MEMBANGUN PARIWISATA, MENGAWETKAN BUMI Oleh: DR. Didin Syarifuddin, Drs., MM., M.Si. *) ARS Internasional School of Tourism
[email protected]
Abstrak Membangun berarti merekayasa bentukan alam atau hasil budaya manusia yang masih dalam bentuk bahan mentah untuk kepentingan hidup, manusia, ditingkatkan nilai sosial-ekonominya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat memenuhi hajat hidup orang banyak dan mencerdaskan kehidupannya secara berkelanjutan. Sementara itu, mengawetkan atau melestarikan bumi melalui pencagaran atau konservasi, berarti memelihara proses alamiah atau hukum alam yang ada di dalam bumi agar keberadaannya tetap terpelihara. Sebab bumi merupakan satu-satunya planet atau tata surya yang paling memadai untuk manusia bermukim dan berbudaya, dan kalau rusak tidak dapat dipugar dan kalau hilang tidak akan terbentuk kembali, seperti semula sebab proses pembentukannya yang berlangsung secara evolusi bergantung matra atau dimensi ruang dan waktu. Demikian pula dengan hasil karya manusia seperti Candi Borobudur dan sejenisnya termasuk adat istiadat secara ekologi yang sudah merupakan kearifan local yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Bentukan alam dan atau warisan hasil rekayasa budaya manusia umumnya memiliki keunikan penampilan, latar belakang sejarah, dan berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia, hingga dapat dibina atau dibangun menjadi destinasi pariwisata. Dalam membangun dan mengawetkan bumi, melalui kegiatan kerja pariwisata dapat dibina budaya, hubungan timbal balik antara manusia dan tata lingkungan hidupnya berdasar hukum alam yang umumnya menjadi adat istiadat dan disebut ekologi. Melalui ekologi yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi atau Earth Summit Meeting, di Brazil, 1992, kemudian disusul Quebeq Declaration on Ecotourism, 2002, yaitu memperkenalkan dan mengembangkan pariwisata ekologi untuk menyelematkan bumi agar keberadaannya tetap awet keaslian hukum alam dan kemurnian adat istiadat manusianya dalam mempergauli tata lingkungan hidup di bumi secaa berkelanjutan. Untuk membangun pariwisata secara fisik dan non fisik pengumpulan data dan informasi pustaka dan lapangan harus dikumpulkan dengan tepat guna agar mudah digunakan untuk membuat analisis tataan alam dan perilaku budaya manusianya dalam rangka merancangbangun. Hal ini perlu untuk mendukung usaha mengawetkan bumi berdasar hukum alam dan kearifan local hasil analisis, agar terbentuk interdependensi antara unsur tataan alam dan perilaku budaya manusia. Di sini perlunya seorang pembimbing (mentor) pariwisata yang bekerja bukan hanya sebagai pemandu (guide) apa lagi pengantar, yang dapat membimbing wisatawan untuk memahami peranan pariwisata sebagai unsur kegiatan kerja pengawet tata lingkungan di bumi.
1
1. Pendahuluan Kegiatan pariwisata secara alami sudah tertanam pada setiap manusia sejak usia di bawah lima tahun (balita) sampai dengan manusia lanjut usia (lansia). (BUKTINYA APA) Kegemaran alamiah pada setiap manusia sejak balita sampai dengan lansia perlu dibina untuk memberdayakan ketajaman berpikir dan kelincahan bekerja, ini amat diperlukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbentuk kepulauan dan terletak di daerah katulistiwa, agar dikenal dengan baik berbagai sumber daua alam dan budaya penduduknya. Bentukan alam yang luar biasa, baik daratan, lautan
maupuan udaranya, yang teletak di
kawasan garis katulistiwa dan memiliki udara lembab dan hangat khas tropis, juga merupakan kawasan yang paling mudah dibina untuk destinasi pariwisata, sebab mudah dicapai dari segala penjuru bukan saja dari darat, tetapi juga dari laut dan udara. Keindahan daya tarik atau atraksi, transportasi untuk pelawatan, restorasi untuk penyegaran dan akomodasi untuk penginapan, sudah tersedia di berbagai tempat yang dapat dibina dengan aman,. Nyaman, dan mengasikan sesuai dengan asas pencagaran atau konservasi. Semuanya ini, tinggal disesuaikan dengan selera para wisatawan masa kini, dan membenahinya untuk destinasi pariwisata nusantara dan mancanegara termasuk untuk konservasi tata lingkungan alam dan budaya masyarakatnya. Sementara itu, tenaga kerja manusia di bidang kepariwisataan sudah cukup tersedia dan tinggal dibina melalui pendidikan dan pelatihan kompetensi profesi kepariwisataan yang professional dengan mutu nasional dan internasional yang bersertifikat. Selain itu, keunikan penampilan berbagai bentukan alam dan atau rekayasa budaya manusia, latar belakang sejarah, dan fungsinya bagi kehidupan manusia masa kini dan masa depan, amat menjanjikan seperti yang ada di daratan, di kawasan maritim, gugusan kepulauan yang dikelilingi lautan, ataupun yang hanya dapat disaksikan dari udara. Satu dua contoh destinasi pariwisata di sekitar kota, misalnya Kota Bandung, di Jawa Barat yang dapat dikunjungi dalam waktu satu hari pergi pulang, antara lain yaitu wisata agro di daerah Ciater sebelah Utara, tambang prasejarah yang terbesar dan tertua di dunia di Pasir Kiamis (nagreg) sebelah Timur, wisata ekologi di Kawah Cibuni yang merupakan puskesmas alamiah di sebelah selatan, dan lembah purba Citarum yang kering sejak 125.000 tahun yang lalu di sebelah Barat Kota Bandung. Demikian pula dengan Kota Padang yang memiliki jalur jalan kereta api yang unik dan melintasi Lembah Anai yang indah dengan air terjun Aik Mancuak, masih memiliki pesona alam dan budaya yang fantastik. Kapuas Barito, dan Mahakam Sungai Besar yang dapat dilayari dengan berbagai kapal ukuran kecil dan melintasi hutan tropis yang lebat di Kalimantan, situs batu gamping kars di Batimurung, Makasar, Sulawesi Selatan, berbagai teluk di kawasan Nusa Tenggara yang masih murni alami merupakan bentukan alam yang penuh pesona ntuk destinasi pariwisata. Sayang sekali atraksi pariwisat tersebut di atas belum diperdulikan oleh insan pariwisata Pemerintah atau swasta, 2
terutama yang ada di berbagai kawasan sumber daya tarik wisata. Padahal semuanya ini merupakan kekayanaan Negara atau daerah yang dapat digunakan untuk membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan devisa, pendapatan daerah termasuk pengahasil masyarakat. Untuk itulah perlunya membangun manusia seutuhnya dan sekaligus mencerdasakan kehidupannya melalui kegiatan kepariwisataan., mengacu pada pengertian di atas pengetahuan dasar pariwisata perlu dimasukkan ke dalam pelajaran mulai dari Sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, sebab melalui pengetahuan pariwisata dapat digunakan untuk mananamkan kecintaan pada tata lingkungan alam dan budaya sejak dini apalagi tata lingkungan memiliki nilai sosial, ekonomi, dan budaya dan dapat dibina untuk pendidikan, penelitian, dan pariwisata, dan dapat digunakan untuk membuka atau memperluas lapangan kerja. Perlu pula dimaklumi bahwa kepulauan Indonesia, terletak di daerah katulistiwa yang berudara lenbab dan hangat khas tropis, dan tidak ada duanya di dunia demikain pula dengan kekayanaan sumber daya dan kelengkapan
bentukan alam berupa segalam macam unsur
topografi, dan fisiografi, serta keanekaragaman budaya yang memiliki keunikan, latar belakang sejarah, dan yang paling penting yaitu fungsinya untuk kepentingan hidup manusia secara berkesinambungan. Semuanya ini dapat dibina menjadi unsur daya tarik yang bermanfaat untuk mencerdasakan kehidupan manusia, sebab apa pun yang ada di bumi merupakan fasilitas alami yang sudah tersedia tanpa diminta atau dibeli untuk kesejahteraan hidup manusia. Fasilitas alami inilah yang kemudian merangsang manusia secara ekologi dan menciptakan budaya kawasan pegunungan, budaya kawasan maritim, kawasan perkotaan, dan sebagainya. Inilah yang rupanya menjadi pembahasan KTT Bumi di Brazil dan melahirkan deklarasi pariwisata ekologi yan dirumuskan di Kanada.
2. Pariwisata Ekologi Ekologi yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup khususnya manusia dengan tata lingkungannya, hubungan timbale balik antara manusia dengan lingkungannya dapat membernauk perilaku budaya sesuai dengan keadaan daerahnya. Perilaku budaya manusia di setiap daerah selalu berbeda, dan perbedaan inilah yang perlu dipersandingkan dengan budaya manusia di daerah lain melalui kegiatan kerja kepariwisataan. Daya tarik pariwsisata ekologi semacam ini sudah siap jual dalam keadaan asli lingkungannya dan kemurnian perilaku budaya manusia di daerah setempat. Pariwisata ekologi atau ecotourism, amat mudah dibina menjadi destinsi pariwisata dan merupakan kegiatan kepariwisataan dengan ekonomi biaya rendah. Selanjutnya peluang untuk membuka lapangan kerja amat luas, karena cukup beraneka ragam daya tariknya antar lain wisata ekologi 3
permukiman, pertanian, perindustrian, perdagangan, dan beberapa lagi lainnya yang sampai sekarang belum dikenal senbagai kekayaan daerah di bindang kepariwisataan, pariwisaa ekologi yang diperkenalkan dengan istilah ekowisata merupakan penerjemahanan yang salah dan terkesan memperkosa tata bahasa Indonesia. Berjualan daya tarik wisata merupakan kegiatan ekonomi yang betul-betul menguntungkan, sebab barang yang dijual dan dibeli para wisatawan tidak akan berkurang kualitas dan kuantitasnya. Apalagi jika kawasan daya tarik wisata tersebut dibina melalui organisasi dan manajemen pariwisata secara professional dengan mengacu pada asas pencagaran atau konservasi, maka daya tariknya akan tetap mantap. Melalui pariwisata ekologi tanpa mencemarinya, dapat digunakan untuk memelihara dan meningkatkan mutu tata lingkungan daerah setempat, dan destinasinya terdapat di mana saja dan umumnya sudah siap dikunjungi. Kegiatan kepariwisataan inipun sekaligus dapat merangsang dan meberdayakan penduduk setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaannya pada tata lingkungan tempatnya bermukim dan berbudaya termasuk mengenai sumber daya untuk kesejahteraan hidupnya memalui pencerdasan hidup berpariwisata.
3. Unsur Pendidikan Kegiatan kerja pariwisata sudah diakui sebagai ilmu sejak pertengahan tahun 2006 (tahun 2008 bu Beti), dan tinggal membentuk batang tubuh ilmunya dan mengembangkan berbagai cabang ilmu penunjangnya. Kenyataan ini perlu menjadi perhatian pemerintah dan para akademisi untuk membentuk batang tubuh ilmu pariwisata, termasuk para cendekiawan pariwisata. Sebab bagaimanapun juga setiap daerah wisata memiliki niai sosial, nilai ekonomi ean budaya atua adati yang perlu dipelahri untukbahan pembentuk batang tubuh ilmu pariwisata termasuk ilmu penunjangnya. Melalui kegiatan pariwisata para cendekiawan pariwisata akan mendapat gambaran secara primer baik wisatawan maupun pengelolanya. Berbagai pengalaman, pengetahuan dan atau ilmu yang memuatinya akan selalu diperoleh untuk bahan kajian dalam membina dan mengembangkan ilmu pariwisata. Selanjutnya dengan berlandaskan pada ilmu pariwisata, kegiatan kerja pariwisata, seperti promosi, pemasaran, penerapan organisasi dan manajemen, termauk pemanduawisataan, dapat merangsang minat setiap wisatawan untuk menghayati dan menikmati daya tarik destinasi pariwisata. Karena itu, keterangan yang disampaikan para pemandu wisata merupakan kunci utama dalam kegiatan kerja pariwisata dan ikut menentukan keberhasilan suatu kegiatan kerja destinasi pariwisata. Berdasar pengertian di atas, kegiatan pariwisata dapat pula digunakan sebagai pendoirong untuk meningkatkan pendidikan dan penelkitian atapun sekedar untuk berwisata rekreasi. Tinggi 4
rendahnya hasil karya cipta dalam mengolah sumber daya tarik wisata yang ada di dalam suatu tata lingkungan di suatu daerah bergantung kepada pemanfaatan ilmu yang dikuasai seorang pemmdnau wisata untuk berkomunikasi secara empatik, yaitu merekayasa perilaku budaya wisatawan agar menyesuaikan diri seperti yang dikehendaki pemandu wisata. Kemampuan manusia berkomunikasi secara empatik inilah yang akan mendorong peningkatan kesejahteraan hidup manusia secara sosial dan ekonomi. Seandainya secara ekologi semuanya ini sudah membudaya, maka tata lingkungan alam dan binaan manusia di Indonesia khususnya dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah kemiskinan, kemalasan, dan kesengsaraan hidup. Untuk itu, maka wisaga dan atau pelawatan wisata ekologi yang penuh dengan nilai sosial dapat digunakan untuk membuka lapangan kerja dan secara ekonomi dapat meningkatkan penghasilan masyarakat, sedang nilai budayanya dapat digunakan untuk mencerdaskan kehidupannya. Semuanya ini tidak sulit diwujudkan sebab masyarakat Indonesia umumnya masih mewarisi kearifan nenek moyang yang dengan mudah dapat diberdayakan kembali untuk membangun dirinya tanpa meninggalkan asas pencagaran dalam usaha pengawetan bumi tempatnya bermukin dan berbudaya,. Karena itu pelawatan dan pariwisata ekologi dapat membangkitkan masyarakat untuk mengenal dan memanfaatkan sumber daya destinasi pariwisata agar pembangunan pariwisata dan pengawetan bumi dapat terwujud sedang pelaksanaannya dapat melalui program nasional.
4. Inventarisasi dan Evaluasi Untuk Rancangbangun Inventarisasi sumber daya dan destinasi pariwisata dapat dilakukan melalui peta lapangan untuk mencari data sekunder dan kemudian dilakukan di lapangan untuk mencari data primer, yang kemudian dicatat dan dikumpulkan untuk dianalisis. Semua data yang sudah terkumpul, pada saat mencatat tidak perlu direkomendasi, kecuali mencatat apa saja yang dilihat dan didengar, dan semuanya dilengkapi dengan rekaman audio-visual. Sementara itu, penomoran nama dan lokasi harus dilakukan, termasuk pencatatan situasi, kondisi tata lingkungan, baik alam maupun hasil rekayasa budaya manusia baik fisik maupun non fisik. Semuanya ini diperlukan untuk kepentingan evaluasi, dan kemudian ditulis untuk laporan dan atau untuk publikasi. Laporan dan atau publikasi akan diperlukan untuk kepentingan penelitian lebih lanjut dan tidak mustahil akan dicari pula oleh para penanam modal dari dalam dan juga dari luar negeri. Karena itu laporan dan atau publikasi hasil inventarisasi yang sudah dianalisis perlu dilengkapi peta lapangan dengan skala 1 : 25.000; 1 : 50.000, atau skala tematik yang sesuai dengan keperluannya. Dalam peta tersebut sebaiknya, sudah tertera juga data topografi, fisiografi, dan sarana penunjang lainnya untuk kegiatan kerja pariwisata secara optimal. Semuanya ini untuk bahan evaluasi sosial, 5
ekonomi, dan budaya dalam rangka merancangbangun dan merekayasa suatu destinasi pariwisata yang betul-betul memiliki daya dukung lingkungan tinggi yang aman dan nyaman. Pada saat mendesain rancangbangun destinasi pariwisata, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) harus sudah diperhitungkan
untuk mengetahui kemungkinan timbulnya dampak
negative yang bagaimana tata cara meredamnya dan kalau mungkin bagaimana pula mencegahnya. Sementara itu, yang timbul itu dampak positif, maka tata cara memelihara dan kemungkinan mengembangkan dan mengendalikannya perlu pula dipelajari. Pada dasarnya AMDAL dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam pembangunan suatu destinasi pariwisata sekaligus pencagarannya untuk pengawetan tata lingkungan alam di bumi. Selanjutnya selama pembangunan sampai dengan pengembangannya sesuai dengan kemajuan kegiatan kerja pariwisata, perlu disertai dengan audit atau pengujian lingkungan untuk menunjang
pengawetan
tata
lingkungan
buminya
dalam
pembangunan
pariwisata.
Keberhasilgunaan suatu pembangunan kegiatna kerja pariwisata yaitu jika dapat meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi dan perilaku budaya manusia setempat dan sekitarnya tanpa mengabaikan asas pencagaran. Pencagaran yaitu usaha untuk memelihara keberadaan suatu bentukan alam dan atau hasil rekayasa budaya manusia termasuk tata lingkungan dengan segala proses pembentukannya. Inventarisasi dan evaluasi suatu sumber daya baik alam dan atau budaya manusia termasuk tata lingkungannya, merupakan landasan untuk menyusun organisasi dan tata laksana penerapan manajamen. Organisasi yaitu paduan kerjasama antara bagian untuk mencapai satu sasaran yang sudah direncanakan dan ditetapkan bersama. Begitu pula dengan manajemen, yaitu proses pemanfaatan semua sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Oleh karena itu, keberhasilan suatu kegiatna kerja termasuk kegiatan kerja pariwisata sepenuhnya bergantung pada kemampuan menyusun organisasi dan penerapan manajemen sesuai dengan daya dukung lingkungan destinasi pariwisatanya. Kepulauan Indonesia yang terletak di kawasan garis katulistiwa dengan bentuk dan ukuran lautan yang beraneka ragam, merupakan bentukan alam yang luar biasa sebab tidak ada duanya di dunia, apalagi fisiografi permukaan medan daratannya membentuk bentang alam tropis yang indah. Banyaknya gunung api dan jaringan sungai yang bermuara di laut dengan profil pantai yang berliku-liku dan sebagian dilengkapi dengan gugusan pulau yang dibentuk oleh endapan sungai yang disebut delta, merupakan bentukan alam yang penuh pesona wisata. Di gugusan pulai delta ini berbagai tumbuhan dengan keanekaragaman hayatinya dapat pula dibina untuk pariwisata maritime yang aman, nyaman, dan mengasyikan. Belum lagi gugusan pulau yang disebut atoll yang umumnya berpasir putih dengan tumbuhan maritime yang khas dan beraneka ragam warna ikan lautnya. Adakalanya juga membentuk laguna, atau laut yang tertutup dan umumnya berukuran kecil dan berprofil indah dengan air yang tenang dan jernih berwarna hijau 6
akibat perpaduan warna air laut yang biru dengandasar laguna berupa endapan pasir berwarna kekuning-kuningan. Gugusan delta dan atol banhyak terdapat di Indonesia dan hamper semuanya belum dibina menjadi destinasi pariwisata, misalnya untuk merangsang hadirnya kapal wisata yang jjuga berfungsi sebagai hotel terapung utuk berwisata ria menikmati udara dan makanan khas laut di pondok wisata, yang menyajikan makanan dan minuman kuliner. Kuliner berasal dari Bahasa Latin kulina, artinya peralatan dapur, yaitu rumah makan yang alat dapurnya dan cara masaknya bahan mentah, semuanya dapat disaksikan dan tercium aroma masakannya oleh pembelilnya, yaitu para wisatawan. Para wisatawan yang umumnya datang dari lingkungan hidupnya di kota yang hiruk-pikuk, dan sudah jenuh dengan berbagai macam kegiatan kerjanya, amat memerlukan pergantian suasana yang santai di alam bebas yang masih murni alami dengan penduduk yang masih asli perilaku adati budayanya. Untuk menginventarisasi dan membina berbagai daya tarik wisata alam, budaya dan minat khususk perlu dipelajari ilmu dan teknologinya agar sasaran yang ingin dicapainya dapat terwujud dengan mengacu pada hukum alam dan hukum adat daerah setempat, hingga daya dukung lingkungannya tidak terganggu. Dalam hal ini adanya peta lapangan dan potret udara daerah setempat dapat digunakan sebagai sarana penunjang, untuk mempermudah dan mempercepat kegiatankerja dengan ekonomi biaya rendah. Kegiatan kerja lapangan selanjutnya perlu dipelajari berbagai unsure alamnya, seperti tataan geologi, meteorology, untuk mengetahuai peredaran udara termasuk cuaca, pasang surut air laut dipelahari, secara hidrologi, sedangkan keanekaragaman hayatinya melalui disiplin ilmu botani dan zoology. Semua unsur alam ini dipelajari untuk mengetahui ekosistemnya dalam kaitannya dengan kehidupan manusianya untuk mengetahui hubungannya secara timbal balik, yang disebut ekologi yang mendorong penduduknya untuk menciptakan teknologi tradisional. Demikian pula dengan manusianya, dapat dipelajari kehidupannya sehari-hari melalui disiplin ilmu sosiologi, antropologi dan ekonomi, yang mampu hidup tenang tentram dengan menyandarkan pada hubungannya dengan tata lingkungan alam daerah setempat. Untuk memperoleh gambaran, secara bagan dijabarkan bagaimana hukum alam yang ditunjang oleh ilmu pengetahuan dasar kimia (bahan), fisika (bentuk), matematika (ukuran), dan biologi (kehidupan), mampu membentuk bumi seperti keadaannya sekarang dengan berbagai sumber dayanya, antara lain sumber daya tarik wisata. Bagan yang dapat disimpulkan sebagai konsepsi ilmu pengetahuan dasar pariwisata di lapangan. Ilmu pengetahuan dasar pariwisata memang memiliki dimensi luas, sebab berbagai ilmu pengetahuan dasar terlibat atau dapat dilibatkan di dalamnya, sebab kegiatan kerja pariwisata memang merupakan kegiatna kerja multi-dimensi luas, sebab berbagai ilmu pengetahuan dasar terlibat atau dapat dilibatkan di dalamnha,sebab kegiatan keja pariwisata memang merupakan kegiatan kerja multi-dimensional. Hanya saja yang langsung berhubungan dengan destinasi pariwisata alam memang memerlukan penunjang ilmu 7
pengetahuan alam yang sedikit banyak memerlukan ilmu pengetahuan alam dasar seperti kimia, fisika, matematika, dan biologi. Sementara itu yang erat kaitannya dengan destinasi pariwisata budaya, ilmu budaya dsar seperti sosiologi, antropolog, dan ekonomi, mendominasi kegiatan kerjanya. Berpedoman pada pengertian di atas, maka peran pemandu wisata menjadi sangat berperan dan untuk itu harus rajin meningkatkan dirinya agar, tidak berfungsi sebagai pengantar wisatawan.
5. Ilmu Pariwisata sebagai Ilmu Pendukung Terdapat lima disiplin ilmu yang meliputi masalah atraksi, transportasi, restorasi, akomodasi, dan konservasi. Kedelapan unsur ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetgahuan budaya sudah teradopsi ke dalam lima disiplin ilmu pariwisata. Demikian pula secara fisik, teknologi pariwisata dalam kegiatan kerjanya dapat dilaksanakan secara sistematik dengan mengacu pada asas konservasi atau pencagaran tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti. Disinilah keutamaan kegiatan kerja pariwisata, bahwa melalui pelawatan wisata makin luas pengetahuan manusia mengenai tata lingkungan di bumi yang perlu sekali diatur dan dipelihara. Perlu sekali dimaklumi bahwa ilmu pariwisata sangat luas jangkauannya, salah satu diantaranya mengawetkan bumi agar keaslian hukum alam tetap terpelihara sehingga gejolak alam yang timbul tidak menciptakan bencana. Pengawetan keaslian tataan alam perlu sekali dipelajari secara geologi, meteorology, hidrologi, botani, dan zoology, di samping hadirnya manusia untuk dipelajari secara sosiologi, antropologi dan ekonomi. Hubungan kedua kelompok disiplin ilmu yang sudah dirumuskan baik yang menyangkut ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan budaya, di setiap daerah memiliki kekhasan kearifan local yang unik dan secara ekologi dapat dibina menjadi destinasi pariwisata yang berkiblat pada pengawetan bumi. Perlu dimaklumi walaupun ilmu pariwisata sudah, diakui sebagai ilmu pengetahuan yang mandiri, tetapi masih banyak cabang ilmunya yang perlu dipelahjari seperti atraksi, transportasi, redstorasi, akomodasi, dan konservasi. Atraksi terdiri dari bentukan alam dan hasil karya budaya manusia, keduanya dapat bergabung manjadi satu tetapi masing-masing juga dapat berdiri sendiri, dan ini dapat merupakan cabang ilmu yang mandiri. Demikian pula unsur penunjang kegiatan pariwisata yang lainnya, seperti transportasi, restorasi untuk penyegaran, akomodasi untuk penginapan baik hotel, pondok wisata, bumi perkemahan dan sejenisnya, perlu dibina melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak pula kalah peranan konservasi atau pencagaran untuk pengawetan destinasi pariwisata, agar kualitas dan kuantitas keempat kegiatan kerja tersebut di atas terpelihara sesuai hokum alam dan adat istiadat penduduk setempat agar mereka dapat memperoleh manfaat dari ketiaan pariwisat agat dtidak menjadi hama pariwisata 8
seperti halnya kegiatan hidup manusia di kota. Kegiatan kerja konservasi juga perlu ditunjang dengan zonasi atau pemintakatan, yaitu zona inti lokasi destinasi pariwisata yang dilindungi dengan zina penyangga sebagai buffer yang dapat dibina secara fisik dan atau non fisik. Penerapannya dapat dibangun melalui ilmu pengetahuan dan teknologi atau memanfaatkan warisan kearifan local penduduk setempat. Semuanya ini perlu dipelajari untuk perencanaan dan rancang bangun, dan kemudian dalam pelaksanaannya didahului dengan audit atau uji lingkungan yang umum disebut juga soft opening.
6. Kesimpulan Kegiatan kerja pariwisata yang berfungsi sebagai pengawet bumi memang rumit, tetapi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai unsure kearifan local yang sudah menjadi tradisi penduduk setempat, semuanya dapat direalisasi dengan mudah termasuk pemeliharaannya. Pemeliharaan yang mengacu pada hokum alam dan adat istiadat sebagai kearifan local sangat besar peranannya, dan dalam hal ini para peutgas pariwisat aharus bekerja tidak hanya sebagai pemandu atau pengantar, tetapi juga sebagai mentor agar para wisatawan memaklumi pentingnya pariwisata dalam rangka pengawetan bumi, hal ini juga sehjalan dengan quebec declaration in ecotourisms, Canada 2002, dalam rangka menyelematkan bumi melalui pariwisata ekologi.
DAFTAR PUSTAKA Darsoprajitno, H.S. 2002. Ekologi Pariwisata, Penerbit Angkasa Bandung. Bandung Darsoprajitno, H.S. 2006. Tata Lingkungan yang Membentuk Perilaku Budaya Sunda, Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda, Jilid2, Yayasan Kebuydayaan Rancage. Bandung Darsoprajitno, H.S. Ahman Sya, H.M. 2007. Geologi Pariwisata. Universitas ARS Internasional, Bandung
9