanisme permintaan hakim 65
67
RUU Kerahasiaan Negara, pasal 9 ayat (4). 20
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 pasal mesti melibatkan partisipasi masyarakat
TNI menyebabkan tidak adanya upaya judicial review
seluas-luasnya.
pelibatan
terhadap pasal-pasal dalam RUU ini. Sebaliknya,
masyarakat dalam proses pembahasan RUU TNI –
tidak jarang UU yang tidak melibatkan partisipasi
selanjutnya ditetapkan sebagai UU No. 34/2004.
masyarakat
Hingga saat ini, belum ada pihak-pihak yang
kemudian diuji materiil di MK, bahkan pengajuan
mengajukan uji materiil terhadap UU ini. Boleh jadi,
judicial review-nya, direncanakan sebelum RUU
karena sejumlah masukan yang direkomendasikan
ditetapkan menjadi UU.
Sebagai
contoh
organisasi non-pemerintah telah diadopsi dalam UU
21
dalam
proses
pembahasannya,
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Daftar Pustaka
Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang Pengesahan Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Kovenan ini diadopsi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi 2200A (XXI), 16 Desember 1996, untuk selanjutnya berlaku sebagai perjanjian internasional pada 23 Maret 1976. Undang-undang No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Undang-undang No. 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan Rancangan Undang-undang RUU Intelijen Negara RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik RUU Kerahasiaan Negara versi 21 Oktober 2005 RUU Rahasia Negara versi Departemen Pertahanan UN docs. CCPR/C/21/Rev.1/Add 9. General Comment No. 27: Article 12 (Freedom of movement). Sixty-seventh session (1999). CCPR. General Comment No. 10: Article 19 (Freedom of opinion). Nineteenth session (1983). Berita Media Kompas. 16 September 2005. “Pemerintah Diminta Bersikap Terbuka”; ------------. 1 September 2005. “Prinsip HAM Harus Dijunjung dalam Pembahasan RUU” ------------. 30 April 2005. “Pertanggungjawaban Dana KAA Tidak Transparan” ------------. 15 April 2005. “Kebijakan Pendidikan Bukan Rahasia Negara. Pernyataan Mendiknas Sebuah Tragedi bagi Keterbukaan Informasi”. ------------. 14 April 2005. “Pembagian Jalur Pendidikan Kaya Miskin Hanya Wacana” ------------. 25 Februari 2005. “Lembaga Sandi Usulkan Judul RUU Rahasia Negara Diubah” ------------. 1 Desember 2004. “Lho....., Polisi kok Nodong Warga?” ------------. 28 Oktober 2004. “Instruksi Menteri Dalam Negeri: Dilarang Bocorkan Rahasia Negara”. ------------. 10 Juni 2003. “RUU Rahasia Negara Dikhawatirkan Hambat Pemberantasan Korupsi” ------------. 1 Maret 2003. “Pencalonan Dubes Rahasia Negara” ------------. 29 Juli 2002. “Kwik Kian Gie Imbau Pengacara Tuntut IMF” ------------. 19 Maret 2002. “RUU Rahasia Negara Berpotensi Melindungi Kejahatan Korupsi”. ------------. 4 Mei 2001. “Mabes Polri Bentuk Tim Pendukung Penyelidikan Suripto”. ------------. 3 Mei 2001. “Dijamin Anggota DPR, Suripto Tinggalkan Polda. Belum Pasti “Rahasia Negara” yang Dijual ------------. 3 Mei 2001. “Lembaga Studi yang Dituding Jadi Mata-mata”; -------------. 20 Februari 1999. “Kasus Penyadapan Telepon Habibie-Ghalib. Cermin Politik Sangat Kisruh”. Sinar Harapan. 12 November 2004. “Pembahasan RUU Rahasia Negara dan KMIP. DPR Mesti Prioritaskan Perlindungan Publik”
21
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Berita Media Online Acehkita Online. “RUU Rahasia Negara Potensi Salahgunakan Kekuasaan”. http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coid=4709&lang=
Teks
di
Banjarmasin Post Online. 19 April 2002. “Bocorkan Rahasia Kena Sanksi” Teks di http://www.kompas.com/berita-terbaru/0201/19/headline/025.htm Bernas Online. 25 Februari 1999. “AA. Baramuli “Muntir”. Mathori: Habibie Bisa Kena "Impeachment". Teks di http://www.indomedia.com/bernas/9902/25/UTAMA/25uta0.htm Detik.com Online. 18 Maret 2002. “UU Rahasia Negara Ditentang Sejumlah LSM” Dikutip dari http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=3198 Elshinta online. 30 November 2004. “Karena Merasa Dirugikan Oknum Polisi Penjual Buku Panduan Masuk PNS Mengadu ke Mabes Polri” Teks di http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=12878; Kompas Online 29 Maret 2005. “DPR Peringatkan Menhan Juwono Sudarsono”. Teks di http://www.kompas.com/utama/news/0503/29/145914.htm Sinar Harapan Online, 12 November 2004. “Pembahasan RUU Rahasia Negara dan KMIP. DPR Mesti Prioritaskan Perlindungan Publik”. Teks di http://www.sinarharapan.co.id/berita/0411/12/nas06.html Tempo Interaktif. 28 September 2004. “Rencana Eksekusi Terpidana Mati Diterima Kuasa Hukum” Teks di http://www.tempo.co.id/hg/nusa/sumatera/2004/09/28/brk,20040928-47,id.html Kompas Online. 11 Desember 2001. “Sofjan Jacoeb Bantah Bocorkan BAP Tommy Soeharto” Teks di http://www.kompas.com/berita-terbaru/0112/11/headline/032.htm
22
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Lampiran Tabel Perbandingan Ketentuan Pidana Pembocoran Rahasia Negara dalam KUHP, UU Kearsipan, RUU Rahasia Negara dan RUU Kerahasiaan Negara RUU/UU KUHP
PASAL Pasal 112
Pasal 113 ayat (1)
Pasal 113 ayat (2) Pasal 114
Pasal 115
Pasal 119 ayat (1)
Pasal 119 ayat (2)
RUMUSAN TINDAK PIDANA Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar atau benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya atau susunanya benda-benda itu diketahui olehnya Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah, atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 113 harus menjadi tugasnya untuk menyimpan atau menaruhnya, bentuk atau susunannya atau seluruh atau sebagian diketahui oleh umum atau dikuasai atau diketahui oleh orang lain (atau) tidak berwenang mengetahui Barang siapa melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 113, untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksud untuk diketahui olehnya, begitu pula jika membuat atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian atau pamongh praja, dalam hal benda-benda itu ke tangannya Barang siapa memberi pondokan kepada orang lain, yang diketahuinya mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui benda-benda rahasia seperti tersebut dalam pasal 113, padahal tidak wenang untuk itu, atau mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui letak, bentuk, susunan, persenjataan, perbekalan, perlengkapan mesin, atau kekuatan orang dari bangunan pertahanan atau sesuatu hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan tentara Barang siapa menyembunyikan benda-benda yang diketahuinya bahwa dengan cara apapun juga, akan diperlukan dalam melaksanakan niat seperti tersebut pada
23
ANCAMAN PIDANA Pidana penjara paling lama 7 tahun
Pidana penjara paling lama 4 tahun
Pidana pemberatan ditambah 1/3 Pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah Pidana penjara palling lama 3 tahun.
Pidana penjara paling lama 1 tahun
Pidana penjara paling lama 1 tahun
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
UU Kearsipan
Pasal 11 ayat (1) Pasal 11 ayat (2)
RUU Rahasia Negara
Pasal 18 ayat (1) Pasal 18 ayat (2)
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
RUU Kerahasiaan Negara
Pasal 26 ayat (1)
Pasal 26 ayat (2)
Pasal 27 ayat (1)
ke-1. Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a Undang-undang ini Barangsiapa yang menyimpan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a Undang-undang ini, yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal tentang isi naskah itu kepada pihak ketiga yang tidak berhak mengetahuinya sedang ia diwajibkan merahasiakan hal-hal tersebut Barang siapa karena kewajibannya tidak melaksanakan pengamanan Rahasia Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Barang siapa karena kewajibannya melaksanakan pengamanan Rahasia Negara dengan sengaja mengumumkan atau memberitahukan atau menyerahkan kepada pihak yang tidak berhak Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan Rahasia Negara yang diketahui bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan Negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikan kepada Negara asing Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada pihak yang tidak berhak mengetahui Rahasia Negara berupa surat-surat, peta-peta, rencanarencana, gambar-gambar atau benda-benda dan yang bersangkutan dengan Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya tau susunan benda-benda itu diketahui olehnya Barang siapa melakukan tindak pidana kegiatan mata-mata yaitu kegiatan melawan hukum untuk memiliki, menguasai, meneruskan atau memberikannnya langsung maupun tidak langsung kepada Negara atau organisasi asing ataupun kepada organisasi yang melawan pemerintah sesuatu Rahasia Negara dalam bidang keamanan, pertahanan, politik, ekonomi dan diplomasi Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengubah jaringan telekomunikasi dan atau memanipulasi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang merupakan Rahasia Negara Setiap orang dengan sengaja melawan hukum mengetahui dan menyebarluaskan informasi Rahasia Negara berklasifikasi Sangat Rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak mengetahuinya diancam karena pembocoran rahasia Negara Dalam hal informasi Rahasia Negara sebagaimana diatur pada ayat (1) Pasal ini berklasifikasi Rahasia Setiap orang dengan sengaja melawan hukum mengetahui kemudian menyimpan, menerima, memberikan, menghilangkan, menggandakan, memodifikasi/merubah, memiliki/menguasasi, memotret, merekam, memalsukan, merusak/menghancurkan, menyalin, mengalihkan/memindahkan atau memasuki (wilayah) atau
24
Pidana penjara selama-lamanya 10 tahun. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun. Pidana penjara paling lama 9 tahun Pidana pemberatan ditambah 1/3 Pidana penjara paling lama 9 tahun
Pidana penjara paling lama 6 tahun
Pidana mati atau pidana penjara paling lama 20 tahun
Pidana penjara paling lama 10 tahun Pidana penjara paling singkat 20 tahun atau paling lama seumur hidup Pidana penjara paling singkat 10 tahun atau paling lama 18 tahun Pidana penjara paling singkat 20 tahun atau paling lama seumur hidup
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
Pasal 27 ayat (2)
Pasal 27 ayat (3) Pasal 28 ayat (1)
Pasal 28 ayat (2)
mengintai (wilayah) benda Rahasia Negara berklasifikasi Sangat Rahasia Dalam hal benda Rahasia Negara sebagaimana diatur pada ayat (1) Pasal ini berklasifikasi Rahasia Setiap orang dalam masa perang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Setiap orang dengan sengaja secara melawan hukum mengetahui kemudian menggangu atau menghalanghalangi atau memotret atau merekam aktivitas Rahasia Negara berklasifikasi Sangat Rahasia diancam karena pembocoran Rahasia Negara Dalam hal aktivitas Rahasia Negara sebagaimana diatur pada ayat (1) Pasal ini berklasifikasi Rahasia
Pasal 28 ayat (3)
Setiap orang dalam masa perang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
Pasal 29 ayat (1)
Setiap orang yang karena jabatannya sebagai Pemilik Rahasia Negara, Pengguna Rahasia Negara, atau Pengelola Rahasia Negara dengan sengaja melakukan tidak pidana dibidang Rahasia Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, pasal 26 atau pasal 27 Setiap orang yang karena jabatannya sebagai Pemilik Rahasia Negara, Pengguna Rahasia Negara, atau Pengelola Rahasia Negara yang karena kelalaiannya mengakibatkan terjadinya tindak pidana dibidang Rahasia Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, pasal 26 atau pasal 27 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan dalam membocorkan Rahasia Negara Setiap orang dengan melawan hukum menyimpan, menerima, menghilangkan, memiliki atau merusak/menghancurkan benda Rahasia Negara yang tidak diketahuinya bahwa benda tersebut adalah benda Rahasia Negara, diancam karena pembocoran rahasia negara Setiap orang yang mencuri benda Rahasia Negara yang tidak diketahuinya bahwa benda tersebut adalah benda Rahasia Negara diancam karena pembocoran rahasia negara Setiap orang dengan melawan hukum menggangu, menghalang-halangi, memotret atau merekam aktivitas Rahasia Negara yang tidak diketahuinya bahwa aktivitas tersebut adalah aktivitas Rahasia Negara diancam karena pembocoran rahasia negara
Pasal 29 ayat (2)
Pasal 29 ayat (3) Pasal 30 ayat (1)
Pasal 30 ayat (2)
Pasal 30 ayat (3)
25
Pidana penjara paling singkat 10 tahun atau paling lama 18 tahun Pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati Pidana penjara paling singkat 20 tahun atau paling lama seumur hidup Pidana penjara paling singkat 10 tahun atau paling lama 18 tahun Pidana penjara paling singkat 20 tahun atau paling lama seumur hidup Pidana pemberatan ditambah 1/3
Pengurangan pidana 1/3
Pengurangan pidana 1/3 Pidana penjara paling singkat 2 tahun atau paling lama 7 tahun Pidana penjara paling singkat 6 tahun atau paling lama 10 tahun Pidana penjara paling singkat 2 tahun atau paling lama 7 tahun
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
STRUKTUR KEPENGURUSAN YLBHI Dewan Pembina Eva Riyanti Hutapea Pelaku bisnis
Adnan Buyung Nasution Advokat, juga Anggota International Commission of Jurists (ICJ)
Fauzi Bowo Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta – ex. Officio.
Tamrin Amal Tomagola Sosiolog, juga Pengajar Senior pada Jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia
Frans Hendra Winarta Advokat, juga Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN)
Mulyana. W. Kusumah Pengaja pada Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia – ex. officio
Harkristuti Harkrisnowo Gurubesar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN)
Abdul Rahman Saleh Jaksa Agung Republik Indonesia – ex officio.
Mas Achmad Santosa Legal reformer
Chairil Syah Advokat
Mohammad Assegaf Advokat
Tuti Hutagalung Advokat
Mohammad Zaidun Advokat
Ake Arif Pemerhati bidang sosial dan pelaku bisnis
Nur Ismanto Advokat
Ali Sadikin Mantan Gubernur DKI Jakarta
Otto Syamsuddin Ishak Sosiolog
Andi Rudiyanto Asapa Advokat; Bupati Kabupaten Sinjai Sulawesi Tengah – ex officio.
Sakurayati Advokat
Aristides Katoppo Wartawan Senior, juga Pemimpin Redaksi Harian Sinar Harapan
Salahuddin Wahid Ketua PB Nadhlatul Ulama. Toeti Herati Rooseno Gurubesar Filsafat Universitas Indonesia
August Parengkuan Direktur Komunikasi Kelompok Kompas-Gramedia; Presiden Direktur TV7.
Todung Mulya Lubis Advokat
Dindin. S. Maolani Advokat
Willem Rumsarwir Pendeta
26
Laporan YLBHI No. 9, November 2005
Badan Pengurus Munarman Ketua Badan Pengurus
Isfahani Direktur Program Hak-hak Petani dan Hak atas Tanah
Robertus Robet Wakil Ketua Bidang Operasional
Rita Novella Kepala Keuangan, Administrasi dan SDM
A Patra. M. Zen Wakil Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia / Direktur Program Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Arie Maulana Staff Program Hak-Hak Sipil dan Politik dan Program Monitoring Aceh
Syariffudin Yusuf Sekretaris Badan Pengurus
Eli Salomo Staff Informasi dan Dokumentasi
Tabrani Abi Direktur Program Hak-hak Perburuhan
Ery Sandra Amelia Staff Program Hubungan Internasional
Daniel Hutagalung Direktur Riset, Studi dan Pendidikan
M. Fadli Staff Program Advokasi
Daniel Panjaitan Direktur Advokasi
Syamsul Bachri Staff Advokasi
Donny Ardiyanto Direktur Program Hak-Hak Sipil dan Politik
Simon Staff Advokasi dan Perburuhan
Ikravany Hilman Direktur Program Hubungan Internasional
Yasmin Purba Staff Program Hak-hak Perempuan dan Anak
Kantor-kantor LBH Afridal Darmi Direktur LBH Banda Aceh
Uli Parulian Sihombing Direktur LBH Jakarta
Irham Buana Nasution Direktur LBH Medan
Wirawan Direktur LBH Bandung Tandiono Bawor Direktur LBH Semarang
Alfon Kurnia Palma Direktur LBH Padang
M. Irsyad Thamrin Direktur LBH Yogyakarta
Nur Kholis Direktur LBH Palembang Hendrisyah Direktur LBH Pekanbaru
Dedi Prihambudi Direktur LBH Surabaya I Gede Widiatmika Direktur LBH Bali
Fenta Pjs. Direktur LBH Bandar Lampung
27
Laporan YLBHI No. 9, November 2005 Hasbi Abdullah Direktur LBH Makassar
Helda. R. Tirayoh Direktur LBH Manado Paskalis Letsoin Direktur LBH Papua
28