Membangun Agrobisnis
ii
Sigit H. Samsu Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: EDAMAME (Vegetable Soybean)
bersama
PT MITRATANI DUA TUJUH
iii
Membangun Agrobisnis
iv
PERSEMBAHAN
Untuk Orang-orang yang kucintai:
Ratih Sutiyasmi Samsu Ade Krisna Budiarjo Samsu Putri Yunita Setyowati Samsu
Dan orang-orang yang kuhormati:
Theo Hadinata Ir. Hani Soewanto Ir. Suyono, MS Ir. Basri M. Tusin Nurni Rusman (Rina K.) I Ketut Okabawa Abisatri, S.E. Widodo Budiarto, MBA Asmad Sutiono Sudarisman Suyoko, M.Sc. Soeharyanto, Bc.Hk. Hidayat Ichsan Mas Darwinto Solichin G.P. H.M. Soeharto Mohammad Noer
Serta keluarga besar PT Mitratani Dua Tujuh, Jember yang begitu saya banggakan
v
Membangun Agrobisnis
Renungan
Manusia tanpa cita-cita adalah mati, Cita-cita tanpa usaha adalah mimpi, Cita-cita dan usaha yang menjadi kenyataan, adalah kerja yang membahagiakan.
Sigit H. Samsu
Ia bertanya “Apa prestasi terbesar Anda?” “Tidak menganggap penting diri sendiri?” “Apa perjuangan tersulit Anda?” “Menghadapi rasa tidak puasku?”
Deepak Chopra, MD
vi
PROFIL PENULIS
Sigit Hendrawan Samsu dilahirkan di Jakarta, tanggal 1 Juli 1960. Semula ia bercita-cita menjadi dokter hewan, namun pada akhirnya lulus sebagai sarjana teknik mesin dari Universitas Trisakti Jakarta pada tahun 1985. Sigit H. Samsu adalah anak sulung dari empat bersaudara pasangan Ben Sutrisno Samsu dengan Utami Pudjiastuti Boenjamin. Sigit dekat dengan kakak ibundanya, Bude Oetari Boenjamin, istri Mayjend (TNI-AD) Soehardjono (alm), yang sangat mencintai dan menekuni usaha peternakan kuda dan penggemukan sapi potong. Selain itu, ia juga dekat dengan kakek-neneknya, Eyang Boenjamin yang menekuni usaha tani. Kedekatan dengan orang-orang yang dicintainya, membentuk dirinya menjadi seseorang yang berkemauan keras dan ulet dalam upaya mewujudkan keinginannya. Pemikiran untuk membangun agroindustri bernuansa ekspor sudah dicitacitakannya sejak lama. Keprihatinan yang mendalam akibat krisis ekonomi berkepanjangan telah memacu kegiatan agribisnis menjadi kegiatan primadona yang indah dilihat, tetapi ternyata sejuta kendala menghadang dalam melaksanakannya. Masih diperlukan jalan panjang, untuk dapat menjadikan agribisnis sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi Indonesia berbasis pertanian, namun diyakini usaha yang dilakukan tanpa kerja keras adalah mimpi.
vii
Membangun Agrobisnis
Apa yang disampaikan di sini mengacu pada pengalamannya membangun agroindustri tanaman semusim (cashcrop), yang bukan sekadar menuruti teori pakar saja. Apa yang dialaminya sangat mahal secara materi dan terhadap waktu yang telah dilalui. Menurutnya, butuh keberanian ekstra untuk memulainya, dan ketabahan lahir batin untuk menghadapinya. Sigit terjun sebagai pelaku bisnis saat mendirikan Pamulang Integrated Farming (PIF) dengan mengambil alih aset kebun pertanian modern di desa Pamulang (5 ha) yang dikelola Bob Sadino (1984-1988). Ia melakukan kegiatan pertanian modern dan hidroponik (1984-1992), serta uji coba hidroponik sebagai alternatif pertanian kota bersama Theo Hadinata (Saung Mirwan) di atap Gedung Bina Graha Jakarta (1990-1991). Melakukan pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1992-1993) dilanjutkan dengan mendirikan kegiatan budi daya dan fasilitas olah sayur beku secara industri (Cryogenics System) berorientasi ekspor (ke Jepang) dengan kapasitas 4.000 ton/tahun yang telah beroperasi dari tahun 1994 sampai saat ini melalui PT Mitratani Dua Tujuh di Jember. Dalam merintis usahanya, banyak kendala dan hambatan telah ia alami. Pengorbanan pun telah dilakukankeluarga maupun Ratih, istrinya, yang selama ini setia mendampingi. Semua itu adalah bentuk dukungan yang sangat berarti dalam mewujudkan cita-citanya. Sigit berpendapat, masalah adalah untuk dihadapi, bukan untuk dihindari. Berbagi adalah salah satu sifat yang mendominasinya, sebagai perwujudan moto hidupnya: bahwa hidup ini indah selama dapat memberikan arti dan kebahagiaan bagi orang lain, masyarakat, keluarga, dan diri sendiri. Sampai hari ini, Sigit masih tetap mempunyai komitmen dalam mengembangkan agribisnis dengan nuansa agroindustri berorientasi ekspor di Indonesia. Usaha ini telah dilakukannya selama lebih dari tujuh belas tahun sebagai pelaku usaha. Moto usahanya adalah menghasilkan high quality, high productivity, high profit & happy customers atas produk pertanian berorientasi ekspor. Saat ini Sigit aktif sebagai Dewan Penyantun Universitas Jember, Dewan Pengarah Lembaga Katalis Inkubator Agribisnis Indonesia, Komisaris PT Mitratani Terpadu, Direktur PT Calbid Indo Perkasa dan aktif di beberapa organisasi DPP KADIN, DPP HKTI, dan DPP HIPPI. Ia dapat dihubungi melalui E-mail:
[email protected].
viii
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Tulisan berbentuk buku “Kedelai Sayur (Vegetable Soybean atau Edamame)” ini disusun berdasarkan pengalaman langsung, data dan penelitian-penelitian yang saya laksanakan bersama kawan-kawan dalam sektor agroindustri riil sejak rintisan usaha budi daya kedelai sayur ini dilakukan (1992) sampai berdirinya perusahaan olah beku PT Mitratani Dua Tujuh (1994) dan tetap diteruskan sampai saya purna tugas selaku Direksi perusahaan (1994-1999). Sekalipun demikian, usaha budi daya dan olah beku kedelai sayur ini masih tetap berjalan sampai sekarang dengan hasil yang sangat menjanjikan. Edamame juga dikenal sebagai kedelai sayur (vegetable soybean) yang diintroduksi dan dikembangkan di Jember, Jawa Timur. Awalnya kedelai ini berasal dari Jepang. Meskipun edamame adalah sejenis kedelai (Glycine Max), ternyata tanaman ini memerlukan teknologi produksi yang relatif lebih maju dibandingkan dengan kedelai biji (grain soybean). Diperlukan waktu untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) termasuk petani dalam hal penguasaan dan alih teknologi produksi edamame dalam pembangunan sebuah industri edamame beku (frozen edamame) untuk memasok pasar Jepang yang dikenal sangat ketat persyaratannya. Sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa PT Mitratani Dua Tujuh saat ini merupakan satu-satunya perusahaan agroindustri yang mampu memasok edamame beku ke Jepang. Informasi tentang teknologi produksi, nilai gizi dan pengembangannya, baik di dalam maupun di luar negeri, dan peranannya dalam pembangunan pertanian modern yang berkelanjutan dapat dijumpai di buku ini. Baik berupa pengetahuan praktis maupun bersifat ilmiah. Hal ini diinformasikan sebagai kontribusi saya untuk memasyarakatkan adopsi teknologi produksi edamame yang telah dirintis susah payah untuk kiranya dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan praktis terhadap kegiatan pengembangan agroindustri di Indonesia. Memang tidak sedikit tulisan, baik berbentuk buku maupun hasil-hasil penelitian tentang budi daya kedelai (biji) yang telah diterbitkan di Indonesia. Namun, tulisan yang secara khusus membahas mengenai kedelai sayur di sini sangatlah terbatas. Oleh karena itu, saya mencoba mengupasnya lebih dalam. Buku ini lebih menceritakan sudut pandang seorang pelaku usaha tani yang didukung dengan pengalaman diri dan data kegiatan yang telah saya dimiliki selama ini. Sebagai petani pelaku, banyak yang masih ingin diketengahkan dan disosialisasikan di sini. Akan tetapi, keterbatasan juga yang membatasinya. Harapan saya, buku yang sebagai bagian dari pengalaman diri saya dalam membangun agroindustri “EDAMAME (Vegetables
ix
Membangun Agrobisnis
Soybean)” ini, akan bermanfaat bagi para pelaku agribisnis di Indonesia khususnya. Secara teknis dan rinci, teknologi pascapanen dan proses olah beku berikut fasilitasinya diuraikan secara jelas pada pengalaman saya yang tertuang pada edisi khusus BUKU SATU, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Dari Kedelai Sayur ke Sayur-mayur Beku”; BUKU DUA, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Dari Kedelai Sayur (Vegetable Soybean) ke Kedelai Biji (Grain Soybean)”; BUKU TIGA, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Edamame” ; BUKU EMPAT , Membangun Sarana Agroindustri Olah Beku Sayur Mayur dan BUKU LIMA , Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Membangun Usaha dengan Benar”. Menyadari bahwa saya bukanlah orang yang berlatar belakang ahli dalam bidang kedelai, tentunya tulisan ini tidak luput dari adanya kekurangankekurangan. Oleh karena itu, adanya sumbang saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan dari para pembaca dan pemerhati buku ini. Akhirnya saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat.
Jakarta, 27 April 2001
Sigit H. Samsu
x
UCAPAN TERIMAKASIH
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala sesuatu yang saya paparkan sampai dengan terbitnya buku ini tidak terlepas dari perhatian berbagai pihak yang telah memberikan kesempatan dan bantuan, baik materiil maupun moral. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12.
13. 14.
Ayahanda Ben S. Samsu, Ibunda Tuti Samsu, dan Bude Oetari Soehardjono tercinta. Keluarga saya tercinta: Ratih Sutiyasmi Samsu, Ade Krisna Budiarjo Samsu, Putri Yunita Setyowati Samsu. Bapak H.M. Soeharto, mantan Presiden II RI dan Alm. Ibu Tien Soeharto yang saat itu memberikan dukungan penuh sehingga terlaksananya kegiatan pembangunan agroindustri kedelai Jepang ini. Bapak B.J. Habibie, mantan Presiden III RI dan Ibu Hasri Ainun Habibie. Bapak Ir. Wardoyo, Bapak Prof. Syarifudin Baharsjah & Ibu Justika Baharsjah, Bapak Prof. Soleh Solahuddin, dan Bapak Prof. Bungaran Saragih, mantan Menteri Pertanian RI. Bapak Prof. B.J. Sumarlin, Bapak Mari’e Muhammad, Bapak Bambang Subianto, dan Bapak Nasrudin Sumintapura, mantan Menteri Keuangan dan Mantan Menteri Muda Keuangan RI. Bapak Moerdiono, Bapak Saadillah Mursjid, dan Bapak Akbar Tanjung, mantan Menteri Sekretaris Negara RI. Bapak Soligin GP, Bapak Tuk Setyohadi, dan Bapak A.M. Hendropriyono, ma ntan Sek ret aris Pengendali an Operasio nal & Pemba ngunan (Sesdalopbang-Bina Graha). Bapak Fuad Hassan dan Bapak Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Bapak Siswono Yudohusodo, ketua HKTI, mantan Menteri Transmigrasi dan PPH RI. Bapak Martiono Hadianto dan Bapak Bacelius Ruru, mantan Dirjen Pembinaan BUMN Departemen Keuangan RI. Bapak Ir. Soetatwo Hadiwigeno, Bapak Ir. Syarifudin Karama, Bapak Ir. Amrin Kahar, Bapak Dudung Abdul Adjid, dan Bapak Drh. Soehadji, mantan Sekjen dan Dirjen Departemen Pertanian RI. Bapak Drh. Arjodarmoko dan Bapak H.M. Yusuf Soebagyo, M.Sc., mantan Kepala Biro Data dan Laporan Setdalopbang-Bina Graha. Bapak Alm. Muchtar, mantan Direksi PT Asuransi Ekspor Indonesia, dan seluruh direksi 21 BUMN di lingkup Departemen Keuangan yang telah
xi
Membangun Agrobisnis
membiayai pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember. 15. Bapak H.F. Surbakti, Bapak Poerwadi Djojonegoro, dan Bapak Mas Darwito, mantan dan Direksi PT Perkebunan Nusantara X (Persero). 16. Bapak Sudjiono Timan, Bapak Glenn M.S. Yusuf, dan Bapak Hafiz Arief, mantan direksi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia dan direksi PT Bahana Artha Ventura. 17. Bapak Salahuddin N. Koy dan Bapak Achyadi Ranuwisastra, mantan Direksi Bank EXIM Indonesia. 18. Bapak Moh. Noer, Bapak Soelarso, dan Bapak Basofi Soedirman, mantan Gubernur Jawa Timur. 19. Bapak Priyanto Wibowo dan Bapak Wienarno, mantan Bupati Kabupaten Jember. 20. Bapak Prof. Dr. Kabul Santoso, M.S., Rektor Universitas Jember yang berkenan memberikan bantuan nyata dalam pembangunan sebuah agroindustri. 21. Bapak Prof. Dr. Simanhadi Widya Prakoso, mantan Rektor Universitas Jember dan Bapak Theo Hadinata dari PT Saung Mirwan, Bogor yang telah membantu rintisan awal PT Mitratani Dua Tujuh, Jember. 22. Bapak Frank D. Reuneker, Bapak Erlangga Suryadarma, dan seluruh jajaran manajemen PT Airfast Indonesia yang telah membantu kami secara moril dan materiil, sejak awal penelitian, pelatihan SDM, dan realisasi kegiatan petani kedelai Jepang di Jember. 23. Bapak Hoediatmo Hoed, Bapak Adrianto Machribie, dan Bapak Prihadi Santoso, mantan dan Direksi PT Freeport Indonesia. 24. Bapak Erwin Sadirsan, Bapak Ir. Hani Soewanto, Bapak Widodo Budiarto MBA, Bapak Abisatri, Ibu Rina Nurni Rusman, Bapak Asmat Sutiyono, Bapak I Ketut Okabawa, Alm. Bapak V. Seoharyanto, Bapak Sudarisman Suyoko, dan seluruh jajaran manajemen PT Mitratani Dua Tujuh beserta seluruh staf lapangan yang telah bahu-membahu ikut serta membangun dan mengelola PT Mitratani Dua Tujuh. 25. Bapak Dudy Effendi, Bapak Nengah Murdha, Bapak Poerwatmojo, Bapak Tatang Chaidar, Bapak Suminto, Bapak Waryatmo, Bapak Holomoan Hutabarat, Bapak Setiyana, Bapak Hidayat Ichsan, Bapak Suroso, Bapak Sukanta, Ibu Teguh Rahayu, Bapak Khaidir Kasim, Bapak Jatmiko, Bapak Okky Ghazali, Bapak Muhammad Sarnu, Bapak Budi Setiawan, Bapak Satya Waluyo, dan Bapak Sonny Sarasono. 26. Jozep Edyanto dari pihak Penerbit Graha Ilmu dan Florentina Whiwien dari Manuscript. 27. Dan banyak pihak yang tidak dapat disebut namanya satu per satu, yang telah mendukung kegiatan agroindustri kedelai ini sejak dari gagasan sampai dengan dapat diwujudkannya dalam kenyataan yang sama-sama telah kita lihat hasilnya di Jember.
xii
UCAPAN TERIMAKASIH
Selain itu, saya juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. S. Shanmugasundaram dari Asian Vegetable Research and Development Centre (AVRDC) Taiwan atas bantuan dan perhatian yang diberikan kepada saya selama ini dalam upaya pengembangan kedelai sayur di Indonesia serta sumbangan benih aksesi kedelai unggul baru yang dipergunakan dalam kajian produktivitas kedelai biji sejak tahun 1996. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. (mantan Menteri Pertanian RI) dan Bapak Marzuki Usman (mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI) yang terus memberikan perhatian kepada kegiatan saya. Bapak Dr. Ir. Soemarno dari BPTP Malang yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan & Holtikultura.
xiii
Membangun Agrobisnis
SEKILAS KABUPATEN JEMBER
Jember merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di kaki Gunung Argopuro dan Gunung Raung. Daerah ini berjarak kurang lebih 190 km dari ibu kota Provinsi Surabaya. Jember dengan luas daratan 3.293 km2, di antaranya seluas 869 km2 berupa persawahan subur, 448 km2 kawasan pertanian lahan kering, 344 km2 areal perkebunan dan 1.209 km2 adalah kawasan hutan. Kabupaten Jember berpenduduk hampir mendekati 3 juta jiwa adalah kota nomor tiga terbesar di Jawa Timur setelah Malang. Terbagi menjadi 28 kecamatan, 22 kelurahan, dan 218 desa dengan 201 dusun. Jember sejak zaman Belanda hingga saat ini dikenal sebagai kabupaten yang dikelilingi perkebunan kopi, tembakau, cocoa, tebu, jagung, kacang tanah, dan kedelai serta industri. Perbengkelan, kerajinan besi, pengolahan makanan dan minuman, tekstil, kerajinan anyaman juga dapat ditemui di Jember. Sebagai daerah penghasil produk pertanian dan perkebunan yang cukup dikenal dunia serta wilayah yang dilengkapi dengan ketersediaan infrastruktur yang sangat baik menjadikan Jember saat ini sebagai daerah yang bernilai strategis bagi pembangunan industri pertanian di Indonesia. Salah satunya melalui kegiatan agroindustri edamame dan sayur-mayur olah beku. Di wilayah Kabupaten Jember yang secara potensial tersedia lahan untuk tanaman edamame adalah seluas ± 10.000 hektar dan masih dapat dikembangkan lagi serta tersebar di Kecamatan Ajung, Sumbersari, Jenggawah, Mumbulsari, Rambipuji, Bangsalsari, dan Tanggul. Wilayahwilayah tersebut terletak pada garis lintang antara 8o 11l hingga 8o 13l dan garis bujur 11o 36l hingga 11o 40l pada ketinggian tempat antara 64 hingga 86 m di atas permukaan laut (dpl). Peta Provinsi Jawa Timur dan Pembagian Wilayah Kabupaten Jember
xiv
Sejarah Singkat
SEJARAH SINGKAT
PT Mitratani Dua Tujuh (PMDN) berdiri tahun 1994 di Kabupaten Jember, provinsi Jawa Timur dengan investasi mendekati US$8 juta. Perusahaan ini merupakan perusahaan pasangan usaha (PPU) modal ventura agribisnis tanaman pangan pertama di Indonesia yang bergerak dalam budi daya dan proses olah beku kedelai Jepang (edamame, vegetables soybean) maupun sayur-mayur beku untuk ekspor, berkapasitas 4.000 metricton (MT) per tahun. Misi perusahaan adalah meningkatkan produktivitas Kedelai Nasional (KENAS) melalui adopsi teknologi kedelai Jepang dan memproduksi produk sayurmayur olah beku hasil pertanian Indonesia untuk pasar ekspor. Arti konsep pembangunan usaha pertanian agroindustri self propelling growth (SPG = skema pembangunan yang berkelanjutan dan mandiri), adalah kemandirian berkelanjutan yang diterapkan kepada budi daya pertanian dengan sifat industri. Suatu bentuk usaha tani yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri berbahan baku hasil pertanian secara kontinu, tanpa bergantung pada komoditas yang diha si lk a n t erhada p mus im . Sekaligus membangun titik tumbuh e ko no mi ba ru w il ay a h se ba ga i dampak usaha tani dan agroindustri yang dilakukan. Sumber daya manusia (SDM) yang khusus dilatih untuk kegiatan agroindustri ini (1992-1994) direkrut dari 40 orang D-3 lulusan politeknik Pertanian berindeks prestasi (IP) > 3, hasil seleksi dari kurang lebih 300 pendaftar berasal dari seluruh Indonesia. Sebanyak 200 orang lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) setempat hasil seleksi dari kurang lebih 1.200 pendaftar berasal dari Foto 1 b. Om Bob Sadino dan saya di kediaman Bude Oet K abupa te n Jem ber, L um a ja ng, dal am ke giatan olahraga berkuda. Pamulang Eque stri an Centre, Jak arta, Tahun 1996. Bondowoso, Besuki; dan 500 petani (Dok . Prib adi) setempat berpendidikan minimum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) m elalui tahap pe latihan.
xv
Membangun Agrobisnis
Foto 1c. Pak Solichin G.P. de ngan saya di antara tanaman hidropo nik me ntim un Jepang. Atap Ge dung Bi na Graha, Jakar ta, Tahun 1990. (Dok . Prib adi)
Sebagian besar pembiayaan pelatihan ini dibiayai oleh Sigit H. Samsu bersama Theo Hadinata, pe ncetus i de ke gi ata n, da n didukung ol eh konsorsium 21 BUMN di lingkup Departemen Keuangan RI (Rp 795 juta) bekerja sama dengan PTP Nusantara X (Persero) yang dahulu bernama PT Perke buna n XX V II (Pers ero ) da n PT Perkebunan XXI-XXII (Persero). Pembinaan SDM diarahkan dan mengandalkan kepada kemandirian kemampuan perseorangan bersama tim kerjanya untuk dapat mengembangkan wilayah kerjanya sebagai suatu titik tumbuh ekonomi baru (the new economics growth point). Dipergunakan cara magang (apperentiship) dalam proses dasar program kembaran (twinning), yaitu belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Kendala membangun agroindustri datang silih berganti. Perlu komitmen panjang serta dukungan kuat semua pihak untuk dapat melaksanakan dan meraih yang telah dicapai saat ini. Tanpa dukungan seluruh tim kerja dan sistem prosedur operasional yang baik serta baku, program yang bernuansa idealisme-nasionalis ini pasti akan gagal di tengah jalan. Diperlukan waktu panjang untuk meraihnya kembali.
xvi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Sebuah Renungan Diri dan Biodata Sebuah Pesan Daftar Isi Daftar Foto Daftar Diagram Daftar Tabel Daftar Lampiran BAB I
Pendahuluan
BAB II 2.1. 2.2. 2.3. 2.3.1. 2.3.2. 2.3.3. 2.3.4. 2.3.5. 2.3.6.
Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Morfologi Tanaman Edamame Biji Pertumbuhan Tanaman Edamame Perkecambahan Pertumbuhan Vegetatif Pembungaan Polong dan Perkembangan Biji Penuaan dan Pemasakan Biji Penyimpanan
BAB III 3.1. 3.1.1. 3.1.2. 3.1.3. 3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.2.3. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8.
Cara Bercocok Tanam Edamame Lingkungan Tumbuh Tanaman Tanah Sinar Matahari Suhu Udara dan Tinggi Tempat Pemilihan Lahan Pemeriksaan Secara Visual Kondisi Lingkungan Lahan Pemeriksaan Secara Visual dan Rabaan Fisik Tanah Pemeriksaan Tanah di Laboratorium Pengolahan Tanah Pembuatan Bedengan dan Saluran Irigasi/Drainase Pemberian Pupuk Kandang Pemberian Pupuk Dasar Mulsa dan Penerapannya Tanam (Budi Daya) xvii
Membangun Agrobisnis
xviii
3.8.1. 3.8.2. 3.9. 3.10. 3.10.1. 3.10.2. 3.10.3. 3.10.4. 3.10.5. 3.11
Kualitas dan Kebutuhan Benih Pembibitan (Nursery) untuk Sulaman Pemberian Mulsa Pemeliharaan Tanaman Pengairan Penyulaman Penyiangan Waktu Tanam Tanam dan Penebaran Mulsa SDM Budi Daya Kedelai Edamame
BAB IV 4.1. 4.1.1. 4.1.2. 4.1.2a. 4.1.2b. 4.2. 4.3. 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. 4.3.4. 4.3.5. 4.3.6. 4.4.
Inokulasi Rhizobium dan Hara Tanaman Kedelai Inokulasi Rhizobium Penambatan Nitrogen Inokulasi Benih Kedelai dengan Rhizobium Inokulasi Cairan Kental Rhizobium Penyemprotan Inokulant Kemasaman tanah (pH) Hara Tanaman Kedelai Fosfor (P) Nitrogen (N) Kalium (K) Belerang (S) Molybdenum (Mo) Seng (Zn) Salinitas Tanah
BAB V 5.1. 5.1.1. 5.1.1.1. 5.1.1.2. 5.1.1.3. 5.1.1.4. 5.1.1.5. 5.2. 5.2.1. 5.2.2. 5.2.3. 5.2.4. 5.2.5.
Hama dan Penyakit Utama Tanaman Edamame Hama Beberapa Hama Utama Penggerek/Perusak Empulur Batang atau Lalat Buah Aphids Penggerek Polong (Pod Borer) Kutu Kebul Ulat Grayak Penyakit Virus (Soybean Crinkle Leaf) Virus SMV (Soybean Mosaic Virus) Anthracnose Karat Daun (Rust) Bakteri Pustule
DAFTAR ISI
5.2.6. 5.2.7. 5.3. 5.3.1. 5.3.2. 5.3.3. 5.3.4. 5.3.5. 5.4.
Purple Seed Stained Busuk Akar Meminimalkan Risiko Serangan Hama Pengolahan Tanah Tanaman Perangkap Hama Pengendalian Hama Secara Hayati Pengendalian Hama Secara Sex Feromonoid Penggunaan Insektisida Nabati Plat Indikator untuk Menghitung Hama
BAB VI 6.1. 6.2.
Tanah dan Iklim untuk Budi Daya Edamame di Jember Tanah Iklim
Bab VII 7.1. 7.2. 7.2.1. 7.2.2. 7.2.3. 7.2.4. 7.2.5. 7.2.6.
Teknologi Pengembangan Budi Daya Edamame di Jember Latar Belakang Teknologi Pengembangan Budi Daya Edamame Sifat dan Kesesuaian Musim Pemilihan Lahan Persiapan Tanam Tanam Pemeliharaan Tanaman Panen
BAB VIII Pemasaran dan Negara-negara Produsen Edamame 8.1. 8.2. 8.2.1. 8.2.2. 8.2.3. 8.2.4. 8.2.5.
Pemasaran Negara-negara Produsen Edamame di Asia Jepang Taiwan Thailand Cina Lain-lain
BAB IX Tinjauan Pengembangan Edamame di Indonesia 9.1. Tinjauan Umum Pengembangan Edamame di Indonesia 9.2. Pengembangan Kemitraan Usaha Tani Edamame 9.3 Tinjauan Penelitian Edamame di Indonesia
xix
Membangun Agrobisnis
BAB X 10.1. 10.2. 10.3. 10.4. 10.5. 10.6. 10.7.
Kualitas dan Nilai Gizi Edamame Kualitas Edamame Kualitas Polong Edamame Sebagai Bahan Baku Agroindustri Ukuran Polong Penurunan Kualitas Edamame Menjaga Kualitas Edamame Nilai Gizi Edamame Sanitasi
BAB XI
Tinjauan Industri Kedelai Edamame Beku dalam Sistem Pertanian Modern Berkelanjutan 11.1. Sistem Pertanian Modern dan Berkelanjutan 11.2. Tinjauan Industri Kedelai Sayur Beku 11.2.1. Agroindustri Bernuansa Ekspor 11.2.1a. Budi Daya 11.2.1b. Pasca-Panen dan Proses Olah Beku 11.2.1c. Pemasaran BAB XII Adopsi Teknologi Produksi Edamame untuk Kedelai Biji 12.1. Teknologi Produksi Kedelai Unggul di Lahan Sawah 12.2. Teknologi Produksi Kedelai Edamame untuk Kedelai Nasional (KENAS) BAB. XIII Perbenihan Kedelai Edamame
BAB XIV Penutup dan Harapan 14.1. Penutup 14.2. Harapan DAFTAR PUSTAKA INDEKS
xx
Membangun Agrobindustri
Edamame (Eda = cabang dan Mame = kacang) atau dapat juga disebut sebagai buah yang tumbuh di bawah cabang. Edamame adalah sejenis kedelai (Glycine max (L) Merrill yang berasal dari Jepang. Orang Eropa terutama Inggris lebih mengenal jenis kedelai ini dengan nama “Vegetable Soybean” (kedelai sayur) atau “Green Soybean” atau “Sweet Soybean” dan orang-orang Cina menamakannya “Mou Dou”. Agar tidak rancu dengan kedelai pada umumnya (grain soybean) maka edamame dapat didefinisikan sebagai jenis kedelai berbiji sangat besar ( >30 grm/100 biji) dan dipanen dalam bentuk polong segar pada stadia tumbuh R-6 atau R-7, yang dipasarkan dalam bentuk segar (fresh edamame) atau dalam keadaan beku (frozen edamame). Jepang merupakan konsumen dan pasar utama edamame, baik dalam bentuk segar maupun beku. Total kebutuhan Jepang antara 150.000-160.000 ton edamame per tahun. Produksi dalam negerinya sekitar 100.000 ton per tahun, sehingga kekurangannya antara 50.000-60.000 ton diimpor dari negara produsen edamame lainnya, seperti Taiwan, Cina, Thailand, dan Indonesia (Petsharat Wannapee, 1992) serta Vietnam. Diperhitungkan terhadap total impor sayuran beku oleh Jepang pada tahun 1995 sebesar 650.434 ton, maka total impor edamame hanya sekitar 8 % (PT Mitratani Dua Tujuh, 1997). Meskipun tunjukan angka dalam presentase relatif kecil, namun edamame “tampak” penting peranannya dalam ekspor produk sayur-mayur beku ke Jepang. Lebih dari 50% total buah-buahan dan sayuran yang diekspor Taiwan ke Jepang setiap tahunnya adalah edamame (Yong Sia Chang, 1991). Khusus ekspor edamame Taiwan ke Jepang adalah antara 30.000-40.000 ton setiap tahunnya. Jumlahnya dari tahun ke tahun semakin menurun digantikan oleh Cina, sedangkan Indonesia adalah negara keempat di Asia yang berhasil mengembangkan edamame dan mengekspornya ke Jepang setelah Taiwan, Cina, dan Thailand. Sedangkan sebagai pendatang baru Vietna m, kirany a sudah harus diperhitungkan keberadaannya sebagai eksportir edamame yang berpotensi menggeser posisi Indonesia. Peranan strategis edamame semakin tampak sebagai “penghela” dan pembuka pintu (gateway) sayuran beku Indonesia lainnya ke pasar Jepang yang dikelola sebuah perusahaan swasta di bidang usaha budi daya dan sekaligus proses olah beku edamame di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur, PT Mitratani Dua Tujuh yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Mitratani Terpadu milik saya. Pengembangan edamame sebagai bahan baku agroindustri di Indonesia dipelopori oleh perusahaan milik saya dari Jakarta, Pamulang Integrated Farming (PIF) bersama-sama dengan Theo Hadinata dari Saung Mirwan (SM) Gadog-Bogor pada tahun 1992 di Jember. Usaha pengembangan edamame ini utamanya didasari oleh adanya peluang pasar berorientasi ekspor dalam bentuk produk berupa edamame beku. Selain itu dari kajian awal, baik
2
Pendahuluan
berupa uji coba tanaman di pot maupun di lapang yang dilakukan sejak akhir tahun 1992 hingga awal tahun 1993 menunjukkan, bahwa diyakini edamame dapat dibudidayakan dengan baik di Jember. Melalui hasil-hasil penelitian dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) di tahun 1993 sampai dengan tahun 1994 seiring dengan dilakukannya uji coba “frozen edamame”, maka pada awal tahun 1995 dibangunlah sebuah fasilitas proses olah beku modern yang secara komersial dapat dimungkinkan berdiri di Jember untuk mengolah dan mengekspor edamame beku maupun produk sayuran beku lainnya ke Jepang. Adanya kerja sama dengan Universitas Jember, tersedianya infrastruktur yang sangat baik dan memadai, serta tersedianya tenaga kerja yang cukup dan sudah terbiasa dengan etos kerja pertanian industri tanaman berorientasi ekspor, juga sangat menunjang keunggulan komparatif produk edamame beku di pasar internasional, kerena komoditas ini dapat dibudidayakan “hampir di sepanjang tahun” (“all season”). Serangkaian kajian dan penelitian telah dilakukan oleh Suyono dkk tahun 1991 dan di tahun 1992 sampai dengan 1998 (diuraikan dalam BOEKOE TIGA, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Kedelai Sayur ke Kedelai Biji”). Oleh karena itu, buku ini disusun dengan mengetengahkan beberapa aspek seperti: (i) Pengembangan edama me di Indonesia dengan prospek pemasarannya, (ii) Teknologi produksi edamame untuk skala agroindustri dan kendala-kendala yang dihadapinya, (iii) Tinjauan hasil-hasil penelitian edamame dan kedelai biji di Indonesia. Melalui informasi yang ada di dalam buku ini, diharapkan wawasan semua pihak yang terkait dan para pemerhati kedelai lebih terbuka lagi, bahwa tanaman kedelai (edamame dan kedelai biji) dapat diandalkan sebagai tanaman utama di lahan sawah. Tidak kalah pentingnya, diperlukan paket teknologi produksi untuk edamame maupun kedelai biji yang sesuai di setiap agroekosistem wilayah y ang dapa t m enj am in be rla ngs ungny a kesinambungan agroindustri bercorak “all season” Foto 1.1 dengan konsep “industrial farming”. Saya melaporkan program Kede lai Corak agroindustri semacam ini diperlukan Nasional (K ENAS) kepada Bapak H. M. Soe harto Presi den II RI di Ruang Jepara, dalam rangka menopang “competitiveness” produk Istana Negara, Jak arta, 13 Januari 1997. (Do k. Se tneg RI) hasil-hasil pertanian Indonesia di pasar dalam negeri maupun di pasar global. Dari pengalaman diri membangun kegiatan agroindustri dengan k onse p k em i tra an us aha t ani y ang s ay a gambarkan di dalam BUKU DUA ini diharapkan, baik
3
Membangun Agrobindustri
dari kedelai edamame maupun dari kedelai biji akan mempunyai kontribusi yang cukup tinggi bagi kesempatan penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan serta “income” para petani, di samping juga untuk mendapatkan devisa bagi negara dari ekspor sektor non-migas.
4
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Bab
2
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
5
Membangun Agrobindustri
2.1. Morfologi Tanaman Edamame Edamame tidak lain adalah sejenis tanaman kedelai yang nama lainnya ialah Glycin max (L) Merrill , untuk tanaman yang dibudidayakan dengan klasifikasinya sebagai berikut: Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Sub-famili : Popilionoideae Genus : Glycine Sub-genus : Soja Species : Max Tanaman ini merupakan tanaman semusim berupa semak rendah, tubuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 30 sampai lebih dari 50 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar lingkungan hidupnya. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal berbentuk sederhana dan letaknya berseberangan (unifoliolat). Daun-daun yang terbentuk kemudian adalah daun-daun trifoliolat (daun bertiga) dan seterusnya. Kultivar edamame yang pernah dikembangkan di Indonesia seperti Ocumani, Tsurunoko, Tsurumidori, Taiso, dan Ryokkoh adalah tipe determinit. Kultivar edamame yang pernah ditanam di Indonesia tersebut mempunyai bobot biji yang relatif sangat besar. Biji tanaman kedelai (grain soybean) dikatakan berbiji sedang, bila bobot berat 100 biji antara 11-13 gram, dan besar bila bobot berat lebih dari 13 gram. Saat ini kultivar yang dikembangkan untuk produk edamame beku adalah varietas Ryokkoh yang mempunyai bobot berat per 100 biji antara 40-56 gram. Ukuran, warna dan berat benih edamame bervariasi, yakni: (i) Mempunyai berat antara 30-56 gram/100 biji, (ii) Warna kuning hingga hijau, (iii) Berbentuk bulat hingga bulat telur, dan (iv) Warna hilum gelap hingga terang (Foto 2.1.), warna bunga varietas Ryokkoh putih, sedangkan varietas edamame lainnya (kebanyakan) berwarna ungu. Stadia tumbuh edamame dibagi dua, yakni stadium vegetatif dan reproduksi yang uraiannya dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. Sedangkan tanaman edamame varietas Ryokkoh yang saat ini diproduksi dapat dilihat dalam foto 2.2, 2.3. , 2.4., 2.5., 2.6., 2.7., 2.8., 2.9., 2.10., 2.11. masing-masing untuk stadia tumbuh vegetatif dan generatif dan V serta diikuti dengan menghitung jumlah buku pada batang utama, mulai dari buku unifoliolat yang dimiliki daun yang terurai penuh. Disebut kedelai sayur (edamame) karena tanaman ini dipanen pada stadia tumbuh R-6 atau R-7. Sedangkan kedelai (grain soybean) pada umumnya dipanen pada stadium R-8.
6
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Tabel 2.1. Uraian Stadium Vegetatif Singkatan
Tingkat Stadium
Uraian
VE VC
Stadium Pemunculan Kotiledon Stadium
V1
Stadium buku ke-1
V2
Stadium buku ke-2
V3
Stadium buku ke-3
Vn
Stadium buku ke-n
Kotiledon muncul dari tanah Daun unifoliolat berkembang tapi daun tidak menyentuh Daun terurai penuh pada buku unifoliolat Daun bertiga yang terurai penuh pada buku di atas buku unifoliolat Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliolat
Sum ber: Fehr dkk. 1971
Tabel 2.2. Uraian Stadia Reproduktif Singkatan
Tingkat Stadium
R1
Mulai Berbunga
R2
Berbunga penuh
R3
Mulai terbentuk polong
R4
Berpolong penuh
R5
Mulai berbiji
R6
Berbiji penuh
R7
Mulai matang
R8
Matang penuh
Uraian Bunga terbuka pertama pada buku mana pun pada batang utama Bunga terbuka pada satu dari dua buku teratas pada batang utama dan daun terbuka penuh Polong sepanjang 5 mm pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dan daun terbuka penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dan daun terbuka penuh Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu 4 buku teratas dan daun terbuka penuh Polong berisi satu biji hijau yang mengisi rongga polong pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dan daun terbuka penuh Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang 95% dari polong yang telah mencapai warna polong matang
Sum ber: Fehr dkk. 1971
7
Membangun Agrobindustri
Diagram 2. 1. Tahapan normal pertumbuhan kecambah kedelai sampai stadia VI
Keterangan: C = kotiledon rh = akar rambut ir = akar lateral h = hipokotil pr = akar primer r = radicle l = daun pertama e = epikotil (bagian antara kotiledon dan daun pertama)
Foto 2.1. Warna Hilum pada beb erapa Varie tas Biji Edamame . (Do k. Suyono MS)
Foto 2.2 Proses per kecamb ahan b iji edamame setelah 4-6 hari setelah disem ai pada me dia pasir. (Do k. Suy ono, MS)
8
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Foto 2.3 Tanaman Edamam e pada stadi a ve getati f (6-8) HST. (Dok . Prib adi)
Foto 2.4 Tanam an edamame pada stadi a v ege tatif (10-12) HST, ditanam tanpa mul sa jerami. Okto ber 1992. (Dok . Prib adi)
9
Membangun Agrobindustri
Tabel 2.3. Gambar Fase Pertumbuhan Kedelai Tabel 2.3a. Fase Pertumbuhan Vegetatif (VE, VC, VI) Stadium
Gambar
Keterangan
Stadium Stadia VE (Tumbuh)
kotiledon
Stadia VC (Kotiledon)
Tepi daun unifoliate tidakbersentuhan/ tidak menggulung
hipokotil
kotiledon Stadia VI
Tepi dari anak daun tidak bersentuhan (tumbuh sempurna) Daun tunggal yang telah berkembang sempurna
(Buku ke-1)
Ruas ke-1 Buku ke-1 Kotiledon
Tabel 2.3. Gambar Fase Pertumbuhan Kedelai Tabel 2.3b. Fase Pertumbuhan Vegetatif (V2 dan V3) Stadium Stadia V2 (Buku ke-2)
10
Gambar
Keterangan a. Daun berangkai tiga telah mengembang penuh (sempurna) pada buku di atas buku unifoliate b. b. Daun berangkai tiga kedua dengan tepi dari anak daun tidak bersentuhan (tumbuh sempurna) c. Buku kesatu (buku unifoliate d. Buku kedua e. Kotiledon 1. Ruas kesatu 2. Ruas kedua
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Stadia V3 (Buku ketiga)
a. Daun berangkai tiga tumbuh sempurna b. Daun berangkai tiga ketiga dengan tepi dari anak daun tidak bersentuhan c. Buku kesatu (unifoliate) d. Buku kedua e. Buku ketiga 1. Ruas kesatu 2. Ruas kedua 3. Ruas ketiga
b
a 3 2
d c
1
e
Tabel 2.4. Fase Pertumbuhan Generatif Tabel 2.4.a Fase Pertumbuhan Generatif (R1, Determinate dan Indeterminate Stadium
Gambar
Keterangan
Stadia R-1 (Mulai Berbunga, Determinate)
Stadia R-1 (Mulai Berbunga, Indeterminate)
a. Daun teratas mempunyai anak daun yang besarnya hampir sama dengan daun-daun di bawahnya b. Bunga (perbungaan dimulai pada salah satu dari dua buku paling atas pada batang utama) a. Daun teratas mempunyai anak daun yang besarnya lebih kecil dari daun-daun di bawahnya b. Bunga pembungaan dimulai dari buku 1 atau 2 dari atas tapi tidak paling ujung.
a
b
Stadia R-3 (Pembentukan polong, Indeterminate)
a. Biasanya dapat dilihat polong pada buku keempat (bunga-bunga yang lain pada umumnya belum berbentuk polong). Besar polong ± 5 mm
Stadia R-3 (Pembentukan polong, Determinate)
a. Biasanya dapat dilihat polong pada buku kedua dari atas (kebanyakan hampir sama ukuran polongnya, yaitu ± 5 mm dari 4 buku tersebut)
a
11
Membangun Agrobindustri
Stadia R-5 (Pembentukan biji, Interminate) Stadia R-5 (Pembentukan biji, Determinate)
Foto 2.5. Tanam an edamame pada stadia V2 berum ur 10 HST yang ditanam tanpa mulsa jerami. Okto ber 1992. (Dok . Prib adi)
Foto 2.6. Tanam an edamame pada stadia Vn berum ur 15 HST yang di tanam dengan mulsa jerami. (Dok . Prib adi)
12
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Foto 2.7. Tanam an edamame pada stadia Vn berum ur 21 HST yang di tanam dengan metode 3 baris di Cur ahkates Jemb er. (Dok . Prib adi)
Foto 2.8. Tanam an edamame pada stadia R-1, m ulai berbunga pada 40 HST di Cur ahkate s, Jem ber (Dok. Prib adi)
Foto 2.9. Tanam an edamame pada stadia R-3, pro ses pem bentuk an pol ong dimulai pada 50 HST. (Dok . Prib adi)
13
Membangun Agrobindustri
Foto 2.10. Sutrimo, AMD. Seor ang Super visor Lapangan (SL) pro duk pelati han b udi daya kedelai Jepang di Jem ber (1992-1993) , pe nanggung jawab l apang an me ngam ati tanam an edamam e stadia R-4, 58 HST. (Dok . Prib adi)
Foto 2.11.(a) Pol ong edam ame sudah te rbentuk penuh, stadia R-4 pada 58 HST, (b) Polong edamame sudah mul ai ter isi dengan pe mbentukan b iji, stadia R-5 pada 65 HST, dan (c) Polong edamame sudah berbi ji penuh, stadia R-6 dan R-7 pada 68-73 HST, siap dipanen untuk bahan baku agr oindustri kedelai beku.
a
b
14
c
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
2.2. Biji Biji kedelai terdiri dari dua bagian atau keping biji yang dinamakan kotiledon yang isinya kebanyakan adalah protein dan minyak. Berfungsi sebagai pemasok makanan kecambah sampai berumur 14 hari setelah tanam (HST). Di antara kotiledon terdapat calon batang dan akar (Radix). Membran pelindung biji ( seed coat ) berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi cendawan dan bakteri sebelum dan sesudah tanam. Oleh karena itu, benih kedelai yang kulit bijinya sudah pecah (atau rusak) sering kali tidak akan dapat berkecambah dan tumbuh berkembang secara normal dan sehat. Umumnya biji kedelai mengandung minyak 18-20%, protein 40%, dedak 8%, dan kadar air 13%. Ini merupakan biji tanaman leguminosa, berbentuk bulat atau lonjong (oval), berwarna kuning dan ada yang hitam, serta mempunyai hilum berwarna kecokelatan. Menurut Rose (1987), biji kedelai mempunyai variasi warna hilum seperti yang tampak dalam Foto 2. Biji yang hilumnya berwarna terang atau tidak berwarna adalah jenis kedelai yang lebih disukai dalam kaitannya dengan gizi bagi manusia.
Foto 2.12. Per bandingan ukuran biji dan war na bi ji edamame Varie tas Ryok koh (RK), se rta hasil selek si aksesi unggulan oleh Suyono , MS (YN-1 dan YN-2). (Dok . Prib adi)
Foto 2.13. Saya di antara para pakar kedelai Ir. Hani Soewanto, Dr. S. Sundaram, saya, Dr. Sum arno dan Suyono MS dal am pr ogram Kede lai Nasional (KENAS) di Jemb er. (Dok . Prib adi)
15
Membangun Agrobindustri
B ij i k edel a i y ang dipas a rk an di pa sa r internasional pada umumnya mempunyai berat antara 14-23 gram per 100 biji. Sedangkan biji kedelai dari kultivar yang dilepas oleh Pemerintah Republik Indonesia, sebagian besar mempunyai berat ( < 11 gram per 100 biji), kedelai sayur (edamame) mempunyai berat antara 35-56 gram per 100 biji. Variasi ukuran biji kedelai dari ukuran kecil ( < 11 gram/100 biji), besar (13-23 gram/ 100 biji), dan sangat besar (35-56 gram/100 biji). Foto 2.14. Rumpun fr es h e damame Ryokk oh on s tem pro duk Jepang y ang di jual di pasar swalay an di Tokyo , dan kegiatan peng emasan otomatis edamame k e dalam plastic net di Taiwan. (Do k. Kaneko Seed Co.Ltd & Sig it H. Sam su)
RK
TN
WILIS
Keterangan : - Wilis, biji kedelai (grain soybean) ukuran kecil (11-12 gram/100 biji) - TN, biji ukuran besar sebaga i bahan agroindustri umumnya (13-19 gram/100 biji) - RK, biji kedelai sayur (vegetable soybean) berukuran sangat besar (30 gram/100 biji)
Foto 2.15. Variasi biji ke delai berukuran keci l, besar, dan sang at besar.
2.3. Pertumbuhan Tanaman Edamame Pertumbuhan tanaman edamame pada dasarnya s am a denga n k e de la i , ya k ni m ula i dari perke cam bahan, pe rk em bangan v e ge t at if, pembungaan, pembentukan polong dan pengisian biji, sampai dengan penuaan/pemasakan biji. Dibandingkan tanaman kedelai umumnya, tipe
16
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
tumbuh edamame yang dikembangkan sebagai bahan baku agroindustri adalah tipe “determinit”.
2.3.1. Perkecambahan Pada saat biji atau benih menyerap air (lengas) dan mulai berkecambah, “radicle” muncul dan tumbuh ke bawah. Kotiledon muncul ke permukaan tanah pada saat 4-5 hari setelah tanam (HST). Waktu perkecambahan dan munculnya kotiledon di permukaan tanah utamanya tergantung dari kualitas benih, kedalaman tanam, kelembaban tanah, dan suhu. Bongkahan tanah dan tanam terlalu da lam (> 3 cm) dapat menghambat perke ca mbahan da n muncul nya k ot il edon. Kecambah tumbuh pesat di lapang pada kondisi media tanam (tanah) yang baik, yakni dapat mencapai ketinggian 4-6 cm pada umur 6-7 HST. Demikian juga perakarannya, yang pada umur tersebut dapat mencapai panjang 5-7 cm.
Foto 2.16. Bunga kedelai berwarna putih (Do k. Suy ono. MS)
2.3.2. Pertumbuhan Vegetatif Pada tahap ini kedelai sangat sensitif terhadap periode penyinaran matahari ( photoperiod ). Dengan kata lain, pembungaan terjadi karena pengaruh hari pendek atau sejal an dengan bertambah lamanya malam hari. Setiap varietas kedelai mempunyai titik kritis terhadap lama penyinaran yang harus dilewati sebelum mulai berbunga. Dalam hal ini ada beberapa hal penting dalam manajemen produksi kedelai yang perlu mendapat perhatian. Waktu tanam harus dipilih untuk setiap varietas agar tanaman mampu mencapai ukuran optimum. Tanam terlalu dini akan memperpanjang periode vegetatif, bagian-bagian tanaman tumbuh subur dan besar; sebaliknya tanam terlambat akan menghasilkan tanaman pendek dengan posisi pembungaan lebih sedikit. Tanam terlambat produksi berkurang, banyak polong di bagian bawah dekat tanah. Namun tanam terlalu lambat justru
Foto 2.17. Bunga kedelai berwarna ungu. (Do k. Suyono MS)
17
Membangun Agrobindustri
tanaman tumbuh terlalu besar dan subur. Tanaman akan membutuhkan air dan hara tanaman yang lebih banyak, dan sering kali mudah roboh atau kurang jumlah polongnya sehingga produksi optimum tidak tercapai. Kultivar kedelai determinit saat mulai pembungaannya hampir merata di setiap buku, begitu tanaman mencapai ketinggian maksimal. Sedangkan kultivar indeterminit mulai berbunga pada saat tanaman mencapai sepertiga hingga setengah tinggi maksimumnya. Tanaman kedelai mempunyai bunga lebih banyak dari keperluan suatu tanaman yang berdaya hasil tinggi. Separuh hingga tiga perempat bunga yang ada biasanya gugur/rontok dan tidak membentuk polong. Hal ini menjadikan kedelai kurang rentan terhadap periode -peri ode cuaca yang tidak ba ik s elama mas a pem bungaan berlangsung dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai terlihat pada Diagram 2.2.
Diagram 2.2 Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai 0 - 7
28-31
Fase Vegetatif Perkecambahan Tanam
35-50
40-70
Pembungaan Perkembangan Polong
70-85
Perkembangan biji
85-90
Masak Fisiologis Masak Panen
Taha p pe rke cam ba han pa da eda ma me ak a n di s us ul de nga n perkembangan tanaman di tahap awal membentuknya daun “Unifoliolate” dan “trifoliolate” pada stadia umur ± 10 HST. Ketinggian tanaman di stadia umur ini antara 7-9 cm. Pembentukan cabang biasanya dimulai pada umur ± 18 HST, dan tanaman yang tumbuh normal akan mempunyai jumlah cabang produktif 3-5 per tanaman. Pertumbuhan vegetatif berlangsung hingga tanaman berumur 26-30 HST. Tinggi tanaman normal pada umur 30 HST dapat mencapai 30-45 cm.
2.3.3. Pembungaan Tanaman edamame yang dikembangkan di wilayah kabupaten Jember mulai berbunga pada umur 26-28 HST, khususnya untuk varietas Ryokkoh yang termasuk tanaman kedelai bertipe tumbuh determinit, yakni fase pembungaan
18
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
dimulai setelah tanaman mencapai ketinggian optimal. Warna bunga tanaman edamame putih (Ryokkoh) dan ungu (Tsurunoko) tergantung varietasnya seperti yang tampak dalam Foto 11a dan 11b.
2.3.4. Polong dan Perkembangan Biji Polong edamame partama kali terbentuk 10-14 hari setelah bunga mekar. Polong dapat rontok dalam kondisi lengas tanah yang kurang sekali (Severe Moisture Stress). Biasanya satu polong berisi satu hingga tiga biji, namun ada kalanya bervariasi dari satu hingga empat biji. Kekurangan air dan hara tanaman, atau suhu udara terlalu panas, dan juga kekurangan sinar matahari pada stadia ini dapat menurunkan atau mengurangi jumlah biji per polong dan ukuran biji. Pembentukan polong segera diikuti dengan pembentukan dan pengisian biji selama 3 hingga 5 minggu selanjutnya. Kecukupan pasok air, hara tanaman, dan pengendalian hama serangga pe ngis ap caira n da lam pol ong meme rluk an perhatian yang serius selama periode pengisian biji, yakni selama 3-5 minggu untuk kultivar determinit dan kemungkinan dua kali lebih lama untuk kultivar indeterminit.
Foto 2.18. Sor tasi e damame di tahap pe lati han (1993) dan di tahap kom ersial oleh PT Mitratani Dua Tujuh (1995). (Dok . Prib adi)
2.3.5. Penuaan dan Pemasakan Biji Periode masak fisiologi adalah stadia penting dalam siklus pertumbuhan k edelai. Sa at ini merupakan stadia di mana biji kedelai telah me ncapai berat k ering ma ks im um . Na mun dem ikia n, le wat perio de i ni t anama n te tap mendapat pertambahan berat apabila pasokan air tercukupi. Tanda-tanda masak fisiologis dapat dikenali dari: (i) Seluruh polong kelihatan berubah warna menjadi kuning dan > 50% berubah warna menjadi cokelat.
19
Membangun Agrobindustri
Foto 2.19. Pol ong dan biji edam ame yang diek spor k e Jepang. (Do k. Ke lik M & Suy ono MS)
(ii) Biji-biji mulai mengerut dan tidak lagi lekat pada polong oleh membran warna putih seperti dan biji-biji dalam polong lebih bawah berwarna kuning. Khusus untuk kultivar determinit dalam stadia ini, daun-daun bagian atas masih tetap berwarna hijau dan bagian bawah berwarna kuning serta rontok. Sedangkan untuk kultivar indeterminit, sebagian besar daun berwarna kuning dan cokelat. Kandungan air biji pada stadia masak fisiologis berkisar antara 40-50 persen. Polong edamame dipanen pada stadia umur R-6 atau R-7, yakni pada saat polong sudah berbiji penuh, warna biji hijau, dan warna kulit polong hijau segar (Foto 5.3.). Polong semacam ini yang berbiji 2 dan 3 merupakan bahan baku industri edamame beku (frozen edamame) dengan berat > 3 gr per polong dan tanpa cacat. Biji kedelai dikatakan masak penuh, apabila 95% polong telah berwarna cokelat, yakni sekitar satu minggu setelah masak fisiologis dan polong biji kedelai sudah mencapai kondisi masak penuh, siap dipanen. Kadar air biji akan turun drastis pada stadia ini. Dan panen kedelai dapat segera dipanen pada saat kandungan air dalam biji telah turun menjadi ± 15% dan panen harus sudah berakhir dilakukan sebelum kadar airnya turun menjadi 13%. Biji edamame untuk dapat digunakan sebagai benih harus diambil dari petak pertanaman khusus untuk perbenihan dan dipanen pada saat penuaan biji telah memenuhi syarat fisiologis sebagai benih, yaitu biasanya dipanen pada stadia umur R-8. Tanda-tanda edamame yang telah cukup tua dan siap dipanen untuk perbenihan atau kedelai biji, yaitu:
20
MORFOLOGI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
(i)
Seluruh polong berubah warna menjadi cokelat, (ii) Daun-daun berwarna kuning dan rontok, dan (iii) Biji-biji tidak lagi lekat pada bagian dalam polong. Bagi tanaman edamame yang dikhususkan untuk perbenihan, maka panen dapat dilakukan pada umur 85-95 HST, yakni kurang lebih satu minggu setelah biji mencapai masak dan tua fisiologis, yaitu pada saat kandungan air pada biji turun menjadi ± 15%. Sebelum disimpan sebagai stok benih, maka kadar air dalam biji edamame harus diturunkan < 12%. Seyogianya benih tidak disimpan terlalu lama, kecuali kadar air benih edamame telah diturunkan menjadi < 10%, dan disimpan dalam plastik tertutup rapat pada ruang penyimpanan bersuhu rendah (± 100C - 20 0C) dengan RH ± 50%. Cuaca saat panen sangat mempengaruhi mutu benih. Sebaiknya benih edamame tidak diproduksi di musim hujan.
2.3.6. Penyimpanan Kemampuan daya tumbuh (germinasi) biji benih k ede la i rel a ti f s i ngka t um urnya me sk i pun diproduksi dalam kondisi optimum. Khusus untuk perbenihan, biji kedelai tidak dapat disimpan lama tanpa merosotnya daya kecambah dan vigor. Umumny a unt uk me nja ga mut u be nih, penyimpanan dalam ruangan bersuhu rendah dan kering merupakan syarat utama yang dikehendaki. Oleh karena di saat panen kandungan air di dalam biji adalah sekitar 15%, maka untuk penyimpanan benih kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu sehingga mencapai di bawah 13%, yakni dengan segera dikeringkan, sehingga kadar air mencapai 10 hingga 12%. Lot benih untuk setiap masa panen dengan uji germinasi yang sama supaya dibedakan dengan lot benih yang lain, agar monitoring masa
Foto 2.20. Biji kede lai pada stadia masak fisiologis Atas = Biji kede lai pada stadia belum masak fisiologis Bawah = Bi ji kedelai y ang sudah me ncapai stadia masak fisiologis (Do k Suy ono, MS)
Foto 2.21. Contoh kemasan edam ame bek u produk PT Mitratani Dua Tujuh, Jem ber b agi pasar ekspor Jepang (tam pak de pan). (Dok . Prib adi)
21
Membangun Agrobindustri
Foto 2.22. Kemasan edamame beku pr oduk PT Mitratani Dua Tujuh, Je mber b agi pasar ekspor Jepang (tam pak bel akang) dan inset tertulis “Pro duced By Mi tratani 27”, se buah pengakuan dari pihak pembe li, bahwa kualitas produk edam ame dar i Jemb er sangat b isa di pe rtangg ungjawab kan. Seb uah ke bangg aan tersendiri bagi saya y ang merintisnya. (Dok . Prib adi)
penyimpanan benih dapat diketahui sesuai dengan prinsip first in & first out (FIFO). Kondisi lingkungan dan cuaca di saat panen sangat mempengaruhi mutu benih kelak, khususnya cuaca sebelum panen dilakukan akan sangat mempengaruhi metode penyimpanan benih. Semakin terpenuhinya syaratsyarat penyimpanan benih, maka diyakini “umur” benih yang tersimpan akan dapat tetap terjaga. Dan untuk mengetahui tingkat daya perkecambahannya, maka setiap waktu tertentu (misal satu bulan sekali) dilakukan uji germinasi.
22
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Bab
3
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
23
Membangun Agrobindustri
Meskipun edamame (vegetable soybean) adalah sejenis tanaman kedelai, namun cara bercocok tanamnya sangat berbeda dengan bercocok tanam kedelai biji (grain soybean), bahkan “relatif sama” dengan budi daya tembakau Besuki Na-Oogst terutama dalam pemilihan dan penyiapan lahan. Secara ringkas diagram alur cara bercocok tanam edamame dapat dilihat dalam Diagram 3.1. di bawah ini. Diagram 3.1. Alur Proses Budi Daya Kedelai Edamame 45 s.d 30 HSbT
(I)
Pemilihan Lahan (selidik cepat di lapangan dan analisis di laboratorium)
30 s.d 20 HSbT
(II)
Pengolahan Tanah (brujul I dan II)
25 s.d 20 HSbT
(III)
Pembuatan Saluran Air (irigasi, drainase)
20 s.d 15 HSbT
(IV)
Pembuatan Bedeng Kasar (ukuran 1,2 x 10 meter per bedeng)
12 s.d 10 HSbT
(V)
Pemberian Bahan Organik dan Pupuk Dasar
10 s.d 5 HSbT
(VI)
Pembuatan Bedeng Halus
3 s.d
(VII)
Pengaturan Lengas Tanah
0
1 HSbT
HST
0 s.d
1 HST
(IX)
Pemberian Mulsa Jerami
7 s.d 54 HST
(X)
Pemeliharaan Tanaman
60 s.d 75 HST
(XI)
Panen
(XII)
Bahan Baku untuk Edamame Beku
Keterangan :
24
(VIII) Tanam
HSbt = Hari Sebelum Tanam HST = Hari Setelah Tanam
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Foto 3.1. Pem asangan mul sa jer ami pada budi daya edam ame dil ihat dari he likopter. (Dok . Prib adi)
3.1. Lingkungan Tumbuh Tanaman Iklim mikro tanaman sebagai faktor eksternal lingkungan tumbuh tanaman yang sangat mempengaruhi produktivitas tanaman dipengaruhi pula oleh unsur iklim mikro tanah, antara lain (1) tanah, (2) sinar matahari, (3) suhu udara, (4) curah hujan, dan (5) ketinggian tempat dari permukaan laut. Di mana dalam unsur tanah juga terkait pada (1) nutrisi (hara dan mineral), (2) kadar air, (3) udara, dan (4) suhu.
3.1.1. Tanah Tanah sebagai unsur terpadu yang saling berkait satu dengan lainnya, yaitu antara mineral anorganik, mineral organik, organisme tanah dan air tanah. Mineral anorganik merupakan hasil pelapukan batuan selama puluhan bahkan ratusan tahun lamanya yang tersusun dari partikel-partikel yang secara nyata berbeda ukuran, komposisi dan sifat fisik kimianya. Ukuran masing-masing komponen mineral tanah ini bergabung membentuk tekstur tanah yang menentukann daya ikat air ( water holding capacity ) dan percepatan infiltrasinya. Sementara aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar tanaman ditentukan oleh struktur tanah. Setiap jenis tanah berkemampuan menyerap dan melepaskan ion seperti H (+), Ca (++), Mg (++), dan K (+). Kemampuan tersebut dengan istilah Kapasitas Tukar Kation (KTK). Di suatu daerah dengan curah hujan tinggi biasanya terjadi pemaksaan pelepasan kation Ca (++) dan Mg (++) atau terjadi proses pencucian ion. Ion-ion tersebut digantikan oleh ion H (+), a ki bat ny a t a na h m enj adi l ebi h m as am (pH re ndah) , dan untuk
25
Membangun Agrobindustri
mengembalikannya ke dalam pH normal biasanya dilakukan pengapuran (liming). Udara tanah, komposisinya sama dengan udara di atas permukaan tanah yang di dalamnya terkandung oksigen (O2). Di dalam tanah, oksigen dipergunakan untuk respirasi akar tanaman. Melalui proses respirasi dihasilkan energi untuk penyerapan air dan berbagai unsur hara mineral yang terlarut di dalamnya. Proses penyerapan air dan unsur hara oleh akar tanaman melibatkan energi hasil respirasi yang dikenal dengan istilah penyerapan aktif, sementara penyerapan tanpa melibatkan energi disebut penyerapan pasif. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi, tanaman mendapatkan pasokan nutrisi (hara mineral) dari dalam tanah. Mineral-mineral tersebut diserap oleh tanaman dalam bentuk spesifik, seperti nitrogin (N) diserap dalam bentuk NO3(-) atau NH4(+), fospor (P) dalam bentuk H2PO4 (-), Belerang (S) dalam bentuk SO4(—), dan magnesium (Mg) dalam bentuk Mg(++). Dan untuk mengembalikan mineral-mineral tanah yang hilang, baik yang tercuci oleh hujan maupun terserap oleh tanaman maka dilakukan pemupukan. Unsur lainnya dalam tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman ialah air tanah. Kadar air tanah harus berada dalam keadaan ideal. Kekurangan atau kelebihan air dalam tanah biasanya memiliki efek yang tidak baik terhadap pertumbuhan tanaman. Kadar air tanah ideal biasanya dikenal dengan istilah kapasitas lapang (field capacity) dan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan air tanah adalah curah hujan. Faktor iklim mikro tanah lainnya adalah suhu tanah. Ada pendapat yang mengatakan bagian tanaman di atas permukaan tanah (tajuk) tidak dipengaruhi oleh suhu tanah. Hal ini ditentang oleh Monteith (1979) yang mengatakan suhu tanah akan mempengaruhi suhu akar. Pengaruh suhu akar ini akan ditransmisikan ke bagian tanaman lainnya, baik tidak langsung melalui transpor hormon atau unsur hara maupun langsung melalui suhu penguapan transpirasi. Hal ini menggambarkan suhu tanah memegang peranan penting dalam pertumbuhan tanaman bukan hanya pada akar saja, tetapi pada seluruh bagian tanaman.
3.1.2. Sinar Matahari Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa tanaman merupakan suatu pabrik yang mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia (bahan kering tanaman) melalui proses fotosintesis.Dalam proses fotosintesis tanaman terdapat tiga aspek sinar matahari yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman, yaitu kualitas sinar (panjang gelombang), intensitas sinar (kuat penyinaran) dan lama penyinaran (panjang hari).
26
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Sinar (radiasi) matahari sebenarnya merupakan kumpulan beberapa sinar dengan warna dan panjang gelombang tertentu yang tidak semuanya bermanfaat bagi proses fotosintesis. Sinar matahari yang bermanfaat bagi proses fotosintesis adalah hanya sinar dengan panjang gelombang 400-700 mikrometer. Intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan tajuk tanaman tidak semua dimanfaatkan oleh tanaman. Derajat penggunaannya bervariasi antarspesies tanaman. Ini disebabkan setiap tanaman memiliki efisiensi penggunaan cahaya yang spesifik (specific light use efficiency). Hal ini berkaitan dengan variasi genotipe dan fenotipe tanaman. Lama penyinaran identik dengan panjang hari dan berkaitan dengan intensitas cahaya total yang dapat diterima tanaman. Oleh karena itu, lama penyinaran pun berkaitan dengan lamanya fotosintesis efektif. Lama penyinaran ini lebih ditentukan oleh letak suatu tempat di permukaan bumi. Tempat-tempat di Indonesia tidak mengalami masalah dalam hal lamanya penyinaran karena terletak di daerah ekuator yang mataharinya bersinar 12 jam.
3.1.3. Suhu Udara dan Tinggi Tempat Dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman dikenal ada titik suhu udara yang disebut suhu kardinal. Saat suatu suhu menyebabkan tanaman tumbuh baik maka suhu tersebut disebut suhu optimum. Sementara itu, terdapat suatu suhu yang berada di bawah atau di atas suhu optimum yang menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh. Suhu di bawah suhu optimum disebut suhu minimum, sedangkan di atas suhu optimum disebut suhu maksimum. Ketiga suhu kardinal tersebut dalam kaitannya dengan pe rtumbuhan tanama n digam barkan de ngan Grafi k Suhu Kardinal Pertumbuhan Tanaman. Diagram 3.2. Grafik Suhu Kardinal Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan Tanaman T1 = Suhu Minimum T2 = Suhu Optimum T3 = Suhu Maksimum
Pertumbuhan Nol T1
T2
T3
Suhu
27
Membangun Agrobindustri
Suhu Kardinal bervariasi pada antarspesies tanaman. Misalnya, suhu 30 C dapat menjadi suhu minimum bagi tanaman padang pasir dan menjadi suhu maksimum bagi tanaman di dataran tinggi. Tinggi tempat berkaitan dengan suhu udara setempat. Biasanya semakin tinggi suatu tempat dari permukaa n laut maka aka n semakin rendah suhunya. Berdasarkan pengukuran, setiap kenaikan tinggi 100 meter akan terjadi penurunan suhu rata-rata sebesar 0,6 0C. Oleh karena tinggi tempat berkaitan dengan suhu udara dan suhu kardinal setiap tanaman berbeda-beda, maka dikenal kelompok tanaman dataran tinggi dan tanaman dataran rendah. 0
3.2. Pemilihan Lahan Pemilihan lahan dilakukan melalui prosedur pemeriksaan secara visual (dengan indra penglihatan) dan rabaan terhadap kondisi lingkungan lahan dan fisik tanah, serta dilanjutkan dengan pemeriksaan di laboratorium (apabila diperlukan) melalui tahapan pengambilan contoh tanah (soil sampling) dan analisis contoh tanah di laboratorium.
3.2.1. Pemeriksaan Secara Visual Kondisi Lingkungan Lahan a.
Terhadap tanaman sebelumnya atau yang masih tumbuh atau rumput yang ada: Jangan memilih lahan bekas tanaman satu famili, yakni Leguminose untuk budi daya edamame seperti kedelai dan kacang hijau. Jangan memilih lahan yang di atasnya ditumbuhi rumput teki atau ilalang. Pilihlah lahan bekas tanaman jagung, tembakau, padi, terong dan sayuran lainnya berdasarkan skala prioritas. Bekas tanaman tebu dapat dipilih sebagai alternatif, bila pemilihan lahan berdasarkan skala prioritas tidak diperoleh.
b. Lingkungan Lahan Sedapat mungkin terisolasi dari tanaman satu famili atau jauh dari tanaman satu famili dan tanaman bukan satu famili yang memungkinkan penularan penyakit tanaman (tanaman inang). Pilihlah lahan yang bebas banjir namun sangat mudah pengaliran airnya. Pilihlah lahan yang terbuka penuh untuk penyinaran matahari secara penuh dari matahari terbit sampai sore hari.
28
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Sebaiknya berjarak cukup jauh dari pemukiman dan aman dari gangguan ternak. Pilihlah lahan yang mempunyai kemungkinan untuk bertanam edamame dalam luas hamparan yang memadai guna menghindari munculnya tanaman satu famili yang mungkin ditanam oleh petani di sekitarnya. Sebaiknya pilih lahan berhamparan datar meskipun di ketinggian tertentu atau bukan lahan yang mempunyai banyak pematang karena kondisi bertingkat. Sedapat mungkin tidak memilih lahan berteras dengan kemiringan ke arah barat. Pilihlah lahan berinfrastruktur baik terhadap jalan dan jembatan yang memudahkan angkutan kendaraan roda empat dan relatif dekat atau berjarak tempuh paling lama satu jam dari processing plant.
3.1.2. Pemeriksaan Secara Visual dan Rabaan Fisik Tanah a.
Profil tanah dapat diamati dengan cara menggali tanah dengan cangkul pada kedalaman 0-100 cm secara tegak lurus. Pengamatan secara visual disertai alat ukur panjang dilakukan untuk mengukur ketebalan lapis olah dan untuk mengetahui ada dan tidaknya lapisan padas. Sedangkan pengamatan secara rabaan dengan jari-jari tangan dilakukan dengan menekan sedikit gumpalan tanah lapis olah untuk mengetahui tingkat kegemburannya. Tanah yang ideal bagi tanaman edamame adalah yang gembur (mudah dipecah-pecah menjadi butiran kecil pada saat ditekan di kondisi lembab). Biasanya dinyatakan dengan tanah-tanah yang mempunyai tekstur sandy loam hingga loam (lempung berpasir-lempung/ geluhan). Contoh profil tanah yang baik untuk budi daya edamame dapat dilihat dalam Diagram 3.3, 3.4, 3.5.
b.
Lapis olah yang dimaksud di sini adalah lapis Ap dan B yang dikenal dengan solum tanah. Hal ini perlu dimengerti supaya tidak salah tafsir dengan pengertian lapis Ap (plow layer) atau lapisan yang biasanya diolah dengan bajak dalam pengertian deskripsi profil tanah secara ilmiah. Batasan praktis untuk pemilihan lahan secara mudah adalah tanah yang dapat diolah, yakni solum tanah yang terdiri dari lapisan Ap dan B.
c.
Pengamatan profil tanah dengan rabaan atau pijitan dengan jari-jari tangan penting dilakukan oleh petugas lapangan. Sedapat mungkin jangan memilih lahan yang banyak kerikilnya atau sebaliknya juga hindari pemilihan lahan yang lapis olah < 30 cm dan di bawahnya merupakan pasir sampai kedalaman > 50 cm. Hal ini terutama untuk budi daya
29
Membangun Agrobindustri
edamame di musim kemarau dengan sistem pengairan terbatas. Contohnya dapat dilihat dalam Diagram 3.6. Hindari juga atau jangan memilih lahan yang lapis olahnya dangkal (< 15 cm), yakni hanya mempunyai lapis Ap saja (tanpa lapisan B) dan di bawahnya langsung lapisan C lebih-lebih terdiri dari pasir mampat tersementasi seperti yang tampak dalam Diagram 3.7.
Diagram 3.3 Contoh Profil Tanah yang Dapat Dipilih untuk Budi Daya Edamame yang Diambil dari Daerah Mangaran, Jenggawah, Jember
PROFIL
HORISON Ap 0-15 cm
Cokelat gelap (10YR3/3); lempung debuan; gumpal, kecil, kuat; lekat dan plastis, teguh; karat cokelat kuat (7.5YR4/6), sedikit, kecil.
15
B 15-35 cm
Cokelat sangat gelap kekelabuan (10YR3/2); geluh; mampat; karat cokelat kuat (7.5YR4/6), sedikit kecil.
35
2BC 35-50 cm
50
3B
Cm 0
30
URAIAN
3B
Cokelat gelap kekuningan (10YR4/6); geluh mampat; agak lekat dan agak plastis, teguh; karat cokelat kuat (7.5YR4/6), banyak, besar, akumulasi Mn, banyak besar, tercampur tuff melapuk. Cokelat gelap (10YR3/3); gumpal menyudut, kecil, sedang; lekat dan plastis, teguh; karat cokelat kuat (7.5YR4/6), banyak besar.
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Diagram 3.4. Contoh Profil Tanah yang Dapat Dipilih untuk Budi Daya Edamame yang Diambil dari Daerah Lengkong, Jember
PROFIL
HORISON
URAIAN
Cm C
Ap 0-12 cm
Cokelat kekuningan (10YR5/4); geluh; remah; dan gumpal, lemah; agak lekat dan agak plastis; gembur.
12
B 12-28 cm
Cokelat kelabu (10YR5/2); geluh; pasiran; gumpal; kecil, sedang; agak lekat dan agak plastis, gembur; karat merah (2.5YR4/6); banyak, besar.
28
C
Pasiran lepas-lepas, karat merah (10YR4/6); banyak, besar.
0
Diagram 3.5. Contoh profil tanah yang dapat dipilih untuk budi daya edamame yang diambil dari daerah Curahkates, Jember
PROFIL
HORISON
URAIAN
Cm 0
2C
Ap 0-22 cm
Cokelat terang kekuningan (10YR5/2); geluh debuan; remah; sangat halus, lemah; agak lekat dan agak plastis, gembur.
22
B 22-70 cm
Cokelat kelabu (10YR5/2); geluh; pasiran; remah, sangat halus, lemah, agak lekat dan agak plastis, gembur, karat cokelat terang (7,5 YR 6/4); sedikit, kecil;
70
C
Tuff Vulcan melapuk, geluh berdebu, karat cokelat terang (7,5 YR 6/4), banyak, besar.
31
Membangun Agrobindustri
Diagram 3.6. Contoh Profil Tanah yang Seyogianya tidak Dipilih untuk Budi Daya Edamame apabila Pasokan Air Terbatas di Musim Kemarau seperti di Daerah Kranjingan, Jember.
PROFIL
HORISON
URAIAN
Cm 0
C
10
Ap
0-10 cm
Cokelat kekuningan (10YR 5/6); geluh pasiran, remah; agak lekat, agak plastis;
C
10-150 cm
Pasir berkerikil lepas-lepas
Diagram 3.7 Contoh Profil Tanah yang Tidak Perlu Dipilih untuk Budi Daya Edamame di Musim Tanam Apa pun
PROFIL
HORISON
URAIAN
Cm 0
10
C
Ap
0-15 cm
Cokelat gelap kekuningan (10 YR 4/4); geluh pasiran, berkerikil, remah; halus, lemah; agak lekat dan agak plastis
C Pasir mampat tersementasi
3.2.3. Pemeriksaan Tanah di Laboratorium Urut-urutan pemeriksaan tanah (contoh tanah) di laboratorium meliputi: (i) Pengambilan contoh tanah dari lahan, (ii) Mempersiapkan contoh tanah untuk analisis fisik dan kimia, dan (iii) Interpretasi hasil analisis tanah serta rekomendasi pemupukannya.
32
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
3.3. Pengolahan Tanah Mengelola tanah adalah usaha untuk mengubah ta nah pe rta nia n s ede mik ian rupa sehingga didapatkan susunan tanah pertanian dengan sebaik-baiknya ditinjau dari struktur dan porositas tanah. Pengolahan tanah adalah sebagai pekerjaan modifikasi atau manipulasi tanah pada daerah perakaran tanaman yang secara langsung ataupun tidak langsung dimaksudkan dan bertujuan untuk memperbaiki daerah tersebut bagi pertumbuhan akar, ketersediaan hara, dan produksi tanaman. Secara rinci pekerjaan ini meliputi usaha-usaha untuk: (1) menggemburkan tanah untuk penetrasi akar (2) menimbun “residu” tanaman sebelumnya (3) memperbaiki lingkungan tanah agar sesuai bagi pertumbuhan buah dan bibit (4) memperbaiki infiltrasi air (5) memperbaiki aerasi, dan (6) mengendalikan gulma Keberhasilan pengolahan tanah tidak hanya tergantung dari merahnya tanah saja. Akan tetapi, te rga nt ung pula da ri al at yang diguna ka n, banyaknya pengolahan, dalamnya pengolahan dan banyaknya air yang berada di dalam tanah. Halhal tersebut mempunyai pengaruh yang sangat berarti bagi terbentuknya kondisi fisik ideal dalam tanah. Mak sud pe ngol ahan ta na h ya it u untuk menciptaka n keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah memang diperluka n dan merupakan bagian kegia tan bercocok tanam, namun dalam kegiatan ini tidak boleh melupakan persyaratan- persyaratan atau kondisi tanahnya sendiri. Pengolaha n tanah dimaksud selain untuk memperbaiki struktur tanah, juga yang terpenting adalah untuk memfungsikan pori-pori udara tanah agar udara dapat tersebar
Foto 3.2 Pe ngo lahan tanah dan pe mber ian pupuk k andang untuk budi daya kedel ai say ur. (Dok . Keli k M)
Foto 3.3 Be ntuk Bede ngan Si ap Tanam H-2 untuk budi daya Kede lai Edamame di areal ping gir hutan PT Per hutani , Desa Pancor an, Bondowoso. (Do k. Suy ono, MS)
33
Membangun Agrobindustri
dengan baik di dalam tanah. Kunci dari pengolahan tanah yang baik adalah dapat menjaga atau memelihara tanah dengan sebaik-baiknya agar lapisan tanah olah tetap dalam keadaan baik. Kondisi di atas dapat dicapai dengan cara: dilakukan pengolahan tanah pertama, di mana tanah dipotong dan dibalik dengan kedalaman 15-20 cm. Sedangkan pengolahan tanah kedua bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah yang besar dan sisa-sisa tanaman agar manjadi halus. Contoh pengolahan tanah yang baik dapat dilihat dalam Foto 3.2., 3.3., 3.4., 3.5., 7.2., 7.3.
3.4. Pembuatan Bedengan dan Saluran Irigasi/Drainase Sebelum bedengan-bedengan dibuat, sebaiknya saluran irigasi/drainase dibuat terlebih dahulu. Saluran ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (i) Saluran keliling dengan variasi ukuran antara 40/50 s.d. 50/60 cm dan (ii) Saluran antara bedengan dengan jarak 11 meter yang ukurannya antara 30/40 s.d. 40/40 cm. Variasi ukuran saluran tergantung dari kondisi dan lokasi lahan terhadap lingkungan. Foto 3.2., 3.3., 3.4., 3.5. menunjukkan tata letak saluran irigasi/drainase antarbedengan khusus untuk budi daya edamame di musim hujan (bedengan dibuat lebih tinggi). Sela njutnya bedengan-bede ngan di buat bersamaan atau sesudah pembuatan saluran i ri gas i dan dra ina se di la k uk a n. Be de nga n edamame idealnya dibuat dengan ukuran sebagai berikut: (i) panjang : 10 m (ii) lebar : 1,2 m (iii) tinggi : 25-30 cm, (iv) jarak antarbedeng : ± 40 cm atau ± 50 cm Pembuatan bedengan dilakukan dalam dua tahap, yakni (a) Bedeng kasar pada H-20 sampai dengan H-15 dan (b) Bedeng halus siap tanam pada H-12 sampai H-7. Foto 3.2. adalah bedengan Foto 3.4.Tata Letak Saluran edamame siap tanam H-2, Foto 18 adalah bedeng Iri gasi/Drainase Antarbedengan Khusus di Musim edamame siap tanam H-0. Hujan. (Dok . Prib adi) Dalam pembuatan bedengan halus, perhatikan uraian di bawah ini.
34
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
(1) Periksalah tanah bedengan, apakah sudah siap tanam a pa belum, dal am ha l ini da pat dilakukan dengan memijit bongkah kecil tanah pada kadar lengas tertentu untuk melihat keremahannya (crumbling). (2) Buang bongkahan tanah yang relatif masih besar yang ada pada kedalaman 0 s.d. 10 cm dari permukaan bedengan. (3) Buang sisa gulma atau benda asing dari permukaan bedengan dengan alat “garik”.
3.5. Pemberian Pupuk Kandang
Foto 3.5. Bedengan edamam e si ap tanam pada H-O. (Dok . Prib adi)
Pem beri an pupuk kandang bert ujua n untuk meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah. Keuntungan pemberian pupuk kandang merupakan sumber humus (bunga tanah), sumber unsur hara (makro dan mikro), serta dapat meningkatkan daya menahan air dan banyak mengandung mikroba tanah. Takaran pupuk kandang untuk budi daya edamame tergantung dari hasil analisis keadaan bahan organik (BO) tanah terkandung di laboratorium yang bervariasi tergantung sifat dan corak tanahnya, yaitu antara 15-20 ton per hektar atau 18-24 kg per bedengan (ukuran 1,2 x 10 m). Penerapan pupuk kandang ini yaitu dengan cara disebar dengan tanah. Kualitas pupuk kandang perlu diperiksa di laboratorium antara lain terhadap kadar air dan kadar C.
3.6. Pemberian Pupuk Dasar Penebaran pupuk dasar bertujuan untuk menambah unsur hara di dalam tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman. Umumnya sebagai pupuk dasar adalah pupuk buatan atau pupuk pabrik yang terutama mengandung unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Untuk budi daya edamame jenis pupuk yang dipakai adalah Urea, Kalium, Nitrat dan ZA (sumber N), TSP (sumber P) dan ZK (sumber K). Takaran atau dosis pupuk per hektar atau per bedengnya bervariasi tergantung sifat dan corak tanahnya masingmasing, yaitu berkisar antara 50-100 kg Urea, 10-250 kg TSP dan 50-100 kg TSP, dan 50-100 kg TSP dan 50-100 kg ZK per hektar. Berdasarkan perhitungan tertentu pada lahan bekas tembakau guna mendapatkan kualitas polong padat dipergunakan unsur ZA dan KNO3 dengan takaran yang tidak sama untuk
35
Membangun Agrobindustri
setiap lokasinya di mana penggunaannya perlu dilakukan secara hati-hati. Penebaran pupuk dasar tersebut dilakukan dengan cara disebar secara merata di atas bedeng dan diikuti dengan penggaruan mempergunakan garu sisir tangan supaya tercampur merata dengan tanah. Selanjutnya dilakukan penyiraman supaya pupuk dasar tersebut diserap tanah. Penebaran pupuk dasar ini biasanya dilakukan 3 sampai 4 hari sebelum tanam, yang takaran dosisnya ditentukan dan direkomendasikan dari hasil pengambilan contoh tanah ± 10 hari sebelum dilakukan pemupukan. Untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan optimal sebaiknya tanah dianalisis terlebih dahulu di laboratorium.
3.7. Mulsa dan Penerapannya Mulsa adalah suatu bahan yang dipakai untuk menutupi permukaan tanah yang bertujuan menghindari kehilangan air akibat penguapan atau melindungi permukaan tanah dari erosi akibat hantaman butir-butir air hujan. Keuntungan pemakaian mulsa di budi daya edamame adalah: Mengurangi volume dan kecepatan aliran penguapan air ke permukaan Menjaga temperatur dan kelembaban tanah lMengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Dahulu, penurunan bahan organik tanah dikaitkan dengan proses oksidasi. Namun sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ternyata penurunan bahan organik tanah tersebut lebih banyak disebabkan oleh erosi. Kehilangan bahan organik merupakan fungsi linier dari erosi. Makin kecil erosi yang terjadi maka makin sedikit bahan organik yang hilang. Dan salah satu fungsi mulsa adalah memperkecil erosi pada suatu areal pertanaman. Fungsi ini merupakan fungsi tidak langsung terhadap sifat kimia tanah. Dari penelitian, pada keadaan tanpa mulsa terjadi kehilangan C-organik sebanyak 2.695,14 kg/ha, namun dengan adanya penutupan mulsa jerami 60% hanya terjadi kehilangan C-organik sebanyak 296,64 kg/ha. Fungsi langsung mulsa terhadap sifat kimia tanah terjadi melalui pelapukan bahan-bahan mulsa. Fungsi ini hanya terjadi pada jenis mulsa yang mudah lapuk seperti pada jerami padi, alang-alang, rumput-rumputan dan sisa-sisa tanaman lainnya. Sedangkan manfaat mulsa terhadap ketersediaan air adalah dapat menahannya proses penguapan air secara langsung dari dalam tanah baik me lal ui ev avo ra si (pe nguapan) a tau me la lui da un-da un ta nam an (transpirasi). Kedua proses ini akan dapat menyebabkan tanah mengalami kekurangan air, sehingga berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Teknologi pemulsaan dapat mencegah evavorasi. Dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa dan
36
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang ditanami tidak akan kekurangan air, karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses transpirasi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil, bahwa air tanah setebal 1,5 cm di tanahtanah terbuka (bare soil) tanpa mulsa akan menguap selama 3-5 hari, sedangkan di tanah-tanah yang diberi mulsa akan menguap dalam waktu 6 minggu dengan ketebalan yang sama. Unsur fisik tanah yang sangat dipengaruhi oleh bahan mulsa ialah suhu tanah. Suhu tanah ini sangat bergantung pada proses pertukaran panas antara tanah dengan lingkungannya akibat adanya radiasi matahari dan pengaliran panas ke dalam tanah melalui proses konduksi (perambatan panas). Pasok panas ini ditentukan oleh albedo tanah, yaitu merupakan nisbah antara radiasi yang dipantulkan dengan radiasi yang diteruskan dan atau diserap oleh suatu permukaan. Albedo ini sangat ditentukan oleh warna tanah. Contoh, papan hitam mempunyai albedo 0,095, sedangkan papan putih 0,45. Artinya, papan hitam menyerap 95% radiasi matahari yang menerpanya dan papan putih hanya 45%. Pemulsaan akan mengubah warna tanah, yang dengan sendirinya akan mengubah albedo tanah. Perubahan suhu tanah terjadi karena perubahan radian energi yang mencapai tanah. Adanya mulsa akan menyebabkan panas yang mengalir ke dalam tanah lebih sedikit dibandingkan tanpa mulsa. Selain itu, permukaan tanah yang diberi mulsa memiliki suhu maksimum harian yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa mulsa. Hal ini sangat penting, karena saaat musim panas biasanya suhu permukaan tanah terbuka dapat mencapai 40 0C. Suhu yang demikian tentunya terlalu panas untuk akar beberapa tanaman dalam melakukan aktivitas normal. Oleh karena itu, mulsa juga sangat mempengaruhi suhu tanah, seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengaruh Beberapa Jenis Mulsa terhadap Suhu Tanah pada Beberapa Kedalaman Tanah No.
1. 2. 3. 4.
Jenis Mulsa
Tanpa Mulsa Mulsa Jerami Plastik Putih Plastik Hitam
Kedalaman Tanah 0 cm 5 cm (0 C) (0C)
10 cm (0C)
26,4 25 25,9 29
25,2 24,2 24,7 27,6
26,2 24,5 25,7 28,7
Sum ber: AH Umb oh, 1990
Berdasarkan asal bahannya, mulsa dikelompokkan menjadi mulsa alami dan mulsa buatan. Mulsa alami terutama berasal dari sisa-sisa panen seperti
37
Membangun Agrobindustri
jerami, sedangkan mulsa buatan dapat berupa bahan kimia sintetis, seperti lembaran plastik dan bahan kimia lainnya, seperti bitumen.
Foto 3.6. Keg iatan pemasang an mulsa jer ami pada b edengan pada budi daya kede lai e damame di Je mbe r. (Dok . Prib adi)
Foto 3.7. Pe masangan mulsa buatan (plastik ) pada tanam an edam am e. (Dok . Prib adi)
Penempatan bahan mulsa tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain: Disebarkan merata menutupi permukaan tanah Disebarkan merata dalam satu jalur di antara tanaman Dihamparkan di atas daerah perakaran utama Diletakkan di antara tanaman dalam satu barisan. Waktu pemberian mulsa dapat dilakukan setelah proses tanam selesai dilaksanakan. Apabila dipergunakan mulsa alami (jerami), kebutuhan jerami adalah 3-5 ton per hektar. Setelah mulsa selesai ditutupkan di atas guludan tanah agar dilakukan penyiraman air dengan volume ± 8 gembor/12 m2 per bedeng. Hindari penggunaan mulsa jerami dengan mempergunakan jerami yang telah lama atau yang sedang melapuk dan basah. Hal ini akan menyebabkan biji dan calon tanaman terserang penyakit jamur atau tanaman ikut mengalami proses pembusukan. Pemberian mulsa yang baik dapat dilihat dalam Foto 3.6.
3.8. Tanam (Budi Daya) 3.8.1. Kualitas dan Kebutuhan Benih Usaha tani akan berhasil baik apabila dalam penanamannya menggunakan benih yang bermutu. Suatu benih dikatakan berkualitas baik apabila: a. Daya kecambahnya lebih tinggi dari 85% b. Tidak tercampur dengan benih lain c. Bernas dan tidak cacat d. Mempunyai vigor yang baik dan seragam e. Sehat dan bebas dari penyakit f. Bersih dari kotoran dan biji tanaman lain
38
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Kebutuhan benih tergantung pada areal, jarak tanam, varietas kedelai, dan cara tanam. Penanaman yang teratur, yaitu penanaman dengan menggunakan jarak tanam dan ditugal, maka kebutuhan benih dapat dihitung. Selain itu, jumlah kebutuhan benih juga ditentukan oleh besar kecilnya ukuran benih. Untuk menghitung kebutuhan benih setiap hektar ditentukan oleh jarak tanam, berat biji, daya kecambah, varietas dan jumlah tanaman per lubang. Perkiraan kebutuhan benih per hektar dapat digunakan rumus: B = Luas areal x 1 x Berat benih Jarak tanam daya kec. 100
x
( tanam x 1 grm
B = Benih yang diperlukan Hasil perhitungan tersebut masih perlu diperhitungkan lagi dengan luasan tanah yang tidak ditanami untuk drainase, jalan, dan pematang. Sehingga kebutuhan benih kedelai sayur per hektar berkisar antara 60 hingga 75 kg, khususnya untuk varietas Ryokkoh, dengan jaminan daya kecambah minimal 85%. Sebelum benih ditanam perlu dilakukan “perawatan benih” (seed treatment) terlebih dahulu sebagai pencegahan dini terhadap serangan jamur dan hama penyakit yang kemungkinan menyerang di fase perkecambahan. Benih kedelai tidak mengenai fase dormancy (waktu istirahat) sehingga semakin baru benih tersebut semakin baik, asal benih tua atau cukup umur. Kecepatan tumbuh benih yang baik dan ditanam pada areal yang memiliki kelembaban yang cukup akan tumbuh merata setelah empat hari.
3.8.2. Pembibitan (Nursery) untuk Sulaman Untuk memudahkan pemindahan bibit maka (idealnya) pelaksanaan pembibitan dilakukan dengan media polybag ukuran 7 x 12 cm yang diisi dengan media tersendiri atas campuran tanah, pasir, pupuk kandang dan kuntang (arang sekam). Perbandingan antara pasir pupuk kandang dan kuntang bisa 1:1:1 sebagai perbandingan dalam jumlah volume. Agar media bebas dari organisme pengganggu tanaman (OPT) maka media tanam terlebih dahulu harus disterilkan dengan uap bersuhu 100 0C dalam waktu kurang lebih 1,5 jam (dikukus), dihitung mulai saat pemanasan air. Dari pengalaman yang ada maka dengan pemanasan tersebut sudah cukup menghambat adanya kontaminasi kapang dan serangga. Sterilisasi media pembibitan ini dapat dilakukan di masing-masing lokasi dengan alat sederhana. Media yang telah disterilkan ini kemudian dibiarkan sampai dingin. Setelah itu, diisikan ke dalam plastik polybag ukuran ± 7-12 cm (biasanya
39
Membangun Agrobindustri
Foto 3.8. Fasilitas olah beku PT Mi tratani Dua Tujuh di Mang li, Je mber dari heliko pter. (Dok . Prib adi)
Foto 3.9. Keg iatan membuat “so sis media” dan po t tr ansplan t. Dok. Pribadi
40
dipergunakan plastik jenis polypropeline untuk bungkus kacang goreng yang belum ditutup ujungujungnya ) . Rek an-re k an pe ta ni di Je m be r menyebut kegiatan ini dengan istilah “membuat sosis media”. Sosis ini kemudian dipotong-potong sepanjang 10-15 cm dan disusun di atas tanah secara merata yang permukaannya sudah dirawat dengan nematisida dan fungisida terlebih dahulu. Perawatan tanah ini cukup dengan menyiram atau menaburkannya ke permukaan tanah. Bentuk lain dari sosis media ini adalah mempergunakan pot transplant atau pot plastik kecil. Polybag “sosis” yang digunakan harus dilubangi terlebih dahulu di beberapa tempat dengan cara menusukkan paku ke “sosis media” sebelum dipotong untuk dimungkinkannya terjadi proses aerasi udara ke dalam media. Setelah polybag terisi media barulah diletakkan pada bedengan yang dibuat dalam bentuk gundukan-gundukan. Untuk mencegah penguapan yang terlalu tinggi, dan sinar matahari secara langsung, maka perlu dibuatkan naungan dari plastik, atau dapat juga dari daun kelapa (klaras) atau daun tebu. Cara penanaman benih di dalam polybag adalah dengan memasukkan benih ke dalam “sosis media” satu benih untuk setiap polybag-nya. Di mana penanaman benih transplant untuk k eperl ua n peny ul am a n di l ak uk a n s ecara bersamaan waktunya dengan penanaman benih di lapang, dengan maksud agar pertumbuhan di lapang seragam dan bersamaan pula umur maupun vigor tanamannya dengan tanaman yang berada di nursery. Pemeliharaan transplant sangat penting diperhat ik a n, mi sa l ny a denga n m e nj aga k el em baba nnya da n s el a lu m e nga da ka n pengamatan terhadap timbulnya kemungkinan adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk menjaga kelembaban perlu dilakukan penyiraman setiap pagi maupun sore hari, dapat pula dengan pengaturan ketebalan atap naungan. Semakin tebal naungannya, maka fungsi atap naungan dapat mengurangi besarnya penguapan.
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
Apabila dalam penyiapan penyemaian transplant berjalan normal dalam artian kelembaban cukup dan kualitas benih baik, maka pada hari kesembilan transplant sudah dapat dipindahkan ke lapang sebagai tanaman sulam (tanaman pengganti). Kebutuhan benih untuk penyulaman diperkirakan 10%- 20% dari total kebutuhan benih. Bedengan untuk penyiapan penyemaian transplant dibuat dari arah utara ke selatan dengan atap naungan menghadap ke arah matahari, dengan tujuan agar sinar matahari pagi dapat secara leluasa masuk ke areal pembibitan. Untuk lebih jelasnya tempat penyemaian transplant dapat dilihat dalam Foto 3.11. Untuk edamame, jarak tanam yang biasa digunakan adalah 20 x 25 cm dan 20 x 10 cm2 tergantung atas macam varietasnya. Penanaman “edamame” di Jember dilakukan dengan cara meletakkan satu benih saja ke dalam setiap lubang, yang kedalaman penanamannya dapat diatur dengan memberi pembatas yang tidak melebihi 3 cm. Setelah lubang tanam terbentuk barulah benih dimasukkan ke dalam lubang tanam lalu ditutup tanah. Yang perlu diperhatikan dalam proses penutupan lubang tanam yaitu jangan sampai memadatkan tanah penutupnya, karena hal ini akan dapat m enghambat munculnya kecambah. Kecambah yang sulit muncul karena terhambat akibat pemadatan tanah akan berakibat pertumbuhan selanjutnya dari tanaman menjadi tidak normal.
3.9. Pemberian Mulsa
Foto 3.10. Tanaman edamame di nurs ery Dok. Pribadi
Foto 3.11. Penyemaian tr ans plant tanaman edamame di nurs ery yang disiapkan langsung di lapangan di are al lahan hutan PT Perhutani, di desa Pancor an, Bondowoso. (Dok . Prib adi)
Ada beberapa keuntungan dengan melakukan pemberian mulsa pada tanaman edamame. Di antaranya, dengan pemberian mulsa tersebar akan menjaga kelembaban tanah, mencegah erosi akibat percikan air hujan ataupun air siraman serta mengurangi pertumbuhan gulma. Dalam hal ini dipergunakan mulsa jerami yang juga sekaligus
41
Membangun Agrobindustri
akan menambah kadar bahan organik untuk mempertahankan kesuburan tanah itu sendiri. Kebutuhan jerami untuk setiap satuan luas tergantung tebal mulsa yang dikehendaki. Cara pemberian mulsa jerami yaitu dengan meletakkan jerami di atas bedengan yang sudah ditanami denga n be ni h edam am e , se ba ik ny a muls a diletakkan sampai batas tepi dari bedengan seperti terlihat pada Foto 3.6.
3.10. Pemeliharaan Tanaman 3.10.1. Pengairan Suatu tanaman akan tumbuh baik apabila dalam kondisi yang optimal. Salah satu kondisi yang dapat menentukan tumbuh tidaknya tanaman adalah tersedianya air bagi tanaman. Untuk kedelai eda mame k ebutuhan ai r dimulai dari se jak perkecambahan sampai dengan kedelai masak. Pertumbuhan kedelai Jepang edamame dibagi menjadi dua stadia, yaitu stadia vegetatif sejak munculnya tanaman di tanah sampai dengan akan berbunga. Dan stadia generatif dimulai sejak berbunga sampai dengan polong masak fisiologis. Untuk melakukan pengairan edamame harus diperhatikan waktu-waktu kritisnya, yaitu: a. Periode pertumbuhan aktif b. Periode pembungaan c. Periode pembentukan polong dan d. Periode pengisian polong
a
b
Foto 3.12. Pe rtum buhan tanam an edamame normal dan tanaman tidak norm al. (Dok . Prib adi) dan Tanaman te rse rang vir us keri ting k edelai (Soyb ean stunt vir us, S SV). Dok. Pr ibadi.
42
Apabila kekeringan terjadi pada periodeperiode tersebut akan berdampak negatif, misalnya terjadi kekeringan di masa pertumbuhan akan berakibat me ngham bat pertumbuha n da un, m el uruhk an da un-da un da n percaba ngan. Sedangkan apabila kekeringan terjadi pada fase pembungaan akan banyak bunga yang rontok berguguran. Apabil a t erj adi pada fas e pertumbuhan polong maka pertumbuhan polongnya
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
akan terhambat, bahkan dapat meluruhkan polongpolong yang sudah terbentuk. Sedangkan di fase pengisian polong, apabila tidak tersedia air yang cukup berakibat berkurangnya jumlah biji dan kepadatan ukuran biji (polong kepak tidak berisi). Berbagai cara pemberian air yang telah dikenal adalah: a. Dengan penyiraman, pelaksanaannya dilakukan saat mulai benih ditanam sampai dengan tanaman muncul dan daun unifoliolat berkembang. b. Pemberian air melalui alur-alur antarbaris atau antarbeberapa baris tanaman yang dikenal dengan sistem “lep”. Dengan sistem “lep” ini kelembaban tanah akan bertahan lebih lama.
Foto 3.14. Irig asi si stem “lep” pada tanaman e damame stadia V I, 10 HST.
Keadaan air yang baik untuk pertumbuhan kedelai yaitu berkisar antara 100-60% kadar air pada kondisi kapasitas lapang. Pada dasarnya pasokan air bagi tanaman edamame sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Oleh karena itu, interval pemberian air perlu memperhatikan tekstur tanah dengan cermat, agar edamame dapat tumbuh-berproduksi dengan baik dan optimal. Khususnya edamame yang ditanam pada bulan Oktober, diperkirakan yang akan menjadi masalah bukan kekurangan air melainkan sebal iknya. Jadi di si ni yang penting j ustru bagaimana agar aerasi tetap berjalan baik. Oleh karena itu, sistem tanam dengan bedengan gotgot atau saluran drainase di antara bedenganbedengan justru sangat dibutuhkan (Perhatikan gambar bedengan pada Foto 3.3., 3.5., 3.14., 3.15. dan bandingkan dengan Foto 3.4.).
3.10.2. Penyulaman Penyulaman perlu dilakukan karena tidak akan semua benih tumbuh, sedang penyulaman pada budi day a e da m am e berbeda cara ny a dibandingka n peny ul am a n k edel a i bia sa .
Foto 3.15. Sistem pe nyiram an manual dengan ge mbor pada bedengan se telah pe letakan benih dan mulsa jerami. (Do k. Sig it H. Samsu dan Keli k M)
43
Membangun Agrobindustri
Penyulaman kedelai biasa dengan menggunakan benih, sedang pada edamame penyulaman dengan menggunakan bibit yang sudah ditumbuhkan terlebih dahulu (disebut transplant) di dalam bilik pembibitan atau nursery. Penyemaian transplant dilakukan bersamaan dengan saat tanam benih edamame di lapang. Penggunaan transplant pada penyulaman edamame ini dikarenakan pertumbuhannya yang sangat pesat, sehingga apabila penyulaman tidak dengan transplant akan berakibat tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya karena adanya persaingan dengan tanamantanaman yang sudah tumbuh terlebih dahulu, khususnya terjadinya kompetisi terhadap kebutuhan akan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Waktu penyulaman dilaksanakan pada saat tanaman berumur sekitar 914 hari. Oleh karena itu, pada umur ini transplant sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, khususnya dengan sinar matahari. Kalau penyulaman terlalu muda dikhawatirkan tanaman tidak tahan terhadap pengaruh sinar matahari secara langsung, sedangkan kalau umur transplant terlalu tua akan berakibat pertumbuhan tanaman tidak normal. Pertumbuhan tidak normal ini bisa juga diakibatkan oleh kondisi perakaran yang terhambat. Cara penyulaman dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu, kemudian plastik polybag dilepas dan transplant dimasukkan ke dalam lubang tanam untuk selanjutnya ditutup dan disiram.
3.10.3. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk memberantas dan mencegah pertumbuhan gulma sekaligus juga untuk memberikan kondisi aerasi yang baik.
3.10.4. Waktu Tanam Dari pengalaman saya ternyata kedelai edamame dapat diusahakan budi dayanya sepanjang tahun, asalkan persyaratan-persyaratannya dapat dipenuhi. Namun secara umum kegiatan tanam dapat dibedakan atas tiga waktu bertanam kedelai, yaitu: I. Antara bulan April-Juni yang dikenal musim Kedelai Rojo II. Antara bulan Juli-September sebagai musim Kedelai Bedu III. Antara bulan November-Januari sebagai musim Kedelai Rendengan. Dari ketiga musim tanam tersebut akan memerlukan teknik-teknik budi daya yang berlainan. Untuk kedelai yang ditanam pada sekitar April biasanya langsung ditanam tanpa pengolahan tanah (TOT), sedangkan untuk kedelai Bedu pengolahan tanah biasanya dilakukan minimal. Sedangkan untuk penanaman kedelai pada bulan sekitar November pembuatan drainase harus betul-betul mendapat perhatian, karena pada waktu itu akan banyak turun
44
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
hujan. Khususnya pada kedelai edamame penanaman skala luas dapat dilaksanakan antara bulan November s.d. Februari. Periode tersebut sesuai dengan kepentingan waktu pemasaran ekspor, khususnya sebagai persiapan para importir di Jepang untuk menghadapi datangnya musim panas. Untuk mempermudah pelaksanaan operasional lapangan, baik untuk program tanam maupun hal-hal lainnya, maka di PT Mitratani Dua Tujuh kegiatan satu tahun dibagi menjadi 52 minggu atau 52 TMK (Tanam Minggu Ke), sehingga akan dengan mudah dapat dibuat perencanaan kerja yang matang dan baik secara mingguan.
3.10.5. Tanam dan Penebaran Mulsa Untuk memperoleh produksi optimal maka cara tanam harus dilakukan dengan baik. Dalam hal ini penanaman dilakukan dengan cara seperti ditugal, namun tidak seperti halnya penugalan pada kedelai lokal yang mempergunakan tongkat dan dilakukan sambil tetap berdiri sembari berjalan. Pada edamame penugalan dilakukan dengan sebatang kayu kecil yang ditekankan di atas bedengan tanah sedalam 2,0-3,0 cm. Atau biasanya yang dipakai dengan mudah sebagai pedoman di lapangan untuk ukuran kedalaman penugalan adalah sepanjang ruas satu buku telunjuk jari tangan. Dengan cara ini, kedalaman penugalan tetap terjaga dan pertumbuhan kecambah tidak akan terganggu akibat lubang tugal yang terlalu dalam.
Diagram 3.8.
Satu ruas jari telunjuk sebagai pedoman ukuran penugalan benih di lapangan. (Dok. Pribadi)
Setiap lubang hasil tugalan masing-masing diberi satu butir biji benih edamame (di Taiwan dan Cina diisi dua butir), kemudian lubang ditutup dengan tanah secara merata dan tidak dipadatkan (untuk menutupi benih agar tetap berada di tempatnya serta untuk menjaga kelembaban bagi benih tetap terjaga). Mulsa jerami ditebarkan
Foto 3.16. Menteri Per tani an RI, Ir. War dojo (1) mem perhatik an penjelasan dar i seo rang OL, dan Bapak Muchtar (2) Dir ut PT ASEI me lak ukan tanam benih di atas bedengan siap tanam di Jemb er. (Dok . Prib adi)
45
Membangun Agrobindustri
Foto 3.17. Edamame Umur 21 HST yang ditanam di lahan sawah be rting kat (te rasir ing). (Dok . Prib adi)
Foto 3.18. Say a & Edamame Bawah Naung an (EBN) Um ur 25 HST (a) dan Naung an EBN dib uka sete lah mem asuki masa pengisian pol ong dimulai umur 35 HST (b ). (Dok . Prib adi)
a
b
46
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
sejajar dengan lebar guludan (bedengan). Mulsa diletakkan tidak terlalu rapat dan padat, namun dapat menutupi permukaan bedeng secara merata. Segeralah dilakukan penyiraman dengan gembor agar mulsa (yang basah tersiram air) tidak terbang tertiup angin serta melekat terhadap permukaan tanah. Penyulaman dilakukan (ketika umur tanaman antara 9-14 HST), di mana saat itu telah terlihat dengan jelas benih yang tidak tumbuh dalam bedengan untuk segera digantikan dengan transplant berumur sama yang diambil dari nursery. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal perl u di l ak uka n pengat ura n j ara k ta nam . Peningkatan tingkat kerapatan tanaman persatuan luas sampai batas tertentu dapat meningkatkan hasil secara optimal. Akan tetapi, penambahan jumlah tanaman selanjutnya akan menurunkan hasil, akibat terjadinya kompetisi kebutuhan atas hara, air, dan penyinaran matahari.
3.11. SDM Budi Daya Kedelai Edamame Dalam upaya membangun agroindustri kedelai edamame, saya melalui Pamulang Integrated Farming-Saung Mi rwan bek erja sa ma denga n PT Perkebunan XXVII (Persero) dan Universitas Jember telah melakukan kegiatan pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1992-1993). Dalam kegiatan tersebut, telah dilatih secara khusus 40 orang lulusan D-3 hasil seleksi dari Politeknik Pertanian seluruh Indonesia, 200 orang lulusan SLTA dan 500 orang petani maju. Kegiatan ini merupakan persiapan pembentukan PT Mitratani Dua Tujuh kelak.
Foto 3.19 Ke delai Sayur (Edamam e) Umur 55 HST (a) dan Umur 73 HST (b) di Jemb er. (Do k. Suyono, MS & Kelik M)
Foto 3.20. Pro f. Kabul Santoso , Rek tor Univ ersitas Jemb er, mengamati polong edam ame siap panen umur 78 HST saat bersama saya di Xi-Am en, Cina Daratan. (Dok . Prib adi)
47
Membangun Agrobindustri
Foto 3.21. Par a Supervi sor Lapangan: Sety anto no, AMD, Nurhadi, AMD, Suroso, AMD dkk bersama Fr ansTi js, Seorang Gene ral Manager Asing profesional yang saya sewa saat Pelaksanaan Uji Coba dan Pelatihan Budi Daya Ke delai Jepang di Je mbe r (1992-1993). (Dok . Prib adi)
48
CARA BERCOCOK TANAM EDAMAME
49
Membangun Agrobindustri
50
INOKULASI RHIZOBIUM DAN HARA TANAMAN KEDELAI
Bab
4
INOKULASI RHIZOBIUM DAN HARA TANAMAN KEDELAI
51
Membangun Agrobindustri
4.1. Inokulasi Rhizobium Pada dasarnya tanaman kedelai edamame yang dikembangkan di Jember kebanyakan mempergunakan lahan sawah yang sudah pernah ditanami kedelai sebagai rotasi tanaman setelah tanaman padi. Jadi, sebenarnya tidak diperlukan proses inokulasi Rhizobium kembali pada benih maupun pertanaman edamame, mengingat bakteri Rhizobium ini dapat bertahan sampai dengan lima tahun di dalam tanah. Namun dari hasil penelitian menggambarkan bahwa, tanaman kedelai adalah “konsumen” Nitrogen yang besar, yakni memerlukan 1 kg N untuk setiap 10 kg biji yang dihasilkan. Dengan demikian, setiap produksi 2,5 ton biji kedelai per hektar tanaman ini memerlukan 250 kg N/ha. Sebagian besar kebutuhan N tanaman kedelai dipasok langsung oleh bakteri Rhizobium yang mampu membentuk bintilbintil akar distem perakaran kedelai dan mampu menambat N dari udara (N2) di dalam tanah.
4.1.1. Penambatan Nitrogen Efisiensi penambatan N oleh bakteri Rhizobium tergantung pada aras (level) nitrat di dalam tanah. Kadar nitrat yang tinggi di dalam tanah akan menghambat aktivitas Rhizobium. Oleh karena itu, hanya sebagian saja dari total kebutuhan Nitrogen tanamn kedelai yang diperoleh melalui mekanisme penambatan N2 dan sisanya disuplai dari N yang ada di dalam tanah yang sangat kurang mampu menyediakan N bagi tanaman. Aktivitas Rhizobium akan lebih aktif dalam mensuplai kebutuhan N tanaman kedelai secara penuh.
4.1.2. Inokulasi Benih Kedelai dengan Rhizobium Kebanyakan nodulasi Rhizobium secara alami dalam tanah kurang efektif. Benih harus diinokulasi Rhizobium sebelum ditanam untuk memastikan terbentuknya inokulasi, terutama di dalam tanah-tanah yang sebelumnya tidak ditanami kedelai. Apabila inokulasi di tanaman kedelai sebelumnya baik, sebenarnya tidak dibutuhkan lagi inokulasi Rhizobium pada benih kedelai yang akan ditanam kemudian. Namun untuk meyakinkan terbentuknya bintil akar, masih direkomendasikan adanya inokulasi Rhizobium. Menurut pengalaman rekan kerja saya, Suyono MS, dari beberapa strain Rhizobium hanya strain kelompok CB 1809 H yang baik untuk inokulasi benih kedelai. Ada dua cara yang direkomendasikan dalam inokulasi Rhizobium, yakni (i) cairan kental bakteri yang langsung diinokulasikan ke benih dan (ii) disemprotkan ke tanah (media tumbuh) pada saat tanam. Cara lain adalah benih dikabutkan (dust) secara kering dengan bakteri Rhizobium. Cara ini
52
INOKULASI RHIZOBIUM DAN HARA TANAMAN KEDELAI
mudah dan sederhana, namun inokulant banyak yang hilang dan tidak efektif. Prosedur diuraikan di bawah ini: 4.1.2a. Inokulasi Cairan Kental Rhizobium Cara ini dianjurkan dan efektif, pelaksanaannya sebagai berikut: (1) Inokulant (Rhizobium) dicampur dengan air dingin hingga seperti encer, atau menggunakan zat perekat sebagai pilihan. (2) Benih dicampur dengan bubur cair inokulant dengan takaran 4 liter per 100 kg benih. (3) Gunakan pencampur semen (molen) atau alat yang sesuai sebagai pencampur dan lakukan jangan terlalu lama atau terlalu keras karena dapat merusak benih. (4) Benih kering udarakan dan jangan kena panas atau sinar matahari langsung. (5) Inokulasi perlu diulang apabila benih tidak ditanam dalam 48 jam. 4.1.2b. Penyemprotan Inokulant Pelaksanaannya sebagai berikut: (1) Inokulant dicampur air dan disemprotkan langsung ke permukaan tanah/ bedengan media tumbuh kedelai pada saat tanam (setelah benih ditanam). (2) Takaran yang dianjurkan 100 liter/ha sampai 250 lt/ha. Bakteri Rhizobium tidak dapat bertahan lama dalam kondisi panas, kering, dan terik matahari. Namun bakteri ini dapat bertahan sampai lima tahun pada bintil perakaran meskipun lahan tidak ditanami kedelai. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman kedelai apabila ditanam di lahan yang dulunya merupakan lahan pertanaman kedelai meskipun ada tenggang waktu kosong yang cukup lama tidak ditanam kedelai, nodulasi masih dapat terbentuk. Di kebanyakan tanah, Rhizobium akan berkembang pada hari ketiga setelah tanam dan 3-4 hari kemudian mulai membentuk koloni di perakaran. Pada 7-10 hari kemudian muncul bintil akar yang mampu memasok N bagi tanaman kedelai. Daya tahan inokulant Rhizobium tergantung dari perawatannya, yakni dingin dan lembab, terutama pada minggu pertama setelah aplikasi. Waktu tanam kedelai dengan aplikasi Rhizobium seyogianya pada pagi atau sore hari, dan gunakan mulsa jerami guna meredam panas di permukaan tanah setelah benih ditanam. Bahan inokulant agar disimpan di tempat dingin (di “refrigerator”) .
53
Membangun Agrobindustri
4.2. Kemasaman Tanah (pH) Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kisaran pH tanah 4,5-8,5 tergantung dari kultivarnya. Kebanyakan unsur hara tanaman tersedia pada tanah-tanah netral (pH 6,5-7,5). Pada nilai pH > 8,0 unsur-unsur hara makro terutama seng (Zn) akan kurang tersedia, sedangkan apabila kemasaman tanah meningkat yakni pH > 5,5 maka Molybdenum (Mo), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) menjadi sangat kurang tersedia bagi tanaman. Aluminium (Al) dan Mangan (Mn) meningkat dan akan meracun tanah serta menghambat nodulasi Rhizobium. Ada beberapa kultivar kedelai yang toleran terhadap kemasaman tanah, namun apabila kadar Al mencapai 15% dari total nilai tukar kation (Cation Electricity Conductivity) maka produktivitas kedelai akan turun drastis. Keracunan tanaman akan dijumpai pada nilai pH 4,5 di mana pengapuran dengan kapur pertanian (kaptan) adalah salah satu cara mengatasi problematika tanah masam. Akan tetapi, pelaksanaannya harus hati-hati dan dengan cara yang benar serta diikuti dengan tindakan lain untuk mencegah dampak negatif pengapuran yang mungkin terjadi.
4.3. Hara Tanaman Kedelai Tanaman kedelai membutuhkan nitrogen (N), pospor (P), dan kalium (K) dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penetapan kebutuhan hara tanaman kedelai diperlukan analisis tanah dari lahan pertanaman untuk mengetahui ketersediaan unsur hara terutama N, P, dan K serta kemasaman tanah (pH).
4.3.1. Fosfor (P) Tanaman kedelai membutuhkan P lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lainnya, contohnya setiap 2,5 ton biji/ha memerlukan 16 kg P/ha, sedangkan jagung hanya 11 kg P/ha. Serapan P oleh tanaman kedelai terjadi selama kurun waktu pertumbuhannya. Periode kebutuhan terbesar pada saat mulai pembentukan polong hingga ± 10 hari sebelum biji berisi dan berkembang penuh. Pada tanah-tanah yang rendah ketersediaan P-nya, maka kedelai sangat tanggap (respons) terhadap pemupukan P. Namun demikian, hasilhasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini lebih tanggap terhadap residu P dari pemupukan P takaran tinggi pada periode tanaman kedelai. Tanaman kedelai yang ditanam setelah padi, pada umumnya memerlukan
54
INOKULASI RHIZOBIUM DAN HARA TANAMAN KEDELAI
pemupukan > 40 kg P/ha. Cara pemupukan lokal atau pada alur (band placement) dianjurkan dalam pemupukan P di tanah masam. Pupuk yang digunakan dapat DS, TSP, dan SP-36.
4.3.2. Nitrogen (N) Secara teoretis, apabila nodulasi Rhizobium baik, maka kebutuhan N kedelai dapat dicukupi dari N2. Namun demikian, pemupukan 20 kg N/ha pada saat menjelang tanam masih diperlukan karena kebanyakan tanah pertanian saat ini miskin N.
4.3.3. Kalium (K) Tanaman kedelai adalah “konsumen berat” hara K, diperlukan 70 kg/ha untuk setiap produksi 2,5 ton biji kedelai/ha.
4.3.4. Belerang (S) Kebutuhan S jarang dijumpai pada tanaman kedelai apabila single super phosphate digunakan secara teratur dalam pemupukan.
4.3.5. Molybdenum (Mo) Kekahatan Mo adalah problem yang sering dijumpai di tanah masam. Unsur ini sangat sedikit dibutuhkan tanaman pada umumnya. Namun kedelai memerlukan lebih banyak Mo dibandingkan tanaman lainnya dalam kaitannya dengan penambahan N2 oleh Rhizobium. Pemupukan Mo pada tanah masam dengan takaran 50 g/ha dilakukan setiap 4 tahun sekali.
4.3.6. Seng (Zn) Kekahatan Zn banyak dijumpai nilai PH > 8.0, terutama yang secara alami tanah mengandung P tinggi. Pada tanah tergenang cukup lama (beberapa bulan), ketersediaan Zn juga rendah sekali. Pencegahan kekahatan Zn dapat dilakukan dengan cara pemupukan 30 kg Zincozide/ha, setiap 5-7 tahun sekali.
4.4. Salinitas Tanah Tanaman kedelai toleran terhadap salinitas tanah. Produktivitasnya tidak terpengaruh pada kadar salinitas sampai dengan 5 millisiemens.
55
Membangun Agrobindustri
Foto 4.2. Ar eal pe rtanam an te mbakau bawah naung an (TBN) di Jember , diam bil dar i hel ikopter. (Dok . Prib adi)
Foto 4.3. Keg iatan uji coba edamame bawah naung an (EB N). (Dok . Prib adi)
56
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Bab
5
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
57
Membangun Agrobindustri
5.1. Hama Perlindungan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit sangat penting, karena kerusakan tanaman yang disebabkan oleh serangan hama dapat mengakibatkan turunnya produktivitas, gagal panen, bahkan puso. Sedangkan apabila bijinya yang cacat produk tidak bisa dijual. Penggunaan pestisida juga harus dilakukan secara hati-hati, mengingat ambang batas residu yang ditetapkan bagi kedelai, khususnya edamame sangat ketat. Kedelai adalah tanaman yang sangat rawan terhadap serangan hama dan penyakit di setiap tahap pertumbuhannya. Bahkan dari segi jumlah “musuh”, tanaman kedelai ini tidak bisa dikatakan main-main. Menurut Okada (1988), tidak kurang ada 111 jenis. Mulai dari Ophiomya phaseoli , Melanagromyza sojae , Melanagromyza doli chostigma , Agrotiss spp , Longitarsus suturellinus, Aphios glycines, Bemisia tabaci, dan masih berderet lainnya yang bisa menghabiskan halaman ini bila disebutkan semuanya. Khusus untuk pengendalian hama, sangat perlu pengenalan tipe, perilaku, dan daur hidup hamanya. Hama yang berbeda menyerang bagian-bagian tanaman pada setiap tahap pertumbuhannya, seperti lalat buah yang secara umum dikenal sebagai agromyza, ulatnya justru membuat terowongan di bagian tengah (empulur) batang setelah kotiledon muncul dari dalam tanah. Hama penggerek buah menyerang pada saat stadia pembuahan sejak saat pembungaan. Sedangkan ulat penggulung daun bahkan menyerang sepanjang stadia tumbuh. Pengendalian hama penyakit dimulai sejak benih menjelang ditanam, yaitu dengan perlakuan rawat benih ( seed treatment ) menggunakan insektisida (Marshall), bahkan biasanya dapat dicampur dengan fungisida (Orthocide) yaitu untuk perlindungan awal terhadap hama lalat buah dan cendawan. Cara pengendalian untuk setiap hama berbeda, yakni dilakukan 3-5 hari setelah benih berkecambah dan muncul di permukaan tanah (emergence), dan segera dilakukan penyemprotan pada tanaman untuk mencegah serangan hama agromyza. Pada saat terjadi serangan awal hama penggerek polong, penyemprotan dilakukan secara teratur berdasarkan pertimbangan ekonomis. Sebagai tanaman yang berorientasi kualitas (product quality) maka kehati-hatian dalam pengendalian hama sangat penting untuk mendapat daya hasil yang tinggi dengan efek minimal terhadap lingkungan. Di kalangan petani, pengendalian hama dengan insektisida merupakan cara yang paling favorit. Gampang, dan bahannya mudah didapatkan. Namun pada kenyataannya, persoalan mengatasi hama ini bisa dikatakan hampir tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Dan penyebab hal ini justru kebanyakan datang dari petani. Antara lain kemampuan dalam mengidentifikasikan hama dan gejala serangan hama yang sangat lemah.
58
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Umumnya petani hanya mengenal jenis serangga yang sedang makan tanaman. Padahal, tidak semua fase pertumbuhan saat hama makan tanaman. Petani tidak paham, bahwa di luar fase tersebut serangga mengalami berbagai perubahan bentuk (metamorphose). Mulai dari telur-larva-kepompong sampai menjadi imago, yang sebagian besar tidak makan tanaman kedelai. Akibatnya, tindakan pengendalian hama selalu terlambat dan tidak tepat waktu. Kelemahan lain adalah dalam mengidentifikasi kerusakan. Sering terjadi, mereka baru sadar setelah populasi hama cukup tinggi. Atau saat larva sudah melewati fase instar IV yang lebih tahan terhadap insektisida. Pada umumnya kalibrasi penakaran (dosis) dan konsentrasi terhadap volume semprot larutan dalam penggunaan pestisida maupun insektisida tidak diperhatikan dengan saksama. Padahal dengan perlakuan tersebut, pengendalian hama menjadi tidak efektif, bahkan dapat memancing terjadinya evolusi hama menjadi resisten dan tetap menambah populasinya. Akibatnya, dosis yang dipergunakan untuk membasmi hama justru semakin meningkat. Insektisida banyak dipergunakan untuk pengendalian hama tanaman kedelai. Tindakan ini dapat dibenarkan dalam usaha pengendalian hama yang berdasarkan kondisi intensitas ada dan tidaknya hama, atau atas dasar ambang kendali. Pencegahan hama dengan penyemprotan insektisida sering kali memboroskan biaya, terlebih harga insektisida juga semakin mahal. Di samping itu, pemakaian insektisida yang berlebihan juga merupakan tindakan yang “tidak akrab lingkungan”. Namun demikian, tindakan pengendalian berdasarkan keadaan tanaman yang sudah rusak sering merupakan tindakan yang terlambat, sehingga populasi hama sudah sulit dikendalikan dan petani akan rugi besar. Resistensi hama bisa makin cepat terjadi jika perilaku penggunaan insektisida tidak rasional. Misalnya, dalam frekuensi penyemprotan dan pemakaian dosis yang tinggi, serta pencampuran lebih dari satu jenis dengan tidak memperhatikan kompatibilitasnya. Bila keadaan tersebut terus berlanjut, bisa terjadi resistensi silang maupun ganda. Oleh karena itu, di samping penggunaan alat semprot yang cukup dan memenuhi syarat serta aplikasi dan kalibrasi penggunaan dosis insektisida maupun pestisida yang tepat, maka pengendalian hama utama secara visual oleh petani dan petugas terkait di lapangan sangat penting. Di samping cara aplikasi insektisida yang masih memerlukan perbaikan, maka peningkatan pengetahuan petani tentang pengenalan jenis dan perilaku hama utama kedelai perlu ditingkatkan pula. Kebanyakan petani hanya mengenal jenis hama pada saat stadia merusak tanaman, sedangkan “hama” pada stadia awal sebelum merusak tanaman, belum banyak diketahui. Oleh karena itu, pelaksanaan program pengendalian hama secara terpadu merupakan prioritas, sedangkan insektisida digunakan apabila benar-benar diperlukan dan merupakan usaha terakhir apabila cara lain sudah tidak dapat
59
Membangun Agrobindustri
digunakan lagi. Foto 5.1. sampai 5.21. adalah foto-foto beberapa hama dan penyakit utama kedelai yang sangat perlu dikenali berkaitan dengan upaya mengendalikannya.
Tabel 5.1. Hama Utama pada Setiap Stadia Fase Tumbuh Kedelai Sayur
10-15 HST Lalat buah yang ulatnya merusak empulur batang
Fase Pembentukan dan Pengisian Buah
Fase Menjelang Berbunga
Fase Tumbuh Awal
70 HST
35-40 HST
Lalat buah yang ulatnya merusak empulur bagian tengah atas batang.
Ulat penggulung daun
Ulat perusak daun
Ulat penggerek buah Serangga pengisap buah
5.1.1. Beberapa Hama Utama Tabel 5.2. Jenis Hama Penting dan Saat Penyerangan Selama Masa Pertumbuhan Kedelai Edamame
60
No.
JENIS HAMA
< 10
11-30
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Ophiomya phaseoli Melana Agromyza Sojae Melanagromyza dolichostigma Agrotis spp Longitarsus suturellinus Aphis glycines Bemisia tabaci Phaedonia inclusa Spodoptera litura Chrysodeixis chalcites Lamprosema indicata Helicoverpa spp Etiella spp Riptortus linearis Nezaraviridula Piezodorus hybneri
+++ +
+ +
++ + +++ +++ +++
31-50
51-70
+ ++ ++ +++ ++ ++ + ++ +++ +++ +++ +++
+
> 70
+ +
+ +++ +++ +++ + + + +++
+ ++ +++ ++ + ++ +++ +++ +++ +++
+++ + ++ ++ ++
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Keterangan: Sumber: Marwoto (2000) + Kurang membahayakan kehadirannya saat itu ++ Membahayakan kehadirannya saat itu +++ Sangat membahayakan 5.1.1.1. Penggerek/Perusak Empulur Batang atau Lalat Buah Serangan hama ini terjadi di fase awal pertumbuhan yang mengakibatkan kegagalan panen lebih dari 80% pertanaman. Serangan hama ini merupakan kasus yang sangat serius dalam pengembangan kedelai di Indonesia. Nama Ilmiah Famili Ordo Karakter
: : : :
Melanagromyza sojae (Ophiomya sojae) Agromyzidae Diptera - Warna lalat kelabu hitam - Panjang 2,5-3,0 mm - Larva muncul (menetas) 2-3 hari - Stadia larva 11-15 hari Perilaku : Telur diletakkan pada daun pertama yang muncul. Setelah menetas larva mengebor masuk melalui tungkai daun ke dalam cabang atau batang. Bila pengeboran ini berlangsung pada stadia V1V2, maka tanaman akan mati. Bila kejadiannya setelah V2, maka tanaman akan tumbuh kerdil. Tanaman inang : L alat buah ti nggal dan hidup di tana man Leguminosa seperti kacang hijau, kedelai (grain soybean) dan buncis atau tanaman sejenisnya. Musuh alami : (1) Plutacia sp, sebagai parasit larva (2) Biosteres sp, sebagai parasit larva (3) Pleromalid, parasit pulpa Pencegahan dan penanggulangan (dengan insektisida): (1) Marshall (sesuai anjuran baik untuk seed treatment maupun penyemprotan) (2) Azodrin 60% WSC (40 cc/20 lt air) pada 12,5-25 lt/ha (3) Phosy 20% EC (50 cc/20 lt air) pada 12,5-25 lt/ha. Pencegahan dan penanggulangan dengan tindakan kultur teknis, di antaranya saat tanam agar dapat diatur sebagian pada bulan Maret-April, Juni-Juli, dan November.
61
Membangun Agrobindustri
5.1.1.2. Aphid Nama Ilmiah Famili Ordo Karakter
Tanaman inang Musuh alami
: : : :
Aphis glycines Matsumura Aphididae Homoptera Seekor Aphid dewasa dapat menghasilkan 27 Aphid muda yang dalam waktu 13-14 hari berkembang menjadi aphid dewasa. Baik Aphid muda maupun dewasa hidup dengan cara menyedot cairan (juice) dari batang, cabang, daun dan polong muda kedelai. Akibatnya tanaman juga tumbuh kerdil, daya hasil m enurun dan ti m bulny a peny ak i t. H a ma ini menyerang tanaman mulai stadia V3 hingga R-3 atau R-4, baik pada musim kemarau maupun penghujan. Perbanyakannya sangat cepat pada kondisi musim kering yang panas dan hama ini dapat sangat merusak tanaman. : Hampir semua leguminosa : (1) Kumbang (beetle) (2) Aphidus sp (3) Fruitfly
Pencegahan dan penanggulangan: (1) Thiodan 35% EC (40 lt/20 lt air) pada 375-500 lt/ha (2) Tamaron 600 SL (40 lt/20 lt air) pada 375-500 lt/ha (3) Azodrin 60 % WSC (40 lt/20 lt air) pada 375-500 lt/ha
5.1.1.3. Penggerek Polong (Pod Borer) Nama Ilmiah : Heliopthis amigera Hubner Famili : Noctuidae Ordo : Lepidoptera Karakter : Kupu-kupu terbang malam, bertelur per hari ± 1000 butir di bagian bawah daun, dengan warna telur putih. Larva menetas 2-3 hari. Biasanya ulat mempunyai dua garis warna kuning di bagian punggung atau badan. Perkembangan larva meliputi 6 instar selama 15-21 hari. Kupu-kupu bertelur pada stadia V4-V5, dan sangat merusak tanaman pada stadia instar kedua dan ketiga memakan bunga dan polong muda sampai mencapai instar 6. Kerugian tanaman bisa mencapai > 60%. Tanaman inang : Kapas, tembakau, jagung, kedelai, kacang hijau dan tomat
62
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Musuh alami : (1) Trichrogramma sp, parasit telur (2) Predatory Stink Bug, parasit larva (3) Orphionea indica Pencegahan dan penanggulangan: (1) Tamaron 600 SC (40 lt/20 lt air) pada 625 lt/ha (2) Karate 2,5% EC (20 cc/lt air) pada 325 lt/ha Ketiga hama utama di atas yang sering kali menimbulkan kerusakan yang sangat merugikan dalam pengembangan kedelai di Indonesia. Hama lainnya yang juga perlu mendapat perhatian serius adalah Spodoptera sp, Etiella sp dan Bemisa tabaci atau yang lebih dikenal dengan kutu putih/kutu kebul.
5.1.1.4. Kutu Kebul Nama Ilmiah Famili Ordo Karakter
Tanaman inang
: : : :
Bemisida tabaci Gennadus Aleyrodidae Homoptera Serangga dewasa kutu kebul berwarna putih dengan sayap jernih, ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Ukuran tubuhnya berkisar 1-1,5 mm. Serangga dewasa meletakkan telurnya di permukaan bawah daun muda. Telur berwarna kuning terang da n be rta ngk ai s epe rti ke rucut. Sta dia tel ur berlangsung selama 6 hari. Kutu kebul ini perlu serius diperhatikan karena sebagai vektor penyakit virus (soybean crinkle leaf). Apabila kutu putih ini menyerang kedelai pada stadia V1-V2, akan terjadi keriting daun-daun atas. Namun bila serangannya pada stadia V3, maka kerusakannya bisa lebih besar dari 60%. Sedangkan bila menyerang pada stadia V4-V5, kerusakan kurang berarti. : famili Solanaceae (tembakau) dan leguminosae (kacang-kacangan).
Pencegahan dan penanggulangan: (1) Monocrothopos (20 cc / 20 lt air) pada 312,5 lt/ha
63
Membangun Agrobindustri
(2) Dimethose (20 cc/lt air) pada 312,5 lt/ha 5.1.1.5. Ulat Grayak Nama Ilmiah Famili Ordo Karakter
Tanaman inang
: : : :
Spodoptera litura fabricius Noctuidae Leidoptera Serangga dewasa berupa ngengat abu-a bu, meletakkan telur pada daun secara berkelompok. Ukuran tumbuh ngengat betina 1,4 cm, sedangkan ngengat jantan 1,7 cm. Setiap kelompok telur terdiri dari 30-700 butir yang ditutupi oleh bulu-bulu berwarna merah kecokelatan. Telur akan menetas setelah 3 hari. Ulat yang baru keluar dari telur berkelompok di permukaan daun dan makan epidermis daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Ulat grayak aktif makan pada malam hari. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm, kepompong terbentuk di dalam tanah setelah 9-10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa. : Kedelai, jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam, dan kubis.
Pencegahan dan penanggulangan: (1) Tamaron 600 SC (20 cc / 20 lt air) pada 625 lt/ha (2) Karate 2,5 EC (20 cc / 20 lt air) pada 325 lt/ha
64
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
2.
Foto 5.1.(a) Ser angga Dewasa Lalat Kacang : Agro myzidae” (Ophiomy a sojae), (2) lar va di dalam empe lur batang, (3) k epompong (Do k. Repro Bruce L. Parke r)
3.
a.
c
a
b
Foto 5.2. Ham a penggere k pol ong (Etiella zincken ella), ser angga (a), kepompong (b ), Larva (c), dan ker usakan pada pol ong kedelai (d). (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
d
Foto 5.3. Ker usakan polong kede lai aki bat hama pengge rek pol ong dan ulat di dal amnya (Etiella sp). (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
65
Membangun Agrobindustri
Foto 5.4. Nim pa hama kepik hi jau (Nezer airi dula) pada polo ng kedelai (Dok . Repr o Marwoto)
Foto 5.5. Ham a Dewasa Ke pik Hi jau (Nezera vir idul a) pada polong kede lai (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
Foto 5.6. Kutu Daun (Aphis Glycyne s Matsumu ra) pada daun (a), pada pol ong (b), dan close -up fo to dari koloni Aphids pada batang k edel ai. (Do k. Re pro. Bruce L. Park er & Suyono MS)
b
c
66
a
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Foto 5.7. Kutu Daun (Aphis glycines), sebagai pengi sap cai ran daun kecil (a) dan ber geromb ol pada batang tanaman (b ). (Dok Repro Marwo to)
a
b
a
b
Foto 5.8. Serangga l alat putih dewasa dan kelom pok Kutu Keb ul (Be mis ia tabaci). (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
Foto 5.9. Ulat Gr ayak (Spodopte ra litu ral) Instar ke-1, Instar V, dan ke pompong ulat di tanah. (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
67
Membangun Agrobindustri
Foto 5.10. Tiga ekor Aphids (Aphis Gos sypii) dal am sebuah foto close -up. (Do k. Re pro Lowell L. Black )
Foto 5.11. Ulat Penggul ung Daun (He dylepta Indicata) stadia ulat dan kerusakan y ang diakibatkannya. (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
Foto 5.12. Hama pengi sap po long kedelai (Riptortus linear is). (Dok . Repr o Bruce L. Parke r)
68
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
c
a
Foto 5.13. (a) Ser angga dewasa ham a ulat Grayak (Spodoptora litur a), (b ) ser angga bertelur, dan (c) ulat Gray ak dewasa Instar 5. (Dok . Suyo no, MS dan Mar wo to )
b
Foto 5.14. Ulat buah pemak an pol ong dan se rangga dewasanya (He licover pa armiger a). (Dok . Repr o Marwoto)
a
c
b
d
Foto 5.15. Omiodes indicata, (a) Ulat Pe ngg ulung daun atau jug a disebut pelipat daun, (b) ulat dan k epompo ng, (c) Gejala peng gul ung an daun, (d) sejeni s ul at penggul ung daun lainnya (Tortricidae). (Dok . Repr o Marwoto)
69
Membangun Agrobindustri
5.2. Penyakit Beberapa penyakit utama kedelai antara lain sebagaimana tersebut di bawah ini:
5.2.1. Virus (soybean Crinkle leaf)
(a)
Pada populasi 40 kutu putih per tanaman akan sangat merugikan tanaman kedelai. Intensitas penyakit ini didorong oleh musim kering atau kekeringan. Pengendalian ditujukan kepada kutu putih (Bemisia tabaci).
5.2.2. Virus SMV (Soybean Mosaic Virus) (b) Foto 5.16. (a) Hama ulat jengkal dan (b) ser angga dewasa ulat jeng kal (Chrysodeixis chalcite s). (Dok . Repr o Marwoto)
70
Gejala
: Daun-daun berubah hijau kekuning-kuningan seperti b e r c a k - b e r c a k be rgel om bang. Tanam an ke rdil da n i nte rnodi anya pendek.
Epidemiologi
: (1) Infeksi dapat terjadi pada m us i m huj an ma upun kemarau (2) Aphid dapat sebagai vektor (3) Dapat ditularkan melalui benih atau kontak
Pengendalian
: (1) Cabut tanaman dengan akarnya dan dibuang (2) Jangan menanam benih dari tanaman terinfeksi (3) Cuci tangan sebelum/ sesudah memegang tanaman (4) Pengendalian Aphids.
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
5.2.3. Anthracnose Penyebab Gejala
Epidemiologi
: Colletotrichum truncatum (schw) Arx : - Infeksi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman - Infeksi jelas berupa “leston” warna hitam, bahkan mencolok pada V3 dan V4 - Pada umumnya infeksi terjadi di stadia R-2 karena periode inkubasinya lama. - Pada stadia R-5 & R-6 lebih parah dengan bentuk warna hitam yang tidak teratur pada polong yang terserang. : Infeksi pada musim hujan, atau pada kelembaban udara tinggi Transmisi penyakit melalui benih dan sisa-sisa tanaman.
Pengendalian : (1) Tanaman kultivar resisten (2) Semprot dengan Benomyl 30 grm/20 lt air setiap hari dari stadia R3 & R-6. (3) Bakar sisa-sisa tanaman (4) Pengendalian gulma
5.2.4. Karat Daun (Rust) Penyebab Gejala Epidemiologi
: Phakospora pachyrhizi Syd. : Bercak spora warna cokelat di bagian bawah daun : (1) Spora dapat ditularkan atau terbawa angin (2) Kondisi yang sesuai untuk penyebaran penyakit pada suhu 22-27 oC, RH>70% dan hujan terusmenerus > 10 hari.
Pengendalian : (1) Tanam kultivar resisten (2) Semprot dengan Triademifon 25% WP dan Manzate-D pada 1 grm/20 air pada 25-40 HST (3) Semprot dengan Mycobutanil 1 cc / 20 lt air pada 40 dan 54 HST.
5.2.5. Bakteri Pustule Penyebab Gejala
: Xanthomonas campestris : - Bercak-bercak hijau pucat di kedua permukaan daun adalah gejala awal.
71
Membangun Agrobindustri
- Selanjutnya bercak-bercak menjadi cokelat dikelilingi lingkaran (seperti cincin) kuning. - Bercak bisa membesar dan tidak teratur bentuknya. - Daun berwarna cokelat dan akhirnya rontok. Epidemiologi
: (1) Infeksi terjadi pada musim hujan (kelembaban tinggi) dan Suhu tinggi (> 28 oC). (2) Patogen dapat ditularkan melalui benih (3) Produksi bisa menurun 25%. Pengendalian : (1) Tanam kultivar resisten (2) Tidak menanam benih yang terinfeksi (3) Semprot dengan Copper Oxychloride
5.2.6. Purple Seed Stained : Cescopora kikuchi : Warna biji sebagian atau seluruhnya bervariasi dari jingga, ungu pucat, ungu tua menjadi ungu gelap (kehitaman). Epidemiologi : (1) Apabila 50-75% kulit permukaan biji terinfeksi maka germinasinya menurun. (2) Suhu hangat (tinggi) dengan kelembaban tinggi sangat sesuai dengan perkembangan patogen. 3) Hari-hari hujan saat panen merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan penyakit ini Kerugian : Kualitas benih menurun, sedangkan produktivitas tidak nyata apabila terinfeksi di permukaan biji kurang dari 50%. Pengendalian : (1) Tanam kultivar resisten (2) Tanam benih bebas patogen (3) Tanam tepat waktu (pada musim tanam) (4) Semprot bubur Bordeaux 5 cc/ 20 lt air dua kali sebelum berbunga dan 14 hari setelah berbunga, serta disemprot dengan dosis 15 grm/20 lt air sekali pada stadium tumbuh R-5. (5) Semprot dengan 30 grm Benomyl / 20 lt air setiap 7-10 hari, dimulai sejak stadia tumbuh R-2. (6) Rotasi dengan tanaman lain yang bukan leguminosa. Penyebab Gejala
72
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
5.2.7. Busuk Akar : Pythium sp atau Rhizoctonia sp : Daun-daun berubah warna kuning, layu dan tanaman mati Epidemiologi : Penyakit ini ditemukan atau sering dijumpai di musim kemarau pada saat petani mengairi tanaman secara penggenangan. Kerugian : Tanaman khusus pada petak-petak yang terserang busuk perakarannya dan mati. Pengendalian : (1) Jangan membiarkan air tergenang (2) Jangan sampai ada aliran air dari daerah yang terinfeksi ke tempat (pertanaman) di lain tempat karen patogen mudah menyebar. (3) Cabut tanaman terinfeksi berikut perakarannya. (4) Brujul lahan dan biarkan lahan terjemur matahari. Penyebab Gejala
Di antara penyakit-penyakit utama yang sering dijumpai di pertanaman kedelai adalah: penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phokospora pachyrhyzi , dan penyakit bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris.
5.3. Meminimalkan Risiko Serangan Hama Secara kultur teknis pengendalian hama dapat dilakukan melalui pengolahan tanah yang baik, penggunaan mulsa jerami dan pergiliran tanaman. Dari hasil penelitian, ternyata penggunaan mulsa jerami terbukti efektif untuk mengendalikan lalat bibit kacang (Ophiomya pasheoli). Dengan 5 ton mulsa jerami untuk menutupi satu hektar lahan penanaman, mampu mengurangi lebih dari separuh jumlah telur dan populasi lalat bibit kacang. Namun penggunaan insektisida dari kacamata bisnis? Tentu secara jujur bagi pelaku yang tidak sadar lingkungan akan selalu melihat dari segi nilai praktis dan nilai ekonomisnya saja sebagai pertimbangan utama, tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi kelak. Pandangan tersebut tentu akan berbeda apabila kita memperhatikan lingkungan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut.
5.3.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang baik dapat menekan serangan hama belalang, lundi dan serangga yang ada di dalam tanah. Pembalikan tanah akan membunuh
73
Membangun Agrobindustri
serangga karena sengatan panas matahari langsung mengenai tubuh atau hama termakan predator setelah terangkat ke permukaan. Pergiliran tanaman atau tanam serentak dalam satu hamparan berguna untuk memutuskan kesinambungan persediaan makanan bagi hama di suatu tempat. Caranya adalah jangan menanam suatu jenis tanaman yang sama dari musim ke musim atau tanam serentak pada suatu hamparan yang luas.
5.3.2. Tanaman Perangkap Hama Cara lain meminimalisasi risiko serangan hama adalah memepergunakan tanaman perangkap (trap crop) secara tumpang sari. Penanaman jagung dapat berpengaruh terhadap populasi ulat buah (Heliocoverva armigera) dan ulat grayak (S.litura). Hama ini paling suka meletakkan telur-telurnya dirambut segar pada tongkol jagung. Selain jagung, tanaman Sesbania rostrata juga dapat memerangkap hama pengisap polong kedelai (pod sucker) seperti Nezara viridula. Dari has i l pe nel i ti a n da n pe nga ma ta n m e nunjukk a n bahw a de nga n mempergunakan tanaman perangkap ini dapat menekan populasi hama di lapangan pertanaman kedelai sampai dengan 35%.
5.3.3. Pengendalian Hama Secara Hayati Caranya adalah dengan memanfaatkan musuh alami, yang berupa parasitoid, predator, dan patogen. Mereka akan bekerja secara density dependent, sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Parasitoid T. bactrae-bactrae diketahui sangat efektif memparasitasi telur hama penggerek polong (Etiella spp) dan menekan kerusakan polong. Sementara Nuclear Polyhidrosis Virus (NPV) sangat efektif untuk mematikan ulat grayak dan ulat buah. Namun sayang, jenis virus ini sifatnya sangat peka terhadap sinar ultraviolet matahari sehingga mengurangi efektivitas di lapang. Bacillus thuringiensis atau BT, produksi dari Balitbio-Bogor juga menyebabkan mortalitas pada ulat buah (Heliocoverpa armigera). Opius mela nagromyzae merupakan para sit pupa O. phase oli . Ooencyrtus malayensis, Telenomus sp, Gryon sp, Anastatus sp merupakan parasit telur N viridula. Sycanus collaris merupakan predator nimfa N viridula. Telenomus spodopterae adalah parasit telur S litura. Trichogramma nana adalah parasit telur H armigera. Eriborus argentopilosa adalah parasit larva H armigera. Metarrhizium sp adalah patogen larva H armigera.
74
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
5.3.4. Pengendalian Hama Secara Sex Feromonoid Sex feromon merupakan senyawa kimia sintesis tidak beracun, yang mengeluarkan dan menyebarkan bau seperti serangga betina sehingga dapat menarik pejantan. Satu miligram senyawa yang dimasukkan dalam tabung plastik kecil (misalkan botol bekas kemasan air mineral) sangat efektif untuk menarik ngengat jantan ulat grayak. Dengan begitu, selain hemat insektisida, resistensi dan resurgensi hama bisa dicegah. Berarti pencemaran lingkungan pun terminimalisasi. Keunggulan lain sistem ini adalah, senyawa tersebut mudah dikombinasikan dengan komponen pengendalian lain. Namun sayangnya, sex feromon ini hanya bisa menarik satu jenis serangga, dan bahannya pun masih terbatas. Saya (II) dahulu memesannya langsung ke Inggris untuk sex feromon khusus ngengat jantan ulat grayak.
5.3.5. Penggunaan Insektisida Nabati Bahan dasarnya dapat diambil dari ekstraksi bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, dan biji), misalnya dari tanaman dalam famili Maliaceae seperti Mimba, Mindi ( Melia azedarach ), Suren ( Toona sureni ), Culan ( Aglalia odorata), Aglalia angustifolia, A eliptica, A Harmsiana, A Odratissima, Dysoxylum mollissinum, Tricilla trijuga. Ekstrak tanaman tersebut dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama dengan alat mulut menggigit dan mengunyah. Terutama pemakan daun seperti pada larva Lepidoptera dan kumbang pemakan daun. Di samping sebagai racun perut, ia juga bersifat sebagai antifeedan atau repellent sehingga baik juga untuk mengendalikan hama yang lain. Sumber insektisida nabati lain adalah dari famili Annoceae, antara lain Srikaya (Annona squamosa), Sirsak (A glabra), dan buah Nona (A reticulata). Selain bersifat sebagai racun perut, insektisida nabati ini juga bersifat sebagai racun kontak yang cukup efektif terhadap hama dari ordo Lepidoptora, Coleoptera, Homoptera, dan Diptera. Ekstrak biji srikaya dan buah sirsak efektif terhadap beberapa jenis hama kumbang, ulat, dan wereng. Dari famili Piperaceae bisa digunakan lada (Piper nigrum). Bahan aktifnya memiliki efek racun perut dan racun kontak. Beberapa ekstrak dari spesies lain juga memiliki aktivitas insektisida yang cukup baik. Sumber insektisida nabati yang cukup terkenal dari famili Asterceae yang terkenal adalah piretrum. Ekstrak bunganya memiliki efek racun kontak yang cukup cepat. Selain bersifat racun perut, tanaman famili Asterceae lainnya juga bersifat antifeedan, repellent, dan menghambat perkembangan serangga. Pembuatan insektisida nabati bisa dilakukan dengan penggerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan. Hasilnya akan berupa tepung,
75
Membangun Agrobindustri
abu atau pasta. Ekstraksi bisa dilakukan dengan cara perendaman bagian tanaman atau secara kimia dengan bahan pelarut. Pertimbangan atas ketersediaan pasokan bahan baku dan belum ditemukannya metodologi praktis pembuatan insektisida nabati tersebut untuk skala luasan usaha PT Mitratani Dua Tujuh yang menanam edamame seluas hampir 2.000 ha setahun membuat saya baru mencobanya dalam skala percobaan dalam plot demplot saja.
5.4. Plat Indikator untuk Menghitung Hama Dari pengalaman di lapang, di samping jadwal penyemprotan insektisida rutin yang sudah ditentukan waktunya, kadang terjadi serangan hama yang tidak terduga. Hal ini secara logika sebenarnya dapat diketahui secara dini, namun diperlukan sebuah perangkat sederhana yang dapat berfungsi sebagai penanda akan terjadinya peningkatan populasi hama atau serangan hama.
Tabel 5.3. Indikator Jumlah Hama untuk Segera Dilakukannya Tindakan Preventif Bersifat Ekonomis
76
NO
JENIS HAMA
INDIKATOR UNTUK TINDAKAN
1
N viridula
ditemukan 3 ekor kepik/5 tanaman berumur 45 HST, atau ditemukan 3 imago 5 meter baris tanaman
2
R linearis
ditemukan 2 kepik dewasa per 8 tanaman
3
E zinckenella
ditemukan 2% serangan pada tanaman berumur 45 HST dan ditemukan juga H armigera
4
- S litura - Chrysodeixis chalcites
ditemukan 10 ekor larva per 20 tanaman
5
L indicata
ditemukan 58 ekor larva instar I atau 32 ekor instar 2, atau 12 ekor instar 3 per 12 tanaman
6
- Plusia chalcites - S litura
ditemukan 10 ekor larva per 20 tanaman
7
Ophiomya phaseoli
ditemukan 1 ekor lalat per 5 meter baris tanaman berumur 4-5 HST
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN EDAMAME
Si gna l i ndi kat or ini dipe rlukan se bagai pertimbangan petugas lapangan untuk perlu ti daknya dilak ukan tindaka n pe nyem prot an insek tisida s ebagai antisipasi dini terhadap se ra ngan ha ma dengan s egera m el ak uk an penyemprotan. Rekan dan mitra usaha saya sejak awal tahun 1990, Theo Tatang Hadinata, seorang civil engineer yang telah menggeluti agribisnis modern hidroponik yang juga menjadi salah satu motor penggerak kegiatan usaha kedelai sayur ini dan juga sebagai anggota Dewan Komisaris di PT Mit ra t ani D ua Tuj uh, m eny arank an a ga r dipergunaka n pl at i ndik ator sebagai media penghitung populasi hama pertanaman. Caranya adalah dengan membuat papan (plat) ukuran 30 cm x 40 cm yang diberi dasar cat tahan air warna kuning terang dan dilumuri dengan cairan berviskositas tinggi (seperti vaselin atau minyak oli) yang berfungsi sebagai perekat. Beberapa buah papan ini dipasang tegak dan diletakkan secara acak di area pertanaman. Setiap hari diamati berapa jumlah hama yang terperangkap menempel di permukaan plat kuning tersebut. Tentunya harus dilakukan kesepakatan awal terlebih dahulu dengan menkonsultasikannya dengan para pakar hama, dan kesepakatan ini dicantumkan pada sistem operasional prosedur kegiatan budi daya, berapa jumlah masing-masing jenis hama yang terperangkap persatuan luas yang dapat diindikasi kan seba gai a ncam an y ang membahayakan bagi pertanaman. Apabila sudah dipastikan jenis-jenis hama yang cenderung m eningk at j um la hnya di area perta na ma n dimaksud, maka segeralah dilakukan tindakan penyemprotan insektisida yang sesuai. Waktu penyemprotan hendaknya dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula (perhatikan karakteristik titik konsentrasi se ra ngan y ang pa da ma si ng-m as ing ha ma mempunyai ciri khas). Penyemprotan dilakukan di pagi hari (sepagi mungkin) atau disore hari, agar
oto 5.17. Karat Daun pada pe rmukaan daun (a), pada pe rmuk aan bawah daun k edel ai (Phakospo ra pachyahizi sy d). (Do k. Repro Deptan 1991 & Suyono MS)
Foto 5.18 Bakter i Pustule pada pe rmuk aan daun, gejala khas dan daun dilihat di bawah cahay a m atahari (Xanthomonas campestris pv glycin es). (Do k. Repro Deptan 1991 & Suyono MS)
77
Membangun Agrobindustri
Foto 5.19. Gejala b elang coke lat pada biji kedel ai yang terse rang virus mosaik kedelai (Soyb ean Stunt Vir us/S SV). (Do k. Repro Deptan 1991)
efektivitas racun benar-benar dapat optimal. Dan perlu juga diperhatikan konsentrasi takaran dosis terhadap volume insektisida. Apabila dilakukan penyemprotan dengan kombinasi insektisida secara bersamaan untuk jenisjenis hama yang berlainan, hendaknya diperhatikan pula karakteristik bahan aktif insektisida yang dipergunakan, bersifat antagonis atau bahkan sebaliknya, saling melemahkan. Pemilihan warna kuning sebagai warna dasar pada plat indikator adalah hasil penelitian yang dilakukan para ahli pertanian greenhouse (indoor) di negeri Belanda, di mana hama ternyata sangat tertarik terhadap warna kuning dibandingkan dengan warna lainnya. Cara ini juga telah dipakai di perkebunan hydroponics Saung Mirwan milik Theo Tatang Hadinata sejak lama.
78
TANAH DAN IKLIM UNTUK BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
Bab
6
TANAH DAN IKLIM UNTUK BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
79
Membangun Agrobindustri
6.1. Tanah Di wilayah Kabupaten Jember, lahan yang secara potensial tersedia untuk tanaman edamame seluas ± 10.000 hektar dan masih dapat dikembangkan lagi. Lahan tersebut tersebar di kecamatan Ajung, Sumbersari, Jenggawah, Mumbulsari, Rambipuji, Bangsalsari, dan Tanggul. Wilayah tersebut terletak pada garis lintang antara 80 111 hingga 80 131 dan garis bujur 110 361 hingga 110 401 pada ketinggian tempat antara 64 hingga 86 m di atas permukaan laut (dpl). Morfologi, sifat, dan corak tanah di lahan sawah di 12 kecamatan yang termasuk dalam wilayah Jember Tengah dan Selatan secara rinci telah diidentifikasi oleh Suyono dkk. (1998, belum dipublikasikan). Lahan sawah di wilayah tersebut bukan saja dikenal sebagai lahan tradisional budi daya tembakau BESNO, namun juga merupakan sentra penghasil kedelai biji (grain soybean) di Jember dengan hasil pengamatan terlampir pada Tabel 6.2. Adapun penilaian tingkat kesuburan tanah secara umum menjadi 3 (tiga) kelompok tersebut berdasarkan kriteria umum Blair (1975), Vimpany (1990), dan Doyle (1990) seperti yang tertera pada Tabel 6.1. Sedangkan peta tingkat
No.
pH (1, 2, 5)
Lokasi/Kecamatan H2O
80
Pasir
Debu
Liat
KPK
Kejenuhan ba
m.e
%
1
Kranjingan/Sumbersari
6.1
5.1
49.60
46.60
3.90
10.70
59.30
2
Lengkon/Mumbulsari
6.2
5.4
43.60
28.80
25.60
18.00
75.10
3
Jatisari/Tempurejo
6.6
5.8
48.39
37.49
14.12
19.20
55.80
4
Kr. Anyar/Ambulu
6.3
5.4
36.20
41.40
23.30
20.70
68.50
5
Cr. Kates/A jung
6.7
5.8
14.60
60.70
24.70
21.50
77.90
6
Mangaran/Jenggawah
6.1
5.3
27.70
54.40
17.90
23.40
84.30
7
Kaliwining/Rambipuji
6.4
6.4
11.90
56.20
31.90
27.70
75.50
8
Gumelar/Balung
6.2
5.0
14.70
56.20
35.10
25.40
75.90
9
Langkap/Bangsalsari
6.1
5.2
18.50
70.50
11.00
26.70
69.30
10
Klatakan/Tanggul
5.8
4.7
16.60
44.90
38.50
21.60
63.00
11
Mumbulsari/Mumbulsari
6.3
5.2
5.20
30.10
52.40
36.39
85.20
Bagorejo/Gumukmas
6.1
5.2
15.50
48.70
35.80
31.62
82.10
12
KCI
Tekstur
TANAH DAN IKLIM UNTUK BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
kesuburan tanah di lokasi lahan sawah di 12 kecamatan di Jember dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.1. Kriteria Umum Penilaian Kesuburan Tanah
Tingkat Kesuburan
KTK m.e
KB
Exchange
Bahan Organik
Mg
Ca
N min
K
P205
Na
m.e (%) Rendah
< 60
Sedang
60-80
Tinggi
> 80
< 12 12-25 > 25
<5
<1.0 1.0-2.0 > 2.0
<1
5-10
1-3
> 10
>3
< 0.3 0.3-0.6 > 0.6
< 0.3
< 100
< 100
0.3-0.7
100-150
100-200
> 0.7
> 150
> 200
Tabel 6.2. Ciri-ciri tanah di lokasi pengembangan edamame di sentra kedelai biji di Jember
s Bahan Organik
N-NH4
%
%
K
Ca
Mg
Na
m.e
m.e
m.e
m.e
P205 ppm
Ket
0.92
0.0056
845.3
1.02
4.36
0.67
0.12
SL
1.86
0.0078
368.6
0.68
10.29
2.4
0.15
L
1.14
0.0067
116.4
0.43
8.27
1.79
0.22
L
1.56
0.0072
80.5
0.38
11.46
2.1
0.24
L
2.23
0.0094
765
0.83
12.06
3.71
0.14
St/L
2.06
0.0084
767.2
0.79
14.28
4.36
0.3
St/L
1.72
0.0079
678.5
1.42
14.26
4.85
0.38
St/L
1.84
0.0085
535.8
1.26
13.7
3.95
0.37
St/L
1.47
0.0069
679.2
0.78
13.46
4.02
0.23
St/L
1.35
0.0072
768.5
0.94
9.85
2.42
0.14
St/L
2.08
0.0116
730.8
2.4
20.17
8.05
0.32
C
2.24
0.0109
1248.5
1.52
18.06
5.87
0.52
St/Cl
81
Membangun Agrobindustri
Keterangan : Nama Stasiun Garis Lintang Garis Bujur Elevasi
: Jubung (kelompok I) : 80 110 : 1130 361 : 86
6.2. Iklim Nilai rata-rata suhu, kelembaban udara dan lama penyinaran untuk stasiun Jubung, Jenggawah dan Mumbulsari dapat dilihat pada Tabel 6.3., 6.4., dan 6.5. Tabel 6.3. Lama Penyinaran, Suhu dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun Rata-rata
Bulan
Penyinaran (5) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
47,370 45,084 52,944 46,854 50,576 51,306 52,912 55,030 56,576 54,774 43,974 41,100
selama 5 tahun Suhu (0 C) 26,70 26,66 26,14 26,52 25,76 25,12 25,02 25,16 25,06 26,28 26,10 26,02
Jumlah Rata-rata Keterangan : Nama Stasiun Garis Bujur Garis Lintang Elevasi
82
: : : :
Semboro dan Mumbulsari (Kelompok II) 1130 371 80 170 29,00
Kelembaban (%) 86,40 87,00 86,00 86,80 86,20 84,40 82,60 82,80 83,60 85,00 89,00 88,00
TANAH DAN IKLIM UNTUK BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
Tabel 6.4. Lama Penyinaran, Suhu, dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun Rata-rata
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September O ktober November Desember
selama 5 tahun
Penyinaran (5)
Suhu (%C)
Kelembaban
47,370 45,084 52,944 46,854 50,576 51,306 52,912 55,030 56,576 54,774 43,974 41,100
26,70 26,66 26,14 26,52 25,76 25,12 25,02 25,16 25,06 26,28 26,10 26,02
86,40 87,00 86,00 86,80 86,20 84,40 82,60 82,80 83,60 85,00 89,00 88,00
Jumlah Rata-rata
Keterangan : Nama Stasiun Garis Bujur Garis Lintang Elevasi
: : : :
Semboro dan Mumbulsari (Kelompok II) 1130 371 80 170 29,00
Tabel 6.5. Lama Penyinaran, Suhu, dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September O ktober November Desember
Rata-rata
selama 5 tahun
Penyinaran (5)
Suhu (%C)
Kelembaban
47,370 45,084 52,944 46,854 50,576 51,306 52,912 55,030 56,576 54,774 43,974 41,100
26,70 26,66 26,14 26,52 25,76 25,12 25,02 25,16 25,06 26,28 26,10 26,02
86,40 87,00 86,00 86,80 86,20 84,40 82,60 82,80 83,60 85,00 89,00 88,00
Jumlah Rata-rata
83
Membangun Agrobindustri
Keterangan : Nama Stasiun Garis Bujur Garis Lintang Elevasi
: : : :
Jenggawah dan Klompangan (Kelompok III) 1130 401 80 130 64,00
84
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
Bab
7
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
85
Membangun Agrobindustri
7.1. Latar Belakang Teknologi pengembangan budi daya edamame tahap awal di Jember yang dilakukan saat itu (1992) adalah berdasarkan “pola coba-coba” (trial & error) yang terukur dan terkalkulasi melalui tahapan-tahapan pelaksanaan lapangan yang dilakukan. Yaitu, melalui kegiatan uji coba budi daya kedelai edamame dan sekaligus melakukan pelatihan khusus bagi calon pelaku usaha tani kedelai edamame ini di Jember yang saya digagas bersama Theo Hadinata dan dilaksanakan oleh Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan, bekerja sama dengan PT Perkebunan XXVII (Persero) dan Universitas Jember (1992-1993). Saat itu teknologi yang dapat dijadikan acuan adalah teknologi pengembangan edamame yang telah dilakukan oleh mitra kerja saya, Theo Hadinata di Saung Mirwan, Gadog-Bogor. Beliau telah mengembangkan usaha edamame ini di Gadog sejak tahun 1986 untuk memenuhi kebutuhan edamame bagi komunitas orang Jepang di Jakarta. Pada saat yang hampir bersamaan Mr. Sakuma (seorang Jepang yang sudah lama tinggal di Indonesia dan berprofesi sebagai petani) juga mengembangkan hal yang sama di daerah Cipanas. Akan tetapi, hasilnya tidak dapat mencapai seperti yang telah dihasilkan oleh Theo Hadinata, baik di segi kualitas, penampilan, maupun pe rfo rma nce ta na ma n. Ol eh k are na i tu, s ay a m em ut us kan unt uk mengembangkan teknologi Theo Hadinata sebagai landasan pengembangan usaha agroindustri edamame di Jember. Saat Bapak HM Soeharto, Presiden II RI berkenan meninjau Saung Mirwan (07/04/91), maka saya memperkenalkan kedelai edamame ini sebagai sebuah produk unggulan berorientasi ekspor. Produk ini akan dapat menjembatani pengembangan teknologi budi daya kedelai lokal, teknologi olah beku bagi sayur-mayur dan menerobos pasar ekspor ke Jepang untuk produk pertanian Indonesia. Mengapa? Karena sebagai komoditas berorientasi ekspor, sifat budi daya edamame yang intensif dan terencana dengan demand yang cukup t inggi te la h me mberi ka n ke se mpat an pas ar ya ng pot ensi al bagi kesinambungan usaha. Selain itu, jangan dilupakan bahwa edamame adalah bagian dari kultur budaya “makanan camilan” masyarakat Jepang, sehingga penguasaan teknologi budi daya maupun olah beku edamame akan dapat mengantarkan produk olah beku hasil pertanian Indonesia lainnya ke pasar Jepang dengan lebih mudah secara seiring sejalan.
86
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
Foto 7.1. Ibunda saya, Ir . Wardojo (Menter i Per tani an RI), Bapak HM So ehar to dan say a menyimak komentar Bapak Soli chin G.P. (Sesdalopbang–Bi na Gr aha) pe rihal Edamame di Saung Mirwan, 7 April 1991. (Do k. Se tneg RI)
Secara garis besar, kaji uji teknologi edamame (1992-1993) dirancang untuk 52 minggu, sesuai dengan program tanam mingguan setahun dalam empat tahapan. Pertama, tahap uji coba kesesuaian jenis-varietas terhadap lokasi dan iklim berluasan 1 (satu) hektar. Kedua, tahap uji coba adaptasi dan produktivitas jenis-varietas hasil seleksi tahap satu berluasan 5 (lima) hektar. Ketiga, tahap uji coba produktivitas dan resistensi hama-penyakit dan uji pasar berluasan 20 hektar. Keempat, uji coba komersial dalam kemampuan mendekati keinginan pasar secara riil (terhadap standar kualitas, aplikasi proses teknologi budi daya, pemilihan pestisida, kemampuan SDM dan manajemen, teknologi panen, teknologi pascapanen, pengolahan, kemasan, penyimpanan, dokumentasi dan pengiriman) berluasan 40 hektar (Diuraikan di BUKU SATU, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Dari Kedelai Sayur ke Sayur-mayur Beku”; BUKU DUA, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor, “Dari Kedelai Sayur ke Kedelai Biji”, BUKU TIGA, Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor “Edamame”;dan BUKU EMPAT, “Membangun Sarana Agroindustri Olah Beku Sayur-mayur”.) Apa yang digambarkan di sini adalah result dari sebuah proses panjang yang sangat mahal. Dipastikan pula, belum tentu apa yang saya gambarkan ini akan sesuai bila diterapkan di tempat yang berbeda. Namun apa yang disajikan ini paling tidak akan dapat menjadi pedoman yang didasari pada pengalaman saya, dari tahap uji coba sampai dengan fase komersial penuh. Setiap wilayah mempunyai keunggulan komparatif, demikian juga kultur budaya tani yang berbeda. Teknologi budi daya kedelai sayur atau edamame yang tersaji saat ini adalah hasil kaji uji panjang dari sebuah proses yang didukung dengan data akurat. Selain itu juga telah terbuktikan performance-nya dengan catatan
87
Membangun Agrobindustri
bahwa kesemuanya ini didukung oleh (1) Sarana dan prasarana produksi yang memadai serta memenuhi kriteria-kriteria sifat kegiatan sebuah industri, (2) SDMyang terampil dan budaya tani yang memahami arti product quality, dan (3) mekanisme kerja, sistem dan prosedur kegiatan usaha yang baik. Tanpa hal-hal tersebut, kegiatan yang dilakukan hanya akan menjadi sebatas hobi.
7.2. Teknologi Pengembangan Budi Daya Edamame Teknologi pengembangan budi daya edamame secara operasional dapat dibagi menjadi: (1) sifat dan kesesuaian musim, (2) pemilihan lahan, (3) persiapan tanam, (4) tanam, (5) pemeliharaan tanaman, dan (6) panen. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
7.2.1. Sifat dan Kesesuaian Musim Di Indonesia tanaman kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 meter dpl, meskipun banyak jenis kedelai introduksi yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) l ebih kurang 1.2 00 m dpl. Da ri pe ngala ma n s ay a, pengembangan tanaman edamame di Jember (dataran rendah) dapat berkembang dengan baik selama syarat-syarat teknologi produksinya dapat dipenuhi. Pemenuhan syarat teknologi produksi dimaksud hanya dapat diperoleh melalui sebuah proses kaji uji berikut pelatihan SDM budi daya kedelai Jepang yang dilakukan berkesinambungan selama sepanjang tahun (1992-1993). Salah satu tujuan uji coba ini adalah untuk mendapatkan pola sifat dan kesesuaian musim yang berguna dalam mengantisipasi aplikasi teknologi produksi edamame sebagai komoditas agroindustri unggulan yang tidak bergantung pada musim. Pada umumnya, kondisi iklim ideal yang paling cocok bagi tanaman kedelai adalah pada daerah-daerah yang mempunyai suhu 25-300 C, kelembaban udara (RH) rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari dengan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Dipastikan, jenis kedelai yang unggul untuk suatu daerah belum tentu menunjukkan keunggulan yang sama di daerah lain, karena perbedaan iklim, topografi, cara tanam maupun teknologi produksi yang diterapkan. Indonesia mempunyai dua musim utama, yaitu musim hujan dan musim kemarau sehingga menyebabkan munculnya empat sifat musim, yaitu: a. Persiapan tanam kondisi basah, saat panen kondisi kering (B-K) b. Persiapan tanam kondisi kering, saat panen kondisi basah (K-B)
88
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
c. d.
Persiapan tanam kondisi kering, saat panen kondisi kering (K-K) Persiapan tanam kondisi basah, saat panen kondisi basah (B-B)
Pada kenyataannya di lapangan terjadi masa transisi (peralihan) dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya yang sangat mempengaruhi produktivitas dan performance pertanaman edamame di lapangan. Dari hasil kaji uji yang dilakukan di Jember, dipastikan didapat 8 (delapan) acuan aplikasi teknologi budi daya edamame, yang ditandai dengan huruf abjad A, B, C, D, E, F, G, dan H; serta sistem pembagian waktu dalam satu tahun yang terbagi menjadi 52 minggu. Setiap minggu di beri nomor 1, yaitu untuk minggu pertama bulan Januari dan sampai minggu ke-52 pada akhir bulan Desember. Dalam istilah lapangan dipergunakan sebutan TMK atau Tanam Minggu Ke dalam menentukan umur pertanaman maupun untuk menentukan kapan dilakukannya kegiatan penanaman.
Tabel 7.1. Acuan Teknis Teknologi Budi Daya Edamame terhadap Musim BULAN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust
A 1,2,3 Sept Okt Nov Des 50,51,52 JUMLAH 8 MINGGU PREDIKSI B+, B MUSIM
B 4,5 6,7,8,9 10,11 8
C 14,15,16,17 18,19 8
D 12,13 20,21,22 23,24,25 6
B+, B
B,K-
B-, K
E
F 26 27,28,29 30 31,32,33 34,35 36 40,41,42, 4 7
G 37,38,39 43 44,45,46, 47,48 6
K-, K+
K+, B
-
K, B-
H
JMH MGG 5 4 4 5 5 4 4 5
-
4 4 5 49 7
4 52
B-, B+
Keterangan: - A ngka menunjukkan Minggu Ke......... - B + : Sangat Basah -K + : Sangat Kering - B : Basah -K : Kering - B - : Agak Basah
-K -
: Agak Kering
Sekalipun prediksi musim sudah dapat disimpulkan seperti tersebut pada Tabel 7.1., namun tetap saja dapat terjadi ketidaksesuaian musim, sehingga intuisi dan naluri petani sangat diperlukan dalam mengantisipasi kemungkinan yang dapat terjadi di lapangan.
89
Membangun Agrobindustri
7.2.2. Pemilihan Lahan Dari hasil pnelitian, tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah, seperti pada jenis tanah Aluvial, Regosol, Grumosol, Latosol dan Andosol. Tanah Aluvial (tanah endapan, recent deposit) dengan ciri tanah berwarna kelabu sampai kecokelat-cokelatan dengan tekstur tanahnya liat atau liat berpasir (kandungan pasir kurang dari 50%), strukturnya pejal atau tanpa struktur, dan tingkat produktivitas tanahnya antara rendah sampai tinggi dan umumnya terdapat di dataran rendah, pelembahan, daerah cekungan dan sepanjang daerah aliran sungai-sungai besar. Tanah Regosol terdapat di daerah yang bergelombang hingga dataran tinggi dengan ciri tanah ketebalan solum tanah ±25 cm, berwarna kelabu, cokelat sampai cokelat kekuning-kuningan atau keputih-putihan dengan struktur tanah lepas dan teksturnya lempung berliat sampai liat dengan produktivitas tanahnya rendah sampai sedang. Tanah Grumosol memiliki sifat dan kimia yang agak jelek. Jenis tanah ini umumnya terdapat di dataran rendah sampai ketinggian 200 m dpl dengan bentuk wilayah melandai, berombak sampai bergelombang. Ciri tanah Grumosol antara lain solum tanahnya agak dalam antara 100-200 cm, berwarna kelabu sampai hitam, teksturnya lempung berliat sampai liat dengan produktivitas tanahnya rendah sampai sedang. Tanah Latosol tersebar luas di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.000 m dpl. Tanah ini memiliki solum tanah tebal sampai sangat tebal (130500 cm), warna tanah merah, cokelat sampai kekuning-kuningan. Keasaman tanah (ph) 4,5-6,5 (asam sampai agak asam) dengan produktivitas rendah sampai sedang. Tanah Andosol umumnya tersebar luas di dataran tinggi (pegunungan). Tanah ini mempunyai solum tanah antara 100-225 cm, berwarna hitam, kelabu sampai cokelat tua, teksturnya debu, lempung berdebu sampai lempung, dan struktur tanah termasuk rendah. Sifat fisik, kimia dan biologi tanah cukup baik dengan pH 5,0-7,0, dengan produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi. Tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) perlu diperhatikan dengan saksama. Sebaiknya tanah juga bebas dari kandungan wabah nematoda. Apabila tanah mempunyai pH di bawah 5,0 (asam), maka perlu dilakukan pengapuran (liming) dengan kapur pertanian agar pH menjadi normal (5,0-7,0). Manfaat pengapuran ini di samping untuk menaikkan pH juga untuk menambah unsur Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan ketersediaan Fosfor (P) dan Molibdenum (Mo), mengurangi keracunan Besi (Fe), Mangan (Mn) dan Aluminium (Al), untuk memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah serta mengaktifkan pembentukan bintil akar. Untuk mendapatkan produktivitas optimal pertanaman diperlukan pemilihan lahan yang tepat berikut pengolahan tanah yang baik. Diperlukan tiga bulan sebelum program tanam dimulai, penetapan lokasi sudah harus dipastikan. Demikian juga dengan sejarah lahan itu sendiri untuk tiga musim
90
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
tanam ke belakang. Ini untuk memastikan bahwa lahan tidak ditanami tanaman satu famili Leguminose sebelumnya (misalnya, kacang kedelai atau kacang hijau). Dan secara topografis lahan sedapat mungkin berupa hamparan tidak ternaungi, mempunyai infrastruktur, irigasi, dan drainase yang baik serta lingkungan sosial masyarakat yang baik (sebagai sumber tenaga kerja dan keamanan). Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan kegiatan budi daya kelak. Atas dasar data dan pengamatan yang saya dan rekan-rekan dilakukan (1996), maka wilayah kerja pengembangan edamame di Jember dibagi menjadi 14 wilayah kerja (mohon maaf, tidak saya publikasikan) yang memiliki kriteria tiga jenis tanah (Ringan, Sedang, dan Berat). Pelaksanaan aplikasi teknologi budi daya edamame disesuaikan dengan kesesuaian musim tanam serta jenis tanah. Penanaman pada musim kering dipilih jenis tanah sedang sampai berat (mempertimbangkan sifat menahan airnya yang baik pada tanah untuk mengantisipasi berkurangnya debit air pada kondisi kering). Pada penanaman di musim basah dipilih jenis tanah ringan sampai sedang, karena sifat tanah yang mudah meloloskan air serta air tidak mudah menggenang di lahan.
Tabel 7.2. Pemilihan Lahan terhadap Bulan, Tipe Acuan Teknologi Kerja dan Jenis Tanah
Tipe
Bulan
Jenis Tanah
A B C D E F G H
Januari, Desember Januari, Februari Maret, April, Mei Mei, Juni Juni, Juli Juli, Agustus, September September, Oktober Oktober, November, Desember
Ringan-Sedang Ringan-Sedang Sedang-Berat Sedang-Berat Sedang-Berat Sedang-Berat Ringan-Sedang Ringan-Sedang
7.2.3. Persiapan Tanam Kegiatan persiapan tanam merupakan faktor esensial aplikasi teknologi budi daya untuk mendapatkan produktivitas maksimal pertanaman dengan menciptakan kondisi ideal yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada awalnya (1993-1996), saat masih dilakukan pengkajian uji coba aplikasi budi daya edamame ini dipakai bermacam-macam metodologi teknis penanaman. Metode dari Taiwan untuk teknik penanaman satu baris (single row) sangat efektif untuk digunakannya cara mekanisasi (Foto 5.16.
91
Membangun Agrobindustri
dan Foto 5.17.), atau penanaman dua baris (double row) dan tiga baris (triple row) dengan ukuran panjang bedeng sepanjang sisi lahan yang ternyata perawatan tanaman menjadi cukup sulit. Diagram 7.1. Alur Proses Pengolahan Tanah
Tahapan persiapan lahan untuk budi daya edamame secara mekanisasi,
Foto 7.2. (a, b, c, d, e, f, g) Tahap-tahap Pr oses Pe ng olahan Tanah (Do k. Pr ibadi).
92
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
(a) Peme riksaan fi sik lokasi, mekanisasi pe ngol ahan tanah sesuai dengan Diagram 7.1. yai tu: (b) Pem bukaan lahan sejajar pematang arah 1 a/ b dengan bajak piringan (dis cplow), (c) Me me cah hasil bajak pr oses (b) deng an arah 2 a/b (cross later al discplow), (d) Mem perhalus b ongkahan tanah hasil bajak dengan rotator dengan arah 3 a/b, (e ) Memb uat bedeng an sistem satu bari s (sin gle row) de ng an me mpe rhatik an ke miri ngan tanah untuk drainase air (arah 4), (f) Lahan si ap tanam, (g) Novi Ambar wati, AMD dan seorang pe tani m aju sel aku pe nangg ung jawab lapangan. (Dok. Pribadi)
93
Membangun Agrobindustri
94
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
Foto 7.3. (a, b, c, d, e, f, dan g) Hasil pengolahan tanah dan pe mbuatan be de ng an secara kombi nasi mek anisapi (sapi) dan mekanisasi (trak tor tang an) de ng an metodolo gi pel aksanaan pe ngo lahan tanah se per ti pada Diag ram 7.1. untuk tanam an edamam e, ser ta bentuk jadi seb uah pe ngol ahan tanah (g ). (Dok . Prib adi)
95
Membangun Agrobindustri
Namun pada akhirnya metodologi Saung Mirwan yang disesuaikan dengan kesesuaian musim untuk Jember yang terpilih dan dapat dipakai dengan segala keunggulan komparatifnya dibandingkan dengan metode lainnya yang telah diuji coba. Yaitu, ukuran bedeng sesuai dengan kesesuaian musim. Perhatikan Diagram 7.1. dan Foto 7.2.
Tabel 7.3. Jarak Antargot terhadap Kesesuaian Musim NO.
KONDISI TANAH
CUACA/MUSIM
JARAK ANTAR 60 GOT
ARAH GOT Sesuai dengan arah kemiringan lahan
1
Cenderung Basah dan sulit Kering
Hujan
11 m
2
Cenderung Basah dan mudah kering
Kering
22 m
Sesuai dengan arah kemiringan lahan
Diagram 7.2. Ukuran Bedeng (Lihat Gambarnya....)
Pengolahan tanah dilakukan dengan baik sebelum pembuatan got dan pembuatan bedengan pada kegiatan persiapan tanam, yaitu dengan pembukaan dan membalik tanah sedalam 25-30 cm. Juga dilakukan penebaran pupuk kandang 20 m3/ha di atas bedengan 4-8 hari sebelum tanam dan pupuk dasar 2-4 hari sebelum tanam. Pupuk dasar yang digunakan secara garis besar adalah Urea 50-70 kg/ha, SP-36 160-260 kg/ha dan ZK 40-80 kg/ha. Pemberian pupuk dasar ini juga dapat bergantung hasil analisis tanah atas kandungan unsur N, P, dan K.
7.2.4. Tanam Benih segera diletakkan pada bedengan siap tanam pada H-0, dengan populasi 150.000 tanaman per hektar, atau 300 tanaman per bedengnya berjarak tanam 20 x 20 cm. Di mana 1 (satu) hektar efektif dapat menjadi 500 bedeng. Untuk cadangan penyulaman biasanya populasi ditambah dengan 20% (30.000 transplant yang dipersiapkan di nursery). Setelah bedeng ditanami benih segera ditebarkan mulsa guna mencegah erosi tanah dan untuk menjaga kelembaban bedengan.
96
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
7.2.5. Pemeliharaan Tanaman Edamame sebagai komoditas berorientasi ekspor sangat mementingkan kualitas. Oleh karena itu, untuk penanganan dan pemeliharaan tanaman dituntut lebih intensif. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi: (1) memandu germinasi, agar populasi tanaman tetap genap minimal 150.000 tanaman/ ha, (2) penyiangan, pengendalian gulma, guna menghindari adanya persaingan unsur hara tanaman maupun tumbuhnya tanaman inang hama/ penyakit yang dilakukan 2-3 kali atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma yang ada di pertanaman, (3) pemberian pupuk susulan berupa Urea 20-50 kg/ha + ZA 40-80 kg/ha + ZK 40-80 kg/ha, yaitu pada pertumbuhan vegetatif sebelum masa pembungaan (14-21 HST), (4) pengairan yang sangat penting dan diberikan secara tepat pada fase-fase pertumbuhan tanaman, (5) pengendalian hama penyakit yang dilakukan secara terjadwal berdasarkan sistem kalender atau berdasar pada sistem monitoring, (6) panen.
Tabel 7.4. Periode Pengendalian Gulma UMUR HST
PENYIANGAN
KETERANGAN
5-10
I
Sebelum Pupuk Susulan
20-25
II
Sebelum Pembungaan
35-40
III
Sebelum Pengisian Polong
Adapun jenis gulma yang biasanya ditemui di lapangan adalah jenis krokot, bayam berduri (Amarantus sp), rumput teki (Ciperus rotundus), dan rumput grinting (Cinodon dactilon). Telah dijelaskan pada Bab III.10.1. Pengairan, bahwa metode pengairan dapat dilakukan dengan sistem (menggunakan gembor) dan sistem memasukkan air ke areal pertanaman (lep ) sampai dengan 2/3 tinggi bedengan selama 2-3 jam (air kemudian dibuang). Fase-fase yang penting dalam pertumbuhan yang dikaitkan dengan pemberian air adalah pada: (1) Fase Perkecambahan (0-10 HST), (2) Fase Pertumbuhan Vegetatif (11-25 HST), (3) Fase Pembungaan (25-30 HST), (4) Fase Pembentukan dan Pengisian Polong (di atas 35 HST), dan (5) Satu hari sebelum panen, untuk menjaga kesegaran buah yang akan dipetik.
97
Membangun Agrobindustri
Sistem pengendalian hama secara terjadwal merupakan sistem pengendalian terhadap hama atau penyakit yang sulit dideteksi dengan pengamatan langsung, seperti hama Agromyza dan Etiella. Pengendaliannya dilakukan dengan cara pemberantasan secara langsung dengan insektisida pada fase atau umur tertentu pada tanaman, di mana hama atau penyakit tersebut mulai menyerang. Insektisida ini juga dapat memberantas hama ulat (instar I sampai instar II) yang munculnya bersamaan pada waktu aplikasi pengendalian hama terjadwal. Dengan demikian, secara tidak langsung pengendalian ini dapat mencakup pemberantasan atau pengendalian sistem monitoring, khususnya pada hama ulat.
Tabel 7.5. Umur Edamame, Sasaran dan Pestisida UMUR HST
Sasaran (HAMA)
PESTISIDA
14
Agromyza sp
Tamaron - 200 LC
21
Agromyza sp
Tamaron - 200 LC
28
Etiella sp
Larvin - 250 ST
38
Etiella sp
Larvin - 250 ST
Tabel 7.6. Pengendalian Hama Penyakit
URAIAN
98
Sasaran
PESTISIDA
Jenis hama
Ulat, Trips, Aphids, Bemisia Ulat, Kepik
Curacron, Fastac, Tamaron Larvin Elsan, Decis Orthocide
Jenis Penyakit
Karat Daun Cercospora Anthraxnose Fusarium Phytium
Dithane M 45 Antracol Topsin Benlate
TEKNOLOGI PENGEMBANGAN BUDI DAYA EDAMAME DI JEMBER
7.2.6. Panen Di Jember, tanaman edamame dipanen segar pada stadia R-6 atau R-7 pada umur 58 sampai 68 hari (di Taiwan dan Cina di umur 80-87 hari, sedang di Jepang di umur 87-96 hari) dengan kondisi polong siap petik (Foto 3.19.), yaitu pada tingkat ketuaan polong yang cukup, ditandai dengan polong telah terisi penuh dengan warna hijau cerah. Kriteria polong edamame yang dipanen untuk ekspor adalah: (1) varietas yang dipersyaratkan pembeli, (2) bentuk normal edamame, (3) ketuaannya cukup dan berisi penuh, (4) polong berbiji 2 dan 3, (5) warna hijau cerah, (6) tidak cacat yang disebabkan oleh hama/penyakit dan mekanis. Sedangkan kriteria polong edamame yang siap untuk ekspor setelah diproses olah beku adalah: (1) varietas yang dipersyaratkan pembeli, (2) polong berbiji 2 dan 3, (3) jumlah polong per 500 grm adalah 160-170 buah polong, (4) bebas dari hama dan penyakit, (5) tidak terdapat kerusakan fisik, (6) bau khas edamame, (7) bentuk polong normal, (8) bersih dari kotoran (rumput, daun, lumpur, dll.), (9) warna hijau cerah normal, (10) kondisi polong segar tidak layu. Di luar kedua kriteria tersebut, khususnya bagi polong yang bentuknya kecil atau terlalu besar dan tidak memenuhi persyaratan berat per 500 grm sebanyak 160-170 buah polong atau polong berbiji satu, maka polong tersebut masuk kepada kelas muki. Muki adalah biji edamame yang dikeluarkan dari polongnya yang dinamakan mukimame atau mukieda. Mukimame ini diproses sama seperti halnya edamame sebagai bahan bak u pa sta edam ame (pengisi kue bak paw Jepa ng), sus u eda ma m e ma upun s eba ga i Foto 7.4. pelengkap (garnis) masakan. Keg iatan sortasi mukimame di Cara panen kedelai edamame adalah polong PT Mitr atani Dua Tujuh, b iji kedelai edamam e yang dio lah dipetik satu per satu dengan hati-hati, agar polong beku tanpa kulitnya untuk ekspor ke Jepang. tida k mengal ami caca t mekani s. Pemet ikan (Do k. Pri badi dan Life Fo ods dilakuk an di pagi hari dan sepagi m ungkin. C o.Ltd) Sedapatnya sebelum pukul 9 pagi seluruh hasil panen sudah masuk ke pabrik pengolahan beku untuk segera diproses.
99
Membangun Agrobindustri
100
PEMASARAN DAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN EDAMAME
Bab
8
PEMASARAN DAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN EDAMAME
101
Membangun Agrobindustri
8.1. Pemasaran Jepang merupakan konsumen dan pasar terbesar edamame di dunia. Dari total kebutuhan domestik edamame yang berkisar 150.000-160.000 ton per tahunnya sebanyak 50.000-60.000 ton “terpaksa” diimpor dari negara-negara produsen edamame dunia, oleh karena produksi edamame dalam negeri hanya ± 100.000 ton per tahun (Petcharat Wannapee 1992 dan PT Mitratani Dua Tujuh, 1997). Tingkat konsumsi sayuran di Jepang apabila dihitung per kapita per tahunnya mencapai 110 kg. Di antaranya terdapat komponen edamame yang terkonsumsi sekitar 0,29 kg. Edamame dikonsumsi orang Jepang sebagai makanan “camilan” (snack) saat minum bir atau minuman beralkohol lainnya. Harga edamame di pasar bebas di Jepang cukup tinggi. Sampai saat ini edamame masih merupakan salah satu makanan snack prestisius dan cukup mahal harganya di Jepang (± 450 JPD Y untuk 15 buah polong edamame!).
8.2. Negara-negara Produsen Edamame di Asia 8.2.1. Jepang Menurut Hiroshi Nakano (1991) edamame tidak termasuk di antara 14 sayuran yang dipasok ke pasar bebas dengan harga secara khusus dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Namun demikian, edamame termasuk di antara 29 sayuran lainnya yang harga dasarnya (pada tingkat harga paling rendah) dikendalikan pemerintah Jepang. Luas lahan budi daya edamame di Jepang saat ini sekitar 146.000 ha, dan edamame menduduki peringkat ke-18 dari semua jenis sayuran yang secara ekstensif dilakukan budi dayanya oleh para petani Jepang. Importasi Jepang akan edamame cenderung meningkat, yakni mencapai 50.000-60.000 ton per tahun. Edamame, terutama tersedia di pasar swalayan di Tokyo pada bulan Juli hingga September didistribusikan dalam bentuk segar (fresh vegetable soybeans). Konsumsi permintaan edamame akan meningkat tinggi pada musim panas. Di luar musim panas, edamame beku (frozen vegetable soybean) akan banyak didistribusikan dan dikonsumsi. Sekalipun dari segi rasa (taste) edamame beku relatif kurang greng dibandingkan dengan rasa dari edamame segar, namun pola konsumsi edamame tetap terjaga sampai saat ini.
102
PEMASARAN DAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN EDAMAME
8.2.2. Taiwan Sejarah pe rkembangan edamame di Taiwan dimulai saat Taiwan menerima varietas Jikkoku dari Jepang pada tahun 1957 dan diberi nama lokal Shih-Shih. Menurut Pimporn Choyarnwong (1991) varietas ini ditanam dan dibudidayakan untuk dijadikan edamame segar (vegetable soybean) maupun untuk kedelai biji (grain soybean). Dari beberapa varietas edamame yang diuji coba di Taiwan sejak 1970-an, maka varietas Tsurunoko da n Ryo kko h ada la h v ari et as y ang pa li ng beradaptasi baik di Taiwan dan banyak ditanam para petani karena produktivitasnya tinggi serta memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan oleh pasar Jepang. Di Taiwan, Tsurunoko dikenal dengan nama No. 205 dan Ryokkoh dikenal dengan nama No. 305. Secara tradisional edamame pada awalnya dibudidayakan di Taiwan dalam jumlah sedikit untuk dikonsumsi secara lokal maupun dipasarkan di da lam negeri dal am bent uk kupa san segar (mukimame). Tahun 1971, beberapa perusahaan Jepang masuk ke Taiwan untuk membangun industri edamame beku dalam bentuk polong beku (frozen vegetable soybean) untuk diekspor ke Jepang. Pada tahun itu berhasil diekspor 142 ton, tahun berikutnya 452 ton. Pengembangannya berjalan dengan cepat, sehingga pada tahun 1989 Tai wa n t el a h me nge ks po r 2 2.0 00 t o n da n puncaknya mencapai 42.000 ton pada tahun 1982 seperti yang tertera pada Tabel 8.1. Namun setelah itu ekspor cenderung tetap pada level ± 40.000 ton per tahun. Pentingnya edamame sebagai mata dagangan (komoditas) di Taiwan juga dapat dilihat dari nilai ekspornya sebesar 6679 juta USD $ pada tahun 1990-1992.
Foto 8.1. Say a dan Dr. S. Sundar am, pak ar kedelai sayur dunia, di are al pe rtanam an edamame di Tai wan. (Dok . Prib adi)
Foto 8.2. Mek anisasi cu ltivator tanam an e damame pada siste m tanam sin gle r ow di Taiwan. (Dok . Prib adi)
103
Membangun Agrobindustri
Tabel 8.1. Kualitas dan Nilai Ekspor Edamame Beku dari Taiwan (1978-1992)
Tahun 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
Ekspor (Ton)
Nilai Ekspor (1.000 US $)
9.502 22.682 22.355 25.892 32.550 28.093 20.077 23.893 37.706 42.354 36.321 34.229 39.688 41.080 39.634
5.660 16.016 16.458 21.953 29.695 24.614 24.614 19.147 34.603 47.918 45.332 58.274 79.848 66.492 70.148
Sum ber : Be nzig er dan S. Shanmugasundaram (1995)
Awalnya edamame ditanam pada musim gugur setelah musim tanam padi kedua (padi – padi – edamame) menggunakan teknik cocok tanam tanpa olah tanah (TOT). Musim tanam edamame pada musim gugur dimulai pada bulan Oktober dan pertanaman di musim semi dimulai pada bulan Februari. Kendala ketersediaan lahan budi daya edamame di Taiwan tidak dijumpai bagi usaha pengembangan maupun perluasan budi daya tanaman edamame. Namun yang menjadi kendala utama justru ketersediaan tenaga kerja. Di Taiwan budi daya edamame memerlukan 700 hari kerja orang (HKO/ mondays) per hektar mulai dari tanam hingga seleksi produksi. Mahalnya upah tenaga kerja dan padatnya intensitas pekerjaan edamame selama tahun 1980-an telah mendorong prioritas mekanisasi pertanian. Mekanisasi di saat musim tanam hampir dilakukan di seluruh sektor kegiatan pertanian edamame di Taiwan, menggantikan cara tanam konvensional yang dianggap sudah menyebabkan kegiatan usaha tani ini tidak lagi menguntungkan. Namun demikian, pemakaian mesin panen tidak banyak berkembang saat itu, yakni kurang dari 10% dari total luasan tanam edamame yang dipanen dengan mesin. Hal ini disebabkan tingginya kehilangan dan rusaknya produk edamame segar akibat memar polong atau terjadinya cacat mekanis pada produk.
104
PEMASARAN DAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN EDAMAME
Tabel 8.2. Luas Pertanaman dan Keluaran (output) Edamame tahun 1983-1992
Tahun
1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
Produksi
Area Pertanaman (ha) Musim Semi
Musim Gugur
Total
Ton/ha
Total
2.206 2.577 2.512 3.116 4.379 3.896 3.238 5.092 3.414 3.919
4.933 4.092 4.358 5.349 5.070 3.783 4.025 4.760 3.526 3.750
7.139 6.669 6.870 8.465 9.449 7.679 7.263 9.852 6.940 7.669
5.94 5.78 5.79 5.83 6.16 6.06 5.71 6.00 7.00 6.69
42.389 38.528 40.932 49.372 58.179 45.571 41.494 59.109 48.578 53.412
Ekspor (Ton)
28.093 29.077 23.893 23.893 37.706 42.354 36.321 34.229 41.081 39.634
Sum ber : Shui–ho Che ng (1991)
Tingginya intensitas tenaga kerja manusia pada industri edamame dan merosotnya secara tajam ketersediaan tenaga kerja pertanian serta tingginya upah pekerja sangat mempengaruhi keberadaan industri edamame di Taiwan saat itu. Oleh karena itu, banyak perusahaan prosesing yang ada (packers) merelokasi usaha dan pabriknya ke Cina daratan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor edamame dari Cina ke Jepang secara signifikan di tahun 1995-an. Kondisi infrastruktur dan insentif investasi yang sangat menarik ditawarkan pemerintah Cina bagi investor asing menyebabkan eksodusnya packers edamame dari Taiwan ke Cina. Kesamaan kultur dan bahasa yang relatif sama memudahkan proses alih teknologi produksi edamame itu sendiri di Cina.
Foto 8.3. Mekanisasi Panen dengan har veste r sekal igus str ippe r edamame dari batang tanaman dan hasi lnya di Taiwan. (Dok. Shanm ug a Sundaram)
105
Membangun Agrobindustri
8.2.3. Thailand Saat ini edamame merupakan salah satu tanaman “Cash Crop” yang dipromosikan oleh pemerintah Thailand sebagai suplemen beras, jagung, dan ketela pohon. Karena budi daya edamame memerlukan tenaga kerja yang banyak (labour intensive), dan petani juga mempunyai keterbatasan atas ketersediaan tenaga kerja, maka setiap keluarga petani hanya dapat diprogramkan menanam edamame seluas ± 0,3 ha di setiap musim tanam. Namun demikian, bantuan dan perhatian pemerintah Thailand di dalam pengembangan usaha pertanian baru bernilai tambah ini sangat menjadi prioritas utama. Sarana infrastruktur, kelembagaan yang reliable serta permodalan usaha tani yang akomodatif sangat dirasakan para petani peserta program. Di samping, sikap responsif para petani sendiri terhadap kemajuan teknologi produksi baru. Sehingga, sekalipun setiap keluarga hanya menanam ± 0,3 ha, namun dapat dipastikan, hasil produktivitasnya tidak perlu diragukan lagi. Varietas edamame yang dikembangkan di Thailand saat itu adalah jenis Kaohsiung No.1, Ryokkoh dan Tsurunoko, yang mula-mula didatangkan dari Jepang dan Taiwan. Upaya pemuliaan varietas edamame untuk ekspor ke Jepang telah dimulai lebih kurang 30 tahun yang lalu. Pada tahun 1981 peran edamame semakin bertambah penting bagi pe reko nom ian Tha iland, kare na dengan k egi atan us aha ini dapat meningkatkan minat investasi perusahaan-perusahaan swasta joint venture asing yang bergerak di bidang pengolahan edamame untuk menanamkan modalnya di Thailand. Demikian pula dengan datangnya para agen pemasaran dari Taiwan ke Thailand yang mulai tertarik untuk memasarkan produk pertanian lain yang dihasilkan Thailand, bukan hanya edamame semata. Pada tahun 1988, Chiang May Frozen Company Limited melakukan demoplot edamame seluas 3,13 ha. Hasil panen polong segarnya kemudian dibekukan dan berhasil diekspor ke Jepang. Uji tanam terhadap galur-galur edamame dari AVRDC – Taiwan ini yang ditanam dalam percobaan demoplot tersebut hasilnya cukup memuaskan AVRDC, pengusaha pengolah maupun pembeli. Di tahun 1989 perusahaan yang sama melakukan demoplot edamame lanjutan bekerja sama dengan petani-petani di suatu desa, seluas 62,5 ha. Tahun 1990 luas pertanaman menjadi 212,5 ha dengan melibatkan 19 orang petani dalam proyek tersebut dan terus diperluas penanamannya.
8.2.4. Cina Tahun-tahun terakhir ini di Cina telah banyak tumbuh industri prosesing olah beku yang khusus mengolah produk sayur-mayur beku, khususnya edamame berorientasi ekspor ke Jepang dalam bentuk edamame beku (fro106
PEMASARAN DAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN EDAMAME
zen vegetable soybean). Meskipun 10 tahun yang lalu produksinya masih dalam jumlah sedikit dan kurang diperhitungkan keberadaannya, namun saat ini Cina adalah pemasok edamame nomor dua t e rbe sa r s et e la h Tai w an k e Je pa ng. Tampaknya jumlah ekspornya akan semakin bertambah besar di tahun mendatang karena semakin meluasnya usaha pertanaman edamame di Cina akibat terjadinya relokasi para packers Taiwan yang memindahkan kegiatan usahanya ke Cina. Cina, seperti halnya Taiwan, adalah negara beriklim subtropis yang merupakan iklim paling ideal bagi pe rtumbuhan opti mal e damam e untuk mencapai produktivitas optimalnya. Serangan hama dan penyakit relatif lebih sedikit dibandingkan dengan di negara beriklim tropis seperti Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Di samping itu, jarak Cina ke negara tujuan ekspor Jepang relatif lebih dekat sehingga sangat mempengaruhi besarnya biaya transportasi sebagai salah satu komponen biaya produksi yang tinggi. Oleh karena itu, Cina dapat menjual produk edamamenya maupun produk olah beku lainnya dengan harga yang relatif sangat murah.
8.2.5. Lain-lain
Foto 8.4. (a) Pane n e dam ame dan (b) keg iatan pada titik angkutan kolektor di Jember. (Dok . Keli k M)
Amerika, Brasil, Australia, Malaysia, dan Vietnam secara potensial juga merupakan negara-negara yang dapat memproduksi edamame. Namun demikian, pasokan produk edamame beku dari negara-negara tersebut sejauh ini masih sedikit. Informasi dan data mengenai pengembangan pertanaman edamame di negara tersebut juga tidak dipublikasikan secara meluas.
107
Membangun Agrobindustri
108
TINJAUAN PENGEMBANGAN EDAMAME DI INDONESIA
Bab
9
TINJAUAN PENGEMBANGAN EDAMAME DI INDONESIA
109
Membangun Agrobindustri
9.1. Tinjauan Umum Pengembangan Edamame di Indonesia Di Indonesia, tanaman kedelai telah dibudidayakan sejak awal abad ke-17, meskipun secara ilmiah penelitiannya baru dimulai pada tahun 1897 (Sumarno dan T. Adi Sarwanto, 1996). Namun demikian, awal pengembangan edamame (vegetable soybean) yakni sejenis tanaman kedelai sayur (Glycine max (L) Merrill) baru dilakukan untuk kepentingan sendiri di awal tahun delapan puluhan, guna konsumsi komunitas orang Jepang di Jakarta. Kedelai ini disebut juga sebagai kedelai Jepang atau populer disebut dengan edamame. Eda berarti cabang, dan mame berarti kacang, atau kacang yang tumbuh di sela cabang. Kedelai ini diintroduksi dari Jepang sebagai jenis kedelai sayur yang dipetik muda. Kegiatan untuk tujuan budi daya komersial edamame telah dimulai di wilayah Provinsi Jawa Barat sejak tahun 1988. Salah satu pelopor pengembangan edamame di Indonesia adalah Mr. Sakuma dari Cipanas dan Saung Mirwan yang dipimpin Bapak Theo Tatang Hadinata, sebuah perusahaan swasta yang berlokasi di Gadog, Bogor serta diperkenalkan pengembangannya untuk kegiatan agroindustri olah beku di Jember oleh Pamulang Integrated Farming (PIF) bekerja sama dengan Saung Mirwan (SM). Mengacu pada hasil percobaan pengembangan edamame di Jember sejak tahun 1992 sampai 1994, menunjukkan bahwa tanaman edamame mempunyai potensi untuk dikembangkan secara komersial, baik untuk pasar ekspor ke Jepang maupun untuk di dalam negeri. Produksi aktual yang opti-
Foto 9.1. Say a dan Dr. Sundaram di pe rtanaman edamame sistem tanam dou ble row di Je mbe r. (Dok . Prib adi)
110
TINJAUAN PENGEMBANGAN EDAMAME DI INDONESIA
mal dalam kondisi ideal berupa raw material budi daya edamame menggunakan “teknologi produksi edamame Jember” di Jember adalah sekitar 6 ton polong segar (fresh pods) per hektar dengan randemen ekspor berkisar 35–45%.
9.2. Pengembangan Kemitraan Usaha Tani Edamame Terjaminnya kontinuitas pasokan polong edamame segar untuk bahan baku “frozen edamame” dalam sistem pertanian berkala industri juga sangat tergantung dari kemampuan petani mitra dalam menguasai dan menerapkan teknologi produksi edamame. Petani mitra tidak dapat begitu saja langsung ditunjuk oleh perusahaan, karena untuk penguasaan baku teknis dan teknologi budi daya diperlukan waktu, di samping harus melalui serangkaian proses dalam mempersiapkan SDM dalam kegiatan agroindustri. Hal ini mengingat t ek no l ogi pro duk si edam a me l e bi h m aj u dibandingkan dengan teknologi biji kedelai, bahkan hampir menyamai teknologi produksi tembakau Besuki Na-Oogst sebagai komoditas berinisial “Product quality”.
9.3. Tinjauan Penelitian Edamame di Indonesia Penelitian tentang edamame di Indonesia memang sangat terbatas. Sejak “trial” introduksi edamame oleh Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan yang dilaksanakan oleh Ir. Hani Soewanto, Kepala B agia n Pene li t ia n dan Pe ngem bangan PT Perkebunan XXVII (Persero) pada tahun 1992, maka sejak tahun 1993 secara il miah telah dilakukan pengkajian pula oleh Suyono, MS, staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Jember (UNEJ) yang diperbantukan dalam kerja
Foto 9.2. Suy ono, MS me njelaskan min us one tes t cara Bl air y ang dil akukan dalam kaji uji se rap hara tanaman edamame kepada Pr of. Sjarifudin Baharsjah, Me nte ri Per tani an RI (1) dan Ibu Prof. Justika Baharsjah (2) di C angkri ng, Je mbe r. (Dok . Prib adi)
Foto 9.3. Ir. Suyono MS di lok asi lahan pe rcob aan tahap II, dal am upaya pe ngemb angan Kede lai Nasio nal. (Do k. Suyono MS)
111
Membangun Agrobindustri
sama antara Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan dengan Universitas Jember (UNEJ) dan PT Perkebunan XXVII (Persero). Namun demikian, publikasi hasil-hasil penelitian tentang edamame di dalam negeri memang sangat sedikit.
Foto 9.4. Tanaman e dam ame pada umur 60 har i (stadia R-5 k e R-6). Pencucian edamame di tahap pelatihan (1993) dan di tahap ko mersial oleh PT Mi tratani Dua Tujuh. (Dok . Prib adi)
Foto 9.5. (a) Ir. Wardojo (1), Mente ri Pe rtanian RI, meninjau k egiatan lapangan di Je mbe r (1993). (b) Prof. Sjarifudin Bahar sjah (2, Me nteri Muda Pe rtani an RI), be rsam a Bapak Nasruddin Sumintapur a (3, Me nte ri Muda Keuangan RI) meni njau kegiatan lapangan pelati han budi day a kede lai Jepang di Je mber (1993). (Dok . Prib adi)
112
TINJAUAN PENGEMBANGAN EDAMAME DI INDONESIA
Foto 9.6. Prof. Wardiman Djojone goro (1), Me nter i Pendidik an & K ebudayaan RI) berke nan me lihat realisasi ke rja sam a saya dengan Uni versitas Jem ber di lapang an, di dampingi Bupati Jem ber P. Wib owo (2). (Dok . Prib adi)
Foto 9.7. Bapak Marzuk i Usman (Menteri Ke hutanan & Perk ebunan RI) ber sama para Orang Lapang an (OL) di lahan per tanam an uji co ba tahap IV . (Dok . Prib adi)
Foto 9.9. (a) Tahun 1994, pada wak tu uji coba ekspor edamame sebag ai pro duk pel atihan ke Jepang, peni mbangan masih dil akukan secara manual deng an mem injam timbangan mi lih PT Perke bunan XXV II (Perse ro) (b ) Tahun 1995, PT Mitr atani Dua Tujuh sudah me mpuny ai Au tomatic packagin g & w eighting machine. (Dok . Prib adi)
113
Membangun Agrobindustri
Foto 9.10. Pe rtum buhan tanam an kede lai pada umur 18 hari dan 32 hari sete lah tanam (HST) dan petani terlatih y ang ter libat dalam kegiatan kajian. (Do k. Suyono MS)
Foto 9.11. Areal Inkubator Agr ibisnis Univ ersitas Jemb er, y ang dipakai untuk kaji uji aksesi kedelai unggul tahap IV tampak dari heli kopter . Gradasi warna me nunjukk an um ur tanaman edamam e yang ditanam se cara seri. (Dok . Prib adi) (Dok . Prib adi)
Foto 9.12. Areal pertanaman kaji uji gal ur unggulan edam ame yang dipe rsiapk an secara cer mat, sesuai deng an urutan no mor galur-galur edam ame yang diamati untuk pr ogram Kede lai Nasio nal (KENAS).
114
TINJAUAN PENGEMBANGAN EDAMAME DI INDONESIA
Foto 9.13. Per tanaman kedelai y ang dikaji uji berum ur 50 HST (Dok . Prib adi)
Kebijakan saya selaku Direksi PT Mitratani Dua Tujuh (1994-1999) bekerja sama dengan pihak terkait saat itu adalah terus melakukan kajian dan penelitian terhadap upaya pengembangan kedelai edamame di Jember. Demikian juga dengan program adopsi teknologi budi daya kedelai edamame kepada kedelai lokal yang dinamakan program Kedelai Nasional (KENAS), dalam upaya meningkatkan produktivitas kedelai nasional agar berdaya hasil di atas 2,0 ton per hektarnya dengan mempergunakan galur-galur dari Asian Vegetables Research & Development Centre (AVRDC) dan Assistant of Technical Mission Republic of China (ATM RoC). Secara rinci hasil kajian dimaksud diuraikan pada buku edisi khusus BUKU DUA, Membangun Agroindustri “Kedelai Sayur ke Kedelai Biji”.
115
Membangun Agrobindustri
116
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
Bab
10
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
117
Membangun Agrobindustri
10.1. Kualitas Edamame
Foto 10.1. (a) Bentuk se mpurna dengan k ualitas pr ima Edamame b erpolo ng dua dan tiga y ang dipersyar atkan pasar Jepang seb agai b ahan b aku industr i frozen edamame di Jemb er. (b) Polong satu sam a sekali ti dak dapat diteri ma, mel ainkan hanya dapat diolah sebagai bahan muk i (bi jinya) tanpa kul it. (Dok . Keli k M)
118
Menurut Samson C.S. Tsou (1992), karakteristik kualitas edamame yang dapat diterima di pasar internasional dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yakni: (i) penampilan fisik (appearance), (ii) rasa (eating quality), (iii) nilai gizi (nutritional quality), dan (iv) sanitasi (sanitation quality). Dari keempat kelompok tersebut, persyaratan kualitas spesifik edamame sebagai mata dagangan ( ko mo dit a s) y a ng ha rus di pe nuhi a da la h penampilan dan sanitasi. Sedangkan rasa dan nilai gizi memang dikehendaki pembeli yang dapat berubah sesuai dengan tingkat harga jualnya. Sedangkan Ryoichi Masuda (1991) membagi persyaratan kualitas edamame ke dalam 5 (lima) kategori, yaitu penampilan, rasa, aroma (flavor), tekstur, dan nilai gizi. Dalam hal ini penampilan polong edamame, yakni warna hijau cerah, sangat dikehendaki. Persyaratan kualitas sanitasi tidak berbeda dengan produk sayuran beku lainnya, terutama yang berkaitan dengan “tidak terjadinya gangguan kesehat an” bagi konsumen edamam e beku. Menurut Samson C.S. Tsou (1991), Total Plate Count (TPC) atau jumlah total bakteri yang ada dalam produk edamame beku harus lebih rendah dari 3 j uta/grm ba han. Selanjutny a pro duk edamame beku harus bebas dari bakteri E. Coli, Stabillo Cocus, dan cendawan Salmonella. Banyak sekali bahan yang dikandung dalam biji edamame yang berkaitan dengan “rasa”, seperti gula, asam-asam amino, asam-asam organik, garam-garam anorganik, flaronoids dan saponims. Adanya hubungan (korelasi) antara komponen-komponen kimia dan nilai (scores) uji rasa secara “organoleptik” (dengan indra rasa di mulut) edamame yang telah di-blanching dapat dilihat dalam Tabel 10.1.
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
Diagram 10.1. Hubungan antara Warna Polong dengan Kadar Ask o rbat da l am Bi ji Eda ma m e Se l am a Penyimpanan (Akinoto dan Kuroda, 1981)
10.2. Kuaitas Polong Edamame Sebagai Bahan Baku Agroindustri Edamame sebagai baha n baku agroindustri, secara fisik tampilannya harus memenuhi kriteriakriteria utama yang dikehendaki pasar (Foto 9.7.). Misalnya: (1) Dalam 500 grm berat edamame terdiri dari 160-170 polong, jumlah biji dalam polong hanya dua atau tiga saja. Polong satu tidak boleh terikut, (2) Warna polong cerah hijau dengan besar polong seragam, (3) Rasa khas edamame dengan tunjukan kadar kemanisan (brix) di atas 9 pada hand refractometer, (4) Bentuk normal tidak cacat bawaan, cacat fisik maupun cacat mekanis. Khusus untuk adanya titik cokelat (brown spot) pada polong akibat serangan hama penusuk, selama kerusakan hanya sebatas permukaan polong tidak menembus ke biji serta brown spot berdiameter tidak melebihi 2 mm, maka polong masih dapat ditolerir dapat diterima (tergantung kesepakatan dengan pihak pembeli), dan (5) Jumlah maksimum polong kecil tidak kurang dari 5% dan polong dengan brown spot tidak kurang dari 10% dalam setiap 500 grm.
Foto 10.2. Tam pilan bentuk pol ong edamame normal ber biji dua dan berbi ji tig a, mulus tanpa cacat, uk uran polong seragam seb agai b ahan b aku agr oindustri edamame. (Dok . Prib adi)
Foto 10.3. Tam pilan polong edam ame ber bentuk abnormal , tam pak bentuk po long y ang ti dak pro porsi onal dan ti dak seragam. (Dok . Prib adi)
119
Membangun Agrobindustri
Foto 10.4. Tam pilan bentuk pol ong edamame cacat fi sik aki bat m ekanis (patah, pol ong te rkelupas, se rat tepi pol ong te rkoyak), atau po long pecah. (Dok . Prib adi)
Foto 10.5. Tam pilan bentuk pol ong edam ame yang kecil (be rat di b awah 2,3 grm per pol ong, tanda “x”), y ang ti dak dapat me menuhi jum lah 160-170 po long/500 grm. (Dok . Prib adi)
10.3. Ukuran Polong Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap ukuran polong edamame yang diinginkan pasar mengacu pada jumlah polong 160-170 buah per 500 grm adalah berat ideal rata-rata 2,5 grm per polongnya dengan ukuran (dimensi) polong: Tabel 10.1. Dimensi Ukuran Polong Edamame Dimensi (mm)
Polong Dua
Polong T iga
Panjang Lebar Tebal
50-60 15-17 8-12
70-75 15-17 8-12
Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan rasa
yang
dikehendaki adalah sucrose , asam glutamat dan alinine. Sedangkan komponen-komponen yang tidak dikehendaki berkaitan dengan rasa pahit, 120
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
aneh, berbau logam dan terasa kering di mulut tertera dalam Tabel 10.1., di mana Saponin dan Isoflavin bertanggung jawab terhadap aroma yang tidak
Foto 10.6. Mujiningsih, AMD (be rkerudung) memeri ksa hasil, jumlah polo ng edamame per 500 grm dan kualitas maupun tingkat k erusakan po long akibat serangan hama (terutama hama etiella dan penusuk polo ng) atas hasil panen edamam e Orang Lapangan (OL) Achmad Juarsah di pene rimaan PT Mitr atani Dua Tujuh. (Do k. Sig it H. Samsu dan Keli k M)
dikehendaki pada edamame, dan nilai organoleptiknya juga mudah. Tabel 10.2. Korelasi Antara “score” Pengujian dengan Kadar Sucrose, Glucose, Asam glutamat, dan alanine dalam Biji Edamame di suhu 26oC dengan Waktu Pengujian Berbeda. Nilai Koefisien Korelasi (n)
Variabel Sucrose
Glucose
As. Glutamat
Alanine
Kemanisan
0,76
0,57
0,72
0,5
Rasa
0,86
0,56
0,79
0,66
Keseluruhan
0,88
0,59
0,82
0,65
Sum ber: Ryoichi Masuda (1991)
121
Membangun Agrobindustri
Tabel 10.3. Komponen-komponen dalam Biji Edamame yang Telah Dikehendaki Berkaitan dengan Rasa KOMPO NEN
SUMBER
CIRI-CIRI
Phenolic acids
asam, pahit, bau aneh
biji yang kehilangan lemak
Oxidized phospatidylchline
pahit
biji yang kehilangan lemak
Oxidized fattyacid
pahit
minyak teroksidasi
Hydrophobic peptide
pahit
produk terfermentasi
Isoflavin
pahit
biji yang kehilangan lemak
Daidzin
pahit
Genistin
pahit
Saponim
pahit
A group saponin
pahit
B group saponin
pahit
Soyasaponin I
pahit
semua biji semua biji semua biji hypocotil semua biji biji kering
Sum ber: Okuba, dalam Ryoichi Masuda (1991)
Tabel 10.4. Kekerasan Biji Edamame yang Direbus Berasal dari Tiga Varietas Edamame yang Dipanen pada Tingkat Kemasakan yang Berbeda Varietas
Persentase Kekerasan pada Kemasakan
LSD
60%
80%
100%
Kaoshiung No. 1
2.562
2.628
3.297
217
Tsurunoko
2.494
3.118
3.564
194
Ryokkoh
2.917
2.713
2.811
178
LSD
240
197
272
Hasil penelitian yang datanya tersaji dalam Tabel 10.4. menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata dalam hal kekerasan biji yang dipanen antara 60% hingga 100% stadia ketuaan penuh (maturity). Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan biji bukanlah suatu faktor kritis dalam penentuan saat panen. 122
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
10.4. Penurunan Kualitas Edamame Hasil-hasil penelitian tentang penurunan kualitas edamame sangat terbatas. Edamame termasuk jenis sayuran yang mempunyai tingkat pernapasan (respirasi) yang tinggi. Setelah dipanen, kadar gula akan menurun cepat pada suhu tinggi (Tabel 10.5.). Kadar asam-asam amino bebas juga akan menurun dalam waktu singkat, sedangkan kadar alamine akan menurun setengahnya apabila asam glutamat turun menjadi dua pertiga dalam suhu kamar (26 ± 2oC) pada kelembaban nisbi 66% selama 24 jam. Dalam hal ini penurunan kemanisan dan rasa akan terjadi setelah 10 jam disimpan tanpa conditioning lingkungan. Karakteristik kualitas edamame yang dikehendaki pasar internasional utamanya di Jepang (AVRDC, 1991) adalah (a) Ukuran polong antara 1,2-1,5 cm (lebar) dan 4,5-5,0 cm (panjang). (b) Polong sehat isi 2-3 biji per polong atau ± 165 polong per 0,5 kg untuk grade A. (c) Polong berwarna hijau segar. (d) Polong hasil panen pada stadia R-6. (e) Rasa manis. (f) Tidak tercampur benda lain seperti plastik, daun, tangkai dan bendabenda asing lainnya. (g) Tidak mengandung bahan-bahan bersifat meracun. (h) Tanpa cacat. (i) Tidak mengandung bakteri atau cendawan patogen yang melebihi batas yang dapat ditoleransi berkaitan dengan kesehatan manusia. Tabel 10.5. Pengaruh Suhu Ruang Penyimpanan terhadap Kadar Gula dalam Biji Edamame Suhu Ruang Penyimpanan (0C)
0 20 28
Setelah Panen 8
24
49
96
168
98 *) 82 85
100 68 59
100 48 36
83 27 25
76 25
Sum ber: Yashuhi ro Chi ba (1991)
123
Membangun Agrobindustri
Penampilan edamame terutama warna polong edamame menjadi tolok ukur utama kualitas edamame. Penurunan kualitas edamame yang tercermin dari perubahan warna kulit edamame berkaitan dengan lama penyimpanan dapat dikuantifikasikan seperti yang dikemukakan oleh Yashuhiri Chiba (1991) di dalam Tabel 10.6. Tabel 10.6. Kualitas Perubahan Warna Polong Selama Periode Penyimpanan Warna Panen Saat panen Setelah disimpan (3 hari, suhu 25oC)
L
a
b
X
61,0
-19,1
41,0
131,0
60,9
-19,1
41,1
133,0
Pengukuran warna polong edamame dilakukan dengan alat pengukuran warna “colorimeter” (Minolta CR-100) yang dinyatakan menurut suatu sistem warna di laboratorium yang telah direkomendasikan oleh Committee on International Illumination. Selama periode penuaan, nilai “L” (0 = putih dan 100 = hitam) meningkat dan nilai “a” (+ = merah dan - = hijau) juga meningkat dalam nilai minus. Sebaliknya nilai “b” ( + = kuning dan - = biru) tidak ada perubahan. Indeks warna (x) dapat dihitung dari minus. X = L x b/a Nilai X akan tinggi dan meningkat sejalan dengan perubahan warna polong edamame (rusak).
10.5. Menjaga Kualitas Edamame Menurut Yashuhiro Chiba (1991), polong edamame hasil panen pada kondisi suhu rendah (dingin) sangat penting untuk mempertahankan kualitasnya tetap tinggi. Di Jepang pendinginan pendahuluan (precooling) dilakukan di dalam gudang penyimpan di wilayah penghasil edamame sebelum dikirim ke konsumen. Ada dua cara perlakuan pendinginan pendahuluan, yakni (i) pendinginan udara (air-cooling) dan (ii) pendinginan di ruang hampa udara (vacuum-cooling). Cara (ii) inilah yang paling efektif untuk menjaga agar kualitas edamame tetap baik. Demikian juga dengan menyimpan edamame (sebentar) sebelum 124
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
diproses olah beku pada tempat yang mempunyai kelembaban tinggi atau dengan penyemprotan air dapat menjaga polong edamame tetap segar. Pengalaman saya ternyata menunjukkan bahwa edamame yang mengalami proses chilling (temp 40C – 8 0C, selama 4 jam) mempunyai tingkat kemanisan polong yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami proses chilling. Mempertahankan kualitas edamame agar tetap baik setelah dipanen penting artinya, karena komoditas ini termasuk dalam kelompok sayuran yang mempunyai tingkat respirasi tinggi, di mana setelah dipanen, kadar gula akan menurun cepat pada suhu tinggi.
10.6. Nilai Gizi Edamame Edamame adalah sejenis kedelai yang bergizi cukup baik bagi kesehatan manusia. Yakni, sebagai sumber protein nabati dan mineral yang murah serta mempunyai kandungan vitamin C dan serat yang cukup tinggi. Kadar asam amino kedelai termasuk paling lengkap. Tiap satu gram asam amino kedelai mengandung 340 mgr Isoleusin, 480 mgr Leusin, 400 mgr Lisin, 310 mgr Fenilalanin, 200 mgr Tirosin, 80 mgr Metionin, 110 mgr Sistin, 250 mgr Treonin, 90 mgr Triptofan, dan 330 mgr Valin. Galactomanna juga dijumpai pada kulit biji. Kedelai di samping berguna untuk mencukupi kebutuhan gizi tubuh, juga berkhasiat sebagai obat beberapa penyakit. Hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa kedelai berkhasiat mencegah kanker dan jantung koroner. Kedelai mengandung dua senyawa penting, phenolik dan asam lemak tak jenuh. Kedua senyawa tersebut dapat menghalangi munculnya bentuk senyawa Nitrosamin (senyawa karsinogen penyebab kanker). Di samping itu, kadar Letichin dalam kedelai juga dapat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh, sehingga secara tidak langsung dapat menekan penyakit darah tinggi dan diare. Kajian yang dilakukan Washington State University menyatakan bahwa kandungan gizi edamame sangat baik. Protein yang terkandung di dalamnya sangat berlimpah dan berkualitas tinggi. Mendekati daging dengan keseimbangan kandungan asam aminonya. Dicontohkan bahwa satu setengah cangkir susu edamame dapat mendukung kebutuhan protein rata-rata manusia dewasa yang 46-63 grm sehari dengan sebesar 11 grm. Inilah salah satu tampilan kandungan nutrisi yang terdapat dari setengah cangkir susu edamame, yaitu mengandung 130 mg Kalsium. Hal ini tidak hanya membuat tulang dan gigi kuat, tetapi juga dapat membantu mencegah penyakit jantung dan kanker usus besar. Juga mengandung 485 mg Potasium yang dapat membuat normalnya tekanan darah. Di samping itu, edamame juga mengandung kadar zat besi yang cukup 125
Membangun Agrobindustri
tinggi dan folate vitamin B, di mana zat besi ini berguna untuk memperlancar aliran darah dan meningkatkan kandungan oksigen di dalam darah ke seluruh tubuh. Dengan demikian, otak dan otot dapat bekerja optimal mencegah kelelahan. Kandungan Folate, vitamin B yang cukup tinggi juga dapat membantu mencegah penyakit jantung. Nilai gizi edamame menurut Tsou (1991) dan Ryoichi Masuda (1991) dapat dilihat dalam Tabel 10.7, 10.8, dan Tabel 10.9. Tabel 10.7. Nilai Gizi Edamame (Tsou, 1991) Komponen
Persentase (%)
Gula
3,3*)
Protein
13,6
Pati
3,36
Minyak
6,32
Abei
1,48
Serat
1,53
Non N-extract
10,65
*) Produk PT Mitratani Dua Tujuh adalah 6-14%
Kajian mendalam tentang nilai gizi di dalam edamame juga dilakukan oleh Mohamed dan Rangappa (1992) berkaitan dengan varietas-varietas (kultivar) yang dibudidayakan, utamanya terhadap kadar minyak, asam-asam lemak, sterols dan aktivitas dipoxygenate. Hasil kajian dari 17 genotipe edamame menunjukkan bahwa: (a) Rerata kadar minyak 18,44% dengan selang antara 15,56% (kultivar Wilson -5) hingga 23,36% (kultivar Sango). (b) Aktivitas Lipoxygenase selang antara 829,8 unit/menit/mg (PI 417310) hingga 4750,4 unit/menit/mg (PI 423759) dengan nilai rata-rata 2176,3 unit/menit/mg. (c) Kadar Beta Silosterol sebesar 45,95% merupakan sterol nabati utama yang dijumpai dalam edamame, disusul oleh stigmasterol (16,48%), Campsterol (16,06%) dan dihydroxybrassicasterol (5,62%). 126
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
Palmitat dan linoleat merupakan komponen utama, yakni > 90% total asam-asam lemak. Rerata kadar linoleat 53,34% dan asam-asam linoleat 9,19% terhadap total asam-asam lemak yang terdapat di dalam edamame lebih tinggi dibandingkan dengan kadar asam-asam lemak sejenis yang ada di dalam kedelai biji. Tingginya kadar minyak nabati, asam linoleat dan sterol yang ada di dalam kultivar edamame merupakan salah satu kriteria penilaian bahwa edamame sebagai suatu makanan yang mempunyai kualitas gizi tinggi. Kadar gula yang dijumpai dalam edamame lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai biji. Tabel 10.8 Kadar Nutrisi Beberapa Produk Kedelai Biji Terkandung di dalam (Natto dan Momen Tofu) serta Edamame Komposisi
Enersi (Kcal/100 gram)
Natou
Momen Tofu
Edamame
200,00
77,00
582,00
Air (grm/100gram)
59,50
6,80
71,10
Protein (gram/100 gram)
16,50
6,80
11,40
Lipid (gram/100 gram)
10,00
5,00
6,60
Nonfibrous (gram/100 gram)
9,80
0,80
7,40 15,60
Serat (gram/100 gram)
2,30
-
Abu (gram/100 gram)
1,90
0,60
70,00
Kalsium (gram/100 gram)
90,00
120,00
140,00
Fosfor (gram/100 gram)
190,00
85,00
1,70
3,30
1,40
1,00
Besi (gram/100 gram) Natrium (gram/100 gram)
2,00
3,00
140,00
Kalium (gram/100 gram)
660,00
85,00
100,00
Karoten (gram/100 gram)
-
-
100,00
Vitamin (gram/100 gram)
B1
0,07
0,07
0,27
Vitamin (gram/100 gram)
B2
0,56
0,03
0,14
1,10
0,10
1,00
Niacin (gram/100 gram) Asam (gram/100 gram)
2,70
Sum ber: Ryoichi Masuda (1991)
Kedelai mempunyai peran dan sumbangan yang sangat besar bagi penyediaan bahan pangan bergizi bagi penduduk dunia, sehingga disebut “Gold from the soil” dan disebut juga sebagai “The world’s miracle”, karena kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino seperti tersaji pada Tabel
127
Membangun Agrobindustri
10.9. Tabel 10.9. Kandungan Gizi dalam Setiap 100 Gram Bahan Kedelai Kandungan Gizi
Banyaknya dalam: Kedelai Basah
Kedelai Kering
Kalori
286,00 kal
331,00 kal
Protein
30,20 grm
Lemak
15,60 grm
34,90 grm 18,10 grm
Karbohidrat
30,10 grm
34,80 grm
Kalsium
196,00 mgr
227,00 mgr
Fosfor
506,00 mgr
585,00 mgr
Zat Besi
6,90 mgr
8,00 mgr
Vitamin A
95,00 SI
110,00 SI
Vitamin B 1
0,93 mgr
1,07 mgr
Vitamin C Air
-
-
20,00 grm
10,00 grm
Sum ber: Direktorat Gizi De pkes RI (1981)
Untuk mengetahui lebih lanjut kandungan nutrisi kedelai edamame secara lengkap yang didapat dari USDA untuk edamame segar, edamame yang sudah dimasak tanpa garam, maupun edamame yang sudah dimasak dengan garam dapat dilihat pada lampiran.
10.7. Sanitasi Guna memenuhi syarat ekspor ke Jepang, beberapa persyaratan sanitasi negara tujuan ekspor harus dapat dipenuhi yang mengacu pada HACCP maupun Quarantine & Sanitation Law yang berlaku. Seperti jumlah total plate count (TPC) atau jumlah bakteri yang tinggal hidup di setiap satu gram berat produk adalah pada angka 3 juta untuk proses regular blanching (perebusan 90 detik) dan angka maksimum 100.000 untuk proses long blanching (perebusan 180 detik) serta produk harus bebas dari bakteri E Coli, Stabilo cocus, dan cendawan Salmonela. Produk edamame beku dengan proses regular blanching biasanya masih akan dimasak lagi sebelum disajikan (hot served), sedangkan pada produk long blanching, produk biasanya langsung
128
KUALITAS, NILAI GIZI EDAMAME, DAN SANITASI
disajikan (cool served). Untuk mengantisipasi hal-hal di atas, produk edamame sudah mendapat perlakuan sanitasi sejak panen dilakukan di lapangan. Misalnya, untuk menjaga kesegaran polong sambil menunggu datangnya kendaraan kolektor, air yang dipergunakan untuk menyiram polong harus air bersih dari sumur. Aplikasi dan pemenuhan syarat sanitasi secara ketat dan sungguhsungguh menyebabkan pihak pembeli produk edamame beku PT Mitratani Dua Tujuh di Jepang berani mencantumkan nama perusahaan saya di kemasan produk (Foto 2.22.). Ini adalah suatu hal yang tidak lazim yang didasari kepercayaan atas kualitas yang dihasilkan semata serta niat baik sang importir untuk memperkenalkan produk edamame beku dari Indonesia, walaupun konsekuensinya apabila terjadi klaim dari customer akan berisiko fatal bagi importir maupun produsennya. Itulah sebuah risiko bisnis.
129
Membangun Agrobindustri
130
TINJAUAN INDUSTRI KEDELAI SAYUR BEKU DALAM SISTEM...
Bab
11
TINJAUAN INDUSTRI KEDELAI SAYUR BEKU DALAM SISTEM PERTANIAN MODERN BERKELANJUTAN
131
Membangun Agrobindustri
11.1. Sistem Pertanian Modern dan Berkelanjutan Hingga saat ini pengembangan agribisnis Indonesia kelihatannya “mentok” pada tahapan perkembangan paling awal dari sistem agribisnis, yaitu pengembangan yang mengandalkan kepada keunggulan komparatif (comparative advantages). Hal ini dapat dilihat dari pengembangan output agribisnis Indonesia yang masih didominasi oleh barang antara, berupa raw material yang memiliki nilai tambah rendah dan dominannya penggunaan tenaga kerja tidak terlatih. Tidak tercapainya titik pengembangan yang optimal ini tentu saja mengakibatkan besarnya opportunity cost yang harus ditanggung akibat hilangnya kesempatan-kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi serta penetrasi pasar yang lebih luas. Padahal Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain utama di sektor agribisnis dunia. Dengan potensi lahan 1,8 juta hektar untuk pengembangan hortikultura, serta dukungan ketersediaan sumber daya alam (SDA), iklim tropis yang membuat dimungkinkannya kita bercocok tanam sepanjang tahun dan budaya agraris pada masyarakat Indonesia yang melekat erat. Namun mengapa agribisnis kita “memble”?
11.2. Tinjauan Industri Kedelai Sayur Beku More can be done with love. Kecintaan dan kadung kejeblos itu sebagai sebuah langkah awal saya dalam upaya mewujudkan cita-cita dan keinginan membangun agroindustri Indonesia, sekaligus memperkenalkannya di pasar dunia. Diperlukan satu langkah awal dan taktik jitu yang dapat diterima pasar internasional dan pasar Jepang. Satu kayuh dua pulau terlampaui. Sudah menjadi rahasia umum, Jepang adalah pasar bergengsi yang sangat sulit ditembus. Bila produk bisa masuk Jepang, diyakini produk akan dengan mudah masuk ke negara lain. Kegiatan industri salah satu kriterianya adalah adanya kepastian kontinuitas terhadap kuantitas pasokan bahan baku yang tidak terputus. Demikian juga pada kegiatan agroindustri, seharusnya tidak hanya bergantung pada kesesuaian musim atas ketersediaan bahan bakunya saja. Harus selalu diupayakan agar kapasitas olah pabrik dapat terisi secara optimal. Dan upaya untuk memenuhi kriteria agroindustri modern adalah dengan optimalisasi pola rotasi tanaman pada lahan petani. Dicontohkan, bahwa kegiatan agroindustri kedelai sayur beku di Jember yang dilakukan oleh PT Mitratani Dua Tujuh ini dapat berjalan berkesinambungan setiap hari sepanjang tahun tanpa bergantung pada musim. 132
TINJAUAN INDUSTRI KEDELAI SAYUR BEKU DALAM SISTEM...
11.2.1. Agroindustri Bernuansa Ekspor Kegiatan agroindustri bernuansa ekspor ini merupakan kegiatan industrial farming dengan pendekatan pola rotasi tanaman yang dilakukan secara korporasi, yaitu terhadap: 11.2.1.a. Budi Daya Adopsi teknologi kedelai sayur yang sifatnya intensif sebagai produk penyandang predikat product quality sangat terbantu keberadaannya di Jember. Hal ini karena budaya pertanian tembakau untuk kepentingan industri sudah melekat erat di masyarakat Jember. Infrastruktur yang sangat baik dipersiapkannya sejak zaman kolonialisme Belanda, sangat membantu percepatan alih teknologi maupun adaptasi petani tembakau terhadap budi daya kedelai sayur ini. Di samping geografis wilayah Jember terletak di kaki Gunung Argopuro dan Gunung Raung yang terkenal akan kesuburan tanahnya, sehingga oleh masyarakat setempat wilayah tanah Jember dikatakan sebagai tanah raja, karena suburnya. Dari pengalaman saya, dan mengacu pada pola rotasi tanaman para petani (setelah padi) maupun rencana kerja induk perusahaan saat itu, maka secara nyata dapat diambil kesimpulan, bahwa budi daya kedelai edamame ini dapat dilakukan di sepanjang tahun. Artinya, dapat ditanam di setiap hari untuk dipanen di setiap hari pula guna memenuhi pasokan bahan baku olah beku PT Mitratani Dua Tujuh. Kegiatan tersebut sudah dilakukan serta dibuktikan oleh rekan-rekan petugas lapangan di Jember. Yang paling berat dihadapi dalam kegiatan budi daya kedelai edamame adalah mengatasi masalah kultur budaya tani tanaman yang relatif “sangat manja”, banyaknya hama dan penyakit, serta menentukan pemilihan tepat jenis pestisida dan insektisida yang mempunyai ambang batas residu minimal untuk dapat lolos dari pemeriksaan atas 22 jenis residu pestisida yang terdapat di produk akhir. 11.2.1b. Pasca-Panen dan Proses Olah Beku Telah digambarkan di awal, bahwa kadar kemanisan kedelai sayur di stadia R-6 atau R-7 setelah dipetik akan menurun dengan cepat akibat panas matahari atau kondisi lingkungan sekitar yang tidak terkondisi. Dengan demikian, diperlukan kecepatan penanganan pascapanen yang tepat agar kualitas polong segar tidak cepat menurun. Yaitu, diusahakan tidak lebih dari empat jam sejak polong dipetik sampai dengan polong diproses olah beku dilakukan. Metodologi seleksi di saat panen juga harus diperhatikan para pekerja panen, agar polong segar terpilih dengan standar kualitas ekspor (polong berbiji dua dan tiga) tidak tercampur aduk dengan polong yang tidak 133
Membangun Agrobindustri
memenuhi syarat ekspor (polong berbiji satu, polong kepak, polong yang cacat bentuk bawaan maupun polong cacat akibat serangan hama atau polong cacat mekanis).
Diagram 11.1. Diagram Alur Proses Frozen Edamame
SORTASI
Seleksi edamame di lapangan dan di pabrik
BLOWING
Pembersihan dengan alat peniup blower
BLANCHING
COOLING
QC
FREEZING
QC
PACKING
QC
STUFFING
TRANSPORTING
134
Perebusan sesaat untuk mendapatkan photographic effect
Pendinginan dengan air
Pemeriksaan mutu
Pembekuan dengan cryogenics system atau tunnel freezer
Pemeriksaan mutu
Pengemasan dan penimbangan
Pemeriksaan mutu
Stuffing & Storages di dalam cold storages
Pengangkutan ke negara tujuan ekspor
TINJAUAN INDUSTRI KEDELAI SAYUR BEKU DALAM SISTEM...
Dari seluruh kegiatan prosesing yang terberat dihadapi untuk dapat menembus pasar ekspor ke Jepang adalah memenuhi persyaratan sanitasi dan higienis yang dipersyaratkan. Paling tidak kita harus mengacu pada standar hazard analytical critical control point (HACCP) sebagai pijakan standar sanitasi prosesing. Juga sangat perlu serta benarbenar dipahami peraturan karantina dan sanitasi negara tujuan ekspor sebelum kita melakukan ekspor. 11.2.1d. Pemasaran Kunci keberhasilan sebuah kegiatan industri, apalagi agroindust ri bukan sem ata kepa da tingginya kualitas produk ditambah dengan hargany a yang murah meriah, namun lebih dititikberatkan kepada strategi pemasaran yang jitu. Apakah kita ingin menjadi retailer, producer, atau wholeseller, atau kombinasi di antaranya. Yang je la s, m as ing-m as ing ke gi at an a ka n mempunyai approach pemasaran tersendiri. Tinjauan industri kedelai sayur beku dalam sistem pertanian modern berkelanjutan sangat bergantung pada kejelian melihat pasar dan pel ua ng. Strat egi pem as a ra n sa nga t vi ta l perannya. Produktivitas tanaman yang tinggi namun tidak dapat dipasarkan sama aja bo’ong, tidak ada gunanya. Tanpa agresivitas bagian pemasaran dalam melakukan upaya penetrasi pas ar ya ng di duk ung denga n k em a mpua n mengolah informasi akan supply & demand produk agribisnis, m aka pada gi lirannya kegia tan agroindustri ini tidak akan berkembang seperti yang diharapkan semula. Saya selalu berpedoman, produk apa yang dii nginkan pasa r, m aka produk i tula h ya ng disediakan.
Foto 11.1. (a) Proses sortasi edamame semiber sih yang sudah mengacu pada standar HACCP di PT Mitratani Dua Tujuh di Jemb er (1999) (b) Bandingkan deng an ke giatan sortasi di saat uji co ba dan pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1993). (Dok . Prib adi)
135
Membangun Agrobindustri
136
ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI EDAMAME UNTUK KEDELAI BIJI
Bab
12
ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI EDAMAME UNTUK KEDELAI BIJI
137
Membangun Agrobindustri
12.1. Teknologi Produksi Kedelai Unggul di Lahan Sawah Sampai dengan tahun 1995, lebih dari 20 kultivar kedelai unggul telah dilepas oleh pemerintah Republik Indonesia kepada petani. Sebagian dari kultivar kedelai tersebut mempunyai daya hasil lebih dari 2,0 ton per hektar dan me rupaka n k ede lai ba han ba ku t empe dan tahu. Sej ala n dengan perkembangan agroindustri di Indonesia seperti industri minyak, susu, kedelai, dan makanan lainnya berbahan baku kedelai, maka impor kedelai semakin meningkat pula dari tahun ke tahun. Sebagai bahan baku agroindustri seperti untuk minyak dan susu, persyaratan kualitas menjadi pembatas utama bagi kultivar kedelai nasional. Dalam hal ini beberapa kriteria yang dipersyaratkan untuk pasokan aogroindustri antara lain (i) berat per 100 biji > 12 gram, (ii) warna kuning cerah, (iii) kadar minyak tinggi (± 20%), (iv) kadar protein tinggi (± 40%). Sedangkan sebagian besar kultivar kedelai yang telah dilepas pemerintah mempunyai berat “hanya” antara 8,5-13 gram per 100 biji. Penyediaan bahan baku kedelai untuk agroindustri tentunya membutuhkan kultivar-kultivar kedelai unggul yang bercirikan “gen superior”, baik sebagai hasil pemuliaan dalam negeri maupun introduksi dari luar negeri, agar upaya peningkatan daya hasil dan kualitas kedelai nasional dapat sesuai dengan yang diharapkan. Semakin unggul suatu kultivar kedelai, maka teknologi produksinya juga perlu dikaji dan disesuaikan sedemikian rupa agar ekspresi “gen” dapat mendekati maksimalnya. Dalam hal untuk mencapai ini diperlukan daya dukung lahan (land capability) yang memadai, sehingga untuk menopang keberhasilannya diperlukan lahan sawah sebagai media tumbuh. Budi daya kedelai di lahan sawah yang dilakukan selama ini sebagian besar masih menganut prinsip “low input” dan “no tillage” (tanpa olah tanah) hingga “minimum tillage”. Padahal hasil-hasil kajian ilmiah, kultivar kedelai unggul sangat tanggap (respons) terhadap “input” teknologi, seperti pengolahan tanah, pemberian bahan organik, aplikasi Rhizobium, pemupukan berimbang dan pengairan. Dalam rangka membantu program pemerintah untuk swasembada kedelai dan agar didapat wawasan petani yang lebih terbuka, bahwa kedelai dapat dijadikan tanaman utama yang hasilnya tidak kalah dengan padi atau jagung, maka sejak tahun 1993 hingga 1997 telah dilakukan introduksi dan pengembangan edamame (vegetable soybean) dan aksesi kedelai (grain soybean) bahan baku agroindustri di Jember. Edamame adalah tanaman kedelai asal Jepang yang dipanen pada stadia R-6 dan R-7 serta memiliki ukuran biji sangat besar, yakni 30-50 gram/ 100 biji. Sebagai salah satu masukan pengembangan kedelai unggul bahan baku agroindustri, berikut ini disampaikan panduan teknologi untuk budi daya kedelai (grain soybean) seperti yang tertera dalam Tabel 12.1. 138
ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI EDAMAME UNTUK KEDELAI BIJI
Tabel 12.1. Teknologi Produksi Kedelai Bahan Baku Agroindustri Komponen Teknologi
Aplikasi
a. Penyidikan Lahan - Selidik cepat lahan
30 - 29 HSbT
- Analisis laboratorium
29 - 23 HSbT
b. Persiapan Mulsa - Pengadaan mulsa
30 - 15 HSbT
c. Pupuk O rganik - Pengumpulan/pembuatan pupuk organik
30 - 15 HSbT
d. Penyiapan Lahan - Brujul ke-1 (kedalaman 15-20 cm)
21 - 19 HSbT
- Pembuatan saluran drainase/irigasi
15 - 10 HSbT
- Kupas pematang
15 - 10 HSbT
- Brujul ke-2 (kedalaman 20 cm)
15 - 10 HSbT
- Pemuatan bedengan/petak tanaman sekitar 500 bedeng/hektar
12 - 8 HSbT
@ 1,2 x 10 m e. Pupuk Dasar - Aplikasi pupuk organik + fosfat
10 - 8 HSbT
(3 - 5 t + 50 - 150 kg T SP per hektar) - Aplikasi pupuk N dan K (50 - 100 kg Urea +
5 - 3 HSbT
50 - 100 kg KCl per hektar) f.
Pengaturan Lengas Tanah - Pengairan/siraman
3 - 1 HSbT
g. Persiapan Tanam - Pemasangan ajir jarak tanam
3 - 1 HSbT
- Perataan/kebersihan bedengan
3 - 1 HSbT
h. Tanam - Seed treatment (Marshall)
0 HST
- Tanam
0 HST
- Tutup mulsa (3-4 ton per hektar)
0 HST
- Siram/pengairan (kapasitas lapang s.d. kedalaman lebih dari 30 cm). i.
Pemeliharaan Tanaman - Pengairan/siram ke-1
1 - 4 HST
- Evaluasi vigor/germinasi
7 - 9 HST
- Proteksi HPT ke-1
9 - 11 HST
- Pengairan ke-2
9 - 11 HST
- Pengendalian gulma ke-1
13 - 15 HST
- Proteksi HPT ke-2
15 - 17 HST
- Pemupukan (side grassing) (50-100 kg urea + 50 kg KCl
20 - 22 HST
per hektar)
16 - 18 HST
- Pengairan ke-3
20 - 22 HST
- Proteksi HPT ke-3
22 - 25 HST
139
Membangun Agrobindustri
- Pengairan ke-4
20 - 22 HST
- Pengendalian gulma
27 - 29 HST
- Proteksi HPT ke-4
27 - 29 HST
- Pengairan ke-5
+ 30 HST
- Proteksi HPT ke-5
+ 35 HST
- pengairan ke-6
+ 35 HST
- proteksi HPT ke-6
+ 42 HST
- pengairan ke-7
+ 42 HST
- proteksi HPT ke-7
+ 49 HST
- pengairan ke-8
+ 49 HST
- proteksi HPT ke-8
+ 60 HST
- pengairan ke-9
75 - 95 HST
j. Panen
75 - 100 HST
k. pengeringan l.
Pemipilan
80 - 100 HST
m. Grading/sortasi
80 - 100 HST
n. Pengepakan/penyimpanan
80 - 105 HST
Keterangan: HSbT = Hari Sebelum Tanam; HST = Hari Setelah Tanam; HPT = Hari Proteksi Tanaman
12.2. Teknologi Produksi Kedelai Edamame untuk Kedelai Nasional (KENAS)
Foto 12.1. Pe rsiapan tanah dan pertanaman di lo kasi pem ilihan galur harapan Kede lai Nasional di Dukuh Me nce k-Serut, Je mbe r. (Dok . Prib adi)
140
Sa mpai sa at i ni Indonesi a be lum m am pu mencukupi kebutuhan kedelai biji, baik untuk keperluan bahan makanan maupun industri. Rendahnya daya hasil kedelai biji per satuan luas di tingkat petani merupakan sebab utama makin m eningka t ny a i mpo r ke del a i. K e pe dul ia n membantu program pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan kedelai nasional, diperlukan peran ilmuwan dan swasta secara terpadu. Adopsi teknologi produksi kedelai sayur menjadi pijakan utama dalam kebijakan pengembangan Kedelai Na sional ( KENAS) oleh sa ya s ela ku direk si perseroan di saat itu, tanpa meninggalkan core business edamamenya. Pemikiran ini didasari oleh
ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI EDAMAME UNTUK KEDELAI BIJI
Foto 12.2. Be ntuk dan uk ur an bedengan budi daya Kede lai Nasional varie tas Pangrang o menggunakan adopsi teknologi pr oduksi kedelai edamame. (Dok . Prib adi) Keterangan: A. Saluran 30/ 30 cm; B. Saluran 20/20 cm; C. Bedeng an 1,2 x 10 m Jum lah be deng ± 530 per hek tar Jar ak tanaman 20 x 20 cm (2 biji /lubang tanaman) Jumlah tanaman 600 per bedeng (± 318.000 per he ktar )
12.13. Peng olahan tanah di ar eal le reng hutan PT Per hutani di de sa Pancoran, Bo ndo wowo. (Do k. Suy ono, MS)
Foto 12.4. Panen kedelai yang budi dayanya mempergunakan te knolo gi pro duksi kedel ai edamame dalam kaji uji ado psi tek nologi produksi e damame kepada kedelai varietas lok al, Pangrango. (Dok . Prib adi)
141
Membangun Agrobindustri
Foto 12.5. (a) dan (b) Suyono MS dengan salah satu galur unggul an tem uannya YN-1-S seb agai salah satu gal ur Ke delai Harapan pada Um ur 70 HST, dan (c) Var ietas Pangrango pada 80 HST deng an ting gi tanaman 60 cm yang dikem bangkan di Je mbe r. (Do k. Si git H. Samsu & Suy ono MS)
142
ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI EDAMAME UNTUK KEDELAI BIJI
kegiatan perusahaan sangat bergantung pada ketersediaan benih impor yang harganya relatif cukup mahal. Dalam hitungan di atas kertas tampaknya mudah untuk menghasilkan benih, tetapi dari beberapa periode tanam program perbanyakan benih hasilnya tidak sesuai dengan rancangan awalnya. Ternyata membuat benih sendiri tidaklah semudah seperti yang digambarkan para konsultan perusahaan di saat awal pendirian perusahaan. Di sini tantangan dirasakan, sehingga dengan suatu keyakinan bahwa pasti akan ditemukan jalan mengatasinya, maka program perbanyak benih kedelai edamame ini diselaraskan dengan program mencari galur unggul introduksi dari Asian Vegetables Research Development Centre (AVRDC) dan Assistant Technical Mission of Republic of China (ATM- RoC) dengan mempergunakan kontrol varietas lokal Wilis dan Slamet yang tercatat rinci. Program perbanyakan ini “dititipkan” pengelolaannya ke dalam program budi daya kedelai edamame yang tanamnya dilakukan hampir setiap hari untuk mendapatkan panen produksi edamame segar yang juga panennya dilakukan setiap hari sebagai bahan pasokan industri olah beku kedelai edamame. Hasilnya, dari 46 galur dan varietas yang diamati terpilih 23 galur yang terpilih berdasarkan berat panen biji pertanaman, 8 galur terpilih untuk rotasi tanpa olah tanah (TOT), dan 15 galur terpilih untuk budi daya intensif hasil program KENAS (1998). Secara rinci penulis menguraikan pada BUKU TIGA.
143
Membangun Agrobindustri
144
PERBENIHAN KEDELAI EDAMAME
Bab
13 PERBENIHAN
KEDELAI EDAMAME
145
Membangun Agrobindustri
Usaha perbenihan kedelai edamame adalah suatu kegiatan yang sangat memakan energi saya. Entah sudah berapa percobaan yang telah dilakukan, entah sudah berapa pakar yang dituruti hipotesisnya, entah sudah berapa kesalahan yang telah diperbuat, dan entah sudah berapa uang yang telah terbuang untuk mewujudkan keinginan swasembada benih edamame, seperti yang telah dicita-citakan sejak awal kegiatan. Sebuah proses yang sangat mahal dengan nilai keberhasilan yang sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan keberhasilan yang telah saya capai di bidang teknologi budi daya, penyiapan SDM maupun teknologi proses olah beku edamame itu sendiri. Bermacam cara telah dicoba dan diupayakan, namun hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Perbandingan hasil yang diharapkan dengan hasil yang dicapai masih jauh dari nilai keuntungan ekonomisnya. Akhirnya jalan yang ditempuh adalah tetap mengimpornya dari Taiwan, konsekuensinya? Harus berani beli dengan harga mahal. Secara teknis, saya dan rekan di PT Mitratani Dua Tujuh sudah mengupayakan pembenihan ini secara maksimal. Dalam skala kecil sampai pada luasan panen program tanam benih seluas 5 hektar rekan-rekan di PT Mitratani Dua Tujuh (1998) telah berhasil mencapai hasil di atas 500 kg benih dari setiap hektarnya. Tentu saja hasil ini masih belum bernilai ekonomis, karena untuk dapat bernilai ekonomis, benih yang dihasilkan dari setiap hektar haruslah di atas 800 kg. Bukan suatu angka yang muluk untuk dicapai, karena dalam kontrak kerja yang pernah dibuat perusahaan saya dengan Saung Mirwan di Gadog-Bogor, angka tersebut dapat tercapai. Parameter angka 800 kg ini sejak awal kegiatan usaha sudah merupakan skala ekonomis usaha dalam pola penyediaan benih sendiri sebagai kegiatan perbenihan bergulir yang disebut juga dengan istilah program multiplikasi benih (Terurai di BUKU SATU, Bab III). Namun demikian, kegiatan pengembangan benih kedelai edamame ini terus dilakukan sampai saat ini. Salah satu upaya yang saya lakukan (1998) adalah melakukan program pengeringan benih secara khusus yang dilakukan di kediaman saya di Sukorambi-Jember. Untuk teknologi budi daya program benih saat itu sudah tidak dihadapkan kepada kendala yang berarti. Artinya, polong brangkasan kering yang dikirim dari lahan untuk dikeringkan lebih lanjut menjadi benih sudah memenuhi syarat kering fisiologis pada stadia R-8 (85-95) HST. Proses pengeringan biji selanjutnya guna mendapatkan hasil kedelai biji yang mempunyai daya tumbuh (germinasi) di atas 85% yang masih menjadi masalah besar.
146
PERBENIHAN KEDELAI EDAMAME
Diagram 13.1. Proses Pengeringan untuk Benih Edamame
Keterangan : (1, 2, 3) Bangunan gudang dengan kompartemen-kompartemen dilengkapi dua kipas penyedot (A dan B) aliran udara masuk dari atas monitor dan diisap keluar oleh penyedot (c).
Dari pengalaman saya, ternyata proses pengeringan yang terbaik adalah dengan polong tetap pada brangkasannya, sehingga proses pengeringan berjalan secara perlahan melalui dua arah, yaitu melalui respirasi (penguapan) dari polong sendiri maupun melalui batang, di mana fungsi kapilaritas batang masih berfungsi dalam mengalirkan sisa-sisa kandungan air yang ada. Setelah polong dan brangkas cukup keringnya, maka polong dilepaskan (dipetik) dari brangkasnya dan diletakkan di atas nampan bambu untuk dikeringkan di bawah sinar matahari pagi, dari pukul 06.00-11.00 selama 6-8 hari agar dicapai kadar air 13-15%. Pada prinsipnya, pengeringan brangkasan kedelai edamame ini dilakukan secara bertahap (slow cured drying), sesuai dengan rancangan pembagian kompartemen pada gudang pengering (Diagram 11.1.). Masing-masing kompartemen dilengkapi dengan sepasang kipas penyedot udara (exhouser) yang berfungsi memaksa terjadinya aliran udara dari atas ke bawah (aliran a kepada aliran c), karena pada hukum termodinamika udara panas akan naik, sedangkan udara dingin akan turun akibat perbedaan berat (udara dingin lebih berat daripada udara panas). Udara dingin yang berisi uap air yang berasal dari penguapan brangkas maupun polong dipaksa keluar dan segera digantikan dengan udara yang relatif lebih panas dan lebih kering yang terisap masuk melalui celah monitor di atas atap bangunan gudang. Perhatikan, bangunan gudang dirancang tidak memiliki jendela, agar aliran udara hanya terjadi dari satu arah, yaitu dari atas atap dan dikeluarkan melalui exhouser semata. Sedangkan maksud pembagian kompartemen adalah untuk membagi ruangan dengan masing-masing fungsinya, yaitu kompartemen (1) untuk mengeringkan brangkasan dengan polong masak fisiologis pada stadia R-8 147
Membangun Agrobindustri
Foto 13.1. Pol ong e damam e tel ah masak fisiologi s pada stadia R-8 di lapangan (85-95) HST. (Dok . Prib adi)
Foto 13.2. Proses pengering an lam bat brangkasan edamame y ang dil akukan di ko mparte men per tama. (Dok . Prib adi)
148
di lapangan (Foto 13.1.) dan digantung satu per satu dengan bagian akar diletakkan pada bagian atas di dalam kompartemen selama seminggu (Foto 80). Kompartemen (2) untuk mengeringkan polong edamame yang telah dilepaskan dari brangkasnya, yang diletakkan di atas nampan bambu yang disusun secara sistem rak (Foto 81). K om part em e n ( 3) dipe rgunak a n untuk mengeringkan proses akhir dari benih sebelum ata u ses udah disortasi untuk mendapat kan kekeringan yang dikehendaki (10-12) % sebelum dikemas dan disimpan di ruang penyimpanan benih yang dikondisikan pada RH 50% bertemperatur 100-200 C. Uji germinasi dilakukan sebelum lot benih disimpan dalam kemasan rapat dan kedap udara masing-masing @ 10 kg, dan uji germinasi ini tetap dilakukan secara periodik (misalnya setiap satu bulan) sampai benih tertanam. Untuk proses pembijian (pelepasan biji dari polong), dilakukan dengan cara menginjak-injak polong sambil dilakukannya pembalikan polong kering saat proses penjemuran berlangsung. Saya t idak me l ak uk a n pem uk ula n a ta upun mempergunakan trasher untuk melepaskan kulit polong dari biji karena dikhawatirkan biji akan memar, retak atau mengalami kerusakan dalam (internal defect) yangtidak terdeteksi. Hal ini dikarenakan perlakuan pemukulan (digebuk) atau dengan ukuran rancangan trasher yang biasanya untuk biji kecil, sedangkan biji edamame relatif besar sehingga timbul kekhawatiran tersebut. Di samping uji germinasi yang dilakukan secara periodik, juga perlu diwaspadai adanya s erangan ha ma gudang ( la e mo phl o sus pussi lus ,Si tophil us o rza e, Tri bol ium sp da n Kapang). Apabila gejala serangan hama ini terjadi, maka benih dapat difumigasi dengan Phostoxin 56 T. Apakah cara dan metodologi pengeringan yang saya lakukan ini benar? Tidak ada yang dapat membenarkannya atau mempermasalahkannya.
PERBENIHAN KEDELAI EDAMAME
Foto 13.3. Pro ses penger ingan (b) dan sor tasi m anual (a) pada prog ram pe rbanyakan benih edamam e secara be rtahap di PT Mitratani Dua Tujuh. (Dok . Prib adi)
Foto 13.4. Seb uah pr oses belajar yang sangat m ahal untuk membuat benih edamame dengan slow cured drying syste m di tahap awal, mem pergunakan gudang penge ringan temb akau. Namun metode ini terus dikem bangkan dengan me mperbaiki kondisi dan si stem penger ingannya. (Do k. Suy ono, MS)
149
Membangun Agrobindustri
Karena di dalam setiap kegiatan proses pengeringan benih di skala kecil tidak pernah ditemui ada masalah, namun begitu dalam skala besar (apalagi pada produk yang sifatnya khusus dan merupakan produk pelopor) maka tidak ada jawaban yang paling tepat dapat dikemukakan, kecuali dengan mencobanya. Setahap demi setahap. Yang jelas dengan cara tersebut, walaupun baru dari luasan 5 hektar dengan produksi benih dicapai masih di bawah 600 kg/ha, namun semua persyaratan biji edamame sebagai benih telah terpenuhi. Tinggal bagaimana meningkatkannya lagi.
150
Latar Belakang Kegiatan, Pelatihan, dan Upaya Menerobos Pasar
Bab
14
PENUTUP DAN HARAPAN
151
Membangun Agrobindustri
1. Penutup More can be done with love, adalah acuan dasar yang membuat tekad saya ingin mewujudkan suatu bentuk kegiatan pertanian modern yang sustainable dengan tetap mempertimbangkan culture petani Indonesia sebagai sebuah karunia Allah SWT yang patut disyukuri. Hemat saya, teknologi itu adalah sebuah proses perbaikan dari temuan sebelumnya. Demikian juga halnya dengan teknologi budi daya kedelai sayur ini, diyakini akan didapatkan dengan melalui suatu proses adopsi dan adaptasi. Selama proses tersebut masih dalam angan-angan, maka ini hanya sebatas hipotesis. Namun apabila sudah diaplikasikan, maka pasti akan didapatkan sebuah result. Positive result maupun negative result, itulah sebuah hasil akhir dari sebuah proses dengan konsekuensinya. Di tengah persaingan global dan persaingan usaha yang sedemikian ketatnya telah tergambarkan secara sepintas, betapa pentingnya pemahaman arti sebuah proses pematangan diri dalam kegiatan usaha profesional. Kualitas
Foto 14.1. Seb uah ke nangan di antara sebag ian dari para Or ang Lapangan (OL) produk pel atihan budi daya kedel ai Jepang (1992-1993) yang masih ber gabung bersama PT Mitr atani Dua Tujuh, saat saya purna tugas sebagai dire ksi di PT Mi tr atani Dua Tujuh (1999). (Dok . Prib adi)
152
Latar Belakang Kegiatan, Pelatihan, dan Upaya Menerobos Pasar
seorang eksekutif perusahaan akan dapat menghantarkan usaha yang dipimpinnya ke arah kemajuan atau kehancuran. Sikap profesionalisme serta strategi dan rencana usaha (strategy & business plan) tetap menjadi andalan utama yang dapat dijadikan tolok ukur kesiapan pengelolaan usaha untuk mencapai target keberhasilan yang diinginkan. Pemahaman dasar-dasar penyiapan rencana usaha, setidaknya mengikuti dan mengacu pada kaidah dasar pengelolaan manajemen usaha modern, yaitu (1) perencanaan (program), (2) organisasi (organizing), (3) penerapan (actuating), dan (4) pengawasan (controlling) atau biasa disebut dengan istilah POAC akan menjadi pertimbangan untuk tidak melakukan jumping dan melakukan terjun bebas ke dunia usaha (khususnya agribisnis!) yang risikonya benar-benar lebih banyak unpredictable dibandingkan dengan risiko terhitungnya. Ekstremnya, tanpa mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, disarankan untuk tidak terjun ke bidang usaha agribisnis. Kecuali memang sudah bulat niatnya, ingin bunuh diri. Sekalipun hanya terdiri dari empat pokok pikiran, namun banyak yang bisa dikembangkan dari pemikiran tersebut. Seperti halnya awal ayat Alquran yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah, Muhammad SAW di Gua Hirra (Surat no. 96 ayat 1). Dalam proses penurunan ayat tersebut, malaikat Jibril menyuruh Rasulullah SAW untuk membaca sampai t iga k al i berturut -t urut, y a it u k at a “Iqra ...iqra...i qra a rti ny a bacalah...bacalah...bacalah”, kalimat ini merupakan awal dari ayat 1 surat Al Alaq, yang lengkapnya berbunyi “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Bacalah dengan nama Allah SWT, merupakan kata awal pembukaan untuk mengupas lebih jauh makna dan arti dari ciptaan-Nya. Tidak ada yang bisa menyamai pemikiran Allah SWT di alam semesta ini. Namun manusia dalam konteks mempelajari ilmu mengelola duniawi perlu kiranya mengejawantahi kata iqra secara harfiah sebagai titik awal kegiatan rencana berusaha, yaitu melalui pola manajerial yang diawali dengan empat pokok pikiran di dalam PO AC. Berangkat dari kata iqra, saya ingin menyajikan sebuah gambaran pengalaman diri agar para pencinta dan pelaku agribisnis, khususnya bagi yang berminat menanamkan modalnya dalam bidang agribisnis dan agroindustri (investor) tidak terperosok dengan tawaran-tawaran para “pelaku agribisnis oportunis” yang semata selalu hanya menawarkan suatu bentuk keuntungan, tanpa menjelaskan dan mengerti apa hakikat risiko yang bakal dihadapi. Kehilangan uang, masih bisa dicari kembali. Kehilangan waktu, tidak akan dapat tergantikan! Kehilangan kepercayaan, dendam kesumat dibawa mati. Amit...amit! Dalam hal ini saya ingin mencoba menggambarkan sebuah dokumentasi pengalaman diri saya dalam upaya mewujudkan dan membangun usaha agroindustri bernuansa ekspor, kedelai edamame berikut pengembangan 153
Membangun Agrobindustri
teknologi produksinya kepada kedelai nasional. Seperti telah digambarkan pada Kata Pengantar tulisan ini, bahwa edamame yang juga dikenal sebagai kedelai sayur (Vegetable Soybean) telah diintroduksi dan dikembangkan di Jember, Jawa Timur sejak tahun 1992. Jenis kedelai ini awalnya berasal dari Jepang yang kemudian menyebar luas mendunia dengan segala SWOT analisisnya. Meskipun edamame adalah sejenis kedelai biji (grain soybean) juga, ternyata tanaman edamame memerlukan aplikasi teknologi produksi yang relatif lebih maju dibandingkan dengan kedelai biji. Diperlukan waktu untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) termasuk petani dalam hal penguasaan dan alih teknologi produksi edamame dalam pembangunan sebuah industri edamame beku (frozen edamame) untuk pasar Jepang.
2. Harapan Harapan saya, melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan kedelai dimaksud yang dilakukan secara simultan dengan kegiatan agroindustri kedelai sayur tersebut, maka proses mendapatkan teknologi, maupun mendapatkan jenis varietas kedelai unggul berdaya hasil tinggi nasional dapat lebih cepat terwujud. Mengingat kebijakan saya selaku direksi PT Mitratani Dua Tujuh (saat itu) adalah melakukan kegiatan budi daya kedelai sayur ini setiap hari ditanam untuk mendapatkan produk panen setiap hari pula bagi kepentingan industri olah beku yang dimilikinya. Di samping itu, dengan teknologi pengelolaan produksi kedelai sayur yang dipanen pada umur 70 hari, diharapkan proses pengelolaan lapangan di dalam mengantisipasi banyaknya hama penyakit yang menyerang pada tanaman kedelai dapat dilakukan dan dipelajari dengan tepat secara bertahap. Arti nya, di tahap pertumbuhan, pembungaan, pe mbuahan dan pemasakan buah, serta siap panen segar merupakan sasaran tahap pengamatan pertama untuk kepentingan penyediaan bahan baku produksi proses olah beku secara maksimal. Di tahap kedua, di masa pemasakan buah, panen (kering lapangan dilakukan), proses pengeringan lanjutan (slow cured drying), dan metodologi penyimpanan merupakan sasaran pengamatan tahap kedua untuk mendapatkan kedelai biji yang berkualitas. Perlakuan kegiatan dan pengelolaan di tahap ini merupakan proses krusial bagi arah penggunaan kedelai biji kering tersebut sebagai kedelai biji industri atau sebagai benih. Khusus pada tahap proses pengeringan dan penyimpanan bagi keperluan benih, maka seluruh proses yang dilakukan haruslah memenuhi parameter dan karakteristik masing-masing kegiatan. Apabila parameter tersebut tidak dipenuhi, maka kedelai biji yang dihasilkan akan menjadi kedelai biji biasa sebagai bahan baku industri olahan semata. Tidak dapat dijadikan sebagai 154
Latar Belakang Kegiatan, Pelatihan, dan Upaya Menerobos Pasar
kedelai biji untuk benih. Ketiga tahapan tersebut merupakan proses kegiatan yang saling berbeda penanganan manajemennya. Misalnya, benih kedelai edamame dapat disimpan lebih dari tiga tahun dalam kondisi penyimpanan 5 0C dengan kelembaban 50% dan kadar air 6-12%. Untuk dapat ditanam, benih harus diadaptasikan dahulu kepada suhu kamar dengan bertahap selama 8-10 hari. Akhirnya sebagai penutup, tulisan di sini lebih menceritakan sudut pandang seorang pelaku usaha tani yang didukung dengan data. Bukan hasil dari seorang peneliti, namun merupakan produk dari sebuah rekaman kegiatan yang telah dimiliki selama ini. Semoga tulisan ini bermanfaat.
155
Membangun Agrobindustri
156
Lampiran I DAFTAR FOTO
No Foto
Halaman
Saya dan Om Bob Sadino dalam salah satu kegiatan olahraga berkuda di Pamulang Equestrian Centre Jakarta, 1996. (Dok Pribadi) Pak Solichin GP dengan saya di antara tanaman hidroponik mentimum Jepang di atas atap Gedung Bina Graha, Jakarta, 1990. (Dok. Pribadi) Foto 1.1 (Panduan Foto 1c) Saya melaporkan program Kedelai Nasional (KENAS) kepada Bapak H. M. Soeharto Presiden II RI di Ruang Jepara, Istana Negara, Jakarta, 13 Januari 1997. (Dok. Setneg RI) Foto 2.1. Warna Hilum pada beberapa Varietas Biji Edamame. (Dok. Suyono MS) Foto 2.2 Proses perkecambahan biji edamame setelah 4-6 hari setelah disemai pada media pasir. (Dok. Suyono, MS) Foto 2.3. Tanaman Edamame pada stadia vegetatif (6-8) HST. (Dok. Pribadi) Foto 2.4. Tanaman edamame pada stadia vegetatif (10-12) HST, ditanam tanpa mulsa jerami. Oktober 1992. (Dok. Pribadi) 157
Membangun Agrobindustri
Foto 2. 5. Tanaman edamame pada stadia V2 berumur 10 HST yang ditanam tanpa mulsa jerami. (Dok. Pribadi) Foto 2.6. Tanaman edamame pada stadia Vn berumur 15 HST yang ditanam dengan mulsa jerami. (Dok. Pribadi) Foto 2.7. Tanaman edamame pada stadia Vn berumur 21 HST yang ditanam dengan metode 3 baris di Curahkates Jember. (Dok. Pribadi) Foto 2.8. Tanaman edamame pada stadia R-1, mulai berbunga pada 40 HST di Curahkates, Jember (Dok. Pribadi) Foto 2.9. Tana ma n e da m am e pada s t adia R-3 , pro se s pembentukan polong dimulai pada 50 HST. (Dok. Pribadi) Foto 2.10. Sutrimo, AMD. Seorang Supervisor Lapangan (SL) produk pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1992-1993), penanggung jawab lapangan mengamati tanaman edamame stadia R-4, 58 HST. (Dok. Pribadi) Foto 2.11. (1) Polong edamame sudah terbentuk penuh, stadia R-4 pada 58 HST, (2) Polong edamame sudah mulai terisi dengan pembentukan biji, stadia R-5 pada 65 HST, dan (3) Polong edamame sudah berbiji penuh, stadia R-6 dan R-7 pada 68-73 HST, siap dipanen untuk bahan baku agroindustri kedelai beku. 158
Foto 2.12. Perbandingan ukuran biji dan warna biji edamame Varietas Ryokkoh (RK), serta hasil seleksi aksesi unggulan oleh Suyono, MS (YN-1 dan YN-2). (Dok. Pribadi) Foto 2.13. Saya di antara para pakar kedelai Ir. Hani Soewanto, Dr. S. Sundaram, saya, Dr. Sumarno dan Suyono MS dalam program Kedelai Nasional (KENAS) di Jember. (Dok. Pribadi) Foto 2.14. Rumpun fresh edamame Ryokkoh on stem produk Jepang yang dijual di pasar swalayan di Tokyo, dan kegiatan pengemasan otomatis edamame ke dalam plastic net di Taiwan. (Dok. Kaneko Seed Co.Ltd & Sigit H. Samsu) Foto 2.15. Variasi biji kedelai berukuran kecil, besar, dan sangat besar. Foto 2.16. Bunga kedelai berwarna putih. (Dok. Suyono. MS) Foto 2.17. Bunga kedelai berwarna ungu. (Dok. Suyono MS) Foto 2.18. Sortasi edamame di tahap pelatihan (1993) dan di tahap komersial oleh PT Mitratani Dua Tujuh (1995). (Dok. Pribadi) Foto 2.19. Polong dan biji edamame yang diekspor ke Jepang. (Dok. Kelik M & Suyono MS)
159
Membangun Agrobindustri
Foto 2.20. Biji kedelai pada stadia masak fisiologis Atas = Biji kedelai pada stadia belum masak fisiologis Bawah = Biji kedelai yang sudah mencapai stadia masak fisiologis (Dok Suyono, MS) Foto 2.21. Contoh kemasan edamame beku produk PT Mitratani Dua Tujuh, Jember bagi pasar ekspor Jepang (tampak depan) (Dok. Pribadi) Foto 2.22. Kemasan edamame beku produk PT Mitratani Dua Tujuh, Jember bagi pasar ekspor Jepang (tampak belakang) dan inset tertulis “Produced By Mitratani 27”, sebuah pengakuan dari pihak pembeli, bahwa kualitas pro duk e dam am e da ri Je mbe r sa nga t bis a dipe rt anggungj a wa bka n. Se bua h k e ba nggaa n tersendiri bagi saya yang merintisnya. (Dok. Pribadi) Foto 3.1. Pemasangan mulsa jerami pada budi daya edamame dilihat dari helikopter. (Dok. Pribadi) Foto 3.2. Pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang untuk budi daya kedelai sayur. (Dok. Kelik M) Foto 3.3. Bentuk Bedengan Siap Tanam H-2 untuk budi daya Kedelai Edamame di areal pinggir hutan PT Perhutani, Desa Pancoran, Bondowoso. (Dok. Suyono, MS)
160
Foto 3.4. Tata Letak Saluran Irigasi/Drainase Antar-bedengan Khusus di Musim Hujan. (Dok. Pribadi) Foto 3.5. Bedengan edamame siap tanam pada H-O. (Dok. Pribadi) Foto 3.6. Kegiatan pemasangan mulsa jerami pada bedengan pada budi daya kedelai edamame di Jember. (Dok. Pribadi) Foto 3.7. Pemasangan mulsa buatan (plastik) pada tanaman edamame. (Dok. Pribadi) Foto 3.8. Fasilitas olah beku PT Mitratani Dua Tujuh dilihat dari helikopter di Mangli, Jember. (Dok. Pribadi) Foto 3.9. Kegiatan membuat “sosis media” dan pot transplant. Dok. Pribadi Foto 3.10. Tanaman edamame di nursery. Foto 3.11. Penyemaian transplant tanaman edamame di nursery yang disiapkan langsung di lapangan di areal lahan hutan PT Perhutani, di desa Pancoran, Bondowoso. (Dok. Pribadi) Foto 3.12. Pertumbuhan tanaman edamame normal dan tanaman tidak normal. (Dok. Pribadi) 161
Membangun Agrobindustri
Foto 3.13. Tanaman terserang virus keriting kedelai (Soybean stunt virus, SSV). Dok. Pribadi. Foto 3.14. Irigasi sistem “lep” pada tanaman edamame stadia VI, 10 HST, dan sistem penyiraman manual dengan gembor pada bedengan setelah peletakan benih dan mulsa jerami. (Dok. Sigit H. Samsu dan Kelik M) Foto 3.15. Sistem penyiraman manual dengan gembor pada bedengan setelah peletakan benih dan mulsa jerami. (Dok. Sigit H. Samsu dan Kelik M) Foto 3.16. Menteri Pertanian RI, Ir. Wardojo (1) memperhatikan penjelasan dari seorang OL, dan Bapak Muchtar (2) Dirut PT ASEI melakukan tanam benih di atas bedengan siap tanam di Jember. (Dok. Pribadi) Foto 3.17. Edamame Umur 21 HST yang ditanam di lahan sawah bertingkat (terasiring). (Dok. Pribadi) Foto 3.18. Saya & Edamame Bawah Naungan (EBN) Umur 25 HST (a) dan Naungan EBN dibuka setelah memasuki masa pengisian polong dimulai umur 35 HST (b). (Dok. Pribadi) Foto 3.19. Kedelai Sayur (Edamame) Umur 55 HST (a) dan Umur 73 HST (b) di Jember. (Dok. Suyono, MS & Kelik M)
162
Foto 3.20. Prof. Kabul Santoso, Rektor Universitas Jember, mengamati polong edamame siap panen umur 78 HST saat bersama saya di Xi-Amen, Cina Daratan. (Dok. Pribadi) Foto 3.21. Para Supervisor Lapangan: Setyantono, AMD, Nurhadi, AMD, Suroso, AMD dkk bersama FransTijs, Seorang General Manager Asing profesional yang saya sewa saat Pelaksanaan Uji Coba dan Pelatihan Budi Daya Kedelai Jepang di Jember (1992-1993). (Dok. Pribadi) Foto 4.1. Pada tanaman kedelai yang sehat terdapat banyak akar dan bintil akar (a). Perkembangan akar dari tanaman yang kekurangan pospor tampak tidak ada bintil akar (b). (Dok. Repro Deptan 1991) Foto 4.2. Areal pertanaman tembakau bawah naungan (TBN) di Jember, diambil dari helikopter. (Dok. Pribadi) Foto 4.3. Kegiatan uji coba edamame bawah naungan (EBN). (Dok. Pribadi) Foto 5.1. Serangga Dewasa Lalat Kacang : (a) Agromyzidae” (Ophiomya sojae), (b) larva di dalam empelur batang, (c) kepompong. (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.2. Hama penggerek polong (Etiella zinckenella), serangga (a), kepompong (b), Larva (c), dan kerusakan pada polong kedelai (d). (Dok. Repro Bruce L. Parker) 163
Membangun Agrobindustri
Foto 5.3. Kerusakan polong kedelai akibat hama penggerek polong dan ulat di dalamnya (Etiella sp). (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.4. Nimpa hama kepik hijau (Nezerairidula) pada polong kedelai. (Dok. Repro Marwoto) Foto 5.5. Hama Dewasa Kepik Hijau (Nezera viridula) pada polong kedelai. (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.6. Kutu Daun (Aphis glycynes Matsumura) pada daun (a), pada polong (b), dan close-up foto dari koloni Aphids pada batang kedelai. (Dok. Repro Bruce L. Parker & Suyono MS) Foto 5.7. Kutu Daun (Aphis glycines), sebagai pengisap cairan daun kecil (a) dan bergerombol pada batang tanaman (b) (Dok Repro Marwoto) Foto 5.8. Serangga lalat putih dewasa dan kelompok Kutu Kebul (Bemisia tabaci). (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.9. Ulat Grayak (Spodoptera litural) Instar ke-1, Instar V, dan kepompong ulat di tanah. (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.10. Ulat Penggulung Daun (Hedylepta Indicata) stadia ulat dan kerusakan yang diakibatkannya. (Dok. Repro Bruce L. Parker) 164
Foto 5.11. Tiga ekor Aphids (Aphis Gossypii) dalam sebuah foto close-up. (Dok. Repro Lowell L. Black) Foto 5.12. Hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis). (Dok. Repro Bruce L. Parker) Foto 5.13. (a) Serangga dewasa hama ulat Grayak (Spodoptora litura), (b) serangga bertelur, dan (c) ulat Grayak dewasa Instar 5. (Dok. Suyono, MS dan Marwoto) Foto 5.14. Ulat buah pemakan polong dan serangga dewasanya (Helicoverpa armigera). (Dok. Repro Marwoto) Foto 5.15. Omiodes indicata, (a) Ulat Penggulung daun atau juga disebut pelipat daun, (b) ulat dan kepompong, (c) Gejala penggulungan daun, (d) sejenis ulat penggulung daun lainnya (Tortricidae). (Dok. Repro Marwoto) Foto 5.16. Hama ulat jengkal dan serangga dewasa ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites). (Dok. Repro Marwoto) Foto 5.17. K arat D a un pada permuka a n da un ( a ), pada permuka a n ba wa h daun ke del ai ( Pha ko spora pachyahizi syd). (Dok. Repro Deptan 1991 & Suyono MS) Foto 5.18. Bakteri Pustule pada permukaan daun, gejala khas dan da un di li hat di ba wa h caha ya ma ta hari (Xanthomonas campestris pv glycines). 165
Membangun Agrobindustri
(Dok. Repro Deptan 1991 & Suyono MS) Foto 5.19. Gejala belang cokelat pada biji kedelai yang terserang virus mosaik kedelai ( Soybean Stunt Virus/SSV ). Tampa k bintil klorotik pada daun kedelai yang terserang (panah). (Dok. Repro Deptan 1991) Foto 7.1. Ibunda saya, Ir. Wardojo (Menteri Pertanian RI), Bapak HM Soeharto dan saya menyimak komentar Bapak Solichin G.P. (Sesdalopbang–Bina Graha) perihal Edamame di Saung Mirwan (07/04/91). (Dok. Setneg RI) Foto. 7.2. (a, b, c, d, e, f, g) Tahap-tahap Proses Pengolahan Tanah. (Dok. Pribadi) Foto 7.3. (a, b, c, d, e, f, dan g) Hasil pengolahan tanah dan pembuatan bedengan secra kombinasi mekanisapi (sapi) dan mekanisasi (traktor tangan) dengan metodologi pelaksanaan pengolahan tanah seperti pada Diagram 7.1. untuk ta na man e dam am e, se rta bent uk ja di se buah pengolahan tanah (g) (Dok. Pribadi) Foto 7.4. Kegiatan sortasi mukimame di PT Mitratani Dua Tujuh, biji kedelai edamame yang diolah beku tanpa kulitnya untuk ekspor ke Jepang. (Dok. Pribadi dan Life Foods Co.Ltd) Foto 8.1. Saya dan Dr. S. Sundaram, pakar kedelai sayur dunia, di areal pertanaman edamame di Taiwan (Dok. Pribadi)
166
Foto 8.2. Mekanisasi cultivator tanaman edamame pada sistem tanam single row di Taiwan (Dok. Pribadi) Foto 8.3. Mekanisasi Panen dengan harvester sekaligus stripper edamame dari batang tanaman dan hasilnya di Taiwan. (Dok. Shanmuga Sundaram) Foto 8.4. (a) Panen edamame dan (b) kegiatan pada titik angkutan kolektor di Jember. (Dok. Kelik M) Foto 9.1. Saya dan Dr. Sundaram di pertanaman edamame sistem tanam double row di Jember. (Dok. Pribadi) Foto 9.2. Suyono, MS menjelaskan minus one test cara Blair yang dilakukan dalam kaji uji serap hara tanaman edamame kepada Prof. Sjarifudin Baharsjah, Menteri Pertanian RI (1) dan Ibu Prof. Justika Baharsjah (2) di Cangkring, Jember. (Dok. Pribadi)
Foto 9.3. Ir. Suyono MS di lokasi lahan percobaan tahap II, dalam upaya pengembangan Kedelai Nasional. (Dok. Suyono MS) Foto 9.4. Tanaman edamame pada umur 60 hari (stadia R-5 ke R-6). Pencucian edamame di tahap pelatihan (1993) dan di tahap komersial oleh PT Mitratani Dua Tujuh. (Dok. Pribadi) 167
Membangun Agrobindustri
Foto 9.5. (a) Ir. Wardojo (1), Menteri Pertanian RI, meninjau kegiatan lapangan di Jember (1993). (b) Prof. Sjarifudin Baharsjah (2, Menteri Muda Pertanian RI), bersama Bapak Nasruddin Sumintapura (3, Menteri Muda Keuangan RI) meninjau kegiatan lapangan pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1993). (Dok. Pribadi) Foto 9.6. Prof. Wardiman Djojonegoro (1, Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI) berkenan melihat realisasi kerja sama sa ya dengan Univ ersi tas Jem ber di lapanga n, didampingi Bupati Jember P. Wibowo (2). (Dok. Pribadi) Foto 9.7. B apa k Ma rzuk i Usm a n (Me nt e ri Ke hut ana n & Perkebunan RI) bersama para Orang Lapangan (OL) di lahan pertanaman uji coba tahap IV. (Dok. Pribadi) Foto 9.8. a. Tahun 19 94 , pada w ak tu uj i coba e ks po r edamame sebagai produk pelatihan ke Jepang, penimbangan masih dilakukan secara manual dengan m e mi nja m t im bangan mi li h PT Perkebunan XXVII (Persero) b.
Tahun 1995, PT Mitra tani Dua Tujuh sudah mempunyai Automatic packaging & weighting machine. (Dok. Pribadi) Foto 9.9. Pertumbuhan tanaman kedelai pada umur 18 hari dan 32 hari setelah tanam (HST) dan petani terlatih yang terlibat dalam kegiatan kajian. (Dok. Suyono MS) 168
Foto 9.10. Areal Inkubator Agribisnis Universitas Jember, yang dipakai untuk kaji uji aksesi kedelai unggul tahap IV tampak dari helikopter. Gradasi warna menunjukkan umur tanaman edamame yang ditanam secara seri. (Dok. Pribadi) Foto 9.11. Areal pertanaman kaji uji galur unggulan edamame yang dipersiapkan secara cermat, sesuai dengan urutan nomor galur-galur edamame yang diamati untuk program Kedelai Nasional (KENAS). (Dok. Pribadi) Foto 9.12. Pertanaman kedelai yang dikaji uji berumur 50 HST. (Dok. Pribadi) Foto 10.1. (a) B entuk s em purna de nga n k ua li t as prim a Eda ma m e berpo l ong dua da n t iga y ang dipersyaratkan pasar Jepang sebagai bahan baku industri frozen edamame di Jember. (b) Polong satu sama sekali tidak dapat diterima, melainkan hanya dapat diolah sebagai bahan muki (bijinya) tanpa kulit. (Dok. Kelik M)
Foto 10.2. Tampilan bentuk polong edamame normal berbiji dua dan berbiji tiga, mulus tanpa cacat, ukuran polong seragam sebagai bahan baku agroindustri edamame. (Dok. Pribadi) Foto 10.3. Tampilan polong edamame berbentuk abnormal, tampak bentuk polong yang tidak proporsional dan tidak seragam. 169
Membangun Agrobindustri
(Dok. Pribadi) Foto 10.4. Tampilan bentuk polong edamame cacat fisik akibat mekanis (patah, polong terkelupas, serat tepi polong terkoyak), atau polong pecah. (Dok. Pribadi) Foto 10.5. Tampilan bentuk polong edamame yang kecil (berat di bawah 2,3 grm per polong, tanda “x”), yang tidak dapat memenuhi jumlah 160-170 polong/500 grm. (Dok. Pribadi) Foto 10.6. Mujiningsih, AMD (berkerudung) memeriksa hasil, jumlah polong edamame per 500 grm dan kualitas maupun tingkat kerusakan polong akibat serangan hama (terutama hama etiella dan penusuk polong) atas hasil panen edamame Orang Lapangan (OL) Achmad Juarsah di penerimaan PT Mitratani Dua Tujuh. (Dok. Sigit H. Samsu dan Kelik M) Foto 11.1. (a) Proses sortasi edamame semibersih yang sudah mengacu pada standar HACCP di PT Mitratani Dua Tujuh di Jember (1999) (b) Bandingkan dengan kegiatan sortasi di saat uji coba dan pelatihan budi daya kedelai Jepang di Jember (1993). (Dok. Pribadi) Foto 12.1. Persiapan tanah dan pertanaman di lokasi pemilihan galur harapan Kedelai Nasional di Dukuh Mencek-Serut, Jember. (Dok. Pribadi)
170
Foto 12.2. Bentuk dan ukuran bedengan budi daya Kedelai Nasional varietas Pangrango menggunakan adopsi teknologi produksi kedelai edamame. (Dok. Pribadi) 12.3. Pengolahan tanah di areal lereng hutan PT Perhutani di desa Pancoran, Bondowowo. (Dok. Suyono, MS) Foto 12.4. Panen kedelai yang budi dayanya mempergunakan teknologi produksi kedelai edamame dalam kaji uji adopsi teknologi produksi edamame kepada kedelai varietas lokal, Pangrango. (Dok. Pribadi) Foto 12.5. (a) dan (b) Suyono MS dengan salah satu galur unggulan temuannya YN-1-S sebagai salah satu galur Kedelai Harapan pada Umur 70 HST, dan (c) Varietas Pangrango pada 80 HST dengan tinggi tanaman 60 cm yang dikembangkan di Jember. (Dok. Sigit H. Samsu & Suyono MS) Foto 13.1. Polong edamame telah masak fisiologis pada stadia R-8 di lapangan (85-95) HST. (Dok. Pribadi)
Foto 13.2. Proses pengeringan lambat brangkasan edamame yang dilakukan di kompartemen pertama. (Dok. Pribadi) Foto 13.3. Proses pengeringan (a) dan sortasi manual (b) pada program pe rba nya kan beni h e dam ame s eca ra bertahap di PT Mitratani Dua Tujuh. (Dok. Pribadi) 171
Membangun Agrobindustri
Foto 13.4. Sebuah proses belajar yang sangat mahal untuk membuat benih edamame dengan slowcured drying system di tahap awal, mem pergunakan gudang pengeringan tembakau. Namun metode ini terus dikembangkan dengan memperbaiki kondisi dan sistem pengeringannya. (Dok. Suyono, MS) Foto 14.1. Sebuah kenangan di antara sebagian dari para Orang Lapangan (OL) produk pelatihan budi daya kedelai Jepang (1992-1993) yang masih bergabung bersama PT Mitratani Dua Tujuh, saat saya purna tugas sebagai direksi di PT Mitratani Dua Tujuh (1999). (Dok. Pribadi)
172
Lampiran II
DAFTAR TABEL Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 3.1.
Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 6.1. Tabel 6.2. Tabel 6.3. Tabel 6.4. Tabel 6.5. Tabel 7.1. Tabel 7.2. Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
7.3. 7.4. 7.5. 7.6. 8.1.
Tabel 8.2. Tabel 10.1. Tabel 10.2.
Uraian Stadium Vegetatif Uraian Stadia Reproduktif Gambar Fase Pertumbuhan Kedelai Fase Pertumbuhan Generatif Pengaruh Beberapa Jenis Mulsa terhadap Suhu Tanah pada Beberapa Kedalaman Tanah Hama Utama pada Setiap Stadia Fase Tumbuh Kedelai Sayur Jenis Hama Penting dan Saat Penyerangan Selama Masa Pertumbuhan Kedelai Edamame Indikator Jumlah Hama untuk Segera Dilakukannya Tindakan Preventif Bersifat Ekonomis Kriteria Umum Penilaian Kesuburan Tanah Ciri-ciri tanah di lokasi pengembangan edamame di sentra kedelai biji di Jember Lama Penyinaran, Suhu dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun Lama Penyinaran, Suhu, dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun Lama Penyinaran, Suhu, dan Kelembaban rata-rata selama 5 tahun Acuan Teknis Teknologi Budi Daya Edamame terhadap Musim Pemilihan Lahan terhadap Bulan, Tipe Acuan Teknologi Kerja dan Jenis Tanah Jarak Antargot terhadap Kesesuaian Musim Periode Pengendalian Gulma Umur Edamame, Sasaran dan Pestisida Pengendalian Hama Penyakit Kualitas dan Nilai Ekspor Edamame Beku dari Taiwan (19781992) Luas Pertanaman dan Keluaran (output) Edamame tahun 19831992 Dimensi Ukuran Polong Edamame Korelasi Antara “score” Pengujian dengan Kadar Sucrose, Glucose, Asam glutamat, dan alanine dalam Biji Edamame di suhu 26oC dengan Waktu Pengujian Berbeda. 173
Membangun Agrobindustri
Tabel 10.3. Tabel 10.4. Tabel 10.5. Tabel 10.6. Tabel 10.7. Tabel 10.8 Tabel 10.9. Tabel 12.1.
174
Komponen-k omponen dalam Biji Edamame yang Telah Dikehendaki Berkaitan dengan Rasa Kekerasan Biji Edamame yang Direbus Berasal dari Tiga Varietas Edamame yang Dipanen pada Tingkat Kemasakan yang Berbeda Pengaruh Suhu Ruang Penyimpanan terhadap Kadar Gula dalam Biji Edamame Kualitas Perubahan Warna Polong Selama Periode Penyimpanan Nilai Gizi Edamame (Tsou, 1991) Kadar Nutrisi Beberapa Produk Kedelai Biji Terkandung di dalam (Natto dan Momen Tofu) serta Edamame Kandungan Gizi dalam Setiap 100 Gram Bahan Kedelai Teknologi Produksi Kedelai Bahan Baku Agroindustri
Lampiran III
DAFTAR DIAGRAM Diagram 2. 1. Tahapan normal pertumbuhan kecambah kedelai sampai stadia VI Diagram 2.2 Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai Diagram 3.1. Alur Proses Budi Daya Kedelai Edamame Diagram 3.2. Grafik Suhu Kardinal Pertumbuhan Tanaman Diagram 3.3 Contoh Profil Tanah yang Dapat Dipilih untuk Budi Daya Edamame yang Diambil dari Daerah Mangaran, Jenggawah, Jember Diagram 3.4. Contoh Profil Tanah yang Dapat Dipilih untuk Budi Daya Edamame yang Diambil dari Daerah Lengkong, Jember Diagram 3.5. Contoh profil tanah yang dapat dipilih untuk budi daya edamame yang diambil dari daerah Curahkates, Jember Diagram 3.6. Contoh Profil Tanah yang Seyogianya tidak Dipilih untuk Budi Daya Edamame apabila Pasokan Air Terbatas di Musim Kemarau seperti di Daerah Kranjingan, Jember. Diagram 3.7 Contoh Profil Tanah yang Tidak Perlu Dipilih untuk Budi Daya Edamame di Musim Tanam Apa pun Diagram 3.8. Satu ruas jari telunjuk sebagai pedoman ukuran penugalan benih di lapangan. (Dok. Pribadi) Diagram 7.1. Alur Proses Pengolahan Tanah Diagram 7.2. Ukuran Bedeng Diagram 10.1. Hubungan antara Warna Polong dengan Kadar Askorbat dalam Biji Edamame Selama Penyimpanan (Akinoto dan Kuroda, 1981) Diagram 11.1.Diagram Alur Proses Frozen Edamame Diagram 13.1.Proses Pengeringan untuk Benih Edamame
175
Membangun Agrobindustri
176
Lampiran IV Kadar Gizi Edamame Mentah, Direbus Tanpa Garam, dan Dengan Garam
NUTRIENT
Units
Value per 100 gram of edible portion RAW
PROXIMATES Water Energy Energy Protein Total Lipid (fat) Carbohydrate, by difference Fiber, total dietary Ash MINERALS Calcium,Ca Iron, Fe Magnesium, Mg Phosphorus, P Potassium, K Sodium, Na Zinc, Zn Copper, Cu Manganese, Mn Selenium, Se VITAMINS Vitamin C, Ascorbic Acid Thiamin Riboflavin Niacin Pantothenic acid Vitamin B-6 Folate Vitamin B-12 Vitamin A, IU Vitamin A, RE Vitamin E
WITHOUT SALT
WITH SALT
g kcal kj g g g g g
67.500 147.000 615.000 12.950 6.800 11.050 4.200 1.700
68.600 141.000 590.000 12.350 6.400 11.050 4.200 1.600
68.600 141.000 590.000 12.350 6.400 11.050 4.200 1.600
mg mg mg mg mg mg mg mg mg mcg
197.000 3.550 65.000 194.000 620.000 15.000 0.990 0.128 0.547 1.500
145.000 2.500 60.000 158.000 539.000 14.000 0.910 0.117 0.502 1.400
145.000 2.500 60.000 158.000 539.000 250.000 0.910 0.117 0.502 1.400
mg mg mg mg mg mg mcg mcg IU mcg_RE mcg_ATE
29.000 0.435 0.175 1.650 0.147 0.065 165.000 0.000 180.000 18.000 -
17.000 0.260 0.155 1.250 0.128 0.060 111.000 0.000 156.000 16.000 0.010
17.000 0.260 0.155 1.250 0.128 0.060 111.000 0.000 156.000 16.000 -
g
0.786
0.740
0.740
177
Membangun Agrobindustri
LIPIDS Fatty acids, saturated 4; 0 6; 0 8; 0 10; 0 12; 0 14; 0 16; 0 18; 0 Fatty acids, mono saturated 16; 1 18; 1 20; 1 22; 1 Fatty, poly saturated 18; 2 18; 3 18; 4 20; 4 AMINO ACIDS Tryptophan Threonine Isoleucine Leucine Lysine Methionine Cystine Phenylalanine Tyrosine Valine Arginine Histidine Alanine Aspartic acid Glutamic acid Glycine Proline Serine
178
g g g g g g g g
0.006 0.570 0.210
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.005 0.537 0.198
0.005 0.537 0.198
g g g g g
1.284 0.011 1.262 0.011 -
1.209 0.010 1.188 0.010 0.000
1.209 0.010 1.188 0.010 -
g g g g g
3.200 2.823 0.376 -
3.011 2.657 0.354 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
3.011 2.657 0.354 -
0.000 50.00 0.157 0.516 0.570 0.926 0.775 0.157 0.118 0.586 0.464 0.576 1.042 0.348 0.582 1.508 2.433 0.539 0.607 0.721
0.000 50.000 0.150 0.492 0.543 0.883 0.739 0.150 0.113 0.559 0.443 0.549 0.994 0.332 0.555 1.439 2.320 0.514 0.579 0.688
0.000 50.000 0.150 0.492 0.543 0.883 0.739 0.150 0.113 0.559 0.443 0.549 0.994 0.332 0.555 1.439 2.320 0.514 0.579 0.688
g g g g g g g g g g g g g g g g g g
Catatan : USDA Nutrient Data Base for standards reference, Release 13 (November 1999) NDB no. 11450, Soybean, green, raw NDB no. 11451, Soybean, green, cooked, boiled, drained, without salt NDB no. 11853, Soybean, green, cooked, boiled, drained, with salt
Daftar Pustaka AAK. Kedelai. PT Penebar Swadaya. Jakarta, 1993. Kardinan, Agus. Pestisida Nabati, Ramuan & Aplikasi. Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2000. H, Airlangga . Peran Teknologi & Sumber Daya Manusia Dalam Mengatasi Masalah Pengembangan Agribisnis Nasiona. Makalah pada Seminar Nasional SAINS 2001. Hotel Salak, Bogor, 2001. Umboh, Andry Harits. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Jakarta: PT Penebar Swadaya, 1999. ————. Register of Australia Oilseed Cultivars Glycine max (L) Merr. (Soybean). Cv Leichardt, Aust. J. of Exp. Agric., 1994. ————. Standard of Soybean Survey. Japan-Indonesia Joint Research Project, ATA, Jakarta, 1983. AVRDC. Progress Report, Crop Improvement Program. Soybean Physiology, Asian Vegetables Research & Development Centre, Tainan, 1988. Biro Pusat Statistik. Harvest Area Production and Yield of Soybean. dalam Internet, Jakarta, 1998. Blair, GJ. Soil Fertility and Plant Nutrition. Course on Soil Fertility and Plant Nutrition. IDP, University Udayana, Denpasar, 217 halaman, 1984 Bruce L. Parker, Field Guide, Insect Pest of Selected in Tropical and Subtropical Asia. AVRDC, 1995. Chien, C.H, DT Hellums dan Henao. Greenhouse Evaluation of Element Sulphur and Gypsum for Flooded Rice. Soil Sci. Soc. Amir. J., 51 : 120-123, 1987. Collins, J.L. and I.E Mc Carty. Handling of Vegetables Soybean Mechanically. Soybean Digest 12:20-21, 1969. Dwijoseputro. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia, 1980. Foth, H.D. dan L.M. Turk. Fundamental of Soil Science. New York: John Wiley and Son Inc., 1972. Gardner, Pearce dan Mitchel. Fisiologi Tanaman Budi Daya. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1991. Harahap, Idham Sakti. Seri PHT, Hama Palawija. Jakarta: PT Penebar Swadaya, 1999. Jo hn Ko nov sky, Edam am e; The Veget abl es Soy be an, ht tp:/ / stratsoy.ag.uiuc.edu/‘stratsoy/misc/edamame.html/2001. Jurnalis Kamil. Teknologi Benih 1, 1979. Justice, O.L, dan Bass, L.N. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: Rajawali Press, 1990. 179
Membangun Agrobindustri
Kusnaedi. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Jakarta: PT Penebar Swadaya, 1999. Lamina. Kedelai dan Pengembangannya. Jakarta: CV Simplx, 1989. Black, Lowell L. Pepper Deseases, A Field Guide. AVRDC, 1991. Marwoto, Era Wahyuni, K.E. Neering. Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Hama Kedelai Secara Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang: Depertemen Pertanian, 1991. PT Mitratani Dua Tujuh. Laporan Direksi atas Kegiatan Perusahaan, Jember, 1998. PT Mitratani Dua Tujuh. Laporan Kemajuan Uji Penilaian Tahun Ketiga terhadap Beberapa Introduksi Kedelai Asal AVRDC dan ATM-RoC Musim Tanam Juni-September 1998. PT Mitratani Dua Tujuh. Panduan Kerja Operasional, Budi Daya Edamame, Pengolahan Beku, Perbenihan Edamame, dan Standar Baku Teknis Proses Edamame, Jember, 1998. Nasoetion, A.H. Statistika Pertanian II. Jakarta: CV Yasaguna, 1970. Bintari, Nurur R. Hama Lenyap, Alam Selamat. Majalah Komoditas, Edisi 32, tahun 3, 5-21 Maret, 2001. Soehardjono, Oetari. Kuda , Yayasan Pamulang Equestrian Centre , Jakarta: PT Gramedia, 1990. PIF-SM. Laporan Umum Percobaan Edamame Tahap I, Tahun 19921993. Kerja Sama PT Perkebunan XXVII (Persero) dengan Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan (PIF-SM), 1992. PIF-SM. Laporan Umum Percobaan Edamame Tahap II, Tahun 19921993. Kerja Sama PT Perkebunan XXVII (Persero) dengan Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan (PIF-SM), 1993. PIF-SM. Laporan Umum Percobaan Edamame Tahap III, Tahun 19921993. Kerja Sama PT Perkebunan XXVII (Persero) dengan PT Mitratani Terpadu, 1993. PIF-SM. Sekolah Lapangan Kedelai Jepang Edamame (Vegetable Soybean), Pelatihan Supervisor Lapangan, Pelatihan Asisten Lapangan, Pelatihan Petani. Diselenggarakan oleh Pamulang Integrated Farming-Saung Mirwan, 1993. Ponnamperuma, SN. The Chemistry of Submerged Soil, Adv.Agron, 24 : 29-40, 1976. Rukmana, Rachmat dan Yuyun Yuniarsih. Kedelai, Budi Daya, dan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001. Wudianto, Rini. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Jakarta: PT Penebar Swadaya, 1999. Riset Unggulan Kemitraan (RUK), Pengkajian teknologi produksi kedelai (Grain soybean) unggul baru di lahan sawah untuk pengembangan 180
agroindustri. Dilaksanakan oleh BPP Teknologi, Universitas Jember, dan PT Mitratani Dua Tujuh, 1997-1998. S, Saenong, Nugraha US, dan Soemardi. Teknologi dan Sistem Perbenihan Tanaman Pangan. Risalah Simposium II Penelitian Tanaman Pangan, Bogor, 1990. S, Saenong. Kontribusi Vigor Awal terhadap Daya Simpan Benih Jagung (Zea mays L) dan Kedelai (Glycine mas L. Merr). Disertasi Doktor Fak. Pasca Sarjana, IPB, Bogor, 1986. Sanchez. Properties and Management of Soils in The Tropics. New York: John Wiley and Son Inc, 1976. Sundaram, Shanmuga & M.R. Yan. Sugested Cultural Practice for Vegetables Soybean. Jakarta: PT Mitratani Dua Tujuh, 1998. Samsu, Sigit H. dan Suyono. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: Dari Kedelai Sayur ke Kedelai Biji, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2003. Samsu, Sigit H. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: Dari Kedelai Jepang (Edamame) ke Sayur-mayur Beku. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2003. Samsu, Sigit H. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: Edamame (Vegetable Soybean), 2003. Samsu, Sigit H. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor, Dari Kedelai Jepang (Edamame) ke Sayur-mayur Beku, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2003. A, Sihombing D. Prospek dan Kendala Pengembangan Kedelai di Indonesia. Dalam Sadikin Soma Atmadja dkk. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jakarta. Sadjad, Sjamsoe’oed. Beberapa Substansi Penting dalam Memproduksi Benih Kedelai. Jakarta: PT Mitratani Dua Tujuh, 1998. Sadjad, Sjamsoe’oed. Benih Komersial, Kompas, Jumat, 06 April 2001, halaman 4 & 5, 2001. Sadjad, Sjamsoe’oed. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1993. Sadjad, Sjamsoe’oed. Faiza C. Suwarno, Setia Hadi. Tiga Dekade Berindustri Benih di Indonesia. Peringatan 30 Tahun PT Sang Hyang Seri (Persero), 2001. Sadjad, Sjamsoe’oed. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia, Institut Pertanian Bogor, 1980. Soyfood Nutrition, USDA. http.www.nal.usdv.gov/fnic/cgi-bin/list_nut.pl, 2001. Suyoko, Sudarisman. Laporan Kemajuan, Uji Penilaian Tahun Ketiga terhadap Beberapa Introduksi Kedelai Asal dari AVRDC dan ATM-RoC. Musim Tanam Juni-September, 1998. 181
Membangun Agrobindustri
Sugawara. Changes in aroma components. http://stratsoy.ag.edu/ ‘stratsoy/misc/edamame.html/2001, 1988. Sumarno. Kedelai dan Cara Budi Dayanya. Jakarta: CV Yasaguna, 1984. S, Suprapto, H. Bertanam Kedelai. Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2001. Sutilah, Sukowardojo B. Sadiman, I. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Jember, 1992. L, Sutopo. Teknologi Benih. Jakarta: CV Rajawali Press, 1985. Suyono, Bambang Setyobudi, dan Arie Mujiharjati. Tinjauan Kesuburan Tanah dan Pemupukan di Lahan Tradisional Budi Daya Tembakau Besuki NaOogst serta Pengaruhnya terhadap Produksi dan Kualitas Krosok. Makalah Seminar Sehari Pertembakauan, Pemda TK II (Bapeda) Jember, Fakultas Pertanian Universitas Jember, 1991. Suyono, Kajian Kebutuhan Unsur Hara Makro N, P, dan K untuk tanaman Edamame (vegetables soybean). Puslit, Universitas Jember, 1994. Suyono. Laporan Penelitian, Pengembangan Galur-galur Kedelai (Grain Soybean) Bahan Baku Agroindustri. 1997. Suyono dkk. Buku Ajar Program Integrasi Bahan Ajar, Wirausaha Perbenihan Kedelai Biji (Grain Soybean), 1999. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) & Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Kegiatan Budi Daya & Pengelolaan Kedelai Edamame Menjadi Bahan Ekspor dalam Bentuk Polong Kedelai Beku (Frozen Soybeans), 1995. Nguyen, Vong Q. Edamame (vegetable green soybean), http:// www.rirdc.gov.au/pub/handbook/edamame.html/2001, 1998. Zakri, A.H & B.S. Jalani, Multiple Characters & Their Relationship to Yield in Soybean. Malaysia: Appl.Biol, 1984.
182
INDEX
183
Membangun Agrobindustri
184
185