Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
Membangun Pariwisata Pantai Gili Labak Secara Berkelanjutan dengan Knowledge Management System Yugowati Praharsi Departemen Manajemen Bisnis, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Jl. Teknik Kimia, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111 *
[email protected],
[email protected]
Abstrak Pariwisata Pantai Gili Labak di Madura mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Pengembangan pembangunan wisatanya harus didesain secara berkelanjutan. Aspek dalam pembangunan berkelanjutan meliputi aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Untuk mendukung pembangunan secara berkelanjutan diperlukan suatu sistem yang dapat mengakomodasi permasalahan wilayah Gili Labak dengan tepat dan mengintegrasikannya dengan persepsi masyarakat. Salah satu sistem yang mendukung karakteristik ini adalah sistem manajemen pengetahuan atau knowledge management system (KMS). Didalam KMS, terdapat tahap mengevaluasi infrastruktur yang ada, membentuk tim KM, meng-capture knowledge, mendesain blueprint KMS, memverifikasi dan memvalidasi KMS, mengimplementasikan KMS, mengelola perubahan dan membangun kesadaran, dan mengevaluasi sistem akhir. Tahap-tahap tersebut membentuk satu siklus KMS. Dalam studi ini dibahas kajian pembangunan pariwisata Gili Labak yang berkelanjutan menggunakan tahap-tahap dalam siklus KMS. Hasil dari studi kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan/kebijakan dalam membangun dan mengelola pariwisata Gili Labak. Kata kunci: Pariwisata, Pembangunan Berkelanjutan, Knowledge Management System, Gili Labak PENDAHULUAN Gili Labak adalah sebuah pulau kecil di ujung timur pulau Madura dan secara pemerintahan masuk kabupaten Sumenep, Madura. Pulau yang memiliki luas 5 hektar ini mempunyai potensi pariwisata yang sangat besar untuk dikembangkan. Pengembangan pembangunan wisatanya harus didesain secara berkelanjutan. Beberapa aspek yang mendukung untuk pembangunan berkelanjutan ini adalah aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Ditinjau dari aspek lingkungan, hal yang perlu dikaji adalah kondisi topografi dan penataan pemetaan pembangunan wisata serta menginventarisasi fasilitas pendukung kepariwisataan yang ada. Hal yang perlu diperhatikan pada aspek ekonomi yaitu jumlah kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara dari tahun ke tahun dan bagaimana strategi mempromosikan area wisata ini sehingga jumlah pengunjung akan semakin meningkat setiap tahunnya. Sedangkan dari aspek sosial, hal yang perlu dikembangkan adalah membangun budaya masyarakat Sumenep dan Gili Labak khususnya yaitu memiliki jiwa atau karakter kepariwisataan dan memiliki mindset/pola pikir bahwa setiap wisatawan yang datang ke tempat mereka berarti meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam mendukung pembangunan wisata Gili Labak melalui aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial, maka diperlukan suatu sistem yang dapat mengakomodasi permasalahan wilayah Gili Labak dengan tepat dan mengintegrasikannya dengan persepsi masyarakat. Salah satu sistem yang mendukung karakteristik ini adalah manajemen pengetahuan atau knowledge management (KM). Manajemen pengetahuan/KM dapat didefinisikan secara operasional dan secara strategis. KM secara operasional yaitu aktivitas organisasi yang berfokus pada usaha untuk memanfaatkan pengetahuan. Sedangkan KM secara strategis yaitu langkah untuk memantapkan usaha menjadi organisasi yang berbasis pengetahuan (Tjakraatmadja dkk, 2015). Pemerintahan daerah yang sudah berhasil menerapkan KM dalam pembangunannya yaitu Daerah Istimewa Aceh dan Kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan (Mangkusubroto, 2015; Abdullah, 2015). Siklus sistem manajemen pengetahuan/knowledge management system (KMS) mempunyai beberapa tahap, yaitu: tahap mengevaluasi infrastruktur yang ada, membentuk tim KM, meng-capture knowledge, mendesain blueprint KMS, memverifikasi dan memvalidasi KMS, mengimplementasikan KMS, mengelola perubahan dan membangun kesadaran, serta mengevaluasi sistem akhir. Dalam studi ini dibahas kajian pembangunan pariwisata Gili Labak yang berkelanjutan menggunakan tahap-tahap dalam siklus KMS. Hasil dari studi kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan/kebijakan dalam membangun dan mengelola pariwisata Gili Labak. 1
METODOLOGI Secara sederhana, manajemen pengetahuan dapat diartikan sebagai manajemen dengan pengetahuan sebagai fokusnya. Manajemen pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai rangkuman dari peran dan tanggungjawab, proses, dan teknologi yang menjadi bagian dari tata kelola dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Sebagai strategi, manajemen pengetahuan diartikan sebagai strategi untuk mendapatkan orang yang tepat pada saat yang tepat dan membantu orang-orang berbagi dan membuat informasi menjadi tindakan yang berguna untuk meningkatkan kapabilitas organisasi (Milton, 2015). Secara umum manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai suatu langkah-langkah sistematis dalam mengelola pengetahuan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing dan memaksimumkan nilai tambah serta inovasi. KM memfokuskan pada investasi pengembangan kompetensi dan pengetahuan para pekerjanya sehingga mereka dapat berinovasi (Tjakraatmadja dkk, 2015). Sistem manajemen pengetahuan terdiri dari delapan tahap seperti ditunjukkan pada Gambar 1, yaitu: 1) tahap mengevaluasi infrastruktur yang ada, 2) membentuk tim manajemen pengetahuan, 3) knowledge capture, 4) mendesain cetak biru sistem manajemen pengetahuan, 5) memverifikasi dan memvalidasi sistem manajemen pengetahuan, 6) mengimplementasikan sistem manajemen pengetahuan, 7) mengelola perubahan dan membangun kesadaran, dan 8) mengevaluasi sistem akhir (Awad dan Ghaziri, 2004).
Mengevaluasi infrastruktur yang ada
N
Membentuk tim Knowledge management (KM)
Mengimplementasikan sistem KM
Knowledge capture
Mengelola perubahan dan membangun kesadaran
Mendesain cetak biru KM
Evaluasi sistem akhir
Memverifikasi dan memvalidasi sistem KM Y
Gambar 1. Siklus hidup sistem manajemen pengetahuan Dalam siklus hidup sistem manajemen pengetahuan, pengujian sistem KM dikembangkan dari permulaan siklus atau tahap 1. Siklus hidup sistem KM ditunjukkan dengan adanya kenaikan proses secara interaktif. Siklus ini dimulai secara lambat tetapi terus bertumbuh dan berorientasi pada hasil. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dibahas masing-masing tahap siklus hidup sistem manajemen pengetahuan dan implementasinya dalam pengembangan pariwisata Gili Labak secara berkelanjutan. A.
Mengevaluasi infrastruktur yang ada
Ditinjau dari aspek lingkungan, infrastruktur yang perlu dievaluasi adalah menginventarisasi fasilitas pendukung kepariwisataan yang ada di Gili Labak, seperti: penginapan, rumah makan, air tawar, listrik, serta peralatan snorkeling dan diving. Ada tiga hal dalam tahap evaluasi infrastruktur, yaitu: a) sistem justifikasi; b) ruang lingkup, dan c) uji kelayakan. Dalam sistem justifikasi, ada beberapa pertanyaan yang perlu dikaji antara lain: i) apakah sistem KM yang diusulkan dibutuhkan di beberapa tempat?, ii) apakah para pakar tersedia dan berkemauan untuk membantu membangun sistem KM?, dan iii) apakah permasalahan yang ada memerlukan pengalaman yang bertahun-tahun dan pengetahuan taksit untuk memecahkannya?. Dalam bidang ruang lingkup, hal yang perlu dipertimbangkan antara lain: keluasan dan kedalaman proyek dalam segi keuangan, sumber daya manusia, dan kendala-kendala operasional. Proyek harus diselesaikan cukup
2
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
cepat untuk melihat manfaatnya. Cek digunakan untuk melihat bagaimana teknologi terkini akan sesuai dengan persyaratan teknik pada sistem KM yang diusulkan. Dalam bidang uji kelayakan, beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk menguji yaitu: a) apakah proyeknya memungkinkan untuk dicapai, mampu, tepat, dan dapat diimplementasikan; b) bagaimana mengevaluasi biayanya atau kinerja KM yang diusulkan; c) bagaimana mengukur kriteria sistem dan biayanya; dan d) bagaimana mendapatkan dukungan pengguna pada seluruh proses (Awad dan Ghaziri, 2004). B. Membentuk tim KM Tahap ini adalah tahap mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci dari sistem KM yang diusulkan. Dalam pembangunan pariwisata Gili Labak, pihak pemangku kepentingan adalah seperti: Bupati, jajaran Pemda, dinas pariwisata kabupaten Sumenep, dsb. Adapun beberapa aktor yang terlibat dalam tim KM ini adalah top management dan middle management, pekerja KM/knowledge worker, pengembang pengetahuan/knowledge developer, tim yang sukses menerapkan KM/champion, dan pengguna KM. Pada beberapa perusahaan seperti Pertamina, PT. Pembangkit Jawa Bali, Unilever, dan Bank BCA mempunyai departemen tersendiri untuk para pekerja KM (Knowledge Management Summit, 2015). Pengembang pengetahuan/knowledge developers berhubungan dengan pengetahuan dari domain para pakar dimana pakar tersebut tahu tentang masalah dan solusinya. Pengembang pengetahuan mempunyai peran sentral dalam membangun tim karena menjadi arsitek sistem KM. Perannya antara lain memimpin jalannya proses meng-capture knowledge, berhubungan dekat dengan tim yang sudah sukses menerapkan KM, serta memberi laporan kepada manajemen atas/top management untuk mendapatkan dukungan pada proses yang sedang berlangsung. Kesuksesan tim KM bergantung pada: a) kemampuan anggota tim, b) jumlah tim, c) kompleksitas proyek, d) kepemimpinan dan motivasi tim, serta d) tidak menjanjikan lebih dari kenyataan yang dapat diwujudkan (Awad dan Ghaziri, 2004). C. Meng-capture knowledge Capture knowledge adalah proses dimana pikiran dan pengalaman para pakar ditangkap/di-capture. Ada 2 jenis pengetahuan yang dapat di-capture yaitu pengetahuan eksplisit dan taksit. Pengetahuan eksplisit ditangkap/diperoleh dari repositori berbagai media. Pengetahuan taksit ditangkap/diperoleh dari beberapa pakar menggunakan berbagai metodologi. Pakar didefinisikan sebagai seseorang yang menguasai pengetahuan tertentu dan membuat kontribusi yang signifikan pada bidang minatnya. Knowledge developer/pengembang pengetahuan memperoleh pengetahuan para pakar untuk membangun basisdata pengetahuan. Beberapa proses untuk meningkatkan knowledge capture: a) fokus pada bagaimana para pakar mendekati sebuah masalah, b) melihat masalah melebihi fakta-faktanya, c) mengevaluasi kembali bagaimana domain masalah dipahami dengan baik, dan d) bagaimana keakuratan masalah dimodelkan. Pakar yang dilibatkan dapat tunggal atau beberapa pakar. Beberapa cara untuk meng-capture pengetahuan yaitu dengan wawancara baik terstruktur, semiterstruktur, atau tidak terstruktur. Cara lain yaitu observasi ditempat, curah gagasan/brainstorming, electronic brainstorming menggunakan bantuan komputer, analisis protocol/scenario, pengambilan keputusan berdasarkan konsensus, Nominal group technique (NGT), metode Delphi, the repertory grid, pemetaan konsep, dan blackboardings (Awad dan Ghaziri, 2004). Pada pembangunan daerah kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan, proses meng-capture knowledge yang sudah diimplementasikan adalah dengan wawancara dan brainstorming antara pemimpin daerah dengan masyarakat secara langsung, melalui kunjungan ke desa-desa dan wilayah terpencil maupun dengan membangun jadwal rutin untuk bertemu langsung dengan masyarakat di rumah dinas pimpinan daerah. Lebih lanjut, Pemda kabupaten Bantaeng membangun jaringan dan kemitraan dengan beberapa pakar dari universitas/instansi seperti: Unhas, BPPT, Biotrop Bogor, IPB, UGM, Balit Padi Sukamandi, BATAN, Balitsereal Maros, Global Seafood Jepang dll untuk mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, holtikultura dalam kaitannya untuk mendukung ketahanan pangan dan komoditas ekspor (Abdullah, 2015). D. Mendesain cetak biru/blueprint KMS Beberapa isu dalam mendesain cetak biru KMS antara lain: a) finalisasi ruang lingkup sistem KM yang diusulkan dengan manfaatnya, b) memutuskan komponen sistem yang dibutuhkan, c) membangun layer-layer kunci dari arsitektur software KM untuk memenuhi persyaratan organisasi, dan d) interoperabilitas sistem dan skalabilitas dengan infrastruktur IT yang sudah ada di organisasi. Terdapat beberapa layer dalam arsitektur KM. Layer yang pertama adalah antarmuka pengguna/user interface. Pembuatan web dengan teks, grafik, tabel ditampilkan pada layar yang cenderung menyederhanakan teknologi untuk pengguna. Beberapa pertimbangan desain antarmuka pengguna yaitu konsistensi, relevansi, kejelasan visual, navigasi yang mudah, dan kegunaan/usability. 3
Layer kedua adalah kontrol akses yaitu memelihara keamanan dan menjamin pihak berwenang terhadap pengetahuan yang dicapture dan disimpan dalam repositori. Isu-isu yang berkaitan dengan layer akses yaitu access privileges, backup, password, dan firewalls. Layer ketiga adalah kecerdasan kolaboratif dan filtering. Komponen-komponen utamanya yaitu direktori registrasi yang membangun informasi sesuai dengan profil pengguna; keanggotaan dalam layanan khusus seperti layanan berita, promosi penjualan, penjadwalan, dukungan pelanggan, serta fasilitas pencarian seperti search engine untuk membantu dalam pencarian informasi. Layer keempat adalah aplikasi yang memampukan pengetahuan atau disebut sebagai layer bernilai tambah. Layer ini menciptakan sisi kompetitif untuk pembelajaran organisasi karena menyediakan basisdata pengetahuan dan otomatisasi. Tujuan pokoknya adalah untuk menunjukkan bagaimana sharing pengetahuan dapat meningkatkan kinerja pegawainya. Layer kelima adalah layer teknis untuk mengimplementasikan desain, termasuk LAN, WAN, intranet, ekstranet, dan internet. Layer ini menjamin bahwa organisasi akan menjadi sebuah jaringan dari berbagai konektivitas dengan mempertimbangkan multimedia, URL, grafis, kecepatan konektivitas, dan bandwith. Layer keenam fokus pada basisdata dan aplikasi antarmuka sistem KM. Layer ini memungkinkan untuk menghubungkan format data lama dan data baru. Layer ketujuh atau layer paling bawah dalam arsitektur KM merepresentasikan layer fisik dimana repositori di-install, termasuk intelligent data warehouses, legacy applications, basisdata operasional, dan aplikasi khusus untuk manajemen lalu lintas data dan keamanan (Awad dan Ghaziri, 2004). Ditinjau dari aspek ekonomi yaitu mempromosikan area wisata Gili Labak supaya jumlah pengunjung akan semakin meningkat setiap tahunnya, desain cetak biru KMS yang dapat dikembangkan adalah Geographic Information System/GIS. Melalui pengembangan desain website berbasis GIS, wisatawan dapat mengakses informasi pariwisata secara terintegrasi, seperti denah lokasi, sarana transportasi, fasilitas penginapan, dan area wisatanya. E. Memverifikasi dan memvalidasi KMS Verifikasi adalah prosedur yang menjamin bahwa sistem mempunyai fungsi yang benar. Validasi adalah prosedur yang menjamin bahwa sistem mempunyai output/keluaran yang benar (Awad dan Ghaziri, 2004). Untuk memverifikasi dan memvalidasi website berbasis GIS yang sudah dibangun, dilakukan dengan cara melihat apakah menu atau link yang ada sudah memberikan kesesuaian antara judul dengan isinya. F. Mengimplementasikan KMS Yaitu tahap untuk mengkonversi sistem KM yang baru kedalam tahapan operasionalnya termasuk konversi data atau file atau pelatihan ke pengguna. Dalam tahap implementasi juga diterapkan jaminan mutu untuk mengecek kesalahan, ambiguitas, ketidaklengkapan, dan representasi yang salah. Menurut Yadi (2016), terdapat dua cara untuk mengimplementasikan KM yaitu dengan paksaan atau dengan membangun kesadaran. Pada bagian ini dibahas cara mengimplementasikan KM dengan paksaan. Terdapat lima langkah dalam implementasinya, yaitu: 1) dipaksa, 2) terpaksa, 3) bisa, 4) biasa, dan 5) budaya. Budaya didefinisikan sebagai kebiasaan/perilaku yang berulang secara konsisten dari mayoritas anggota kelompok berdasarkan nilai-nilai yang disepakati. Budaya merupakan hambatan terbesar untuk implementasi KM. Budaya dan perilaku yang dibutuhkan untuk implementasi KM yang berhasil yaitu kejujuran, kepemimpinan, keterbukaan, keingintahuan secara intelektual, keterlibatan yang aktif, pola pikir komprehensif, dan kerjasama. Pengukuran penerapan KM dengan paksaan dapat dilakukan dengan cara menetapkan key performance index (KPI). Monitoring pengukurannya dapat dilakukan secara regular misalnya tiap bulan atau tiap 3 bulan. Contoh-contoh KPI dalam KM secara umum antara lain: kualitas dan jumlah pusat kompetensi internal atau pusat unggulan, jumlah dan kualitas jaringan pengetahuan eksternal, dan indeks penggunaan internet. KPI untuk mengukur penerapan KM dalam pengembangan Pariwisata Gili Labak dalam aspek ekonomi antara lain dengan cara menghitung jumlah wisatawan domestik dan luar negeri pada saat sebelum dan sesudah website berbasis GIS dibuat. KPI yang lain yaitu perhitungan break even point, net present value, benefit cost ratio, internal rate of return, dan payback period. G. Mengelola perubahan dan membangun kesadaran Pada bagian ini dibahas cara mengimplementasikan KM dengan membangun kesadaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kampanye KM dan menjadi contoh atau model peran/role model. Cara terbaik untuk kampanye KM adalah dengan menjamin bahwa KM memberikan manfaat yang nyata untuk organisasi dan pekerja KM. Beberapa capaian yang dapat diukur yaitu projek-projek yang lebih cepat, projek-projek yang lebih murah, less rework, munculnya produk-produk baru, pengurangan waktu bagi perusahaan dalam proses melatih staf baru agar menjadi kompeten di bidangnya (Yadi, 2016). 4
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
Untuk memprakarsai kampanye penerapan KM dalam pengembangan pariwisata Gili Labak dapat dilakukan melalui cerita-cerita sukses dari pemerintah daerah antara lain Aceh dan kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan disertai dengan foto-foto atau video keberhasilan mereka dalam mengimplementasikan KM untuk membangun daerah. Cara lain yaitu dengan membuat panduan cepat atau buku saku tentang bagaimana menghargai orang asing yang datang dan siap akan terjadi shock culture, serta melakukan kunjungan/studi banding ke pemerintah daerah yang sudah sukses menerapkan KM. H. Mengevaluasi sistem akhir Tahap ini mengakses dampak sistem dalam efeknya terhadap orang, prosedur, kinerja dan organisasi. Bidang-bidang yang berkaitan yaitu: kualitas pengambilan keputusan, sikap para pengguna akhir, serta biaya memproses dan meng-update pengetahuan (Awad dan Ghaziri, 2004). Mengevaluasi hasil akhir implementasi KM dalam proses pengembangan pariwisata Gili Labak dapat ditinjau dari aspek ekonomi dan sosial. Pada aspek ekonomi, aplikasi website GIS yang sudah diimplementasikan membutuhkan biaya pemeliharaan untuk meng-update pengetahuan atau informasi terkini maupun penambahan menu fasilitas tertentu. Pada aspek sosial, sikap masyarakat Gili Labak terhadap orang asing yang datang dapat dievaluasi untuk melihat apakah mereka sudah memiliki jiwa/karakter dan pola pikir kepariwisataan. KESIMPULAN Dalam studi ini dibahas kajian pembangunan pariwisata Gili Labak yang berkelanjutan menggunakan tahap-tahap dalam siklus KMS, yaitu tahap mengevaluasi infrastruktur yang ada, membentuk tim KM, mengcapture knowledge, mendesain blueprint KMS, memverifikasi dan memvalidasi KMS, mengimplementasikan KMS, mengelola perubahan dan membangun kesadaran, serta mengevaluasi sistem akhir. Konsep pembangunan pariwisata Gili Labak yang berkelanjutan ditinjau dari aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada masingmasing tahap dalam siklus KMS didiskusikan contoh-contoh penerapan KM untuk pengembangan pariwisata Gili Labak dengan melibatkan aspek pembangunan berkelanjutan yang bersesuaian. Hasil dari studi kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan/kebijakan dalam membangun dan mengelola pariwisata Gili Labak. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, N. 2015. Knowledge Management Summit Indonesia. Optimalisasi potensi daerah dalam mewujudkan Bantaeng sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dibagian selatan Sulawesi Selatan. Jakarta, 25-27 Agustus 2015. Awad, E. M., Ghaziri, H.M. 2004. Knowledge Management, Pearson Education Inc., Prentice Hall. Mangkusubroto, K. 2015. Knowledge Management Summit Indonesia. Knowledge management: innovation in Aceh government. Jakarta, 25-27 Agustus 2015. Milton, N. 2015. Knowledge Management Summit Indonesia. Innovation and knowledge management: competitors or partners?. Jakarta, 25-27 Agustus 2015. Tjakraatmadja, J.H., Rachman, H., Kristinawati, D. 2013. Personal Knowledge Management. Bandung: Institut Teknologi Bandung Yadi, S.P. 2016. Knowledge Management Forum. Knowledge management: awareness or enforced?. Surabaya: PT. Pembangkit Jawa Bali, 20 April 2016.
5