MEMAKNAI MASYARAKAT SIPIL SEBAGAI THE COMMONS: TRANSISI & AKSI DALAM TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM Wasisto Raharjo Jati1
Abstract: This paper aimed to analyzed about both meaning and positioning of civil society as the commons. Its definition have granted an understanding that public have potential power to organize resources. In recent era, management of resources just directing to exploiting nature destructively. Those implication have oriented to massivi disaster who mpacted to human life sustainibility. Both premises such as tragedy of the commons and risk society have great affluence in order to strengthening of the commons as main actor. Hegemonic discourses likely global warning and climate change become global issuue. Common pool resources is alternative resoruces management in amidst state and market way. In other word, the comons needs to be encouraged in strengthening in instutinasionalisation in order to have strong advocacy to guarding resources preservation. Keywor ds: civil society, the commons, natural resources, & common pool resources.. eywords: Abstrak: Artikel ini betujuan menganalisis mengenai pengertian masyarakat sipil sebagai the commons. Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa masyarakat memiliki kekuatan potensial untuk mengelola sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya sekarang ini cenderung dikuasai oleh negara dan pasar, yang justru mengarahkan pada aksi eksploitasi dan eksplorasi alam secara destruktif yang berimplikasi pada bencana yang menimpa kelangsungan hidup manusia. Dua premis penting yakni Tragedy of The Commons maupun juga Risk Society memberikan pengaruh signifikan dalam penguatan the commons sebagai aktor pengelola sumber daya alam. Wacana hegemonik seperti halnya pemanasan global maupun juga perubahan iklim merupakan isu kekinian yang sudah menjadi isu global. Model pengelolaan sumber daya alam yang dikenal common pool resources merupakan tawaran alternatif di tengah model negara dan pasar yang mengalami kebuntuan dalam melindungi sumber daya alam. The Commons perlu mendapatkan adanya penguatan secara struktural dan kelembagaan agar mampu memiliki kekuatan advokasi kuat untuk terus menjaga eksistensinya sebagai pengawal sumber daya alam. Kata kunci: masyarakat sipil, the commons, sumber daya alam, common pool resources
A. Pendahuluan Gagasan tragedy of the commons yang
(scarcity). Walhasil, semakin bertambahnya waktu, individu-individu tersebut akan
dicetuskan oleh Garret Hardin (1968) masih relevan untuk membincangkan the commons
tereliminasi oleh alam karena minimnya pasokan sumber daya alam sebagai penyokong kehidupan.
dalam tata kelola sumber daya alam sekarang ini. Tesis yang menceritakan mengenai kelangkaaan
Berba-gai macam bencana kemanusiaan seperti halnya kemiskinan, kelaparan, maupun bencana
sumber daya alam yang dialami oleh penduduk karena keserakahan mereka sendiri. Pada
alam merupakan sebentuk bagian dari bencana. Adapun populasi the commons yang banyak
akhirnya ketika rasionalitas individu kemudian lebih diutamakan daripada kepentingan bersama,
dihuni oleh kelas menengah menjadi poin menarik untuk dikaji. Hal ini terkait konsumsi
implikasi yang terjadi justru adalah kelangkaan
akan hasil sumber daya alam sendiri banyak digunakan kelas menengah dalam kegiatan
1
Pusat Penelitian Politik – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P – LIPI). Email:
[email protected] Diterima: 3 Oktober 2015
perekonomian. Kondisi itulah yang kemudian menciptakan adanya hubungan ketergantungan
Direview: 21 Oktober 2015
Disetujui: 30 Oktober 2015
118
Bhumi Vol. 1, No. 2, November 2015
sumber daya alam menjadi tinggi. Beragam
konsepsi bahwa sumber daya alam adalah milik
postulat akademik telah berusaha untuk mengkerangkai hubungan dependensi tersebut,
publik (public goods). Artinya semua elemen masyarakat berhak untuk mengakses dan
salah satunya adalah Thomas Malthus. Adapun Malthus dalam karyanya yang terkenal Essay on
memanfaatkan sumber daya alam tanpa ada restriksi siapa pun. Namun demikian, melihat
Population menegaskan tentang dua hal yakni 1) nafsu penduduk tidak bisa ditahan dan 2)
posisi strategis sumber daya alam sebagai aset penting penjaga hajat hidup orang banyak, negara
pertumbuhan penduduk sendiri tidak bisa dikontrol. Kedua premis tersebut kemudian
berperan sebagai regulator dan distributor sumber daya alam dengan mengatasnamakan the com-
diturunkan dalam bentuk pendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret
mons. Def inisi pasti mengenai the commons acap kali
ukur tidak bisa sebanding penambahan makanan yang mengikuti deret hitung. Pandangan Malthu-
kerap dipolitisasi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. The commons adalah masyarakat
sian tersebut memang kontroversial, terlebih bagi para pengkritiknya semacam Adam Smith,
pengguna sumber daya alam yang bisa dikaitkan sebagai user pertama. Hal ini dikarenakan terkait
Keynes, dan lain sebagainya. Namun oleh pengikutnya, pandangan Malthus tersebut
dengan aksesibilitas terhadap penggunaan sumber daya alam. Negara seringkali
merupakan bukti sahih sebuah keniscayaan. Hal itulah yang kemudian sumber daya alam
mengatasnamakan dirinya sebagai perwakilan dari the commons karena berposisi sebagai regu-
menjadi terbatas. Apalagi dikontekskan dengan posisi kelas menengah yang senantiasa ingin
lator dan juga distributor. Pemahaman tersebut menjadikan masyarakat sebagai kelompok rentan
mengonsumsi demi hasrat kebutuhan kelas. Maka diperlukanlah suatu kajian yang membahas
yang perlu mendapatkan pembinaan. Sejatinya itu diigunakan untuk menelikung peran
mengenai posisi the commons sebagai bentuk manajemen tata kelola sumber daya alam bersama.
masyarakat sipil agar sumber daya alamnya dapat dijarah. Adapun berbagai kasus penjarahan
Selain itu, perlu direformulasi mengenai posisi kelas menengah tersebut dalam relasinya dengan
sumber daya alam selalu dikaitkan dengan potensi ekonomi, dengan kata lain masyarakat kemudian
sumber daya alam. Hal tersebut menjadi penting mengenai reposisi masyarakat sipil yang berperan
dipersepsikan sebagai entitas yang diperdayakan potensinya oleh negara untuk membangun
sebagai aktor konservasi sumber daya alam. Tulisan ini akan mengelaborasi lebih lanjut
ekonominya sendiri. Padahal, dapat dikatakan bahwa masyarakat sipil sebagai the commons
mengenai reformulasi gagasan the commons dan reposisi kelas menengah dalam tata kelola sumber
memiliki potensi kuat dalam pengelolaan sumber daya alam karena memiliki hak asal-usul kuat.
daya alam dengan berpijak pada peran aksi kelas menengah dan sejauh mana dampak yang
Hak asal-usul tersebut bersinggungan dengan akses pertama kali masyarakat dalam
dihasilkan dalam reformulasi the comons.
memanfaatkan sumber daya alam (Wade, 1987). Pengertian the commons sendiri acap kali
B. Reformulasi Gagasan “The Commons”
dikaitkan dengan masyarakat adat. Pendapat tersebut tidaklah salah dikarenakan pengaturan
Pengertian the commons dalam tata kelola sumber daya alam dimaknai sebagai bentuk “kepemilikan bersama”. Hal ini merujuk pada
sumber daya alam dikaitkan dengan kearifan lokal. Komunitas adat memang memiliki aturan tersendiri agar jangan sampai sumber daya alam
Wasisto Raharjo Jati: Memaknai Masyarakat Sipil sebagai ...: 117-122
119
habis. Hal tersebut dikarenakan ketergan-
bal menunjukkan bahwa isu kerusakan
tungan yang tinggi terhadap alam membuat kesadaran terhadap sumber daya meningkat.
lingkungan sendiri bukanlah isu yang terlokalisir, namun itu adalah isu global yang kini mulai
Kondisi tersebut kemudian dimanifestasikan dalam bentuk penciptaan mito maupun juga
dirasakan segenap masyarakat dunia. Kembalinya pengelolaan sumber daya alam
adat lainnya yang kemudian membuat hubungan sakral dengan alam. Bahkan, tidak
kepada publik sebagai the commons sendiri tidak terlepas solusi kuratif yang disampaikan Hardin.
jarang kemudian dijadikan sebagai bentuk seremoni adat untuk membina “keharmonisan”
Dalam tulisannya menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya alam kepada publik
dengan alam. Prilaku konservasi yang dilakukan secara tradisional tersebut kini masih
ternyata kurang memberikan dampak signifikan terhadap pengelolaan sumber daya alam. Hardin
ada dalam berbagai wilayah adat tertentu. Namun demikian, negara juga mengalami
sendiri menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya lebih berbasis common property resources,
keterbatasan dalam mengelola sumber daya alam sehingga mengundang pasar untuk ikut berperan
yang mengarahkan pada bentuk pengelolaan eksploitatif. Oleh karena itulah, kemudian
serta dalam mengelolanya. Kondisi ini, menjadikan adanya transisi dalam memahami
pengelolaan sumber daya alam yang sifatnya open acces resources lebih ditekankan. Hal ini, justru
sumber daya alam yang tadinya merupakan barang publik (public goods) menjadi barang
mengarahkan pada bentuk kepemilikian individual terhadap sumber daya alam dan yang
privat (private goods). Perubahan tersebut juga turut merubah posisi the commons menjadi
terjadi kemudian adalah rasionalitas terhadap sumber daya alam menjadi kian tidak terkendali.
tereduksi dalam pengelolaan sumber daya alam. Maka, pembahasan mengenai tata kelola sumber
Beck (1992) kemudian mengingatkan akan pentingnya kerjasama dan penguatan masyarakat
daya alam kemudian bercabang menjadi 3 bentuk yakni rezim negara, rezim pasar, maupun juga
sipil sebagai aktor penting dalam pengelolaan sumber daya alam. Hal itu kemudian diangkat
rezim masyarakat. Adanya fragmentasi ketiga model mengindikasikan adanya cara melihat tata
dalam tulisannya yang berjudul mengenai Risk Society yang mengingatkan adanya bencana yang
kelola sumber daya alam merupakan hal vital dan strategis. Namun demikian, mengingat jumlah
perlu diwaspadai apabila tidak adanya kesadaran dari the commons untuk saling berpartisipasi
sumber daya alam sangatlah terbatas kemudian menguatkan kembali the commons sebagai bentuk
dalam pengelolaan sumber daya alam. Risk Society adalah gambaran the commons yang memiliki
manajemen tata kelola sumber daya alam yang baik.
kemampuan mitigasi yang diakibatkan baik berupa bencana yang sifatnya natural risk mapun
Penguatan peran masyarakat sipil sebagai the commons selama ini banyak diinisiasi oleh LSM
juga manufactured risk. Pemahaman tersebut kemudian melihat bahwa ketersediaan sumber
maupun juga NGO yang memiliki inisiasi kuat dalam melihat kerusakan alam sebagai isu utama.
daya adalah terbatas sehingga perlu ada kehatihatian dalam mengelolanya. Konsep tersebut
Green Peace adalah bentuk komunitas global yang sangat peduli terhadap aksi kerusakan alam,
sebenarnya berjalan dengan konsep paradox of plenty dikembangkan oleh Stiglitz yang melihat
CIFOR yang fokus pada perusakan hutan dan lain sebagainya. Artinya bahwa dengan partisipasi aktif
bahwa jumlah sumber daya yang sedemikian besar justru tidak memakmurkan, namun justru
yang ditunjukkan oleh kalangan masyarakat glo-
memiskinkan. Dikarenakan masih ada keinginan
120
Bhumi Vol. 1, No. 2, November 2015
masing-masing pihak untuk terus mengeksplorasi
pertumbuhan ekonomi, namun sekarang ini
dan mengeksploitasi sumber daya alam perlu diberikan ruang secara deliberatif terhadap
kemudian lebih mengarahkan kepada bentuk pembangunan manusia. Maka, pembangunan
munculnya penguatan masyarakat sipil sebagai pengawal sumber daya alam.
ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan ternyata justru tidak hanya merusak lingkungan
Dalam era pos-modern maupun saat ini, kontek the commons sendiri tidaklah lagi
alam saja, namun juga manusia secara keseluruhan.
dikaitkan dengan konteks ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam, namun lebih
Signif ikansi dan transisi the commons yang semula bersifat tradisional ke modern dan dari
mengarahkan kepada praktik konservasi. Hal itu menandai adanya era baru dalam melihat sumber
dependen ke resisten menunjukkan bahwa sumber daya alam kian dipandang sebagai mitra
daya alam yang semula hanya dimaknai sebagai bentuk kebutuhan. Sekarang ini lebih
sejajar. Pandangan antroposentrisme yang selama ini melihat alam sebagai objek eksploitasi
mengarahkan pada bentuk penjagaan. Tesis Risk Society yang lebih menekankan kepada bencana
perlahan-lahan kemudian tereduksi. Sumber daya alam yang kian terbatas disaat jumlah
yang diakibatkan oleh manusia dalam memperlakukan alam (manufactured risk)
kebutuhan penduduk dunia semakin bertambah. Maka sudah saatnya kemudian alam dijaga
memberikan pengaruh luar biasa dalam membingkai sumber daya alam tersebut. Adanya
supaya tidak habis. Karakter masyarakat sipil peduli sumber daya alam yang resisten dengan
wacana hegemonik seperti halnya pemanasan global, perdagangan karbon, dan lain sebagainya
segala bentuk eksploitasi alam merupakan bentuk kesadaran baru yang perlu segera dipupuk dan
membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap sumber daya alam. Paling tidak inilah yang
disemai.
kemudian dirasakan dalam dekade kini yang kemudian membangkitkan kesadaran masya-
C. Kerjasama & Penguatan The Commons
rakat untuk menjaga sumber daya alam di lingkungan mereka sendiri. Menguatnya kesadaran ekologi tersebut kemudian dimanifestasikan dalam bentuk pilihan politik yang kemudian dimanifestasikan dalam ekologi-politik. Ideologi tersebut pada dasarnya ingin memperjuangkan adanya keseimbangan antara manusia dengan alam secara seimbang. Maka kemudian “hijau” sendiri berkembang sebagai warna politik dari sebuah the commons dalam mengartikulasikan kepentingan mereka. Hal itulah yang kemudian berkembang menjadi ideologi partai hijau. Hadirnya hijau sebagai warna politik the commons sendiri juga tidak terlepas dari pergeseran dalam paradigma pembangunan. Selama ini garis pembangunan sendiri selalu saja mengejar pada aspek
Inti dari pembahasan the commons terletak pada gagasan bekerjasama (cooperation). Kerjasama merupakan bagian dari cara menghindari adanya over grazing maupun juga free riding dalam pengaturan sumber daya alam. Kavlingisasi terhadap slot sumber daya alam justru mengarah pada “pemain” yang justru bertindak semakin tamak manakala kepemilikan sumber daya alamnya habis. Hal itulah yang kemudian justru dihindari agar tidak mengambil porsi orang lain dan tidak menimbulkan dampak destruktif lainnya. Konteks kerjasama tersebut dilekatkan dalam bentuk pengelolaan sumber daya alam secara bersama-sama demi menjaga redistribusi sumber daya alam tersebut lancar. Dalam hal ini, terdapat dua analisis utama yang mengkerangkai gagasan “kerjasama” yakni Prisonners Dilemma dan juga
Wasisto Raharjo Jati: Memaknai Masyarakat Sipil sebagai ...: 117-122
121
Commons Pool Resources. Konteks prisonners
domainnya publik dalam hal pengaturan.
dilemma sendiri merupakan bentuk game theory yang menempatkan dua pihak harus saling
Revitalisasi dan reaktivasi commons sebagai aktor penting dalam konservasi sumber daya alam tidak
bekerja satu sama lain secara terpisah untuk menghindari adanya hukuman. Jikalau salah satu
terlepas dari adanya kegagalan developmentalisme dalam mengelola sumber daya alam secara baik.
pihak membeberkan rahasianya kepada pihak pemerintah, maka akan merugikan pihak satunya
Hasilnya kemudian terjadi penguatan terhadap partisipasi masyarakat sipil dalam konservasi
lagi. Sedangkan apabila kedua pihak saling bekerjasama untuk diam, maka tidak akan terjadi
sumber daya alam. Penguatan tersebut dapat diartikan sebagai bentuk pemberdayaan
penangkapan yang dilakukan oleh pihak berwajib. Gagasan Common Pool Resources sendiri pada
masyarakat sipil dalam mengklaim kembali peran mereka sebagai konservoir sumber daya yang
dasarnya merupakan bentuk pengelolaan bersama akan sumber daya alam yang dilakukan oleh
sesungguhnya. Maka logika collective action sendiri kemudian
masyarakat. Pada dasarnya, pemanfaatan terhadap sumber daya alam bersifat non-eksklusif
diperlukan dalam menguatkan peran the commons agar lebih berdaya dan berdikari dalam
sehingga setiap orang bisa mengakses keberadaan sumber daya alam. Maka, kerjasama menjadi hal
pengelolaan sumber daya alam (Ostrom, 1990). Logika kolektif ini pada dasarnya mengajak pada
yang ditekankan dalam pengelolaan guna memaksimalkan penggunaan sumber daya alam.
semangat voluntarisme maupun juga egalitarianisme. Bahwa masyarakat yang
Kedua faktor itulah yang coba untuk dianalisis mengenai kerjasama sebagai bentuk pengelolaan
terhimpun dalam bagian dari sumber daya alam bukanlah objek pasif yang sifatnya material.
sumber daya alam, khususnya untuk melihat mengenai penguatan masyarakat sipil sebagai
Namun perlu dimaknai sebagai subjek aktif yang partisipatif dalam pengelolaan sumber daya alam.
aktor utama dalam arena itu. Gagasan common pool resources sendiri merupakan solusi alternatif
Pemahaman tersebut kemudian juga turut memisahkan antara entitas sumber daya alam
manakala pasar dan negara tidak bisa memberikan jaminan penuh dalam memberikan redistribusi
dengan kelompok masyarakat yang sebelumnya digabung. Sekarang ini, peran masyarakat sipil
kepada masyarakat secara umum. Masyarakat sipil perlu untuk mendapatkan pendampingan
adalah aktor utama dalam penjagaan sumber daya alam. Adapun aksi advokasi yang dilakukan oleh
secara kelembagaan maupun juga struktural untuk meneguhkan dirinya sebagai kekuatan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang memenangkan pertarungan konstitutif dengan
kelompok kepentingan dalam pengaturan sumber daya alam.
membuahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 (MK 35) atas UU No 41
D. Commons Based Resources Manage-
Tahun 1999 tentang Kehutanan, Muhammadiyah yang berhasil membuahkan Putusan MK Nomor
ment (CBRM) sebagai Solusi Perbincangan mengenai Commons Based Resources Management (CBRM) sebagai solusi memang tidak terlepas dari paradigma communally owned acces. Pengertian komunal sebenarnya lebih berpijak pada populisme yang memiliki cara pandang sumber daya alam adalah
85/ PUU-XI/ 2013 atas Sumber Daya Air merupakan bagian dari contoh bahwa commons kini mulai menunjukkan eksistensinya sebagai kekuatan penekan terhadap praktik pengelolaan sumber daya alam yang tidak af irmatif. Kedua putusan juga memberikan contoh bahwa selama ini yang disangka bahwa masyarakat hanya pasif
122
Bhumi Vol. 1, No. 2, November 2015
terhadap isu sumber daya, ternyata turut pro aktif
terhadap isu lingkungan. Ke depannya, the com-
dalam memperjuangkan sumber daya alam tersebut.
mons yang berperan sebagai aktor penjaga alam sendiri bisa proaktif dan membuktikan dirinya
Pancasila melalui semangat gotong royong sejatinya merupakan cerminan dari the commons
sebagai kelompok berdaya dalam pengelolaan sumber daya alam agar tetap lestari.
tersebut. Apalagi dengan adanya pengakuan eksistensi masyarakat adat oleh pemerintah, tentu semakin menguatkan posisi dan peran masyarakat adat sebagai aktor penting dalam penjagaan sumber daya alam. Tentunya pengakuan eksistensi itu juga perlu diikuti dengan komitmen pemerintah untuk terus menjaga relasinya dengan masyarakat adat. Apalagi dalam progam “Nawa Cita” yang diusung oleh pemerintah sekarang ini, salah satu poin utamanya adalah membangun Indonesia dari pinggiran sebagai basis pembangunan. Maka, secara otomatis the commons juga ikut mengalami penguatan baik secara institusional maupun personal sebagai aktor penekan. Meskipun dalam rentang setahun, pelaksanaan progam belum dirasakan secara sepenuhnya. Namun paling tidak, itu sudah menjadi langkah awal untuk bisa menguatkan partisipasi masyakat sebagai the commmons dalam proses pembangunan. E. Kesimpulan Hal yang bisa disimpulkan dari pembahasan kali ini yang utama adalah transisi posisi the commons yang selama ini dianggap pasif kini mulai aktif dalam memperjuangkan haknya sebagai penjaga sumber daya alam. Premis mengenai Tragedy of The Commons dan juga Risk Society merupakan contoh kecil tentang perubahan yang dialami oleh alam manakala kerusakan oleh manusia semakin membesar. Akhirnya yang dirugikan sendiri kemudian tidak hanya alam, namun juga kelangsungan hidup manusia dalam bertahan hidup. Maka diperlukan adanya kesadaran ekologi yang kini terbangun dan kian berkembang
Daftar Pustaka Beck, U 1992, Risk society: toward new modernity, London, Sage Publication. Hardin, G 1968, The Tragedy Of The Commons, Science, 162(3859), 1243-1248. Malthus, T 1789, An essay on the principle of population, London: St Paul Chuch Yard. Ostrom, E 1990, Governing the commons, London: Cambridge University Press. Wade, R 1987, ‘The Management of Common Property Resources’, Cambridge journal of economic, 11, 95-106.